Modul 1. Pengantar Mihp

42
MODUL 1. PENGANTAR MANAJEMEN INDUSTRI HASIL PERIKANAN Definisi Manajemen Industri Hasil Perikanan Manajemen Industri Hasil Perikanan (MIHP) dapat didefinisikan dengan menguraikan terlebih dahulu arti kata manajemen, industri, dan hasil perikanan. Pengertian manajemen dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu manajemen sebagai suatu proses, manajemen sebagai suatu kolektivitas, dan manajemen sebagai suatu ilmu dan seni. Manajemen sebagai suatu proses adalah a) pelaksanaan dari suatu tujuan yang telah ditetapkan kemudian diawasi, atau b) kegiatan melalui usaha orang lain baik secara individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, kemudian mengawasi kegiatan tersebut, atau c) cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang lain. Manajemen sebagai suatu kolektivitas merupakan suatu kumpulan dari orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Manajemen suatu ilmu dan seni adalah koordinasi semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Undang-Undang No 5 tahun 1984 tentang perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolahan bahan mentah, barang ½ jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

description

MIHP

Transcript of Modul 1. Pengantar Mihp

Page 1: Modul 1. Pengantar Mihp

MODUL 1. PENGANTAR MANAJEMEN INDUSTRI HASIL PERIKANAN

Definisi Manajemen Industri Hasil Perikanan

Manajemen Industri Hasil Perikanan (MIHP) dapat didefinisikan dengan menguraikan

terlebih dahulu arti kata manajemen, industri, dan hasil perikanan. Pengertian manajemen

dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu manajemen sebagai suatu proses, manajemen

sebagai suatu kolektivitas, dan manajemen sebagai suatu ilmu dan seni. Manajemen sebagai

suatu proses adalah a) pelaksanaan dari suatu tujuan yang telah ditetapkan kemudian diawasi,

atau b) kegiatan melalui usaha orang lain baik secara individu maupun kelompok untuk

mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, kemudian mengawasi kegiatan tersebut, atau c)

cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang

lain. Manajemen sebagai suatu kolektivitas merupakan suatu kumpulan dari orang-orang

yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Manajemen suatu ilmu dan seni

adalah koordinasi semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian,

penetapan tenaga kerja, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu.

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan

keuntungan. Menurut Undang-Undang No 5 tahun 1984 tentang perindustrian, industri

adalah kegiatan ekonomi yang mengolahan bahan mentah, barang ½ jadi atau barang jadi

menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

Undang-Undang Perikanan No. 45 Tahun 2009 mendefinisikan perikanan sebagai

seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan

dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran

yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan, sedangkan yang

termasuk dengan “jenis ikan” adalah:

a. ikan bersirip (pisces);

b. udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustacea);

c. kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (mollusca);

d. ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterata);

e. tripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermata);

f. kodok dan sebangsanya (amphibia);

g. buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (reptilia);

Page 2: Modul 1. Pengantar Mihp

h. paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (mammalia);

i. rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae); dan

j. biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas;

semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi.

Berdasarkan pengertian-pengetian tersebut di atas, maka MIHP dapat didefinisikan

sebagai suatu usaha atau kegiatan melalui orang lain yang mengolah “jenis ikan” atau bagian

jenis ikan atau produk olahan antaranya, atau produk olahan akhirnya sebagai bahan baku

utama, subsitusi, maupun suplementasi menjadi produk yang memiliki nilai tambah dengan

tujuan mendapatkan keuntungan. MIHP dapat pula didefinisikan sebagai suatu koordinasi

semua sumberdaya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja,

pengarahan dan pengawasan untuk mengolah hasil perikanan menjadi produk bernilai guna

lebih tinggi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Agar lebih memahami tentang MIHP, maka selain mengerti tentang arti dari MIHP,

juga penting untuk mengetahui ruang lingkup dari MIHP. Penjelasan tentang ruang lingkup

MIHP dapat dibaca pada sub 1.2.

Ruang Lingkup MIHP

Ruang lingkup pembahasan MIHP tidak terlepas dari kegiatan industri hasil perikanan

yang memiliki tujuan akhir keuntungan ekonomi sehingga diperlukan pengkordinasian segala

sumberdaya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja,

pengarahan dan pengawasan. Kegiatan industri hasil perikanan seperti halnya dengan jenis

industri lainnya meliputi pengadaan bahan baku, teknologi proses, dan pemasaran produk.

Semua kegiatan ini harus dimenej dengan baik agar diperoleh keuntungan ekonomi yang

maksimal. Upaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal ini tidak ada cara lain kecuali

produk bernilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan industri harus berorientasi pasar atau

market oreiented. Oleh karena itu, kegiatan awal dari suatu industri termasuk industri hasil

perikanan adalah melakukan research pasar melalui kegiatan analisis pemasaran. Setelah itu

barulah merancang teknologi proses dan pengadaan bahan bakunya. Secara skematis ruang

lingkup MIHP sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.

Raw material komoditas hasil perikanan

Teknologi Proses

Produk bernilai tambah

Kimia, Biologis, Fisik atau kombinasi Market

orientet

Diperlukan research pasar melalui suatu analisis pemasaran

Page 3: Modul 1. Pengantar Mihp

Gambar 1.1. Ruang lingkup MIHP

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ruang lingkup MIHP meliputi

pengkoordinasi segala sumberdaya berkenaan dengan kegiatan pengadaan bahan baku,

teknologi proses dan pemasaran produk. Diskusi awal dalam MIHP akan difokuskan kepada

analisis pemasaran.

Klasifikasi Industri dan Pohon Industri Komoditas Perikanan

A. Klasifikasi Industri

Industri dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan baku, jumlah tenaga kerja yang

digunakan, lokasi unit usaha, proses produksi, produk yang dihasilkan, dan modal yang

digunakan. Berdasarkan bahan baku, industri dapat digolongkan menjadi industri ekstraktif,

non ekstraktif, dan industri fasilitatif. Industri ekstraktif adalah industri yang bahan bakunya

diperoleh langsung dari alam. Contohnya industri pengalengan ikan, industri pembekuan

udang, industri surimi, industri fillet ikan, dan lain-lain. Industri non ekstraktif adalah

industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil industri lain. Contohnya industri Chitosan,

industri ini mengolah chitin; industri dompet berbahan baku kulit ikan, dan lain-lain. Industri

fasilitatif adalah menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Contohnya perbankan,

angkutan, dan parawisata.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi

industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang, dan industri besar. Industri rumah

tangga menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri rumah tangga

memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik

atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.

Misalnya: industri pindang ikan, industri ikan asin, industri ikan bekasem, industri petis ikan,

industri ikan peda, dan lain-lain. Industri kecil adalah industri yang menggunakan tenaga

kerja yang berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal

yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan

saudara. Misalnya: industri kerupuk ikan, industri pek empek, industri bakso ikan, dan lain-

lain. Industri sedang adalah industri yang menggunakan tenaga kerja berjumlah sekitar 20

sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja

memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial

tertentu. Misalnya: Industri pengalengan ikan, industri tepung ikan, industri pembekuan

udang, dan lain-lain. Industri besar adalah industri yang menggunakan tenaga kerja lebih dari

Page 4: Modul 1. Pengantar Mihp

100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif

dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan

pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test).

Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi industri

primer, industri sekunder, dan industri trisier. Industri primer adalah industri yang

menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau

benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung. Contohnya,

industri petis ikan, abon ikan, kerupuk ikan, dan lain-lain. Industri sekunder yaitu industri

yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum

dinikmati atau digunakan. Contohnnya industri surime ikan, industri filet ikan, industri chitin,

industri gelatin, dan lain-lain. Industri tersier adalah berupa jasa layanan yang dapat

mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri

perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.

Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usahanya dapat dibedakan menjadi

industri berorientasi pada pasar, industri berorientasi pada tenaga kerja, industri berorientasi

pada bahan baku dan industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose

industri). Industri berorientasi pada pasar yaitu industri yang didirikan mendekati daerah

persebaran konsumen. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri)

yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang

memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya. Industri berorientasi pada

bahan baku yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya:

industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan

dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan dengan lahan tebu. Industri yang tidak

terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri) yaitu industri yang didirikan tidak

terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku,

tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri

elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.

Industri berdasarkan proses produksi dapat dibedakan menjadi industri hulu dan

industri hilir. Industri hulu yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi

barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan

industri yang lain. Misalnya industri filet ikan, industri surime ikan, industri pembekuan ikan,

dan lain-lain. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi

Page 5: Modul 1. Pengantar Mihp

barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh

konsumen. Misalnya bakso ikan, industri kerajinan berbahan baku kulit ikan, dan lain-lain.

Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi industri berat

dan industri ringan. Industri berat yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat

produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.

Industri ringan adalah industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi.

Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.

Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi industri dengan

penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan industri dengan penanaman modal asing

(PMA) serta industri dengan modal patungan (join venture). Industri PMDN yaitu industri

yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri).

Industri PMA adalah industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing. Industri

join venture, yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan

PMA.

Berdasarkan kelompok usaha di Indonesia, industri pengolahan ikan dapat

dikelompokkan menjadi :

a. Industri Pengalengan ikan dan biota perairan lainnya seperti sardencis dalam kaleng,

udang dalam kaleng dan sejenisnya.

b. Industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan tembang

asin, ikan teri asin, udang asin, cumi-cumi asin, dan sejenisnya.

c. Industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan bandeng asap, ikan

cakalang asap, dan sejenisnya.

d. Industri pembekuan ikan dan biota perairan lainnya seperti ikan bandeng beku, ikan tuna

bekum dan sejenisnya.

e. Industri pemindangan ikan dan biota perairan lainnya, pindang ikan bandeng, pindang

ikan tongkol, dan sejenisnya.

f. Industri pengolahan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota lainnya seperti tepung

ikan, tepung udang, rumput laut, terasi, petis, dan sejenisnya.

g. Industri pengolahan produk antara untuk ikan seperti industri surime, gelatin, chitin-

chitosan, pepton, dan tepung ikan.

h. Industri diversifikasi untuk ikan dan biota lainnya seperti bakso ikan, bakso udang,

kerupuk ikan, kerupuk udang, dan empek-empek.

B. Pohon Industri Ikan, Udang dan Rumput Laut

Page 6: Modul 1. Pengantar Mihp

Pohon industri ikan atau udang adalah gambaran jenis-jenis produk yang dapat dibuat

dari komoditas atau bagian komoditas ikan atau udang. Pengetahuan terhadap pengenalan

pohon industri ini untuk memaksimalkan penggunaan komoditas ikan atau udang sebagai

bahan baku industri. Manfaat lain dari pengetahuan terhadap pohon industri adalah

meminimalkan limbah dari penggunaan bahan baku ikan atau udang.

Pohon industri ikan dapat diketahui dengan menggolongkan ikan ke dalam bagian-

bagian penyusunannya. Bagian penyusun ikan adalah daging, tulang, kulit dan sisik, kepala,

dan isi perut atau jeroan. Bagian daging dapat digunakan untuk bahan baku industri fillet,

lumatan daging, surimi, ikan beku, ikan kaleng, ikan asap, tepung ikan, konsetrat protein

ikan, hidrolisat protein ikan, dendeng ikan, abon ikan, terasi, dan petis. Bagian tulang dapat

dijadikan bahan baku untuk menghasilkan produk tepung tulang, gelatin, chondroitin,

calsium, dan hiasan. Bagian kulit dapat digunakan untuk gelatin, kolagen, bahan dompet,

hiasan, dan kerupuk. Bagian isi perut yang terdiri dari hati dan usus dapat diekstrak untuk

diambil enzim, omega 3, squalen, dan peptonnya. Bagian sisik dapat dibuat hiasan. Bagian

kepala dapat dibuat pepton, lemak/minyak ikan, dan hidrolisat protein ikan (HPI). Secara

skamatis pohon industri ikan dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Page 7: Modul 1. Pengantar Mihp

Gambar 1.2. Pohon Industri Ikan

Pohon industri udang adalah pemanfaatan bagian-bagian udang sebagai bahan baku

industri. Bagian-bagian udang terdiri dari daging, kepala, ekor, dan cangkang. Bagian

daging dapat diolah menjadi udang beku, daging udang lumat, surimi udang, hidrolisat

protein udang, dan konsentrat protein udang. Bagian kepala dapat diolah menjadi pepton,

Ikan

kepala

daging

tulang

kulit

jeroan

pepton

Minyak

Omega3

Vit.A

HPI

Konsentrat protein

Tepung Ikan

Fillet

Surimie

Produk olahan : ikan kaleng, ikan asap, dendeng ikan, abon ikan, pindang,

Tepung tulang

Chondroitin

Kolagen/gelatin

Kulit tersamak

Kerupuk

Enzim

Silase

Squalense

Calsium

Page 8: Modul 1. Pengantar Mihp

hidrolisat protein udang, pigmen karotenoid, dan chitin. Bagian cangkang dan ekor dapat

diolah menjadi chitin. Skematis pohon industri udang dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Pohon Industri Udang

Pohon industri rumput laut adalah berbagai pemanfaatan rumput laut menjadi bahan

baku industri. Rumput laut memiliki berbagai jenis yaitu Ascophyllum laminaria,

Macroystis, Gracilaria, Gelidium, Chondrus, Eucheuma, Gigartina, dan Flucellaran. Jenis-

jenis rumput laut ini mengandung senyawa aktif yang berbeda. Rumput laut jenis

Ascophyllum laminaria dan Macroystis mengandung senyawa aktif algin. Gracilaria dan

Gelidium mengandung senyawa aktif agar-agar. Chondrus, Eucheuma dan Gigartina

mengandung senyawa aktif karagenan sedangkan Flucellaran mengandung senyawa aktif

furcellaran. Pohon industri rumput laut secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Udang

Kepala Cangkang+ekorDaging

Hidrolisat protein udang

Pepton KarotenoidChitin

glukosaminChitosan

udang beku

daging udang lumat,

Konsentrat protien udang

Surimi udang

Page 9: Modul 1. Pengantar Mihp

Gambar 1.4. Pohon Industri Rumput Laut

Nilai Tambah

Produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri harus memiliki nilai tambah yaitu

nilai output yang diperoleh dari produk tersebut harus lebih tinggi dari nilai inputnya. Nilai

input merupakan segala biaya yang dikeluarkan untuk membuat suatu produk yang meliputi

biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya bahan bakar (energi), biaya penyusutan,

biaya pemasaran dan bunga bank dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan,

sehingga satuannya adalah rupiah per kg. Nilai output adalah adalah pendapatan yang

diterima dari hasil penjualan produk dibagi dengan bahan baku yang digunakan, sehingga

satuannya adalah rupiah per kg. Menurut Nurhayati (2004) “nilai tambah adalah

pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditi mengalami proses pengolahan,

pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi (penggunaan/pemberian input

fugsional)”.

Rumput Laut

Dikonsumsi langsung segar

Ektraksi

Biopigmen

Karaginan

BriketAlgin Fulcellaran

Ampas rumput lautSenyawa aktif

BioetanolAgar-agar

Agar-agar

Page 10: Modul 1. Pengantar Mihp

Contoh ilustrasi penghitungan nilai tambah ikan lele diolah menjadi Abon adalah

sebagai berikut :

A. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan abon lele antara lain :

1. Biaya untuk membeli ikan lele sebanyak 20 kg = Rp. 240.000,-

2. Biaya untuk membeli bumbu-bumbu = Rp. 10.000,-

3. Biaya untuk membeli kemasam = Rp. 5.000,-

4. Biaya untuk membeli minyak goreng = Rp. 2.000,-

5. Biaya untuk membeli gas = Rp. 15.000,-

6. Biaya tenaga kerja = Rp. 50.000.-

7. Biaya pemasaran = Rp. 10.000,-

Nilai inputnya adalah (240.000 + 10.000 + 5.000 + 2.000 + 15.000 + 50.000 + 10.000) / 20 =

Rp. 16.600/kg

B. Pendapatan yang diterima dengan asumsi rendemen pengolahan abon lele adalah 20%

dengan harga jual per kg 175.000,-, maka diperoleh = 0,2 x 20kg x Rp 175.000/kg =

Rp. 700.000,-. Nilai outputnnya adalah (700.000/20 kg) = Rp. 35.000/kg.

C. Nilai tambah yang diperoleh yaitu nilai output – input = (35.000 – 16.600) = Rp.

18.400,-/kg.

Berdasarkan ilustrasi di atas, nilai tambah dapat dipengaruhi oleh biaya-biaya input

yang terkait dengan kendala teknis dan non teknis. Kendala teknis adalah ketersediaan bahan

baku, bahan pembantu, dan bahan-bahan lainnya. Kendala non teknis terkait dengan

kebijakan pemerintah, ketersediaan sarana dan prasarana, dan faktor alam. Contoh kendala

kebijakan pemerintah yang menaikkan bahan bakar minyak dapat berdampak terhadap

kenaikan bahan baku, kenaikan biaya pengangkutan, dan kenaikan tenaga kerja.

1.1. Peranan Industri Hasil Perikanan dalam Pembangunan Bangsa

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan

makmur yang marata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945. Selanjutnya pada Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa pembangunan

nasional yang dimaksud ada dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa

yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan dunia yang merdeka, bersahabat,

tertib dan damai. Upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut maka

rangkaian kegiatan dalam pembangunan harus meliputi seluruh kehidupan masyarakat,

bangsa dan negara yang berkesinambungan.

Page 11: Modul 1. Pengantar Mihp

Pembangunan nasional adalah cerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta

mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggara negara yang maju dan

demokratis. Oleh karena itu pembangunan nasional diarahkan dalam upaya memenuhi rasa

tentram, aman, adil, dan bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab.

Pembangunan nasional menghendaki keselarasaran hubungan tidak saja antara sesama

manusia tetapi juga keselarasan hubungan antara manusia dengan penciptaNya dan antara

manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Salah satu modal dasar pembangunan nasional adalah kekayaan alam yang melimpah

di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh

bangsa Indonesia ini harus dikelola sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat Indonesia

baik sekarang maupun dimasa yang akan datang. Pengelolaan sumberdaya alam harus

memperhatikan banyak hal terutama keberlanjutannya. Hal ini harus menjadi perhatian

berbagai pihak, karena tanpa pelestarian untuk generasi yang akan datang maka tidak ada

artinya pengelolaan berbagai sumberdaya alam tersebut.

Perikanan merupakan salah satu sektor sumberdaya alam potensial untuk dijadikan

modal dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional. Kepotensialnya ini dapat dilihat

dari luas wilayah, keragaman dan produksi hayati yang dimiliki, serta ketangguhan ekonomi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesian No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,

wilayah perikanan Indonesia untuk penangkapan dan atau pembudidayaan ikan meliputi

perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eklusif Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa, dan

genangan air yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di

wilayah Republik Indonesia. Luas wilayah dan potensi lestari dari sub sektor perikanan ini

dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Page 12: Modul 1. Pengantar Mihp

Tabel 1.1. Luas Perairan dan Potensi Produski Lestari Perikanan Indonesia

Jenis Kegiatan Perikanan Luas Peraian

(juta ha)

Potensi Produksi

(juta ton/th)

A. Perikanan tangkap

1. Laut

2. Perairan Umum

580

54

6,4

0,9

B. Perikanan Budidaya

1. Laut

2. Tambak (payau)

3. Perairan umum dan

tawar

24

1

13,7

47

5

5,7

Total 672,7 65

Sumber : Dahuri, 2010.

Keragaman jenis hayati yang dimiliki di sektor perikanan sangat banyak sekali.

Berbagai jenis ikan demersal yang tergolong ekonomis penting diantaranya kakap putih,

kerapu, manyung, bawal putih, kuwe, kurisi, layur, ikan pari dan ikan cucut serta beberapa

jenis udang seperti udang putih, udang windu, udang api-api, dan udang krosok. Jenis ikan

pelagis kecil yang tergolong ekonomis adalah ikan kembung, layang, selar, lemuru, dan teri.

Jenis ikan pelagis besar yaitu tuna, cakalang, dan tongkol. Selain itu ada beberapa jenis ikan

karang, dan ikan hias laut serta ikan darat seperti ikan nila, patin, lele, mas, dan beberapa

jenis ikan lokal seperti nilem, betutu, sipat, dan tagih. Jenis hayati lain yang saat ini menjadi

penyumbang terhadap total produksi perikanan adalah rumput laut.

Produksi perikanan dari kegiatan penangkapan untuk lima tahun terakhir ini relatif

tetap. Sementara itu, produksi dari kegiatan budidaya terus mengalami peningkatan. Data

produksi dari dua kegiatan perikanan tersebut disajikan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Produksi Perikanan antara Tahun 2007 sampai dengan 2011

Jenis Kegiatan Produksi (ton)

2007 2008 2009 2010 2011

Perikanan Tangkap 5.044.73

7

5.003.115 5.107.97

1

5.384.740 5.409.100

Perikanan Budidaya 3.193.56

5

3.855.200 4.708.56

3

6.277.924 6.976.750

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012.

Page 13: Modul 1. Pengantar Mihp

Perikanan merupakan salah satu sektor primer yang mampu tumbuh positif di tengah

terpaan krisis. Ketangguhan ekonomi yang diperlihatkan oleh sektor perikanan ini dapat

dilihat pada saat terjadi krisis yang melanda Bangsa Indonesia pada tahun 1998. Menurut

Darmanto (2001), volume ekspor dari sektor perikanan terjadi peningkatan 7,3% dari 513.893

ton pada tahun 1997 menjadi 550.129 ton tahun 1998.

Potensi potensial yang sangat luar biasa dari sektor perikanan haruslah diwujudkan

menjadi energi kenitik/gerak sehingga benar-benar dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya

mempercepat tercapai tujuan pembangunan nasional yang dicitakan-citakan. Upaya

perwujudan tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan industri pengolahan hasil perikanan.

Industri pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan yang mentransformasikan

bahan-bahan hasil perikanan sebagai input menjadi produk yang memiliki nilai tambah atau

nilai ekonomi lebih tinggi sebagai outputnya. Proses transformasi tersebut dapat dilakukan

baik secara fisik, kimia, biologis, maupun kombinasi diantara ketiganya. Dengan demikian,

dalam melakukan proses transformasi, rekayasa penerapan teknologi maupun bioteknologi

menjadi power atau kekuatan dalam memaksimalkan nilai tambah yang akan diperoleh.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka industri pengolahan hasil perikanan

akan menjadi efek penggada ekonomi bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional.

Secara terperinci peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan

nasional adalah sebagai berikut :

- Penyedia lapangan kerja,

- Sumber peningkatan devisa negara melalui peningkatan nilai tambah,

- Peningkatan kesehatan dan kecerdasan bangsa Indonesia melalui peningkatan

konsumsi ikani,

- Penjaga lingkungan melalui konsep industri bersih

- Penyambung/pemerataan,

- Penyelamat harta kekayaan bangsa

A. Penyedia Lapangan Kerja

Penyedia lapangan kerja dapat dilakukan dengan memanfaatkan peluang peningkatan

industri pengalengan di Indonesia yang masih terbuka besar. Peluang yang besar tersebut

karena didukung oleh penyediaan bahan baku dan permintaan pasar yang terus meningkat.

Bahan baku produk pengalengan ikan masih didominasi oleh ikan tuna, cakalang, dan

tongkol. Produksi ikan dari ketiga jenis ini untuk lima tahun terakhir terus mengalami

peningkatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.3.

Page 14: Modul 1. Pengantar Mihp

Permintaan pasar dunia terhadap produk industri pengalengan ikan terus mengalami

peningkatan. Tujuan ekspor produk ikan kaleng Indonesia selama ini adalah ke berbagai

negara di kawasan Asia, Asia Pasifik, Eropa, Amerika, dan Afrika . Tujuan ekspor terbesar

produk ikan dalam kaleng adalah Jepang. Ekspor ikan dalam kaleng terus mengalami

peningkatan baik dalam volume dan nilai ekspor serta negara tujuan (Direktorat Jendral

Industri Agro dan Kimia, 2009).

Tabel 1.3. Produksi Ikan Tuna Tahun 2007 – 2011

Jenis Ikan Tahun (Jumlah produksi dalam ton)

2007 2008 2009 2010 2011

Tuna (Tuna) 191.558 194.173 203.26

9

213.796 230.580

Cakalang (Skipjack tuna) 301.531 296.769 338.03

4

329.949 345.130

Tongkol (Eastern Little

Tuna)

399.513 421.905 404.28

3

367.320 379.810

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012.

Penyedia lapangan kerja juga terjadi pada industri pengolahan ikan tradisional.

Umumnya industri pengolahan ikan tradisional ini termasuk dalam industri kecil dan home

industri, dimana golongan industri ini hanya dapat menampung 1 sampai 5 orang per unit

usaha. Meskipun daya tampung lapangan kerja per unit pengolahan kecil namun jumlah unit

usahanya relatif banyak di Indonesia. Hal ini terlihat dari pemanfaatan produksi perikanan di

Indonesia yang sebagian besar di olah dengan cara tradisional. Menurut Heruwati (2002) dan

diperkuat oleh pernyataan Dahuri (2010), menyatakan bahwa selama ini produksi ikan yang

diolah baru sekitar 40 persen, dan dari jumlah tersebut hampir 90 persennya merupakan

pengolahan tradisional.

Peluang untuk lebih meningkatkan ketersedian lapangan kerja dari subsektor

perikanan melalui industri pengolahan masih terbuka luas. Hal ini dapat dilihat dari besarnya

hasil produksi perikanan yang masih belum diolah. Data yang dilansir baik oleh Herawati

(2002) maupun Dahuri (2010) menyebutkan bahwa 60 persen produksi perikanan di pasarkan

dalam bentuk segar atau tidak ada diolah. Sementara itu permintaan akan produk olahan

ikan disenarai akan terus meningkat dimasa-masa yang akan datang.

Menurut Data Statistik Perikanan Tahun 2012, orang yang bekerja di kegiatan

pengolahan dan pemasaran ikan tiap tahunnya terus meningkat sebagaimana disajikan dalam

Page 15: Modul 1. Pengantar Mihp

Tabel 1.4. Berdasarkan Tabel 1.4, angka kenaikan rata-rata orang bekerja di kegiatan

pengolahan dan pemasaran hasil perikanan berkisar 14,37 persen tiap tahunnya. Lonjakan

kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu dari 4.196.058 orang pada tahun 2008

menjadi 6.038.879 orang pada tahun 2009, sekitar 50 persen.

Tabel 1.4. Jumlah Tenaga Kerja Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2007- 2011

Tahun Jumlah Tenaga Kerja (orang)

2007 3.791.168

2008 4.196.058

2009 6.038.879

2010 6.094.409

2011 6.214.727

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012

Industri pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang baru memanfaatkan 40

persen dari hasil produksi perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.214.727

orang pada tahun 2011 (Tabel 4). Seandainya, tingkat pemanfaatan produksi perikanan untuk

pengolahan ditingkatkan menjadi 80 persen maka tenaga kerja yang diserap akan meningkat

menjadi dua kali lipatnya dari yang ada saat ini yaitu lebih kurang sebesar 12 juta-an orang.

Angka tersebut sangat signifikan untuk menurunkan angka penggangguran di Indonesia.

Menurut Dahuri (2010), pada tahun 2009 penganguran terbuka di Indonesia sebesar 9,26 juta

orang, setengah menganggur sebanyak 31,36 juta orang dan penduduk miskin sebesar 34,96

juta orang.

Berdasarkan besarnya tenaga kerja yang dapat diserap dibidang pengolahan hasil

perikanan, maka pemerintah sebagai pemegang regulator yang diberikan oleh rakyat

Indonesia harus mampu menggerakkan perdagangan, investasi dan produksi produk olahan

hasil perikanan. Menurut Djumali dan Sailah (2005) perdagangan, investasi dan produksi

memiliki kaitan yang erat dan saling menunjang. Peningkatan arus perdagangan akan

mendorong peningkatan dan mobilitas investasi. Peningkatan investasi tidak hanya akan

mendorong penggunaan teknologi, tetapi juga mendorong inovasi dan invensi proses dan atau

produk baru. Peningkatan investasi dan produksi akan berdampak pada peningkatan

kesempatan kerja yang pada gilirannya akan mendorong meningkatnya pendapatan

masyarakat. Dengan demikian, secara keseluruhan diharapkan terjadi peningkatan

kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia dan inilah sebagai tujuan dari pembangunan

nasional yang dicita-citakan itu.

B. Sumber Peningkatan Devisa melalui Peningkatan Nilai Tambah

Page 16: Modul 1. Pengantar Mihp

Menurut Porter (2007) dalam Dahuri (2011), untuk menjadi bangsa yang maju,

makmur dan berdaulat di Era Globalisasi ini maka bangsa tersebut harus mampu

menghasilkan produk yang kompetitif atau berdaya saing. Produk yang berdaya saing

dicirikan sebagai produk yang memiliki kualitas tinggi, harganya relatif murah dan pasokan

volumenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik domestik maupun ekspor. Dengan

demikian, kunci untuk memenangkan persaingan suatu bangsa adalah sejauhmana produk

bernilai tambah tinggi dapat tercipta.

Berkaitan dengan subsektor perikanan, Industri pengolahan hasil perikanan

merupakan instrumen pemberi nilai tambah bagi komoditas perikanan. Oleh karenanya,

peran perusahaan-perusahan pengolahan sangat penting bagi meningkatnya nilai komoditas

perikanan. Penerapan inovasi dan IPTEK oleh perusahan-perusahan pengolahan ikan dalam

penciptaan produk wajib dilakukan dalam upaya meningkatkan nilai tambah terhadap produk

yang dihasilkannya secara berkelanjutan.

Berdasarkan penelitian Nurhayati (2004), semakin besar nilai tambah, maka akan

semakin besar pula keuntungan yang diperoleh pengusaha produk olahan perikanan tersebut.

Efek domino yang terjadi dari skala mikro ini akan berdampak terhadap skala makro

perekonomian bangsa. Keuntungan yang diperoleh akan memacu pengusaha untuk

memperbesar investasinya. Selanjutnya akan memperbesar skala produksinya atau

menambah unit usaha lainnya untuk diversifikasi sehingga terjadi perekrutan tenaga kerja

baru. Akhirnya memperbesar devisa negara melalui peningkatan penerimaan pajak

penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).

Dengan proses pengolahan, suatu komoditas akan dapat ditingkatkan nilainya,

bahkan sampai berlipat ganda. Oleh karena itu dikatakan bahwa industri pengolahan dapat

dijadikan sebagai multi efek atau efek pengganda ekonomi suatu bangsa. Menurut Austin

(1992), fungsi strategis pengolahan adalah sebagai pencipta nilai tambah dan daya saing

produk.

Pembatasan ekspor bahan baku perlu dilakukan, paling tidak dalam bentuk produk

setengah jadi. Sebagai contoh cakalang yang diekspor ke Jepang untuk diolah menjadi

produk katsuobushi dapat digantikan dengan produk setengah jadi berupa ikan masak rebus

atau dalam bentuk ikan kering asap atau ikan kayu (arabushi). Beberapa penelitian berkaitan

dengan pembuatan katsuobushi telah dilakukan oleh peneliti-peneliti Indonesia dalam upaya

meningkatkan nilai tambah ikan tuna.

Peningkatan ekspor produk yang bernilai tambah tinggi ini akan berdampak

terhadap peningkatan nilai devisa negara. Eksportir akan menerima devisa sebagai

Page 17: Modul 1. Pengantar Mihp

pembayaran. Semakin besar volume dan nilai ekspor suatu negara, semakin banyak devisa

yang diperoleh. Jika ekspor negara dari tahun ke tahun meningkat maka akan menambah

cadangan devisa.

Peningkatan nilai ekspor Indonesia dari produk bernilai tambah untuk sektor

perikanan masih terbuka luas, mengingat saat ini komoditi ekspor Indonesia dari sektor

perikanan masih didominasi oleh udang beku, udang segar, tuna beku dan tuna segar.

Produk-produk bernilai tambah yang berpeluang untuk ditingkatkan baik volume dan nilai

ekspornya adalah produk ekstraksi rumput laut, kitin-kitosan, minyak ikan, ikan kaleng,

pepton, gelatin, kerupuk udang dan paprika isi pasta ikan tuna.

Peluang ekspor untuk produk perikanan Indonesia adalah Amerika Serikat. Pasar

Amerika Serikat memberikan peluang pasar karena beberapa faktor antara lain tidak

kompleksnya peraturan dan perizinan impor di Amerika Serikat serta kurang ketatnya

pemeriksaan dalam importasi makanan dan produk perikanan di Amerika Serikat

dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya seperti Uni Eropa (yang mempunyai

Rapid Alert for Food & Feed – RASFF dan EU Food, Legislation yang sangat popular

dengan peraturannya yaitu “from farm to fork”) Faktor lainnya adalah besarnya sumber daya

alam produk perikanan dan beragamnya jenis produk perikanan Indonesia dibandingkan

negara eksportir lainnya, menjadikan keunggulan comperative tersendiri bagi produk

Indonesia untuk tetap dapat menempati pasar di Amerika Serikat sebagai tujuan utama ekspor

perikanan, selain Jepang dan negara-negara di Uni Eropa.

C. Peningkatan Kesehatan dan Kecerdasan Bangsa melalui Peningkatan Konsumsi Ikan

Sasaran pembangunan nasional salah suatunya adalah meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia. Tingkat kualitas sumberdaya manusia dijadikan sebagai tolak ukur

kekuatan dan kemajuan suatu negara. Untuk mengukur sejaumana kualitas sumberdaya

manusia dapat dilihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut UNDP

(2009) dalam Dahuri (2010), IPM Indonesia pada Tahun 2009 berada diurutan 182,

sedangkan Singapura ada diurutan 23, Brunai ke 30, Malaysia ke 66 dan Thailand ke 82.

IPM ini mencakup kesehatan, kecerdasan/pendidikan, dan ekonomi.

Tingkat kesehatan dan kecerdasan/pendidikan manusia sangat terkait erat dengan

asupan kualitas dan kuantitas gizi makanan yang dikonsumsinya. Semakin baik kualitas dan

kuantitas asupan gizi yang dikonsumsi oleh manusia tersebut maka kesehatan dan

kecerdasannya akan semakin baik pula. Kaitan dengan hal ini, ikan dan jenis hasil perikanan

lainnya merupakan bahan makanan untuk manusia yang menyediakan zat gizi yang

berkualitas

Page 18: Modul 1. Pengantar Mihp

Sebagai bahan pangan, hasil perikanan merupakan sumber protein yang tinggi

kualitasnya. Protein ikan menyediakan semua jenis asam amino esensial terutama lisin,

metionin dan histidin yang tersedia dengan cukup. Ketiga asam amino tersebut merupakan

asam amino pembatas yang kebanyakan pada bahan nabati jumlahnya sedikit seperti

misalnya pada jagung bahkan pada beberapa bahan tidak memiliki (Junianto, 2003).

Menurut Heruwati (2002), sektor perikanan merupakan andalan utama sumber pangan

dan gizi masyarakat Indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai

functional food yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung minyak

yang terdiri dari asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam

lemak omega-3), vitamin serta makro dan mikro mineral.

Minyak ikan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh jamak atau

polyunsaturated fatty acids (PUFA). Asam lemak tak jenuh jamak yang banyak terdapat

pada ikan adalah asam lemak omega-3, terutama eikosapentanoat/EPA (C20:5, n-3) dan asam

dokosaheksanoat/DHA (C22:6, n-3) (Irianto dan Soesilo (2007).

Selanjutnya Moneysmith (2003) dalam Irianto dan Soesilo (2007), menyatakan bahwa

EPA dan DHA menyediakan perlindungan terhadap berbagai keadaan, yaitu meliputi

peredaran darah, emosional, kekebalan, dan sistem syaraf. Peradangan seperti rematik,

radang sendi, asma, sklerosis ganda, kanker payudara, skizofenia, depresi, dan sejumlah

penyakit ringan memberikan respon terhadap penggunaan minyak ikan. Omega-3 juga dapat

mencegah pengerasan arteri, menurunkan kadar trigliserida, dan juga mengurangi kekentalan

yang menyebabkan penggumpalan platelet dalam darah.

Agar manfaat ikan dan hasil perikanan lainnya yang sangat luar biasa bagi kesehatan

dan kecerdasan manusia dapat dirasakan, maka ikan dan hasil perikanan tersebut perlu diolah

sehingga secara organoleptik dapat disukai untuk dimakan oleh manusia. Menurut Austin

(1992), fungsi teknikal dari pengolahan atau processing diantaranya adalah membuat bahan

baku hewani (hasil perikanan) menjadi palatable, yaitu menjadi produk yang lebih dapat

dicernak, tidak beracun, dan disukai dari segi rasa, penampakan, bau, dan teksturnya. Oleh

karena itu upaya peningkatan konsumsi dari bahan pangan ikani untuk meningkatkan

kesehatan dan kecerdasan manusia menjadi tugas utama industri pengolahan ikan.

Tabel 1.5. Tingkat Konsumsi Ikan Masyarakat Indonesia 2007 – 2010

RincianTahun

2007 2008 2009 2010

Per Kapita (Kg/Kapita/Th) 26,00 28,00 29,08 30,48

Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam angka, 2011.

Page 19: Modul 1. Pengantar Mihp

Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia untuk beberapa tahun terakhir semakin

meningkat sebagaimana terlihat pada Tabel 1.5. Peningkatan konsumsi ikani ini tidak

terlepas dari peran pengolahan ikan di Indonesia yang semakin meningkat pula. Hal ini

terlihat dari bertambahnya unit-unit pengolahan ikan yang ada di Indonesia. Unit pengolahan

ikan pada tahun 2010 adalah 60.068 unit dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 63.828 unit

(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).

Inovasi dan kreativitas di bidang teknologi pengolahan perlu terus ditingkat dalam

usaha untuk lebih meningkatkan konsumsi ikan. Selain itu pula juga harus dilakukan cara-

cara pengolahan yang higienis sesuai GMP (Good ManufacturingPractices), SSOP (Standard

Sanitation Operating Procedure) serta menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Point).

D. Penjaga Lingkungan melalui Konsep Industri Bersih

Salah satu asas dari pembangunan nasional adalah asas manfaat. Maksud dari asas

manfaat pembangunan nasional bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan

rakyat dan pengembangan pribadi warga negara serta mengutama kelestarian nilai-nilai luhur

budaya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka pembangunan yang

berkesinambungan dan berkelanjutan. Berdasarkan asas manfaat tersebut, kelestarian fungsi

lingkungan hidup menjadi fokus utama dalam kegiatan pembangunan nasional.

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional, sektor perikanan dijadikan sebagai salah satu motor penggerak

pembangunan nasional. Hal ini karena besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan

yang dimiliki bangsa Indonesia. Kaitan dengan hal tersebut di atas, maka industri

pengolahan ikan melalui konsep industri bersih maupun zero waste memiliki peranan yang

sangat besar tidak hanya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber peningkatan devisa dan

peningkatan kecerdasan serta kesehatan masyarakat tetapi juga sebagai penjaga kelestarian

fungsi lingkungan hidup.

Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu agroindustri yang

memanfaatkan hasil perikanan sebagai bahan baku untuk menghasilkan suatu produk yang

bernilai tambah lebih tinggi. Industri pengolaan hasil perikanan seperti juga industri-industri

yang lain selain menghasilkan produk yang diinginkan, juga menghasilkan limbah baik

limbah padat maupun limbah cair (Ibrahim, 2004). Upaya untuk memaksimalkan

keuntungan yang diperoleh dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan maka konsep

kegiatan industri pengolahan diarahkan ke produksi bersih.

Page 20: Modul 1. Pengantar Mihp

Menurut Purwanto (2005), produksi bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian

bahan baku, air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan

produktivitas dan minimisasi timbulnya limbah. Selanjutnya, menurut Kementerian

Lingkungan Hidup (2003), produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan

lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap

kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran

lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat

meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan

lingkungan.

Strategi produksi bersih menurut Sulaiman (2009) adalah “dapat menunjukkan hasil

yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa

keuntungan, antara lain a). penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;

b). mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; c). mencegah berpindahnya

pencemaran dari satu media ke media yang lain; d). mengurangi terjadinya risiko terhadap

kesehatan manusia dan lingkungan; e). mengurangi biaya penataan hukum; f). terhindar dari

biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar

internasional; h). pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela”. Selanjutnya

River et.al (1998) dalam Ibrahim (2004) menyatakan bahwa keuntungan ekonomi dari

implementasi teknologi bersih pada industri perikanan dapat ditinjau dari 2 sisi yaitu:

recovery material, terutama material organik dan penggunaan air dan peningkatan

keuntungan bagi lingkungan. Recovery material organik dari aliran efluen yang memiliki

beban organik yang tinggi dengan metoda fisika-kimia dapat dipisahkan dan diolah menjadi

tepung ikan. Reduksi konsumsi air dan penggunaan ulang (reutilisasi) efluen yang beraliran

besar dengan kandungan organik rendah akan mereduksi volume efluen dan akan mereduksi

biaya pengelolaan limbah.

Pendekatan industri bersih untuk industri pengolahan hasil perikanan dapat dilakukan

melalui strategi zero waste (tidak ada limbah) dari penggunaan bahan baku. Sebagaimana

diketahui, pada umumnya bahan baku industri pengolahan hasil perikanan adalah ikan atau

udang. Pemanfaatan dari komoditi ikan dan udang masih didominasi oleh bagian daging.

Sebenarnya, nilai tambah yang diperoleh dari pemanfaatan bagian daging ini relative lebih

kecil jika dibandingkan dengan bagian yang lainnya seperti cangkang pada udang untuk kitin,

dan tulang pada ikan untuk kondraitin dan gelatin. Perolehan nilai tambah yang tinggi ini

dikarenakan produk-produk yang dihasilkan yaitu kitin,kitosan, gelatin, dan kondraitin

Page 21: Modul 1. Pengantar Mihp

merupakan bahan-bahan farmasi yang sangat berguna bagi kesehatan dan kecantikan

manusia.

E. Penyelamat dan Pemerata Kekayaan Bangsa

Indonesia merupakan suatu negara yang kaya akan sumberdaya alam yaitu salah satu

satunya berupa badan perairan laut dan perairan umum dengan luas total 672,7 juta Ha.

Kekayaan alam ini harus dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia yang tersebar pada

beribu-ribu pulau dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia secara adil dan merata.

Produk utama yang dihasilkan dari badan perairan tersebut berupa ikan dan jenis hayati

lainnya.

Ikan dan jenis hayati lainnya, sebagaimana diketahui merupakan material yang mudah

rusak, baik secara fisik, kimia maupun biologis. Jika ikan dan jenis hayati lain ini rusak dan

bahkan busuk maka tidak akan dapat dimanfaatkan oleh manusia baik sebagai bahan pangan

dan yang lainnya. Bahkan sebaliknya, akan membawa petaka yaitu sebagai bahan pencemar

lingkungan.

Kerusakan fisik yang terjadi pada ikan dan komoditi hasil perikanan akibat benturan

selama pemanenan atau penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan serta penanganan

fisik lainnya. Kerusakan kimia adalah terjadi oksidasi lemak yang dikaitkan dengan

perubahan awal pada jaringan otot saat setelah ikan mati. Kerusakan biologis disebabkan

oleh mikroba. Aktivitas mikroba merupakan penyebab utama kerusakan sebagian besar

komoditi ikan dan hasil perikanan lainnya. Pada saat pemanenan atau penangkapan, otot ikan

masih steril, tetapi kemudian setelah ikan mati segera terkontaminasi oleh bakteri yang

terdapat pada permukaan tubuh ikan, usus, dan insang.

Upaya untuk menyelamatkan produksi perikanan ini dari kerusakan tersebut adalah

harus dilakukan tindakan pengolahan sesegera mungkin setelah pemanenan atau

penangkapan. Pengolahan hasil perikanan merupakan upaya untuk mengubah material dari

hasil perikanan menjadi produk yang lebih awet. Beberapa teknologi yang diterapkan dalam

industri pengolahan adalah penggaraman, pengasapan, fermentasi, pemindangan, pembekuan,

pengalengan, dan surimi.

Industri pengolahan hasil perikanan selain berperan dalam menyelamatkan hasil

produksi perikanan juga berperan dalam pemerataan atau pendistribusian dari hasil produksi

perikanan. Hasil produksi perikanan selain bersifat mudah rusak juga bersifat bulky, banyak

membutuhkan ruang dalam penyimpanan dan pengangkutan. Sifat bulky tersebut sangat

menyulitkan dan kurang efisien dalam proses penyimpanan dan pengangkutan. Akibatnya,

mempersempit pendistribusian daripada komoditi perikanan tersebut.

Page 22: Modul 1. Pengantar Mihp

Produk yang tercipta dari suatu proses pengolahan bersifat lebih awet dan tidak bulky

sehingga memudahkan dalam proses pengangkutan. Kemudahan dalam pengangkutan serta

awet atau tidak mudah busuk atau rusak dari suatu produk maka akan menyebabkan produk

tersebut terdistribusi secara luas, contoh ikan kaleng. Ikan kaleng ini dapat ditemukan

sampai ke pelosok-pelosak daerah di Indonesia baik di daerah-daerah pegunungan dan di

lembah-lembah.

Peluang dan Tantangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Indonesia

Peran industri pengolahan hasil perikanan sebagaimana telah diuraikan ternyata

sangat besar dan stategis dalam pembangunan nasional untuk mencapai tujuannya, yaitu

mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang marata material dan spiritual

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya industrialisasi

pengolahan hasil perikanan harus menjadi objek kegiatan utama di sektor perikanan dalam

penanganan dan pengembangannya. Penanganan industri pengolahan hasil perikanan

hendaknya dilakukan dengan baik dan benar, begitu pula dengan arah pengembangannya.

Hal ini karena industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia memiliki banyak peluang

disamping tantangan yang ada. Peluang industri pengolahan hasil perikanan adalah sebagai

berikut :

A. Pasar Domestik maupun Ekspor Produk Olahan Hasil Perikanan yang Masih Terbuka

Luas

Pasar domestik dan ekspor bagi produk olahan ikan untuk saat ini dan masa-masa

yang akan datang masih terbuka luas dan terus meningkat. Keterbukaan pasar untuk produk

olahan ikan ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan

kesadaran manusia akan bahan pangan yang bernutrisi dan tidak membahayakan kesehatan.

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 241 juta jiwa pada tahun 2011

(www.bkkbn.go.id) merupakan pasar yang amat besar bagi penyerapan produksi industri

pengolahan hasil perikanan untuk pasar domestik (Direktorat Pemasaran Dalam Negeri,

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan- KKP, 2011). Produk olahan

ikan merupakan produk pangan yang menyediakan kebutuhan nutrisi manusia yang penting

untuk pertumbuhannya. Nutrisi penting tersebut adalah protein, lemak, mineral, dan vitamin.

Menurut Rai (1996) dalam Iriana (2012), “protein ikan menyediakan asam amino esensial

lengkap yang sangat penting untuk pertumbuhan manusia. Asam lemak pada ikan berupa

asam lemak omega3 yang sangat penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sel-

sel syaraf termasuk sel otak dan retina. Mineral yang banyak dikandung oleh ikan adalah

iodium, kalsium dan besi, sedangkan vitamin yang banyak dikandung adalah vitamin A dan

Page 23: Modul 1. Pengantar Mihp

D”. Menurut Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Perikanan- KKP (2011), mengingat besarnya peranan gizi bagi kesehatan,

ikan merupakan pilihan tepat untuk diet di masa yang akan datang

Kesadaran dalam mengkonsumsi ikan dapat dilihat dari adanya peningkatan konsumsi

ikan di Indonesia yang tiap tahunnya terus meningkat. Menurut Statistik Kelautan dan

Perikanan (2012), konsumsi ikan pada tahun 2010 sebesar 30,48 Kg/kap/Th dan pada tahun

2011 meningkat menjadi 31,64 Kg/kap/Th. Konsumsi ikan oleh penduduk seluruh dunia

juga diperkirakan akan terus meningkat.

B. Dukungan Pemerintah terhadap Industri Pengolahan Hasil Perikanan

Pemerintah memberikan dukungan yang sangat berarti dalam mendorong

pertumbuhan industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia melalui berbagai kebijakan,

perundangan-undangan dan peraturan pemerintah yang telah dibuat. Gemar makan ikan

merupakan salah satu kebijakan dalam meningkatkan industri pengolahan ikan. Ikan akan

lebih dapat digemari untuk dikonsumsi jika melalui suatu proses pengolahan. Selanjutnya

dalam peraturan pemerintah No. 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional yang

menetapkan industri pengolahan sebagai industri prioritas (Hadiati, 2011). Menurut

Retnowati (2011) salah satu kebijakan pemerintah dalam penguatan industri pengolahan hasil

perikanan adalah mengendalikan ekspor ikan dalam keadaan utuh.

C. Kecenderung Peningkatan Permintaan Olahan Siap Saji

Permintaan akan produk olahan pangan termasuk olahan hasil perikanan siap saji saat

ini dan masa depan akan terus meningkat. Hal ini sejalan dengan pola perubahan kehidupan

sosial masyarakat, dimana banyak wanita yang berperan ganda baik sebagai ibu rumah

tangga maupun pencari nafkah yang bekerja diluar rumah sehingga mereka memerlukan

produk olahan pangan siap saji. Selain itu, kecenderungan bertambahnya jumlah keluarga

kecil dalam rumah tangga juga mendorong permintaan olahan pangan siap saji, karena

umumnya mereka lebih suka untuk membeli produk “pangan jadi” daripada memasak.

D. Potensi Ketersediaan Bahan Baku

Ketersediaan bahan baku ikan merupakan faktor penting dalam suatu industri

pengolahan ikan. Menurut Dahuri (2010) Ketersediaan bahan baku ikan di Indonesia

terutama dari jenis ikan laut sangat besar karena Indonesia memiliki potensi produksi lestari

(MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun (8% dari MSY laut dunia). Selain itu produksi lestari

budidaya ikan juga sangat besar yaitu 57,7 juta ton/tahun. Menurut Kementerian Kelautan

dan Perikanan dalam Data Pokok Kelautan dan Perikanan (2011), luas perairan laut sekitar

3.444.752,90 km2 yang terdiri dari luas laut teritorial 284.210,90 km2, luas zone ekonomi

Page 24: Modul 1. Pengantar Mihp

eksklusif 2.981.211,00 km2 dan luas laut 12 mil 279.322,00 km2. Menurut Kementerian

Kelautan dan Perikanan dalam Data Statistik Kelautan dan Perikanan (2011) potensi luas

perairan laut untuk tempat budidaya adalah 12.545.072 Ha.

E. Ketersedian Tenaga Kerja

Peluang yang lain dalam industrialisasi pengolahan hasil perikanan di Indonesia

adalah ketersedian tenaga kerja yang cukup banyak. Hasil Sensus Penduduk 2011 jumlah

penduduk Indonesia dapat dipastikan telah menjadi sekitar 241 juta jiwa. Jumlah penduduk

yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai negara dengan

penduduk terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat (www.bkkbn.go.id).

Usia produktif menurut beberapa sumber literature diperkirakan sebesar 55 persen dari

jumlah penduduk saat ini yang merupakan usia yang diperbolehkan bekerja.

Tantangan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia menurut Direktorat Jenderal

Industri Agro dan Kimia (2009) antara lain : (1) Persaingan yang sangat ketat dalam

mendapatkan bahan baku ikan segar. (2) Negara pesaing telah menerapkan integrated

technology yang memungkinkan pengolahan di laut yang belum diterapkan oleh industri

pengolahan ikan dalam negeri (3) Persyaratan ekspor semakin ketat diantaranya : masalah

logam berat, histamin, isu lingkungan, penggunaan anti biotik (4) Masih adanya Illegal

Fishing dan transhipment ikan dilaut (5) Kenaikan harga BBM (6) Masih adanya persepsi

negatif pada perdagangan internasional seperti adanya zat pengawet ( Mercury Issue) dan

ikan yang tidak segar dari Indonesia.

Upaya untuk mensukseskan peran industri pengolahan hasil perikanan dalam

pembangunan nasional demi mencapai tujuannya dengan memperhatikan peluang dan

tantangan yang ada, maka beberapa hal perlu dilakukan antara lain : Pertama peningkatan

jumlah kapal armada penangkapan yang berskala besar (200 GT ke atas). Saat ini Indonesia

masih memiliki sebagian besar kapal armada penangkapan yang kecil yaitu kurang dari 5 GT

(103.120 kapal) sedangkan armada kapal dengan ukuran 200 GT ke atas masih sangat kecil

(370 kapal) (Data Statistik Kelautan dan Perikanan, 2011). Akibatnya potensi yang dimiliki

belum dapat termanfaatkan secara optimal dan kemungkinan terjadi overfishing di sekitar

pantai. Akibat lain penanganan ikan kurang optimal sehingga banyak ikan hasil tangkapan

tidak layak sebagai bahan baku industri modern seperti pengalengan atau pembekuan.

Kedua adalah perlunya peningkatan pemberlakuan atau penerapan Hazard Analysis

Critical Control Point (HACCP) bagi unit pengolahan ikan (UPI) atau industri pengolahan

ikan. Menurut Surya (2011), jumlah UPI yang ada di Indonesia sebesar 18.274 unit dan yang

telah menerapkan HACCP hanya sebanyak 385 unit. Pemberlakuan HACCP dalam UPI

Page 25: Modul 1. Pengantar Mihp

bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan konsumen. Jika produk yang dihasilkan oleh

UPI bermutu dan aman akan meningkatkan kepercayaan konsumen sehingga akan terjadi

peningkatan jumlah produk terjual melalui peningkatan pembelian dan penambahan

konsumen baru. Menurut ILSI (1997) dalam Iriana (2012), “penerapan HACCP tidak saja di

UPI tetapi perlu juga dilakukan di pelabuhan perikanan”.

Ketiga adalah perlunya peningkatan pendidikan dan pelatihan tentang teknik

penanganan dan pengolahan ikan yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan kerjasama

antara lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan perusahaan. Pendidikan dan pelatihan

dapat berdampak terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja tidak

hanya kuantitasnya yang harus diperhatikan tetapi juga kualitasnya. Tenaga kerja yang

berkualitas dapat mendorong terciptanya produk yang memiliki daya saing tinggi.

Keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana di tempat-tempat pendaratan ikan

yang berkaitan dengan rantai dingin. Ikan dan hasil perikanan lainnya sebagaimana diketahui

cepat mengalami kerusakan bakteriologis. Oleh karena itu penurunan suhu tubuh ikan

sesegera mungkin dapat mempertahankan kesegaran semaksimal mungkin sampai ikan

tersebut diolah. Kesegaran ikan sebagai bahan baku pengolahan sangat berpengaruh sekali

terhadap mutu atau kualitas produk yang akan dihasilkan. Mutu produk pengolahan ikan

merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap besarnya nilai tambah yang akan

diperoleh.

Daftar Acuan

Austin, J.E. 1992. Agroindustrial Project Analysis. The Johns Hopkins University Press, U.S.A.

Dahuri, R. 2010. Peningkatan Nilai Tambah Produk Olahan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Makalah Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Darmanto, Y.S. 2001. Upaya Peningkatan Komoditas Ekspor Industri Hasil Perikanan Dengan Rekayasa Teknologi. Orasi Ilmiah-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegorao, Semarang.

Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2009. Roadmap Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Laut. Departemen Perindustrian, Jakarta.

Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan- KKP. 2011. Angka Konsumsi Ikan, Majalah Warta Pasar Ikan Edisi Mei 2011, Volume 93.

Page 26: Modul 1. Pengantar Mihp

Djumali, M dan Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya , Jakarta.

Hadiati, S. 2011. Implementasi Kebijakan Pemerintah di Sektor Industri Agro. Makalah Workshop Pemetaan Kemampuan Penguasaan Teknologi Industri, Bekasi.

Hayami, Y., Toshihiko, K., Yoshinori, M and Masdjidin, S. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java. A Perspective From A sunda Vilage. CGPRT Center, Bogor.

Heruwati, E.S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional : Prospek dan Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertaian, 21(3).

Ibrahim, B. 2004. Pendekatan Penerapan Produksi Bersih pada Industri Pengolahan Hasil Perikanan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Vol. VII. No. 1.

Iriana, D. 2012. Pengantar Agroindustri Perikanan. Penerbit Widya Padjadjaran, Bandung

Irianto, H.E., dan Soesilo, I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Makalah Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia. Bogor.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2012.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Data Pokok Kelautan dan Perikanan.

Nurhayati, P. 2004. Nilai Tambah Produk Olahan Perikanan Pada Industri Perikanan Tradisional di DKI Jakarta. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. V. No. 2.

Purwanto, 2005. Penerapan Produksi Bersih di Kawasan Industri. Seminar Penerapan Program Produksi Bersih dalam Mendorong Terciptanya Kawasan Eco-industrial di Indonesia, Jakarta.

Retnowati, N. 2011. Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Peningkatan Hasil Laut. Makalah Workshop Pemetaan Kemampuan Penguasaan Teknologi Industri, Bekasi.

Sulaeman, D. 2009. Pengelolaan Limbah Agroindustri. Makalah Seminar Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri, Bogor.

Surya, A. 2011. Meraih Kejayaan Industri Pengalengan Ikan Indonesia. Makalah Workshop Pemetaan Kemampuan Penguasaan Teknologi Industri, Bekasi.

www.bkkbn.go.id . Sensus Jumlah Penduduk Indonesia. Diakses tanggal 1 Juni 2012.