Modul 1

45
LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK SAINS TUMBUHAN (BI-2204) ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER, STRUKTUR PENGHASIL, DAN KAYU PADA TANAMAN Tanggal Praktikum : 4 Februari 2014 Tanggal Pengumpulan : 11 Februari 2014 Disusun Oleh: Muhammad Fauzan 10612037 Ignatius Andri 10612044 Nabila Gea Soraya 10612065 Annisa Amalia 10612007 Paramita Wahyu Nur Islamiah 10612046 Asisten: Nanda A. 10610015 PROGRAM STUDI BIOLOGI

description

protum 1

Transcript of Modul 1

Page 1: Modul 1

LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK SAINS TUMBUHAN

(BI-2204)

ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER,

STRUKTUR PENGHASIL, DAN KAYU PADA TANAMAN

Tanggal Praktikum : 4 Februari 2014

Tanggal Pengumpulan : 11 Februari 2014

Disusun Oleh:

Muhammad Fauzan 10612037

Ignatius Andri 10612044

Nabila Gea Soraya 10612065

Annisa Amalia 10612007

Paramita Wahyu Nur Islamiah 10612046

Asisten:

Nanda A.

10610015

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2014

Page 2: Modul 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan merupakan suatu organisme autotrof, artinya tumbuhan

dapat menghasilkan sendiri nutrisi yang diperlukannya. Hasil metabolisme

tumbuhan ada dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder.

Metabolit primer pada tumbuhan diantaranya adalah selulosa, pati, dan

protein. Sedangkan yang dimaksud dengan metabolit primer di antaranya

alkaloid, terpenoid, fenilpropanoid, poliketida, dan lain-lain. (Wang, 2014).

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang diproduksi terbatas di

alam dengan melibatkan jalur metabolisme spesifik. (Sudibyo, 2002).

Senyawa metabolit sekunder bukan merupakan senyawa dasar dalam

pertumbuhan. Metabolit sekunder memiliki jalur biosintesis yang berbeda

dari metabolit primer dan intermediet (Wang, 2014). Menurut Wang (2014),

senyawa metabolit sekunder memiliki fungsi sebagai penyokong jaringan

tumbuhan, proteksi tumbuhan, dan hormon.

Sudah bertahun-tahun manusia bergantung pada senyawa-senyawa

hasil metabolisme sekunder tumbuhan berkaitan dengan sumber makanan,

bahan pakaian, pupuk, parfum, dan obat-obatan (Wang, 2014). Tanaman

tapak dara (Catharanthus roseus) merupakan penghasil alkaloid yang banyak

digunakan dalam dunia farmasi, di antaranya senyawa Vinblastine dan

Vincristine yang digunakan dalam treatment kanker (Aslam, et.al., 2010).

Senyawa ajmalicine juga terdapat dalam tanaman Catharanthyus roseus ini,

dan digunakan sebagai anti-hipertensif (Antonio, et.al., 2012). Senyawa

terpenoid C10 banyak menjadi penyusun rasa dan aroma pada mint (Mentha

piperita), senyawa ini sering ditambahkan pada bahan makanan, parfum,

produk pasta gigi, dan obat-obatan (Ringer, et. al., 2005). Buah mengkudu

(Morinda citrifolia) telah lama dikenal sebagai tanaman yang berkhasiat

sebagai antioksidan. Hal ini disebabkan karena kandungan metabolit sekunder

flafanoid, anthraquinones, dan fenolik dalam tanaman Morinda citrifolia

Page 3: Modul 1

(Paek, 2012). Minyak esensial yang dihasilkan dari tanaman akar wangi

(Vetiveria zizanioides) merupakan hasil dari metabolisme sekunder yang

banyak digunakan sebagai bahan utama parfum (Leupin, 2001). Begitu juga

senyawa metabolit sekunder eugenol dalam tanaman Cengkeh (Syzygium

aromaticum) berkhasiat sebagai antikanker (Banerjee, et. al., 2006). Oleh

karena itu, percobaan ini dilakukan utuk membuktikan keberadaan senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam tapak dara, mint, mengkudu, akar

wangi, dan cengkeh.

1.2 Tujuan

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan keberadaan senyawa alkaloid dan terpenoid pada jaringan

parenkim sampel tanaman akar wangi, tapak dara, mint, mengkudu dan

cengkeh.

2. Menentukan jumlah sel parenkim, trakeid, trakea, dan serat pada sampel

kayu tanaman jati dan pulai.

1.3 Hipotesis

Percobaan ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

1. Senyawa alkaloid dan terpenoid berada pada sel-sel di jaringan parenkim

sampel tanaman akar wangi, tapak dara, mint, mengkudu dan cengkeh..

2. Jumlah sel parenkim, trakea, dan trakeid dalam satu axial masing-masing

pada sampel kayu tanaman jati dan pulai adalah >10.

Page 4: Modul 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Akar Wangi, Tapak Dara, Mint, Mengkudu, dan

Cengkeh serta Pemanfaatannya

2.1.1 Akar Wangi

Gambar 2.1 Tanaman Akar Wangi (Starr, 2012)

Akar wangi (Vetiveria zizanioides) termasuk ke dalam genus

Chrysopogon dan famili Poaceae. Akar wangi terkenal karena aroma

khas yang keluar dari akarnya. Tanaman akar wangi ini banyak

dimanfaatkan sebagai parfum, yaitu dengan mengambil minyak

essensial yang dihasilkan akar wangi tersebut. Minyak essensial yang

dihasilkan akar wangi tersebut mengandung senyawa sesquiterpenoid,

seperti α vetivone, β vetivone, dan khusinol. Akar wangi juga sering

digunakan sebagai obat-obatan tradisional khususnya untuk penyakit

pencernaan, seperti mual, diare, dan radang usus, demam, batuk,

bronchitis, asma, dan penyakit kulit (Caldecott, 2010).

Page 5: Modul 1

2.1.2 Tapak Dara.

Gambar 2.2 Tanaman Tapak Dara (Hyde, Wurtsen & Ballings, 2013)

Tapak dara (Catharanthus roseus) termasuk dalam genus

Catharanthus dari famili Apocynaceae. Tapak dara mengandung

senyawa alkaloid berupa vinblastine, leurosine, vincristine, dan

catharantine. Bagian akar dan herba tanaman ini sering digunakan

sebagai obat tradisional untuk mengobati hipertensi, diabetes, hepatitis,

malaria, dan Hodskin’s lymphoma (Dalimartha, 1999).

2.1.3 Mint

Gambar 2.3 Tanaman Mint (Golebiowski et. al., 2008)

Mint (Mentha piperita) termasuk dalam genus Mentha dari

famili Lamiaceae. Tanaman ini mengandung menthone, α-pinene, β-

pinene, iso-menthone dan neo-menthone. Komponen-komponen

Page 6: Modul 1

tersebut sangat baik digunakan untuk tambahan flavour makanan,

kosmetika, sabun, penyegar udara ruangan dan detergent. Ekstrak

herbal alami juga mengandung komponen kimia yang baik untuk

insektisida, pertisida dan anti bakteria (Golebiowski et.al., 2008)

2.1.4 Mengkudu

Gambar 2.4 Tanaman Mengkudu (Antara, 2001)

Mengkudu (Morinda citrifolia) termasuk dalam genus

Morinda dan famili Rubiaceae. Tanaman ini mengandung terpen,

acubin, lasperuloside, alizarin, zat-zat antrakuinon, asam askorbat, asam

kaproat, asam kaprilat, zat-zat skopoletin, damnakantal, dan alkaloid

(Antara, 2001). Senyawa turunan antrakuinon dalam mengkudu antara

lain adalah morindin, morindon dan alizarin, sedangkan alkaloidnya

antara lain xeronin dan proxeronin (prekursor xeronin). Xeronin

merupakan alkaloid yang dibutuhkan tubuh manusia untuk

mengaktifkan enzim serta mengatur dan membentuk struktur protein

(Solomon, 1998).

Page 7: Modul 1

2.1.5 Cengkeh

Gambar 2.5 Cengkeh (Google, 2014)

Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk dalam genus

Syzygium dan famili Mirtaceae. Cengkeh mengandung eugenol, minyak

atsiri, asetil eugenol, beta-caryophyllene, vanilin, tanin, asam galotanat,

metil salisilat (suatu zat penghilang nyeri), asam krategolat, beragam

senyawa flavonoid (eugenin, kaemferol, rhamnetin, dan eugenitin),

berbagai senyawa triterpenoid (asam oleanolat, stigmasterol, dan

kampesterol), serta mengandung berbagai senyawa seskuiterpen. Salah

satu manfaatkan cengkeh adalah untuk mengobati rasa nyeri pada gigi.

Cengkeh juga mampu meningkatkan produksi asam lambung,

menggiatkan gerakan peristaltik saluran pencernaan, juga dikatakan

sebagai obat cacing alami (Anonim, 2014).

2.2 Tiga Golongan Metabolit Sekunder

2.2.1 Terpenoid

Senyawa terpenoid terdiri dari isopentana dengan rantai karbon

bercabang, atau disebut juga isoprene unit. Terpenoid bersifat tidak

larut dalam air (water insoluble). Terdapat dua jalur biosintesis utama

bagi senyawa terpenoid, yaitu mevalonic acid pathway dan

methylerythritol phosphate pathway. Senyawa terpenoid tertentu

berperan sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan, misalnya

gibberelin. Beberapa senyawa terpenoid bersifat detterent atau pengusir

bagi predator, seperti limonoid (Taiz & Zeiger, 2002).

Page 8: Modul 1

2.2.2 Senyawa Alkaloid dan Fenolik

Menurut Ahmad (2007), senyawa metabolit sekunder

merupakan senyawa hasil biosintesis dari senyawa metabolit primer,

dan biasanya tidak berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan

tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder berfungsi sebagai pertahanan

diri (pada tumbuhan) dan aktivitas terapetik pada hewan. Senyawa

metabolit primer merupakan senyawa yang berperan penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Contoh senyawa metabolit

primer adalah karbohidrat, protein, dan lipid.

Senyawa metabolit sekunder terdiri atas 3 golongan besar :

alkaloid, terpenoid, dan senyawa fenolik (Ahmad, 2007).

Gambar 2.2.1 Hubungan antara Metabolit

Primer dan Metabolit Sekunder(Ahmad, 2007)

Senyawa

alkaloid

merupakan senyawa heterocyclic (mempunyai cincin) dan mengandung

unsur N pada kerangka cincinnya (Cowan, 1999). Senyawa alkaloid

merupakan turunan dari asam amino melalui proses transaminasi

(Aniszewski, 2007). Asam amino, nukleotida, dan peptida bukanlah

senyawa alkaloid. Kelarutannya kecil dalam air daripada dalam etanol,

kloroform, dan benzena. Alkaloid merupakan salah satu senyawa

organik yang bersifat basa/alkali (Ahmad, 2007).

Page 9: Modul 1

Senyawa alkaloid yang bebas (bukan yang diproduksi oleh

tumbuhan) berada dalam bentuk padatan garam asam, amida, ester, dan

oksida amina tersier. (Aniszewski, 2007). Alkaloid yang dihasilkan oleh

tumbuhan biasanya dalam bentuk garam, N-oksida, glikosida, amida,

dan ester. Alkaloid yang terdeteksi pada tumbuhan biasanya dalam

bentuk padatan/kristal garam berwarna karena sebelumnya telah

bereaksi dengan reagen khusus alkaloid seperti reagen Dragendorff,

reagen Mayer, dan reagen Reifen (Brossi, 1990). Ciri khas dari senyawa

alkaloid adalah bersifat farmakologi terhadap hewan, mempengaruhi

sistem saraf pusat pada manusia, dan pertahanan terhadap mikroba dan

virus (Aniszewski, 2007; Cowan, 1999).

Berdasarkan asal mula (origin), alkaloid terdiri atas 3

kelompok : true alkaloids, pseudoalkaloids, dan protoalkaloids

(Aniszewski, 2007). True alkaloids merupakan senyawa turunan dari

asam amino, bersifat basa, dan memiliki unsur N pada kerangka cincin

heterocyclic. Umumnya true alkaloids berada dalam garam asam

organik. Senyawa protoalkaloid merupakan senyawa turunan dari asam

amino yang bersifat basa namun kerangka cincinnya tidak memiliki

satu pun unsur N (unsur N hanya berada di cabang saja). Senyawa

pseudoalkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa lemah, bukan

turunan dari asam amino, namun kerangka cincinnya memiliki unsur N.

Struktur senyawa alkaloid ada yang berupa nonheterocyclic (berbentuk

cincin tetapi mempunyai cabang), monoheterocyclic (berbentuk 1

cincin), dan polyheterocyclic (berbentuk lebih dari 1 cincin).

Senyawa fenolik merupakan senyawa yang mengandung

struktur benzena yang memiliki cabang OH. Beberapa turunan senyawa

fenolik yang terdapat pada tumbuhan adalah polifenol, lignin, dan

tannin (Dey, 1989). Senyawa fenolik dihasilkan melalui 2 jalur

biosintesis pada tumbuhan. Jalur biosintesis pertama adalah jalur

sikimat di mana sikimat merupakan metabolit primer dari siklus calvin.

Jalur sikimat menghasilkan senyawa-senyawa fenilpropanoat, misalnya

Page 10: Modul 1

asam hidroksicinnamat. Jalur biosintesis kedua adalah jalur asetat di

mana menggunakan fenilalanin sebagai metabolit primer. Jalur ini

menghasilkan senyawa-senyawa fenol seperti lignin dan kuinon (Dey,

1989).

Gambar 2.2.2 Jenis-Jenis Senyawa Fenolik pada Tumbuhan(Dey, 1989)

2.3 Metode Histokimia, Kolorimetri, dan Maserasi

Metode histokimia, menurut Dey (1989), adalah metode menentukan

letak senyawa-senyawa tertentu dalam sel dan jaringan. Senyawa-senyawa

tersebut bisa berupa senyawa metabolit sekunder dan senyawa metabolit

primer (karbohidrat, protein, dan lipid). Senyawa metabolit sekunder

merupakan senyawa hasil biosintesis dari senyawa metabolit primer.

Beberapa contoh senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, terpenoid,

senyawa fenolik, saponins, dan tanin. Biasanya senyawa metabolit sekunder

tersimpan dalam vakuola sel tumbuhan (Ahmad, 2007).

Tujuan dari metode histokimia adalah menentukan persebaran dan

distribusi senyawa-senyawa tertentu dalam tumbuhan, sehingga peranan

Page 11: Modul 1

senyawa tersebut bagi tumbuhan dapat diprediksi (Brossi, 1990).

Kekurangan dari metode histokimia ini adalah vakuola pecah akibat dari

tersayatnya jaringan sehingga timbul persebaran senyawa-senyawa baru pada

jaringan tumbuhan (Dey, 1989). Beberapa contoh metode histokimia adalah

metode menentukan persebaran senyawa alkaloid dan terpenoid dengan

penambahan reagen. Contoh lainnya adalah penambahan phloroglucinol dan

HCl pada jaringan kayu akan menghasilkan warna merah. Warna merah

tersebut menandakan adanya lignin pada sel-sel kayu (Dey, 1989).

Neutral Red merupakan reagen yang bersifat metachromasia.

Senyawa metachromasia adalah senyawa yang dapat berubah warna ketika

berikatan dengan senyawa tertentu (Lamar Jones, 2002). Ketika berada dalam

suasana asam, Neutral Red tetap merah. Namun ketika berada dalam suasana

basa, Neutral Red berubah warna menjadi kuning (Lamar Jones, 2002).

Terpenoid walaupun tersusun atas isoprena-isoprena namun beberapa bersifat

asam. Hal ini disebabkan terpenoid disintesis dari senyawa asam asetat

sehingga beberapa memiliki kemiripan struktur asam lemak (Cowan, 1999).

Dengan demikian, Neutral Red dapat berada dalam suasana asam (karena

adanya terpenoid) sehingga Neutral Red tetap menampakkan warna merah

(Lamar Jones, 2002).

Reagen Jeffrey merupakan reagen yang digunakan dalam uji

histokimia alkaloid (Bedetti et al., 2013). Ketika reagen Jeffrey bereaksi

dengan alkaloid, timbul warna kuning hingga coklat. Senyawa alkaloid

umumnya lebih banyak berada pada sel tanaman yang masih hidup, pada

organel vakuola. Senyawa alkaloid bila direaksikan dengan berbagai macam

reagen khusus akan menghasilkan presipitat atau kristal (Brossi, 1990).

Senyawa alkaloid biasanya terdapat di ovule, epidermis atau 1 lapisan sel

sebelumnya, kambium gabus, gabus, pembuluh angkut, buah dan biji, dan

latex tube (Brossi, 1990). Senyawa alkaloid juga dapat ditemukan pada sel

mesofil pada daun (Bedetti et al., 2013). Uji histokimia dengan menggunakan

reagen sebaiknya dilakukan pada jaringan tumbuhan yang telah dibekukan.

Hal ini dilakukan untuk mencegah senyawa-senyawa yang diuji mengalami

Page 12: Modul 1

difusi saat jaringan tumbuhan disayat. Senyawa-senyawa alkaloid kadang-

kadang sangat sulit terdeteksi dalam melimpahnya protein dalam jaringan

tumbuhan (Brossi, 1990).

Metode kolorimetri merupakan metode menentukan konsentrasi

senyawa-senyawa tertentu pada suatu ekstrak. Meningkatnya intensitas warna

perubahan berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang diuji

kolorimetri (Gerdel, 1928). Uji kolorimetri senyawa alkaloid pada suatu

ekstrak jaringan tanaman (biasanya berupa ekstrak etanol) menggunakan

reagen Dragendorff. Ketika reagen Dragendorff bereaksi dengan senyawa

alkaloid, timbul endapan maupun larutan yang berwarna jingga hingga jingga

kemerahan. Uji kolorimetri senyawa terpenoid menggunakan reagen

Liebermann Burchard. Reagen tersebut tersusun atas C4H6O3 (acetic

anhydrate), H2SO4, dan CHCl (Saha et al., 2011). Ketika reagen Liebermann

Burchard bereaksi dengan senyawa terpenoid, terbentuk campuran berwarna

kehitaman.

Maserasi merupakan pemisahan satu sel tumbuhan dari sel-sel yang

menempelnya (McClendon dan Somers, 1960). Maserasi menggunakan

enzim pektinase, yaitu enzim yang akan mengurai pektin sebagai bahan dasar

lamela tengah antar sel (Evert, 2006). Enzim pektinase bekerja optimal pada

Ph 3-3,5. Di bawah pH 3, enzim pektinase tidak berfungsi. Ion kalsium

memperkuat kekuatan pektin sehingga sulit dipecah oleh enzim. Kerja enzim

pektinase dibantu oleh chelating agent (McClendon dan Somers, 1960).

Page 13: Modul 1

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai

berikut:

Tabel. 3.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan

Mortal beserta pestel

Pelat tetes

Pipet tetes

Botol semprot

Mikroskop

Jarum jara

Silet

Oven

Vial

Kamera

Reagen Jeffrey

Reagen Neutral Red

Reagen Dragendorff

Reagen LB

Cover glass

Object glass

Holder

Aquades

Tissue

KOH

Asam Kromat 10%

Asam Nitrat

Alkohol 96%, 90%, 70%, 50%,

30%

Safranin

Xylol

Etanol 96%

Sampel tanaman tapak dara

(Catharanthus roseus)

Sampel tanaman mint (Mentha

piperita)

Sampel buah mengkudu (Morinda

citrifolia)

Page 14: Modul 1

Sampel tanaman akar wangi

(Vetiveria zizanioides)

Sampel tanaman cengkeh

(Syzygium aromaticum)

Sampel kayu jati (Tectona grandis)

Sampel kayu pulai (Alstonia

scholaris)

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Kalorimetri

3.2.1.1 Analisa Alkaloid

Sampel tanaman yang dimiliki dpertama digerus

dengan etanol 96%. Kemudian sebanyak 5 tetes ekstrak

sampel diteteskan ke atas plat tetes. Reagen dragendorff lalu

ditambahkan sebanyak 3 tetes. Perubahan warna ekstrak

yang terjadi diamati.

3.2.1.2 Analisa Terpenoid

Sampel tanaman yang dimiliki digerus terlebih

dahulu dengan etanol 96%. Lalu sebanyak 5 tetes ekstrak

sampel yang telah digerus diteteskan ke atas plat tetes.

Asam asetat gascial ditambahkan sebanyak 2 tetes, dan

asam sulfat ditambahkan sebanyak 1 tetes Ditambahkan 2

tetes asam asetat glacial dan 1 tetes asam sulfat (reagen

LB). Perubahan warna ektrak diamati.

3.2.2 Histokimia

3.2.2.1 Analisis Alkaloid

Sampel tanaman disayat tipis menggunakan silet

dengan bantuan holder gabus atau empulur singkong.

Kemudian, sayatan sampel diletakkan di atas kaca objek yang

sudah ditetesi aquades. Kaca objek lalu ditutup perlahan dengan

cover glass, diusahakan agar tidak ada gelembung udara yang

Page 15: Modul 1

tertinggal. Setelah utu, diteteskan reagen Jeffrey di salah satu

sisi kaca objek, dan di sisi lain aquades diserap dengan tissue.

Preparat didiamkan selama dua sampai tiga menit lalu diamati di

bawah mikroskop cahaya.

3.2.2.2 Analisis Terpenoid

Sampel tanaman disayat tipis menggunakan silet

dengan bantuan holder gabus atau empulur singkong.

Kemudian, sayatan sampel diletakkan di atas kaca objek yang

sudah ditetesi aquades. Kaca objek lalu ditutup perlahan dengan

cover glass, diusahakan agar tidak ada gelembung udara yang

tertinggal. Setelah utu, diteteskan reagen Neutral Red di salah

satu sisi kaca objek, dan di sisi lain aquades diserap dengan

tissue. Preparat lalu diamati di bawah mikroskop cahaya.

3.2.3 Maserasi

Sampel kayu sepanjang 1 cm dimasukkan ke dalam

vial dan ditambahkan 3 ml KOH 20 %. Kemudian, sampel

dipanaskan selama 3-5 menit lalu dicuci dengan air mengalir

selama 15 menit. Tiga ml asam kromat : nitrat dengan

perbandingan 1:2 ditambahkan ke dalam sampel, setelah itu

diinkubasi selama dua jam dalam oven 58˚C atau temperatur

ruang. Lalu didekantasi dan diberi perlakuan mekanik hingga

jaringan sampel terurai. Kemudian, sampel dihidrasi bertingkat

atau direndam secara berurutan dengan etanol 30% dan 50%

selama lima menit, etanol 70% mengandung safronin 1% selama

12 jam, lalu etanol 90% selama 5 menit dan etanol 96%:xylol

perbandingan 3:1 selama 5 menit, 1:1 selama 5 menit, 1:3

selama 5 menit. Setelah dihidrasi, sampel diamati di atas kaca

objek dengan mikroskop. Terkahir, dihitung jumlah sel

parenkim, trakea dan trakeid serta diukur panjangnya.

Page 16: Modul 1

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembahasan

4.1.1 Histokimia

Hasil pengamatan histokimia pada percobaan ini adalah:

Tabel 4.1.1 Foto Pengamatan Histokimia

Foto Preparat Keterangan

Daun Tapak Dara yang

dipotong secara melintang

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100x. Warna

kecoklatan, terutama titik-

titik coklat, menunjukan

adanya kandungan

alkaloid.

Daun Tapak Dara yang

dipotong secara meilntang

ditetesi reagen Neutral-

Red. Perbesaran 100x.

Warna kemerahan pada

bagian epidermis,

menunjukan adanya

kandungan terpenoid.

Page 17: Modul 1

Batang Mint yang

dipotong secara melintang

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100x. Warna

kecoklatan pada bagian

epidermis menunjukan

adanya senyawa alkaloid.

Batang Mint yang

dipotong secara melintang

ditetesi reagen Neutral-

Red. Perbesaran 100x.

Warna kemerahan pada

jaringan dasar dan

sebagian epidermis,

menunjukan adanya

senyawa terpenoid.

Batang Mint yang

dipotong secara membujur

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100x. Warna

kecoklatan pada jaringan

dasar menunjukan adanya

senyawa alkaloid.

Batang Mint yang

dipotong secara membujur

ditetesi reagen Neutral-

Red Perbesaran 100x.

Warna kemerahan pada

bagian epidermis dan

sebagian kecil jarigan

Page 18: Modul 1

dasar menunjukan adanya

senyawa terpenoid.

Akar Wangi yang

dipotong secara membujur

ditetesi reagen Neutral

Red. Perbesaran 400X.

Warna kemerahan pada

seluruh bagian akar

menunjukkan adanya

senyawa terpenoid.

Akar Wangi yang

dipotong secara membujur

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100X. Warna

kecoklatan pada bagian

epidermis, menunjukkan

adanya kandungan

alkaloid.

Akar Wangi yang

dipotong secara melintang

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100X. Warna

kecoklatan di sekitar

jaringan vaskular

menunjukkan adanya

kandungan alkaloid.

Page 19: Modul 1

Akar Wangi yang

dipotong secara melintang

ditetesi reagen Neutral-

Red. Perbesaran 100X.

Warna kemerahan pada

parenkim pembuluh

menunjukkan adanya

senyawa terpenoid.

Bunga Cengkeh yang

dipotong secara melintang

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100X. Warna

kecoklatan pada bagian

epidermis dan sebagian

jaringan dasar

menunjukkan adanya

kandungan alkaloid.

Bunga Cengkeh yang

dipotong secara membujur

ditetesi reagen Jeffrey.

Perbesaran 100X. Warna

kecoklatan pada bagian

epidermis dan sebagian

jaringan dasar

menunjukkan adanya

kandungan alkaloid.

Bunga Cengkeh yang

dipotong secara membujur

ditetesi reagen Neutral-

Red. Perbesaran 100X.

Warna kemerahan pada

Page 20: Modul 1

jaringan dasar menujukkan

adanya kandungan

terpenoid.

4.1.2 Kolorimetri

Hasil uji kolorimetri sampel daun tapak dara, daun mint, dan

buah mengkudu pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2.1 Hasil kolorimetri (Dokumentasi pribadi, 2014)

Berikut adalah penjelasan dari hasil uji kolorimetri tersebut:

Tabel 4.2.1 Data hasil kolorimetri

Sampel

Ekstrak

Tanaman

Reagen Warna Keterangan

Daun

Tapak

- Hijau

Dragendorff Coklat Mengandung

Page 21: Modul 1

Dara alkaloid

Lieberman-

Burchard

Coklat

kehitaman

Mengandung

terpenoid

Daun

Mint

- Hijau

Dragendorff Kuning

kecoklatan

Mengandung

alkaloid

Lieberman-

Burchard

Coklat

kehitaman

Mengandung

terpenoid

Buah

Mengkudu

- Bening-

kecoklatan

Dragendorff Jingga Mengandung

alkaloid

Lieberman-

Burchard

Kuning-

kecoklatan

Mengandung

terpenoid

4.1.3 Maserasi

Berikut ini adalah foto pengamatan mikroskop hasil maserasi

kayu jati (Tectona grandis). Pada gambar tersebut terlihat hanya

terdapat satu sel trakea yang ditemukan dari maserat.

Gambar 4.3.1. Foto hasil maserasi sampel kayu jati (Dokumentasi pribadi, 2014)Ukuran sel trakea yang ditemukan = 0,3 × 0,08=0,024 mm

4.2 Pembahasan

Page 22: Modul 1

4.2.1 Histokimia

Uji histokimia dilakukan pada akar, batang, daun, dan bunga.

Berdasarkan hasil uji histokimia yang dilakukan pada percobaan ini,

terlihat bahwa senyawa metabolit sekunder menempati bagian sel-sel

jaringan dasar. Khusus pada daun, senyawa metabolit sekunder tampak

pada bagian epidermis.

Setiap organ tumbuhan (akar, batang, dan daun) memiliki tiga

jaringan utama, yaitu jaringan dermal, jaringan dasar, dan jaringan

vaskular. Setiap tiga kategori jaringan ini membentuk sistem jaringan

yang berfungsi menghubungkan semua organ yang ada pada tanaman.

Pada sistem jaringan dermal merupakan pelindung tanaman dibagaian

terluar. Sistem jaringan vascular berfungsi untuk transportasi jarak jauh

antara akar dan taruk (sistem pucuk). Dua tipe dari jaringan vaskular

adalah xylem dan floem. Jaringan yang bukan merupakan jaringan

dermal ataupun jaringan vaskular merupakan bagian dari sistem

jaringan dasar. Pada gambar 4.1.1 , jaringan dermal ditunjukan dengan

warna biru, jaringan dasar ditunjukan dengan warna kuning, dan

jaringan pembuluh ditunjukan dengan warna ungu (Campbell, et al.,

2012 ).

Page 23: Modul 1

Gambar 4.2.1 Tumbuhan Tersusun atas 3 Sistem Jaringan (Campbell et al.,

2012)

Jaringan parenkim termasuk ke dalam jaringan dasar. Jaringan

parenkim memiliki bentuk yang pada umumnya polihedral (banyak sisi)

dan isodiametrik. Parenkim juga memiliki dinding sel yang tipis. Selain

itu jaringan parenkim tidak terdiferensiasi baik morfologi ataupun

fisiologi, dan tetap memiliki kemampuan untuk membelah dalam

beberapa dekade. Biasanya terletak diantara sel yang terspesialisasi dan

terdapat diseluruh bagian tanaman seperti bagian empulur, biji, jaringan

penyimpan di buah, akar, dan mesofil. Posisi jaringan parenkim

memiliki pengaruh mutlak pada perkembangan serta fungsi jaringan

tersebut. Beberapa fungsi yang dimilikioleh jaringan parenkim seperti

proses metabolisme, tempat penyimpanan (air, pati, protein), proses

penutupan luka, serta regenerasi (Sengbusch, 2004).

Terdapat perbedaan struktural antara bagian akar dan batang

pada tanaman dikotil dan monokotil. Perbedaan terjelas dilihat dari

Page 24: Modul 1

susunan berkas pembuluh. Berikut adalah gambaran umum perbedaan

struktur akar pada tanaman dikotil dan monokotil.

Gambar 4.2.2 Perbedaan Anatomi Akar Tanaman Dikotil dan Monokotil

( Campbell et al., 2012)

Letak jaringan pembuluh merupakan perbedaan utama antara

tanaman dikotil dan monokotil. Pada struktur akar tanaman dikotil,

jaringan vaskular terpusat di tengah dengan xylem membentuk bintang

dan floem berada disekitarnya. Sementara pada struktur akar tanaman

monokotil, pada bagian tengah inti terdapat sel-sel parenkim yang

dikeliling oleh xylem dan floem yang berbentuk cincin (Campbell, et

al., 2012).

Page 25: Modul 1

Gambar 4.2.3 Perbedaan Anatomi Batang Tanaman Dikotil dan Monokotil

(Campbell et al., 2012)

Pada struktur batang tanaman dikotil, vascular bundle (berkas

pembuluh) yang tersusun sedemikian rupa membentuk cincin.

Berkebalikan dengan tanaman dikotil, struktur batang tanaman

monokotil memilik vascular bundle yang tersebar secara acak. Pada

batang monokotil dan dikotil, sebagian besar jaringan dasar terdiri dari

sel parenkim. Tetapi sel kolenkim dan sel sklerenkim tetap terdapat

pada batang yang berfungsi sebagai penyokong batang dan terletak

setelah epidermis (Campbell, et al., 2012).

4.2.2 Kolorimetri

Berdasarkan hasil pengamatan uji kolorimetri, sampel tanaman

tapak dara, daun mint, dan buah mengkudu mengandung senyawa

metabolit sekunder golongan alkaloid atau terpenoid. Warna jingga

setelah penetesan reagen Dragendorff menunjukan senyawa metabolit

sekunder golongan alkaloid, sedangkan warna gelap atau kecoklatan

setelah penetesan reagen Lieberman-Burchard menunjukan adanya

adanya senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid (Saha et al.,

2011). Berdasarkan hasil uji kolorimetri, dapat disimpulkan bahwa

tanaman tapak dara mengandung senyawa alkaloid dan terpenoid pada

bagian daun, tanaman mint mengandung senyawa alkaloid dan

Page 26: Modul 1

terpenoid pada bagian daun, dan tanaman mengkudu mengandung

senyawa alkaloid dan terpenoid pada bagian buah.

Menurut Ahmad (2007), semua tumbuhan menghasilkan

senyawa alkaloid. Contoh senyawa alkaloid yang dihasilkan tumbuhan

adalah morfin dari tanaman opium Papaver somniferum dan senyawa

solamargine (senyawa glikoalkaloid) dari tanaman Solanum khasianum

yang berfungsi sebagai antivirus HIV. Senyawa alkaloid tersebut

umumnya disimpan dalam vakuola, walaupun sebenarnya dapat

disimpan dalam epidermis, pembuluh angkut, buah, dan biji (Brossi,

1990). Semua reagen uji kolorimetri alkaloid mengandung garam logam

berat, termasuk reagen Dragendorff. Reagen Dragendorff tersusun atas

potasium iodida-bismuth nitrat. Unsur logam berat pada reagen

Dragendorff akan berikatan dengan unsur N pada alkaloid membentuk

garam. Garam tersebut tidak akan larut sehingga membentuk endapan.

Gambar Reaksi Alkaloid dengan Garam Logam Berat BiI4-

(Farnsworth, 1966)

Produk di kanan reaksi merupakan endapan yang berwarna

merah atau jingga. Tingginya intensitas warna endapan berbanding

lurus dengan tingginya kandungan alkaloid dalam ekstrak (Gerdel,

1928). Ekstrak daun tapak dara, daun mint, dan buah mengkudu

menunjukkan adanya alkaloid (endapan merah,kuning,coklat) setelah

diuji dengan reagen Dragendorff. Ekstrak daun tapak dara memiliki

kandungan alkaloid terbanyak dengan menunjukkan endapan yang

terpekat.

Uji kolorimetri senyawa terpenoid menggunakan reagen

Liebermann Burchard. Reagen tersebut tersusun atas C4H6O3 (acetic

anhydrate), H2SO4, dan CHCl (Saha et al., 2011). Ketika reagen

Liebermann Burchard bereaksi dengan senyawa terpenoid, terbentuk

campuran berwarna kehitaman. Ekstrak daun tapak dara menunjukkan

Page 27: Modul 1

adanya senyawa terpenoid terbanyak (endapan terpekat). Sementara itu

ekstrak daun mint dan buah mengkudu menunjukkan adanya sedikit

senyawa terpenoid.

4.2.3 Maserasi

Sel penyusun tanaman terdiri dari empat jenis sel utama, yaitu

parenkim, kolenkim, sklerenkim, dan water conducting cell (Evert,

2006). Sel parenkim ditunjukan lewat struktur kotak simetris yang

menumpuk. Sel fiber, yang merupakan sel sklerenkim ditunjukan lewat

struktur memanjang dengan ujung lancip. Trakeid, salah satu jenis

water conducting cell ditunjukan lewat stuktur lonjong yang lebih

pendek daripada fiber, dan memiliki ujung tumpul (Evert, 2006).

Menurut Richter (2000), parenkim axial dalam bentuk strand.

Jumlah parenkim axial dari jati adalah beberapa strand saja dengan tiap

strand mempunyai 3-4 sel. Jumlah parenkim pulai rata-rata 3 strand (5-

13 sel/strand). Parenkim albizia memiliki parenkim axial rata-rata 3

strand (2-5 sel/strand). Menurut Farmer (1972) jumlah parenkim axial

dari kamper adalah rata-rata 78 strand (3-4 sel/strand). Oleh karena itu,

jumlah sel parenkim rata-rata setiap sampel maserasi di atas sangat

sedikit. Saat praktikum, tidak ada sel parenkim yang praktikan amati.

Hanya ditemukan satu sel trakea pada maserat kayu jati dengan ukuran

0,024 mm.

Page 28: Modul 1

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa didapat dari praktikum kali ini adalah :

1. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap uji kolorimetri dan histokimia,

senyawa alkaloid dan terpenoid ditemukan dalam sel-sel parenkim pada setiap

sampel tanaman mint, tapak dara, akar wangi, cengkeh, dan mengkudu.

2. Dari hasil pengamatan, hanya ditemukan satu sel trakea pada maserat sampel

kayu jati dengan panjang 0,024 mm.

Page 29: Modul 1

DAFTAR PUSTAKA

Aniszewski, Tadeusz. 2007. Alkaloids – Secrets of Life. Amsterdam : Elsevier

Ahmad, Sayeed. 2007. Pharmacognosy Introduction of Plant Constituents and Their Test. New Delhi : Jamia Hamdard.

Antara, N.T., H.G. Pohan, dan Subagja. 2001. “Pengaruh tingkat kematangan dan proses terhadap karakteristik sari buah mengkudu”. Warta IHP/J. of Agro-Based Industry 18(1− 2): 25−31.

Antonio, C., & et.al. 2012. "Analysis of the Interface between Primary and Secondary Metabolism in Catharanthus roseus Cell Cultures Using 13C-Stable Isotope Feeding and Coupled Mass Spectrometry". Oxford Journals of Molecular Plant 7 (2): 1-4.

Aslam, J., & et.al. 2010. "Catharanthus roseus (L.) G. Don. An Important Drug: It's Applications and ProductionsN". Pharmacie Globale International Journal of Comprehensive Pharmacy, 1 (4), : 1-16.

Banerjee, S., & al., e. 2006. "Clove (Syzygium aromaticum L.), a potential chemopreventive". Carcinogenesis vol.27 no.8, : 1645–1654.

Brossi, Arnold. 1990. The Alkaloids. San Diego : Academic Press.

Caldecott, Todd. 2010. Ushira. http://www.toddcaldecott.com/index.php/herbs/learning-herbs/338-ushira[online]. Diakses pada tanggal 8 Februari 2014 pukul 22.44.

Campbell, N A., J. B. Reece., M. R. Taylor., E. J. Simon., J. L. Dickey. 2012. . Biology 9th ed. San Francisco : Pearson Education, Inc.

Cowan, Marjorie Murphy. 1999. “Plant Products as Antimicrobial Agents”. Clinical Microbiology Reviews 12(4) : 564-582.

Dalimartha, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ungaran: Trubus Agriwidya.

Dey, P.M., Harborne, J.B. 1989. Methods in Plant Biochemistry. San Diego : Academic Press.

Evert, Ray F. 2006. Esau’s Plant Anatomy. New Jersey : John Willey & Sons, Inc.

Farmer, R.H., 1972. Handbook of hardwoods 2nd Edition. London: Her Majesty’s Stationery Office.

Farnsworth, Norman R. 1966. “Biological and Phytochemical Screening of Plants” Journal of Pharmaceutical Sciences 55(3) : 225-276.

Page 30: Modul 1

Gerdel, R. W.1928. “The Colorimetric Determination of Total Phosporous in Plant Solutions” Ohio Journal of Science 28(4) : 229-236.

Golebiowski, M., B. Ostrowski, M. Peszkieweez, M. Czewicka, J. Kumirska, L. Halinski, E. Malinski, and P. Stepnowski. 2008. "Chemical composition of commercially available essential oil from blackcurant, ginger, and peppermint". Journal Chemistry of Natural Compound 44: 6.

Google. 2014. http://www.images.google.com/cengkeh. [Online]. Diakses pada 8 Februari 2014 pukul 20.58.

Hyde, M. A., Wursten, B. T., Ballings, P. 2013. Flora of Zimbabwe. http://www.zimbabweflora.co.zw/speciesdata/species-record.php?record_id=307[online]. Diakses pada tanggal 8 Februari 2014 pukul 21.10.

Lamar Jones, M. 2002. Connective tissues and stains. In Theory and Practice of Histological Techniques, 5th edn (eds J.D. Bancroft and M. Gamble). Edinburgh: Churchill Livingstone.

Leupin, R. E. 2001. Vetiveria zizanioides: an approach to obtain essential. Zurich: Swiss Federal Institute of Technology Zurich.

McCledon, John H., Somers, Fred G. 1960. “The Enzymatic Maceration of Plant Tissues : Observations Using a New Method of Measurement” American Journal of Botany 47(1) : 1-7.

Paek, K.-Y. 2012. "Elicitor effect of chitosan and pectin on the biosynthesis of anthraquinones, phenolics and flavonoids in adventitious root suspension cultures of Morinda citrifolia (L.)". Australian Journal of Crop Science 6 (9), : 1349-1355.

Richter, H. G. Richter and M. J. Dallwitz (2000 onwards). Commercial timbers: descriptions, illustrations, identification, and information retrieval.' In English, French, German, and Spanish. Version: 4th May 2000. http://biodiversity.uno.edu/delta/. Diakses pada 9 Februari 2014 pukul 17.07.

Ringer, K. L., & al., e. 2005. "Monoterpene Metabolism. Cloning, Expression, and Characterization of (−)-Isopiperitenol/(−)-Carveol Dehydrogenase of Peppermint and Spearmint1". Plant Physiology 137 (3), : 863-872.

Saha, Santanu, E. V. S., Kodangala, Chandrashekar, Shastry, Shashidhara C. 2011. “Isolation and characterization of triterpenoids and fatty acid ester of triterpenoid from leaves of Bauhinia variegata “ Der Pharma Chemica 3(4) : 28-37.

Sengbusch, Peter V. 2004. Ground Tissue or Parenchyma. Diakes melalui www/biologie.uni-hamburg.de/b-online/e05/05d.htm pada tanggal 9

Page 31: Modul 1

Februari 2014.

Solomon, N. 1998. Nature’s Amazing Healer. Utah: Woodland Publ. Pleasant Grove.

Starr, Kim., Starr, Forest. 2012. Plants of Hawaii. http://www.starrenvironmental.com/images/species/?q=chrysopogon+zizanioides&o=plants[online]. Diakses pada tanggal 9 Februari 2014 pukul 06.20.

Sudibyo, R. S. 2002). Metabolisme Sekunder: Manfaat dan Perkembangannya dalam Dunia Farmasi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.

Taiz, Lincoln., Zeiger, Eduardo. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates.

Wang, D. 2014. Secondary Metabolites in Plants. Taichung City: Department of Forestry National Chung Hsing University.

Anonim. 2014. Cengkeh Tanaman Asli Indonesia. www.apoteker.info/Pojok%20Herbal/cengkeh_tanaman_asli_indonesia.htm. [Online] diakses pada tanggal 8 Februari 2014 pukul 22.50.