Modul 1
-
Upload
annisa-amalia -
Category
Documents
-
view
431 -
download
19
description
Transcript of Modul 1
LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK SAINS TUMBUHAN
(BI-2204)
ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER,
STRUKTUR PENGHASIL, DAN KAYU PADA TANAMAN
Tanggal Praktikum : 4 Februari 2014
Tanggal Pengumpulan : 11 Februari 2014
Disusun Oleh:
Muhammad Fauzan 10612037
Ignatius Andri 10612044
Nabila Gea Soraya 10612065
Annisa Amalia 10612007
Paramita Wahyu Nur Islamiah 10612046
Asisten:
Nanda A.
10610015
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan suatu organisme autotrof, artinya tumbuhan
dapat menghasilkan sendiri nutrisi yang diperlukannya. Hasil metabolisme
tumbuhan ada dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder.
Metabolit primer pada tumbuhan diantaranya adalah selulosa, pati, dan
protein. Sedangkan yang dimaksud dengan metabolit primer di antaranya
alkaloid, terpenoid, fenilpropanoid, poliketida, dan lain-lain. (Wang, 2014).
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang diproduksi terbatas di
alam dengan melibatkan jalur metabolisme spesifik. (Sudibyo, 2002).
Senyawa metabolit sekunder bukan merupakan senyawa dasar dalam
pertumbuhan. Metabolit sekunder memiliki jalur biosintesis yang berbeda
dari metabolit primer dan intermediet (Wang, 2014). Menurut Wang (2014),
senyawa metabolit sekunder memiliki fungsi sebagai penyokong jaringan
tumbuhan, proteksi tumbuhan, dan hormon.
Sudah bertahun-tahun manusia bergantung pada senyawa-senyawa
hasil metabolisme sekunder tumbuhan berkaitan dengan sumber makanan,
bahan pakaian, pupuk, parfum, dan obat-obatan (Wang, 2014). Tanaman
tapak dara (Catharanthus roseus) merupakan penghasil alkaloid yang banyak
digunakan dalam dunia farmasi, di antaranya senyawa Vinblastine dan
Vincristine yang digunakan dalam treatment kanker (Aslam, et.al., 2010).
Senyawa ajmalicine juga terdapat dalam tanaman Catharanthyus roseus ini,
dan digunakan sebagai anti-hipertensif (Antonio, et.al., 2012). Senyawa
terpenoid C10 banyak menjadi penyusun rasa dan aroma pada mint (Mentha
piperita), senyawa ini sering ditambahkan pada bahan makanan, parfum,
produk pasta gigi, dan obat-obatan (Ringer, et. al., 2005). Buah mengkudu
(Morinda citrifolia) telah lama dikenal sebagai tanaman yang berkhasiat
sebagai antioksidan. Hal ini disebabkan karena kandungan metabolit sekunder
flafanoid, anthraquinones, dan fenolik dalam tanaman Morinda citrifolia
(Paek, 2012). Minyak esensial yang dihasilkan dari tanaman akar wangi
(Vetiveria zizanioides) merupakan hasil dari metabolisme sekunder yang
banyak digunakan sebagai bahan utama parfum (Leupin, 2001). Begitu juga
senyawa metabolit sekunder eugenol dalam tanaman Cengkeh (Syzygium
aromaticum) berkhasiat sebagai antikanker (Banerjee, et. al., 2006). Oleh
karena itu, percobaan ini dilakukan utuk membuktikan keberadaan senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam tapak dara, mint, mengkudu, akar
wangi, dan cengkeh.
1.2 Tujuan
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menentukan keberadaan senyawa alkaloid dan terpenoid pada jaringan
parenkim sampel tanaman akar wangi, tapak dara, mint, mengkudu dan
cengkeh.
2. Menentukan jumlah sel parenkim, trakeid, trakea, dan serat pada sampel
kayu tanaman jati dan pulai.
1.3 Hipotesis
Percobaan ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
1. Senyawa alkaloid dan terpenoid berada pada sel-sel di jaringan parenkim
sampel tanaman akar wangi, tapak dara, mint, mengkudu dan cengkeh..
2. Jumlah sel parenkim, trakea, dan trakeid dalam satu axial masing-masing
pada sampel kayu tanaman jati dan pulai adalah >10.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Tanaman Akar Wangi, Tapak Dara, Mint, Mengkudu, dan
Cengkeh serta Pemanfaatannya
2.1.1 Akar Wangi
Gambar 2.1 Tanaman Akar Wangi (Starr, 2012)
Akar wangi (Vetiveria zizanioides) termasuk ke dalam genus
Chrysopogon dan famili Poaceae. Akar wangi terkenal karena aroma
khas yang keluar dari akarnya. Tanaman akar wangi ini banyak
dimanfaatkan sebagai parfum, yaitu dengan mengambil minyak
essensial yang dihasilkan akar wangi tersebut. Minyak essensial yang
dihasilkan akar wangi tersebut mengandung senyawa sesquiterpenoid,
seperti α vetivone, β vetivone, dan khusinol. Akar wangi juga sering
digunakan sebagai obat-obatan tradisional khususnya untuk penyakit
pencernaan, seperti mual, diare, dan radang usus, demam, batuk,
bronchitis, asma, dan penyakit kulit (Caldecott, 2010).
2.1.2 Tapak Dara.
Gambar 2.2 Tanaman Tapak Dara (Hyde, Wurtsen & Ballings, 2013)
Tapak dara (Catharanthus roseus) termasuk dalam genus
Catharanthus dari famili Apocynaceae. Tapak dara mengandung
senyawa alkaloid berupa vinblastine, leurosine, vincristine, dan
catharantine. Bagian akar dan herba tanaman ini sering digunakan
sebagai obat tradisional untuk mengobati hipertensi, diabetes, hepatitis,
malaria, dan Hodskin’s lymphoma (Dalimartha, 1999).
2.1.3 Mint
Gambar 2.3 Tanaman Mint (Golebiowski et. al., 2008)
Mint (Mentha piperita) termasuk dalam genus Mentha dari
famili Lamiaceae. Tanaman ini mengandung menthone, α-pinene, β-
pinene, iso-menthone dan neo-menthone. Komponen-komponen
tersebut sangat baik digunakan untuk tambahan flavour makanan,
kosmetika, sabun, penyegar udara ruangan dan detergent. Ekstrak
herbal alami juga mengandung komponen kimia yang baik untuk
insektisida, pertisida dan anti bakteria (Golebiowski et.al., 2008)
2.1.4 Mengkudu
Gambar 2.4 Tanaman Mengkudu (Antara, 2001)
Mengkudu (Morinda citrifolia) termasuk dalam genus
Morinda dan famili Rubiaceae. Tanaman ini mengandung terpen,
acubin, lasperuloside, alizarin, zat-zat antrakuinon, asam askorbat, asam
kaproat, asam kaprilat, zat-zat skopoletin, damnakantal, dan alkaloid
(Antara, 2001). Senyawa turunan antrakuinon dalam mengkudu antara
lain adalah morindin, morindon dan alizarin, sedangkan alkaloidnya
antara lain xeronin dan proxeronin (prekursor xeronin). Xeronin
merupakan alkaloid yang dibutuhkan tubuh manusia untuk
mengaktifkan enzim serta mengatur dan membentuk struktur protein
(Solomon, 1998).
2.1.5 Cengkeh
Gambar 2.5 Cengkeh (Google, 2014)
Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk dalam genus
Syzygium dan famili Mirtaceae. Cengkeh mengandung eugenol, minyak
atsiri, asetil eugenol, beta-caryophyllene, vanilin, tanin, asam galotanat,
metil salisilat (suatu zat penghilang nyeri), asam krategolat, beragam
senyawa flavonoid (eugenin, kaemferol, rhamnetin, dan eugenitin),
berbagai senyawa triterpenoid (asam oleanolat, stigmasterol, dan
kampesterol), serta mengandung berbagai senyawa seskuiterpen. Salah
satu manfaatkan cengkeh adalah untuk mengobati rasa nyeri pada gigi.
Cengkeh juga mampu meningkatkan produksi asam lambung,
menggiatkan gerakan peristaltik saluran pencernaan, juga dikatakan
sebagai obat cacing alami (Anonim, 2014).
2.2 Tiga Golongan Metabolit Sekunder
2.2.1 Terpenoid
Senyawa terpenoid terdiri dari isopentana dengan rantai karbon
bercabang, atau disebut juga isoprene unit. Terpenoid bersifat tidak
larut dalam air (water insoluble). Terdapat dua jalur biosintesis utama
bagi senyawa terpenoid, yaitu mevalonic acid pathway dan
methylerythritol phosphate pathway. Senyawa terpenoid tertentu
berperan sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan, misalnya
gibberelin. Beberapa senyawa terpenoid bersifat detterent atau pengusir
bagi predator, seperti limonoid (Taiz & Zeiger, 2002).
2.2.2 Senyawa Alkaloid dan Fenolik
Menurut Ahmad (2007), senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa hasil biosintesis dari senyawa metabolit primer,
dan biasanya tidak berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder berfungsi sebagai pertahanan
diri (pada tumbuhan) dan aktivitas terapetik pada hewan. Senyawa
metabolit primer merupakan senyawa yang berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Contoh senyawa metabolit
primer adalah karbohidrat, protein, dan lipid.
Senyawa metabolit sekunder terdiri atas 3 golongan besar :
alkaloid, terpenoid, dan senyawa fenolik (Ahmad, 2007).
Gambar 2.2.1 Hubungan antara Metabolit
Primer dan Metabolit Sekunder(Ahmad, 2007)
Senyawa
alkaloid
merupakan senyawa heterocyclic (mempunyai cincin) dan mengandung
unsur N pada kerangka cincinnya (Cowan, 1999). Senyawa alkaloid
merupakan turunan dari asam amino melalui proses transaminasi
(Aniszewski, 2007). Asam amino, nukleotida, dan peptida bukanlah
senyawa alkaloid. Kelarutannya kecil dalam air daripada dalam etanol,
kloroform, dan benzena. Alkaloid merupakan salah satu senyawa
organik yang bersifat basa/alkali (Ahmad, 2007).
Senyawa alkaloid yang bebas (bukan yang diproduksi oleh
tumbuhan) berada dalam bentuk padatan garam asam, amida, ester, dan
oksida amina tersier. (Aniszewski, 2007). Alkaloid yang dihasilkan oleh
tumbuhan biasanya dalam bentuk garam, N-oksida, glikosida, amida,
dan ester. Alkaloid yang terdeteksi pada tumbuhan biasanya dalam
bentuk padatan/kristal garam berwarna karena sebelumnya telah
bereaksi dengan reagen khusus alkaloid seperti reagen Dragendorff,
reagen Mayer, dan reagen Reifen (Brossi, 1990). Ciri khas dari senyawa
alkaloid adalah bersifat farmakologi terhadap hewan, mempengaruhi
sistem saraf pusat pada manusia, dan pertahanan terhadap mikroba dan
virus (Aniszewski, 2007; Cowan, 1999).
Berdasarkan asal mula (origin), alkaloid terdiri atas 3
kelompok : true alkaloids, pseudoalkaloids, dan protoalkaloids
(Aniszewski, 2007). True alkaloids merupakan senyawa turunan dari
asam amino, bersifat basa, dan memiliki unsur N pada kerangka cincin
heterocyclic. Umumnya true alkaloids berada dalam garam asam
organik. Senyawa protoalkaloid merupakan senyawa turunan dari asam
amino yang bersifat basa namun kerangka cincinnya tidak memiliki
satu pun unsur N (unsur N hanya berada di cabang saja). Senyawa
pseudoalkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa lemah, bukan
turunan dari asam amino, namun kerangka cincinnya memiliki unsur N.
Struktur senyawa alkaloid ada yang berupa nonheterocyclic (berbentuk
cincin tetapi mempunyai cabang), monoheterocyclic (berbentuk 1
cincin), dan polyheterocyclic (berbentuk lebih dari 1 cincin).
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang mengandung
struktur benzena yang memiliki cabang OH. Beberapa turunan senyawa
fenolik yang terdapat pada tumbuhan adalah polifenol, lignin, dan
tannin (Dey, 1989). Senyawa fenolik dihasilkan melalui 2 jalur
biosintesis pada tumbuhan. Jalur biosintesis pertama adalah jalur
sikimat di mana sikimat merupakan metabolit primer dari siklus calvin.
Jalur sikimat menghasilkan senyawa-senyawa fenilpropanoat, misalnya
asam hidroksicinnamat. Jalur biosintesis kedua adalah jalur asetat di
mana menggunakan fenilalanin sebagai metabolit primer. Jalur ini
menghasilkan senyawa-senyawa fenol seperti lignin dan kuinon (Dey,
1989).
Gambar 2.2.2 Jenis-Jenis Senyawa Fenolik pada Tumbuhan(Dey, 1989)
2.3 Metode Histokimia, Kolorimetri, dan Maserasi
Metode histokimia, menurut Dey (1989), adalah metode menentukan
letak senyawa-senyawa tertentu dalam sel dan jaringan. Senyawa-senyawa
tersebut bisa berupa senyawa metabolit sekunder dan senyawa metabolit
primer (karbohidrat, protein, dan lipid). Senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa hasil biosintesis dari senyawa metabolit primer.
Beberapa contoh senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, terpenoid,
senyawa fenolik, saponins, dan tanin. Biasanya senyawa metabolit sekunder
tersimpan dalam vakuola sel tumbuhan (Ahmad, 2007).
Tujuan dari metode histokimia adalah menentukan persebaran dan
distribusi senyawa-senyawa tertentu dalam tumbuhan, sehingga peranan
senyawa tersebut bagi tumbuhan dapat diprediksi (Brossi, 1990).
Kekurangan dari metode histokimia ini adalah vakuola pecah akibat dari
tersayatnya jaringan sehingga timbul persebaran senyawa-senyawa baru pada
jaringan tumbuhan (Dey, 1989). Beberapa contoh metode histokimia adalah
metode menentukan persebaran senyawa alkaloid dan terpenoid dengan
penambahan reagen. Contoh lainnya adalah penambahan phloroglucinol dan
HCl pada jaringan kayu akan menghasilkan warna merah. Warna merah
tersebut menandakan adanya lignin pada sel-sel kayu (Dey, 1989).
Neutral Red merupakan reagen yang bersifat metachromasia.
Senyawa metachromasia adalah senyawa yang dapat berubah warna ketika
berikatan dengan senyawa tertentu (Lamar Jones, 2002). Ketika berada dalam
suasana asam, Neutral Red tetap merah. Namun ketika berada dalam suasana
basa, Neutral Red berubah warna menjadi kuning (Lamar Jones, 2002).
Terpenoid walaupun tersusun atas isoprena-isoprena namun beberapa bersifat
asam. Hal ini disebabkan terpenoid disintesis dari senyawa asam asetat
sehingga beberapa memiliki kemiripan struktur asam lemak (Cowan, 1999).
Dengan demikian, Neutral Red dapat berada dalam suasana asam (karena
adanya terpenoid) sehingga Neutral Red tetap menampakkan warna merah
(Lamar Jones, 2002).
Reagen Jeffrey merupakan reagen yang digunakan dalam uji
histokimia alkaloid (Bedetti et al., 2013). Ketika reagen Jeffrey bereaksi
dengan alkaloid, timbul warna kuning hingga coklat. Senyawa alkaloid
umumnya lebih banyak berada pada sel tanaman yang masih hidup, pada
organel vakuola. Senyawa alkaloid bila direaksikan dengan berbagai macam
reagen khusus akan menghasilkan presipitat atau kristal (Brossi, 1990).
Senyawa alkaloid biasanya terdapat di ovule, epidermis atau 1 lapisan sel
sebelumnya, kambium gabus, gabus, pembuluh angkut, buah dan biji, dan
latex tube (Brossi, 1990). Senyawa alkaloid juga dapat ditemukan pada sel
mesofil pada daun (Bedetti et al., 2013). Uji histokimia dengan menggunakan
reagen sebaiknya dilakukan pada jaringan tumbuhan yang telah dibekukan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah senyawa-senyawa yang diuji mengalami
difusi saat jaringan tumbuhan disayat. Senyawa-senyawa alkaloid kadang-
kadang sangat sulit terdeteksi dalam melimpahnya protein dalam jaringan
tumbuhan (Brossi, 1990).
Metode kolorimetri merupakan metode menentukan konsentrasi
senyawa-senyawa tertentu pada suatu ekstrak. Meningkatnya intensitas warna
perubahan berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang diuji
kolorimetri (Gerdel, 1928). Uji kolorimetri senyawa alkaloid pada suatu
ekstrak jaringan tanaman (biasanya berupa ekstrak etanol) menggunakan
reagen Dragendorff. Ketika reagen Dragendorff bereaksi dengan senyawa
alkaloid, timbul endapan maupun larutan yang berwarna jingga hingga jingga
kemerahan. Uji kolorimetri senyawa terpenoid menggunakan reagen
Liebermann Burchard. Reagen tersebut tersusun atas C4H6O3 (acetic
anhydrate), H2SO4, dan CHCl (Saha et al., 2011). Ketika reagen Liebermann
Burchard bereaksi dengan senyawa terpenoid, terbentuk campuran berwarna
kehitaman.
Maserasi merupakan pemisahan satu sel tumbuhan dari sel-sel yang
menempelnya (McClendon dan Somers, 1960). Maserasi menggunakan
enzim pektinase, yaitu enzim yang akan mengurai pektin sebagai bahan dasar
lamela tengah antar sel (Evert, 2006). Enzim pektinase bekerja optimal pada
Ph 3-3,5. Di bawah pH 3, enzim pektinase tidak berfungsi. Ion kalsium
memperkuat kekuatan pektin sehingga sulit dipecah oleh enzim. Kerja enzim
pektinase dibantu oleh chelating agent (McClendon dan Somers, 1960).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Tabel. 3.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Mortal beserta pestel
Pelat tetes
Pipet tetes
Botol semprot
Mikroskop
Jarum jara
Silet
Oven
Vial
Kamera
Reagen Jeffrey
Reagen Neutral Red
Reagen Dragendorff
Reagen LB
Cover glass
Object glass
Holder
Aquades
Tissue
KOH
Asam Kromat 10%
Asam Nitrat
Alkohol 96%, 90%, 70%, 50%,
30%
Safranin
Xylol
Etanol 96%
Sampel tanaman tapak dara
(Catharanthus roseus)
Sampel tanaman mint (Mentha
piperita)
Sampel buah mengkudu (Morinda
citrifolia)
Sampel tanaman akar wangi
(Vetiveria zizanioides)
Sampel tanaman cengkeh
(Syzygium aromaticum)
Sampel kayu jati (Tectona grandis)
Sampel kayu pulai (Alstonia
scholaris)
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Kalorimetri
3.2.1.1 Analisa Alkaloid
Sampel tanaman yang dimiliki dpertama digerus
dengan etanol 96%. Kemudian sebanyak 5 tetes ekstrak
sampel diteteskan ke atas plat tetes. Reagen dragendorff lalu
ditambahkan sebanyak 3 tetes. Perubahan warna ekstrak
yang terjadi diamati.
3.2.1.2 Analisa Terpenoid
Sampel tanaman yang dimiliki digerus terlebih
dahulu dengan etanol 96%. Lalu sebanyak 5 tetes ekstrak
sampel yang telah digerus diteteskan ke atas plat tetes.
Asam asetat gascial ditambahkan sebanyak 2 tetes, dan
asam sulfat ditambahkan sebanyak 1 tetes Ditambahkan 2
tetes asam asetat glacial dan 1 tetes asam sulfat (reagen
LB). Perubahan warna ektrak diamati.
3.2.2 Histokimia
3.2.2.1 Analisis Alkaloid
Sampel tanaman disayat tipis menggunakan silet
dengan bantuan holder gabus atau empulur singkong.
Kemudian, sayatan sampel diletakkan di atas kaca objek yang
sudah ditetesi aquades. Kaca objek lalu ditutup perlahan dengan
cover glass, diusahakan agar tidak ada gelembung udara yang
tertinggal. Setelah utu, diteteskan reagen Jeffrey di salah satu
sisi kaca objek, dan di sisi lain aquades diserap dengan tissue.
Preparat didiamkan selama dua sampai tiga menit lalu diamati di
bawah mikroskop cahaya.
3.2.2.2 Analisis Terpenoid
Sampel tanaman disayat tipis menggunakan silet
dengan bantuan holder gabus atau empulur singkong.
Kemudian, sayatan sampel diletakkan di atas kaca objek yang
sudah ditetesi aquades. Kaca objek lalu ditutup perlahan dengan
cover glass, diusahakan agar tidak ada gelembung udara yang
tertinggal. Setelah utu, diteteskan reagen Neutral Red di salah
satu sisi kaca objek, dan di sisi lain aquades diserap dengan
tissue. Preparat lalu diamati di bawah mikroskop cahaya.
3.2.3 Maserasi
Sampel kayu sepanjang 1 cm dimasukkan ke dalam
vial dan ditambahkan 3 ml KOH 20 %. Kemudian, sampel
dipanaskan selama 3-5 menit lalu dicuci dengan air mengalir
selama 15 menit. Tiga ml asam kromat : nitrat dengan
perbandingan 1:2 ditambahkan ke dalam sampel, setelah itu
diinkubasi selama dua jam dalam oven 58˚C atau temperatur
ruang. Lalu didekantasi dan diberi perlakuan mekanik hingga
jaringan sampel terurai. Kemudian, sampel dihidrasi bertingkat
atau direndam secara berurutan dengan etanol 30% dan 50%
selama lima menit, etanol 70% mengandung safronin 1% selama
12 jam, lalu etanol 90% selama 5 menit dan etanol 96%:xylol
perbandingan 3:1 selama 5 menit, 1:1 selama 5 menit, 1:3
selama 5 menit. Setelah dihidrasi, sampel diamati di atas kaca
objek dengan mikroskop. Terkahir, dihitung jumlah sel
parenkim, trakea dan trakeid serta diukur panjangnya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembahasan
4.1.1 Histokimia
Hasil pengamatan histokimia pada percobaan ini adalah:
Tabel 4.1.1 Foto Pengamatan Histokimia
Foto Preparat Keterangan
Daun Tapak Dara yang
dipotong secara melintang
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100x. Warna
kecoklatan, terutama titik-
titik coklat, menunjukan
adanya kandungan
alkaloid.
Daun Tapak Dara yang
dipotong secara meilntang
ditetesi reagen Neutral-
Red. Perbesaran 100x.
Warna kemerahan pada
bagian epidermis,
menunjukan adanya
kandungan terpenoid.
Batang Mint yang
dipotong secara melintang
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100x. Warna
kecoklatan pada bagian
epidermis menunjukan
adanya senyawa alkaloid.
Batang Mint yang
dipotong secara melintang
ditetesi reagen Neutral-
Red. Perbesaran 100x.
Warna kemerahan pada
jaringan dasar dan
sebagian epidermis,
menunjukan adanya
senyawa terpenoid.
Batang Mint yang
dipotong secara membujur
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100x. Warna
kecoklatan pada jaringan
dasar menunjukan adanya
senyawa alkaloid.
Batang Mint yang
dipotong secara membujur
ditetesi reagen Neutral-
Red Perbesaran 100x.
Warna kemerahan pada
bagian epidermis dan
sebagian kecil jarigan
dasar menunjukan adanya
senyawa terpenoid.
Akar Wangi yang
dipotong secara membujur
ditetesi reagen Neutral
Red. Perbesaran 400X.
Warna kemerahan pada
seluruh bagian akar
menunjukkan adanya
senyawa terpenoid.
Akar Wangi yang
dipotong secara membujur
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100X. Warna
kecoklatan pada bagian
epidermis, menunjukkan
adanya kandungan
alkaloid.
Akar Wangi yang
dipotong secara melintang
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100X. Warna
kecoklatan di sekitar
jaringan vaskular
menunjukkan adanya
kandungan alkaloid.
Akar Wangi yang
dipotong secara melintang
ditetesi reagen Neutral-
Red. Perbesaran 100X.
Warna kemerahan pada
parenkim pembuluh
menunjukkan adanya
senyawa terpenoid.
Bunga Cengkeh yang
dipotong secara melintang
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100X. Warna
kecoklatan pada bagian
epidermis dan sebagian
jaringan dasar
menunjukkan adanya
kandungan alkaloid.
Bunga Cengkeh yang
dipotong secara membujur
ditetesi reagen Jeffrey.
Perbesaran 100X. Warna
kecoklatan pada bagian
epidermis dan sebagian
jaringan dasar
menunjukkan adanya
kandungan alkaloid.
Bunga Cengkeh yang
dipotong secara membujur
ditetesi reagen Neutral-
Red. Perbesaran 100X.
Warna kemerahan pada
jaringan dasar menujukkan
adanya kandungan
terpenoid.
4.1.2 Kolorimetri
Hasil uji kolorimetri sampel daun tapak dara, daun mint, dan
buah mengkudu pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2.1 Hasil kolorimetri (Dokumentasi pribadi, 2014)
Berikut adalah penjelasan dari hasil uji kolorimetri tersebut:
Tabel 4.2.1 Data hasil kolorimetri
Sampel
Ekstrak
Tanaman
Reagen Warna Keterangan
Daun
Tapak
- Hijau
Dragendorff Coklat Mengandung
Dara alkaloid
Lieberman-
Burchard
Coklat
kehitaman
Mengandung
terpenoid
Daun
Mint
- Hijau
Dragendorff Kuning
kecoklatan
Mengandung
alkaloid
Lieberman-
Burchard
Coklat
kehitaman
Mengandung
terpenoid
Buah
Mengkudu
- Bening-
kecoklatan
Dragendorff Jingga Mengandung
alkaloid
Lieberman-
Burchard
Kuning-
kecoklatan
Mengandung
terpenoid
4.1.3 Maserasi
Berikut ini adalah foto pengamatan mikroskop hasil maserasi
kayu jati (Tectona grandis). Pada gambar tersebut terlihat hanya
terdapat satu sel trakea yang ditemukan dari maserat.
Gambar 4.3.1. Foto hasil maserasi sampel kayu jati (Dokumentasi pribadi, 2014)Ukuran sel trakea yang ditemukan = 0,3 × 0,08=0,024 mm
4.2 Pembahasan
4.2.1 Histokimia
Uji histokimia dilakukan pada akar, batang, daun, dan bunga.
Berdasarkan hasil uji histokimia yang dilakukan pada percobaan ini,
terlihat bahwa senyawa metabolit sekunder menempati bagian sel-sel
jaringan dasar. Khusus pada daun, senyawa metabolit sekunder tampak
pada bagian epidermis.
Setiap organ tumbuhan (akar, batang, dan daun) memiliki tiga
jaringan utama, yaitu jaringan dermal, jaringan dasar, dan jaringan
vaskular. Setiap tiga kategori jaringan ini membentuk sistem jaringan
yang berfungsi menghubungkan semua organ yang ada pada tanaman.
Pada sistem jaringan dermal merupakan pelindung tanaman dibagaian
terluar. Sistem jaringan vascular berfungsi untuk transportasi jarak jauh
antara akar dan taruk (sistem pucuk). Dua tipe dari jaringan vaskular
adalah xylem dan floem. Jaringan yang bukan merupakan jaringan
dermal ataupun jaringan vaskular merupakan bagian dari sistem
jaringan dasar. Pada gambar 4.1.1 , jaringan dermal ditunjukan dengan
warna biru, jaringan dasar ditunjukan dengan warna kuning, dan
jaringan pembuluh ditunjukan dengan warna ungu (Campbell, et al.,
2012 ).
Gambar 4.2.1 Tumbuhan Tersusun atas 3 Sistem Jaringan (Campbell et al.,
2012)
Jaringan parenkim termasuk ke dalam jaringan dasar. Jaringan
parenkim memiliki bentuk yang pada umumnya polihedral (banyak sisi)
dan isodiametrik. Parenkim juga memiliki dinding sel yang tipis. Selain
itu jaringan parenkim tidak terdiferensiasi baik morfologi ataupun
fisiologi, dan tetap memiliki kemampuan untuk membelah dalam
beberapa dekade. Biasanya terletak diantara sel yang terspesialisasi dan
terdapat diseluruh bagian tanaman seperti bagian empulur, biji, jaringan
penyimpan di buah, akar, dan mesofil. Posisi jaringan parenkim
memiliki pengaruh mutlak pada perkembangan serta fungsi jaringan
tersebut. Beberapa fungsi yang dimilikioleh jaringan parenkim seperti
proses metabolisme, tempat penyimpanan (air, pati, protein), proses
penutupan luka, serta regenerasi (Sengbusch, 2004).
Terdapat perbedaan struktural antara bagian akar dan batang
pada tanaman dikotil dan monokotil. Perbedaan terjelas dilihat dari
susunan berkas pembuluh. Berikut adalah gambaran umum perbedaan
struktur akar pada tanaman dikotil dan monokotil.
Gambar 4.2.2 Perbedaan Anatomi Akar Tanaman Dikotil dan Monokotil
( Campbell et al., 2012)
Letak jaringan pembuluh merupakan perbedaan utama antara
tanaman dikotil dan monokotil. Pada struktur akar tanaman dikotil,
jaringan vaskular terpusat di tengah dengan xylem membentuk bintang
dan floem berada disekitarnya. Sementara pada struktur akar tanaman
monokotil, pada bagian tengah inti terdapat sel-sel parenkim yang
dikeliling oleh xylem dan floem yang berbentuk cincin (Campbell, et
al., 2012).
Gambar 4.2.3 Perbedaan Anatomi Batang Tanaman Dikotil dan Monokotil
(Campbell et al., 2012)
Pada struktur batang tanaman dikotil, vascular bundle (berkas
pembuluh) yang tersusun sedemikian rupa membentuk cincin.
Berkebalikan dengan tanaman dikotil, struktur batang tanaman
monokotil memilik vascular bundle yang tersebar secara acak. Pada
batang monokotil dan dikotil, sebagian besar jaringan dasar terdiri dari
sel parenkim. Tetapi sel kolenkim dan sel sklerenkim tetap terdapat
pada batang yang berfungsi sebagai penyokong batang dan terletak
setelah epidermis (Campbell, et al., 2012).
4.2.2 Kolorimetri
Berdasarkan hasil pengamatan uji kolorimetri, sampel tanaman
tapak dara, daun mint, dan buah mengkudu mengandung senyawa
metabolit sekunder golongan alkaloid atau terpenoid. Warna jingga
setelah penetesan reagen Dragendorff menunjukan senyawa metabolit
sekunder golongan alkaloid, sedangkan warna gelap atau kecoklatan
setelah penetesan reagen Lieberman-Burchard menunjukan adanya
adanya senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid (Saha et al.,
2011). Berdasarkan hasil uji kolorimetri, dapat disimpulkan bahwa
tanaman tapak dara mengandung senyawa alkaloid dan terpenoid pada
bagian daun, tanaman mint mengandung senyawa alkaloid dan
terpenoid pada bagian daun, dan tanaman mengkudu mengandung
senyawa alkaloid dan terpenoid pada bagian buah.
Menurut Ahmad (2007), semua tumbuhan menghasilkan
senyawa alkaloid. Contoh senyawa alkaloid yang dihasilkan tumbuhan
adalah morfin dari tanaman opium Papaver somniferum dan senyawa
solamargine (senyawa glikoalkaloid) dari tanaman Solanum khasianum
yang berfungsi sebagai antivirus HIV. Senyawa alkaloid tersebut
umumnya disimpan dalam vakuola, walaupun sebenarnya dapat
disimpan dalam epidermis, pembuluh angkut, buah, dan biji (Brossi,
1990). Semua reagen uji kolorimetri alkaloid mengandung garam logam
berat, termasuk reagen Dragendorff. Reagen Dragendorff tersusun atas
potasium iodida-bismuth nitrat. Unsur logam berat pada reagen
Dragendorff akan berikatan dengan unsur N pada alkaloid membentuk
garam. Garam tersebut tidak akan larut sehingga membentuk endapan.
Gambar Reaksi Alkaloid dengan Garam Logam Berat BiI4-
(Farnsworth, 1966)
Produk di kanan reaksi merupakan endapan yang berwarna
merah atau jingga. Tingginya intensitas warna endapan berbanding
lurus dengan tingginya kandungan alkaloid dalam ekstrak (Gerdel,
1928). Ekstrak daun tapak dara, daun mint, dan buah mengkudu
menunjukkan adanya alkaloid (endapan merah,kuning,coklat) setelah
diuji dengan reagen Dragendorff. Ekstrak daun tapak dara memiliki
kandungan alkaloid terbanyak dengan menunjukkan endapan yang
terpekat.
Uji kolorimetri senyawa terpenoid menggunakan reagen
Liebermann Burchard. Reagen tersebut tersusun atas C4H6O3 (acetic
anhydrate), H2SO4, dan CHCl (Saha et al., 2011). Ketika reagen
Liebermann Burchard bereaksi dengan senyawa terpenoid, terbentuk
campuran berwarna kehitaman. Ekstrak daun tapak dara menunjukkan
adanya senyawa terpenoid terbanyak (endapan terpekat). Sementara itu
ekstrak daun mint dan buah mengkudu menunjukkan adanya sedikit
senyawa terpenoid.
4.2.3 Maserasi
Sel penyusun tanaman terdiri dari empat jenis sel utama, yaitu
parenkim, kolenkim, sklerenkim, dan water conducting cell (Evert,
2006). Sel parenkim ditunjukan lewat struktur kotak simetris yang
menumpuk. Sel fiber, yang merupakan sel sklerenkim ditunjukan lewat
struktur memanjang dengan ujung lancip. Trakeid, salah satu jenis
water conducting cell ditunjukan lewat stuktur lonjong yang lebih
pendek daripada fiber, dan memiliki ujung tumpul (Evert, 2006).
Menurut Richter (2000), parenkim axial dalam bentuk strand.
Jumlah parenkim axial dari jati adalah beberapa strand saja dengan tiap
strand mempunyai 3-4 sel. Jumlah parenkim pulai rata-rata 3 strand (5-
13 sel/strand). Parenkim albizia memiliki parenkim axial rata-rata 3
strand (2-5 sel/strand). Menurut Farmer (1972) jumlah parenkim axial
dari kamper adalah rata-rata 78 strand (3-4 sel/strand). Oleh karena itu,
jumlah sel parenkim rata-rata setiap sampel maserasi di atas sangat
sedikit. Saat praktikum, tidak ada sel parenkim yang praktikan amati.
Hanya ditemukan satu sel trakea pada maserat kayu jati dengan ukuran
0,024 mm.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa didapat dari praktikum kali ini adalah :
1. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap uji kolorimetri dan histokimia,
senyawa alkaloid dan terpenoid ditemukan dalam sel-sel parenkim pada setiap
sampel tanaman mint, tapak dara, akar wangi, cengkeh, dan mengkudu.
2. Dari hasil pengamatan, hanya ditemukan satu sel trakea pada maserat sampel
kayu jati dengan panjang 0,024 mm.
DAFTAR PUSTAKA
Aniszewski, Tadeusz. 2007. Alkaloids – Secrets of Life. Amsterdam : Elsevier
Ahmad, Sayeed. 2007. Pharmacognosy Introduction of Plant Constituents and Their Test. New Delhi : Jamia Hamdard.
Antara, N.T., H.G. Pohan, dan Subagja. 2001. “Pengaruh tingkat kematangan dan proses terhadap karakteristik sari buah mengkudu”. Warta IHP/J. of Agro-Based Industry 18(1− 2): 25−31.
Antonio, C., & et.al. 2012. "Analysis of the Interface between Primary and Secondary Metabolism in Catharanthus roseus Cell Cultures Using 13C-Stable Isotope Feeding and Coupled Mass Spectrometry". Oxford Journals of Molecular Plant 7 (2): 1-4.
Aslam, J., & et.al. 2010. "Catharanthus roseus (L.) G. Don. An Important Drug: It's Applications and ProductionsN". Pharmacie Globale International Journal of Comprehensive Pharmacy, 1 (4), : 1-16.
Banerjee, S., & al., e. 2006. "Clove (Syzygium aromaticum L.), a potential chemopreventive". Carcinogenesis vol.27 no.8, : 1645–1654.
Brossi, Arnold. 1990. The Alkaloids. San Diego : Academic Press.
Caldecott, Todd. 2010. Ushira. http://www.toddcaldecott.com/index.php/herbs/learning-herbs/338-ushira[online]. Diakses pada tanggal 8 Februari 2014 pukul 22.44.
Campbell, N A., J. B. Reece., M. R. Taylor., E. J. Simon., J. L. Dickey. 2012. . Biology 9th ed. San Francisco : Pearson Education, Inc.
Cowan, Marjorie Murphy. 1999. “Plant Products as Antimicrobial Agents”. Clinical Microbiology Reviews 12(4) : 564-582.
Dalimartha, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ungaran: Trubus Agriwidya.
Dey, P.M., Harborne, J.B. 1989. Methods in Plant Biochemistry. San Diego : Academic Press.
Evert, Ray F. 2006. Esau’s Plant Anatomy. New Jersey : John Willey & Sons, Inc.
Farmer, R.H., 1972. Handbook of hardwoods 2nd Edition. London: Her Majesty’s Stationery Office.
Farnsworth, Norman R. 1966. “Biological and Phytochemical Screening of Plants” Journal of Pharmaceutical Sciences 55(3) : 225-276.
Gerdel, R. W.1928. “The Colorimetric Determination of Total Phosporous in Plant Solutions” Ohio Journal of Science 28(4) : 229-236.
Golebiowski, M., B. Ostrowski, M. Peszkieweez, M. Czewicka, J. Kumirska, L. Halinski, E. Malinski, and P. Stepnowski. 2008. "Chemical composition of commercially available essential oil from blackcurant, ginger, and peppermint". Journal Chemistry of Natural Compound 44: 6.
Google. 2014. http://www.images.google.com/cengkeh. [Online]. Diakses pada 8 Februari 2014 pukul 20.58.
Hyde, M. A., Wursten, B. T., Ballings, P. 2013. Flora of Zimbabwe. http://www.zimbabweflora.co.zw/speciesdata/species-record.php?record_id=307[online]. Diakses pada tanggal 8 Februari 2014 pukul 21.10.
Lamar Jones, M. 2002. Connective tissues and stains. In Theory and Practice of Histological Techniques, 5th edn (eds J.D. Bancroft and M. Gamble). Edinburgh: Churchill Livingstone.
Leupin, R. E. 2001. Vetiveria zizanioides: an approach to obtain essential. Zurich: Swiss Federal Institute of Technology Zurich.
McCledon, John H., Somers, Fred G. 1960. “The Enzymatic Maceration of Plant Tissues : Observations Using a New Method of Measurement” American Journal of Botany 47(1) : 1-7.
Paek, K.-Y. 2012. "Elicitor effect of chitosan and pectin on the biosynthesis of anthraquinones, phenolics and flavonoids in adventitious root suspension cultures of Morinda citrifolia (L.)". Australian Journal of Crop Science 6 (9), : 1349-1355.
Richter, H. G. Richter and M. J. Dallwitz (2000 onwards). Commercial timbers: descriptions, illustrations, identification, and information retrieval.' In English, French, German, and Spanish. Version: 4th May 2000. http://biodiversity.uno.edu/delta/. Diakses pada 9 Februari 2014 pukul 17.07.
Ringer, K. L., & al., e. 2005. "Monoterpene Metabolism. Cloning, Expression, and Characterization of (−)-Isopiperitenol/(−)-Carveol Dehydrogenase of Peppermint and Spearmint1". Plant Physiology 137 (3), : 863-872.
Saha, Santanu, E. V. S., Kodangala, Chandrashekar, Shastry, Shashidhara C. 2011. “Isolation and characterization of triterpenoids and fatty acid ester of triterpenoid from leaves of Bauhinia variegata “ Der Pharma Chemica 3(4) : 28-37.
Sengbusch, Peter V. 2004. Ground Tissue or Parenchyma. Diakes melalui www/biologie.uni-hamburg.de/b-online/e05/05d.htm pada tanggal 9
Februari 2014.
Solomon, N. 1998. Nature’s Amazing Healer. Utah: Woodland Publ. Pleasant Grove.
Starr, Kim., Starr, Forest. 2012. Plants of Hawaii. http://www.starrenvironmental.com/images/species/?q=chrysopogon+zizanioides&o=plants[online]. Diakses pada tanggal 9 Februari 2014 pukul 06.20.
Sudibyo, R. S. 2002). Metabolisme Sekunder: Manfaat dan Perkembangannya dalam Dunia Farmasi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Taiz, Lincoln., Zeiger, Eduardo. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates.
Wang, D. 2014. Secondary Metabolites in Plants. Taichung City: Department of Forestry National Chung Hsing University.
Anonim. 2014. Cengkeh Tanaman Asli Indonesia. www.apoteker.info/Pojok%20Herbal/cengkeh_tanaman_asli_indonesia.htm. [Online] diakses pada tanggal 8 Februari 2014 pukul 22.50.