MODIFIKASI PATI UMBI GEMBILI (Dioscorea esculenta L) …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal...
Transcript of MODIFIKASI PATI UMBI GEMBILI (Dioscorea esculenta L) …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal...
Universitas Pakuan, Bogor
1
MODIFIKASI PATI UMBI GEMBILI (Dioscorea esculenta L)
DAN GEMBOLO (Dioscorea bulbifera) SEBAGAI PATI
NANOPARTIKEL MELALUI HIDROLISIS ASAM Riska Eka Wijayanti
1), Ade Heri Mulyati
1), Christina Winarti
2)
1) Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor 2)
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12A
Cimanggu Bogor 16114
ABSTRAK
Gembili (Dioscorea esculenta L) dan gembolo (Dioscorea bulbifera) merupakan umbi
minor penghasil pati alami. Untuk meningkatkan karakteristiknya, pati alami gembili dan
gembolo perlu dilakukan modifikasi. Pati alami gembili dan gembolo dibuat dengan cara
ekstraksi, pati dalam bentuk nanopartikel dibuat dengan metode hidrolisis asam. Pengujian
karakteristik fisik pati dilakukan secara visual dengan panca indra meliputi uji warna, tekstur,
morfologi pati dengan SEM, distribusi ukuran partikel dengan PSA, sifat termal dengan DSC,
kristalinitas dengan XRD dan pengujian sifat fungsional meliputi daya pengembangan,
kelarutan, pati tercerna dan gelatinitas .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati gembili alami memiliki rendemen sebesar
18,735 dan gembolo alami 11,38. Hidrolisis asam dengan HCl 2,2 N dan H2SO4 3,16 M
menghasilkan rendemen pati gembili dan gembolo sebesar 8,25%-35,59%. Morfologi pati tidak
terlalu banyak perubahan. Ukuran partikel pati gembili HCl 441,6 nm dan gembolo HCl 429 nm.
Profil kristalinitas pati gembili dan gembolo masuk dalam tipe A. Sifat termal pati yang telah
dihidrolisis relatif menurun. Daya cerna pati dan tingkat kelarutan pati HCl dan H2SO4
meningkatkan serta daya pengembangan pati menurun hingga 0 %.
Kata kunci: Gembili, gembolo, pati nanopartikel, hidrolisis asam.
PENDAHULUAN
Pati merupakan homopolimer glukosa
dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak
terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-
bijian, umbi-umbian. (Koswara, 2009).
Komponen utama pati terdiri dari amilosa
dan amilopektin (Jacobs dan Delcour,
1998).
Indonesia kaya akan berbagai jenis
umbi yang berpotensi menghasilkan pati,
diantaranya yang belum banyak
dikembangkan adalah umbi jenis uwi-uwian
seperti gembili dan gembolo. Pati alami
mempunyai beberapa kelemahan jika
dipakai sebagai bahan baku dalam industri
pangan maupun non pangan Hee-Young An
(2005). Kelemahan itu diantaranya jika
dimasak pati membutuhkan waktu yang
lama, pasta yang terbentuk keras dan tidak
bening, sifatnya terlalu lengket dan tidak
tahan terhadap asam. Kelemahan tersebut
menyebabkan pati alami terbatas
penggunaannya dalam industri (Kantouch
and Taufik,1998).
Oleh karena itu, pati perlu dimodifikasi
sehingga karakteristiknya lebih baik dan
Universitas Pakuan, Bogor
2
dapat menghasilkan keuntungan yang lebih
banyak dan nilai ekonomis yang tinggi.
Sifat-sifat penting lainnya yang diinginkan
dari pati termodifikasi menjadi nanopartikel
(yang tidak dimiliki oleh pati alam)
diantaranya adalah: kecerahannya lebih
tinggi (pati lebih putih), kekentalannya lebih
rendah, gel yang terbentuk lebih jernih,
tekstur gel yang dibentuk lebih lembek
(Koswara, 2009).
Modifikasi dengan asam akan menghasilkan
pati dengan sifat lebih encer jika dilarutkan
dan berat molekulnya lebih rendah. Pati
nanopartikel bisa dihasilkan dengan cara
hidrolisis menggunakan HCl 2,2 N dan
H2SO4 3,16 M pada suhu 35-40oC selama 5
hari (Angelier et al, 2004; Kim et al., 2008).
Penelitian terdahulu melaporkan bahwa hasil
modifikasi dari beberapa jenis pati seperti
pati garut dan sagu dapat menghasilkan pati
berukuran nanopartikel yang berfungsi untuk
matriks pengikat bahan aktif herbal dan
bakteri asam laktat (Sunarti et al, 2014;
Winarti et al, 2013).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yg digunakan diantaranya pisau, kain
penyaring, baskom, oven, blender,
sentrifuge, kertas saring 110 mm, cawan
porselen, neraca, tanur, pengangas air, pipet,
instrumen UV-Vis, labu ukur, kaca arloji,
gelas piala, sudip, penggiling disc mill,
ayakan, gelas objek, labu kjeldal 100 ml,
desikator, pH meter, Shaker Inkubation,
Glukometer , XRD, SEM Zeiss:EVO MA
10 , DSC, RVA, ultraturax IKA T25,
ultrasonik LLC Newton CT U.S.A model
Q700, PSA.
Bahan yang digunakan diantaranya
umbi gembili dan gembolo asal Yogyakarta,
H2SO4 pekat, NaOH, etanol teknis, etanol
pekat, HCl pekat, Asam borat 2%, Fenol
5%, Na-metabisulfat 0,075%, Aquadest,
Amilosa Murni, Glukosa murni, NaCl,
Enzim Pepsin, Enzim Amilase, Enzim
Pankrease, Enzim Amilogukosida, Heksan.
METODE PENELITIAN
Ekstraksi pati (Falade and
Ayetigbo.2014; Lan Xiaohong et al, 2015)
Umbi ditimbang 1 kg lalu dikupas
kemudian dicuci lalu dimasukan kedalam
larutan NaCl 4% 3 Liter (perbandingan 1:3).
Untuk mengetahui bobot bersihnya, kulit
hasil kupasannya ditimbang sehingga
mendapatkan bobot bersih . Kemudian
direndam dengan Na-metabisulfit 0,075%
dengan perbandingan 1:3. Lalu umbi dicuci
dengan air keran, diparut dan disaring
sambil diberi air. Kemudian didiamkan
hingga mengendap selama 1 malam, filtrat
dibuang dan endapan diambil. Endapan
dikeringkan dengan suhu 40oC, lalu digiling
dan diayak dengan ayakan 100 mesh.
Karakteristik Kimia Pati Alami
Untuk mengetahui komposisi pada pati
alami, hasil pati alami yang didapat melalui
ekstraksi kemudian dianalisis meliputi kadar
air, kadar abu, kadar pati, kadar gula total,
kadar amilosa, kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat.
Modifikasi Pati Menjadi Pati
Nanopartikel (Angeliier et al, 2004)
Pati (29,7 g) dibuat suspensi dalam
larutan 100 mL larutan asam. Suspensi pati
diinkubasikan pada suhu 40ºC selama waktu
yang telah ditentukan (3 hari dan 5 hari)
dengan menggunakan waterbath goyang.
Universitas Pakuan, Bogor
3
Suspensi pati yang telah mengalami
perlakuan hidrolisis asam pada waktu yang
telah ditentukan kemudian disentrifuge lalu
dicuci dengan menggunakan NaOH sampai
netral (pH 7,0) dilanjutkan dengan
diultraturax 13.000 rpm selama 2 menit.
Lalu diberi sodium azide kemudian disaring
dengan kertas saring. Setelah itu dicuci
dengan etanol. Endapan pati terhidrolisis
kemudian dikeringkan dengan pengering
dingin (Freeze driyer) hingga mencapai
kadar air sekitar 10%. Setelah kering pati
digiling dengan disc mill dan disaring
kemudian diayak dan disimpan dalam
freezer sampai digunakan.
Uji Morfologi (SEM)
Pati nanopartikel dan pati alami
dikarakterisasi dengan alat SEM Zeiss, EVO
MA 10 di BB Pasca Panen, Cimanggu.
Sebanyak 0,3 gram serbuk pati nanopartikel
dimasukkan kedalam plat platinum,
kemudian permukaannya dilapisi (coating)
dengan emas. Plat platinum kemudian
dimasukkan kedalam alam SEM EVO MA
10 coating unit selama 15 menit.
Selanjutnya, nanopartikel diamati dengan
SEM yang telah terhubung dengan
komputer. SEM diatur dalam keadaan
vakum dengan tegangan 20 kV. Perbesaran
diatur berdasarkan visualisaasi terbaiknya.
Distribusi Ukuran Partikel dengan
PSA
Distribusi ukuran partikel diukur dengan
Particle Size Analyzer (PSA) berdasarkan
prinsip dinamic light scattering (Delsa
Nano, C Beckman Coulter). Pati
nanopartikel didispersi dengan molekul
metanol kemudian diukur distribusi partikel
dan indeks polidispersitasnya.
Kristalinitas dengan XRD
Sekitar 200 mg sampel dicetak
langsung pada aluminium ukuran 2 x 2,5
cm2 dengan bantuan perekat. Pati
nanopartikel dan pati alami dikarakterisasi
menggunakan alat difraksi sinar X
(Shimadzu diffractometer) dengan sumber
Cu ( = 1.5406). Rentang derajat 2 theta
yang digunakan antara 5-35 derajat.
Uji Sifat Termal dengan DSC
Sifat termal pati nanopartikel dan pati
alami diamati alat differential scanning
calorimetry, Perkin-Erler DSC ( Perkin-
Elmer Co, Norwalk, CT). Sekitar 7 mg
sampel ditimbang secara akurat dalam pan
alumunium dan pan selanjutnya ditutup
secara hermetik dan disetimbangkan dengan
kecepatan pemanasan 10oC/menit dari suhu
30 sampai 120oC. Peak temperature (Tp)
dan entalpi (ΔH) dihitung secara otomatis.
Profil gelatinitas dengan RVA
Profil gelatinisasi pati nanopartikel
dan pati alami dianalisis dengan
menggunakan Rapid Visco Analyzer
(RVA). Sebanyak 3,0 g sampel (berat
kering) ditimbang dalam wadah RVA,
lalu ditambahkan 25 g akuades.
Pengukuran dengan RVA mencakup fase
proses pemanasan dan pendinginan pada
pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase
pemanasan, suspensi pati dipanaskan dari
suhu 50oC hingga 95
oC dengan kecepatan
6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu
tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah
fase pemanasan selesai, pasta pati
dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu
suhu diturunkan dari 95oC menjadi 50
oC
dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian
dipertahankan pada suhu tersebut selama 2
menit. Instrumen RVA memplot kurva
Universitas Pakuan, Bogor
4
profil gelatinisasi sebagai hubungan dari
nilai viskositas (cP) pada sumbu y
dengan perubahan suhu (oC) selama fase
pemanasan dan pendi-nginan pada sumbu x
Daya Cerna Pati (Sopade dan Gidley
2009)
Sebanyak 500 mg pati nanopartikel dan
pati alami ditimbang di dalam tabung reaksi,
lalu ditambahkan 1 mL artificial saliva yang
mengandung α-amilase (250 U/mL bufer
karbonat) selama 15–20 detik. Sampel
ditambahkan 5 mL pepsin (1 mL/mL 0.02
M HCl). Sampel diinkubasi pada suhu 37°C
selama 30 menit dan dinetralisasi dengan 5
mL 0.02 M NaOH. Sebelum pH menuju 6,
sampel ditambahkan 25 mL 0.2 M bufer
natrium asetat, 5 mL pankreatin (2 mg/mL
bufer asetat), dan 5 mL amiloglukosidase
(28 U/mL bufer asetat). Larutan diinkubasi
dan dilanjutkan dengan pengukuran
konsentrasi glukosa dengan menggunakan
glukometer GlucoDr™ pada menit ke-30.
Pati tercerna dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
Daya Cerna Pati (%)
=
Keterangan :
0,9 = Konstanta stoikiometri dari gula
ke pati
G = Angka terbaca pada glukometer
(mg/dL)
180 = Berat molekul glukosa
0,0555 = Konversi satuan mg/dL menjadi
mmol/L
FP = Faktor pengenceran
V = Volume total sampel (mL)
W = Berat sampel (g)
S = Kadar pati (%)
M = Kadar air (%)
Daya Pengembangan (Leach et al,
1959)
Sebanyak 0,1 gram pati
nanopartikel dan pati alami dilarutkan
dalam 10 mL aquades, kemudian larutan
dipanaskan menggunakan water bath
dengan temperature 60˚C, 70˚C, 80˚C
dan 90˚C selama 30 menit. Supernatant
dipisahkan menggunakan sentrifuge
dengan kecepatan 2500 rpm selama 15
menit. Swelling power dihitung dengan
rumus:
x 100
Uji Kelarutan (Leach et al, 1959)
Sebanyak 0,1 gram pati nanopartikel
dan pati alami dilarutkan dalam 10 mL
aquades, kemudian larutan dipanaskan
menggunakan water bath dengan
temperature 60˚C, 70˚C, 80˚C dan 90˚C
selama 30 menit. Supernatant dipisahkan
menggunakan sentrifuge dengan kecepatan
2500 rpm selama 15 menit. Kelarutan
dihitung dengan rumus:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Pati Gembili dan Gembolo
Ekstraksi pati gembili dan gembolo
dilakukan menggunakan cara basah.
Pengamatan warna, tekstur dan aroma
dilakukan secara visual dengan panca indra.
Pati gembili dan gembolo yang dihasilkan
memiliki warna putih karena pada proses
pengolahan pati menggunakan metode
basah. Pati gembili memiliki aroma khas
gembili dan gembolo memiliki aroma khas
gembolo.
Universitas Pakuan, Bogor
5
Tekstur pati gembili dan pati gembolo tidak
memiliki perbedaan yang nyata karena pada
proses pengolahannya sama seperti proses
penggilingan dan pengayakan menggunakan
ayakan mesh 100, sehingga pati yang
dihasilkan memiliki tekstur yang halus.
Karakteristik fisik pati gembili dan pati
gembolo dapat dilihat pada tabel 1.
Menurut Richana and Chandra (2004)
gembili memiliki rendemen pati yang tinggi
berkisar 21,44%. Tingginya rendemen pati
gembili yang dihasilkan berpotensi besar
untuk dikembangkan menjadi pati.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
rendemen gembili sebesar 18,735%, dari
5,85 kg gembili segar dapat menghasilkan
pati sebesar 1,096 kg. Rendemen pati
gembolo sebesar 11,38 % dari 6,3 kg
gembolo segar yang digunakan dapat
menghasilkan 0,717 kg pati gembolo.
Rendahnya rendemen pati yang dihasilkan,
karena bahan baku umbi yang digunakan
memiliki kualitas mutu rendah sehingga
tidak semua bahan baku dapat diolah
menjadi pati.
Karakteristik Kimia Pati Gembili dan
Gembolo
Hasil analisis komposisi sampel
menunjukkan bahwa pati alami gembili dan
gembolo merupakan sumber karbohidrat
yang tinggi. Pati alami gembili dan gembolo
memiliki kadar air 9,56 % dan 9,335 % .
Kadar air dalam suatu bahan pangan perlu
ditentukan, karena semakin tinggi kadar air
dalam suatu bahan pangan maka semakin
besar tingkat kerusakan bahan tersebut yang
disebabkan oleh adanya mikroba atau
serangga sehingga bahan tersebut tidak
tahan lama untuk disimpan.
Tabel 2. Karakteristik Kimia Pati
Gembili dan Gembolo
Menurut Fardiaz (1989), batas kadar air
mikroba masih dapat tumbuh sebesar 14-
15%. Rendahnya kadar air yang dihasilkan,
memberikan keuntungan pada saat proses
penyimpanan.
Hasil analisis kadar pati cukup tinggi
dibandingkan dengan hasil survey Richana
and Candra (2004) yaitu berkisar 45,75%-
63,31%. Dari hasil penelitian, menunjukkan
bahwa pati gembili lebih berpotensial
dikembangkan menjadi pati daripada pati
gembolo. Kandungan lemak gembili lebih
tinggi dibandingkan gembolo diduga pada
saat proses ekstraksi dan pencucian, kadar
lemak masih berikatan dengan amilosa
sehingga tidak terbuang bersama ampas.
Menurut Aprianita (2010) kandungan lemak
Universitas Pakuan, Bogor
6
yang tinggi karena lemak terikat dengan
amilosa, ketika lemak ini menempati lokasi
yang sama dalam heliks amilosa, kehadiran
lemak dapat mengganggu penentuan kadar
amilosa sehingga dapat mengubah sifat pati
dan dapat mencegah konstribusi amilosa
pada kekuatan penebalan pati gelatinized
dengan membentuk kompleks amilosa.
Karakteristik Pati Nanopartikel Dari
Gembili dan Gembolo
Pati nanopartikel dari gembili dan
gembolo dihasilkan dengan proses
hidrolisis asam menggunakan H2SO4
3,16 M dan HCl 2,2 N. Asam
menyerang daerah amorf pati sehingga
menyebabkan pemutusan pada struktur
amorf amilopektin dan amilosa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin
lama hidrolisis dengan asam rendemen
yang dihasilkan semakin kecil. Sejalan
dengan penelitian Winarti et al (2014)
melaporkan pati garut dengan hidrolisis
asam menggunakan HCl 2,2 N
menurunkan nilai persentase rendemen
pati garut dari 97,61% pada waktu 2 jam
menjadi 82,73% pada waktu 120 jam.
Jenis asam berpengaruh besar terhadap
rendemen pati yang dihasilkan. Terlihat
pada tabel 3, rendemen pati yang dihasilkan
dari pati yang dihidrolisis dengan HCl 2,2 N
lebih besar dibanding H2SO4 3,16 M. Hasil
yang sama diperoleh oleh Angellier et al
(2005) hasil produksi pati nanokristal yang
diperoleh dari hidrolisis dengan H2SO4 lebih
rendah dibandingkan dengan HCl tetapi
menunjukkan bahwa suspensi akhir dari
hidrolisis dengan H2SO4 lebih stabil karena
kehadiran kelompok sulfat dipermukaannya.
Tabel 3. Rendemen Pati Nanopartikel
Morfologi Pati
Pengukuran morfologi pati dipilih dari
hasil terbaik hidrolisat dan dibandingkan
dengan pati alami. Hasil pengukuran
granula pati dilakukan dengan SEM Zeiss,
EVO MA 10. Hidrolisis dalam waktu cukup
lama membuat struktur granula terpecah
menjadi lebih kecil dari struktur pati
alaminya terlihat pada gambar 1. Hal ini
menunjukkan bahwa struktur granula pati
telah mengalami proses modifikasi sehingga
memiliki permukaan yang kurang utuh.
Universitas Pakuan, Bogor
7
Pada pengukuran morfologi dengan
SEM, dapat terlihat ukuran granula yang
terbentuk, yaitu: (a) 4,75 – 25,96µm (b)
558,7nm (c) 739,3nm (d) 1,307µm– 4,144
µm (e) 914 nm dan (f) 665,6 nm. Namun,
hasil ukuran yang didapat dari pengukuran
dengan SEM ini masih belum bisa dijadikan
acuan, sehingga perlu dilakukan pengukuran
distribusi partikel menggunakan Partikel
Size Analizer (PSA).
Distribusi Ukuran Partikel
Pengukuran distribusi ukuran partikel
menggunakan Partikel Size Analizer.
Pengukuran ini diambil hanya 2 sampel saja
dari sampel terbaik setelah diuji SEM.
Sampel yang diukur yaitu gembili HCl 2,2N
dan gembolo HCl 2,2N. Menurut Lee Core
Deborah et al (2010) hidrolisis asam pada
pati jagung menyerang lapisan kristal
amilopektin double helix sehingga
memperkecil ukuran granula pati jagung.
Dilihat dari grafik pada gambar 2, terlihat
bahwa peak yang dihasilkan tidak tunggal
sehingga meningkatkan nilai PdI, akan
tetapi ukuran partikel yang diperoleh masih
dalam rentang ukuran nano (dibawah 1000
nm). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran
partikel yang dihasilkan belum homogen
dan sebagian besar pati nanopartikel masih
teraglomerasi.
Gambar 2 . Grafik distribusi partikel: (a)
gembili HCl 2,2N dan (b)
gembolo HCl 2,2N
Pola Kristalinitas Pati dengan XRD
Pola kristalinitas yang diukur dipilih
dari sampel terbaik yaitu gembili alami,
gembili H2SO4, gembolo alami dan gembolo
H2SO4 kemudian dibandingkan dengan pola
kristalinitas alami. Menurut Winarti et al
(2014), perlakuan hidrolisis asam tidak
mengubah pola kristalinitasnya tetapi
merubah kristalinitasnya.
Tabel 4. Profil Kristalinitas dengan
XRD
Berdasarkan hasil difraksi sinar X
dengan puncak 2 theta, pati alami gembili
dan gembolo termasuk kedalam
karakteristik kristalin tipe A karena
memiliki intensitas yang tinggi dan
densitasnya lebih padat pada daerah struktur
helix. Hal ini sejalan dengan penelitian
Faridah et al (2014) meyatakan bahwa pati
garut alami memiliki kristalin tipe A dengan
ditandai puncak dua theta 15oC, 17
oC, 20
oC
dan 23oC. Menurut Imberty et al (1987)
kristalin tipe A dikemas erat dengan
molekul air antara masing-masing struktur
A
B
Universitas Pakuan, Bogor
8
heliks ganda dengan rantai percabangan
amilopektin tersebar baik di daerah amorf
dan daerah kristal.
Sifat Termal Pati
Sifat termal pati diamati dengan
alat differential scanning calorimetry,
Berdasarkan analisis kurva hasil
pengukuran dengan teknik DSC
(Differential Scanning Calorimetry)
diperoleh hasil seperti yang tampak pada
Tabel 5. Secara keseluruhan, sampel pati
alami gembili dan gembolo memiliki
suhu gelatinisasi sebesar 96,33 dan
101,36 serta ΔH sebesar 109,3002 dan
99,0688 lebih besar dibanding dengan
penelitian Aprianita (2010) pada sampel
jenis yam hanya sebesar 76,08oC dan
9,34 (j/g). Hal ini diduga perbedaan
genetik, umur panen, letak geografis,
faktor lingkungan dan variasi musiman
yang berbeda, sehingga menyebabkan
suhu gelatinisasi dan ΔH lebih tinggi.
Tabel 5. Sifat Termal Pati
Gembili dan gembolo hasil hidrolisis
dengan HCl dan H2SO4 mengalami
penurunan ΔH dan puncak temperatur yang
signifikan dari pati alaminya. Sejalan dengan
penelitian Zaidul et al (2007), pati jenis yam
memiliki penurunan ΔH yang sangat tajam
dari kontrol. Rendahnya suhu gelatinisasi
pati hidrolisis asam dari sampel gembili dan
gembolo dibanding dengan sampel jenis yam
yaitu mengurangi energi yang dibutuhkan
selama proses pemasakan dan
mempersingkat pemasakan.
Profil Gelatinisasi
Hasil pengukuran RVA
menunjukkan bahwa viskositas puncak
dan viskositas akhir pati alami gembili
cukup tinggi dibandingkan pati
gembolo, sementara viskositas pati yang
telah terhidrolisis tidak mengalami
peningkatan, ditandai dengan garis lurus
berwarna hitam terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Profil gelatinisasi : (a)pati gembili
alami, (b) gembolo alami, (c) gembili hidrolisis
dan gembolo hidrolisis
Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan retrogradasi pati gembili
lebih besar daripada pati gembolo.
Sementara pada pati dengan hidrolisis
asam ternyata tidak memberikan
perubahan viskositas. Sebagaimana pati
alami pada umumnya, pati gembili dan
gembolo memiliki profil gelatinisasi
dengan penurunan viskositas yang
cukup besar dan puncak viskositas yang
cukup tinggi. Hal ini menunjukkan
c
a
Universitas Pakuan, Bogor
9
bahwa pati alami gembili dan gembolo
memiliki sifat yang kurang stabil oleh
pemanasan.
Sifat Fungsional Pati Alami dan Pati
Nanopartikel dari Gembili dan
Gembolo
Sifat fungsional merupakan sifat
fisikokimia yang mempengaruhi prilaku
komponen tersebut selama persiapan,
pengolahan, penyimpanan dan
konsumsi. Sifat fungsional pati
membawa peranan penting pada pati
gembili dan pati gembolo, parameternya
meliputi: daya pengembangan, kelarutan
dan pati tercerna. Menurut Charles et al
(2005) pati yang memiliki kandungan
amilosa yang berbeda akan memiliki
sifat fungsional yang berbeda, antara
lain daya pengembangan dan kelarutan.
Gambar 4. (a) Daya Pengembangan pati alami (b)
Kelarutan pati alami Ket : Pati gembili Pati gembolo
Perbedaan suhu ini berkaitan dengan
tingkat pemanasan suatu pati. Secara umum,
suhu semakin tinggi maka daya
pengembangan pati alami semakin besar dan
kelarutan pati alami semakin semakin besar.
Gambar 5. Daya pengembangan pati terhidrolisis
Berbeda dengan pati alami, daya
pengembangan pada pati yang telah
terhidrolisis semakin menurun yang
tersajikan pada gambar 5. Sementara
tingkat kelarutan pati semakin
meningkat tersajikan pada gambar 6.
Gambar 6. Kelarutan pati terhidrolisis
Daya cerna pati adalah kemampuan
suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh
enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang
lebih sederhana. Menurut Faridah et al
(2013) modifikasi pati garut dengan
menggunakan metode pemanasan-
pendinginan dapat menurunkan daya cerna
a
b
Universitas Pakuan, Bogor
10
pati dari 84,35% menjadi 48,45%.
Sementara, hasil penelitian menggunkanan
metode glukometer menunjukkan bahwa
nilai yang diperoleh pati alami dari sampel
gembili berkisar 56,24 % dan pati
termodifikasinya berkisar 113,87 %. Nilai
yang diperoleh pati alami dari sampel
gembolo sebesar 72,59% dan pati
termodifikasinya berkisar 138,74% -
158,10%. Tingginya nilai yang diperoleh
oleh pati termodifikasi membuktikan bahwa
pati yang telah termodifikasi dengan
hidrolisis asam memiliki tingkat kemudahan
yang lebih tinggi untuk dicerna oleh
pencernaan. Kemudahan daya cernanya
tergantung dari jenis pati juga keberadaan
dari senyawa lain dalam bahan pangan atau
pati itu sendiri.
KESIMPULAN
Proses hidrolisis asam pada pati alami
menghasilkan rendemen pati yang berbeda
tergantung pada jenis asam dan lamanya
waktu hidrolisis. Semakin lama hidrolisis
maka semakin rendah rendemen yang
dihasilkan. Karakteristik pati gembili alami
dan gembolo mengalami perubahan
kristalinitas yang tinggi setelah hidrolisis
asam. Morfologi granula pati relatif tetap
tidak terlalu banyak perubahan tetapi
menurunkan ukuran granula pati dari µm
menjadi nm dan menurunkan sifat termal
pati. Dengan kemampuan daya
pengembangan menurun sementara daya
cerna dan kelarutan meningkat. Viskositas
pati alami menurun setelah pati terhidrolisis
oleh asam
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengukuran distribusi partikel,
perlakuan proses hidrolisis asam, kapasitas
menyerap air (WAO), kapasitas menyerap
minyak (OAC), pengukuran kadar amilosa
hidrolisat, serta kombinasi modifikasi untuk
memperluas aplikasi pati nanopartikel dari
umbi gembili dan umbi gembolo.
DAFTAR PUSTAKA
Anggllier, H., Choisnard, L., Molina-
Boisseau,S.,Ozil,P.,&Dufresne,A.200
4. Optimization of the preparation of
aqueous suspensions of waxy maize
starch nanocrystals using a response
surface methodology.
Biomacromolecules, 5, 1545–1551.
Angellier, H.,Molina-Boisseau,S., and
Dufresne,A. 2005. Mechanical
properties of waxy maize starch
nanocrystal einforced natural rubber.
Macromolecules, 38(22)
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 2006. Official Methods of
Analysis of The Association of Official
Agriculture Chemists 16th edition.
Virginia (US): AOAC International
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 1995. Official Methods of
Analysis of The Association of Official
Agriculture Chemists 16th edition.
Virginia (US): AOAC International
Aprianita. 2010. Assessment of
underutilized starchy roots and tubers
for their applications in the food
industry. School of Biomedical and
Health Sciences :Victoria University,
Werribee Campus, Victoria, Australia
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L.
Puspitasari, Sedarnawati, dan S.
Budijanto.1998. Petunjuk
Laboratorium Anlisis Pangan. PAU
Pangan dan Gizi-IPB: Bogor
Universitas Pakuan, Bogor
11
Charles, A.L., Huang, T.C., Lai, P.Y., Chen,
C.C., Lee, P.P., and Chang, Y.H.
(2007). Study of wheat flour-cassava
starch composite mix and the function
of cassava mucilage in Chinese
noodles. Food Hydrocolloids, 21, 368-
378.
[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1992.
Cara Uji Protein dan Lemak (SNI 01-
2892-1992). Dewan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I.
PAU Pangan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Faridah DN, Fardiaz D, Andarwulan N dan
Sunarti TC. 2011. Perubahan struktur
pati garut (Maranta arundinaceae)
sebagai akibat modifikasi hidrolisis
asam, pemotongan titik percabangan
dan siklus pemanasan-pendinginan. J
Teknol Ind Pangan XXI(2):135-142.
Hee-Young An. 2005. Effects of Ozonation
and Addition of Amino acids on
Properties of Rice Starches. A
Dissertation Submitted to the
Graduate Faculty of the Louisiana
state University and Agricultural and
Mechanical College.
Imberty, A., Buleon, A., Tran, V., and
Perez, S. 1991. Recent advances in
knowledge of starch structure. Starch,
43, 375-384.
Jacobs, Heidi and Delcour, Jan A.
1998.Hydrothermal Modifications of
Granular Starch, with Retention of the
Granular Structure: A Review. Journal
of Agricultur and Food Chemistry.
American Chemical Society. 46(8):
2895−2905.
Kim, J.-Y.,Park,D.-J.,&Lim,S.-T. 2008.
Fragmentationofwaxyricestarchgranul
es by enzymatichydrolysis. Cereal
Chemistry, 85, 182–187.
Kantouch dan Tawfik. S.,1998,
Gelatinization of Hypochlorite
Oxidized Maize Starch in Aqueous
Solutions. Starch 50 Nr.2-3.S.114-
119.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi
Modifikasi Pati. ebook pangan.com
Lan, Xiaohong., Li, Yongfu., Xie, Shicao.,
Wang, Zhengwu. 2015. Ultrastructure
of underutilized tuber starches and its
relation to physicochemical properties.
Food Chemistry . doi.
org/10.1016/j.foodchem.2015.05.025
ISSN:0308-8146
Leach, H. W. H., Mc Cowen, D, and Scotch,
T. J. 1959. Structur of the starch
granule I. Swelling and solubility
patterns of various starches Cereal
Chemistry, 36: 534 – 544
Lee Core, Deborah., Bras, Julien and
Defresne, Alain. 2010. Strach
Nanoparticles:A Review. Saint Martin
d’Heres Cedex, France.
Biomacromolecules. 11: 1139-1153
Richana, N and Sunarti, TC. 2004.
Karakterisasi Sifat Fisiko kimia
tepung Umbi dan Tepung Pati Dari
Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa
dan Gembili. J.Pascapanen 1(1) 2004:
29-37 Sopade and Gidley. 2009. A Rapid In-vitro
Digestibility Assay Based on
Glucometry for Investigating Kinetics
of Starch Digestion University of
Queensland: Australia
Universitas Pakuan, Bogor
12
Sunarti, TC., Mangunwidjaja, Djunadi.,
Richana, Nur. 2013. Potensi Dan
Aplikasi Pati Termodifikasi Sebagai
Bahan Matriks Enkapulasi Senyawa
Bioaktif Herbal. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian: Bogor.
Winarti,C., Sunarti,TC., Mangunwidjaja and
Richana,N . 2014. Preparation of
Arrowroot Starch nanoparticles by
Butanol-Complex Precipitation, and
its Application as Bioactive
Encapsulation Matrix International
Food Research Journal, 21(6):2207-
2213
Winarti,C., Sunarti ,T.C and Richana, N.
2013.Produksi dan aplikasi
nanopartikel. Buletin Teknologi Pasca
Panen Pertanian, 7 (2) : 112
Zaidul, I.S.M., Absar. N., Kim. S.J.,
Suzuku. H., Noda. T. 2007. DSC
study of mixtures of wheat flour and
potato,sweet potato, cassava, and yam
starches. Journal of Food Engineering
86 : 68–73