Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

64
1 MODEL PERENCANAAN KAWASAN AGROFORESTRY BAMBU Bahan kajian MK. Perencanaan Lingkungan dan Wilayah PM PSLP PPSUB oktober 2010 diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno MS 1. PENDAHULUAN Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan tanaman bambu dapat meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi bahan baku industri perkayuan nasional melalui substitusi atau keanekaragaman bahan baku, mengingat potensi hutan kayu semakin langka sedangkan industri sudah telanjur ada dengan kapasitas besar, maka tuntutan pemenuhan bahan baku industri kehutanan menjadi agenda prioritas penyelamat aset kehutanan nasional. Sebetulnya perhatian pemerintah terhadap tanaman bambu muncul setelah kebakaran hutan besar tahun 1997 di Kalimantan yang meluluh lantakkan lebih dari 1 juta ha. Di masa yang akan datang tanaman bambu dapat mendukung selain sebagai bahan baku sarana tradisional (bangunan, alat rumah tangga, kerajinan, kesenian dll.) dapat pula mendukung kapasitas dan kualitas hutan alam/hutan tanaman yang selama ini menjadi sumber bahan baku industri perkayuan nasional. Bentuk dukungan tersebut melalui substitusi produk atau keseragaman sumber bahan baku industri, mengingat potensi kayu semakin langka, memerlukan waktu yang relatif panjang rehabilitasinya, sedangkan bambu pada umur 4-5 tahun sudah memenuhi persyaratan yang layak. Besarnya kebutuhan bahan baku bambu tidak mampu lagi dipenuhi oleh hutan alam bambu dan bambu rakyat, karena itu untuk menunjang kebutuhan bahan baku industri bambu diperlukan pengembangan hutan tanaman bambu yang dikelola secara profesional. Dalam pada itu gejala yang dihadapi adalah masalah bibit yang secara tradisional memerlukan waktu yang cukup lama dan berkaitan dengan jenis bambu yang diinginkan. Dalam hal ini jalan pintas yang terbaik sejak dini didirikan Laboratorium Kultur Jaringan Bambu yang dapat memenuhi penyediaan bibit bambu yang memiliki persyaratan yang diperlukan jenis, kualitas, kuantitas dan waktu. Sasaran lahan kritis yang perlu direhabilitasi dengan bambu adalah sebagian lahan kritis masyarakat yang disatupadukan dengan GERHAN dan GRLK yang berlokasi di pedesaan. Pemasyarakatan bambu kepada petani di pedesaan tersebut dinilai tidak terlalu penting karena sifat komoditi bambu sudah merupakan bagian dari kehidupannya, bahkan dalam forum internasional dikatakan "Bamboo is timber of the poor" (bambu adalah kayu kaum duafa) sehingga bambu merupakan produk hasil hutan yang murah.

Transcript of Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

Page 1: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

1

MODEL PERENCANAAN

KAWASAN AGROFORESTRY BAMBU

Bahan kajian MK. Perencanaan Lingkungan dan Wilayah

PM PSLP PPSUB oktober 2010

diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno MS

1. PENDAHULUAN

Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan

menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan tanaman bambu dapat

meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi bahan baku industri perkayuan

nasional melalui substitusi atau keanekaragaman bahan baku, mengingat potensi hutan

kayu semakin langka sedangkan industri sudah telanjur ada dengan kapasitas besar,

maka tuntutan pemenuhan bahan baku industri kehutanan menjadi agenda prioritas

penyelamat aset kehutanan nasional.

Sebetulnya perhatian pemerintah terhadap tanaman bambu muncul setelah kebakaran

hutan besar tahun 1997 di Kalimantan yang meluluh lantakkan lebih dari 1 juta ha.

Di masa yang akan datang tanaman bambu dapat mendukung selain sebagai bahan

baku sarana tradisional (bangunan, alat rumah tangga, kerajinan, kesenian dll.) dapat

pula mendukung kapasitas dan kualitas hutan alam/hutan tanaman yang selama ini

menjadi sumber bahan baku industri perkayuan nasional. Bentuk dukungan tersebut

melalui substitusi produk atau keseragaman sumber bahan baku industri, mengingat

potensi kayu semakin langka, memerlukan waktu yang relatif panjang rehabilitasinya,

sedangkan bambu pada umur 4-5 tahun sudah memenuhi persyaratan yang layak.

Besarnya kebutuhan bahan baku bambu tidak mampu lagi dipenuhi oleh hutan alam

bambu dan bambu rakyat, karena itu untuk menunjang kebutuhan bahan baku industri

bambu diperlukan pengembangan hutan tanaman bambu yang dikelola secara

profesional.

Dalam pada itu gejala yang dihadapi adalah masalah bibit yang secara tradisional

memerlukan waktu yang cukup lama dan berkaitan dengan jenis bambu yang

diinginkan. Dalam hal ini jalan pintas yang terbaik sejak dini didirikan Laboratorium

Kultur Jaringan Bambu yang dapat memenuhi penyediaan bibit bambu yang memiliki

persyaratan yang diperlukan jenis, kualitas, kuantitas dan waktu.

Sasaran lahan kritis yang perlu direhabilitasi dengan bambu adalah sebagian

lahan kritis masyarakat yang disatupadukan dengan GERHAN dan GRLK yang

berlokasi di pedesaan. Pemasyarakatan bambu kepada petani di pedesaan tersebut

dinilai tidak terlalu penting karena sifat komoditi bambu sudah merupakan bagian dari

kehidupannya, bahkan dalam forum internasional dikatakan "Bamboo is timber of the

poor" (bambu adalah kayu kaum duafa) sehingga bambu merupakan produk hasil

hutan yang murah.

Page 2: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

2

Pada Kongres Bambu Internasional bulan Juli 1995 di Denpasar Bali, istilah itu

dihapus karena masyarakat modern kota pun menghargai bambu dan bambu dapat

menjadi bahan baku industri maju seperti untuk kertas, papan lapis, papan serat atau

bahan konstruksi bangunan.

Tingkat keterlibatan masyarakat akan semakin tinggi bila rumpun bambu tumbuh di

lahan milik masyarakat dengan sistem keterpaduan antara tanaman pertanian dan

tanaman bambu (sistem tumpangsari/sisipan atau tanaman lorong).

Keterlibatan masyarakat dalam skema ekonomi menjadi persyaratan pokok dan dapat

dikembangkan melalui perpaduan antara usaha tani perkebunan inti rakyat (PIR), pola

hutan tanaman industri (PHTI) dan pola pemberian kredit, di mana di dalamnya

terlibat masyarakat, pemerintah dan penjamin pemasaran produk.

Selain produk batang bambu, hutan tanaman bambu juga menghasilkan produk

rebung. Selama satu tahun penanaman dapat dihasilkan 10-20 tunas tiap rumpun,

sehingga apabila dalam 1 ha terdapat = 30 rumpun, maka dapat dihasilkan sekira

6.000 rebung yang dapat menghasilkan sedikitnya Rp 15 juta, yang merupakan hasil

tambahan masyarakat penggarap.

Bambu- Dari hasil listing Sensus Pertanian 2003 menunjukkan bahwa di

Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga yang mengusai tanaman bambu

dengan populasi yang dikuasai mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata

penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta

rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52 persen diantaranya

adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang.

Bambu- Apabila diamati lebih lanjut, seperti halnya tanaman akasia, tanaman

bambu lebih banyak di tanam di Jawa yaitu mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar

76,83 % dari total populasi bambu Indonesia, sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta

rumpun (23,17 %) berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di

tiga propinsi berturut-turut adalah di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %),

dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di Luar Jawa di propinsi Sulawesi Selatan

(3,69 %). Meskipun persentase jumlah rumah tangga yang mengusai tanaman bambu

di Jawa jauh lebih besar dibanding di Luar Jawa yaitu mencapai 75,69 persen dari

total Indonesia, tetapi rata-rata pengusaan tanaman per rumah tangga baik di Jawa

maupun di Luar Jawa tidak ada perbedaan yang berarti yaitu 8,15 rumpun (di Jawa)

dan 7,65 rumpun (di Luar Jawa). Sedangkan untuk kondisi tanaman bambu, di Jawa

persentase tanaman bambu yang siap tebang terhadap total jumlah rumpun seluruhnya

mencapai sekitar 72,62 persen sedangkan di Luar Jawa persentasenya sedikit lebih

besar mencapai 76,50 persen.

Bambu- Rumah tangga pertanian tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2003

tercatat sebanyak 521,52 ribu dengan populasi rumpun yang diusahakan sebanyak

22,84 juta. Dari 521,52 ribu rumah tangga pertanian bambu, sekitar 74,62 persen

(389,17 ribu) rumah tangga berdomisili di Jawa, sedangkan sisanya sekitar 132,35

Page 3: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

3

ribu di Luar Jawa. Populasi bambu yang diusahakan mencapai 22,84 juta rumpun,

sekitar 71,67 persen atau 16,37 juta rumpun diantaranya merupakan tanaman yang

siap tebang. Di Jawa populasi bambu yang diusahakan mencapai 17,97 juta rumpun

dengan kondisi tanaman yang siap tebang sebanyak 12,62 juta rumpun, sementara di

Luar Jawa populasi bambu yang diusahakan hanya sekitar 4,86 juta dimana sekitar

3,75 juta rumpun diantaranya tanaman yang siap tebang.

BUDI DAYA BAMBU UNTUK MENCEGAH LONGSOR

Bulan Januari 2006, ditandai dengan bencana tanah longsor dan banjir. Badai (siklon)

tropis yang terjadi di Australia Utara, telah mengakibatkan adanya curah hujan yang

sangat tinggi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Curah hujan yang sangat tinggi

inilah sebenarnya penyebab utama datangnya bencana banjir dan tanah longsor.

Namun bencana demikian, sebenarnya bisa dicegah. Seandainya hutan di Indonesia,

khususnya di pulau Jawa tidak diobabat habis, maka bencana banjir dan longsor itu

pasti bisa diminimalkan.

Selama 20 tahun terakhir, penghijauan lahan gundul memang banyak dilakukan secara

swadaya oleh masyarakat. Tanaman penghijauan favorit yang paling banyak

dibudidayakan masyarakat adalah albisia, sengon alias jeungjing (Albizia falcataria).

Minat masyarakat untuk membudidayakan albisia semakin tinggi, setelah beberapa

pabrik pengolahan kayu modern berdiri. Pabrik ini akan mengolah kayu albisia hingga

siap untuk diekspor ke Jepang. Di satu pihak, albisia memang telah berhasil

menghijaukan lahan rakyat yang selama ini gundul. Namun di lain pihak, justru

tanaman inilah yang menjadi salah satu penyebab bencana longsor.

Albisia merupakan tanaman kayu yang pertumbuhannya sangat cepat. Hingga umur di

bawah 10 tahun, pasti sudah ditebang habis. Karena tidak pernah menjadi tua, maka

akar tunggang albisia belum sempat untuk menembus lapisan tanah yang lebih keras.

Tanah di bawah tegakan albisia, terutama tanah liat, akan menjadi jenuh air apabila

curah hujan cukup tinggi. Beban batang dan tajuk tanaman di atas permukaan tanah,

juga ikut mendorong terjadiya longsor. Terlebih kalau tingkat kecuraman lahan yang

ditanamai albisia itu di atas 30°. Dari foto-foto dan tayangan tivi, tampak jelas bahwa

bagian tanah yang lungsor itu banyak ditumbuhi albisia.

* * *

Sebenarnya masyarakat akan lebih diuntungkan, kalau lahan kritis itu ditanami bambu.

Bukan albisia. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari tanaman bambu ada dua.

Pertama, secara finansial hasil dari 1 hektar lahan yang ditanami bambu, lebih besar

dibanding dengan lahan yang ditanami albisia. Sebab bambu sudah mulai bis dipanen

pada tahun III, dan selanjutnya akan bisa dipanen terus tanpa perlu penanaman ulang.

Hasil dari tanaman bambu bukan hanya berupa kayu (batang bambu), melainkan juga

rebung. Asalkan, bambu yang dibudidayakan dari jenis yang rebungnya enak.

Indonesia tercatat memiliki 142 jenis bambu yang sebagian besar rebungnya enak

dimakan.

Keuntungan kedua dari budidaya bambu di lahan kritis adalah, lahan tersebut menjadi

aman dari bencana tanah longsor. Sebab bambu akan membentuk rumpun, bukan

merupakan tanaman tunggal seperti halnya albisia. Akar bambu juga merupakan akar

serabut yang tumbuh sangat rapat. Akar bambu yang mati karena tanamannya telah

ditebang, akan tetap membentuk serabut, hingga tanah itu menjadi sangat gembur dan

Page 4: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

4

menyerap air dengan sangar cepat. Dalam kondisi curah hujan sangat tinggi, tanah di

sekitar rumpun bambu tidak akan jenuh air. Sebab air dari curah hujan yang sangat

tinggi itu akan diresapkan dalam jangka waktu sangat cepat.

Dengan sifat perakaran demikian, bambu bisa sengaja dibudidayakan sebagai sabuk

gunung (atau bukit), untuk mencegah longsor. Tanaman bambu yang dibudidayakan

melingkari sebuah bukit, akan bisa dengan aman menahan gerakan tanah. Sifat

menahan longsor ini akan lebih kuat kalau penanamannya dilakukan dalam tiga lapis

atau lebih, kemudian ditanam pula deretan memenjang dari atas ke bawah. Hingga dari

atas, bentuk deretan rumpun bambu itu akan tampak seperti anyaman tali, yang

melingkari pinggang bukit. Jarak ke atas maupun menyamping antar deretan rumpun

bambu ini bisa dibuat 30 sd. 60 m. hingga bagian tengahnya tetap bisa ditumbuhi

tanaman semusim.

Dengan pola penanaman demikian, masyarakat akan sangat diuntungkan. Sebab bukit

dengan tingkat kecuraman sampai lebih dari 45° pun akan tetap aman dari longsor.

Warga masyarakat yang tinggal di bawah bukit tersebut tidak perlu khawatir

tertimbun longsoran, meski hujan turun dengan intensitas sangat tinggi. Praktek

menanami tebing terjal dengan bambu, selalu diterapkan oleh nenek-moyang kita.

Kalau kita perhatikan tebing-tebing terjal (jurang) di pinggir kali, selalu ditumbuhi

bambu. Sebab dengan adanya rumpun bambu yang saling bergandengan akarnya,

maka tanah di bawahnya akan diikat dengan sangat erat.

* * *

Selama ini, faktor benih memang telah menjadi kendala utama budidaya bambu. Di

Indonesia, bambu selalu ditanam dengan benih bonggol (batang dalam tanah) berikut

satu meter batang dan ranting. Membongkar rumpun bambu untuk memperoleh

bonggolnya cukup berat. Hasil benih yang didapat juga terbatas. Dari satu rumpun

bambu dengan 10 batang, kalau dibongkar semua hanya akan menghasilkan 10 benih.

Itu pun harus dengan mengorbankan rumpun yang produktif. Mengangkut 10 bonggol

bambu juga makan tempat dengan bobot yang cukup besar. Hingga seluruh pekerjaan

mulai dari membongkar, mengangkut dan menanam benih bonggol itu akan menjadi

cukup berat.

Sebanarnya, bambu juga bisa dikembangbiakkan dengan biji serta kultur jaringan.

Namun upaya menumbuhkan bunga dan biji bambu juga tidak mudah. Demikian pula

dengan kultur jaringan. Selain itu, dua cara ini biayanya tinggi dan perlu waktu lama.

Untuk mengecambahkan biji sampai dengan siap tanam, diperlukan waktu paling cepat

2 tahun. Kultur jaringan, makan waktu lebih lama lagi. Untuk mengatasi hal ini para

petani Thailand biasa menggunakan benih "cangkokan" dari cabang (ranting). Cara

yang mereka lakukan, mirip dengan petani Sleman, DIY, ketika mencangkok salak

pondoh.

Selain mudah dan murah, teknik perbanyakan dengan memanfaatkan ranting ini, juga

mampu mempercepat pengadaan benih secara massal. Sebab dari satu batang bambu

bisa dihasilkan sekitar 10 benih, tanpa mengorbankan batang bambu tersebut dan

produktifitas rumpun. Mengambil dan mengangkut benih ranting juga tidak makan

tempat dan ringan. Tidak seperti pengambilan dan pengangkutan benih bonggol. Bahan

yang digunakan petani Thailand untuk "mencangkok" bambu adalah kantung plastik

bening 0,5 kg. atau 1 kg, dengan media gabus sabut kelapa (cocodush). Gabus sabut

Page 5: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

5

direndam air, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik.

Setelah dipadatkan dan ujungnya diikat, kantung berisi media tersebut disayat

sebagian. Pangkal cabang yang akan "dicangkok" dimasukkan ke bagian yang tersayat

ini lalu diikat erat-erat. Dalam waktu kurang dari satu bulan akar sudah tumbuh.

Cabang baru bisa diambil setelah akar yang kelihatan pada bungkus plastik itu

berwarna cokelat. Ujung cabang harus dipotong hingga tersisa 1,5 m sebelum disemai

di polybag. Media semai paling ideal berupa tanah bercampur humus bambu. Tanah

ini bisa diambil dari bawah tegakan rumpun bambu. Setelah benih dalam polybag

tersebut menumbuhkan tunas dan anakan berupa rebung kecil), benih bisa ditanam di

lapangan.

* * *

Dalam rubrik ini beberapa tahun silam, pernah ditulis peluang budidaya bambu,

khusus untuk menghasilkan rebung. Jenis yang ditanam adalah bambu yang rebungnya

enak seperti bambu ater (Gigantochloa atter), bambu betung (Dendrocalamus asper),

bambu duri (Bambusa blumeana) dan bambu hitam (Gigantochloa atriviolacea).

Dalam satu rumpun, secara konstan dipelihara hanya 5 batang bambu. Kalau satu

batang ditebang, satu rebung harus dipelihara, agar menjadi individu tanman baru.

Selebihnya rebung dipanen. Tiap 36 hari, satu rumpun akan menghasilkan satu

rebung. Dengan jarak tanam 4 X 6 m, populasi per hektar mencapai 400 rumpun. Dari

tiap hektar kebun bambu ini, tiap harinya dapat dipanen 10 rebung.

Tiap tahunnya, dari tiap hektar lahan dapat dipanen 4.000 rebung dan 800 batang

bambu (satu rumpun ditebang 2 disisakan 3 batang). Setelah dibersihkan dan bagian

pangkalnya dibuang, bobot satu rebung hanya sekitar 1 sd. 1,5 kg. Hingga hasil per

hektar per tahun sekitar 20 sd. 30 ton rebung yang sudah terkupas dan dibuang bagian

pangkalnya yang berkayu. Dengan harga sekitar Rp 2.000,- per kg. maka dari satu

hektar lahan itu akan dapat diperoleh pendapatan kotor dari rebung Rp 40.000.000,-

sd. Rp 60.000.000,- dalam setahun. Sebagian besar dari pendapatan tersebut akan

digunakan untuk biaya penyusutan, tenaga kerja (pengambilan rebung dan

pengupasan). Pendapatan bersih bisa separo dari pendapatan kotor tersebut.

Dengan adanya dua keuntungan tersebut, yakni keuntungan finansial dan keuntungan

ideal, maka budidaya bambu untuk mencegah longsor menjadi sangat strategis. Sudah

saatnya pemerintah melalui BUMNnya, baik Perum Perhutani maupun PT Perkebunan

Nusantara (PTPN), mempelopori hal ini. Sebab lahan dengan tingkat kecuraman tinggi

di Jawa, umumnya dikuasai oleh Perum Perhutani dan PTPN. Setelah melihat contoh,

biasanya masyarakat akan dengan mudah mengukuti contoh tersebut. Bencana longsor

dan banjir pada awal tahun 2006 ini sudah sangat meluas dan memprohatinkan. Sudah

saatnya kita semua kembali membudidayakan bambu, memanfaatkan rebung dan

batangnya, serta memperoleh perlindungan dari bencana longsor.

Page 6: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

6

2. TANAMAN BAMBU

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang

berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan banyak juga memberikan

manfaat pada manusia. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini

bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat . Karena

memiliki sistem rhizoma-dependen unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang

60cm (24 Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia

ditanam.

2.1. Ekologi Bambu

Sebaran jenis bambu. Di dunia terdapat lebih dari 1.250 jenis bambu yang

berasal dari 75 marga. Dari jumlah tersebut di Indonesia terdapat 39 jenis bambu yang

berasal dari 8 marga. Bambu tumbuh di daerah tropis, sub tropis dan beriklim sedang

kecuali di Eropa dan Asia Barat, dari dataran rendah sampai pada ketinggian 4.000 m

dpl. Tempat tumbuhnya pada tanah aluvial dengan tekstur tanah berpasir sampai

berlampung, berdrainase baik, beriklim A/B (tipe FS) dengan ketinggian optimal 0-500

m dpl.

Ada lima factor ekologis yang sangat berpenagartuh terhadap kehidupan

tanaman bamboo, yaitu: IKLIM, RADIASI MATAHARI, TANAH, ANGIN , DAN

RUANG.

IKLIM - The very first concern for a bamboo grower is the local climate. Our

hardiness chart is a great resource to determine which species will thrive in your area.

Bamboos tend to favor tropical and warm temperate climates, although it is possible to

grow bamboo in adverse conditions, such as deserts and cold mountain regions.

RADIASI MATAHARI – Most bamboos will flourish in full sunlight. This

is especially true for giant bamboo. Some tropical species, however, may require some

shade during the hottest parts of the day. Surprisingly, shade is the most important

during the winter months. When frost is combined with direct sunlight it accelerates the

depletion of water from the plant. If frost is common in the winter, we advise that you

choose an area that receives at least partial shade at some part of the day.

TANAH – Bamboo is not particularly selective when it comes to soil, but

there are a few basic guidelines to follow. Nearly all bamboos will do well in either

loam or marly soil. Loam is a type of soil composted of sand, silt, and clay, with the

concentration being 40%, 40%, and 20%, respectively. Loam generally has a high

amount of nutrients and provides a greater amount of drainage than silty soils. In

general, bamboos prefer a slightly acidic to moderately acidic soil. Rocky and/or soggy

soils should be avoided. Heavy and impermeable soils are also undesirable due to their

tendency to slow the growth of bamboos and can also lead to water pondage and

rhizome rotting. This tends to be a problem on a flat landscape and can be avoided by

installing a drainage system before planting. If you already have a garden growing in

Page 7: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

7

your area, there should be little soil preparation needed to get a bamboo plant

established.

Rebung, anakan bambu, di sela-sela mulsa daun bambu.

It is a desirable to create a layer of mulch around the bamboo to protect its

roots and rhizomes, which are especially vulnerable during the early stages of growth.

Mulch is used as a protective layer to shield the base of the plant from the effects of a

harsh environment. In areas with heavy storms, wind, or heat, using a layer of mulch is

a highly recommended practice. For bamboo growing, organic mulch is the ideal

choice. You can create your own blend of mulch by mixing together 1 part dried leaves

and 1 part organic compost. This will give the plant sufficient protection, while also

feeding the bamboo nutrients.

ANGIN – Bamboos have a fairly shallow root system. Conversely, they grow

tall and fast. This makes bamboo susceptible to wind damage. Not only does wind

have the potential to uproot a bamboo plant, but it can also lead to dehydration.

Bamboos require a high amount of water and constant winds will dry them out.

Gardens with surrounding hedges or trees are excellent for wind protection. It is also

possible to create a makeshift wind barrier.

Page 8: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

8

Pagar bamboo hidup untuk pelindung keamanan dan kenyamanan\

TATA RUANG – Spacing multiple bamboo plants in extremely important,

especially when building a hedge or privacy screen. The general rule of thumb on a

hedge is to space the bamboo 3-5 feet from each other. This will create a fairly dense

privacy screen. If money or availability is a concern, you can space the plants farther

apart, but expect to wait up to a couple years for the hedge to fill out completely.

Page 9: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

9

Bambusa vulgaris (sumber: http://toptropicals.com/)

Bambusa vulgaris, a stylish oriental plant, is the bamboo to thrive indoors.

With an excellent life expectancy it can be relied upon to create a long and

lasting impression. There are 3 varieties sold under Bambusa vulgaris:

Bambusa vulgaris (yellow stems), Bambusa ventricosa (green, bumpy

stems), and Bambusa siamensis (smooth green stems). It is advisable to

plant them in a large pot because they can die if the root ball is allowed to

dry out. Can torerate a small amount of light. B. melangensis - one of the

most fast and tall growing varieties. Most of bamboo are hardy to frost, and

some are hardy to as low as 16-18F.

Page 10: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

10

Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C.Wendl.

(SUMBER: http://database.prota.org/dbtw-wpd/exec/)

Properties For both green-stem and yellow-stem cultivars the density of the stem wall is about 0.63 g/cm³ at 12% moisture content. Shrinkage from green to 11.3% moisture content is 9.7–14.0% radial and 6.0–11.9% tangential. For green-stem cultivars at 17% moisture content, the modulus of rupture is 84 N/mm², compression parallel to grain 25 N/mm² and shear 7 N/mm². For yellow-stem cultivars at 16% moisture contents the modulus of rupture is 86 N/mm², compression parallel to grain 32 N/mm² and shear 4 N/mm².

Description Bamboo with a short, thick rhizome and not closely tufted stems; stem (culm) erect, sinuous or slightly zig-zag, up to 20 m tall, up to 12 cm in diameter, hollow, wall (3–)7–16(–20) mm thick, glossy green, yellow, or yellow with green stripes, internodes 20–45 cm long, with appressed dark hairs and white waxy when young, becoming glabrous, smooth and shiny with age, nodes oblique, slightly swollen, basal ones covered with aerial roots; young shoots dark brown to yellow-green.

Growth and development Bambusa vulgaris clumps expand rapidly during the first 5–6 years (from 0.5 m diameter in the first year to 4.5 m in the 6th year) and slower thereafter (to 7 m diameter after 10 years). Young shoots grow rapidly. In 2 weeks they can develop into stems 3–4 m tall, reaching 20 m in length in 3 months. Stems reach maximum diameters after 9 years. The number of young shoots per clump that develop into full-grown stems increases on average from 1.6 in the first year to a maximum of 5.3 in the 4

th year and decreases to 2.5–3.5 from

Page 11: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

11

the 9th

year onward. On average, a mature clump produces 3–4 new stems per year and bears 30–90 stems. In the Niari valley in Congo (average annual temperature 25.5°C, average annual rainfall around 1000 mm), 4.5-year-old Bambusa vulgaris planted at a spacing of 6 m × 6 m, with surviving density of 226 plants/ha, on average had 31 stems per clump and 7000 stems per ha. Flowering is uncommon in Bambusa vulgaris. When a stem flowers, it produces a large number of flowers, but no fruits. Low pollen viability due to irregular meiosis seems to be one of the reasons for the absence of fruiting. Eventually the stem dies, but the clump usually survives. Ecology Bambusa vulgaris grows best at lower altitudes; above 1000 m altitude stems become smaller in length and diameter. It thrives under a wide range of moisture and soil conditions, growing in almost permanently humid conditions along rivers and lakes, but also in areas with a severe dry season, where the plants may become completely defoliated. It is frost hardy down to –3°C.

Yield Yields recorded for tropical Africa are 10 t dry weight per ha per year for Côte d’Ivoire and 15 t for Congo. In trials in Congo, yields were higher for Bambusa vulgaris than for Oxytenanthera abyssinica (A.Rich.) Munro. For the Philippines the annual yield per ha is estimated at 2250 stems or 20 t dry weight. The dry weight ratio for stem, branches and leaves is about 70%, 22% and 8% respectively. The ratio of paperpulp/stem production is

about 1:3.

Page 12: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

12

Bambusa multiplex 'Alphonse Karr'

Common Name: Alphonse Karr Maximum Height: 30 feet

Container Height: 12 to 20 feet

Diameter: 1.5 inches Hardiness: 15° F

The culms on this bamboo are golden with random green stripes of variable width. The golden color of the culms takes on a magenta cast

when exposed to bright sunlight, as visible on the large culm in this picture. This bamboo makes a wonderful container plant. It, like other forms of Bambusa multiplex, are among the best bamboos for a well lit

area indoors. Bambusas generally grow a very tight cluster of canes, and 'Alphonse Karr' is no exception, making it an excellent choice for a privacy screen where a clumping bamboo is desired. Tolerance of full sun makes it

versatile, though the canes will show significant die back in the winter if exposed to temperature colder than 20 F.

Bambusa Blumeana

(sumber: http://www.agnet.org/library/pt/2005002/)

Efforts have been done to rehabilitate, regenerate, revegetate, and reforest

mined-out and mine tailings-covered areas to bring back their productivity.

Planting fast-growing, drought- and fire-resistant species with multiple

uses, and species that can adapt to harsh conditions has been one of the

remedial measures developed. One of these rehabilitation plants is the

versatile bamboo, which can grow almost anywhere, be it upland or

lowland, provided proper establishment and management techniques are

observed.

A study by the Department of Environment and Natural Resources and a

mining company in Benguet Province identified the following bamboo

species as suitable for mine tailings-covered areas: giant bamboo

Page 13: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

13

(Dendrocalamus asper), "kauyan tinik" (Bambusa blumeana), and "bayog"

(Bambusa blumeana var. luzoniensis).

The species were planted at a spacing of 7 m x 7 m. B. blumeana and B.

blumeana var. luzoniensis, were raised from two-node cuttings while D.

asper was propagated from branch cuttings with two to three nodes.

The drought-resistant species B. blumeana and B. blumeana var.

luzoniensis had survival rates of 99% and 97% survival rates, respectively,

and they could tolerate water logging up to 63 days.

Over three years, the mean height and diameter growth of B. blumeana was

4.57 m and 4.86 cm, respectively, while those of B. blumeana var.

luzoniensis were 4.3 m and 4.41 cm, respectively. On average, culms

produced by B. blumeana, B. blumeana var. luzoniensis, and D. asper were

52, 51, and 26.

Rehabilitating mined-out areas using bamboo does not only improve the

environment but also provides additional income. However, the bamboo

shoots emerging from bamboos planted in the mined-out areas are not yet

recommended for consumption. Further studies have to be done on their

heavy metal content.

Bambusa balcooa

Page 14: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

14

Bambusa oldhamii (sumber: http:// www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)

Bambusa oldhamii - 'Giant Timber Bamboo'

A non-invasive subtropical clumping timber bamboo with straight, erect

culms and large leaves. Suitable for use as a hedge. New shoots

Page 15: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

15

grow during summer and fall in the Houston area. Culms and branches are

green. Culms grow to 4 inches in diameter and 55 feet tall. Hardy to 21

degrees F.

Gigantachloa apus (sumber: http:// www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)

Page 16: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

16

Bambusa textilis (sumber: http:// www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)

Bambusa Textilis“Weaver’s Bamboo”

Max. Height: 40 feet; Max. Diameter: 2 inches; Min. Temperature 18°.

Grows in tight clumps. An extremely handsome plant that arches gracefully. Medium-sized

clumper, non-invasive. The largest cold-tolerant clumper. This bamboo is rare because it's

more difficult to propagate than other giant tropicals. It has been used to weaving (the culms

are thin-walled enough that they can be split and woven), but most collect it for its landscape

appeal. Native to the Guangxi & Guangdong Provinces in South-east China.

Page 17: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

17

Dendrocalamus latiflorus (sumber: http://www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)

Page 18: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

18

2.2. Taksonomi dan Biologi Bambu

Kerajaan: Plantae

(tidak termasuk) Monocots

(tidak termasuk) Commelinids

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Upafamili: Bambusoideae

Superbangsa: Bambusodae

Bangsa: Bambuseae

Kunth ex Dumort.

Diversitas

Sekitar 92 genera dan 5.000 spesies

Arthrostylidiinae

Arundinariinae

Bambusinae

Chusqueinae

Guaduinae

Melocanninae

Nastinae

Racemobambodinae

Shibataeinae.

The rhizome system of bamboo is divided into two distinct categories:

Running/ Monopodial (Leptomorph rhizome system), and Clumping/

Sympodial (Pachymorph rhizome system). The type of rhizome system will

determine the growth behavior of the bamboo. Clumping bamboos will

generally stay in close proximity to the domain plant. Some common genera of

clumping bamboos include: Bambusa, Dendrocalamus, and Fargesia.

Running bamboos are invasive by nature and have the ability to spread over

considerable distances each year. Some species can spread up to 20 feet each

year, often requiring growers to implement control methods, such as a rhizome

barrier. Some common genera of running bamboos include: Arundinaria,

Phyllostachys, Pleioblastus, and Pseudosasa.

Clumping Bamboo (Bambu Tipe Rumpun)

The pachymorph rhizome system, which is found in clumping bamboos,

expands horizontally only by short distances each year. The rhizomes are generally

short and thick in appearance. They curve upwards in close proximity to the domain

plant. At the nodes, new rhizomes or roots can be produced. New culms can only form

at the very tip of the rhizome. It is this feature that causes them to curve upwards and

exhibit the clumping behavior. An advanced pachymorph system is very compact near

the base of the plant, making removal or transplant of the bamboo exceptionally

difficult.

Page 19: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

19

Bambusa multiplex : Bambu Tipe Rumpun

Clumping bamboos are characterized as having upward curving rhizomes that grow off of each other. The rhizomes are thicker and shorter than those found in running bamboos, and lack the ability to spread over wide areas. They curve upwards and new culms can only form from the tip of the rhizome, which causes the culms to remain in close proximity to the central plant. This makes clumping bamboos the ideal choice for creating hedges and privacy screens. The most common genus is Bambusa and is primarily found in tropical regions. Clumping bamboos are generally less cold hardy than running bamboos and extra precautions must be taken if the plant will be exposed to frost and freezing temperatures. BATANG BAMBU (Culms) – Culms are the most visibly distinguishable feature of a bamboo plant. Culms can vary in size, shape, color, and even smell. The appearance can range from thick or thin, tall or short, erect or bent, and can exhibit irregular patterns such as those found in Tortoise Shell Bamboo (P. heterocycla f . heterocycla ‘Kiko’). Most culms are round in shape, but some species can take on a square like appearance. The color of the culms also has a wide range of characteristics. Although the majority of bamboos are green, they can also be brown, black, yellow, or striped. One of the most popular garden bamboos, Black Bamboo (Phyllostachys nigra), is unique in the fact that the culms exhibit a nearly jet black color. The culms can also very in smell. One of the most interesting examples is Incense Bamboo (Phyllostachys atrovaginata), which has a waxy coat on the culms that emits a pleasant fragrance similar to incense.

Page 20: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

20

New culms will generally emerge in the springtime, however timing will vary among species. A new culm is very vulnerable to damage from the environment in the first several weeks after shooting. In fact, it takes nearly 3 growing seasons for most culms to become fully hardened. It is good practice to keep new culms protected from possibly destructive agents, such as wind or animals. It is also easy to accidentally step on top of a shoot within the first couple days of emergence. Extra care needs to be taken when walking near the bamboo during the weeks new shoots start to develop. A newly sprouting bamboo shoot will be covered by overlapping sheaths which are usually brown in color with a layer of fuzz. These sheaths help protect the soft outer tissue of the culm and provide the hormones necessary for rapid growth. Growth of the culm will be inhibited if these sheaths are removed. Eventually they will fall of naturally and can even be collected for use in an organic mulch mixture.

Batang bambu: Moso Bamboo Culms.

Running Bamboo: Bambu Tipe Batangan Monopodial

The leptomorph rhizome system is found in running bamboos. The rhizomes

are generally long and thin in appearance and some species can send the rhizomes up to

20 feet away in a single growing season. At the nodes, they have the ability to produce

buds that will form either new culms or rhizomes. Bamboos with a pachymorph

rhizome system will be spaced over a wide area. They are invasive by design and it can

be extremely difficult to remove a well established plant.

Page 21: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

21

Perilaku pertumbuhan bamboo tipe :Running Bamboo, Phyllostachys. Running bamboos are characterized as having self-propagating rhizomes

which travel underground, and eventually breech the surface to create a

Culm. The rhizomes travel horizontally, and have the ability to move

through 20 feet of soil in a single season. The direction and distance of

rhizome growth is unpredictable. They are most commonly found naturally

in temperate regions, with the most notable genera being Phyllostachys and

Pleioblastus. Most varieties are cold hardy and are able to survive in below

freezing temperatures. Running bamboos are invasive by nature and will

spread rapidly if not controlled. This can be a problem when attempting to

grow running bamboos in an isolated section of your garden. The most

common remedy is to install a rhizome barrier around central plant stop

the spread.

Karakteristik bambu

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant

Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang

tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada

umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas

berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata

tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas,

pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang.

Page 22: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

22

2.3. Fungsi dan manfaat bambu

Menurut Rivai, Suryo Kusumo dan Nugoro (1994), kegunaan dan manfaat

bambu bervariasi mulai dari perabotan rumah, perabotan dapur dan kerajinan, bahan

bangunan serta peralatan lainnya dari yang sederhana sampai dengan industri bambu

lapis, laminasi bambu, maupun industri kertas yang sudah modern. Dari sekilas

gambaran manfaat tersebut menyiratkan suatu harapan, bahwa kebutuhan terhadap

bambu akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan masyarakat.

Manfaat Ekologis

Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang

yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga

sistem hidronologis sebagai pengijat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai

tanaman konservasi. Rumpun bambu di Tatar Sunda disebut dapuran awi juga akan

menciptakan iklim mikro di sekitarnya, sedangkan hutan bambu dalam skala luas pada

usia yang cukup dapat dikategorikan sebagai satu satuan ekosistem yang lengkap.

Kondisi hutan bambu memungkinkan mikro organisme dapat berkembang bersama

dalam jalinan rantai makanan yang saling bersimbiosis.

Manfaat Sosial, ekonomi, budaya

Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai

ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam berbagai

aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai multipurpose free

species (MPTS = jenis pohon yang serbaguna). Pemanfaatan bambu secara tradisional

masih terbatas sebagai bahan bangunan dan kebutuhan keluarga lainnya (alat rumah

tangga, kerajinan, alat kesenian seperti angklung, calung, suling, gambang, bahan

makanan seperti rebung dll.).

Pada umumnya jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang

berdiameter besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga

Bambusa (3 jenis), Dendrocalalamus (2 jenis) dan Gigantochloa (8 jenis).

Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk menunjang industri

kertas, chopstick, flowerstick, ply bamboo, particle board dan papan semen serat

bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan bambu yang tahan

gempa dll.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat bambu menjadi salah satu kelengkapan

yang tidak bisa ditinggalkan, misalnya dalam upacara adat, upacara perkawinan,

hajatan keluarga bahkan bahan baku bambu menjadi alat musik khas komunitas

tertentu. Lebih dari itu perkembangan sosial budaya masyarakat ditandai dengan

perkembangannya aksesori bambu dalam pembuatan perabot rumah tangga dan

cindera mata yang bernilai seni tinggi. Di beberapa tempat species bambu tentu

menjadi bagian mitos dan kelengkapan ritual masyarakat yang bernilai magis.

Page 23: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

23

Analisis ekonomi hutan tanaman bambu

Berdasarkan penelitian PT Persada Alnita Lestari (2003), pembangunan

Hutan Tanaman Bambu pada tahun pertama memerlukan, biaya Rp 10.137.000,00

dari mulai perencanaan sampai pemeliharaan. Pada tahun ke 2 sampai tahun ke 4

diperlukan biaya sebesar Rp 1.402.900,00 per ha. Apabila daur pengusaha hutan

bambu selama 20 tahun, maka kebutuhan dana total mencapai Rp 87.960.100,00 per

ha. Dengan perolehan hasil sebesar Rp 767.520.000,00. (Bambu, Tanaman

Tradisional yang Terlupakan; OTJO DANAATMADJA, 2006. http:// www.pikiran-

rakyat.com /cetak / 2006/092006/02/10wacana. htm).

Secara analisis finansial investasi pembangunan hutan tanaman bambu dengan

indikator interest 18% per tahun dan dengan metode discounting dari tahun pertama

sampai tahun akhir daur perusahaan (20 tahun) menghasilkan Net Present Valute

(NPV) sebesar 56% sehingga pengusaha bambu ini dikategorikan layak.

Ditinjau dari perhitungan B/C ratio didapat hasil 5,65 dengan payback period

dicapai pada tahun ke-4

Page 24: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

24

3. POLA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

3.1. Tanaman Utama: Bambu

Bambu tumbuh hampir di semua daerah dan memiliki banyak manfaat penting

bagi masyarakat. Secara garis besar, bambu terbagi menjadi 2 jenis: bambu rumpun

(sympodial) dan bambu rambat (monopodial). Bambu rumpun tumbuh di daerah tropis

dan umumnya ada di daerah kita, sedangkan bambu rambat tumbuh di daerah sub-

tropis.

Bambu memberikan:

• Pendapatan.

• Bahan bangunan.

• Bahan furnitur.

• Makanan, bagi manusia dan ternak.

• Sebagai pagar, pagar hidup atau teralis.

• Penahan angin.

• Pipa irigasi.

• Arang bambu untuk mememasak.

• Bahan alat musik.

• Bahan wadah.

• Bahan kerajinan tangan masyrakat, dan banyak lagi.

Proses menanam dan mengelola rumpun bambu secara benar merupakan

langkah pertama untuk menghasilkan batang berkualitas tinggi dan memudahkan

pemanenan.

Perbanyakan Bambu

Ada beberapa teknik untuk memperbanyak bambu, yaitu perbanyakan

rimpang (rhizoma), potongan batang, atau menggunakan cabang dan biji untuk

beberapa jenis bambu besar. Teknik mana yang akan Anda pakai tergantung pada jenis

bambunya, dan untuk apa bambu itu akan digunakan. Untuk daerah kering, awal

musim hujan adalah waktu terbaik untuk perbanyakan bambu. Namun, jika tersedia

cukup air, perbanyakan ini bisa dilakukan kapan saja.

Page 25: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

25

Perbanyakan dengan Rimpang (Rhizoma)

Perbanyakan dengan rimpang cocok untuk penanaman skala kecil karena

tingkat keberhasilannya tinggi. Namun, cara ini sedikit lebih sulit dan memerlukan

waktu yang lebih banyak. Perbanyakan dengan rimpang bisa dilakukan pada hampir

semua jenis bambu, namun rimpang dari spesies bambu yang besar biasanya terlalu

sulit untuk digali. Oleh karenanya, perbanyakan dengan rimpang paling cocok

diterapkan pada spesies-spesies bambu yang kecil dengan banyak rimpang dan

rumpun.

Langkah-langkah perbanyakan dengan rimpang:

1. Pilihlah rimpang dan rumpun bambu yang ingin Anda perbanyak, batang

berumur satu tahun dari rumpun bambu bagian luar adalah yang paling

gampang dan paling baik.

2. Potonglah batang itu tiga atau empat buku di atas permukaan tanah.

3. Potong lagi pada rimpang, di bagian rimpang itu menyatu dengan rimpang

berikutnya. Biasanya ini mengarah ke tengah rumpun. Galilah akar dan

tanahnya sekitar 10-15 cm dari pangkalnya sehingga ketika Anda

mencabut rimpangnya, masih ada akar dan tanah yang melekat.

4. Jagalah agar rimpang dan akarnya tetap basah hingga penanaman, atau

sebaiknya langsung ditanam. Basahi juga daunnya dengan air. Jagalah

agar rimpang dan akarnya tidak terkena sinar matahari.

5. Tanamlah rimpang itu sedalam kira-kira 15 cm, dan sirami dengan air.

Berikan pupuk atau kompos dan lapisan mulsa di sekitarnya.

Daun dan cabang yang baru akan tumbuh dari ruas-ruas bambu dan pada

awal musim hujan akan tumbuh tunas baru dari rimpan tersebut.

Terkadang tunas baru akan langsung tumbuh.

Page 26: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

26

Menanam bambu dengan bahan tanam

berupa rimpang-bambu

Perbanyakan dengan Potongan Batang

Perbanyakan dengan potongan batang baik untuk perkebunan besar dan untuk

penahan angin karena lebih mudah dan memerlukan waktu yang lebih singkat. Namun,

tingkat keberhasilan teknik perbanyakan ini lebih kecil. Teknik ini paling cocok untuk

jenis bambu besar, yang terlalu sulit untuk diperbanyak dengan rimpang.

Langkah-langkah perbanyakan dengan batang:

1. Pilihlah batang bambu yang berumur sekitar 2-3 tahun dan memiliki

banyak cabang.

2. Potonglah sedekat mungkin dengan tanah, dan kemudian potong-potonglah

batangnya sepanjang 1,5 sampai 2 meter.

3. Bersihkan cabang-cabang dan daunnya setelah buku pertama pada tiap

potongan, tapi sisakan 2 atau 3 cabang pada satu sisinya.

4. Galilah parit dan kuburlah batang bambu itu sedalam kira-kira 15 cm.

Setelah penanaman, potonglah cabang-cabang yang tersisa pada 2 buku di

atas tanah. Ini akan membantu Anda mengetahui di mana bambu itu

ditanam.

5. Sirami setiap hari selama satu minggu pertama. Setelah itu, sirami dua

kali seminggu selama satu bulan. Ketika batang bambu itu sudah mulai

bertunas, batang itu sudah siap untuk digali, dipotong, dan ditanam

kembali ke tempat yang telah ditetapkan.

Page 27: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

27

Menyiapkan bahan tanam bambu dari batang bambu

Perbanyakan dengan Cabang

Beberapa cabang bambu yang besar dapat dipilih untuk bahan tanam, mereka

biasanya ada diujung atas bambu dewasa. Potong cabang ini sedekat mungkin dengan

batang utama, sepanjang kira-kira 1m (minimum ada 3 mata tunas). Perlakukan

cabang ini seperti menanam stek pada tanah yang subur. Sebaiknya ditanam sedikit

miring.

Pembibitan Bambu

Perbanyakan dengan potongan batang dan cabang dapat juga digunakan untuk

menanam bambu di koker. Perbanyakan dengan rimpang tidak cocok untuk ditanam di

koker, sebaiknya harus ditanam langsung ke lahan.

Page 28: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

28

Pengaturan Tanaman Monokultur

Beberapa cara pengaturan tanaman dalam hutan/kebun bambu monokultur

yang disarankan adalah :

(1). Cara bujung sangkar

A* B* * * * * * * * * *

D* C* * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

Pengaturan cara bujursangkar lebih mudah dibandingkan cara yang lain.

Panjang AB = BC = CD = AD. Seandainya jarak tanaman bambu 8 - 10 m, luas

ABCD = 64 - 100 m2.

(2). Cara diagonal

A* B* * * * * * * * * *

D* C* * * * * * * * * *

E* F* * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

Panjang AB = BC = CD = AD, titik E terletak pada titik potong diagonal.

Cara ini sebenarnya sama dengan cara bujursangkar, hanya pada titik potong diagonal

diberi tanaman berumur pendek yang kemudian hari tanaman tersebut dibongkar.

Jarak tanam yang dianjurkan 10-12.5 m.

(3). Cara Garis Tinggi (Contour)

Cara garis tinggi ini dikerjakan bila tanah untuk perkebunan bambu terletak

pada tanah yang miring. Saat penanaman sebaiknya tanah dibuat teras lebih dahulu.

Karena tanahnya miring maka sulit untuk dibuat cara bujur sangkar atau segitiga sama

sisi. Jarak dalam baris pada tinggi yang sama dapat ditentukan misalnya 10-15 m,

tetapi jarak dari teras yang satu ke teras yang lain mungkin sulit disamakan. Dalam hal

ini perlu disesuaikan dengan keadaan.

Jarak Tanam

Page 29: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

29

Jarak tanam bambu tergantung beberapa faktor di antaranya jenis tanah, berat

ringannya tanah, kesuburan tanah, dan varietas tanaman bambu. Pada tanah yang tan-

dus, pertumbuhan tanaman kurang subur sehingga dapat ditanam pada jarak yang

lebih dekat. Tanaman yang berasal dari biji pada umumnya lebih besar daripada yang

berasal dari semai atau stek, sehingga ditanam dengan jarak yang lebih lebar. Jarak

tanam bambu yang baik adalah 8 - 10 m, sehingga pada waktu tanaman bambu sudah

besar tidak akan berdempetan dan akan mengurangi timbulnya penyakit .

Pembuatan Lubang Tanam

Setelah ajir dipasang sesuai dengan cara tanam yang dikehendaki, kemudian

dibuat lubang tanam dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm. Pada waktu penggalian lubang,

titik tengahnya tepat pada ajir. Tanah bagian bawah dipisahkan dari tanah bagian atas,

karena pada saat pengisian lubang, yang dimasukkan terutama adalah tanah bagian

atas yang baik, sedangkan tanah bawah tidak perlu dimasukkan tetapi telah diganti

dengan kompos atau pupuk kandang yang telah jadi, dan dicampur dengan tanah

bagian atas, superphosphat dan abu bakar. Tanah bagian bawah yang tidak digunakan,

dibiarkan diatas tanah disekitar lubang dan akan menjadi tanah yang baik karena

pelapukan. Pemberian superphosphat + 300 - 500 gram tiap lubang dan abu kayu

bakar + 3 - 5 kg. Pupuk kandang sebanyak dua kaleng minyak tanah yang

dicampurkan pada kedua macam tanah galian. Kemudian tanah bagian bawah

dikembalikan ke bawah, dan yang atas ditaruh kembali diatasnya. Setelah diisi, lubang

diberi air kompos air pupuk kadang secukupnya. Pembuatan lubang sebaiknya

dilakukan pada musim kemarau sehingga akan mendapat banyak sinar matahari yang

dapat mematikan penyakit yang ada.

Penanaman bibit stek

Penanaman sebaiknya dilakukan sore hari pada musim hujan, sehingga tidak

perlu menyiram dan udara tidak terlalu panas pada siang hari. Hal ini akan

mengurangi kematian bibit tanaman yang baru ditanam. Sebelum bibit ditanam, lubang

yang telah diisi tanah dibiarkan beberapa hari sampai tanah betul- betul tidak turun

lagi. Kalau tanah masih turun di tambah tanah lagi yang telah dicampur kompos,

pupuk kandang dan superphosphat. Pemberian tanah sedikit lebih tinggi dari tanah

disekitarnya sehingga tidak tergenang air hujan. Di tempat ajir, dibuat lubang yang

sedikit lebih besar dari keranjang bibit, kemudian ditaburi dengan furadan, curaterr,

temik atau mipzinon + 10 - 25 gram tiap lubang guna mencegah gangguan rayap atau

semut yang mungkin ada. Waktu penanaman sebaiknya keranjang dilepas supaya

tidak didatangi rayap. Pada waktu menanam diusahakan leher akar tetap seperti pada

waktu di pesemaian dan tempat mata tempel atau sambung jangan sampai tertimbun

tanah. Setelah tanam segera disiram sampai betul-betul basah lalu dibuat peneduh

yang terbuat dari daun kelapa, alang-alang atau yang lainnya sehingga tidak terkena

sinar matahari secara langsung. Peneduh (kalau perlu) tetap dipakai selama 2 - 3

minggu, setelah itu peneduh dibuka sedikit demi sedikit. Apabila yang ditanam bibit

stek cabutan, akar yang rusak atau sakit dipotong sampai di tempat yang sehat, dan

luka diolesi obat luka. Pada waktu menanam diusahakan akar tersebar seperti keadaan

aslinya, apabila akar terlalu panjang bisa dipotong sehingga tidak bengkok waktu dita-

nam. Bila terdapat hama putih pada akar harus dibersihkan jangan sampai ikut

Page 30: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

30

ditanam, demikian pula hama yang lain. Daun dipotong 1/3 sampai 2/3 bagian dari

panjangnya untuk menghidari penguapan yang berlebihan. Pada waktu menanam,

tanah diberikan sedikit demi sedikit sehingga bisa masuk di antara akar.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman. Bibit yang baru ditanam sebaiknya disiram secara teratur setiap

hari, lebih-lebih yang berasal dari stek cabutan. Disamping itu juga diperlukan

naungan untuk melindungi dari terik sinar matahari sehingga daun dan batang tidak

kering .

Pengendalian gangguan hama, penyakit dan gulma. Karena penanaman

dilakukan pada musim hujan di mana keadaan udara selalu berawan dan lembab,

sehingga selalu ada kemungkinan timbul penyakit. Untuk pencegahannya bisa

disemprot dengan fungisida misalnya dengan Bubur Burdeaux (BB). BB ini melekat

lebih kuat dibandingkan fungisida lainnya, tidak lekas larut bila terkena hujan, dan

masih bisa melekat beberapa lama. Bila ada tumbuhan epifit walaupun bukan parasit

segera dihilangkan karena mungkin menjadi inang hama atau penyakit. Gulma harus

segera disiang karena dapat menyaingi tanaman bambudalam menyerap makanan,

sehingga mungkin bambukalah cepat apalagi bila tanaman bambumasih muda. Selain

itu gulma dapat menjadi inang penyakit yang kemudian bisa menyerang tanaman

bambu.

Pengelolaan Rumpun

Pengelolaan rumpun bambu yang baik akan menghasilkan batang bambu

berkualitas tinggi, serta memudahkan pemanenan. Satu rumpun bambu yang dikelola

dengan baik akan memiliki batang umurnya bervariasi, dari umur 3, 2, dan 1 tahun,

serta tunas-tunas baru. Sebaiknya terdapat 6-8 batang yang seumur pada tiap

rumpunnya, jadi ada sekitar 24-32 batang per rumpun. Semuanya harus mendapatkan

ruang yang cukup untuk bisa tumbuh dengan baik dan mudah dipanen.

Membuka Rumpun Bambu

Rumpun bambu yang dikelola dengan baik akan terlihat terbuka dan sehat

sehingga memudahkan kita untuk memilih dan menata mana bambu yang siap dipanen

dan mana yang masih muda. Rumpun yang tidak dikelola akan terlihat padat dan

semrawut, sulit untuk memilih dan mencapai mana batang yang siap dipanen, dan

sering ada batang yang mati atau kering di tengah rumpun. Situasi seperti ini akan

menyulitkan kita ketika memanennya. Langkah pertama dalam mengelola rumpun

adalah dengan memotong semua batang yang sudah tua atau mati. Ini memang sulit

dilakukan karena letaknya kadang di tengah-tengah rumpun. Salah satu cara untuk

melakukannya adalah dengan memotong satu sisi rumpun hingga ke tengahnya,

kemudian memotong batang yang tua atau mati. Potonglah sedekat mungkin dengan

permukaan tanah. Ini akan menciptakan bentuk yang memungkinkan kita untuk

memanen batang yang tua dari tengah rumpun tanpa merusak tunas baru yang

biasanya berada di luar rumpun.

Page 31: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

31

Membuka rumpun dengan jalan menebang sejumlah batang bamboo

Penjarangan rumpun bambu

Menghilangkan batang-batang yang rusak, bengkok, atau terlalu berdekatan

satu sama lain. Jika rumpun itu pernah dipanen sebelumnya, akan ada

banyak bekas-bekas pangkal bambu, sisa-sisa ini sebaiknya dibersihkan

dengan memotongnya sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Ini akan

memudahkan kita untuk mencapai bagian tengah rump[un bambu.

Pemangkasan Cabang

Page 32: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

32

Pangkaslah cabang-cabang yang lebih rendah untuk memudahkan akses ke

dalam rumpun. Pemotongan sebaiknya di buku kedua atau ketiga pada

cabang yang dipangkas sehingga dapat mencegah jamur untuk mencapai

batang.

Pemangkasan tunas.

Bila tanaman muda sudah mulai tumbuh sebaiknya jumlah junas dikurangi.

Ranting / cabang yang kering atau terkena penyakit sebaiknya dipotong, tetapi jangan

terlalu banyak memangkas daun yang masih sehat, karena akan mengurangi

fotosintesis sehingga pertumbuhan akan terhambat .

Memilih dan Menandai Tunas

Saat musim tunas, pilihlah 6-8 tunas yang sehat dan berada dalam posisi yang

baik. Tunas lainnya bisa dihilangkan, ini akan merangsang pertumbuhan tunas baru

kemudian hari. Tunas yang dihilangkan dapat dimanfaatkan sebagai sayur rebung atau

pakan ternak. Tunas baru bisa ditandai untuk mengetahui umurnya kelak. Batang

bambu yang kuat, keras, dan tahan terhadap serangga adalah batang yang dipanen

pada saat berumur 3 tahun atau lebih. Cara menandai batang adalah dengan

menggoresnya pada tunas sebelum memiliki daun, goresan ini akan meninggalkan

bekas yang permanen. Tandai semua tunasnya pada ketinggian yang sama, sekitar 1

meter di atas permukaan tanah. Misalnya, untuk tahun 2000, tandai dengan 4, bambu

ini akan siap panen pada tahun 2003. Maka pada tahun 2003, akan diketahui batang

mana saja dengan tanda 4 yang telah berumur 3 tahun.

Penggemburan Tanah. Apabila tanah padat sebaiknya digemburkan,

sehingga dapat terjadi pertukaran udara dalam tanah. Akar tanaman yang mendapat

cukup udara akan tumbuh sehat dan dapat menyerap makanan cukup banyak sehingga

Page 33: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

33

tanaman akan tumbuh pesat. Penggemburan tanah jangan terlalu dalam karena dapat

memutuskan akar .

Pemangkasan (kalau dianggap perlu). Pemangkasan daun tua sebagai

pemeliharaan dapat dilakukan sewaktu-waktu. Pemangkasan ini ditujukan untuk

membuang daun tua yang patah, rusak, yang mengganggu cabang lain, atau cabang

yang tidak dikehendaki. Sedangkan pemangkasan peremajaan dilakukan dengan

memangkas semua cabang yang kecil-kecil, kecuali satu batang paling atas untuk

memelihara kelanjutan hidup tanaman. Tunas-tunas baru yang tumbuh disisakan 2 - 3

batang.

Pemupukan. Program pemupukan yang dianjurkan untuk kebun bambu

adalah :

(a). Tanaman muda

1. Pada permulaan tanam : pupuk kandang 2 - 3 kg/tanaman

2. Kemudian : 0.25 - 1.25 kg ZA (20 %)

0.0 - 0.5 kg Superphosphat (18 % P2O5)

0.1 - 0.25 kg Kaliumsulphat (50 % K2O)

(b). Tanaman Desawa:

1.1 - 5.0 kg ZA;

0.4 - 0.8 kg Superphosphat;

0.5 - 0.75 kg Kalisulphat;

Disamping itu dapat juga diberikan pupuk campuran dengan aturan sebagai berikut :

a. pada tanaman muda : 0.5 - 1.5 kg (15 N : 5 P : 15 K)

b. pada tanaman tua : 2 - 3 kg ( 12 N : 8 P : 18 K)

Tanaman sela. Di sela-sela tanaman bambu muda dapat ditanami aneka

tanaman sayuran sewaktu tanaman bambu tersebut masih kecil (hingga umur 5 tahun).

Jenis tanaman sela yang dapat digunakan yaitu sayuran, kedelai, kacangtanah atau

jagung.

Panen Bambu.

Tanaman bambu yang berasal dari bibit stek diharapkan panen setelah umur

+ 1-1.5 tahun, dan hasil terbanyak diberikan oleh rumpun tanaman bambu yang

berumur lebih dari 5 - 6 tahun. Tanaman bambu dapat dipanen bila kulit batang yang

semula berwarna hijau muda sudah berubah menjadi hijau tua atau kebiru-biruan, dan

kulit seakan-akan tertutup oleh lapisan lilin yang akhirnya akan menghilang. Batang

yang demikian keadaannya masih keras tetapi sudah cukup tua.

Batang Bambu Berkualitas Tinggi

Batang bambu berkualitas tinggi tergantung pada beberapa hal, antara lain:

1. Spesies bambu.

2. Usia batang bambu.

3. Waktu panen.

4. Perawatan dan penyimpanan.

Page 34: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

34

5. Pengawetan.

1. Spesies Bambu

Beberapa jenis bambu secara alamiah lebih kuat dan lebih tahan terhadap

hama penggerek daripada jenis bambu lainnya. Di Indonesia, jenis-jenis bambu yang

umum ditanam dan dimanfaatkan, antara lain: bambu betung/petung, bambu tali/apus,

bambu gombong, bambu item, bambu ampel, bambu duri, bambu santong, bambu

tutul, bambu kuning, dan masih banyak lagi.

2. Umur Batang Bambu

Bambu sebaiknya dipanen setelah berumur 3 tahun. Untuk beberapa jenis

bambu, bahkan harus dipanen saat berumur 4, 5, atau 6 tahun. Jenis bambu tali/apus

paling baik dipanen setelah 3 tahun, jenis bambu petung setelah 4 atau 5 tahun. Bila

batang bambu masih berumur 1-2 tahun, kandungan bubuk gula/bubuk patinya

banyak sehingga hama penggerek atau kutu bubuk (Dinoderus sp.) sangat

menyukainya. Setelah 3 tahun, bubuk itu akan berkurang dan silikanya akan menjadi

dominan. Silika merupakan suatu mineral yang membuat batang bambu menjadi lebih

keras dan tidak disukai hama. Bambu yang dipanen pada umur kurang dari 3 tahun

akan mudah mengkerut dan patah, serta memiliki kutu bubuk dan hama penggerek

yang lebih banyak. Bambu yang dipanen pada umur 3 tahun atau lebih akan lebih kuat

dan tahan hama.

3. Waktu Panen

Waktu pemanenan yang baik adalah selama musim kemarau. Pilihlah waktu

ketika tunas baru yang ada di rumpun berada dalam kondisi ketinggian maksimum dan

mulai mengembangkan daun-daunnya di bagian atas. Pada saat seperti ini batang

bambu dewasa dalam kondisi yang paling kuat. Ada suatu kebiasaan umum di Asia,

yaitu melakukan pemanenan bambu di saat bulan purnama. Ini bertujuan untuk

membantu mencegah hama penggerek pada bambu dan juga bambu berkurang kadar

airnya ketika bulan purnama. Kebiasaan ini akan menghasilkan bambu yang

berkualitas baik. Hindari pemanenan di saat musim rebung karena bambu sedang

„menyusui‟ anaknya pada waktu ini. Saat ini kandungan air dan gula pada bambu

sedang tinggi. Di samping itu, penebangan bambu akan merusak rebung-rebung

tersebut.

Page 35: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

35

4. EKOSISTEM HUTAN BAMBU

4.1. Konservasi Tanah dan Air

Selama tahun 2010 banyak terjadi bencana tanah longsor dan banjir.

Perubahan iklim global, telah mengakibatkan adanya curah hujan yang sangat tinggi

hampir di seluruh wilayah Indonesia. Curah hujan yang sangat tinggi inilah sebenarnya

penyebab utama datangnya bencana banjir dan tanah longsor. Namun bencana

demikian, sebenarnya bisa dicegah. Seandainya hutan di Indonesia, khususnya di pulau

Jawa tidak diobabat habis, maka bencana banjir dan longsor itu pasti bisa

diminimalkan.

Selama 20 tahun terakhir, penghijauan lahan gundul memang banyak

dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Tanaman penghijauan favorit yang paling

banyak dibudidayakan masyarakat adalah albisia, sengon alias jeungjing (Albizia

falcataria). Minat masyarakat untuk membudidayakan albisia semakin tinggi, setelah

beberapa pabrik pengolahan kayu modern berdiri. Pabrik ini akan mengolah kayu

albisia hingga siap untuk diekspor ke Jepang. Di satu pihak, albisia memang telah

berhasil menghijaukan lahan rakyat yang selama ini gundul. Namun di lain pihak,

justru tanaman inilah yang menjadi salah satu penyebab bencana longsor.

Albisia merupakan tanaman kayu yang pertumbuhannya sangat cepat. Hingga

umur di bawah 10 tahun, pasti sudah ditebang habis. Karena tidak pernah menjadi tua,

maka akar tunggang albisia belum sempat untuk menembus lapisan tanah yang lebih

keras. Tanah di bawah tegakan albisia, terutama tanah liat, akan menjadi jenuh air

apabila curah hujan cukup tinggi. Beban batang dan tajuk tanaman di atas permukaan

tanah, juga ikut mendorong terjadiya longsor. Terlebih kalau tingkat kecuraman lahan

yang ditanamai albisia itu di atas 30°. Dari foto-foto dan tayangan tivi, tampak jelas

bahwa bagian tanah yang lungsor itu banyak ditumbuhi albisia.

Sebenarnya masyarakat akan lebih diuntungkan, kalau lahan kritis itu

ditanami bambu. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari tanaman bambu ada

dua. Pertama, secara finansial hasil dari 1 hektar lahan yang ditanami bambu, lebih

besar dibanding dengan lahan yang ditanami albisia. Sebab bambu sudah mulai bis

dipanen pada tahun III, dan selanjutnya akan bisa dipanen terus tanpa perlu

penanaman ulang. Hasil dari tanaman bambu bukan hanya berupa kayu (batang

bambu), melainkan juga rebung. Asalkan, bambu yang dibudidayakan dari jenis yang

rebungnya enak. Indonesia tercatat memiliki 142 jenis bambu yang sebagian besar

rebungnya enak dimakan.

Keuntungan kedua dari budidaya bambu di lahan kritis adalah, lahan tersebut

menjadi aman dari bencana tanah longsor. Sebab bambu akan membentuk rumpun,

bukan merupakan tanaman tunggal seperti halnya albisia. Akar bambu juga

merupakan akar serabut yang tumbuh sangat rapat. Akar bambu yang mati karena

tanamannya telah ditebang, akan tetap membentuk serabut, hingga tanah itu menjadi

sangat gembur dan menyerap air dengan sangar cepat. Dalam kondisi curah hujan

sangat tinggi, tanah di sekitar rumpun bambu tidak akan jenuh air. Sebab air dari

curah hujan yang sangat tinggi itu akan diresapkan dalam jangka waktu sangat cepat.

Dengan sifat perakaran demikian, bambu bisa sengaja dibudidayakan sebagai

sabuk gunung (atau bukit), untuk mencegah longsor. Tanaman bambu yang

Page 36: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

36

dibudidayakan melingkari sebuah bukit, akan bisa dengan aman menahan gerakan

tanah. Sifat menahan longsor ini akan lebih kuat kalau penanamannya dilakukan dalam

tiga lapis atau lebih, kemudian ditanam pula deretan memenjang dari atas ke bawah.

Hingga dari atas, bentuk deretan rumpun bambu itu akan tampak seperti anyaman tali,

yang melingkari pinggang bukit. Jarak ke atas maupun menyamping antar deretan

rumpun bambu ini bisa dibuat 30 sd. 60 m. hingga bagian tengahnya tetap bisa

ditumbuhi tanaman semusim.

Dengan pola penanaman demikian, masyarakat akan sangat diuntungkan.

Sebab bukit dengan tingkat kecuraman sampai lebih dari 45° pun akan tetap aman dari

longsor. Warga masyarakat yang tinggal di bawah bukit tersebut tidak perlu khawatir

tertimbun longsoran, meski hujan turun dengan intensitas sangat tinggi. Praktek

menanami tebing terjal dengan bambu, selalu diterapkan oleh nenek-moyang kita.

Kalau kita perhatikan tebing-tebing terjal (jurang) di pinggir kali, selalu ditumbuhi

bambu. Sebab dengan adanya rumpun bambu yang saling bergandengan akarnya,

maka tanah di bawahnya akan diikat dengan sangat erat.

Selama ini, faktor benih memang telah menjadi kendala utama budidaya

bambu. Di Indonesia, bambu selalu ditanam dengan benih bonggol (batang dalam

tanah) berikut satu meter batang dan ranting. Membongkar rumpun bambu untuk

memperoleh bonggolnya cukup berat. Hasil benih yang didapat juga terbatas. Dari

satu rumpun bambu dengan 10 batang, kalau dibongkar semua hanya akan

menghasilkan 10 benih. Itu pun harus dengan mengorbankan rumpun yang produktif.

Mengangkut 10 bonggol bambu juga makan tempat dengan bobot yang cukup besar.

Hingga seluruh pekerjaan mulai dari membongkar, mengangkut dan menanam benih

bonggol itu akan menjadi cukup berat.

Sebanarnya, bambu juga bisa dikembangbiakkan dengan biji serta kultur

jaringan. Namun upaya menumbuhkan bunga dan biji bambu juga tidak mudah.

Demikian pula dengan kultur jaringan. Selain itu, dua cara ini biayanya tinggi dan

perlu waktu lama. Untuk mengecambahkan biji sampai dengan siap tanam, diperlukan

waktu paling cepat 2 tahun. Kultur jaringan, makan waktu lebih lama lagi. Untuk

mengatasi hal ini para petani Thailand biasa menggunakan benih "cangkokan" dari

cabang (ranting). Cara yang mereka lakukan, mirip dengan petani Sleman, DIY,

ketika mencangkok salak pondoh.

Selain mudah dan murah, teknik perbanyakan dengan memanfaatkan ranting

ini, juga mampu mempercepat pengadaan benih secara massal. Sebab dari satu batang

bambu bisa dihasilkan sekitar 10 benih, tanpa mengorbankan batang bambu tersebut

dan produktifitas rumpun. Mengambil dan mengangkut benih ranting juga tidak makan

tempat dan ringan. Tidak seperti pengambilan dan pengangkutan benih bonggol. Bahan

yang digunakan petani Thailand untuk "mencangkok" bambu adalah kantung plastik

bening 0,5 kg. atau 1 kg, dengan media gabus sabut kelapa (cocodush). Gabus sabut

direndam air, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik.

Setelah dipadatkan dan ujungnya diikat, kantung berisi media tersebut disayat

sebagian. Pangkal cabang yang akan "dicangkok" dimasukkan ke bagian yang tersayat

ini lalu diikat erat-erat. Dalam waktu kurang dari satu bulan akar sudah tumbuh.

Cabang baru bisa diambil setelah akar yang kelihatan pada bungkus plastik itu

berwarna cokelat. Ujung cabang harus dipotong hingga tersisa 1,5 m sebelum disemai

di polybag. Media semai paling ideal berupa tanah bercampur humus bambu. Tanah

Page 37: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

37

ini bisa diambil dari bawah tegakan rumpun bambu. Setelah benih dalam polybag

tersebut menumbuhkan tunas dan anakan berupa rebung kecil), benih bisa ditanam di

lapangan.

Budidaya bambu dapat dilakukan secara khusus untuk menghasilkan rebung.

Jenis bambu yang dapat ditanam untuk tujuan ini adalah bambu yang rebungnya enak

seperti bambu ater (Gigantochloa atter), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu

duri (Bambusa blumeana) dan bambu hitam (Gigantochloa atriviolacea). Dalam satu

rumpun, secara konstan dipelihara hanya 5 batang bambu. Kalau satu batang

ditebang, satu rebung harus dipelihara, agar menjadi individu tanman baru. Selebihnya

rebung dipanen. Tiap 36 hari, satu rumpun akan menghasilkan satu rebung. Dengan

jarak tanam 4 X 6 m, populasi per hektar mencapai 400 rumpun. Dari tiap hektar

kebun bambu ini, tiap harinya dapat dipanen 10 rebung.

Setiap tahun, dari setiap hektar lahan dapat dipanen 4.000 rebung dan 800

batang bambu (satu rumpun ditebang 2 disisakan 3 batang). Setelah dibersihkan dan

bagian pangkalnya dibuang, bobot satu rebung hanya sekitar 1 sd. 1,5 kg. Hingga hasil

per hektar per tahun sekitar 20 sd. 30 ton rebung yang sudah terkupas dan dibuang

bagian pangkalnya yang berkayu. Dengan harga sekitar Rp 2.000,- per kg. maka dari

satu hektar lahan itu akan dapat diperoleh pendapatan kotor dari rebung Rp

40.000.000,- sd. Rp 60.000.000,- dalam setahun. Sebagian besar dari pendapatan

tersebut akan digunakan untuk biaya penyusutan, tenaga kerja (pengambilan rebung

dan pengupasan). Pendapatan bersih bisa separo dari pendapatan kotor tersebut.

Dengan adanya dua keuntungan tersebut, yakni keuntungan finansial dan

keuntungan ideal, maka budidaya bambu untuk mencegah longsor menjadi sangat

strategis. Sudah saatnya pemerintah melalui BUMNnya, baik Perum Perhutani

maupun PT Perkebunan Nusantara (PTPN), mempelopori hal ini. Sebab lahan dengan

tingkat kecuraman tinggi di Jawa, umumnya dikuasai oleh Perum Perhutani dan

PTPN. Setelah melihat contoh, biasanya masyarakat akan dengan mudah mengukuti

contoh tersebut. Bencana longsor dan banjir pada awal tahun 2006 ini sudah sangat

meluas dan memprohatinkan. Sudah saatnya kita semua kembali membudidayakan

bambu, memanfaatkan rebung dan batangnya, serta memperoleh perlindungan dari

bencana longsor.

4.2. Pelestarian Hutan BAMBU

4.2.1. Kelebihan Bambu

Bambu merupakan tanaman yang secara botanis dapat digolongkan pada

famili Gramineae (rumput). Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah

dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 m di

atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu

semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku.

Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan

dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan

untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping

tunas-tunas rimpangnya.

Page 38: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

38

Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda

kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara

pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik

angklung, sayur (rebung), kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya

dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala.

Setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan

antara lain:

1. Pertumbuhannya Cepat

Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang

singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu

dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk

mencapai usia dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu

memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah

dipanen akan segera tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini

berlangsung secara terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu

dikhawatirkan bambu ini akan mengalami kepunahan karena dipanen.

Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu yang

cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru.

2. Tebang Pilih

Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk

digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih.

Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu dalam satu rumpun

baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini kurang

menguntungkan karena akan didapatkan kualitas bambu yang berbeda-

beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan memutuskan

regenarasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah metode

penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena

akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan

kelansungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan.

3. Meningkatkan Simpanan Air Tanah

Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar

ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik.

Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40%

air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.

4.2.2. Penanggulangan Illegal Logging dengan Hutan Bambu

Sebagaimana kita ketahui bahwa illegal logging telah mengakibatkan rusaknya

hutan di Indonesia. Hingga tahun 2005, Indonesia telah merusak 61 juta hektar hutan.

Perusakan hutan tersebut banyak terjadi Papua, Kalimantan, Jambi, dan Sulawesi.

Page 39: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

39

Berbagai upaya telah dilakukan utuk memberantas illegal logging sampai kepada akar-

akarnya, tetapi hasilnya tak kunjung terselesaikan.

Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberantas pelaku-pelaku

illegal logging sehingga pengrusakan hutan akibat pembalakan liar ini dapat

dihentikan. Akan tetapi, hal yang tak kalah pentingnya dilakukan adalah bagaimana

mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan mahluk hidup di muka

bumi. Fungsi hutan yang telah hilang yaitu sebagai tempat hidup berbagai hewan dan

tempat persediaan air tanah dan udara bersih. Untuk mengembalikan fungsi hutan yang

telah rusak tersebut dapat dilakukan dengan melestarikan tanaman bambu sebagai

tanaman reboisasi dan rehabilitasi. Dengan melestarikan bambu, hutan yang telah

rusak akan kembali memberikan fungsinya dengan baik dalam waktu yang cukup

cepat.

Rusaknya hutan akibat illegal logging mengakibatkan sebagian hewan hampir

punah. Hal ini karena hutan merupakan tempat hidup mereka. Untuk mengembalikan

tempat hidup hewan tersebut, pelestarian hutan bambu merupakan alternatif yang

sangat tepat. Hutan bambu tumbuh berumpun sehingga akan membuat hutan kembali

lebat.

Fungsi hutan yang kedua yaitu sebagai tempat persediaan air tanah dan udara

bersih. Akibat rusaknya hutan, kita menjadi kekurangan air bersih di dalam tanah

apalagi saat musim kemarau, sedangkan saat musim hujan terjadi longsor dan banjir

karena air tersebut tidak lagi terserap ke dalam tanah. Fungsi hutan ini akan dicapai

dengan melestarikan hutan bambu. Bambu rata-rata menyerap air hujan hingga 90%.

Ini merupakan jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan pepohonan yang hanya

menyerap air hujan 35-40 % air hujan.

4.2.3. Penanggulangan Global Warming dengan Hutan Bambu

Pemanasan global merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan kehidupan

di bumi. Beberapa fakta menunjukkan akan kebenaran hal ini diantaranya es di kutub

utara dan selatan telah mencair, naiknya permukaan air laut, perubahan iklim,

terjadinya gelombang panas, dan habisnya sumber air bersih dunia. Semua itu akibat

dari pemanasan global.

Penyebab terbesar terjadinya pemanasan global yaitu gas Karbon Dioksida

(CO2), metana (CH4), Nitrogen Oksida (NO), dan Chlorofluorocarbon (CFC). Hutan

yang diharapkan menjadi tempat penimbunan gas CO2 telah rusak. Bahkan rusaknya

hutan ini menambah jumlah CO2 di udara. Pohon-pohon yang telah mati akan

menghasilkan gas CO2 dan melepasnya ke atmosfer. Oleh karena itu, yang harus

dilakukan adalah menghilangkan Karbon Dioksida di udara yang dapat menumpuk di

lapisan atmosfer. Untuk menghilangkan gas Karbon Dioksida di udara dilakukan

penghijauan yaitu memperbanyak menanam pohon sehingga gas-gas CO2 dari

berbagai sumbernya dapat diserap dan tidak sampai ke atmosfer. Gas-gas CO2

tersebut diserap dalam proses fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman hijau tersebut.

Berkaitan dengan upaya penghijauan maka tanaman hijau yang sebaiknya

ditanam adalah tanaman bambu, bukan tanaman kayu-kayuan ataupun buah-buahan.

Alasan ini berdasarkan pada prediksi seorang ahli iklim NASA bernama dr. H. J.

Page 40: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

40

Zwally yang mengatakan bahwa hampir semua es di kutub utara akan lenyap pada

akhir musim panas 2012 akibat pemanasan global. Tanaman bambu dapat tumbuh

dengan cepat yang hanya membutuhkan waktu sekitar tiga tahun saja, dibandingkan

dengan tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan yang memerlukan waktu yang cukup

lama untuk mencapai usia dewasa. Selain itu, dalam hal penyerapan Karbon Dioksida,

bambu lebih banyak menyerap Karbon Dioksida dari pada tanaman kayu-kayuan

ataupun buah-buahan. Studi menunjukkan bahwa satu hektar tanaman bambu dapat

menyerap lebih dari 12 ton karbon dioksida di udara. Ini merupakan jumlah yang

cukup besar. Dengan melestarikan hutan bambu, berarti kita telah memiliki mesin

penyedot karbon dioksida dalam kapasitas yang besar.

Pelestarian hutan bambu merupan langkah yang sangat efektif dan efisien

dalam upaya penanggulangan masalah pemanasan global dan pembalakan liar.

Pelestarian hutan bambu seyogianya dilakukan di seluruh dunia. Dengan hutan bambu,

fungsi hutan sebagai penopang kehidupan mahluk hidup di muka bumi dapat

dikembalikan dengan cepat. Dalam pelestariannya tidak dibutuhkan waktu yang cukup

lama karena bambu dapat mencapai usia dewasa pada umur 3-6 tahun. Selain itu,

penanaman bambu tidak memerlukan biaya yang cukup besar seperti kayu-kayuan

karena tanaman bambu merupakan tanaman rakyat yang mudah dan murah didapatkan

dibandingkan dengan kayu-kayuan.

Page 41: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

41

5. Kelembagaan Pengelola Sistem Produksi

5.1. Jenis dan Sebaran Kelompok Usaha Bersama (KUBA)

a. DASAR-DASAR PEMBENTUKAN KELOMPOK

a.1. Dasar Filosofis

Manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup

sendiri. Sejak lahir manusia membutuhkan kasih sayang, persaudaraan dan kerjasama

dengan orang lain untuk dapat berkembang. Pada sisi lain, setiap orang ingin agar

kebutuhan ekonomi terpenuhi. Manusia mengejar kepuasan dan kemakmuran bagi

diri sendiri. Naluri untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya juga menjadi

fitrah manusia yang normal. Secara utuh manusia memang harus diterima dalam

fitrahnya sebagai insan sosial yang haus kasih sayang dan persaudaraan, sekaligus

juga makhluk ekonomi yang mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri.

a.2. Mengapa Kelompok diperlukan?

Secara sendiri-sendiri tidak mudah bagi penduduk miskin untuk mengem-

bangkan kehidupan ekonomi keluarganya. Keterbatasan pengeta huan, kelangkaan

sumberdaya dan sempitnya pelkuang, membelenggu mereka tetap dalam

kemiskinannya. Kerjasama, saling membantu, terbukti dapat memeperkuat posisinya,

meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain. Saling menolong dan

bekerjasama memperkuat penum pukan sumber pelayanan ekonomi dan memperluas

kesempatan untuk mencapai kemajuan. Oleh karenanya pendekatan kelompok

diperlukan agar:

a. memperoleh persahabatan dan kerjasama

b. mewujudkan semangat saling membantu

c. melatih diri berfikir bersama dan bermusyawarah

d. mengembangkan sikap dan motivasi untuk maju

e. belajar memimpin dan bertanggung-jawab

f. belajar memutuskan tujuan dan rencana hidup yang jelas

g. mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung

h. mengembangkan usaha produktif

i. memperoleh pelayanan pinjaman untuk modal usaha

j. meningkatkan pelayanan pihak lain (misalnya Bank)

k. memperluas hubungan pergaulan dan kesempatan-kesempatan

l. memperoleh bimbingan dan pembinaan.

b. Kelompok Sasaran

POKSAR progarm ini adalah penduduk yang bermukim di desa lahan kering

di sekitar kawasan hutan. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang

berpenghasilan rendah dan terbatas kemampuan serta aksesnya dalam mendapatkan

pelayanan, pra-sarana, dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya atau

menghadapi masalah khusus dan mendesak yang segera memerlukan penanganan dan

bantuan.

Page 42: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

42

b.1. Pengertian kelompok

Kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri

dalam usaha di bidang sosial-ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan,

keswadayaan, dan kegotong-royongan mereka. Kelompok merupakan milik anggota,

untuk mengatasi masalah bersama serta mengembangkan usaha bersama anggota.

Kelompok beranggotakan sekitar 20-30 KK dan berada di desa/kelurahan, atau di

bawah tingkat desa/ kelurahan yaitu dusun, lingkungan, RW, atau RT. Dalam satu

desa/kelurahan dapat tumbuh beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan.

Kelompok dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti kelompok

arisan, aseptor KB, kelompok sinoman, kelompok paketan, dan kalau belum ada

segera ditumbuhkan dan dibina secara khusus.

Kelompok dapat dipandang sebagai wadah kebersamaan dalam mengelola

kegiatan sosial-ekonomi. Dalam melaksanakan prinsip kebersamaan setiap anggota

ikut bertanggung-jawab, saling mempercayai dan saling melayani. Dalam

kebersamaan terbuka peluang untuk menghimpun dana dari anggota, mengelola dana

secara bersama oleh anggota, dan memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan

seluruh anggota. Kebersamaan ini menunjukkan semangat dan kegiatan kooperatif

yang menjadi dasar bagi gerakan koperasi yang mandiri dan handal.

b.2. Pembentukan kelompok

Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggu-

langan kemiskinan, penduduk miskin diharapkan membentuk kelompok. Pembentuk

kelompok sebagai wadah usahatani bambu dimaksudkan agar penanganan tenagakerja

dapat terarah, interaksi di antara masyaraat dapat ditingkatkan dan kesetia-kawanan

serta kegotong-royongan dapat dibangun dan dikembangkan. Kesatuan dan

persatuan di dalam kelompok bermanfaat untuk mengenali permasalahan bersama

serta merumuskan langkah penanganan masalah di antara anggota. Kehadiran

kelompok memungkinkan terjadinya pengawasan pelaksanaan program agribisnis

bambu oleh masyarakat sendiri.

Ketetapan dalam penentuan KUBA akan sangat menentukan keberhasilan

program tsb. Oleh karena itu, pembentukan KUBA harus melibatkan pihak yang

paling mengetahui mengenai penduduk yang tergolong miskin di lingkungan setempat.

Pembentukan kelompok penduduk miskin yang menjadi sasaran program pertama-

tama diprakarsai oleh kepala desa/lurah dengan dibantu LKMD, PKK, KPD, dan para

pemuka masyarakat setempat.

Dalam rangka pembentukan kelompok, perlu dilakukan pendataan pendu-

duk/keluarga miskin dengan memakai kriteria yang disepakati penduduk setempat dan

dibahas dalam musyawarah desa dalam wadah LKMD. Pendataan keluarga miskin

dilaksanakan oleh kepala desa/lurah denagn dibantu LKMD, PKK, KPD dan

dilakukan sedini mungkin sehingga pada saat program dimulai, telah terbentuk

kelompok di setiap desa/kelurahan tertinggal. Pendataan keluarga sejahtera oleh

BKKBN, jika telah dilakukan di desa yang bersangkutan dapat digunakan sebagai

salah satu bahan acuan, sesuai dengan kondisi setempat.

Pembentukan kelompok sebaiknya dilaukan pula melalui musyawarah

desa/dusun/lingkungan/RW/RT dan disarankan pada daftar penduduk miskin yang

Page 43: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

43

telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam pembentukan kelompok, rujukan berikut

ini dapat digunakan:

a. Pembentukan kelompok didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota

b. Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan

c. Dalam wadah kelompok diselenggarakan kegiatan sosial ekonomi, yaitu usaha

produktif, pemupukan modal dan tabungan, sehingga bermanfaat bagi semua

anggota secara berkelanjutan

d. Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula

disiapkan, ditumbuhkan dan dibina secara khusus oleh aparat desa/kelurahan dan

masyarakat setempat.

Dalam pembentukan kelompok, keluarga miskin dapat digolongkan menjadi

ependuduk yang sudah mempunyai usaha produktif meskipun kecil- kecilan dan

penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan tetap dan dengan demikian

juga tidak mempunyai penghasilan tetap. Bagi mereka yang mempunyai usaha

produktif, kelompok dibentuk dengan memilih pengurus yang kemudian bersama

anggota merencanakan kegiatan simpan-pinjam dengan modal kerja dari sumberdana.

Bagi penduduk lainnya diupayakan untuk menciptakan lapangan usaha dan lapangan

kerja, dengan bantuan pendamping, baik yang ditugaskan oleh camat, dari aparat desa

dan kalangan petugas lapangan berbagai instansi yang ada di desa, maupun dari

kalangan masyarakat desa yang telah lebih sejahtera dan berhasil dalam kehidupan

ekonominya. Untuk ini perlu ditemukenali kegiatan stimulan yang dapat membuka

lapangan usaha dan lapangan kerja penduduk miskin.

Mengingat dana program yang jumlahnya terbatas, apabila belum semua

kelompok masyarakat dapat menggunakannya, maka perlu mengatur prioritas

kelompok miskin yang didahulukan memperolehnya.

b.3. Pembinaan kelompok

Untuk mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, dalam kelompok perlu

diupayakan peningkatan pendapatan, peningkatan keterbukaan wawasan dan sikap

bekerjasama, dan peningkatan sifat demokratis- partisipatif dalam penyelenggaraan

kelompok. Adanya upaya peningkatan pendapatan ditandai dengan dilenggara kannya

pemupukan modal, tabungan, serta usaha produktif anggota. Adanya keterbukaan

ditandai dengan kesediaan anggota kelompok untuk menerima gagasan dan kelemba-

gaan baru. Adanya kegotong-royongan ditandai dengan upaya pemberian bantuan

dari keluarga yang sudah sejahtera kepada keluarga yang belum sejahtera. Adanya

demokrasi ditandai dengan kepemimpinan kelompok yang dipilih dari dan oleh

anggota, dan pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah.

Kelompok yang disiapkan dan dibina secara baik akan berfungsi sebagai

wahana proses belajar-mengajar anggotanya,wahana untuk menajamkan masalah

bersama yang dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi

menghadapi masalah bersama, dan wahana mobilisasi sumberdaya para anggota.

Kelompok sebagaimana dimaksud belum tentu telah ada di semua desa/kelurahan.

Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan program di desa/kelurahan yang

bersangkutan, perlu ditumbuh-kembangkan kelompok masyarakat dengan

memanfaatkan kelompok nyang sudah ada seperti kelompok akseptor KB, kelompok

Page 44: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

44

tani/nelayan, kelompok pendengar-pembaca-pemirsa (kelompencapir) sebagai wahana

kebersamaan penduduk miskin.

c. Manfaat KUBA

a. Meningkatkan kesejahteraan para anggota

b. Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis dan berpandangan ke depan

c. Memberikan pelayanan modal kepada anggota

d. Mengembangkan usaha produktif anggota

e. Melatih diri berfikir dan bermusyawarah

f. Belajar memimpin dan mengembangkan tanggung-jawab

g. Mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung

h. Meningkatkan kepercayaan pihak lain (seperti Bank).

d. PERSYARATAN PEMBENTUKAN KUBA

KUBA yang dicirikan oelh adanya sekelompok orang yang saling mengenal

dan bersepakat untuk saling membantu satu sama lain akan alhir kalau syarat berikut

ini terpenuhi:

a. Adanya ikatan pemersatu yang jelas, yaitu salah satu atau beberapa unsur berikut

ini:

- Kesamaan tempat tinggal

- Kesamaan tempat pekerjaan

- Kesamaan jenis pekerjaan atau profesi

- Kesamaan hobi atau kesenangan

- Kesamaan organisasi

- Kesamaan tempat asal (paguyuban)

- Kesamaan status (pemuda, wanita, dll)

b. Ada kesamaan kebutuhan ekonomi tertentu, seperti:

- Kebutuhan modal usaha

- Kebutuhan bahan baku atau barang dagangan tertentu

- Kebutuhan sarana tempat usaha

- Kebutuhan kelancaran penjualan barang produksi/jasa.

c. Adanya pemrakarsa atau sekelompok kecil orang inti yang memiliki peranan

paling berpengaruh dan dipercaya orang lain di sekelilingnya

d. Ada orang yang dengan sukarela bersedia mengelola dan melakukan kegiatan

pelayanan kepada para anggota

e. Ada lembaga atau perorangan yang memberikan bimbingan dalam

pengembangan program kegiatan kepada kelompok

f. Ada tujuan bersma yang disepakati dan memberikan manfaat nyata kepada

anggotanya.

e. Prinsip Dasar KUBA

Page 45: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

45

a. KUBA bekerja atas dasar dari, oleh dan untuk anggota

b. Keanggotaan KUBA berdasarkan kesadaran, dan terbuka untuk umum

c. KUBA bergerak dalam bidang sosial-ekonomi, khususnya pelayanan tabungan

dan kredit bagi para anggota

d. Menyelenggarakan pertemuan secara teratur

e. Menyelenggarakan ependidikan serta epengembangan pengetahuan anggota

secara terus menerus

f. Manajemen KUBA Bersifat terbuka

Kelompok usaha bersama mempunyai ciri-ciri:

1. Merupakan kelompok kecil yang efektif untuk bekerjasama dalam hal:

a. belajar teknologi, manajemen usahatani dan lainnya

b. mengambil keputusan dan bertanggung-jawab atas pelaksanaannya

c. berproduksi dan memelihara kelestarian sumberdaya lahan

d. kegiatan lainnya yang menyangkut kepentingan bersama

2. Anggotanya adalah petani-petani yang mempunyai minat dan kepentingan yang

sama, terutama dalam hal agribisnis

3. Para anggotanya biasanya memiliki kesamaan-kesamaan dalam hal

radisi/kebiasaan, domisili, lokasi, usahatani, status ekonomi, bahasa, pendidikan

dan usia.

4. Dipimpin oleh salah seorang anggota terpilih

5. Bersifat informal, artinya:

a. Kelompok terbentuk atas keinginan dan pemufakatan mereka sendiri

b. Memiliki peraturan, sanksi dan tanggung-jawab, baik yang tertulis maupun yang

tidak tertulis

c. Ada pembagian tugas/kerja yang jelas

d. Hubungan antar anggota luwes, wajar, saling mempercayai dan terdapat

solidaritas.

Ciri-ciri kelompok yang baik, yaitu sudah menguasai 10 macam kemampuan:

1. Meningkatkan kemampuan menyerap pengetahuan dan ketrampilan

2. Membimbing dalam menyusun rencana kerja agribisnis

3. Meningkatkan kemampuan kerjasama

4. Mengembangkan kemampuan pemilikan sarana kerja

5. Mendorong usaha pemupukan modal

6. Meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan dan mentaati perjanjian

7. Meningkatkan kerjasama dalam menghadapi keadaan darurat

8. Merintis kader kepemimpinan dan keahlian dari anggota kelompok

9. Menyadarkan pentingnya melembaga dengan Koperasi

10. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anggota kelompok dalam rangka

peningkatan produktivitas anggota yang bersangkutan.

f. Kesepakatan Kekompok Dalam Pengelolaan Usaha

Page 46: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

46

Dalam rangka meningkatkan uisaha bersama dalam KUBA, perlu diambil

suatu kesepakatan bersama yang dapat dipakai sebagai ketentuan/ aturan yang harus

dipatuhi oleh semua anggota kelompok.

Kesepakatan ini harus dibuat untuk menjaga dan menghindari hal-hal yang

tidak diinginkan di kemudian hari. Kesepakatan tersebut diambil atau diputuskan

dalam rapat anggota, a.l.

- Kesepakatan tentang besarnya pinjaman, simpanan, angsuran dll

- Kesepakatan tentang jadwal pertemuan rapat anggota

- Kesepakatan tentang musyawarah kelompok untuk pengambilan keputusan

- Kesepakatan tentang pemanfaatan bantuan teknik.

g. Prinsip Dasar Organisasi KUBA

a. Kekuasaan tertinggi dalam KUBA berada pada rapat anggota (RA)

b. Pengurus dan badan pemeriksa dipilih dari , oleh dan di dalam rapat anggota

c. Pengurus dan badan pemeriksa hanya dapat diberhentikan melalui rapat anggota

d. Pengurus dan badan pemeriksa bertanggung-jawab kepada rapata anggota

e. Organisasi KUBA hanya dapat dibubarkan oleh rapat anggota

f. Tugas dan wewenang pengurus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga

g. Tugas tanggungjawab pengurus: mengelola organisasi usaha kelompok,

melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama KUBA, dan mewakili

KUBA di luar dan dihadapan pengadilan.

h. Masa jabatan pengurus hendaknya diatur secara jelas, misalnya dua atau tiga

tahun.

i. Pengurus minimal eterdiri atas tiga orang, di antaranya sekretaris dan bendahara.

j. Jika dipandang perlu pengurus dengan persetujuan RA dapat mengangkat seksi-

seksi, seperti seksi kredit, seksi usaha, dll.

k. Kewajiban anggota: menghadiri pertemuan anggota, menabung secara teratur,

membayar kembali pinjaman sesuai dengan ketentuan, menghadiri/melibatkan

diri dalam kegiatan KUBA.

4.2. Pembinaan Kelembagaan KUBA

a. Pengertian

Pembinaan / pemberdayaan juga sering disebut dengan supervisi, pada

dasarnya merupakan proses kegiatan yang bersifat tindak lanjut. Hal ini karena ada

proses kegiatan sebelumnya yang menmdahului proses pembinaan. Proses kegiatan

yang mendahului pembinaan adalah kegiatan pemantauan. Ini berarti kegiatan

pembinaan dilakukan apabila ada sejumlah data atau informasi hasil pemantauan

yang dipandang tidak sesuai dengan penampilan prohgram yang diharapkan.

Misalnya data atau informasi hasil pemantauan terhadap cara penilaian calom KUBA

tidak sesuai dengan prosedur dan kriteria yang sudah ditetapkan. Memperoleh data

Page 47: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

47

dan informasi semacam ini perlu ditindak-lanjuti dengan kegiatan pembinaan terhadap

pelaksanaan pemilihan calon KUBA tersebut.

Dengan contoh ini, pengertian pembinaan adalah suatu proses kegiatan

sebagai tindak lanjut kegiatan pemantauan, dengan tujuan untuk memperbaiki atau

meningkatkan dan mendidik penampilan bagian-bagian program agar sesuai dengan

kriteria yang sudah ditetapkan.

b. Sasaran Pembinaan

Sasaran pembinaan adalah manusia yang digolongkan menjadi panitia

pelaksana dan khalayak sasaran dari program

(a). KUBA. Siapa saja yang termasuk ke dalam KUBA, apa peran dari setiap anggota

KUBA.

(b). Khalayak sasaran. Siapa saja yang terlibat dalam program tersebut dan apa

peranannya.

c. Syarat-syarat pembinaan

(a). Data masalah

Pembinaan dapat dilakukan apabila ada sejumlah data atau informasi yang

berupa masalah dari hasil pemantauan

(b). Data penyebab masalah

Penyebab masalah harus digali melalui pemantauan, karena kegiatan pembinaan

tidak terlebih dahulu mengetahui penyebabnya akan sulit mengadakan pembinaan

atau dengan kata lain pembinaan tidak didasari oleh penyebab maslaah maka

kegiatan pembinaan akan dikira-kira.

(c). Alternatif pemecahan masalah/penyebab masalah

Dalam pembiaan diperlukan beberapa alternatif pemecahan masalah. Hal ini

dimaksudkan apabila alternatif yang satu gagal dapat dicoba alternatif lain

sehingga masalah dapat dipecahkan.

d. Sifat Pembinaan

(a). Memperbaiki: Memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh para pelaksana,

sehingga program dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan

(b). Meningkatkan, yaitu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para pelaksana

program

(c). Mendidik: pembina sebagai pendorong memberi bantuan pemilihan apabila ada

masalah yang dihadapi oleh para pelaksana. Sehingga pembina bukan sebagai

man dor, tetapi sebagai manajer.

e. Arti Motivasi

Kata motivasi berasal to motive, yang berarti dasar, alasan, dorongan,

rangsangan atau sebab. Sehingga istilah motivasi diartikan sebagai dasar pikiran atau

alasan bagi seseorang untuk bebruat atau melakukan sesuatu untuk mencapai harapan

atau tujuan yang diinginkan.

f. Tujuan motivasi

Page 48: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

48

Memotivasi adalah mempengaruhi orang lain agar ia mau melakukan sesuatu

yang dianggap sebagai kebutuhan, baik untuk dirinya atau untuk orang lain.

Misalnya memotivasi KUBA dengan berbagai alasan untuk meningkatkan taraf hidup.

Dengan demikian, yang dimotivasi mau berfikir dan berusaha melakukannya.

g. Cara Memotivasi

(a). Cara yang bersifat menyadarkan.

Cara ini juga disebut cara persuasif. Motivator lebih banyak berdialog dengan

kelompok sasaran dan bahkan mendiskusikan berbagai masalah atau kebutuhan

yang hendak dipecahkan atau dipenuhi melalui motivasi.

(b). Cara yang bersifat memberikan imbalan atau janji

Dalam pelaksanaan cara ini, disamping menyadarkan juga dibayang- bayangi

dengan imbalan atau janji tertentu. Cara ini disebut cara dengan pemberian

insentif.

(c). Cara yang bersifat memaksa.

Penggunaan cara ini biasanya memanfaatkan kekuasaan yang ada pada diri

motivator atau atasannya yang berpengaruh atau memiliki kekuasaan. Pemaksaan

ini dapat bersifat "halus" atau "keras".

h. Langkah-langkah memotivasi

Kegiatan memotivasi tidak lepas dari suatu rangkaian program-program yang

sedang dilaksanakan. Kegiatan memotivasi merupakan bagian program yang

bermaksud untuk mendukung tercapainya tujuan program yang akan atau sedang

dilaksanakan.

Agar pelaksanaan motivasi dapat terarah, motivator perlu menempuh langkah-

langkah berikut:

(a). Identifikasi: tujuan program, masalah yang dihadapi, dan kebutuhan motivasi

yang diperlukan

(b). Penentuan tujuan motivasi, isi kegiatan, kelompok sasaran, waktu, tempat, cara

dan sarana motivasi.

(c). Persiapan lokasi dan kelompok sasaran

(d). Penilaian motivasi dan penilaian prosesnya.

(e). Penilaian hasil motivasi dan tindak lanjutnya, dan dalam hal ini lihatlah kaitannya

dengan program.

i. Teknik Pencatatan dan Pelaporan

Pada prinsipnya pengawasan pelaksanaan program KUBA dilakukan sendiri

oleh masyarakat dalam wadah kelompok. Pelaksana kelompok membuat catatan-

catatan harian yang berisi kegiatan yang dilaksanakan. Catatan harian ini mencakup:

nama kelompok, jenis usaha, jumlah rumahtangga dalam kelompok, rincian

penerimaan dan pengeluaran kelompok.

Berdasarkan catatan harian tersebut, ketua kelompok dibantu pendamping

menyusun laporan dan mengirimkannya kepada KOPERASI. Dari formulir tersebut

diperoleh informasi tentang jenis usaha setiap kelompok, jumlah keluarga yang

menjadi anggota kelompok, besarnya alokasi dana, rincian penerimaan dan

pengeluaran, serta masalah yang ditemui dan alternatif pemecahannya. Pengurus

Page 49: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

49

KOPERASI menyusun laporan bulanan . Laporan bulanan tersebut memberikan

informasi: nama kelompok, lokasi desa, jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok,

jumlah keluarga yang menerima dana, alokasi dana, perkembangan poenggunaan dana

(penerimaan dan pengeluaran) dan maslaah serta alternatif pemecahannya.

j. Mekanisme Pelaporan Kegiatan

Pelaporan pelaksanaan program KUBA dilakukan secara berjenjang mulai

dari anggota kelompok, ketua kelompok , dan KOPERASI menyusun laporan bulanan

dan menyampaikannya kepada pihak-pihak yang terkait. Rangkuman laporan bulanan

dari KOPERASI dijadikan bahan laporan Triwulan kepada pihak-pihak yang terkait .

4.3. Organisasi dan Manajemen: KOPERASI

A. Model Pembinaan dan Pemberdayaan

a.1. Pembinaan oleh KANDEP Perindustrian dan Perdagangan

Pembinaan yang dilakukan tidak hanya pada produsen agribisnis/agroindustri

(KUBA), namun juga pada industri kecil lainnya yang produknya berkaitan.

Pembinaan terhadap usaha agribisnis/agroindustri dilakukan pada unit-unit usaha

(KUBA) yang sudah ada dengan melalui pendekatan daerah sentra produksi (SPAKU).

Akibatnya usaha agribisnis yang belum ada ataupun belum berkembang juga harus

menjadi perhaitan dalam pembinaannya.

a.2. Pembinaan oleh Mitra Kerja Teknis: Dinas PKT

Pembinaan oleh mitra teknis di wilayah pedesaan dapat dilakukan oleh Dinas

PKT dan Instansi teknis terkait. Mereka dapat membina usaha-usaha agroindustri

yang terkait dengan KIMHUT-BAMBU. Aspek yang dibina adalah mengenai

teknologi produksi, budidaya tanaman, konservasi sumberdaya, dan pemasaran, serta

pembinaan kelembagaan.

Pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan wilayah daerah sentra

pengembangan agribisnis komoditas unggulan BAMBU. Model pembinaannya adalah

langsung kepada sasaran agribisnis tanpa melibatkan Dinas perindustrian ataupun

instansi lain yang terkait. Umumnya usaha yang dibina adalah jenis agroindustri yang

potensial ditinjau dari segi permintaannya serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

a.3. KEMITRAAN Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi mempunyai potensi untuk melakukan pembinaan, walaupun

sifatnya insidentil. Pembinaan yang dilakukan umumnya dalam aspek informasi

inovasi-teknologi. Teknologi yang ditransfer kepada masyarakat, baik pada usaha

agribisnis/ agroindustri yang telah ada maupun usaha yang belum ada. Kelemahan

isstem pembinaan yang dilakukan umumnya : (a). Tidak rutin; (b) Kurang memikirkan

aspek pemasaran; (c) kurang melibatkan instansi lain yang terlibat.

a.4. Pembinaan Instansi Lainnya

Page 50: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

50

Instansi lain yang juga terlibat seperti PEMDA, Dinas Pertanian, Dinas

Perkebunan, dll. Pembinaan yang dilakukan umumnya bersifat insidentil. Pembinaan

dalam bidang agribisnis bagi Dinas/Instansi tersebut tampaknya sebagai tugas

sampingan, sehingga menimbulkan kesan dalam pembinaannya tidak serius.

a.5. Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil & Menengah

Koperasi dalam pembinaan usaha agribisnis/agroindustri selama ini bertumpu

pada Model Kopinkra. Sehingga dalam pembinaannya, Koperasi pesantren hanya

ditekankan pada kegiatan pengadaan pangan. Namun dengan adanya perubahan tugas

Departemen Koperasi & PKM, dimana saat ini bertugas pula dalam pengembangan

dan pembinaan pengusaha kecil, koperasi mulai terlibat dalam pembinaan usaha

agribisnis/agroindustri.

Sejalan dengan adanya kebijakan pengembangan agribisnis /agroindustri Di

Jawa Timur dimana sebelumnya pengembangan kurang mendapat perhatian, maka

saat ini telah ada langkah-langkah kongkrit dalam pengembangan agribisnis/ agroin-

dusri Di Jawa Timur. Pembinaan dimulai dengan perencanaan yang dikoordinasikan

oleh Bappeda Tk I dengan cara membuat peta wilayah pengembangan

agribisnis/agroindustri di Wilayah Kecamatan. Dalam pelaksanaannya diserahkan

sepenuhnya pada Bappeda Tk II. Direncanakan dalam pelaksanaan pembinaan

dilakukan dengan jalur :

(a). Dinas Perindustrian & Perdagangan sebagai pembina Teknologi

(b). Dinas Koperasi & PKM sebagai Pembina dalam perkreditan, kelembagaan, dan

pemasaran.

(c). Bappeda sebagai perencana jalinan dengan dengan Bapak angkat, serta segabai

koordinasi dengan sektor terkait.

(d). Dinas pertanian terkait sebagai pembina dalam aspek penyediaan bahan baku

B. Pendekatan

Tujuan sistem managemen Unit Usaha otonom KOPERASI untuk menangani

usaha agribisnis/agroindustri di pedesaan ini diuraikan sebagai berikut :

(a). Pengentasan kelompok masyarakat miskin di pedesaan melalui kegiatan usaha di

bidang agribisnis/agroindustri komoditas unggulan.

(b). Peningkatan peran KOPERASI sebagai badan usaha ekonomi rakyat, khususnya

dalam pengembangan agribisnis/agroindustri.

(c). Memudahkan pembinaan dalam pengembangan agribisnis/ agroindustri pedesaan,

bagi instansi terkait baik dalam segi transfer teknologi, perkreditan, pengor-

ganisasian, pemasaran, dll.

(d). Meningkatkan nilai tambah hasil-hasil pertanian.

Konsepsi Rekayasa Managemen Unit Usaha Otonom KOPERASI guna

menangani usaha agribisnis/agroindustri di wilaayh pedesaan sebagaimana

digambarkan sebagai berikut :

(1). Komponen Kegiatan Utama

Page 51: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

51

Komponen kegiatan utama disain managemen KOPERASI guna menangani

KIMHUT Bambu adalah :

(a). Disain sistem pengorganisasian Kelompok Usaha Bersama (KUBA)

(b). Disain sistem usaha agribisnis BAMBU.

(c). Disain sistem Lembaga Keuangan/Simpan-pinjam

(d). Disain sistem pemasaran / Warung Pengecer/WASERDA

(e). Disain sistem pembinaan dan transfer teknologi

(f). Disain Paket Tekhnologi

(2). Komponen Kegiatan Penunjang

(a). Disain koordinasi Instansi Terkait

(b). Disain peranan tenaga pendamping

C. Rancangan Sistem

c.1. Disain sistem pengorganisasian

Strukrur organisasi sebagaimana di atas secara operasional fungsinya

diuraikan sebagai berikut :

(a). Pada KOPERASI ada unit usaha agribisnis/agroindustri, yang terdiri dari bagian

bina usaha dan teknologi, pemasaran, dan bagian modal dan kerjasama. Fungsi

dari unit usaha ini adalah :

- mencari jenis-jenis usaha agribisnis/agroindustri yang akan dikembangkan.

- membina kelompok masyarakat miskin dalam usaha agribisnis/ agroindustri.

- mengusahakan modal/ peralatan dan kerjasama dengan pihak luar

- Sebagai wahana dalam transfer teknologi dari pihak luar.

- mengusahakan adanya sistem pemasaran

- Sebagai pengontrol penentuan kwalitas dan harga

- mengembangkan perguliran kelompok yang mampu bagi masyarakat miskin

yang lain baik pada usaha yang sejenis amaupun usaha agribisnis/agroindustri

baru.

(b). Pada KOPERASI terdiri Kelompok Agribisnis dapat sejenis atau berbeda.

Kelompok ini terdiri dari masyarakat miskin yang berusaha di bidang

agribisnis/agroindustri. Paling sedikit kelompok ini terdiri dari 5 orang yang

terbagi dalam bagian produksi dan bagian pemasaran, serta seorang ketua

kelompok.

Keberhasilan KOPERASI guna mengembangkan agribisnis/ agroindustri ini

sangat tergantung pada kelompok ini. Penambahan jumlah anggota kelompok

dimungkinkan dilakukan apabila usaha yang dilakukan memang meningkat skala

usahanya sampai mencapai 10 orang. Apabila usaha yang dilakukan berkembang,

maka dimungkinkan adanya pembentukan kelompok agroindustri baru dimana

ketuanya adalah dari salahasatu kelompok yang telah berhasil.

(c). Hubungan antara KOPERASI dengan Kelompok-kelompok usaha agribisnis/

agroindustri adalah sebagai mitra kerja . Oleh karenanya ukuran keberhasilan

Page 52: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

52

KOPERASI dalam penangani usaha agribisnis / agroindustri ini adalah

sejauhmana keberhasilan berkembangnya kelompok usaha bersama agribisnis/

agroindustri tersebut.

c.2. Disain sistem usaha agribisnis bagi KUBA

Disain sistem usaha agribisnis bambu bagi kelompok masyarakat ini

dirancang dengan tujuan penengentasan kelompok masyarakat perdesaan dengan

usaha pengembangan agribisnis berbasis bambu. Operasionalisi sistem usaha ini

dapat diuraikan sebagai berikut :

(a). Masyarakat perdesaan yang dimaksudkan adalah masyarakat dengan sumber

pendapatan utamanya sektor pertanian dan tinggal di lokasi.

(b). Setiap 25-30 orang petani berkelompok dalam satu usaha bersama kegiatan

agribisnis berbasis bambu, yang terbagi dari bagian produksi dan bagian

pemasaran. Pada tahap awal dibatasi hanya beberapa kelompok, masing-masing

kelompok dengan satu orang ketua. Ketua kelompok diutamakan yang telah

mempunyai usaha di bidang agribisnis/agroindustri.

(c). Modal usaha merupakan modal bersama bukan modal individu. Modal diperoleh

dari kredit lunak melalui KOPERASI dan tanggung jawabnya adalah per individu

anggota kelompok.

(d). Jenis usaha yang dilakukan adalah jenis agribisnis komoditas unggulan wilayah

berbasis bambu

(e). Pemilihan jenis usaha agribisnis ditentukan secara bersama-sama dalam satu

anggota kelompok usaha bersama, melalui musyawarah dengan tenaga

pendamping dan KOPERASI.

(f). Sebelum usaha agribisnis dilakukan, maka diperlukan terlebih dahulu adanya

pelatihan dari instansi terkait.

(g). Kelompok-kelompok usaha agribisnis harus mengikuti pembinaan produk. Serta

diusahakan mendapatkan Nomor Sertikat Pembinaan (SP). Sehingga produk yang

dihasilkan dapat dipasarkan ke pusat-pusat pengolahan produk bambu.

(h). Sistem pembagian keuntungan antara anggota kelompok diatur berdasarkan

musyawarah KUBA.

(i). Setelah dipandang kelompok ini berhasil pada waktu tertentu oleh KOPERASI,

maka dimungkinkan dilakukan Penambahan jumlah anggota kelompok apabila

usaha yang dilakukan memang meningkat skala usahanya. Apabila usaha yang

dilakukan berkembang, maka dimungkinkan adanya pemben tukan kelompok

agroindustri baru dimana ketuanya adalah dari salaha satu kelompok yang telah

berhasil.

(j). Hubungan antara Kelompok-kelompok usaha bersama agribisnis/ agroindustri

jenis adalah sebagai mitra bukan kompetisi. Oleh karenanya harus ada

koordinasi baik dalam segi proses produksi maupun pemasaran.

(k). Dalam segi pemasaran produk yang dihasilkan adalah pemasaran kelompok yang

dapat dilakukan langsung, ataupun melalui KOPERASI.

c.3. Disain sistem perkreditan/bagi hasil

Disain sistem perkreditan/bagi hasil pengembangan usaha agribisnis /

agroindustri ini diuraikan sebagai berikut :

Page 53: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

53

(a). KOPERASI khususnya Unit Usaha pengembangan usaha agribisnis /agroindustri

bertanggung jawab terhadap kredit yang berasal dari pihak luar. Sumber kredit

dari pihak luar harus diusahakan yang bersifat lunak, dengan prioritas kredit

yang berasal dari Perusahaan negara atau Swasta Besar.

(b). Pemberian kredit pada kelompok usaha agribisnis/agroindustri akan diberikan

setelah kelompok usaha bersama tersebut dilakukan pelatihan serta mempunyai

rencana yang jelas.

(c). Kredit usaha merupakan kredit bersama namun dalam pertanggung jawabnya

adalah per individu anggota kelompok.

(d). Cicilan kredit ditarik ketua kelompok dari hasil kentungan setiap hasil penjualan,

dan dibayarkan ke KOPERASI setiap bulan. Tingkat Bunga kredit adalah tingkat

bunga umum. Sedangkan KOPERASI membayar cicilan kepada pihak luar

pemberi kredit diatur melalui perjanjian yang telah disepakati. Kredit diberikan

dengan masa sesuai kesepatan dari anggota kelompok usaha agribisnis berbasis

bambu.

(e). Apabila modal yang berasal dari pinjaman dimungkinkan dilakukan melalui

sistem bagi hasil usaha per bentuk bagian produk yang dihasilkan. Besarnya bagi

hasil produk diatur antara kelompok usaha agribisnis/agroindustri dengan

KOPERASI. Hal ini dapat dilakukan apabila ada perusahaan swasta besar/

negara atau KOPERASI yang mampu menangani pemasaran.

c.4. Disain sistem pemasaran

Disain sistem pemasaran produk agribisnis bambu dilakukan untuk

menjangkau pasaran yang luas. Pemasaran yang dilakukan pada jangkauan pasar

yang luas perlu diarahkan pada seluruh segmen pasar sehingga menuntut adanya

tuntutan desain sebagai berikut :

(1). Adanya jaminan kualitas dan kontinyuitas suplai dengan harga yang bersaing

(2). Adanya diversifikasi produk berdasarkan kwalitas, ukuran dan bentuk

(3). Sistem Pengkemasan yang baik

(4). Adanya sistem pemasaran berkelompok

(5). Adanya jalinan kerja sama dengan lembaga pemasaran potensial.

Dalam rangka memenuhi disain tersebut peranan KOPERASI melalui Unit

Usaha Agribisnis Bambu memegang peranan kunci. Usaha yang perlu dilakukan

adalah mencari jalinan kerjasama dengan lembaga pemasaran milik suasta yang

mempunyai jaringan pemasaran handal.

c.5. Disain sistem Pembinaan dan transfer teknologi

Disain Sistem Pembinaan dan Transfer Tekhnologi agribisnis diuraikan

sebagai berikut:

(a). Pembentukan Kelompok-kelompok Usaha Bersama

Pada tahap awal ditentukan sejumlah orang yang telah menangani usaha

agribisnis bambu dan potensial untuk dikembangkan. Orang-orang ini merupakan

calon ketua KUBA. Pada setiap orang tersebut diharapkan mencari 25-30 orang

yang mau berusaha di bidang agribisnis bambu. Dengan demikian akan terdapat

Page 54: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

54

beberapa kelompok usaha agribisnis bambu yang beranggotakan masing- masing

25-30 orang.

(b). Pembentukan KUBA tidak lewat formal dari atas, namun dibentuk dari bawah.

Mekanisme dilakukan melalui pemilihan dari ketua-ketua kelompok yang telah

berkembang.

(c). Sistem pembinaan yang dilakukan langsung kepada kelompok-kelompok usaha

agribisnis. Paket materi pembinaan yang diperlukan adalah : (1). Paket tekhnologi

proses produksi agroindustri; (2). Paket tekhnologi kemas; (3). Paket sistem

pemasaran; (4). Paket sistem administrasi keuangan; (5). Paket sistem

pengorganisasian; (6). Paket kesehatan produk untuk memeproleh Sertikat

Pembinaan (SP) agar dapat dipasarkan di supermaket; (7). Paket perencanaan

dan pengembangan usaha.

Dalam jangka panjang jika KOPERASI diharapkan dijadikan wahana untuk

mengembangkan usaha agribisnis/agroindustri, maka Kantor Koperasi & PKM harus

mampu secara aktif melakukan pembinaan usaha agribisnis. Pembinanan yang

diperlukan untuk Instansi Koperasi (Dinas/Kanwil) adalah :

(a). Mencari Bapak angkat/mitra kerja bagi KUBA.

(b). Perencanaan pengembangan agribisnis /pengusahaan bambu melalui sistem

pemetaan wilayah pengembangan (SPAKU-KOPERASI).

(c). Pembinaan organisasi/kelembagaan SPAKU-KOPERASI

(d). Pembinaan pemasaran produk melalui mekanisme kemitraan dengan suasta

(e). Pembinaan perkreditan formal yang dapat diakses oleh anggota koperasi

c.6. Disain Paket Teknologi

Disain paket teknologi untuk agribisnis / pengusahaan bambu yang layak

dikembangkan untuk tujuan pengentasan kemiskinan di wilayah perdesaan haruslah

memenuhi kreteria sebagai berikut:

(a). Skala usaha kecil namun memenuhi kelayakan ekonomis

(b). Cepat mendatangkan keuntungan; produknya mampu bersaing di pasaran bebas:

harganya murah, kualitasnya baik, atau mempunyai keunikan yang khas.

(c). Bersifat rutin dan berkelanjutan

(d). Bahan-bahan/sarana/prasarana penunjang mudah dicari

(e). Tidak memerlukan keahlian yang rumit

(f). Dapat dilakukan di sekitar rumah tempat tinggal.

c.7. Disain Koordinasi dengan Instansi Terkait

Disain Kooordinasi instansi terkait dalam suatu wilayah kabupaten dapat

diuraikan sebagai berikut:

(1). Dinas Koperasi sebagai penanggung Jawab pengembangan agroindustri dengan

motor penggerak Koperasi. Dalam segi perencanaan dan pelaksanaannya

Koperasi dalam suatu wilayah Kabupaten dalam pengorganisasiannya dengan

instansi terkait dilakukan melalui Jalur tangan Bappeda.

(2). Dalam pelaksanaan perencanaan pengembangan Agribisnis pengusahaan bambu

dilakukan berdasarkan peta wilayah pengembangan sentra agroindustri dalam

suatu wilayah KOPERASI. Dalam pelaksanaannya langsung dibawahi oleh

Page 55: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

55

Bappeda. Sedangkan Instansi Koperasi dan Perindustrian adalah sebagai

pelksana utama, sedangkan instansi terkait sebagai pembantu.

(3). Kantor Dinas Koperasi & PKM perlu menjalin hubungan dengan pihak Peru-

sahaan negara/ swasta besar untuk mencari bapak angkat dari jenis-jenis

agribisnis pengusahaan bambu.

(4). Sumber permodalan bagi KOPERASI dalam menangani usaha pengusahaan

bambu di pedesaan dilakukan kerjasama dengan Bank Pemerintah ataupun

dengan pihak BUMN/BUMS .

(5). Dalam segi pembinaan kepada KOPERASI ataupun kelompok usaha agribisnis

bambu dilakukan dengan pembagian sebagai berikut:

a). Dinas Koperasi & PKM bertanggung Jawab terhadap pembinaan:

- Pengorganisasian/kelembagaan

- Pemasaran

- Perkreditan

- Pengembangan usaha bersama (KIMHUT-BAMBU)

- Jalinan Kerjasama Kelompok (KUBA)

b).Dinas Perindustrian & Perdagangan bertanggung jawab terhadap pembinaan

teknologi

c). Dinas Kesehatan bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan produk

d).Dinas Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Peternakan bertanggung jawab

terhadap suplai bahan baku, dan pembinaan teknologi agroindustri yang

terkait.

c.8. Disain Peranan Tenaga Pendamping

Keberadaan tenaga pendamping dalam tahap-tahap awal sangat diperlukan

untuk menentukan keberhasilan pengembangan KOPERASI dalam mengembangkan

usaha agribisnis/agroindustri di pedesaan. Peranan tenaga pendamping adalah sebagai

jembatan antara pembina dengan kelompok usaha agroindustri. Jumlah tenaga

pendamping diperlukan satu orang untuk beberapa KUBA. Peranan tenaga

pendamping ini diuraikan sebagai berikut:

(a). Membantu perencanaan usaha agribisnis/agroindustri yang akan dikembangkan

(b). Membimbing dalam segi kegiatan usaha kelompok agribisnis/ agroindustri oleh

KUBA.

(c). Membantu menjalin kerjama dengan pihak luar baik dalam segi permodalan

maupun pemasaran.

(d). Membimbing dalam pengorganisasian

(e). Membimbing dalam segi administarasi keuangan.

(g). Memotivasi kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam usaha

agribisnis/agroindustri

Insentif dari tenaga pendamping ini diambilkan dari dana pembinaan yang ada

di Instansi terkait, disamping itu dimungkinkan melalui keterlibatan langsung tenaga

pendamping dalam usaha agribisnis/agroindustri.

D. Landasan Operasional

Page 56: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

56

Landasan operasional pengembangan usaha agribisnis/ agroindustri dengan

memfungsikan Koperasi diuraikan sebagai berikut:

d.1. Aspek Potensi Sumberdaya Alam dan Manusia

Potensi sumberdaya pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan baku

industri di Jawa Timur sangat melimpah, namun penyerapan tenaga kerjanya dalam

usaha agroindustri masih sangat rendah. Sementara itu jumlah penduduk miskin di

pedesaan masih cukup besar. Dengan demikian usaha agribisnis/agroindustri di

pedesaan memberikan peluang untuk dijadikan usaha pengentasan masyarakat miskin.

d.2. Aspek Kelayakan Usaha

Banyak terdapat jenis usaha agribisnis/agroindustri yang layak dikembangkan

untuk pengentasan kelompok masyarakat miskin di wilayah perdesaan. Namun usaha

yang dilakukan umumnya bersifat sambilan, teknologi sangat sederhana,

pemasarannya lokal dan pemasarannya kurang kompetitif di pasaran kota. Di lain

pihak dijumpai usaha agroindustri di kota dalam skala pabrik dimana sebenarnya

dapat dilakukan dalam skala rumah tangga di pedesaan. Dengan demikian

pengembangan agribisnis/ agroindustri di pedesaan masih mempunyai peluang cukup

besar.

d.3. Aspek Kelembagaan

Koperasi KOPERASI saat ini masih belum sepenuhnya menangani

pengembangan usaha agribisnis/agroindustri, di lain pihak adanya tuntutan melalui

kantor Departemen Koperasi , Pengusaha Kecil dan Menengah yang diberi tugas

dalam mengembangkan pengusaha kecil termasuk pengembangan usaha

agribisnis/agroindustri.

d.4.Aspek Keterpaduan Instansi terkait

Instansi terkait seperti Kantor Departemen Pertanian, Koperasi & PKM,

Perindustrian & Perdagangan, Departemen Dalam Negeri, Perbankan, maupun

Perguruan Tinggi mempunya tekad yang sama untuk meningkatkan nilai tambah hasil

pertanian melalui sistem usaha agribisnis/agroindustri.

d.5. Tolok Ukur Keberhasilan

(a). Terbentuk Unit Usaha Otonom KOPERASI di bidang agribisnis / agroindustri,

dengan indikator :

(1). Terlibat dalam penyediaan kredit untuk pengembangan usaha

agribisnis/agroindustri.

(2). Terlibat dalam pemasaran produk agribisnis/agroindustri.

(3). Mempunyai jenis-jenis usaha agribisnis/agroindustri.

(b). Terbentuknya Kelompok-kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) yang

beranggotakan petani, dengan indikator:

(1). Adanya usaha yang bersifat kontinyu

Page 57: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

57

(2). Usaha yang dilakukan bersifat kelompok

(c). Peningkatan pendapatan Kelompok Masyarakat anggota KUBA dibandingkan

sebelum berusaha di bidang agribisnis/agroindustri.

(d). PEMDA diharapkan dapat menyusun peta perencanaan pengembangan agribisnis

komoditas unggulan dan mempunyai akses kepada berbagai sumber anggaran

khusus untuk pengembangan agribisnis.

E. Rancangan Koperasi Agribisnis Produk Unggulan Bambu

Pengembangan produk-produk unggulan wilayah dalam rangka untuk

memberdayakan ekonomi rakyat setempat dapat dilakukan melalui pendekatan

pemberdayaan Koperasi Agribisnis sebagai “LEMBAGA EKONOMI RAKYAT

YANG MENGAKAR & MANDIRI”. Koperasi seperti ini dapat dikembangkan dari

lembaga-lembaga ekonomi tradisional yang telah ada, atau melalui rekayasa sosial

yang sesuai. Konsep pemberdayaan Koperasi agribisnis dapat diabstraksikan dalam

bagan berikut.

Sumber Sumber Birokrasi

Informasi Modal/Kapital

TOKOH PANUTAN / KEPERCAYAAN RAKYAT

-------------------------------------------------------

MANAJEMEN PROFESIONAL

RAKYAT RAKYAT

KOPERASI AGRIBISNIS BAMBU

UNIT

PERMODALAN

UNIT USAHA UNIT LEMBAGA

PRODUKTIF: DISTRIBUSI:

Page 58: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

58

- Agribisnis (SPAKU) - Waserda

- Agroindustri (KUBA) - Grosir

- Industri RT / kerajinan - Pengecer

Kelompok sasaran dan Lingkup Kegiatan

Kelompok sasaran:

a. Kelembagaan sosial -tradisional yang ada di masyarakat, seperti koperasi,

kelompok tani, kelompok peternak, Paguyuban dan lainnya

b. Lembaga Kelompok tani komoditas yang telah ada.

c. Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra koperasi),

maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan / dikembangkan usahanya.

d. Pengusaha dan Pengusaha Kecil, baik perorangan maupun kelompok, terutama

jama'ah masjid/Kopontren yang bersangkutan yang bergerak di bidang produksi

agribisnis/agroindustri dan sektor lainnya untuk diberdayakan/dikembangkan,

sehingga pada gilirannya dapat memperluas kesempatan kerja (menyerap tenaga

kerja).

e. Tenaga Kerja Terampil untuk dilatih dan ditempatkan sebagai pendamping dan

atau tenaga profesional / pengelola unit-unit usaha.

Lingkup Kegiatan:

a. Sosialisasi konsep pemberdayaan ekonomi rakyat dan identifikasi kelompok

sasaran yang akan mengembangkan unit usaha produk unggulan,

b. Rekruitmen tenaga terampil terdidik (yang nganggur ) untuk dijadikan petugas

pendamping lapangan (PPL)

c. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dengan thema:

(a) Pengembangan KUBA pengelola SPAKU produk unggulan wilayah

(b) Pra-koperasi simpan-pinjam pola perkreditan sederhana

(c) Usaha di berbagai sektor riil seperti agribisnis/agroindustri,

d. Penyaluran modal bergulir dan pendampingan untuk: (a) unit simpan-pinjam; (b)

modal kerja penyalur (grosir dan sub grosir) dan (c) modal kerja untuk mendukung

usaha masyarakat di berbagai sektor riil, terutama kelompok usaha bersama

Agribisnis/agroindustri (KUBA).

e. Penyaluran dana, sesuai dengan tahapan pelaksanaan program, dilakukan

langsung pengelola KUBA melalui Bank yang ditunjuk setelah persetujuan

diberikan oleh Tim Pembina atas usulan tim teknis daerah.

f. Tim Pembina dan Tim Teknis melaksanakan koordinasi perencanaan, pelaksanaan

dan pemantauan program dan menyampaikan laporan kemajuan program secara

periodik (bulanan dan triwulanan).

Page 59: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

59

Page 60: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

60

5. RANCANGAN KEBUN TEKNOLOGI BAMBU:

PUSAT INFORMASI DAN PELAYANAN TEKNOLOGI TEPAT

GUNA

Penerapan teknologi tepat guna diharapkan dapat membantu pengembangan

usaha produksi produk unggulan di wilayah pedesaan dan sekaligus meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa kriteria yang dikemukakan oleh para pakar

agar supaya suatu teknologi dapat disebut “TEPAT GUNA” adalah:

1. Mampu menciptakan lapangan kerja atau kesempatan kerja

2. Menggunakan lebih banyak tenaga manusia

3. Pemeliharaannya mudah

4. Menggunakan lebih banyak bahan baku lokal

5. Pemanfaatan modal setempat

6. Pemanfaatan teknologi menengah/madya

7. Tidak boros sumberdaya alam dan tidak mengganggu lingkungan hidup.

Proses alih teknologi yang efektif mensyaratkan beberapa hal penting, a.l.:

1. Peran-serta secara aktif semua instansi terkait dan masyarakat penerima/pengguna

untuk menghadapi dan mengatasi kendala yang ada

2. Kerjasama dan komunikasi yang terprogram dalam suatu forum dialogis yang

melibatkan semua komponen yang terkait

3. Tersedianya wadah bagi forum dialogis antara masyarakat, pembawa, dan sumber

teknologi yang berada dekat dengan masyarakat dan mudah diakses oleh segenap

masyarakat.

4. Adanya kelembagaan yang akomodatif dan partisipatif, didukung oleh adanya iklim

inovatif dan tenaga yang terlatih, serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan

sistem informasi yang memadai.

5. Adanya tokoh panutan masyarakat yang mampu menggalang segenap potensi

masyarakat untuk diarahkan dan disiapkan untuk mengadopsi teknologi.

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, tampaknya keberadaan “KEBUN

TEKNOLOGI” di bawah kendali Koperasi Agribisnis Bambu dan bermitra dengan

Perguruan Tinggi dan Instansi teknis terkait , mampu menjadi wahana yang efektif

dalam proses alih teknologi tepat guna di wilayah pedesaan. Kebun Teknologi ini dapat

berfungsi ganda sebagai:

(1). Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Tepat-guna, yang dapat diakses oleh

para santri dan oleh masyarakat sekitar

(2). Pusat Penyuluhan, DEMOPLOT Ujicoba Penerapan Teknologi, dan Kaji Tindak

(3). Pusat Pelayanan dan Informasi IPTEK yang mampu menjalin hubungan dengan

jaringan informasi IPTEk yang lebih luas..

Kebun ini secara operasional berada di bawah koordinasi dari KOPERASI Agribisnis

Bambu yang ada di wilayah. Kebun ini dapat melibatkan beberapa divisi penting

seperti:

Page 61: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

61

I. DIVISI TEKNOLOGI BENIH DAN BIBIT UNGGUL

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknik-teknik penanganan/ penyimpanan benih/ bibit

2. Teknologi perbanyakan benih dan bibit

3. Teknologi pembibitan dengan cara cepat

4. Teknologi penanaman benih dan bibit

5. Teknologi pengelolaan kebun bibit dan kebun induk/koleksi.

II. DIVISI AGROTEKNOLOGI DAN AGROBISNIS /AGROINDUSTRI

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknologi budidaya tanaman/ Silvikultur

2. Teknologi pengelolaan lahan dan konservasi tanah

3. Teknologi Industri / Kerajinan Bambu

4. Teknologi Pengolahan /pascapanen komoditas penunjang

5. Teknologi pemasaran hasil pertanian basis bambu

III. DIVISI TEKNOLOGI PASCAPANEN DAN PENGEMASAN

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknologi penanganan panen dan pasca panen Bambu

2. Teknologi pengolahan pangan nabati

3. Teknologi pengolahan pangan hewani

4. Teknologi mekanisasi pertanian

5. Teknologi pengemasan hasil panen.

IV. DIVISI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK DAN PAKAN TERNAK

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknologi inseminasi buatan (Sapi)

2. Teknologi perkandangan

3. Teknologi produksi Pakan hijauan

4. Teknologi ransum pakan alternatif

5. Teknik perawatan kesehatan ternak

V. DIVISI TEKNOLOGI LIMBAH DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknologi penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan limbah domestik

rumahtangga

2. Teknologi jamu /obat tradisional/TOGA

3. Teknologi daur ulang/pemanfaatan limbah pertanian

4. Teknologi pengolahan pangan dengan nilai gizi tinggi

5. Teknologi penyuluhan kesehatan yang efektif

6. Teknologi pemutusan rantai penularan penyakit, dan lainnya

Page 62: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

62

VI. DIVISI TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN MANAJEMEN INFORMASI

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknik komunikasi massal

2. Teknologi komputer / komputasi dan informatika

3. Teknik rekayasa sosial

4. Manajemen sistem informasi

5. Teknik dokumentasi dan publikasi.

VII. DIVISI TEKNOLOGI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN KEUANGAN

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknik pembukuan keuangan sederhana

2. Teknik analisis usahatani

3. Teknik penyusunan kelayakan proyek/kegiatan produktif

4. Perkreditan

5. Baitul Ma‟al/Perkoperasian/kelompok usaha bersama.

Page 63: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

63

KOPERASI PENGELOLA KIMHUT BAMBU

UNIT USAHA KEBUN TEKNOLOGI

ANGGOTA MASYARAKAT

LITBANG

DEPT. KEBUN TEKNOLOGI PERG.

BPPT

BLK-BLK DIVISI-DIVISI TEKNOLOGI TINGGI

SUASTA

POKMAS ANGGOTA KUBA

KOPERASI

Page 64: Model perencanaan kawasan agroforestry bambu

64

BAHAN BACAAN

Chihongo, A.W., Kishimbo, S.I., Kachwele, M.D. dan Y.M. Ngaga. 2000. Bamboo

production-to consumption systems in Tanzania. [Internet] INBARs Bamboo and

Rattan Development Programmes. http://www.in ar.int/ publication/txt/

INBAR_Working_Paper_No28.htm. Accessed May 2007.

Dransfield, S. dan E.A. Widjaja. 1995. Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland. In:

Dransfield, S. & Widjaja, E.A. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 7.

Bamboos. Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 74–78.

Liese, W. 2004. Preservation of bamboo structures. Ghana Journal of Forestry 15–16: 40–48.

Seethalakshmi, K.K. dan M.S. Muktesh Kumar. 1998. Bamboos of India: a compendium.

Technical Report No 17. Kerala Forest Research Institute, Peechi, Kerala, India &

International Network for Bamboo and Rattan (INBAR), Beijing, China. 342 pp.

CAB International, 2005. Forestry Compendium. Bambusa vulgaris. [Internet]

http://www.cabicompendium.org/ fc/datasheet.asp?CCODE=BAM_VU.

Duriyaprapan, S. dan P.C.M. Jansen. 1995. Bambusa bambos (L.) Voss. In: Dransfield, S. &

Widjaja, E.A. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 7. Bamboos.

Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 56–60.

Khristova, P., Kordaschia, O., Patt, R. & Karar, I., 2006. Comparative alkaline pulping of

two bamboo species from Sudan. Cellulose Chemistry and Technology 40(5): 325–

334.

Koshy, K.C. & Jee, G., 2001. Studies on the absence of seed set in Bambusa vulgaris.

Current Science 81(4): 375–378.

Ndiaye, A., Dialoo, M.S., Niang, D. & Gassama-Dia, Y.K., 2006. In vitro regeneration of

adult trees of Bambusa vulgaris. African Journal of Biotechnology 5(13): 1245–

1248.

Papadopoulos, A.N., Hill, C.A.S., Gkaraveli, A., Ntalos, G.A. dan S.P. Karastergiou. 2004.

Bamboo chips (Bambusa vulgaris) as an alternative lignocellulosic raw material for

particleboard manufacture. Holz als Roh- und Werkstoff 62: 36–39.

Rugalema, G.H., Okting‟ati, A. dan F.H. Johnsen. 1994. The homegarden agroforestry

system of Bukoba district, north-western Tanzania. 1. Farming system analysis.

Agroforestry Systems 26(1): 53–64.

Sarpong, M.K. 2000. Evaluation of bamboo utilization in Kumasi. BSc thesis, Institute of

Renewable Natural Resources, Kwame Nkrumah University of Science and

Technology, Kumasi, Ghana. 40 pp.

Supplier Bambu Murah !!