MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK...

192
MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh NUR IDA AFWA NIM. 111-12-227 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016

Transcript of MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI PONDOK...

  • MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI

    PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER

    WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN

    DEMAK TAHUN 2016

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan

    Oleh

    NUR IDA AFWA

    NIM. 111-12-227

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2016

  • i

    MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR’AN DI

    PONDOK PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER

    WEDING KECAMATAN BONANG KABUPATEN

    DEMAK TAHUN 2016

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan

    Oleh

    NUR IDA AFWA

    NIM. 111-12-227

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2016

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    ُّ ًَ َػهَّل َٔ ٌَ ٍْ جَؼَهَّلَى ْن ُْش ُْٛشُ ْى َي َ

    “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar

    Al-Qur‟an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori)

    ٍَ ْٛ ُِْضِن ًُ ُش نۡل ۡٛل ََْث َ َ َٔ َُْض اٗل يُّم َ َس اٗل ْٙ ُي َُِِْضنۡل َسّ ِ َ

    Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan

    Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (QS. Al-

    Mu‟minun: 29)

    PERSEMBAHAN

  • vii

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta

    karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    1. Ayah dan Ibuku tercinta, H.M. Riyadi dan Hj. Sri Lestari (almh) yang

    selalu membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan

    motivasi dalam kehidupanku.

    2. Para Masyayih-Masyayihku, khususnya Abah K.H. Mujahidin Mukhlas

    dan Ibu Nyai Hj. Maidah Al-Hafidzoh sebagai pencerah hatiku yang

    telah menunjukkanku ke pintu Rahmatullah.

    3. Bapak Abdullah Arif dan Bapak Fahsin M. Faal yang telah memberikan

    inspirasi untukku.

    4. Dosen Pembimbing Skripsiku, Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.

    yang selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh

    kesabaran selama proses skripsi ini.

    5. Bapak Dr. Ahmad Mifdlol Muthohar, Lc., M.SI beserta istrinya yang

    telah memberikan motivasi, bantuan, dan doa kepadaku.

    6. Keluarga Besarku, mas Aula, mbak Nur, mas Taufiq, mbak Arum, mas

    Indri, mbak Ifa, mas Ratno, mbak Dwi, dek Fina, dek Iwan, dek Rizqi,

    dan dek Luqman, yang telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi

    yang tak ada hentinya kepadaku sehingga proses penempuhan gelar

    sarjana ini bisa tercapai.

    7. Untuk Mamahku (Mak Tun) dan Aby Abdullah yang telah memberikan

    kepercayaan penuh kepadaku.

    8. Keponakanku tersayang, dek Zakky, dek Rehan, dek Naila, dan dek

    Mira yang selalu menghiburku.

    9. Sahabat-sahabatku, Afi, eL, mbak Asiah, Ika, Halimah, Lina, Dania,

    mbak Ida, neng Zahir, mbak Ning, Nafi‟, mas Baidhowi, mas Alfiyan,

    mas Is, Rokha, Farid, Anwar, kang Mif, pak Jo, dan pak Tri yang selalu

    memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan bantuan dalam

    penulisan skripsi ini.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

    Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk,

    dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

    yang berjudul “Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-

    Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016”.

    Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW,

    keluarganya, dan para sahabatnya.

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

    kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga

    banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,

    penulis mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    IAIN Salatiga.

    3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

    4. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

    yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan dengan baik.

    5. Ibu Maslikhah, M.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

    6. Abah K.H. Mujahidin Mukhlas dan Ibu Nyai Hj. Maidah Al-Hafidzoh selaku

    pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahid yang telah memberikan kesempatan

    dan bantuan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

    7. Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, dan adik-adikku yang telah memberikan

    doa, motivasi, serta dukungan moril dan materil kepada penulis.

  • ix

    8. Para Ustadz dan ustadzah, pengurus, santri, dan keluarga besar Pondok

    Pesantren Al-Wahid Bener, Weding, Bonang, Demak yang telah memberikan

    bantuan, informasi, serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

    9. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan

    di bidang pendidikan kepada penulis.

    10. Staf Perpustakaan IAIN Salatiga memberikan ruang ilmu akademik sebagai

    sumber pengetahuan penulis.

    11. Keluarga Besar JQH Al-Furqan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu

    dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.

    12. Keluarga Besar PAI G Community yang telah melukis begitu banyak

    kenangan kepada penulis.

    13. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2012 IAIN Salatiga yang selalu

    memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

    14. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam

    penyusunan skripsi ini.

    Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa

    berdoa kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh

    Allah SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

    Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

    khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan

    kemampuan, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

    saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

    Salatiga, 31 Agustus 2016

  • x

    ABSTRAK

    Afwa, Nur Ida. 2016. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren

    Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak

    Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah

    dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:

    Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.

    Kata kunci: Pondok Pesantren, Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an.

    Tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim yang dapat

    menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati, dan

    mengamalkannya dengan ikhlas. Guna mencapai tujuan ini, pesantren

    mengajarkan pembelajaran Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, tafsir dan ilmu

    tafsir, serta pembelajaran kitab lainnya. Seperti halnya Pondok Pesantren Al-

    Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang memiliki

    berbagai pembelajaran kitab dan Tahfidul Qur‟an serta Qira‟ah Sab‟ah. Dengan

    demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

    mengetahui bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

    Pesantren Al-Wahid Putri, faktor penunjang dan penghambat pembelajaran

    Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.

    Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan

    bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber

    primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,

    wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi

    sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,

    dan verifikasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, model pembelajaran

    Tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren Al-Wahid ini sangat bervariasi, di

    antaranya adalah model muraja‟ah kelas, sorogan, sima‟an, tartilan, acakan, dan

    Qira‟ah Sab‟ah. Kedua, faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yaitu

    adanya metode menghafal Al-Qur‟an yang mudah, bimbingan khusus santri kecil

    dalam menghafal Al-Qur‟an, tersedianya buku penilaian hafalan Al-Qur‟an,

    terdapat program muraja‟ah kelas, adanya laptop sebagai fasilitas pembelajaran

    tafsir, antusias santri yang tinggi dalam mempelajari tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah,

    dan mayoritas santri berada dalam usia ideal untuk menghafal Al-Qur‟an. Ketiga,

    faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yaitu mayoritas pondok tidak

    boleh muraja‟ah hafalan ketika haid, kurang muraja‟ah saat di rumah, sebagian

    santri keberatan dengan program setoran muraja‟ah 5 juz, banyaknya tugas

    tambahan, minimnya ruangan kelas untuk tempat muraja‟ah, manajemen waktu,

    kebiasaan santri kecil bermain saat hafalan, dan tingkat kecerdasan yang beragam.

    Cara mengatasinya adalah boleh tetap muraja‟ah Al-Qur‟an dengan niat berdzikir,

    ada buku catatan khusus muraja‟ah di rumah, akan diselenggarakan program

    tartilan ¼ atau ½ juz, tugas tambahan diberikan khusus santri yang sudah khatam

    Al-Qur‟an, sementara menggunakan rumah kyai, menggunakan waktu seefektif

    mungkin, santri kecil harus ekstra didampingi guru pembimbing, dan volume

    hafalan untuk muraja‟ah kelas itu sama yaitu satu halaman perhari.

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i

    LEMBAR BERLOGO ........................................................................................ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................iii

    PENGESAHAN KELULUSAN .........................................................................iv

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...........................................................v

    MOTTO...............................................................................................................vi

    PERSEMBAHAN ...............................................................................................vii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................viii

    ABSTRAK ..........................................................................................................x

    DAFTAR ISI .......................................................................................................xi

    DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiv

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................................7

    C. Tujuan Penelitian .....................................................................................7

    D. Kegunaan Penelitian ................................................................................8

    E. Penegasan Istilah .....................................................................................9

    F. Tinjauan Pustaka .....................................................................................12

    G. Metode Penelitian ....................................................................................16

    H. Sistematika Penulisan ..............................................................................23

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ...................................................25

    1. Pengertian Model Pembelajaran .........................................................25

  • xii

    2. Pengertian Tahfidzul Qur‟an ..............................................................33

    3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an ........................35

    4. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an ..............................................39

    5. Faktor Pendukung dan Penghambat Tahfidzul Qur‟an ......................43

    B. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya ..................................................57

    1. Pengertian Pondok Pesantren .............................................................57

    2. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren ...............................................60

    3. Macam-Macam Pondok Pesantren .....................................................61

    4. Model Pembelajaran Pondok Pesantren .............................................63

    5. Pondok Pesantren dan Tahfidzul Qur‟an ............................................66

    BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Wahid Putri .............................68

    1. Letak Geografis ..................................................................................68

    2. Sejarah Berdirinya ..............................................................................69

    3. Visi dan Misi ......................................................................................75

    4. Struktur Kepengurusan .......................................................................75

    5. Sarana dan Prasarana ..........................................................................76

    6. Keadaan Ustadz dan Ustadzah ...........................................................78

    7. Keadaan Santri ....................................................................................81

    8. Kurikulum Pengajaran ........................................................................82

    9. Jenjang Pendidikan .............................................................................84

    10. Gambaran Informan .........................................................................85

    B. Temuan Penelitian ...................................................................................86

    1. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid

    Putri ...................................................................................................86

    2. Faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren

    Al-Wahid Putri ..................................................................................95

    3. Faktor Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren

    Al-Wahid Putri dan Cara Mengatasinya ...........................................101

  • xiii

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Al-Wahid

    Putri .........................................................................................................111

    B. Faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren

    Al-Wahid Putri ........................................................................................123

    C. Faktor Penghambat Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren

    Al-Wahid Putri dan Cara Mengatasinya .................................................129

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ..............................................................................................137

    B. Saran ........................................................................................................139

    DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................141

    LAMPIRAN ........................................................................................................144

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    1. Tabel 3.1 struktur kepengurusan ..................................................................76

    2. Tabel 3.2 sarana dan prasarana ....................................................................77

    3. Tabel 3.3 data ustadz dan ustadzah ..............................................................79

    4. Tabel 3.4 data santri .....................................................................................81

    5. Tabel 3.5 ketentuan umum Muraja‟ah Tahfidz ...........................................84

    6. Tabel 3.6 daftar nama informan ...................................................................86

    7. Tabel 3.7 kesimpulan hasil penelitian ..........................................................109

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Transliterasi Arab - Latin

    2. Tata Tertib Pondok Pesantren

    3. Daftar Nilai SKK

    4. Riwayat Hidup Penulis

    5. Nota Pembimbing Skripsi

    6. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

    7. Lembar Konsultasi

    8. Pedoman Wawancara

    9. Verbatim Wawancara

    10. Foto-foto

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang keotentikannya

    dijamin dan dijaga oleh Allah SWT, juga menjadi satu-satunya kitab suci

    samawi yang masih murni dan asli. Sehingga Al-Qur'an yang ada sekarang ini

    masih asli dan murni sama seperti kitab suci Al-Qur‟an yang diajarkan oleh

    Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, hal itu karena Allah SWT

    yang menjaganya.

    Salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al-Qur'an yaitu

    melibatkan para hamba-Nya untuk ikut berperan dalam menjaga Al-Qur'an.

    Sebagai usaha nyata seorang hamba dalam proses pemeliharaan Al-Qur'an

    adalah menghafalkan Al-Qur‟an (Tahfidzul Qur‟an) pada setiap generasi

    umat Islam (Qardhawi, 1999: 189), sehingga dapat mencetak generasi muslim

    yang Qur‟ani. Sesuai dengan firman-Nya:

    َٔ ََِّل نَُّ َش َُ نزِّ ۡلنۡل ٍُ ََضَّل ٌَ ََِّل ََ ۡل ِفُظٕ ٩نََ َٰ

    Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan

    sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr:

    9).

    Menghafal Al-Qur'an (Tahfidzul Qur‟an) adalah salah satu cara untuk

    memelihara kemurnian Al-Qur'an. Adapun menjaga dan memelihara Al-

    Qur'an merupakan suatu perbuatan yang sangat mulia dimata Allah SWT.

    Seorang hamba yang diberi keistimewaan dapat menghafal Al-Qur‟an disebut

  • 2

    dengan Hafidz (laki-laki) dan Hafidzah (perempuan). Sebagai seorang Hafidz

    atau Hafidzah mestinya selain dapat menghafalkan Al-Qur‟an juga harus bisa

    mempelajari, memahami, dan mengamalkan makna yang tersimpan di

    dalamnya. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang dapat menjaga Al-

    Qur'an sekaligus juga menghafal, memahami, serta mengamalkan isi

    kandungan yang ada di dalam Al-Qur‟an dan dapat merealisasikannya dalam

    kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan hadits Nabi SAW:

    ْؼُث ًِ ٍُ َيْشثٍَذ َس ةُ ْب ًَ َٓ ٍل َحذَّلثََُ ُضْؼ َةُ قَ َل َْ ََشَِٙ َػْه َ ُْ ٍُ ِي َحذَّلثََُ َحجَّل ُج ْب

    ُُّْ ُ َػ َٙ َّللَّل ٌَ َسِض ًٍَْ ُػثْ ِ َػ ّٙ ًِ هَ ٍِ نسُّم ًَ ْح ٍْ َبِٙ َػْ ِذ نشَّل ْٛذَةَ َػ ٍَ ُػ َ َسْؼذَ ْب

    ُّ ًَ َػهَّل َٔ ٌَ ٍْ جَؼَهَّلَى ْن ُْش ُْٛشُ ْى َي َسهَّلَى قَ َل َ َٔ ِّ ْٛ ُ َػهَ ِ َ هَّلٗ َّللَّل ّٙ ٍْ نَُّل ِ َػ

    Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah

    menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, telah mengabarkan

    kepadaku 'Alqamah bin Martsad aku mendengar Sa'd bin Ubaidah

    dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman r.a. dari Nabi SAW,

    beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah

    seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori No. Hadits 4639).

    Al-Qur‟an merupakan kitab yang berfungsi sebagai sumber hikmah,

    cahaya mata dan akal, serta ketentraman hati bagi siapa saja yang ingin

    memikirkan, merenungkan, dan menghafalkannya. Selain itu, Al-Qur‟an juga

    merupakan undang-undang Allah yang kokoh dan dapat memberikan

    kebahagiaan bagi manusia yang menjadikan Al-Qur‟an sebagai pedoman

    dalam kehidupannya. Dengan demikian, salah satu sebab kebahagiaan umat

    Islam dan yang biasa hilang dari pandangan manusia saat ini adalah

    keterikatan mereka dengan Al-Qur‟an baik dalam memahami atau

    mengamalkan isi kandugan Al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari secara

  • 3

    sungguh-sungguh dan konsisten, khususnya bagi para penghafal Al-Qur‟an

    itu sendiri (Al-Munawar, 2002: 3).

    Indonesia sejauh ini telah memiliki perhatian yang tinggi terhadap

    masalah pendidikan Tahfidzul Qur‟an, yaitu mulai dari pendidikan tingkat

    dasar (SDIT Al-Azhar, SD Muhammadiyah Plus, dan sebagainya) sampai

    tingkat Perguruan Tinggi seperti UNSIQ Wonosobo, IIQ Jakarta, dan

    sebagainya. Tidak sedikit lembaga pendidikan formal yang telah berkembang

    dan berperan serta dalam mencetak anak bangsa yang cinta akan Al-Qur‟an.

    Selain dari pendidikan formal, banyak juga pendidikan non formal yang

    mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat dalam hal

    Tahfidzul Qur‟an dan tetap memiliki eksistensi yang tinggi dalam kehidupan

    masyarakat Indonesia, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat

    modern, salah satunya adalah lembaga pendidikan pondok pesantren.

    Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal yang

    mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu

    pendidikan di Indonesia yang bersifat tradisional. Sejarah pendidikan

    menyebutkan bahwa pesantren merupakan bukti awal kepedulian masyarakat

    Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga disebut dengan

    lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI, 2003: 1).

    Pesantren yang ada di Indonesia telah menjangkau hampir seluruh lapisan

    masyarakat muslim dan mampu menampung berjuta santri. Oleh karena itu,

    pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang ikut berperan serta

    dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

  • 4

    Selain itu, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mencetak muslim

    yang dapat menguasai ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) secara mendalam

    serta menghayati, dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan

    untuk pengabdiannya kepada Allah SWT. Guna mencapai tujuan ini,

    pesantren mengajarkan Al-Qur‟an atau Tahfidzul Qur‟an, Tafsir dan ilmu

    Tafsir, Hadits beserta ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tauhid, Tarikh,

    Akhlaq dan Tasawuf, Nahwu, Sharaf, serta ilmu Manthiq kepada para

    santrinya (Depag RI, 2003: 21). Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan

    pengajaran untuk para santri dengan berbagai macam materi tersebut, maka

    dibutuhkan juga berbagai macam model pembelajaran yang ada di pesantren

    baik untuk pembelajaran Tahfidzul Qur‟an maupun pembelajaran kitab.

    Seiring perkembangan zaman yang telah memasuki era globalisasi

    pada saat ini, menjadikan pemikiran para ulama‟ Islam khususnya kyai untuk

    selalu menjaga eksistensi pondok pesantren. Untuk mengimbangi

    perkembangan dunia, maka banyak didirikan pondok pesantren modern

    (khalaf) yaitu pesantren dengan sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum

    yang digabungkan dengan pola pendidikan klasik (Depag RI, 2003: 8). Ada

    juga pondok pesantren salaf yang tetap melestarikan unsur-unsur utama

    pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui

    kegiatan pendidikannya berdasar pada pola-pola pengajaran klasik atau lama,

    yakni berupa pengajian kitab dengan metode pembelajaran tradisional (Depag

    RI, 2003: 7).

  • 5

    Jika kita lihat secara umum dari pola pembelajaran yang ada di

    pondok pesantren, apabila pesantren tersebut untuk Tahfidzul Qur‟an berarti

    di dalamnya tidak ada pembelajaran kitab. Begitu juga sebaliknya, apabila

    pesantren itu menggunakan pola pembelajaran kitab maka di dalamnya juga

    tidak ada pembelajaran Tahfidzul Qur‟an. Akan tetapi, berbeda dengan

    Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten

    Demak. Hal ini terbukti di salah satu pesantren yang berada di kawasan

    kabupaten Demak, yaitu Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding

    Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang tetap mempertahankan

    predikatnya sebagai pondok pesantren yang masih menerapkan model-model

    pembelajaran yang bersifat salafiyah seperti model pembelajaran sorogan,

    muhafadzah (hafalan), musyawarah (diskusi), dan lain sebagainya.

    Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang

    Kabupaten Demak adalah salah satu pondok pesantren yang ada di provinsi

    Jawa Tengah, tepatnya terletak di sebelah utara Masjid Agung Demak ± 8 km

    dari pusat kota Demak, yaitu berada di daerah Bener, Desa Weding,

    Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Pondok pesantren tersebut di

    depannya terdapat sungai besar yang bermuara sampai ke Pantai Moro

    Demak, sehingga lokasi pondok pesantren ini terpisah dari rumah pemukiman

    warga sekitar. Sedangkan di bagian belakang pondok pesantren terlihat amat

    sangat luas tanah pesawahan masyarakat. Pondok Pesantren Al-Wahid Bener

    Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang diasuh langsung oleh

    Bapak Kyai H. Mujahidin Mukhlas dan Ibu Nyai Maidah Al-Hafidzah.

  • 6

    Pondok Pesantren Al-Wahid ini terbagi menjadi dua asrama yaitu asrama

    putra dan putri dengan pola bimbingan, pengajaran, dan pembelajaran yang

    sama. Adapun materi pendidikannya adalah mengaji kitab-kitab kuning dan

    menghafal Al-Qur‟an mulai dari usia anak-anak (± di atas usia 6 tahun)

    sampai dewasa.

    Salah satu perbedaan dan keunikan yang ada di Pondok Pesantren Al-

    Wahid dengan pondok pesantren lainnya adalah pondok pesantren ini

    menerapkan serta memadukan antara pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan

    kajian kitab yakni berupa kajian kitab tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah. Arti Qira‟ah

    Sab‟ah itu sendiri adalah kitab yang berisi uraian tentang perbedaan-

    perbedaan qira‟at (pembacaan Al-Qur‟an) menurut tokoh-tokoh yang

    terkenal dengan sebutan “bacaan Imam yang tujuh” dan yang menjadi

    pegangan untuk bidang pembacaan Al-Qur‟an pada tingkat tinggi (Depag RI,

    2003: 42).

    Dengan demikian, salah satu aspek yang bisa menjadi acuan dan tolak

    ukur dalam mengahafal Al-Qur‟an di lembaga pendidikan khususnya pondok

    pesantren adalah dengan adanya model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang

    dipadukan dengan kajian kitab tafsir, Qira‟ah Sab‟ah dan sebagainya yang

    disesuaikan dengan kemampuan para santri. Berdasarkan inilah penulis

    sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui skripsi yang berjudul

    “MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR‟AN DI PONDOK

    PESANTREN AL-WAHID PUTRI BENER WEDING KECAMATAN

    BONANG KABUPATEN DEMAK TAHUN 2016”.

  • 7

    B. Rumusan Masalah

    Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis

    merumuskan masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren

    Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak?

    2. Apa saja faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

    Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten

    Demak?

    3. Apa saja faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

    Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten

    Demak dan cara mengatasinya?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan fokus penelitian di atas, sasaran hasil atau tujuan yang

    ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

    Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten

    Demak.

    2. Untuk mengetahui faktor penunjang pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di

    Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang

    Kabupaten Demak.

    3. Untuk mengetahui faktor penghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di

    Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang

    Kabupaten Demak dan cara mengatasinya.

  • 8

    D. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini di

    antaranya adalah:

    1. Secara Teoritis

    a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah

    khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran

    Tahfidzul Qur‟an, khususnya di pondok pesantren Al-Wahid Bener

    Weding Bonang Demak dan lembaga pendidikan tahfidz pada

    umumnya.

    b. Memberikan informasi yang baru bagi masyarakat luas (pembaca)

    tentang model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dipadukan dengan

    kajian kitab tafsir dan Qira‟ah Sab‟ah, sehingga dapat digunakan

    sebagai rujukan bagi pondok pesantren atau instansi-instansi lain yang

    berkecimpung dalam menghafal Al-Qur‟an.

    2. Secara Praktis

    a. Bagi Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang

    Kabupaten Demak:

    1) Untuk mengetahui manfaat atas model pembelajaran Tahfidzul

    Qur‟an yang selama ini telah diterapkan.

    2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran

    Tahfidzul Qur‟an melalui pendidikan bagi guru/ustadz, untuk

    kemudian dicarikan solusi terbaik.

  • 9

    b. Bagi lembaga pondok pesantren, dapat mengambil contoh model

    pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang dinilai efektif untuk kemudian

    diterapkan oleh kyai/ustadz kepada santri sehingga mencetak generasi

    penghafal Al-Qur‟an yang cerdas.

    c. Bagi masyarakat luas, dapat mengetahui pentingnya pembelajaran

    Tahfidzul Qur‟an bagi generasi umat Islam. Khususnya untuk para

    penghafal Al-Qur‟an agar terbiasa dalam membaca, menghafal, dan

    mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga

    dapat menjadi generasi yang Qur‟ani sesuai dengan harapan

    masyarakat, agama, dan bangsa.

    d. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan

    sumbangan ilmiah bagi kalangan akademisi yang mengadakan

    penelitian berikutnya, baik meneruskan maupun mengadakan riset baru.

    Sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian tentang model

    pembelajaran Tahfidzul Qur‟an.

    E. Penegasan Istilah

    1. Model Pembelajaran

    Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb), dalam Kamus

    Besar Bahasa Indonesia (2008: 964). Sedangkan pembelajaran adalah

    proses, cara, perbuatan menjadikan orang belajar (Depdiknas, 2007: 17).

    Menurut Soekamto, dkk. mengemukakan model pembelajaran

    adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik

    dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

  • 10

    belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

    pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

    mengajar (Ahmadi dan Amri, 2011: 8).

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah

    pola atau kerangka konsep yang disusun secara sistematis yang dapat

    dijadikan prosedur belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    Dalam penelitian ini, mengarah pada berbagai pola atau model

    pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran Tahfidzul

    Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan

    Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016.

    2. Tahfidzul Qur’an

    Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang

    berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz

    merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi ( تَْحِفْيًظا – يَُحفُِّظ – َحفََّظ ) yang

    artinya memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).

    Sedangkan Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara

    istilah, Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat),

    diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul

    dengan perantaraan malaikat jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan

    diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan

    disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta mempelajarinya

    merupakan suatu ibadah (Ash-Shabuuny, 1991: 15).

  • 11

    Jadi dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah kegiatan

    menghafal Al-Qur‟an dengan maksud beribadah yang dimulai dari surat

    Al-Fatihah sampai surat An-Nas agar ayat-ayat Al-Qur‟an dapat dijaga,

    dihafal, dan diingat dalam diri dan pikiran seseorang.

    3. Pondok Pesantren

    Pondok yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan

    asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam (Purwadarminto,

    2006: 906).

    Pesantren adalah tempat murid-murid dari berbagai daerah tinggal

    bersama-sama untuk menuntut ilmu di bawah pimpinan seorang atau

    beberapa orang guru (Saerozi, 2013: 27).

    Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok

    pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal santri-santri

    yang sedang menuntut ilmu agama kepada kyai atau ustadz di lingkungan

    kediaman rumah kyainya. Pada asrama itulah para santri tinggal selama

    beberapa tahun untuk belajar langsung keilmuan yang dimiliki oleh

    kyainya. Sehingga memberi kemudahan bagi kyai untuk pemantauan

    perkembangan pembelajaran santri.

    Dari keterangan di atas, dapat dipahami maksud dari penelitian

    ini adalah berbagai pola atau ragam cara dalam menghafal Al-Qur‟an

    yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding

    Kecamatan Bonang Kabupaten Demak tahun 2016.

  • 12

    F. Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka merupakan telaah terhadap karya penelitian

    terdahulu. Pada tinjauan pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan karya

    penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun

    penelitian-penelitian tersebut di antaranya adalah:

    1. Skripsi Maidatul Faizah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Metode

    Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Daarul Qur‟an (Santri

    Usia Sekolah Menengah Pertama Colomadu Karanganyar Tahun 2012)”.

    Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa metode yang diterapkan dalam tahfidzul Qur'an

    adalah metode wahdah, metode sima‟i, metode menghafal per hari satu

    halaman, metode pengulangan umum. Implementasi metode tersebut

    secara global terbagi dua waktu yakni ba‟da Subuh dan ba‟da Isya‟. Untuk

    kelebihan dan kekurangan, selama ini tidak ada kekurangan yang terlihat

    jelas. Hal itu terlihat dari hasil pembelajaran yang selalu melampaui target.

    2. Skripsi Siti Nurhalimah (STAIN Salatiga, 2012) yang berjudul “Efektivitas

    Sistem Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an (Di Pondok Pesantren Roudlotu

    „Usysyaaqil Qur‟an Rowosari, Rowopolo, Kecamatan Tuntang,

    Kabupaten Semarang Tahun 2012)”. Jenis penelitian skripsi ini adalah

    penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas

    sistem pendidikan Tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren RUQ Desa

    Rowosari tahun 2012 berada pada kategori sangat baik. Kurikulum dan

    sistem pengajaran tersusun dengan baik, sehingga proses belajar mengajar

  • 13

    penghafalan Al-Qur‟an dan pengkajian kitab terlaksana sesuai dengan

    yang direncanakan. Sistem pendidikan Tahfidzul Qur‟an di pondok

    Roudlotu „Usysyaaqil tersebut sangat efektif, sehingga target yang telah

    ditentukan dengan menghafal Al-Qur‟an selama 5-6 tahun bisa tercapai.

    3. Skripsi Arif Rahman Hakim (STAIN Salatiga, 2013) yang berjudul

    “Metode Tahfidzul Qur‟an di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur‟an

    (SDITQ) Al-Irsyad Desa Butuh Kecamatan Tengaran Tahun 2013”. Jenis

    penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian

    menyimpulkan bahwa metode tahfidzul qur‟an yang digunakan di SDITQ

    adalah metode Pakistani, jenis metode ini meliputi di antaranya adalah

    Sabak, Sabki dan Manzil. Tujuan metode ini adalah untuk mempermudah

    siswa dalam menghafal dan menjaga hafalannya. Media yang digunakan

    yaitu Al-Qur‟an, buku iqro‟, buku tajwid, handphone MP3, Al-Qur‟an

    digital, alat tulis, formulir hafalan siswa. Langkah-langkah pelaksanaan

    metode ini pada umumnya tidak jauh berbeda dengan pelajaran umum,

    hanya saja metode dan media yang digunakan berbeda dengan yang

    lainnya. Peranan guru sangat dibutuhkan karena perlu perhatian yang

    banyak, kesabaran, konsentrasi serta komitmen dalam membina hafalan

    siswa. Sedangkan peranan siswa merupakan sebagai pembelajaran lansung

    dan aktif, hasil penggunaan metode ini cukup baik. Hal ini dibuktikan

    dengan jumlah hafalan siswa dan prestasi lomba. Kelebihan dari metode

    ini adalah kegiatan hafalan siswa menjadi terprogram, faktor pendukung

    bagi siswa di asrama dan non asrama antara lain proses menghafal

  • 14

    dipantau lansung oleh ustadz, suasana kondusif, sarana dan prasarana yang

    memadai, memiliki teman-teman yang sama-sama menghafal,

    terkondisikan oleh jadwal. Faktor Penghambat bagi siswa asrama dan non

    asrama adalah malas, kurang memuraja‟ah hafalan, tidak berbakat

    menghafal, mengantuk, lupa, banyak bermain. Motivasi yang diberikan

    yaitu, memberikan reward voucer belanja, hadiah berupa perlengkapan

    alat tulis, memberikan perhatian kasih sayang, nasehat serta tausiyah

    mengenai keutamaan menghafal. Cara mengatasi faktor di antaranya

    memberikan pembinaan kepada siswa, mengevaluasi kendala yang

    ditemui, memberikan motivasi dan nasehat kepada siswa agar senantiasa

    rajin menghafal, berkerja sama dengan pihak wali siswa dalam mengatasi

    kendala tersebut serta memberikan hukuman yang mendidik bagi siswa

    melanggar ketika kegiatan tahfidz.

    4. Skripsi Mukhamad Iskandar (Universitas Muhammadiyah Surakarta,

    2013) yang berjudul “Penerapan Metode Al-Qasimi dalam menghafal Al-

    Qur‟an di Pondok Pesantren Baitul Qur‟an Garut, Dawung, Sambirejo

    Sragen Tahun 2012-2013”. Jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif.

    Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang pertama yaitu penerapan

    metode Al-Qasimi dalam menghafal Al-Qur‟an di pesantren Baitul Qur‟an

    Sambirejo Sragen telah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh

    pesantren, yaitu mencetak generasi Qur‟ani yang mandiri berprestasi.

    Kedua, penggunaan metode Al-Qasimi dapat berjalan cukup baik serta

    efektif. Variasi metode ini yaitu talaqqi dan muraja‟ah, muraja‟ah

  • 15

    individu, muraja‟ah dengan ustadz, muraja‟ah kelompok. Ketiga, faktor

    pendukung penerapan metode Al-Qasimi yaitu menggunakan satu

    mushaf, tempat yang tenang, lancar membaca Al-Qur‟an, dan manajemen

    waktu. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu belum mampu membaca

    Al-Qur‟an dengan baik, banyak ayat serupa namun tak sama, dan ayat-ayat

    yang sudah dihafal lupa lagi.

    5. Skripsi Miss Kadaria Waenalai (UIN Sunan Kalijaga, 2009) yang berjudul

    “Pembelajaran Menghafal Al-Qur‟an di Ma‟had Nahdhotul „Ulum Yala

    Thailand Selatan Tahun 2009”. Jenis penelitian skripsi ini adalah

    penelitian kalitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa metode yang

    dipakai adalah metode Tahfidz dan Takrir. Dan untuk pelaksanaannya,

    yaitu setiap hari kecuali hari minggu, dilaksanakan setelah Maghrib, Isya‟,

    dan Subuh. Untuk faktor penghambatnya adalah karena tidak dapat

    konsentrasi, sedangkan faktor penunjangnya adalah karena metode yang

    digunakan efektif.

    Berdasarkan temuan penelitian di atas, penulis ingin mengemukakan

    bahwa penelitian yang akan dilaksanakan ini memiliki perbedaan yang

    mendasar dengan penelitian sebelumnya dan belum ada yang mengulasnya,

    yang membedakan adalah fokus kajian serta tempat dari penelitian ini, yakni

    model pembelajaran dan faktor penunjang serta penghambat pembelajaran

    Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan

    Bonang Kabupaten Demak Tahun 2016. Oleh karena itu, penulis berpendapat

    bahwa penelitian ini layak diangkat.

  • 16

    G. Metode Penelitian

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research).

    Penelitian lapangan adalah suatu tindakan penelitian yang dilakukan di

    tempat penelitian yang dipilih untuk menyelidiki gejala objektif yang terjadi

    di lokasi penelitian (Fathoni, 2006: 96). Penulis mengumpulkan data dari

    lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan

    untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian

    ini (Muhadjir, 2002: 38).

    Untuk melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan penelitian

    kualitatif. Moloeng menjelaskan penelitian kualitatif adalah prosedur data

    penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

    lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2011: 4).

    2. Kehadiran Peneliti

    Kehadiran peneliti sebagai pengamat, dalam hal ini tidak

    sepenuhnya berperan dalam proses pembelajaran tetapi masih melakukan

    fungsi pengamatan (Moleong, 2007: 77). Penelitian ini dilakukan oleh

    peneliti dengan mengunjungi Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener

    Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dan terlibat secara langsung

    dalam aktivitas santri, terutama dalam usahanya untuk memperoleh data dan

    berbagai informasi. Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis pada bulan

    April sampai Mei tahun 2016.

  • 17

    3. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener

    Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang difokuskan pada

    asrama putri. Peneliti memilih lokasi ini karena sebelumnya belum pernah

    ada yang melakukan penelitian tentang model pembelajaran Tahfidzul

    Qur‟an di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding Kecamatan Bonang

    Kabupaten Demak, sebagai satu-satunya pondok pesantren yang dapat

    memadukan pembelajaran Tahfidzul Qur‟an dengan kajian kitab tafsir dan

    Qiro‟ah Sab‟ah yang ada di daerah tersebut.

    4. Sumber Data

    Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, penulis mengambil

    dan mengumpulkan data dari sumber data primer (utama) dan sumber data

    sekunder (pendukung).

    a. Sumber Primer

    Sugiyono (2010: 308-309) mengatakan bahwa sumber data primer

    adalah sumber data yang langsung memberikan data. Dalam penelitian

    ini, data primernya adalah kyai, pengurus, ustadz/ustadzah, dan santri.

    b. Sumber Sekunder

    Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

    memberikan data kepada pengumpul data. Data sekundernya seperti

    struktur kepengurusan, jadwal pelajaran pondok, tata tertib pondok,

    daftar nama ustadz/ustadzah dan santri, dan foto kegiatan pondok.

  • 18

    5. Metode Pengumpulan Data

    Menurut Maslikhah (2013: 321), prosedur pengumpulan data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara

    mendalam, dan dokumentasi.

    a. Wawancara

    Menurut Maslikhah (2013: 321) Wawancara adalah suatu bentuk

    komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang lainnya dengan

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

    Penulis melakukan wawancara dengan para subyek primer (kyai,

    ustadz atau ustadzah, pengurus, dan satri) untuk mendapatkan data yang

    dibutuhkan tentang bagaimana model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di

    Pondok Pesantren Al-Wahid Putri Bener Weding Kecamatan Bonang

    Kabupaten Demak, faktor-faktor yang menunjang dan menghambat

    proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an tersebut dan bagaimana cara

    mengatasinya.

    b. Observasi

    Observasi dapat diinterpretasi secara komprehensif sebagai suatu

    pengamatan mendalam, teliti mengenai fenomena yang ada di sekitar kita

    dan kemudian didokumentasikan dalam rangka untuk mengungkapkan

    keterkaitan antarfenomena. Dengan demikian kegiatan observasi tidak

    lepas dari kegiatan untuk membuat dokumen (pendokumentasian)

    mengenai gejala itu sendiri (Yunus, 2010: 376). Metode ini penulis

    gunakan untuk mengamati, mendengarkan, mencatat secara langsung

  • 19

    tentang keadaan atau kondisi pondok pesantren, letak geografis, visi dan

    misi, sarana prasarana, kegiatan pembelajaran, dan model pembelajaran

    Tahfidzul Qur‟an yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Wahid Putri

    Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

    c. Dokumentasi

    Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data yang

    terkait dengan hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,

    surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode ini

    digunakan penulis untuk mencari data tentang beberapa informasi dari

    pondok pesantren yang meliputi: sejarah berdirinya Pondok Pesantren,

    struktur kepengurusan, keadaan guru/ustadz, keadaan santri, dan

    kurikulum yang ada di Pondok Pesantren Al-Wahid Bener Weding

    Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

    6. Analisis Data

    Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data

    model interaktif (interactive model of analysis) yang terdiri dari analisis

    data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles,

    1992: 19).

    Menurut Salim dalam tulisan Maslikhah (2013: 323), proses analisis

    data sebagaimana penelitian kualitatif, digunakan teknik analisis data

    sebagai berikut:

    a. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan,

    abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan.

  • 20

    b. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang

    memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan

    pengambilan tindakan.

    c. Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari

    makna dari gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan

    atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas,

    dan proposisi.

    7. Pengecekan Keabsahan Temuan

    Sebagai upaya untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh itu

    benar-benar valid, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi.

    Menurut Moleong (2011: 330-332) data yang telah terkumpul diuji

    keabsahannya dengan teknik triangulasi data. Triangulasi adalah teknik

    pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dan

    untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Teknik

    triangulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya.

    Ada tiga macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu sumber,

    metode, dan teori.

    a. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik

    derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

    alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, menurut Patton hal itu

    dapat dicapai dengan jalan:

    1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data

    wawancara;

  • 21

    2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan

    apa yang dikatakannya secara pribadi;

    3) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang

    situasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;

    4) Membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan

    berbagai pendapat dan pandangan orang; dan

    5) Membandingan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

    berkaitan.

    b. Triangulasi metode, menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu

    pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa

    teknik pengempulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa

    sumber data dengan metode yang sama.

    c. Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Guba menganggap bahwa fakta

    tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih

    teori. Sedangkan Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat

    dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (Moleong,

    2011: 330-332).

    Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik

    triangulasi sumber yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil

    wawancara dengan hasil observasi atau sebaliknya, dan membandingkan

    hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

  • 22

    8. Tahap-Tahap Penelitian

    Menurut Moleong (2009: 127), dalam tahap penelitian ini terdiri dari

    tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data.

    a. Tahap Pra-Lapangan

    Pada tahapan ini, peneliti harus menyusun rancangan penelitian,

    memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan

    menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

    perlengkapan penelitian. Untuk penelitian di Pondok Pesantren Al-

    Wahid, maka peneliti menyusun rancangan penelitian berupa

    rumusan penelitian, surat izin penelitian, persiapan untuk penelitian,

    beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam

    penelitian, memilih dan menentukan informan, serta meyiapkan hal-

    hal lain yang dibutuhkan dalam penelitian.

    b. Tahap Pekerjaan Lapangan

    Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu memahami latar

    penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta

    sambil mengumpulkan data. Dengan demikian, peneliti

    mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental serta peneliti

    juga harus mengingat persoalan etika dan menempatkan diri ketika

    berada di Pondok Pesantren Al-Wahid ini, di antaranya adalah

    terlebih dahulu sowan untuk menemui kyai, ustadz, dan pengurus

    pondok; selanjutnya melakukan observasi pada santri; dan kemudian

  • 23

    mencari/meminta dokumen-dokumen yang ada di pondok untuk

    dijadikan data penelitian.

    c. Tahap Analisis Data

    Menganalisa hasil temuan data dari penelitian baik secara lisan

    ataupun tulisan. Semua data yang diperoleh di Pondok Pesantren Al-

    Wahid akan dianalisis dan pilah oleh peneliti.

    H. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan

    untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi

    skripsi. Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika

    sebagai berikut.

    BAB I : PENDAHULUAN

    Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan penelitian,

    tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,

    metode penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB II : KAJIAN PUSTAKA

    Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan teoritik

    penelitian, meliputi pengertian model pembelajaran, pengertian Tahfidzul

    Qur‟an, dasar hukum dan kaidah penting dalam Tahfidzul Qur‟an, model

    pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor pendukung dan penghambat Tahfidzul

    Qur‟an, pengertian pondok pesantren, jenjang pendidikan pondok pesantren,

    macam-macam pondok pesantren, model pembelajaran pondok pesantren,

    pondok pesantren dan Tahfidzul Qur‟an).

  • 24

    BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN

    Bab ini berisi tentang gambaran umum pondok pesantren Al-Wahid

    Bener Weding Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yang meliputi sejarah

    berdirinya pondok pesantren, letak geografis, visi dan misi, struktur

    kepengurusan, sarana dan prasarana, keadaan ustadz, keadaan santri,

    kurikulum pengajaran dan jenjang pendidikan pondok pesantren Al-Wahid

    Putri. Kemudian hasil dokumentasi dan wawancara tentang model

    pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, faktor-faktor yang menunjang dan

    menghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an serta cara mengatasinya.

    BAB IV: PEMBAHASAN

    Bab ini membahas satu persatu tentang analisis data dari hasil penelitian.

    BAB V: PENUTUP

    Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

  • 25

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

    1. Pengertian Model Pembelajaran

    Istilah model pembelajaran menurut Joyce dan Weil dalam

    Sutikno (2014: 57), diartikan sebagai kerangka konseptual yang

    digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.

    Kemudian Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran

    mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu

    peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

    Sedangkan model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun

    berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan.

    Selanjutnya, Joyce dan Weil dalam Rusman (2011: 133),

    berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau

    pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana

    pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,

    dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Hal ini senada

    dengan pendapat Dahlan dalam Sutikno (2014: 57), menjelaskan

    bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang

    digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,

  • 26

    dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting

    pengajaran ataupun setting lainnya.

    Sesungguhnya model pembelajaran dapat dijadikan pola

    pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang

    sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model

    tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai

    tujuan pembelajaran yang diharapkan (Rusman, 2011: 133).

    Joyce dan Weil mempelajari model-model pembelajaran

    berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model

    pembelajaran antara lain:

    a. Model Pemrosesan Informasi.

    Model pemrosesan informasi menekankan pada

    pengambilan, penguasaan, dan pemrosesan informasi. Model yang

    didasari oleh teori belajar kognitif Piaget yang berorientasi pada

    kemampuan peserta didik dalam memproses informasi yang dapat

    memperbaiki kemampuannya. Model ini lebih memfokuskan pada

    fungsi kognitif peserta didik.

    b. Model Personal

    Model personal menekankan pada pengembangan konsep

    diri setiap individu. Model ini bertitik tolak dari teori humanistik

    Abraham Maslow yang berorientasi pada pengembangan individu.

    Model ini menjadikan peserta didik mampu membentuk hubungan

    harmonis dan mampu memproses informasi secara efektif.

  • 27

    c. Interaksi Sosial

    Model interaksi sosial menekankan pada hubungan personal

    dan sosial kemasyarakatan di antara peserta didik yang berfokus

    pada peningkatan kemampuannya untuk berhubungan dengan

    orang lain, terlibat dalam proses-proses yang demokratis dan

    bekerja secara produktif dalam masyarakat. Model ini didasari oleh

    teori belajar Gestalt.

    d. Perilaku

    Model perilaku menekankan pada perubahan perilaku yang

    tampak dari peserta didik sehingga konsisten dengan konsep

    dirinya. Model ini bertitik tolak dari teori perubahan perilaku (teori

    belajar behavioristik), melalui teori ini peserta didik dibimbing

    untuk dapat memecahkan masalah belajar (Fathurrohman, 2015:

    32-38).

    Sedangkan menurut Toeti Soekamto dan Udin Saripudin

    Winataputra, mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka

    konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis, dalam

    mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

    tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

    pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan

    aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas belajar

    mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata

    secara sistematis (Sutikno, 2014: 58). Hal ini sejalan dengan apa yang

  • 28

    dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran

    memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Ahmadi

    dan Amri, 2011: 8).

    Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang

    menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian

    pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model

    pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur atau langkah-

    langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan

    pembelajaran. Pada model pembelajaran sudah ditunjukkan secara

    jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau

    peserta didik, bagaimana urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-

    tugas khusus apa yang perlu dilakukan oleh peserta didik.

    Model pembelajaran memiliki makna lebih luas dari pada

    strategi atau metode pembelajaran. Adapun Strategi pembelajaran

    menurut Kemp dalam Majid (2012: 129) adalah suatu kegiatan

    pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

    pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan

    pendapat Kemp, Dick and Carey dalam Rusman (2011: 133), yang

    menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu perangkat

    materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-

    sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau siswa.

  • 29

    Berbeda dengan Kemp, menurut Kozma menjelaskan bahwa

    strategi pembelajaran adalah sebagai kegiatan yang dilakukan guru

    untuk memfasilitasi (guru sebagai fasilitator) peserta didik agar tujuan

    pembelajaran dapat tercapai. Hal ini senada dengan pendapat Gerlach

    dan Ely yang menjelaskan bahwa strategi adalah cara-cara yang dipilih

    guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik

    dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Dari berbagai definisi

    tersebut, disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah langkah-

    langkah yang ditempuh guru untuk memanfaatkan sumber belajar yang

    ada, guna mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien

    (Suyadi, 2013: 14)

    Istilah lain yang mempunyai makna sejalan dengan strategi

    adalah metode. Menurut Pupuh Fathurrahman dalam Suyadi (2013:

    15), menjelaskan bahwa metode adalah cara. Pada pengertian umum,

    metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang

    ditempuh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    Hal ini senada dengan pendapat David J. R. dalam Majid

    (2012: 131), metode adalah cara untuk mencapai sesuatu. Metode

    secara harfiah berarti “cara”. Untuk pemakaian yang umum, metode

    diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk

    mencapai tujuan tertentu. Kata “pembelajaran” berarti segala upaya

    yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri

    peserta didik. Jadi, metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan

  • 30

    materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses

    belajar pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan.

    Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami

    guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah

    satu komponen bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran yang sama

    pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan

    komponen pendidikan (Sutikno, 2014: 33-34).

    Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah

    disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat

    tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang

    digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan

    demikian, bisa terjadi satu strategi pembelajaran menggunakan

    beberapa metode. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode.

    Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk mencapai

    sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk

    melaksanakan strategi (Rusman, 2011: 133).

    Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat

    penulis simpulkan bahwa ada perbedaan antara model, strategi, dan

    metode pembelajaran. Perbedaan tersebut terletak pada pelaksanaan

    kegiatan pembelajaran ketika berlangsung. Model pembelajaran

    menekankan pada konseptualitas kerangka pembelajaran yang akan

    digunakan ketika pembelajaran berlangsung, jadi pembelajaran lebih

    terkonsep dan materi lebih mudah diberikan. Strategi pembelajaran

  • 31

    menekankan pada cara mengimplementasikan rencana pembelajaran

    yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah

    disusun dapat tercapai secara optimal. Sedangkan motode

    pembelajaran itu mengaktualisasikan sebuah cara untuk memberikan

    sebuah pembelajaran yang menarik, kreatif serta inovatif terhadap anak

    didik sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik serta

    materi tercapai dengan maksimal.

    Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

    dari pada strategi dan metode. Menurut Kardi dan Nur dalam tulisan

    Ahmadi dan Amri (2011: 8), model pembelajaran mempunyai empat

    ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi dan metode. Ciri-ciri

    tersebut ialah rasional teoritik logis, tujuan pembelajaran yang akan

    dicapai, tingkah laku mengajar agar model tersebut dapat dilaksanakan

    dengan berhasil, dan lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran itu

    dapat tercapai.

    Sedangkan menurut Rusman (2011: 136), model pembelajaran

    memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya adalah berdasarkan teori

    pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; mempunyai misi

    atau tujuan pendidikan tertentu; dapat dijadikan pedoman untuk

    perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; memiliki bagian model

    yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran, adanya

    prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung; memiliki

    dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut

  • 32

    meliputi hasil belajar yang dapat diukur dan hasil belajar jangka

    panjang; dan membuat persiapan mengajar dengan pedoman model

    pembelajaran yang dipilihnya.

    Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut

    Nieveen dalam tulisan Trianto (2012: 24-25), menjelaskan bahwa suatu

    model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai

    berikut:

    a. Valid. Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu apakah

    model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang

    kuat dan apakah terdapat konsistensi internal.

    b. Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan

    praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat

    diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang diterapkan

    tersebut dapat diterapkan.

    c. Efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen

    memberikan parameter sebagai berikut:

    1) Ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa

    model tersebut efektif.

    2) Secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai

    dengan yang diharapkan.

  • 33

    2. Pengertian Tahfidzul Qur’an

    Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata,

    yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz merupakan bentuk isim

    mashdar dari fiil madhi ( ًْٛظ – َُٚ فُِّظ – َحفَّلَظ yang artinya ( جَْ ِف

    memelihara, menjaga, dan menghafal (Munjahid, 2007: 73).

    Pengertian menghafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

    berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (Depdikbud,

    1999: 33).

    Menurut Al-Lihyani dan mayoritas ulama‟, secara bahasa Al-

    Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari fiil madhi qara-a ( قش) yang

    artinya “membaca”, yang bersinonim dengan kata qira-ah (قش ة). Kata

    qara-a sendiri berarti menghimpun dan memadukan sebagian huruf-

    huruf dan kata-kata yang satu dengan yang sebagian lainnya.

    Kenyataannya, memang huruf-huruf dan lafal-lafal serta kalimat-

    kalimat Al-Qur‟an berkumpul dalam satu mushaf. Secara terminologi

    kata Al-Qur‟an didefinisikan dalam berbagai redaksi. Salah satunya

    menurut Manna‟ Khalil Al-Qaththan dalam tulisan Sugianto (2004:

    18-19), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi

    Muhammad SAW yang bernilai ibadah membacanya.

    Sedangkan menurut Ali Ash-Shobuny dalam Munjahid (2007:

    25), Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang melemahkan tantangan

    musuh (mu‟jizat) yang diturunkan kepada penutup para Nabi dan

  • 34

    Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat

    Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-

    Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada

    kita secara mutawatir, serta membacanya merupakan suatu ibadah.

    Setelah melihat definisi menghafal dan Al-Qur‟an di atas,

    dapat disimpulkan bahwa Tahfidzul Qur‟an adalah proses dan usaha

    untuk mengingat, menghafal, dan memelihara ayat-ayat suci Al-

    Qur‟an yang diturunkan kepada Rasulullah SAW agar dapat meresap

    ke dalam pikiran seseorang (di luar kepala), sehingga tidak terjadi

    perubahan dan pemalsuan Al-Qur‟an serta dapat menjaga

    kemurniannya baik secara keseluruhan maupun sebagian.

    Sedangkan program pendidikan menghafal Al-Qur‟an adalah

    program menghafal Al-Qur‟an dengan mutqin (hafalan yang kuat)

    terhadap lafadz-lafadz Al-Qur‟an dan menghafal makna-maknanya

    dengan kuat yang memudahkan untuk menghindarkannya setiap

    menghadapi berbagai masalah kehidupan, yang mana Al-Qur‟an

    senantiasa ada dan hidup di dalam hati sepanjang waktu sehingga

    memudahkan untuk menerapkan dan mengamalkannya (Al-Laahim,

    2008: 19).

  • 35

    3. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfidzul Qur’an

    a. Dasar Hukum Tahfidzul Qur‟an

    Umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara

    riil dan konsekuen berusaha memelihara Al-Qur‟an, karena

    pemeliharaan terbatas sesuai dengan sunnatullah yang telah

    ditetapkan-Nya tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat

    Al-Qur‟an akan diusik dan diputarbalikkan oleh musuh-musuh

    Islam. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan

    kemurnian Al-Qur‟an yaitu dengan menghafalkannya (Ahsin,

    2000: 21).

    Dari sini, secara tegas banyak para ulama‟ mengatakan

    alasan yang menjadi dasar untuk menghafal Al-Qur‟an adalah

    sebagai berikut:

    1) Jaminan kemurnian Al-Qur‟an dari usaha pemalsuan. Para

    penghafal Al-Qur‟an adalah orang-orang yang dipilih Allah

    untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an dari usaha-usaha

    pemalsuannya. Sebagaimana firman Allah SWT:

    Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-

    Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar

    memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9)

    Dengan demikian sebagai konsekuensi logis, maka

    Allah SWT memberikan kemudahan kepada orang-orang yang

  • 36

    berminat untuk menghafal Al-Qur‟an dan bersungguh-sungguh

    dalam menghafalnya. Hingga akhir zaman, Al-Qur‟an akan

    tetap eksis serta tidak akan kekurangan para penghafalnya,

    yang semuanya itu tidak lepas dari kehendak Allah SWT

    begitu pula para penghafal Al-Qur‟an pada hakikatnya

    merupakan pilihan Allah SWT yang memegang peranan

    sebagai penjaga dan pemelihara terhadap kemurnian Al-Qur‟an

    (Sugianto, 2004: 44).

    2) Al-Qur‟an diturunkan, diterima, dan diajarkan oleh Nabi SAW

    secara hafalan. Sehingga mendorong para sahabat untuk

    menghafalkannya. Sungguh merupakan suatu hal yang luar

    biasa bagi umat Muhammad SAW karena Al-Qur‟an dapat

    dihafal dalam dada mereka bukan sekedar dalam tulisan-tulisan

    kertas, tetapi Al-Qur‟an selalu dibawa dalam hati para

    penghafalnya. Sesuai dengan firman Allah SWT:

    ذَّلِ ٖش مۡل ِيٍ يُّم َٓ ِش فَ ٌَ ِنهزِّ ۡل َء ُشۡلََ نۡل نَ َذۡل َٚسَّلشۡل َٔ ١٧

    Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran

    untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil

    pelajaran” (QS. Al-Qamar: 17).

    3) Menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu kifayah. Ini berarti bahwa

    orang yang menghafal Al-Qur‟an tidak boleh kurang dari jumlah

    mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya

    pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur‟an

    (Ahsin, 2000: 23-24).

  • 37

    Dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur‟an, Juz 1, halaman

    539, Imam Badrudin bin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasi

    mengatakan bahwa “menghafal Al-Qur‟an adalah fardhu

    kifayah”. Sedang dalam Nihayah Qaulul Mufid, Syeikh

    Muhammad Makki Nashr dalam Ahsin (2000: 24) mengatakan

    sebagai berikut:

    ِش قَْهٍ فَْشُ ِ فَ َٚةٍ ْٓ َ ٍْ ٌِ َػ ٌَّل ِحْفَظ ْن ُْش ِ

    Artinya: “sesunggunya menghafal al-Qur‟an di luar kepala

    hukumnya fardhu kifayah”.

    Dari ungkapan di atas sudah jelas bahwa menghafal

    Al-Qur‟an hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian

    melakukan maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Sebaliknya

    jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan

    menanggung dosanya.

    b. Kaidah Penting Tahfidzul Qur‟an

    Para penghafal Al-Qur‟an terikat oleh beberapa kaidah

    penting di dalam menghafal (Chairani dan Subandi, 2010: 38-40)

    yaitu:

    1) Ikhlas, bermakna bahwa seseorang akan meluruskan niat dan

    tujuan menghafal Al-Qur‟annya semata-mata untuk beribadah

    dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

  • 38

    2) Memperbaiki ucapan dan bacaan, meskipun Al-Qur‟an

    menggunakan bahasa Arab akan tetapi melafadzkannya sedikit

    berbeda dari penggunaan bahasa Arab populer. Oleh karena itu,

    mendengarkan terlebih dahulu dari orang yang bacaannya benar

    menjadi suatu keharusan.

    3) Menentukan presentasi hafalan setiap hari. Kadar hafalan ini

    sangat penting untuk ditentukan agar penghafal menemukan

    ritme yang sesuai dengan kemampuannya.

    4) Konsisten dengan satu mushaf. Alasan kuat penggunaan satu

    mushaf ini adalah bahwa manusia mengingat dengan melihat

    dan mendengar sehingga gambaran ayat dan juga posisinya

    dalam mushaf dapat melekat kuat dalam pikiran.

    5) Pemahaman adalah cara menghafal. Memahami apa yang dibaca

    merupakan bantuan yang sangat berharga dalam menguasai

    suatu materi. Oleh karena itu, penghafal Al-Qur‟an selain harus

    melakukan pengulangan secara rutin, juga diwajibkan untuk

    membaca tafsiran ayat yang dihafalkan.

    6) Memperdengarkan bacaan secara rutin. Tujuannya adalah untuk

    membenarkan hafalan dan juga berfungsi sebagai kontrol terus

    menerus terhadap pikiran dan hafalannya.

    7) Mengulangi secara rutin. Penghafalan Al-Qur‟an berbeda

    dengan penghafalan yang lain karena cepat hilang dari pikiran.

  • 39

    Oleh karena itu, mengulangi hafalan melalui wirid rutin menjadi

    suatu keharusan bagi penghafal Al-Qur‟an.

    8) Menggunakan tahun-tahun yang tepat untuk menghafal.

    Semakin dini usia yang digunakan untuk menghafal maka

    semakin mudah dan kuat ingatan yang terbentuk.

    4. Model Pembelajaran Tahfidzul Qur’an

    Secara garis besar model pembelajaran dapat dibagi menjadi

    tiga yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru, model

    pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan model pembelajaran

    aplikatif (Fathurrohman, 2015: 32).

    Pada pelaksanaannya, model-model pembelajaran Tahfidzul

    Qur‟an dipraktekkan dengan berbagai metode atau cara pembelajaran.

    Sehingga pembahasan model pembelajaran Tahfidzul Qur‟an juga

    mengarah pada metode yang digunakan dalam pembelajaran

    menghafal Al-Qur‟an. Ada beberapa model yang bisa dikembangkan

    dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur‟an,

    dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal untuk

    mengurangi kepayahan dalam menghafal Al-Qur‟an.

    Menurut Sa‟dulloh (Chairani dan Subandi, 2010: 41),

    memaparkan beberapa model yang biasa digunakan oleh penghafal

    Al-Qur‟an antara lain:

  • 40

    a. Binnadhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Qur‟an

    yang akan dihafalkannya dengan melihat mushaf secara berulang-

    ulang.

    b. Tahfidz, yaitu melafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur‟an

    yang telah dibaca berulang-ulang pada saat binnadhar hingga

    sempurna dan tidak terdapat kesalahan. Hafalan selanjutnya

    dirangkai ayat demi ayat hingga hafal.

    c. Talaqqi, yaitu menyetorkan atau memperdengarkan hafalan kepada

    seorang guru atau instruktur yang telah ditentukan.

    d. Takrir, yaitu mengulang hafalan atau melakukan sima‟an terhadap

    ayat yang telah dihafal kepada guru atau orang lain. Takrir ini

    bertujuan untuk mempertahankan hafalan yang telah dikuasai.

    e. Tasmi‟, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik

    kepada perseorangan ataupun jama‟ah.

    Sedangkan menurut Ahsin W. (2000: 63) menjelaskan bahwa

    ada lima model atau metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain:

    a. Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang

    hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa

    dibaca sebanyak 10 kali, atau 20 kali, atau lebih sehingga proses ini

    mampu membentuk pola dalam bayangannya.

    b. Kitabah, artinya menulis. Pada model ini penghafal terlebih dahulu

    menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang

    telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya

  • 41

    sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.

    Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan berkali-

    kali menuliskannya sehingga dengan begitu ia dapat sambil

    memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Model ini

    cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan,

    aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam

    mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.

    c. Sima‟i, artinya mendengar. Maksud dari sima‟i ini ialah

    mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Model ini akan

    sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra,

    terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di

    bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.

    d. Gabungan. Model ini merupakan gabungan antara metode wahdah

    dan kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki

    fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah

    dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai

    menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba

    menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya

    dengan hafalan pula. Jika penghafal belum mampu mereproduksi

    hafalannya ke dalam tulisan secara baik, maka ia kembali

    menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan

    yang valid. Kelebihan model ini adalah adanya fungsi ganda, yakni

    untuk menghafal dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan

  • 42

    hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali,

    karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang

    mantap.

    e. Jama‟, yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif

    (bersama-sama), dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama,

    instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa

    menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur

    membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan

    siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca

    dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan

    instruktur sedikit demi sedikit dengan mencoba melepaskan mushaf

    (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya. Sehingga ayat-

    ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk

    dalam bayangannya. Cara ini termasuk model yang baik untuk

    dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di

    samping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat

    terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.

    Selanjutnya, menurut Munjahid (2000: 77-80) model yang

    dapat digunakan bagi para penghafal, yakni model menghafal dengan

    pengulangan penuh, model menghafal dengan tulisan, model

    menghafal dengan memahami makna, dan menghafal dengan

    bimbingan guru.

  • 43

    Pada prinsipnya semua model di atas baik sekali untuk

    dijadikan pedoman menghafal Al-Qur‟an, baik salah satu di antaranya,

    atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan

    suatu pekerjaan yang berkesan monoton, sehingga dengan demikian

    akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal Al-Qur‟an

    (Ahsin, 2000: 63-66).

    5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Tahfidzul

    Qur’an

    Pada proses menghafal Al-Qur‟an, pasti ada faktor-faktor yang

    dapat mendukung agar hafalan Al-Qur‟annya bisa lancar dan sesuai

    target yang diharapkan. Begitupun sebaliknya, ada juga faktor-faktor

    yang menghambat pembelajaran Tahfidzul Qur‟an, sehingga dapat

    berdampak pada hafalan Al-Qur‟annya yang menjadi tidak lancar atau

    bahkan lupa.

    a. Faktor-Faktor Pendukung Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an

    Menurut Ahsin W. (2000: 56-61), ada beberapa hal yang

    dianggap penting sebagai pendukung tercapainya tujuan menghafal

    Al-Qur‟an. Faktor-faktor pendukung tersebut ialah:

    1) Usia yang Ideal

  • 44

    Sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu secara mutlak

    untuk menghafal Al-Qur‟an, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa

    tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap

    keberhasilan menghafal Al-Qur‟an. Seorang penghafal yang

    berusia relatif muda jelas akan lebih potensial daya serap dan

    resapnya terhadap materi-materi yang dibaca, dihafal, atau

    didengarnya dibanding dengan mereka yang berusia lanjut,

    walaupun tidak bersifat mutlak. Hal ini karena usia dini (anak-

    anak) lebih mempunyai daya rekam yang kuat terhadap sesuatu

    yang dilihat, didengar, dan dihafal.

    Penyataan di atas sesuai dengan hadits yang terdapat

    dalam kitab Al-Jami‟ Ash-Shaghir karya Jalaluddin

    Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuti, Juz 1, halaman 148,

    yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW

    bersabda:

    ُجِم بَْؼذََي َُٚك ُِّش ِحْفُظ نشَّل َٔ ِْٛش َ نَُّلْ ِص فِٗ ْنَ َجِش ِغ ِحْفُظ ْنغاُلَِو نصَّل

    ًَ ِء ٍِ َػ َّل ْط ( ظ)َ ْنِكحَ ِ َػهَٗ ْن ٍِ ْب فِٗ ْنَج ِيْغ َػ

    Artinya: “Hafalan anak kecil bagaikan mengukir di atas batu,

    sedangkan hafalan setelah dewasa bagaikan menulis di

    atas air.” (HR. Ibnu Abbas).

    Hadits di atas memberikan arah yang jelas kepada kita

    bahwa usia dini memiliki potensi inteligensi, daya serap, dan

    daya ingat hafalan yang sangat prima dan bagus serta masih

    sangat memungkinkan akan mengalami perkembangan dan

  • 45

    peningkatan secara maksimal, karena ia masih berproses menuju

    kepada kesempurnaan, sedangkan orang yang sudah melewati

    masa dewasa potensi inteligensi dan daya ingatnya cenderung

    mengalami penurunan.

    2) Manajemen Waktu

    Di antara penghafal Al-Qur‟an ada yang memproses

    hafalan Al-Qur‟anya secara spesifik (khusus), yakni tidak ada

    kesibukan lain kecuali menghafal Al-Qur‟an saja. Akan tetapi

    ada pula yang menghafal sekaligus juga melakukan kegiatan-

    kegiatan lain. Bagi mereka yang menempuh program khusus

    menghafal Al-Qur‟an dapat mengoptimalkan seluruh

    kemampuan dan memaksimalkan seluruh kapasitas waktu yang

    dimilikinya, sehingga ia akan dapat menyelesaikan program

    menghafal Al-Qur‟an lebih cepat, karena tidak mengahadapi

    kendala-kendala dari kegiatan lainnya.

    Para psikolog mengatakan, bahwa manajemen waktu

    yang baik akan berpengaruh besar terhadap penguasaan materi,

    terutama bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain selain

    menghafal Al-Qur‟an. Oleh karena itu, ia harus mampu

    mengatur manajemen waktu untuk menghafal dan untuk

    kegiatan yang lainnya.

    Alokasi waktu yang ideal untuk ukuran sedang dengan

    target harian satu halaman adalah 4 jam, dengan rincian 2 jam

  • 46

    untuk mengahafal ayat-ayat baru, dan 2 jam lagi untuk

    muraja‟ah (mengulang kembali) ayat-ayat yang telah dihafalnya

    terdahulu. Penggunaan waktu tersebut dapat disesuaikan dengan

    manajemen yang diperlukan oleh masing-masing para

    penghafal. Misalnya, 1 jam dari dua jam yang disediakan untuk

    menghafal setengah halaman di waktu pagi, sedangkan 1 jam

    lagi untuk menghafal di waktu sore, atau malam dan seterusnya.

    Adapula yang mengaturnya dalam empat bagian, yaitu ½

    jam untuk menghafal di waktu pagi hari, ½ jam di siang hari, ½

    jam di sore hari, dan ½ jam pada waktu malam hari.

    Selanjutnya, dua jam yang disediakan untuk waktu muraja‟ah

    dapat diatur sebagai berikut, 1 jam di antaranya digunakan untuk

    muraja‟ah ayat-ayat yang telah dihafalnya pada siang hari dan 1

    jam yang lain untuk muraja‟ah pada malam hari. Ada pula yang

    2 jam sepenuhnya dimanfaatkan untuk muraja‟ah pada malam

    hari saja, sedangkan waktu-waktu senggang lainnya hanya untuk

    menghafal saja.

    Pada prinsipnya kenyamanan dan ketepatan dalam

    memanfaatkan waktu itu relatif dan bersifat subjektif, seiring

    dengan kondisi psikologis yang variatif. Jadi pada prinsipnya,

    setiap waktu yang dapat mendorong munculnya ketenangan dan

    terciptanya konsentrasi adalah baik untuk menghafal.

  • 47

    3) Tempat Menghafal

    Situasi dan kondisi suatu tempat ikut mendukung

    tercapainya program menghafal Al-Qur‟an. Suasana yang

    bising, kondisi lingkungan yang tak sedap dipandang mata,

    penerangan yang tidak sempurna dan polusi udara yang tidak

    nyaman akan menjadi kendala berat terhadap terciptanya

    konsentrasi. Oleh karena itu, untuk menghafal diperlukan tempat

    yang ideal untuk terciptanya konsentrasi. Itu sebabnya, di antara

    para penghafal ada yang lebih cenderung mengambil tempat di

    alam bebas, tempat terbuka, atau tempat yang luas, seperti di

    masjid, atau di tempat-tempat lain yang lapang, sunyi, dan sepi.

    Selain faktor-faktor di atas, Sugianto (2004: 122-124)

    menjelaskan bahwa ada enam faktor yang dapat menentukan

    keberhasilan seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an, yaitu:

    1) Faktor Latihan dan Pengulangan (Reproduksi)

    Pada saat menghafal Al-Qur‟an yang disertai dengan

    pengulangan secara konsisten, maka hafalan akan semakin

    melekat pada memori pikiran dan semakin lancar. Sebaliknya,

    tanpa adanya latihan maupun pengulangan, hafalan yang sudah

    dihafal akan menjadi berkurang bahkan hilang sama sekali.

    2) Faktor Motivasi

    Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang

    untuk melakukan tindakan dengan tujuan tertentu. Tidak

  • 48

    mungkin seseorang mau berusaha mempelajari Al-Qur‟an

    bahkan menghafal Al-Qur‟an dengan sebaik-baiknya, jika ia

    tidak mengetahui betapa penting dan manfaat dari hasil yang

    akan ia lakukan. Dengan adanya motivasi yang tepat, maka akan

    menumbuhkan refleksi jiwa, sehingga akan muncul hasil-hasil

    yang semula tidak terduga.

    3) Faktor Pribadi

    Faktor pribadi seseorang sangat berperan penting dalam

    menghafal Al-Qur‟an. Tiap-tiap orang mempunyai sifat

    kepribadian masing-masing yang berbeda antara seseorang

    dengan yang lain. Ada orang yang mempunyai sifat keras hati,

    berkemampuan keras, tekun dalam segala usahanya, halus

    perasaannya dan ada pula yang sebaliknya. Sifat-sifat

    kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit banyak turut

    pula mempengaruhi hasil menghafal yang dapat dicapai. Salah

    satu sifat-sifat kepribadian ini ialah faktor kesehatan fisik dan

    kondisi badan.

    4) Kondisi Keluarga

    Kondisi keluarga ada yang miskin dan ada pula yang kaya.

    Ada keluarga yang selalu diliputi oleh suasana tentram dan

    damai, tetapi ada pula yang sebaliknya. Ada keluarga yang

    mempunyai cita-cita yang tinggi bagi anak-anaknya, ada pula

    yang biasa saja. Suasana dan kondisi keluarga yang variatif itu,

  • 49

    mau tidak mau juga turut menentukan bagaimana dan sampai

    dimana si anak dapat serius dalam menghafalkan Al-Qur‟an.

    Oleh karena itu, dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan

    dukungan dari pihak keluarga dalam segala aspek.

    5) Faktor Guru

    Bimbingan guru juga ikut menentukan seseorang dalam

    menghafal Al-Qur‟an karena guru pembimbing akan

    mendengarkan, mengarahkan, dan menyimak hafalan Al-

    Qur‟annya, termasuk juga kesempatan atau kesediaan guru

    dalam menerima (mendengarkan) hafalan, semakin sedikit

    kesempatan guru m