Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

20
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap- tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77). PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu,

Transcript of Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

Page 1: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77). PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Berdasarkan uraian di atas, tampak

Page 2: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik

Page 3: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah apalagi kalau masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidakseimbangan kognitif pada diri siswa. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan di sekitar masalah seperti “apa yang dimaksud dengan….”, “mengapa bisa terjadi…”, “bagaimana mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri siswa maka motivasi intrinsik siswa untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

Page 4: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena dengan PBL akan terjadi pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah akan membuat mereka menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukannya. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep tersebut diterapkan. Selain itu melalui PBL ini siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara berkesinambungan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan aplikasi suatu konsep atau teori yang mereka temukan selama pembelajaran berlangsung. PBL juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Ada beberapa langkah cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan adanya masalah yang

Page 5: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh guru. Siswa akan memusatkan perhatiannya di sekitar masalah tersebut. Dengan begitu siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. 

Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukaan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL ada delapan tahapan (Pannen, 2001: 11), yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) mengumpulkan data, (3) analisis data, (4) pemecahan masalah berdasarkan analisis data, (5) memilih cara pemecahan masalah, (6) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (7) ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (8) melakukan tindakan untuk pemecahan masalah. Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula ketrampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.

Langkah mengidentifkasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang

Page 6: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakannya. 

Selain guru sebagai fasilitator, guru hendaknya juga menyadari arti penting suatu pertanyaan dalam PBL. Pertanyaan hendaknya berbasis “Why” bukan sekedar “How”. Oleh karena itu, setiap tahap dalam pemecahan masalah, ketrampilan siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata ketrampilan “How”, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL.[SekolahDasar.Net | 14/10/2011] 

Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2011/10/m

Page 7: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

odel-pembelajaran-problem-based.html#ixzz3pjPx3smP

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based learning)

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Pembelajaran Berbasis Masalah dalam bahasa

inggrisnya diistilahkan Problem-based learning (PBL) adalah suatu pendekatan

pembelajaran dengan membuat konfrontasikepada pebelajar dengan masalah-masalah

praktis, berbentuk ill-structured, atauopenended melalui stimulus dalam belajar. PBL

memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu

permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan

dengan dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar

permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, (4)

memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara

langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6)

menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam

bentuk produk atau kinerja (performance).

Jonassen (1999) mendesain model lingkungan belajar konstruktivistik yang dapat

diaplikasikan dalam pembelajaran kontekstual dengan pendekatan problem-

based learning.Model tersebut memuat komponen-komponen esensial yang meliputi:(1)

pertanyaan-pertanyaan, kasus, masalah atau proyek, (2) kasus-kasus yang saling terkait

satu sama lain, (3) sumber-sumber informasi, (4) cognitive tools, (5) pemodelan yang

dinamis, (6) percakapan dan kolaborasi, (7) dukungan kontekstual/sosial. Masalah dalam

model tersebut mengintegrasikan komponen-komponen konteks permasalahan,

representasi atau simulasi masalah, dan manipulasi ruang permasalahan.

Masalah yang diberikan kepada pebelajar dikemas dalam bentuk ill-

defined.Representasi atau simulasi masalah dapat dibuat secara naratif, yang mengacu

pada permasalahan kontekstual, nyata dan authentik. Manipulasi ruang permasalahan

memuat objek-objek, tanda-tanda, dan alat-alat yang dibutuhkan pebelajar dalam

memecahkan masalah. Manipulasi ruang permasalahan memungkinkan terjadinya

belajar secara aktif dan bermakna. Aktivitas menggambarkan interaksi antara pebelajar,

objek yang dipakai, dan tanda-tanda serta alat-alat yang menjadi mediasi dalam

interaksi. Kasus-kasus yang saling terkait satu sama lain membantu pebelajar untuk

memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit. Dalam model lingkungan belajar

Page 8: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

konstruktivistik, kasus-kasus tersebut mendukung proses belajar dengan dua cara yaitu

dengan memberikan scaffolding untuk membantu memori pebelajar dan dengan

meningkatkan fleksibilitas kognisi pebelajar. Fleksibilitas kognisi

merepresentasi content dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan

domain pengetahuan. Fleksibilitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan

kesempatan bagi pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan

pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibilitas kognisi menumbuhkan kreativitas

berpikir divergen dalam proses representasi masalah.

Sumber-sumber informasi bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki

permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis

yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan. Cognitive

tools merupakanscaffolding bagi pebelajar untuk meningkatkan kemampuan

menyelesaikan tugas-tugasnya.Cognitive tools membantu pebelajar untuk

merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan

aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.

Pemodelan yang dinamis adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara

berpikir menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan

pemahaman mereka terhadap suatu fenomena. Pemodelan membantu pebelajar untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan, “apa yang saya ketahui?” dan “apa artinya?”

Percakapan dan kolaborasi dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah.

Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Dukungan sosial

dan kontekstual diakomodasikan oleh guru-guru sejawat dan staff teknis diakomodasi

untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran. Guru-guru dan staff teknis saling

memberikan ide-ide pemecahannya yang dapat membantu pemecahan masalah. Model

desain lingkungan pembelajaran konstruktivistik didukung oleh pemodelan

(modeling), coaching, dan scaffolding. Modelling berbentuk pemodelan tingkah laku

untuk mendorong kinerja dan pemodelan kognitif untuk mendorong proses

kognisi. Modelling difokuskan pada kinerjaekspert sebagai model. Coaching dipakai

untuk mengembangkan

kinerja (performance) pebelajar yang sifatnya kompleks dan tidak jelas (unclear).

Coaching mencakup kegiatan pemberian motivasi, memonitor dan meregulasi kinerja

pebelajar dan mendorong refleksi. Scaffolding merupakan suatu pendekatan yang

sistematis dibandingkan modelling dan coaching yang difokuskan pada tugas,

lingkungan belajar, guru, dan pebelajar. Scaffolding memberikan dukungan secara

temporal yang mengikuti kapasitas kemampuan pebelajar. Scaffolding mencakup

penentuan tingkat kesulitan tugas, restrukturisasi tugas, dan memberikan penilaian

alternatif (alternative assessment)

Page 9: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

PROSES PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

Model lingkungan belajar konstruktivistik tersebut memberikan landasan yang

kuat dalam mendesain pendekatan problem-based learning. Proses pembelajaran

dengan pendekatan problem-based learning dijalankan dengan 8 langkah, yaitu: (1)

menemukan masalah, (2) mendefinisikan masalah, (3) mengumpulkan fakta-fakta, (4)

menyusun dugaan sementara, (5) menyelidiki, (6) menyempurnakan permasalahan yang

telah didefinisikan, (7) menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif,

(8) menguji solusi permasalahan (Fogarty, 1997).

Menemukan masalah. Pebelajar diberikan masalah berstruktur ill-defined yang

diangkat dari konteks kehidupan sehari-hari. Pernyataan permasalahan diungkapkan

dengan kalimat-kalimat yang pendek dan memberikan sedikit fakta-fakta di seputar

konteks permasalahan. Pernyataan permasalahan diupayakan memberikan peluang

pada pebelajar untuk melakukan penyelidikan. Pebelajar menggunakan

kecerdasan inter dan intra-personaluntuk saling memahami dan saling berbagi

pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan permasalahan yang dikaji.

Berdasarkan strukturnya, masalah dalam pembelajaran dapat digolongkan

menjadi dua jenis, yaitu masalah yang terdefinisikan secara jelas (well-defined) dan

masalah yang tidak terdefinisikan secara jelas (ill-defined) (Hudoyo, 2002; Jensen, 1993;

Qin et al., 1995).

Pengambilan masalah dari konteks nyata sangat bermanfaat bagi pebelajar

dalam

mengembangkan kemampuannya memecahkan masalah. Hasil-hasil penelitian tentang

pemecahan masalah yang dipraktikan dalam kelas dengan masalah berstruktur ill-

defined

memberikan dampak-dampak sebagai berikut. (1) Penemuan masalah dapat

meningkatkan kreativitas. (2) Memotivasi pebelajar yang menjadikan belajar terasa

menyenangkan. (3) Masalah dengan struktur ill-defined membutuhkan keterampilan

yang berbeda dengan masalah yang berbentuk standard-problem. (4) Mendorong

pebelajar memahami dan memperoleh hubungan-hubungan masalah dengan disiplin

ilmu tertentu. (5) Informasi yang masuk ke dalam memori jangka panjang lebih diperkuat

dengan menggunakan masalah yang berstruktur ill-defined (Krulik & Rudnick, 1996).

Mendefinisikan masalah. Pebelajar mendefinisikan masalah menggunakan

kalimatnya sendiri. Permasalahan dinyatakan dengan parameter yang jelas. Pebelajar

membuat beberapa definisi sebagai informasi awal yang perlu disediakan. Pada langkah

6

ini, pebelajar melibatkan kecerdasan intra-personal dan kemampuan awal yang dimiliki

dalam memahami dan mendefinisikan masalah.

Page 10: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

Mengumpulkan fakta-fakta. Pebelajar membuka kembali pengalaman yang

sudah diperolehnya dan pengetahuan awal untuk mengumpulkan fakta-fakta. Pebelajar

melibatkan kecerdasan majemuk yang dimiliki untuk mencari informasi yang

berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, pebelajar mengorganisasikan

informasi-informasi dengan menggunakan istilah “apa yang diketahui (know)”, “apa

yang dibutuhkan (need toknow)”, dan “apa yang dilakukan (need to do)” untuk

menganalisis permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan.

Menyusun dugaan sementara. Pebelajar menyusun jawaban-jawaban

sementara

terhadap permasalahan dengan melibatkan kecerdasan logic-mathematical. Pebelajar

juga

melibatkan kecerdasan interpersonal yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa yang

dipikirkannya, membuat hubungan-hubungan, jawaban dugaannya, dan penalaran

mereka

dengan langkah-langkah yang logis.

Menyelidiki. Pebelajar melakukan penyelidikan terhadap data-data dan

informasi

yang diperolehnya berorientasi pada permasalahan. Pebelajar melibatkan kecerdasan

majemuk yang dimilikinya dalam memahami dan memaknai informasi dan fakta-fakta

yang ditemukannya. Guru membuat struktur belajar yang memungkinkan pebelajar

dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami (multiple ways of

knowing

and understanding) dunia mereka.

Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan. Pebelajar

menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikannya melalui

gambaran nyata yang mereka pahami. Pebelajar melibatkan kecerdasan verbal-

linguistic memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan

kata yang lebih tepat. Perumusan ulang permasalahan lebih memfokuskan penyelidikan,

dan menunjukkan secara jelas fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta

memberikan tujuan yang jelas dalam menganalisis data.

Page 11: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif.

Pebelajar

berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan.

Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan

permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah

7 berada pada tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan

dengan

berkolaborasi. Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif

pemecahan masalah yang menghasilkan alternatif yang lebih baik ketimbang dilakukan

secara individual.

Menguji solusi permasalahan. Pebelajar menguji alternatif pemecahan yang

sesuai dengan permasalahan aktual melalui diskusi secara komprehensip antar anggota

kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan terbaik. Pebelajar menggunakan

kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif pemecahan masalah dengan membuat

sketsa, menulis, debat, membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya

dalam menguji alternatif  pemecahan. Pendekatan problem-based learning yang bertolak

dari pembelajaran konstruktivistik memuat urutan prosedural yang non-linear.

Pembelajaran cenderung tidak berawal dan berakhir (Willis & Wright, 2000).

Pembelajaran berjalan dalam suatu siklus dengan tahapan-tahapan berulang (recursive)

(Wilson & Cole, 1996). Pembelajaran dengan pendekatan problem based-learning  juga

memberikan peluang bagi pebelajar untuk melibatkan kecerdasan majemuk (multiple

intelligences) yang dimiliki pebelajar (Fogarty, 1997; Gardner, 1999b). Keterlibatan

kecerdasan majemuk dalam pemecahan masalah dengan pendekatan problem based

learning dapat menjadi wahana bagi pebelajar yang memiliki kecerdasan majemuk

beragam untuk melibatkan kemampuannya secara optimal dalam memecahkan

masalah.

Guru membentuk kelompok-kelompok pebelajar yang jumlah anggotanya 4-5

orang (Boud & Felleti, 1997). Masing-masing kelompok mengumpulkan fakta-fakta dari

permasalahan, merepresentasi masalah, merumuskan model-model matematis untuk

penyelesaiannya, dan melakukan pengujian dengan perhitungan, dan menyajikan

hasilnya

di depan kelas. Guru berperan sebagai pembimbing dan menstimulasi pebelajar berpikir

untuk memecahkan masalah. Sebagai fasilitator, guru melatih kemampuan pebelajar

berpikir secara metakognisi. Ketika pebelajar menghadapi tantangan permasalahan dan

diminta untuk mencari pemecahannya, ia berada dalam situasi kesenjangan antar skema

berpikir yang dimilikinya dengan informasi-informasi baru yang dihadapinya. Pada saat

ini, pebelajar membutuhkan bantuan-bantuan untuk mencari pemecahan masalah agar

kesenjangan dapat dihilangkan. De Porter et al (2001) menyatakan, dalam situasi ini

pebelajar mengambil resiko yang dapat menjadi pembangkit minat belajar. Ketika

pebelajar dihadapkan dengan permasalahan, mereka keluar dari zona nyaman kemudian

bertualang untuk masuk ke dalam situasi baru yang penuh resiko.

Page 12: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

Belajar dengan problem-based learning dapat mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah. Keterampilan-keterampilan pemecahan masalah sangat

bermanfaat dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Belajar dengan

pendekatan problembased-learning berangkat dari permasalahan dalam konteks nyata

yang dikaitkan dengan pemecahan masalah secara matematis.

STARTEGI PEMECAHAN MASALAH DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED

LEARNING

Pembelajaran dengan pendekatan problem-based learning memuat langkah-

langkah yang koheren dengan proses pemecahan masalah. Polya (1981) mengajukan

empat tahap strategi pemecahan masalah yaitu: (1) memahami masalah, (2) menyusun

rencana pemecahan, (3) menjalankan rencana pemecahan, (4) menguji kembali

penyelesaian yang

diperoleh. Dwiyogo (2000) menemukan bahwa proses pemecahan masalah yang

dilakukan oleh pebelajar mencakup tahap-tahap memahami masalah, merepresentasi

masalah, menentukan model, melakukan kalkulasi, dan menyimpulkan jawaban.

Pembelajaran dengan pendekatan problem-based learning. Penilaian

pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik merupakan bagian yang utuh dengan

pembelajaran itu sendiri. Bertolak dari pandangan ini, maka penilaian pembelajaran

pemecahan masalah dengan pendekatan problem-based learning dilaksanakan secara

terintegrasi dengan proses pembelajaran. Oleh karenanya, penilaian pembelajaran

dilaksanakn secara nyata danautentik.

PENILAIAN PADA PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING

Penilaian pembelajaran dengan problem-based learning dilakukan

dengan authenticassesment. O’Malley dan Pierce (1996) mendefinisikan authentic

assesment sebagai bentuk penilaian di kelas yang mencerminkan proses belajar, hasil

belajar, motivasi, dan sikap terhadap kegiatan pembelajaran yang relevan. Penilaian

dapat dilakukan dengan portfolioyang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-

pekerjaan pebelajar yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu

tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Marzano et al (1993)

mengemukakan bahwa penilaian denganportfolio dapat dipakai untuk penilaian

pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif. Menurut Oliver (2000) penilaian

kolaboratif dalam pendekatan problem based learningdilakukan dengan cara evaluasi diri

(self-assessment) dan peer-assessment. Self-assessmentadalah penilaian yang dilakukan

oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan

merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam

belajar (Griffin dan Nix, 1991). Peer-assessment adalah penilaian di mana pebelajar

berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-

Page 13: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya (Griffin

dan Nix, 1991). Proses penilaian pembelajaran pemecahan masalah mencakup penilaian

proses dan produk, bertolak dari langkah-langkah pembelajaran dengan

pendekatan problem-based learning oleh Fogarty (1997), koheren dengan langkah-

langkah penilaian autentik pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2002); dan

Marzano et al(1993), serta tahaptahap pemecahan masalah menurut Polya (1981) dan

Dwiyogo (2000).

CIRI UTAMA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), ciri utama pembelajaran

berbasis masalah meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan

yang autentik. multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyelidikan, dan menghasilkan

karya. Dalam pembelajaran berbasis masalah situasi atau masalah menjadi titik tolak

pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan keterampilan

memecahkan masalah.

Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003) mengemukakan bahwa kejadian-kejadian

yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah

sebagai berikut:

a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai

pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada

situasi yang mendorong untuk mempu menemukan masalah dan meneliti permasalahan

sambil mengajukkan dugaan dan rencana penyelesaian.

b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan

mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.

c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.

d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi

terhadap proses pemecahan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri,

artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai,

terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses

belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas, 2003).

Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai

dari belajar dan bekerja pada situasi masalah (tidak terdefinisi dengan baik) atau open

ended yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir

dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan.

Menurut Ismail (Ratnaningsih 2003) pembelajaran berbasis masalah biasanya

terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:

Page 14: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

a. Orientasi siswa pada masalah dengan cara guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas

pemecahan masalah.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan cara guru membantu siswa dalam

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan

masalah tersebut.

c. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok dengan cara guru mendorong

siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan cara guru membantu siswa

dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan.

e. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara guru

membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa

dan proses yang digunakan. Pada intinya pembelajaran berbasis masalah merupakan

suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal

pembelajaran. Kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari

pemecahan masalah tersebut. Menurut Torrance (1976) model pembelajaran yang

berorientasi pada pemecahan masalah seperti pada pembelajaran berbasis masalah

merupakan suatu pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan potensi yang dimiliki

oleh siswa, salah satunya adalah kreativitas siswa. Situasi masalah yang disajikan dalam

pembelajaran tersebut merupakan suatu stimulus yang dapat mendorong potensi

kreativitas dari siswa terutama dalam hal pemecahan masalah yang dimunculkan.

Kreativitas yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis masalah ini bukan

hanya aspek kognitifnya saja (kemampuan berfikir kreatif) tetapi juga diharapkan melalui

pembelajaran berbasis masalah tersebut dapat mengembangkan aspek non-kognitif dari

kreatifitas yakni kepribadian kreatif dan sikap kreatif siswa.

Model Pembelajaran Project Based Learning dan Kurikulum 2013

Labels: Model pembelajaran

Model Pembelajaran Project Based Learning dan Kurikulum 2013

Apa kabar pembaca setia blog penelitian tindakan kelas? Semoga kita semua selalu dalam

lindunganNya untuk mengemban tugas mulia memajukan pendidikan anak bangsa untuk

menyongsong era generasi emas di masa datang. Kali ini, kami ingin berbagi mengenai model

pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dalam kaitannya dengan pendekatan

saintifik (scientific approach) dan implementasi Kurikulum 2013. Yuk disimak.

Project Based Learning (Model Pembelajaran Berbasis Proyek)

Apakah model pembelajaran berbasis proyek itu? Model pembelajaran berbasis proyek (project

based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan)

sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian,

interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan,

keterampilan, dan sikap).

Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih terfokus pada hasil belajar berupa

Page 15: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

pengetahuan (knowledge) semata. Itupun sangat dangkal, hanya sampai pada tingkatan ingatan

(C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4),

sintesis (C5), dan evaluasi (C6).  Ini berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum

mengajak siswa untuk menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang dipelajariuntuk

membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa mengevaluasi (berpikir kritis)

terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya. Sementara itu, aspek

keterampilan (psikomotor) dan sikap (attitude) juga banyak terabaikan.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Di dalam pelaksanaannya, model pembelajaran berbasis proyek memiliki langkah-langkah

(sintaks) yang menjadi ciri khasnya dan membedakannya dari model pembelajaran lain seperti

model pembelajaran penemuan (discovery learning model) dan model pembelajaran

berdasarkan masalah (problem based learning model). Adapun langkah-langkah itu adalah; (1)

menentukan pertanyaan dasar; (2) membuat desain proyek; (3) menyusun penjadwalan; (4)

memonitor kemajuan proyek; (5) penilaian hasil; (6) evaluasi pengalaman.

Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa sebenarnya

pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk memberikan tugas proyek bagi

siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan

dunia nyata. Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang

aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan

dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin besar pula

rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut. Selanjutnya, guru dan siswa menentukan

batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.

Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh aktivitas mulai dari persiapan

pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya sementara guru memonitor dan memantau

perkembangan proyek kelompok-kelompok siswa dan memberikan pembimbingan yang

dibutuhkan. Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek yang mereka

lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan (knowledge

terkait konsep yang relevan dengan topik), hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya.

Terkahir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi semua

kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang telah mereka lakukan agar di lain

kesempatan pembelajaran dan aktivitas penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.

Page 16: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

ManfaatYang Dapat Diraih

Banyak sekali manfaat yang dapat diraih melalui penerapan model pembelajaran berbasis

proyek (Project Based Learning) ini, misalnya: (1) siswa menjadi pebelajar aktif; (2)

pembelajaran menjadi lebih interaktif atau multiarah; (3) pembelajaran menjadi student centred);

(4) guru berperan sebagai fasilitator; (5) mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

siswa; (6) memberikan kesempatan siswa memanajemen sendiri kegiatan atau aktivitas

penyelesaian tugas sehingga melatih mereka menjadi mandiri; (7) dapat memberikan

pemahaman konsep atau pengetahuan secara lebih mendalam kepada siswa; dsb.

Penilaian Dalam Model Pembelajaran Project Based Learning

Karena pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan hasil belajar dalam bentuk

pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill atau psikomotor), dan sikap (attitude atau afektif),

maka penilaiannyapun dilakukan untuk ketiga ranah ini. Bentuk penilaian dapat berupa tes atau

nontes. Sebaiknya penilaian yang dilakukan untuk model pembelajaran berbasis proyek ini lebih

mengutamakan aspek kemampuan siswa dalam mengelola aktivitas-aktivitas mereka dalam

penyelesaian proyek yang dipilih dan dirancangnya, relevansi atau kesesuaian proyek dengan

topik pembelajaran yang sedang dipelajari hingga keaslian (orisinalitas) proyek yang mereka

garap.

Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan Kurikulum 2013

Dalam rasional perubahan kurikulum sebelumnya (KTSP/Kurikulum 2006)

keKurikulum2013 disebutkan bahwa perkembangan pengetahuan dan pedagogi dalam hal ini

neurologi, psikologi, observation based (discovery) learning dan collaborative learningadalah

salah satu alasan pentingnya perubahan kurikulum. Hal ini tentu berimplikasi pada model-model

pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan mengajar di sekolah. Salah satu model

pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model pembelajaran berbasis proyek

(project based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena mengingat karakteristik-

karakteristik unggul dari model pembelajaran ini yang mampu mengakomodasi alasan tersebut

di atas.

Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar

menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat

diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak)

kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok)

kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan

analitis.

Salah Satu Model Pembelajaran dalam Pendekatan Saintifik

Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) merupakan salah satu model

pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sehingga secara otomatis guru berarti juga

menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan

saintifik adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan

cara kerja ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan diajak meniti jembatan emas

sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan (knowledge) semata tetapi juga akan

mendapatkan keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam kehidupannya kelak. Saat

Page 17: Model Pembelajaran Problem Based Learning.docx

belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih menalar

secara induktif (inductive reasoning). Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan

saintifik, project based learning (model pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai dengan

Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses pembelajaranyang harus

memuat 5M, yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi;

dan (5) mengkomunikasikan.

Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Aktif Termaktub Dalam Project Based Learning

Dalam model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa melakukan pembelajaran aktif. Mereka

benar-benar akan dibuat aktif baik secara hands on (melalui kegiatan-kegiatan fisik), maupun

secara minds on (melalui kegiatan-kegiatan berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari

pelaksanaaan model pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum

2013. Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan).

Demikian tulisan mengenai Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

dalam kaitannya dengan Kurikulum 2013 dari blog kesayangan kita Penelitian