Model Konsumsi Rumah Tangga Di Indonesia
-
Upload
fajarakatsuki86 -
Category
Documents
-
view
411 -
download
10
description
Transcript of Model Konsumsi Rumah Tangga Di Indonesia
MODEL KONSUMSI RUMAH TANGGA DI INDONESIA
Oleh Muhammad Fajar*
1. Latar Belakang
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indicator ekonomi makro untuk
mengukur seberapa besar keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi.Dari sisi
penggunaan, PDB tersusun atas komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga,
pengeluaran konsumsiPemerintah, investasi, dan net ekspor (selisih antara ekspor dengan
impor).Jika kita lihat struktur PDB Triwulan I dan II pada tahun 2009 dan 2010, ternyata
konsumsi rumah tangga masih memberikan andil yang besar, yakni dikisaran 56 - 61
persen dibandingkan komponen penyusun lainnya.Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia dipush dengan mendorong masyarakat selalu konsumtif.
Tabel 1. Struktur PDB Indonesia Menurut Penggunaan Triwulan I dan II pada tahun
2009 dan 2010
Sumber: BPS
Pengeluaran konsumsi RT (Rumah Tangga) secara makro tergantung dari seberapa
besar pendapatan yang diterima masyarakat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
membahas bagaimana model konsumsi RT di Indonesia.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada dua masalah yang ingin dijawab, yaitu:
a. Apakah konsumsi dan pendapatan saling terkointegrasi?
b. Bagaimana model konsumsi RT di Indonesia?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini, adalah:
a. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara konsumsi dengan pendapatan.
b. Mendapatkan model konsumsi RT di Indonesia.
4. Kendala Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah konsumsi nominal dan pendapatan
nasional nominal periode 1983 s.d. triwulan II 2010 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, variabel yang nominal digunakan agar pengaruh inflasi tidak hilang. Kendala penelitian adalah karena konsumsi RT secara teoretis dipengaruhi oleh pendapatan disposable, sedangkan variabel pendapatan disposable tidak tersedia secara akurat sehingga variabel tersebut diproksi dengan variabel pendapatan nasional.
5. Kajian Teoretis
Pengeluaran uang yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis
kebutuhannya dalam satu tahun tertentu dinamakan pengeluaran konsumsi rumah tangga atau dalam analisis makroekonomi lebih lazim, disebut sebagai konsumsi rumah tangga.
Pendapatan yang diterima RT akan digunakan untuk membeli makanan, membeli pakaian, membiayai jasa pengangkutan, dan lain-lain. Barang-barang tersebut dibeli oleh RT untuk memenuhi kebutuhannya dan perbelanjaan tersebut dinamakan konsumsi, yaitu membeli barang dan jasa untuk memuaskan keinginan memiliki dan menggunakan barang tersebut.
Keynes merumuskan fungsi konsumsi sebagai sebuah skedul konsumsi yang direncanakan pada berbagi tingkat pendapatan disposabel. Keynes percaya bahwa skedul konsumsi yang direncanakan ini merupakan ”hukum psikologis yang fundamental”, dimana perubahan konsumsi lebih kecil dari perubahan pendapatan disposibel. Sehingga, kecenderungan mengonsumsi marginal (MPC) bernilai lebih kecil dari satu untuk fungsi konsumsi rumah tangga(C):
𝐶 = 𝐶𝑜 + 𝑏𝑌𝑑 … (1), dimana 𝑌𝑑 : pendapatan disposabel
Tetapi karena variabel pendapatan disposable belum tersedia secara lengkap dan akurat,
maka diproksi dengan variabel pendapatan nasional sehingga model konsumsi rumah
tangga adalah: 𝐶 = 𝐶𝑜 + 𝑏𝑌 … (2), dimana Y: pendapatan nasional
Pendapatan Nasional Konsumsi Rumah Tangga
6. Metode Analisis
6.1 Normalitas
Sifat normalitas diperlukan agar menghasilkan parameter-parameter yang dihasilkan
bisa diujikan dan mengsinkronisasikan dengan alat uji statistik parametrik yang berakar
pada asumsi normalitas.Penulis merekomendasikan uji Kolmogorof Smirnov untuk
menguji normalitas tingkat suku bunga dan inflasi.
Untuk memeriksa kenormalan residual pada model regresi maka digunakan uji
Kolmogorov-Smirnov.Dalam uji Kolmogorov-Smirnov diasumsikan bahwa distribusi
variabel yang sedang diuji mempunyai sifat kontinyu.
Hipotesis yang digunakan:
Ho :distribusi variabel mengikuti distribusi normal
H1 :distribusi variabel tidak mengikuti distribusi normal
Statistik Uji :𝐷 = 𝑀𝑎𝑥 𝐹0 𝑋𝑡 − 𝑆𝑛 𝑋𝑡 … (3) , 𝑡 = 1, 2, 3,…𝑇.
dimana: 𝐹0(𝑋) = fungsi distribusi frekuensi kumulatif relatif dari distribusi
teoretis dalam kondisi Ho.
𝑆𝑛(𝑋) = distribusi frekuensi kumulatif dari amatan sebanyak n.
Dengan cara membandingkan nilai D terhadap nilai D pada tabel Kolmogorov-Smirnov
dengan level signifikansi (α) sebesar 0,05, maka aturan pengambilan keputusan dalam uji
ini adalah sebagai berikut:
Jika D ≤ Dtabel, maka Ho diterima
Jika D > Dtabel, maka Ho ditolak
Asumsi ini harus terpenuhi karena jika asumsi ini tidak terpenuhi maka analisis yang
dilakukan tidak sah dalam statistik parametrik.
6.2 Stasioneritas
Stasioneritas sangat diperlukan dalam analisis time series agar tidak terjadi spurious
pada analisis. Karena pada periode penelitian terjadi dua shock krisis, maka penulis
merekomendasikan uji Philip-Perron untuk memeriksa stasioneritas dan alat uji ini
mampu merespon adanya shock yang terjadi.
Prosedur pengujian akar unit dengan menggunakan uji Philips-Perron adalah sebagai
berikut:
1. Misal terdapat persamaan:
𝑦𝑡 = 𝜌𝑦𝑡−1 + 𝑢𝑡 … (4),
Dimana ρ adalah koefisien otoregresif, 𝑢𝑡 adalah white noise term1. Jika nilai ρ = 1,
maka 𝑦𝑡 memiliki sebuah akar unit. Dalam ekonometrika, suatu time series yang
1Kondisi dimana 𝑢𝑡 mempunyai mean sama dengan nol, varians konstan, dan kovarians sama dengan nol.
memiliki akar unit disebut random walk time series. Apabila dinyatakan dalam bentuk
hipotesis, menjadi:
Ho : 𝜌 = 1, berarti data mengandung akar unit (nonstasioner)
H1 : 𝜌< 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner)
Jika data asli dari suatu series sudah stasioner, maka data tersebut berintegrasi pada
order 0 atau dilambangkan I(0) tetapi bila data asli nonstasioner maka harus di-
difference2-kan sehingga diperoleh data yang stasioner pada order d ( I(d) ).
2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first
difference), sebagai berikut:
∆𝑦𝑡 = 𝜌 − 1 𝑦𝑡−1 + 𝑢𝑡 … (5)
∆𝑦𝑡 = 𝛼𝑦𝑡−1 + 𝑢𝑡 … (6) , 𝛼 = 𝜌 − 1
Sehingga hipotesis yang diuji mempunyai bentuk:
Ho : 𝛼 = 1, berarti data mengandung akar unit (non stasioner)
H1 : 𝛼< 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner)
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit, lakukan penghitungan nilai statistik uji
Philips-Perron berdasarkan uji t-statistik yang disesuaikan:
𝑡𝛼 = 𝑡𝛼 𝛾0
𝑓0
1/2
− 𝑇 𝑓0 − 𝛾0 𝑠𝑒(𝛼 )
2𝑓01/2
𝑠… (7)
𝑡𝛼 =𝛼
𝑠𝑒 𝛼 … (8)
se α adalah standar eror dari koefisien yt−1 dan s adalah standar eror dari persamaan
(4). 𝛾0nerupakan estimasi yang konsisten dari varians eror pada persamaan (4) ,
dihitung dengan rumus :
𝛾0 = 𝑇 − 𝑘 𝑠2
𝑇 … 9 , dimana𝑠2 =
𝑢𝑡2
𝑇 − 𝑘
𝑇
𝑡=1
Dimana k adalah banyaknya variabel independen dan T adalah banyaknya
observasi.𝑓0diestimasi dari persamaan:
𝑓0 = 𝛾 𝑗 𝐾(𝑗/𝑙)
𝑇−1
𝑗=−(𝑇−1)
… (10)
𝛾 𝑗 adalah sampel otokovariansi ke-j dari residual 𝑢𝑡 ,yang dirumuskan sebagai
berikut:
𝛾 𝑗 = 𝑢 𝑡𝑢 𝑡−𝑗
𝑇
𝑇
𝑡=𝑗+1
… (11)
l adalah koefisien Newey-West bandwisth, K merupakan fungsi kernel yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
2 Membuat deret angka baru yang terdiri dari perbedaan angka antara periode yang berturut-turut dengan rumus: 𝑋𝑡
, = 𝑋𝑡 − 𝑋𝑡−1.
𝐾 𝑥 = 1 − 𝑥 … (12) , jika 𝑥 ≤ 1
= 0 , lainnya
Selanjutnya nilai statistik Philips-Perron, yaitu 𝑡𝛼 dibandingkan dengan nilai kritis
tabel Mc Kinnon. Jika nilai statistik Philips-Perron lebih negatif dari nilai kritis tabel Mc
Kinnon atau nilai probabilitas statistik Philips-Perron kurang dari level signifikansi (α)
sebesar 0.05; maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa data time series telah
stasioner.
6.3 Lag Optimum
Penentuan panjang lag optimum sangat penting dalam analisis time series. Menurut
Enders (2004) estimasi hubungan kausalitas, dan kointegrasi sangat peka terhadap panjang lag.
Beberapa metode seleksi untuk menentukan panjang lag optimum, antara lain: Log Likekihood Ratio Test Statistic LR. The Final Prediction Error FPE Akaike Information Criterion AIC Schwaz Information Criterion SIC Hannan-Quinn Criterion HQ Beberapa penelitian menemukan adanya ketidakkonsistenan beberapa metode di
atas dan kecenderungan penarikan yang under estimate dalam menentukan panjang lag (Liew, 2000). Akan tetapi metode FPE dan AIC dipercaya mampu menurunkan peluang adanya pengambilan panjang lag maksimum yang under estimate pada sampel kecil.
6.4 Uji Kointegrasi Johanssen
Cointegrating of two variabel telah didefinisikan secara formal dan dikembangkan
oleh Engle dan Granger (1987). Dikatakan bahwa series t
Y dan t
X berkointegrasi pada
derajat d,b dimana d ≥ b ≥ 0 dituliskan sebagai t
Y ,t
X ~ CI (d,b) jika:
Kedua series adalah berintegrasi pada derajat yang sama I(d) Terdapat kombinasi linier dari variabel-variabel yang berintegrasi I(d-b).
Menurut Enders (2004) beberapa catatan penting mengenai definisi kointegrasi adalah: Semua variabel harus terintegrasi pada orde yang sama. Jika suatu variabel memiliki
derajat integrasi yang berbeda, maka kedua variabel ini dikatakan tidak berkointegrasi. Jika
tX memiliki n komponen, maka kemungkinan terdapat (n-1) vektor kointegrasi
yang independen linier. Banyaknya vektor kointegrasi ini dikenal sebagai cointegrating rank.
Dari uraian tentang definisi kointegarasi di atas, bisa dikatakan secara umum bahwa jika terdapat dua variabel yang stasioner pada derajat yang berbeda, maka variabel tersebut tidak mungkin berkointegrasi. Apabila series data stasioner pada derajat yang sama, maka data tersebut ada kemungkinan berkointegrasi. Bila data yang dipakai telah stasioner pada level atau I(0), maka residual yang terjadi kemungkinan besar akan
stasioner, sehingga penggambaran hubungan jangka panjang (kointegrasi) menjadi kurang bermakna.
Uji kointegrasi dapat digunakan untuk mengetahui apakah dua atau lebih variabel ekonomi atau variabel finansial memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang. Menurut Gujarati (1995) jika dua variabel memiliki kointegrasi, maka regresi yang dihasilkan tidak akan spurious dan hasil dari uji t dan F nya akan valid. Granger menyebutkan bahwa sebuah uji kointegrasi dapat dijadikan sebagai pengujian ulang untuk mendeteksi ada atau tidaknya spurious regresion, sehingga dapat menghindari masalah tersebut.
Metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi, antara lain: metode 2 langkah Engel-Granger dan metode Johansen. Prosedur 2 langkah Engel-Granger cocok digunakan bila dalam penelitian hanya terdapat 2 variabel. Sedangkan prosedur Johansen cocok digunakan bila dalam penelitiannya terdapat dua atau lebih dari dua variabel.
Prosedur pengujian kointegrasi dengan menggunakan prosedur johansen, adalah sebagai berikut: 1. Misalkan persamaan Vector Autoregression (VAR) dengan order p dan n variabel, adalah
sebagai berikut:
tptptttexAxAxAx
...........
2211 …(13)
Dimana:
𝑥𝑡 : vektor variabel endogen
2. Diferensialkan persamaan di atas dalam bentuk turunan pertama, atau dapat dtuliskansebagai berikut:
1
1
1
p
i
titttexxx …(14)
Dimana,
p
i
iIA
1
;
p
ij
jA
1
; I adalah matriks identitas n x n
3. Jika matriks memiliki rank r < k dan diekspresikan bahwa ' , maka akan
terdapat k x r matriks dan masing-masing dengan rank r. Besarnya rank
menyatakan banyaknya vektor kointegrasi yang terbentuk. Matriks merupakan koefisien penyesuaian di dalam model Vector Error Correction. Setiap kolom pada matriks merupakan vektor kointegrasi. Jika linear kombinasi yang diberikan oleh
tx' stasioner atau I(0), di dalam terminologi Granger ini menunjukan bahwa vektor
tx
terkointegrasi.
4. Banyaknya vektor kointegrasi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian signifikansi akar ciri dari matriks . Pertama, cari akar-akar ciri yang diperoleh melalui matriks . Akar-akar ciri yang diperoleh kemudian diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar. Misal: akar ciri yang terbentuk ada sebanyak n, maka pengurutannya
n .......
321. Kedua, lakukan trace test untuk mengetahui nilai
statistiktrace
atau likelihood ratio dengan rumus:
n
ki
istatistikInTtrace
1
)1( (15)
Dimana: k=0,1,............,n-1
i merupakan nilai eigenvalue ke-i.
T merupakan banyaknya observasi yang dipakai. Nilai
statistiktrace selanjutnya dibandingkan dengan nilai kritis dari tabel Osterwald-
Lenum (1992). Jika nilai statistik
trace lebih besar dari nilai kritis Osterwald-lenum, maka
Ho ditolak.
5. Alternatif uji lainnya, adalah dengan menggunakan maximum eigenvalue test, yaitu mencari nilai maximum eigenvalues statistic dengan rumus :
)1(1
kstatistic
TInEigenMax (16)
Nilai stat
EigenMax selanjutnya dibandingkan dengan nilai kritis dari tabel Osterwald-
lenum.
Hipotesis nol yang digunakan pada pengujian trace dan maximum eigenvalue, antara lain:
Ho: r ≤ 0 atau tidak terdapat hubungan kointegrasi Ho: r ≤ 1 atau paling banyak terdapat satu persamaan kointegrasi, sampai Ho: r ≤ n-1 atau paling banyak terdapat n-1 persamaan kointegrasi.
Adapun kelebihan metode Johansen dibandingkan dengan metode Engel-Granger
menurut Allan Hodgson et. al adalah sebagai berikut: 1. Prosedur Johansen tidak mengasumsikan adanya paling sedikit satu vektor
kointegrasi melainkan secara eksplisit menguji sejumlah hubungan kointegrasi. 2. Dalam pengujian Johansen, semua variabel diasumsikan endogenous sedangkan
dalam pengujian Engel-Granger sangatlah sensitif dalam pemilihan variabel dependen pada persamaan kointegrasi.
3. Berhubungan dengan point 2 bahwa pada saat menghilangkan residual dari vektor kointegrasi, prosedur johansen menghilangkan keterbatasan pemilihan variabel dependen pada metode Engel-Granger.
4. Prosedur Johansen berdasarkan suatu kerangka kerja dalam menguji dan menaksir hubungan kointegrasi dalam formula VECM (Vector Error Correction Model).
5. Metode Johansen menghasilkan suatu satuan yang tepat dan distribusi terhadap uji hipotesis untuk sejumlah vektor kointegrasi dan pengujian parameter.
7. Pembahasan
7.1 Analisis Deskriptif
Selama periode 1984 s.d. triwulan II 2010, konsumsi rumah tangga menunjukkan
trend menaik dengan rata-rata konsumsi RT per triwulan sebesar Rp 220.91 triliun. Ternyata konsumsi yang dikeluarkan oleh rumah tangga pada 1999 - 2009, rata-rata persentase terbanyak digunakan untuk mengkonsumsi makanan sebesar 54.14 persen sedangkan sisanya untuk bukan makanan sebesar 45.86 persen.
Grafik 1. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga
Tabel 2. Persentase Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Indikator Terpilih 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
% pengeluaran rumahtangga untuk makanan 62.94 58.47 56.89 54.59 51.37 53.01 49.24 50.17 50.62
% pengeluaran rumahtangga untuk bukan makanan 37.06 41.53 43.11 45.42 48.63 46.99 50.76 49.83 49.38
Sumber: BPS
Persentase konsumsi RT terhadap PDB selama periode pengamatan selalu bergerak disekitar rata-ratanya, yakni sebesar 61.58 persen.Hal ini berarti PDB Indonesia dominan digunakan untuk keperluan konsumsi.
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 2. Persentase Pengeluaran Konsumsi RT terhadap PDB
Sumber: BPS
Grafik 3. Perkembangan Pendapatan Nasional Indonesia
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1
1983198419851986198719881989199019911992199319941995199619971998199920002001200220032004200520062007200820092010
%
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
Pendapatan Nasional
Berdasarkan periode pengamatan pendapatan nasional Indonesia secara nominal menunjukkan trend menaik dengan rata-rata pendapatan nasional per triwulan sebesar Rp311.28 triliun.
Grafik 4. Hubungan Konsumsi RT dengan Pendapatan Nasional
Berdasarkan grafik 4 di atas ternyata bentuk hubungan antara pendapatan nasional
terhadap konsumsi RT adalah linear dengan nilai korelasi yang tercipta sebesar 99.59 persen, artinya hubungan pendapatan nasional terhadap konsumsi RT sangat kuat dan searah. Koefisien determinasi yang tercipta adalah sebesar 99.18 persen, artinya variansi konsumsi rumah tangga dapat dijelaskan oleh pendapatan nasional sebesar 99.18 persen sedangkan sisanya 0.82 persen dijelaskan oleh variabel lainnya. 7.2 Analisis Time Series 7.2.1 Normalitas
Berdasarkan pengujian kolmogorof-smirnov ternyata pada level signifikansi sebesar
lima persen variabel konsumsi RT dan pendapatan nasional berasal dari sebaran normal sehingga sah dilakukan uji parametrik. 7.2.2 Stasioneritas
Pada lampiran 3.a dan 3.b, ternyata variabel konsumsi rumah tangga dan pendapatan
nasional non stasioner tetapi stasioner pada level difference pertama, artinya kedua variabel tersebut terintegrasi pada orde yang sama,n yaitu orde 1.
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
0 200000 600000 1000000 1400000
Pendapatan Nasional
Ko
nsu
msi R
um
ah
Ta
ng
ga
7.2.3 Lag Optimum Berdasarkan penentuan lag optimum yang terlampir pada lampiran 1, ternyata
dengan Akaike Information Criterion menghasilkan lag optimum untuk uji johansen kointegrasi, yakni lag 6. Sehingga untuk pengujian kointegrasi lag optimum tersebut harus dikurangi satu menjadi lag 5. 7.2.4 Uji Kointegrasi
Berdasarkan hasil pengujian johansen (lampiran 4),ternyata pada level signifikansi
lima persen bahwa pendapatan nasional dan konsumsi rumah tangga saling berkointegrasi (terjadi hubungan jangka panjang antara pendapatan nasional dengan konsumsi rumah tangga). Persamaan kointegrasi yang tercipta adalah:
𝐶 = 84274.27 + 0.45 𝑌 + 𝜀 … (17) Dimana: C : Konsumsi Rumah Tangga (Milyar Rupiah) Y : Pendapatan Nasional (Milyar Rupiah) 𝜀 : Residual
Interprestasi dari persamaan kointegrasi di atas adalahbila terjadi kenaikan satu milyar rupiahpendapatan nasional, maka akan menyebabkan nilai konsumsi rumah tangga naik sebesar 0.45 milyar rupiah. Dari persamaan kointegrasi dapat diperoleh MPC dan MPS, nilai MPS yang tercipta sebesar 0.45 sedangkan MPS-nya sebesar 0.55. Nilai MPS yang lebih besar daripada MPC menyiratkan bahwa dana tambahan untuk tabungan masyarakat lebih besar daripada dana tambahan untuk konsumsi. Berdasarkan persamaan (17) di atas seandainya Y = 0 (tidak ada pendapatan nasional), maka tetap terjadi konsumsi karena pemenuhan akan kebutuhan tidak mungkin dihentikan sehingga ketika pendapatan tidak ada diperlukan dana hutang untuk memenuhi kebutuhan.
8. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Bahwa pendapatan nasional dan konsumsi rumah tangga saling berkointegrasi,
2. Model konsumsi rumah tangga di Indonesia:
𝐶 = 84274.27 + 0.45 𝑌 + 𝜀
3. MPC yang tercipta adalah 0.45 dan MPS-nya adalah 0.55.
9. Daftar Pustaka
Enders, Walter. 2004. Applied Econometrics Time Series. Second Edition. New York:
John Wiley & Son, Inc.
Khim, venus dan Sen Liew. 2004. Which Lag Length Selection Criteria Should We Employ.
Economics Bulletin 3: 1 – 9.
Green, William H. 2003. Econometric Analysis.Fifth Edition. New York: Prentice Hall.
Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. _______________:McGraw-Hill.
Sargent, Thomas J. 1987. Dynamic Macroeconomic Theory._____________.Harvard University.
*) Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Angkatan 46, sekarang bekerja sebagai Koordinator Statistik Distribusi BPS Kabupaten Waropen
. Karya ini dibuat tahun 2010
10. Lampiran
1. Lag Optimum
2. Normalitas Konsumsi Rumah Tangga dan Pendapatan Nasional
Kolmogorof Test
Variabel D Hitung D Tabel ( 5 % )
Konsumsi Rumah
Tangga 0.226 10.557
Pendapatan Nasional 0.219
Pengujian menggunakan taraf uji sebesar 5% , Kenormalan data diterima jika D Hitung lebih kecil dari D Tabel
3. Uji Unit Root
a. Konsumsi Rumah Tangga
Null Hypothesis: Konsumsi Rumah Tangga has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic 1.884764 1.0000
Test critical values: 1% level -4.044415
5% level -3.451568
10% level -3.151211
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(Konsumsi Rumah Tangga) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -6.771135 0.0000
Test critical values: 1% level -3.491928
5% level -2.888411
10% level -2.581176
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. Pendapatan Nasional
Null Hypothesis: Pendapatan Nasional has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic 3.717393 1.0000
Test critical values: 1% level -4.044415
5% level -3.451568
10% level -3.151211
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(Pendapatan Nasional) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -9.756794 0.0000
Test critical values: 1% level -3.491928
5% level -2.888411
10% level -2.581176
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
4. Uji Johanssen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.270496 33.03483 15.49471 0.0001
At most 1 0.002250 0.234229 3.841466 0.6284 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.270496 32.80060 14.26460 0.0000
At most 1 0.002250 0.234229 3.841466 0.6284 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2245.974 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
Konsumsi Rumah Tangga Pendapatan
Nasional
1.000000 -0.445500
(0.04285)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)
D(Konsumsi Rumah Tangga) 0.056494
(0.02152)
D(Pendapatan Nasional) 0.338942
(0.05878)
Cointegrating Eq: CointEq1
CONS_RT(-1) 1.000000
PNDPTN_NAS(-1) -0.445500
(0.04285)
[-10.3971]
C -84274.27
5. Statistik Deskriptif
Sample: 1983Q1 2010Q2 Konsumsi Rumah Tangga
Mean 220906.7
Median 85231.35
Maximum 891087.0
Minimum 10046.00
Std. Dev. 252155.7
Skewness 1.222002
Kurtosis 3.351253
Sample: 1983Q1 2010Q2 Pendapatan Nasional
Mean 311279.9
Median 122169.4
Maximum 1412915.
Minimum 14894.00
Std. Dev. 370762.1
Skewness 1.424938
Kurtosis 4.030345