mklh ringkas

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Diana, 2009). Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, dan memberantas vektor penyakit. Penggunaan pestisida untuk keperluan di atas terutama berjenis sintetik telah menimbukan dilema. Pestisida sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang kebutuhan yang semakin meningkat. Namun penggunaan pestisida juga mengandung resiko karena sifat toksiknya pada manusia serta dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida perlu mendapatkan perhatian serius. Bukti-bukti semakin banyak karena keracunan pestisida pada manusia, musuh alami ternak, pencemaran tanah dan air (Sulistiyono dkk, 2008). Setiap hari ribuan petani dan para pekerja di sektor pertanian teracuni oleh pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat di pertanian menderita keracunan akibat pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan para pekerja pertanian lainnya terpapar pestisida pada proses mencampur dan menyemprotkan pestisida. Selain itu masyarakat sekitar lokasi pertanian sangat beresiko terpapar pestisida (Elanda Fikri dkk, 2012). Menurut WHO yang dikutip oleh LESKOFI (Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi) (2009), paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggal karena keracunan pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (Elanda Fikri dkk, 2012). Sejak digunakan pertama kali pada tahun 1940, penggunaan pestisida sintetik terus meningkat di seluruh dunia. Pada tahun 2001, sekitar 2,26 juta ton bahan aktif pestisida digunakan. Dua puluh lima persen dari produksi pestisida dunia digunakan di negara sedang berkembang, dimana 99% kematian akibat pestisida terjadi. Tingginya kematian akibat pajanan pestisida di negara-negara berkembang, disebabkan oleh penggunaan pestisida yang sangat sensitif dan tidak aman (unsafe), lemahnya peraturan, serta sistem kesehatan dan pendidikan yang belum baik (Elanda Fikri dkk, 2012). Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).

description

interna

Transcript of mklh ringkas

Page 1: mklh ringkas

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPestisida sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang

digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Diana, 2009).

Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, dan memberantas vektor penyakit. Penggunaan pestisida untuk keperluan di atas terutama berjenis sintetik telah menimbukan dilema. Pestisida sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang kebutuhan yang semakin meningkat. Namun penggunaan pestisida juga mengandung resiko karena sifat toksiknya pada manusia serta dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida perlu mendapatkan perhatian serius. Bukti-bukti semakin banyak karena keracunan pestisida pada manusia, musuh alami ternak, pencemaran tanah dan air (Sulistiyono dkk, 2008).

Setiap hari ribuan petani dan para pekerja di sektor pertanian teracuni oleh pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat di pertanian menderita keracunan akibat pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan para pekerja pertanian lainnya terpapar pestisida pada proses mencampur dan menyemprotkan pestisida. Selain itu masyarakat sekitar lokasi pertanian sangat beresiko terpapar pestisida (Elanda Fikri dkk, 2012).

Menurut WHO yang dikutip oleh LESKOFI (Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi) (2009), paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggal karena keracunan pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (Elanda Fikri dkk, 2012).

Sejak digunakan pertama kali pada tahun 1940, penggunaan pestisida sintetik terus meningkat di seluruh dunia. Pada tahun 2001, sekitar 2,26 juta ton bahan aktif pestisida digunakan. Dua puluh lima persen dari produksi pestisida dunia digunakan di negara sedang berkembang, dimana 99% kematian akibat pestisida terjadi. Tingginya kematian akibat pajanan pestisida di negara-negara berkembang, disebabkan oleh penggunaan pestisida yang sangat sensitif dan tidak aman (unsafe), lemahnya peraturan, serta sistem kesehatan dan pendidikan yang belum baik (Elanda Fikri dkk, 2012).

Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).

Di Indonesia banyak pula terjadi kasus keracunan pestisida, antara lain di Kulon Progo terdapat 210 kasus keracunan dengan pemeriksaan fisik dan klinis, 50 orang di antaranya diperiksa di laboratorium dengan hasil 15 orang (30%) positif keracunan. Di Kabupaten Sleman dilaporkan dari 30 orang petugas pemberantas hama 14 orang (46, 66%) mengalami gejala keracunan (Elanda Fikri dkk, 2012).

Pemerintah telah berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan yang mungkin timbul, yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Pemerintah mengharapkan dalam rangka penggunaan pestisida dilaksanakan secara benar sesuai dengan aturan yang telah direkomendasikan. Namun aplikasi pestisida secara langsung di lapangan masih terbentur oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengetahuan tentang pestisida, sikap terhadap peraturan penggunaan pestisida dan tindakan penggunaannya (Sulistiyono dkk, 2008).

Maka dari itu makalah ini membahas tentang pestisida sebagai pengendalian vector penyakit, pestisida yang berdampak negative bagi kesehatan manusia serta bagaimana cara pengamanannya.

B. Tujuan1. Mengetahui pengertian dari pestisida2. Mengetahui penggolongan dan jenis-jenis dari pestisida3. Mengetahui tingkat toksisitas dari pestisida4. Mengetahui formulasi Pestisida5. Mengetahui cara pengamanan pestisida yang baik dan bena

BAB IIISI

A. Pengertian PestisidaPestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama

dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama (Djojosumarto, 2004).

Page 2: mklh ringkas

Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat mandul, sebagai pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT (Yuantari, 2011).

Menurut The United State Federal Environmental Pestiade Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Yuantari, 2011).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.b. Memberantas rerumputan.c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman tidak termasuk pupuk.e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan

atau ternak.f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik

dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Kementerian Pertanian, 2011).

Berdasarkan UU No. 12 tahun 1992 dalam Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak memberikan manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang pertanian (pangan, perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpangan hasil pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan

lingkungan, pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain (Kementrian Pertanian, 2011).

Menurut Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana angkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan. Pestisida terbatas adalah pestisida yang karena sifatnya (fisik dan kimia) dan atau karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan, disimpan dan digunakan secara terbatas.

B. Jenis Pestisda dan Penggolongan PestisidaPestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang

berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan jenis sasaran, bentuk fisik, bentuk formulasi, cara kerjanya, cara masuk, golongan senyawa, asal (bahan aktif), dan berdasarkan pengaruh fisiologinya adalah sebagai berikut :1. Berdasarkan Buku Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida

(Kementerian Pertanian, 2011) ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:a. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti

tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

b. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut, berfungsi untuk membunuh alge.

c. Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.

d. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.

e. Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan cendawan).

f. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma.

g. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratin segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga.

h. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.

Page 3: mklh ringkas

i. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.

j. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.

k. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

l. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan.

m. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.

n. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap.

2. Berdasarkan bentuk fisikBerdasarkan bentuk fisiknya, pestisida dapat berupa :a. Padat

meliputi dust/debu; umpan, bahan aktif dilapiskan pada bahan makanan; seed dressing, bahan aktif dilapiskan pada biji/benih, granules, bahan aktif ditambah dengan bahan akatif dalam bentuk partikel yang agak besar

b. CairMeliputi larutan, suspensi, emulsi dan uap.

c. Bentuk gas meliputi fumigant, merupakan cairan atau bentuk padatyang mudah menguap (Pujiono, 2009).

3. Berdasarkan bentuk FormulasiBerdasarkan bentuk formulasi dalam (Danang, 2006), pestisida dikelompokkan menjadi:a. Butiran (G/granul), biasanya pestisida dengan formulasi bentuk ini

dapat langsung diaplikasikan tanpa harus dilarutkan terlebih dahulu.b. Powder (tepung), biasanya harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum

diaplikasikan. Formulasi bentuk ini membentuk sediaan pestisida berupa suspensi. Sehingga sangat diperlukan pengadukan yang terus menerus karena sifat sediaan ini dapat mengendap dan dapat merusak alat aplikasi atau terjadinya penyumbatan pada nozel. Beberapa kode formulasi pestisida yang sejenis artinya akan menjadi suspensi jika diencerkan dengan air adalah SC, F. dan lain-lain.

c. EC (Emulsifiable I emulsible concentrates). Pestisida dengan formulasi berbentuk EC ini akan membentuk emulsi (seperti susu) pada larutan semprot. Larutan jadi ini tidak memerlukan pengadukan yang terus menerus. Pada umumnya insektisida memiliki formulasi bentuk EC.

d. AS Pestisida dengan formulasi ini akan membentuk iarutan yang homogen setelah dicampurkan dengan air. Biasanya pestisida dengan bentuk formulasi ini adalah dari golongan herbisida. Beberapa kode formulasi lain yang akan menjadi larutan jika diencerkan dengan air adalah SP, L, WSC, dan lain-lain

e. Beberapa kode formulasi lain yang tidak perlu penambahan air dan dapat diaplasikan langsung di lapangan seperti bait lumpan atau pelet.

4. Berdasarkan cara kerjaDilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan dalam (Soemirat, 2005) yaitu:a. Racun perut

Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida. Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut. Contoh: Diazinon 60 EC.

b. Racun kontakBerarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena pestisida. Organisme tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan yang terkena pestisida. Contoh: Mipcin 50 WP.

c. Racun gasBerarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas. Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan ruangan tertutup.

5. Berdasarkan cara masukJika dilihat dari cara masuk pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan dalam (Danang, 2006), yaitu :a. Racun kontak

Artinya pestisida dalam hal ini senyawa/ bahan aktif masuk melalui kontak atau masuk ke tubuh serangga melalui tubuh atau kutikula.

b. Racun perutArtinya pestisida dalam hal ini senyawa/ bahan aktif masuk ke tubuh serangga melalui proses makan (mulut) dan masuk ke tubuh melalui pencernaan

c. Racun sistemik, senyawa/ bahan aktif terserap oleh tanaman lalu ditransportasikan ke seluruh jaringan tanaman.

d. Fumigan, artinya senyawa/ bahan aktif masuk ke dalam tubuh sasaran melalui sistem pemapasan.

6. Berdasarkan asal bahan aktifBerdasarkan asal bahan aktif, pestisida dapat digolongkan menjadi 2 jenis dalam (Danang, 2006):

Page 4: mklh ringkas

a. Sintetik1) Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida,

tembaga sulfat dan garam merkuri .2) Organik

a) Organochlorin : DDT, SHC, endrin, dieldrin, dll.b) Heterosiklik : Kepone, mirex , dll.c) Organophosfat : klorpirifos, prefonofos, dll.d) Carbamat : earbofuran, SPMC, dll.e) Dinitrofenol : Dinexf) Thiosianat : lethaneg) Lain-lain : methylbromida

b. Hasil alam (biopestisida) : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll7. Berdasarkan asal dan struktur atau golongan zat kimianya

Menurut Soemirat (2005) Klasifikasi pestisida menurut asal dan struktur atau golongan zat kimianya antara lain:a. Pestisida alamiah:

1) Pyrethum : Pyrethrin, Cinerin2) Derris : Rotenon

b. Pestisida sintetik:1) Senyawa halogen organik: DDT, Lindan2) Senyawa fosfatester organik: Dichlorvos, Malathion3) Senyawa carbamat : Prpoxur, Dimetilan4) Derivat kumarin : Cumachlor5) Senyawa Dinitrofenol : Dinobuton

8. Berdasarkan asal bahan yang digunakanBerdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan dalam (Danang, 2006) yaitu: a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa

kimia, contoh: organoklorin, organofospat, dan karbamat.b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,

contoh: neem oil yang berasal dari pohon mimba.c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau

mikrobia, contoh: jamur, bakteri atau virus.d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contoh:

bubur bordeaux.9. Berdasarkan struktur kimianya pestisida

Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005, berdasarkan struktur kimianya pestisida digolongkan menjadi: a. Golongan organochlorin

Misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain. Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.

b. Golongan organophosfat Misalnya diazonin dan basudin. Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.

c. Golongan carbamat Termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain. Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.

d. Senyawa dinitrofenol Misalnya morocidho 40EC. Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP (Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.

e. PyretroidSalah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah: deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.

f. FumigantFumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.

g. Petroleum

Page 5: mklh ringkas

Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.

h. AntibiotikMisanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.

10. Berdasarkan pengaruh fisiologinyaPestisida berdasarkan pengaruh fisiologisnya. Menurut Yusniati (2008) dalam Diana (2009), pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut: a. Senyawa Organofospat

Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II. Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya : malathion). Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu.

Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain:1) Asefat

Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun dan wereng. LD50 (tikus) sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).

2) KadusafosMerupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut.

LD50 (tikus) sekitar 37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan tidak menyebabkan iritasi pada mata.

3) KlorfenvinfosDiumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang. LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.

4) KlorpirifosMerupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar 135 – 163 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.

5) KumafosDitemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 860 mg/kg.

6) DiazinonPertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment). LD50 oral (tikus) sebesar 1.250 mg/kg.

7) Diklorvos (DDVP)Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida ini bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat, serta insektisida rumah tangga. LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.

8) MalationDiperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pro-insektisida yang dalam proses metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50 dermal (kelinci) 4.100 mg/kg.

9) ParationDitemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-

Page 6: mklh ringkas

structure yang disarankan oleh G. Schrader. Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of action sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun inhalasi. Paration termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.

10) ProfenofosDitemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktivitas translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama (terutama Lepidoptera) dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472 mg/kg.

11) TriazofosDitemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan nematisida berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 57 – 59 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.

b. Senyawa Organoklorin Golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang

ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak. Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874 ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari Jerman. Pada tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan hewan.

c. Senyawa Arsenat Keadaan keracunan akut menimbulkan gastroentritis dan diare

yang menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian. Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.

d. Senyawa Karbamat Merupakan ester asam N-metilkarbamat atau turunan dari asam

karbamik HO-CO-NH2. Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase

darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat, tetapi pengaruhnya jauh lebih reversible dari pada efek senyawa organofosfat.

e. Piretroid Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia

(analog) dari piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang bersifat insektisida yang terdapat dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan piretroid (bunga Chrysantheum cinerariaefolium) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak piretroid yang tidak cocok untuk program pengendalian hama terpadu. Insektisida tanaman lain adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka.

C. Toksisitas Pestisida1. Bahaya Pestisida

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat, namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa manusia atau menimbulkan penyakit atau cacat. Dapat dikatakan bahwa tidak satu pun zat kimia yang tanpa resiko, namun dapat digunakan dengan aman dan efektif bila cara memegang, menggunakan, menyimpan, transportasi sesuai dengan petunjuk atau aturan yang tertera pada label dalam wadah atau pembungkus dari pabrik yang memproduksinya (Runia, 2008).

Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang ditemukan pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh pengaruh samping penggunaan senyawa pestisida antara lain leukimia, myaloma ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostae, kanker kulit, kanker perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor syaraf dan neoplasma indung telur. Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah terbukti dapat menjadi faktor “carsinogenic agent” baik pada hewan dan manusia, yakni tercatat ada 47 jenis bahaan aktif pestisida ditemukan terbukti sebagai carsinogenic agent pada hewan, dan 12 jenis lagi terbukti sebagai carsinogenic agent pada manusia (Yasin, 2010).

2. Toksisitas Akut PestisidaBesarnya daya racun suatu pestisida dinilai dari toksiksitasnya.

Toksiksitas akut pestisida dapat dinyatakan dengan 2 simbol, yaitu: LD 50

Page 7: mklh ringkas

(Lethal Dose 50) atau LC 50 (Lethal Concentration 50) ialah kadar atau kosentrasi pestisida yang diperkirakan dapat membunuh 50 persen binatang percobaan. Satuannya ialah mg bahan aktif suatu pestisida per kg berat badan binatang percobaan (mg/kg). Penentuaan toksiksitas akut pestisida dapat digunakan bintang percobaan: tikus putih, anjing, burung atau ikan. Dikatakan bahwa tikus secara biologis mempunyai sifat sama seperti manusia, sehingga dapat diasumsikan bahwa sensitivitas pada tikus relatif sama dengan manusia (Runia, 2008).

Toksiksitas pestisida sangat tergantung pada cara masuknya pestisida ke dalam tubuh. Pada penentuan toksiksitas pestisida per oral, pestisida diberikan melalui makanan dan diperoleh LD 50 oral, dan yang melalui kulit diperoleh LD 50 dermal, dan bila pemaparan melalui air atau udara (terhisap) ditentukan LC 50 selama 24 jam, 48 jam, 96 jam, dan seterusnya (lama waktu pemaparan). LC umumnya dinyatakan dalam ppm (part per million) atau ppb (part per bilion) (Runia, 2008).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan toksiksitas suatu pestisida menurut Runia (2008) ialah:a. Route pemakaian atau pemaparan per oral, dermal, inhalasi.b. Untuk LC 50 perlu dinyatakan berapa lama waktu pemaparan,

biasanya dipakai waktu 24 jam, 48 jam, atau 96 jam.c. Pestisida umunya dinyatakan dalam bentuk bahan aktif tunggal, dan

jarang sekali sebagai bahan formula.d. Toksiksitas yang ditetapkan bersifat akut, bukan toksiksitas kronis.e. Semakin kecil angka toksiksitas suatu pestisida semakin toksik

(semkain kuat efek toksiknya).f. Nilai LD 50 atau LC 50 akan berubah bila bercampur dengan bahan

kimia yang tidak toksik, tetapi bersifat sinergis atau antagonis terhadap bahan aktif.

g. Pencampuran dengan bahan sinergis mengakibatkan pestisida tersebut semakin toksik (LD 50 semkin kecil), dan sebaliknya dengan bahan antagonis akan menurunkan toksiksitasnya.

3. Toksikologi Pestisidaa. Organofosfat

Contoh produk antara lain: diazinon, fention, dikholorfost, dimetoat, malation, TH. Biasanya digunakan sebagai insektisida untuk pembasmi hama tanaman. OP merupakan antikholinesterase menetap yang bekerja memfosforilasi enzim kolinesterase secara menetap, sehingga enzim ini tidak dapat aktif lagi. Enzim ini berfungsi menghidrolisis neurotrasmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin (tidak aktif) dan asam asetat. Pada keracunan, karena hamper semua enzim tersebut tidak aktif, terjadi penumpukan Ach dalam sinaps koliergik yang menimbulkan gejala perangsangan terus-menerus saraf

muskarinik dan nikotinik. Semua jenis OP diabsorbsi dengan baik melalui oral, inhalasi, maupun kulit yang sehat. Gejala keracunan OP muncul dengan cepat (beberapa menit sampai beberapa jam) dan rangkaian gejala sangan progresif. Gejala permulaan berupa enek, muntah, rasa lemah, sakit kepala, dan gangguan penglihatan. Gejala SSP berupa ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis otot pernapasan sehingga dapat menimbulkan kematian (Sudarmo, 2007).

b. KarbamatContoh dari karbamat yaitu: carbaryl, carbofuran, cartab.

Karabamat digunakan sebagai insektisida. Seperti halnya dengan OP karbamat juga merupakan antikolinesterase, tetapi inaktivasi enzim kolinesterase oleh karbamat hanya bersifat sementara karena reaksinya reversible. Sebagian insektisida karbamat diserap dengan baik melalui oral, inhalsi, dan kulit yang sehat. Diantaranya juga banyak yang tidak diserap melaui kulit, tetapi peringatan yang sama tetap berlaku karena ada diantaranya yang toksiknya sama dengan insektisida OP yang paling toksik. Gejala keracunan sama dengan insektisida OP, tetapi gejala ini tidak berlangsung lama. Meskipun gejala keracunannya cepat menghilang, tetapi karena munculnya cepat dan menhebat dengan cepat, kematian tetap dapat terjadi, terutama karena depresi pernapasan yang tidak cepat mendapat pertolongan (Sudarmo, 2007).

c. OrganoklorinContoh dari organoklorin yaitu aldrin, chlordane, DDT.

Semua OC diserap dengan baik melalui oral, inhalasi, dan kulit yang sehat. Pada para pekerja yang terpapar OC, keracunan yang terjadi biasanya akibat absorbsi melalui kulit dan terakumulasi dalam tubuh. Gejala keracunan akut muncul 20 menit sampai 12 jam, dengan gejala sentral berupa kejang epileptiform yang kadang didahului malaise, sakit kepala, enek, muntah, termor, fasikulasi otot lengan dan tungkai, serta menurunya kesadaran. Gejala keracunan kronis biasanya terjadi pada para pekerja yang terpapar OC, berupa gejela-gejala aspesifik seperti sakit kepala, pusing, mengantuk, susah tidur, tidak dapat memusatkan pikiran dan kelemahan (Sudarmo, 2007).

d. Rodentisida Antikoagulan (AC)Produk komersial yang termasuk rodentisida AC diantaranya

brodifakum, kumatetraril, difasinon. Penggunaan rodentisida antikoagulan sebagai rodentisida untuk membasmi tikus. Antikoagulam merupakan penghambat kompetitif vitamin K dalam sintesis faktor-faktor pembekuan darah (faktor II protrombin, faktor VII, XI dan X di dalam hati), sehingga terjadi penururnan kadar faktor-faktor tersebut dalam darah dan terjadi gangguan mekanisme

Page 8: mklh ringkas

koagulasi darah. Setelah beberapa waktu akan terjadi pengososngan faktor-faktor tersebut dalam sirkulasi darah yang berakibatterjadinya perdarahan. Dalam toksik AC menimbulkan perdarahan di dalam tubuh, dan inilah yang mendasari kerjanya sebagai rodentisida dan toksisitasnya pada manusia. Kerja ini dapat diantagonisir oleh vitamin K1. AC hanya menimbulkan keracunan bila tertelan, karena rodentisida hanya dapat diserap malalui saluran cerna. Gejala keracunan rodentisida segera setelah makan terjadi rasa tidak enak dan muntah, akan tetapi pada beberapa kasus gejala tidak terlihat dalam beberapa hari sebelum gejala keracunan sebenarnya terlihat. Gejala dan tanda yang khas terjadi akibat meningkatnya kecenderungan perdarahan yang dapatberupa perdarahan pada hidung, saluran cerna dan gusi, perdarahan pada air kemih dan tinja (Sudarmo, 2007).

e. Rodentisida Seng Fosfid (ZP)Penggunaan rodentisida seng fosfid ini adalah untuk racun

tikus. ZP tersedia dalam bentuk bubuk berwarna hitam seperti bubuk arang. Efek toksik seng fosfid (ZP) didasarkan atas terbentuknya fosfin (hidrogen fosfid=PH3), suatu gas yang sangat toksik. Gas ini terbentuk bila ZP bereaksi dengan asam kuat, misalnya dengan asam lambung. Oleh karena itu ZP hanya menimbulkan keracunan bila ZP tertelan atau bila terinhalasi gas fosfin yang terbentuk dari ZP yang terkena atau tercampur dengan asam kuat. Bila ZP tertelan maka akan timbul gejala enek, muntah, sesak napas, dan dapat merusak pembuluh darah. Bila gas fofin terinhalasi timbul rasa nyeri di daerah diafragma, sesak napas, rasa lemah, tremor, kejang, dan udema paru yang dapat menyebabkan kematian (Sudarmo, 2007).

f. Senyawa PiretroidContoh produk komersial piretroid antara lain Cypermethrin,

Deltamethrin, dan Fenvalerate. Penggunaan senyawa piretroid adalah untuk insektisida. Tanda dan gejala keracunan akibat senyawa piretroid diantaranya iritasi mukosa saliva, rasa nyeri local pada muka, dan efek ini bersifat reversibel dan tidak memerlukan pengobatan khusus (Sudarmo, 2007).

g. Senyawa DinitrofenolikContoh produk dari senyawa ini antara lain DNOC (Dinitro-

cresol), Binapacryl, dan Dinoseb. Cara kerja dinitrofenol ini akan mengganggu proses fosforilasi oksidatif dan keracunan terjadinya karena kecepatan metabolisme meningkat secara mendadak. Gejala keracunan dapat berupa tremor, pernapasan cepat, berkeringat, insomnia, gelisah, haus, suhu tubuh meningkat, takikardi dan kelemahan. Kulit yang menadi kuning dan adanya warna kuning pada

sclera menunjukkan adanya pemaparan dengan dinitrofenol (Sudarmo, 2007).

D. Formulasi PestisidaBerdasarkan Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida (Kementerian Pertanian, 2011) bentuk formulasi pestisida sebagai berikut :1. Formulasi Cair

Formulasi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari pekatan yang dapat diemulsikan (EC), pekatan yang larut dalam air (SL), pekatan dalam air (AC), pekatan dalam minyak (OC), Aerosol (A), gas yang dicairkan (LG). a. Pekatan yang diemulsikan

Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau Emulsifiable Concentrate (yang lazim disingkat EC) merupakan formulasi dalam bentuk cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan ditambah surfaktan atau bahan pengemulsi. Formulasi untuk penyemprotan penggunaan perlu diencerkan dengan air, sehingga formulasi ini akan segera menyebar dan membentuk emulsi serta memerlukan sedikit pengadukkan. Pestisida yang termasuk formulasi pekatan yang dapat diemulsikan mempunyai kode EC di belakang nama dagangnya.

b. Pekatan yang larut dalam airFormulasi yang larut dalam air atau Water Soluble

Concentrate (SL) merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi ini sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air kemudian disemprotkan. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SL di belakang nama dagangnya

c. Pekatan Dalam AirFormulasi pekatan dalam air atau Aqueous Concentrate (AC)

merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya pestisida yang diformulasikan sebagai pekatan dalam air adalah bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode AC di belakang nama dagangnya.

d. Larutan Dalam MinyakPekatan dalam minyak atau Oil Miscible Concentrate (OL)

adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatic seperti xilin atau nafta. Formulasi ini biasanya digunakan setelah diencerkan dalam hidro karbon yang lebih murah seperti solar kemudian

Page 9: mklh ringkas

disemprotkan atau dikabutkan (Fogging). Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode OL di belakang nama dagangnya.

e. AerosolFormulasi pestisida aerosol adalah formulasi cair yang

mengandung bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik. Ke dalam larutan ini ditambahkan gas yang bertekanan dan kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi kemasan yang siap pakai dan dibuat dalam konsentrasi yang rendah. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode A di belakang nama dagangnya.

f. Gas yang dicairkan atau Liquefied GasesFormulasi ini adalah formulasi pestisida bahan aktif dalam

bentuk gas yang dipampatkan pada tekanan dalam suatu kemasan. Formulasi pestisida ini digunakan dengan cara fumigasi ke dalam ruangan atau tumpukan bahan makanan atau penyuntikan ke dalam tanah. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode LG di belakang nama dagangnya.

2. Formulasi Padata. Tepung yang dapat disuspensikan/ dilarutkan

Formulasi tepung yang dapat disuspensikan atau Wettable Powder (WP) atau disebut juga Dispersible Powder (DP) adalah formulasi yang berbentuk tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert (misalnya : tepung tanah liat), yang apabila dicampur dengan air akan membentuk suspensi, dan ditambah dengan bahan aktif atau pestisida. Ke dalam formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode WP di belakang nama dagangnya.

b. Tepung yang dapat dilarutkanFormulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble Powder (SP)

sama dengan formulasi tepung yang dapat disuspensikan, tapi bahan aktif pestisida maupun bahan pembawa dan bahan lainnya. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SP di belakang nama dagangnya.

c. ButiranDalam formulasi butiran atau Granula (G), bahan aktif

pestisisda dicampur atau dilapisi oleh penempel pada bagian luar bahan pembawa yang inert, seperti tanah liat, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Kadar bahan aktif formulasi ini berkisar antara 1- 40%. Formulasi ini digunakan secara langsung tanpa bahan pengecer dengan cara menabur. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode G di belakang nama dagangnya.

d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi penggunaannya sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan digunakan dengan cara disemprotkan.

e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur dengan air, SG akan membentuk larutan sempurna.

f. Pekatan DebuPekatan debu atau Dust Concentrate (DC) adalah tepung

kering yan mudah lepas dengan ukuran dari 75 micron, yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang relatif tinggi, berkisar antara 25 %-75 %. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode DC di belakang nama dagangnya.

g. UmpanFormulasi umpan atau Block Bait (BB) adalah campuran

bahan aktif pestisida dengan bahan penambah yang inert. Formulasi ini biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode BB di belakang nama dagangnya.

h. DebuFormulasi pestisida dalam bentuk debu atau Dust (D) terdiri

dari bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi antara 1-10%. Ukuran partikel debu kurang dari 70 micron. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang nama dagangnya.

3. TabletFormulasi ini ada 2 macam yaitu : 1) Tablet yang bila terkena

udara akan menguap menjadi fumigant, yang umumnya digunakan untuk gudang-gundang atau perpustakaan, contoh: Phostoxin tablet. 2) Tablet yang pada pengunaannya memerlukan pemanasan. Uap dari hasil pemanasan dapat membunuh atau mengusir hama (nyamuk), contoh: Fumakkila. Pestisida dalam formulasi ini mempunyai kode TB (Tablet) di belakang nama dagangnya.

4. Padatan LingkarFormulasi padatan lingkar adalah campuran bahan aktif pestisida

dengan serbuk gergaji kayu dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang melingkar. Formulasi ini mempunyai kode MC di belakang nama dagangnya.

E. Cara Pengamanan PestisidaPengamanan pengelolaan pestisida adalah serangkaian kegiatan yang

ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi keracunan dan pencemaran

Page 10: mklh ringkas

pestisida terhadap manusia dan lingkungannya. Perlengkapan pelindung pestisida menurut (Prijato, 2009) terdiri dari:1. Pelindung kepala (topi)2. Pelindung mata (goggle)3. Pelindung pernapasan (repirator)4. Pelindung badan (baju overall/apron)5. Pelindung tangan (glove)6. Pelindung kaki (boot) Persyaratan pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida adalah sebagai berikut :1. Sampah pestisida sebelum dibuang harus dirusak/dihancurkan terlebih

dahulu sehingga tidak dapat digunakan lagi.2. Pembuangan sampah/limbah pestisida harus ditempat khusus dan bukan di

tempat pembuangan sampah umum.3. Lokasi tempat pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida harus

terletak pada jarak yang aman dari daerah pemukiman dan badan air.4. Pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida harus dilaksanakan melalui

proses degradasi atau dekomposisi biologis termal dan atau kimiawi (Prijato, 2009).

Cara menekan risiko dan menghidari dampak negatif penggunaan pestisida bagi pengguna, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut (Prijato, 2009) yakni sebagai berikut:1. Peraturan Perundangan2. Pendidikan dan Latihan3. Peringatan Bahaya4. Penyimpanan Pestisida5. Tempat Kerja6. Kondisi Kesehatan Pengguna7. Peralatan Pelindungan

Pestisida atau bahan pembasmi serangga kini digunakan secara luas oleh masyarakat petani. Pestisida, selain merupakan alat pembasmi serangga, juga merupakan racun yang dapat membahayakan kesehatan manusia, oleh karena itu perlu ditangani dengan baik dan hati-hati. Pestisida yang biasa kita dapat di pasar adalah dalam bentuk cair, tepung atau butiran. Ketiganya sama berbahayanya bagi kesehatan. Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernapasan, mulut, dan mata (Pujiono, 2009).Pedoman pengamanan pestisida dalam (Pujiono, 2009) sebagai berikut :1. Praktek Pembelian Pestisida :

a. Belilah pestisida di tempat penjualan resmi.b. Belilah pestisida yang masih mempunyai label. “LABEL” adalah

merek dan keterangan singkat tentang pemakaian dan bahayanya.c. Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.

2. Pengangkutan Pestisidaa. Pada saat membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat.b. Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan

pakaian bersih.3. Penyimpanan Pestisida

a. Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih utuh dan jelas.

b. Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas.

c. Simpan di tempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari makanan, bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.

d. Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocore. Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi

(pertukaran udara).f. Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung.g. Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.h. Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu

wadah dan satu macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut ukuran wadahnya.

5. Menyiapkan Pestisidaa. Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut,

hidung dan kepala harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celana panjang, masker (penutup hidung) yang menutupi leher, dan sarung tangan karet.

b. Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang akan dipakai, jangan gunakan tangan secara langsung.

c. Apabila nozzle sprayer (lubang semprotan) tersumbat, bersihkan dengan air atau benda yang lunak, jangan ditiup.

d. Jauhkan anak-anak dan binatang peliharaan dari tempat penyiapan pestisida.

6. Praktek Menyemprotkan Pestisidaa. Pakailah pakaian yang menutup semua kulit, baju lengan panjang;

celana panjang; sarung tangan karet; masker atau penutup hidung, penutup mulut, dan penutup leher; topi atau penutup kepala; dan sepatu lars (bila memungkinkan).

b. Menyemprot harus searah dengan arah angin.c. Jauhkan orang lain dan binatang piaraan dari lokasi penyemprotan.d. Jangan menyemprot dengan alat semprot yang rusak.e. Jangan makan, minum dan merokok sewaktu menyemprot.f. Cuci anggota badan dengan sabun sebelum makan dan minum setelah

menyemprot.

Page 11: mklh ringkas

7. Selesai Menyemprota. Sisa pestisida dan air bekas mencuci alat-alat yang digunakan untuk

menyiapkan pestisida jangan sampai mencemari sumber air (sumur, bak), saluran air dan kolam ikan.

b. Cucilah pakaian yang dipakai dan mandi sampai bersih.8. Pengamanan Kaleng Pestisida

a. Kaleng dan bungkus pestisida harus ditanam didalam lubang yang jauh dari sumur.

b. Jangan gunakan kaleng dan wadah bekas pestisida sebagai makanan atau sebagai alat keperluan yang lain.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan1. Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide

yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Dalam kesehatan masyarakat adalah pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan.

2. Jenis pestisida digolongkan menjadi:a. Berdasarkan jasad sasarannya : Akarisida, Algasida, Alvisida,

Bakterisida, Fungsida, Herbisida, Insektisida, Molluskisida, Nematisida, Ovisida, Pedukulisida, Piscisida, Rodentisida, Termisida.

b. Berdasarkan bentuk fisiknya : Pestisida padat, cair dan gas.c. Berdasarkan formulasinya : Butiran (G/ granul), Powder (tepung), EC

(Emulsifiable I emulsible concentrates), AS. Pestisida, kode formulasi lain yang tidak perlu penambahan air dan dapat diaplasikan langsung di lapangan

d. Berdasarkan cara kerjanya : racun perut, racun kontak, racun gas.e. Berdasarkan cara masuknya : racun kontak, racun per.ut, racun sistemik,

fumigant.f. Berdasarkan asal struktur atau golongan kumianya : Sintetik (anorganik

dan organik) dan hasil alam (biopestisida).g. Berdasarkan asal dan struktur atau golongan zat kimianya : pestisida

alamiah dan pestisida sintetikh. Berdasarkan asal bahan yang digunakan : Pestisida Sintetik, Pestisida

Nabati, Pestisida Biologi, Pestisida Alami.

i. Berdasarkan struktur kimianya pestisida: Golongan organochlorin, Golongan organophosfat, Golongan carbamat, Pyretroid, Fumigant, Petroleum, Antibiotik.

j. Berdasarkan pengaruh fisiologisnya :1) Senyawa Organofospat: racun ini merupakan penghambat yang kuat

dari enzim cholinesterase pada syaraf.2) Senyawa Organoklorin: Golongan ini paling jelas pengaruh

fisiologisnya seperti yang ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak.

3) Senyawa Arsenat: Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diare yang menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian. Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.

4) Senyawa Karbamat: Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat

5) Piretroid : sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka.

3. Besarnya daya racun suatu pestisida dinilai dari toksiksitasnya. Toksiksitas pestisida sangat tergantung pada cara masuknya pestisida ke dalam tubuh.

4. Bentuk Formulasi pestisida : Formulasi Cair (Pekatan yang diemulsikan, Pekatan yang larut dalam air, Pekatan Dalam Air, Larutan Dalam Minyak, Aerosol, Gas yang dicairkan atau Liquefied Gases), Formulasi Padat (Tepung yang dapat disuspensikan/ dilarutkan, Tepung yang dapat dilarutkan, Butiran, Pekatan Debu, Debu, Umpan, Tablet, Padatan Lingkar

5. Pengamanan pengelolaan pestisida adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi keracunan dan pencemaran pestisida terhadap manusia dan lingkungannya. Pengamanan pestisida yang harus diperhatikan yaitu perlengkapan pelindung pestisida, pengamanan pada saat praktek pembelian pestisida, pengangkutan pestisida, penyimpanan pestisida, menyiapkan pestisida, praktek menyemprotkan pestisida, selesai menyemprot, dan pengamanan kaleng pestisida.

Page 12: mklh ringkas