Mitigasi 11 Feb 2011

12
  POTENSI PENURUNAN EMISSI SEKTOR TRANSPOR T ASI (oleh : We ndy Aritenang PhD, Staf Ahli Menteri Perhubungan bidang Lingkungan) Deng an telah dit etapk annya k ebijak an untuk men urun kan emi i na i!n al eb ear "#$ pad a tahun "%" % dar i bu ine a uu al& maka etiap ekt!r haru dapat merumukan target penur unan emiinya maing'maing termauk ekt!r Tran p!rtai( Untuk itu ekt!r Tranp!rtai haru meng'identi)kai *akt!r'*akt!r utama yang menyebabkan bearnya emi i yang diha ilkan dan membuat kebijakan dan langkah untuk menurunkannya( Mekipun beberapa ini ia ti* te la h mul ai di ja la nkan& namun angat ul it untuk me mp er ki ra kan p! tent ial targe t penurunan emi i ya ng ak an di hai lk an e+ara kuant it ati* ( T ul i an ini ak an men+!ba meng identi )kai dan men gel !mp!k aan p!t en i'p !te ni e)ieni dan penurunan emi i Tran p!rta i dan membaha e+ara kuantitati* perkiraan p!teni penurunan emi i terebut( Karena berbagai keterbata an& maka akurai data yang dapat dikumpulkan tidak bia angat tepat ehingga tentunya diperlukan kajian langung untuk kau Ind!neia( Diharapkan tulian ini dapat menjadi a+uan a,al untuk membuat an al i a da n tudi le bi h la nj ut ag ar di dapat perti mban gan dan ma uka n yang lebih baik bagi ke bijak an yang akan dibua t ( Dal am pembaha an tul ian ber ik ut lebih meniti k berat kan ke pada T ran p!rt ai Dara t yang meru pak an pengg una ekitar -%$ k!numi energi ekt!r tranp!rtai( Emisi !" eki#a lent sektor $rans%o rtasi di dunia di %erkir akan ber&umlah ' dari total emisi !" eki#a lent dunia* Sedangkan bila dihit ung dari total emisi !" yang  berasal dari %enggunaan Energi sa&a, maka kontribusi $rans%o rtasi adalah "* Di%rediksikan bah+a emisi sektor trans%ortasi akan naik sebesar '" (dari le#el th ") %ada tahun "-* Prediksi lain menyatakan bah+a emisi se.tor trans%ortasi  %ada tahun " akan meningkat sebesar -/ dari le#el tahun "-, dimana 0 dari kenaikan tersebut ter&adi di negara" berkembang* '

description

Mitigasi

Transcript of Mitigasi 11 Feb 2011

MITIGASI EMISSI SEKTOR TRANSPORTASI

POTENSI PENURUNAN EMISSI SEKTOR TRANSPORTASI

(oleh : Wendy Aritenang PhD, Staf Ahli Menteri Perhubungan bidang Lingkungan)

Dengan telah ditetapkannya kebijakan untuk menurunkan emisi nasional sebesar 26% pada tahun 2020 dari business as usual, maka setiap sektor harus dapat merumuskan target penurunan emisinya masing-masing termasuk sektor Transportasi. Untuk itu sektor Transportasi harus meng-identifikasi faktor-faktor utama yang menyebabkan besarnya emisi yang dihasilkan dan membuat kebijakan dan langkah untuk menurunkannya. Meskipun beberapa inisiatif telah mulai dijalankan, namun sangat sulit untuk memperkirakan potential target penurunan emisi yang akan dihasilkan secara kuantitatif. Tulisan ini akan mencoba meng identifikasi dan mengelompokaan potensi-potensi efisiensi dan penurunan emisi Transportasi dan membahas secara kuantitatif perkiraan potensi penurunan emisi tersebut. Karena berbagai keterbatasan, maka akurasi data yang dapat dikumpulkan tidak bisa sangat tepat sehingga tentunya diperlukan kajian langsung untuk kasus Indonesia. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi acuan awal untuk membuat analisa dan studi lebih lanjut agar didapat pertimbangan dan masukan yang lebih baik bagi kebijakan yang akan dibuat . Dalam pembahasan tulisan berikut lebih menitik beratkan kepada Transportasi Darat yang merupakan pengguna sekitar 90% konsumsi energi sektor transportasi.

Emisi CO2 ekivalent sektor Transportasi di dunia di perkirakan berjumlah 13% dari total emisi CO2 ekivalent dunia. Sedangkan bila dihitung dari total emisi CO2 yang berasal dari penggunaan Energi saja, maka kontribusi Transportasi adalah 23%. Diprediksikan bahwa emisi sektor transportasi akan naik sebesar 120% (dari level th 2000) pada tahun 2050. Prediksi lain menyatakan bahwa emisi sector transportasi pada tahun 2030 akan meningkat sebesar 57% dari level tahun 2005, dimana 80% dari kenaikan tersebut terjadi di negara2 berkembang.

Untuk Indonesia sendiri sektor transportasi menyumbang kurang dari 5% dari total nasional emisi, karena emisi Indonesia sebagian besar berasal dari sektor Kehutanan (kebakaran , perusakan ) dan alih fungsi lahan. Bila ditinjau dari emisi yang berasal dari penggunaan energi (BBM, batubara, gas, panas bumi, energi terbarukan) maka sektor transportasi menyumbang emisi sekitar 26% . Namun bila ditinjau dari penggunaan BBM saja, maka sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 50% BBM nasional setiap tahunnya.

Jadi sesungguhnya manfaat dari efisiensi sektor transportasi bukan hanya untuk penurunan emisi, melainkan juga manfaat ekonomi yang langsung dan lebih besar. Sebagai ilustrasi, penurunan penggunaan BBM sektor transportasi sebesar 20%, berarti akan menurunkan konsumsi BBM nasional sebesar 10%. Dalam konteks penurunan emisi Nasional dapat dikatakan bahwa kunci keberhasilan penurunan emisi pada sektor transportasi adalah efisiensi; semakin efisien system transportasi maka semakin berkurang emisi yang dihasilkan.

Secara umum faktor in-efisiensi yang menjadi penyebab besarnya emisi pada sektor transportasi dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut :

1. Jenis Energi/BBM

2. Teknologi dan Jenis Kendaraan

3. Regulasi

4. System Transportasi dan Tata Ruang

5. Perilaku dan Teknik Mengemudi Kendaraan.

Sesungguhnya banyak peluang untuk melakukan efisiensi disektor transportasi yang dapat dilakukan secara segera tanpa harus melakukan investasi yang besar. Misalnya, penerapan regulasi yang efektif, perubahan perilaku dan teknik mengemudi kendaraan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan BBM yang besar, dan menekan besarnya emisi yang dikeluarkan . Berikut diuraikan faktor2 penyebab in-efisiensi di sektor Transportasi sbb ;

1. Jenis Energi/BBM:

Sumber energi pada sektor Transportasi saat ini hampir seluruhnya berupa bahan bakar minyak / BBM (premium, pertamax, solar, dan avtur untuk pesawat) , karena berasal dari fossil maka bersifat tak terbarukan / non re-newable. Sebagian kecil mulai menggunakan bahan bakar gas /BBG , baik gas alam LNG (Liquid Natural Gas) maupun LPG (Liquid Petroleum Gas) , seperti pada sebagian angkutan umum bus, taxi, bajaj . Disamping itu pemerintah mulai mengkampanyekan pemakaian bahan bakar nabati /Bio-fuel berupa Ethanol dan Bio-diesel sebagai campuran 5% sd 10% dengan BBM.

Masing-masing jenis sumber energi ini mempunyai kandungan energi dan komposisi kimia yang berbeda, namun semua sama mengandung unsur Carbon (C) yang akan terbuang keudara pada waktu pembakaran pada mesin kendaraan.Setiap satuan Carbon yang terkandung dalam setiap jenis bahan bakar (apakah petrol, diesel, kerosene atau lainnya) pada proses pembakaran akan meng-emisikan jumlah CO2 yang sama, yaitu setiap 1 Kg kandungan unsur C akan menghasilkan sekitar 3.63 Kg CO2. Untuk perbandingan dalam Tabel 1 (lihat Lampiran) adalah daftar besarnya kandungan CO2 per-satuan energi (gram CO2/MJ) .

Besarnya kandungan energi dalam setiap jenis bahan bakar disebut Kandungan Energi /Energy Content. Kandungan Energi dari suatu bahan bakar besarnya tidak sama, didefinisikan sebagai energi panas yang dihasilkan apabila sejumlah satuan (1 liter, 1 gallon, atau 1 Kg) bahan bakar dibakar (lihat Tabel 2 pada Lampiran).

Dari Table 1 dan Table 2 terlihat bahwa untuk Petrol kandungan CO2 nya adalah 68 gram per MJ kandungan energi, sedangkan jumlah kandungan energi nya per satuan Kg Petrol adalah 46 MJ. Berarti proses pembakaran / combustion 1 Kg Petrol menghasilkan emisi CO2 sebesar : 46 gr CO2/MJ X 68 MJ/gr = 3128 gr CO2 .

Bila dibandingkan dengan per 1 Kg LNG menghasilkan : 50 gr CO2/MJ X 55 MJ/gr = 2750 gr CO2., atau sekitar 12% lebih rendah dibanding Petrol.

Bila dibandingkan kandungan CO2 per satuan energi , seperti terlihat pada table 1, Petrol mengandung 68 gram , sedangkan LNG 50 gram 26% lebih rendah. Dengan kata lain , menggunakan LNG sebagai bahan bakar akan menghasilkan emisi CO2 26% lebih rendah dari pada menggunakan Petrol.

Bila kebijakan pemerintah dalam tahun 2020 berhasil merubah 20% pengguna BBM menjadi menggunakan LNG, dan 20% lagi menggunakan 10% campuran bio-fuel (yang berasal dari sustainable plantation), maka penurunan emisi yang dihasilkan akan mencapai : (20% X 26% ) + (20%X10%) = 5.2% + 2% = 7.2%.

Sebagai informasi, dalam Transportasi Udara dan Laut, penggunaan Bio-fuel juga sudah dimasukaan dalam kebijakan ICAO ( International Civil Aviation Organisasition) dan IMO (Internationla Maritime Organisation). Beberapa Airline Operator telah melakukan uji coba penerbangan dengan menggunakan campuran ethanol 5 sd 10%. Namun sampai saat ini belum diputuskan jadwal waktu kewajiban bagi para angggota untuk menerapkannya.

2.Kendaraan :

Emisi yang berasal dari kendaraan per-kilometer jarak tempuh banyak ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

jenis mesin penggerak (combustion engine mesin bakar/bensin, mesin diesel, listrik, hybrida)

besar mesin (volume atau cc)

bentuk stream line (body drag)

berat kendaraan

friksi ban dengan jalan (rolling resistance)

Teknologi mesin Hybrid merupakan teknologi mutakhir yang lebih efisien dibanding kendaraan bermesin motor bakar pada umumnya saat ini. Pada mobil hybrid energi terbuang pada saat pengereman di konversi menjadi listrik dan disimpan dalam baterei/accu, dan digunakan untuk menjalankan suatu elektrik motor yang dapat menambah daya gerak dari mesin yang ada.

Fuel Efisiensi atau efisiensi suatu bahan bakar adalah efisiensi dari suatu proses konversi kandungan energi ( dalam suatu cairan/bahan ) menjadi energi kinetik /gerak. Fuel efisiensi berbeda pada setiap mesin/peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan Energi Efisiensi adalah jarak yang dapat ditempuh oleh suatu kendaran dengan mengkonsumsi satu satuan unit unit energi (BTU,MJ,Kcal,KWh). Kebalikannya adalah Intensitas Energi /Energi Intensity, yaitu jumlah input energi yang dibutuhkan oleh suatu kendaraan untuk mencapai satu satuan jarak.

Dalam konteks Transportasi, fuel efisiensi adalah energi efisiensi dari suatu jenis /model suatu kendaraan. Biasanya dinyatakan dengan berapa Km jarak/ 1 liter bahan bakar.

Secara umum teknologi mesin motor bakar yang digunakan kendaraan yang digunakan dapat dikatakan tidak efisien, karena dalam proses pembakaran/combustion sekitar 62% kandungan energi hilang sebagai panas , dan hanya sekitar 32% yang menjadi energi mekanis. Dari Energi mekanis ini hanya 1/3 nya yang jadi energi penggerak roda karena sebagian besar hilang dalam proses perpindahan energi pada system mekanis (system transmisi, dll). Jadi sesungguhnya hanya sekitar 12% dari kandungan energi dalam bahan bakar yang dipakai sebagai energi penggerak roda suatu kendaraan. (sumber :Chevron Tech Bulletin, June 1999).

Karena itu para ahli terus berupaya meningkatkan energi efisiensi dari kendaraan. Secara umum dari berbagai pendapat dikatakan bahwa dengan berbagai kemajuan teknologi para ahli dapat meningkatkan efisiensi suatu kendaraan setiap tahunnya sebesar sekitar 1% sd 2% , dengan demikian dalam 10 tahun mendatang (sd th 2020) dapat diharapkan terjadi peningkatan efisiensi mesin kendaraan sekitar 10 sd 20% dibanding energi efisiensi kendaraan saat ini.

Penggunaan mobil listrik dan Hybrida, sekalipun sangat baik bagi lingkungan, namun karena harganya yang relative mahal maka dalam beberapa tahun kedepan diperkirakan jumlah peminatnya belum signifikan; kecuali ada suatu kebijakan pemerintah yang memberi insentif besar yang dapat menekan harga kendaraan tersebut . Selain itu mobil listrik tergantung kepada sumber energi listriknya, bila sumber energinya berasal dari pembangkit listrik yang menggunakan energi tidak ramah lingkungan, maka mobil listrik menjadi tidak terlalu berarti bagi penurunan emisi.

Selain itu penggunaan jenis ban kendaraan yang tepat ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar kendaraan sekitar 5% lebih karena dapat mengurangi friction antara ban dengan permukaan jalan.

Jadi dalam sepuluh tahun kedepan, dengan kemajuan teknologi kendaraan ditambah dengan efisiensi ukuran kendaraan, jenis ban, dan lain , maka diperkirakan efisiensi kendaraan minimal 10% dapat dicapai.

Khusus untuk Transportasi Udara pihak ICAO telah mencanangkan efisiensi bahan bakar dari kemajuan teknologi pesawat sebesar minimal 1,5 % per-tahun, dengan target pada tahun 2030 dapat dicapai neutral growth. Meskipun IMO sampai saat ini belum secara tegas menyatakan target penurunan emisi dari kemajuan teknologi kapal, namun secara indikatif IMO menyampaikan bahwa mereka juga berupaya untuk dapat mencapai tingkat efisiensi setiap tahun seperti yang ditargetkan oleh ICAO.

3.Regulasi :

Kebijakan subsidi pada penggunaan energi seperti terdapat di beberapa Negara berkembang, termasuk Indonesia , telah menyebabkan kemudahan dan kenyamanan pagi pemilik kendaraan yang menyebabkan terjadi in-efisiensi penggunaan bahan bakar . Sebagian rakyat yang mampu cenderung memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi secara tidak efisien dalam ber-transportasi, menyebabkan pemborosan penggunaan BBM dan kenaikan emisi CO2 transportasi.

Sebaliknya beberapa peraturan dan kebijakan di beberapa negara maju yang bersifat dis-insentif seperti fuel tax, congestion charge, parking policy, road pricing, emission charge, emission standard ;akan menyebabkan pengguna kendaraan pribadi lebih hemat dan efisien dalam bertransportasi, dan akan sangat membantu dalam menurunkan pemakaian BBM pada sektor transportasi yang tentunya akan menurunkan emisi CO2 transportasi.

Suatu peraturan secara nasional yang kuat dan terarah dalam hal ini akan sangat membantu pemerintah daerah untuk menerapkan instrument kebijakan yang dibutuhkan terutama dalam pengaturan traffic demand management. Sebagai contoh, kebijakan untuk menerapkan ERP (Electronic Road Pricing) di Jakarta melalui suatu peraturan daerah memerlukan acuan hukum/regulasi dari pemerintah pusat.

Di beberapa negara maju, beberapa perubahan dalam peraturan pusat dalam bidang transport telah dibuat untuk memungkinkan diterapkannya beberapa peraturan lokal /daerah tentang road pricing .

Besarnya efisiensi dari penerapan suatu regulasi sulit di ukur dan di generalisir karena tergantung kepada keadaan setempat dan efektivitas nya. Namun secara perkiraan, efisiensi antara 5 sd 10% adalah sangat masuk akal bisa dicapai apabila regulasi yang diterapkan tersebut dapat dilaksanakan secara baik.

Untuk sub-sektor perhubungan udara dan pelayaran juga telah mulai diberlakukan beberapa regulasi dan kebijakan terkait dengan penurunan emisi, seperti penerapan program Eco-port (Eco Airport dan Eco Seaport) yang sudah dimulai oleh Kementerian Perhubungan.

4.System Transportasi dan tata Ruang :

Tata ruang sangat mempengaruhi efesiensi transportasi. Tata ruang yang baik harus mampu mencakup perencanaan system transportasi yang baik, yang dapat secara efisien melayani trafik perpindahan penumpang dan logistik. Misalnya, Harus diperhitungkan benar pola transportasi yang harus disediakan untuk menghubungkan pusat-pusat pemukiman dengan pusat bisnis, sebab banyak pekerja yang akan pulang-pergi /commute setiap hari.

Sampai sekitar 20 tahun yang lalu Kota-kota besar umumnya cenderung mengembangkan pemukiman baru diluar kota sebagai kota Satelit mengingat keterbatasan tanah di Kota besar. Kebijakan tersebut ternyata berdampak pada pemborosan energi dan economi karena beban biaya transportasi dan kehilangan waktu yang besar bagi para pekerja yang pulang pergi setiap hari. Bahkan telah mengakibatkan kualitas hidup masyarakat berkurang karena kemacetan yang luar biasa mengakibatkan selain pemborosan energi dan biaya, juga menghabiskan waktu perjalanan yang dapat mencapai 2 sampai 5 kali lebih lama dari seharusnya sehingga waktu tersisa bagi seseorang untuk kehidupan keluarga dan lain2 menjadi sangat tersita. Hal ini menyebabkan paradigma perancangan kota saat ini mulai bergeser , yaitu ketimbang mengembangkan kota2 satelit terus menerus, dianggap lebih tepat mengembangkan pemukiman vertical disekitar kota dalam bentuk apartemen atau rumah susun..

Memang kasus setiap kota tidak sama kompleksitasnya, namun bila dilihat kota Jakarta, bisa dirasakan bahwa paling tidak separuh energi dan waktu perjalanan yang dikeluarkan untuk transportasi bagi para komuter sebenarnya dapat di hemat apabila mereka tinggal di dalam Jakarta. Itulah salah satu pertimbangan utama mengapa mulai banyak masyarakat yang lebih cenderung memilih bertempat tinggal di rumah susun /apartemen daripada harus tinggal jauh di luar kota. Kebijakan ini di support dengan baik oleh pemerintah dengan membantu pengembangan rumah susun/ apartemen murah di Jakarta yang berlokasi antara lain, KaliBata, Meruya, Kemayoran,Tangerang, dan lail-lain.

Meskipun perbaikan kebijakan tata ruang yang tepat akan besar manfaat nya bagi efisiensi transportasi, namun tentunya tidak mudah menghitung secara kuantitas besar penghematan energi dan penurunan emisi yang dihasilkannya. Untuk sekedar memberikan gambaran, bila di asumsikan pengguna transportasi harian yang commute ke kota2 besar sekitar 25% dari total pengguna transportasi Nasional, dan 20% dari mereka (pada th 2020) bertempat tinggal di pemukiman2 vertikal disekitar/ dalam kota, dan dengan perkiraan penghematan energi untuk transportasi sekitar 50%; maka total penghematan energi transportasi yang dimungkinkan dari kebijakan tata ruang perkotaan ini adalah sekitar : 25% X 20 % X 50% = 2,5 %.

Selain itu pembangunan Sistem Transportasi Massal (Kereta Api dan Bis) didalam kota, akan sangat menentukan. Bila 10 tahun mendatang system transportasi masal dapat menyerap 20% pengendara kendaraan pribadi saat ini, yang berarti menghemat minimal 50% energi per penumpang ; dan dengan asuumsi aktivitas transportasi perkotaan adalah 25% dari aktivitas transportasi nasional, maka penghematan yang didapat adalah : 25% X 20% X 50% = 2,5%

Jadi apabila system Tata Ruang dan Sistem Transportasi serta pembangunan Transportasi massal dalam 10 tahun kedepan dapat berhasil menjangkau sekitar 20% dari pengguna transportasi perkotaan, maka paling tidak dapat diharapkan efisiensi energi dan penurunan emisi sebesar : 2,5% + 2,5% = 5 %.

5. Perilaku dan Teknik Berkendaraan :

Perilaku dan teknik berkendaraan berpengaruh besar pada efisiensi penggunaan BBM. Salah satu paradigma utama dalam Transportasi Berkelanjutan / Sustainable Transport adalah Avoid and Shift / hindarkan dan beralih, yaitu menghindari untuk bepergian menggunakan kendaraan bila tidak perlu, dan bila harus bepergian hindarilah sebisa mungkin penggunaan kendaraan bermotor pribadi, melainkan beralih ke transportasi umum atau bersepeda bila memungkinkan. Disamping itu, agar dihindari menggunakan kendaraan yang besar (body besar dan berat, dan mesin besar) terutama untuk penggunaan didalam kota.

Teknik berkendaraan secara benar (penggunaan transmisi yang sesuai, hindari akselerasi yang mendadak, hindari sebisa mungkin pengereman mendadak dengan selalu menjaga jarak, dll) atau disebut smart driving atau eco driving dari beberapa percobaan dan study dapat menghasilkan efisiensi sebesar 5% sd 15%. Bahkan ada suatu study untuk transport diperkotaan dapat mereduksi pemakaian energy sampai hamper 50%. Apalagi mengingat sebagian besar pengemudi di Indonesia masih sedikit pengetahuannya tentang cara mengemudi yang baik.

Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, pernah mengadakan suatu studi perihal smart driving tersebut. Dengan memberikan pelatihan smart driving pada suatu operator taxi pada suatu kurun waktu tertentu, dapat dicapai penghematan penggunaan BBM antara 5 sd 10%.

Apabila kampanye dan pelatihan smart driving atau eco driving dapat dilakukan secara nasional dengan efektif, dan apabila di asumsikan 50% pengendara kendaraan di Indonesia mampu menerapkannya, maka sangat mungkin didapat penghematan penggunaan BBM transportasi Nasional minimal sebesar : 5% X 50% = 2,5 %.

Kesimpulan :

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila berbagai kebijakan yang terkait dengan Transportasi dapat dilaksanakan secara efektif , maka diperkirakan pada tahun 2020 akan didapat penurunan emisi Transportasi yang berasal dari :

1.Perubahan dari 20% penggunaan BBM ke Gas Alam dan dan 20% ke Campuran Bio-fuel, sebesar 7,2%

2.Teknologi Kendaraan secara natural setiap tahun, sebesar 10%

3.Penerapan berbagai regulasi dalam transportasi terutama terkait Demand Management, sebesar 5%

4.Sistem Tata Ruang dan Sistem Transportasi yang baik, sebesar 5%

5.Perilaku dan Teknik berkendaraan, sebesar 2,5%.

Supaya perhitungan penurunan emisi total lebih realistis (tidak mengandung double counting; mengingat efisiensi pada energi merupakan input bagi kendaraan dan seterusnya), maka bila semua kebijakan tersebut diatas berhasil dijalankan dengan bersamaan, total penurunan tidak bisa dijumlah langsung ; 7,2% + 10% + 5% + 5% + 5% = 29,7% , melainkan harus diperhitungkan secara progressive, yaitu menjadi : 100% - [(100%-7.2%) X (100%-10%) X (100%-5%) X (100% -5%) X (100%-2,5%) ] = 26,5 % .

Jadi dengan kata lain total potensi penurunan emisi dari sektor transportasi pada tahun 2020 adalah sebesar 26,5% dari business as usual.

Tentunya hasil perkiraan tersebut hanya bersifat indikatif, untuk mendapatkan angka potensi penurunan yang lebih akurat harus dilakukan studi (dan survey) agar didapat data dan informasi spesifik keadaan Indonesia, sehingga analisa dan perhitungan kuantitatif yang dibuat hasilnya bisa lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.

LAMPIRAN : Potensi Penurunan Emisi Sektor Transportasi

Table 1 : Kandungan CO2 per-satuan Energi

Jenis Bahan BakarKandungan CO2

(Gram/MJ)

Petrol68

Minyak Tanah68

Natural Gas50

LPG60

Avtur66

Minyak Bakar69

Kayu Bakar84

Batu Bara88(bitumen),95(antrasit)

Table 2 : Energi Panas yang dihasilkan per-satuan berat Bahan Bakar

Jenis Bahan BakarEnergi Panas

(MJ/Kg)

Petrol/Petramax46

Minyak Tanah47

Natural Gas / LNG55

LPG51

Avtur47

Diesel48

Ethanol31

Methanol20

Gasohol (10% ethanol)45

Bio-diesel40

Vegetable Oil38

( Sumber : Greenhouse gas - Wikipedia )

PAGE 1