Definisi Mitigasi

14
Definisi Mitigasi Mitigasi bencana didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan untuk mencegah bencana atau mengurangi dampak bencana (Raden, 2011). Menurut Subiyantoro (2010: 45), mitigasi bencana sesungguhnya berkaitan dengan siklus penanggulangan bencana berupa upaya penanganan sebelum terjadinya bencana. Adapun menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 tahun 2003, mitigasi (diartikan juga sebagai penjinaka) diartikan sebagai upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana yang meliputi kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Carter (1992) menyatakan bahwa upaya pencegahan terjadinya bencana disebut sebagai mitigasi, yang definisikan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana (alam maupun disebabkan oleh manusia) terhadap suatu bangsa atau komunitas, agar masyarakat merasa aman dalam beraktivitas di tempatnya. Mitigasi sebelum bencana/ penilaian bencana Acuan Konsep Solusi

Transcript of Definisi Mitigasi

Definisi Mitigasi Mitigasi bencana didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan untuk mencegah bencana atau mengurangi dampak bencana (Raden, 2011). Menurut Subiyantoro (2010: 45), mitigasi bencana sesungguhnya berkaitan dengan siklus penanggulangan bencana berupa upaya penanganan sebelum terjadinya bencana. Adapun menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 tahun 2003, mitigasi (diartikan juga sebagai penjinaka) diartikan sebagai upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana yang meliputi kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Carter (1992) menyatakan bahwa upaya pencegahan terjadinya bencana disebut sebagai mitigasi, yang definisikan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana (alam maupun disebabkan oleh manusia) terhadap suatu bangsa atau komunitas, agar masyarakat merasa aman dalam beraktivitas di tempatnya.

Mitigasi sebelum bencana/ penilaian bencanaAcuan Konsep Solusi Konsep solusi bencana secara menyeluruh baru dicanangkan dalam ranah hukum pada tahun 2007 dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Mendesaknya persoalan yang dihadapi, solusi kebencanaan melalui program formal tidak cukup memadai untuk merespon bencana yang sewaktu-waktu datang. Ancaman bencana bukanlah hanya bagi kaum miskin dan tidak terdidik tetapi juga mengancam kaum kecukupan, terdidik di perkotaan maupun di perdesaan. Dengandemikian, pengurangan risiko bencana perlu menempuh jalur formal maupun informal.Cakupan yang sangat luas bagi penduduk yang terancam bencana, memerlukan usaha terpadu dalam mengurangi risiko bencana. Secara substansi adalah usaha menciptakan masyarakat yang sadar dan tanggap bencana dengan melalui pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Konsep solusi PRB disesuaikan dengan siklus terjadinya bencana, pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana sebagaimana dapat dilihat pada gambar.

Gambar tersebut menggambarkan Siklus dan Konsep Solusi Bencana (Sumber: Subandono, 2007) Tahapan pelaksanaan solusi disesuaikan dengan karakteristik tahapan siklus terjadinya bencana. Saat bencana, padat aktivitas dalam suasana darurat. Pasca bencana, mereduksi komplikasi masalah yang rumit (complexity) dalam rekontruksi dan rehabilitasi. Pra bencana, perlu perencanaan yang menyeluruh. Masyarakat yang terancam bencana sangat majemuk. Bagi yang telah terdidik maupun yang masih belum tersentuh pendidikan formal perlu faham akan pentingnya pengurangan resiko bencana (PRB). Cara yang paling strategisuntuk pendidikan PRB diperlukan melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Siklus menggambarkan bencana tidak pernah akan berhenti. Dengan data empirik beberapa bencana dapat diperkirakan akan datang lagi, misalnya banjir dan tanah longsor setiap musim hujan akan terjadi.Acuan Stimulan Tanggap Bencana Sebelum pendidikan mitigasi bencana dilakukan, diperlukan pemahaman kesamaan persepsi dalam tindakan merespon bencana yang akan datang. Cara yang ditempuh dengan berbagai metode agar program mitigasi bencana dapat dipahami dan dilaksanakan karenamerupakan kebutuhan dalam rangka mengurangi resiko bencana ketika datang. Kartono (2003) mendefinisikan, persepsi adalah proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya.Sugiharto (2007) menafsirkan persepsi merupakan proses untuk menterjemahkan atau menafsirkan stimulus yang masuk ke alat indera. Perilaku manusia diawali dengan adanya pengindraan. Pengindraan adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indra manusia.Setelah stimulus masuk ke alat indra manusia, hingga otak akan menterjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus disebut dengan persepsi.Dalam manajemen tanggap darurat konvensional, masyarakat tidak sekedar dipandang dalam aspek ruang karena tinggal pada zone yang sama, tetapi juga kepentingan yang sama. Misalnya, karena adanya ancaman yang sama. Pandangan ini mengabaikan dimensidimensi penting lainnya yang terkait dengan kepentingan, nilai-nilai, kegiatan- kegiatan, dan struktur-struktur yang sama.

Seribulan (2005:27) menterjemahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seperti berikut. Faktor dalam suasana ialah waktu, keadaan, atau tempat kerja, dan keadaan sosial. Faktor pada individual pemersepsi berupa: sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman dan pengharapan. Faktor pada target berupa: hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatanBerbagai contoh kearifan dalam pelestarian lingkungan hidup masyarakat lokal dapat pula ditemukan misalnya pada masyarakat Kasepuhan (Jawa Barat), masyarakat Siberut (Sumatera Barat), masyarakat Kajang (Sulawesi Selatan), dan masyarakat Dani (Papua). Umumnya, masyarakat lokal beranggapan bahwa lingkungan di sekitarnya ada yang memiliki dan menghuni selain manusia. Oleh karena itu, manusia yang berdiam di sekitarnya harus menghormati dan menjaga tempattempat mereka itu, seperti hutan, gunung, lembah, dan sumber air. Bahkan tidak sedikit tempat-tempat tersebut dijadikan tempat yang sakral atau dikeramatkan (Darmanto, 2009: 136; Adimihardja, 2009: 81; Boedhihartono, 2009: 67; Purwanto, 2009: 230)PENCEGAHAN TERJADINYA BENCANA TANAH LONGSOR

Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman (gb. Kiri) Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila membangun permukiman (gb. kanan)

Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan. (gb. kiri) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal. (gb. kanan)

Jangan menebang pohon di lereng (gb. kiri) Jangan membangun rumah di bawah tebing. (gb. kanan)

Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gb.kiri) Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit. (gb.kanan)

Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri) Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan)

Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. (gb.kiri) Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. (gb.kanan)Mitigasi saat bencana/ peringatan dan Mitigasi setelah bencana/ perbaikan kerusakan longsorTAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSORPemetaanMenyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana..PemeriksaanMelakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.PemantauanPemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.SosialisasiMemberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintahPemeriksaan bencana longsorBertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA1. Tanggap DaruratYang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: Kondisi medan Kondisi bencana Peralatan Informasi bencana2. RehabilitasiUpaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.3. RekonstruksiPenguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain: Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap). Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan). Vegetasi kembali lereng-lereng. Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.Sumber:http://piba.tdmrc.orgAntisipasi untuk longsor susulan bagaimanaTanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tersebut terjadi karena adanya faktor gaya yang terletak pada bidang tanah yang tidak rata atau disebut dengan lereng. Selanjutnya, gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh kedudukan muka air tanah, sifat fisik tanah, dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang bidang luncuran (Sutikno 1997). Menurut Cruden (1991), tanah longsor merupakan pergerakan suatu massa batuan, tanah, atau bahan rombakan material penyusun lereng (yang merupakan percampuran tanah dan batuan) menuruni lereng Karnawati (2004) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena adanya faktor-faktor pengontrol gerakan dan proses-proses pemicu gerakan seperti yang terlihat dalam

Gambar 1.

Mitigasi dalam manajemen bencana longsor terdiri dari beberapa elemen, antara lain mulai dari penyusunan data base daerah potensi bahaya longsor hingga pembuatan peta zonasi bencana (hazard map). Menurut Asriningrum (2003), semua daerah di Indonesia belum memiliki peta rawan longsor yang memadai sehingga daerah-daerah yang rawan terjadinya longsor belum terpetakan dengan baik. Akibatnya, daerah-daerah rawan longsor belum dapat dipantau sehingga ketika longsor terjadi sulit diantisipasi dan sangat potensial menelan korban jiwa dalam jumlah besar.

Menghindari bencana longsor: 1. Membangun pemukiman yang jauh dari area yang rawan longsor (seperti di dekat tebing yang curam dan terjal). 2. Berkonsultasi pada orang yang paham sebelum membangun pemukiman. 3. Melakukan deteksi dini pada area-area yang dicurigai rawan longsor

Tindakan yang harus dilakukan ketika tertimpa tanah longsor: 1. Pindahlah ke daerah yang tanahnya stabil ketika tanah longsor terjadi 2. Bila tidak mampu melarikan diri, lingkarkan tubuh seperti bola untuk melindungi kepala tertimpa atap.

Tindakan yang harus dilakukan setelah terjadi longsor: 1. Pergi dari daerah longsoran untuk menghindari terjadinya tanah longsor susulan. 2. Bantu arahkan SAR ke lokasi. 3. Bantu penduduk yang tertimpa longsoran, periksa lukanya, dan pindah ke tempat yang aman. 4. Waspada pada banjir dan aliran reruntuhan yang dapat terjadi setelah tanah longsor. 5. Laporkan fasilitas umum yang rusak ke pihak yang berwenang. 6. Periksa kerusakan fondasi rumah akibat longsor. 7. Tanamlah tumbuhan di daerah bekas longsoran untuk mencegah terjadinya erosi yang dapat menyebabkan banjir bandang.

Sehubungan dengan informasi tentang akibat dan penanggulangan tanah longsor, pemerintah selalu menghimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada akan terjadinya bencana alam, baik itu longsor, banjir, gunung meletus, dan gempa bumi. Pihak pihat terkait seperti Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB), lebih meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi terhadap bencana tanah longsor, dan diharapkan untuk menginformasikan kepada masyarakat yang bermukim dan beraktifitas di daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi terutama dibawah tebing terjal, di tepi alur/sungai pada daerah perbukitan/pegunungan dan di tepi lembah terjal terhadap bahaya longsor tersebut. Semoga dengan kesiapsiagaan pihak pihak terkait dan kepedulian masyarakat akan bahaya banjir dan longsor yang disebabkan berbagai hal, diantaranya penebangan pohon di lereng gunung, membuang sampai ke sungai, dan lain sebagainya. Untuk itu marilah kita sama- sama peduli lingkungan untuk mencegah bencana yang terjadi dikemudian hari.

DapusPermana, Raden, dkk. 2011. Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana pada Mayarakat Baduy. Journal UI. Makara, Sosial Humaniora Vol. 15, NO. 1: 67-76.Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit UNY Press.

Suhardjo, Dradjat. 2011. Arti Penting Pendidikan Mitigasi Bencana dalam Mengurangi Resiko Bencana. Cakrawala Pendidikan, Th. XXX No. 2.

Carter, W.N. 1992. Disaster Management: A disaster managers handbook. Asian Development Bank. Manila.

Karnawati, D. 2004. Bencana Gerakan Massa Tanah/ Batuan di Indonesia; Evaluasi dan Rekomendasi, Dalam Permasalahan, Kebijakan dan Penanggulangan Bencana Tanah Longsor di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta.

Sutikno. 1994. Pendekatan Geomorfologi untuk Mitigasi Bencana Alam Akibat Gerakan Massa Tanah/Batuan. Prosiding Seminar Mitigasi Bencana Alam 16-17 September 1994. Kerjasama Fakultas Geografi UGM-Bakornas Penanggulangan Bencana RI. Yogyakarta.

Asriningrum, W. 2003. Indonesia Tidak Punya Peta Rawan Longsor. http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id =5426. Di akses pada tanggal 18 Maret 2015

Rusydy, Ibnu. 2012. Longsor. http://www.ibnurusydy.com/geo-bencana/longsor/. Di akses pada tanggal 18 Maret 2015