MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Bioskop ... · 11.623 meter persegi ini sangat terawat...

1
G ERIMIS hujan baru saja mereda di seki- tar kawasan Bioskop Metropole, Jakarta, Rabu (18/8) sore. Se pasang muda-mudi tengah asyik ber- cengkerama di sudut bangunan tua itu. Sebagai salah satu bangu- nan bersejarah, bioskop yang berdiri di atas lahan seluas 11.623 meter persegi ini sangat terawat keberadaannya. Tatan- an tempat parkiran motor dan mobil juga cukup luas sehingga pengunjung tidak perlu parkir di bahu jalan. “Suasana di sini sangat stra- tegis untuk menyaksikan lm lebar. Apalagi bangunan ini me- rupakan salah satu bangunan lama,” ujar Manajer Umum PT Bioskop Metropole Muhamad Isa Tartusi. Menurut pria berusia 70 ta- hun itu, keberadaan bioskop dapat mengisi waktu luang. Apalagi, sambung Isa, anak- anak muda dapat mempelajari sejarah bangunan bioskop de ngan langsung terjun ke lapangan.“Memang sangat gampang mencari informasi. Apalagi kecanggihan internet telah menyediakan informasi tentang bangunan-bangunan lama. Semua sudah tersaji,” jelas pria asal Tanah Minang itu. Tidak dapat dimungkiri, bioskop sangat identik dengan kota besar. Itulah citra sebuah kota dalam menerima perada- ban. Apalagi perkembangan dunia perlman internasional semakin pesat dengan bermun- culnya sejumlah aktor muda dan berbakat. Berdasarkan sejarahnya, Bio- skop Metropole dibangun pada 1932 dengan nama Bioscoop Metropool, sesuai dengan ejaan bahasa Belanda pada waktu itu. Namun, dalam buku karang- an Haris Jauhari, Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), bangunan Metro- pole disebutkan didirikan pada 11 Agustus 1949. Namun, baru selesai pada 1951. Sebagai pemutaran perdana pada saat itu, bioskop terse- but menampilkan film Annie Get Your Gun karya sutradara George Sidney, 1950. Perancang bangunan itu adalah arsitek berkebangsaan Belanda, Johannes Martinus (Han) Groenewegen. Namun, sumber lain menyebutkan bah- wa Metropole dirancang Liauw Goan Seng (sebelum dikoreksi cucunya, Ifke M Laquais, pada 2007. Liauw Goan Seng disebut Lauw Goan Sing). Pada 1958, Liauw hijrah ke Belanda saat terjadi naturalisasi. Saat itu, bioskop berkapasitas 1.446 penonton ini telah meng- gunakan pendingin ruangan. Tentu saja cukup nyaman bagi para pengunjung. Apalagi be- berapa orang peranakan Belan- da juga menjadikan bangunan ini untuk berpacaran, terutama di malam minggu. Metropole merupakan ba- ngunan yang unik dan megah. Faktor penting yang membuat bioskop menjadi salah satu bioskop kelas satu adalah kare- na pihak manajemen mengha- dirkan lm-lm populer Ame- rika Serikat. Mulai War and Peace (King Vidor, 1956) sampai Gone with the Wind (Victor Fleming, 1939). Yang tidak kalah serunya ada- lah aksi Marilyn Monroe atau Robert Mitchum yang semakin mendebar-debarkan jantung penonton. Pada awal 1950-an, Metropole tergabung dalam organi sasi antarbioskop kelas satu. Salah satu organisasi yang pa ling terkenal adalah United Cine- mas Combination, yang terdiri dari bioskop Menteng, Astoria, Capitol, Cinema Grand, Happy, Sin Thu, dan Globe. Bioskop Metropole sendiri, bersama Bioskop Cathay, Garden Hall, Mayestic, Orion, Roxy, dan Podium tergabung dalam In- dependent Cinemas. Di bioskop terbesar dan ter- tua di Jakarta hingga sekarang ini, pengunjung yang menyak- sikan lm-lm laga dapat me- nikmati atmosfer yang ada. Apalagi bagi para opa atau oma. Mereka bisa menjadikan bioskop itu tempat bernostalgia kembali. Diindonesiakan Pada 1951, PT Bioskop Metro- pole mengambil peran untuk mengelola gedung dengan sebuah menara mencolok ke langit ini. Pengelolaan dilaku- kan mulai dari tempat hingga jadwal pemutaran lm. Pada 1960, presiden pertama RI Soekarno memerintahkan penggantian semua nama yang berbau asing. Tidak dapat di- mungkiri, pada saat itu Indo- nesia tengah bangkit dari penja- jahan panjang bangsa Belanda. Nama Bioskop Metropole pun berganti nama menjadi Bioskop Megaria. “Saat era Soekarno, semua yang berbau Belanda harus dimusnahkan. Metropole juga dihapus. Ini adalah proses diindonesiakan,” papar Isa sambil menunjukkan dokumen foto-foto era 1953. Dengan berjalannya waktu, pemerintah mulai memikirkan untuk melestarikan berbagai bangunan tempo doeloe agar ke- beradaannya tetap dijaga untuk kepentingan bersama. Pada 1989, gedung bioskop ini disewakan kepada jaringan 21 (XXI) Cineplex, yang meng- ubah rancangan dalam gedung itu sehingga menjadi enam bios- kop mini berkapasitas tempat duduk sekitar 50 kursi setiap ruangannya. Namanya pun berubah menjadi Megaria 21. Sejak 1993, bangunan berar- sitektur Eropa ini telah masuk bangunan cagar budaya. Hal itu tertulis pada SK Gubernur DKI Jakarta No 475 Tahun 1993. Surat itu berisikan bahwa Bios- kop Megaria telah menjadi ca- gar budaya kelas A yang tidak boleh dibongkar, mengingat usianya yang sudah lebih dari 50 tahun. Pada awal 2007, Bioskop Megaria kembali diganti ke nama semulanya, yaitu Bioskop Metropole. Bersamaan dengan perubahan itu, Bioskop Metro- pole disewakan kepada pihak Bioskop XXI. Kini bangunan megah itu masih berdiri megah dengan arsitektur yang cukup menarik. (M-6) miweekend @mediaindonesia.com 8 | Heritage MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Bioskop Metropole Bertahan dari Gilasan Zaman Bangunan Bioskop Metropole memiliki corak art deco. Nuansa tempo doeloe cukup kental terlihat dari ornamen-ornamennya. Iwan Kurniawan Surat itu berisikan bahwa Bioskop Megaria telah menjadi cagar budaya kelas A yang tidak boleh dibongkar, mengingat usianya yang sudah lebih dari 50 tahun.” MI/PANCA SYURKANI BIOSKOP BERSEJARAH: Bioskop Metropole (Megaria) Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (19/8), yang masih mempertahankan arsitektur kuno. Bioskop Metropol yang dulu bernama Megaria (atas). CAGAR BUDAYA CANDI Risan, yang meru- pakan candi Buddha dan satu-satunya candi terbesar yang ditemukan di Gunung Kidul, saat ini kondisinya memprihatinkan. Kondisi candi, menurut seorang petugas pemelihara Candi Risan, Wirat Sunyoto, sejak ditemukan dahulu sam- pai sekarang masih beran- takan dan belum ada kabar akan dipugar. “Candi Risan pada 1982 baru diakui Balai Pelestari- an Peninggalan Purbakala (BPPP) DIY karena sebelum- nya masih di atas tanah hak milik warga dan sampai saat ini kondisinya masih sama saja,” katanya. Bahkan pada 1984, ada arca yang sempat dicuri, yakni arca Awalu Kites Wara, murid pertama Sri Buddha Gautama yang akhirnya ditemukan de lapan bulan kemudian di Singapura. Saat ini arca tersebut berada di Museum Prambanan, tidak dikemba- likan ke Candi Risan, karena alasan keamanan. Candi yang terletak di Desa Candirejo, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, ini konon bernama Ri- san, diambil dari singkatan irisan atau perbatasan wi- layah dua Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta serta diper- kirakan sudah ada sejak abad III Masehi atau lebih tua dari- pada Candi Prambanan. Hingga kini sejarah tentang candi ini belum diketahui secara pasti. (Ant/M-1) ARSIP NASIONAL Candi Risan Gunung Kidul WIKIPEDIA

Transcript of MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Bioskop ... · 11.623 meter persegi ini sangat terawat...

Page 1: MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Bioskop ... · 11.623 meter persegi ini sangat terawat keberadaannya. ... jelas pria asal Tanah Minang itu. ... jahan panjang bangsa Belanda.

GERIMIS hujan baru saja mereda di seki-tar kawasan Bioskop Metropole, Jakarta,

Rabu (18/8) sore. Se pasang muda-mudi tengah asyik ber-cengkerama di sudut bangunan tua itu.

Sebagai salah satu bangu-nan bersejarah, bioskop yang berdiri di atas lahan seluas 11.623 meter persegi ini sangat terawat keberadaannya. Tatan-an tempat parkiran motor dan mobil juga cukup luas sehingga pengunjung tidak perlu parkir di bahu jalan.

“Suasana di sini sangat stra-tegis untuk menyaksikan fi lm lebar. Apalagi bangunan ini me-rupakan salah satu bangunan lama,” ujar Manajer Umum PT Bioskop Metropole Muhamad Isa Tartusi.

Menurut pria berusia 70 ta-hun itu, keberadaan bioskop dapat mengisi waktu luang. Apalagi, sambung Isa, anak-anak muda dapat mempelajari sejarah bangunan bioskop de ngan langsung terjun ke la pangan.“Memang sangat gampang mencari informasi.

Apalagi kecanggihan internet telah menyediakan informasi tentang bangunan-bangunan lama. Semua sudah tersaji,” jelas pria asal Tanah Minang itu.

Tidak dapat dimungkiri, bioskop sangat identik dengan kota besar. Itulah citra sebuah kota dalam menerima perada-ban. Apalagi perkembangan dunia perfi lman internasional semakin pesat dengan bermun-culnya sejumlah aktor muda dan berbakat.

Berdasarkan sejarahnya, Bio-skop Metropole dibangun pada 1932 dengan nama Bioscoop Metropool, sesuai dengan ejaan bahasa Belanda pada waktu itu.

Namun, dalam buku karang-an Haris Jauhari, Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), bangunan Metro-pole disebutkan didirikan pada 11 Agustus 1949. Namun, baru selesai pada 1951.

Sebagai pemutaran perdana pada saat itu, bioskop terse-but menampilkan film Annie Get Your Gun karya sutradara George Sidney, 1950.

Perancang bangunan itu ada lah arsitek berkebangsaan

Belanda, Johannes Martinus (Han) Groenewegen. Namun, sumber lain menyebutkan bah-wa Metropole dirancang Liauw Goan Seng (sebelum dikoreksi cucunya, Ifke M Laquais, pada 2007. Liauw Goan Seng disebut Lauw Goan Sing). Pada 1958, Liauw hijrah ke Belanda saat terjadi naturalisasi.

Saat itu, bioskop berkapasitas 1.446 penonton ini telah meng-gunakan pendingin ruangan.

Tentu saja cukup nyaman bagi para pengunjung. Apalagi be-berapa orang peranakan Belan-da juga menjadikan bangunan ini untuk berpacaran, terutama di malam minggu.

Metropole merupakan ba-ngunan yang unik dan megah. Faktor penting yang membuat bioskop menjadi salah satu bios kop kelas satu adalah kare-na pihak manajemen mengha-

dirkan fi lm-fi lm populer Ame-rika Serikat.

Mulai War and Peace (King Vidor, 1956) sampai Gone with the Wind (Victor Fleming, 1939). Yang tidak kalah serunya ada-lah aksi Marilyn Monroe atau Robert Mitchum yang semakin mendebar-debarkan jantung penonton.

Pada awal 1950-an, Metropole tergabung dalam organi sasi antarbioskop kelas satu. Salah

satu organisasi yang pa ling terkenal adalah United Cine-mas Combination, yang terdiri dari bioskop Menteng, Astoria, Capitol, Cinema Grand, Happy, Sin Thu, dan Globe. Bioskop Metropole sendiri, bersama Bioskop Cathay, Garden Hall, Mayestic, Orion, Roxy, dan Podium tergabung dalam In-dependent Cinemas.

Di bioskop terbesar dan ter-

tua di Jakarta hingga sekarang ini, pengunjung yang menyak-sikan fi lm-fi lm laga dapat me-nikmati atmosfer yang ada. Apalagi bagi para opa atau oma. Mereka bisa menjadikan bioskop itu tempat bernostalgia kembali.

DiindonesiakanPada 1951, PT Bioskop Metro-

pole mengambil peran untuk mengelola gedung dengan se buah menara mencolok ke langit ini. Pengelolaan dilaku-kan mulai dari tempat hingga jadwal pemutaran fi lm.

Pada 1960, presiden pertama RI Soekarno memerintahkan penggantian semua nama yang berbau asing. Tidak dapat di-mungkiri, pada saat itu Indo-nesia tengah bangkit dari penja-jahan panjang bangsa Belanda. Nama Bioskop Metropole pun berganti nama menjadi Bioskop Megaria. “Saat era Soekarno, semua yang berbau Belanda harus dimusnahkan. Metropole juga dihapus. Ini adalah proses diindonesiakan,” papar Isa sam bil menunjukkan dokumen foto-foto era 1953.

Dengan berjalannya waktu, pemerintah mulai memikirkan untuk melestarikan berbagai

bangunan tempo doeloe agar ke-beradaannya tetap dijaga untuk kepentingan bersama.

Pada 1989, gedung bioskop ini disewakan kepada jaring an 21 (XXI) Cineplex, yang meng-ubah rancangan dalam gedung itu sehingga menjadi enam bios -kop mini berkapasitas tem pat duduk sekitar 50 kursi setiap ruangannya. Namanya pun ber ubah menjadi Megaria 21.

Sejak 1993, bangunan berar-sitektur Eropa ini telah masuk bangunan cagar budaya. Hal itu tertulis pada SK Gubernur DKI Jakarta No 475 Tahun 1993.Surat itu berisikan bahwa Bios-kop Megaria telah menjadi ca-gar budaya kelas A yang tidak boleh dibongkar, mengingat usianya yang sudah lebih dari 50 tahun.

Pada awal 2007, Bioskop Megaria kembali diganti ke nama semulanya, yaitu Bioskop Metropole. Bersamaan dengan perubahan itu, Bioskop Metro-pole disewakan kepada pihak Bioskop XXI. Kini bangunan megah itu masih berdiri megah dengan arsitektur yang cukup menarik. (M-6)

[email protected]

8 | Heritage MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Bioskop Metropole

Bertahan dari Gilasan Zaman

Bangunan Bioskop Metropole memiliki corak art deco. Nuansa tempo doeloe cukup

kental terlihat dari ornamen-ornamennya.

Iwan Kurniawan

Surat itu berisikan bahwa Bioskop Megaria telah menjadi cagar budaya kelas A yang tidak boleh dibongkar, mengingat usianya yang sudah lebih dari 50 tahun.”

MI/PANCA SYURKANI

BIOSKOP BERSEJARAH: Bioskop Metropole (Megaria) Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (19/8), yang masih mempertahankan arsitektur kuno. Bioskop Metropol yang dulu bernama Megaria (atas).

CAGAR BUDAYA

CANDI Risan, yang meru-pakan candi Buddha dan satu-satunya candi terbesar yang ditemukan di Gunung Kidul, saat ini kondisinya memprihatinkan.

Kondisi candi, menurut seorang petugas pemelihara Candi Risan, Wirat Sunyoto, sejak ditemukan dahulu sam-pai sekarang masih beran-takan dan belum ada kabar akan dipugar.

“Candi Risan pada 1982 baru diakui Balai Pelestari-an Peninggalan Purbakala (BPPP) DIY karena sebelum-nya masih di atas tanah hak milik warga dan sampai saat ini kondisinya masih sama saja,” katanya.

Bahkan pada 1984, ada arca yang sempat dicuri, yakni arca Awalu Kites Wara, murid pertama Sri Buddha Gautama yang akhirnya ditemukan

de lapan bulan kemudian di Singapura. Saat ini arca ter sebut berada di Museum Prambanan, tidak dikemba-likan ke Candi Risan, karena alasan keamanan.

Candi yang terletak di Desa Candirejo, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, ini konon bernama Ri-

san, diambil dari singkat an irisan atau perbatasan wi-layah dua Kerajaan Surakar ta dan Yogyakarta serta diper-kirakan sudah ada sejak abad III Masehi atau lebih tua dari-pada Candi Prambanan.

Hingga kini sejarah tentang candi ini belum diketahui secara pasti. (Ant/M-1)

ARSIP NASIONAL

Candi Risan Gunung Kidul

WIKIPEDIA