Budaya Minang

83
KELAS 3-V AKUNTANSI KELOMPOK 3: AFIF AMRULLAH (3) DARYL NOFHIANDY (11) GLADYS NIEKE PRAFITRI RACHMANDA (16) MUNAWIRUL QALBI (25) NURUL MUHAIMIN RAMDHANI (28) KEBUDAYAAN MINANGKABAU

Transcript of Budaya Minang

Page 1: Budaya Minang

2011/2012

KELAS 3-V AKUNTANSI

KELOMPOK 3:

AFIF AMRULLAH (3)

DARYL NOFHIANDY (11)

GLADYS NIEKE PRAFITRI

RACHMANDA (16)

MUNAWIRUL QALBI (25)

NURUL MUHAIMIN RAMDHANI

(28)

RINO DIAN PUTRA (33)

KEBUDAYAAN MINANGKABAU

Page 2: Budaya Minang

PENDAHULUAN

Suku Minangkabau merupakan penduduk asal kawasan yang

menempati provinsi sumatera barat dan sekitarnya. Kebudayaan mereka

adalah bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan

dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan agama dan politik

merupakan urusan kaum lelaki (walaupun setengah wanita turut

memainkan peranan penting dalam bidang ini). Suku Minangkabau

menjunjung tinggi penghormatan terhadap seorang perempuan.

Terdapat banyak adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya baik

yang berhubungan dengan garis keturunan, harta pusaka maupun adat

yang berhubungan dengan sopan santun dan tingkah laku. Di seluruh

Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini, populer

dengan sebutan, masakan Padang sangat terkenal.

1

Page 3: Budaya Minang

KEBUDAYAAN MINANGKABAU

A. ASAL USUL NAMA MINANGKABAU

Ada banyak pendapat yang bermunculan tentang asal-usul nama

minangkabau. Pendapat-pendapat yang dikemukakan tersebut ada

yang berasal dari orang-orang yang memiliki ilmu di bidang sejarah

dan ada yang bersumber dari orang-orang yang sekedar pendapat

tanpa argumentasi yang kuat, artinya tanpa didukung oleh nilai-nilai

sejarah dan akibatnya juga kurang didukung oleh masyarakat.

Beberapa pendapat yang cukup kuat dan didukung oleh bukti-bukti

sejarah adalah sebagai berikut.

1. Pendapat Sultan Muhammad Zain

Menurut pendapatnya bahwa Minangkabau berasal dari “Binanga

Kanvar” yang artinya Muara Kampar. Keterangan ini bertambah kuat

oleh karena Chaw Yu Kua yang dalam abad ke 13 pernah datang

berkunjung ke Muara Kampar dimana ia menerangkan bahwa di sana

didapatinya satu-satunya daerah yang paling ramai dan makmur di

pusat Sumatera.

2. Pendapat M. Sa’id

Pendapat dari M. Sa’id ini didasarkan pada prasasti Padang Roco

tahun 1286 di dekat sungai Langsat di hulu sungai Batang Hari. Pada

prasasti ini ditemukan kata-kata swarna bumi dan bhumi melayu.

Tidak satupun dari prasasti-prasasti yang ditemui yang berisikan kata-

kata Minangkabau. Sedangkan tempat prasasti ditemukan termasuk

daerah Minangkabau sekarang. Oleh sebab itu M. Sa’id berkeyakinan

bahwa ketika ekspedisi pamalayu, nama Minangkabau belum ada.

Menurut penelitian ahli sejarah seperti M. Yamin dan C.C Berg,

ekspedisi Pamalayu bukanlah agresi militer, melainkan suatu kegiatan

diplomatik dalam usaha mengadakan aliansi untuk menghadapi

Khubilai Khan. Itulah sebabnya prasasti Padang Roco isinya juga

menunjukkan kegembiraan.

2

Page 4: Budaya Minang

Tidak mustahil antara pihak tamu dengan tuan rumah diadakan

pesta untuk menyenangkan hati kedua belah pihak. Pada peristiwa

inilah salah satu acaranya diadakan arena pertarungan kerbau antara

tuan rumah dengan pihak tamu. Rupanya kemenangan berada pada

pihak tuan rumah. Suatu pertanyaan timbul apakah cerita-cerita

mengenai perlagaan kerbau yang kebanyakkan dianggap dongeng

tidak mempunyai hubungan dengan kedatangan misi pamalayu ini.

Menurut ukuran sekarang terlalu kecil peristiwa pertarungan kerbau

ini untuk menguji kalah menang yang mempertaruhkan peristiwa dan

status negara. Tetapi dari peristiwa ini nama Minangkabau lahir

bukanlah mustahil.

3. Pendapat Prof. DR. RM. NG. Poerbacaraka

Pendapat yang dikemukakannya dikaitkan dengan prasasti yang

terdapat di Palembang yaitu Prasasti Kedukan Bukit. Pada prasasti ini

terdapat sepuluh baris kalimat yang berangka tahun 605 (saka) atau

683 Masehi. Kesimpulan dari isi prasasti tersebut adalah Yang

Dipertuan Hyang berangkat kari Minanga Tamwan naik perahu

membawa bala tentara. Sebagian melalui jalan darat. Menurut

Poerbacaraka kata tamwan pada prasasti itu sama dengan bahasa

jawa kuno yaitu “temwan”, bahasa jawa sekarang “temon”, bahasa

indonesianya “pertemuan”. Pertemuan disini yaitu pertemuan dua

buah sungai yang sama besarnya. Sungai yang dimaksud itu ialah

sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Besar kemungkinan kemudian

dinamakan Minanga Kamwar yaitu Minanga Kembar.

Bagi orang Sumatera Barat disebut Minanga Kanwa yang lama

kelamaan diucapkan Minangkabau. Juga dikemukakannya bahwa

dengan pertemuan kampar kiri dan kampar kanan disinilah terletak

pusat agama Budha Mahayana, yaitu Muara Takus.

4. Pendapat Thambo

Tambo merupakan salah satu sumber sejarah yang menjadi acuan

dalam mengkaji dan mempelajari budaya minangkabau lebih dalam.

Tambo ini berbentuk kitab kuno yang berisikan sejarah dan adat-

istiadat yang pernah dijalankan pada zaman dahulu di Minangkabau.

3

Page 5: Budaya Minang

Tambo ini menjadi dasar bagi orang-orang minangkabau untuk

mempelajari dan menerapkan ajaran-ajaran budayanya saat ini. Dari

beberapa tambo yang ditemui seperti Tambo Pariangan dan Tambo

Sawah Tangah yang tidak diketahui penulisannya maupun tambo

yang dikenal penulisannya, pada dasarnya mempunyai kesamaan

sejarah lahirnya nama Minangkabau.

Salah satu di antaranya transkipsi Tambo Pariangan nama

Minangkabau diceritakannya sebagai berikut :“tidak berapa lama di

antaranya datang lagi raja itu membawa seekor kerbau besar yang

tanduknya sepanjang delapan depa. Maka raja itu bertaruh atau

bertanding, seandainya kalah kerbau kami, maka ambilah isi perahu

ini. Maka dijawablah oleh raja, kemudian minta janji selama tujuh hari.

Keesokan harinya dicarilah seekor anak kerbau yang sedang erat

menyusu, lalu dipisahkan dari induknya. Anak kerbau tadi dibuatkan

tanduk dari besi, yang bercabang dua yang panjangnya enam depa.

Setelah sampai janji itu maka dipasanglah tanduk palsu itu dikepala

anak kerbau yang disangka induknya tadi. Melihat kerbau besar

tersebut, maka berlarilah anak kerbau itu menuju kepada kerbau

besar yang dipisahkan dari induknya sendiri untuk menyusu karena

demikian haus dan laparnya. Lalu anak kerbau itu berbuat seperti

menyusu sehingga tanduk palsunya masuk perut kerbau besar itu dan

akhirnya iduk kerbau itu mati. Maka mufakatlah seluruh rakyat akan

menamakan negeri itu Minangkabau".

Atas kemenangan pertarungan kerbau yang diungkapkan oleh

tambo tersebut juga diungkapkan dalam bentuk talibun yang artinya

karena tanduk besi tanduk terjela, mati dipadang koto ranah, tua

dengan muda sangat heran, datangnya karena tidak dihimbau,

karena cerdik nenek kita lantaran menyambung digelanggang tanah,

diperoleh tuah kemujuran, timbullah nama Minangkabau.

Pendapat dari tambo ini merupakan pendapat yang umum di

Minangkabau. Walaupun banyak pendapat yang lain seperti yang

telah dikemukakan di atas tetapi pendapat tersebut tidak didukung

oleh orang Minangkabau sendiri. Lain halnya pendapat tambo berikut

ini:

4

Page 6: Budaya Minang

a. Sampai sekarang di arena tempat pertarungan kerbau tersebut

masih diperoleh nama-nama tempat yang tidak berubah dari

dahulu sampai sekarang. Nagari tempat pertarungan ini sekarang

masih bernama nagari Minangkabau (lebih kurang 4 km dari kota

Batusangkar). Di nagari Minangkabau tempat gelanggang

pertarungan kerbau ini sekarang masih tetap bernama Parak

Bagak (kebun berani). Di tempat inilah kerbau yang kecil tersebut

memperlihatkan keberaniannya. Disamping itu juga ada nama

Sawah Siambek dimana kerbau yang kalah itu lari dan kemudian

dihambat bersama-sama.

b. Pendapat yang dikemukakan tambo didukung oleh masyarakat

Minangkabau dari dahulu sampai sekarang dan tidak sama halnya

dengan pendapat-pendapat lainnya.

c. Asal nama Minangkabau karena menang kerbau juga ditemui

dalam “Hikayat Raja - Raja Pasai” seperti yang dikemukakan oleh

Drs. Zuber Usman dalam bukunya “Kesusasteraan Lama

Indonesia”. Dalam buku hikayat raja-raja Pasai itu dikemukakan

bahwa raja majapahit telah menyuruh Patih Gajah Mada pergi

menaklukkan Pulau Perca dengan membawa seekor kerbau

keramat yang akan diadu dengan kerbau Patih Sewatang. Dalam

pertarungan ini Patih Sewatang mencari anak kerbau yang sedang

kuat menyusu. Setelah sekian lama tidak menyusu kepada

induknya baru dibawa ke arena pertarungan. Karena haus dan

kepalanya diberi minang (taji yang tajam) ketika pertarungan

terjadi anak kerbau tersebut menyeruduk kerbau Majapahit tadi.

Dalam pertarungan ini kerbau Patih Sewatang yang menang.

Berdasarkan kepada tambo, mungkin ada yang bertanya mengapa

tidak disebut manang kabau tetapi Minangkabau. Jawabnya karena

kemenangan itu lantaran anak kerbau tadi memakai “minang” yaitu

taji yang tajam dan runcing sehingga merobek perut lawannya.

Asal nama Minangkabau lantaran kemenangan seperti yang

dikemukakan tambo juga ada pesan-pesan tersirat yang disampaikan

kepada kita dan generasi selanjutnya bahwa sifat diplomatis haruslah

dipergunakan dalam menghadapi sesuatu masalah. Pertentangan fisik

harus dihindarkan seandainya masih ada alternatif lainnya. Disamping

5

Page 7: Budaya Minang

itu juga secara tidak langsung memberi inspirasi kepada kita

sekarang untuk meniru dan meneladani cara berbuat dan berfikir

seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Minangkabau pada

masa dahulu. Dimana dibiasakan menggunakan otak sebelum

menggunakan otot. Diplomasi adalah langkah yang terbaik dalam

menyelesaikan suatu pertikaian dengan diplomasi musyawarah,

berunding dan lain-lain, resiko yang lebih berat dapat dihindari.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa nama Minangkabau yang

bersumber dari kemenangan kerbau tidak diragukan lagi

kebenarannya. Disamping itu juga dapat disimpulkan bahwa

pemakaian nama Minangkabau dipergunakan untuk nama sebuah

nagari dekat kota Batusangkar.

Untuk suku bangsa Minangkabau dan wilayah kebudayaan

Minangkabau, nama Minangkabau yang berasal dari cerita adu kerbau

inilah yang kita yakini kebenarannya. Sedangkan nama-nama yang

dikemukakan oleh para ahli sejarah lainnya, kita terima juga sebagai

pelengkap perbendaharaan kita dalam menggali sejarah Minangkabau

selanjutnya.

B. ASAL USUL ORANG MINANGKABAU

Nenek moyang suku bangsa Minangkabau berasal dari percampuran

antara bangsa Melayu Tua yang telah datang pada zaman Neolitikum

dengan bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi

dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun

yang lalu(zaman Perunggu).

Kedua bangsa ini adalah serumpun dengan bangsa Astronesia.

Kelompok pengembara Astronesia yang meninggalkan kampung

halamannya di bagian Hindia, menuju ke selatan mencari daerah baru

untuk kehidupan mereka. Dalam rangka pencarian tanah baru itu,

setelah mereka mendarat di pantai timur Sumatera, bergerak ke arah

pedalaman pulau Sumatera sampai ke sekitar gunung Marapi. Karena di

sana mereka telah mendapatkan tanah subur di lereng gunung Marapi,

6

Page 8: Budaya Minang

mereka menetap dan membangun negeri pertama yaitu Pariangan

Padang Panjang.

Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah Timur pulau

Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di dataran tinggi

Luhak nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku

Minang menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau

Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan.

Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak

yang berasal dari India Selatan dan Persia dimana migrasi masyarakat

tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan

alternatif perdagangan selain Malaka ketika kerajaan tersebut jatuh ke

tangan Portugis.

C. IDENTIFIKASI GEOGRAFI

Sumatera Barat berada di bagian barat tengah Pulau Sumatera

dengan luas 42.297,30 km² . Provinsi ini memiliki dataran rendah di

pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk Bukit Barisan

yang membentang dari barat laut ke tenggara. Kepulauan Mentawai

yang terletak di Samudera Hindia termasuk dalam provinsi ini. Garis

pantai Sumatera Barat seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia

sepanjang 375 km.

Secara geografis Provinsi Sumatra Barat terletak di 1o Lintang Utara –

3o Lintang Selatan dan 98o – 102o Bujur Timur.

Batas wilayah Provinsi Sumatra Barat adalah sebagai berikut :

1. Utara = Sumatera Utara 2. Selatan = Jambi dan Bengkulu

3. Timur = Samudera Indonesia

4. Barat = Riau

Minangkabau adalah suatu lingkungan adat yang terletak dalam

daerah geografis administratif Sumatera Barat dan juga menjangkau ke

sebagian barat daerah geografis administratif provinsi Riau, dan ke

7

Page 9: Budaya Minang

sebagian barat daerah administratif provinsi Jambi. Pada mulanya, yang

masuk wilayah sosial kultural Minangkabau hanyalah tiga luhak

(sekarang jadi daerah tingkat II) yaitu Luhak Agam, Luhak Tanah Datar,

dan Luhak Lima Puluh Kota yang disebut Minangkabau asli. Akan tetapi

dalam perkembangannya wilayah Minangkabau meluas sampai ke luar

tiga luhak tersebut yang disebut Daerah Rantau. Rantau luhak Agam

meliputi pesisir barat sejak Pariaman sampai Air Bangis, Lubuk Sikaping

dan Pasaman; Rantau Luhak Lima Puluh Kota meliputi Bangkinang,

Lembah Kampar Kiri dan Kampar Kanan dan Rokan; rantau Luhak Tanah

Datar meliputi Kubung Tiga Belas, pesisir barat dari Padang sampai Indra

Pura, Kerinci dan Muara Labuh. Wilayah Minangkabau asli ditambah

Daerah Rantau itulah yang secara geografis meliputi seluruh wilayah

propinsi Sumatera Barat dan sebagian wilayah propinsi Riau dan Jambi.

D. MATA PENCAHARIAAN ORANG MINANG

Pedagang Minangkabau merujuk pada profesi sekelompok

masyarakat yang berasal dari ranah Minangkabau. Disamping profesi

dokter, guru, dan ulama, menjadi pedagang merupakan mata pencarian

bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau. Biasanya profesi ini

menjadi batu loncatan bagi perantau Minangkabau setibanya di

perantauan.

Berdagang merupakan salah satu kultur yang menonjol dalam

masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, berdagang tidak

hanya sekedar mencari nafkah dan mengejar kekayaan, tetapi juga

sebagai bentuk eksistensi diri untuk menjadi seorang yang merdeka.

Dalam budaya Minang yang egaliter, setiap orang akan berusaha untuk

menjadi seorang pemimpin. Menjadi sub-ordinat orang lain, sehingga

siap untuk diperintah-perintah, bukanlah sebuah pilihan yang tepat.

Prinsip "lebih baik menjadi pemimpin kelompok kecil daripada menjadi

anak buah organisasi besar" (elok jadi kapalo samuik daripado ikua

gajah) merupakan prinsip sebagian besar masyarakat Minang. Menjadi

seorang pedagang merupakan salah satu cara memenuhi prinsip

tersebut, sekaligus menjadi orang yang merdeka. Dengan berdagang,

orang Minang bisa memenuhi ambisinya, dapat menjalankan kehidupan

sesuai dengan keinginannya, hidup bebas tanpa ada pihak yang

mengekang. Sehingga banyak perantau muda Minangkabau lebih

8

Page 10: Budaya Minang

memilih berpanas-panas terik di pinggir jalan, berteriak berjualan kaos

kaki, daripada harus kerja kantoran, yang acap kali di suruh dan di

marah-marahi.

Selain itu, kultur merantau yang menanamkan budaya mandiri,

menjadikan profesi berdagang sebagai pekerjaan pemula untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karenanya menjadi pedagang kaki

lima sering menjadi pekerjaan awal bagi banyak perantau Minang.

Berikut ini perincian jenis usaha orang Minang:

1. Restoran

Usaha rumah makan merupakan jenis usaha yang banyak

digeluti oleh pedagang Minang. Jaringan restoran Minang atau

yang biasa dikenal dengan restoran Padang tersebar ke seluruh

kota-kota di Indonesia, bahkan hingga ke Malaysia dan

Singapura. Disamping itu terdapat juga usaha restoran yang

memiliki ciri khas dan merek dagang yang dijalani oleh

pedagang dari daerah tertentu. Pedagang asal Kapau, Agam

biasanya menjual nasi ramas yang dikenal dengan Nasi Kapau.

Pedagang Pariaman banyak yang menjual Sate Padang.

Sedangkan pedagang asal Kubang, Lima Puluh Kota menjadi

penjual martabak, dengan merek dagangnya Martabak Kubang. Restoran

Sederhana yang dirintis oleh Bustamam menjadi jaringan restoran Padang

terbesar dengan lebih dari 60 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Di

Malaysia, Restoran Sari Ratu yang didirikan oleh Junaidi bin Jaba, salah satu

restoran Padang yang sukses.

Restoran Padang dan Jumlah Cabang (2009)

Nama RestoranJumlah

Lokasi

Sederhana 60Jabotabek, Bandung, Semarang, Denpasar, Surabaya, Makassar

Simpang Raya 30 Jabotabek, Bandung, Balikpapan, CianjurSederhana Bintaro 24 Jabotabek, CimahiSari Ratu 17 Jabotabek, Kuala Lumpur, Genting HighlandsGaruda 16 Medan, Jabotabek, Bandar Lampung, SingapuraPagi Sore 8 Palembang, Jakarta, SingapuraNatrabu 7 Jakarta, DenpasarSarimande Metropolitan

5 Jabotabek

Martabak Kubang 4 Jabotabek, Padang

Sate Padang Mak 4 Padang Panjang, Jakarta

9

Page 11: Budaya Minang

Sukur

2. Kerajinan

Orang Minang banyak melakukan perdagangan dari hasil

kerajinan. Para pedagang ini banyak yang menggeluti kerajinan

perak dan kulit. Kebanyakan dari mereka berasal dari

Silungkang, Sawahlunto dan Pandai Sikek, Tanah Datar.

Sedangkan kerajinan emas biasa digeluti oleh masyarakat

Sungai Garingging, Pariaman dan Guguak Tabek Sarojo, Agam.

Disamping juga banyak yang menggeluti usaha jual-beli

barang-barang antik, dimana usaha ini biasanya digeluti oleh

pedagang asal Sungai Puar, Agam. Pedagang barang antik

Minangkabau banyak ditemui di Cikini, Jakarta Pusat dan

Ciputat, Tangerang Selatan. Jaringan pedagang antik Minang

yang telah terbentuk sejak dekade 1930-an itu, banyak

mengambil benda-benda keramik zaman dinasti Ming atau Qing

dari wilayah Sulawesi atau Maluku.

3. Percetakan

Bisnis percetakan merupakan jenis usaha yang banyak

dijalankan oleh pedagang Minang. Usaha percetakan yang

mereka jalani meliputi percetakan undangan dan buku. Bahkan

dari usaha percetakan ini berkembang menjadi usaha

penerbitan buku dan toko buku. Usaha percetakan banyak

digeluti oleh pedagang asal Sulit Air, Solok. Salah satu tokoh

sukses yang menggeluti bisnis percetakan ini ialah Muhammad

Arbie yang berbasis di kota Medan.

4. Hotel dan Travel

Bisnis pariwisata terutama jaringan perhotelan dan travel

juga banyak digeluti oleh pengusaha Minangkabau. Di Jakarta,

hotel milik pengusaha Minang banyak dijumpai antara lain

Hotel Ambhara, Hotel Sofyan, dan Hotel Gran Mahakam. Di

samping itu, jaringan Hotel Grand Menteng merupakan jaringan

bisnis hotel terbesar milik orang Minang. Di Pekan Baru,

disamping Best Western Hotel milik Basrizal Koto, ada Hotel

Pangeran yang dimiliki oleh Sutan Pangeran. Bisnis travel di

10

Page 12: Budaya Minang

geluti oleh pengusaha asal Payakumbuh, Rahimi Sutan di

bawah bendera Natrabu Tour.

5. Pendidikan

Bisnis pendidikan juga menjadi pilihan bagi orang Minang.

Usaha ini biasanya digeluti oleh para pendidik yang pada

mulanya bekerja pada sekolah negeri atau swasta. Dari

pengalaman tersebut, mereka bisa mengembangkan sekolah,

universitas, atau tempat kursus sendiri yang akhirnya

berkembang secara profesional. Di Jakarta, setidaknya terdapat

tiga universitas milik orang Minang, yaitu Universitas Jayabaya

didirikan oleh Moeslim Taher, Universitas Persada Indonesia YAI

didirkan oleh Julius Sukur, dan Universitas Borobudur didirikan

oleh Basir Barthos.

6. Media

Bakat menulis dan ilmu jurnalistik yang dimiliki oleh orang

Minang, telah melahirkan beberapa perusahaan media besar di

Indonesia. Antara lain ialah koran Oetoesan Melajoe yang

didirikan oleh Sutan Maharaja pada tahun 1915, majalah Panji

Masyarakat yang didirikan oleh Hamka, koran Pedoman yang

didirikan oleh Rosihan Anwar, koran Waspada yang didirikan

oleh Ani Idrus, majalah Kartini yang didirikan oleh Lukman

Umar, majalah Femina yang didirikan oleh putra-putri Sutan

Takdir Alisjahbana, dan jaringan televisi TV One yang didirikan

oleh Abdul Latief.

7. Tekstil

Di pasar tradisional kota-kota besar Indonesia, pedagang

Minangkabau banyak yang menggeluti perdagangan tekstil. Di

Jakarta, pedagang Minangkabau mendominasi pusat-pusat

perdagangan tradisional, seperti Pasar Tanah Abang, Pasar

Senen, Pasar Blok M, Pasar Jatinegara, dan Pasar Bendungan

Hilir. Dominansi pedagang tekstil Minangkabau juga terjadi di

Medan dan Pekan Baru. Jika di Medan pedagang Minangkabau

mendominasi Pasar Sukaramai, maka di Pekan Baru mereka

dominan di Pasar Pusat dan Pasar Bawah. Di Surabaya,

pedagang tekstil asal Minang banyak dijumpai di Pasar Turi.

11

Page 13: Budaya Minang

Sedangkan di Bandung, para pedagang Minang banyak

menempati Pasar Kota Kembang.

8. Keuangan

Bisnis di industri keuangan, seperti perbankan, sekuritas,

dan asuransi juga merupakan pilihan bagi pengusaha Minang.

Bahkan pengusaha Minang, Sutan Sjahsam yang juga adik

perdana menteri pertama Indonesia Sutan Sjahrir, merupakan

perintis pasar modal di Indonesia. Sjahsam juga seorang

pialang saham dan mendirikan perusahaan sekuritas, Perdanas.

Disamping Sjahsam, ekonom Syahrir juga aktif dalam bisnis

sekuritas dengan mendirikan perusahaan Syahrir Securities. Di

bisnis perbankan, ada pengusaha Minang lainnya, Anwar Sutan

Saidi, yang mendirikan Bank Nasional pada tahun 1930.

Silaturahmi Pedagang

Untuk membangun jaringan dan silaturahmi antar pedagang

Minangkabau, maka diadakanlah pertemuan yang dikenal dengan

Silaturahmi Saudagar Minang. Silaturahmi ini pertama kali

diadakan di Padang pada tahun 2007 yang dihadiri tak kurang dari

700 pengusaha Minang dari seluruh dunia.

Pedagang Sukses

1. Djohor Soetan Perpatih , menjadi seorang pedagang sukses di

tahun 1930-an. Bersama saudaranya Djohan Soetan Soelaiman,

dia mendirikan toko Djohan Djohor yang terkenal dengan aksi

mendiskon barang yang menyebabkan toko-toko Tionghoa di

Pasar Senen, Pasar Baru, dan Kramat (ketiganya berada di

Jakarta) menurunkan harga dagangannya.

2. Hasyim Ning merupakan pengusaha Minang sejak era Orde

Lama. Bisnisnya bergerak di bidang otomotif, yaitu sebagai

agen tunggal pemegang merek mobil-mobil asal Eropa dan

Amerika Serikat. Hasyim pernah dijuluki pers sebagai "Raja

Mobil dan Henry Ford Indonesia". Dia sempat dituding sebagai

boneka kapitalis ketika pada tahun 1954 perusahan yang

dipimpinnya, Indonesia Service Company, mendapat kredit

lunak sebesar 2,6 juta dollar AS dari Development Loan Fund.

12

Page 14: Budaya Minang

Selain itu bisnis Hasyim juga merambah perhotelan dan biro

perjalanan.

3. Abdul Latief merupakan sosok sukses pengusaha Minangkabau

di Jakarta. Bisnis Abdul Latief meliputi properti dan media

dibawah bendera ALatief Corporation. Pasaraya dan TV One

merupakan perusahaan terbesar milik Latief. Selain sukses

sebagai pengusaha, Latief juga menjabat sebagai menteri

Tenaga Kerja di pemerintahan Orde Baru.

4. Basrizal Koto merupakan pengusaha asal Pariaman yang

menggeluti bisnis media, hotel, pertambangan, dan

peternakan. Basrizal yang dikenal dengan Basko memiliki hotel

yang berbasis di Pekan Baru dan Padang. Selain itu dia memiliki

peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara.

5. Datuk Hakim Thantawi , merupakan pengusaha yang bergerak

di bidang pertambangan dan perdagangan di bawah bendera

Grup Thaha.

6. Fahmi Idris merupakan salah satu pengusaha Minang yang juga

seorang politisi. Fahmi mendirikan grup bisnis Kodel yang

bergerak dibidang perdagangan, industri, dan investasi. Fahmi

yang telah berbisnis sejak tahun 1967, sempat berhenti kuliah

dari FEUI untuk mulai berwirausaha.

7. Tuanku Tan Sri Abdullah , merupakan pengusaha Minang-

Malaysia yang cukup sukses. Dibawah bendera Melewar

Corporation, bisnisnya meliputi produksi baja dan manufaktur.

E. RELIGI

UPACARA KEAGAMAANBerikut ini ada beberapa upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh

masyarakat Minang.a. Upacara Sunat Rasul (Khitanan) Sunat Rasul juga merupakan syariat Islam, tanda pendewasaan bagi seorang anak. Upacara biasanya diselenggarakan ketika anak tersebut telah menginjak umur 8 sampai 12 tahun, bertempat di rumah ibu si anak atau di rumah keluarga dekat ibu si anak. Acara dimulai dengan pembukaan, lalu setelah itu memasuki acara khitanan anak, dan selanjutnya ditutup dengan doa.

13

Page 15: Budaya Minang

b. Upacara Turun Mandi Upacara turun mandi bertujuan untuk menghormati keturunan yang baru lahir dan berbagi kebahagiaan dengan masyarakat bahwa di kaum tersebut telah lahir keturunan baru. Upacara ini dilaksanakan di rumah orang tua si anak ketika anak berumur tiga bulan. Pada acara ini, sang anak dimandikan oleh bakonya. Selain itu, ada pula perjamuan bagi tamu yang hadir.

c. Upacara Pernikahan Dalam Daerah minangkabau yang terletak di sebelah barat pulau sumatera, dengan mayoritas penduduknya muslim memiliki upacara adat pernikahan yang sangat beragam antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya. Namun adanya kesepakatan antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya untuk saling menerima tatacara pernikahan yang mereka anggap baik dan menarik untuk dilaksanakan.

d. Upacara Tabuik Upacara Tabuik adalah salah satu tradisi sosial keagamaan masyarakat Minangkabau, khususnya di wilayah Padang Pariaman. Substansi tradisi ini bersumber dari suatu peristiwa, yaitu kisah mati syahidnya Husein Bin Ali Bin Abu Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW yang kemudian biasa disebut Husein) dalam perang melawan Raja Yazid Bin Muawiyah di negeri Syam di Padang Karbala yang terjadi pada bulan Muharram tahun 61 H. Tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas, menurut beberapa sumber. Sedangkan menurut sumber lain (KBBI), tabuik adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein, yaitu pada tanggal 10 Muharram. Upacara tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram.

Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.

Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.

Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya

14

Page 16: Budaya Minang

berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap.

Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.

Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, keramaian sudah terasa di seantero Kota Pariaman. Seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota. Para warga lainnya berkerumun di tepi jalan untuk menyaksikan jalannya kirab Tabuik. Tak hanya warga biasa, para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.

Tepat pada waktunya, Tabuik mulai diangkat dan karnaval pun dimulai. Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Selama arak-arakan berlangsung, seluruh peserta karnaval meneriakkan, “Hayya Hussain… Hayya Hussain!!!” sebagai ungkapan hormat kepada cucu Nabi Muhammad SAW tersebut. Sesekali, arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.

F. BENTUK DESA

Nagari berasal dari bahasa sansekerta yaitu “nagara”, yang dibawa oleh bangsa Hindu yang menetap di tengah-tengah masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat tengah pada masa Hindu . Kemungkinan bangsa Hindu (bangsa asing) tersebutlah yang menciptakan pembagian nagari, serta mengelompokkan mereka dalam suku-suku. Nagari-nagari kecil itu merupakan bentuk negara yang berpemerintahan sendiri (otonom). Sebelum masuknya pengaruh Hindu ke Sumatera Barat , belum ditemukan istilah lembaga nagari tersebut. Perkauman Minangkabau masih terbagi dalam berbagai-bagai kelompok genealogis yang mendiami tanah-tanah tertentu. Jika sebelum pengaruh Hindu datang sudah ada pembagian nagari, tentu sudah ada istilah di dalam logat Minangkabau.

ASAL NAGARI MENURUT PERTUMBUHANNYA1. TaratakDalam adat asal nagari menurut pertumbuhannya dikatakan :

15

Page 17: Budaya Minang

Taratak mulo dibuekSudah taratak manjadi dusunSudah dusun manjadi kotoSudah koto jadi nagari

(taratak mula dibuat, sudah taratak menjadi dusun, sudah dusun menjadi koto, sudah koto menjadi nagari)

Dari ketentuan di atas maka tempat yang mula-mula didiami oleh nenek moyang orang Minangkabau adalah taratak. Taratak asal kata dari “tatak” yang berarti membuat. Pengertian membuat yaitu membuat tempat tinggal. Sebagian pimpinan pada taratak ini adalah kepala taratak (tuo taratak).

2. DusunPertumbuhan dari taratak menjadi dusun. Orang yang tinggal

dalam satu dusun, telah mempunyai peraturan-peraturan hidup bermasyarakat sesama anggota dusun. Pada dusun ini belum didirikan rumah gadang. Sebagai pimpinan di dusun ini disebut kepala dusun (kapalo dusun).

3. KotoKoto berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “kuta” yang berarti

suatu tempat yang diperkuat untuk menahan serangan musuh. Pada masa dahulu di Minangkabau, koto dipagar dengan bambu berduri dan adakalanya dilingkari dengan tanah dan batu. Pada saat sekarang tidak dijumpai lagi koto yang dipagari dengan bambu berburi. Di dalam koto sudah terdapat kumpulan rumah gadang yang didirikan berdekat-dekatan dan masing-masing mempunyai pekarangan. Pada mulanya koto didiami oleh orang-orang yang berasal dari sebuah paruik (peru) dari nenek yang sama. Lama kelamaan kumpulan rumah gadang yang ada di koto ini ditambah dengan rumah baru yang didirikan oleh orang-orang yang datang kemudian. Orang baru yang datang ke koto tersebut harus seizin dari orang yang mendirikan koto tersebut.

4. NagariGabungan dari koto merupakan nagari. Penduduk suatu nagari

merupakan satu satuan sosial, yang berdasarkan kebudayaan dan kebatinan. Nagari mempunyai hak otonom sendiri dan mempunyai wilayah dan batas-batas tertentu dengan nagari lainnya.

NAGARI NAN AMPEK

Pada zaman dahulu syarat sebuah nagari terdiri dari empat suku, bahkan ada pula sebuah nagari yang lebih terdiri dari empat suku. Dalam pesukuan, penghulu suku dibantu oleh manti, mali, dan dubalang. Orang-orang inilah yang disebut sebagai orang ampek jinih (empat jenis). Orang

16

Page 18: Budaya Minang

ampek jinih mempunyai tugas dan kewajiban yang berlain-lainan dan masing-masing berdiri sendiri di atas tempatnya dan bersifat turun-temurn. Tiap-tiap suku pada masa dahulu terdiri dari atas kampung-kampung, dan tiap suku tidak sama jumlah kampungnya. Berdasarkan banyaknya dapat disebutkan:1. Suku nan sambilan (9 kampung)2. Suku nan ampek (4 kampung)3. Suku nan limo (5 kampung)4. Suku nan anam (6 kampung)

Ikatan batin antara orang yang sesuku sangat besar sekali, karena mereka yang sesuku beranggapan berasal dari satu nenek yang sama pada masa dahulunya. Rasa seberat seringan, sehina semalu antara orang sesuku dikatakan, malu tak dapek dibagi, suku tak dapek dianjak (malu tidak dapat dibagi, suku tidak dapat dipindahkan).

IKATAN KEKELUARGAAN DALAM NAGARI NAN AMPEK

Penduduk suatu nagari bukan saja merupakan satu kesatuan sosial, tetapi mereka juga diikat oleh kehendak ingin hidup bersama dengan rukun. Mereka juga patuh kepada norma-norma pergaulan hidup bersama.

Setelah hidup bersama dalam suatu nagari, orang-orang yang berasal dari berbagai suku itu akhirnya menjadi satu perkauman teritorial dan mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama. Hal ini menimbulkan semangat gotong-royong, saling tolong-menolong dan ingin menciptakan kedamaian sesama masyarakat nagari. Segala permasalahan baik dan buruk semuanya dilaksanakan secara musyawarah.

Kerapatan adat nagari, merupakan dewan tertinggi dalam nagari. Berbagai

permasalahan yang tidak terselesaikan pada tingkat bawah diputuskan dalam kerapatan adat nagari. Pengesahan dari kerapatan adat nagari mengenai sesuatu permasalahan merupakan pengesahan tertinggi. Dalam hal ini tentu yang berkaitan dengan permasalahan adat.

Demikian pula segala sesuatu yang sifatnya menyangkut nagari, harus sampai ketingkat

kerapatan adat nagari. Sebagai contohnya pengangkatan penghulu, mendirikan rumah gadang dan lain-lain. Kerapatan adat nagari juga mempunyai hak untuk membuat peraturan-peraturan yang berguna untuk kepentingan anak kemenakan. Hal ini dikatakan juga sebagai adat yang teradat, yaitu adat yang bersumber dari kesepakatan ninik mamak dalam nagari, dan tidak bertentangan dengan adat yang diadatkan.

17

Page 19: Budaya Minang

Untuk kesejahteraan anak nagari, maka nagari juga mempunyai sumber-sumber pendapatan. Orang yang mengerjakan tanah ulayat harus menyerahkan sebahagian hasilnya yang telah ditentukan oleh adat kepada nagari. Hasil-hasil yang dipungut dari hutan, laut, sungai yang berada dalam wilayah nagari sebahagian harus diserahkan pada nagari. Dalam adat dikatakan : “karimbo babungo kayu, kalauik babungo karang, ka ladang babungo ampiang”, (kerimba berbunga kayu, kelaut berbunga karang, ke ladang berbunga emping).

SYARAT BERDIRINYA SEBUAH NAGARI

Pada masa dahulu berdirinya sebuah nagari apabila telah memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :1. Babalai (mempunyai balairung adat)2. Bamusajik (mempunyai mesjid)3. Balabuah (mempunyai jalan raya)4. Batapian (mempunyai tempat mandi umum)

Jadi dari syarat nagari yang dikemukakan di atas terlihat sebuah nagari itu hendaklah menunjukan masyarakat yang beragama, beradat, mempunyai prinsip musyawarah berperekonomian yang baik. Dengan syarat-syarat nagari ini hendaknya diwujudkan masyarakat yang aman dan sentosa, lahir dan batin. Dalam adat dikatakan “bumi sanang padi manjadi, padi masak jaguang maupiah, taranak bakambang biak, nagari aman santoso”, (bumi senang padi menjadi, padi masak jagung mengupih, ternak berkembang biak, negeri aman sentosa).

Bila diuraikan lagi persyaratan nagari di atas dapat dikemukakan, mesjid adalah simbol dari agama. Mesjid tempat melakukan ibadah dan juga mesjid tempat bermusyawarah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan agama. Secara tidak langsung dengan adanya mesjid juga menunjukan, bahwa masyarakatnya adalah pemeluk agama islam.

Balai adat sebagai perlambang, bahwa musyawarah merupakan landasan untuk menghadapi dan memecahkan sesuatu permasalahan yang terdapat dalam nagari. Labuah adalah sebagai sarana perhubungan dan ekonomi masyarakat, sedangkan tapian tempat mandi merupakan lambang bahwa masyarakat nagari hendaklah menjaga kebersihan dan kesehatan.

KEBESARAN NAGARIYang menjadi kebesaran nagari adalah sebagai berikut :

Basawah baladangBaitiak baayamBatabek batanam ikan

18

Page 20: Budaya Minang

Bapandam bapakuburanBakorong bakampuangBadusun batarak(bersawah berladang, beritik berayam, bertebat tempat memelihara ikan, berpandam berpekuburan, berkorong berkampung, berdusun bertaratak).

Dilihat dari kebesaran nagari tersebut dapatlah disimpulkan, bahwa nagari harus mempunyai sawah ladang sebagai tempat sumber kehidupan masyarakat. Dalam sebuah nagari juga ada taratak dan dusun, sebagai tempat berladang bagi anak nagari. Taratak dan dusun jauh dari pusat nagari. Taratak merupakan hutan jauah diulangi (hutan jauh diulangi), maksudnya tempat perulangan bagi orang kampung untuk mengolah ladang. Kadang-kadang mereka mendiami taratak, tinggal diperladangannya, dan adakalanya pulang ketempat asal.

Dusun dikatakan juga hutan dakek dikendono-I atau (hutan dekat dipelihara). Dusun juga tempat perladangan bagi penduduk kampung. Perladangan itu sudah dikendonoi dan dipelihara baik. Sudah ada orang bertempat tinggal secara menetap.

Untuk kesejahteraan rakyat nagari, penduduknya juga hendaklah memelihara kerbau, kambing, sapi, ayam dan itik. Hal ini mengingatkan kepada masyarakat bahwa mata pencaharian itu jangan semata mengharapkan hasil pertanian saja. Sebuah nagari juga diberi korong dan kampung-kampung dalam hal ini memudahkan lancarnya roda pemerintahan nagari. Selanjutnya termasuk kebesaran nagari adalah anak kemenakan atau disebut juga adanya rakyat. Anak kemenakan inilah bersama pimpinan yang akan mewujudkan sebauah nagari menjadi besar.

PERHIASAN NAGARI

Agar bersemarak secara lahir dan batin, sebuah nagari harus memenuhi persyaratansebagai berikut :1. Rumah gadang (rumah adat beranjung)2. Lumbuang bapereang (lumbung berukir)3. Ameh perak (emas dan perak)4. Sawah ladang, banda buatan (sawah ladang, bandar buatan)5. Kabau, jawi (kerbau dan sapi)6. Tabek (kolam ikan)

Rumah gadang disamping tempat tinggal tetapi juga membawa semarak atau dapat dijadikan perhiasan oleh sebuah nagari. Bangunannya yang anggun penuh dengan ukiran dan tersusun rapi dan dipagar dengan pohon puding memberi arti tersendiri bagi orang yang

19

Page 21: Budaya Minang

memandangnya. Demikian pula lambung berukir atau rangkiang yang berderet di depan rumah gadang juga menambah cahaya nagari.

Sawah ladang bandar buatan juga merupakan perhiasan nagari, karena sawah dibuat babidang di nan data, ladang bajanjang di nan lereang, banda baliku turuik bukik (sawah berbidang di tempat yang datar, ladang berjenjang di tempat yang lereng, bandar berliku menuruti bukit). Secara alamiah telah memberi hiasan kepada sebuah nagari dan secara tersirat memberi hiasan terhadap masyarakatnya yang makmur di bidang perekonomian.

Kerbau dan sapi yang banyak dipelihara oleh anak nagari di padang pengembalaan juga memberikan pemandangan yang romantis. Namun dalam pengertian sebenarnya, kerbau dan sapi sebagai lambang kekayaan masyarakatnnya yang dapat membawa kehidupan rakyat nagari menjadi bersemarak. Demikian pula kolam ikan yang terdapat di tiap-tiap nagari juga merupakan hiasan bagi nagari tersebut, dan dari padanya juga mendatangkan hasil. Sebagai perhiasan nagari kelihatannya merupakan perpaduan antara alam dengan manusia dan budayanya.

PAGARAN NAGARI

Agar sebuah nagari bisa kokoh maka harus di pagar. Yang termasuk pagaran nagari

adalah jago, sijanto, mupakai, parik, kawan, luruih, bana (bangun, senjata, mufakat, parit, kawan, lurus, benar). Bila dikelompokkan pula pagaran nagari ini terbagi dua yaitu pagaran yang bersifat kebendaan dan pagaran yang bersifat abstrak.

Senjata dan parit merupakan pagaran yang bersifat kebendaan. Pada masa dahulu untuk mempertahankan nagari dari gangguan luar maka nagari diberi berparit. Tujuannya agar musuh yang datang menjadi tertahan, di samping itu persenjataan juga dipergunakan untuk pertahanan diri.

Selanjutnya yang penting memagari nagari dari ancaman dari dalam nagari sendiri, seperti pelanggaran adat dan penyelewengan terhadap norma-norma adat yang berlaku dan lain-lain. Agar nagari tersebut tetap kokoh maka masyarakat harus jago atau waspada. Segala hal-hal yang mungkin timbul yang sifatnya merusak harus dicegah.

Kemudian setiap menghadapi permasalahan atau mengambil keputusan harus dilaksanakan melalui jalan mufakat. Dengan adanya musyawarah mencari mufakat maka segala pertikaian yang sifatnya memecah kesatuan dapat dihindari. Juga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sifat selalu mencari kawan sangat diutamakan. Harus pandai

20

Page 22: Budaya Minang

berkawan sesama anggota masyarakat agar tidak terjadi silang sengketa yang merugikan.

Agar nagari aman sentosa juga sifat lurus dan benar harus dimiliki masyarakatnya. Masyarakatnya diminta untuk menuruti segala sesuatu yang telah digariskan oleh adat dan tidak boleh menyimpang. Bila terjadi penyimpangan tentu akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat itu sendiri, sifat “luruih” juga harus dimiliki oleh seseorang dalam pergaulannya sesama anggota masyarakat.

Yang terakhir bahwa kebenaran harus ditegakkan walaupun yang salah itu keluarga sendiri. Sebagaimana dikatakan tibo dimato indak dipiciangkan, tibo di paruik indak dikampihkan (tiba di mata tidak dipicingkan, tiba diperut tidak dikempiskan). Mempunyai sifat yang benar dalam kehidupan akan menghindarkan diri seseorang dari sifat penipu dan merugikan orang lain. Bagi pemimpin dalam tugasnya supaya bakato bana ma hukum adia (berkata benar menghukum adil).

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pagaran nagari bukanlah terletak dari kekuatan fisik semata, melainkan terletak pula pada pemahaman dan kepatuhan terhadap ajaran adat itu sendiri.

BATASAN NAGARI

Batas nagari ditentukan oleh batas-batas alam seperti sungai, bukit, hutan dan lain-lain.

Rakyat dari sebuah nagari merupakan penduduk yang berada dalam ruang lingkup nagari tersebut dengan batas-batas tertentu. Mengenai batas teritoral nagari ini dikatakan juga dalam adat “sawah dibari bapamatang, ladang babintalak, padang dibari balinggundi, rimbo baanjiluang” (sawah diberi berpematang, ladang berbintalak, pedang diberi linggundi, rimba beranjilu). Bintalak merupakan batas antara ladang seseorang dengan orang lain dan batas ini dengan tumbuh-tumbuhan hidup sebagai pagaran. Linggundi sejenis pohon lontas yang mudah hidup di padang tempat pengembalaan. Anjiluang sejenis kayu hutan yang mudah kelihatan dari jauh pada musim berbunga.

Batas-batas nagari berdasrkan kepada alam yang kemungkinan tidak banyak mengalami perubahan, menghindarkan persengketaan antara satu nagari dengan nagari lainnya. Batas alam seperti ini berupa bukit, sungai, gunung dan lain-lain. Namun demikian kemungkinan adakalanya terjadi perselisihan antara satu nagari dengan nagari lainnya bila batas-batas nagari hanya ditandai dengan pohon-pohon seperti anjiluang yang bisa mati.

21

Page 23: Budaya Minang

Luas wilayah nagari sama dengan tanah ulayat dari suku-suku yang mendirikan nagari ditambah dengan daerah-daerah kantong, yaitu tanh-tanah yang terletak antara masing-masing ulayat suku.

Batas-batas antara satu nagari dengan nagari lainnya, didudukkan secara musyawarah oleh ninik mamak masing-masing pada masa dahulu dengan demikian kemungkinan terjadinya silang sengketa yang akan timbul kecil sekali.

SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI

Untuk kelancaran pemerintahan nagari mulai dari taratak sampai ke nagari sudah diatur

secara bertingkat sedemikian rupa. Dimana taratak dipimpin oleh kepala taratak. Dusun dipimpin oleh kepala dusun. Rumah diberi bertungganai, kaum di kepalai oleh kepala kaum, suku dipimpin oleh penghulu-penghulu suku.

Penghulu-penghulu suku mewakili sukunya masing-masing dalam kerapatan adat nagari, dan mereka inilah yang menggerakkan roda pemerintahan nagari. Segala permasalahan harus “berjenjang naik bertangga turun”. Sebelum sampai kepada pemerintahan nagari harus diselesaikan dari bawah dan bila tidak ada juga penyelesaian baru dibawa ke tingkat kerapatan adat nagari. Demikian pula hasil kerapatan nagari agar sampai kepada anak kemenakan juga melalui tingkatan atau “beratangga turun”. Penghulu-penghulu suku menyampaikan kepada kepala kaum, dan seterusnya kepada tungganai. Barulah dari tungganai diteruskan lagi kepada anak kemenakan.

Sistem pemerintahan yang dipakai oleh masing-masing nagari tergantung pada kelahiran nagari tersebut dan suku yang ada di dalam nagari itu. Dua sistem adat yang dipakai adat pemerintahan nagari koto Piliang atau Bodi Chaniago yang sama-sama berazaskan demokrasi.

RUMAH GADANG

Rumah Gadang Minangkabau merupakan rumah tradisional hasil kebudayaan suatu suku bangsa yang hidup di daerah Bukit Barisan di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera bagian tengah. Sebagaimana halnya rumah di daerah katulistiwa, rumah gadang dibangun di atas

22

Page 24: Budaya Minang

tiang (panggung), mempunyai kolong yang tinggi. Atapnya yang lancip merupakan arsitektur yang khas yang membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di daerah garis katulistiwa itu.

ARSITEKTURMasyarakat Minangkabau sebagai suku bangsa yang menganut

falsafah “alam takambang jadi guru”, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang harmonis tetapi juga dinamis, sehingga kehidupannya menganut teori dialektis, yang mereka sebut “bakarano bakajadian” (bersebab dan berakibat) yang menimbulkan berbagai pertentangan dan keseimbangan. Buah karyanya yang menumental seperti rumah gadang itu pun mengandung rumusan falsafah itu. Bentuk dasarnya, rumah gadang itu persegi empat yang tidak simetris yang mengembang ke atas. Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan rumah Iandai seperti badan kapal. Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapesium terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian tengah, secara estetika merupakan komposisi yang dinamis.

Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segi tiga yang juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Jadi, garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis.

Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin. Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.

23

Page 25: Budaya Minang

RAGAM RUMAH GADANG

Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk, ukuran, serta gaya kelarasan dan gaya luhak. Menurut bentuknya, ia lazim pula disebut rumah adat, rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah lanjarnya. Lanjar ialah ruas dari depan ke belakang. Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Lazimnya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.

Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran Koto Piliang disebut sitinjau lauik. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah barpanggung). Sedangkan rumah dan aliran Bodi Caniago lazimnya disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dan aliran Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto.

Berikut ini adalah ragam Luhak. 1. Bodicaniago Surambi  papek (Ragam Luhak Agam)2. Bodicaniago Rajo Babandiang (Ragam Luhak Limo Puluah Koto)3. Koto Piliang Sitingjau Lauik (Ragam Luhak Tanah Datar)

Rumah kaum yang tidak termasuk aliran keduanya, seperti yang tertera dalam kisah  Tambo bahwa ada kaum yang tidak di bawah pimpinan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih  nan Sabatang, yakni dari aliran Datuk Nan Sakelap Dunia di wilayah Lima Kaum, memakai hukumnya sendiri. Kedudukan kaum ini seperti diungkapkan pantun sebagai berikut :

Pisang si kalek-kalek utan,Pisang tambatu nan bagatah.Koto Piliang  inyo bukan,Bodi Caniago inyo antah.

Maksudnya :

Pisang si kalek-kalek hutan,Pisang tambatu yang bergetah,Koto Piliang mereka bukanBodi Caniago mereka antah.

24

Page 26: Budaya Minang

Rumah gadang kaum ini menurut tipe rumah gadang Koto Piliang, yaitu memakai anjung pada kedua ujung rumahnya. Sedangkan sistem pemerintahannya menurut aliran Bodi Caniago. Rumah gadang dari tuan gadang di Batipuh yang bergelar Harimau Campo Koto Piliang yang bertugas sebagai panglima, disebut rumah batingkok (rumah bertingkap). Tingkapnya terletak di tengah puncak atap. Mungkin tingkap itu digunakan sebagai tempat mengintip agar panglima dapat menyiapkan kewaspadaannya. 

Jika menurut gaya luhak, tiap luhak mempunyai gaya dengan namanya yang tersendiri. Rumah gadang Luhak Tanah Datar dinamakan gajah maharam karena besarnya. Sedangkan modelnya rumah baanjuang karena luhak itu menganut aliran Kelarasan Koto Piliang. Rumah gadang Luhak Agam dinamakan surambi papek (serambi pepat) yang bentuknya bagai dipepat pada kedua belah ujungnya. Sedangkan rumah gadang Luhak Lima Puluh Koto dinamakan rajo babandiang (raja berbanding) yang bentuknya seperti rumah Luhak Tanah Datar yang tidak beranjung).

Pada umumnya rumah gadang itu mempunyai satu tangga, yang terletak di bagian depan. Letak tangga rumah gadang rajo babandiang dari Luhak Lima Puluah Koto di belakang. Letak tangga rumah gadang surambi papek dari Luhak Agam di depan sebelah kiri antara dapur dan rumah. Rumah gadang si tinjau lauik atau rumah baanjuang dan tipe Koto Piiang mempunyai tangga di depan dan di belakang yang letaknya di tengah. Rumah gadang yang dibangun baru melazimkan letak tangganya di depan dan di bagian tengah.

Dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding. Tangga rumah gadang rajo babandiang terletak antara bagian dapur dan rumah. Dapur rumah gadang surambi papek, dibangun terpisah oleh suatu jalan untuk keluar masuk melalui tangga rumah.

RANGKIANG  

Setiap rumah gadang mempunyai rangkiang, yang ditegakkan di halaman depan. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. Ada empat macam jenisnya dengan fungsi dan bentuknya yang berbeda. Jumlah rangkiang yang tertegak di halaman memberikan tanda keadaan penghidupan kaum. 

25

Page 27: Budaya Minang

 

Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya bergonjong dan dibuat dari ijuk. Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dan salah satu dinding singkok (singkap), yaitu bagian segi tiga lotengnya. Tangga bambu untuk menaiki Rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk keperluan lain dan bila tidak digunakan disimpan di bawah kolong rumah gadang. Keempat jenis Rangkiang itu ialah :

1. Si tinjau lauik (si tinjau taut), yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri. Tipenya lebih langsing dan yang lain, berdiri di atas empat tiang. Letaknya di tengah di antara rangkiang yang lain.

2. Si bayau-bayau, yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari. Tipenya gemuk dan berdiri di atas enam tiangnya. Letaknya di sebelah kanan.

3. Si tangguang lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik. Tipenya bersegi dan berdiri di atas empat tiangnya.

4. Rangkiang  Kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya. Atapnya tidak bergonjong dan bangunannya lebih kecil dan rendah. Ada kalanya bentuknya bundar.

BALAIRUNG DAN MASJID   

Balairung ialah bangunan yang digunakan sebagai tempat para penghulu mengadakan rapat tentang urusan pemerintah nagari dan menyidangkan perkara atau pengadilan. Bentuknya sama dengan rumah gadang, yaitu diba ngun di atas tiang dengan atap yang bergonjong-gonjong, tetapi kolongnya lebih rendah dan kolong rumah gadang. Tidak berdaun pintu dan berdaun jendela. Ada kalanya balairung itu tidak berdinding sama sekali, sehingga penghulu yang mengadakan rapat dapat diikuti oleh umum seluas-luasnya.

Seperti dalam hal rumah gadang, maka kedua kelarasan yang berbeda aliran itu mempunyai perbedaan pula dalam bentuk balairung

26

Page 28: Budaya Minang

masing-masing. Balai rung kelarasan Koto Piliang mempunyai anjung pada kedua ujungnya dengan Iantai yang lebih tinggi. Lantai yang lebih tinggi digunakan sebagai tempat penghulu pucuk. Anjungnya ditempati raja atau wakilnya. Pada masa dahulu, lantai di tengah balairung itu diputus, agar kendaraan raja dapat langsung memasuki ruangan. Lantai yang terputus di tengah itu disebut lebuh gajah. Sedangkan balairung kelarasan Bodi Caniago tidak mempunyai anjung dan lantainya rata dan ujung ke ujung.

Balairung dari aliran ketiga, seperti yang terdapat di Nagari  tabek, Pariangan, yang dianggap sebagai balairung yang tertua, merupakan tipe lain. Balairung ini diberi labuah gajah, tetapi tidak mempunyai anjung. Bangunannya rendah dan tanpa dinding sama sekali, sehingga setiap orang dapat melihat permufakatan yang diadakan di atasnya.

Tipe lain dan balairung itu ialah yang terdapat di Nagari Sulit Air. Pada halaman depan diberi parit, sehingga setiap orang yang akan masuk ke balai rung harus melompat lebih dahulu. Pintu balairung diletakkan pada lantai dengan tangganya di kolong, sehingga setiap orang yang akan naik ke balairung itu harus membungkuk di bawah Iantai.

Balairung hanya boleh didirikan di perkampungan yang berstatus nagari. Balainya pada nagari yang penduduknya terdiri dan penganut kedua aliran kelarasan, bentuknya seperti balairung Koto Piliang, tetapi dalam persidangan yang diadakan di sana lantai yang bertingkat tidak dipakai. Ini merupakan suatu sikap toleransi yang disebutkan dengan kata “habis adat oleh kerelaan”.

 

 Mesjid Bodi Chaniago

27

Page 29: Budaya Minang

  Mesjid Kotopiliang

Apabila balairung digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, maka masjid merupakan pusat kegiatan kerohanian dan ibadah. Masjid hanya boleh didirikan di nagari dan koto. Bentuk bangunannya selaras dengan rumah gadang, yakni dindingnya mengembang ke atas dalam bentuk yang bersegi empat yang sama panjang sisinya. Atapnya lancip menjulang tinggi dalam tiga tingkat. Di samping masjid, juga didapati pula semacam bangunan yang dinamakan surau. Jika masjid adalah milik nagari, maka surau adalah milik kaum. Surau digunakan juga sebagai asrama kaum laki-laki, duda, dan bujangan. Di surau itulah tiap kaum memberikan pendidikan ilmu pengetahuan kepada anak-anak muda.

G. ADAT PERKAWINAN DI MINANGKABAU

Dalam adat Minangkabau tidak dibenarkan orang yang sekaum menikah

meskipun mereka sudah berkembang menjadi ratusan orang. Walaupun

agama Islam sudah merupakan panutan bagi masyarakat Minangkabau,

namun perkawinan sesama anggota kaum masih dilarang oleh adat, hal

ini mengingat keselamatan hubungan sosial dan kerusakan turunan. Oleh

karena itu sampai sekarang masyarakat Minangkabau masih tetap kawin

dengan orang di luar sukunya (exogami).

Rangkaian acara adat perkawinan adalah :

Pinang Maminang

Acara ini diprakarsai pihak perempuan. Bila calon suami untuk si gadis

sudah ditemukan, dimulailah perundingan para kerabat untuk

membicarakan calon itu. Pinangan dilakukan oleh utusan yang dipimpin

mamak si gadis. Jika pinangan diterima, perkawinan bisa dilangsungkan.

28

Page 30: Budaya Minang

Batimbang Tando

Batimbang tando adalah upacara pertunangan. Saat itu dilakukan

pertukaran tanda bahwa mereka telah berjanji menjodohkan anak

kamanakan mereka. Setelah pertunangan barulah dimulai

perundingan pernikahan.

Malam Bainai

Bainai adalah memerahkan kuku pengantin dengan daun pacar/inai

yang telah dilumatkan. Yang diinai adalah keduapuluh kuku jari. Acara

ini dilaksanakan di rumah anak daro (pengantin wanita) beberapa hari

sebelum hari pernikahan. Acara ini semata-mata dihadiri perempuan

dari kedua belah pihak.

Pernikahan

Pernikahan dilakukan pada hari yang dianggap paling baik, biasanya

Kamis malam atau Jumat. Acara pernikahan diadakan di rumah anak

daro atau di masjid.

Basandiang dan Perjamuan

Basandiang adalah duduknya kedua pengantin di pelaminan untuk

disaksikan tamu-tamu yang hadir pada pesta perjamuan. Kedua

pengantin memakai pakaian adat Minangkabau. Acara biasanya

dipusatkan di rumah anak daro, jadi segala keperluan dan persiapan

dilakukan oleh pihak perempuan.

Manjalang

Manjalang merupakan acara berkunjung. Acara ini dilaksanakan di

rumah marapulai (pengantin laki-laki). Para kerabat menanti anak

daro yang datang manjalang. Kedua pengantin diiringi kerabat anak

daro dan perempuan yang menjujung jamba, yaitu semacam dulang

berisi nasi, lauk pauk, dsb.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan yang berkaitan dengan

perkawinan ini adalah sebagai berikut:

1. Inisiatif datang dari pihak keluarga perempuan

Lazimnya pada masa dahulu di minangkabau, si gadis tidak

dinyatakan terlebih dahulu apakah ia mau kawin atau tidak, atau

calon suaminya disukai atau tidak. Mamak dengan ayah

kemenakannya melakukan pendekatan terlebih dahulu. Setelah itu

29

Page 31: Budaya Minang

baru dibawa kepada anggota kaum yang pantas untuk berunding atau

bermusyawarah bersama-sama. Dalam hal ini orang sumando

mengajukan calonnya pula. Setelah dapat kata sepakat barulah diutus

utusan untuk menjajaki keluarga laki-laki yang bakal diharapkan

menjadi junjungan kemenakannya.

Perkawinan yang dilakukan atas musyawarah seluruh anggota kaum

dan antara dua kaum sangat diharapkan dalam adat, karena pada

pada dasarnya perkawinan bukan hanya mempertemukan seorang

gadis dengan seorang laki-laki, melainkan mempertemukan dua

keluarga besar. Seandainya terjadi hal-hal yang tidak diingkan,

seperti pertengkaran suami istri, perceraian dan lain-lain, maka

seluruh anggota keluarga merasa bertanggung jawab untuk

menyelesaikannya dan menanggung segala resikonya.

2. Calon menantu cenderung dicari dari keluarga terdekat.

Merupakan ciri khas juga pada masa dahulu calon suami atau istri

mencari hubungan keluarga terdekat, seperti pulang kebako, atau

pulang ke anak mamak. Hal ini lain tidak agar hubungan keluarga itu

jangan sampai putus dan berkesinambungan pada generasi

selanjutnya. Secara tersirat ada juga dengan alasan agar harta

pusaka dapat dimanfaatkan bersama antara anak dan kemenakan.

Hubungan perkawinan keluarga terdekat ini dalam adat dikatakan

juga “kuah tatumpah kanasi, siriah pulang ka gagangnyo” (kuah

tertumpah ke nasi, sirih pulang ke gagangnya).

Malah pada zaman dahulu perkawinan dalam lingkungan sangat

diharuskan, dan bila terjadi seorang laki-laki kawin di luar nagarinya

akan diberi sangsi dalam pergaulan masyarakat adat. Tujuan lainnya

adalah untuk memperkokoh hubungan kekerabatan sesama warga

nagari. Sangat tidak disenangi apabila seorang pemuda telah berhasil

dalam kehidupannya dengan baik, lantas dia kawin diluar kampung

atau nagarinya, hal ini dikatakan ibarat “mamaga karambia condong”

(memagar kelapa condong), buahnyo jatuah kaparak urang (buah

jatuh kekebun orang). Keberhasilan seseorang individu dianggap tidak

terlepas dari peranan anggota kaum, kampung dan nagari. Oleh

30

Page 32: Budaya Minang

sebab itu sudah sepantasnya jangan orang lain yang mendapat

untungnya.

3. Setelah perkawinan suami tinggal di rumah isteri

Berkaitan dengan sistim kekerabatan matrilineal, setelah perkawinan

si suamilah yang tinggal di rumah istrinya. Dalam istilah antropologi

budaya disebut matrilokal.

4. Tali kekerabatan setelah perkawinan

Sebagai rentetan dari hasil perkawinan menimbulkan tali kerabat –

tali kerabat antara keluarga istri dengan keluarga rumah gadang

suami dan sebaliknya, hubungan tersebut, yaitu:

a. Tali kerabat induak bako anak pisang, Saudara-saudara perempuan

dari seorang bapak, adalah induak bako dari anak-anaknya.

Sedangkan anak-anak dari seorang bapak merupakan anak pisang

dari saudara-saudara perempuan bapaknya. Anak-anak

perempuan dari saudara-saudara perempuan bapak adalah

“bakonya”.

b. Tali kekerabatan sumando dan pasumandan. Bagi seluruh anggota

rumah gadang istri, suaminya, menjadi urang sumando (orang

semenda) seseorang istri bagi keluarga suaminya menjadi

pasumandan.

c. Tali kekerabatan ipar, bisan dan menantu. Bagi seorang

suami, saudara-saudara perempuan istrinya menjadi bisannya.

Sedangkan saudara-saudara laki-laki dari istrinya adalah menjadi

iparnya. Sebaliknya, saudara-saudara perempuan suaminya adalah

merupakan bisannya, dan saudara laki-laki suaminya menjadi

iparnya. Dalam kehidupan sehari-hari orang Minangkabau

menyebut ipar, bisan ini dengan “ipa bisan” dan kadang-kadang

disambung saja jadi “pabisan”.

Bagi orang Minangkabau menantu dibedakan atas dua bagian.

Pertama menantu sepanjang syarak. Bagi seorang suami istri dan

31

Page 33: Budaya Minang

saudara laki-lakinya, istri-istri atau suami-suami anaknya merupakan

menantu sepanjang syarak. Yang kedua, menantu sepanjang adat,

maksudnya bagi seorang mamak beserta istri dan saudara-saudara

laki-lakinya, istri atau suami kemenakan merupakan menantu

sepanjang adat.

. Peranan Ibu Dan Bapak dalam Keluarga

Dalam proses sosialisasi seorang individu dalam rumah gadang

banyak ditentukan oleh peranan ibu dan mamak. Sedangkan ayahnya

lebih berperan di tengah-tengah paruiknya.

Pengertian ibu dalam hal ini bukan berarti ibu dari anak-anaknya

melainkan sebagai sebutan dari semua wanita yang sudah

berkeluarga dalam sebuah rumah gadang. Sedangkan untuk wanita

keseluruhan orang Minangkabau menyebut perempuan. Perempuan

Minangkabau sangat dihormati. Ini dapat dilihat dimana garis

keturunan ditarik dari garis ibu, rumah tempat kediaman

diperuntukkan bagi wanita, hasil sawah ladang juga untuk wanita dan

lain-lain.

Setelah mulai besar, anggota seluruh rumah gadang adalah keluarga

dan merupakan suatu kelompok yang mempunyai kepentingan yang

sama pula terhadap dunia luar yaitu dari orang-orang rumah gadang

lainnya.

Anak-anak perempuan yang meningkat gadis selalu berada disamping

ibunya dan perempuan-perempuan yang sudah dewasa di dalam

rumah gadang. Dia diajari memasak membantu ibunya di dapur,

mengurus rumah tangga, menjahit dan menyulam.

Dalam sistem keturunan matrilineal, ayah bukanlah anggota dari garis

keturunan anak-anaknya. Dia dipandang sebagai tamu dan

diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga, yang tujuannya terutama

memberi keturunan. Seorang suami di rumah gadang istrinya sebagai

seorang sumando. Namun demikian bukanlah berarti laki-laki tersebut

hilang kemerdekaannya. Ia tetap merdeka seperti biasa sebelum

kawin dan boleh beristri dua, tiga sampai empat, tanpa dapat

32

Page 34: Budaya Minang

dihalangi oleh istrinya. Dia boleh menceraikan istrinya, jika dia atau

keluarganya tidak senang dengan kelakuan istrinya. Sebaliknya istri

dapat pula meminta cerai dari suaminya jika dia tidak cinta lagi

kepada suaminya atau bilamana pihak keluarganya tidak senang

melihat kelakuan menantunya atau kelakuan salah seorang keluarga

menantunya.

Bila diperhatikan pula, ungkapan-ungkapan adat memperlihatkan

bahwa seorang ayah di dalam kaum istrinya tidak mempunyai

kekuasaan apa-apa dalam keluarga istrinya, termasuk terhadap anak-

anaknya sebagaimana dikatakan “sedalam-dalam payo, sahinggo

dado itiak, saelok-elok urang sumando sahingga pintu biliak”

(sedalam-dalam paya, sehingga dada itik, sebaik-baik orang semenda

sehingga pintu bilik). Dikatakan juga, suami ibarat “abu di ateh

tunggua” (abu di atas tunggul), datang angin, semuanya

berterbangan.

Ada beberapa hal yang mendukung mengapa peranan ayah begitu

kecil sekali terhadap anak/istri dan kaum keluarga istrinya waktu itu.

Kehidupan waktu itu masih bersifat rural agraris yaitu kehidupan

petani sebagai sumber penghidupan. Penduduk yang masih jarang,

harta yang masih luas dan memungkinkan seorang ayah tidak perlu

memikirkan kehidupan sosial ekonominya. Disamping itu seorang

ayah tidak perlu memikirkan tentang biaya pendidikan anak-anaknya

karena sekolah formal waktu itu tidak ada. Secara tradisional seorang

anak meniru pekerjaan mamaknya.

Dalam proses selanjutnya terjadi perubahan peranan ayah terhadap

anak dan istrinya karena berbagai faktor sesuai dengan

perkembangan sejarah. Munculnya keinginan merantau dari orang

Minangkabau, masuknya pengaruh islam dan pendidikan modern

telah membawa perubahan-perubahan cara berfikir dalam hidup

berkeluarga dan dalam tanggung jawab terhadap anak istrinya.

Pergeseran peranan mamak kepada ayah mulai terjadi setelah

mantapnya agama islam menjadi panutan masyarakat Minangkabau.

Agama islam secara tegas menyatakan bahwa kepala keluarga adalah

33

Page 35: Budaya Minang

ayah. Dalam permulaan abad ke XIX pengaruh barat, terutama melalui

jalur pendidikan ikut juga memperkuat kedudukan dan peranan ayah

ditengah-tengah anak istrinya. Namun demikian bukan berarti

bergesernya sistem kekerabatan matrilineal kepada patrilineal.

H. SISTEM KEKERABATAN DALAM ADAT MINANGKABAU :

Berbeda dengan kebanyakan suku di Indonesia, masyarakat

Minangkabau memakai sistem kekerabatan matrilineal. Para ahli

antropologi sependapat bahwa garis-garis keturunan matrilineal

merupakan yang tertua dari bentuk garis keturunan lainnya.

Dalam sistem kekerabatan matrilinial terdapat 3 unsur yang paling

dominan yaitu

Garis keturunan "menurut garis ibu"

Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri yang

sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.

Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, pengamanan

kekayaan dan kesejahteraan keluarga.

Sampai saat ini masyarakat Minangkabau masih bertahan dengan garis

keturunan ibu dan tidak mengalami evolusi. Disamping itu garis

keturunan ibu di Minangkabau erat kaitannya dengan sistem kewarisan

sako dan pusako. Seandainya garis keturunan mengalami perubahan

maka akan terjadi suatu perubahan dari sendi-sendi adat Minangkabau

sendiri. Oleh karena itu, bagi orang Minangkabau garis keturunan bukan

hanya sekedar menentukan garis keturunan anak-anaknya melainkan

erat sekali hubungannya dengan adatnya.

Istilah dalam hubungan kekerabatan di Minangkabau:

Mamak

Kamanaka

n

:

:

saudara laki-laki ibu

anak saudara perempuan dari seorang laki-laki

Sumando

Pasumand

:

:

hubungan seorang laki-laki dengan suami saudara

perempuannya

34

Page 36: Budaya Minang

anhubungan urang sumando dengan keluarga istrinya

yang laki-laki

Minantu

Mintuo

:

:

suami/istri dari anak

orang tua dari suami/istri

Induak

bako

Anak

pisang

:

:

ibu dari bapak, ibu dari para bako (saudara perempuan

bapak)

anak saudara laki-laki dari seorang perempuan

Ada dua bentuk kekerabatan di Minangkabau:

1. Kekerabatan dalam suku, terjadi karena sistem matrilineal yang

dianut orang Minangkabau.

Contoh : ibu – anak, mamak – kamanakan, dsb.

2. Kekerabatan luar suku, terjadi karena adanya perkawinan.

Contoh : sumando – pasumandan, minantu – mintuo, induak bako –

anak pisang, dsb.

Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal,

yakni kekerabatan yang menarik garis keturunan menurut garis ibu. Jadi

suku seseorang di Minangkabau mengikuti suku ibunya. Seorang

perempuan memiliki kedudukan istimewa di dalam kaum. Orang sesuku

tidak boleh menikah. Yang menguasai harta pusaka adalah ibu dan yang

mengikat tali kekeluargaan rumah gadang adalah hubungan dengan

harta pusaka dan sako (gelar).

Wanita tertua di kaum dijuluki limpapeh atau amban puruak. Ia

mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum.

Pembagian harta diatur olehnya.

Sedangkan laki-laki tertua di kaum dijuluki tungganai. Ia bertugas

sebagai mamak kapalo warih. Ia hanya berkuasa untuk memelihara,

mengolah, dan mengembangkan harta milik kaum, tapi tidak untuk

menggunakannya.

Perempuan secara alamiah adalah makhluk yang lemah dibanding laki-

laki, namun mereka memiliki kelebihan yakni teliti, hemat, dan pandai

35

Page 37: Budaya Minang

menggunakan harta untuk keperluannya. Oleh karena itu, kekerabatan

matrilineal menguasakan penggunaan harta pusaka pada kaum

perempuan. Karena sifat lemah perempuan itu pulalah, dalam

perkawinan, suamilah yang datang ke rumah istrinya. Jadi jika mereka

bercerai, suamilah yang meninggalkan rumah

Dalam keunikan adat Minangkabau, perempuan menempati kedudukan

istimewa. Sistem matrilineal, matrilokal dan sistem kewarisan menjadi

bukti keistimewaan kedudukan kaum perempuan. Sekalipun kaum ibu

memiliki kedudukan yang istimewa dalam rumah tangga dan juga harta

pusaka, akan tetapi dia tidak dapat bertindak sewenang-wenang

terhadap rumah dan harta pusaka itu, karena kaum laki-laki seperti

saudara laki-laki yang disebut mamak mempunyai hak pengawasan,

apalagi dalam melakukan hubungan perdata dengan pihak lain, tidak

dapat terlaksana tanpa seizin mamak. Semua tindakan terhadap harta

pusaka, baik ke dalam maupun ke luar haruslah berdasarkan mufakat

seluruh anggota laki-laki dan perempuan.

I. SISTEM KEMASYARAKATAN

Persukuan

Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari

organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang

fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat

bermaksud satu per-empat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian

suatu nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah

terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut.

Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis

keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu

keturunan nenek moyang yang sama.

Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit

ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta,

dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal

sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari

seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat

36

Page 38: Budaya Minang

diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka

semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-

keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami

kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.

Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil

atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah

sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada

sebuah rumah gadang secara bersama-sama.[34]

Pakaian khas suku Minangkabau di tahun 1900-an.

Nagari

Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan

daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada

kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di

sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai

tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang

terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut.

Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil

musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan

peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.

Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau

adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga,

dan individu untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya

setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-

keluarganya dengan mencari kekayaan (berdagang) serta

menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.

37

Page 39: Budaya Minang

Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam

istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu

Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi

Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan

di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan

Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang

menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya

setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku.

Penghulu

Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala

kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur

semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang

terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga

akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan

memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia

bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing

kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap

penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-

rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai

sama.

Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan

konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga

posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota

kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan

gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku. Hal ini

mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.

Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari,

merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan

berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang

gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha

membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk

"membeli" gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak

38

Page 40: Budaya Minang

penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga tekanan untuk

menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga kaya.

Kerajaan

Istana Pagaruyung sebuah legitimasi institusi kerajaan Minangkabau.

Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan

bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu

kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada

adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis

pada masa Yunani kuno. Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan

pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari tambo yang ada pada

masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu

sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau

Sumatera dan bahkan sampai semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan

yang ada di wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya,

Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.

Garis keturunan dan kelompok-kelompok masyarakat Minangkabau yang

menjadi inti dari sistem kekerabatan matrilineal ini adalah paruik. Setelah

masuk islam di Minangkabau disebut kaum. Kelompok sosial lainnya

yang merupakan pecahan dari paruik adalah jurai.

Interaksi sosial yang terjadi antara seseorang, atau seseorang dengan

kelompoknya, secara umum dapat dilihat pada sebuah kaum. Pada masa

dahulu mereka pada mulanya tinggal dalam sebuah rumah gadang.

39

Page 41: Budaya Minang

Bahkan pada masa dahulu didiami oleh berpuluh-puluh orang. Ikatan

batin sesama anggota kaum besar sekali dan hal ini bukan hanya

didasarkan atas pertalian darah saja, tetapi juga di luar faktor tersebut

ikut mendukungnya. Secara garis besar faktor-faktor yang mengikat

kaum ini adalah sebagai berikut :

1. Orang Sekaum Seketurunan

Walaupun di Minangkabau ada anggapan orang yang sesuku juga

bertali darah, bila diperhatikan betul asal usul keturunannya agak

sulit dibuktikan. Lain halnya dengan orang yang sekaum. Walaupun

orang yang sekaum itu sudah puluhan orang dan bahkan sampai

ratusan, membuktikan mereka seketurunan masih bisa dicari. Ini

biasanya dilakukan untuk menguji ranji atau silsilah keturunan

mereka.

2. Orang Yang Sekaum Sehina Semalu

Anggota yang melanggar adat akan mencemarkan nama seluruh

anggota kaum dan yang paling terpukul adalah mamak kaum dan

kepala waris yang diangkat sebagai pemimpin kaumnya. Karena

perasaan sehina semalu-cukup mendalam, seluruh anggota selalu

mengajak agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dari

anggota kaumnya. Rasa sehina semalu ini, adat mengatakan : “malu

tak dapek dibagi, suku tak dapek dianjak” (malu tak dapat dibagi,

suku tidak dapat dianjak), artinya malu seorang malu bersama.

Mamak atau wanita-wanita yang sudah dewasa selalu mengawasi

rumah gadangnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini.

3. Orang Yang Sekaum Sepandam Sepekuburan

Untuk menunjukkan orang yang sekaum maka sebuah kaum

mempunyai pandam tempat berkubur khusus bagi anggora kaumnya.

Jadi yang dimakamkan di satu pandam adalah orang yang

seketurunan atau sekaum. Untuk mengatakan seseorang itu sekaum,

ia merupakan orang asal dalam kampung itu kemudian kaum

keluarganya dapat menunjukkan pandamnya. Di dalam adat

40

Page 42: Budaya Minang

dikatakan orang yang sekaum itu sepandam sepekuburan dengan

pengertian satu pandam tempat berkubur.

4. Orang Yang Sekaum Seberat Seringan

Orang yang sekaum seberat seringan sesakit sesenang sebagaimana

yang dikemukakan dalam adat “kaba baik baimbauan, kaba buruk

bahambauan” (kabar baik dihimbaukan, kabar buruk berhamburan).

Artinya bila ada sesuatu yang baik untuk dilaksanakan seperti

perkawinan, berdoa dan lain-lain maka kepada sanak saudara

hendaklah diberitahukan agar mereka datang untuk menghadiri acara

yang akan dilaksanakan. Tetapi sebaliknya semua sanak famili akan

berdatangan, jika mendengarkan kabar buruk dari salah seorang

anggota keluarganya tanpa dihimbaukan sebagai contohnya seperti

ada kematian atau mala petaka lain yang menimpa.

5. Orang Yang Sekaum Seharta Sepusaka

Adat Minangkabau tidak mengenal harta perseorangan. Harta

merupakan warisan dari anggota kaum secara turun temurun. Harta

pusaka kaum merupakan kunci yang kokoh sebagai alat pemersatu

dan tetap berpegang kepada prinsip “harato salingka kaum, adat

salingka nagari” (harta selingkar kaum, adat selingkar nagari).

Selanjutnya garis kekerabatan yang berkaitan dengan kaum ini adalah

jurai. Sebuah kaum merupakan kumpulan dari jurai dan tiap jurai tidak

sama jumlah anggotanya. Setiap jurai membuat rumah gadang pula,

tetapi rumah gadang asal tetap dipelihara bersama sebagai rumah

pusaka kaum. Pimpinan tiap jurai ini disebut tungganai atau mamak

rumah. Anggota suatu jurai merupakan satu kaum.

Pecahan dari jurai disebut samande (seibu) yaitu ibu dengan anak-

anaknya, sedangkan suami atau orang sumando tidak termasuk orang

samande. Orang yang samande diberi “ganggam bauntuk, pagang

bamasieng” (genggam yang sudah diperuntukan dan masing-masing

sudah diberi pegangan), artinya masing-masing orang yang samande

mempunyai bagian atas harta pusaka milik kaumnya. Tetapi mereka

41

Page 43: Budaya Minang

hanya diberi hak untuk memungut hasil dan tidak boleh digadaikan

apalagi untuk menjual bila tidak semufakat anggota kaum.

Masyarakat minangkabau tidak mengenal organisasi masyarakat yang

bersifat adat selain kelompok-kelompok kekerabatan. Demikian instruksi-

instruksi dan aturan pemerintah, soal administratif pedesan, seringkali

disalurkan kepada masyarakat melalui penghulu suku dan penghulu

andiko.

Sebuah suku di samping memiliki seorang penghulu suku juga

mempunyai seorang dulubalang dan manti. Dulubalang bertugas

menjaga keamanan sebuah suku, sedangkan manti mengemban tugas-

tugas keamanan kampeung.

Dalam beberapa masyarakat, seorang penghulu dipilih, sedangkan pada

masyarakat lain penghulu merupakan hak yang hanya dimiliki sebuah

keluarga saja dalam sebuah suku tertentu. Kalau keluarga ini habis, hak

baru dapat pindah ke keluarga lain. Keadaan ini erat kaitannya dengan

ada atau tidaknya stratifikasi sosial di masyarakat itu.

Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial, yang sangat erat dengan kedatangan suatu

keluarga, di masyarakat minangkabau ada tiga macam:

1. Bangsawan

Keluarga yang mula-mula datang di tanah minang

2. Orang biasa

Keluarga yang datang kemudian tetapi tidak ada kaitannya

dengan keluarga asal.

3. Orang yang paling rendah

Keluarga yang datang kemudian dan menumpang pada keluarga

asal dengan jalan menghambakan diri.

Sedangkan menurut pandangan suku minangkabau sendiri terutama

golongan bangsawan (urung asa) ada beberapa istilah untuk

menggambarkan stratifikasi sosial

42

Page 44: Budaya Minang

1. Kamanakan tali pariuk

Keturunan langsung dari urung asa

2. Kamanakan tali budi

Keluarga yang datang kemudian, tetapi karena kedudukan mereka

juga tinggi di tempat asal mereka, atau mereka mampu membeli

tanah yang cukup luas di tanah minang.

3. Kamanakan tali ameh

Pendatang baru yang mencari hubungan keluarga dengan urung

asa, tetapi mereka tidak bergantung kepada urung asa.

4. Kamanakan bawah lutuik

Orang yang menghamba kepada keluarga urung asa. Sistem

pelapisan sosial ini boleh dikatakan makin hilang sekarang.

Pola Kepemimpinan

Mengenai pola kepemimpinan dapat dikatakan sulit untuk melihat

pola yang jelas di kehidupan minangkabau. Kita tidak dapat

mengatakan dengan jelas siapa yang menjadi pemimpin di suatu

paruik. Setiap orang dewasa dapat mempunyai pengaruh sebagai

pemimpin tergantung kepada kewibawaannya.

Seorang panghulu suku atau penghulu andiko juga tidak

mempunyai kekuasaan yang jelas. Mereka lebih dianggap sebagai

orang yang dituakan. Karena kekuasaan pada hakekatnya tidak ada

maka pada kehidupan sehari-hari sesuatu biasanya dijalankan dengan

meyakinkan orang yang barsangkutan.

Seseorang tidak akan berani melawan keputusan orang tuanya

bukan karena orang tua mempunyai kekuasaan tertentu, tetapi lebih

kepada ajaran agama islam yang mereka anut. Mereka tidak ingin

berdosa karena durhaka kepada orang tua.

Secara adat, sistem pemerintahan di minangkabau dibedakan

menjadi dua sistem

1. Laras Bodi Caniago

Merupakan sistem demokrasi dan musyawarah dijunjung tinggi.

43

Page 45: Budaya Minang

2. Laras Koto Piliang

Merupakan sistem otokrasi, penghulu tetap dipegang oleh

keluarga tertentu.

Harta Pusaka

Harta pusaka juga diturunkan melalui garis keturunan ibu sehingga

yang berhak menerima adalah anggota perempuan dari sebuah keluarga.

Anggota laki-laki keluarga minangkabau tidak berhak mendapat harta

pusaka. Mereka hanya berkewajiban menjaga harta itu sehingga harta itu

tidak hilang dan bermanfaat bagi kerabatnya.

J. Hasil Peninggalan Kebudayaan Minangkabau

a. BAHASA

Bahasa Minangkabau mempunyai perkataan yang serupa dengan bahasa

Melayu tetapi berbeda dari segi sebutan dan juga tata bahasa hingga

menjadikannya unik dari bahasa Melayu. Bahasa yang digunakan dalam

keseharian ialah bahasa daerah yang meliputi :

Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau memiliki beberapa dialek, seperti dialek

Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan dan dialek

Payakumbuh. Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan

antarkampung yang dipisahkan oleh sungai sekali pun dapat

mempunyai dialek yang berbeda.

Bahasa Batak

Dialek yang digunakan berupa dialek Mandailing, yang biasanya

digunakan suku Batak Mandailing di daerah Pasaman, yaitu daerah di

sekitar perbatasan Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Bahasa Mentawai

Bahasa Mentawai yang digunakan oleh penduduk yang bertempat

tinggal di daerah Mentawai yang berupa kepulauan dan terletak

beberapa puluh kilometer lepas pantai Sumatra Barat.

Berikut ini adalah perbandingan perbedaan antara beberapa dialek:Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu : Apa katanya kepadamu?

44

Page 46: Budaya Minang

Bahasa Minangkabau "baku" : A keceknyo jo kau?Mandahiling Kuti Anyie : Apo kecek o kö gau?Padang Panjang : Apo keceknyo ka kau?Pariaman : A kato e bakeh kau?Ludai : A kecek o ka rau?Sungai Batang : Ea janyo ke kau?Kurai : A jano kale gau?Kuranji : Apo kecek e ka kau?Salimpaung Batusangkar : Poh ceknyoh kah khau duh?Rao-Rao Batusangkar : Aa keceknyo ka awu tu?

Untuk komunikasi antar penutur bahasa Minangkabau yang sedemikian beragam ini, akhirnya dipergunakanlah dialek Padang sebagai bahasa baku Minangkabau atau disebut Baso Padang atau Baso Urang Awak. Bahasa Minangkabau dialek Padang inilah yang menjadi acuan baku (standar) dalam menguasai bahasa Minangkabau.

b. KESENIAN

1. Teater Randai Keindahan Orang Minang

Randai adalah perpaduan dari sastra, musik, seni suara, seni tari,

teater dan pencak silat. Selain itu, juga memuat komedi, dan seni

dekorasi. Dalam pesan cerita pastilah ada sejarah, ada kisah dalam

tambo. Pada umumnya lakon randai dipungut dari cerita rakyat

Minangkabau. Rambun Pamenan, sebuah randai dari Sungayang, Tanah

Datar, misalnya, berkisah tentang seorang anak muda yang mencari

ibundanya. Sang ibu ditawan oleh Harimau Tambun Tulang, tukang

samun paling kesohor di Bukit Tambun Tulang. Harimau Tambun Tulang,

perampok yang makan masak mentah, jatuh cinta pada seorang wanita.

Itulah ibu Rambun Pamenan. Kisah akhirnya dapat ditebak, si anak

menemukan ibunya dalam penjara batu dengan tangan dirantai. Tidak

saja bisa membawa ibunya pulang, tapi ia berhasil membunuh Harimau

Tambun Tulang.

Di Padang sendiri, misalnya di Pauh, ada grup randai Tungku Tigo

Sajarangan yang diasuh oleh Rusydi Pandeka Sutan. Sebuah kisah

bertajuk Kasiah Putuih Dandam Tak Sudah, misalnya. Cerita bergulir,

mengisahkan anak gadis (Sari Banilai) menolak keinginan orang tuanya

(Datuk Tumanggung Tuo) yang hendak menikahkannya dengan bako —

45

Page 47: Budaya Minang

kemenakan Datuk Tumanggung Tuo — bernama Malendo Alam. Terjadi

konflik hebat di situ. Konflik memang senantiasa tersangkut pada kisah

cinta, sesuatu yang memang mengasyikkan untuk ditonton, sebab

dituturkan dalam bahasa Minang sehari-hari.

Pertunjukan randai dibawakan dengan durasi satu sampai tiga jam.

Bahkan ada yang lima jam. Pola permainannya, para pemain akan

membentuk gerakan melingkar. Mereka bergerak dalam ayunan silat

yang indah. Semua pemain laki-laki. Namun, di antara mereka ada yang

didandani seperti wanita. Ia akan menyanyi dan berdendang, sekaligus

berperan sebagai pemain wanita.

Namun, kemudian pemain wanita tidak lagi diambilalih laki-laki, tapi

diserahkan pada wanita. Irama dalam dendang tidak lagi didominasi oleh

irama tradisi, tapi banyak yang mencomot irama lagu-lagu dangdut,

melayu bahkan pop. “Randai memodernisir dirinya sendiri,” kata

sastrawan Yusrizal KW.

Dalam sebuah randai ada pemain galombang. Pemain ini

melakukan gerak-gerak gelombang yang bersumber dari bunga-bunga

silat. Selain pemain galombang, juga ada pemain naskah, pemain

musik/dendang, tukang dendang. Ada juga pemain pasambahan, orang

yang akan bertindak berbicara atau berdialog dalam petatah-petitih

Minangkabau.

2. Seni Rebab dan Etos Kerja

Di dalam masyarakat Pesisir Selatan ada terdapat beberapa

istilah, seperti rabab, barabab, dan tukang rabab. Rabab adalah alat

musik gesek, seperti biola. Barabab adalah bercerita sambil diiringi musik

biola. Sedangkan tukang rabab adalah orang yang memainkan alat musik

rabab itu sendiri. Jenis kesenian rabab ini awalnya hidup dalam

masyarakat Pesisir Selatan. Setelah itu, barulah berkembang ke daerah

sekitarnya. Oleh sebab itulah, kesenian rabab sering disebut dengan

Rabab Pasisie. Maksudnya adalah rabab yang sering dimainkan

masyarakat Pesisir Selatan.

46

Page 48: Budaya Minang

Rabab memiliki fungsi yang sama dengan seni Minangkabau

lainnya. Misalnya memiliki fungsi sebagai hiburan dan pendidikan.

Masyarakat disamping terhibur mendengarkan rebab juga memperoleh

pendidikan langsung terutama melalui amanat cerita yang disampaikan.

Selain itu, kesenian rebab juga memiliki kekuatan untuk mendorong

semangat kerja masyarakat. Contohnya, hal yang sering dilakukan

masyarakat Kecamatan Batang Kapas dalam mengolah lahan

pertaniannya. Mereka selalu bekerja secara bersama-sama dan sering

memutar kaset rebab untuk membangkitkan semangat kerja.

Berdasarkan realitas yang ditemukan ternyata pemutaran kaset rebab

dalam aktifitas tersebut mampu membangkitkan semangat bekerja

mereka. Mereka dengan gelak dan senang hati melakukan pekerjaannya.

Dengan demikian rasa letih bekerja sedikit hilang. Segala pekerjaan

dapat diselesaikan dengan baik. Pekerjaan berat menjadi ringan. Hal ini

juga secara tidak langsung akan memacu peningkatan perekonomian

masyarakat, terutama masyarakat Pesisir Selatan.

3. Silek-Seni Beladiri Minangkabau

Silek adalah nama Minangkabau buat seni

beladiri yang ditempat lain dikenal dengan

Silat. Sistem matrilineal yang dianut

membuat anak laki-laki setelah akil balik

harus tinggal di surau dan silat adalah salah

satu dasar pendidikan penting yang harus

dipelajari oleh anak laki-laki disamping pendidikan agama islam. Silek

merupakan unsur penting dalam tradisi dan adat masyarakat

Minangkabau yang merupakan ekspersi etnis Minang.

Silek sudah merasuk dalam setiap kehidupan sehari-hari dan muncul

sebagai unsur penting dalam cerita rakyat, legenda, pepatah dan tradisi

lisan di Minangkabau. Ada banyak jenis aliran beladiri silek di Sumatera

Barat dan dapat dikatagorikan dalam beberapa aliran silek yang berhasil

didata antara lain :

Silek Tuo

Silek Sitaralak

47

Page 49: Budaya Minang

Silek Harimau

Silek Pauh

Silek Sungai Patai

Silek Luncua

Silek Gulo-Gulo Tareh

Silek Baru

Silek Ulu Ambek

Silek biasanya dilakukan ditempat yang disebut sasaran, sebuah tempat

terbuka atau kosong dan luas yang dekat dengan rumah guru silek.

Latihan beladiri silek dilaksanakan pada saat menjelang malam setelah

sholat magrib dan berlangsung selama 2-3 jam meskipun kadang sampai

tengah malam. Latihan beladiri silek juga dilakukan dengan pencahayaan

seadanya seperti cahaya bulan, obor atau lampu minyak tanah. Hal ini

dilakukan untuk melatih ketajaman penglihatan dan juga sebagai latihan

intuisi. Kadang-kadang latihan silek ini juga dihadiri oleh penghulu desa

dan diiringi oleh nyanyian, talempong ataupun saluang. Pakaian silek

adalah galembong (celana hitam), taluak balango dan destar.

4.Tari Piring

Tari Piring termasuk salah satu tari tradisional khas Minangkabau

yang berumur ratusan tahun. Tarian tersebut berasal dari Solok, Sumatra

Barat. Awalnya, tari ini dilakukan sebagai ritual guna mengucapkan rasa

syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa karena mendapatkan

hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan oleh beberapa gadis

cantik dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang diletakkan

di dalam piring. Para gadis tersebut didandani dengan pakaian yang

bagus lalu mereka membawa makanan dalam piring sembari melangkah

dengan gerakan yang dinamis. Setelah Islam masuk ke Minangkabau,

tradisi Tari Piring tetap dilangsungkan. Akan tetapi, tari tersebut hanya

ditampilkan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak pada acara-

48

Page 50: Budaya Minang

acara keramaian (pesta), seperti: pesta adat, pesta pernikahan, dan lain-

lain.

Tari Piring merupakan tarian yang istimewa. Tarian ini dimainkan

dengan menggunakan piring sebagai media utama. Para penari Tari

Piring memainkan piring dengan cekatan tanpa terlepas dari genggaman

sembari bergoyang dengan gerakan yang mengalir lembut dan teratur.

Di samping itu, para penari juga sering melakukan tarian di atas pecahan

kaca. Mereka menari, melompat-lompat, dan berguling-guling sembari

membawa piring di atas pecahan kaca. Uniknya, para penari tersebut

tidak terluka sedikitpun dan piring yang mereka bawa tidak jatuh.

Selama pementasan, Tari Piring diiringi oleh musik tradisional

Minangkabau, seperti talempong, bansi, dan lain-lain.

5. Pandai Sikek

Bila kita menyebut Pandai Sikek, biasanya yang

teringat adalah songket. Betul, tempat ini memang

sudah identik dengan songket. Padahal, orang

Pandai Sikek sendiri tak menyebutnya songket tetapi tenun. Pasalnya,

yang dimaksud adalah benang katun dan benang emas yang ditenun

dengan tangan, di atas alat yang bernama panta sehingga menjadi kain,

kain balapak atau kain bacatua yang dipakai pai baralek, yaitu pada

pesta perkawinan.

Hampir semua pelosok Minangkabau, dari Luhak sampai ke rantau,

mempunyai pusat-pusat kerajinan tenun, suji dan sulaman. Masing-masih

mengembangkan corak dan ciri-cirinya sendiri, hal yang sangat dikuasai

oleh para pedagang barang antik dan kolektor. Beberapa nagari yang

terkenal sekali dengan kain tenunnya dan sangat produktif pada masa itu

adalah Koto Gadang, Sungayang, dan Pitalah di Batipuh, dan nagari yang

melanjutkan tradisi warisan menenun hari ini adalah nagari yang

termasuk Batipuh Sapuluh Koto juga yaitu Pandai Sikek.

Motif-motif tenun Pandai Sikek diyakini sebagai motif asli pada kain-

kain tenunan perempuan-perempuan Pandai Sikek pada zaman lampau,

yang namanya sebagian masih diingat oleh beberapa orang tua yang

hidup sekarang.

49

Page 51: Budaya Minang

6.Alat Musik

Rebana Saluang Talempong

Minangkabau memiliki alat musik khas. Alat musik ini biasanya

digunakan untuk mengiringi tari-tarian.

Alat musik tiup: saluang, bansi, pupuk batang padi, sarunai, pupuk

tanduak.

Alat musik pukul: talempong, canang, tambur, rabano, indang,

gandang, adok.

Alat musik gesek: rabab.

7. Karya Sastra Minangkabau

Karya sastra Minangkabau adalah karya seni yang menggunakan bahasa

Minangkabau sebagai mediumnya. Isinya membicarakan tentang

manusia dan kemanusiaan, tentang hidup dan kehidupan masyarakat

dan budaya Minangkabau.

Ciri umum karya sastra Minangkabau:

- Menggunakan bahasa Minangkabau.

- Berlatarbelakang budaya Minangkabau.

- Berbicara tentang manusia dan kemanusiaan Minangkabau.

- Berbicara tentang hidup dan kehidupan masyarakat Minangkabau.

- Diwarnai oleh kesenian Minangkabau.

Di dalam berbagai karya sastra Minangkabau akan sangat banyak

ditemukan kata-kata adat. Ragam kata-kata adat itu misalnya:

Kato petatah

Yaitu kata-kata yang mengandung patokan hukum atau norma-norma

yang bisa menjadi tuntunan kehidupan.

50

Page 52: Budaya Minang

Contoh : hiduik dikanduang adat

Kato petiti

Yaitu kata-kata yang bisa menjadi jembatan atau jalan yang bisa

ditempuh dengan lebih baik untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Kato petiti digunakan untuk menjelaskan kato petatah.

Contoh :

adaik hiduik tolongmanolong,adaik mati janguak-manjanguak

adaik lai bari-mambari, adaik tidak basalang tenggang

karajo baiak baimbauan, karajo buruak bahambauan

- Mamangan

Yaitu kalimat yang mengandung arti sebagai pegangan hidup,

sebagai anjuran ataupun larangan.

Contoh :

anak dipangku, kamanakan dibimbiang (anjuran)

gadang jan malendo, cadiak jan manjua (larangan)

- Pituah

Yaitu kalimat yang mengandung ajaran nasihat yang bijaksana.

Contoh :

bakato marandah-randah,mandi di ilia-ilia

lamak dek awak, katuju dek urang

- Pameo

Yaitu kalimat yang jika dilihat artinya tampak berlawanan, bahkan

tidak mungkin terjadi.

Contoh :

duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang

- Kieh

Yaitu kata-kata kiasan yang berisi sindiran.

Contoh :

ndeh, kuciang ko, banyak bana makan,

manangkok mancik indak amuah!

- Puisi

Pasambahan adat yaitu teks pidato yang menggunakan gaya bahasa

sastra.

Pantun yaitu terdiri dari sampiran dan isi

Talibun yaitu pantun yang terdiri dari 12 baris

Seloka yaitu pantun 4 baris yang terdiri dari beberapa untai

51

Page 53: Budaya Minang

Gurindam yaitu saripati kata yang tersusun dalam 2 dan 4 baris

- Prosa

Tambo yaitu sejarah yang dituangkan dalam bahasa sastra

Minangkabau

Kaba yaitu cerita-cerita yang mengandung nilai moral

Selain terkenal sebagai orang pedagang, masyarakat Minang juga

berjaya melahirkan beberapa penyair, penulis, negarawan, ahli fikir dan

para ulama. Ini mungkin terjadi karena budaya mereka yang

memberatkan penimbaan ilmu pengetahuan.

c. MAKANAN KHAS

- Rendang

- Sambal Balado

- Samba Lado Tanak

- Palai

- Es Tebak

- Gulai Itik

- Gulai Kepala Ikan Kakap Merah

- Sate Padang

- Keripik Balado

- Soto Padang

- Keripik Sanjai

- Dakak-dakak

d. UPACARA-UPACARA ADAT MINANGKABAU

1) Batagak Panghulu

Batagak panghulu adalah upacara pengangkatan panghulu. Sebelum

upacara peresmiannya,

syarat-syarat berikut harus dipenuhi:

Baniah, yaitu menentukan calon penghulu baru.

Dituah cilakoi, yaitu diperbincangkan baik buruknya calon dalam

sebuah rapat.

Panyarahan baniah, yaitu penyerahan calon penghulu baru.

52

Page 54: Budaya Minang

Manakok ari, yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya akan

dilangsungkan.

Peresmian pengangkatan panghulu dilaksanakan dengan upacara adat.

Upacara ini disebut malewakan gala. Hari pertama adalah batagak

gadang, yakni upacara peresmian di rumah gadang yang dihadiri urang

nan ampek jinih dan pemuka masyarakat. Panghulu baru menyampaikan

pidato. Lalu panghulu tertua memasangkan deta dan menyisipkan

sebilah keris tanda serah terima jabatan. Akhirnya panghulu baru diambil

sumpahnya, dan ditutup dengan doa. Hari kedua adalah hari perjamuan.

Hari berikutnya panghulu baru diarak ke rumah bakonya diringi bunyi-

bunyian.

2) Batagak Rumah

Batagak rumah adalah upacara mendirikan rumah gadang. Kegiatannya

sebagai berikut.

a. Mufakat Awal

Upacara batagak rumah dimulai dengan permufakatan orang sekaum,

membicarakan letak rumah yang tepat, ukurannya, serta kapan waktu

mengerjakannya. Hasil mufakat disampaikan pada panghulu suku,

lalu panghulu suku ini menyampaikan rencana mereka pada panghulu

suku-suku yang lain.

Maelo Kayu

Maelo kayu yaitu kegiatan untuk menyiapkan bahan-bahan yang

diperlukan, umumnya kayu-kayu. Penebangan dan pemotongan kayu

dilakukan secara gotong royong. Kayu yang dijadikan tiang utama

direndam dulu dalam lumpur atau air yang terus berganti. Tujuannya

agar kayu-kayu itu awet dan sulit dimakan rayap.

Mancatat Tiang Tuo

Mancatak tiang tuo yaitu pekerjaan pertama dalam membuat rumah.

Bahan-bahan yang akan digunakan diolah lebih lanjut.

Batagak Tiang

Acara ini dilakukan setelah bahan-bahan siap diolah. Pertama, tiang-

tiang ditegakkan dengan bergotong royong. Tiang rumah gadang

tidak ditanamkan di tanah, tetapi hanya diletakkan di atas batu layah

(gepeng). Karena itulah rumah gadang jarang rusak bila terjadi

gempa atau angin badai.

53

Page 55: Budaya Minang

Manaiakkan kudo-kudo

Ini adalah melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang-tiang

didirikan.

Manaiak-I Rumah

Manaiak-i rumah adalah acara terakhir dari upacara batagak rumah,

dilakukan setelah rumah selesai. Pada acara ini diadakan perjamuan

tanda terima kasih pada semua pihak dan doa syukur pada Allah SWT.

3) Upacara Perkawinan

4) Upacara Turun Mandi

5) Upacara Kekah

6) Upacara Sunat Rasul

Sunat Rasul juga merupakan syariat Islam, tanda pendewasaan bagi

seorang anak. Upacara biasanya diselenggarakan waktu si anak

berumur 8 sampai 12 tahun, bertempat di rumah ibu si anak atau

rumah keluarga terdekat ibu si anak. Acara dimulai dengan

pembukaan, lalu si anak disunat, selanjutnya doa.

7) Upacara Tamaik Kaji

Tamaik kaji (khatam Quran) diadakan bila seorang anak yang telah

mengaji di surau sebelumnya tamat membaca Al-Quran. Acara

diadakan di rumah ibu si anak atau di surau/masjid tempat anak itu

mengaji. Si anak disuruh membaca Al-Quran di hadapan seluruh

orang yang hadir, dilanjutkan dengan makan bersama. Acara ini biasa

pula dilakukan beramai-ramai.

8) Upacara Kematian

Pergi melayat (ta’ziah) ke rumah orang yang meninggal merupakan

adat bagi orang Minangkabau. Pada acara ini juga diiringi

pidato/pasambahan adat. Selanjutnya ada pula acara peringatan,

seperti peringatan tujuh hari (manujuah hari), peringatan duo puluah

satu hari, peringatan hari ke-40, lalu peringatan pada hari yang ke-

100 (manyaratuih hari).

e. OBJEK WISATA

Di propinsi ini bisa kita temui hampir semua jenis objek wisata

alam seperti laut, pantai, danau, gunung dan ngarai, selain objek wisata

budaya. Akomodasi hotel sudah mulai banyak mulai dari kelas melati

54

Page 56: Budaya Minang

sampai bintang empat. Agen tour & travel di bawah keanggotaan ASITA

Sumatera Barat sudah lebih dari 100 buah. Untuk melengkapi fasilitas

penunjang pariwisata, pemerintah juga menyediakan kereta wisata yang

beroperasi pada jam-jam tertentu. Objek-objek wisata yang menarik dan

banyak dikunjungi wisatawan ialah:

- Danau Maninjau

- Danau Singkarak

- Danau Diatas dan Dibawah

- Lembah Anai , Padang Panjang

- Panorama Ngarai Sianok, Bukittinggi

- Benteng Fort de Kock, Bukittinggi

- Jam Gadang , Bukittinggi

- Pantai Air Manis, Padang

- Pantai Muaro, Padang

- Pantai Caroline, Padang

- Istana Pagarruyung, Batusangkar

- Harau, Payakumbuh

- Gunuang Merah Putih, Sulit Air

f. RUMAH ADAT

Rumah adat Sumatra Barat disebut Rumah Gadang. Rumah adat

asli setiap tiangnya tidaklah tegak lurus atau horizontal tapi

mempunyai kemiringan. Ini disebabkan oleh orang dahulu yang

datang dari laut hanya tahu bagai mana membuat kapal. Rancangan

kapal inilah yang ditiru dalam membuat rumah. Rumah adat jugat

tidak memakai paku tapi memakai pasak kayu. Ini disebabkan daerah

Sumatera Barat rawan terhadap gempa, baik vulkanik maupun

tektonik. Jika dipasak dengan kayu setiap ada gempa akan semakin

kuat mengikatnya.

g. SENJATA TRADISIONAL

Senjata tradisional Sumatra Barat adalah Keris. Keris biasanya

dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, saat

sekarang hanya dipakai bagi mempelai pria. Berbagai jenis tombak,

55

Page 57: Budaya Minang

pedang panjang, sumpit juga dipakai oleh raja-raja Minangkabau

dalam menjaga diri mereka.

K. MINANGKABAU PERANTAUAN

Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang

yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Merantau

merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar.

Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis,

dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri

orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya

mempunyai saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan

Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi

merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan

penuntut ilmu agama.

Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun,

baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar

masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal

untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak

hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga

prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.

Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan

sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan

dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah,

memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah

yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan

untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun

pematang sawah.

Jumlah perantau

Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan

tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh

Mochtar Naim, pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang

yang berdomisili di luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971

jumlah itu meningkat menjadi 44 %.[41] Berdasarkan sensus tahun 2010,

56

Page 58: Budaya Minang

etnis Minang yang tinggal di Sumatera Barat berjumlah 4,2 juta jiwa,

dengan perkiraan hampir separuh orang Minang berada di perantauan.

Mobilitas migrasi orang Minangkabau dengan proporsi besar terjadi

dalam rentang antara tahun 1958 sampai tahun 1978, dimana lebih 80 %

perantau yang tinggal di kawasan rantau telah meninggalkan kampung

halamannya setelah masa kolonial Belanda.[42] Melihat data tersebut,

maka terdapat perubahan cukup besar pada etos merantau orang

Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus

tahun 1930, perantau Minangkabau hanya sebesar 10,5 % dibawah

orang Bawean (35,9 %), Batak (14,3 %), dan Banjar (14,2 %).

Namun tidak terdapat angka pasti mengenai jumlah orang Minang di

perantauan. Angka-angka yang ditampilkan dalam perhitungan, biasanya

hanya memasukkan para perantau kelahiran Sumatera Barat. Namun

belum mencakup keturunan-keturunan Minang yang telah beberapa

generasi menetap di perantauan.

Para perantau Minang, hampir keseluruhannya berada di kota-kota besar

Indonesia dan Malaysia. Di beberapa perkotaan, jumlah mereka cukup

signifikan dan bahkan menjadi pihak mayoritas. Di Pekanbaru, perantau

Minang berjumlah 37,7% dari seluruh penduduk kota, dan menjadi etnis

terbesar di kota tersebut.[43] Jumlah ini telah mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan tahun 1971 yang mencapai 65%.[44] Di kota-kota

lainnya, dimana jumlah orang Minangkabau mencapai 10% atau lebih

dari keseluruhan penduduk kota tersebut ialah Takengon (25,9%), Sigli

(25,4%), Tanjung Pinang (20%), Binjai (16,6), Sibolga (16,6%), Sabang

(15,9%), Gunungsitoli (14,5%), Tanjung Balai (13,9%), Medan (13,5%),

Padang Sidempuan (13,3%), Palembang (10%), dan Jakarta (10%).

Gelombang rantau

Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah

mencatat migrasi pertama terjadi pada abad ke-7, di mana banyak

pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman Minangkabau

melakukan perdagangan di muara Jambi, dan terlibat dalam

pembentukan Kerajaan Malayu.[46] Migrasi besar-besaran terjadi pada

abad ke-14, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pesisir

timur Sumatera. Mereka mendirikan koloni-koloni dagang di Batubara,

57

Page 59: Budaya Minang

Pelalawan, hingga melintasi selat ke Penang dan Negeri Sembilan,

Malaysia. Bersamaan dengan gelombang migrasi ke arah timur, juga

terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir barat Sumatera. Di

sepanjang pesisir ini perantau Minang banyak bermukim di Meulaboh,

Aceh tempat keturunan Minang dikenal dengan sebutan Aneuk Jamee;

Barus, Natal, hingga Bengkulu.[47] Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke

tangan Portugis pada tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang

berpindah ke Sulawesi Selatan. Mereka menjadi pendukung kerajaan

Gowa, sebagai pedagang dan administratur kerajaan. Datuk Makotta

bersama istrinya Tuan Sitti, sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di

Sulawesi.[48] Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu

ketika Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami

kawasan Kerajaan Siak.

Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi besar-besaran kembali

terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli Serdang,

Sumatera Timur mulai dibuka. Pada masa kemerdekaan, Minang

perantauan banyak mendiami kota-kota besar di Jawa, pada tahun 1961

jumlah perantau Minang terutama di kota Jakarta meningkat 18,7 kali

dibandingkan dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang

hanya 3,7 kali,[49] dan pada tahun 1971 etnis ini diperkirakan telah

berjumlah sekitar 10 % dari jumlah penduduk Jakarta waktu itu. Kini

Minang perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.

Perantauan intelektual

Pada akhir abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke Mekkah

untuk mendalami agama Islam, di antaranya Haji Miskin, Haji Piobang,

dan Haji Sumanik. Setibanya di tanah air, mereka menjadi penyokong

kuat gerakan Paderi dan menyebarluaskan pemikiran Islam yang murni di

seluruh Minangkabau dan Mandailing. Gelombang kedua perantauan ke

Timur Tengah terjadi pada awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul

Karim Amrullah, Tahir Jalaluddin, Muhammad Jamil Jambek, dan Ahmad

Khatib Al-Minangkabawi.

Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga banyak yang

merantau ke Eropa. Mereka antara lain Abdoel Rivai, Mohammad Hatta,

Sutan Syahrir, Roestam Effendi, dan Nazir Pamuntjak. Intelektual lain,

58

Page 60: Budaya Minang

Tan Malaka, hidup mengembara di delapan negara Eropa dan Asia,

membangun jaringan pergerakan kemerdekaan Asia. Semua pelajar

Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad ke-19,

menjadi pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia.

SEBAB MERANTAU

Faktor budaya

Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya

ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan

harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria

dalam hal ini cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para

pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang tuanya, karena rumah

hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta suaminya, dan

anak-anak.

Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan

menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya

tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di

kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang tidak

pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diperolok-olok oleh

teman-temannya.[36] Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang

memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim

merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin

berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda, dua tipologi budaya Minang,

yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka,

kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan

tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau.[52]

Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan,

serta pepatah Minang yang mengatakan Karatau madang dahulu,

babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun

(lebih baik pergi merantau karena dikampung belum berguna)

mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.

59

Page 61: Budaya Minang

Faktor ekonomi

Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan

bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil

pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat

menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi

penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk

memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa

keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan

dibukanya daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah

yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib

di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah rantau,

biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah dunsanak

yang dianggap sebagai induk semang. Para perantau baru ini biasanya

berprofesi sebagai pedagang kecil.

Selain itu, perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah

ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama untuk mendistribusikan

hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman Minangkabau, secara geologis

memiliki cadangan bahan baku terutama emas, tembaga, timah, seng,

merkuri, dan besi, semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh

mereka. Sehingga julukan suvarnadvipa (pulau emas) yang muncul pada

cerita legenda di India sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau

Sumatera karena hal ini.

Pedagang dari Arab pada abad ke-9, telah melaporkan bahwa

masyarakat di pulau Sumatera telah menggunakan sejumlah emas dalam

perdagangannya. Kemudian dilanjutkan pada abad ke-13 diketahui ada

raja di Sumatera yang menggunakan mahkota dari emas. Tomé Pires

sekitar abad ke-16 menyebutkan, bahwa emas yang diperdagangangkan

di Malaka, Panchur (Barus), Tico (Tiku) dan Priaman (Pariaman), berasal

dari kawasan pedalaman Minangkabau. Disebutkan juga kawasan

Indragiri pada sehiliran Batang Kuantan di pesisir timur Sumatera,

merupakan pusat pelabuhan dari raja Minangkabau.

Dalam prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman disebut bahwa dia

adalah penguasa bumi emas. Hal inilah menjadi salah satu penyebab,

mendorong Belanda membangun pelabuhan di Padang dan sampai pada

60

Page 62: Budaya Minang

abad ke-17 Belanda masih menyebut yang menguasai emas kepada raja

Pagaruyung. Kemudian meminta Thomas Diaz untuk menyelidiki hal

tersebut, dari laporannya dia memasuki pedalaman Minangkabau dari

pesisir timur Sumatera dan dia berhasil menjumpai salah seorang raja

Minangkabau waktu itu (Rajo Buo), dan raja itu menyebutkan bahwa

salah satu pekerjaan masyarakatnya adalah pendulang emas.[58]

Sementara itu dari catatan para geologi Belanda, pada sehiliran

Batanghari dijumpai 42 tempat bekas penambangan emas dengan

kedalaman mencapai 60 m serta di Kerinci waktu itu, mereka masih

menjumpai para pendulang emas. Sampai abad ke-19, legenda akan

kandungan emas pedalaman Minangkabau, masih mendorong Raffles

untuk membuktikannya, sehingga dia tercatat sebagai orang Eropa

pertama yang berhasil mencapai Pagaruyung melalui pesisir barat

Sumatera.

Faktor perang

Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan

masyarakat Minangkabau terutama dari daerah konflik, setelah perang

Padri, muncul pemberontakan di Batipuh menentang tanam paksa

Belanda, disusul pemberontakan Siti Manggopoh menentang Belasting

dan pemberontakan komunis tahun 1926-1927. Setelah kemerdekaan

muncul PRRI yang juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-besaran

masyarakat Minangkabau ke daerah lain. Dari beberapa perlawanan dan

peperangan ini, memperlihatkan karakter masyarakat Minang yang tidak

menyukai penindasan. Mereka akan melakukan perlawanan dengan

kekuatan fisik, namun jika tidak mampu mereka lebih memilih pergi

meninggalkan kampung halaman (merantau). Orang Sakai berdasarkan

cerita turun temurun dari para tetuanya menyebutkan bahwa mereka

berasal dari Pagaruyung. Orang Kubu menyebut bahwa orang dari

Pagaruyung adalah saudara mereka. Kemungkinan masyarakat terasing

ini termasuk masyarakat Minang yang melakukan resistansi dengan

meninggalkan kampung halaman mereka karena tidak mau menerima

perubahan yang terjadi di negeri mereka. De Stuers sebelumnya juga

melaporkan bahwa masyarakat Padangsche Bovenlanden sangat

berbeda dengan masyarakat di Jawa, di Pagaruyung ia menyaksikan

61

Page 63: Budaya Minang

masyarakat setempat begitu percaya diri dan tidak minder dengan orang

Eropa. Ia merasakan sendiri, penduduk lokal lalu lalang begitu saja

dihadapannya tanpa ia mendapatkan perlakuan istimewa, malah ada

penduduk lokal meminta rokoknya, serta meminta ia menyulutkan api

untuk rokok tersebut.

Merantau dalam sastra

Fenomena merantau dalam masyarakat Minangkabau, ternyata sering

menjadi sumber inspirasi bagi para pekerja seni, terutama sastrawan.

Hamka, dalam novelnya Merantau ke Deli, bercerita tentang pengalaman

hidup perantau Minang yang pergi ke Deli dan menikah dengan

perempuan Jawa. Novelnya yang lain Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

juga bercerita tentang kisah anak perantau Minang yang pulang

kampung. Di kampung, ia menghadapi kendala oleh masyarakat adat

Minang yang merupakan induk bakonya sendiri. Selain novel karya

Hamka, novel karya Marah Rusli, Siti Nurbaya dan Salah Asuhannya

Abdul Muis juga menceritakan kisah perantau Minang. Dalam novel-novel

tersebut, dikisahkan mengenai persinggungan pemuda perantau Minang

dengan adat budaya Barat. Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi,

mengisahkan perantau Minang yang belajar di pesantren Jawa dan

akhirnya menjadi orang yang berhasil. Dalam bentuk yang berbeda,

lewat karyanya yang berjudul Kemarau, A.A Navis mengajak masyarakat

Minang untuk membangun kampung halamannya yang banyak di tinggal

pergi merantau.

Novel yang bercerita tentang perantau Minang tersebut, biasanya berisi

kritik sosial dari penulis kepada adat budaya Minang yang kolot dan

tertinggal. Selain dalam bentuk novel, kisah perantau Minang juga

dikisahkan dalam film Merantau karya sutradara Inggris, Gareth Evans.

L. Orang Minangkabau dan kiprahnya

Orang Minang terkenal sebagai kelompok yang terpelajar, oleh sebab itu

pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam

berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi,

penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah

populasi yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau

62

Page 64: Budaya Minang

merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian.[42]

Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10

tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang.[63] 3

dari 4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra Minangkabau.

Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada

di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai

daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei,

hingga Philipina. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan

Sulu di Filipina selatan.[66] Pada abad ke-14 orang Minang melakukan

migrasi ke Negeri Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri

baru tersebut dari kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja

pertama Negeri Sembilan yang diangkat pada tahun 1773. Di akhir abad

ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato

Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan

kerajaan Gowa. Setelah huru-hara pada Kesultanan Johor, pada tahun

1723 putra Pagaruyung yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I

yang sebelumnya juga merupakan Sultan Johor mendirikan Kerajaan Siak

di daratan Riau.[67]

Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kairo dan Mekkah

memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern

Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan aktivis yang

banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain A.R Sutan

Mansur, Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin.

Pada periode 1920 - 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir

dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan

kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka terpilih menjadi wakil

Komunis Internasional untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang

lainnya Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang

mempersatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad,

politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain Jahja

Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya

Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia.

Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai

perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul Halim,

63

Page 65: Budaya Minang

Muhammad Natsir), seorang sebagai presiden (Assaat), seorang sebagai

wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen

(Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang

cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil Salim. Emil

bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI.

Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis Jawa, yang selalu

memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di

pemerintahan, di masa Demokrasi liberal parlemen Indonesia didominasi

oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan

ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.

Di samping menjabat gubernur provinsi Sumatera Tengah/Sumatera

Barat, orang-orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur provinsi

lain di Indonesia. Mereka adalah Datuk Djamin (Jawa Barat), Daan Jahja

(Jakarta), Muhammad Djosan dan Muhammad Padang (Maluku), Anwar

Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri (Sulawesi Tengah), Adenan

Kapau Gani (Sumatera Selatan), Eni Karim (Sumatera Utara), serta

Djamin Datuk Bagindo (Jambi).

Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan

Murba didirikan oleh Tan Malaka, Partai Sosialis Indonesia oleh Sutan

Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, Masyumi oleh Mohammad

Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli, dan Permi oleh Rasuna Said. Selain

mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-

buku yang menjadi bacaan wajib para aktifis pergerakan. Buku-buku

bacaan utama itu antara lain, Naar de Republiek Indonesia, Madilog, dan

Massa Actie karya Tan Malaka, Alam Pikiran Yunani dan Demokrasi Kita

karya Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta

Perjuangan Kita karya Sutan Sjahrir.

Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan sastra

Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam

karya tulis dan keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Idrus, Hamka, dan A.A

Navis berkarya melalui penulisan novel. Nur Sutan Iskandar novelis

Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling

produktif. Chairil Anwar dan Taufik Ismail berkarya lewat penulisan puisi.

Serta Sutan Takdir Alisjahbana, novelis sekaligus ahli tata bahasa,

64

Page 66: Budaya Minang

melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa

persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti Siti

Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Layar

Terkembang, dan Robohnya Surau Kami telah menjadi bahan bacaan

wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.

Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak

pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain Djamaluddin

Adinegoro, Rosihan Anwar, dan Ani Idrus. Di samping Abdul Rivai yang

dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, Rohana Kudus yang

menerbitakan Sunting Melayu, menjadi wartawan sekaligus pemilik koran

wanita pertama di Indonesia.

Tuanku Abdul Rahman, salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di

kawasan rantau.

Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang Tionghoa, orang Minang juga

terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses

berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan,

pendidikan, dan rumah sakit. Di antara figur pengusaha sukses adalah,

Abdul Latief (pemilik TV One), Basrizal Koto (pemilik peternakan sapi

terbesar di Asia Tenggara), Hasyim Ning (pengusaha perakitan mobil

pertama di Indonesia), dan Tunku Tan Sri Abdullah (pemilik Melewar

Corporation Malaysia).

Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai

sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan

produser ada Usmar Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik, dan Arizal.

Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak

menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam

1.196 episode telah dihasilkannya. Film-film karya sineas Minang, seperti

Lewat Djam Malam, Gita Cinta dari SMA, Naga Bonar, Pintar Pintar Bodoh,

dan Maju Kena Mundur Kena, menjadi film terbaik yang banyak digemari

penonton.

Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya

adalah Ade Irawan, Dorce Gamalama, Eva Arnaz, Nirina Zubir, dan Titi

Sjuman. Pekerja seni lainnya, ratu kuis Ani Sumadi, menjadi pelopor

65

Page 67: Budaya Minang

dunia perkuisan di Indonesia. Karya-karya beliau seperti kuis Berpacu

Dalam Melodi, Gita Remaja, Siapa Dia, dan Tak Tik Boom menjadi salah

satu acara favorit keluarga Indonesia. Di samping mereka, Soekarno M.

Noer beserta putranya Rano Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan

paling sukses di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film.

Pada tahun 1993, Karno's Film perusahaan film milik keluarga Soekarno,

memproduksi film seri dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah

perfilman Indonesia, Si Doel Anak Sekolahan.

Di luar negeri, orang Minangkabau juga dikenal kontribusinya. Di

Malaysia dan Singapura, antara lain Tuanku Abdul Rahman (Yang

Dipertuan Agung pertama Malaysia), Yusof bin Ishak (presiden pertama

Singapura), Zubir Said (komposer lagu kebangsaan Singapura Majulah

Singapura), Sheikh Muszaphar Shukor (astronot pertama Malaysia), Tahir

Jalaluddin Al-Azhari, dan Adnan bin Saidi. Di negeri Belanda, Roestam

Effendi yang mewakili Partai Komunis Belanda, menjadi satu-satunya

orang Indonesia yang pernah duduk sebagai anggota parlemen. Di Arab

Saudi, hanya Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, orang non-Arab yang

pernah menjadi imam besar Masjidil Haram, Mekkah.

66