Mikroba Endofit 2 - univpancasila.ac.id
Transcript of Mikroba Endofit 2 - univpancasila.ac.id
Mikroba Endofit
2
Prof.Dr.apt. Shirly Kumala, M.Biomed
Pemanfaatan mikroba endofit dalam bidang farmasi
ISBN : 978-623-93512-1-2
Mikroba Endofit 2Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh:PT. ISFI Penerbitan Tahun terbit 2014
Edisi ke 2Tahun terbit 2019
Penulis :Prof. Dr. apt. Shirly Kumala, M. Biomed
Editor :Dr.apt. Prih Sarnianto, M.Sc
Desain Cover & layout :Guguh SujatmikoRamli Badrudin
PT. ISFI PenerbitanJl. Wjaya Kusuma No.17 Tomang Jakarta Barat 11430Fax: 021-56943842email: [email protected]
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggarn Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 - Tentang Hak Cipta
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasivi
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi i
kata PEnGantar
MIKROORGANISME seperti bakteri, kapang dan khamir dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat. Mikroba yang hidup di dalam tanaman dikenal sebagai mikroba endofit. Mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman dalam kurun waktu tertentu dan tidak menyebabkan kerugian pada tanaman yang ditumpanginya. Selain itu, mikroba endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder yang menyerupai khasiat dari tanaman inangnya.
Sifat mikroba endofit yang dapat menghasilkan metabolit sekunder berkhasiat tersebut memungkinkan pengembangan mikroba menjadi sumber bahan baku obat yang berasal dari alam. Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber metabolit sekunder akan membuat produksi bahan baku obat alam lebih efisien dan ramah lingkungan. Mikroba dapat tumbuh lebih cepat dan membutuhkan ruang jauh lebih kecil daripada pohon atau tanaman obat lainnya. Lebih dari itu, dengan memanfaatkan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat alam, tidak diperlukan lagi penebangan pohon atau tanaman yang berkhasiat obat sehingga kemungkinan eksploitasi alam yang berlebih dan segala akibat buruknya dapat dihindari.
Penelitian tentang mikroba endofit belum banyak dilakukan, karena itu perlu ditingkatkan. Dalam buku ini diuraikan berbagai aspek terkait mikroba yang unik tersebut, termasuk cara untuk mengisolasi dan menetapkan aktivitas biologi metabolit sekunder yang dihasilkan.
Penerbitan buku ini diharapkan dapat ikut mendorong penelitian tentang mikroba endofit sehingga meningkatkan peluang untuk penemuan metabolit sekunder yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Tetapi, karena berbagai keterbatasan, mungkin masih cukup banyak hal penting yang belum tercakup dalam bukukecil ini. karena itu, Penulis mengharapkan masukan saran dan kritik untuk penyempurnaan edisi selanjutnya.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasiii
kata PEnGantar Edisi kEdua
DALAM 5-6 tahun semenjak penerbitan pertama Buku ini, banyak terjadi kemajuan dalam penelitian tentang mikroba endofit. Penelitian terbanyak terkait bakteri, kapang dan khamir yang hidup di dalam jaringan tanaman dan menghasilkan metabolit sekunder yang menyerupai metabolit dari tanaman inang ini masih di bidang pertanian secara luas, termasuk peternakan. Namun demikian, banyak pula hasil penelitian baru di bidang kefarmasian. Kemajuan yang disebut terakhir inilah yang coba Penulis sampaikan pada buku Mikroba Endofit Edisi Kedua ini.
Dapat menghasilkan metabolit sekunder yang menyerupai metabolit inang sehingga “khasiat” atau aktivitasnya pun serupa mikroba endofit memungkinkan untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku obat yang berasal dari alam. Dengan demikian, penelitian mikroba endofit sangat relevan bagi Indonesia. Sebagai negara dengan biodiversitas di dunia, obat dari bahan alam merupakan salah satu keunggulan Indonesia. Saat ini, jamu telah berkembang dari sekadar produk obat tradisonal menjadi jamu saintifik, bahkan ekstrak terstandar dan fitofarmaka yang telah melalui uji klinik laiknya produk obat modern.
Perkembangan jamu menjadi produk modern tersebut tentunya diikuti dengan peningkatan penjualan. Permintaan yang meningkat tersebut membuat industri obat bahan alam yang berkembang memerlukan bahan baku, yaitu simplisia dalam jumlah besar dan terus meningkat. Permintaan bahan baku yang meningkat ini pada gilirannya meningkatkan kebutuhan lahan untuk kebun tumbuhan obat atau, jika sumber simplisia tersebut tidak dapat dibudidayakan, eksploitasi hutan dan sumber alami lainnya.
Dengan mengisolasi mikroba endofit dari tanaman obat tersebut dan membudidayakannya, bahan aktif dapat diperoleh dengan lebih mudah, tanpa harus menyediakan lahan luas untuk penanaman. Dengan pertumbuhan mikroba yang cepat dan tidak memerlukan ruangan yang kelewat luas, industri bahan obat alam tidak perlu berebut lahan dengan industri pangan—lahan yang ketersediaannya terbatas itu dapat lebih banyak dialokasikan untuk perkebunan tanaman pangan atau persawahan. Dengan pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat alam, kita juga tak perlu lagi melakukan penebangan pohon atau tanaman yang berkhasiat obat sehingga kemungkinan eksploitasi alam yang berlebih dan segala akibat buruknya dapat dihindari.
Seperti pada penerbitan Edisi terdahulu, buku Mikroba Endofit Edisi Kedua ini juga diharapkan dapat ikut mendorong penelitian tentang mikroba endofit, termasuk cara untuk mengisolasi dan menetapkan aktivitas biologi metabolit sekunder yang dihasilkan, sehingga meningkatkan peluang untuk penemuan yang berpotensi untuk dikembangakan menjadi bahan baku obat. Tetapi, mungkin masih cukup banyak hal penting yang belum tercakup dalam buku ini. Penulis mengharapkan masukan saran dan kritik untuk penyempurnaannya.
Jakarta, Agustus 2019
Penulis.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi iii
Kata Pengantar ................................................................................................ iDaftar Isi ......................................................................................................... iiiPendahuluan .................................................................................................... 1
bab i Mikroba Endofit .............................................................................................. 4Kapang Endofit................................................................................................ 5Komponen Penghambat................................................................................... 6Interaksi Kapang Endofit dan Tanaman Inang ............................................... 7Keberadaan Endofit di Beerapa Tanaman ...................................................... 10Racun Kapang Endofit..................................................................................... 11Hubungan Simbiosis Kapang Endofit.............................................................. 11Bakteri Endofit................................................................................................. 12
bab ii Biosintesis Metabolit Primer dan Metabolit Sekunder.................................... 14Metabolit Primer.............................................................................................. 15Metabolit Sekunder.......................................................................................... 17Metabolit Sekunder Mikroba Endofit.............................................................. 19Asal mula Metabolit Sekunder........................................................................ 20Hipotesis "antagonisme berimbang" (Balanced Antagonism) ....................... 22Crosstalk Antara Spesies Tumbuhan dan Endofit........................................... 25Crosstalk antar-Spesies Endofit – Endofit ..................................................... 26
bab iii Isolasi dan Identifikasi Mikroba Endofit.......................................................... 30Isolasi Mikroba Endofit .................................................................................. 30
daftar isi
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasiiv
Isolasi baketri endofit dari akar tanaman ........................................................ 34Identifikasi Mikroba Endofit ........................................................................... 37 Identifikasi lanjut isolat bakteri endofit Gram positif ................................. 38 Identifikasi kapang endofit ......................................................................... 39 Identifikasi kapang secara Konvensional ................................................... 39Penyimpanan mikroba endofit ......................................................................... 51 bab iV Uji Aktivitas Biologi Metabolit Sekunder........................................................ 53Teknik Fermentasi ........................................................................................... 53Medium Fermentasi ......................................................................................... 54Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi .................................... 55Ekstraksi dan Fraksinasi ................................................................................. 57Kromatografi ................................................................................................... 57Uji Aktivitas Biologik .................................................................................... 60Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder .............................................................. 60Uji Antimikroba .............................................................................................. 60Teknik dilusi menggunakan Microplate 96 (plat 96 sumur) .......................... 64Uji Aktivitas Anti Kapang .............................................................................. 65Uji Aktivitas Antivirus .................................................................................... 65Uji Antidiabetes secara In Vitro ..................................................................... 66Uji Aktivitas untuk Antikanker ....................................................................... 67Uji Sitotoksik dengan Metoda Biru Tripan .................................................... 68Uji Sitotoksik menggunakan Sel MCF-7 ....................................................... 69Teknik Bioassay Antioksidan ........................................................................ 70Teknik Bioassay Antiinflamasi secara In Vitro............................................... 72Uji Aktivitas Antimalaria ................................................................................ 73Uji Aktivitas Enzim ........................................................................................ 74Uji Imunomodulator ........................................................................................ 76
bab V Pemanfaatan Mikroba Endofit......................................................................... 78 Berbagai Enzim dari Mikroba Endofit ............................................................ 80 Senyawa Antidiabetes dari Mikroba Endofit .................................................. 81 Senyawa Antimikroba dari Mikroba Endofit .................................................. 81Senyawa Antifungsi dari Mikroba Endofit ..................................................... 84
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi v
Penghambat Proliferasi Lymphocyt dari Mikroba Endofit.............................. 85 Antivirus dari Mikroba Endofit ....................................................................... 85Antioksidan dari Mikroba Endofit ................................................................... 85Anti-inflamasi dari Mikroba Endofit .............................................................. 86Antimalaria dari Mikroba Endofit ................................................................... 86Pemanfaatan Bakteri Endofit di Bidang Pertanian ......................................... 86
bab Vi Prospek Mikroba Endofit................................................................................. 88Pertimbangan Masa Depan : Menjawab Tantangan Masa kini ...................... 89
LAMPIRAN .................................................................................................... 93DAFTAR RUJUKAN...................................................................................... 114INDEKS........................................................................................................... 145
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasivi
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 1
HARGA obat yang tinggi masih menjadi masalah kesehatan di negara sedang berkembang. Di Indonesia, mahalnya harga obat tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa lebih dari 90% bahan baku obat — termasuk untuk jenis obat yang telah kedaluwarsa perlindungan patennya (off patent) — masih harus diimpor, terutama dari Cina dan India. Untuk obat yang masih dalam perlindungan paten, semua harus didatangkan dalam bentuk obat jadi yang sangat mahal dari beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya, serta Jepang.
Tingginya komponen impor produk obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa industri farmasi Indonesia belum mampu, atau belum banyak yang tertarik, pada pengembangan bahan baku obat (active pharmaceutical ingredient). Ketergantungan seperti ini bukan saja menjadi beban secara ekonomi, tetapi juga membuat ketahanan nasional di bidang kesehatan sulit diharapkan untuk cukup kuat karena obat memiliki posisi strategis di bidang yang terkait hajat masyarakat luas.
Peran obat yang demikian besar menuntut kita semua, terutama para peneliti dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi, untuk terus mengupayakan sumber bahan baku obat alternatif guna menambal kelemahan industri farmasi nasional. Untuk negara dengan biodiversitas sangat tinggi seperti Indonesia, alternatif sumber bahan baku obat yang paling menjanjikan adalah bahan kimia dari alam.
Sejarah pengembangan obat juga menunjukkan, tidak sedikit obat modern yang digunakan (sampai) sekarang berasal dari aneka jenis tanaman atau bahan alam lainnya. Bagian tanaman yang digunakan dalam pengobatan dapat berupa herba (tanaman utuh), bagian kulit kayu, daun, ataupun eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang dikeluarkan dari selnya dan belum berupa zat kimia murni.
Selain tanaman, aneka jenis biota laut, seperti ganggang dan karang lunak (sponges), dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku obat. Namun demikian, sumber yang eksotik seperti ini juga memiliki keterbatasan, yaitu sulit
PEndaHuLuan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi2
diperoleh dalam jumlah yang cukup besar. Bahkan tanaman, yang relatif mudah diperoleh dibanding biota laut, juga memiliki sejumlah keterbatasan sebagai sumber bahan berkhasiat obat.
Untuk mendapatkan (bahan) obat dalam jumlah yang memadai bagi kalangan industri, diperlukan biomassa tanaman dalam jumlah besar dan waktu tunggu yang lama untuk memanennya bila tanaman obat tersebut tergolong tanaman tahunan. Pengambilan tanaman obat dari hutan atau sumber non-budidaya lainnya juga terkendala, bahkan dapat mendorong kepunahan tanaman tersebut, karena cara pemanenannya dapat mempengaruhi kehidupan tanaman induk.
Dengan demikian, jika kita ingin membangun ketahanan nasional dibidang kesehatan dengan memanfaatkan bahan baku obat alternatif, yaitu bahan baku obat dari alam, diperlukan sebuah terobosan untuk mengatasi kendala besar yang ada. Kalau tanaman maupun biota laut sulit diharapkan ketersediaannya secara berkelanjutan sebagai sumber bahan baku, harus dicari sumber lain yang dapat memberikan senyawa biologis aktif yang sama: Mikroba endofit.
Mikroba endofit menjanjikan peluang besar untuk dikembangkan karena organisme renik yang hidup di dalam tanaman (atau inang lain) ini dapat menghasilkan metabolit sekunder seperti inangnya. Dengan memanfaatkan bakteri, kapang atau khamir yang diisolasi dari daun, batang, akar atau bagian lain tanaman obat atau, mungkin juga, diisolasi dari biota laut, tidak perlu lagi digunakan bagian tanaman (atau biota laut) dalam jumlah besar, sehingga tak perlu lagi menebang tanaman aslinya (atau mengambil biota laut dari habitatnya) untuk penyediaan simplisia (bahan mentah obat). Mikroba endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder seperti inangnya antara lain karena terjadinya transfer genetik dari inang-umumnya tanaman (sehingga, untuk selanjutnya, kalau tak disebut lain inang dari mikroba endofit adalah tanaman) — ke mikroba yang hidup di dalamnya.
Keunggulan lain dari pemanfaatan mikroba endofit adalah karena terhadap mikroba tersebut lebih mudah dilakukan manipulasi genetik dibandingkan terhadap tanaman atau inang lainnya. Biaya produksi bahan obat melalui proses fermentasi juga lebih murah dibandingkan dengan teknik kultur jaringan tanaman untuk skala produksi bahan obat yang setara. Pengembangan mikroba endofit bukan hanya memungkinkan penemuan serta produksi bahan obat alami secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, melainkan juga membuka peluang bagi penemuan metabolit sekunder bioaktif lainnya yang sejauh ini seringkali diabaikan untuk suatu saat
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 3
diproduksi dalam skala komersial. Selain itu pemanfaatan mikroba endofit juga sudah banyak dikembangkan dalam bidang pertanian khususnya pada tanaman rempah.
Buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang mikroba endofit, terutama yang hidup di dalam tanaman, dan dapat menghasilkan metabolit sekunder yang mirip dengan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman inangnya. Beberapa metabolit sekunder dari tanaman tertentu telah terbukti dapat dimanfaatkan di bidang kesehatan, khususnya di bidang farmasi, sebagai bahan baku untuk obat.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi4
MIKROBA adalah mahluk hidup yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan alat bantu mikroskop. Mikroba yang hidup di luar bagian tubuh host (inang atau pejamu) disebut mikroba epifit, sementara yang hidup di dalam tubuh inang disebut endofit. Inang yang dimaksud umumnya adalah tanaman.
Konsep mengenai mikroba endofit pertama kali diusulkan oleh De Barry pada 1866. Setelah itu, pada 1986, Carroll menggunakan istilah endofit untuk mikroba yang menyebabkan infeksi asimptomatis pada tanaman, tetapi tidak termasuk fungi patogen dan mycorrhizae. Konsep yang diterima sekarang adalah yang dikemukakan oleh Orland Petrini, yang mendefinisikan endofit sebagai mikroorganisme yang mempunyai habitat hidup di dalam organ tanaman dalam kurun waktu tertentu, dapat berkolonisasi di dalam jaringan tanaman tanpa merugikan tanaman inangnya. Mikroba endofit dapat hidup bersimbiose dengan tanaman inangnya dan dapat menghasilkan metabolit sekunder, termasuk metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas, seperti enzim, zat pengatur tumbuh, zat antimikroba, antifungi dan antikanker.
Mikroba endofit-termasuk bakteri, kapang dan khamir-dapat ditemu-kan pada semua jenis tanaman, mulai dari pohon berkayu dan herba sampai rumput-rumputan, bahkan algae. Pada umumnya, kapang yang lebih banyak ditemukan sebagai kapang endofit, tetapi actinomycetes endofit juga dapat ditemukan dari dalam jaringan tanaman yang sehat.
Mikroba endofit dapat diisolasi dari semua jaringan tanaman. Namun demikian, diperlukan seleksi dan penapisan (screening) untuk mengetahui endofit secara lebih spesifik. Bagian organ atau jaringan tanaman tertentu mengandung mikroba endofit tertentu pula yang berbeda satu dengan lainnya. Hal ini terjadi karena mekanisme adaptasi dari endofit terhadap mikroekologi dan kondisi fisiologis yang spesifik dari setiap tanaman inang.
BAB IMikroba Endofit
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 5
Dalam satu jaringan tanaman kemungkinan dapat ditemukan beberapa jenis mikroba endofit. Jumlah isolat yang diperoleh dari satu bagian tanaman inang biasanya amat banyak, tetapi hanya beberapa mikroba saja yang dominan pada satu inang. Endofit yang hidup di dalam rumput-rumputan berbeda dengan yang berada di dalam tanaman berkayu.
Senyawa bioaktif yang dihasilkan pada umumnya adalah alkaloid. Kapang endofit yang diperoleh dari daun lebih banyak bila dibandingkan dengan kapang endofit yang diperoleh dari bunga. Hal ini mungkin disebab- kan lapisan kutikula yang tipis pada daun dan permukaan daun yang luas, sehingga lebih banyak kapang endofit dapat berpenetrasi. Pada bunga, karena bagian tanaman ini hanya berkembang pada waktu tertentu dan menjadi layu dalam beberapa hari, hanya sedikit terpapar mikroba sehingga jumlah kapang yang dapat diisolasi juga lebih sedikit dibandingkan yang dari daun.
kaPanG Endofit
Fungi adalah suatu mikroorganisme heterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Sebagian besar tubuh fungi terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yang disebut miselium. Pada fungi ada dua istilah, yaitu mold (kapang) dan khamir.
Kapang merupakan kelompok mikroorganisme eukariotik yang tergolong dalam fungi berfilamen dan multiseluler. Kapang memiliki beberapa ciri spesifik, yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis, dan dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Beberapa kapang mempunyai bagian tubuh berbentuk filamen dengan dinding sel yang mengandung selulosa atau khitin, atau keduanya. Sementara itu, khamir adalah bentuk fungi berupa sel tunggal dengan pembelahan sel melalui pertunasan.
Kehidupan kapang sangat tergantung pada beberapa faktor eksternal. Faktor yang paling mempengaruhi kehidupan kapang adalah ketersediaan air. Selain itu, pertumbuhan fungi multiseluler ini juga dipengaruhi suhu, oksigen, dan pH lingkungan, serta ketersediaan nutrisi.
Ketersediaan airSel mikroba memerlukan air untuk hidup dan berkembangbiak. Karena itu,
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi6
pertumbuhan sel mikroba di dalam suatu medium sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Untuk pertumbuhannya, sebagian besar kapang membutuhkan air dalam jumlah relatif lebih rendah dibandingkan dengan khamir dan bakteri. Artinya, kapang dapat tumbuh dalam lingkungan yang relatif kering.
Suhu pertumbuhanSebagian besar kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar.
Suhu optimum pertumbuhan untuk sebagian besar kapang berkisar 25‒30oC, tetapi beberapa kapang dapat tumbuh pada suhu 35‒37oC atau lebih tinggi. Di antara kapang ada pula yang bersifat psikotropik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu lemari es (4‒10oC), bahkan ada pula masih dapat tumbuh dengan lambat di bawah suhu pembekuan, yaitu pada suhu ‒5oC sampai ‒10oC. Sebaliknya, ada pula kapang yang bersifat termofilik, dapat tumbuh pada suhu tinggi.
Kebutuhan oksigen dan pHSemua kapang bersifat aerobik sejati, yaitu membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Sebagian besar kapang dapat tumbuh optimum pada kisaran pH 2‒8,5.
NutrisiPada umumnya kapang dapat memanfaatkan berbagai sumber nutrisi, mulai dari
yang sederhana sampai yang kompleks. Kebutuhan dasar nutrisi bagi kapang adalah energi atau sumber karbon, sumber nitrogen, dan unsur anorganik.
komponen Penghambat
Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang bersifat menghambat organisme lain. Komponen ini disebut antibiotik. Beberapa kapang lain dapat menghasilkan komponen bersifat mikostatik atau fungistatik, yaitu menghambat pertumbuhan kapang lain, misalnya asam sorbat, asam propionat dan asam asetat yang bersifat fungisidal.
Fungi dapat dibagi dalam kelompok:
• Ascomycota. Kelompok fungi ini adalah kelompok terbesar, meliputi 3.250 genera dan mencakup sekitar 32.250 spesies, dan sebagian besar adalah mikrofungi.
• Deuteromycota. Kelompok ini disebut fungi anamorf, imperfekti, fungi konidial,
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 7
fungi mitosporik atau fungi aseksual. Deuteromycota mencakup 2.600 genera dan 15.000 spesies.
• Basidiomycota. Kelompok ini, yang terdiri dari 1.400 genera dan 22.250 spesies, sebagian besar berukuran mikroskopik.
• Zygomycota. Kelompok ini mencakup 56 genera dan ± 300 spesies, tidak mempunyai septa dalam hifanya.
• Chytridiomycota. Kelompok ini mencakup 112 genera dan 793 spesies, disebut fungi akuatik
Interaksi kapang Endofit dan Tanaman Inang
Kapang endofit ada di mana-mana dan dapat ditemukan di semua spesies tanaman. Kapang endofit tak bersifat spesifik pada tanaman inang. Beberapa galur kapang endofit yang sama, yang diisolasi dari bagian yang berbeda pada inang yang sama, akan berbeda dalam kemampuannya mengguna-kan substansi yang berbeda.
Kapang endofit dapat diisolasi dari tanaman yang berbeda, baik berbeda familia, kelas maupun lingkungan dan kondisi geografik tempat tanaman inang tersebut tumbuh. Sebagian besar kapang endofit menyebabkan infeksi sistemik secara intraselular, namun tidak menyebabkan kerugian pada inangnya. Dengan demikian, kapang ini hidup secara simbiosis mutualisme atau secara simbiosis netralisme.
Keberadaan kapang endofit pada tanaman dapat dilihat secara mikroskopik dalam jaringan tanaman (Gambar 1), atau dapat juga melalui isolasi biakan murni. Kapang endofit dapat berkolonisasi di dalam jaringan, masuk ke dalam sel inangnya, atau masuk ke dalam tanaman tanpa menyebabkan kerusakan pada sel (sehingga dapat dikatakan tidak menyebabkan infeksi pada sel inangnya). Keberadaan kapang dalam tanaman karena kemampuan fungi multiseluler tersebut berpenetrasi ke dalam sel inang.
Untuk mendapatkan isolat kapang endofit dari tanaman harus dilakukan sterilisasi pada permukaan bagian tanaman terlebih dahulu. Setelah itu, potongan dari bagian tanaman tersebut diletakkan di permukaan medium biakan standar dan diinkubasi. Setelah beberapa hari, fungi endofit akan tumbuh dan mungkin bersporulasi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi8
Kapang endofit dapat dikelompokkan ke dalam empat kelas berdasarkan jenis inangnya, jenis kolonisasi endofit pada jaringan inang, dan keragam-an jenis tanaman.
Kapang Endofit Kelas I Termasuk ke dalam kapang endofit kelas I adalah kapang yang tumbuh di rumput-
rumputan (Clavicipitaceae). Kapang endofit yang secara filogenetik mewakili kelas ini hanya ditemukan dalam jumlah kecil. Kapang endofit kelas I termasuk kapang yang sulit dikultivasi dan terbatas hanya dapat ditemukan pada musim dingin dan panas di padang rumput. Transmisi kapang endofit ini terjadi secara vertikal dari induk ke anaknya, dan biasanya melalui infeksi pada biji. Keuntungan yang diberikan oleh kapang endofit ini tergantung dari jenis spesies inang, genetik dari inang, dan kondisi lingkungan tumbuh inang.
Kapang Endofit Kelas IIKapang endofit kelas II terdiri dari beragam spesies, termasuk spesies kapang
dari divisi Ascomycota dan Basidiomycota. Kapang ini mempunyai kemampuan untuk hidup toleran terhadap tanaman inangnya.
Gambar 1 : Kapang endofit yang berada dalam daun dari tanaman Rhizomatous Tall Fescue. (→ ) sel hifa endofit (http://www.aboutrtf.com,2014)
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 9
Kapang Endofit Kelas IIIKapang endofit kelas III dibedakan berdasarkan keberadaan endofit dan transmisi
endofit secara horizontal. Termasuk ke dalam kelas ini adalah kapang endofit pada tumbuhan vascular (berpembuluh) dan non-vascular (tidak berpembuluh), woody (berkayu) dan herba angiosperma di hutan tropis dalam komunitas antartika. Biasanya kapang endofit kelas III dikenal karena keberagamannya dalam jaringan inang secara individual, dalam tumbuhan, atau dalam populasi tumbuhan. Satu tumbuhan tunggal dapat mempunyai beratus-ratus kapang endofit yang berbeda.
Kapang Endofit Kelas IVKapang endofit kelas IV dikenal memiliki septa berwarna gelap karena
mengandung pigmen hitam, dan ditemukan terbatas hanya dalam akar tumbuhan. Termasuk dalam kapang endofit kelas ini adalah kelompok fungi Ascomycetous yang memiliki konidia atau steril. Kapang endofit kelas IV umumnya membentuk struktur berpigmen pada inter- dan intraseluler hifa dan microsclerotia pada akar. Kapang kelas ini dapat dijumpai pada tumbuhan inang, untuk jenis kapang yang tidak dapat tumbuh pada akar (nonmycorrizal), di daerah antartika, kawasan pegunungan, atau daerah beriklim sedang serta dalam ekosistem tropis.
Kapang endofit dapat berada dalam tumbuhan yang hidup, dan diisolasi dari keluarga tumbuhnan yang beragam, yang tumbuh dalam ekologi dan geografi yang berbeda. Hanya sedikit kapang yang spesifik untuk spesies tumbuhan inang tertentu.
Penyebaran kapang endofit ke dalam tumbuhan melalui biji tumbuhan yang kemudian tumbuh berkembang bersama dengan tumbuhan inangnya. Beberapa kapang endofit tidak dapat secara langsung masuk ke dalam tumbuhan, dan hanya disebarkan oleh biji dari tumbuhan yang telah terinfeksi. Dengan demikian, biji yang bebas dari kapang akan menghasilkan tumbuhan yang bebas dari kapang endofit.
Sampai saat ini masih belum diketahui apakah ada bahan kimia yang dapat menghilangkan endofit dari tumbuhan, sehingga dapat mencegah terinfeksinya tumbuhan dari kapang endofit. Kapang endofit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu endofit tidak berspora dan endofit berspora. Sebagian besar kapang endofit tidak berspora, termasuk kelompok Acremonium.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi10
Keberadaan Endofit di Beberapa Tanaman
Kapang endofit dapat berada di berbagai tanaman dan beragam pada bagian tanaman.
Endofit yang Tumbuh pada ClavicipitaceaeKapang endofit yang tumbuh di dalam rumput pada umumnya menyebabkan
tanaman menjadi steril, karena adanya stroma yang dihasilkan oleh kapang endofit tersebut. Namun kapang endofit ini akan meningkatkan ketahanan tanaman inangnya terhadap keadaan stres (akibat kekurangan air, perubahan suhu dan tekanan lingkungan lainnya). Contoh dari kapang ini Neoryphodium spp.
Kapang Endofit Sistemik LainMeski spesies dari Acremonium telah sering diisolasi dari beberapa tanaman
padi asimptomatik, masih belum banyak diketahui dampak dari keberadaan kapang endofit tersebut terhadap tanaman inangnya. Kapang endofit Pseudocercosporella trichachincola yang diisolasi dari tanaman rumput Trichachne insularis, Alternaria alternata, Cladosporium spp, dan Epicocum purpurscens merupakan kapang non-sistemik dan juga dikenal sebagai kapang epifit yang berada pada Graminacoccus, serta merupakan kapang patogen pada rumput.
Kapang Alternaria alternata, Cladosporium tenuissimum, Epicocum purpurascens adalah endofit yang dominan ditemukan pada padi dan jagung. Hifa intraseluler dari Fusarium moniliforme ditemukan berada dalam jagung dan tidak memberikan dampak yang buruk pada tanaman inangnya.
Kapang Endofit dari Lichenes (Lumut Kerak)Kapang endofit dapat berada dalam thallus (tubuh) dari lumut kerak (lichenes),
dan ditemukan sebanyak 506 jenis taxa kapang endofit yang berbeda dari 17 spesies lumut kerak fruticose (yang mirip herba, memiliki daun dan ranting). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar isolat tersebut tidak mewakili jamur lichenicolus, melainkan termasuk spesies umum yang dikenal. Tingginya tingkat keanekaragaman jamur ini mungkin disebabkan oleh sifat dari pori thallus lumut kerak yang sangat beragam.
Kapang Endofit dari Bryophyta (Lumut) dan PakisBryophyta juga merupakan tempat bagi endofit. Dari hasil penelitian histologis,
diketahui adanya asosiasi antara kapang endofit dan tumbuhan yang tidak
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 11
berpembuluh, seperti hornwort (Phanoceros laevis). Ascomycetes, Basidiomycetes dan Zygomycetes diketahui berasosiasi dengan berbagai tum- buhan tidak berpembuluh sebagai tumbuhan inangnya, dengan bentuk asosiasi yang sangat beragam, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Sebagian besar dari kapang endofit adalah kapang yang tumbuh di akar (mikorhiza), ada yang mempunyai hifa yang bersepta pada akar dari Pteridophyte.
Kapang Endofit dari Kulit PohonKulit pohon merupakan tempat yang paling disukai oleh kapang endofit, terutama
kapang yang dapat berkolonisasi. Banyak spesies jamur yang secara asimptomatik tumbuh di dalam kulit kayu, ranting atau cabang dari tumbuhan, ataupun dalam daun. Namun, sampai saat ini, masih belum diketahui dengan jelas keadaan biologi mereka dalam tumbuhan inangnya. Kapang yang banyak ditemukan di pohon cemara adalah Nycoglaena subcoerulescens atau Arthipyrenia plumbaria.
Racun Kapang Endofit
Kapang endofit yang berada dalam rumput-rumputan ternyata dapat menghasilkan mikotoksin dari jenis alkaloid ergot. Mikotoksin ini dapat menyebabkan ergotism pada manusia bila termakan sklerotia dari Claviceps purpurea. Mikotoksin ergovaline ditemukan pada tall fescue, Festuca arundinacea Schreb, yaitu sejenis rumput tinggi yang hidup di daerah beriklim dingin di Amerika Utara. Mikotoksin ini menyebabkan keracunan pada ternak yang makan rumput dan dikenal sebagai fescue toxicosis.
Akibat yang ditimbulkan dari ergovaline pada hewan ternak adalah bobot badan ternak menurun. Ergovaline juga dapat menyebabkan kelesuan dan berkurangnya produksi susu karena mikotoksin itu dapat menekan hormon prolaktin pada sapi dan ternak lainnya. Selain itu, toksin endofit tersebut juga dapat menyebabkan abortus pada ternak.
Rumput yang terinfeksi oleh kapang endofit beracun juga bagi serangga. Mikotoksin dapat menghambat pembentukan larva serangga dan menyebabkan kematian.
Hubungan Simbiosis kapang Endofit
Hubungan simbiosis kapang endofit merupakan hubungan yang obligat bagi
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi12
kapang. Dari hubungan simbiosis tersebut, tanaman inang lebih banyak mendapat keuntungan. Infeksi kapang endofit dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dari rumput sebagai inangnya. Selain itu, rumput menjadi lebih tahan (toleran) terhadap kekeringan, dan toksin yang dihasilkan oleh endofit membuat rumput menjadi tidak disukai oleh hewan pemakan rumput. Infeksi oleh kapang Acremonium, misalnya, diketahui menyebabkan pertumbuhan yang meningkat, dan rumput menjadi tahan terhadap kekeringan dan gangguan dari hewan herbivora.
baktEri Endofit
Berdasarkan susunan dinding selnya, bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki susunan peptidoglikan yang tebal. Sementara itu, bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan tipis, tetapi dilengkapi dengan lapisan lipopolisakarida.
Bedasarkan bentuknya, bakteri dapat dibedakan menjadi bentuk kokus bulat atau oval, koma, basil, dan spiral. Bentuk basil sebagian besar tampak sebagai batang tunggal. Bakteri bentuk spiral beberapa memiliki lekukan, sehingga menyerupai spiral. Sementara itu, bakteri bentuk koma memiliki satu lekukan.
Bakteri endofit memiliki sifat dan bentuk morfologis yang sama dengan lazimnya bakteri. Bakteri endofit ini dapat berasosiasi dengan tanaman, membantu metabolisme tanaman inang dan menghasilkan metabolit sekunder yang mirip dengan senyawa tanaman inangnya.
Sejumlah hasil penelitian tentang bakteri endofit menunjukkan bahwa mikroba tersebut dapat berperan dalam menghasilkan metabolit sekunder, dengan jenis maupun aktivitas senyawa yang beragam. Beberapa metabolit sekunder tersebut berupa senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan beragam mikroba lain yang bersifat patogen bagi tanaman inang melalui aktivitasnya sebagai antibakteri atau antijamur.
Peneliti lain melaporkan bahwa bakteri endofit mampu menghasilkan berbagai enzim, termasuk xylanase, amilase, dan selulase, serta zat pengatur tumbuh tanaman. Dari beberapa hasil penelitian tentang pemanfaatan dan pengembangan bakteri dilaporkan bahwa telah diidentifikasi dan dikarakterisasi sejumlah senyawa yang berkhasiat sebagai antitumor atau antikanker, antidiabetes, dan antiinflamasi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 13
Beberapa metabolit sekunder yang dihasilkan bakteri endofit memiliki aktivitas antimikroba yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membunuh bakteri penyebab penyakit infeksi yang telah resisten terhadap antimikroba yang ada.
Secara umum, baik kapang maupun bakteri endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder yang bermanfaat di bidang industri farmasi maupun pertanian.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi14
DALAM fase pertumbuhannya, mikroorganisme akan menghasilkan meta- bolit yang merupakan hasil proses biosintesis mikroba tersebut. Pada kurva pertumbuhan mikroba yang merupakan hubungan antara konsentrasi biomassa dan waktu, terdapat empat fase pertumbuhan. yaitu fase lag, fase log, fase stationary dan fase kematian eksponensial.
Fase lag atau fase adaptasi berlangsung setelah dilakukan inokulasi pada medium nutrien, merupakan fase penyesuaian dari mikroorganisme terhadap lingkungan baru. Fase log disebut juga fase pertumbuhan eksponensial, merupakan fase ketika mikroba aktif membelah pada kecepatan maksimum. Pada kedua fase tersebut, terutama fase log, komposisi kimia medium mengalami perubahan, karena nutrien dikomsumsi dan zat-zat metabolik diproduksi. Keadaan tersebut akan mengakibatkan kondisi yang stabil.
Setelah fase log, laju pertumbuhan mulai menurun, karena nutrien esensial telah berkurang dan terjadi hambatan oleh produk metabolik yang tertimbun. Sel-sel akan mengalami transisi, sehingga laju pertumbuhan bersih menjadi nol. Di sini terjadi fase stationary, yaitu fase ketika laju pembelahan sel dan laju kematian mikoba mencapai keseimbangan. Di ujung fase stationary adalah fase kematian eksponensial yang ditandai dengan menurunnya jumlah mikroba karena terjadinya penurunan laju pembelahan sel sehingga akhirnya berhenti, di tengah peningkatan laju kematian mikroba.
BAB IIbiosintEsis MEtaboLit PriMEr dan
MEtaboLit sEkundEr
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 15
MEtaboLit PriMEr
Metabolit primer dibentuk atau diproduksi bersamaan dengan pembentukan sel baru, merupakan produk akhir dalam proses metabolisme mahluk hidup, dibentuk secara intraselular dan pada umumnya tidak diproduksi secara berlebihan. Termasuk ke dalam metabolit primer, yaitu yang digunakan sebagai kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh, adalah asam amino, nukleotida, protein, asam nukleat, lemak, dan karbohidrat.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa metabolit primer juga dihasilkan pada proses katabolisme. Metabolit primer yang terbentuk pada jalur Embden- Meyerhof, siklus pentosa, siklus asam trikarboksilat itu di antaranya adalah asam sitrat, asam fumarat, asam glukonat dan produk akhir katabolisme anaerob, seperti etanol, aseton dan butanol.
Metabolit primer mempunyai beberapa karakteristik, antara lain terbentuk melalui metabolisme primer serta memiliki fungsi yang esensial dan jelas bagi kelangsungan hidup organisme penghasilnya. Metabolit primer merupakan komponen esensial tubuh, seperti asam amino, vitamin, nukleotida, asam nukleat, dan lemak. Kebanyakan metabolit primer yang dibentuk memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan organisme penghasil. Namun demikian, metabolit primer tidak mempunyai sifat yang spesifik (karena ada pada hampir semua mahluk hidup), dan hasil akhir dari metabolismenya adalah alkohol.
Pembentukan metabolit primer dan sekunder tergantung pada mikro- organismenya, dan juga produk yang ingin dihasilkan. Metabolit dapat dibentuk selama fase pertumbuhan atau setelah fase pertumbuhan. Metabolit primer dihasilkan selama fase pertumbuhan aktif, sementara metabolit sekunder dibentuk setelah fase pertumbuhan sempurna. Pembentukan metabolit primer dan sekunder dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi16
Pertumbuhan
Pembentukan metabolit primer
Pertumbuhan
Pembentukan metabolite sekunder
Waktu
Gambar 2. Pembentukan metabolit primer dan sekunder (Willey JM, dkk,2009)
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 17
MEtaboLit sEkundEr
Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh makhluk hidup (mikroba, tanaman, atau hewan) dan bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yakni tumbuh dan berkembang, melainkan untuk mempertahankan eksistensi makhluk hidup yang bersangkutan serta keberlanjutan spesiesnya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Awalnya, diduga bahwa metabolit sekunder hanya diproduksi oleh tanaman tingkat tinggi. Tetapi, dengan berkembangnya ilmu, khususnya di bidang biokimia, diketahui bahwa selain tumbuhan, hewan dan mikroorganisme juga menghasilkan metabolit sekunder.
Terdapat kesamaan produk metabolisme yang dihasilkan oleh tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Selain itu, pada prinsipnya, mekanisme pem-bentukan metabolit sekunder pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme juga memiliki kesamaan. Disintesis untuk memenuhi kebutuhan pelengkap, metabolit sekunder diproduksi pada fase stasioner, dan produksi maupun penyimpanannya bersifat ekstraseluler. Contoh metabolit sekunder antara lain antibiotik, pigmen, vitamin, dan steroid.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ahli biologi dalam pemahaman tentang metabolit sekunder karena perbedaan perspektif yang dilatarbelakangi spesialisasi keahliannya. Metabolit sekunder pada tumbuhan adalah suatu senyawa yang dihasilkan tumbuhan dengan menggunakan metabolit primernya sebagai bahan dasar. Senyawa-senyawa yang tergolong metabolit sekunder ini tidak berperan nyata atau langsung dalam kegiatan yang menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi, tetapi bermanfaat bagi keseluruhan pertumbuhan tanaman tersebut.
Konsep metabolit sekunder pada dasarnya adalah mengubah suatu produk menjadi produk lain agar tidak menjadi toksik (detoksifikasi). Namun, ada pendapat lain yang memperkirakan bahwa metabolit sekunder merupakan produk akhir suatu aberasi atau merupakan produk sisa yang disekresikan. Metabolit sekunder yang utama melibatkan sejumlah kecil prekursor. Jalur metabolit sekunder dapat saling berkaitan dengan metabolit primer yang juga memegang peranan penting. Metabolit primer dan metabolit sekunder pada mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh jenis dan nutrisi yang tersedia dalam medium.
Metabolit sekunder mempunyai karakteristik antara lain dihasilkan melalui
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi18
proses metabolisme sekunder, diproduksi selama fase stationary, belum diketahui jelas fungsinya bagi organisme penghasil dan diduga tidak berhubungan dengan sintesis komponen sel atau pertumbuhan. Metabolit sekunder disimpan secara ekstraseluler, hanya dibuat oleh spesies tertentu dan dalam jumlah terbatas, pada umumnya diproduksi oleh fungi berfilamen dan bakteri yang membentuk spora.
Metabolit sekunder mempunyai struktur kimia yang heterogen, distribusinya terbatas, dikatalisis oleh enzim yang dikode oleh materi genetik khusus dan proses sintesisnya diawasi dengan ketat oleh jumlah dan aktivitas enzim. Ekspresi metabolisme sekunder dapat merupakan salah satu aspek kekhasan dari sel, atau pembentukan senyawa baru karena adanya integritas dalam perubahan dan pengembangan sel.
Hewan dapat mengeliminasi produk yang tidak diinginkan melalui proses ekskresi melalui ginjal, hati, atau organ eksresi lain, sementara mikroorganisme dapat dengan mudah melepasnya ke medium di sekitarnya. Tetapi keadaannya berbeda pada tanaman, karena tanaman akan menyimpan produk yang tidak diinginkan tersebut sebagai metabolit sekunder.
Kapang Ascomycota, Basidiomycota dan Zygomycota dapat menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler yang berkontribusi dalam menstabilkan simbiosis. Kapang endofit yang hidup di dalam tanaman inang dapat mensintesis senyawa biologik aktif yang mirip dengan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh inangnya.
Mikroba endofit memegang peranan penting dalam kehidupan tanaman. Organisme renik yang menumpang itu dapat memberi ketahanan pada tanaman, misalnya terhadap penyakit atau serangan herbivora, meningkatkan pertahanan tubuh, memungkinkan tanaman inang bertahan dalam kondisi yang buruk. Sebaliknya, keberadaan endofit juga akan memberikan dampak terhadap kondisi lingkungan, populasi lingkungan, dan ekosistem.
Sintesis metabolit sekunder dimulai pada saat beberapa zat gizi di dalam medium pertumbuhan mikroorganisme telah habis. Keterbatasan zat gizi tersebut menyebabkan terakumulasinya induser enzim metabolit sekunder dan gen-gen untuk sintesis metabolit sekunder dari represi katabolit. Pada akhir fase log dapat terjadi perubahan komposisi enzim sel dan enzim yang dibutuhkan untuk sintesis metabolit sekunder dapat muncul secara tiba- tiba. Diduga enzim tersebut mengalami represi selama fase log. Dalam sintesis metabolit primer, adanya senyawa prekursor
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 19
diduga meningkatkan dan mengatur produksi metabolit sekunder.
Pengertian metabolit primer dan sekunder tidak selalu dapat diartikan secara kaku. Ada beberapa metabolit sekunder yang tidak sepenuhnya mengikuti karakteristik dari metabolit sekunder. Hal ini juga terjadi pada metabolit primer. Sebagai contoh, hormon testoteron merupakan metabolit primer, namun dibuat dalam jumlah kecil seperti metabolit sekunder.
Metabolit Sekunder Mikroba Endofit
Keberadaan mikroba endofit tidak menyebabkan kerugian terhadap tanaman inangnya, tetapi justru dapat melindungi inang dari faktor di luar tanaman. Perlindungan yang diberikan mikroba endofit disebabkan oleh adanya simbiosis tanaman tersebut dengan mikroba endofit, termasuk kapang, khamir, dan bakteri. Mikroba endofit dapat membantu proses metabolisme dan menghasilkan metabolit sekunder yang dalam hal ini disebut metabolit bioaktif yang potensial, seperti zat antibakteri, zat antifungi, antivirus dan antiserangga.
Sebagai contoh, kapang endofit Acremonium sp yang hidup intraselular di dalam rumput suku Poaceae. Kapang ini dikenal sebagai mikroba endofit yang tidak menimbulkan penyakit pada rumput, tetapi dapat menyintesis sejumlah alkaloid, seperti ergopeptida, loline, lolitrem, dan peramine ketika tanaman inang melakukan fotosintesis. Alkaloid tersebut merupakan racun atau zat untuk pertahanan diri terhadap nematoda, serangga, dan mamalia herbivora yang memakan rumput. Sifat neurotoksin yang kuat terhadap mamalia dapat menyebabkan kematian pada ternak di padang rumput.
Alkaloid ergovaline dari kapang endofit Acremonium coenophiliam adalah racun untuk hewan ternak, dapat menyebabkan abortus pada ternak. Padang rumput yang indah rumputnya tidak lagi menjadi makanan yang disukai oleh ternak karena toksik bagi sapi, kambing, dan mamalia herbivora besar lainnya. Dengan demikian, keberadaan mikroba endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari kondisi buruk di sekitarnya.
Mengenai mengapa metabolit sekunder disintesis, masih banyak hipotesis yang berbeda, sehingga batasan metabolit sekunder menjadi beragam. Terbentuknya metabolit sekunder, apakah karena interaksi antar-tumbuhan atau antara tumbuhan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi20
dengan makhluk hidup lain, masih belum diteliti dan belum diketahui dengan pasti.
Endofit yang berada di dalam tumbuhan umumnya lebih dari satu jenis, sehingga dalam menghasilkan metabolit sekunder terjadi interaksi antar-mikroorganisme dan juga antara mikroorganisme dengan tumbuhan inangnya. Hal ini terjadi karena tumbuhan dapat menjadi tempat penampungan sejumlah besar mikroba endofit.
asal Mula Metabolit sekunder
Sampai saat ini, terbentuknya metabolit sekunder dari mikroba endofit masih belum diketahui dengan jelas. Namun, dari beberapa penelitian yang ada, telah diperoleh suatu dugaan sementara bahwa ada suatu komunikasi antara mikroba endofit dan tumbuhan inang sehingga terbentuk metabolit sekunder tertentu.
Mikroba endofit merupakan kelompok multi-organisme yang sangat beragam dan banyak ditemukan pada tumbuhan, memiliki kemampuan memelihara suatu hubungan dengan tumbuhan inangnya, dan tidak kelihatan secara visual. Hubungan ini paling sedikit untuk satu siklus dari kehidupan mikroba endofit tersebut dan melibatkan kemampuan untuk melakukan biosintesis metabolit sekunder yang bersifat bioaktif. Komunikasi yang terjadi dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antara tumbuhan dengan endofit.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 21
Gambar 3. Skema Interpretasi ekologi kimia, interaksi yang menguntungkan antara tumbuhan dan kapang, khususnya kapang endofit.
(Kusari S. dkk, 2012)
Mikroba endofit 31
biosintesis metabolit sekunder yang bersifat bioaktif. Komunikasi yang terjadi dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antara tumbuhan dengan endofit.
Interaksi Tumbuhan – Endofit
Gambar 3. Skema Interpretasi ekologi kimia, interaksi yang menguntungkan antara tumbuhan dan kapang, khususnya kapang endofit. (Kusari S. dkk, 2012)
A. Menunjukkan hipotesis antagonisme yang seimbang antara tumbuhan dan kapang. Kapang memberi faktor virulensi pada tumbuhan, sebaliknya tumbuhan memberi respons pertahanan pada kapang.
B. Menyebabkan adanya penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh kapang patogen, ketika respons pertahanan tumbuhan dihambat oleh faktor virulensi tertentu.
C. Menunjukkan hubungan timbal-balik antara kapang patogen dan endofit. Fenomena ini menunjukkan kemungkinan tidak bersifat umum, masih merupakan suatu pertanyaan, dan masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Interaksi Tumbuhan – Endofit
A. Menunjukkan hipotesis antagonisme yang seimbang antara tumbuhan dan kapang. Kapang memberi faktor virulensi pada tumbuhan, sebaliknya tumbuhan memberi respons pertahanan pada kapang.
B. Menyebabkan adanya penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh kapang patogen, ketika respons pertahanan tumbuhan dihambat oleh faktor virulensi tertentu.
C. Menunjukkan hubungan timbal-balik antara kapang patogen dan endofit. Fenomena ini menunjukkan kemungkinan tidak bersifat umum, masih merupa-kan suatu pertanyaan, dan masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
D. Menggambarkan strategi pertahanan endofit. Kapang endofit bertahan dengan mekanisme resisten terhadap metabolit sekunder tumbuhan
E. Tumbuhan, kapang endofit dan kapang patogen menunjukkan sinergisme yang seimbang.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi22
Semua bentuk interaksi antara tumbuhan dan kapang diawali dengan suatu kontak fisik antara tumbuhan tersebut dengan kapang. Selain itu, ada pula sejumlah penghalang, baik fisik maupun kimia, yang harus diatasi sebelum hubungan di antara keduanya terbentuk. Ada beberapa hipotesis tentang hubungan antara mikroba endofit dengan tumbuhan, bahkan sampai metabolit sekunder yang dihasilkan.
Hipotesis “antagonisme berimbang” (Balanced Antagonism)
Hipotesis “antagonisme yang seimbang” menjelaskan bagaimana endofit dapat menghindari serangan dari sistem pertahanan alami tumbuhan inangnya dan mampu melindungi dirinya sendiri, sehingga tidak dilumpuhkan oleh metabolit toksik dari tumbuhan inangnya, bahkan pada akhirnya dapat tumbuh dalam tumbuhan inangnya tanpa menimbulkan suatu penyakit atau yang dapat terlihat (pada Gambar 3, Bagian A).
Kolonisasi asimptomatik dari mikroba endofit menunjukkan adanya antagonis yang seimbang antara endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit maupun agen patogen lainnya memiliki sejumlah faktor virulensi yang harus diatasi oleh mekanisme pertahanan tumbuhan. Bila virulensi kapang dan sistem pertahanan tumbuhan seimbang, hubungan antara keduanya akan bersifat asimptomatik dan non-virulen. Keadaan ini merupakan suatu tahapan transisi, dimana berbagai faktor lingkungan memiliki peran besar yang dapat menggoyahkan keseimbangan antagonisme yang rapuh di antara keduanya.
Bila mekanisme pertahanan tumbuhan dapat mengalahkan faktor virulensi kapang secara total, kapang itu akan mati. Sebaliknya, bila sistem pertahanan tumbuhan dapat dikalahkan oleh faktor virulensi kapang tersebut, hubungan antara tanaman dan patogen akan berakibat timbulnya penyakit pada tanaman (Gambar 3, Bagian B).
Karena sebagian besar dari mikroba endofit mungkin saja mempunyai sifat patogen laten atau tersembunyi, mungkin dibutuhkan pengaruh suatu unsur tertentu atau faktor lingkungan lain untuk dapat menimbulkan faktor patogennya (Gambar 3, Bagian C). Sebagai contoh, ekspresi dari stres dan gen protein kinase yang diaktifkan oleh mitogen (mitogen-activated protein kinase gene) (sakA) pada endofit Epichloë festucae terbukti memegang peranan penting dalam mempertahankan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 23
hubungan mutualistik dengan inangnya, yaitu Lolium perenne (perennial ryegrass) dan mencegah hubungan ini menjadi patogenik.
Interaksi antara tumbuhan dan mikroba endofit mungkin lebih dari sekadar suatu keseimbangan antara virulensi dan sistem pertahanan tumbuhan, tetapi merupakan suatu interaksi yang kompleks dan lebih terkendali (Gambar 3, Bagian D). Sebagai contoh, tanaman Camptotheca acuminata (happy tree) menghasilkan senyawa camptothecin, antikanker yang menghambat topoisomerase I dengan cara mengikat dan menstabilkan ikatan kovalen kompleks dari DNA topoisomerase I. Endofit penghasil Acamptothecin (Fusarium solani) diisolasi dari jaringan kulit bagian dalam dari tanaman C. acuminata untuk memastikan agar terlindung dari camptothecin yang dihasilkan oleh dirinya sendiri dan tanaman oleh suatu residu asam amino khusus yang mengadakan perubahan dari pengikatan camptothecin dan catalytic domains (enzim yang berinteraksi dengan substrat untuk memicu reaksi enzimatik) dari topoisomerase I-nya. Topoisomerase I yang diperoleh dari endofit lain yang diisolasi dari jaringan yang sama tetapi tidak menghasilkan camptothecin juga akan mengadakan perubahan sehingga membuatnya mampu bertahan terhadap aksi camptothecin.
Hal tersebut menunjukkan adanya suatu proses evolusi pra-adaptasi yang serupa dari endofit yang menginfeksi tumbuhan yang sama, terlepas dari kemampuan biosintetisnya. Sebagaimana telah diketahui, tumbuhan menggunakan camptothecin sebagai sarana pertahanan kimia terhadap serangan serangga dan patogen. Semua jenis kapang yang berusaha untuk menginfeksi tumbuhan penghasil camptothecin akan bereaksi dengan camptothecin yang dihasilkan oleh tanaman tersebut.
Karena itu, kapang yang menyerang akan dibunuh oleh camptothecin yang mentargetkan DNA kompleks topoisomerase I nya, kecuali bila kapang tersebut memiliki kemampuan untuk menahan serangan camptothecin dari inangnya setelah terjadinya infeksi. Dalam hal ini, kapang endofit yang menginfeksi, F. solani, harus memiliki kemampuan dari dalam untuk menahan toksisitas dari camptothecin yang dikeluarkan oleh tumbuhan inang.
Ada pula tumbuhan yang menunjukkan resistensi terhadap camptothecin yang dikeluarkan oleh residu asam amino khusus dalam pengikatan camptothecin dan dalam catalytic domains dari enzim topoisomerase I nya. Sebagai contoh, Ophiorrhiza japonica menunjukkan resistensi parsial terhadap camptothecin secara in vivo, meski organisme tersebut tidak menghasilkan senyawa ini. Hal ini menunjukkan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi24
adanya kontribusi dari residu asam amino tertentu yang belum diketahui yang menyebabkan terjadinya pra-adaptasi topoisomerase I pada Ophiorrhiza japonica.
Di sisi lain, konsep mengenai resistensi yang bergantung pada waktu dan berdasar pada target tertentu atau adaptasi evolusi bersama (coevolutionary adaptation), pada berbagai spesies bersifat spesifik. Kapang endofit F.solani mampu menghasilkan camptothecin, sehingga sangat mungkin bahwa kapang ini juga mampu mengembangkan resistensi tambahan berdasarkan target terhadap camptothecin sepanjang jalur evolusinya. Dalam hal ini, tampaknya jenis interaksi antara tumbuhan dengan mikroba endofit harus sangat khusus dan sangat spesifik terpilih sehingga memungkinkan terjadinya ko-eksistensi yang berkelanjutan.
Menurut hipotesis mengenai evolusi bersama antara tumbuhan dan endofit, sangat mungkin bahwa endofit berperan membantu tumbuhan dalam menyusun pertahanan kimia in planta dengan cara memproduksi bioaktif metabolit sekunder. Ada dua gagasan paralel yang menarik terkait dengan hal ini. Menurut teori “mosaic effect”, endofit akan melindungi tanaman inangnya dengan cara membuat komposisi kimiawi yang heterogen di dalam dan di antara organ tumbuhan dimana secara genetik seharusnya komposisi kimianya seragam. Sebagai akibatnya, organ-organ tumbuhan ini secara acak akan mempunyai rasa atau nilai yang berbeda terhadap hewan pemakan tumbuhan (herbivor) yang hendak memangsanya, sehingga hal ini akan membantu tumbuhan inang untuk menghadapi serangan patogen.
Teori lain menyatakan bahwa mikroba endofit mungkin membantu tumbuhan inangnya dengan menjadikan dirinya sebagai “sistem kekebalan tubuh” bagi tumbuhan tersebut. Hipotesis ‘‘xenohormesis’’ menyatakan bahwa sinyal dan stres yang diekspresikan oleh molekul tumbuhan dapat dideteksi oleh heterotrophs (binatang dan mikroba) yang telah mengembangkan kemampuan ini sepanjang jalur evolusinya. Heterotrophs mungkin masih memiliki kemampuan untuk mendeteksi tanda-tanda kimia pada tumbuhan untuk dapat kembali menghasilkan metabolit sekunder, meski sedikit demi sedikit sebenarnya mereka telah kehilangan kemampuan untuk melakukan biosintesis atas senyawa-senyawa ini.
Karena itu, sangat mungkin bahwa ada sekelompok gen yang relatif masih bersifat sama (homolog) sepanjang jalur evolusi pada tumbuhan, mikroba dan hewan, dan gen-gen tersebut dapat saja diaktifkan kembali oleh interaksi yang sesuai antara tumbuhan dan mikroba endofit dan mikroba endofit lainnya.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 25
Sebagai contoh, belum lama ini terungkap bahwa mamalia dapat melakukan sintesis yang menghasilkan morfin, padahal anggapan sebelumnya adalah bahwa morfin hanya dapat dihasilkan oleh tanaman Papaver somniferum (candu). Hal ini merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa yang tadinya diduga hanya dapat dihasilkan oleh tumbuhan ternyata juga dapat dihasilkan oleh mikroba endofit.
Produk alami yang dihasilkan oleh kapang endofit pada awalnya dianggap hanya dapat terjadi pada tumbuhan, tetapi sangat mungkin bahwa “metabolit tumbuhan” yang beragam itu sebenarnya merupakan produk biosintesis dari endofitnya. Suatu contoh penting dalam hal ini adalah produksi maytansinoid ansamitocin, sejenis antitumor kuat, yang pada awalnya diisolasi dari tanaman tinggi oleh Actinomycete, Actinosynnema pretiosum ssp., Auranticum.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kemungkinan bahwa sumber sesungguhnya dari biosintesis maytansinoid adalah bakteri endofit. Transfer horisontal gen dapat menjelaskan produksi maytansinoids oleh tanaman, namun hal lain membuktikan bahwa maytansinoids lebih mungkin diproduksi oleh simbion (symbionts).
Crosstalk antara Spesies Tumbuhan dan Endofit
Crosstalk dapat didefinisikan sebagai transduksi sinyal. Sebagai contoh adalah rangkaian sinyal antarprotein (signaling cascade) di sitoplasma pada sel hewan. Interspecies crosstalk dapat didefinisikan sebagai bentuk komunikasi, transduksi sinyal antarspesies.
Mengingat bahwa endofit berdiam di dalam tanaman dan berinteraksi secara terus menerus dengan inangnya, dapat diduga bahwa tanaman akan memiliki pengaruh yang besar pada proses metabolisme in planta dari endofit. Sebagai contoh, tanaman homoserine dan asparagine berperan sebagai inang yang memberikan sinyal untuk mengaktifkan ekspresi gen yang mematikan pada galur patogen (virulent strains) Nectria hematococca yang hanya terjadi in planta. Lebih jauh lagi, ekspresi kelompok gen biogenesis lolitrem pada endofit Neotyphodium lolii yang hidup di dalam perennial ryegrass akan tinggi pada tanaman in planta, tetapi rendah, bahkan hampir tidak dapat dideteksi, pada kultur jamur yang dibudidayakan in vitro, sehingga mendukung pendapat bahwa pemberian sinyal dari tumbuhan dibutuhkan untuk mendorong terjadinya hal ini.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi26
Contoh lain yang meyakinkan adalah adanya hubungan simbiosis antara tumbuhan dicotyledonous (Convolvulaceae) dan jamur di dalam rumput- rumputan yang berujung pada sintesis alkaloid ergot (ergoline alkaloids) oleh jamur, dan kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai asal-usul senyawa ini pada tumbuhan. Belum lama ini juga terungkap bahwa endofit penghasil camptothecin, F. solani yang diisolasi dari C. acuminata, secara alami dapat menghasilkan prekursor untuk camptothecin. Tetapi, suatu enzim tanaman inang yang tidak dimiliki oleh jamur, strictosidine synthase, ternyata digunakan pada tumbuhan in planta sebagai komponen dasar dalam memproduksi camptothecin.
Hal tersebut merupakan alasan utama terjadinya pengurangan signifi- kan produksi camptothecin pada sub-kultur dengan kondisi aksenik (terbebas dari organisme hidup lainnya). Interaksi tumbuhan dan kapang semacam ini mendorong dilakukannya suatu peninjauan kembali apakah transfer horisontal gen (tumbuhan ke genome endofit atau sebaliknya) adalah satu- satunya mekanisme dimana endofit secara alami akan menghasilkan senyawa tumbuhan yang sejenis.
Crosstalk antar-Spesies Endofit – Endofit
Merupakan hal yang tidak umum bila suatu jenis tumbuhan hanya dikoloni- sasi oleh satu jenis mikroba endofit. Pada kenyataannya, ada berbagai mikroorganisme di dalam jaringan tumbuhan dan jelas sekali bahwa suatu endofit tertentu dapat berinteraksi, secara langsung maupun tak langsung, dengan endofit lain yang sejenis pada tumbuhan (kapang-kapang, kapang- bakteri, dan/atau bakteri-bakteri). Sejumlah penelitian yang dilakukan baru- baru ini memberikan bukti yang meyakinkan bahwa interaksi mikrobial dapat memegang peranan yang penting di awal produksi metabolit pada bakteri dan kapang (Gambar 4).
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 27
Keterangan Gambar:A → Jamur Endofit A → mendorong terjadinya metabolisme* → Jamur Endofit B → Senyawa WB → Jamur Endofit C → ¾ bakteri simbion → Senyawa XC → Jamur Endofit D ¾ Senyawa Y ¾ bakteri endofit → crosstalk ¾ Senyawa Z
Gambar 4. Gambaran Skematik dari Crosstalk antar Spesies kapang Endofit (Kusari S. dkk, 2012)
A. Menggambarkan crosstalk antar-kapang: Kapang endofit A menginduksi metabolisme kapang endofit B, menghasilkan zat W
B. Menggambarkan endosimbiosis antara kapang dan bakteri: Kapang endofit C mengandung bakteri simbion sehingga menghasilkan zat X
C. Menggambarkan crosstalk kapang-bakteri: Kapang endofit D menginduksi sinyal (crosstalk) pada bakteri endofit untuk menghasilkan komponen Z, bakteri endofit menginduksi sinyal pada kapang endofit D untuk menghasilkan komponen Y.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi28
Pertemuan antara bakteri dan kapang dapat menghasilkan molekul yang memberi sinyal acak dan lemah, misalnya sinyal yang mendeteksi jumlah atau bentuk pemicu lain yang dapat mengaktifkan jalur biosentesis yang pada awalnya tidak aktif (diam). Walau demikian, kontak yang dekat antara kapang (dalam hal ini Aspergillus nidulans) dan bakteri (Streptomyces rapamycinicus) juga dapat terjadi.
Kontak yang dekat antara kapang dan bakteri tersebut dapat menyebabkan modifikasi epigenetik melalui Saga/Ada-mediated histone acetylasization pada metabolism sekunder kapang. Interaksi yang tak terduga ini dapat menghasilkan derivat polifenol dari asam orselinik (orsellinic acid), seperti cathepsin K inhibitor dan asam lekanorik (lecanoric acid).
Pengamatan yang dilakukan pada senyawa yang disebut terakhir itu amat menarik karena asam lekanorik merupakan model atau pola awal dari metabolit lichen. Berdasarkan pengamatan tersebut patut dicatat bahwa seluruh upaya untuk memperoleh berbagai produk alami dari endofit sejauh ini hanya dilakukan pada kondisi aksenik monokultur.
Evaluasi interaksi antar-endofit menjadi menarik untuk dipelajari secara lebih rinci. Fungsi metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang kompleks dapat pula ditemui pada endofit. Dalam komunitas mikroba, setiap produk alami berpotensi untuk mempengaruhi profil metabolisme dari mikroorganisme. Karena itu, interaksi antar-endofit dalam tanaman akan menghasilkan produk alami yang secara signifikan lebih beragam daripada yang dapat diamati pada suatu kultur aksenik yang terpisah dalam lingkungan laboratorium. Dari sudut pandang tanaman inang, juga harus dipertimbangkan pengaruh sinergi dari “antimikroba” yang dilepaskan tanaman, yang berperan dalam pertahanan dirinya.
Selain dari potensinya, peran kerjasama mikroorganisme yang menghasilkan metabolit, ada juga kemungkinan kompleksitas pada tingkat berikutnya yang seringkali diabaikan sampai saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rhizoxin, yaitu agen yang menyebabkan terjadinya pembusukan pada bibit padi, ternyata bukan merupakan hasil proses biosintesis oleh jamur patogen Rhizopus microsporus sebagaimana diduga sebelumnya, melainkan merupakan endosimbiotik bakteri dari genus Burkholderia yang berdiam dalam sitosol kapang.
Hal yang menarik di sini adalah bahwa endosimbion tidak hanya menghasilkan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 29
phytotoxin, tetapi juga dapat menghindari mekanisme pertahanan kapang mengendalikan diferensiasi dan sporulasi (proses pembentukan spora) pada inang kapang. Skenario serupa juga memungkinkan bagi kapang endofit (Gambar 4, Bagian B), dan ternyata proses simbiosis yang terkait dengan melibatkan kapang mycorrhizal memang terjadi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi30
BAB IIIisoLasi dan idEntifikasi
Mikroba Endofit
isoLasi Mikroba Endofit
Bagian tanaman, seperti ranting, daun, dan buah dapat digunakan sebagai sampel untuk memperoleh isolat endofit. Metode yang digunakan untuk isolasi endofit adalah dengan sterilisasi permukaan dan teknik tanam langsung.
Bagian tumbuhan yang akan digunakan dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam termos yang berisi es batu untuk mencegah kerusakan sampel. Sampel diupayakan secepatnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan proses sterilisasi permukaan. Skema sterilisasi permukaan dapat dilihat pada Gambar 5.
Bagian tumbuhan yang telah disterilisasi permukaannya dipotong mengunakan pisau. Potongan sampel berukuran 1‒1,5 cm kemudian di-cuci dengan air mengalir selama 10 menit guna menghilangkan kotoran yang ada di permukaan. Setelah itu, terhadap sampel yang telah bersih dilakukan sterilisasi dengan merendam secara berturut-turut di dalam etanol 75% selama 1 menit, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,3% selama 5 menit, dan etanol 75% selama 30 detik. Sampel yang telah disterilkan dikeringkan di atas kertas saring, dan dilakukan pemotongan secara membujur dengan scalpel (pisau) yang telah disterilkan, di atas objek gelas (kaca benda) steril.
Potongan dari belahan membujur yang telah kering tersebut diletakkan pada dua medium yang berbeda. Sebagian potongan belahan membujur diletakkan pada medium Nutrien Agar yang telah diberi nistatin 0,01% (100mg/1000ml) yang dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan kapang. Sebagian belahan membujur lainnya pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah diberi 0,005% (50mg/1000 ml) kloramfenikol guna menghambat pertumbuhan bakteri.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 31
Setiap potongan yang akan diinkubasi tersebut diletakkan di atas permukaan agar dengan bagian dalam dari potongan menghadap langsung ke permukaan agar.
Untuk sampel daun, dipotong bagian kostanya dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm. Sterilisasi permukaan sampel dilakukan sebagai berikut: sampel daun direndam di dalam alkohol 75% selama 1 menit, kemudian di dalam natrium hipoklorit 5,3% selama 5 menit. Setelah itu, potongan sampel daun diletakkan di atas medium dengan diberi tekanan, bagian luka potong berada di atas medium, kemudian diinkubasi.
Inkubasi dilakukan menggunakan inkubator yang sesuai. Untuk isolasi bakteri, inkubasi dilakukan selama 2 hari pada suhu 37oC, sementara untuk kapang selama 5‒7 hari pada suhu 27‒29oC. Selama inkubasi, pertumbuhan bakteri dan kapang diamati. Isolat endofit yang menunjukkan morfologi bakteri dipindahkan ke media Nutrient Agar; isolat mikroba yang menunjukkan sifat morfologi kapang dipindahkan ke media PDA.
Metode isolasi Lain
Isolasi mikroba endofit dapat pula dilakukan dengan menggunakan beberapa metode lain. Salah satu metode yang merupakan modifikasi dari metode dasar di atas adalah Metode Penanaman Langsung. Pada metode ini modifikasi dilakukan pada tahap sterilisasi. Berikut ini beberapa modifikasi yang telah terbukti memberikan hasil yang baik.
(i) Modifikasi yang paling sederhana adalah dengan melakukan perendaman sampel di dalam alkohol 75% selama 30 detik, setelah itu dilakukan pembilasan dengan aqua destilata steril 1‒2 kali untuk menghilangkan sisa antiseptik yang digunakan.
(ii) Modifikasi lain yang juga sederhana adalah dengan merendam potongan ranting yang masih segar di dalam alkohol 75% dan formalin 40%, masing-masing selama 3 menit, kemudian dibilas 3 kali dengan aqua destilata steril.
(iii) Modifikasi cara sterilisasi lainnya adalah dengan pencucian menggunakan air mengalir, diteruskan dengan perendaman dalam alkohol 70% selama 10‒20 menit. Setelah itu, sampel dicuci beberapa kali dengan air steril, direndam dalam larutan HgCl2 0,1% selama 1‒2 menit, dibilas kembali dengan air steril
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi32
sebanyak 3‒5 kali, dan diletakkan di dalam gelas piala (beaker glass) berisi aqua destilata steril.
(iv) Modifikasi yang lebih lengkap antara lain dilakukan terhadap sampel daun. Pada sterilisasi permukaan sampel daun, dilakukan perendaman di dalam etanol 70% selama 5 menit, dilanjutkan dengan perendaman di dalam larutan merkuri klorida 2% selama 30 detik. Kemampuan sterilisasi dari larutan antiseptik yang digunakan diuji dengan cara potongan daun digelindingkan atau diletakkan di atas medium TSA (Tryptic Soya Agar 0,1%), setelah itu diinkubasi (sebagai blangko).
Potongan daun yang telah disterilkan digerus dalam mortil steril dengan menambahkan larutan dapar fosfat saline. Sampel larutan dapar fosfat saline diinkubasi pada medium dengan kadar nitrogen yang rendah, dalam medium semi padat yang mengandung asam malat (5 g), K2HPO4 (0,5 g), MgSO4 7 H2O (0,2 g), NaCl (0,1 g), CaCl2 (0,02 g), biru bromtimol 0,5% dalam 0,2N KOH (2 ml), larutan Fe-EDTA (4ml) dan agar (2 g). Keasaman (pH) medium diatur menjadi 7,0 dengan penambahan KOH.
Untuk mengisolasi bakteri biakan dari media dengan kadar nitrogen yang rendah,
inokulasi dilakukan pada media TSA, kemudian diinkubasi pada suhu 34oC. Sementara itu, untuk mengisolasi kapang, inokulasi dilakukan pada medium PDA dan diinkubasikan pada suhu 27oC. Isolasi mikroba endofit tersebut menggunakan medium bebas nitrogen atau memiliki kandungan nitrogen yang rendah, karena secara alami mikroba endofit yang berada di dalam tanaman terbiasa dengan kondisi nitrogen rendah.
(v) Selain itu ada pula metode sterilisasi menggunakan acidic electrolyzed water (larutan NaCl encer yang pH-nya diturunkan dengan penambahan HCl dan dielektrolisis, sehingga terbentuk larutan sodium hipoklorit). Metode sterilisasi dengan modifikasi ini memberikan jumlah isolat yang lebih banyak secara signifikan dibandingkan dengan metode sterilisasi menggunakan larutan desinfektan konvensional, yaitu etanol-sodium hipoklorit.
Penggunaan acidic electrolyzed water juga menggurangi terjadinya perubahan warna atau tekstur dari jaringan sampel tanaman. Perubahan tekstur ini perlu mendapat perhatian, terutama pada sterilisasi permukaan daun, akar, dan bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan, beberapa larutan pensteril seperti etanol dan sodium hipoklorit juga dapat menghambat pertumbuhan dari mikroba endofit
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 33
Contoh isolasi bakteri endofit dari daun adalah prosedur yang dilakukan oleh kelompok peneliti dari Universitas Orissa Utara. Menggunakan tanaman Suaveolens hiptis yang tumbuh di kebun percobaan Departemen Botani sebagai objek percobaan, para peneliti tersebut mengambil daun yang sehat, masih segar dan tidak ada tanda-tanda terinfeksi mikroorganisme. Sampel daun dimasukkan ke dalam plastik polietilen dan dibawa ke laboratorium untuk dicuci dengan air kran mengalir dan menggunakan teopol, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan menggunakan kipas angin.
Pada proses isolasi bakteri endofit, simplisia daun yang telah kering dicuci. Setelah itu, dilakukan sterilisasi permukaan dengan merendamnya secara berurutan dalam 70% etanol selama 5 menit dan 1% natrium hipoklorida (NaOCl) selama 1 menit dan dibilas secara menyeluruh dengan air suling steril. Air berlebih dikeringkan dalam laminary air flow.
Sampel yang telah disterilkan permukaannya kemudian dipotong menjadi ukuran 0,5 cm2 (rata-rata) dalam kondisi aseptik. Uji sterilitas . permukaan dilakukan pada setiap sampel guna memastikan eliminasi mikroorganisme permukaan. Setiap fragmen kemudian ditempatkan pada media Nutrient Agar dalam cawan Petri dan diinkubasi dalam incubator BOD pada suhu 30 ± 1°C. Pertumbuhan bakteri pada cawan Petri diamati 3-5 hari setelah inkubasi. Koloni tunggal tumbuh dari fragmen yang diinokulasi dipilih berdasarkan karakteristik bentuk morfologi dan penampilan. Selanjutnya dilakukan pemisahan koloni menjadi isolat tunggal.
Untuk isolasi kapang endofit, sebagai contoh adalah adalah prosedur yang dilakukan oleh kelompok peneliti dari Visva-Bharati, Santiniketan, India. Sampel yang digunakan adalah daun tanaman Azadirachta indica yang dikumpulkan dari kebun percobaan di kawasan Santiniketan, Benggala Barat. Sampel daun segar yang sehat dibawa ke laboratorium dalam kantong plastik steril, menggunakan Ice Box.
Sampel daun yang akan digunakan dalam isolasi kapang dicuci dengan air mengalir, kemudian permukaannya disterilisasi dengan larutan natrium hipoklorida (NaOCl) 4% selama 3–4 menit dan dibilas setidaknya tiga kali dengan air suling steril dan, setelah itu, dicuci dengan alcohol 70%. Setelah alkohol menguap, daun dipotong kecil-kecil (0,5cm x 0,5cm) dan 300 potongan daun diletakkan pada permukaan malt-extract (ME) agar.
Pada setiap cawan Petri berisi ME agar yang telah diberi 150 μg/ml streptomisin
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi34
untuk mencegah kemungkinan kontaminasi bakteri diletakkan 4 potongan daun. Setelah 3-4 hari diinkubasi pada suhu 280C, miselia jamur yang tumbuh diambil dari sampel daun, dimurnikan dengan menggoreskan pada ME agar, kemudian disimpan di ME agar miring pada suhu di 40C untuk pemeriksaan lebih lanjut. Semua isolat jamur dikarakterisasi secara morfologis dengan mikroskop cahaya setelah pewarnaan dengan kapas biru dan lakto fenol. Setelah diperoleh isolat tunggal dilakukan untuk uji aktivitas.
Isolasi bakteri endofit dari akar tanaman
Tiap potongan akar dibersihkan dengan air lalu dikeringkan dengan kertas tisu dan ditimbang. Potongan akar yang digunakan kira-kira sebanyak 1 gram, dilakukan sterilisasi permukaan dengan merendam dalam NaOCl 5% selama 1 menit, setelah itu ditambahkan 0.01% Tween 20 dan dibilas air steril sebanyak 3 kali.
Untuk memastikan sterilisasi sudah berhasil, akar tersebut diinkubasi pada cawan Petri yang mengandung media Tryptic Soy Agar (TSA) 10%, pada suhu kamar, selama 48 jam. Apabila masih terdapat pertumbuhan mikroorganisme pada potongan akar tersebut, berarti sterilisasinya gagal, dan sterilisasi perlu diulangi dengan menggunakan potongan agar yang lain. Apabila tidak ada pertumbuhan, dinyatakan sterilisasi permukaan sudah berhasil dan isolasi bakteri endofit dapat diteruskan ke tahap berikutnya.
Akar yang telah steril dihomogenkan dengan menggerus dalam lumpang steril. Dibuat pengenceran 10–1 sampai 10–3 (1 ml ekstrak akar dicampurkan dengan 9 ml air steril dalam tabung sehingga diperoleh pengenceran 10–1) dan seterusnya samai diperoleh 10–3. Dari pengeceran terakhir diambil 0,1 ml lalu ditanam dalam TSA (10%) pada cawan Petri dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung jumlahnya dan dimurnikan dengan menanam kembali pada media TSA sampai didapat koloni tunggal. Koloni yang tunggal disimpan dalam air destilasi dalam tabung Eppendorf pada suhu 40C. Diamati karakteristik morfologis, antara lain bentuk fisual, warna tepi koloni, dan selanjutnya dilakukan identifikasi bakteri.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 35
Gambar 5. Skema kerja isolasi mikroba endofit dengan metode sterisilisasi permukaan dan teknik tanam langsung
Sampel
Sampel bersih
Sampel Steril
Pencucian dengan air mengalir
Steril Permukaan• Perendaman pada alkohol 75% selama 1 menit• Perendaman pada NaOCL selama 5 menit• Perendaman pada alkohol 75% selama 30 detik
Dipotong menjadi dua bagian
Koloni Bakteri Koloni Kapang
Diinkubasi di Nutrient agar pada suhu 370C selama 1-2 hari
Diinkubasi di Corn Meal Malt agar pada suhu 270 - 300 C selama 5-7 hari
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi36
Media untuk Isolasi Endofit
Media yang digunakan untuk isolasi endofit bervariasi, tergantung dari jenis mikrobanya. Untuk isolasi kapang endofit dapat digunakan Corn Meal Malt Agar, Potato Dextrose Agar, atau Potato Dextrose Broth sebagai medium. Sementara itu, untuk isolasi bakteri endofit dapat digunakan Nutrient Agar.
Pada media pertumbuhan untuk isolasi tersebut dapat ditambahkan bagian dari tanaman inang, misalnya bagian dari ranting atau daun yang direbus. Air rebusan ini kemudian diencerkan dengan aqua destilata dan digunakan sebagai pengganti air yang terdapat di dalam komposisi media. Penambahan air rebusan tersebut dimaksudkan untuk membuat suasana yang hampir serupa dengan suasana di dalam tanaman inang.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pH dari media pertumbuhan. Keasaman (pH) medium untuk kapang adalah sekitar 5,5–6,5, karena pada pH basa kemungkinan besar bakteri yang akan tumbuh. Selain itu, pada penambahan antibiotik perlu diperhatikan stabilitas antibiotika. Antibiotika yang tahan suhu tinggi dapat disterilkan bersama dengan medianya, tetapi antibiotika yang peka terhadap panas harus ditambahkan setelah sterilisasi media selesai dan dilakukan secara aseptis.
Pengamatan Koloni Mikroba Endofit
Setelah diperoleh pertumbuhan kapang atau bakteri endofit perlu dilakukan pemisahan antara satu dan lain koloni yang ada. Pemisahan ini didasarkan pada pengamatan terhadap morfologi koloni. Bentuk koloni yang sama dianggap sebagai isolat yang sama dan, sebaliknya, bila bentuk koloni berbeda dianggap sebagai isolat berbeda.
Setiap koloni dengan morfologi berbeda dipisahkan menjadi isolat tersendiri dan dipindahkan ke cawan Petri berisi medium baru untuk diinkubasi kembali. Setelah terjadi pertumbuhan, biasanya pada inkubasi selama 5–7 hari, kembali dilakukan pengamatan morfologi secara seksama. Bila masih ditemukan pertumbuhan koloni yang berbeda, kembali dilakukan pemisahan. Begitu seterusnya sampai diperoleh isolat murni, yaitu koloni yang hanya mempunyai satu bentuk morfologi yang sama. Masing-masing isolat disimpan di dalam tabung reaksi berisi medium padat yang sesuai, untuk biakan induk dan untuk biakan kerja.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 37
(i) Biakan induk (stock culture) disimpan pada suhu 40 C sebagai cadangan. Apabila dalam penelitian biakan kerja ada masalah, terkontaminasi, atau habis terpakai, masih ada biakan induknya sehingga penelitian masih tetap dapat berjalan.
(ii) Biakan kerja (working culture) adalah biakan yang digunakan untuk penelitian yang sedang berjalan.
idEntifikasi Mikroba Endofit
Setelah diisolasi, terhadap isolat mikroba yang diperoleh dilakukan identifikasi bakteri dan kapang endofit. Identifikasi bakteri dilakukan secara konvensional atau dengan menggunakan kits untuk identifikasi mikroba, seperti Oxoid MicrobactTM GNB KITS atau Microgen(R) GN A + B- ID (Microgen Bioproducts), kit API, MALDI-TOF MS atau MIDI Sherlock Microbial Identification System (MIS), yang berdasarkan analisis kandungan asam lemak.
Identifikasi secara konvensional antara lain dilakukan dengan pewarnaan Gram. Sediaan bakteri berumur 18–24 jam yang telah direkat pada gelas objek dibubuhi larutan kristal violet selama 1 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan diberi larutan Lugol. Setelah pemberian larutan Lugol selama 1 menit, diberi larutan pemucat selama 10-20 detik, dicuci dengan air, lalu dibubuhi larutan safranin selama 15 detik dan dicuci kembali dengan air dan dikeringkan dengan kertas saring. Setelah kering, dibubuhi minyak imersi dan dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 100 kali.
Identifikasi bakteri dengan menggunakan Oxoid MicrobactTM GNB kit Identification.
Prinsipnya:Setiap kit terdiri atas 12 well (sumur): (12A.12B dan 12E atau 24 sumur
(24E) miniatur biokkimia. Identifikasi organisme berdasarkan perubahan pH dan pemakaian substrat.
Untuk pemeriksaan klinik digunakan Microbact GNB 12A (format strip) atau Mikrobact GNB 12 E (format microplate). Kit ini dapat digunakan tersendiri untuk identifikasi bakteri oksidasi negatif, nitrat positif, dan bakteri yang menghasilkan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi38
fermetasi glukosa. Selain itu, kit ini juga dapat digunakan untuk uji penapisan bakteri enterobakteriase patogen.
Prosedur kerja untuk identifikasi:
(i) Terhadap biakan murni berumur 18-24 jam dilakukan uji oksidasi untuk menentukan pilihan kit yang akan digunakan. Diambil 1 sampai 3 isolat koloni dan dilarutkan dalam larutan saline (NaCl 0.9 %). Sementara itu, pada holding stray diletakkan tes strip atau microplate tray dan ditutup kembali seal-nya.
(ii) Ke dalam setiap sumur ditambahkan 4 tetes suspensi bakteri dan ke dalam lubang-lubang yang berwarna hitam ditambahkan 2 tetes mineral oil. Setelah itu ditempatkan lagi seal-nya dan diinkubasi pada suhu 350C ± 20C selama 18-24 jam.
(iii) Setelah selesai inkubasi ditambahkan reagen sesuai dalam petunjuk, dan dicacat hasilnya.
(iv) Hasil uji diinterprestasikan menggunakan MicrobactTM Indentification Package.
Identifikasi bakteri dengan menggunakan Microgen® GN A + B- ID (Microgen Bioproducts).
Prinsip:Microgen Bioproducts digunakan untuk identifikasi bakteri entero- bakteriase
dan bakteri batang oksidasi positif. Hasilnya dapat diperoleh dalam waktu 48 jam. Semua hasilnya diinterpretasikan dengan menggunakan New Microgen - ID System Software.
Identifikasi Lanjut Isolat Bakteri Endofit Gram Positif
Terhadap bakteri endofit kokus Gram positif dilakukan uji identifikasi untuk membedakan Streptococcus dan Staphylococcus. Bakteri Streptococcus memiliki bentuk morfologi kokus, dengan rangkaian kokus berantai. Untuk membedakan Streptococcus a, β dan g dilakukan uji serologi.
Bakteri Staphylococcus juga berbentuk kokus, tetapi rangkaian kokusnya bergerombol seperti rangkaian buah anggur. Untuk membedakan Staphylococcus
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 39
aureus dengan Staphylococcus epidermidis dilakukan uji koagulase. Staphylococcus aureus memberikan hasil uji koagulase positif.
Untuk membedakan Staphylococcus epidermidis dengan Staphylococcus saprophyticus dilakukan uji identifikasi menggunakan novobiosin. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotika ini, sedangkan Staphylococcus saprophyiticus resisten.
Bakteri batang Gram positif perlu pula diidentifikasi secara konvensional dengan menggunakan media di dalam tabung Durham, dengan beragam gula sebagai sumber karbon. Uji reaksi biokimia (reaksi gula) didasarkan pada kemampuan bakteri melakukan metabolisme (peragian) terhadap jenis-jenis gula tertentu, yaitu glukosa, laktosa, maltosa, manit, dan sakarosa. Reaksi positif, atau terjadinya peragian, terhadap jenis gula tertentu menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki enzim yang sesuai. Terjadinya peragian ditandai dengan perubahan warna indikator dan/atau pembentukan gas yang terlihat sebagai kantung udara pada media di dalam tabung Durham.
Secara umum, pemeriksaan bakteri endofit dapat menggunakan cara untuk identifikasi bakteri.
Skema identifikasi bakteri endofit seperti pada Gambar 6.
Identifikasi Kapang Endofit
Secara konvensional, identifikasi kapang dapat dilakukan dengan cara makroskopik dan mikroskopik. Selain itu, konfirmasi identitas kapang endofit dapat dilakukan dengan pendekatan molekular menggunakan analisis 16S rRNA.
Identifikasi kapang secara konvesional
Identifikasi kapang secara konvensional dilakukan dengan menggunakan medium MEA (Malt Extract Agar) sebagai medium untuk kultivasi dan karakteristik kapang atau medium MIURA sebagai medium untuk isolasi dan sporulasi kapang.
Pengamatan secara makroskopikDeskripsi dapat dibuat antara lain mencakup:
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi40
• Bentuk morfologi koloni (bentuk koloni yang halus, kasar, licin, rata, menggunung)
• Warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin, ada atau tidak tetes-tetes eksudat) Mikroba endofit 51
S. saprophyticus S. epidermidis
Gambar 6 : Skema identifikasi bakteri Endofit dari tanaman
Resistensi
S. epidermidis Stap. aureus
Gambar 6 : Skema identifikasi bakteri Endofit dari tanaman
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 41
• Garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, ada atau tidak• Lingkaran-lingkaran konsentris, ada atau tidak.• Warna sebalik koloni (reverse side)• Diameter kapang
Prosedur kerja:Kapang dalam cawan Petri berumur 5 hari dipindahkan dengan cara mengambil
miselium dengan atau tanpa potongan agarnya dan diletakkan di atas medium MEA dan MIURA. Setelah diinkubasi pada suhu 27–290C selama 5–7 hari, dilakukan pengamatan terhadap bentuk koloni kapang.
Pengamatan secara mikroskopikIdentifikasi kapang secara makroskopik dapat dilakukan dengan pembuatan
preparat kapang menggunakan metode Slide Culture. Untuk pembuatan preparat kapang, digunakan biakan kapang berumur 5-7 hari, dengan cara kerja seperti berikut:
Kertas saring diletakkan pada dasar cawan Petri dan, di atas kertas saring, diletakkan batang gelas steril berbentuk ”U”. Kertas saring dibasahi dengan air sehingga suasana dalam cawan Petri menjadi lembab dan kaca objek diletakkan di atas batang gelas ”U” yang ada, kemudian cawan Petri tersebut disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
Setelah sterilisasi selesai, kaca objek ditetesi medium PDA steril dan didiamkan hingga dingin. Setelah dingin, diambil sedikit miselium kapang dengan menggunakan jarum dan diletakkan di atas medium PDA yang membeku. Kaca objek ditutup secara hati-hati dengan kaca penutup. Kemudian, setelah cawan Petri ditutup, dilakukan inkubasi pada suhu kamar selama 48 jam. Morfologi kapang diamati dengan menggunakan mikroskop medan terang pada pembesaran 400 kali.
Pengamatan mikroskopik preparat juga dapat dilakukan secara langsung:(i) Kaca objek dan kaca penutup dibersihkan menggunakan alkohol, kemudian
diletakkan setetes larutan lactofenol, atau laktofenol cotton blue, atau akuades di tengah kaca objek.
(ii) Miselium yang sudah bersporulasi diambil sedikit, atau sesuai dengan keperluan lalu diurai secara hati-hati menggunakan jarum preparat.
(iii) Setelah itu kaca penutup diletakkan di atas permukaan preparat dan kelebihan laktofenol diserap dengan kertas saring .
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi42
(iv) Preparat diperiksa di bawah mikrokop dengan menggunakan pembesaran kecil kemudian ditingkatkan dengan pembesaran yang lebih kuat.
Deskripsi dapat dibuat antara lain mencakup• Hifa berseptum atau tidak• Hifa berpigmentasi hialin (tidak berwarna) atau gelap• Hifa berbentuk seperti spiral, atau bernodul atau berbentuk rhizoid• Spora aseksual, berbentuk khusus atau seperti konidiospora atau tidak beraturan• Ukuran spora aseksual besar (20-100 mm) atau kecil (1-5 mm)
Identifikasi kapang endofit secara mikroskopik sangat bergantung pada spora yang dihasilkan oleh kapang tersebut. Namun, kebanyakan kapang endofit sulit menghasilkan spora meski telah digunakan berbagai media khusus.
Identifikasi kapang secara molekular
Untuk kapang yang sulit menghasilkan spora, identifikasi dilakukan dengan teknik yang lebih mutakhir, yaitu menggunakan metode DNA sequencing. Untuk identifikasi kapang, digunakan 16S rRNA
Identifikasi kapang (dan bakteri) menggunakan gen pengkode 16S rRNA, atau selanjutnya disebut gen 16SrRNA. Identifkasi mikroorganisme (kapang dan bakteri) dengan metode biologi molekuler pada sampel terdiri dari empat tahap:
1. Isolasi DNA2. Amplifikasi DNA pada gen 16S rRNA3. Sequencing4. Aligning menggunakan BLAST
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 43
1. isolasi dna
Prinsip: Isolasi DNA bakteri biasanya menggunakan kit yang di pasaran tersedia dalam berbagai merek. Isolasi melibatkan siklus pendinginan dan pemanasan sel (freeze/thawcycles) untuk merusak membran sel, agar isi sel keluar. Cairan sel tersebut kemudian dilarutkan ke dalam dapar dan disentrifugasi untuk memisahkan DNA dari materi sel lainnya. Kit dapat membantu pemisahan DNA dari berbagai kontaminan dan enzim inihibitor.
Penggunaan kit mensyaratkan jumlah sel maksimal materi awal yang dapat diisolasi. Untuk pemisahan DNA bakteri dengan The DNeasy Blood and Tissue Kit (Qiagen GmbH) misalnya, jumlah maksimal materi awal adalah 2 x 109 sel. Biasanya sampel awal diambil sejumlah maksimum tersebut untuk memperoleh jumlah DNA yang maksimal pula. Jumlah sel tidak boleh melebihi batas maksimal, karena kit akan menjadi rusak sehingga jumlah DNA produk menjadi jauh lebih sedikit dari yang diharapkan. Jumlah sel bakteri dapat diukur berdasarkan optical density suspensi bakteri dengan menggunakan densitometer.
Hasil isolasi DNA diukur kuantitas dan kualitasnya dengan spektrofotometer. Untuk sampel DNA biasanya digunakan spektrofotometer dengan sensitivitas tinggi dengan jumlah sampel minimum 1 µl, misalnya NanoDrop Spectrophotometer. Kuantitas DNA rantai ganda (double stranded DNA) diukur berdasarkan serapannya pada panjang gelombang 260 nm, dan kualitas kemurnian DNA diukur berdasarkan rasio serapan pada panjang gelombang 260/280 nm.
Untuk DNA murni, rasio 260/280 adalah ~ 1,8. Jika nilai rasio 260/280 kurang dari 1,8, kemungkinan isolat DNA terkontaminasi protein, dan kalau lebih dari 1,8 kemungkinan tercemar oleh RNA. Karena itu, selain pengukuran serapan dengan spektrofotometer, terhadap isolat DNA yang dihasilkan juga dilakukan elektroforesis guna menentukan adanya kontaminasi. Isolat DNA murni hanya memberikan satu pita elektrogram.
Prosedur:Beberapa koloni bakteri dari media disuspensi dalam media cair (misalnya NaCl
0,9% steril) hingga mencapai konsentrasi tertentu; konsentrasi suspensi bakteri diukur berdasarkan optical density dengan menggunakan densitometer. Suspensi kemudian disentrifugasi, supernatan dibuang dan pelet yang diperoleh disuspensi kembali dalam larutan dapar yang tersedia di kit. Selanjutnya, dilakukan proses
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi44
sesuai protokol dalam kit, yaitu siklus freeze/ thaw dan sentrifugasi, kemudian serapan hasil isolasi DNA diukur pada panjang gelombang 260/280 nm. Untuk memastikan adanya kontaminasi, terhadap isolat DNA dilakukan elektroforesis.
2. Amplifikasi DNA pada Region Gen 16S rRNA
Prinsip: Amplifikasi isolat DNA pada daerah gen 16S rRNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Daerah gen 16S rRNA merupakan subunit dari ribosom prokariot 30S. Terdiri dari 1542 bp1, daerah gen 16S rRNA biasanya digunakan untuk identifikasi bakteri dan studi filogenetik.
Ada tiga alasan mengapa Gen 16S rRNA yang diamplifikasi untuk identifikasi bakteri.
(i) Gen pengkode 16S rRNA terdapat pada hampir seluruh jenis bakteri, dalam bentuk kelompok multigen (multigene family), atau operon.
(ii) Fungsi gen 16S rRNA tidak berubah dari waktu ke waktu. Variasi dalam sequence gen 16S rRNA dapat digunakan untuk studi evolusi. Gen 16S rRNA antara lain memiliki peran seperti 23S rRNA, yaitu sebagai penanda posisi protein ribosom. Selain itu, ujung 3’ dari gen 16S rRNA mengandung anti-Shine-Dalgarno sequence yang mengikat kodon start AUG pada mRNA. Ujung 3’ gen ini mengikat protein S1 dan S21 yang terlibat dalam inisiasi sintesis protein. Gen pengkode 16S rRNA dapat menstabilkan pasangan kodon-antikodon pada situs A (situs pengikatan tRNA di ribosom) melalui ikatan hidrogen antara atom N1 adenine pada basa ke 1492 dan 1493 dengan gugus 2’OH mRNA.
(iii) Gen 16S rRNA (~1500 bp) cukup panjang untuk analisis bioinformatik. Analisis bioinformatik diperlukan untuk proses aligning menggunakan BLAST dan penyusunan phylogenetic tree.
Prosedur:Gen 16S rRNA pada bakteri diamplifikasi dengan PCR dengan primer yang
sesuai. PCR merupakan mesin thermal cycler yang dapat menaikturunkan suhu
1 Base pair
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 45
dalam waktu singkat. Proses amplifikasi DNA terdiri dari beberapa siklus. Satu siklus terdiri dari inisiasi (pengaktifan enzim DNA polimerase) pada suhu 94–960C selama 1–9 menit, denaturasi DNA pada suhu 94–980C selama 20–30 detik, annealing primer (menempelnya primer pada DNA cetak) pada suhu 50–650C selama 20–40 detik, ekstensi/elongasi pada suhu optimal enzim yang digunakan (untuk Taq polymerase 720C) dalam waktu yang sesuai dengan panjang daerah yang akan diamplifikasi. Siklus akan berulang tergantung dari jumlah siklus yang dikehendaki. PCR diakhiri dengan final hold dengan suhu 4–150C dengan waktu yang tak terhingga.
Setelah itu, produk PCR dapat dibersihkan dari primer berlebih dan nukletida sisa diaktivasi dengan menggunakan kit (misalnya ExoSAP- IT). Terhadap produk PCR dilakukan analisis dengan gel electrophoresis. Bila terdapat lebih dari satu pita pada elektroforesis, yang berarti terdapat kontaminan, diambil pita elektrogram dengan panjang nukleotida yang diinginkan dari gel dan dilakukan isolasi-ulang. Isolat DNA hasil isolasi-ulang kemudian diamplifikasi kembali menggunakan primer yang sama.
3. Sequencing
Prinsip: Sequencing merupakan teknik biologi molekuler untuk menentukan sequence (urut-urutan) suatu gen, kelompok gen, operon, satu kromosom dan seluruh genom. Terdapat setidaknya dua teknik sequencing, yaitu Metode Maxam-Gilbert dan, yang lebih umum digunakan, Metode Sanger. Selain itu, saat ini telah dikembangkan pula berbagai teknik yang lebih mutakhir, yaitu Shotgun Sequencing, Bridge PCR (Illumina), Massively Parallel Signature Sequencing (MPSS), Polony Sequencing, 454 Pyrosequencing, Illumina (Solexa) Sequencing, SOLID Sequencing, Ion Semiconductor Sequencing, DNA Nanoball Sequencing, Heliscope Single Molecule Sequencing, dan Single Molecule Real Time (SMRT) Sequencing.
Pada Metode Sanger, sequencing berdasarkan pada pengikatan dideoksinukelotida oleh DNA polimerase dalam replikasi DNA in vitro. Untuk melakukan sequencing suatu DNA dengan metode ini dibutuhkan DNA template, primer, enzim DNA polimerase, 4 deoksinukleotida (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP), serta 4 dideoksinukleotida (ddATP, ddCTP, ddGTP, dan ddTTP).
Pada proses replikasi DNA, DNA polimerase memfasilitasi pembentukan rantai
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi46
DNA baru yang lebih panjang dengan mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan fosfodiester antara gugus hidroksil atom C nomor 3 nukleotida pertama dengan gugus fosfat atom C nomor 5 pada nukleotida kedua. Sequencing didasarkan pada proses replikasi, tetapi dideoksinukleotida tidak memiliki gugus hidroksi pada atom C nomor 3, sehingga DNA polimerase tidak dapat memanjangkan rantai DNA-nya. Dideoksinukleotida ini diberi label dengan zat radioaktif yang dapat dikenali oleh mesin sequencer.
ProsedurSemua bahan yang diperlukan, yaitu DNA template, primer, enzim
DNA polymerase, 4 deoksinukleotida (dATP, dCTP, dGTP, dTTP), dan 4 dideoksinukleotida (ddATP, ddCTP, ddGTP, ddTTP), dicampur di dalam satu tabung (tube). Setelah itu, DNA template didenaturasi pada suhu 96oC untuk memisahkan dua rantainya. Primer akan menempel pada DNA template pada suhu sekitar 50oC, dan DNA polimerase mulai membentuk DNA baru dengan menguntai nukleotida yang komplementer dengan template pada suhu 60–72oC.
Namun demikian, ketika dideoksinukelotida menempel pada DNA template, DNA polimerase tidak dapat memanjangkan DNA baru. Reaksi pemanjangan DNA terjadi secara acak. Artinya, pemanjangan DNA baru dapat terhenti dimanapun, sehingga panjang DNA baru akan menjadi sangat beragam. Hasil pembentukan DNA baru yang acak tersebut ditransfer dari tabung ke gel poliakrilamida, dan gel kemudian dimasukkan ke mesin sequencer.
Mesin sequencer akan melakukan elektroforesis terhadap fragmen- fragmen DNA baru. Prinsip pemisahan fragmen DNA secara elektroforesis didasarkan pada ukuran panjang nukelotidanya. Elektroforesis dilakukan dengan mengalirkan listrik pada gel dari kutub negatif ke kutub positif. DNA yang bermuatan negatif akan cenderung bergerak ke kutub positif. Semakin pendek fragmen DNA, makin mudah fragmen DNA tersebut bergerak ke kutub positif. Dengan demikian, posisi fragmen terpendek akan paling dekat dengan ujung positif.
Mesin sequencer juga dapat membaca ujung dideoksinukelotida dari masing-masing fragmen dengan mendeteksi label radioaktifnya pada panjang gelombang tertentu. Pada sequencing, fragmen nukleotida terpendek akan dibaca paling dahulu oleh squencer. Mesin akan terus membaca secara berurutan sampai fragmen terpanjang, menghasilkan elektrogram yang mengandung puncak-puncak panjang gelombang yang merepresentasikan masing-masing nukelotida secara berurutan.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 47
Dengan membaca nukleotida dari fragmen terkecil ke fragmen yang terbesar, akan diketahui sequence dari DNA template.
4. Aligning menggunakan basic Local alignment search tool (bLast)
Prinsip: Mencari padanan antara sequence nukleotida dari DNA template yang didapat dengan sequence nukleotida beragam DNA yang terdapat di database National Center for Biotechnology Information (NCBI). Pencarian padanan (aligning) dilakukan menggunakan BLAST, program bioinformatika yang dapat diakses secara online melalui http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/.
Program BLAST membandingkan sequence nukleotida DNA sampel dengan sequence nukleotida beragam DNA di dalam database dan menganalisis secara statistik tingkat homolog (kepadanan)-nya. Program BLAST dapat pula digunakan untuk menganalisis kesamaan fungsi dan evolusi antar-sequence serta mengidentifikasi anggota kelompok gen dari spesies tertentu.
Penyimpan kapang yang telah diindentifikasi
Penyimpanan secara khusus kapang yang telah diindentifikasi perlu dilakukan untuk penelitian lanjutan atau bagi industri memerlukan biakan murni dan stabil. Kegunaan preservasi atau pengawetan kapang antara lain:
(i) Untuk koleksi kapang dengan sifat yang khas yang telah diketahui,(ii) Untuk program skrining yang dapat menghasilkan produk baru,(iii) Sebagai pembanding untuk bidang taksonomi,(iv) Untuk pendidikan atau penelitian sifat-sifat genetik yang belum diketahui.
Pemeliharaan atau preservasi kapang dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pemilihan metode pemeliharaan dilakukan berdasarkan faktor-faktor berikut:• Dapat menjamin kemurnian• Menjamin kestabilan sifat-sifat biakan• Seberapa sering biakan dipakai untuk beragam kegiatan dan pertukaran antar-
koleksi• Nilai dari biakan tersebut• Banyaknya biakan yang akan dipelihara
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi48
Metode pengawetan atau pemeliharaan kapang
1. Metode sub-kultur
a. Pemeliharaan pada agarMetode sub-kultur mudah, tetapi umumnya hanya digunakan jika jumlah biakan
yang harus diremajakan tidak terlalu banyak. Pada metode ini, biakan kapang yang telah tua dipindahkan ke medium baru yang sesuai dan diinkubasikan pada suhu yang sesuai. Bila sporulasi sudah cukup lebat (telah memenuhi hampir seluruh permukaan cawan Petri), biakan disimpan di dalam ruangan pendingin (4oC) atau dapat pula disimpan di dalam lemari es pada suhu 10oC. Setiap biakan harus diperhatikan waktu peremajaan kembalinya. Setelah diremajakan, setiap biakan harus diperiksa kembali kemurniannya sebelum disimpan.
b. Pemeliharaan pada agar dalam minyak parafinCara pemeliharaan biakan dalam minyak parafin dapat menghemat waktu
peremajaan. Biakan ditumbuhkan pada medium agar miring yang sesuai. Setelah pertumbuhannya baik dan sporulasinya cukup lebat, ke dalam tabung tersebut dituang minyak parafin yang sudah disterilisasi dua kali pada suhu 121oC selama 15 menit. Permukaan minyak sebaiknya berada 1 cm di atas permukaan titik pertumbuhan tertinggi dari fungi pada agar miring. Setelah itu disimpan pada suhu 15–20oC (ruangan ber AC) atau 10oC dalam lemari es atau suhu 4oC di kamar pendingin (cool room).
c. Pemeliharaan pada potongan agar dalam airCara ini juga banyak digunakan. Fungi ditumbuhkan pada medium agar yang
sesuai di cawan Petri. Kemudian bagian tepi dari pertumbuhan koloni dipotong, berukuran kurang-lebih sebesar 6 cm, dipindahkan ke botol McCartney yang berisi akuades steril, lalu ditutup secara aseptik, dan disimpan pada suhu kamar.
2. Metode kering-beku (freeze-drying)
Metode kering-beku, yang dikenal sebagai liofilisasi, banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu:• Lebih efisien biakan• Tidak perlu sering diremajakan• Sifat biakan yang disimpan terjamin stabil
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 49
• Tempat penyimpanan biakan liofilisasi lebih sederhana, tidak memerlukan tempat yang luas.
Cara kerja :Persiapan ampulNomor biakan dan tanggal melakukan pengawetan dicetak dengan tinta di
bagian luar ampul atau pada kertas yang ditempelkan bagian luar ampul. Ampul yang telah diberi penandaan kemudian ditutup dengan lint caps atau kapas dan disterilkan pada suhu 1800C selama 3 jam. Proses sterilisasi akan mengeringkan dan melekatkan tinta.
Persiapan inokulumSebanyak 10 ml dari suatu campuran susu skim (10% b/v) dan inositol (5%
b/v) dimasukkan ke dalam biakan yang bersporulasi pada medium agar. Setelah itu secara hati-hati spora dikerik dari koloni, dan dikocok perlahan.
Inokulasi ampulSebanyak 0,2 ml suspensi spora dimasukkan dengan pipet Pasteur steril ke
dalam ampul. Ampul-ampul tersebut dipasang pada suatu rak sentrifugasi dari alat pembekuan kering (menggunakan alat Edwards High Vacuum).
Prosedur pembekuan keringPrinsipnya, isi ampul dibekukan di dalam wadah (chamber) yang terdapat pada
alat pembeku-keringan (freeze-dryer), dan proses pengeringan dipercepat dengan memanaskan dinding dari wadah tersebut. Setelah suspensi kering, pemanasan dihentikan dan tekanan di dalam wadah dikembalikan ke tekanan atmosfir, kemudian ampul diambil dan disumbat dengan cotton-wool steril yang ditekan ke dalam sampai sedikit di atas permukaan suspensi kering. Ujung ampul dibakar dengan api yang kuat, kurang-lebih 1 cm di atas ujung sumbat cotton-wool, lalu ampul tersebut dimasukkan ke dalam desikator yang diisi dengan fosfor pentaoksida. Ampul-ampul yang ditutup pada kondisi vakum di titik konstriksi tersebut disimpan di dalam ruangan ber-AC pada suhu 15–200C.
Kontrol pekerjaanSetelah 3-4 hari, satu ampul diambil, dibuka lalu diteteskan 3-4 tetes akuades
steril dan dibiarkan 15-20 menit agar spora-spora menjadi lembab. Isi ampul kemudian digoreskan pada medium agar yang sesuai untuk diperiksa ada atau tidak pertumbuhan dan sporulasi fungi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi50
3. Metode Pembekuan
Prinsip: Pembekuan biakan di dalam medium agar miring pada suhu pada 20oC atau di dalam nitrogen cair.
Pada agar miring suhu –200C Biakan dipersiapkan dalam medium yang sesuai. Biakan yang telah bersporulasi
lebat kemudian dimasukkan ke dalam deep-freezer pada suhu–200C. Sebagian kecil koloni yang telah beku diambil dan ditempatkan ke dalam medium yang sesuai dan dibiarkan thawing pada suhu kamar. Sisa biakan beku segera dikembalikan ke dalam deep-freezer.
Dalam nitrogen cairAmpul dipersiapkan dengan pemberian kode tanggal pengerjaan, nama biakan,
kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan dilakukan sterilisasi pada suhu 1800C selama 3 jam. Biakan yang telah tumbuh lebat pada medium agar yang sesuai dimasukkan ke dalam lemari es (4–70C) untuk melanjutkan pertumbuhan dan supaya agarnya lebih mengeras. Namun, sebagai catatan, tidak semua kapang dapat diperlakukan dengan cara ini.
Persiapan inokulumGliserol (10%b/v) sebagai krioprotektan dimasukkan ke dalam botol universal
dan diotoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, kemudian didinginkan dan disimpan di ruang kamar. Gliserol ditambahkan pada biakan, dan spora dikerik secara hati-hati atau dengan cara agitasi pelan.
Sebanyak 0,5 ml inokulum kapang dimasukkan ke dalam beberapa ampul steril, kemudian ditutup dengan cara pemanasan. Untuk mengetahui apakah tutup sudah sempurna dilakukan uji kebocoran dengan cara memasukkan ampul ke dalam suatu tempat berisi pewarna Erythrosine B. Selanjutnya, ampul-ampul ditempatkan pada rak-rak yang mudah diangkat atau dalam tabung aluminium dan dibekukan 10C per menit dalam fase gas suatu pendingin nitrogen cair (–350C selama 40–45 menit). Setelah itu, ampul- ampul tersebut dimasukkan ke dalam nitrogen cair pada suhu –1960C.
Prosedur pemeriksaan viabilitas biakan:Ampul diambil dari tempat penyimpanan dengan nitrogen cair dan dicelupkan
ke dalam water bath (penangas air) 370C. Suspensi spora yang telah cair
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 51
diinokulasikan pada medium agar yang sesuai, setelah itu diinkubasi dan diperiksa pertumbuhannya. Bila pertumbuhan biakan tidak baik, penggunaan gliserol sebagai krioprotektan dapat diganti dengan dimetilsulfida (DMSO) 10% atau campuran DMSO 5% dengan glukosa 8%.
4. Metode L-drying
Metode ini banyak digunakan untuk bakteri dan khamir. Bakteri yang telah disuspensi dikeringkan dengan cara vakum. Biakan tidak boleh sampai membeku, sehingga harus dikeringkan langsung dari fase cair.
Prosedur:Ampul yang telah disiapkan seperti pada proses liofilisasi digantung dengan
posisi vertikal menggunakan alat horizontal manifold. Ampul diisi dengan 0,1 ml suspensi yang pekat. Dua pertiga bagian dari ampul yang telah berisi suspensi konidia atau spora tercelup dalam suatu wadah dengan air bersuhu 200C. Alat horizontal manifold ini berhubungan dengan suatu klep diafragma dan trap P2O3 ke suatu pompa vakum. Secara perlahan, klep dibuka untuk mengeluarkan sebagian besar udara dari suspensi di dalam ampul, yang ditandai dengan terjadinya gelembung gas. Setelah 30 menit, isi ampul sudah kering, ampul dapat dilepas dari alat horizontal manifold. Selanjutnya, ampul berisi suspemsi diberi perlakuan yang sama dengan proses liofilisasi.
Metode ini umumnya digunakan untuk mikroorganisme yang peka terhadap pembekuan, seperti bakteri spiral, tetapi dapat juga untuk khamir dan kapang bersporulasi. Waktu pengeringan sekitar 1–2 jam; lama waktu ini relatif, tergantung pada volume suspensi yang harus dikeringkan.
Penyimpanan mikroba endofit
Kapang endofit yang sudah diisolasi dan diidentifikasi seharusnya disimpan dengan kondisi yang baik agar kapang tetap viable. Namun terkadang kapang tersebut tidak viabel lagi; hal ini ada kemungkinan karena kapang sudah berada di luar inangnya sehingga berada dalam kondisi yang berbeda.
Untuk mengatasi hal tersebut, isolat kapang endofit sebaiknya disimpan dalam
agar miring. Setelah sekitar 6 bulan, isolat kapang endofit tersebut ditanamkan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi52
di Cawan Petri dan, setelah tumbuh, dipindahkan lagi ke agar miring lagi untuk disimpan kembali. Peremajaan ini diulangi setiap 6 bulan.
Untuk menghindari kontaminasi pada Kapang yang disimpan pada agar miring, tutup tabung diberikan larutan pengawet agar kapang tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain selama penyimpanan. Larutan pengawet disiapkan dalam wadah botol gelas, kemudian tutup kapas ditetesi larutan tersebut dan setelah kering baru disimpan dalam lemarin stok kapang untuk proses selanjutnya.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 53
fErMEntasi
Produk metabolit sekunder mikroba endofit dapat diperoleh dari hasil fer- mentasi. Terhadap produk tersebut dapat dilakukan pengujian berbagai aktivitas biologik.
Fermentasi berasal dari kata Latin ferfere, yang berarti mendidihkan. Istilah fermentasi sekarang digunakan untuk proses penguraian metabolik senyawa organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi dan pada umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dengan pembebasan gas.
Sejarah Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses alami yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, seperti anggur, keju, dan bir, sebelum proses biokimia diketahui. Sekitar tahun 1850 dan 1860, Louis Pasteur menjadi orang pertama yang menyatakan bahwa fermentasi disebabkan oleh organisme hidup. Beberapa produk fermentasi selain bir atau anggur adalah beberapa makanan yang berasa asam karena mengandung asam laktat, seperti sauerkraut, yoghurt, roti yang memanfaatkan khamir sebagai pengembang, dan produk alkohol, termasuk biofuels.
teknik fermentasi
Berdasarkan jenis media, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi media padat dan fermentasi media cair.
BAB IVuJi aktiVitas bioLoGi MEtaboLit
sEkundEr
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi54
Fermentasi media padat adalah proses fermentasi dengan substrat tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Mikroorganisme ditumbuhkan pada permukaan media padat, sehingga fermentasi jenis ini disebut fermentasi permukaan. Fermentasi media padat digunakan untuk produksi enzim dan asam organik yang menggunakan kapang.
Fermentasi media cair adalah proses fermentasi dengan substrat yang larut atau tersuspensi dalam fase cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi kultur terendam yang umumnya memerlukan aerasi dan agitasi. Sebagai inokulum pada fermentasi ini digunakan bakteri, kapang dan khamir.’
Untuk keberhasilan suatu proses fermentasi, medium yang sesuai sangat dibutuhkan. Pada umumnya, mikroba membutuhkan air, energi, sumber karbon, nitrogen dan mineral. Selain itu, media yang digunakan juga harus steril sehingga tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme lain yang tidak dikehendaki.
Medium fermentasi
Untuk keberhasilan suatu proses fermentasi sangat dibutuhkan media yang sesuai, yang mengandung seluruh kebutuhan mikroba, yaitu air, energi, karbon, nitrogen, dan mineral. Media harus steril untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme lain yang tidak dikehendaki. Pada fermentasi dapat digunakan beragam media, sesuai jenis mikrobanya, misalnya Potato Yeast Extract (PDY) untuk kapang dan Potato Dextrose Broth (PDB) untuk bakteri. Agar diperoleh hasil fermentasi yang optimal, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, antara lain substrat dan nutrien, suhu, pH, aerasi, dan agitasi.
Pada proses fermentasi perlu dipertimbangkan apakah dilakukan dengan starter atau tanpa starter. Keuntungan menggunakan starter adalah kondisi awal untuk melakukan fermentasi sama.
Berdasarkan metodenya, fermentasi dibagi dua, yaitu fermentasi metode goyang dan metode diam.
Fermentasi metode goyangMetode fermentasi goyang menggunakan alat pengocok rotary atau orbital dan
reciprocating. Alat pengocok rotary lebih sering digunakan. Pada mesin pengocok
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 55
rotary, kultur berputar perlahan di dalam labu pada kecepatan 200–250 rpm. Sementara itu, pada mesin pengocok reciproacting, kultur bergerak ulang-alik, ke depan dan ke belakang sehingga, inilah kelemahannya, dapat menyebabkan percikan medium. Sebagai wadah fermentasi digunakan labu Erlenmeyer atau tabung reaksi besar.
Fermentasi metode diamMetode fermentasi diam menggunakan labu Erlenmeyer sebagai wadah, yang didiamkan selama masa inkubasi tanpa ada goncangan. Idealnya, media fermentasi yang diisikan ke dalam wadah fermentasi adalah 20% dari volume wadah tersebut.
faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses fermentasi
Pembentukan produk hasil fermentasi mikroba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti substrat dan nutrien, suhu, pH, aerasi, dan agitasi.
Substrat dan nutrienMedium fermentasi harus menyediakan semua nutrien yang dibutuhkan oleh
mikroba untuk pertumbuhan dan memperoleh energi. Dalam fermentasi dibutuhkan substrat yang murah, mudah didapat, dan efisien penggunaannya. Beberapa substrat yang dapat digunakan sebagai sumber karbon adalah molase dan pati. Sementara itu, garam amonium, urea, nitrat, dan tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen.
Keasaman (pH)Pengukuran pH dilakukan agar medium dapat dipertahankan berada pada pH
optimum selama fermentasi. Bakteri memiliki pH optimum 6,7– 7,5; pada pH di bawah 5,5 dan di atas 8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik. Khamir dapat tumbuh pada pH 2,5–8,5. Sementara itu, kapang mempunyai pH optimum antara 5 dan 7, dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3–8,5.
SuhuFermentasi dilakukan pada suhu dimana pertumbuhan sel atau produksi
metabolit tertinggi. Sebagian besar mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada rentang suhu 20–30oC. Berdasarkan suhu pertumbuhan optimum, mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi tergolong mesofil dengan suhu optimum 20–45oC dan termofil dengan suhu optimum 45oC. Mikroorganisme yang memiliki laju
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi56
pertumbuhan yang baik pada suhu di bawah 20oC adalah tergolong psikrofil.Aerasi dan agitasiAerasi bertujuan agar pasokan oksigen cukup memadai, untuk mem- pertahankan
kondisi aerobik dan membuang gas karbon dioksida yang dihasilkan selama fermentasi. Agitasi juga bertujuan meratakan penyebaran mikrorganisme, nutrien, dan oksigen di dalam medium.
Untuk mendapatkan hasil metabolit sekunder yang optimal perlu medium dan teknik fermentasi yang sesuai dengan kondisi dari mikroorganisme endofit tesebut. Setiap mikroorganisme memiliki ciri yang sesuai dengan metabolisme sekunder yang akan dihasilkan. Namun, secara umum, metode goyang sesuai untuk digunakan pada kebanyakan mikroorganisme.
Cara Kerja Fermentasi
Untuk kapang, isolat mikroba diremajakan dengan menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) miring dan fermentasi dilakukan dengan teknik fermentasi cair menggunakan media PDY (Potato Dextrose Yeast Extract). Fermentasi dilakukan selama 14 hari pada suhu 27oC. Biomassa sel dipanen menggunakan sentrifus berpendingin dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit, pada suhu 4oC. Untuk uji aktivitas biologik, misalnya uji efek sitotoksik terhadap sel kanker, pada uji aktivitas antimikroba dan lainnya digunakan supernatan.
Prosedur Melakukan fermentasi Cair
Kapang endofit berumur 5–7 hari pada medium PDA di dalam cawan Petri diambil dengan menggunakan alat pembolong gabus, cork borer, atau pisau. Sebanyak 5 potongan kapang dimasukkan ke dalam 50 ml medium fermentasi cair PDY. Setelah itu, dilakukan fermentasi dengan menggunakan orbital shaker incubator pada kecepatan 130 rpm, selama 14 hari. Untuk mendapatkan hasil fermenatsi, dilakukan sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm, pada suhu –4oC (Modifikasi Cheeptan) guna memisahkan biomassa dari supernatan.
Supernatan mengandung metabolit sekunder ekstraseluler, sementara pada biomassa terkandung metabolit sekunder intraseluler. Metabolit sekunder yang diteliti sesuai dengan tujuan penelitian. Skema alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 57
Pengujian aktivitas biologi metabolit sekunder produk fermentasi dapat dilakukan pada produk ekstrak kasar maupun ekstrak yang telah dipartisi. Sampel-sampel ekstrak mana yang diuji disesuaikan dengan tujuan dan rancangan penelitian.
Ekstraksi dan fraksinasi
Setelah diperoleh supernatan maupun biomassa dari metabolit sekunder kapang atau bakteri endofit perlu dilakukan ekstraksi. Ekstraksi adalah pemisahan komponen dari suatu bahan alam berdasarkan perbedaan kelarutan bahan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan beragam pelarut, mulai dari pelarut non-polar (heksana, eter), semi-polar (kloroform, dietilmetan) sampai polar (butanol, metanol). Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan cara maserasi atau soxhletasi.
Teknik pemisahan komponen dapat didasarkan pada sifat kepolaran suatu bahan uji. Pemisahan komponen dalam suatu bahan disebut fraksinasi. Jumlah serta jenis senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi yang berbeda bergantung pada jenis tanaman atau bahan yang diuji.
Pemisahan kandungan senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi kolom, dan hasilnya diteruskan dengan pemurnian. Untuk itu dapat diguna- kan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Teknik kromatografi lain, liquid chromatography mass spectrometer (LCMS), dapat digunakan untuk penetapan komponen yang terkandung dan bersifat polar, serta tidak tahan pemanasan. Untuk analisis kualitatif dan kuantitatif komponen yang bersifat nonpolar, seperti menganalisis kandungan minyak cengkeh atau bahan tumbuhan berkhasiat lainnya yang bersifat mudah menguap, dapat digunakan gas chromatography mass spectrometer (GCMS).
Kromatografi
Prinsip kromatografi adalah pemisahan berdasarkan partisi cuplikan yang berada di antara fase bergerak dan fase diam. Fase diam berperan menahan secara selektif partisi cuplikan, sementara itu fase bergerak yang berfungsi membawa bahan yang dipisahkan dapat berbentuk padat atau cair.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi58 68 Mikroba endofit
Metabolit Sekunder
terpenoid Flavonoid Alkaloid glikosida Steroid
Metabolit sekunder dengan aktivitas yang diperoleh
Senyawa murni dengan aktivitas yang diinginkan
Dapat dikembangkan sebagai bahan baku obat dalam
industri farmasi
FERMENTASI
Uji sesuai dengan tujuan penelitian Uji AKTIVITAS FARMAKOLOgiK. (SitOTOKSiK, Uji ANTIMiKROBA, ANTIDIABETES, ANTIINFLAMASI).
Dilakukan pemisahan dan pemurnian KROMATOGRAFI LAPiS TiPiS (KLT) KROMATOGRAFI KOLOM HPLC LC-MS GC-MS NMR
Gambar 7. Skema alur penelitian
TUMBUHAN
Endofit
ISOLASIlASi
Bakteri Kapang Khamir
EKSTRAKSI-ISOLASI
Gambar 7. Skema alur penelitian
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 59
Kromatografi dapat digolongkan berdasarkan jenis fase diam dan fase gerak: Kromatografi cair-padat, gas-padat, cair-cair, dan gas-cair. Penggolongan lain adalah berdasarkan mekanisme pemisahan menjadi kromatografi serapan, partisi, penukar ion, dan kromatografi gel. Selain itu, kromatografi dapat digolongkan berdasarkan teknik pemisahan menjadi kromatografi kolom cepat, kolom lambat, dan bidang datar.
Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi cair-padat. Fase
diam dapat berupa lempeng kaca atau logam yang dilapisi silika gel, aluminium oksida, kieselgur, serbuk selulosa, pati poliamida, atau Sephadex. Campuran yang akan dipisahkan ditotolkan, berupa bercak atau pita pada fase diam. Pekerjaan kromatografi dilakukan di dalam suatu bejana yang tertutup rapat berisi larutan pengembang dalam keadaan jenuh. Setelah pengembangan selesai, lempeng kromatogram diambil dan dikeringkan, kemudian disemprot dengan penampak bercak. Posisi bercak pada lempeng dinyatakan dengan harga Rf atau hRf (hRf = 100 x harga Rf). Faktor retensi (retention factor, Rf) adalah jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal.
KLT sering digunakan untuk mencari pelarut terbaik yang nantinya digunakan pada kromatografi kolom, menganalisis fraksi hasil kromatografi kolom, mengetahui arah reaksi, identifikasi dan isolasi senyawa murni skala kecil.
Kromatografi Kolom Kromatografi kolom (KK) merupakan kromatografi serapan yang dapat
digunakan untuk fraksinasi campuran senyawa dalam skala besar. Kolom berupa tabung kaca dengan kran pada ujung bagian bawah. Kolom ada dua jenis, yaitu kolom cepat (yang menggunakan vakum) dan kolom biasa.
Kolom dapat diisi dengan bahan penyerap, misalnya silika gel sebagai fase diam, dan dialiri pelarut sebagai fase gerak. Cairan pelarut kemudian dialirkan melalui bagian bawah sampai diperoleh fase tetap yang kompak, tidak terdapat udara yang terperangkap di dalamnya. Campuran senyawa yang diuji ditambahkan ke fase gerak dan dicampur dengan fase diam, diaduk sampai rata, kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Setelah itu, dilakukan elusi dengan fase gerak.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi60
Perbandingan tinggi kolom yang diisi dengan silika: 10 : 1 x diameter kolom. Fase gerak dimulai dari fase yang kurang polar ke fase yang paling polar. Perbandingan antara cuplikan dan kolom antara 1: 50 sampai 1 : 500.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah kromatografi khusus
menggunakan cairan tekanan tinggi. Alat utama: tandon pelarut, pipa, pompa, penyuntik, kolom, detektor, perekam KCKT analitik dan KCKT preparatif. Fase gerak biasanya terdiri dari campuran pelarut yang dapat bercampur dan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Sementara itu fase diam terikat pada polimer berpori yang terdapat dalam kolom baja tahan karat.
KCKT berbeda dari kromatografi kolom karena memiliki sifat khas, yaitu kolom sempit dengan diameter antara 1–3 mm sehingga memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro. Ukuran partikel bahan adsorbsi di bawah 50 µm, sehingga tercapai bilangan dasar teoretik yang tinggi. Pelarut elusi dialirkan ke dalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasi tekanan arus dalam kolom.
uJi aktiVitas bioLoGik
Setelah selesai melakukan ekstraksi dan kromatografi, dapat dilakukan uji aktivitas biologik. Uji ini dilakukan untuk menetapkan aktivitas metabolit sekunder yang dihasilkan kapang atau bakteri endofit. Misalnya, untuk menetapkan aktivitas antibakteri, antikapang, antikanker, antioksidan, anti-inflamasi, imunostimulan, antidiabetik, dan antimalaria. Selain itu, uji aktivitas biologik dapat pula untuk menetapkan aktivitas enzim (seperti xylanase, selulase).
uJi bioaktiVitas MEtaboLit sEkundEr
1. Uji Antimikroba
Prinsip kerjaPada uji antimikroba yang diukur adalah pertumbuhan populasi mikroorganisme
terhadap agen antimikroba. Pada uji antimikroba secara in vitro ini ada tiga metode, yaitu metode difusi, dilusi, dan bioautografi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 61
Dari tiga metode tersebut, yang paling banyak digunakan untuk penapisan awal adalah difusi agar, karena metode ini cukup sederhana. Sebagai pecadang dapat digunakan cakram (kertas cakram), silinder dari gelas ataupun dari baja tahan karat, dengan teknik galian atau sumuran. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri, bila diduga kandungan dari ekstrak tidak cukup tinggi, dapat digunakan dengan teknik galian atau sumuran
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji aktivitas antimikroba secara in vitro, antara lain:(i) Keasaman (pH) lingkungan. Beberapa senyawa antimikroba lebih aktif pada pH asam.(ii) Komponen-komponen dalam perbenihan. Penambahan NaCl pada perbenihan akan meningkatkan pendeteksian
resistensi suatu senyawa antimikroba terhadap bakteri tertentu, seperti pada Staphylococcus aureus.
(iii) Stabilitas senyawa antimikroba. Beberapa senyawa antimikroba dapat kehilangan daya kerjanya pada suhu
pengeram.(iv) Ukuran inokulum. Pada umumnya, semakin besar inokulum bakteri, makin rendah “kepekaan”
organisme. Populasi bakteri yang besar, lebih lambat dan kurang lengkap hambatannya dibanding populasi yang kecil. Selain itu, mutan yang resisten lebih sering muncul pada populasi besar.
(v) Lama pengeraman. Mikroorganisme tidak dimatikan tetapi hanya dihambat setelah berhubungan
singkat dengan senyawa antimikroba. Semakin lama masa pengeraman berlangsung, makin besar timbulnya mutan resisten dan semakin besar juga kemungkinan mikroorganisme yang paling kurang peka untuk memulai berkembang biak, sementara kekuatan dari senyawa antimikroba akan berkurang.
(vi) Aktivitas metabolik mikroorganisme. Mikroorganisme yang aktif dan tumbuh cepat lebih peka terhadap daya kerja
senyawa antimikroba. Sebaliknya, mikroorganisme yang metabolismenya tidak aktif dapat bertahan lama terhadap pengaruh senyawa antimikroba.
Pengukuran terhadap hasil percobaan dengan metode difusi didasarkan atas besarnya zona (daerah) hambat yang terbentuk, yang dapat dikatagorikan dalam tiga kategori, yaitu:
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi62
• Zona hambat total, bila zona hambat yang terbentuk di sekitar pecadang terlihat jelas.
• Zona hambat parsial, bila di dalam zona hambat yang terbentuk masih terlihat adanya pertumbuhan beberapa koloni.
• Zona hambat nol, bila tidak ada zona hambat yang terbentuk di sekeliling pecadang.
Metode Difusi Cakram
Metode Kirby-Bauer dan Stokes biasanya digunakan untuk pengujian suseptibilitas antimikroba.
Prosedur Pelaksanaan Uji Difusi CakramPenyiapan biakan bakteri dilakukan sebagai berikut:
(1) Diambil tiga hingga lima koloni terpisah dari jenis morfologi yang sama dari biakan agar lempeng. Bagian atas setiap koloni disentuh dengan sebuah loop, lalu dipindahkan ke dalam sebuah tabung reaksi berisi 4 hingga 5 ml medium broth (kaldu) yang sesuai, biasanya digunakan kaldu pepton.
(2) Biakan kaldu diinkubasi pada suhu 350C hingga mencapai atau melebihi kekeruhan standar McFarland 0,5 (selama 2 hingga 6 jam).
(3) Turbiditas (kekeruhan) biakan kaldu yang tumbuh disesuaikan dengan menggunakan larutan garam normal atau kaldu untuk mendapatkan kekeruhan yang sama dengan standar McFarland 0,5. Dari perlakuan ini akan dihasilkan suatu suspensi yang mengandung 1–2 x 108 CFU/ml, misalnya untuk Escherichia coli ATCC 25922. Untuk melakukan tahap ini dengan benar, dapat digunakan alat fotometer, atau jika dilakukan dengan tepat, diperlukan cahaya yang adekuat untuk membandingkan tabung inokulum secara visual dengan standar McFarland 0,5 di atas sebuah kartu berlatar belakang putih dan bergaris hitam.
Inokulasi suspensi bakteri pada media agar lempeng(1) Untuk mendapatkan hasil yang optimal, dilakukan inokulasi dalam waktu 15
menit setelah penyesuaian kekeruhan suspensi biakan. Untuk itu, diambil batang lidi berkapas steril, dicelupkan ke dalam suspensi bakteri yang telah disesuaikan kekeruhannya dengan 0,5 McFarland, dan ditiriskan pada mulut tabung
(2) Kapas steril tersebut digoreskan pada permukaan agar secara merata ke seluruh bagian dari agar tersebut. Penggoresan dilakukan dua kali atau lebih, dengan memutar lempeng agar sekitar 600C guna memastikan inokulum menyebar rata.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 63
Aplikasi cakram ke lempeng agar inokulasiCakram yang telah dijenuhkan dengan agen antimikroba diletakkan di atas
permukaan agar yang telah diinokulasi dengan biakan bakteri. Cakram tersebut diletakkan pada cawan Petri, secara manual atau eletronik, dengan menggunakan dispenser bertenaga baterai. Setiap cakram harus ditekan perlahan-lahan untuk memastikan cakram benar-benar bersentuhan dengan permukaan agar dan didistribusikan secara merata sehingga jarak dari pusat ke pusat tidak lebih dari 24 mm. Biasanya, tidak lebih dari 12 cakram yang diletakkan pada satu agar lempeng untuk cawan Petri berdiameter 150 mm, atau 5 cakram untuk cawan Petri 100 mm. Hal yang perlu diperhatikan, sebuah cakram tidak boleh dipindahkan jika telah bersentuhan dengan permukaan agar, karena sebagian obat telah menyebar.
Cawan Petri diletakkan dalam keadaan terbalik di dalam sebuah inkubator 350C dalam waktu 15 menit setelah cakram dipasang. Kecuali untuk Haemophilus spp., Streptococcus, dan N. gonorrhoeae, tidak boleh dilakukan inkubasi dengan CO₂ yang tinggi, karena standar-standar interpretasi dikembangkan menggunakan inkubasi udara ruang, dan adanya CO₂ akan mengubah ukuran zona inhibitor pada beberapa agen secara signifikan.
Setelah diinkubasi pada suhu 350C selama 24 jam, penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba terlihat sebagai daerah jernih di sekitar pertumbuhan mikroorganisme. Diamati ada tidaknya daerah hambat di sekitar cakram, dan diameter daerah hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Metode dilusiMinimum inhibitory Concentration (MiC) atau kadar Hambat Minimal (kHM)
Ada dua metode pengujian KHM:
(1) Metode dilusi kaldu Pada metode ini dilakukan pengenceran bahan uji dengan kaldu pepton.
(2) Metode dilusi agar Pada metode dilusi agar dilakukan pengenceran bahan uji dengan agar pepton.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi64
Metode dilusi kaldu
Metode dilusi kaldu merupakan prosedur sederhana untuk pengujian isolat dalam jumlah kecil, bahkan untuk satu isolat saja. Keuntungan lain metode ini adalah karena tabung yang sama dapat juga digunakan untuk uji MBC (minimal bactericidal concentration) atau KBM (konsentrasi bunuh minimal).
BahanPipet steril bertingkat ukuran 10 ml, 5 ml, 2 ml, dan 1 ml, botol kecil bertutup ulir/
tabung ukuran 7,5 x 1,3 cm dengan tutup steril, pipet Pasteur, kultur kaldu berumur 24 jam untuk organisme uji dan organisme kontrol. Antibiotik yang diperlukan dalam bentuk serbuk (standar dilengkapi keterangan tentang aktivitasnya dalam mg/unit atau per ml). Pelarut yang diperlukan untuk antibiotik, air suling steril 500 ml, dan media kaldu nutrien yang sesuai. Untuk bahan uji disesuaikan.
Prosedur kerja:Dibuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan
suspensi biakan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Untuk menetapkan KBM, larutan KHM tersebut dilanjutkan dengan dikultur-ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba. Atau dapat juga dikultur-ulang dengan menggoreskan pada media agar lempeng. Setelah itu diinkubasi selama 18–24 jam. Media cair yang tetap terlihat jenih atau tidak ada pertumbuhan pada goresan agar lempeng setelah diinkubasi dinyatakan sebagai KBM.
teknik dilusi menggunakan microplate 96 (plat 96 sumur)
Teknik dilusi juga dapat menggunakan mikro-dilusi dengan plat 96-sumur. Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu murah, memberikan hasil yang dapat direproduksi, lebih sensitif, memerlukan sampel yang lebih sedikit, dapat digunakan untuk jumlah sampel besar, dan waktu yang dibutuhkan lebih singkat.
Metode Bioautografi
Bioautrografi adalah teknik laboratorium sederhana yang sangat berguna karena cepat mendeteksi senyawa-senyawa yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme. Bioautografi memadukan KLT dengan bioassay secara in situ dan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 65
memberikan peluang lokalisasi senyawa-senyawa aktif dalam bentuk fraksi atau ekstrak.
Bioautrografi dapat dikelompokkan menjadi bioautografi langsung, agar overlay/imersi, dan difusi agar/kontak. Metode yang paling sering digunakan adalah bioautografi langsung. Teknik agar-overlay (yang merupakan suatu hibrida dari metode langsung dan metode kontak) dapat digunakan ketika bioautografi langsung tidak dapat dilakukan. Zona inhibisi bioautografi dilihat melalui deteksi aktivitas dehidrogenase dengan menggunakan garam tetrazolium (MTT).
2. Uji Aktivitas Anti kapang
Prinsip kerja:Sama dengan uji antimikroba, tetapi mikroba ujinya adalah kapang.Kapang yang sering digunakan untuk uji coba adalah Aspergillus sp. Sementara,
khamir yang sering digunakan Candida albicans.
Metode yang digunakan: Uji difusi agar menggunakan cakram kertas dengan diameter 6 mm sebagai pecadang.
Suspensi jamur sebanyak 1ml dalam cawan petri steril, kemudian dimasukkan media agar SDA ( Sabaroud Dextrose Agar ) yang masih cair sebanyak 15 mL, dan media dibiarkan memadat. kertas cakram steril yang telah diteteskan 10µl larutan uji diletakkan di atas permukaan media menggunakan pinset. Stelah itu diinkubasi pada suhu 200C selama 72 jam. Kontrol positif yang digunakan adalah 10 µl Nistatin dan kontrol negatif yang digunakan adalah Pelarut ekstrak dari bahan Uji. Setelah 72 jam diamati ada tidaknya zona jernih disekitar kertas cakram. Zona jernih yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong. Adanya daerah zona jernih di sekeliling kertas cakram menunjukkan adanya aktivitas antijamur. Zona hambat = diameter zona jernih – diameter cakramPerhitungan hasil menggunakan ± SD (Standar Dviasi)
3. Uji Aktivitas Antivirus
Prinsip kerja :Bahan uji dipaparkan dengan inokulasi virus menggunakan kultur jaringan atau
dengan inokulasi telur berembrio pada jaringan hidup.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi66
Prosedur kerja:Campuran antara suspensi virus dan larutan agen antimikroba uji dibuat dalam
seri pengenceran. Seri pengenceran dilakukan dengan menggunakan serum yang telah diinaktivasi, misalnya serum kuda, dan diinokulasikan pada kultur sel atau telur berembrio. Sebagai kontrol, digunakan larutan tanpa virus. Kontrol terhadap bahan uji juga dilakukan, karena bahan uji dapat pula toksik pada kultur jaringan atau telur. Seri pengenceran bahan uji dicampurkan dengan serum yang diinaktivasi dan diinokulasi ke dalam sel jaringan atau telur berembrio. Pengamatan dilakukan setiap hari, ada atau tidaknya kerusakan sel atau jaringan.
Selain menggunakan kultur sel atau telur, uji aktivitas antivirus juga dapat dilakukan pada hewan percobaan. Sebagai contoh, pada pengujian virus hepatitis B (HBV) yang tidak dapat ditumbuhkan pada kultur sel ataupun telur berembrio.
4. Uji Antidiabetes secara In Vitro
Uji aktivitas a-glikosidase
Prinsip kerja: Glukosa darah di dalam tubuh berasal dari makanan yang mengandung
karbohidrat, seperti pati, akan mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim, seperti a-glikosidase dan a-amilase. Enzim a-glikosidase inhibitor (acarbose dan miglitol) akan menurunkan absorpsi gula di usus halus. Enzim a-amilase dan a-glikosidase inhibitor yang berasal dari alam memiliki efek hambatan yang kuat terhadap a-glikosidase sehingga dapat digunakan sebagai terapi hiperglikemik postprandial dengan efek samping yang lebih lemah.
Prosedur kerja1. Sediaan uji dibuat dengan berbagai konsentrasi, diambil 50 µl, kemudian
dicampur dengan 100 µl larutan dapar fosfat (pH 6,9) yang mengandung a-glikosidase (1 U/ml), lalu diinkubasi pada suhu 250C selama 5 menit.
2. Setelah diinkubasi, ditambahkan 50 µL larutan p-nitrofenil- a-D- glukopiranosida dalam larutan dapar fosfat 5 mM 0,1 M. Campuran ini diinkubasi pada suhu 250C selama 5 menit.
3. Sebelum dan sesudah diinkubasi, serapan diukur dengan ELISA Reader pada panjang gelombang 405 nm.
4. Sebagai kontrol digunakan 50 µl larutan dapar.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 67
5. Aktivitas hambatan a-glikosidase diukur dengan menggunakan rumus:
Mikroba endofit 77
∆A Control ∆A Extract 405 405
∆A Control 405
Prinsip kerja: Glukosa darah di dalam tubuh berasal dari makanan yang mengandung
karbohidrat, seperti pati, akan mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim, seperti -glikosidase dan -amilase. Enzim -glikosidase inhibitor (acarbose dan miglitol) akan menurunkan absorpsi gula di usus halus. Enzim -amilase dan -glikosidase inhibitor yang berasal dari alam memiliki efek hambatan yang kuat terhadap -glikosidase sehingga dapat digunakan sebagai terapi hiperglikemik postprandial dengan efek samping yang lebih lemah.
Prosedur kerja
1. Sediaan uji dibuat dengan berbagai konsentrasi, diambil 50 µl, kemudian dicampur dengan 100 µl larutan dapar fosfat (pH 6,9) yang mengandung -glikosidase (1 U/ml), lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama 5 menit.
2. Setelah diinkubasi, ditambahkan 50 µL larutan p-nitrofenil- -D- glukopiranosida dalam larutan dapar fosfat 5 mM 0,1 M. Campuran ini diinkubasi pada suhu 25°C selama 5 menit.
3. Sebelum dan sesudah diinkubasi, serapan diukur dengan ELISA Reader pada panjang gelombang 405 nm.
4. Sebagai kontrol digunakan 50 µl larutan dapar. 5. Aktivitas hambatan -glikosidase diukur dengan menggunakan rumus:
% inhibition = x100
5. Uji Aktivitas untuk Antikanker
Uji aktivitas untuk senyawa antikanker dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
Uji Sitotoksik dengan metoda MTT 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)- 2,5-diphenyltetrazolium bromide tetrazole Prinsip kerja: Garam MTT terlibat dalam kerja enzim dehidrogenase pada retikulum
endoplasma yang menghasilkan NADH atau NADPH, dan selanjutnya NADH akan mereduksi MTT menjadi formazan. Pada proses reduksi ini, suksinat merupakan donor elektron lemah untuk reduksi MTT pada mitokondria, dan proses produksi NADH ini melalui proses glikolisis dari respirasi. Intensitas warna ungu yang terbentuk berkolerasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme, dengan demikian berkorelasi langsung dengan viabilitas sel.
Prosedur kerja:
5. Uji Aktivitas untuk Antikanker
Uji aktivitas untuk senyawa antikanker dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
Uji Sitotoksik dengan metoda MTT 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)- 2,5-diphenyltetrazolium bromide tetrazole
Prinsip kerja:Garam MTT terlibat dalam kerja enzim dehidrogenase pada retikulum
endoplasma yang menghasilkan NADH atau NADPH, dan selanjutnya NADH akan mereduksi MTT menjadi formazan. Pada proses reduksi ini, suksinat merupakan donor elektron lemah untuk reduksi MTT pada mitokondria, dan proses produksi NADH ini melalui proses glikolisis dari respirasi. Intensitas warna ungu yang terbentuk berkolerasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme, dengan demikian berkorelasi langsung dengan viabilitas sel.
Prosedur kerja:1. Sediaan uji berupa ekstrak/fraksi/isolat yang dilarutkan dalam 100 µL DMSO,
kemudian ditambahkan media sampai 1 ml. Larutan induk dengan konsentrasi 1 mg/ml yang didapat kemudian disterilkan dengan menggunakan membran filter steril dan dibuat larutan dengan konsentrasi bertingkat 1000 µg/ml, 200 µg/ml, 100 µg/ml, 20 µg/ml, 10 µg/ml, 2 µg/ml.
2. Suspensi sel lestari dengan kepadatan sel 5 x 104 sel/ 100 µl diambil sebanyak 100 µl dimasukkan ke dalam 96 sumuran dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah 24 jam, ditambahkan 100 µl ekstrak uji pada berbagai peringkat konsentrasi, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C.
3. Setelah 48 jam, sel dipanen dan dilakukan pengecatan dengan MTT lalu
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi68
ditunggu selama kurang-lebih 4 jam untuk MTT bereaksi dengan sel. Setelah 4 jam, reaksi dihentikan dengan penambahan sulfat disuksida (SDS) lalu disentrifugasi selama 5 menit dan dihitung menggunakan ELISA reader. Sel yang hidup menyerap zat warna ungu, sementara sel yang mati tetap berwarna putih mengkilat.
Uji Sitotoksik dengan Metoda Biru Tripan
Prinsip kerja:Pengujian menggunakan dye exclusion method (trypan blue exclusion assay)
didasarkan pada perubahan permeabilitas membran dan kebocoran komponen sel ke dalam supernatan dan masuknya zat warna biru tripan ke dalam sel, yang tidak terjadi pada sel yang viable. Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, sel yang viable tidak terwarnai oleh tripan biru dan akan nampak sebagai sel yang berwarna terang. Sel yang mati dengan permeabilitas membran terganggu akan terlihat sebagai sel yang berwarna biru, karena biru tripan akan berikatan dengan protein intraseluler pada sel yang bocor.
Prosedur kerja:
1. Sediaan uji berupa ekstrak/fraksi/isolat yang dilarutkan dalam 100 µl DMSO, kemudian ditambahkan media sampai 1 ml. Larutan induk dengan konsentrasi 1 mg/ml yang didapat lalu disterilkan dengan menggunakan membran filter steril. Selanjutnya, dari larutan induk steril dibuat larutan dengan konsentrasi bertingkat 1000 µg/ml, 200 µg/ml, 100 µg/ml, 20 µg/ml, 10 µg/ml, 2 µg/ml.
2. Suspensi sel lestari dengan kepadatan 5 x 104 sel/ 100 µl sebanyak 100 µl dengan media yang sesuai didistribusikan ke dalam sumuran-sumuran microplate 96 dan diinkubasi selama 24 jam, pada suhu 370C. Setelah 24 jam, ditambahkan 100 µl ekstrak uji pada berbagai peringkat konsentrasi, lalu diinkubasi selama 48 jam, pada suhu 370C.
3 Viabilitas sel tumor masing-masing sumuran dihitung dengan menggunakan eksklusi trypan blue.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 69
Uji Sitotoksik menggunakan Sel MCF-7
Prinsip kerja:Sediaan uji berupa ekstrak/fraksi/isolat dilarutkan dalam DMSO 10% (w/v) sebagai larutan stok dan larutan kerja (v/v). Untuk larutan kerja dibuat dengan melarutkan ekstrak dalam RPMI-1640, dan aktivitas antikanker ditetapkan menggunakan sel MCF-7. Ekstrak dengan aktivitas tertinggi berdasarkan aktivitas nilai IC50 diuji-ulang dengan sel MCF-7, pada berbagai konsentrasi, yaitu 25, 50, 100, 200, dan 400 mg/ml. Ekstrak yang paling aktif diuji dengan sel normal pada konsentrasi sama. DMSO digunakan sebagai kontrol negatif, sementara doxorubicin digunakan sebagai kontrol positif.
Prosedur kerja:1. Sebanyak 20 ml masing-masing larutan ditambahkan ke dalam micro plate
yang kemudian diisi dengan 100 ml sel kanker (7,5 × 104 sel / ml). Campuran diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C dalam inkubator 5% CO2. Sel yang bertahan ditentukan dengan menghitung menggunakan ELIZA reader pada 595 nm.
2. Data absorbansi dari ELISA yang dikonversi menjadi% penghambatan sel sesuai dengan persamaan:
{(Nilai Abs kontrol) – (Nilai abs sampel)}Penghambatan sel = ______________________________________ x 100% Nilai abs kontrol
3. Korelasi antara kematian sel dan konsentrasi ekstrak kemudian dianalisis dengan menggunakan uji garis regresi, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak yang menghasilkan 50% pertumbuhan sel kanker (IC50 ).
.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi70
6. Teknik Bioassay antioksidan
Metoda uji ini untuk mengukur aktivitas antioksidan secara in vitro, dan yang diukur adalah aktivitas sediaan uji dalam menghambat enzim yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
Metoda Uji In Vitro
Metoda dPPH Radical Scavenging AssayPada metoda ini, aktivitas scavenger radikal bebas dari sediaan uji diukur
melalui perubahan absorbansi DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl radical) pada λ 515 nm, dengan spektrofotometer.
Prinsip kerja:DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl radical) adalah radikal bebas yang
stabil, dapat menerima elektron atau radikal hidrogen dan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Aktivitas scavenger radikal bebas dapat diukur melalui penurunan absorbansi DPPH* pada λ 517 nm yang mereprentasikan bentuk tereduksi. 1,1-Diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH) berwarna kuning, dan dengan adanya donor elektron larutan dalam etanol akan berwarna ungu.
Prosedur kerja:1. DPPH dilarutkan dalam etanol sebanyak 95 µl, dicampurkan dengan 5µl sediaan
uji yang dilarutkan dalam DMSO di dalam sumuran, kemudian digoyang-goyangkan sampai campuran homogen dan disimpan di tempat gelap (paraffin film).
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 71
2. Konsentrasi akhir larutan DPPH 100–1000 µM sebagai standar, dan sebagai kontrol digunakan 5 µl DMSO.
3. Campuran pereaksi dan sediaan uji diinkubasi pada suhu 370C, selama 30 menit.4. Setelah inkubasi, serapan campuran diukur pada λ 515 nm menggunakan
spektrofotometer.5. Aktivitas radikal scavenger DPPH dan scavenger superoksida (%) dihitung
dengan menggunakan rumus:
% RSA = [100-(AS/AC) x 100]
RSA : aktivitas radikal scavenger AS : absorban radikal DPPH dengan adanya sampel AC : absorban radikal
DPPH tanpa adanya sampel
Metode tba
Prinsip kerja:Pada metode TBA, aktivitas antioksidan ditetapkan berdasarkan reaksi
penstabilan senyawa radikal dengan ikatan rantai samping asam lemak antara dua senyawa radikal lipid sehingga terbentuk senyawa yang tidak radikal. Pengukuran daya hambat antioksidan pada metode ini dilakukan pada hari ke 10 dari percobaan, dengan mengukur produk sekunder dari oksidasi asam linoleat secara termal.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi72
Prosedur keja:1. Dibuat larutan sampel 0,05% b/v dalam etanol absolut. Sebanyak 2 ml larutan
sampel dimasukkan ke dalam botol yang telah disiapkan, kemudian ditambahkan 0,05% M asam linoleat sebanyak 10 ml dan dapar fosfat 0,1 M pH 7 sebanyak 8 ml. Campuran reaksi tersebut diinkubasi pada suhu 400C. Pengukuran dilakukan pada hari ke 10.
2. Sampel dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml TCA 20% dan 1 ml TBA 0,67%. Campuran dipanaskan di atas tangas air selama 10 menit, kemudian didinginkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 532 nm menggunakan spektrofotometer UV- Vis.
7. Teknik Bioassay Antiinflamasi secara In Vitro
Sel IL-1, IL-6, dan TNF dilaporkan memproduksi pro-inflamasi sitokin dan kemokin (IL-8 dan MCP-1) sebagai respons terhadap perangsangan lipopolisakadarida (LPS). Sistem model in vitro ini menggunakan cell line THP-1 (bukan monosit manusia) guna meminimalkan variabilitas. Dengan sel-sel THP-1, ditemukan bahwa anion superoksida dan pelepasan IL-6 mengalami peningkatan di bawah kondisi hiperglikemik. Peningkatan ini terlihat pada monosit diabetik. Ditemukan bahwa cell line THP-1 paling cocok untuk sistem model in vitro untuk memahami biologi monosit/makrofag karena sel THP-1 berhubungan dengan penyakit manusia.
Prosedur kerja:1. Disiapkan microplate 96, kemudian dilakukan duplikasi pada dua pengujian
terpisah2. Dilakukan induksi dengan menggunakan agen pro-inflamasi buatan, dengan
LPS (E.coli O55:B5) selama 2 hingga 48 jam, sesuai dengan agen pro-inflamasi yang digunakan.
3. Dilakukan pemantauan terhadap kehidupan sel dengan menggunakan uji MTT4. Dilakukan pemilihan dosis tunggal atau dosis ganda (6 hingga 90 untuk
penetapan IC50)5. Untuk senyawa uji yang sukar larut dapat digunakan pelarut organik DMSO6. Persiapan senyawa uji dengan DMSO untuk membuat konsentrasi akhir di
bawah 1% dengan keberadaan sel.7. Kontrol terhadap kondisi: agen-agen anti-inflamasi seperti naproxen dan
dexamethason digunakan sebagai kontrol positif.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 73
8. Media pembiakan dan vehicle: (pelarut yang digunakan untuk melarutkan senyawa uji) digunakan sebagai kontrol negatif.
8. Uji Aktivitas Antimalaria
Pengujian secara in vitro untuk mengetahui pengaruh bahan uji atau obat terhadap P. falciparum. Pada metoda ini, sampel darah penderita ditambahkan ke dalam microplate (mikroplat) yang mengandung bahan uji dengan beberapa dosis. Kelemahan teknik ini adalah hanya dapat mengamati parasit dalam stadium cincin yang bersirkulasi di dalam darah tepi. Kesimpulan diambil dengan mengukur hambatan maturasi pada stadium schizon dari parasit.
Metoda yang sering digunakan adalah dengan mengukur inkorporasi hipoksantin oleh parasit. Metoda ini sangat cepat, sensisitif dan objektif.
Metoda lain yang dapat digunakan untuk uji aktivitas antimalaria adalah dengan mengidentifikasi produksi laktat dehidrogenase parasit sebagai indikator pertumbuhan parasit. Metoda ini tidak memerlukan radioisotop dan dapat dipergunakan pada daerah endemik.
Strain (galur) Plasmodium yang dapat digunakan untuk pengujian secara in vitro antara lain: P. falciparum strain Dd2 asal Indocina yang resisten terhadap klorokuin, kuinin, pirimetamin dan sulfadoksin. Selain itu, dapat pula digunakan P. falciparum strain HB3 asal Honduras yang resisten terhadap pirimetamin.
Media kultur Kultur P. falciparum terdiri dari sel darah merah dan medium komplit, sehingga
hematokrit menjadi 2,5%. Kultur ini dibiakkan di dalam cawan Petri yang diletakkan dalam candle jar. Candle jar beserta isinya diinkubasi pada 370C selama 24 jam. Medium komplit diganti setiap 24 jam.
PelarutPelarut yang digunakan adalah etanol, air atau DMSO (untuk bahan uji yang
tidak larut di dalam etanol). Obat atau bahan uji dilarutkan ke dalam etanol absolut, kemudian ditambahkan air steril sampai konsentrasi 1 mg/ml. Untuk bahan uji yang larut dalam air, bahan uji tersebut dilarutkan dahulu dengan air steril baru ditambahkan etanol sampai konsentrasi 1mg/ml. Untuk obat yang larut dalam air,
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi74
obat dilarutkan dahulu dengan air steril, diikuti dengan penambahan etanol sampai konsentrasi yang sama.
Metode Pewarnaan GiemsaMetode dengan slide yang diwarnai dengan Giemsa merupakan metode yang
murah dan sebagai alternatif untuk senyawa uji yang jumlahnya sedikit.
Parasit dengan kepadatan tertentu yang telah disinkronisasi diinkubasi dengan bahan uji dengan peringkat dosis dan kontrol pelarut. Parasitemia dihitung setelah slide diwarnai dengan Giemsa; penghitungan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya.
Prosedur kerja1. Ke dalam plat 96 sumur, 20 µl suspensi 10% eritrosit dengan parasitemia 1,0%
dan DMSO 0,1% dimasukkan ke dalam setiap sumur yang telah berisi medium RPMI dengan 10% serum dan 0,1% DMSO yang mengandung beberapa macam dosis obat yang diperiksa sehingga volume akhir 200 µl setiap sumur.
2. Ke dalam semua sumur yang telah terisi obat kemudian ditambahkan 20 µl suspensi parasit dengan 10% eritrosit dengan parasitemia 1,0%.
3. Setelah itu, plat 96 sumur dimasukkan ke dalam candle jar dan diinkubasi selama 18–24 jam, tergantung umur parasit pada awal inkubasi. Metoda ini didasarkan pada bentuk cincin (trofozoit muda) yang setelah 24 jam akan berubah menjadi preskizon dan skizon.
4. Evaluasi dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam. Setelah inkubasi selama 24 jam atau 48 jam, plat 96 sumur dikeluarkan, suspensi bagian atas yang jernih dibuang, suspensi yang pekat dibuat sediaan apus darah, dan sediaan dikeringkan pada suhu kamar kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa.
9. Uji Aktivitas Enzim
Beberapa mikroba endofit dapat menghasilkan enzim ekstraseluler yang tahan terhadap invasi patogen dari luar dan digunakan oleh mikroorganisme untuk mendapatkan makanan dari inangnya. Enzim yang dihasilkan antara lain amilase. pektinase, selulase, lipase, dan lakase.
Prinsip kerja:Untuk melihat apakah mikroba endofit menghasilkan enzim biasanya dilakukan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 75
penanaman mikroba dengan media yang mengandung substratnya.
Inkubasi dilakukan selama 3–7 hari, pada suhu kamar. Terbentuknya daerah jernih di sekitar pertumbuhan koloni menandakan adanya aktivitas enzim.
Prosedur kerja:
Aktivitas enzim amilolitik:Untuk melihat aktivitas endofit penghasil enzim amilase, mikroba ditanam
pada Glukose Yeast Extract Peptone Agar (GYP). Setelah diinkubasi selama 45 hari, koloni mikroba pada cawan Petri digenangi dengan larutan iodin 1% dalam 2% kalium iodida. Aktivitas enzim dikatakan positif jika pada pengamatan terlihat daerah yang jernih di sekitar koloni.
Aktivitas enzim lipolitik:Untuk melihat aktivitas endofit penghasil enzim lipase, mikroba ditanam pada
Pepton Agar. Setelah diinkubasi, diamati adanya endapan di sekitar koloni yang menunjukkan aktivitas lipase.
Aktivitas pektinolitikUntuk melihat aktivitas endofit penghasil enzim pektinase, mikroba ditanam
pada media Pektin Agar. Setelah diinkubasi, koloni mikroba digenangi dengan larutan hexadecyl trimethyl ammonium bromide 1% dalam aquadest. Adanya daerah jernih di sekitar koloni menunjukkan aktivitas proteolitik.
Aktivitas selulaseUntuk melihat aktivitas endofit penghasil enzim selulase, mikroba ditanam pada
media Glukose Yeast Extract Peptone Agar (GYP). Inkubasi dilakukan selama 3–7 hari. Setelah inkubasi, cawan Petri berisi koloni mikroba digenangi dengan larutan congo red 2% dalam aquadest dan 1 M NaCl, selama 15 menit. Adanya daerah yang berwarna kuning di sekitar koloni menunjukkan aktivitas selulase.
Aktivitas proteolitikUntuk melihat aktivitas endofit penghasil enzim proteolitik, mikroba diinokulasi
pada media Glukose Yeast Extract Peptone Agar (GYP) Setelah diinkubasi, degradasi gelatin dapat diamati dengan adanya zona jernih yang berada di sekitar koloni. Untuk itu, cawan Petri digenangi larutan jenuh dari amonium sulfat sehingga terbentuk endapan keruh pada agar dengan zona jernih di sekitar koloni.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi76
Aktivitas lakaseUntuk mengetahui aktivitas endofit penghasil enzim lakase, mikroba ditanam pada media Glukose Yeast Extract Peptone Agar (GYP). Setelah diinkubasi, dilihat adanya pertumbuhan koloni yang ditandai dengan perubahan warna pada medium menjadi biru.
10. Uji imunomodulator
Imunomodulator merupakan suatu senyawa yang memberikan efek terhadap sistem kekebalan. Ada dua jenis efek yang ditimbulkan, yakni imunostimulasi dan imunosupresi.• Imunostimulan terutama memiliki efek stimulan• Imunosupresan terutama memiliki efek supresan
Prinsip kerja:Metode pengujian yang dapat dilakukan, baik secara in vitro maupun in vivo,
mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi dan kemampuan terstimulasi dari limfosit B dan T.
teknik Bioassay secara In Vitro
(1) Uji reduksi zat warna nitroblue tetrazolium (NBT). Makrofag (1x10⁵ sel/sumuran) diperlakukan dengan ekstrak selama 24 jam, pada
suhu 370C, di dalam sebuah inkubator dengan CO₂ 5%. Sel diinkubasi dengan zymosan A (5x10⁶ partikel/sumur) dan bahan pewarna NBT 3 mg/ml. Setelah inkubasi selama 60 menit, sel-sel yang melekat dicuci dengan menggunakan medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640, kemudian dicuci empat kali menggunakan metanol. Setelah dianginkan, ditambahkan 2 M KOH dan DMSO, kemudian absorbansi diukur pada 570nm, menggunakan sebuah microplate reader (Bio-Tek Instrument Inc., USA). Indeks fagositik (PI) diukur dengan menghitung rasio densitas optik sampel uji dengan dentitas kontrol.
(2) Uji aktivitas enzim lisosom sel Aktivitas enzim lisosom dalam sel digunakan untuk mengetahui aktivitas
fosfatase asam di dalam sel fagosit. Makrofag (1x10⁵sel/sumur) diperlakukan dengan ekstrak selama 24 jam, pada suhu 370C, dengan udara yang dilembabkan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 77
menggunakan CO₂ 5%. Medium dilepaskan dengan aspirasi dan ditambahkan Triton X-100 0,1%, larutan p-NPP 10 mM, dan dapar sitrat 0,1 M (pH 5,0) ke dalam masing-masing sumur, kemudian dieramkan selama 30 menit, dan ditambahkan dapar borat 0,2 M (pH 9,8). Absorbansi diukur pada 450 nm, menggunakan sebuah microplate reader. Nilai PI dihitung dengan uji reduksi zat warna NBT.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi78
Beberapa metabolit sekunder mikroba endofit bermanfaat di bidang kesehatan, khususnya farmasi. Lingkungan unik membuat kapang, khamir dan bakteri yang tumbuh di dalam tanaman inang tersebut mampu menghasilkan metabolit sekunder dengan bioaktivitas yang unik pula. Berikut beberapa contoh metabolit sekunder mikroba endofit yang memiliki bioaktivitas yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi obat.
taxol dan Metabolit sekunder antikanker Lain
Taxomyces andreanae, Pestalotiopsis, Altenaria sp., Monochaetia sp dan beberapa spesies kapang endofit yang tidak menghasilkan spora yang diisolasi dari pohon cemara Pasifik dan Nepal telah terbukti dapat menghasilkan taxol yang bersifat antikanker. Selain itu, telah berhasil pula dikembangkan pembuatan taxol semisintetik yang bersumber dari pohon cemara dan, dengan berkembangnya teknologi rekayasa genetik, dapat diperoleh taxol dalam jumlah yang diinginkan.
Lebih dari itu, saat ini taxol juga telah dapat diperoleh dari tanaman bukan jenis Taxus, melainkan tanaman lain yang berada dalam kondisi lingkungan yang sama dengan tanaman Taxus. Hal ini karena mikroba penghasil taxol dapat hidup di dalam tanaman selain Taxus.
Kapang endofit lain, Lasiodiplodia theobromae, yang diisolasi dari tanaman obat Morinda citrifolia, diketahui dapat menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antikanker menyerupai taxol. Hasil dari penelitian lain menunjukkan, senyawa derivat canthin-6-one dan derivat bruceosin yang dihasilkan oleh kapang endofit Fusarium chlamydosporum yang diisolasi dari tanaman Brucea javanica L (Merr) memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel Leukemia L1210. Pada tanaman
BAB VPEManfaatan Mikroba Endofit
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 79
yang sama juga diperoleh kapang endofit Botryosphaeria parva yang menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker MCF 7 dan T47D.
Senyawa lain yang prospektif untuk dikembangkan menjadi obat antikanker adalah 2,14-dihydroxy-7-drimen -12,11-olide. Metabolit sekunder dari kapang Aspergilus glaucus yang diisolasi dari daun Ipomoea batatas ini memiliki aktivitas antioksidan, aktivitas antitumor sedang terhadap Hep-G2, dan aktivitas antitumor kuat terhadap cel MCF-7.
Dari kapang endofit Cephalotheca faveolata berhasil diisolasi sclerotiorin. Pigmen berwarna kuning jingga dari kelompok azaphilone yang banyak ditemukan pada kapang berfilamen ini dinamakan scelotiorin karena pada awalnya diisolasi dari kapang Penicillium sclerotiorum. Sclerotiorin memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker dan diketahui dapat menginduksi apoptosis pada kanker usus. Induksi apoptosis atau kematian sel terprogram oleh sclerotiorin (HCT-116) diperkirakan karena kemampuan metabolit sekunder ini mengaktivasi BAX, menekan regulasi dari BCL-2, dan mengaktivasi caspase-3.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kapang endofit (EFB01) dan (EFB02) yang diisolasi dari daun Barringtonia acutangula memiliki aktivitas terhadap sel kanker (Human Colon Cancer Cell Lines HT29.). Identifikasi dengan ITS dan BLAST menunjukkan bahwa kapang endofit (EFB01) adalah Colletotrichum gloeosporioides.
Penelitian terhadap kapang endofit dari Cephalolotaxus mannii, Cepha- lolotaxus sinensis, Cephalolotaxus hainanensis, Cephalolotaxus oliveri dan Cephalolotaxus harringtonia varietas nana menunjukkan bahwa berbagai tanaman obat yang banyak ditemukan di Cina Selatan dan Thailand utara tersebut menghasilkan harringtonine, isoharringtonine, homoharringtonine, dexoharringtonine, dan cephalezomines. Saat ini, metabolit sekunder golongan alkaloid ini telah dikembangkan menjadi obat leukemia di sejumlah rumah sakit.
Selain aktivitas antikanker, penelitian lain juga telah memperoleh aktivitas lain dari metabolit sekunder yang berasal dari kapang endofit.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi80
Berbagai Enzim dari Mikroba Endofit
1. Enzim xylanase Mikroba endofit pada sejenis rumput-rumputan dapat menghasilkan enzim
xylanase dan pektinase, karena mikroba tersebut memerlukan xylan dan pektin sebagai sumber karbon untuk tumbuh dan berkembang di dalam jaringan tanaman inang. Xylanase yang merupakan metabolit sekunder mikroba endofit ini dapat dimanfaatkan sebagai bleaching pada industri pulp dan kertas.
Penggunaan xylanase sebagai pengganti klorin tersebut dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Selain itu, xylanase juga dapat dimanfaatkan untuk mengubah xylan menjadi xylosa, yang dapat digunakan sebagai pemanis buatan bagi penderita diabetes.
Hasil penelitian lain menemukan bahwa kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat di Laboratorium MARDI di Sessang, Sarawak, menghasilkan senyawa yang dapat menghidrolisis selulase, xylan, dan mannan.
2. Enzim Ekstraselular Tyrosinase Kapang endofit yang diisolasi dari Azadirachta indica dan Ocimum tenuiflorum
diketahui dapat menghasilkan enzim tyrosinase. Metabolit sekunder yang dihasilkan kapang endofit dari kedua tanaman tersebut lebih banyak dibandingkan hasil produksi kapang endofit dari Ocinum tenuiflorum dan Lantana camara.
Enzim tyrosinase juga dapat dihasilkan oleh kapang endofit dari Ocimum sp. Selain itu, kapang endofit ini juga menghasilkan enzim amilase dan protease lain.
Kapang endofit penghasil enzim tyrosinase umumnya dari filum basidiomycetes. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kapang endofit mempunyai prospek yang baik sebagai sumber enzim tyrosinase.
3. Enzim ekstraselular pemecah polisakarida Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Alpinia calcarata Roscoe, Bixa
orellana L, Calophyllum inophyllum L dan Catharanthus roseus L diketahui menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, termasuk lipase, amilase, pektinase, selulase, dan lakase. Enzim-enzim ini banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman, tekstil, dan penyamakan kulit. Enzim yang dihasilkan dari kapang endofit lebih stabil dibandingkan dengan enzim yang dihasilkan sumber lain.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 81
4. Enzim Penghambat alfa glukosidase TSC13 yang diperoleh dari ekstrak metanol metabolit sekunder kapang endofit
Colletotrichum sp yang diisolasi dari Taxus sumatrana menghasilkan senyawa penghambat enzim a glukosidase. Dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Indonesia itu diperoleh tujuh isolat yang potensial menghasilkan metabolit sekunder untuk dikembangkan menjadi agen antidiabetes. Ketujuh kapang endofit yang memiliki aktivitas menghambat enzim a glukosidase tersebut adalah:• Kapang endofit A.Ap.3E , A.Ap.4F dan B.Ap.1F dari kapang endofit yang
diisolasi dari sambiloto (Andrograhia paniculata Ness).• Kapang endofit B.Os.1F dari tanaman Orthosiphon spicatus BBS• Kapang endofit A.Pc.1F, B.Pc.1F dan B.Pc.2F dari tanaman sirih merah
(Piper crocatum L)
Senyawa Antidiabetes dari Mikroba Endofit
Suatu senyawa non-peptida (L-783,281) yang merupakan metabolit sekunder dari kapang endofit Pseudomassaria sp telah berhasil diisolasi dari tanaman hutan di Kongo, sebuah negara di Afrika. Mekanisme kerja senyawa ini menyerupai insulin, tetapi tidak terurai oleh asam lambung sehingga berpotensi dikembangkan menjadi obat antidiabetes oral.
Senyawa Antimikroba dari Mikroba Endofit
Munumbicins A, B, C, dan D merupakan antibiotik spektrum luas yang diperoleh dari kapang Streptomyces NRRL 30562 yang diisolasi dari Kennedia nigriscans. Kandungan senyawa peptida yang mempunyai aktivitas antimikroba adalah asam amino (asam amino treonin, asparagine, glutamin, valin, dan prolin). Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman Garcinia mangostana dan mikroba endofit dari tumbuhan Quisqualis indica L juga dapat menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antimikroba.
Kapang endofit genus Colletotrichum dari tanaman Myciaria floribunda yang berada di Brasilia dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Kapang endofit lain Cladosporium sp, Aspergillus flavus, Aspergillus sp dan Curvularia lunata yang diisolasi dari tanaman obat Kigelia africana (Lam) Benth diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli. Sementara itu, kapang Colletotrichum sp. yang diisolasi dari daun Pandanus
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi82
amaryllifolius Roxb. diketahui menghasilkan colletotride, senyawa macrolide yang aktif terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis, Gordinia terrae, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Pandanus amaryllifolius, tanaman yang hidup di daerah tropis itu, mengandung alkaloid. Elusidasi struktur senyawa yang diperoleh dari mikroba endofit tanaman ini memberikan empat senyawa makrolida baru, yaitu senyawa colletotriolide dari kapang Colletotrichum sp., tyrosol dari kapang Colletotrichum gloeosporioides, serta dothiorelone C dan cytosporone dari kapang Chaetomium globosum.
Sementara itu, ekstrak etil asetat dari kapang Cordyceps memorabilis yang diisolasi dari tanaman obat Trichilia elegans A Juss memiliki aktivitas antimikroba terhadap Enterococcus hirae, Micrococcus luteus, dan E. Coli. Senyawa bioaktif dari kapang endofit Phomopsis sp dapat menghambat pertumbuhan M. luteus, Enterococcus hirae, dan S. typhi. Senyawa bioaktif lain yang diekstraksi dari Dothideomycetes sp dan G8-25 dapat menghambat M. luteus, E. hirae.
Sejumlah kapang yang diisolasi dari beberapa tanaman yang berasal dari daerah Himalaya bagian barat diketahui menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba. Sebagai contoh, metabolit sekunder kapang K4 (Trichophaea abundans yang diisolasi dari Pinus sp), PR4 (Diaporthe phaseolorum yang diisolasi dari Picorhisa sp), dan art4 (Fusarium redolens yang diisolasi dari Artemisia sp) dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Kapang yang diisolasi dari Sesbania grandiflora (L) Pers. dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas aeriuginosa ATCC 278530. Kapang endofit lain, yaitu yang diisolasi dari Ocimum species (Tulsi), memiliki aktivitas antimikroba terhadap P. aeruginosa, Mycobacterium smegmatis, Salmonella typhimurium, dan Candida albicans, serta dapat menghambat pertumbuhan Penicillum chrysogenum.
Kapang yang diisolasi dari Taxus baccata (kulit batang dari cemara Himalaya) menghasilkan metabolit sekunder yang aktif terhadap bakteri patogen, yaitu Klebsiella pneumoniae, Shigella flexneri, E. coli, serta fungi C. albicans dan C. tropicalis. Identifikasi menggunakan teknik analisis molekuler BLAST menunjukkan bahwa kapang endofit tersebut adalah kapang Fusarium solani (Mart) dan penetapan struktur dengan GC-MS menunjukkan bahwa senyawa bioaktif yang paling dominan adalah 1-tetradecende, 8-octadecanone, 8-pentadecanone, octylcyclohexane dan 10-nonadecanone.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 83
Metabolit sekunder lain, yaitu metabolit dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Orthosiphon stamineus Benth, juga diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba terhadap bakteri patogen. Sementara itu, ekstrak kasar metabolit sekunder Papulaspora immersa dan Apiospora montagnei Sacc dalam bentuk Arthrinium dan kapang endofit yang diisolasi dari akar tanaman Smallanthus sonchifolius (Yacon) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, Kocuria rhizophila, P. aeruginosa, dan E. coli.
Dari kapang Fusarium sp yang tumbuh di dalam tanaman Mirabilis jalapa L dapat diisolasi metabolit sekunder yang memiliki aktivitas terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kapang Aspergillus sp dari tanaman yang sama menghasilkan metabolit sekunder yang lebih memiliki aktivitas terhadap bakteri Gram positif, seperti terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan B. subtilis.
Kapang endofit lain, yang diisolasi dari tanaman Tabebuia argentea, menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih luas. Dari 13 isolat Aspergillus niger dan Alternaria alternata, misalnya, diperoleh naphthoquinone (lapachol alami), metabolit sekunder dengan aktivitas terhadap bakteri dan kapang. Tabebuia argentea, tanaman inang berupa pohon besar dengan bunga berwarna kuning dari familia Bignoniaceae, diketahui mengandung banyak senyawa yang memiliki bioaktivitas unik, termasuk senyawa-senyawa golongan fenolik yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker melalui penghambatan topoisomerase yang bekerja pada replikasi DNA.
Kapang endofit AFR1, AFR4, AFR7 yang diisolasi dari akar tanaman obat Aloe vera L di bagian utara Maharashtra, India, terbukti memiliki efek penghambatan yang kuat terhadap bakteri uji S. typhi. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat yang banyak tumbuh di Indonesia, yaitu daun dan rimpang Zingiber offensii Val (Ghost Bangle), mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan E. coli. Senyawa bioaktif lain, yaitu yang terkandung dalam ekstrak etil asetat dari metabolit sekunder kapang endofit Kabatiella caulivora var B yang diisolasi dari Alyxia reinwardtii BL (pulasari) dari daerah Purwodadi Botanical Garden, Pasuruan, Jawa Timur, mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Bacilus subtilis, Staphylococcus aureus, Salmonella thypi, E. coli dan Pseudomonas aeruginosa, serta aktif terhadap Candida albicans.
Selain dari kapang, metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba dapat pula diperoleh dari bakteri endofit. Salah satunya adalah bakteri yang diisolasi dari Brugulera gymnorrhiza, sejenis tanaman bakau (mangrove) yang diambil dari
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi84
beberapa lokasi di Jawa Barat. Selain itu, bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman Paederia foetida L dari familia Rubiaceae, menghasilkan metabolit sekunder sebagai antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Klebsiella pneumonia. Bakteri endofit dari tanaman obat tradisional ini mempunyai prospek untuk dikembangkan menjadi senyawa bioaktif antimikroba.
Bakteri ME-2 yang diisolasi dari cabang mulberry menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba. Hasil identifikasi dengan analisis 16s rRNA menunjukkan bahwa bakteri endofit ini adalah Bacillus subtilis, dengan metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan B. thuringiensis, E. coli, S. aureus, B. Bassiana, dan Mycoid bacillus. Bakteri endofit ini juga berpotensi menghasilkan enzim, antara lain enzim fibrinolitik, pectate lyase, dan serine protease yang dapat digunakan dalam makanan. Bakteri endofit yang diisolasi dari cabang tanaman Mulberry ini dapat dikembangkan sebagai zat pengawet untuk makanan dan produk farmasi.
Senyawa Antifungi dari Mikroba Endofit
Nigrospora oryzae, Colletrotrichum truncatum, Fusarium proliferatum, Chaetomium sp, Guignardia comellia, dan Alternaria destruens adalah kapang endofit yang hidup dalam tanaman Jatropha curcas yang diketahui dapat menghambat pertumbuhan kapang. Selain itu, ditemukan pula senyawa antikapang yang poten, Oocydin A, dari galur Serratia marcescens yang diisolasi dari tanaman Rhyncholacis pedicillata.
Kapang endofit yang diisolasi dari beberapa tanaman yang berasal dari daerah Himalaya bagian barat menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas antikapang, terutama terhadap C. albicans. Kapang endofit tersebut termasuk dalam genus Talaromyces sp, Giberella sp, Cochliobolus sp, Fusarium sp, dan Alternaria sp.
Metabolit sekunder lainnya, 3-methylcarbazoles, diketahui memiliki aktivitas antifungi. Metabolit sekunder yang dihasilkan kapang Streptomyces sp galur LJK109 yang diisolasi dari Alpinia galanga (L) Wild. ini dapat menghambat pertumbuhan kapang Phytopatogenik, termasuk Alternaria porri, Colletotrichum gloeosporioides, Colletotrichum musase, Fusarium oxysporum, dan Curvularia sp.
Sementara itu, metabolit sekunder beberapa bakteri endofit KB4 yang diisolasi dari akar tanaman obat Pongamia glabra vent (familia Leguminoseae), NB6 dari ranting tanaman obat Eucalyptus globulus Dehnh (Myrtaceae), dan HB3 dari
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 85
rimpang Curcuma longa L (Zingiberaceae) memiliki aktivitas sebagai antifungi. Fungi yang dihambat pertumbuhannya oleh metabolit sekunder tersebut antara lain Aspergillus niger, Aspergillus avamori, Trichoderma koningii, Fusarium oxysporium, dan Penicillium fumicalsuri.
Penghambat Proliferasi Lymphocytes dari Mikroba Endofit
Senyawa K1 dan K7 (metabolit sekunder Petriella sp dan Ulocladium sp yang diisolasi dari Pinus roxbergii), senyawa DEF4 (metabolit sekunder Cochliobolus spicifer yang diisolasi dari Cedrus deodara), serta senyawa Art3 dan Art4 (metabolit sekunder Sordaria superba dan Fusarium redolens yang berasal dari tanaman Artemisia sp) diketahui memiliki aktivitas imunosupresif dan dapat menghambat proliferasi sel limfosit. Berbagai kapang endosit ini berasal dari daerah Himalaya bagian barat.
Kapang endofit lain yang menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas imunosupresif adalah Fusarium subglutinans yang diisolasi dari tanaman T. wilfordii. Senyawa bioaktif tersebut diketahui sebagai diterpene- pyrone subglutinol A dan B
Antivirus dari Mikroba Endofit
Metabolit sekunder Kapang Emericella sp yang diisolasi dari Aegiceras corniculatum, sejenis pohon bakau, terbukti memiliki aktivitas antivirus. Metabolit sekunder tersebut, derivat isoindolone, dapat menghambat pertumbuhan virus influenza A .
Antioksidan dari Mikroba Endofit
Metabolit sekunder kapang endofit Chaetomium sp yang diisolasi dari Nerium oleander (Apocynaceae) ditemukan memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa senyawa bioaktif tersebut adalah phenolic (asam fenolat dan derivat fenol).
Senyawa lain yang terbukti memiliki aktivitas antioksidan adalah naphthoquinone. Senyawa lapachol alami ini merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan Aspergillus niger dan Alternaria alternata, kapang endofit yang diisolasi dari Tabebuia argentea.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi86
Anti-inflamasi dari Mikroba Endofit
Salah satu metabolit sekunder yang terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi adalah ergoflavin. Senyawa pigmen ini dihasilkan oleh kapang endofit yang diisolasi dari Mimosops elengi (Bakul). Senyawa bioaktif lain yang juga berkhasiat anti-inflamasi adalah phomol, poliketide laktone, metabolit sekunder kapang endofit yang diisolasi dari tanaman Erythrina crista-galli.
Sementara itu, Actinomycetes endofit Streptomyces sp LJK 109 yang diisolasi dari Alpinia galanga Swartz, familia Zingeberacease, dapat meng- hasilkan senyawa 3-methylcarbazoles, senyawa bioaktif lain yang memiliki aktivitas antiinflamasi, selain antifungi.
Antimalaria dari Mikroba Endofit
Metabolit sekunder yang telah terbukti berkhasiat antimalaria adalah artemisinin, senyawa yang diperoleh dari hasil biotransformasi galur bakteri endofit AT12 yang diisolasi dari tanaman Artemisia annua.
Pemanfaatan bakteri Endofit dibidang pertanian
Bakteri endofit dapat bertindak sebagai agen hayati terhadap nematoda parasit Pratylenchus brachyurus pada tanaman Nilam. Mekanisme pengendalian dilakukan oleh beberapa bakteri endofit (Achromobacter xylosoxidans TT2, Bacillus subtilis NJ57, Alcaligenes faecalis NJ16, Bacillus cereus MSK, dan Pseudomonas putida EH11 dengan menggunakan metode split root system, yaitu sebagian akar diinokulasi dengan Pratylenchus brachyurus (109/pot tanaman) dan sebagian lagi diinokulsi dengan Pratylenchus brachyurus (100 ekor /pot tanaman).
Pada penelitian untuk membuktikan aktivitas bakteri endofit tersebut digunakan metode dengan rancangan acak lengkap (RAL) enam perlakuan dan tujuh ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap populasi nematoda yang mempenetrasi akar, kadar asam salisilat, fenol, indol acetic acid, dan peroksidase pada tanaman yang dianalisis dengan menggunakan metode HPLC dan spektrofotometer.
Hasil penelitian menyatakan mekanisme kerja bakteri endofit dalam mengendalikan Pratylenchus brachyurus adalah menginduksi ketahanan tanaman dengan peningkatan produksi senyawa kimia penginduksi ketahanan, seperti asam
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 87
salisilat, peroksidase, dan fenol oleh bakteri endofit A xylosoxidans TT2, A faecalis NJ16 dan Putida EH11. Selain itu, bakteri endofit juga mempunyai kemampuan untuk memicu tanaman melalui peningkatan indol acetic acid, terutama pada perlakuan dengan Bacillus cereus MSK.
Bakteri endofit dapat digunakan sebagai agensia untuk pengendalian penyakit pada tanaman, termasuk untuk mengendalikan nematoda parasit Meloidogyne incognita penyebab penyakit kuning pada tanaman lada. Bakteri yang berperan diperoleh dari akar tanaman lada , yaitu bakteri endofit EH11, TT2, Trichoderma, HEN yang dapat menurunkan puru pada akar dan populasi larva nematoda Meloidogyne incognita di dalam tanah sampai 90%.
Bakteri endofit dari tanaman kopi Bacillus sp PG76 dalam bentuk formula Bionematisida (molase, kompos dan talc) diketahui dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi nematoda puru akar (Meloidogyne sp.). Selain itu, bionematisida Bacillus sp PG76 dapat pula meningkatkan pertumbuhan tanaman kopi. Bakteri endofit lainnya—PG 132, PG76, dan LW 15 yang diisolasi dari akar tanaman kopi—dapat menekan nematoda Pratylenchus coffeae sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kopi.
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroba endofit serta tanaman inangnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi88
BAB VIProsPEk Mikroba Endofit
Mikroba endofit merupakan salah satu tantangan di masa kini untuk sumber bahan baku obat
Eksplorasi endofit untuk memperoleh bioaktif metabolit sekunder yang diinginkan dapat dimulai dengan melakukan isolasi dan identifikasi mikroba endofit dari tanaman inangnya. Pada metode konvensional seringkali hanya ditemukan sedikit atau bahkan tidak ada endofit yang memiliki potensi yang diinginkan. Biasanya, endofit yang “tidak kompeten” itu langsung disingkirkan, tidak diselidiki lebih lanjut. Dengan demikian, sejumlah produk yang mungkin dapat dihasilkan dalam suatu lingkungan yang lebih sesuai dengan habitat alami mikroba endofit tersebut menjadi kehilangan peluang untuk ditemukan.
Namun, dengan teknologi yang lebih baru, potensi kehilangan dari metode konvesional tersebut dapat ditekan. Penggunaan metode sekuensing genome-utuh, misalnya, memungkinkan jumlah gen yang ditemukan pada biosintesis enzim berbagai kapang dan bakteri lebih besar dari metabolit sekunder yang diketahui dari mikroorganisme tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba endofit yang secara konvensional disingkirkan karena tidak ditemukan berpotensi hanya menggambarkan sebagian kecil dari biosintesis gen berdasarkan kondisi standar in vitro laboratorium, sehingga hanya sejumlah kecil dari potensi biosintesis sesungguhnya yang telah dimanfaatkan. Ada kemungkinan kuantitas metabolit alami yang dihasilkan suatu mikroba endofit terlalu kecil untuk dideteksi, apalagi di tengah matriks pembiakan yang kompleks.
Pemahaman yang lebih utuh sangat diperlukan untuk dapat memahami dan mengungkap interaksi kimiawi ekologi dari endofit agar potensi yang nyaris tanpa
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 89
batas dari produk biosintesis alaminya dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
optimasi Proses fermentasi
Salah satu cara untuk meningkatkan hasil metabolit sekunder mikroba endofit adalah dengan mengoptimalkan proses fermentasi. Siklus hidup mikroba endofit yang singkat merupakan suatu keunggulan dalam mencari senyawa baru, karena senyawa yang dihasilkan dapat diproduksi dalam skala besar melalui proses fermentasi. Media fermentasi menjadi salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan senyawa bioaktif dari metabolit sekunder mikroba endofit. Selain itu, metabolit sekunder yang lebih aktif dan spesifik dapat diperoleh dengan menumbuhkan mikroba endofit di dalam biotop yang spesifik sehingga, ketika melakukan fermentasi, bagian dari tanaman (daun, cabang, atau ranting) dapat ditambahkan ke dalam medium agar kondisi sistem fermentasi menyerupai kondisi di dalam tanaman inangnya.
Pertimbangan Masa Depan: Menjawab Tantangan Masa Kini
Interaksi antara mikroba endofit dengan tanaman inangnya serta mikroba endofit lainnya merupakan sesuatu yang adaptif, sehingga perbedaan yang kecil dalam kondisi budidaya in vitro dapat berpengaruh terhadap jenis dan cakupan metabolit sekunder yang dihasilkan. Hal yang juga telah diketahui adalah proses metabolisme mikroorganisme sangat bergantung pada parameter pembiakannya.
Sebagai contoh, tanaman dari jenis Paraphaeosphaeria quadriseptata akan menghasilkan enam metabolit sekunder baru ketika air yang digunakan sebagai media diganti, yang semula menggunakan air keran diganti dengan air suling. Selain itu, penggantian media dari padat menjadi cair pada Chaetomium chiversii akan menyebabkan kapang endofit ini menghasilkan radicicol, bukan lagi chaetochromin A seperti yang dihasilkan sebelumnya.
Perbedaan pada kondisi pembiakan itu komposisi media, aerasi, suhu, bahkan bentuk dari bejana kultur dapat berpengaruh pada metabolit sekunder berbagai jamur dan actinomycetes. Karena itu, dalam merancang suatu sistem pembiakan sebaiknya dipilih kondisi yang sesuai, yang dapat memicu atau merangsang terjadinya interaksi endofit yang kompleks sehingga dapat menghasilkan produk yang optimal, sesuai harapan.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi90
Manipulasi Genetik
Manipulasi genetik juga merupakan salah satu cara untuk mendapatkan metabolit sekunder yang diinginkan dari mikroba endofit. Dengan menggunakan metode molekuler seperti PFGE (Pulsed Field Gel Electrophoresis), amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction), dan pengurutan gen rRNA, akan diperoleh isolat yang murni. Isolat murni ini dapat disimpan untuk dikembangkan lebih lanjut. Mikroba dapat pula disimpan dalam jangka waktu lama, sehingga tidak perlu lagi mengisolasi dari tanaman inangnya bila akan digunakan untuk memperoleh senyawa aktif dengan skala produksi.
Ada kemungkinan mikroba yang diperoleh dari tanaman yang sama ditemukan kembali pada waktu yang berbeda, karena belum diketahuinya secara pasti keberadaan mikroba di dalam tanaman inangnya. Selain itu, untuk mendapatkan hasil metabolit sekunder dalam jumlah besar dan dengan aktivitas yang lebih poten daripada senyawa yang dihasilkan oleh tanaman inangnya dapat dilakukan dengan manipulasi genetik.
Pada manipulasi genetik dilakukan penyisipan gen yang potensial untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari tanaman inangnya, sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Namun, di samping manfaat tersebut, perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya hal yang merugikan. Pada manipulasi genetik kemungkinan terbentuk mikroba yang resisten terhadap lingkungan, sehingga dapat mengganggu ekosistem dan menimbulkan masalah baru.
Dengan kemajuan inovatif di bidang bioteknologi dan bioinformatika, di masa mendatang dapat dilakukan pengaturan biakan mikroba dengan suatu sistem biakan bersama. Dengan menggunakan evolutionary, comparative, dan community genomics, proteomics NGS technologies, metabolomics, secretomics, transcriptomics, high-throughput serta next-generation sequencing akan diperoleh pemahaman komprehensif mengenai interaksi molekuler endofit serta transduksi sinyal, ekspresi gen antarspesies, dan switch-on/off dari aliran gen yang diperlukan (cascade). Semua ini akan memperjelas rangkaian parameter yang optimal, memungkinkan pemanfaatan jalur biosintesis antarspesies (atau multispesies) dari endofit dalam suatu biakan bersama untuk memperoleh produk metabolit sekunder yang diinginkan secara optimal.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 91
Harapan ke depan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan tropis dan keragaman mikroba. Namun, sampai saat ini belum seluruh kekayaan hayati tersebut diteliti, terutama terkait mikroba endofit yang dapat menghasilkan metabolit bioaktif yang bermanfaat di bidang farmasi.
Mempertimbangkan potensi mikroba endofit, harapan dan langkah yang dapat dilakukan antara lain perlunya dikembangkan pangkalan data (database) sebagai wadah hasil penelitian mikroba endofit yang telah dilakukan oleh para peneliti dari berbagai institusi. Hal ini penting agar para peneliti tidak melakukan penelitian yang sama (duplikasi), tetapi mengerjakan penelitian lanjutan guna mendapatkan senyawa yang berkhasiat sebagai obat.
Pemanfaatan mikroba endofit dapat membuka peluang bagi industri farmasi untuk pengembangan bahan baku obat yang memanfaatkan kekayaan alam dari bumi Indonesia. Selain itu, di bidang pertanian, mikroba endofit juga berpotensi untuk digunakan menjaga tanaman dari serangan nematoda yang dapat merusak.
Di antara mikroba endofit, kapang endofit belum dimanfaatkan secara optimal. Namun ditinjau dari segi klinis, kapang endofit telah diaplikasi dengan pendekatan molekuler. Studi molekuler kapang endofit dapat membantu meningkatkan aktivitas di bidang penelitian obat. Saat ini, metabolit sekunder dari kapang endofit telah digunakan untuk pengobatan kanker, TBC, malaria, diabetes mellitus, dan banyak penyakit lain.
Kapang endofit dapat meniru fungsi dan perilaku tanaman inangnya serta mampu menghasilkan metabolit sekunder sebagai senyawa baru. Prosedur fermentasi yang berbeda dapat membuat kapang endofit menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan bioaktivitas berbeda.
Di bidang pertanian, formulasi pupuk hayati berbasis kapang endofit dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan hasil panen. Pemanfaatan bakteri endofit dapat pula meningkatkan prospek dalam mengembangkan senyawa lain yang bermanfaat bagi pertanian, terutama senyawa untuk pengendalian optimal nematoda perusak tanaman pertanian, termasuk tanaman rempah. Nanopartikel kapang endofit dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kesehatan tanaman dengan teknik canggih.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi92
Di bidang lingkungan, kapang endofit dapat digunakan dalam degradasi plastik, sumber terbesar polusi lingkungan, dengan menggunakan teknologi rDNA. Dengan demikian, penelitian kapang endofit diyakini merupakan penelitian masa depan di bidang mikrobiologi. Kapang endofit memiliki sistem adaptasi yang unik di alam. Sumber kapang endofit seperti rumput, tanaman obat, bakau, dan biota laut yang menjadi topik terkini yang paling banyak diteliti.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 93100 Mikroba endofit
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Prosedur sterilisasi permukaan dalam bentuk gambar
gambar : Prosedur sterilisasi permukaan
LaMPiranLampiran 1 : Prosedur sterilisasi permukaan dalam bentuk gambar
gambar : Prosedur sterilisasi permukaan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi94
Lampiran 2 : Struktur molekul senyawa yang dihasilkan oleh metabolit sekunder kapang endofit
Ergoflavin
Taxol
Derivat isoindolon
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 95
Artemisin
Oocydin
Harringtonine, 4-methyl-2-
hydroxy-2-(3-hydroxy-3-
methylbutyl)butanedioate
102 Mikroba endofit
Artemisin
Oocydin
O OH
O OH OH O
Harringtonine, 4-methyl-2-hydroxy-
2-(3-hydroxy-3-methylbutyl)butaned
ioate
HO O
O
HO O
O O O
O
N
Homoharringtonine
, 1-((1S,3aR,14bS)-2-Methoxy-1,5,6,8,9,14b-
hexahydro-4H- cyclopenta(a)(1,3)dioxolo(4,5-h)pyrrolo(2,1-b)(3)benzazepin-1-yl) 4-methyl (2R)-2- hydroxy-
2-(4-hydroxy-4-methylpentyl)butanedioate
102 Mikroba endofit
Artemisin
Oocydin
O OH
O OH OH O
Harringtonine, 4-methyl-2-hydroxy-
2-(3-hydroxy-3-methylbutyl)butaned
ioate
HO O
O
HO O
O O O
O
N
Homoharringtonine
, 1-((1S,3aR,14bS)-2-Methoxy-1,5,6,8,9,14b-
hexahydro-4H- cyclopenta(a)(1,3)dioxolo(4,5-h)pyrrolo(2,1-b)(3)benzazepin-1-yl) 4-methyl (2R)-2- hydroxy-
2-(4-hydroxy-4-methylpentyl)butanedioate
Homoharringtonine, 1-((1S,3aR,14bS)-2-Methoxy-1,5,6,8,9,
14b-hexahydro-4H- cyclopenta(a)(1,3)dioxolo(4,5-h)pyrrolo(2,1-b)(3)
benzazepin-1-yl) 4-methyl (2R)-2- hydroxy-2-(4-
hydroxy-4-methylpentyl)butanedioate
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi96
Pestacin
Isopestacin
Cajaninstilbene acid
Glutinol-A
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 97
Cyclosporine-A
Mycophenolic acid
Naphthalene
Nodulisporic acid
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi98
Alantryleunone
Phomoxanthones A
Phomoxanthones B
A polyketide citrinin
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 99
5-hydroxyramulosin
7-amino-4-methylcoumarin
Ergosta-5,7,22-trienol
Cytonic acid A
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi100
Cytonic acid B
Hinnuliquinone
Tenuazonic acid
Epiepoxydon
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 101
Alternariol
Sclerotiorin
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi102
Fusarium chlamydosporum. Kapang endofit yang diisolasi dari buah tanaman Buah Makassar (Brucea javanica (L) Merr.
Khasiat: antikanker.
Reverse side
Reverse side
Botryosphaeria parva.Kapang endofit yang diisolasi dari buah tanaman Buah Makassar (Brucea javanica (L) Merr.
Khasiat: antimikroba
Lampiran 3 : Beberapa kapang endofit yang telah berhasil diisolasi dari tanaman, dan menghasilkan metabolit sekunder yang bermanfaat dalam bidang kesehatan dan khususnya farmasi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 103
Aspergillus flavusKapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Kigelia africana, Memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan aktif terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli
Kapang endofit yang diisolasi dari Zingiber spp, memiliki aktivitas antimikroba
Kapang endofit (EFB01) yang diisolasi dari daun tanaman Barringtonia acutangula, memiliki aktivitas sitotoksik.
Kapang endofit (EFB02) yang diisolasi dari daun tanaman Barringtonia acutangula, memiliki aktivitas sitotoksika
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi104
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii, berkhasiat sebagai antileukemia Galur kapang belum dapat terindetifikasi
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia: Botrytis sp
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia: Geotrichun sp
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia: Botrytis sp.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 105
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia: Acremonium sp.
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia. Galur belum dapat diidentifikasi.
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia: Geotrichun sp
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai anti leukemia: Fusarium sp.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi106
Isolat kapang endofit dari tanaman Cepalotaxus mannii yang berkhasiat sebagai antileukemia: Botrytis sp.
Aspergillus sp.Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Kigelia africana, memiliki aktivitas antibakteri, aktif terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli.
Cuvularia lunata:Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Kigelia africana, memiliki aktivitas seabgai antibakteri dan aktif terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli
Cladosprium sp.Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat Kigelia africana, mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan aktif terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 107
Lampiran 4 : Komposisi dan cara pembuatan media :
na (nutrient agar) oXoid
Komposisi : Lab – lemco 1,0 g Yeast extract 2,0 g Pepton 5,0 g NaCl 5,0 g Agar 15,0 g
pH 7,4 ± 0,2
Pembuatan:Ditimbang 28 gram bahan, lalu dilarutkan dalam air suling, dan dipanaskan sampai larut. Setelah itu, medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit
Penggunaan:Sebagai medium pertumbuhan bakteri.
Pda (Potato dextrose agar) oXoid
Komposisi : Potato extract 4,0 g Dextrose 20,0 g Bacto Agar 15,0 g pH 5,6 ± 0,2
Pembuatan:Ditimbang 39g bahan, lalu dilarutkan dalam air suling, dan dipanaskan sampai larut. Setelah itu medium disterilkan dengan autoklaf dan dipanaskan pada suhu 1210C selama 15 menit
Penggunaan:Sebagai medium pertumbuhan kapang.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi108
Pdb (Potato dextrose broth) difCo
Komposisi : Potato Starch 4,0 gram Dextrose 20,0 gram pH 5,1 ± 0,2
Pembuatan:Ditimbang 39g bahan, lalu dilarutkan dalam air suling, dan dipanaskan sampai larut. Setelah itu medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit
Penggunaan:Sebagai medium pertumbuhan kapang.
RPMI 1640 (GIBCO)
Komposisi : RPMI 1640 0,82 gram NaHCO3 0,2%
Pembuatan:Serbuk RPMI 1640 sebanyak 0,82 gram dilarutkan dalam 50 ml air suling, ditambahkan NaHCO3 0,2 % lalu pH diukur dan disesuaikan sampai diperoleh pH 7,2–7,4. Setelah itu, medium disterilkan dengan cara filtrasi.
M199
Komposisi : RPMI 1640 0,82 gram NaHCO3 0,2 % Tripsin 0,5 %
Pembuatan:Serbuk RPMI 1640 sebanyak 0,82 gram dilarutkan dalam 50 ml air suling, ditambahkan NaHCO3 0,2 % dan tripsin 0,5%, lalu pH diukur dan disesuaikan sampai diperoleh pH 7,2–7,4. Setelah itu, medium disterilkan dengan filtrasi.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 109
(CMM) Corn Meal Malt (difCo)
Komposisi : Com meal malt 3,4 gram Malt Extract 4,0 gram Yeast Extract 0,4 gram Air Suling 2000 ml
Pembuatan:Serbuk corn meal malt, malt extract dan yeast extract dilarutkan dalam 2000 ml air suling, keasaman (pH) diatur 6-7,0. Setelah itu, medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
Penggunaan:Sebagai medium pertumbuhan kapang.
PdY (Potato dextrose Yeast extract)
Komposisi : Potato Dextrose Broth 24,0 gram Yeast Extract 4,0 gram CaCO3 5,0 gram
Pembuatan:Serbuk potato dextrose broth dan yeast extract dilarutkan dalam air suling sampai 1000 ml, pH diatur 6,0. Setelah itu, medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
Penggunaan:Sebagai medium fermentasi kapang.
MEa (Malt Extract agar)
Komposisi : Malt Extract 20,0 gram Agar 20,0 gram Air Suling 1000 ml
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi110
Pembuatan:Serbuk malt extract dan agar dilarutkan dalam air suling sampai 1000 ml. Setelah itu, medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C, selama 15 menit.
Penggunaan:Sebagai medium untuk kultivasi dan karakteristik kapang.
Miura
Komposisi : Glukosa 1,0 gram KH2PO4 1,0 gram MgSO4 7H2O 0,2 gram KCl 0,2 gram NaNO3 2,0 gram Yeast extract 0,2 gram Agar 20,0 gram
Pembuatan:Serbuk glukosa, KH2PO4, MgSO47H2O, KCl, NaNO3, yeast extract dan agar dilarutkan dalam air suling sampai 1000 ml. Setelah itu, medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C, selama 15 menit.
Penggunaan:Sebagai medium untuk isolasi dan sporulasi kapang.
Media yang digunakan untuk uji aktivitas enzim :
Glucose Yeast Extract (GYP) medium Glukosa 0,1 g Yeast extract 0,1 g Peptone Agar 0,5 g Agar 16 g Air Suling 1 L Larutan Pati 0,2 % pH 6,0
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 111
Kegunaan:Untuk uji aktivitas amilolitik
Pepton Agar medium Pepton 10 g NaCL 5 g CaCl2 2H2O 0,1 g Agar 16 g Air Suling 1 L pH 6,0 Tambahkan Tween 20 (disterilkan terpisah) 0,1 % pada media.
Kegunaan:Uji aktivitas lipolitik.
Pektin agar medium Pektin 5 g Yeast extract 1 g Agar 15 g Air suling 1 L pH 5,0
Kegunaan:Uji aktivitas pektinolitik
Glucose Yeast Extract (GYP) medium (ditambahkan Carboxy- methylcellulose) Glucose 1,0g Yeast extract 0,1g Peptone Agar 0,5g Agar 16 g Air suling 1 L Ditambahkan: Carboxy-methylcellulose 0,5 % Larutan pati 0,2% pH 6,0
Kegunaan:Uji aktivitas selulose
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi112
Glucose Yeast Extract (GYP) medium (ditambahkan gelatin) Glucose 1 g Yeast extract 0,1g Peptone agar 0,5g Agar 16 g Air suling 1 L Ditambahkan Gelatin 0,4% (pH 6,0) Larutan gelatin 0,8 % (disterilkan terpisah) Ditambahkan 5 ml/100 ml
Kegunaan:Uji aktivitas proteolitik
Glucose Yeast Extract (GYP) medium (ditambahkan napthol) Glucose 1 g Yeast extract 0,1g Peptone agar 0,5g Agar 16 g Air suling 1 L Napthol 0,05 g/ml pH 6,0
Kegunaan:Uji aktivitas lakase.
Larutan Pengawet Akua destilata 200 mL HgCl2 4g Etanol 96% 250 mL Glyserin 16 mL Karmin pewarna qs Kegunaan : Untuk tutup kapas tabung isolat kapang
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 113
Tum
buha
n in
ang
Mik
roba
End
ofit
Seny
awa
akti
vita
s Pu
stak
a
Poho
n ce
mar
a Pa
sifik
Mor
inda
citr
ifolia
Bruc
ea ja
vani
ca L
(Mer
r)
Bruc
ea ja
vani
ca L
(Mer
r)
Ipom
oea
bata
tas
Pen
icill
ium
scl
erot
ioru
m
Bar
ringt
onia
acu
tang
ula
Taxo
myc
es a
ndre
anae
, P
esta
lotio
psis
, Alte
naria
sp.
, M
onoc
haet
ia s
p
Lasi
odip
lodi
a th
eobr
omae
Fusa
rium
chl
amyd
ospo
rum
Bot
ryos
phae
ria p
arva
Asp
ergi
lus
glau
cus
Cep
halo
thec
a fa
veol
ata
Col
leto
trich
um g
loeo
spor
ioid
es
Taxo
l
Taxo
l
Der
ivat
Can
thin
-6-O
ne
dan
Der
ivat
bru
ceos
in
Belu
m d
iket
ahui
2,14
-dih
ydro
x-7-
drim
en-1
2,11
-olid
e
Scle
rotio
rin
Belu
m d
iket
ahui
Antik
anke
r
Antik
anke
r
Antik
anke
r
Antik
anke
r
Antit
umor
Antik
anke
r
Antik
anke
r
Petri
ni O
, et a
l. N
atur
al
Toxi
n.19
92 ;
185-
196.
Pand
i M, e
t al.
Afric
an J
ourn
al
of B
iote
chno
logy
. 201
1; 1
0 (8
) :1
428-
1435
.
Kum
ala
S, e
t al R
esea
rch
Jour
nal
of M
icrob
iolo
gy 2
007;
2(8)
: 625
-631
.
Kum
ala,
S.,
et a
lIn
tern
atio
nal J
ourn
al o
f Pha
rmac
y an
d Ph
arm
aceu
tical
Sci
ence
s.
2010
; 2:
80-
83.
Aske
r MM
S, e
t al
Inte
rnat
iona
l Jou
rnal
of P
harm
Te
ch. R
esea
rch.
201
3; 5
(2):
391-
397.
Giri
dhar
an P
, et a
lIn
dian
Jou
rnal
Exp
erim
enta
l Bi
olog
y.20
12; 5
0(7)
: 464
-468
.
Laks
hmi P
J, e
t al
Int.
J. C
urr.
Mic
robi
ol. A
ppl.
Sci.
2013
; 2
(2):
44-5
5.
Lam
pira
n 5.
Met
abol
it se
kund
er d
ari M
ikro
ba e
ndofi
t yan
g da
pat d
ikem
bang
kan
seba
gai b
ahan
bak
u ob
at
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi114C
epha
lolo
taxu
s m
anni
i, C
epha
lolo
taxu
s si
nens
is,
Cep
halo
lota
xus
hain
anen
sis,
C
epha
lolo
taxu
s ol
iver
i dan
C
epha
lolo
taxu
s ha
rrin
gton
ia
var n
ana
Asp
ergi
llus
para
sitic
us
Cyt
ospo
ra s
p.
Xyl
aria
sp.
, Pho
mop
sis
Tect
ona
gran
dis
Api
ospo
ra m
onta
gnei
Asp
ergi
llus
nige
r
Tana
man
oba
t yan
g be
rada
di T
haila
n ut
ara
dan
di C
ina
Sela
tan.
Seq
uoia
sem
perv
irens
Con
ocar
pus
erec
ta
Licu
ala
spin
osa.
,sp.
Pol
ysip
honi
a vi
olac
ea
Cyn
odon
dac
tylo
n
Antik
anke
r
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Saith
ong
P, e
t al
Int. J
. Sci.
Tec
hnol.
2010
; 4(0
3): 4
46-4
53.
Stie
rle e
t al.
(199
9)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Brad
y et
al.
(200
0)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Isak
a et
al.
(200
1)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Klem
ke e
t al.
(200
4)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Song
et a
l. (2
004)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Har
ringt
onin
e,
isoh
arrin
gton
ine,
ho
moh
arrin
gton
ine,
de
xoha
rring
toni
ne
and
ceph
alez
omin
es
Sequ
oiat
ones
A (2
0)
(C23
H30
O)
Cyt
osky
rinA
(21)
(C
30H
22O
12)
Cyt
osky
rin B
(22)
(C30
H22
O13
)
Phom
oxan
thon
eA (2
3)(C
38H
38O
16),
Phom
oxan
thon
eB (2
4)
(C38
H38
O16
)
Epie
poxy
don
(25)
(C7H
8O4)
Rub
rofu
sarin
B (2
6)(C
16H
14O
5)
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 115
Kral
j et a
l. (2
006)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Tele
s et
al.
(200
6)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Turb
yville
et a
l. (2
006)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
van
der S
ar e
t al.
(200
6)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Wan
g et
al.
(200
6)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Anti
Kank
er G
u et
al.
(200
7)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Zhan
et a
l. (2
007)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Emin
dole
DA
(27)
(C28
H39
NO
)
Peric
onic
inB
(28)
(C20
H28
O4)
Rad
icic
ol (2
9)(C
18H
17C
lO6)
Spiro
mam
akon
eA (3
0)(C
19H
12O
5)
Cha
etop
yran
in (3
1)(C
19H
24O
4)
Dal
dino
ne (3
2)(C
20H
16O
5)
Beau
veric
in (3
3)(C
45H
57N
3O9)
Em
eric
ella
nid
ulan
s
Per
icon
ia a
tropu
rpur
ea
Eph
edra
fasc
icul
ate
Myc
elia
ste
rilia
Pol
ysip
honi
a ur
ceol
ata
Hyp
oxyl
on tr
unca
tum
F. o
xysp
orum
Med
iterr
anea
n gr
een
alga
Xyl
opia
aro
mat
ica
Cha
etom
ium
chi
vers
ii
Kni
ghtia
exc
elsa
C. g
lobo
sum
Arte
mis
ia a
nnua
Eph
edra
fasc
icul
ate
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi116C
ylin
drop
untia
ec
hino
carp
us
Pol
ygon
um
sene
gale
nse
Pla
tycl
adus
orie
ntal
is
Pes
talo
tiops
is
phot
inia
e
Sal
via
offici
nalis
Cyn
odon
dac
tylo
n
Hyp
eric
um p
erfo
ratu
m
F. o
xysp
orum
Alte
rnar
ia s
p.
Phy
llost
icta
spi
naru
m
Roy
ston
ea re
gia
Cha
etom
ium
sp.
A. f
umig
atus
Thie
lavi
a su
bthe
rmop
hila
Bika
verin
(34)
(C20
H14
O8)
Alte
rnar
iol (
35)
(C14
H10
O5
Taur
anin
(36)
(C22
H30
O4)
Phot
inid
es A
–F
Coc
hlio
dino
l (37
)(C
32H
30N
2O4)
9-D
eace
toxy
fu
mig
acla
vine
(38)
(C21
H28
N2O
)
Emod
in (3
9)(C
15H
10O
5)
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Zhan
et a
l. (2
007)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Aly
et a
l. (2
008)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Wije
ratn
e et
al.
(200
8)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Din
g et
al (
2009
)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Deb
bab
et a
l. (2
009)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Ge
et a
l. (2
009)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Kusa
ri et
al.
(200
9c)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 117
Etli
nger
a lit
tora
lis
Licu
ala
spin
osa
Man
grov
e
Glo
riosa
sup
erba
Eug
enia
jam
bola
na
Sej
enis
Rum
put2
an
Eut
ypel
la s
p.
Xyl
aria
sp.
Hal
oros
ellin
ia s
p. a
nd
Gui
gnar
dia
sp.
Asp
ergi
llus
sp.
Cep
halo
thec
a fa
veol
ata
Acr
emon
ium
, atk
inso
nella
an
d B
alan
sia
Spe
cies
Euty
pellin
A
Erem
ophi
lano
lides
(40)
(C15
H22
O2)
Anth
race
nedi
one
(41)
(C16
H12
O3)
6-M
ethy
l-1,2
,3-tr
ihy-
drox
y-7,
8-c
yclo
hept
a-9,
-die
ne -1
1- o
ne -5
, 6,
7,8-
tetra
lene
-7-
acet
amid
e (4
2)(C
18H
19N
O5)
Scle
rotio
rin (4
3)(C
21H
23C
lO5)
Belu
m d
iket
ahui
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Anti
Kank
er
Enzi
m X
ylan
ase
Isak
a I
saka
et a
l. (2
009)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Isak
a et
al.
(201
0)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Zhan
g et
al.
(201
0a,2
010b
) Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Budh
iraja
et a
l. (2
012)
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Giri
dhar
an e
t al.
(201
2)Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Whi
te J
F, e
t al
Myc
olog
ia. 1
991;
83
: 601
-610
.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi118A
lpin
ia c
onch
iger
a
Aza
dira
chta
indi
ca d
an
Oci
mum
tenu
iflor
um
Alpi
nia
calc
arat
a R
osco
e, B
ixa
orel
lana
L,
Cal
ophy
llum
inop
hyllu
m
L da
n C
atha
rant
hus
rose
us L
Taxu
s su
mat
rana
Sam
bilo
to (A
ndro
grah
is
pani
cula
ta N
ess)
.
Kum
is k
ucin
g (O
rthos
ipho
n sp
icat
us
BBS)
Sirih
mer
ah (P
iper
cr
ocat
um L
)(J)
Tana
man
hut
an d
i C
ongo
Bel
um d
iket
ahui
Jeni
s ka
pang
dal
am fi
lum
ba
sidi
omyc
etes
Bel
um d
iket
ahui
Col
leto
trich
um s
p
A A
p.3E
, A
Ap.
4F d
an B
. A
p.1F
B. O
s.1F
A. P
c. 1
F, B
. Pc.
1F d
an
B.P
c.2F
Pseu
dom
assa
ria s
p
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
TSC
13
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Seny
awa
non-
pept
ida
(L-7
83,2
81)
Enzim
cel
lulo
se,
man
nana
se d
an
Xyla
nase
Enzy
m
Tyro
sina
se;
Enzy
m y
ang
mem
ecah
po
lisak
arid
a
Enzy
m a
lfa
gluc
osid
ase
Antid
iabe
tes
Antid
iabe
tes
Ant
idia
bete
s
Anti
diab
etes
Jeffr
ey L
SH, e
t al
J. T
rop.
Agr
ic, a
nd F
d, S
c. 2
008;
36
(1):
121-
126
.
Zaid
i KU
, et a
lAn
nual
Rev
iew
and
Res
earc
h in
Bi
olog
y 20
13; 3
(4) :
389-
396
Suni
tha
VH, e
t al.
Wor
ld J
ourn
al o
f Agr
icul
tura
l Sc
ienc
es. 2
013;
9(1
): 01
-09
Arta
nti N
, et a
l.Pa
kist
an J
ourn
al o
f Bio
logi
cal
Scie
nces
. 201
2; 1
5(14
) : 6
73-6
79.
Dom
peip
en E
, et a
l.As
ian
Jour
nal o
f Bio
chem
istry
. 20
11; 6
(6) :
465
-47
1
Zhan
g B,
et.a
lSc
ienc
e.19
99;2
84: 9
74-9
81.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 119
Cas
tillo
UF,
et a
lM
icrob
iolo
gy. 2
002;
148
: 26
75-2
85.
Rad
ji M
, et a
l.Af
rican
Jou
rnal
of
Biot
echn
olog
y.20
11; 1
0(1)
:103
-107
Wah
yudi
P. e
t al
Jurn
al Ilm
u Ke
farm
asian
200
3; 1
:15-
18.
Vaz
ABM
, et a
l.Af
rican
Jou
rnal
of M
icro
biol
ogy
Res
earc
h. 2
012;
6(1
3): 3
173-
85.
Idris
Al-m
ahi ,
et a
l.Eg
ypt.
Acad
. J. B
ilog,
Sci
, 201
3;
5(1)
: 1-9
Bung
ihan
ME,
et a
lPh
ilippi
nes
Scie
nce
Lette
rs. 2
013;
5(
1): 5
7-73
Rho
den
SA, e
t al.
Jour
nal o
f App
lied
Phar
mac
eutic
al
Scie
nce.
201
2; 0
2 (0
8): 5
7-59
.
Qad
ri M
, et a
l.Sp
ringe
rPlu
s.20
13;2
(8).
http
://w
ww
.sp
ringe
rplu
s.co
m/c
onen
t /2/
1/8:
1-14
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Mun
umbi
cins
A, B
, C,
dan
D
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
aui
Seny
awa
colle
totri
olid
e Ty
roso
lD
othi
ore-
lone
C d
an
Cyt
ospo
rone
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Stre
ptom
yces
NR
RL
3056
2
Bel
um d
iket
ahui
Bel
um d
iket
ahui
Gen
us C
olle
totri
chum
Cla
dosp
oriu
m s
p. A
sper
gillu
s fla
vus,
Asp
ergi
llus
sp d
an
Cur
vula
ria lu
nata
Col
leto
trich
um s
p C
olle
totri
chum
glo
eosp
orio
ides
da
n C
haet
omiu
m g
lobo
sum
.
Cor
dyce
ps m
emor
abili
s P
hom
opsi
s sp
Dot
hide
omyc
etes
sp
dan
G8-
25
K4
Tric
hoph
aea
Abu
ndan
s P
R4
(Dia
porth
e ph
aseo
loru
m)
art4
(Fus
ariu
m re
dole
ns)
Ken
nedi
a ni
gris
cans
Gar
cini
a m
ango
stan
a
Qui
squa
lis in
dica
L
Myr
ciar
ia fl
orib
unda
Kig
elia
afri
cana
(Lam
) B
enth
Pan
danu
s am
aryl
lifol
ius
Rox
b
Tric
hilia
ele
gans
A J
uss
Pin
us s
p,
Pic
orhi
za s
p A
rtem
isia
sp
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi120Po
wth
ong
P. e
t al
Int J
. Pha
rm B
iom
ed,
Res
.201
2;3(
2):1
32-1
36.
Pavi
thra
N, S
athi
sh L
, Ana
nda
K.
Antim
icro
bial
and
enz
yme
activ
ity
of e
ndop
hytic
fung
i iso
late
d fro
m
Tuls
i. Jo
urna
l of P
harm
aceu
tical
an
d Bi
omed
ical
Sci
ence
s (J
PBM
S).
2012
; 16
(issu
e 16
): 1-
6.
Tayu
ng K
, et a
l.M
ycos
pher
e. 2
011;
2 (3
), 20
3-21
3.
Tong
WY,
et a
l.Jo
urna
l of M
edic
inal
Pla
nts
rese
arch
. 201
1; 5
(5):
831-
836.
Ram
os H
P, e
t al.
Arch
ives
of B
iolo
gy a
nd
Tech
nolo
gy.2
010;
53(
3): 6
29-6
32
Dev
araj
u R
, et a
l.AS
IAN
J. E
XP B
IOL.
SC
I. 20
11;
2(1)
:. 75
-79
Sada
nand
a TS
, et a
l. Jo
urna
l of
Med
icin
al P
lant
s R
esea
rch.
201
1;5
(6):
3643
-365
2.
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
icro
bial
ac
tycl
ohex
a-ne
mik
roba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Sito
toks
ikte
rhda
p se
l ka
nker
.
Bel
um d
iket
ahui
Bel
um d
iket
ahui
Fusa
rium
sol
ani (
Mar
t)
Belu
m d
iketa
hui
Papu
lasp
ora
imm
ersa
dan
Ap
iosp
ora
mon
tagn
ei S
acc
dala
m b
entu
k Ar
thrin
ium
Fusa
rium
sp
Aspe
rgillu
s sp
Asp
ergi
llus
nige
r dan
A
ltern
aria
alte
rnat
a
Sesb
ania
gra
ndifl
ora
(L)
Per
s.
Oci
mum
spe
cies
(Tul
si)
Taxu
s ba
ccat
a (c
emar
a H
imal
aya)
Orth
osip
hon
stam
ineu
s B
enth
Akar
dar
i Sm
alla
nthu
s so
nchi
foliu
s
Mira
bilis
jala
pa L
Tabe
buia
arg
ente
aFa
milia
Big
noni
acea
e
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
1-te
trade
cend
e,
8-oc
ta, d
ecan
one,
8-
pent
adec
anon
e,
octyl
ceclo
hexa
ne
dan
10-n
on-a
deca
none
.
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
naph
thoq
uino
ne (n
atur
al
lapa
chol
) Ph
enol
oic,
pol
ioph
enol
ic
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 121
Jalg
aow
ala
RE
et a
l.In
tern
atio
nal J
ourn
al o
n Ph
arm
aceu
tical
and
Bio
med
ical
R
esea
rch
(IJPB
R) 2
010;
1(5
):136
-41.
Nov
erita
, et a
l.Ju
rnal
Far
mas
i Ind
ones
ia. 2
009;
4
(4) :
171
-176
.
Sugi
jant
o N
E, e
t al.
Proc
eedi
ng In
tern
atio
nal
conf
eren
ce o
n Ph
arm
acy
and
Adva
nced
Pha
rmac
eutic
al
Scie
nces
.,Yog
yaka
rta. I
ndon
esia
, 20
09; 1
5-17
.
Uta
mi U
.In
tern
atio
nal J
ourn
al o
f Aca
dem
ica
Res
earc
h. 2
011;
3 (1
): 18
7-19
4.
Pal A
, et a
l.In
tern
atio
nal J
ourn
al o
f Cur
rent
Ph
arm
aceu
tical
Res
earc
h.20
12;
4(5)
:123
-127
.
Wu
QY,
et a
l.Af
rican
jour
nal o
f Mic
robi
olog
y R
esea
rch
. 201
2;6
(35)
: 646
2-64
67.
Wan
g et
al.
2012
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
a-te
tralo
ne d
eriva
tive
(3S)
-3,6
,7- t
rihyd
roxy
-a-
tetra
lone
toge
ther
w
ith c
erco
spor
amid
e,
b-sit
oste
rol,
and
trich
oder
min
AFR
1,A
FR4,
AFR
7
Belu
m d
iket
ahui
Kab
atie
lla c
auliv
ora
var B
Belu
m d
iket
ahui
Belu
m d
iket
ahui
Bak
teri
Bac
illus
sub
tilis
Pho
ma
sp.
Alo
e ve
ra L
Zing
iber
offe
nsii
val
(Gho
st B
angl
e),
Aly
xia
rein
war
dtii
BL
(Pul
asar
i)
Brug
uler
a gy
mno
rrhiz
ase
jeni
s m
angr
ove
Pae
deria
foet
ida
L.
(Rub
iace
ae) t
anam
an
obat
trad
isio
nal
Mul
bery
Aris
aem
a er
ubes
cens
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi122G
inkg
o bi
loba
Par
is p
olyp
hylla
var
. yu
nnan
ensi
s
Man
grov
e pl
ant,
Son
nera
tia a
lba
Arte
mis
ia m
ongo
lica
Nee
m
Jatro
pha
curc
as
Rhy
ncho
laci
s pe
dici
llata
Xyl
aria
sp.
YX
-28
Glio
mas
tix m
uror
um P
pf8
Alte
rnar
ia s
p.
Col
leto
trich
um
gloe
ospo
rioid
es
Chl
orid
ium
sp.
Nig
rosp
ora
oryz
ae,
Col
letro
trich
um tr
unca
tum
, Fu
sariu
m p
rolif
erat
um,
Cha
etom
ium
sp
Gui
gnar
diac
omel
lia d
an
Alte
rnar
ia d
estru
ens.
Belu
m d
iket
ahui
7-am
ino-4
met
hylco
umar
in
(C10
H9N
O2)
Ergo
sta-
5,7,
22-
trien
-3-
ol a
nd 2
,3-d
ihyd
ro-5
-hy
drox
y-a,
a-d
imet
hyl-2
-be
nzof
uran
met
hano
l
Xana
lteric
acid
s I a
nd II
, Al
tenu
sin (
C15
H14
O6)
Col
leto
tric
acid
Antib
acte
rial
naph
thaq
uino
ne
Java
nicin
(C15
H14
O6)
Belu
m d
iketa
hui
(Ooc
ydin
A)
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antim
ikro
ba
Antif
ungi
Antif
ungi
Liu
et a
l. 20
08Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Zhao
et a
l. 20
12a,
bPh
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Kjer
et a
l. 20
09Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Zou
et a
l. 20
00Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Khar
war
et a
l. 20
08Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Kum
ar S
, et a
l.Pl
os o
ne/w
ww
.plo
sone
.org
. 20
13;(8
):2 :e
5620
2
Stro
bel G
, et a
l.Pl
ant P
atho
logy
Jou
rnal
200
5; 4
(2):
161-
176
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 123
Qad
ri M
, et a
l.ht
tp://
ww
w.s
prin
gerp
lus
.com
/con
ent
/2/1
/8:
Taec
how
isan
T, e
t al.
Jour
nal
of A
pplie
d Ph
arm
aceu
tical
Sc
ienc
e.20
12;0
2(03
): 12
4-12
8.
Jalg
aow
ala
RE,
et a
l.In
tern
atio
nal J
ourn
al o
n Ph
arm
aceu
tical
and
Bio
med
ical
R
esea
rch
(IJPB
R) 2
010;
1(5
) :13
6-14
1.
Sant
iago
et a
l. 20
12Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Silv
a et
al.
2006
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Silv
a et
al.
2010
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Belu
m d
iketa
hui
3-m
ethy
lcarb
azol
es
1-m
etho
xy-3
-met
hyl
carb
azol
e
Belu
m
dike
tahu
i
5-hy
drox
y-ra
mul
osin
(C
10H
14O
4)
Cadin
ane
sesq
uiter
pene
s 3,
9,12
-trihy
-dro
xyca
lame-
nene
s; 3,
12-d
ihydr
oxy-
calam
enen
e; 3
,12-
dih
ydro
xyca
dalen
e, a
nd
3,11
,12-
trihyd
ro xy
cada
-len
e
pres
ilphi
perfo
lane
se
squi
terp
enes
Tala
rom
yces
sp,
Gib
erel
la s
p, C
ochl
iobo
lus
sp,
Fusa
rium
sp
dan
Alte
rnar
ia s
p.
Stre
ptom
yces
sp
galu
r LJ
K109
Bakt
eri e
ndofi
t KB4
Bak
teri
endo
fit N
B6 B
aket
ri en
dofit
N
HB3
Phom
a sp
.
Phom
opsi
s ca
ssia
e
Xyla
ria s
p.
Tana
man
oba
t dar
i H
imal
aya
Alpi
nia
gala
nga
(L) W
ild
Akar
tana
man
oba
t Po
ngam
ia g
labr
a ve
nt
(fam
ilia L
egum
inos
eae)
, R
antin
g ta
nam
an o
bat
Euca
lypt
us g
lobu
lus
Deh
nh (M
yrta
ceae
), da
n R
impa
ng C
urcu
ma
long
a L
(Zin
gibe
race
ae)
Cin
nam
omum
m
ollis
sim
um
Cas
sia
spec
tabi
lis
Pipe
r adu
ncum
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi124
Man
grov
e
Mel
ia a
zeda
rach
Pin
us ro
xber
gii
Ced
rus
deod
ara
, A
rtem
isia
sp,
T. W
ilfor
dii
Fusa
rium
sp.
Pho
mop
sis
sp.
ZSU
H76
A. f
umig
atus
LN
-4
Pes
talo
tiops
is fo
edan
Cry
ptos
porio
psis
cf.
quer
cina
Pet
riella
sp
dan
Ulo
clad
ium
sp
Coc
hlio
bolu
s sp
icife
r S
orda
ria s
uper
ba d
an
Fusa
rium
redo
lens
Fusa
rium
Sub
glut
inan
s
fusa
rielin
A (C
25H 38
O4)
fu
sarie
lin B
(C20
H 40O
5),
fusa
rielin
C (C
25H 38
O3),
an
d D
Phom
opsin
A, B
, C a
nd
know
n cy
tosp
oron
e B
(C18
H26
O5)
and
Cyt
ospo
rone
C
12b-
hydr
oxy-
13a-
met
hoxy
-ver
rucu
loge
n TR
-2, a
nd 3
-hyd
roxy
-fu
miq
uina
-zol
ine
A
isobe
nzof
uran
ones
Pe
stap
htha
lides
A, B
(C
11H
12O
5) an
d
Cry
ptoc
andi
n (C
15H
82N
8O17
)
Seny
awa
K1 d
an K
7D
EF4
Art3
dan
art4
Dite
rpen
e py
robn
e su
bglu
tinol
A d
an B
Koba
yash
i et a
l. 19
95Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Hua
ng e
t al.
2008
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Li e
t al.
2012
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Stro
bel e
t al.1
999
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Qad
ri M
, et a
l.ht
tp://
ww
w.s
prin
gerp
lus
.com
/con
ent
/2/1
/8: 1
-14
Jose
ph B
and
Priy
a R
.Am
eric
an jo
urna
l of B
ioch
emis
try
and
Mol
ecul
ar B
iolo
gy.2
011;
1(3
) :
201-
309.
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Antif
ungi
Men
gham
bat
prol
ifera
si li
mfo
sit
Imun
o-su
pres
ive
Imun
osup
resi
ve.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 125
Lee
et a
l. 19
95 P
hyto
chem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Bent
ley
2000
Lars
enet
al. 2
005
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cienc
e +
Busin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Bore
l and
Kis
, 199
1Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+
Busi
ness
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Ren
et a
l. 20
08Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Zhan
g G
, et a
l. Ph
ytoc
hem
istry
. 20
11; d
oi:1
0.10
16/ J
.Phy
toch
em.
2011
,04.
014.
(arti
cle
in p
ress
).
Hua
ng W
Y, e
t al
J.M
icro
biol
Bio
tech
nol.
2007
; 23
: 12
53-1
263.
Sada
nand
a TS
, et a
l. Jo
urna
l of
Med
icin
al P
lant
s R
esea
rch.
201
1:5
(6):
3643
-365
2.
Imun
omod
ulat
or
Imun
omod
ulat
or
Imun
omod
ulat
or
Imun
omod
ulat
or
Imun
omod
ulat
or
Imun
omod
ulat
or
Antiv
irus
Antioksidan
Antioksidan
Sub-
glu
tinol
-A
(C27
H38
O4)
Subg
lutin
ol-B
Cyc
losp
orin
e-A
(C62
H11
1N11
O12
)
Myc
ophe
nolic
ac
id (C
17H
20O
6)
Cyc
losp
orin
e
Col
lute
lin A
Der
ivat I
soin
dolo
ne
Seny
awa
phen
olic
(a
sam
feno
lat d
an
deriv
at fe
nol)
Nap
htho
qui-n
one
(nat
ural
lapa
chol
)
Fusa
rium
sub
glut
inan
s
Pen
icill
ium
, Asp
ergi
llus,
B
ysso
chla
mys
and
Sep
toria
Toly
pocl
adiu
m in
flatu
m C
olle
totri
chum
dem
atiu
m
Em
eric
ella
sp
Cha
etom
ium
sp
Asp
ergi
llus
nige
r dan
A
ltern
aria
alte
rnat
a
Trip
tery
gium
wilf
ordi
i
Pte
rom
isch
um s
p.
Aegi
cera
s co
rnicu
latu
m,
seje
nis
poho
n M
angr
ove.
Ner
ium
ole
ande
r
Tabe
buia
arg
ente
a
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi126Te
rmin
alia
mor
oben
sis
Term
inal
ia
mor
oben
sis
Sina
rund
inar
ia n
itida
Trac
helo
sper
mum
ja
smin
oide
s
Caj
anus
caj
an
Pes
talo
tiops
is m
icro
spor
a
Pes
talo
tiops
is m
icro
spor
a
Cep
halo
spor
ium
sp.
AL0
31
Cep
halo
spor
ium
sp.
IFB-
E001
Fusa
rium
Pest
acin
C15
H14
O4,
1,3-
dihy
dro
isobe
nzof
uran
Isop
esta
cin (
C15
H12
O5)
isobe
nzof
uran
one
deriv
ative
4,6
- di
hydr
oxy-
5-m
eth-
oxy
-7- m
ethy
lpht
halid
e
4,5,
6-tri
hydr
oxy-
7-
met
hyl -
1,3
dihy
droi
sobe
nzof
uran
4,6-
dihy
drox
y-5-
met
hoxy
-7
-met
hyl-1
,3-
dihy
droi
sobe
nzof
uran
and
4,5,
6-tri
-hyd
roxy
-7-
met
hylp
htha
lide
Gra
phisl
acto
ne A
Caj
anin
stilb
ene
acid
(C
12H
22O
4) (C
SA), 3
- hy
drox
y- 4-
pre
nyl -
5-m
etho
xys-
tilb
ene-
2-ca
rbox
ylic
acid
Antioksidan
Antioksidan
Antioksidan
Antioksidan
Antioksidan
Antioksidan
Antioksidan
Antioksidan
Term
inal
ia m
orob
ensi
sPh
ytoc
hem
Rev
. Spr
inge
r Sci
ence
+
Busi
ness
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Stro
bel e
t al.
2002
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Hua
ng e
t al.
2012
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Song
et a
l. 20
05Ph
ytoc
hem
Rev
. Spr
inge
r Sci
ence
+
Busi
ness
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Zhao
et a
l. 20
12a,
b
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 127
Liu
et a
l. 20
07Ph
ytoc
hem
Rev
. Spr
inge
r Sci
ence
+
Busi
ness
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Hua
ng e
t al.
2007
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Des
hmuk
h SK
, et a
l.C
hem
istry
and
Bio
dive
rsity
. 200
9;
(6):
784-
789.
Web
er D
, et a
lJ.
Ant
ibio
t. 20
04; 5
7 (9
): 55
9-56
3.
Taec
how
isan
T, e
t al.
Adva
nces
in M
icro
biol
ogy,
201
2: 2
: 98
-103
.
Sim
anju
ntak
P, e
t al.
Maj
alah
Far
mas
i Ind
ones
ia 2
004;
15
(2):
68-7
4.
Nel
a Za
hara
, Bon
ny P
oern
omo
Wah
yu S
oeka
rno*
, Abd
ul M
unif,
Ju
rnal
Pat
olog
i Ind
ones
ia V
olum
e 14
, N
omor
1, J
anua
ri 20
18H
alam
an 1
5–22
DO
I: 10
.146
92/jfi
.14.
1.15
Antio
ksid
an
Antio
ksid
an
Antii
nflam
asi
Antii
nflam
asi
Antii
nflam
asi
Anti
mal
aria
Anti
mik
roba
te
rhad
ap
Aspe
rgillu
s fla
vus.
Phen
olics
and
fla
vono
id
Flav
onoi
ds a
nd p
heno
lic
acid
Ergo
flavin
Phom
ol s
uatu
sen
yaw
a po
liket
ide
lakt
one
3 –m
ethy
l-car
bazo
les,
Arte
misi
nin
Belu
m d
iketa
hui
Xyl
aria
sp.
Cha
etom
ium
sp.
Bel
um d
iket
ahui
Bel
um d
iket
ahui
Akt
inom
ycet
es
Stre
ptom
yces
sp
LJK
109
galu
r bak
teri
endo
fit A
T12
BE
2B2-
1, B
E2B
2-2,
dan
B
E2B
2-5
bertu
rut a
dala
h E
nter
obac
ter s
p., B
acill
us
sp.,
dan
Aci
neto
bact
er s
p.
Spe
sies
Ent
erob
acte
r sp
Gin
kgo
bilo
ba
Ner
ium
ole
ande
r
Mim
osop
s el
engi
(B
akul
)
Ery
thrin
a cr
ista
-gal
li.
Alp
inia
gal
anga
S
war
tz fa
mili
a Zi
ngeb
erac
ease
,
Arte
mis
ia a
nnua
Kac
ang
tana
h (A
rach
is h
ypog
eae)
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi128Ip
sita
Das
a, M
runm
aya
Kum
ar
Pand
aa ,
Cha
ndi C
. Rat
hb,
Kum
anan
da T
ayun
gc*,
Jour
nal o
f App
lied
Phar
mac
eutic
al
Scie
nce
Vol.
7 (0
8), p
p. 1
31-1
36,
Augu
st, 2
017.
Ava
ilabl
e on
line
at h
ttp://
ww
w.ja
pson
line.
com
D
OI:1
0.73
24/J
APS.
2017
.708
18
ISSN
223
1-
Dar
atil
Khoi
ri M
ukhl
is1)
, Roz
irwan
2),
dan
Muh
amm
ad H
endr
i2)
MAS
PAR
I JO
UR
NAL
Jul
i 201
8,
10(2
):151
-160
Fitri
ani e
t al.,
201
5 di
kutip
dar
i Pra
mod
Kum
ar
Pand
ey1,
2*, S
iddh
arth
a Si
ngh2
, M
ayan
glam
bam
Cha
ndra
kum
ar
Sing
h2, A
mit
Kum
ar S
ingh
2, P
ratib
ha
Pand
ey3,
Aja
i Kum
ar P
ande
y2,
Mah
esh
Path
ak4,
Muk
ul K
umar
2,
Ram
esh
Cha
ndra
Sha
kyw
ar2
and
Rag
hubi
r Kum
ar P
atid
ar2
Int.J
.Cur
r.Mic
robi
ol.A
pp.S
ci (2
017)
6(
6): 3
3-41
Nith
ya a
nd M
uthu
mar
y 20
10,
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Antim
icro
bial
age
nt
Antib
akte
ri te
rhad
ap
E. c
oli d
an S
. au
reus
.
Antib
acte
rial
Antib
akte
ri
Belu
m d
iketa
hui
Belu
m d
iketa
hui
Qui
nolin
ecar
boni
trile
an
d bo
ric a
cid
Terp
enoi
d
Bac
illus
am
ylol
ique
faci
ens
and
Pse
udom
onas
spe
cies
Fusa
rium
sp.
, Pen
icill
ium
sp.
da
n A
sper
gillu
s sp
.
She
wan
ella
sp.
and
P
seud
omon
as s
p
Pho
mop
sis
sp.
Leaf
tiss
ues
of
Hyp
tis s
uave
olen
s
Man
grov
e (a
kar,
bata
ng d
an d
aun)
.
Age
ratu
m c
onyz
oide
s
Plu
mer
ia a
cutif
olia
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 129
Zhao
et a
l. 20
10Ph
ytoc
hem
Rev
.Spr
inge
r Sci
ence
+
Busi
ness
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Tayu
ng e
t al.
2011
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Cui
et a
l. 20
08Ph
ytoc
hem
Rev
.Spr
inge
r Sci
ence
+
Busi
ness
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Dem
ain
2000
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce
+ Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Dai
sy e
t al.
2002
a, b
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce
+ Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Antib
akte
ri
Antib
akte
ri
Antib
akte
ri
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Ergo
sta-
5,7,
22-
trien
ol)
(C28
H44
O),
5a,8
a-ep
idi-
oxye
rgos
ta-6
, 22-
dien
-3b-
ol (
C28
H44
O3),
er
gost
a-7,
22-d
ien-
3b,5
a,6b
-trio
l (C
28H
46O
3),
and
helvo
lic a
cid
(C32
H44
O8)
1-te
trade
cene
, 8-o
cta-
deca
-non
e, 8
-pen
ta-
deca
none
, oct
ylcyc
lo-
hexa
ne, a
nd
cyclo
(pro
-Thr
),
Pera
min
e (C
12H
17N
O5),
a
pyrro
lopy
-razi
ne a
lkalo
id
Nap
htha
lene
(C10
H8)
Pic
hia
guill
erm
ondi
i Ppf
9
F. s
olan
i
Pen
icill
ium
sp.
093
5030
Neo
typh
odiu
m c
oeno
phia
lum
Neo
typh
odiu
m lo
lii
Epi
chol
e fe
stuc
ae
Epi
chol
e ty
phin
a
Mus
codo
r viti
genu
s
Par
is p
olyp
hylla
var
. yu
nnan
ensi
s
Taxu
s ba
ccat
a
Acr
ostic
hum
are
na
Ste
m a
nd le
af o
f tal
l fe
scue
, rye
gras
s an
d ot
her g
rass
es
Pau
llina
pau
llino
ides
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi130B
ontia
dap
hnoi
des
Mur
raya
pani
cula
ta
Achn
athe
rum
ineb
rians
Van
illa
albi
ndia
(B
lum
e)
Nod
ulis
poriu
m s
p.
Gau
lther
ia p
rocu
mbe
ns
Eup
enic
illiu
m s
p.
Cla
vice
pspu
rpur
ea a
nd
Cla
vicep
scha
e-to
miu
m
Phom
opsis
arc
heri
Pho
mop
sis
sp.
Nod
ulisp
oric
acid
(C
43H
55N
O6)
(nov
el in
dole
di
terp
ene)
5-hy
drox
y-2-
(10-
hydr
oxy-
50-m
ethy
l-40-
hexe
nyl)
benz
ofur
an (C
15H
18O
3) an
d 5-
hydr
oxy-
2-(1
0-ox
o-
50-m
ethy
l-40-
hexe
nyl)
benz
ofur
an
Alan
tryph
enon
e (C
30H
25N
5O3),
Al
antry
pine
ne
(C21
H16
N4O
2),
and
Alan
tryle
unon
e (C
27H
27N
5O3)
Belu
m d
iketa
hui
Arom
atic
sesq
uite
rpen
esph
omoa
rche
rins
A –
C
nove
l xan
thon
e di
mer
s Ph
omo-
xant
hone
s A
and
B (C
38H
38O
16)
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Inse
ktis
ida
Antip
aras
it
Antip
aras
it
Dem
ain
2000
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce
+ Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Find
lay
et a
l. 19
97Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Fabi
o et
al.
2005
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Zhan
g et
al.
2010
a, b
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Hem
tasi
n et
al.
2011
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Isak
a et
al.
2001
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 131
Sapp
apan
et a
l. 20
08Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Tans
uwan
et a
l. 20
07Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Cam
pos
et a
l. 20
08Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Mar
inho
et a
l. 20
05Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Mar
tinez
-Lui
s et
al.
2012
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Antip
aras
it
Antip
aras
it
Antip
aras
it
Antip
aras
it
Antip
aras
it
Antip
aras
it
11-h
ydro
xy-m
onoc
erin
(C
16H
20O
7) a
new
ana
logu
e of
m
onoc
erin
(C16
H20
O6)
12-h
ydro
xy-m
onoc
erin
nove
l ben
zoqu
inon
e m
etab
olite
s 2-
chlo
ro-5
-m
etho
xy-3
- met
hylcy
clo-
hexa
-2,5
-die
ne-1
,4-d
ione
(C
8H7C
lO3)
and
xyla
riaqu
inon
e A
viz.
coc
hlio
quin
one
A (C
30H
44O
8) an
d is
ococ
hlio
quin
one
A
A po
lyket
ide ci
trinin
(C
13H 14
O5)
preu
ssom
erin
EG
1,
palm
arum
ycin
CP2
, pa
lmar
umyc
in C
P17,
pa
lmar
umyc
in
CP1
8, C
J-12
,37,
pa
lmar
umyc
in C
P19
and
5-m
ethy
loch
raci
n
Exs
eroh
ilum
rost
ratu
m
Xyl
aria
sp.
Lei
sh- m
ania
and
Tr
ypan
osom
e
Coc
hlio
bolu
s sp
. (U
FMG
CB
-555
)
Pen
icill
ium
jant
hine
llium
Ede
nia
sp.
Ste
mon
a sp
.
Pip
tade
nia
adia
ntoi
des
Mel
ia a
zeda
rach
Pet
rea
volu
bilis
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi132
Vig
uier
a ar
enar
ia
the
leav
es o
f Oak
tree
s (Q
uerc
us c
occi
fera
)
Uni
dent
ified
tree
on
Jian
feng
Mou
ntai
n,
Chi
na
Gar
cini
a sp
.
Myc
osph
aere
lla s
p. a
nd
Psy
chot
ria h
oriz
onta
lis
Pho
mop
sis
sp.
Scy
tona
ema
sp.
endo
phyt
ic fu
ngi
Pul
lula
ria s
p.
BC
C 8
613
Pes
talo
tiops
isth
eae
Pho
mop
sis
sp.
cerc
ospo
rin
3,4-
dim
ethy
l-2-(4
0-hy
drox
y-30
,50-
dim
e-th
oxyp
heny
l) -5
-met
hoxy
-te
trahy
drof
uran
Cyt
onic
acid
A (
C32
H36
Hin
nuliq
uino
ne
(C32
H30
N2O
4)
Pullu
larin
s A–
D
(cyc
lohe
xa-
deps
ipep
tides
)
Pest
alot
heol
C
Phom
oxan
thon
e A
and
B
Antip
aras
it
Antip
aras
it
Antiv
iral
Antiv
iral
Antiv
iral
Antiv
iral
Antit
uber
cula
r
Mor
eno
et a
l. 20
11Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Verz
a et
al.
2009
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Guo
et a
l. 20
00Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Sing
h et
al.
2004
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Isak
a et
al.
2007
Phyt
oche
m R
ev. S
prin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Li e
t al.
2008
a, b
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Isak
a et
al.
2001
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bu
sine
ss M
edia
Dor
dre
cht 2
012
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 133
Ruk
acha
isiri
kul e
t al.
2008
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cien
ce +
Bus
ines
s M
edia
D
or d
rech
t 201
2
Sona
imut
hu e
t al.
2011
Phyt
oche
m R
ev.
Sprin
ger S
cienc
e +
Busin
ess
Med
ia D
or d
rech
t 201
2
Bung
ihan
et a
l. 20
11Ph
ytoc
hem
Rev
.Sp
ringe
r Sci
ence
+ B
usin
ess
Med
ia
Dor
dre
cht 2
012
Antit
uber
cula
r
Antit
uber
cula
r
Antit
uber
cula
r
Phom
oena
mid
e an
d Ph
omon
itroe
ster
Tenu
azon
ic a
cid
(C10
H15
NO
3)
Benz
opyr
anon
es
diap
orth
eone
A
and
B
Pho
mop
sis
sp.
Dia
porth
e sp
.
Gar
cini
a du
lcis
Alte
rnar
ia a
ltern
ata
Pan
danu
s am
aryl
lifol
ius
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi134
1. Anonim.http://bisnisfarmasi.wordpress.com/2008/10/13/bahan-baku-farmasi-90%impor.
2. Direktorat Jenderal pengawasan Obat. Materia Medika Indonesia. Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977; xi, 24.
3. Radji M. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2005; II(3): 113-126.
4. URL: http://www. Atmosukarto I. Pengakuan untuk pemburu mikroba. Diakses 10 Februari 2005.
5. Basuki T, Kardono LBS, Wahyuni WT, Dewi RT dan Tachibana S. Isolasi kapang endofitik penghasil Taxol dari tanaman Taxussumatrana (Miquel) Laubenfels. Tumbuh di Kebun Raya Cibodas Jawa Barat. Dalam Seminar Nasional ke-V jaringan kerja sama kimia, 26-27 Maret 2001.
6. Kusari S, Hertweck C, Spiteller M. Chemical Ecology of Endophytic Fungi: Origins of Secondary Metabolites. Cell Press. Chemistry & Biology 2012; 19(7) : 792-798.
7. Song Y, Isolation and cultivation of endophytic fungi, Proceeding of International Conference on Asian network on Microbial Researches. Feb’98 GMU Yogyakarta, Indonesia; 255 – 258.
8. Taechowisan T, Wanbanjob A, Tuntiwachwuttikul P and Liu J. Anti- inflammatory activity of lansais from endophytic Streptomyces sp SUCI in LPS –induced RAW 264.7 cells. Food and Agricultural Immunology. 2009; 20 (1): 67-77.
9. Wahyudi P. Teknik Skrining terhadap mikroba endofitik penghasil antibiotik baru. Dalam : Prosiding temu ilmiah jaringan kerjasama kimia Indonesia. Seminar Nasional II Kimia dalam Pembangunan Jaringan Kimia Indonesia, 5-6 Mei 1998, Yogyakarta. 316-325.
10. Petrini O, Sieber TN,TotiL, Viret O. Ecology, metabolite production, and substrate ultilization in Endophytic fungi. Natural Toxin.1992; 185-196.
daftar ruJukan
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 135
11. Weber D, Sterner O, Anke T, Gorzalczancy S, Martino V, and Acevedo C. Phomol, a new antiinflamatory metabolite from an endophyte of medicinal plant Erythrina crista-galli. J. Antibiot. 2004; 57 (9):559-563.
12. Tong WY, Darah I, and Latiffah Z. Antimicrobial activities of endophytic fungal isolates from medicinal herb Orthosiphon stamineus Benth. Journal of Medicinal Plants research. 2011; 5(5): 831-836.
13. Pelczar MJ Jr, Chan ECS, Krieg NR. Microbiology Concepts and applications. Mc Graw-Hill.Inc. New York. 1993; 66-68
14. Fardiaz S. Mikrobiologi Pangan I. Diterbitkan bekerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Jakarta: Penerbit PT GramediaPustakaUtama; 1992. :97-117 dan 180- 226.
15. Gandjar I, Sjamsuridzal W dan Oetari A. Mikologi Dasar dan Terapan. Editor Roosheroe IG, Sjamsuridzal W. Penerbit : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2000;1-7, dan 170-177.
16. Rekha, Jyoti K, Bala M and Arya V. Endophytic fungus : a potential source of biologically synthesized nanoparticle. Basic Research Journal of Microbiology. 2013;(1) 1-7.
17. Markham SA and Pirelli G. Endophyte Toxins in Grass Seed Fields and Straw. EM 8598,june 1995. Diakses 7/9/2003. http://www.forages.css. orst.edu/Tropics/Pastures/Species/Grasses/Animal_issue/Endophyte
18. http://www.aboutrtf.com/endophyte_leaf.html diakses 3-januari-201419. Selim KA, El-Beih AA, AbdEL-Rahman TM and El-Diwan AI. Biodiversity
and antimicrobial activity of endophytes associated with Egyptian medicinal plants. Mycosphere. 2011; 2(6): 669-678.
20. Freeman DW, Pratt PW, and Woods RL. Fescue Toxicity and horses, Current report, Oklahoma Coorperative Extension service (OCU)39917-1 – 4.
21. ftompson FN and Stuedemann. Pathophysiology of Fescue toxicosis. Agriculture, Ecosystems and environment. 1993; (44) : 263-281.
22. Latch Garrick CM.Physiological Interactions of endophytic fungi and their hosts Biotic stress tolerance imparted to grasses by rndophytrs. Agriculture, Ecosystems and environment. 1993; (44): 143-156.
23. Stone JK, Bacon CW, White JF. An Overview of Endophytic Microbes: Endophytism Defined. in Microbial Endophytes. Editor: Bacon CW, White JF. Marcel Dekker Inc. New Jersey. 2000 ; 3-29.
24. Cappuccino JG, Sherman N. Micrbiology A Laboratory Manual. Eighth Edition. Pearson Benjamin Cummings, San Francisco. 2008;73-78, 283-292.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi136
25. Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS, and Yang X.Taxol from fungal endophytic and the issue of biodiversity. Journal of Industrial Microbiology. 1996; 17 : 417-423.
26. Strobel GA. Microbial gifts from rain forest: Symposium contribution, Can J Plant Pathol.2003;24 : 14-20.
27. Judoamidjojo M, Darwis A A, Said EG. TeknologiFermentasi, Bogor. PAU, Biotechnologi IPB.1992; 45 – 56, 79 - 147.
28. Pratiwi ST. Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga. Jakarta, 2008; 120 – 134.
29. Torsell KBG, Natural product chemistry. a mechanistic and biosynthetic approach to secondary metabolism, New York; John Wiley and Sons Limited. 1983;1–25.
30. Willey JM, Sherwood LM, Woolverton CJ. Prescott ’s Principles of Microbiology. MC Gra-Hill, Higher Education. 2009;370-374.
31. Luckner M. Secondary metabolism in microorganisms, plants, and animal, Springer-verlag Second edition.1984;2 – 24.
32. Rosa LM, Tabanca N, Techen N, Pan Z, Wedge DE and Moraes RM. Antifungal activity of extract from endophytic fungi associated with Smallanthus maintained in vitro as autotrophic cultures and as pot plants in the green house. Can. J Microbiol. 2012; 58: 1202-1211.
33. Strobel GA and Long DM. Endophytic microbes embody pharmaceutical potential. ASM news. 1998; 64(5): 263-268.
34. Bacon CW. Procedure for isolating the endophytic from Tall Fescue and screening isolates for ergot alkaloid. Appl. Env.Microbial. 1988; 54:126,2615 -2618.
35. Lu H, Zou WX, Meng JC, Hu J. and Tan RX, New bioactive metabolites produced by Colletotrichum sp. An endophytic fungus in Artemisia annua . Plant Science. 2000;51: 67 – 73.
36. Pavithra N, Sathish L, Ananda K. Antimicrobial and enzyme activity of endophytic fungi isolated from Tulsi. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Sciences (JPBMS). 2012; 16 (issue 16): 1-6.
37. Bandara WMMS, Seneviratne D, and Kulasooriya SA. Interactions among endophytic and fungi : effects and potentials. J. Biosci. 2006. 31 (5): 645-650.
38. Saithong P, Panthavee W, Stonsaovapak S, Congfa L. Isolation and primary identification of endophytic fungi from Cephalotaxus manii trees. Maejo Int. J. Sci. Technol. 2010; 4(03): 446-453.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 137
39. www.Oxoid.com. OXOID MICROBACTTM GNB KITS40. Microgen Bioproducts LTD Microgen® GNA + B –ID. An identification
system for all currently recognized enterobacteriaceae and an extensive range of oxidase- positive bacilli. www.microgenbioproducts.com. Diaksestanggal 21 agustus 2013
41. Lay BW. Analisismikroba di laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1994; 113 – 118.
42. Ganjar I, Samson RA, Tweel-Vermeulen Kvd, Oetari A, Santoso I. Pengenalan Kapang Tropik Umum, Yayasan Obor Indonesia. 1999:1-7.
43. Gao XX, Zhou H, Xu DY,Yu CH, Chen YQ, Qu LH. High diversity of endophytic fungi from the pharmaceutical plants, Heterosumilax japonica Kunth revealed by cultivation - independent approach.FEMS Microbiology Letters. 2005. http://dx.doi.org/10.1016/j.femsle.2005. 06.017 (diambil dari IRJP 2013;4(6).
44. Robert Kranz, Kathleen Weston-Hafer, and Eric Richards. Identifying Unknown Bacteria Using Biochemical and Molecular Methods. 2006. Diakses dari http://www.nslc.wustl.edu/elgin/genomics/bio3055/idunknbacteriah06.pdf?. Tanggal 7 Mei 2013.
45. Qiagen. DNeasy Blood and Tissue Handbook - English (PDF). 2013 [cited 2013 September 3]; Available from: http://www.qiagen. com/Products/Catalog/Sample-Technologies/DNA-Sample-Technologies/ Genomic-DNA/DNeasy-Blood-and-Tissue-Kit. 18, 28-30, 44.
46. Janda MJ and Abbott SL. 16S rRNA Gene Sequencing for Bacterial Identification in theDiagnostic Laboratory: Pluses, Perils, and Pitfalls. Journal. Of Clinical Microbiology. 2007; 4;5(9): 2761-2764.
47. Sanger F, Coulson AR “A rapid method for determining sequences in DNA by primed synthesis with DNA polymerase”. J. Mol. Biol.1975; 94 (3): 441–448.
48. Sanger F, Nicklen S, Coulson AR). “DNA sequencing with chain- terminating inhibitors”. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 1977; 74 (12): 5463–5467.
49. Cold Spring Harbor Laboratory. Cycle Sequencing Animation Library. 2013. Diambil dari http://www.dnalc.org/resources/animations/cycseq.html diakses tanggal 7 Mei 2013.
50. National Library of Medicine. BLAST program selection guide. 2013. Diambil dari: URL: http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi?CMD=Web&P AGE_TYPE=BlastDocs&DOC_TYPE=Prog Selection Guide Diakses tanggal 7 Mei 2013.
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi138
51. Roosheroe IG, Sjamsuridzal W dan Oetari A. Mikologi dasar dan Terapan. Edisi Revisi. Penyunting Roosheroe IG. Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2014; 173 – 180.
52. Rahman A. Teknologi Fermentasi, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. 1989; 1 – 9.53. Stanbury PF and Whitaker A . Principles of fermentation Technology,
Pergamon Press .1984; 1 - 9, 74-90.54. Cheepthan N., Phay N., Hugashiyama T, Fukushi E., Matsuura H, Mikawa T,
et al. Studies on antifungi antibiotic from Ellisiodothisinguinamas L1588-A8; ftai J Biotechnol. 1999; 9 : 37-45.
55. Harbone BJ. Metodefitokimia, penuntuncara modern menganalisa tumbuhan, cet ke 2 Penerbit ITB. 1996;1 – 40.
56. Fried B, Sherman J, Chromatographic Science series vol 66 ftin Layer Chromatography Technique & Applications, ftird ed. New York. Rusted and expected. Easton Pensylvania. 1994; 3-12.
57. Skoog DA and Leary JJ. Principles of Instrumental Analysis. Saunders College Publishing, Fourth edition. 1992; 628 – 669.
58. Jawetz, Melnick&Adelberg’s,. Medical Microbiology, 23th edition, Appleton and Lange Medical Book. Editors. Brooks GF, Butels JS, Morse SA. International Edition. New York. 2004; 167-68.
59. Syamsudin. Teknik Bio assay untuk pengembangan obat bahan alam. UniversitasPancasila Jakarta. 2012; 23-24; 35-37;72-74; 90-91; 97- 104; 109-112;117-119.
60. http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/pemanfaatanMikroorgan ismesebagaiIndikatorUji diakses 19-11-2013
61. Sunitha VH, Devi D N, and Srinivas C. Extracellular enzymatic of endophytic fungal strain isolated from Medicinal Plants. World Journal of Agricultural Sciences. 2013; 9(1) : 01-09.
62. Pandi M, Kumaran RS, Choi YK, Kim HY, and Muthumary J. Isolation and detection of Taxol, an anticancer drug produced from Lasiodiplodiatheobromae, an endophytic fungus of the medicinal plant Morinda citrifolia. African Journal of Biotechnology. 2011; 10 (8):1428- 1435.
63. Kumala S, Utji R, Sudarmono P and Kardono LBS. Cytotoxic secondary metabolite from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11. Research journal of Microbiology. 2007; 2(8): 625-631.
64. Kumala, S., Septisetyani EP, Meiyanto E. Cytotoxic Effect of Secondary
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 139
Metabolites produced by Endophytic Fungi 1.3.11, 1.1.6, 1.2.6.Isolated from the fruit of Tanaman Buah Makassar (Brucea javanica (L) Merr on in-vitro T47D and MCF7 Intact cell and identification of the fungus 1.3.11 by Ribosomal DNA sequence analysis. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2010 ; 2 : 80-83.
65. Asker MMS, Mohamed SF, Mahmoud MG, El Sayed OH, Antioxidant and antitumor activity of a new sesquiterpene isolated from endophytic fungus Aspergillus glaucus. International Journal of Pharm Tech. Research. 2013; 5 (2): 391-397.
66. Giridharan P, Verekar SA, Khanna A, Mishra PD and Deshmukh SK. Anticancer activity of scelotiorin isolated from an endophytic fungus Cephalotheca faveolata Yaguchii, Nishim and Udagawa. Indian Journal Experimental Biology.2012; 50(7): 464-468.
67. Lakshmi PJ, Selvi KV. Anticancer potentials of secondary metabolites from endophytes of Barringtonia acutangula and its molecular charac- terization. Int. J. Curr. Microbiol. Appl. Sci. 2013; (2): 44-55.
68. White JF, Breen JP, and Jones GM, Substrate ultilization selected Acremonium, Atkinsonella and Balansia Species. Mycologia. 1991; (83): 601-610.
69. Jeffrey LSH, Son R, and Tosiah S. Preliminary screening of endophytic fungi isolated from Medicinal plants at MARDI Sessang, Serawak for their bioactivity. J. Trop. Agric, and Fd, Sc, 2008; 36(1):121- 126.
70. Zaidi KU, Mani A, Ali AS, and Ali SA. Evaluation of Tyrosinase Producing Endophytic Fungi from Calotropis gigantea, Azadirachta indica, Ocimum tenuiflorum and Lantana camara. Annual Review and research in Biology. 2013;. 3(4):389-396.
71. Artanti N, Tachibana S, kardono LBS, and Sukiman H. Isolation of a glucosidase inhibitors produced by an Endophytic Fungus, Colletotrichum sp. TSC13 from Taxus sumatrana. Pakistan Journal of Biological Sciences. 2012; 15(14): 673-679.
72. Dompeipen E, Srikandace Y, Suharso WP, Cahyana H and Simanjuntak P. Potential Endophytic microbes selesction for Antidiabetic bioactive compounds production. Asian Journal of Biochemistry. 2011; 6(6): 465-471.
73. Zhang B, Salituro G, Szalkowski D et al. Discovery of small molecule insulin mimetic with antidiabetic activity in mice. Science. 1999; (284): 974-981.
74. Castillo UF, Strobel GA, Ford EJ, et al. Munumbicins, wide–spectrum antibiotics produced by Streptomyces NRRL 30562, Endophytic on Kennedia
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi140
nigriscans. Microbiology. 2002; (148) : 2675-2685.75. Radji M, Sumiati A, Rachmayani R, and Elya B. Isolation of fungal endophytes
from Garcinia mangostana and their antibacterial activity. African Journal of Biotechnology. 2011; 10.(1) : 103-107.
76. Wahyudi P dan Hendriana M. Isolasi mikroba endofitik dari tumbuhan Quisqualis indica L dan uji potensinya dalam menghasilkan senyawa antimikroba. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 2003; 1(1) : 15-18.
77. Vaz ABM, Brandao LR, Vieira ML, Pimenta RS, Morais PB et al. Diversity and antimicrobial activity of fungal endophyte communities associated with plants of Brazilian savanna ecosytems. African Journal of Microbiology Research. 2012 6(13): 3173-3185.
78. Idris Al-mahi, Al-tahir I and Idris E, Antibacterial activity of endophytic fungi extracts from the medicinal plant Kigelia Africana. Egypt. Acad. J.Biolog, Sci, 2013; 5(1): 1-9.
79. Bungihan ME, Tan MA, Takayama H, Edison TE, Cruz dela and Nonato MG. A new macrolide isolated from the endophytic fungus Colletotrichum sp. Philippine Science Letters. 2013;5 (1):57-73.
80. Rhoden SA, Garcia A, Bongiorno VA, Azevedo JL and Pamphile JA. Antimicrobial activity of crude extract of Endophytic fungi Isolated from Medicinal Plana Trichilia elegans A. Juss. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 2012; 02 (08): 57-59.
81. Qadri M, Johri S, Shah BA, Khajuria A, Sidiq T, Lattoo SK, Abdin MZ et al. Identification and bioactive potential of endophytic fungi isolated from selected plants of the western Himalayas. Springer Plus.2013; 2(8):1-14. http://www.springerplus.com/conent /2/1/8 .
82. Powthong P, Jantrapanukorn B, ftongmee A and Suntornthiticharoen P. Evaluation of endophytic fungi extract for their antimicrobial activity from Sesbania grandiflora (L) Pers. Int J. Pharm Biomed, Res.2012;3(2):132-136.
83. Tayung K, Barik BP, Jha DK, Deka DC. Identification and characterization of antimicrobial metabolite from an endophytic fungus, Fusarium solani isolated from bark of Hamalayan yew. Mycosphere. 2011;2 (3): 203-213.
84. Ramos HP, Braun GH, Pupo MT and Said S. Antimicrobial activity from Endophytic fungi Arthrinium state of Apiospora montagnei Sacc and Papulaspora immerse. Brazilian Archives of Biology and Technology.2010; 53(3):629-632.
85. Devaraju R, Satish S .Endophytic mycoflora of Mirabilis jalapa L, and studies
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 141
on antimicrobial activity of its endophytic Fusarium sp. ASIAN J. EXP BIOL. SCI.2011; 2(1): 75-79.
86. Sadananda TS, Nirupama R, Chaithra K, Govindappa M, Chandrappa CP and Vinay RB. Antimicrobila and antioxidant activities of Endophytes from Tabebuia argentea and identification of anticancer agent (lapachol). Journal of Medicinal Plants Research. 2011;5 (6): 3643-3652.
87. Jalgaonwala RE, Mohite BV and Mahajan RT. Evaluation of endpphytes for their Antimicrobial activity from Indigenous Medicinal Plants belonging to Nort Maharashtra region India. . International Journal on Pharmaceutical and Biomedical Research (IJPBR)2010; 1(5):136-141.
88. Noverita, Fitria D, Sinaga E. Isolasi dan Uji aktivitas antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang. Jurnal Farmasi Indonesia. 2009. 4 (4) : 171-176.
89. Sugijanto NE, Anggraeny D dan Zaini NC. Isolation and antimicrobial activity of endophytic fungi Kabatiella caulivora var B isolated from Alyxia reinwardtii BL. Proceeding International conference on Pharmacy and Advanced Pharmaceutical Sciences, Yogyakarta. Indonesia, 2009; 15-17.
90. Utami U. Isolation, identification and antimicrobial activities selection of endophytic bacterial from Mangrove plantation Brugulera gymnorrhiza. International Journal of Academica Research. 2011; 3 (1): 187-194.
91. Pal A, Chattopadhyay A ,Paul AK. Diversity and antimicrobial spectrum of endophytic bacteria isolation from Paederia foetida L. International Journal of Current Pharmaceutical Research. 2012; 4( 5):123-127.
92. Wu QY, Jia JQ, Tan GX, Yan H, and Gui ZZ. Isolation and characterization of an antimicrobial endophytic bacterium ME-2 from Mulberry twig in China. African journal of Microbiology Research . 2012;6 (35): 6462-6467.
93. Kumar S, Kaushik N. Endophytic fungi isolated from oil-seed crop Jatropha curcas produces oil and exhibit antifungal activity. Plos one/ www.plosone.org. 2013;(8)2:e56202.
94. Strobel G, Daisy B, Castillo U. fte biological promise of microbial endophytes and their natural products. Plant Pathology Journal 2005; 4(2): 161-176.
95 . Taechowisan T, Chanaphat S, Ruensamran W, Phutdhawong WS. Antifungal activity of 3-methylcarbazoles from Streptomyces sp LJK109; an endophyte in Alpinia galanga. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 2012; 2(3): 124-128.
96. Joseph B and Priya R M., Bioactive compounds from endophyt and their potential in pharmaceutical effect : A review.American journal of Biochemistry
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi142
and Molecular Biology.2011. 1(3) : 291-309.97. Zhang G, Sun S, Zhu T, Lin Z, Gu J, et al. Antiviral isoindolone derivatives from
an endophytic fungus Emericella sp associated with Aegiceras corniculatum. Phytochemistry 2011; doi:10.1016/J. Phytochem.2011,04-014. (article in press).
98. Huang WY, Cai YZ, Hyde KD, Corke H, Mei S. Endophytic fungi from Nerium Oleander L ( Apocynaceae ) : main constituents and antioxidant activity. World J. Microbiol Biotechnol. 2007; 23 : 1253-1263.
99. Deshmukh SK, Mishra PD, Almeida AK, Verekar S, Sahoo MR, et al. Anti-imflammatory and anticancer activity of ergoflavin isolated from an endophytic fungus. Chemistry and Biodiversity. 2009; (6) : 784-789.
100. Taechowisan T, ChanaphatS, Ruensamran W and Phutdhawong WS. Anti-inflammatory effect of 3-Methylcarbazoles on Raw 254,7 cells stimulated with LPS, Polyinosinic –Polycytidylic Acid and Pam 3 CSK. Advances in Microbiology. 2012; 2: 98-103.
101. Simanjuntak P, Bustanussalam, Otovina DM, Rahayuningsih M. dan Said EG. Isolasi dan identifikasi artemisin dari hasil kultivasi mikroba endofit dari tanamanan Artemisia annua. [Studi mikroba endofitik tanaman Artemisia spp.(3)]. Majalah Farmasi Indonesia 2004; 15(2):68- 74.
102. Scherlach K and Hertweck C. Triggering cryptic natural product biosynthesis in microorganisms. Org Biomol, Chem 2009; 7:1753- 1760.
103. http://mot.farmasi.ugm.ac.id/file/29reviewendophyte.pdf.diakses September 2011.
104. Bader j, Mast-Gerlach E, Popovic MK, Bajpai R and Stahl U. Relevance microbial coculture fermentation in biotechnology. Journal of applied Microbiology.2010; (109): 371-387.
105. Harni R dan Supramana dan Supriadi. Potential use of endophytic bacteria to control Pratylenchus brachyurus on Patchouli. Indonesian Journal of Agricultural science 13(2).2012: 86-95.
106. Harni R, Supramana, Sinaga MS, Giyanto dan Supriadi. Mekanisme bakteri endofit mengendalikan nematoda Pratylenchus brachyurus pada tanaman Nilam. Bul.Litro.Vol.23 No.1, 2012,102-144.
107. Munif A dan Harnin R. Keefektifan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda parasit Meloidogyne incognita pada lada. Buletin RISTRI. Vol 2 (3) 2011
108. Harni R dan Samsudin. Pengaruh formula Bionematisida bakteri endofit
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 143
Bacillus sp terhadap infeksi nematoda Meloidogyne sp. pada tanaman kopi. J. TIDP 2(3),143-150 November, 2015.
109. Harni R dan Khaerati. Evaluasi bakteri endofit untuk pengendalian nematoda Pratylenchus coffeae pada tanaman kopi.Buletin RISTRI 48(2):109-116.
110. Zahara N, Soekarno PW*, Munif A. Metabolit Bakteri Endofit Asal Tanaman Kacang sebagai Penghambat Pertumbuhan Aspergillus flavus. Jurnal Patologi Indonesia Volume 14, Nomor 1, Januari 2018. Halaman 15–22. DOI:10.14692/jfi.14.1.15
111. Das I, Panda MK, Rath CC, Tayung K*. Bioactivities of bacterial endophytes isolated from leaf tissues of Hyptis suaveolens against some clinically significant pathogens. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 7 (08), pp. 131-136, August, 2017. Available online at http://www.japsonline.com. DOI: 10.7324/JAPS.2017.70818. ISSN2231- 3354.
112. Mukhlis DK, Rozirwan, dan Hendri M. Isolasi dan Aktivitas Antibakteri Jamur Endofit pada Mangrove Rhizophora apiculata dari Kawasan Mangrove Tanjung Api-Api Kabupaten Banyuasin Sumatra Selatan. MASPARI JOURNAL Juli 2018, 10(2):151-160.
113. Pandey PK*, Singih S, Singih MC, Singih AK, Pandey P, Pandey AK, Pathak M, Kumar M, Shakywar RC and Patidar RK. Inside the Plant : Bacterial Endophytes and their Natural Products. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci (2017) 6(6): 33-41.
114. Kaul S, Gupta S, Ahmed M, Dhar MK. Endophytic fungi from medicinal plants : a treasure hunt for bioactive metabolites Phytochem Rev . Published online 2017.
115. Chatterjee S, Ghosh R, Mandal NC. Production of bioactive compounds with bactericidal and antioxidant potential by endophytic fungus Alternaria alternata AE1 isolated from Azadirachta indica A. Juss. PLOS ONE | https://doi.org/10.1371/journal.pone.0214744 April 4, 2019 1 / 18.
116. Minarni, Artika I M, Julistiono H, Bermawie N, Riyanti E I, Hasim, Hasan AE Z. Anticancer activity test of ethyl acetate extract of endophytic fungi isolated from soursop leaf (Annona muricata L.) Asian Pacific Journal of Tropical Medicine. journal homepage: http://ees.elsevier.com/apjtm Original research http://dx.doi.org/10.1016/j.apjtm.2017.06.004.
117. Mane RS and Vedamurthy AB The fungal endophytes: Sources and future prospects. Journal of Medicinal Plants Studies 2018; 6(2): 121-126. ISSN (E): 2320-3862 ISSN (P): 2394-0530 NAAS Rating: 3.53 JMPS 2018; 6(2): 121-
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi144
126 © 2018 JMPS.118. Das I, Panda MK , RathCC, Tayung K. Bioactivities of bacterial endophytes
isolated from leaf tissues of Hyptis suaveolens against some clinically significant pathogens. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 7 (08), pp. 131-136, August, 2017. Available online at http://www.japsonline.com. DOI: 10.7324/JAPS.2017.70818. ISSN 2231-3354.
119. Amir Hassan, and Himayat Ullah. Antibacterial and Antifungal Activities of The Medicinal Plant Veronica biloba. Hindawi. Journal of Chemistry Volume 2019, Article ID 5264943, 7 pages. https://doi.org/10.1155/2019/5264943.
120. Suganda AG, Sukandar EY, dan Rahman AA. Aktivitas Antibakteri dan Antifungi Ekstrak Etanol Daun Allamanda cathartica L. dan Allamanda neriifolia HOOK. Jurnal Bahan Alam Indonesia 2003. vol.2, No.3 : 85 –88
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 145
Symbols16S rRNA 48α-glikosidase 74
A
Acamptothecin 33Acidic electrolyzed water 43 Acremonium 20, 21Acremonium coenophiliam 30Acremonium sp 29Actinomycetes 15, 96Acuminata 33Aegiceras corniculatum 92Agar-overlay 73Aktivitas lakase 82Aktivitas proteolitik 82Aktivitas selulase 82Aktivitas untuk anti kanker 75 Alfa glukosidase 88Aloe vera L 90Alpinia calcarata Roscoe 87 Alpinia galanga (L) 91 Alternaria alternata 21, 90, 93Alternaria destruens 91Alternaria porri 91Alternaria sp 91Alyxia reinwardtii BL 90
indEX
Amilase 23Andrograhia paniculata Ness 88 Angiosperma 20Antagonisme berimbang 32Antibakteri 23, 89Antidiabet 23Antiinflamasi 23Antijamur 23Antikanker 23Antiserangga 29Apiospora montagnei Sacc 90Artemisia annua 93Artemisia sp 89, 92Arthipyrenia plumbaria 22Ascomycetes 21Ascomycetous 20Ascomycota 17, 19Aspergillus avamori 92Aspergillus flavus 88Aspergillus nidulans 38Aspergillus niger 90, 92, 93Aspergillus sp 88, 90Aspergilus glaucus 86Azadirachta indica 87
B
Barringtonia acutangula 86
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi146
Basidiomycota 18, 19Bacillus subtilis, 89Bignoniaceae 90Bixa orellana L 87 Botryosphaeria parva 86 Brucea javanica L (Merr) 86 Brugulera gymnorrhiza 91Bryophyta 21Burkholderia 38
C
C. albicans 89, 91 Calophyllum nophyllum L 87 Camptotheca acuminata 33 Camptothecin 33 Catharanthus roseus L 87 Cathepsin K inhibitor 38 Cephalolotaxus hainanensis 86Cephalolotaxus harringtonia 86Cephalolotaxus mannii 86Cephalolotaxus oliveri 86Cephalotheca faveolata 86Chaetomium chiversii 96Chaetomium sp 91, 92Chytridiomycota 18Cladosporium sp 88Cladosporium spp 21Cladosporium tenuissimum 21Claviceps purpurea 22Clavicipitaceae 19, 21Cochliobolus sp 91Cochliobolus spicifer 92Collectotrichum gloeosporioides 86, 89, 92
Colletotrichum musase 92Colletotrichum sp 89Colletotride 89Colletrotrichum truncatum 91Cordyceps memorabilis 89C. tropicalis 89 Curcuma longa L 92 Curvularia lunata 88 Curvularia sp 91
D
Deuteromycota 18Diaporthe phaseolorum 89Difusi Cakram 70Dothideomycetes sp 89Dothiorelone C dan cytosporone dari kapang Chaetomium globosum 89DPPH (1,1-diphenyl- 2picrylhydrazyl radical) 77, 78
E
Emericella sp 92Enzim amilolitik 82 Enzim lisosom sel 83 Enzim xylanase 87Enzyme lipolitik 82Epichloë festucae 33Epicocum purpurascens 21Erythrina crista-galli 93Escherichia coli 89Eucalyptus globulus 92
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 147
F
Fase log 25Fase stationary 25Fermentasi 61, 63, 64, 65Fermentasi diam 63Fermentasi goyang 63Fescue toxicosis 22Festuca arundinacea Schreb 22Fusarium chlamydosporum 86Fusarium moniliforme 21Fusarium oxysporium 92Fusarium proliferatum 91Fusarium redolens 92Fusarium solani 33, 89Fusarium sp 91
G
Garcinia mangostana 88Giberella sp 91Graminacoccus 21Guignardia comellia 91
H
Haemophilus spp 71Homoserine 35
I
Ipomoea batatas 86
K
Kabatiella caulivora var B 90 Kapang Endofit 16Kennedia nigriscans 89Kigelia africana (Lam) Benth 88
L
Lantana camara 87Lapachol 93Lasiodiplodia theobromae 85Lecanoric acid 38Lichenes 21Lolium perenne 33
M
Maytansinoids 35McFarland 0,5 70Metabolit primer 26Metabolit Sekunder 93 Metoda biru tripan 74 Metode Bioautografi 73Metode dilusi 72Microgen(R) GN A + B- ID 47 Microsclerotia 20Mimosops elengi 93 Mirabilis jalapa L 90 Monochaetia sp 85Morinda citrifolia 85MTT 75Mulberry 91
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi148
Myciaria floribunda 88Mycorrhizae 15Mycorrhizal 38
N
Naphthoquinone 93 Naphthoquinone (lapachol alami) 90 Nectria hematococca 34Neoryphodium spp 21Neotyphodium lolii 36Nerium oleander 92N. gonorrhoeae 73Nigrospora oryzae 91Nycoglaena subcoerulescens 22
O
Ocimum species 89Ocimum tenuiflorum 87Ophiorrhiza japonica 34Orthosiphon spicatus 88
P
Paederia foetida L 91Pandanus amaryllifolius 89Papulaspora immersa 90Paraphaeosphaeria quadrisep- tata 96 PCR (Polymerase Chain Reaction) 97 Pektinolitik 82
Pembeku-keringan 58Penicillium fumicalsuri 92Penicillium sclerotiorum 86Pestalotiopsis 85Petriella sp 92Pewarnaan Giemsa 80P. falciparum 80PFGE (Pulsed Field Gel Electrophoresis) 97Phanoceros laevis 21Phomopsis sp 89Phytopatogenik 91Picorhisa sp 89Pinus roxbergii 92Piper crocatum L 88Pongamia glabra vent (familia Legu- minoseae) 92Pseudocercosporella trichachin- cola 21Pseudomassaria sp 88
Q
Quisqualis indica L 88
R
Rhizomatous Tall Fescue 19Rhizopus microsporus 38Rhizoxin 38Rhyncholacis pedicillata 91
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 149
S
Sclerotiorin (HCT-116) 86Selulase 23Sesbania grandiflora (L) Pers 89 Signaling cascade 35Smallanthus sonchifolius (Yacon) 90Sordaria superba 92Staphylococcus aureus 89Sterilisasi permukaan 41streptococcus 71Streptomyces rapamycinicus 38Streptomyces sp 91,93
T
Tabebuia argentea 90, 92, 116, 118, 125Talaromyces sp 91, 117Tanam langsung. 41Taxol 85, 101, 113Taxomyces andreanae 85Taxus baccata 89Teknik Bioassay anti inflamasi 79 Teknik Bioassay Antioksidan 77 Trichachne insularis 21Trichilia elegans A Juss 89Trichophaea abundans 89Trycoderma koningii 92T. wilfordii 92 Tyrosinase 87
U
Uji Aktivitas Anti kapang 73 Uji aktivitas antimalaria 79 Uji Aktivitas Antivirus 74 Uji aktivitas enzim 81Uji aktivitas untuk anti kanker 75 Uji antidiabetes 74Uji Antimikroba 66, 69, 73Uji imunomodulator 83Ulocladium sp 92, 118
X
Xylanase 23
Z
Zat warna nitroblue tetrazolium (NBT) 83Zingiber offensii val 90, 116Zygomycota 18, 28
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi150
Mikroba Endofit, Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang Farmasi 151