MIC CAIR

21
LAPORAN AKHIR PENENTUAN MINIMUM INHIBITOR CONCENTRATION (MIC) DARI SUATU SEDIAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK DISUSUN OLEH : RIDA RUFAIDAH (260110080075) AULIA ASSARI (260110080077) LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

Transcript of MIC CAIR

Page 1: MIC CAIR

LAPORAN AKHIR

PENENTUAN MINIMUM INHIBITOR CONCENTRATION

(MIC) DARI SUATU SEDIAN UJI YANG BERPOTENSI

SEBAGAI ANTIBIOTIK

DISUSUN OLEH :

RIDA RUFAIDAH (260110080075)

AULIA ASSARI (260110080077)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2010

Page 2: MIC CAIR

Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari Suatu

Sediaan Uji yang Berpotensi Sebagai Antibiotik

I. Tujuan

Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan

uji terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, dengan

menggunakan metode MIC cair.

II. Prinsip

Turbidimetri

Menentukan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat

kekeruhan larutan.

Pengenceran

Memperoleh konsentrasi yang lebih kecil dengan cara menambahkan

pelarutnya. Perubahan konsentrasi suatu zat dikarenakan adanya

penambahan volume.

V1 N1 = V2 N2

III. Teori

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama

fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.

Alexander Fleeming menemukan antibiotik pertama kali yaitu Penisillin

yang berasal dari Pennicilium Notatum. Karena Penisilin bersifat toksis bagi

hospes maka, dicari turunan dari -laktam yang tidak toksis seperti

amoksisilin dan ampisilin.

Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi yang

dibiakkan dalam tangki-tangki besar bersama zat gizi khusus. Oksigen atau

udara steril disalurkan ke dalam cairan pembiakan guna mempercepat

pertumbuhan fungi dan meningkatkan produksi antibiotikumnya.

o Antibiotikum Semisintesis

1

Page 3: MIC CAIR

Yaitu apabila pada persemaian (culture substrate) dibubuhi zat pelopor-

pelopor tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasikan ke dalam antibiotikum

dasarnya. Hasilnya disebut senyawa semisintesis, misalnya penisilin-V.

o Antibiotikum Sintesis

Tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis biosintesis tersebut, melainkan

dengan sintesiskimiawi, misalnya kloramfenikol (Tjay & Rahardja, 2003).

Terdapat beberapa syarat untuk antibiotik yaitu :

o Mempunyai toksisitas selektif, minimal untuk hospes dan maksimal untuk

bakteri

o Mempunyai potensi yang baik

o Memenuhi persyaratan kualitas sesuai dengan yang tertera pada Farmakope.

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah

ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit, tetapi tidak

membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan

bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu

dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit (Jawetz et al., 1987).

Mekanisme kerja sebagian besar obat antimikroba belum dimengerti

secara jelas. Namun, untuk mudahnya dapat dibagi menjadi empat cara:

o Penghambatan sintesis dinding sel

o Penghambatan fungsi selaput sel

o Penghambatan sintesis protein (yaitu hambatan translasi dan transkripsi

bahan genetik)

o Penghambatan sintesis asam nukleat (Jawetz et al., 1996).

Pada keadaan awal kekuatan antibiotik bisa ditentukan karena

kadarnya ekuivalen dengan konsentrasinya. Tetapi uji yang paling tepat

adalah uji secara mikrobiologi untuk mengetahui efeknya secara langsung

terhadap mikroba (in vitro) dan berapa MIC-nya. Bila diuji secara in vitro

perlu dilihat waktu pemberian obat sehingga didapatkan potensi

maksimumnya yang mempunyai daya kerja yang optimal jangan sampai

2

Page 4: MIC CAIR

pada pemberian berikutnya diberikan pada saat konsentrasi obat dalam darah

habis, karena itu konsentrasi obat dalam darah diusahakan selalu tetap stabil

dengan menggunakan aturan pakai obat antibiotik. Farmakope menentukan

potensi antibiotik standar antara 85 %-105 %.

Antibiotik dapat memberikan potensi yang lebih besar dari nilai ini,

hal ini disebabkan karena antibiotik itu terurai menjadi zat lain yang lebih

bagus potensinya, jadi yang terjadi adalah suatu potensi campuran. Bila

suatu antibiotik dikonsumsi dalam jumlah besar tetapi potensinya tetap

dibandingkan dengan antibiotik lain maka dapat berakibat menambah

besarnya efek samping dengan potensi yang tetap.

Ketika bakteri patogen diisolasi, maka sensitivitas dari bermacam

antibiotik dapat dicek. Pemberian antibiotik tergantung pada beberapa

faktor, meliputi kondisi fisik secara umum, adanya alergi terhadap obat,

patogen , dan sisi infeksi. Sisi infeksi merupakan hal yang paling penting

(Wistreich & Lechtman, 1980).

Potensi suatu antibiotik lama-lama dapat menurun, karena waktu

kadaluwarsa telah dicapai, penyimpanan yang tidak baik, atau terjadi

penguraian obat yang menghasilkan zat lain sehingga tidak memiliki efek

lagi.

Diperlukan uji kepekaan terhadap antibiotika. Dipergunakan untuk

menentukan kepekaan suatu kuman patogen terhadap antibiotika yang akan

dipergunakan untuk pengobatan. Ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan:

Uji Difusi

Dasar percobaan ini ialah dengan membiarkan obat berdifusi ke dalam

perbenihan padat. Kadar obat tertinggi tercapai pada daerah di dekat tempat

pemberian obat dan mekin jauh makin berkurang

Uji Pengenceran.

Uji diperlukan jika dosis terapi perlu ditentukan dengan tepat dan untuk

menemukan sejumlah kecil kuman yang kebal pada kuman-kuman yang

tumbuh lambat.

3

Page 5: MIC CAIR

Kerentanan suatu mikroorganisme terhadap antibiotik dan zat

kemoterapeutik lain dapat ditentukan dengan teknik pengenceran tabung.

Konsentrasi terendah dari zat kemoterapeutik yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme in vitro disebut sebagai konsentrasi hambatan

minimum atau minimum inhibitory concentration (MIC). Pertumbuhan

organisme ditandai dengan timbulnya kekeruhan.

Selain itu, zat antibiotik kemoterapeutik yang ideal hendaknya

memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

o Mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat

mikroorganisme patogen spesifik. Makin luas spectrum kerjanya,

makin baik

o Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit

o Tidak menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki

o Tidak melenyapkan flora normal pada inang

o Dapat diberikan melalui mulut tanpa diinaktifkan oleh asam lambung

atau melalui suntikan tanpa terjadi pengikatan dengan protein darah

o Memiliki kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh

o Konsentrasi antibiotik di dalam darah atau jaringan harus dapat

mencapai taraf cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau

mematikan penyebab infeksi.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah dosis antibiotik yang

diberikan. Beberapa masalah adalah konsentrasi sensitive dari zat

kemoterapi dalam jaringan, dimana menghasilkan konsentrasi obat lain lebih

besar atau lebih rendah daripada yang digunakan dalam laboratorium. Hal

itu penting, sehingga level obat tersebut dapat dicapai dalam bermacam

bagian tubuh dapat diketahui, seperti halnya sensitifitas relatif dari bakteri

patogen. Sensitifitas relatif disebut dengan Minimum Inhibitory

Concentration atau MIC (Wistreich & Lechtman, 1980).

4

Page 6: MIC CAIR

Konsentrasi minimum penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC

(Minimum Inhibitor Concentration) adalah konsentrasi terendah dari

antibiotic atau antimicrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba

tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika

dan mikroba.

MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk

mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC

berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai

MIC dari sebuah antibiotik, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar.

MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC

terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies

mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya.

Terdapat dua tipe MIC, yaitu:

MIC cair (Tube diluting)

Metode uji ini menggunakan teknik Tube Dillution Test.

Fungsinya untuk mengetahui hasil MIC secara langsung.

MIC padat

Metode uji ini berupa metode Difusi Lempeng Agar. Uji ini

dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada

medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah

mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambtan

diukur. Diameter zona penghambatan sensitivitas klinik dari mikroba

kemudian ditentukan dari table klasifikasi menurut Ahn dkk.

Diameter Zona Terang Respon Hambatan Pertumbuhan

…>20 mm Kuat

16-20 mm Sedang

10-15 mm Lemah

….< > Tidak ada

Pada percobaan ini dilakukan metoda MIC cair. Pada prinsipnya

pengurangan konsentrasi (pengenceran) secara berseri dari antibiotik

5

Page 7: MIC CAIR

disiapkan dalam medium pertumbuhan yang cocok, dan suspensi dari

organisme yang menginfeksi ditambahkan pada tiap-tiap konsentrasi.

Setelah diinkubasi (18 – 24 jam), konsentrasi yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dapat ditentukan. Organisme dikatakan “sensitif”

untuk konsentrasi yang oaling kecil yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri. Jika konsentrasi yang dibutuhkan untuk membunuh organisme

hanya sebanyak konsentrasi penghambat, maka antibiotik tersebut

dinamakan bakterisida; jika konsentrasi tertinggi yang dibituhkan, maka

antibiotik tersebut dinamakan bakteriostatik (Nester et al., 1973).

Kegunaan Tetrasiklin

Patogenesis & Gambaran klinik

Manifestasi klinis infeksi oleh Escherichia coli dan bakteri

enterik lain bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat

dibedakan oleh gejala atau tanda-tanda akibat proses yang

disebabkan oleh bakteri lain.

1. Infeksi saluran kemih. E coli adalah penyebab yang paling lazim

dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran

kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda. Gejala dan

tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan

piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih

bagian atas. Tak satu pun dari gejala atau tanda-tanda ini besifat

khusus untuk infeksi E coli . infeksi saluran kemih dapat

mengakibatkan bakteremia dengan tanda-tanda klinik sepsis.

2. Penyakit diare yang berkaitan dengan Escericia coli. E coli yang

menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh dunia. E

coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan

setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang

berbeda. Sifat pelekatan sel epitel usus kecil atau usus besar disandi

oleh gen pada plasmid. Secara serupa, toksin seringkali diperantarai

plasmid atau faga.

6

Page 8: MIC CAIR

E coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting diare

pada bayi, khuusnya di negara berkembang. EPEC sebalumnya

dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju.

EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Faktor yang

diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang kuat.

E coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering

dari diera ”wisatawan” dan sangat penting menyebabkan diare

pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang

spesifik untuk manusia manimbulkan pelekatan ETEC pada epitel

sel usus kecil. Beberapa strain ETEC mengahasilkan eksotoksin

tidak tahan panas (LT) (BM 80.000) yang berada di bawah kendali

genetik dari plasmid. Subunit B nya melekat pada gangliosida GM1

di brush border sel epitel usus kecil dan memudahkan maksuknya

subunit A (BM 26.000) ke dalam sel, dimana yang terakhir ini

mengaktivasi adenilin siklase.

E coli Enterohemoragik (EHEC) menghasilkan verotoksin.

EHEC berhubungan dengan kolitis hemoragik, bentuk diare yang

berat, dan dengan sindroma uremia hemoragik, suatu penyakit

akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan

trombositopenia. Verotoksin memiliki banyak sifat yang mirip

dengan vaksin Shiga yang dihasilkan oleh beberapa strain Shella

dysentriae tipe 1; namun kedua toksin berbeda secara antigenik dan

genetik. Dari serotipe E coli yang menghasilkan verotoksin,

O157:H7 adalah yang paling sering dan yang dapat diidentifikasi

dalam bahan organik. ETEC O157:H7 tidak menggunakan sorbitol,

tidak seperti sebagian besar E coli lain, dan bersifat negatif pada

sorbitol agar McConkey (sorbitol digunakan sebagai pengganti

laktosa); strain O157:H7 juga negatif pada tes MUG.

E coli Enteroinvasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang

sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit terjadi yang paling sering

pada anak-anak di negara berkembang dan pada para wisatawan

7

Page 9: MIC CAIR

yang menuju ke negara tersebut. Seperti Shigella, strain EIEC

bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan

terhambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan

penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.

E coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan

kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini

ditandai dengan pola khas pengikatannya pada sel manusia. Sangat

sedikit yang diketahui mengenai faktor virulensi EAEC dan

epidemiologi penyakit yang disebabkannya.

3. Sepsis. Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E coli dapat

memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru

lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis E coli karena tidak

memiliki antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran

kemih.

4. Meningitis. E coli dan streptokokus golongan adalah penyebab

utama meningitis pada bayi. E coli merupakan penyebab pada

sekitar 40% kasus meningitis neonatal, dan kira-kira 75% E coli

dari kasus meningitis ini mempunyai antigen KI. Antigen ini

bereaksi silang dengan polisakarida simpai golongan B dari N

meningitidis. Mekanisme virulensi yang berhubungan dengan

antigen KI tidak diketahui.

IV. Alat dan Bahan

Alat :

- Mortir dan stamfer

- Tabung reaksi besar dan kecil

- Rak tabung

- Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml

- Labu ukur 100 ml

- Ose dan lampu spiritus

- Inkubator

8

Page 10: MIC CAIR

Bahan :

- Sediaan uji Tetrasiklin

- Pelarut sediaan uji

- Nutrient broth (single & double strength)

- Air suling

- Suspensi bakteri Staphylococcus aureus.

V. Prosedur

Sediaan uji (kloramfenikol) dimasukkan dalam labu ukur

kemudian dilarutkan dalam pelarut awal (air suling). Kemudian

ditambah dengan pelarut akhir sampai tanda batas labu ukur.

Kemudian rencanakan pengenceran dan konsentrasi tiap tabung

dihitung. Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat larutan

antibiotik dengan air suling steril. Tabung reaksi kecil pertama diisi

dengan 1 ml NB double strength sedangkan tabung reaksi lainnya diisi

dengan NB biasa. Sebanyak 1 ml hasil pengenceran dipipet ke dalam

tabung reaksi 1 yang berisi NB double strength kemudian dikocok

sampai homogen. Selanjututnya 1 ml larutan dari tabung reaksi kecil

satu dimasukkan dalam tabung reaksi kecil dua yang berisi larutan

NB. Dilakukan langkah tersebut sampai tabung reaksi terakhir dan 1

ml campuran dari tabung reaksi terakhir dibuang. Kemudian

kedalam setiap tabung reaksi ditambahkan satu ose bakteri dan

dikocok sampai homogen. Lalu dibuat kontrol positif dan kontrol

negatif. Kontrol positif terdiri dari 1 ml NB dan satu ose bakteri.

Kontrol negatif hanya berisi 1 ml NB. Semua tabung reaksi

diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam. Diamati hasil

kekeruhan yang terjadi kemudian bandingkan dengan kontrol positif

dan negatif. MIC-nya terletak pada tabung bening terakhir atau

sebelum tabung keruh pertama.

9

Page 11: MIC CAIR

VI. Data Hasil Pengamatan

Pengamatan Tabung

1

Tabung

2

Tabung

3

Tabung

4

Tabung

5

Tabung

6

Kekeruhan - - - - - -

Pengenceran:

Konsentrasi stok : 250 μg/ml

Konsentrasi pengenceran di tabung besar:

V1 N1 = V2 N2

1 x 250 = V2 50

V2 = 5 μg/ml

VII. Pembahasan

Pada praktikum ini akan dilakukan penentuan konsentrasi terkecil

dari suatu antibiotik yang masih mempunyai daya hambat (menghambat

pertumbuhan atau mematikan bakteri) terhadap suatu mikroorganisme

secara in vitro atau yang dikenal dengan MIC. Nilai MIC untuk setiap

antibiotik berbeda-beda dan setiap antibiotik juga memiliki daya hambat

yang berbeda untuk setiap bakteri. Untuk menentukan nilai MIC digunakan

suspensi bakteri standard yang belum pernah kontak dengan suatu antibiotik.

Pada praktikum ini dilakukan serangkaian langkah dan setiap

langkahnya dilakukan secara aseptis untuk menghambat kontaminasi yang

dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh.

Pertama-tama dilakukan penimbangan antibiotik sesuai dengan

konsentrasi yang diinginkan, akan tetapi kami tidak melakukan

penimbangan apapun karena ternyata antibiotiknya sudah dalam labu ukur

100 ml yang siap untuk dilakukan pengenceran bertingkat. Kemudian

dilakukan pengenceran antibiotik secara bertingkat untuk memperoleh

konsentrasi yang diinginkan. Dosis tengah suatu antibiotik menjadi acuan

dalam pengenceran ini. Pengenceran bertingkat ini dilakukan karena pada

umumnya suatu antimikroba memiliki MIC yang yang sangat kecil dalam

10

Page 12: MIC CAIR

tiap milinya yaitu dalam μg. Konsentrasi yang kecil ini menyulitkan dalam

hal penimbangan. Pada pengenceran bertingkat ini digunakan aquadest steril

untuk menghindari kontaminasi. Setelah pengenceran terakhir diambil 1 ml

kedalam tabung reaksi kecil 1 yang didalamnya sudah berisi NB double

strength lalu dilakukan pengocokan agar homogen, hal yang sama pun

dilakukan terhadap tabung reaksi yang telah berisi NB single stength yang

pertama. Kita menggunakan NB double strength agar didapatkan kepekatan

yang sama dengan NB pada tabung-tabung reaksi yang lain, kemudian

disisihkan. Kemudian dipipet lagi 1 ml dari tabung reaksi 2 yang berisi

single strength NB ke tabung reaksi 3 yang berisi NB biasa. Begitu

seterusnya sampai tabung reaksi terakhir (tabung reaksi 6). Pengenceran ini

dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih rendah sehingga dapat

diketahui nilai MIC dari antibiotik Tetrasiklin tersebut. Tabung reaksi yang

terakhir berisi 2 mL larutan, maka 1 mL larutan tersebut dibuang agar

didapatkan volume yang sama dengan tabung reaksi yang lainnya.

Kemudian dimasukkan satu ose suspensi bakteri Staphylococcus

aures. Sebelumnya ose tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dengan

cara memfiksasinya. Kemudian ose dianginkan dekat api agar ose tersebut

dingin, karena tidak boleh memasukkan ose ke dalam suspensi bakteri dalam

keadaan panas. Jika hal tersebut dilakukan, maka bakteri dalam suspensi

tersebut akan mati. Kemudian buat kontrol positif dan negatif. Kontrol

positif dibuat untuk memberikan pembanding sehingga dapat diketahui

tabung mana yang memberikan hasil positif. Selain sebagai blanko untuk

hasil negatif, kontrol negatif dibuat untuk mengetahui apakah praktikan

bekerja dengan baik dan aseptis, juga untuk memastikan.

Setelah suspensi bakteri dimasukkan, kemudian semua tabung reaksi

diinkubasi dalam inkubator, yaitu pada suhu 37oC selama 18 – 24 jam.

Setelah diinkubasi, seluruh tabung reaksi diamati dan dibandingkan dengan

kontrol positif dan negatif.

Pada praktikum kali ini, seluruh tabung (tabung 1 sampai 6) setelah

diinkubasi tetap dalam keadaan jernih. Hal tersebut menggambarkan bahwa

11

Page 13: MIC CAIR

dalam semua tabung reaksi tidak terdapat aktivitas bakteri Staphilococcus

aureus. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam pengenceran,

sehingga dosis antibiotik yang terkandung di dalam tabung reaksi menjadi

tidak tepat dan tidak dapat digunakan untuk menentukan MIC. Selain itu

juga dapat disebabkan oleh kurang cermatnya pengerjaan dan terlalu aseptis

sehingga bakteri uji tidak dapat berkembang biak dalam media. Sehingga hal

ini mengakibatkan nilai MIC tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus

aureus pun tidak dapat ditentukan.

VIII.Kesimpulan

Percobaan dapat dikatakan gagal karena seluruh tabung reaksi

mengalami kejernihan sehingga batas MIC tidak dapat ditentukan. Oleh

karena itu, tidak dapat ditentukan konsentrasi terendah dari tertrasiklin

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

12

Page 14: MIC CAIR

Daftar Pustaka

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ke 3. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1987. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi

20, alih bahasa: Edi Nugroho & RF Maulany. EGC. Jakarta.

Nester, E. W., C. E. Roberts, B. J. Mc.Carthy, & N. N. Pearsall. 1973. Molecules,

Microbes & man. Holt, Rinehart and Wiston, Inc.

Wistreich G. A., & M. D. Lechtman. Microbiology. Collier Mc Millan Publishers.

London.

13