02 Soft Copy Laporan Keuangan Laporan Keuangan Tahun 2013 Audit RALS RALS LKT Des 2013
Metodelogi Penelitian Teknik Analisis Data Dwi (Soft Copy)
-
Upload
ahmad-firman -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of Metodelogi Penelitian Teknik Analisis Data Dwi (Soft Copy)
TUGAS MANDIRIMATA KULIAH
METODELOGI PENELITIAN”Teknis Analisis Data”
Disusun Oleh :
Nama : Dwi Shinta AlifyaniNIM : 2010050050Semester : V (lima) A / malamFakultas : EkonomiJurusan : Manajemen SDM
UNIVERSITAS PAMULANGJl. Surya Kencana No.1 Pamulang-Tangerang SelatanTelepon :(021) 7412566 Website : www.unpam.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ”Teknis Analisis Data”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak
terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas makalah ini sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing
yang telah membimbing kami.
Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya.
Jakarta, 27 Juni 2012
Penyusun
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Kegunaan Analisis Data.
Analisis data adalah suatu kegiatan untuk meneliti, memeriksa,
mempelajari, membandingkan data yang ada dan membuat interpretasi yang
diperlukan. Selain itu, analisis data dapat digunakan untuk mengindentifikasi ada
tidaknya masalah. Kalau ada, masalah tersebut harus dirumuskan dengan jelas
dan benar. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang
memberikan gambaran dengan jelas dan benar. Teknis analisis yang digunakan
adalah analisis deskriptif yang memberikan gambaran dengan jelas makna dari
indikator-indikator yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara
indikator yang satu dengan indikator lain.
Kegunaan analisis data adalah sebagai bahan masukan untuk pengambilan
keputusan, perencanaan, pemantauan, pengawasan, penyusunan laporan,
penyusunan statistik pendidikan, penyusunan program rutin dan pembangunan,
peningkatan program pendidikan, dan pembinaan sekolah.
B. Analisis Deskriptif
Dalam melaksanakan analisis deskriptif, indikator yang digunakan adalah
indikator nonpendidikan dan pendidikan yang terdiri dari indikator efisiensi
internal.
Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap indikator ini, perlu disajikan
kriteria sebagai standar untuk menentukan atau menginterpretasikan indikator
tersebut. Kriteria ini bisa dirinci dalam dua jenis :
1. Kriteria dihasilkan dari angka rata-rata nasional dengan interval antara
tinggi,
sedang dan rendah untuk profil propinsi dan profil kabupten/kota serta angka
rata-rata propinsi untuk profil kabupten/kota. Interval diambil dari nilai yang
tertinggi dan nilai terendah.
2. Kriteria dihasilkan dari angka rata-rata nasional atau propinsi untuk profil
propinsi dan profil kabupten/kota dan angka rata-rata propinsi untuk profil
kabupten/kota.
Analisis deskriptif dengan menggunakan kedua kriteria di atas dapat
dilaksanakan melalui beberapa cara yaitu :
1. Analisis makro untuk indikator kabupaten/kota dan propinsi.
Analisis ini dilaksanakan dengan membandingkan indikator yang ada
dengan rata-rata propinsi atau rata-rata nasional. Misalnya: indikator
APM, rata-rata propinsi atau nasional = 75 persen, maka kabupaten/kota
atau propinsi yang APMnya kurang dari 75 persen terdapat masalah dan
melalui faktor internal dan eksternal agar dicari masalahnya.
2. Analisis makro antar indikator dan jenjang pendidikan untuk
indikator kabupaten/ kota dan propinsi. Analisis ini digunakan dengan
membandingkan indikator satu dengan indikator lainnya pada jenjang
yang berbeda. Misalnya membandingkan antar indikator yaitu indikator
angka melanjutkan dan tingkat pelayanan sekolah atau membandingkan
satu indikator angka melanjutkan pada jenjang SLTP dengan SM.
3. Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/kota.
Analisis ini dilaksanakan dengan melihat disparitas antar kecamatan atau
kabupaten/kota. Misalnya, rasio siswa per kelas dibandingkan antar
kecamatan atau kabupaten/kota dengan menggunakan standar adalah
rata-rata angka kabupaten/kota atau propinsi. Bagi kecamatan atau
kabupaten/kota yang berada dibawah rata-rata kabupaten/kota atau
propinsi merupakan kecamatan atau kabupaten/kota tersebut yang perlu
diberi penanganan khusus.
4. Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/kota.
Analisis ini dilaksanakan dengan memberikan bobot untuk setiap indikator
di mana bobot yang besar diberikan pada indikator yang dianggap paling
menentukan sehingga dapat diperoleh nilai di setiap kecamatan. Nilai
yang paling tinggi menunjukkan kecamatan atau kabupaten/kota yang
tidak bermasalah dan perlu dipertahankan, sedangklan nilai yang rendah
adalah kecamatan atau kabupaten/kota yang bermasalah sehingga perlu
diberi penanganan khusus.
Analisis Nonpendidikan dan Pendidikan diuraikan berikut ini :
1. Analisis Nonpendidikan dilaksanakan untuk mengetahui apakah terdapat
permasalahan dalam kegiatan yang menyangkut penduduk dilihat dari indikator-
indikator berikut ini.
a. Persentase penduduk menurut tingkat pendidikan (% PTP),
indikator ini menunjukkan bahwa penduduk yang bermutu dapat dilihat
dari tingginya persentase penduduk yang memiliki pendidikan sarjana ke
atas. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih kecil dari
angka nasional atau propinsi berarti masih ada permasalahan kecilnya
penduduk yang berpendidikan tinggi sehingga perlu dicari jalan keluarnya,
misalnya dengan memberikan penyuluhan bahwa pendidikan sangat
penting bagi peningkatan sumber daya manusia.
b. Angka buta huruf (ABH), indikator ini menunjukkan bahwa masyarakat
yang bermutu dapat dilihat dari rendahnya ABH. Kriteria : Rata-rata
nasional atau propinsi, bila lebih besar dari angka nasional atau propinsi
berarti masih ada permasalahan sehingga perlu dicari jalan keluarnya,
misalnya dengan meningkatkan program Kejar Paket A PBH.
c. Angka melek huruf (AMH), indikator ini menunjukkan kebaikan dari
indikator ABH, bahwa masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari
tingginya AMH penduduk. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila
lebih rendah dari angka nasional berarti masih ada permasalahan
banyaknya penduduk buta huruf sehingga perlu dicari jalan keluarnya,
misalnya dengan meningkatkan program Kejar Paket A PBH.
d. Persentase penduduk miskin (% PM), indikator ini menunjukkan
bahwa masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari rendahnya % PM.
Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih besar dari angka
nasional berarti masih ada permasalahan banyaknya penduduk miskin
sehingga perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan meningkatkan
program Jaringan Pengaman Sosial (JPS)
2. Analisis Pendidikan dilaksanakan untuk mengetahui apakah terdapat
permasalahan dalam kegiatan pendidikan yang menyangkut pemerataan, mutu,
relevansi dan efesiensi internal yang dilihat dari indikator-indikator yang ada.
Contoh analisis di bawah ini menggunakan indikator pemerataan, namun hal
yang sama juga bisa dilakukan untuk indikator mutu, relevansi dan efesiensi
internal.
Penjelasan indikator pemerataan dengan menggunakan kedua kriteria di atas.
APK, APM, Perbandingan Antar jenjang, Siswa per Sekolah, Siswa per Kelas,
Siswa per Guru, Kelas per Ruang Kelas, Kelas per Guru, Angka Melanjutkan,
dan Tingkat Pelayanan Sekolah.
Analisis makro untuk tiap indikator kabupaten/kota dan propinsi.
Indikator untuk pemerataan yang ada dibandingkan dengan angka rata-rata
nasional atau angka rata-rata propinsi. Bila nilai masing-masing indikator yang
ada kurang dari rata-rata tersebut, maka daerah atau propinsi atau
kabupaten/kota tersebut mempunyai masalah dan harus diberi penanganan
khusus.
Analisis makro antar indikator dan jenjang pendidikan untuk
kabupaten/kota dan propinsi.
Indikator untuk pemerataan yang ada, misalnya APM dan Tingkat Pelayanan
Sekolah (TPS) dibandingkan dengan rata-rata nasional atau rata-rata propinsi.
Dari perbandingan dua indikator tersebut dapat disimpulkan daerah atau
kabupaten/kota atau propinsi mana yang ada masalah, masalah dapat berupa
kekurangan gedung sekolah atau kurangnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pendidikan. Bila digambarkan dalam diagram dapat dilihat sebagai
berikut :
Diagram tersebut terbagi dalam 4 zona yaitu 1, zona 2, zona 3 dan
zona 4. Zona tersebut dibentuk dari APM dan TPS dengan menggunakan rata-
rata nasional yaitu APM SD sebesar 95 % dan TPS SD sebesar 134.
Zona 1 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih rendah dari
angka nasional (134) misalnya 150 namun telah mencapai angka partisipasi
murni sekitar atau lebih tinggi dari angka nasional (95 %), misalnya 96 %. Hal ini
berarti, walaupun daerah tersebut masih kekurangan sekolah namun angka
partisipasi murni cukup tinggi. Saran : Perlu pembangunan UGB atau RKB.
Zona 2 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih tinggi
dari angka nasional (134) misalnya 125 namun telah mencapai angka partisipasi
murni sekitar atau lebih tinggi dari angka nasional (95 %), misalnya 97 %. Hal ini
berarti, daerah tersebut telah cukup sekolah dan angka partisipasi murni juga
cukup tinggi. Saran : Karena kondisi pendidikan daerah ini cukup baik maka
perlu dipertahankan.
Zona 3 : Derah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih rendah dari
angka nasional (134) misalnya 150 dan pencapaian angka partisipasi murni jauh
dibawah angka nasional (95 %), misalnya 85 %. Hal ini berarti, daerah tersebut
kekurangan sekolah dan juga angka partisipasi murnimasih rendah. Saran :
Perlu pembangunan UGB atau RKB, pelaksanaan berbagai pola wajar seperti
Paket A, dsb.
Zona 4 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih besar dari
angka nasional (134) misalnya 125 tetapi pencapaian angka partisipasi murni
jauh dibawah dari angka nasional (95 %), misalnya 85 %. Hal ini berarti, daerah
tersebut telah mencukupi sekolah namun angka partisipasi murni masih rendah.
Saran : Pemberian beasiswa, Jaring Pengaman Sosial (JPS), Orang Tua Asuh
dan penyuluhan berbagai pola wajar Paket A, dsb.
Analisis makro untuk antar jenjang-pendidikan untuk indikator
kabupaten/kota dan propinsi.
Indikator untuk pemerataan, misalnya dibandingkan antara Angka Melanjutkan
ke SLTP dan SM, antara APK SD dengan SLTP dan SM, antara rasio siswa per
kelas SD dengan SLTP dan SM. Contoh :
a. Angka melanjutkan ke SLTP = 75,0%, ke SM = 60,0%, bila pemerataan di
semua jenjang, maka yang perlu ditangani adalah angka melanjutkan ke SM
sehingga mendekati angka melanjutkan ke SLTP.
b. APK SD = 95,0%, SLTP = 65,0 % dan SM = 45,0%, bila pemerataan di semua
jenjang, maka yang perlu ditangani adalah APK di SM dibandingkan dengan
SLTP dan SD, tetapi bila prioritasnya adalah wajar diknas 9 tahun, maka yang
perlu ditangani adalah peningkatan APK di SLTP.
c. Rasio siswa per kelas SD = 25, SLTP = 35 dan SM = 40, bila pemerataan di
semua jenjang maka yang perlu ditangani adalah rasio siswa per kelas di SM,
tetapi bila prioritasnya adalah wajar diknas 9 tahun, maka yang perlu ditangani
adalah penurunan rasio siswa per kelas di SLTP.
Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten / kota
Indikator untuk pemerataan dilakukan dengan membandingkan disparitas antar
kecamatan atau kabupaten/kota satu dengan kabupaten/kota lainnya dengan
menggunakan angka rata-rata nasional sehingga akan diketahui kecamatan atau
kabupaten/kota mana yang angkanya lebih kecil dari rata-rata nasional sehingga
APM SD kecamatan-kecamatan yang kecil itu yang perlu diketahui
permasalahannya dan menjadi prioritas penanganan lebih dulu. Contoh :
Kecamatan 1 : 50,0%, kecamatan 2 : 65,0%, kecamatan 3 : 75,0%,kecamatan
4 : 55,0%, kecamatan 5 : 72,0% kecamatan 6 : 77,0% sedangkan rata-rata
kabupaten/kota : 70,0%, maka yang perlu ditangani terlebih dahulu adalah
kecamatan 1, kemudian kecamatan 4 dan kecamatan 2.
Analisis disparits indikator dengan memberikan bobot untuk setiap kecamatan
atau kabupaten/kota
Indikator untuk pemerataan disatukan, kemudian masing-masing indikator
diberikan bobot sesuai dengan penting tidaknya indikator tersebut. Misalnya
APM diberikan bobot yang lebih banyak dibandingkan dengan angka
melanjutkan dan angka melanjutkan diberi bobot lebih besar dibandingkan
dengan rasio siswa per sekolah, karena APM lebih menentukan pemerataan
pendidikan dibandingkan rasio lainnya, sehingga setiap kecamatan atau
kabupaten/kota akan mempunyai nilai masing-masing. Jumlah nilai yang terkecil
menunjukkan kecamatan atau kabupaten/kota tersebut bermasalah sehingga
perlu ditangani lebih lanjut. Contoh :
Kecamatan 1 memiliki APM = 60,0%, AM – 50,0% dan S/Sek = 240
Kecamatan 2 memiliki APM = 70,0%, AM = 60,0% dan S/Sek = 120
APM diberi bobot 50% AM diberi bobot 30% dan S/Sek diberi bobot 20%
kemudian perhitungan nilainya menjadi :
Nilai kecamatan 1 adalah : (0,5*60)+(0,3*50)+(0,2*240) =
30+15+120 = 165
Nilai kecamatan 2 adalah : (0,5*70)+(0,3*60)+(0,2*120) =
35+20+60 = 115
Dengan melihat nilai kedua kecamatan tersebut, berarti kecamatan 1 memiliki
nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kecamatan 2, maka yang perlu dicari
masalahnya adalah kecamatan 2.
Untuk menentukan bobot masing-masing indikator belum disertakan dalam
analisis ini, namun diserahkan pada masing-masing daerah. Jadi contoh diatas
belum ketentuan baku.
Analisis indikator pemerataan dan mutu menggunakan cara yang lain :
Pemerataan
APK/APM
a. Berapa APK dan APM Kabupaten/Kota
b. Seberapa jauh angka-angka tersebut dari pencapaian target Wajar Diknas 9
thn
c. Lakukan hal yang sama untuk tingkat kecamatan
d. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang APK atau APM SD/MI melebihi
100%
dari jelaskan mengapa terjadi keadaan seperti itu (apa ada kemungkinan
indikator eksternal yang mempengaruhinya).
e. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang APK dan/atau APM paling rendah
dan
jelaskan mengapa terjadi keadaan seperti itu (apa ada kemungkinan
indikator-indikator eksternal yang mempengaruhinya).
f. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang APK dan/atau APM paling tinggi dan
jelaskan mengapa terjadi keadaan seperti itu (apa ada kemungkinan
indikator-indikator eksternal yang mempengaruhinya).
g. Lakukan/amati apakah ada perbedaan antara APK dan APM. Jelaskan apa
arti
perbedaan tersebut dilihat dari : (1) over aget; (2) Underget.
h. Sebutkan indikator-indikator internal yang dapat menyebabkan besar
kecilnya
APK/APM.
i. Amati apakah APK/APM SD/MI yang tinggi disuatu kecamatan diikuti pula
dengan APK/APM yang tinggi pada jenjang berikutnya.
j. Sebutkan indikator-indikator eksternal apa yang mungkin dapat menjelaskan
besar kecilnya APK/APM.
Analisa ini dilkukan baik untuk tingkat kabupaten dan/atau kecamatan.
Angka Melanjutkan
a. Berapa angka melanjutkan SD/MI SLTP/MTs, SMU/MA pada tingkat
kabupaten
b. Tentukan seberapa jauh angka tersebut dari 100%. Jelaskan sebab-
sebabnya.
c. Identifikasi kecamatan yang angka melanjutkannya lebih kurang 100% dan
jelaskan apa penyebabnya.
d. Identifikasi kecamatan-kecamatan dengan angka melanjutkan yang rendah
dan
jelaskan kemungkinan sebabnya. Demikian pula dengan kecamatan-
kecamatan
yang angka melanjutkannya tinggi.
e. Apakah tinggi rendahnya angka melanjutkan kecamatan di suatu jenjang,
diikuti
pula dengan tinggi rendahnya angka melanjutkan pada jenjang yang lebih
tinggi
f. Sebutkan indikator-indikator eksternal yang mungkin dapat menjelaskan
besar
kecilnya angka melanjutkan tersebut.
g. Sebutkan indikator-indikator eksternal yang mungkin dapat menjelaskan
besar
angka melanjutkan tersebut
Tingkat Pelayanan Sekolah
a. Berapa tingkat pelayanan sekolah pada tingkat kabupaten dan jelaskan
maknanya
b. Identifikasi kecamatan yang tinggi tingkat pelayanan sekolahnya, jelaskan
sebab dan maknanya.
c. Identifikasi kecamatan yang rendah tingkat pelayanan sekolahnya, jelaskan
sebab dan maknanya
d. Amati apakah tingkat pelayanan yang tinggi diikuti dengan APK/APM yang
tinggi pula atau diikuti dengan Rasio Siswa kelas yang tinggi
e. Amati bagaimana tingkat kesenjangan tingkat pelayanan antar kecamatan
dan
jelaskan sebab-sebabnya.
Rasio Siswa Kelas
a. Berapa besar rasio kelas pada tingkat kabupaten dan jelaskan makna rasio
tersebut
b. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang rasio siswa kelasnya melebihi rasio
kabupaten, mengapa terjadi demikian ?
c. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang rasio siswanya mencolok rendah
dan
jelaskan sebabnya
d. Sebutkan indikator-indikator eksternal yang mungkin dapat menjawab tinggi
atau
rendahnya rasio tersebut
e. Melakukan hal yang sama untuk setiap jenjang pendidikan
Peningkatan Mutu
Nilai Ebtanas Murni (NEM) Lulusan
a. Identifikasi besarnya NEM lulusan pada tingkat kabupaten dan beri makna
terhadap angka tersebut
b. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang secara mencolok melebihi dan
kurang
dari NEM rata-rata kabupaten jelaskan mengapa terjadi demikian
c. Temukan faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat menjelaskan
besar/kecilnya NEM tersebut.
d. Lakukan analisa ini untuk semua jenjang pendidikan (SD/MI, SLTP/MTs dan
SMU/SM)
e. Berapa % guru yang layak mengajar pada tingkat kabupaten
f. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang secara mencolok lebih tinggi dan
lebih
rendah dari angka kabupaten
g. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat menjelaskan
terjadinya
perbedaan-perbedaan tersebut
h. Lakukan analisis yang sama untuk semua jenjang pendidikan
Kondisi Ruang Belajar
a. Berapa % ruang belajar yang berkondisi baik, rusak berat, rusak ringan tingkat
kabupaten
a. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang mempunyai % tinggi dalam kondisi
rusak berat dan rusak ringan
b. Lakukan analisis ini untuk semua jenjang pendidikan
Ketersediaan Fasilitas Pendidikan Lainnya
a. Berapa % ketersediaan fasilitas belajar (perpustakaan, lapangan olahraga
dan
UKS) dimiliki sekolah pada tingkat kabupaten
b. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang punya % tinggi dan rendah
dibandingkan kabupaten.
c. Lakukan analisis ini untuk semua jenjang pendidikan
Angka Putus Sekolah Mengulang
a. Berapa % angka putus sekolah, mengulang tingkat kabupaten
b. Identifikasi kecamatan-kecamatan yang punya % tinggi dan rendah
dibandingkan kabupaten
c. Lakukan analisis ini untuk semua jenjang pendidikan