metode penciptaan irham.doc
Embed Size (px)
Transcript of metode penciptaan irham.doc

TUGASMetodologi Penciptaan
Penerapan Intelectiual cutting pada film Fiksi "the Other one"
Irham06252011
Institut seni Indonesia Padang PanjangJurusan Televisi & Film
2013 / 2014

A. Latar Belakang
Film fiksi merupakan sebuah hiburan yang tidak bisa dilepaskan pada
saat ini. Hampir setiap bulannya film baru terus bermunculan. Baik film layar
lebar maupun FTV yang sering kita jumpai di televise-televis local. Film fiksi
sudah seperti konsumsi wajib bagi masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan film terus meningkat
sehingga memunculkan generasi-generasi kreatif yang ikut memeriahkan
dunia perfilman Indonesia. Lahir juga universitar-universitas seni yang
membuka jurusan perfilman dan pertelevisian.
Akan tetapi dibalik semua itu, pada awalnya film merupakan gabungan
dari foto-foto yang diputar dengan kecepatan tinggi sehingga menghasilkan
gambar yang seolah-olah bergerak. Orang pertama yang berhasil
menggerakkan gambar-gambar ini adalah lumiere bersaudara. Film pertama
yang diproduksi oleh lumiere adalah Worker Out From Factor, Watering the
Gardener, dan Feeding the Baby. Film Watering the Gardener sudah memiliki
unsur narasi di dalamnya, yang merupakan cikal-bakal film fiksi pada saat ini.
Seiring bertambahnya tahun diiringin oleh perkembangan teknologi,
pembuatan atau produksi film pun mulai berkembang. Seiring berkembangnya
teknologi, para sineas pada masa itu sudah mulai menemukan konsep-
konsep,teori, dan teknik teknik editing. Seperti Classical Cutting yang digagasi

oleh D.W Griffith, Constructive editing yang digagasi oleh Pudovkin, dan
Intelectual Montage yang digagasi oleh Einstensein
Einstensein sendiri mendefenisikan Intelectual Montage sebagai proses
pembentukan makna baru hasil dari pembenturan dua buah shot yang
berbeda[1]. Einstensein berpendapat sebuah film harusnya tidak hanya
membangun emosi penonton, tetapi juga untuk membangun
intelektual/pemikiran penonton.
1 Metode Einstensein dapat diaplikasikan pada film fiksi. Terutama yang
bergenre horor dan thriller. Thriller merupakan film misteri yang dapat
membuat penonton bertanya-tanya, ketakutan, dan juga penasaran. Sehingga
sangat cocok dengan teori Einstensein yang ingin membangun intelektual atau
pemikiran penonton. Sehingga persepsi penonton dapat digiring sesuai
dengan pengalaman atau pemahamannya masing-masing, tetapi masih dalam
ruang lingkup yang sama.
Film yang akan penulis angkat untuk Tugas Akhir Jalur Penciptaan
Jurusan Televisi dan Film Institut Seni Indonesia Padang Panjang yaitu film
fiksi bergenre Thriller Berjudul ”the Another day”. Pemilihan genre thriller
dikarenakan kesesuaian antara genre dengan metode editing yang akan
penulis terapkan, yaitu intelectual Montage. Dan juga dikarenakan ketertarikan
penulis dengan metode yang diciptakan Einstensein, sehingga penulis mencari
genre yang cocok dengan metode tersebut. Pada akhirnya, penulis 1 Kusen Doni, Teori Dasar Editing

memutuskan bahwa Thriller merupakan genre yang tepat untuk menerapkan
Intelectual Montage
Penulis lebih memilih Thriller dibandingkan dengan genre lain tidak
hanya dikarenakan ketertarikan semata. Tetapi juga karena pertimbangan
penulis akan unsur intelektual yang akan dibangun dalam sebuah film. Jika
penulis mengambil genre romance, maka intelectual montage tidak lagi
menjadi intelectual. Dikarenakan hampir semua orang tahu bahwa jika shot
wanita muda yang cantik dihubungkan dengan bunga, maka persepsi
penonton akan langsung digiring pada wanita yang sedang kasmaran. Namun
hal ini tidak untuk thriller, jika seseorang memegang pisau yang sedang
memojokan seorang gadis, lalu dihubungkan dengan shot sapi yang lehernya
dipotong. Maka makna yang tercipta akan berbeda dan sulit ditebak. Dua shot
ini akan membuat penonton berfikir makna yang terkandung di dalamnya.
Sehingga tujuan Einstensein untuk membangun aspek pemikiran penonton
akan tercapai.
Sebagai seorang editor, konsep dan metode editing harus diterapkan
dalam proses editing sebagai acuan untuk mengedit. Dalam hal ini, konsep
yang penulis terapkan Alternative To Continuity Editing dengan metode
Intelectual Montage.
Alternative to Continuity Editing merupakan konsep yang berlawanan
dengan continuity editing. Jika Continuity Editing memperhatikan

kesinambungan antara ruang dan waktu, kesinambungan eyeline match, dan
plot yang dibangun, sedangkan Alternative to Continuity Editing tidak terlalu
memperhatikan masalah-masalah tersebut. Terkadang malah hanya
memperhatikan ritme dan aspek grafis dari sambungan shot. Penggunaan
konsep ini didasari oleh jukstaposisi yang tidak berurutan sesuai dengan ruang
dan waktu pada film genre thriller yang akan penulis angkat.
Metode yang penulis gunakan adalah metode Intelectual Montage
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Metode ini sangat mirip dengan
cross cutting dimana penggabungan dua shot yang berbeda ruang dan
waktunya tetapi terikat dengan tema yang sama. Namun, intellectual montage
sering kali tidak terikat pada tema yang sama dikarenakan tujuannya untuk
menciptakan pemikiran baru yang lahir dari gabungan dua shot tersebut.
Unsur yang membangun film ada tiga. Yaitu unsur narasi (informasi),
dramatik (emosi), dan estetika (seni). Film ini tidak mengesampingkan unsur
narasinya. Seperti halnya film Einsteinsein "Oktober", walaupun Einsteinsein
merupakan pencetus gagasan metode intelectual montage, ia tetap
memperhatikan unsur narasi. Einstensein menerapkan intelectual montage
pada beberapa scene sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, gabungan
shot yang dibangun dalam film fiksi Thriller ini tetap memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk membangun unsur narasi.
Unsur dramatik yang dibangun dapat diraih dengan penggunaan tipe
shot close up dan lain-lain tergantung dengan juktaposisi yang diatur.

Walaupun penulis menggunakan metode Intelectual Montage, tetapi tidak ada
batasan atau harga mati tentang tipe shot yang digunakan. Maka oleh itu,
dalam beberapa scene yang menggunakan metode Intelectual Montage,
penulis akan menyelipkan beberapa shot close up.
Penggunaan teknik editing juga dapat membantu dalam pembangunan
unsur dramatik. Slow motion dan fast motion merupakan teknik editing yang
dapat diterapkan dalam membangun unsur dramatik. Dalam beberapa adegan
seperti adegan penusukan atau pemukulan, sedikit sentuhan slow motion
dapat menahan emosi penonton sehingga tidak tahan untuk menyaksikan
kepalan tinju mendarat di wajah.
Unsur Estetika juga dapat diraih dengan penggunaan teknik-teknik
editing dengan tepat, dan juga jukstaposisi yang diatur sedemikian rupa.
Dalam hal jukstaposisi, estetika juga dapat diraih dengan penggunaan
Intelectual Monatege. Jadi penulis bisa mendapatkan dua keuntungan dalam
menggunakan metode ini. Selain untuk membangun makna baru, juga untuk
membentuk estetika yang terkandung.
Untuk teknik editing, bisa digunakan teknik masking dan juga teknik
colouring. Jika warna yang digunakan tidak tepat, image yang dibangun tidak
akan sesuai. Misalnya jika film thirller ini penulis berikan masking kuning cerah,
dan colouring berwana merah muda, maka film ini tidak bisa memberikan
mood yang benar pada penonton. Pada film ini, penulis berencana

memberikan colouring dengan warna sedikit gelap untuk memberikan kesan
misteri.
Namun harus diperhatikan dalam pembangunan ketiga unsur diatas,
adalah keseimbangan dan juga penggunaannya harus sesuai dengan
kebutuhan. Penggunaan metode Intelectual Montage juga tidak sembarangan.
Dikarenakan juga penulis meletakan metode ini di tempat yang tidak sesuai,
maka cerita atau unsur narasi yang dibangun akan berubah. Sama seperti
halnya pada unsur estetika dan dramatis. Penulis mencoba agar dua unsur ini
tidak terlalu mengganggu unsur narasi. Jangan sampai peran seorang editor
akhirnya bergeser menjadi sutradara.
B. Rumusan Penciptaan Karya
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan
permasalahan untuk proses penciptaan konsep tersebut. adapun
permasalahan tersebut adalah : Bagaimana cara menerapkan konsep editing
Intelectual Montage pada film thriller "The Other Day" secara tepat sehingga
tidak terjadi kesalahan persepsi pada penonton dan bisa membangung mood
yang sesuai dengan genre.
C. Tujuan Penciptaan

Dalam penggarapan film ini tujuannya adalah untuk menerapkan
teknik intelectual montage pada film fiksi thriller dengan judul "the Other
day" sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi pada penonton, dan bisa
membangun mood yang tepat
D. Manfaat Penciptaan
Secara khusus, manfaat dari penciptaan film fiksi ini bagi penulis
adalah, dapat mengetahui dan memahami lebih dalam tentang
penciptaan film dengan pendekatan pada konsep editing.
Memberikan kontribusi bagi lembaga akademik tentang pembuatan film
yang menggunakan metode Intelectual Montage yang akan menjadi
referensi untuk kedepannya.
Untuk masyarakat luas, film fiksi ini bisa menjadi sarana hiburan bagi
masyarakat.
E. Keaslian Karya
Intelectual montage sendiri sangat jarang digunakan pada film-film fiksi
yang pernah di produksi. Untuk kawasan universitas sendiri, belum ada yang
pernah mencoba untuk membuat film thriller dengan konsep intelectual
montage. Oleh karena itu, dapat penulis tegaskan bahwa ide penggarapan film
fiksi "the Other day" adalah ide baru.

Untuk film fiksi thriller sendiri, sebelumnya mahasiswa ISI Padang
panjang juga pernah mencoba memproduksinya dengan judul obsesi, tetapi
dengan teknik dan konsep editing yang berbeda.
F. Kajian Sumber Penciptaan
Film fiksi thriller “the Other day” sendiri menceritakan tentang seorang
detektif yang mencoba memecahkan kasus pembunuhan berantai seorang
psikopat yang tidak diketahui identitasnya atau misterius. Secara keseluruhan,
naskah berisikan tentang bagaimana detektif ini mencoba untuk mengetahui
bagaimana cara dan mengapa si psikopat ini melakukan pembunuhan. Karena
kemisterusan ini lah muncul ide untuk menggunakan intellectual montage
sebagai metode editing.
Ide ini semakin kuat setelah penulis menonton film Max Pain, walaupun
dengan konsep yang berbeda, film ini sudah memeberikan dorongan yang kuat
untuk memproduksi film dengan konsep montage.
G. Pendekatan Konseptual Penciptaan

Ide penggunaann intelectual montage berasal dari film "BattleShip
Potemnkin" dimana film ini menerapkan teknik Intelectual Montage untuk
pertama kalinya. Berdasarkan Handbook Kusen Doni Hermansyah yang
berjudul "Teori Dasar Editing", intelectual Montage sendiri diciptakan oleh
Einstensein yang memiliki pemikiran tentang film tidak hanya menghibur, tetapi
juga harus membangun unsur intelektual dari penontonnya.
Intelectual Montage ini sendiri merupakan teknik terapan dari konsep
editing Alternative to Continuity Editing. Dimana struktur cerita tidak dibangun
berdasarkan garis waktu dan gambar. Tetapi berdasarkan unsur-unsur lain
yang membangun sebuah film seperti ritme, temporal line, dan lain lain.
Penjabaran teknik yang akan digunakan dalam film ini sebagai berikut :
1. Transisi Gambar
Untuk Transisi gambar, penulis lebih cenderung menggunakan
jumpcut dibandingkan transisi lain seperti disolve. Hal ini dikarenakan
tuntutan dari film ini sendiri. Jika penulis menggunakan disolve, maka
film misteri ini akan terasa sangat pelan dan membosankan.
2. Masking
Untuk masking sendiri, penulis akan menggunakan masing pada
border frame untuk memberikan kesan misteri. Penggunaan warna
hitam pada masking akan didominasi dibandingkan warna lain. Untuk
beberapa adegan, penulis akan menggunakan masking berwarna

merah dan kuning dengan tujuan mendukung unsur visual dari film fiksi
ini.
3. Colouring
Pada tahap colouring, penulis hanya akan melakukan penajaman
warna ketimbang memberikan warna lain sebagai base dasar warna
pada film. Namun penulis akan sedikit memberikan warna gelap pada
base colour sebagai pendukung suasana. Jika warna yang dihasilkan
terlalu tajam dan terang, maka kesan misteri akan hilang digantikan oleh
kesan ceria. Oleh karena itu, setelah proses penajaman warna, penulis
akan memberikan warna gelap pada base colour film ini agar frame
terlilhat sedikit gelap tetapi kecerahan warna masih terjaga.
4. Slow & fast Motion
Untuk beberapa scene pada film ini, akan ada penggunaan teknik fast
dan slow motion. Dimana penggunaan fast motion lebih terlihat pada
shot-shot transisi dan beberapa shot lain sesuai kebutuhan. Untuk slow
motion sendiri akan diterapkan pada scene yang membutuhkan
penekanan dramatik lebih tinggi. Seperti disaat salah satu korban
pembunuhan akan mencoba melarikan diri dari psikopat, akan ada
beberapa shot slow motion untuk menahan emosi penonton sehingga
unsur dramatik bisa dibangun.
5. Intelectual montage

Untuk intelectual montage, penggunaannya akan cenderung terlihat
pada scene-scene misteri dan beberapa scene lainnya. Tujuan
intelectual montage ini adalah menggabungkan dua shot yang berbeda
sama sekali untuk menghasilkan makna baru. Sebagai contoh
penggunaan intelectual montage di film ini adalah pada scene dimana
psikopat akan mengkuliti korban, namun di shot selanjutnya akan di
ganti dengan adegan lain yang sebenarnya tidak ada kesinambungan
gambar (pembunuh dengan shot selanjutny), tetapi akan menimbulkan
makna lain.
H. Metode Penciptaan
Dalam buku Fred Wibowo dijelaskan tahapan produksi terdiri dari
tiga bagian di televisi yang lazim disebut standard operational procedure
(SOP) yaitu; pra produksi, produksi dan pasca produksi.1 Sesuai dengan
SOP tersebut, film ini akan diawali dengan tahap pra produksi, produksi
kemudian pasca produksi.
- Praproduksi
Dalam tahap pra produksi, penulis melakukan pembentukan
tim kreatif yang terlibat dalam proses produksi dan pembagian job
deskripsi. Penentuan tim kreatif sesuai dengan kebutuhan naskah
dan kebutuhan di lapangan. Lalu melakukan beberapa kali briefing
1 Fred Wibowo, 2007, Teknik Produksi Program Televisi, Yogyakarta Pinus. Hal 38

untuk menjelaskan konsep dan sebagainya. Dalam hal ini,
dkarenakan posisi penulis sebagai editor, penulis mempercayakan
sepenuhnya kepada kerabat kerja produksi sesuai dengan divisi
masing-masing.
- Produksi
Memasuki tahap produksi seluruh tim kreatif bekerja sesuai
dengan job deskripsi masing-masing sesuai dengan konsep yang
telah dirancang pada masa pra produksi. Pada saat produksi,
penulis hanya ikut untuk membantu kelancaran produksi tanpa
melakukan pekerjaan yang dapat mengganggu pekerkerjaan divisi
lain.
- Pasca Produksi
Pada tahap pasca produksi dilakukan penyusunan gambar
atau pengeditan gambar sesuai degan konsep dan teknik yang
diputuskan oleh penulis, dan ditemani oleh sutradara untuk
membantu proses editing. Proses editing yang dilakukan penulis
sebagai berikut :
Assembly
Merupakan proses pengurutan gambar berdasarkan
skenario tanpa melakukan pemotongan apapun
terhadap setiap shot yang tersedia.
Rought Cut

Merupakan proses pemotongan kasar terhadap
gambar, sudah mulai memasuki penyusunan yang
diinginkan tetapi belum diberikan effect visual dan
transisi. Tahapan ini merupakan tahapan akhir dalam
pembentukan struktur film. Saat proses inilah
pembentukan struktur teknik intelectual montage di
bangun.
Fine cut
Pada tahapan ini biasanya sudah tidak ada lagi
perubahan mengenai struktur. Fine cut lebih bersifat
merapikan, menajamkan dan menyambung secara
presisi gambar-gambar yang telah disusun.
Final Edit
Pada proses ini, susunan gambar sudah di anggap final
atau hasil akhir dari sebuah proses editing karena
susunan gambar sudah disetujui atau disepakati oleh
sutradara dan editor. Untuk pemberian efek visual, akan
dilakukan pada tahapan on-line editing.
J. Daftar Pustaka

- Kusen Doni Hermansyah, 2009, Handbook Teori dasar editing.
Jakarta
- Fred Wibowo, 2007, Teknik Produksi Program Televisi, Yogyakarta
Pinus