METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN...
Transcript of METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN...
METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK
(KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA
ABDULLAH MUNIR)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
ISWANTO
NIM : 111-12-246
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK
(KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA
ABDULLAH MUNIR)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
ISWANTO
NIM : 111-12-246
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
iv
v
vi
vii
MOTTO
CINTA ADALAH SIKAP BATIN YANG AKAN MELAHIRKAN
KELEMBUTAN, KESABARAN, KELAPANGAN, KREATIVITAS,
SERTA TAWAKAL, SEBAGAIMANA DICONTOHKAN
RASULULLAH SAW.
(ABDULLAH MUNIR)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan
kepada:
Allah Subhanahu wata‟ala serta kekasih-Nya al-Habib al-Musthofa Muhammad
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.
Bapak ibu, dan semua kakakku, serta keponakan-keponakanku tercinta yang selalu
memberikan semangat dan do‟anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
Bpk Imam Mas Arum, M.Pd. yang telah membimbing penulis dalam pembuatan
skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan. Sehingga penulisan skripsi ini
berjalan lancar sampai selesai.
Untuk para dosenku yang telah memberikan bekal ilmu untuk masa depanku.
Sahabat-sahabatku seiman dan seperjuangan.
Teman-teman PAI G yang selalu ceria dan kompak.
Almamterku tercinta IAIN Salatiga tempat aku menuntut ilmu.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah meberikan
keutamaan ilmu dan amal kepada anak cucu adam a.s. melebihi seluruh alam. Sehingga
penulis dapat dan mampu menulis skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat dan keturunannya yang menjadi sumbernya
ilmu dan hikmah. Dengan bershalawat dan salam semoga kita termasuk golongan yang
memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Amin.
Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi prasyarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Terselesaikannya skripsi ini tidak semata-mata hasil dari jerih
payah penulis sendiri melainkan banyak pihak yang terkait yang telah membantu baik moril
maupun spiritual, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd.,selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd., selaku pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan dukungan kepada
penulis, sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai.
5. Ayahanda terkasih dan ibunda terkasih (Bpk Sipur dan Ibu Parinah) yang telah tulus
dan ikhlas mencurahkan segalanya demi penulis, serta kakak-kakakku tercinta
Asmirah, Khomsiah, Zuliani Dan Rohidah yang telah memberiku semangat.
x
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi
ini.
7. Semua teman-teman seperjuangan pai 2012 dan teman-teman sekelilingku yang telah
banyak membantu serta mengisi hari-hari dengan canda, duka, dan tawa.
8. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
Akhirnya hanya kepada Alloh SWT penulis berserah diri dan semoga apa yang
tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca
pada umumnya. Amin ya robbal „Alamin.
Salatiga, 14 Maret 2016
Penulis
Iswanto
111-12-246
xi
ABSTRAK
Iswanto. 2017. Metode Pembelajran Dalam Pendidikan Anak (Kajian Terhadap Buku
Spiritual Teaching Karya Abdullah Munir). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama
Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd.
Kata kunci: Metode Pembelajaran, Pendidikan Anak, Buku Spiritual Teaching
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji Metode Pembelajaran dalam
Pendidikan (Kajian Terhadap Buku Spiritual Teaching Karya Abdullah Munir). Pertanyaan
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana metode pembelajaran dalam
pendidikan Anak yang terkandung dalam buku Spiritual Teaching?, dan (2) Bagaimana
relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan Anak pada buku Spiritual Teaching dengan
konteks pendidikan saat ini?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan
kepustakaan (Library Research).Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian
literer, sumber data primernya adalah buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir.
Sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku lain yang relevan dengan obyek
pembahasan penulis.Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode analisis kualitatif.
Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu (1) Metode pembelajaran
dalam pendidikan Anak yang terkandung dalam buku spirirtual teaching yaitu metode
keteladanan dan sikap guru dalam proses pembelajran diantara: melembutkan hati,
menyemai benih kasih sayang, istiqomah diri dan indikator cinta. (3) Metode pembelajaran
yang terkandung dalam buku Spiritual Teaching sangat relevan dengan konteks pedidikan
masa sekarang (kekinian), dan memang sangat penting untuk diterapkan.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL.…………………………………………………............................. i
LEMBAR BERLOGO.................................................................................... ii
JUDUL.............................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................. iv
PENGESAHAN KELULUSAN..................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................................... vi
MOTTO........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR.................................................................................... ix
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI.................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………................ 1
B. Rumusan Masalah………………………………………................. 5
C . Tujuan Penelitian……………………………………….................. 6
D. Kegunaan Penelitian……………………………………................. 6
E. Metodologi Penelitian…………………………………................... 7
F. Penegasan Istilah……………………………………...................... 10
G. Sistematika Penulisan…………………………………….............. 12
BAB II BIOGRAFI ABDULLAH MUNIR
A. Riwayat Hidup Abdullah Munir………………………….............. 14
B. Karya-Karya Abdullah Munir………………….............................. 16
C. Gambaran Umum Materi Buku Spiritual Teaching......................... 17
xiii
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching.................... 27
B. Tujuan Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching....... 60
BAB IV ANALISIS PENELITIAN
A. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan......................................... 62
B. Relevansi Metode Pembelajaran dalam Pendidikan dengan Buku Spiritual
Teaching........................................................................... 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………….......................... 72
B. Saran-Saran………………………………………........................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan kombinasi aktifitas di dalam pendidikan
yang dilakukan peserta didik dan guru. Di dalam pembelajaran perlu
adanya rencana pembelajaran yang matang dan terperinci, sehingga dapat
memberi peluang tercapainya keberhasilan guru. Menurut Gagne,
pembelajaran dapat diartikan sebagai proses memodifikasi dalam kapasitas
manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya (Huda, 2014:
3).
Pembelajaran dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 Pasal 1
tentang Sistem Pendidikan Nasional diterangkan bahwa “pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar”. Berdasarkan UU diatas dapat
dikatakan bahwa proses pembelajaran yang layak adalah pembelajaran
yang di dalamnya terdapat komunikasi dan hubungan timbal balik antara
guru dan siswa. Maka dalam mewujudkan suasana pembelajaran yang
membawa keaktifan siswa dan membimbingnya kearah kedewasaan,
seorang guru harus memilih metode mengajar yang digunakan. Karena
penggunaan metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik siswa,
materi, dan kondisi lingkungan pengajaran.
2
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode
diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran. Dalam
melaksanakan tugas guru sangat jarang menggunakan satu metode, tetapi
selalu memakai lebih dari satu metode. Karena karakteristik metode yang
memiliki kelebihan dan kelemahan menuntut guru untuk menggunakan
metode yang bervariasi (Djamarah, 2000: 19).
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan (Arifin, 1994: 97).
Dari keterangan diatas yaitu metode sebagai sebuah alat, tentunya metode
harus dipersiapkan dengan baik, karena dengan alat yang tepat, proses
yang dilakukan akan semakin efekif dan efisien. Metode pembelajaran
yang tidak efektif akan menjadi penghambat kelancaran proses
pembelajaran sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh
karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna
dan berhasil jika mamp dipergunakan dalam mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.
Metode merupakan dasar yang paling tepat dalam meningkatkan
kulaitas pembelajaran. Karena kesesuaian metode dengan metode materi
yang diajarkan akan membantu siswa dalam memahami materi yang
sedang disampaikan, sehingga peran metode sangatlah penting dalam
menunujang proses keberhasilan pembelajaran. Metode pembelajaran juga
berarti pilihan cara yang digunakan dalam proses pembelajaran (Assegaf,
3
2011:119). Jadi, pemilihan kata metode pembelajaran disini dimaksudkan
sebagai variasi cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran.
Idealnya seorang guru tidak hanya sekedar mengajar di dalam
kelas, membacakan buku, kemudian memberikan tugas. Tetapi guru juga
harus bisa membekali anak didiknya dengan akhlak dan moral yang baik.
Sealain harus mempunyai bekal keilmuan yang tinggi seorang guru harus
mampu membimbing dan menjadi teladan bagi muridnya dan panutan di
dalam masyarakatnya, mempunyai semangat, niat yang ikhlas, sabar serta
ketulusan hati. Bila seorang guru mengajar sesuai niat panggilan jiwanya
tentu akan mampu mengantarkan anak didiknya pada kehidupan
intelektual dan sosial yang baik.
Begitupula menjadi seorang guru harus tahu betul seluk-beluk
hakikat guru itu sendiri memahami dengan seksama peranan dirinya.
Dalam hal mengajar guru harus benar-benar memperhatikan berbagai hal
atau etika baik di dalam ruang kelas maupun di luar kelas. Guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (Undang-Undang Guru dan Dosen No.14 Th.2005
Bab Guru, Pasal 8).
Selain membekali kecakapan akademik kepada murid guru juga
harus mampu menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan siswa
seperti yang dinyatakan oleh Mark Twain. Guru bukanlah satu-satunya
4
sumber ilmu pengetahuan karena jika hanya itu, maka google berfungsi
jauh lebih sempurna sebagai sumber belajar. (Asmani, 2009: 22). Dalam
interaksi edukatif antara guru dan siswa untuk menciptakan suasana yang
menyenangkan perlu adanya sentuhan-sentuhan dari dalam diri sang guru
kepada siswa, sehingga akan terjadi sebuah ikatan batin antara guru dan
siswa, terciptanya rasa kasih sayang yang menjadikan siswa akan
semangat dalam belajar.
Namun pada realitasnya hal inilah yang sering diabaikan oleh para
guru di sekeliling kita. Banyak guru yang kurang atau bahkan tidak
mencintai profesinya sehingga dia pun kurang mencintai anak didiknya.
Mengajar hanya sekedar memenuhi tugasnya sebagai pengajar, dan
mengabaikan hal yang lainya. Ada pula yang bersikap acuh pada murid,
sehingga mereka pun menerima ilmu pengetahuan yang telah di ajarakan
oleh guru hanya sekedar menerima tanpa memahami. Sebab, guru hanya
mengajarkan tanpa memahamkan. Dari sisi yang lain, guru tidak
memperhatikan metode-metode pembelajaran yang digunakan. Padahal
sudah disinggung di bagian atas bahwasannya metode lebih penting
daripada materi. Untuk itu guru pun perlu menggunakan metode. Tetapi
guru lebih penting daripada metode. Sebab dengan semangat guru yang
paling penting dari semua hal tersebut. Dengan semangat guru tersebut
nantinya yang akan mampu menghidupkan suasana pembelajaran yang
aktif, kreatif, menarik dan menyenangkan dengan sentuhan batin yang
berupa kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.
5
Dalam konteks pengunaan metode pembelajaran di atas, Abdullah
Munir dengan ilmu dan pengalamannya melalui buku Spiritual Teaching
ingin memberi bimbingan kepada para guru agar dapat menikmati hari-
harinya di depan murid dan mengantarkan anak didiknya kelak menjadi
manusia yang mengerti tujuan hidupnya. Menjalani kegiatan mengajar
lebih dalam lagi, mendidik dengan metode pembelajaran yang berbekal
rasa cinta yang melimpah.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong mengkaji
untuk lebih lanjut tentang “METODE PEMBELAJARAN DALAM
PENDIDIKAN (KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL
TEACHING KARYA ABDULLAH MUNIR)”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah
bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan yang disamapaikan
oleh abdullah munir. Rumusan masalah tersebut, dirinci sebagai berikut:
1. Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku Spiritual
Teaching?
2. Bagaimana relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan pada
buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini?
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metode
pembelajaran dalam pendidikan yang digagas oleh Abdullah Munir yang
tertuang di dalam buku Spiritua Teaching. Adapun tujuan umum tersebut
dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku
Spiritual Teaching.
2. Mengetahui deskripsi relevansi metode pembelajaran pada buku
Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini.
Ketiga tujuan penelitian yang nanti hasilnya semoga bermanfaat
bagi khalayak umum dan khususnya bagi penulis, sehingga dapat
membuka wawasan serta pemikiran baru yang yang dapat menambah
pengetahuan tentang isi yang terkandung dalm buku Spiritual Teaching
yang mengacu pada metode pembelajaran dalam pendidikan yang
terkandung di dalamnya.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di
atas mempunyai maksud agar berguna sebagai berikut :
1. Teoretis :
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan
7
khusunya yang menyangkut metode pembelajaran dan relevansinya di
dalam pendidikan yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Praktis :
a) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dalam
memperoleh informasi dan pengetahuan peneliti dalam memakai
metode pembelajaran dan relevansinya di dalam proses
pembelajaran.
b) Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan kajian
dalam pengembangan metode pembelajaran dan relevansinya di
dalam pendidikan islam.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dalam skripsi ini
adalah penelitian kepustakaan (library reseacrh), yakni penelitian yang
data diolah dan digali dari berbagai sumber buku, surat kabar, majalah
dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini
(Subagyo. 1991: 109). Adapun dalam penelitian ini mempunyai sifat
penelitian deskriptif-analisis, yakni memaparkan pandangan dan
pemikiran Abdullah Munir tentang metode pembelajaran dalam
8
pendidikan dan relevansinya dengan konteks pendidikan saat ini di
dalam buku Spiritual Teaching.
2. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan
ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan atau (library
research) dengan langkah :
a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder.
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat
dalam buku-buku sumber.
c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokan
serta klasifikasikan sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam
bentuk per bab.
Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini juga
menggunakan metode. Pengumpulan data yang dapat berupa buku,
kitab, jurnal, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Dengan demikian,
penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut (Suryabrata, 1995: 66).
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data yang bersifat kepustakaan
yang sumber datanya diambil dari dokumen-dokumen kepustakaan
seperti buku, majalah, paper, koran, kitab dan sumber literatur lainnya
yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data ini digunakan dua sumber
data yaitu:
9
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama
digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku tentang
Spiritual Teaching karya Abdullah Munir.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah buku-buku, dan sumber lain yang
mendukung penelitian ini, berbagai literatur yang berhubungan dan
relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa buku, artikel di
surat kabar, majalah, tabloid, website, dan blog di internet yang
berupa jurnal.
4. Metode Analisis Data
Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang
termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini
adalah ini merupakan library research. Data yang terkumpul
selanjutnya akan penulis analisis dengan menggunakan teknik analisis
kualitatif dengan cara:
a. Deduktif
Yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam satu kelas
atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa dalam
suatu kelas jenis. Hal ini adalah suatu proses berfikir dari
pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan
tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus (Hadi, 1990: 26).
10
Metode ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan dari pola
pemikiran yang bersifat umum kepada penarikan pola pemikiran
yang khusus. Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisa
data tentang metode pembelajaran dalam pendidikan.
b. Metode Induktif
Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus,
peristiwa-peristiwa kongkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa
yang kongkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum (Hadi,
1990: 26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta dan
peristiwa-peristiwa yang khusus kemudian ditarik kesimpulan
menjadi umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data
tentang metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku
Spiritual Teaching karya Abdullah Munir.
F. Penegasan istilah
Untuk memahami judul dan mempermudah serta menghindari
kesalahan , maka akan dijelaskan beberapa kata pokok yang terdapat pada
judul di atas, yaitu:
1. Metode
Metode berarti cara atau teknik-teknik tertentu yang dianggap baik
(efisien dan efektif), sedangkan mengajar berarti merangkaikan
kegiatan yang dilakukan oleh guru atau pengajar untuk menyampaikan
sejumlah pengetahuan pada peserta didik (transfer of knowledge) (Asril,
11
2011: 4). Sedangkan menurut Ramayulis metode dalam bahasa Arab,
dikenal dengan istilah Thoriqoh yang berarti langkah-langkah strategi
yang dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Bila dihubungkan
dengan pendidikan maka metode ini harus diwujudkan dalam proses
pendidikan, dalam rangka mengembangkan sikap mental dan
kepribadian agar peserta didik (Ramayulis, 2008: 188).
2. Pembelajaran
Pemebelajaran juga diartikan sebagai suatu peristiwa atau situasi
yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan memeper mudah
proses belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa
(Nazarudin, 2007: 163).
3. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara
(Maslikhah, 2009: 130).
4. Spiritual
Kata spiritual sendiri dapat dimaknai sebagai hal-hal yang bersifat
spirit atau berkenaan dengan spirit, dari sini kita dapat mengartikan
“spiritual” sebagai suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan kita
dalam membangkitkan “semangat”. Misalnya, bagaimana kita benar-
12
benar memperhatiakn “jiwa” dan “sukma” kita dalam
menyelenggarakan kehidupan di bumi (Alya, 2009: 748).
5. Teaching
Adapun “Teaching” disini berarti mengajar. Mengajar adalah suatu
proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi
dari guru kepada siswa, untuk proses mengajar sebagai proses
menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat diartikan dengan
menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukan Smith bahwa
mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau ketrampilan (Teaching
Is Imparting Knowledge) (Sanjaya, 2006: 96).
G. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga
bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri
dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan
pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan
orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar,
halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran. Bagian inti
atau isi dalam penelitian ini, akan disusun ke dalam lima bab yang
rinciannya adalah sebagai berikut:
Pada BAB I, akan memaparkan yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode
penelitan, penegasan istilah dan sistematika penulisan.
13
Pada BAB II, diuraikan mengenai gambaran riwayat hidup dari
Abdullah Munir sebagai penulis buku, perjalanan intelektual atau
pemikiran, dan karya-karya yang beliau hasilkan, dan gambaran umum isi
materi buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir.
Pada BAB III, membahas tentang deskripsi pemikiran Abdullah
Munir tentang metode pembelajaran dan tujuan metode pembelajaran
menurut Abdullah Munir pada buku Spiritual Teaching.
Pada BAB IV, akan memaparkan analisis penelitian, yang terdiri
dari analisis metode pembelajaran dan relevansi metode pembelajaran
pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini.
Pada BAB V, berisi mengenai kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka.
Lampiran-Lampiran.
14
BAB II
RIWAYAT HIDUP ABDULLAH MUNIR
DAN GAMBARAN UMUM BUKU SPIRITUAL TEACHING
A. Biografi Abdullah Munir
Abdullah Munir dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah, 1 Januari
1975. Dia merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pendidikan dasar
hingga menengah ia tempuh di Kota kelahirannya dari tahun 1984 sampai
1987 yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatus Sibyan, Madrasah
Tsanawiyah Muhammadiyah, Madrasah Aliyah Muhammadiyah. Karena
beliau mencintai dunia pendidikan beliau pun memilih studi jenjang
sarjana di Fakultas Tarbiyah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN),
yang kini menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta, dan lulus pada tahun 2002 (Munir, 2010).
Abdullah Munir adalah seorang yang aktif dalam ber organisasi,
sehingga semenjak remaja, dia mengembangkan bakat kepemimpinannya
diberbagai organisasi, sehingga kariernya sebagai pendidik tergolong
cemerlang. Contohnya pada masa remaja (pada saat ia duduk di bangku
MA Muhammadiyah Brebes) ia aktif diorgaisasi IPM (Ikatan Pelajar
Muhammadiyah Brebes) dan menjabat sebagai sekretaris. Kemudian pada
saat beliau di perguruan tinggi beliau pun melanjutkan organisasinya yaitu
masuk sebagai anggota IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Namun semasa
15
kuliah ia menyibukkan diri untuk menekuni dunia tulis menulis dan juga
sebagai pendidik. Hal ini dapat dilihat kesibukannya sebagai editor
sekaligus anggota Tim penyusun buku Pendidikan Agama Islam untuk SD
pada penerbit Cempaka Putih, Klaten.
Abdullah Munir adalah seorang yang aktif di dunia pendidikan,
semenjak remaja beliau mengembangkan bakat kepemimpinannya di
berbagai organisasi sehingga kariernya sebagai pendidik tergolong
cemerlang. Hal ini dapat terlihat pada waktu semasa kuliah beliau sudah
aktif sebagai guru sehingga pada tahun 1998 beliau merintis SD Islam
Terpadu Hidyatullah di Sleman, Yogyakarta dan menjabat sebagai Kepala
Sekolah Dasar Islam Terpadu Hidayatullah (1998-2002). Dilanjutkan pada
tahun 2002 beliau merintis sekolah serupa yakni SD Islam Terpadu Al-
Madinah di Kebumen, Jawa Tengah (2003-2008). Selanjutnya, mulai
tahun 2008 ia diberi amant untuk mengajar di SMP Integral Hidayatullah
(Munir, 2010).
Baginya hidup adalah ibadah, hal ini yang menjadi motto dalam
mengabdikan dirinya menjadi guru. Dapat dilihat dari ketekunan abdullah
munir dalam mendidik Yayasan Hidayatullah dan SD IT Hidayatullah
Yogyakarta sebagai bentuk kepeduliannya terhadap dunia pendidikan dan
menginginkan untuk meningkatkan profesionalisme guru, karena melihat
betapa memprihatikannya profesionalisme guru. Dengan begitu Abdullah
Munir bergegas untuk berusaha membangun citra guru. Menurutnya,
sebagai guru harus mempunyai motivasi yang berlandaskan Islam, yang
16
berarti guru harus mempunyai sifat tawakal dan istikomah yang mana
setiap pekerjaan harus diserahkan kepada Alloh SWT. Hal ini sebagi
bentuk penghambaan dan pengabdiannya kepada Alloh. Dengan begitu
sikap istiqomah dan rasa ikhlas pun datang dengan sendirinya. Karena
apabila seorang guru yang tidak memilliki.sikap seperti itu maka guru
akan menjadi manusia materialistik yakni segala sesuatnya mengharapkan
imbalan atau uang.
B. Karya-Karya Abdullah Munir
Selain profesinya sebagai seorang guru, Abdullah Munir juga
sebagi seorang penulis buku. Adapun beberapa karya-karya buku yag
dihasilkan oleh Abdullah Munir, meliputi antara lain:
1. Buku panduan PAI untuk SD, yang diterbitkan oleh Cempaka Putih,
tahun 2003.
2. Buku dengan judul Spiritual Teaching, yang diterbitkan oleh Pustaka
Insani Madani, tahun 2006.
3. Buku dengan judul Safar; Fikih Praktis, yang diterbitkan oleh Pustaka
Insan Madani, tahun 2007.
4. Buku dengan judul 100 Masalah Puasa Yang Sering Ditanyakan, yang
diterbtkan oleh Qadasia, tahun 2008.
5. Buku dengan judul Super Teacher, yang diterbitkan oleh Pedagogia,
tahun 2010.
17
6. Buku dengan judul Catatan Cinta Seorang Guru, yang diterbitkan oleh
Pedagogia, tahun 2010.
7. Buku dengan judul Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Anak
Sejak Dari Rumah, yang diterbitkan oleh Pedagogie, tahun 2010.
8. Buku dengan judul 101 Kesalahan Orang Tua Ketika Berinteraksi
dengan Anak Usia Dini, yang diterbitkan oleh Pedagogie, tahun 2012.
C. Gambaran Umum Materi Buku Spiritual Teaching
Buku Spiritual Teaching : Agar Guru Semakin Mencintai
Pekerjaan Dan Anak Didiknya karya dari Abdullah Munir ini terdiri dari 5
Bab, yang disajikan dengan penulisan gaya bahasa yang praktis, cerita,
dan juga beserta contoh-contohnya. Sebagai gambaran umum dari buku
ini, yakni:
Bab Pertama, Teladan Mulia. Terdapat 8 tema, yaitu:
1. PeDE Boleh, Overacting Jangan!
Menejelaskan walaupun berpendidikan tinggi, guru tetap memiliki
peluang kegagalan besar. Hal ini dapat terjadi ketika guru terlalu yakin
dengan kemampuan yang dimilikinya, atau terlalu percaya diri dengan
ilmu yang telah dipelajarinya. Sikap guru yang terlalu yakin dengan
kemampuannya, hingga mengabaikan peran alloh akan memebuatnya
kehilangan kekuatan jiwa tatkala menemui masalah. Untuk itu guru
tidak boleh melupakan peran Alloh dan selalu Bertawakal kepada Alloh
SWT sebagai Sang Pencipta yang telah menentukan takdir.
18
2. Waspada Emosi
Guru harus pandai mengendalikan emosinya. Jangan sampai
persoalan internalnya dibawa-bawa saat ia berada disekolah.
Mempunyai kemampuan mengelola emosi yang baik dan canggih.
Misalnya, mengambil posisi badan berjongkok ketika ingin berbicara
dengan siswa.
3. Menjadi Sosok Pemaaf
Dalam kondisi situasi apapaun guru tidak boleh memberi klaim
negatif pada anak. Untuk menghindari hal itu maka guru harus menjadi
sosok pemaaf.
4. Naluri Hewaniah Anak
Tak ada untungnya sama sekali bila guru menerima kesalahan anak
didiknya, kemudian menyimpannya didalam hati. Seharusnya guru
menyadari anak berbuat kesalahan tidak dengan kesadaran sebagaimana
kesadaran orng dewasa. Anak berbuat kesalahan karena dorongan naluri
kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasional. Naluri inilah,
jika dicermati, sangat mirip naluri yang ada pada hewan.
5. Tidak Otoriter Tidak Pula Demokratis
Tidak selamanya pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena
mereka tidak taat peraturan. Ada juga pelanggaran yang dilakukan
siswa terjadi karena kurangnya rasa memiliki terhadap peraturan.
Pemahaman bahwa peraturan itu ditegakan demi kebaikan semua warga
sekolah termasuk diri mereka, sangatlah minim. Dalam keadaan
19
semacam ini, harus ditumbuhkan budaya musyawarah dan dialog.
Msalnya dengan mengadakan musyawarah secara serentak, hingga tak
ada satu pun siswa yang tidak terlibat di situ, semuanya boleh
berpendapat.
6. Ada yang Perlu disipakan
Agar dapat tampil logis dan penuh dengan sikap bijak, ada hal-hal
yang perlu disiapkan terlebih dahulu. Diantaranya kesiapan guru untk
mendengar kata-kata siswa. Ini bukanlah pekerjaan gampang. Sebab
guru sering terjebak pada posisi seolah “serba tahu”.
7. Bertawakal
Dengan memahami prinsip takdir Allah, guru tidak akan muda
berputus asa. Ia akan memiliki kesadaran, bahwa sepandai apa pun
keahlian mengajar yang dimilikinya, hasil akhir tetap ditangan Alloh.
8. Cara Muda Bertaakal
Pertama adalah meyakinkan diri bahwa ilmu Allah berada di atas
ilmu siapapun. Alloh swt. Adalah sumber dari segala sumber ilmu.
Kedua, meyakini kehendak (masyiah) Allah swt. Guru harus yakin
bahwa kehendak Allah berada diatas semua makhluk-Nya, termasuk
dirinya sendiri dan anak didiknya.
20
Bab Kedua, Melembutkan Hati. Terdapat 6 tema, yaitu:
1. Proklamasi Pertama: Aku Juga Mencintaimu
Sederhananya, segala yang dilakukan anak sesungguhnya adalah
teriakan yang berbunyi, “cintailah aku, cintailah aku!”. Oleh karena itu,
tak perlu tergesa-gesa menyalahkan anak. Lebih baik segeralah
menangkap pesan rahasia dari anak itu, yakni pesan cinta. Dan
proklamasikan di dalam hatinya: “aku juga mencintaimu, nak...” itu
adalah bahasa cinta.
2. Proklamasi Kedua: Aku Hadir Demi Kamu
Jika guru telah menganut filsafat “aku dihadirkan oleh Allah ke
dunia ini memang kalian semua”, insya Alloh, bagaimanapun karakter
siswa yang dihadapi, guru akan mampu menerima apa adanya.
3. Gunjingan di Ruang Guru
Terkadang guru malah menunjukan perilaku yang tidak
menunjukan cintanya kepada muridnya. Misalnya, anak-anak biang
keladi menjadi gunjingan di ruang guru. Tingkah pola mereka yang
konyol, apalagi prestasi yang amburadul, menjadi gosip yang
mengasyikan.
4. Proklamasi Ketiga Akulah Sahabatmu
Posisi teman dekat atau sahabat bagi seorang anak sangatlah
penting. Menjadi sangat berbahaya bila seorang anak merasa tidak
memiliki teman dan komunitas sebaya (Peer Group) nya. Maka para
21
guru berkepentingan dan berkewajiban untuk turut menciptakan
suasana pergaulan yang penuh persahabatan, diantara para muridnya.
5. Cuma Jadi “Teman Dinas”
Kadang-kadang, guru tidak banyak berperan sebagai teman sejati
bagi para siswanya. Pertemanan yang sering terjadi tak lebih hanya
“Pertemanan Dinas”. Hampir seluruh komunikasi yang terjadi antara
guru dengan siswa dilakukan ketika hanya terkait dengan profesi.
6. Menjadi Teman Sejati
Guru yang memilih peran “Teman Sejati” tidak menegur siswanya.
Tetapi dengan sapaan yang lain seraya menyempatkan diri duduk di
sisinya. Inilah yang dimaksud dengan komunikasi “pemecah es” (ice
breaker).
Bab Ketiga, Menyemai Benih Kasih Sayang. Terdapat 10 tema,
yaitu:
1. Membangun Citra Sekolah
Langkah yang efektif untuk mempertahankan kepercayaan
masyarakat adalah membuktikan bahwa sekolah kita benar-benar
berkualitas. Diukur dari kualitas lulusan sekolah itu. Apakah sekolah
kita mempunyai kualitas yang sama, lebih atau malah lebih buruk.
Kelebihan kualitas ini dapat diukur dari karakter-karakter unggul,
bukan hanya secara akademiknya, melainkan juga dari rasa percaya
diri, keuletan, keberanian, dan kemandirian siswa.
22
2. Terapkan Kiat-Kiat Sederhana
Guru perlu berbagai cara untuk memoles dan mewarnai
hubungannya dengan anak. Sebab, ada beragam karakter anak. Untuk
itu dibutuhkan kiat-kiat khusus. Kiat-kiat ini hubungan yang berkualitas
akan menghasilkan keselarasan (harmoni). Sebaliknya hubungan yang
buruk akan menimbulkan kekacuan (disharmoni).
3. Istimewakan Setiap Anak
Ada beraneka cara untuk mengistimewakan anak didik. Dan
intinya bentuk pengistimewaan adalah kita menyempatkan diri untuk
berinteraksi dengan mereka sambil bermain peran (role playing) walau
hanya sebentar.
4. Curahkan Perhatian, Berilah Hadiah
Sebagai guru janganlah segan untuk meluangkan waktu dan
perhatian kita pada mereka. Dan beri hadiah pada yang berprestasi.
5. Bantulah Kesulitan Mereka
Karena anak belum mampu melakukan sosialisasi dan internalisasi
kebudayaannya. Maka, sebagai guru, biasakanlah membantu mengatasi
setiap kesulitan mereka.
6. Jangan Pelit Memuji
Bagi anak, pujian orang dewasa akan memuaskan jiwanya. “pujian
bagi anak adalah piala.”.
23
7. Tanggapi Obrolan “Tak berguna” Mereka
Sebagai pendidik yang melandasi pekerjaannya dengan cinta. Anak
didik perlu didengar dan ditanggapi pertanyaan-pertanyaannya.
8. Jangan Lupa. Sentuhan Fisik
Mendekap, mengelus kepala, menggendong, menggandeng tangan,
mengajak bermain bersama, atau memberikan tepukan di bahu tanda
bangga adalah hal yang lazim diraskan sebgai bentuk kasih sayang
orang dewasa pada anak-anak, apalagi untuk anak TK dan SD.
9. Hadirkan Mereka Dalam Do‟a
Guru bisa mendoakan anak didiknya setiap selesai shalat fardhu,
sunah atau bahkan menghadirkan mereka didalam do‟a-do‟a khusus
pada saat shalat malam.
10. Cobalah Angket Cinta
Siapa guru yang menyayangi kamu? Atau, kamumerasa dicintai
oleh guru siapa? Dan mengapa kamu merasa dicintai oleh guru itu?
Bab Empat, Beristiqamah Diri. Terdiri dari 7 tema, yaitu:
1. Ingatlah Janji Alloh
Apabila anak adam mati, maka putuslah seluruh amalnya kecuali
tiga. (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh
yang berdo‟a untuknya. (H.R. Muslim).
24
2. Mengelola Resiko
Repot, penghasilan pas-pasan, dan sering sakit hati, itulah resiko
seorang guru.
3. Miliki Totalitas
Mencurahkan seluruh potensinya, waktu, tenaga, ketrampilan,
metri, pikiran, bahkan “kehormatan”, semua dipertaruhkan tidak
setengah-setengah.
4. Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Membulatkan tekad menjadi guru adalah hal yang penting, dan
berhati-hati dalam membanding-bandingkan diri dengan orang atau
profesi lain.
5. Figur Nyata utuk Bercermin
Guru harus menentukan figur nyata yang dikagumi prestasi
dandedikasinya, yang dapat dipelajari dan dijadikan cermin. Untuk
menjaga semangat dan standar kinerja yang jelas sehingga tahu kapan
berhasil dan kapan gagal.
6. Bekali Diri dengan Segudang Keterampilan
Mengajar adalah seni. Sebab, mengajar membutuhkan ketrampilan
dan kreativitas.
7. Luruskan Niat, Antisipasi Masalah
Sedia payung sebelum hujan. Adalah ungkapan yang pas untuk
menerjemahkan istilah “Antisipasi”.
25
Bab Kelima, Indikator Cinta. Terdiri dari 8 tema, yaitu:
1. Dekasi dan Cinta Guru
Pada akhirnya, guru akan mampu menunjukan dedikasinya
terhadap profesinya sebab dan hanya cuma cinta, kasih, dan sayanglah
yang menjadi landasannya.
2. Pasokan Energi yang Berlimpah
Orang yang sedang jatuh cinta akan memiliki pasokan energi yang
luar biasa.
3. Kesediaan Berkorbaan
Kreativitas seorang guru muncul ketika komitmen, konsentrasi,
dan dedikasi dia curahkan sepenuhnya bagi keberhasilan proses
pendidikan dan anak didiknya.
4. Selalu Ingin Memberi yang Terbaik
Dengan modal kasih-sayang total, seorang ibu mampu berperan
laksana matahari bagi anak-anaknya. Begitu pun guru, mampu
memberikan yang terbaik buat anak didiknya.
5. Respons Balik Siswa
Gru yang ideal adalah guru yang dijadikan figur lekatan oleh
siswanya. Figur lekatan tidak bisa dipaksa, ia hadir atas dasar
pengakuan.
6. Lebih Didengar
Seluruh tutur kata guru yang telah melandasi dedikasi
profesionalnya dengan cinta akan lebih didengar oleh siswanya.
26
7. Merasa Aman
Nilai-nilai cinta, kasih, dan sayang yang melandasi pelaksanaan
tugas guru akan berdampak pada timbulnya rasa aman pada anak didik.
8. Imbalan Terbaik
Imbalan terbaik selain pahala dari allah swt. Adalah kelak
dikemudian hari, guru-guru terbaik bakal memperoleh persembahan
terbaik-dalam beraneka bentuk, material maupun nonmaterial-dari
mantan murid-muridnya, namun tanpa disangka-sangka sebelumnya.
27
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching
Abdullah Munir dengan pemikirannya Spiritual Teaching menekankan
pada para guru untuk bersikap “Spiritual”. Artinya menjalankan profesi guru
sebagai sebuah profesi yang mulia, agung, dan suci dan mencintai profesinya
dan menguatkan sikap cinta, kasih, serta sayang kepada para anak didiknya.
Berkenaan dengan hal ini Abdullah Munir menjelaskan metode-metode
pembelajaran agar guru senantiasa mencintai pekerjaan dan anak didiknya.
Sebagaimana akan disajikan sebagai berikut:
1. Teladan Mulia
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
28
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya (Ali Imron [3]: 159).
Dengan ayat tersebut, Allah memberi pelajaran bagi kita bahwa
Rasulullah senantiasa bersikap lemah-lembut dalam dakwahnya. Pesona
cinta yang ditebarkan Rasulullah SAW Mampu membuat suku demi suku,
bangsa demi bangsa, berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Cinta adalah sikap batin yang akan melahirkan kelembutan,
kesabaran, kelapangan, kreativitas, serta tawakal, sebagaimana
dicontohkan Rasulullah SAW. Cinta selalu meniscayakan sikap-sikap
tersebut. Maka, sungguhlah ironis manakala ada guru berkata ”Aku
menyayangi kalian.” Kepada siswanya, namun sikapnya justru tidak
menampakan kasih-sayang secuil pun dalam interaksi dengan siswa.
Selama ini, banyak umat Islam menegenal Rasulullah sebagai juru
dakwah saja. Umat islam hanya menyebut para pengikut beliau sebagai
“sahabat”, bukan “murid” seperti halnya pengikut Nabi Isa a.s. Padahal,
upaya dakwah Rasululloh saw. Dapat dimaknai sebagai suatu proses
pendidikan bagi umat manusia. Sehingga diibaratkan, Muhammad Adalah
guru sejati dan segenap pengikut beliau adalah para “murid”. Maka,
seluruh ilmu dan kebajikan yang beliau sampaikan adalah “pelajaran”,
tahap-tahap dakwah yang beliau terapkan adalah “kurikulum”, cara
penyampaian ajaran beliau pun disebut seagai “metode pembelajaran”.
29
Dengan begitu sangatlah tepat apabila para guru dapat meniru dan
menerapkan metode dakwah Rasulullah dalam kegiatan belajar-mengajar
sehari-hari disekolah, sesuai tuntutan situasi dan kondisi masing-masing.
a. PeDe Boleh, Overacting Jangan!
Walaupun berpendidikan tinggi, guru tetap memiliki peluang
kegagalan besar. Gelar yang disandang bukanlah jaminan keberhasilan.
Bahkan, sebaliknya, sangat mungkin gelar dan status pendidikan
menjadi penyebab menuju kegagalan. Hal ini dapat terjadi ketika guru
terlalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, atau terlalu percaya
diri dengan ilmu yang telah dipelajarinya.
Menjadi manusia hanya mampu berusaha. Selebihnya, keputusan
akhir atas hasil usaha kita tetap bergantung kepada Allah SWT.
Sebagian orang memang kerap melupakan, kerja keras mesti dibarengi
tawakal, yakni berserah diri sepenuhnya kepada Allah serta
mengharapkan peran Allah sebagai Sang Pencipta dan Pengatur.
Sikap guru yang terlalu yakin dengan kemampuannya, hingga
mengabaikan peran Allah akan memebuatnya kehilangan kekuatan jiwa
tatkala menemui masalah. Padahal, dalam dunia pendidikan terlalu
banyak masalah yang mungkin terjadi sewaktu-waktu. Salah satu
masalah terpenting adalah subjek pendidikan, yakni murid. Murid
adalah anak manusia, yang dalam kehidupannya masih tetap misterius
tidak dapat dipahami dengan rumus baku yang dihafal dan dicatat. Oleh
30
karena itu kemisteriusannya tetap melekat pada kehidupannya dan
menjadi bagian dari rahasia Sang Pencipta
b. Waspada Emosi
Guru juga harus pandai mengendalikan emosinya. Jangan sampai
persoalan pribadinya dibawa saat ia berada di sekolah. Persoalan
pribadi ini biasanya muncul ketika guru sedang menghadapi masalah
rumah tangga. Memang, namanya manusia biasa, tidak sedikit guru
yang tak mampu memisahkan masalah tersebut dari wilayah tugas
profesionalnya. Inilah yang sering menyebabkan masalah yang terjadi
di rumah berimbas ke sekolah.
Semestinya guru mempunyai kemampuan mengolah emosi secara
lebih baik dan canggih. Misalnya dengan mengambil sikap badan
berjongkok bila ingin berbicara dengan siswa. Dengan sikap demikian,
waja guru akan sejajar dengan wajah siswa, sehingga pengendalian
emosi lebih mudah dilakukan oleh guru dibanding ketika ia berbicar
sambil berdiri, apalagi dengan berkacak pinggang! Contoh lain, sikap
memegang lembut bahu murid terlebih dahulu ketika hendak
mengatakan sesuatu juga merupakan sikap penghilang jarak antara guru
dan murid.
c. Menjadi Sosok Pemaaf
Bagi guru, bertemu dengan anak-nak yang mngesalkan adalah
santapan sehari-hari. Apalagi jika guru bertemu murid yang selalu
menjadi biang keributan di kelasnya. Biasanya, anak-anak seperti itu
31
bertingkah dengan target memancing emosi gurunya. Jadi, apabila guru
terpancing marah ketika bertemu anak ini, berarti dia telah berhasil.
Sering pula guru berjumpa dengan anak yang memang telah
membawa maslah dari rumah. Dalam kondisi demikian, segala yang
ditawarkan guru oleh guru seolah salah melulu dihadapan anak
semacam itu. Karena itu, bila tidak betul-betul memiliki kontrol emosi
yang kuat, guru mudah terpancing bersikap kasar.
Untuk menghindari hal-hal seperti itu, guru harus menjadi sosok
pemaaf. Rasulullah SAW Memberikan contoh sempurna untuk sikap
mulia ini. Misalnya, ada kisah yang menceritakan bahwa beliau
memaafkan orang yang amat membenci beliau. Padahal, orang itu
sampai meludahi beliau setiap kali menjumpai. Namun, apa yang
Rasulullah lakukan kemudian? Saat orang itu sakit, Rasulullah menjadi
orang yang pertama yang menengoknya.
d. “Naluri Hewani” Anak?
Tak ada untungnya sama sekali bila guru menerima kesalahan anak
didiknya, kemudian menyimpannya ke dalam hati. Seharusnya guru
menyadari anak berbuat kesalahan tidak dengan kesadaran sebagaimana
kesadaran orng dewasa. Anak berbuat kesalahan karena dorongan naluri
kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasional. Naluri inilah,
jika dicermati, sangat mirip naluri yang ada pada hewan.
Manusia adalah makhluk Allah yang ahsanu taqwim, sesempurna-
sempurnanya makhluk. Manusia dibekali Allah SWT dua naluri yang
32
menunjukan kesempurnaannya itu, yakni “naluri malaikat” dan “ naluri
hewani” sekaligus. Akalnya nanti yang akan membuat dua hal yang
bertolak belakang ini menjadi bersnergi.
e. Tidak Otoriter, Tidak Pula Demokratis
Tidak selamanya pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena
mereka tidak taat peraturan. Ada juga pelanggaran yang dilakukan
siswa terjadi karena kurangnya rasa memiliki terhadap peraturan.
Mereka merasa bahwa peraturan sekolah ada hanya untuk memaksa
mereka. Pemahaman bahwa peraturan itu ditegakan demi kebaikan
semua warga sekolah termasuk diri merek, sangatlah minim.
Dalam keadaan semacam ini, harus ditumbuhkan budaya
musyawarah dan dialog. Sekolah dapat memulainya dengan melibatkan
siswa dan guru dalam membuat peraturan. Msalnya dengan
mengadakan musyawarah secara serentak, hingga tak ada satu pun
siswa yang tidak terlibat di situ, semuanya boleh berpendapat.
Dengan demikian, dewan guru dan kepala harus merumuskan
kesepakatan khusus sebelum mengadakan forum musyawarah dengan
siswa. Tetap ada poin-poin khusus yang merupakan “harga mati”,
sebelum musyawarah pembuatan peraturan berlangsung. Argumen-
argumen untuk memepertahankannya juga sudah disiapkan terlebih
dahulu. Tentu saja bagi pengelola pendidikan Islam, argumen yang
harus dibawa adalah nas-nas dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Nilai-
nilai yang merupakan harga mati adalah nilai-nilai yang bersumber dari
33
Al-Qr‟an dan Hadis Nabi. Peraturan itu, jangan lupa, harus tetap berada
didalam koridor keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak
dalam proses pendidikan. inilah salah satu contoh pentingnya
musyawarah dan dialog.
f. Ada yang Perlu Disiapkan
Agar dapat tampil logis dan penuh dengan sikap bijak, ada hal-ahal
yang perlu disiapkan terlebih dahuulu. Diantaranya kesiapan guru untk
mendengar kata-kata siswa. Ini bukanlah pekerjaan gampang. Sebab
guru sering terjebak pada posisi seolah “serba tahu”.
Oleh karena itu, alasan siswa perlu didengar dan diuji keenarannya.
Ini akan lebih aman bagi dirinya, dan ia akan selamat dari berburuk
sangka (su‟uzan) sebelum kelas duduk masalahnya. Hal lain yang harus
dimiliki guru pendialog adalah kemempuan untuk berempati. Empati
adalah sikap membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang lain.
Prinsipnya adalah berbaik sangka (husnuzan), tanpa rasa curiga.
Pengandaian seperti itu mempermudah guru menangkap dan mengerti
inti penjelasan siswa. Apakah pelanggaran dilakukan karena kehilangan
kontrol atau karena rasa keadilan yang terusik.
g. Bertawakallah!
Dengan memahami prinsip takdir Allah, guru tidak akan muda
berputus asa. Ia akan memiliki kesadaran, bahwa sepandai apa pun
keahlian mengajar yang dimilikinya, hasil akhir tetap di tangan Allah.
Ketika menghadapi masalah, ia tak gampang surut. Baginya, kegagalan
34
terjadi bukan karena semata kebodohannya, melainkan mungkin juga
karena Allah belum menghendaki keberhasilan seperti yang diinginkan.
Menurut guru yang telah menyadari keterbatasan darinya, bisa jadi
kegagalan justru menuju jalan keberhasilan.
Jadi sungguh penting untuk tak berputus asa. Dan satu-satunya
jalan menuju ke sana adalah mempertebal tawakal kepada Allah Rabbul
„Izzati.
h. Cara Muda Bertawakal
Minimal ada dua hal yang perlu ditanamkan kedalam jiwa supaya
guru mudah bertawakal. Pertama adalah meyakinkan diri bahwa ilmu
Allah berada di atas ilmu siapa pun. Allah SWT adalah sumber dari
segala sumber ilmu. Di dalam Al-Qur‟an sudah ditandaskan bahwa
Allah SWT adalah Zat yang telah mengajarkan kepada manusia.
Kedua, meyakini kehendak (masyiah) Allah SWT guru harus yakin
bahwa kehendak Alloh berada di atas semua makhluk-Nya, termasuk
dirinya sendiri dan anak didiknya. Dengan keyakinan tersebut, jika guru
menemui kegagalan, dia akan merasa bahwa kegagalan itu bukanlah
akhir segalanya. Dia yakin bahwa dibalik kegagalan akan ada
kesuksesan.
Dengan bertawakal, guru akan memiliki kepribadian yang
menakjubkan! Ketika mendapat kesulitan ia bersabar; dan ketika
mendapat keberhasilan ia bersyukur. Dua sifat ini sabar dan syukur, jka
35
ditempatkan secara tepat akan menjadi temeng sejati yang melindungi
diri dari sifat sombong dan putus asa.
2. Melembutkan Hati
Semua guru ingin mencintai siswanya. Dengan harapan siswa juga
dapat mencintai dirinya. Inilah fitrah. Namun pada kenyataannya tidak
semua guru dapat berhasil melakukan itu. Jadilah seperti kisah cinta yang
tidak terbalas. Niat guru untuk mendidik siswa dengan cinta kasih, tanpa
harus membentak, mencubit, atau berteriak keras, tidak kesampaian.
Ada dua kemungkinan yang menyebabkan situasi demikian.
Pertama, guru tidak mampu membahasakan cintanya, sehingga sinyal-
sinyal cintanya tidak tertangkap oleh siswa. Kedua, tidak menyiapkan
hatinya dengan baik sehingga tak sabar ingin melihat respon cinta dari
siswa. Ia tak sadar bahwa semua itu membutuhkan proses dan memakan
waktu. Maka, guru wajib menumbuhkan cinta di dalam hatinya terlebih
dahulu, lalu membahasakannya dengan benar kepada siswa. Dengan cara
hati guru perlu disiapkan.
Kiat-kiat berikut dapat diterapkan untuk melembutkan hati guru.
Nantinya, setelah hati melembut, tanam dan rawatlah cinta diatasnya.
Cintalah yang akan menjadi landasan hubungan guru dengan siswa.
Ada tiga “Proklamasi Hati” yang mesti dilakukan dengan tepat (pada
waktu yang sesuai) dan cermat (cocok dengan situasinya).
36
a. Proklamasi Pertama: Aku Juga Mencintaimu
Ada naluri di dalam diri anak yang selalu mendorong mereka untuk
banyak bertingkah. Naluri ini jarang tertangkap oleh orang dewasa.
Itulah “naluri cinta”. semua tingkah laku anak adalah “bahasa cinta”.
Sederhananya, segala yang dilakukan anak sesungguhnya adalah
teriakan yang berbunyi, “cintailah aku, cintailah aku!” bila permohonan
untuk dicintai itu tidak endapat respons positif dari orang-orang di
sekelilingnya, bahasa cinta anak itu akan berubah menjadi sebaliknya.
Oleh karena itu, tak perlu tergesa-gesa menyalahkan anak. Lebih baik
segeralah menangkap pesan rahasia dari anak itu, yakni pesan cinta.
Dan proklamasikan di dalam hatinya: “Aku juga mencintaimu!” itu
adalah bahasa cinta. Misalnya dengan elusan, dekapan, hadiah, bantuan,
senyuman, sapaan, dan lain-lain.
b. Proklamasi Kedua: Aku Hadir Demi Kamu
Jika guru telah menganut filsafat “Aku dihadirkan-Nya ke dunia ini
memang memang demi kamu seorang”, Insya Allah, bagaimanapun
karakter siswa yang dihadapi, guru aka mampu menerima apa adanya.
Tidak mudah terpancing untk segera memberi “stempel” bahwa si A
anak baik, si B anak malas, si C biang kerok, dan seterusnya. Sebab
memahami kondisi anak adalah kondisi awal yang baik untuk
berseminya cinta.
37
Demikianlah. Ketika guru menghadapi anak-anak biang keladi
keributan, dan dia sudah hampir-hampir tak tahan, saat itulah ia perlu
memakasa hatinya untuk memproklamasikan kembali pernyataan suci
ini. “Aku dilahirkan dan dihadirkan-Nya, memang untuk mereka!”
pernyataan ini memunculkan kesiapan hati untuk menerima keadaan
siswa secara tulus, tanpa syarat.
c. Gunjingan Di Ruang Guru
Terkadang guru malah menunjukan perilaku yang tidak
menunjukan cintanya kepada muridnya. Misalnya, anak-anak biang
keladi menjadi gunjingan di ruang guru. Tingkah pola mereka yang
konyol, apalagi prestasi yang amburadul, menjadi gosip yang
mengasyikan.
Lebih baik, setiap kali berinteraksi dengan anak yang biang onar
atau anak yang kurang pandai, guru selalu memproklamasikan
pernyataan di dalam hati “Saya dilahirkan dan dihadirkan Allah
memang untuk kamu, Nak!” pernyataan ini juga mampu melupakan
catatan hitam para siswa biang keladi keributan dan mampu membuat
emosional guru kembali ke titik netral.
d. Proklamasi Ketiga: Akulah Sahabatmu
Salah satu keunikan yang ada pada ajaran islam adalah pemakaian
istilah “sahabat” untuk para teman dekat Rasulullah Muhammad SAW
Berbeda dengan Nabi Isa a.s., misalnya yang memakai istilah “murid”
untuk para pengikut beliau. Meski semua mengakui bahwa Rasulullah
38
adalah guru paling utama bagi umat manusia, dan para sahabat adalah
murid-murid beliau, Rasulullah lebih memilih istilah sahabat sebagai
sebutan untuk para rekan beliau. Hal ini menandakan bahwa antara
beliau dengan umatnya tidak ada jarak sosial dan psikis. Beliau setara
dengan mereka dan teman bagi mereka.
Posisi teman dekat atau sahabat bagi seorang anak sangatlah
penting. Menjadi sangat berbahaya bila seorang anak merasa tidak
memiliki teman dan komunitas sebaya (peer group) nya. Maka para
guru berkepentingan dan berkewajiban untuk turut menciptakan
suasana pergaulan yang penuh persahabatan, di antara para muridnya.
e. Cuma Jadi “Teman Dinas”?
Kadang-kadang, guru tidak banyak berperan sebagai teman sejati
bagi para siswanya. Pertemanan yang sering terjadi tak lebih hanya
“Pertemanan Dinas”. Hampir seluruh komunikasi yang terjadi antara
guru dengan siswa dilakukan ketika hanya terkait dengan profesi. Bila
bertemu guru selalu menyapa, dengan sapaan seputar teguran dan kritik
tentang kedisplinan, kerapian dan kepatuhan.
Memang sapaan-sapaan itu tidak salah. Sembari menyapa mungkin
guru mengajak siswa untuk berdisiplin dan menaati tata aturan. Bila
melihat guru harus menjadi teman sejati bagi mereka, hal itu belum
menunjukan perannya. Karena sapaan semacam itu, lama-kelamaan
akan terbangun citra guru dimata sang anak bahwa guru tak lebih
sebagai sosok “polisi”.
39
f. Menjadi teman sejati
Pola hubungan “teman dinas” sangat berbeda denga pola hubungan
“teman sejati”. Guru yang memilih peran “teman sejati” tidak menegur
siswanya. Tetapi dengan sapaan yang lain seraya menyempatkan diri
duduk di sisinya.
Setelah itu, silakan guru memberi perhatian pada kerapian,
kedisplinan, atau adab anak. Tegurlah dengan tegas jika kesalahan itu
memang berat. Guru tidak perlu lagi khawatir. Sebab, sebelum guru
memberikan perhatian negatif, dia telah mendahuluinya dengan
perilaku positif.
Untuk menjaga agar guru selalu konsisten dalam menjaga
hubungan pertemanan dengan siswa, ada baiknya setiap kali berjumpa
dengan mereka guru selalu mengingatkan diri sendiri akan sebuah
proklmasi. “Aku adalah temanmu, Nak!” proklamisakan hal ini di
dalam hati secara terus-menerus, setiap kali berjumpa dengan mereka.
Insya Alloh, pada akhirnya guru akan betul-betul berhasil menjadi
teman sejati bagi para siswanya.
3. Menyemai Benih Kasih Sayang
Setelah membahas tentang kiat-kiat menyiapkan hati agar senantiasa
lembut, langkah berikutnya adalah menyemai dan merawat bibit-bibit
cinta, kasih, dan sayang diatas lahan hati yag sudah dilembutkan tadi.
40
Mendidik dengan berlandaskan cinta akan berefek pada
bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada guru, juga terhadap
sekolah. Sebab, bila anak didik penuh dengan rasa cinta, kasih, dan
sayang, didalam dirinya akan tumbuh sifat-sifat positif, seperti
kepercayaan diri yang tinggi, berani, dan tidak mudah patah semangat.
a. Membangun Citra Sekolah
Ketika sebuah lembaga pendidikan berdiri, tentu “citra” (image)
akan dibangun pula. Pengelola sekolah akan menerbitkan brosur,
memasang spanduk, serta menyelanggarakan promosi. Semua itu tidak
lain ditunjukan untuk membangun citra. Dengan berbagai usaha
memperkenalkan keberadaan sekolah sebaik mungkin dengan harapan
agar mendapat respon positif dari masyarakat.
Jika respon itu datang, akan banyak siswa yang masuk pada setiap
tahun ajaran baru. Sebenarnya pekerjaan berat telah menunggu yaitu
memlihara dan mempertahankan citra sekolah. Membangun lebih sulit,
tetapi merawat bangunan jauh lebih sulit. Ini sama saja membangun
kepercayaan pada masyarakat.
Langkah yang efektif untuk mempertahankan kepercayaan
masyarakat adalah membuktikan bahwa sekolah kita benar-benar
berkualitas. Biasanya diukur dari kualitas lulusan sekolah itu. Apakah
sekolah kita mempunyai kualitas yang sama, lebih atau malah lebih
buruk. Kelebihan kualitas ini dapat diukur dari karakter-karakter
41
unggul, bukan hanya secara akademiknya, melainkan juga dari rasa
percaya diri, keuletan, keberanian, dan kemandirian siswa.
Salah satu kiat jitu untuk membangun karakter unggul adalah
dengan menekankan kepada semua guru, agar mendidik siswa dengan
cinta, kasih, dan sayang. Jika hal itu sudah mampu dijalankan, tentu
kepercayaan para orang tua terhadap guru dan sekolah akan semakin
bertambah.
b. Terapkan Kiat-Kiat Sederhana
Untuk menumbuh dan merawat kasih sayang, dibutuhkan kiat-kiat
khusus. Kiat-kiat ini hubungan yang berkualitas akan menghasilkan
keselarasan (harmoni). Sebaliknya hubungan yang buruk akan
menimbulkan kekacuan (disharmoni). Guru perlu berbagai cara untuk
memoles dan mewarnai hubungannya dengan anak. Sebab, ada
beragam karakter anak. Ada anak yang suka diberi hadia, tapi belum
tentu suka di beri pujian. Ada yang mungkin lebih suka ditemani
mengobrol ketimbang dibantu pekerjaannya. Itu menegaskan bahwa
guru harus mempunyai cara-cara khusus yang disukai anak.
Guru dituntut untuk mampu kreatif dalam menerjemahka teori
(yang tertulis) menjadi tindakan (yang praktis) di sekolah.
c. Istimewakan Setiap Anak
Murid memang berkewajiban memuliakan guru. Namun, apakah
relasi seperti itu yag harus dijalankan? Sebagai guru, anda tidak perlu
ragu untuk mengistimewakan anak-anak didik anda.
42
Ada beraneka cara untuk mengistimewakan anak didik. Misalnya,
ketika bersalaman dengan siswa guru menyapa dulu sambil berkelakar,
Assalamualaikum, Pakde, Bude!” atau saya beli rujaknya, Mbok,”
ketika guru melihat segerombolan nak putri sedang bermain rujak-
rujakan. Intinya bentuk pengistimewaan adalah kita menyempatkan diri
untuk berinteraksi dengan mereka sambil bermain peran (role playing)
walau hanya sebentar.
d. Curahkan Perhatian, Berilah Hadiah
Karena anak-anak harus selalu diperhatikan, sebagai guru
janganlah segan untuk meluangkan waktu dan perhatian kita pada
mereka. Bahkan bila perlu mampu berprestasi, berilah hadiah khusus
yang bakal mereka terima dengan penuh suka cita dan membuat hati
mereka tersanjung.
e. Bantulah Kesulitan Mereka
Dalam masa kanak-kanak, manusia melakukan sosisalisasi dan
internalisasi kebudayaannya. Mereka sedang belajar untuk hidup.
Karena itu, kapasitas atau kemampuan anak dalam meghadapi
persoalan demi persoalan hidup masih belum sempurna. Maka, sebagai
guru biasakan diri anda untuk membantu mengatasi kesulitan mereka.
Adakalanya anak meminta tolong karena memang kesulitan, adakalanya
juga karena semata-mata ingin disayang. Celakanya, kadang orang-
orang dewasa sudah terlebih dahulu menyerang anak dengan kata-kata,
43
“begitu saja ndak bisa. Jangan cengeng, ah!” atau “selesaikan sendiri,
kamu „kan sudah besar!”.
Tak perlu ragu-raagu atau canggung dalam memeberi pelayanan
kepada murid ketika mereka mengalami kesulitan, apalagi kalau sampai
mereka meminta tolong kepada kita. Namun, kita kita tidak boleh
membiarkan mereka jadi orang yang manja dan kolokan yang kita
berikan, sehingga anak tak punya ketrampilan sama sekali.
Guru membantu murid dengan memeberikan kata “kunci” atau
“kail”, untuk menyelesaikan masalah, bukan meneyelasaikan masalah
itu sendiri yang membukakan pintu, atau memeberikan ikan.
Namun begitu ada saat-saat di mana guru harus memabantu siswa.
Misalnya, ketika mereka betul-betul tak mampu menegrjakan soal-soal
latihan yang diberikan guru, atau benar-benar tak mampu lagi
mengerjakan PR. Mungkin, guru memang sudah berkali-kali memberi
contoh mengerjakan. Namun, ketika anak tak mampu lagi mengerjakan,
lebih baik saat itu guru memberikan bantuan. Target bantuan ini tak lagi
menjadikan anaka paham tetapi, lebih sebagai antisipasi agar anak tidak
stres atau putus asa. Dengan dibantu seperti itu, anak akan merasa
kasih-sayang guru walau, sebenarnya, dia dalam sedang keadaan tidak
mampu berprestasi. Jadi, kasih sayang guru tetap ada baik ketika “anak
pintar” atau tidak.
Yang perlu dicermati adalah bagaiman memastikan bahwa anak
betul-betul sudah tidak mampu, atau sebenarnya mereka masih mampu
44
tetapi malas. Kalau guru menyimpulkan anak itu malas, maka guru bisa
menggunakan cara-cara lain untuk merayunya. Guru bisa melakukan
negosiasi atau menawari hadiah yang menarik agar anka mau
mengerjakan tugas-tugasnya.
f. Jangan Pelit Pujian
Bagi anak pujian orang dewasa akan memuaskan jiwanya. “pujian,
bagi anak, adalah piala”. Maka, guru harus banyak-banyak memeberi
pujian kepada anak. Bagi anak, pujian adalah kebutuhan pokok.
Kalau guru masih sering meras canggung untuk memuji anak, ada
dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, karena guru memnag belum
ikhlas untuk memuji anak sehingga terlihat sekali bahwa pujian itu
dipaksakan. Kedua, guru masih jarang melakukan hal itu. Maka ketika
dia mengerjakannya akan merasa canggung dan keki. Jadi, kuncinya
adalah ikhlas dan sering melakukan.
Yang salah-kaprah justru ialah guru guru mengungkapkan
kemauannya terlebih dahulu, baru kemudian memuji anak.
g. Tanggapi Obrolan “Tak Berguna” Mereka
Mengganggap pertanyaan-pertanyaan anak tak berguna juga akan
mendorong guru untuk memangkas potensi verbal mereka. Umpanya
denga jawaban yang dengan setengah menghardik agar si anak tidak
lagi banyak bicara. Jika ini yang terjadi, mungkin tidak berlibihan anak
bisa jadi dikemudian hari bakal menjadi gagu ataupun pasif.
45
Tak mengapa bila guru menanggapi obrolan anak-anak yang
ceplas-ceplos itu dengan tanggapan yang ceplas-ceplos pula, aslakan
masih dalam koridor akhlak yang terjaga, baik dari sisi cara berbicara
ataupun isi pembicaraan itu sendiri. Guru harus menghindari perilaku-
perilaku buruk seperti mengumpat, berbohong, berdusta, menyebu
sesuatu dengan gelar atau sebutan yang jelek, atau bahkan
mengucapkan kata-kata kotor.
h. Jangan lupa, sentuhan fisik
Jangan menganggap jabat tangan dan elusan sebagai sesuatu yang
remeh. Sentuhan fisik seperti itu membawa pengaruh yang sangat besar
pada diri anak. Itulah salah satu saran guru untuk mengungkapkan rasa
kasih-sayang pada anak didiknya. Dengan demikian sinyal kasih-
sayang para guru bakal terpancar secara kuat dan tertangkap dengan
baik oleh siswa.
Sapaan anak-anak jangan disambut sambil lalu saja. Anak akan
merasa tidak disayang bila sapaan mereka tidak digubris oleh guru. Hal
ini bakal membuahkan kekecewaan di dalam dirinya-walaupun,
sebenarnya, tak ada sama sekali tak ada rasa benci di dalam hati guru.
Kalaupun di dalam hati guru yang ada justru rasa sayang kepada murid,
tetap saja tiada gunanya bila sinyal kasih-sayang tidak mampu
ditangkap oleh radar anak. Akibatnya, radar anak-yang, sebenarnya,
sangat sensitif itu-akan mencari-cari sinyal lain. Yang dikhawatirkan
46
justru bahwa anak akan menangkap sinyal tidak sayang dari guru: “Aku
nggak dipedulikan, berarti aku nggak disayang!”
Inilah pentingnya ungkapan sayang dengan menggunakan bahasa
tubuh. Cara ini sangat sederhana dan sangat mudah dilakukan, asalkan
guru bersedia meluangkan waktunya sebentar.
Mendekap, mengelus kepala, menggendong, menggandeng tangan,
mengajak bermain bersama, atau memberi tepukan di bahu tanda
bangga adalah hal-hal yang lazim dirasakan sebagai bentuk kasih-
sayang orang dewasa bagi anak-anak, apalagi untuk anak TK dan SD.
Guru harus melakukan ini setiap saat dan di manapun tatkala
berinteraksi dengan siswa.
Namun sentuhan fisik ini tidak tepat bila dilakukan kepada anak
yang sudah remaja. Yang perlu dilakukan guru adalah mengenalkan
nilai-nilai islam tentang pergaulan. Misalnya, guru perlu menjelaskan
adab pergaulan anatarlawan jenis melalui praktik tentang kehidupan
nyata. Selain itu, perbanyaklah melibatakan diri di dalam berbagai
kegiatan mereka yang edukatif.
i. Hadirkan Mereka Dalam Do‟a.
Hendaknya guru juga berusaha menjadi “orangtua ke-dua” bagi
anak. Maksudnya, guru mulai melakukan hal-hal yang tidak dilakukan
untuk anak kecuali orangtuanya. Salah satu contoh adalah mendoakan
anak secara rahasia-tiada yang tahu, termasuk anak yang didoakan.
Guru bisa mendoakan murid setelah selesai shalat fardhu, shalat sunah,
47
atau menghadirkan mereka di dalam doa khusus dimalam hari pada saat
mengerjakan shalat malam. Ini snagat penting untuk memudahkan guru
menuju keberhasilan proses pendidikan.
Ada manfaat lain yang bisa didapat dengan teknik berdoa. Ketika
di kelas sebelum pelajaran dimulai, guru bisa melibatkan anak-anak
berdoa secara langsung. Melalui doa bersama ini, guru bisa
mengenalkan eksistensi Allah SWT mengajari mereka tentang
nikmatnya bersyukur, dan bisa juga dijadikan media yang efektif untuk
mengungkapkan rasa cinta guru kepada siswa. Guru bisa merangaki
sendiri doa yang akan dibacakan bersama siswa.
j. Cobalah “Angket Cinta”
Jika diperlukan guru bisa membuat angket yang isinya memastikan
apakah usahanya untuk mencintai siswanya telah berhasil atau belum.
Apabila kasih-sayang telah mendapat respon siswa, berarti sudah
saatnya guru berharap perkembangan kemampuan siswa segera naik.
Tetapi, jika respon siswa itu belum ada, guru masih perlu bersabar lagi.
Guru bisa membuat pertanyaan yang disebar keseluruh siswa, baik
secara lisan maupun tulisan. Bentuk pertanyaan yang baik adalah: siapa
guru yang menyayangi kamu?” atau, kamu merasa dicintai oleh siapa?”
setelah pertanyaan itu dijawab siswa, guru bisa melanjutkan dengan
pertanyaan berikutnya: “mengapa kamu merasa dicintai oleh guru itu?
Pertanyaan pertama bertujuan untuk mengetahui apakah sikap guru
sudah berhasil ditangkap oleh siswa sebagi benar-benar sikap kasih
48
sayang ataukah belum; sedangkan pertanyaan kedua untuk mengetahui
bagaiman bahasa cinta masing-masing anak. Pada pertanyaan kedua,
jawaban siswa akan sangat beragam. Nah, jawaban dari pertanyaan
kedua inilah tercermin dari bahasa cinta anak. Mereka merasakan cinta
dari hal yang sangat sederhana, dan setiap anak bisa berbeda.
Dengan angket seperti ini, guru menerapkan mekanisme
pengawasan dan evaluasi diri. Yang lebih penting, hasil angket bisa
menjadi bahan perenungan diri yang amat berharga.
4. Beristiqomah Diri
Berusaha untuk bisa menikmati profesi sebagai seorang guru adalah
hal yang mendasar dan penting. Sebabnya, mendidik adalah pekerjaan
berat yang menuntut komitmen dan konsistensi tinggi. Guru yang tidak
mencintai profesinya akan mudah merasa gagal, sehingga gampang
muncul di dalam pikirinnya keinginan untuk berpindah ke profesi lain-
alias tidak betah jadi guru.
Agar guru senantiasa merasa betah dengan pekerjaannya, bahkan
dapat menikmatinya, sehingga bisa istiqamah dalam bekerja, beberapa hal
ini, Insya Allah, bisa dijadikan bahan motivasi diri:
a. Ingat Janji Allah
Allah SWT menjajikan kemuliaan dan pahala yang besar kepada
para pendidik. Jika anak di ajari kebaikan itu. Lantas, para pendidiknya
49
akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat berupa pahala dan
kemuliaan yang tak pernah putus.
Kalau seorang pendidik meletakan motivasi lain selain kemuliaan
dari Allah SWT sebagai landasan utamanya dalam bekerja, ia akan
menjadi rapuh, walaupun ia sering mengatakan, “saya menjadi pendidik
bukan untuk mencari uang.” Atau, tidak sedikit pula guru yang salah
dalam memahami kemuliaan pahala ini.
Allah maha kaya. Bisa saja seorang guru akan diberi-Nya kekayaan
yang melimpah, melebihi orang-orang yang berprofesi lain. Hal ini
tergantung pada doa yang dipanjatkannya, dan keseriusannya dalam
menolong (Agama) Allah SWT semakin serius dia di mata Allah SWT,
maka semakin besar pertolongan yang akan diberikan kepadanya. Jadi,
bagi guru yang serius bekerja dan menempatkan pekerjaannya di dalam
kerangka “menolong (Agama) Allah SWT”, biarlah bagi mereka di
akhirat kelak masuk surga meskipun di dunia mereka juga kaya raya.
b. Mengelola Resiko
Guru sulit untuk bisa nyambi profesi lain, sebagaiman banyak di
profesi yang lain. Profesi guru menuntut konsentrasi. Sebabnya, profesi
guru tidak mungkin dijalani setengah-setengah.
Salah satu cara agar mampu mencari jalan keluar atas masalah
tersebut adalah memahami dan mengelola risiko-risiko (managing
risks). Seorang telah memahami betul risiko pekerjaan yang
ditekuninya, ia akan selalu dapat bekerja selalu mantap. Baik mantap
50
untuk menekuninya atau sebaliknya mantap untuk meninggalkannnya.
Jika seseorang memilih untuk menekuni profesi guru maka ia akan
menjadi seorang guru yang ikhlas. Jadi, ketika keikhlasan mulai
tumbuh, segalanya bakal terasa ringan dan bermakna. Inilah risiko-
risiko yang perlu dipahami sorang guru.
Pertama, risiko seorang guru adalah repot. Karena kadang-kadang
yang diurusi guru bukan hanya anak didiknya, tetapi juga orang tua
mereka. Ini terjadi karena seringkali anak yang bermasalah bermula dari
orangtuanya di rumah yang juga bermasalah.
Kedua, risiko seorang guru adalah berpenghasilan pas-pasan.
Ketiga, risiko yang bisa didapat seorang guru adalah sering sakit
hati. Guru sering mendapat kritik, keluhan, ungkapan kekecewaan, dan
sejenisnya dari orang tua siswa.
c. Miliki Totalitas
Bila kita menyimak wawancara atlet yang baru saja meraih juara,
atau artis yang sedang naik daun, atau tokoh politik yang tengah
populer,atau pengusaha yanga sukses meraup untung, sering dijumpai
pernyataan-pernyataan “Totalitas”. Para orang sukses bakal
menggambarkan bahwa dirinya bisa meraih prestasi spektakuler itu
karena “tidak main-main” di bidang yang digelutinya. Dia mencurahkan
seluruh prestasinya. Waktu, tenaga, ketrampilan, materi, pikiran,
bahkan “kehormatan”, semua dipertaruhkan tidak setengah-setengah.
Dari mulut mereka sering didapati pernyataan, “hidup saya, ya, di sini!”
51
Inilah yang dimkasud dnegan totalitas. Nah, guru juga perlu
bersikap total terhadap profesinya. Sebagaimana banyak atlet, artis,
pengusaha, atau politisi, jika mereka ingin prestasi yang spektakuler.
Para pendidik besar pun, umumnya, tidak menganggap remeh sosal
totalitas ini.
d. Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Dibandingkan dengan sesama profesi guru saja, yaitu guru negeri,
kesejahteraan guru swasta tak seberapa. Apalagi jika dibandingkan
dengan profesi-profesi empuk di dunia bisnis, politik atau wirausaha,
tingkat keberhasilan guru pasti jauh di bawahnya. Di sinilah pentingnya
sesorang yang sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi guru,
terutama di sekolah swasta, untuk berhati-hati bila membanding-
bandingkan diri dengan orang atau profesi lain.
e. Figur Nyata untuk Bercermin
Guru perlu mengukur sejauh mana pengabdiannya berhasil
memberi dampak yang cukup berarti. Guru juga perlu menjaga
semangat supaya tidak berhenti ditengah jalan. Guru juga perlu standar
kinerja yang jelas, sehingga dia tahu kapan berhasil dan kapan gagal.
Untuk menemukan standar itu, guru harus menentukan figur nyata yang
dikagumi prestasi dan dedikasinya, yang dapat dipelajari dan dijadikan
cermin. Bila perlu guru perlu mendatangi figur-figur teladan yang telah
mengabdikannyaa hidupnya sebagai pendidik selam berpuluh-puluh
tahun. Mintalah pada mereka untuk menceritakan pengalaman-
52
pengalaman berharganya, yang darinya bisa dipetik pelajaran. Atau
minta mereka untuk menceritakan prinsip-prinsip yang dipegangnya
sehingga membuat mereka mampu bertahan menjadi guru. Setelah itu,
tetapkan dalam hati sebuah tekad: “Aku ingin seperti dia!”
Namun, jika sulit menemukan figur nyata seperti itu disekitar anda,
bacalah buku-buku yang memuat kisah-kisah para guru teladan. Pada
akhirnya, temukan figur yang betul-betul bisa dijadikan sebagai cermin.
Keberadan figur untuk bercermin ini sangat penting artinya guna
menjaga stabilitas psikologi seorang guru dalam menghadapi berbagai
kondisi.
f. Bekali Diri dengan Segudang Ketrampilan
Memebekali diri dengan ketrampilan tidaklah sama dengan
mencari rumus-rumus sakti yang bisa digunakan untuk menghipnotis
anak. Jangan memebayangkan ada sebuah pelatihan yang melatih jurus-
jurus ampuh mengatasi anak, kemudian setelah mengikuti pelatihan
tersebut setiap masalah bakal bisa diselesaikan dengan juurus-jurus itu.
Tidak ada urus paten dalam menghadapi anak.
Yang dimaksud membekali diri dengan ketrampilan adalah
menjadikan informasi, pengetahuan, atau yang diperoleh melalui
berbagai pelatihan tadi atau diambil dari buku-buku bacaan, atau juga
pelajaran semasa kuliah dulu, sebagai bahan untuk melahirkan inspirasi.
Setelah itu, guru harus mencoba menciptakan metode-metode baru
53
setiap kali menghadapi masalah. Catat dalam diary anda, metode apa
saja temuan anda yang berhasil diterapkan dan yang tidak.
Mencari ilmu dan inspirasi juga bisa dengan sering-sering pergi ke
toko buku. ingat, dengan mengajar ilmu seorang guru memeang tidak
akan berkurang. Tetapi, jika guru berhenti belajar daya tariknya akan
berkurang karena pengetahuan dan ketrampilannya semakin terbatas
atau bahka tertinggal. Akan semakin banyak sisiwa yang tidak tertarik
kepadanya, bahkan tidak menyukainya. Sementara itu, akan muncul
permasalahan baru yang lebih mutakhir melebihi ilmu yang dimilikinya
sat ini.
Kini sudah banyak ditemukan teori-teori baru dalam psikologi
pendidikan, sperti multiple inteligence, quantum learning, teaching,
reading, atau writing, dan sebagainya. Jika tidak rajin membaca buku,
mustahil seorang guru akan tahu itu semua dan bisa mengikuti
perkembangan. Dengan memiliki banyak ketrampilan, seorang guru
juga akan semakin profesional. Dan di zaman modern seperti ini,
masyarakat akan meninggalkan guru dan sekolah yang tidak memiliki
profesionalisme.
g. Luruskan Niat, Antisipasi Masalah
Unsur yang paling berkaitan dengan hati adalah niat.
(متفق عليه)وإنما لكل امرئ ما نوى , إنما األعمال بالنيات
Artinya: Setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan
setiaporang tergantung pada apa yang ia niatkan (Muttafaq
„Alaih).
54
Niat yang masih lurus akan membuat kondisi hati tetap stabil.
Kondisi hati yang stabil akan melahirkan emosi yang stabil pula. Maka,
emosi yang stabil inilah yang snag dibutuhkan guru di dalam
menghadapi anak didiknya. Salah satu cara untuk menstabilkan emosi
adalah dengan memisahkan wilayah pribadi dan wilayah tugas. Seorang
guru yang mampu memisahkan kedua hal tersebut akan terhindarkan
dari kelabialn emosi.
Untuk menghindari kelabialn emosi seperti ini, guru perlu
meluruskan niatnya setiap hari, bahkan sesering mungkin.setaiap kali
hendak melangkahkan kaki, meninggalkan rumah sediakan waktu
sebentar untuk berwudhu dan meluruskan niat. Lebih baik jika
pelurusan niat ini dilakukan sebelum masuk kelas. Semakinserig
pelurusan niat dilakukan, maka dampaknya akan semakin baik. Sangat
mungkin bahwa saat itu, sebenarnya guru sedang menghadapi problem
rumah tangga atau problem pribadi lainnya. Dengan melruskan niat,
problem-problem itu akan mudah disimpan di dalam wilayah tersendiri,
tak ikut terbawa ke sekolah atau di dalam kelas.
5. Indikator Cinta
Guru yang berhasil dalam dalam hidupnya adalah guru yang
mencintai profesi dan anak-anak didiknya. Cinta guru terhadap profesinya
bisa terwujud profesionalisme, totalitas, ketulusan, kesabaran, dan
55
kerelaan menghadapi risiko-risiko yang harus ditanggung, sedangkan cinta
guru kepada siswa terejahwentahkan melalui kedekatan, keakraban,
penerimaan yang tulus, atau cairnya hubungan yang terbangun bersama
mereka. Curahan cinta, kasih, dan sayang guru kepada siswa akan
menghasilkan sesuatu yang spektakuler, respons balik dari siswa yang
berupa cinta, pengabdian dan prestasi.
Maka, kesemua hal itu berlangsung secara timbal-balik,
memunculkan suatu interaksi proses belajar-mengajar yang
menggairahkan, mencerdaskan, dan menerahkan antara guru denagn siswa.
Dari mana kiata dapat mengidentifikasi terjadinya proses yang
dahsyat itu. Tentunya melalui indikator-indikator cinta di bawa ini:
a. Dedikasi dan Cinta Guru
Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang menjadi indikator cinta
seorang guru terhadap profesi dan anak-anak didiknya. Pertama,
pasokan energi yang berlimpah. Kedua, kesediaan untuk berkorban.
Dan ketiga, selalu ingin memberi yang terbaik. Ketiga hal ini bisa
dijadikan tolok ukur apakah seorang guru sudah menjalani profesinya
dengan berlandaskan cinta ataukah belum. Di sisi lain, ketiga hal ini
juga bisa membuat seorang guru bisa merasa nikat dalam menjalain
profesinya. Ia takkan merasa terbebani, bahkan mungkin saja profesi
guru yang ia geluti sebagai hiburan yang menyenangkan, karena
adanaya kepuasan batin yang ia peroleh.
56
Pada akhirnya, guru bakal mampu menunjukan dedikasinya
terhadap profesinya sebab hanya dan cuma cinta, kasih, dan sayanglah
yang menjadi landasannya.
b. Pasokan Energi yang Berlimpah
Demi meraih kesuksesan dalam menjalani profesinya seorang guru
harus mempunyai cadangan energi yang luar biasa untuk menampik
segala hal yang bisa menghambatnya.
Namun, sayangnya, yang sering tampak pada banyak guru
bukanlah sikap tangguh seperti itu. Kadang-kadang, belum lagi
mendapatkan hambatan, baru merasa tidak ada dorongan dari orang
sekeliling sudah membuat seorang guru kendor semangatnya. Bahkan,
ada juga guru yang, sebenarnya, selalu mendapat dorongan dan
motivasi dari kerabat dekatnya, namun tetap saja itu semua tidak
membuatnya kuat. Sebabnya, faktor penguat yang berasal dari dalam
dirinya sendiri belum kuat, yakni cinta terhadap profesinya. Maka,
wajar saja bila cadangan energinya selalu habis. Tiada energi yang
setiap waktu akan mampu membuatnya terus bertahan.
c. Kesedian berkorban
Seorang kepala sekolah mengungkapkan keheranannya terhadap
perilaku beberapa guru yang, menurutnya, “terlalu banyak menuntut”.
Bayangkan, ada sebagian dari mereka yang sudah diberi motivasi,
diikutkan seminar dan pelatihan, diberi banyak fasilitas, namun tetap
saja tak mampu menumbuhkan semangat mengajarnya. Buakn kualitas
57
sumber daya yang meningkat, yang didapat sekolah setelah
mengikutsertakannya dalam pelatihan, tapi justru keluhan-keluhan
tentang capeknya mengikuti acara, kurangnya fasilitas, dan anggapan
miring tentang penyelenggaraan acara itu.
Cerita di atas sangat berkebalikan jika dibandingkan dengan cerita
berikut. Ada seorang guru yang selalu membiayai dirinya sendiri untuk
bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang diaanggap dapat mendukung
profesinya. Di sela-sela waktu mengajarnya, ia masih menyempatkan
diri membaca buku dan mengikuti seminar-seminar untuk menambah
wawasan dan memeperkaya dirinya dengan menambah banyak metode
dan kreativitas dalam mengajar. Ia rela mengeluarkan biaya yang,
sesungguhnya, bukan menjadi tanggung jawabnya,
Dari kedua cerita di atas, tampak sekali perbedaan antara guru yang
menjalani profesinya dengan berlandaskan cinta atau semata-mata
terpaksa. Kreativitas guru muncul tatkala berkomitmen, konsentrasi,
dan dedikasi dia curahkan sepenuhnya bagi keberhasilan proses
pendidikan da anak-anak didiknya.
d. Selalu Ingin Memberi yang Terbaik
Meski demikian, dengan cinta dan ketulusan yang dimiliki guru,
hal itu tidak membuat guru surut dari kesetian untuk menunaikan
tugasnya yang mulia, cinta telah membuat guru tak mengharapkan
balasan apapun dari apa yang telah dia lakukan. Cinta telah membuat
guru telah menyerahkan semua yang dimilikinya, ilmu dan budi pekerti,
58
untuk menjadi milik anak didiknya, tanpa syarat atau agunan. Inilah
salah satu indikasi cinta bila guru betul-betul mendasari semua aktifitas
dengan cinta.
Guru yang mencintai anak didik dan profesinya, tentu saja, takkan
merasa kesulitan untuk selalu memeberikan yang terbaik, walau guru
tahu, kelak yang akan menikmati buah dari jerih-payahnya bukanlah
dirinya sendiri.
e. Respon Balik Siswa
Guru yang ideal adalah guru yang dijadikan figur lekatan oleh
siswanya. Jika guru sudah mampu menjadikan figur lekatan bagi semua
siswanya, atas cinta yang telah dicurahkannya, maka sekuang-
kurangnya ada tiga hal yang bakal diperoleh guru seabagi respons balik
dari para siswanya. Pertama, seluruh tutur kata akan lebih di dengar
oleh siswa. Kedua, sisiwa bakalmerasa aman untuk menjadikan guru
sebagi tempat mengadu dan kawan berdekat-dekat. Dan, ketiga, anak
terdorong untuk memepersembahkan apa saja yang terbaik bagi
gurunya kelak. Tiga hal inilah yan bisa disebut sebagai “indikator cinta
siswa”.
f. Lebih didengar
Seluruh tutur kata guru yang telah melandasi dedikasi
profesionalnya dengan cinta akan lebih didengar oleh siswanya.
Keberadaan guru di sekolah, yang selalu mendampingi mereka belajar,
sejak mereka tiba di kelas hingga pulang, memang mengandung nilai
59
khusus. Jika anak sudah menganggap guru sebagai sosok yang
menyayangi mereka sepenuh hati, Insya Allah mereka pun akan
membalasnya dengan sikap kepatuhan. nasihat, teguran, dan dorongan
guru lebih ditaati ketimbang omongan orangtuanya.
g. Merasa Aman
Nilai-niali cinta, kasih, dan sayang yang melandasi pelaksanaan
tugas guru akan berdampak pada timbulnya rasa aman pada siswa.
Sehubungan dengan dunia guru, sikap anak yang merasa aman ini
adalah modal penting. Anak selalu terpacu untuk selalu bertanya
tenatang apa saja, tanpa takut dianggap banyak omong. Dengan begitu,
pengetahuannya akan bertambah setiap saat. Anak juga akan terlatih
kejujurannya karena tidak khawatir akan di marahi atau di hukum berat
bila dia jujur menceritakan kekhilafannya.
h. Imbalan Terbaik, Kelak
Bila guru sudah menunjukan dedikasi yang tinggi terhadap
profesinya juga sikap cinta, kasih, dan sayang kepada anak-anak
didiknya, pada akhirnya, tiadalagi imbalan terbaik lagi selain pahala
dari Allah SWT.
Mendidik anak manusia adalah amal (jariyah) yang tiada terukur
nilai kemuliaannya. Amal seperti itulah yang kelak, bakal menjadi
sumber “Devisa” bagi seorang guru di akhirat. Nilai devisa ini tiada
habis-habisnya, mengalir terus-menerus, seperti telah ditegaskan Allah
SWT. Melalui firman-Nya berikut:
60
Artinya: kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah
rendahnya (neraka),kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya. (Q.S. At-Tin [95]: 6)
B. Tujuan Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching
Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai
keberhasilan. Metode pembelajaran yang terdapat di dalam buku Spiritual
Teaching karya Abdullah Munir, menekankan pada metode pembelajaran
keteladanan, yang dilakukan oleh para guru yang menjadi subyek
perubahan. Gurulah yang harus menjadi pihak pertama sebagai orang yang
melakukan perubahan terhadap anak didiknya. Guru sebagai salah satu
dari sekian kelompok sosial, setiap harinya tidak lepas dari interaksi
dengan pihak lain, dengan semua guru, dengan siswa, dengan orang tua
siswa, dan dengan kalangan lain yang lebih luas.
Interaksi antara guru dan siswa menjadi hal yang penting dalam proses
kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan. proses interaksi edukatif
tersebut tentunya membutuhkan metode pembelajaran dengan tujuan
suapaya apa yang telah menjadi visi dan misi pendidikan tercapai. Di
dalam interaksi pendidikan, hubungan timbal balik antara guru (pengajar)
dan anak (murid) harus menunjukan adanya hubungan edukatif
61
(mendidik), dimana interaksi itu harus diarahkan pada satu tujuan tertentu
yang bersifat mendidik.
Dalam buku Spiritual Teachinng ini, Abdullah mengarah pada metode
keteladanan dan memberi dorongan semangat kepada para guru untuk
bersikap “spiritual”. yang berarti menyadari bahwa guru adalah profesi
yang mulia, agung dan suci. Kalau ingin sukses dalam menjalani
profesinya, guru harus melakukan proses alih ilmu kepada anak didiknya
dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT sebagai sang pemilik ilmu.
Ikhtiarnya memperbaiki pendidikan nasional, dengan pertama kali
menyentuh guru memperkuat kepribadian sang guru agar senantiasa
mencintai profesinya dan menegakkan sikap-sikap cinta, kasih, serta
sayang kepada sang anak didik.
62
BAB IV
ANALISIS RELEVANSI METODE PEMBELAJARAN
ABDULLAH MUNIR PADA BUKU SPIRITUAL TEACHING
DENGAN KONTEKS PENDIDIKAN SAAT INI
A. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan
Dapat dikemukakan bahwa kajian metode pembelajaran yang dimaksud
ialah yang ada hubungannya dengan pengertian tentang metode pembelajaran
di dalam buku Spiritual Teaching kesesuainnya dengan keadaan saat ini.
Menurut Armai dalam kutipannya secara etimologi, istilah metodelogi
berasal dari bahasa yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata;
yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti
jalan atau cara. Metode berarti jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan
(Aramai, 2002: 40). Dalam bahasa arab metode disebut “thariqat”, dalam
kamus besar bahasa indonesia, “metode” adalah cara yang teratur dan berfikir
baik-baik untuk mencapai maksud, sehingga dapat difahami metode berarti
suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai
tujuan pengajaran (Armai, 2002: 40).
Metode dapat didefinisikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk
mempermudah pelakasanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan (Departemen Agam RI, 2001: 19). Pemebelajaran juga diartikan
sebagai suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka
membantu dan memepermudah proses belajar dengan harapan dapat
63
membangun kreativitas siswa (Nazarudin, 2007: 163). Jadi metode
pembelajaran dalam pendidikan adalah suatu cara kerja secara sistematis yang
bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan belajar untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan berhubungan dengan pendidikan.
Kita perhatikan bahwa jumlah metode ini sangat banyak, sehingga menjadi
bukti tidak lagi dibutuhkannya metode baru. Banyaknya metode ini membuat
para pendidik dapat menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan anak, baik
dari sisi akal maupun kejiwaan. Karena, metode inilah yang nantinya
menerangi jalan mereka, mempersembahkan berbagai solusi untuk
permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi dalam membangun
kepribadian, bimbingan dan pembentukannya sesuai dengan metode tersebut
(Suwaid, 2010: 138).
Mengenai metode mengajar di lembaga pendidikan khusunya Islam di
lingkungan sekolah, lazimnya metode-metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
dan sebagian metode karya wisata. Namun, yang paling dominan adalah
metode ceramah. Metode pendidikan lain yang perlu dikedepankan juga
mestinya metode keteladanan dari guru, metode latihan-latihan atau tuga-
tugas di rumah namun guru memberikan satu contoh lebih dahulu, tinggal
peserta didik mengembangkannya di rumah. Atau metode induktif, deuktif,
dan analisis (Supriyono, 2001: 49).
Dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi SAW dapat ditemukan berbagai
metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan
membangkitkan semangat (An-Nahlawi, 1989: 283).
64
Dalam buku Spiritual Teching menggunakan metode keteladanan, dan
kasih sayang. Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang
baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental
dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.
Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya
memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur
yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut tentunya
figur gurulah yang digugu dan ditiru.
Sedangkan metode merupakan komponen dasar yang utama dalam proses
pendidikan dan pembentukan karakter atau akhlak anak. Demikian juga
murid yang dididik dengan menggunakan metode akan merasa betah dan
lebih cepat mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan kepadanya
dibandingkan dengan mengajar tanpa menggunakan metode.
65
B. Relevansi Metode Pembelajaran dalam Pendidikan dengan Buku
Spiritual Teaching
Pola relevan metode pembelajaran di dalam buku Spiritual Teaching bagi
pendidikan saat ini yaitu terdiri dari:
1. Relevansi dengan Buku Abdullah Nasih Ulwan
Menurut pendapat Abdullah Munir dalam bukunya metode
pendidikan menggunakan metode keteladanan. Yaitu cara penyampaian
sebuah materi pelajaran dengan memberi contoh teladan yang mulia pada
peserta didik kemudian baru merambah ke aspek psikiologi peserta didik
yaitu melembutkan hati, menyemai benih kasih sayang, beristiqamah diri
dan indikator cinta. Ini relevan dengan definisi yang dikemukakan oleh
Abdullah Nasih Ulwan yang dikutip dari buku Pendidikan Anak dalam
Islam (Tarbiyatul Aulad Fil Islam) yang diterjemahkan oleh Jamaludin
Miri, bahwa “ seorang pendidik yang bijaksana, sudah barang tentu akan
terus mencari metode alternatif yang lebih efektif dengan menerapkan
dasar-dasar pendidikan yang berpengaruh dalam mempersiapkan anak
secara mental dan moral, siantikal, spiritual dan etos sosial, sehingga anak
dapat mencapai kematangan yang sempurna, memiliki wawasan yang luas
dan berkepribadian integral”. Yaitu dengan; penddikan dengan metode
keteladanan, metode pendidikan dengan adat kebiasaan, metode
pendidikan dengan nasehat, metode pendidikan dengan memeberikan
perhatian, metode pendidikan dengan memberikan hukuman.
66
Dari kedua definisi diatas, terlihat bahwa substansi metode adalah
sama yaitu menerangkan materi pelajaran kepada anak didik dengan
keteladanan, kelembutan, kasih sayang, istiqomah dan cinta.
Menurut Abdullah Nasih Ulwan mengenai metode yang telah
disebutkan di atas, pertama Keteladanan, setiap guru baik pemula ataupun
bukan, tetaplah memerlukan seorang figur pendidik yang sejati agar upaya
pendidikan yang dilakukannya dapat terarah sehingga berhasil dengan
baik. Tidak ada tokoh ideal yng pantas untuk dijadikan sebagai figur
teladan, kecuali nabi muhammad saw yang telah mempunyai misi dakwah
sebagai penyempurna akhlak. Beliau adalah seorang rasul pilihan yang
diutus bagi umat manusia dengan keutamaan sifat-sifat luhurnya, baik
spiritual, moral, maupun intelektual. Seorang guru harus mempuyai
kategori dalam hal takwa, ikhlas, ilmu, santun, dan tanggung jawab agar
pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh anak didik, dan
menjadi teladan atau contoh yang baik bagi muridnya.
Kedua Adat Kebiasaan, penddidikan dengan metode pembelajaran
dan pembiasaan ini adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan
merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan
pelurusan akhlak anak. Sebab pendidikan ini didasarkan pada perhatian
dan pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak
dari bimbingan serta pengarahan.oleh karena itu, para pendidik yang
menunaikan tugas risalahnya dengan sempurna mungkin, atau
67
mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada dunia pendidikan islam
dengan tekun, tabah dan penuh kesabaran.
Ketiga Nasehat, metode yang cukup berhasil dalam pembentukan
akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun
sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya
dengan nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh
yang cukup besar dalam membuka mata ank-anak kesadaran akan hakikat
sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur,
menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan
prinsip-prinsip islam.
Keempat Perhatian, metode yang lurus. Jika diterapkan maka kita
akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang saleh,
bermanfaat bagi umat islam. Karenanya, hendaknya kita selalu
memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran
dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan,
pergaualan dengan orang lain, sikap emosi dan segala sesuatunya. Dan kita
berikan sepnuhnya hak serta tanggung jawab kita kepadanya.
Kelima Hukuman, dalam metode ini pendidikan islam telah
memeberikan perhatian besar terhadap hukuman, baik hukuman spiritual
maupun material. Hukuman ini telah diberi batasan dan persyaratan, dan
pendidik tidak boleh melanggar. Sangat bijaksana jika pendidik meletakan
hukuman pada proporsi yang sebenarnya, seperti juga meletakkan sikap
ramah tamah dan lemah lembut, pada tempat yang sesuai.
68
Mengenai metode pembelajaran dalam pendidikan saat ini, guna
untuk mempersiapkan anak didik dan juga guru tentu sangat membutuhkan
metode-metode yang sebagaimana telah dilakukan oleh Abdullah Munir.
Menurut pengamat penulis dalam penyampaian materi Abdullah Munir
banyak menggunakan metode perhatian, kasih-sayang, dan cinta. Metode
ini sangat relevan jika mengajar peserta didik yang notabene adalah anak
yang masih ditingkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman
Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).
2. Relevansi dengan Pendidikan Karakter
Ada kaitannya antara metode pembelajaran menurut Abdullah
Munir dengan pendidikan karakter. Menurut Daryanto, kegiatan
pendidikan dan pembelajaran adalah proses kegiatan interaksi
guru/pendidik dengan anak didik/siswa. Pendidik dan guru berperan
sebagai model pengembang karakter dengan membuat penilaian dan
keputusan profesional yang didasarkan pada kebajikan sosial dan moral.
Setiap anak didik dan guru mereka dapat menjadi contoh atau model,
teladan baginya (Daryanto, 2013: 12).
Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak, atau pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu, muatan pendidikan
69
karakter secara psikologis mencakup dimensi moral thinking, moral
feeling, dan moral action (Zuchdi, 2013: 3).
Seperti pepatah yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara
yaitu, ing ngarso sung tulodho, maksudnya bila seseorang atau guru
berada di depan diharapkan mampu menjadi teladan atau contoh yang baik
bagi anak-anaknya (siswa). Ing madyo mangun karso, bisa diartikan
seorang guru hendaknya berada di tengah yang selalu memberikan
bibingan dan mendampingi anak didiknya. Dan tut wuri handayai berarti
pemimpin atau guru mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan
bergerak yang dipimpinnya. Memberi dorongan anak-anaknya agar maju
ke depan, tampil, dan berani mengambil keputusan.
Untuk itu hubungan antara guru/pendidik dan siswa, harus
dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi
yang memanjakan. Memberikan teladan yang baik bagi siswa,
memberikan cinta, kasih dan sayang pada mereka adalah metode yang
sangat cocok untuk diterapkan. Siswa bukan hanya objek, tetapai juga
dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek. Guru juga
seagai fasilitator atau kawan yang mengarahkan anak didiknya untuk
mempunyai karakter yang baik.
Menurut pengamatan penulis, sangat sesuai apabila disetiap sekolah saat
ini menggunakan metode dan sikap kepribadian guru yang ada pada buku
Spiritual Teaching. Karena bagi guru, berawal dari kesadaran guru akan
70
mulianya profesi yang ia jalani akan melahirkan sebuah rasa cinta pada
profesinya, cinta pada muridnya yang kemudian akan tumbuh kelembutan
hati, keistiqomahan, dan kasih sayang pada siswanya. Yang mana itu adalah
sebuah metode yang relevan untuk pembelajaran saat ini karena metode
tersebut dibarengi dengan sebuah pendekatan psikologis. Sehingga semangat
belajar siswa akan melejit dan berpengaruh pada prestasi yang baik. Tidak
hanya itu, moral atau sikap spiritual siswa yang menjadi penilaian utama
dalam kurikulum sekarang (Kurikulum 2013) akan mudah untuk ditanamkan
karena penanaman moral dilakukan dengan metode keteladanan dari figur
seorang guru.
Sedangakn bagi peserta didik, metode keteladanan yang ada pada buku
Spiritual Teaching menjadi sebuah pengajaran moral dan akhlak. Karena
siswa sudah menemukan figur panutan sekaligus figur lekatan yang selalu
memberikan dedikasi cinta dalam pembelajrannya di sekolah.
Memang metode pendidikan ataupun pembelajaran yang dikemukakan
Abdullah Munir terlihat berbeda dengan metode-metode yang sudah ada
dibuku lain. Metode dari Abdullah Munir ini hanya memiliki metode
keteladanan, tetapi kalau dipahami lebih dalam lagi terdapat metode-metode
yang sangat relevan apabila diterapkan dalam pendidikan pembelajaran
sekarang ini. Metode keteladanan yang berpusat pada seorang guru, memberi
teladan mulia pada anak didiknya, sebagai contoh saat mengajarkan sebuah
pelajaran akhlakul karimah, gurulah yang dijadikan figur panutan dan contoh
anak didiknya. Tidak cukup hanya itu saja akan tetapi perlu pendekatan sikap
71
dari seorang guru untuk membuat metode pembelajaran ataupun pendidikan
bisa tercapai sesuai yang diinginkan. Pendekatan sikap tersebut adalah
melembutkan hati, menyemai benih kasih sayang, beristiqomah diri, dan
cinta.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melalui pembacaan bab demi bab, akhirnya penulis dapat
membuat beberapa butir atas kesimpulan yang dituangkan dalam buku
“Spiritual Teaching” karya Abdullah Munir. Adapun butir-butir tersebut
sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku Spiritual
Teaching?
Dalam buku spiritual teaching itu Abdullah Munir dengan
memberikan tekanan pada para guru untuk bersikap “Spiritual”. Artinya
menjalankan profesi guru sebagai sebuah profesi yang mulia, agung,
dan suci dan mencintai profesinya dan menguatkan sikap cinta, kasih,
serta sayang kepada para anak didiknya. Berkenaan dengan hal ini
Abdullah Munir menjelaskan metode keteladanan dalam kegiatan
belajar-mengajar sehari-hari di sekolah sesuai tuntutan situasi dan
kondisi masing-masing, dan sikap guru dalam proses pembelajaran
yaitu; 1) Melembutkan hati, guru perlu melembutkan hatinya agar tidak
keras atau menyiapkan hatinya, agar di dalamnya bisa tubuh cinta.
Karena cintalah yang akan menjadi landasan hubungan guru dengan
siswa dalam mengajar. 2) Menyemai benih kasih sayang, stelah hati
lembut, metode selanjutnya adalah merawat bibit-bibit cinta, kasih dan
73
sayang. Sebab dengan mendidik dengan penuh rasa cinta, kasih dan
sayang, akan tumbuh di dalam dirinya sifat-sifat yang positif, seperti
kepercayaa diri yang tinggi, berani dan tidak mudah patah semangat. 3)
Beristiqamah diri, profesi guru dituntut untuk selalu komitmen dan
konsistensi tinggi. Untuk itu guru harus menikmati profesinya. 4)
Indikator cinta, melalui metode ini kita dapat memunculkan interaksi
proses-belajar mengajar yang menggairahkan, mencerdaskan, dan
mencerahkan antara guru dan siswa. Karena itu adalah hasil dari
curahan cinta, kasih, dan sayang guru kepada siswa.
2. Relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku
Spiritual Teaching dengan konteks pembelajaran saat ini?
Mengenai metode pembelajaran dalam pendidikan saat ini, guna
untuk mempersiapkan anak didik dan juga guru tentu sangat
membutuhkan metode yang sebagaimana telah dilakukan oleh Abdullah
Munir. Dan menurut pengamat penulis dalam penyampaian materi
Abdullah Munir banyak menggunakan metode keteladanan. Metode ini
sangat relevan jika mengajar peserta didik yang notabene adalah anak
yang masih ditingkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman
Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Yang mana metode
tersebut menggunakan sebuah pendekatan psikologis yang bertujuan
pada pembentukan karakter siswa. Sehingga semangat belajar siswa
akan melejit dan berpengaruh pada prestasi yang baik. Tidak hanya itu,
moral atau sikap spiritual siswa yang menjadi penilaian utama dalam
74
kurikulum sekarang (Kurikulum 2013) akan mudah untuk ditanamkan
karena penanaman moral dilakukan dengan metode keteladanan dari
figur seorang guru dan dibarengi dengan sikap kelembutan hati, kasih
sayang, istiqomah diri, dan cinta.
B. Saran-saran
1. Bagi pendidik untuk bisa sukses dalam mengemban tugasnya itu
terlebih dahulu ia harus mencintai profesinya dan mencintai anak
didiknya. Karena mustahil apabila tanpa mencintai pekerjaan dan
siswanya seorang guru bisa sukses dalam mengemban amanahnya
sebagai pendidik.
2. Pendidik untuk lebih memperhatiakn penggunaan metode keteladanan
lalu dibarengi dengan sikap cinta, kasih dan sayang dalam
pembelajarannya, bila metode itu sudah berhasil Insya Allah metode
pembelajaran yang lain pun akan mudah di terapkan, karena metode itu
adalah landasan dalam interaksi edukatif antara guru dan siswa.
75
DAFTAR PUSTAKA
Alya, Qanita. 2009. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Dasar. Jakarta:
PT. Indah Jaya
An-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam.
Bandung: Diponegoro
Arif, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pres
Arifin, M. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching. Jakarta: Rajawali Pers
Assegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Daryanto, Darmiatun. 2013. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media
Departemen Agama Ri. 2001. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Dirjend Pemdinaan Kelembagaan Agama Islam
Hadi, Sutrisno. 1990. Metedologi Research. Yogyakarta: Andi Ofset
Huda, Miftahul. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ma‟mur Asmani, Jamal.2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan
Profesional. Yogyakarta: Powerbooks
Maslikha. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: Stain Salatig Press
Munir, Abdullah. 2006. Spiritual Teaching: Agar Guru Senantiasa Mencintai
Pekerjaan dan Anak Didiknya. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani
76
Munir, Abdullah. 2010. Catatan Cinta Seorang Guru. Yogyakarta: PT Pustaka
Insan Madani
Munir, Abdullah. 2010. Super Teacher. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani
Nasih Ulwan, Abdullah. 1999. Pendidikan Anak Dalam Islam Terjemah. Terj.
Jamaludin miri. Jakarta: Pustaka Amani
Nazarudin, Mgs. 2007. Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta: Teras
P. Joko Subagyo. 1991. Metodelogi Penelitian Teori Dan Praktek. Jakarta:
Rhineika Cipta
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Redaksi Sinar Grafika. 2006. Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar
Grafika
Sanjaya, Wina. 2006. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Suryabrata, Sumadi. 1995. Metodelogi Penelitian. Cet-IX, Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh.2010. Propethic Parenteting: Cara Nabi
Mendidik Anak. Yogyakarta: Pro-U Media
Undang-Undang Repubik Indonesia No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Zuchdi, Dimyati. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY Pres
77
Daftar Nilai Satuan Kredit Kegiatan (SKK)
Nama : Iswanto
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
NIM : 111-12-246
Dosen P.A. : Mukti Ali, M.Hum.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1
OPAK ( Orientasi pengalaman
Akademik dan Kemahasiswaan )
STAIN Salatiga, “Progresifitas
Kaum Muda, Kunci perubahan
Indonesia” oleh DEMA STAIN
Salatiga.
05-07
September
2012
Peserta
3
2
OPAK Jurusan Tarbiyah
“Mewujudkan Gerakan Mahasiswa
Tarbiyah Sebagai Tonggak
kebangkitan pendidikan Indonesia”.
oleh STAIN Salatiga.
08-09
September
2012
Peserta 3
3
Orientasi Dasar Keislaman(ODK)
STAIN Salatiga “Membangun
Karakter Keislaman Bertaraf
Internasiona Di Era Globalisasi
Bahasa”
10
September
2012
Peserta 2
4
Seminar Entrepreneurship dan
Perkoprasian 2012 dengan tema
“explore your entrepreneurship
talent” yang di selenggarakan oleh
MAPALA MITAPASA dan KSEI
STAIN Salatiga.
11 september
2012 peserta 2
5
Achievment Motivation Training
dengan AMT, Bangun Karakter
Raih Prestasi
12 desember
2012 peserta 2
6
LIBRARY USER EDUCATION
(Pendidikan Pemakaian
Perpustakaan) yang
diselenggarakan oleh UPT
perpustakaan STAIN salatiga
13 september
2012
Peserta 2
7
Musabaqoh lughoh
„arobiyah(MLA) di selenggarakan
oleh Ittaqo STAIN Salatiga
17 oktober
2012 Peserta 2
8 Dialog Publik dan Silaturahim 10 November Peserta 8
78
Nasional dengan tema “Kemanakah
Arah Kebijakan BBM? Mendorong
Subsidi BBM Untuk Rakyat”
2012
9
Kegiatan sesorah bahasa jawa
dengan tema “mekar
ngrembagaaken budoyo jawi kanthi
jumbuhaken lati, ati lan pakerti”
26 november
2012 Peserta 2
10 Bedah buku 24 cara mendongkrak
IPK
05 desember
2012 Peserta 2
11
Pelatihan karya tulis ilmiyah(PKTI)
diselenggarakan HMJ Tarbiyah
STAIN Salatiga
06 maret
2013 Panitia 3
12
Penerimaan Anggota Baru(PAB)
2013 dengan tema kristalisasi nilai
qur‟ani menuju insan yang penuh
hikmah
23-24
November
2013
Peserta 2
13
Training kader I diselenggarakan
oleh LDK Darul Amal STAIN
Salatiga
15-16 maret
2014 Peserta 2
14 Ibtida‟ Lembaga Dakwah Kampus
(LDK) daru amal STAIN Salatiga
12-13 april
2014 Panitia 3
15
Training pengembangan diri dan
komunikasi diselenggarakan oleh
KAMMI komisariat Salatiga
18 september
2014 Peserta 2
16
Workshop Nasional dengan tema
“Sukses akademik, sukses bakat
dan hidup bermartabat dengan
karya”
16 desember
2014 Peserta 8
17
Seminar Nasional Kewirausahaan
bersama Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan
Koprasi(DISPERINDAGKOP)
Salatiga
30 oktober
2015 Peserta 8
18
Seminar Nasional dengan tema
“Pendidikan karakter untuk
melahirkan pemimpin masa depan”
oleh HMJ PGMI
17 november
2015 peserta 8
19
Dialog Nasional yang bertema
“Peningkatan Konsep Hablum
Minannas melalui Ramadhan”
19 Juni 2016 Peserta 8
20
Seminar Nasional dengan tema
“Melawan radikalisme dan
komunisme” yang di selenggarakan
oleh PC PMII Salatiga
1 Agustus
2016 Peserta 8
79
80
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Iswanto
Tempat / tanggal lahir : Kebumen, 12 Agustus 1995
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Nama ayah : Sipur
Nama ibu : Parinah
Tempat tinggal sekarang : Ngasinan RT 03 RW 04 Desa Ngasinan,
Kecamatan Bonorowo, Kabupaten Kebumen.
Menerangkan dengan sesungguhnya :
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri 2 Ngasinan : Lulus Tahun 2006
2. SMP PGRI 2 Bonorowo : Lulus Tahun 2009
3. MA Negeri Kebumen 2 : Lulus Tahun 2012
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sbenar-benarnya.
Salatiga, 14 Maret 2017
Penulis
Iswanto