METODE DAKWAH

download METODE DAKWAH

of 51

description

awe

Transcript of METODE DAKWAH

II

1PAGE 12

BAB IPENGERTIAN DAKWAHA. Dakwah Menurut BahasaDitinjau dari aspek kebahasaan maka secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu, - - yang berarti seruan, panggilan, ajakan, dan jamuan (H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, 1973, h. 127).Selain itu, dakwah juga berarti penyiaran, propaganda. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1985), h. 222). Kata dakwah sesungguhnya mengandung arti: artinya: menyeru atau mengajak kepada sesuatu.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa dakwah secara etimologis mengandung dua pengertian, yaitu; pertama, ajakan kepada kebaikan yang subyeknya adalah Allah swt., para nabi dan rasul serta orang-orang yang beriman dan beramal aleh. Kedua, ajakan kepada keburukan yang subyeknya adalah setan, orang-orang kafir atau orang-orang munafik dan sebagainya.

Kata dakwah yang berarti mengajak kepada kebaikan, antara lain dapat dilihat dalam Q.S. Yunus: 25, Ali Imran: 104, al-Sajadah: 33, al-Nahl: 125 dan al-Baqarah: 221, yang berbunyi:. . . Terjemahnya : sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Departemen Agama RI., al-Qur'an dan Terjemahnya, 1984, h. 54.)

Adapun dakwah yang berarti mengajak kepada keburukan atau kejahatan, antara lain dapat dilihat dalam Q.S. Yusuf: 33, al-An'am: 108, dan Fr: 6, yang berbunyi: Terjemahnya :Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Departemen Agama RI., al-Qur'an dan Terjemahnya, 1984, h. 696.)

Makna dakwah menurut bahasa bisa berarti ajakan kepada kebaikan atau kepada kejahatan. Namun demikian, dakwah yang dikehendaki dan dimaksudkan pada pembahasan ini adalah dakwah ke arah yang positif, yaitu ajakan kepada kebaikan, bukan ajakan kepada kejahatan.B. Dakwah Menurut Istilah

Adapun pengertian dakwah secara terminologis, di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli, antara lain:

1) Menurut Syekh Ali Mahfudz yang dimaksud dakwah ialah: Terjemahnya :Mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan petunjuk, menyuruh mereka berbuat yang maruf dan melarang mereka berbuat yang mungkar, agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, 1952: h.17). 2) Menurut Shalahuddin Sanusi, bahwa dakwah dapat berarti islah, yaitu: usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat; memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebatilan, kamaksiatan dan ketidakwajaran dalam masyarakat. (Shalahuddin Sanusi, Penbahasan Sekitar Prinsip-Prinsip Da`wah Islam, 1964, h. 11.)

3) Menurut Bakhyul Khuly dakwah itu ialah : memindahkan umat dari satu situasi ke situasi yang lain ( . . . )

Dari berbagai definisi di atas dipahami bahwa dakwah merupakan usaha memindahkan umat dari situasi negatif kepada yang positif. Seperti dari situasi kekafiran ke situasi keimanan, dari kemelaratan kepada kemakmuran, dari perpecahan kepada persatuan, dari kemaksiatan kepada ketaatan, dari situasi terjajah ke situasi kemerdekaan, merubah situasi yang jahat menjadi saleh, yang bodoh menjadi berpengetahuan, dan yang miskin menjadi berkecukupan.Dari pengertian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan dakwah adalah segala aktivitas yang disengaja yang dapat mengantar umat manusia dari perbuatan negatif kepada positif dan dari yang positif kepada yang lebih positif.Mencermati makna dakwah yang terkandung dalam pengertian istilah (terminologi) yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan dakwah hanya yang meliputi ajakan kepada kebaikan. Di sini, jelas arti dakwah menurut bahasa dan istilah berbeda, sebab dakwah dalam arti bahasa masih bersifat umum, sehingga semua bentuk ajakan baik yang bersifat positif maupun negatif, kesemuanya itu disebut dakwah. Sedangkan dakwah dalam arti istilah hanya mengandung satu makna, yaitu hanya ajakan kepada kebaikan atau yang bersifat positif.

Memperhatikan pengertian dakwah tersebut di atas, maka hakikat yang tersirat di dalamnya ada tiga unsur pokok, yaitu:

a. At-Taujih, yaitu memberikan tuntunan dan pedoman serta jalan hidup mana yang harus dilakukan dan jalan mana yang harus dihindari.

b. At-Taghyir, yaitu mengubah dan memperbaiki keadaan seseorang atau masyarakat kepada suasana hidup baru yang didasarkan atas nilai-nilai Islam.

c. At-Tarji, yaitu memberikan pengharapan akan sesuatu nilai agama yang disampaikan, sehingga dirasakan sebagai kebutuhan dalam kehidupannya Dari ketiga unsur di atas, dapat dipahami bahwa dakwah adalah memberi tuntunan, pedoman hidup, mengubah dan memperbaiki keadaan seseorang serta memberikan harapan akan sesuatu nilai agama yang disampaikan.Karena itu, dakwah, mempunyai fungsi yang sangat besar menyangkut aktivitas untuk mendorong manusia melaksanakan ajaran Islam, sehingga seluruh aktivitasnya dalam segala aspek hidup dan kehidupannya senantiasa diwarnai oleh ajaran Islam. Dengan demikian, dakwah bukan hanya bentuk lisan, melainkan termasuk di dalamnya tulisan, lukisan bahkan contoh-contoh perbuatan.Apabila dakwah ditinjau dari segi isi atau pesan, maka dapat berfungsi : 251011a. Menanamkan pengertian, yaitu memberikan penjelasan sekitar ide-ide ajaran Islam yang disampaikan, sehingga orang mempunyai persepsi yang jelas dan benar tentang apa yang disampaikan. Dengan demikian maka menanamkan pengertian merupakan langkah awal yang harus dicapai dalam aktivitas dakwah karena dari pengertian yang jelas seseorang dapat menentukan sikap terhadap ide-ide itu.

b. Membangkitkan kesadaran, yaitu menggugah kesadaran manusia agar timbul semangat dan dorongan untuk melakukan suatu nilai yang disajikan kepadanya. Timbulnya kesadaran ini karena seseorang telah menghayati dan merasakan sendiri betapa besarnya manfaat dari nilai yang disampaikan kepadanya. Dan dengan bangkitnya kesadaran itu, merupakan ambang ke arah tindakan amaliah.

c. Mengaktulisasikan dalam tingkah laku, yaitu sebagai realisasi dari pengertian dan keadaan yang baik dan benar, menimbulkan tingkah laku nyata. Dengan demikian, ajaran Islam dapat dipraktekkan dalam seluruh aspek kehidupan seseorang, sehingga segala tingkah laku dan perbuatannya senantiasa didasari oleh ajaran Islam. Bahkan nilai-nilai ajaran Islam itu benar-benar berintegrasi dan tercermin dalam kehidupan manusia.

d. Pelestarian ajaran dalam kehidupan, yaitu usaha agar ajaran Islam yang telah terealisir dalam diri seseorang dan masyarakat dapat lestari dan berkesinambungan dalam kehidupannya, tidak dicemarkan oleh perubahan zaman yang selalu berkembang ( Hj. Marliyah Ahsan, Diktat Ilmu Dakwah, 1985, h. 5-6.)

Untuk melestarikan ajaran Islam dalam kehidupan manusia, dakwah memperhatikan segi-segi:

1. Preventif, yaitu usaha pencegahan sebelum timbulnya penyimpangan dari norma agama dengan berusaha mencari pangkal penyebabnya dan cara mengatasinya.

2. Edukatif, yaitu membina dan memperbaiki masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai Islam

3. Rehabilitatif, yaitu memperbaiki kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi dalam masyarakat, berupa penyelewengan, pelanggaran susila dan kemungkaran-kemungkaran lainnya kemudian diarahkan kembali kepada jalan yang diridhai oleh Allah swt.IIISTILAH-ISTILAH YANG IDENTIK

DENGAN MAKNA DAKWAHA. Tabligh 1. Tabligh menurut bahasa

Kata tabligh berakar dari huruf (Balagha) yang berarti sampainya sesuatu kepada yang direncanakan, baik tempat, waktu ataupun perbuatan. Dari segi bahasa tabligh berasal dari bahasa Arab, yaitu : - mengandung arti menyampikan. Jika kita berkata balagh berarti pekabaran. Jika ditambah huruf di belakangnya (balaghat) maka ia berarti kepintaran berbicara yang tidak memaksakan, agar menerimanya apa yang disampaikan. (Q.S.12: 22, 18:86, 17:37, 38:17 dll.) (Mochtar Husein, Tabligh yang baik, 2000, h. 3).2. Tabligh menurut istilah

Pengertian istilah mempunyai makna yang bervariasi, terkadang berarti perkataan yang berbekas di hati, sesuatu yang sempurna, amanah perintah Allah; namun semuanya dalam konotasi penyampaian pesan agama.

Dari pengertian tersebut dipahami bahwa tabligh adalah menyampaikan ajaran-ajaran (Islam) yang diterima dari Allah swt. kepada umat manusia dengan perkataan yang menyentuh hati dan mengandung hikmah untuk dijadikan pedoman dan dilaksanakan agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Isi tabligh adalah perintah mengerjakan perbuatan yang baik dan larangan mengerjakan perbuatan yang keji.B. Komunikasi

Communicare = berpartisipasi atau commonness yang berarti sama. Dari sini dipahami bahwa orang yang berkomunikasi mengharapkan agar orang lain dapat ikut berpartisipasi atau bertindak sama sesuai tujuan isi pesan yang disampaikannya. Dengan kata lain, komunikasi adalah kegiatan di mana seseorang berusaha merubah pendapat dan tingkah laku orang lain.C. Ishlah

Usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat; memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebatilan, kemaksiatan dan ketidakwajaran dalam masyarakat.D. Pidato

Penyampaian gagasan, pikiran atau informasi kepada orang banyak secara lisan dengan cara-cara tertentu. Atau dengan kata lain pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak. Pidato yang baik apabila mampu membujuk para pendengarnya untuk memahami, menerima atau mematuhi pesan-pesan berupa informasi, ide atau pikirannya.

Tujuan pidato: - memberitahukan, - menghibur atau menyenangkan, - membujuk atau mempengaruhi. E. Khutbah

Nasehat yang disampaikan pada hari jumat di tengah jamaah pada sebuah masjid sebelum melaksanakan shalat jumat dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksud, yaitu: - mengucapkan hamdalah pada awal khutbah

mengucapkan selawat untuk Nabi saw.

menyampaikan wasiat berupa himbauan atau ajakan kepada jamaah

membaca satu atau beberapa ayat al-Qur`an

memanjatkan do`a untuk kaum muslimin dan muslimat

F. Jihad

Jihad diambil dari kata juhdu, berarti: kekuatan dan kemampuan

usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan

usaha sungguh-sungguh untuk membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga

perang suci melawan orang-orang kafir untuk mempertahankan agama Islam

memerintahkan orang mengerjakan yang baik dan melarangnya dari yang mungkar

mengarahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebathilan dan kejelekan dengan mengharapkan ridha Allah. Jadi, jihad adalah mengeluarkan segala kekuatan dan kemampuan dalam peperangan atau dalam kata-kata atau usaha apapun untuk menegakkan kalimat Allah dan memuliakan agama-Nya.

G. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk merubah manusia dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik demi menghadapi kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat. Persamaan ilmu pendidikan Islam dengan ilmu dakwah, yaitu: sama-sama berupaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia.

Perbedaannya: - Ilmu pendidikan menekankan pada proses pendewasaan manusia secara Islami, sedangkan ilmu dakwah lebih menekankan pada proses transformasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia yang sesuai dengan ajaran Islam- Ilmu pendidikan lebih menekankan studinya pada pematangan fisis dan psikis manusia secara islami, karena pematangan itu menentukan kedewasaan seseorang. Sedangkan ilmu dakwah lebih menekankan penyelidikannya pada transformasi sosial budaya, ekonomi, dsb.

- Ilmu pendidikan Islam lebih menekankan kajiannya pada perubahan individual, meskipun tidak mengabaikan perubahan massal. Sedangkan ilmu dakwah pada perubahan massal, meskipun tidak mengabaikan perubahan individual.

H. Penyuluhan:- Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimilikinya mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan masa depan yang lebih baik

- Penyuluhan. Dalam arti luas segala ikhtiar pengaruh psikologis terhadap sesama manusia. Sedangkan dalam arti sempit, counseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara psikologis kita dapat mempengaruhi kepribadiannya sehingga dapat diperoleh efek tertentu.

- Dengan demikian penyuluhan adalah bantuan yang diberikan kepada anak/counseli dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan dengan cara yang sesuai dengan keadaan klien.I. Ceramah: Dari segi bahasa ceramah sama dengan suka bercakap-cakap, tidak pendiam, ramah. Dari segi istilah ceramah sama dengan pidato, yang membedakannya bahwa pidato itu bersifat umum, dan disampaikan secara tertulis pada forum-forum tertentu, sedangkan ceramah bersifat khusus dan umumnya disampaikan secara lisan.Kesimpulannya: semua istilah yang dikemukakan di atas adalah bahagian dari dakwah. IIIDASAR HUKUM DAKWAHAl-Qur`an Surah Ali Imran (3): 104, yang berbunyi sebagai berikut : Terjemahnya:"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang maruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Berdasarkan ayat tersebut di atas, para ulama sepakat bahwa dakwah hukumnya wajib. Akan tetapi, para ulama tidak sepakat mengenai jenis wajibnya tugas dakwah tersebut. Ada yang berpendapat fardu ayn, sebagian lainnya berpendapat fardu kifayah

Adanya perbedaan tersebut berpangkal pada perbedaan penafsiran ulama mengenai makna kata "" dan "" pada ayat 104 surah Ali Imran. Ulama dalam memahami QS. Ali Imran (3): 104, terbagi ke dalam dua golongan yaitu:

1. Golongan yang berpendapat bahwa berdakwah itu adalah fardu ayn antara lain: Imam Muhammad Abduh, dan Imam al-Razi.Alasannya bahwa kata " " pada ayat tersebut mengandung perintah yang sifatnya mutlak tanpa syarat. Sedangkan huruf "" pada kalimat "" mengandung makna " " artinya bersifat penjelasan sehingga dengan demikian kata "" dalam ayat 104 surah Ali Imran tersebut dapat berarti " "yakni untuk seluruh manusia.Alasan lainnya, memandang bahwa berdakwah itu tidak hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan tertentu tetapi meliputi seluruh kegiatan yang memberikan dorongan kepada orang lain untuk memperbuat kebajikan dan memperlihatkan syiar Islam karena itu melaksanakan dakwah menurut kesanggupan dan kemampuan masing-masing menjadi kewajiban setiap orang Islam tanpa terkecuali (Farid Ma`ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, 1981, h. 7).

Muhammad Abduh beralasan bahwa semua orang Islam diwajibkan untuk mengetahui hukum-hukum agama dan perintah-perintahnya, serta membedakan antara yang ma`ruf dan yang munkar. Dengan demikian, merekapun samasekali tidak dibolehkan untuk tidak mengetahui hal-hal yang diwajibkan kepada mereka. Karenanya amar ma`ruf dan nahi munkar itupun diwajibkan pula bagi seluruh umat manusia.

2. Golongan yang berpendapat bahwa dakwah itu adalah fardu kifayah antara lain: Jalal al-Din al-Suyuti, al-Qurtubi, al-Gazali dan al-Zamakhsyari. Alasan mereka bahwa kata "" dalam ayat tersebut menunjukkan "" artinya (segolongan/sebahagian). Oleh karena itu, kata "" berarti "" atau segolongan.

Karena itu, yang diwajibkan dakwah hanyalah orang-orang memiliki keahlian dalam masalah agama dan seluk-beluk dari apa yang didakwahkannya. Sedang tidak semua kaum muslimin mengetahui seluk-beluk agama, karena itu yang wajib berdakwah hanyalah mereka yang tergolong ulama, Maka, apabila para ulama telah melaksanakan dakwah, lepaslah kewajiban seluruh umat Islam.

Alasan lainya bahwa apabila tugas dakwah itu dilakukan sembarangan orang, maka dikhawatirkan nantinya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang bisa membawa kerusakan umat. Jadi, dengan demikian kalau sudah ada sebahagian ulama melaksanakan maka lepaslah kewajiban seluruh umat Islam (Syamsuri Siddiq, h. 12). 2. Hadis Rasulullah saw. yang berbunyi: : : ( ) Artinya: Dari Abi Said berkata: Bersabda Rasulullah saw. : Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lidahnya, jika ia tidak mampu (pula) maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman. (Imam Muslim Syarah Muslim, juz I., 1984: 66-67). Hadis tersebut di atas, menunjukkan bahwa orang muslim tidak boleh tinggal diam melihat peristiwa yang terjadi dalam masyarakat berupa kemungkaran yang biasa membawa kerusakan bagi masyarakat itu sendiri, baik menyangkut kehidupan dunia maupun akhirat. Akan tetapi harus memilih dari tiga alternatif, yaitu:

a. Mengubah kemungkaran dengan kekuasaan (bilyadi), yang berkompeten dalam hal ini adalah penguasa (pemerintah) untuk menggunakan kekuasaan atau wewenang yang ada pada dirinya dan juga para pemimpin dalam lingkungan wewenang kekuasaannya, seperti guru terhadap muridnya, orang tua terhadap anaknya dan lain-lain.

b. Mengubah kemungkaran dengan lidah, yang berkompeten disini adalah ulama, di mana ulama harus memberikan peringatan atau nasihat yang baik (al-Mauidzatu al-hasanah), yaitu dengan kata-kata yang lemah lembut dan dapat meresap dalam diri seseorang

c. Mengubah kemungkaran dengan hati, menolak atau tidak setuju dengan perbuatan yang mungkar, yang masuk dalam kategori ini adalah masyarakat awam. Sebab mereka tidak punya kemampuan atau kekuatan pada alternatif pertama dan kedua.

Dengan demikian, maka tidak ada satu orangpun yang dapat melepaskan diri dari tugas dakwah, amar makruf dan nahi mungkar. Itulah sebabnya, maka setiap umat Islam diwajibkan melaksanakannya sesuai dengan wewenang, tugas dan kemampuan masing-masing. IV KEDUDUKAN DAKWAH DALAM ISLAM

Dakwah adalah merupakan kebutuhan yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, seperti halnya kebutuhan manusia terhadap agama Islam. Dakwah dan Islam adalah suatu kebulatan yang tidak mungkin dapat dipisahkan walaupun dalam pengertian keduanya berbeda dan berdiri sendiri. Hal itu, disebabkan karena agama (Islam) melahirkan dakwah, sedang dakwah itu sendiri adalah sumber hidupnya agama. Agama dengan meninggalkan dakwah, sama halnya bukan agama, karena agama diciptakan Tuhan adalah untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia yang disampaikan dengan perantaraan Rasul dan menjadi tugas kewajiban umat untuk menyebarkan dan mengajarkannya (H.M. Iskandar, h. 10).

Sejarah mencatat agama-agama yang ada, termasuk agama Islam tidak akan meperoleh pengikut yang banyak seandainya tidak didakwahkan. Kenyataan lain, ajaran agama Islam tidak dikenal orang, tidak meluas, tidak dipahami dengan baik, dan bahkan tidak bisa membuahkan kesadaran dan keyakinan seandainya tidak disiarkan atau didakwahkan. Di sinilah pentingnya dakwah dalam Islam.

Sejarah agama-agama terdahulu yang dikenal dengan perantaraan Alqur`an tidak satupun yang dikenal karena zatnya sendiri tanpa memerlukan dakwah. Bahkan para Rasul diutus ke dunia ini sekaligus diproklamirkan oleh Allah swt., bahwa mereka adalah pembawa dan penyebar agama yang dengan bantuan orang-orang mukmin di zamannya, kemurniaan agama-agama tersebut segera dikenal masyarakat.

Demikian pula untuk pembinaan seseorang, kelompok ataupun suatu masyarakat menjadi masyarakat muslim yang memahami, menghayati dan mengamalkan agamanya tidak ada jalan lain kecuali dengan dakwah.

Penjelasan di atas dipahami bahwa dakwah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Oleh H. Harun al-Rasyid mengemukakan bahwa: Suatu ajaran, idiologi apapun termasuk ajaran agama, akan memperoleh pengikut dan pendukungnya tidak hanya tergantung kepada benar atau tidaknnya ajaran tersebut, akan tetapi juga sangat ditentukan oleh apakah ajaran tersebut berhasil didakwahkan atau tidak. (H.Harun al-Rasyid., Pedoman Dakwah bagi Muballigh dan Khatib, 1987/1988, h. 16).

Jadi, jelas bahwa betapapun baiknya suatu ajaran tetapi kalau tidak didakwahkan, maka ajaran tersebut tidak akan memperoleh pengikut yang banyak.

Seiring dengan hal tersebut di atas, H. Mahmud Yunus menjelaskan tentang pentingnya dakwah: Memang dakwah itu penting sekali untuk kehidupan suatu agama, bahkan tidak tegak suatu agama melainkan dengan dakwah dan takkan tersebar suatu aliran atau idiologi kecuali dengan dakwah. Rusaknya suatu agama ialah karena meninggalkan dakwah. Lenyapnya suatu mazhab atau aliran ialah karena mengabaikan dakwah. (H. Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, 1980, h. 7.) Dari sini dipahami bahwa, dakwah adalah satu-satunya aktivitas yang sangat tepat mengatasi problema yang dihadapi oleh umat Islam. Untuk itulah maka dalam kehidupan manusia dakwah sangat dibutuhkan.

Dakwah adalah merupakan kewajiban muslim untuk menegakkan dan mengembangkannya. Maju atau mundurnya dakwah tergantung pada aktivitas muslim itu sendiri. Di dalam Islam kedudukan dakwah tidak dapat dipisahkan dengan Islam itu sendiri. Sebab dakwah adalah penyebab berkembangnya Islam sedang Islam itu sendiri merupakan sumbernya dakwah. Islam itu diturunkan untuk seluruh manusia (al-Qurn surah Saba ayat 28) dan untuk rahmat bagi alam semesta (al-Qurn surah al-Anbiyaa ayat 107)., maka dengan sendirinya dakwah itu adalah untuk seluruh umat manusia tanpa kecuali.

Jadi, dakwah dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk berupa: khotbah, ceramah, kampanye maupun dalam bentuk tertulis, lukisan dan dengan contoh-contoh perbuatan seperti pendirian rumah ibadah, panti asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan sebagainya.Kesimpulan:a. Islam dan dakwah merupakan satu kebulatan yang tidak mungkin dapat dipisahkan walaupun dalam pengertiannya berbeda. Sebab Islam melahirkan dakwah, sedang dakwah itu sendiri adalah sumber hidup dan berkembangnya Islam.

b. Sebab agama Islam yang diciptakan Tuhan adalah mengatur hidup dan kehidupan manusia yang disampingkan dengan perantaraan Rasul dan menjadi tugas dan kewajiban umat untuk menyebarkan serta mengajarkannya (mendakwahkannya). Tanpa dakwah Islam tak akan dikenal dan dianut oleh umat di berbagai belahan dunia seperti sekarang ini. Kalau seandainya kebenaran itu dapat tegak dan tersebar dengan sendirinya karena ia benar, tentu tidak diwajibkan kepada umat Islam untuk berdakwah dan tidak dibutuhkan adanya para Nabi/Rasul, begitu pula pewarisnya (ulama) yang giat mengajak kepada jalan Allah.c. Sejarah mencatat bahwa agama-agama yang ada, termasuk agama Islam tidak akan meperoleh pengikut yang banyak seandainya tidak didakwahkan. Kenyataan lain, bahwa ajaran agama Islam tidak dikenal orang, tidak meluas, tidak dipahami dengan baik, dan bahkan tidak bisa membuahkan kesadaran dan keyakinan seandainya tidak disiarkan atau didakwahkan.

d. Dakwah adalah kebutuhan yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, seperti halnya dengan kebutuhan manusia terhadap agama Islam. Karena itu dakwah dan agama Islam keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin dapat dipisahkan walaupun keduanya dalam pengertian bahasa berbeda dan berdiri sendiri. Agama Islam melahirkan dakwah sedang dakwah itu sendiri adalah sumber hidupnya agama Islam.

Jadi, jelas bahwa meskipun ajaran itu baik tetap harus didakwahkan agar ajaran tersebut tetap eksis dan memperoleh pengikut yang banyak. VTUJUAN DAKWAH

Tujuan dakwah merupakan cita-cita atau nilai yang akan dicapai dalam kegiatan dakwah. Tujuan dakwah sama dengan tujuan diutusnya Nabi Muhammad saw., yaitu menyebarluaskan ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia.

Tujuan dakwah yang dikemukakan oleh para ahli bervariasi, meskipun demikian intinya adalah mengajak manusia kepada perintah Allah dan mencegah terhadap larangan-Nya. Untuk jelasnya bagaimana tujuan dakwah yang dikehendaki oleh para ahli, akan di kemukakan beberapa pendapat berikut.

A. Rosyad Shaleh membagi tujuan dakwah kepada dua bagian, yaitu:

a. Tujuan utama dakwah, ialah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai oleh seluruh tindakan dakwah, untuk mencapai hal tersebut penyusunan rencana dan tindakan dakwah harus diarahkan. Jadi tujuan utama dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang ridhai oleh Allah swt.b. Tujuan departemental dakwah, yaitu tujuan perantara yaitu tujuan yang berintikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah swt. Masing-masing sesuai dengan segi atau bidang kehidupan yang dibinanya. Seperti kebahagiaan dan kesejahteraan dalam bidang pendidikan ditandai dengan tersedianya sarana pendidikan yang lengkap, serta terlaksananya sistem pendidikan yang membentuk manusia takwa. Dalam bidang ekonomi misalnya ditandai dengan tegaknya keadilan yang merata dalam masyarakat dengan tersedianya lapangan kerja dan tenaga kerja yang cukup serta timbulnya kesadaran masyarakat untuk saling menolong atas dasar takwa. (A. Rosyad Shaleh, Manajemen Dawah Islam, 1986, h. 21-27.)Shalahuddin Sanusi membagi tujuan dakwah kepada lima (5) jenis: yaitu :

a. Tujuan hakiki, yakni merupakan pokok segala tujuan, maksud segala persoalan yang dihadapi oleh manusia senantiasa dikembalikan kepada Allah. Tujuan pokok yang dimaksud dalam dakwah ialah menyeru manusia kepada Allah agar manusia itu sadar akan kedudukan dan fungsinya sebagai makhluk dan hamba Allah. Dengan demikian tujuan hakiki adalah menyeru manusia kepada Allah agar mereka sadar akan kedudukan dan fungsinya sebagai makhluk dan hamba Allah.b. Tujuan umum, yaitu sama dengan tujuan hidup manusia dan tujuan diturunkannya agama Islam itu sendiri, yaitu untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan umum dimaksudkan agar manusia mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.c. Tujuan khusus, yakni mengisi setiap segi kehidupan manusia serta memberikan bimbingan dan pimpinan bagi seluruh anggota masyarakat sesuai dengan keadaan dan permasalahan masing-masing, sehingga ajaran Islam dapat merata dalam kehidupan manusia. d. Tujuan Urgen, menyelesaikan dan memecahkan permasalahan yang rumit yang bisa menghambat tercapainya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera yang diridlai oleh Allah swt.e. Tujuan insidential, yakni menyelesaikan dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi sewaktu-waktu dalam masyarakat yang sifatnya dapat merusak dan meresahkan anggota masyarakat, terutama mengenai penyakit-penyakit dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat, seperti pemerasan, penipuan, pemogokan, pelanggaran susila dan persoalan lainnya. (Shalahuddin Sanusi, Penbahasan Sekitar Prinsip-Prinsip Da`wah Islam, 1964, h. 11). Abdul Kadir Munsyi membagi tujuan dakwah kepada tiga macam yaitu:

a. Mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah yang maha Esa, tanpa mempersekutukan dengan sesuatu dan tidak pula bertuhan selain Allah.

b. Mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama karena Allah, menjaga agar supaya amal perbuatannya jangan bertentangan dengan iman.

c. Mengajak manusia untuk menterapkan hukum Allah dalam mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi ummat manusia seluruhnya (Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, 1981), h. 20-22.)

Farid Maruf Noor dalam bukunya Dinamika dan Akhlaq Dakwah" mengemukakan bahwa: Tujuan dakwah adalah mengajak manusia untuk menerima dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, dengan suatu keyakinan yang bulat bahwa hanya Islamlah yang satu-satunya dienul haq yang dapat memberikan pimpinan dan jaminan bagi setiap orang yang menerima serta mengamalkannya untuk mendapatkan kebahagian dan mendapatkan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.( Farid Maruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, h. 186)Asmuni Syukir membagi tujuan dakwah kepada dua sasaran yaitu:

a. Tujuan umum dakwah (major obyektive), yakni mengajak ummat manusia secara keseluruhan tanpa terkecuali orang mukmin maupun orang kafir kepada jalan yang benar yang diridhai oleh Allah swt. agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat.

b. Tujuan khusus dakwah (minor obyektive), yakni meliputi : mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam supaya meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah swt. serta mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, membina mental agama (Islam), bagi kaum yang masih muallaf yang masih dikuatirkan tentang keislamannya dan keyakinannya, mengajak manusia yang belum beriman kepda Allah dan mendidik/mengajar anak-anak agar tidak meyimpang dari fitrahnya. (Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, 1983, h. 51-58).

Menurut M. Syafaat Habib, bahwa tujuan dakwah adalah: Untuk menjadikan manusia muslim bukan memusuhi agamanya, akan tetapi manusia muslim akan menjadi manusia yang mampu memperjuangkan agama dalam masyarakat secara luas dan mampu untuk menyebarkannya dari masyarakat yang mula-mula apatis terhadap agama Islam, ditingkatkan menjadi yang mau menerimanya sebagai kawan dan petunjuk hidupnya. ( M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dawah, , h.133).

Adapun tujuan dakwah menurut H.M. Arifin ialah menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayahatan dan pengamalan ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama (H.M. Arifin, Psikologi Dawah, h. 14). VIUNSUR-UNSUR DAKWAH

Yang termasuk dalam kategori unsur-unsur dakwah, yaitu sebagai berikut: Subyek dakwah, Obyek dakwah, Materi dakwah, Media dakwah, dan Metode dakwah.

1. Subyek dakwah (komunikator, pelaksana dakwah).

Pada dasarnya dakwah merupakan kewajiban setiap muslim, dasarnya antara lain:

- QS. Ali Imran (3): 104

- QS. al-`Araf (7): 59, 73 dan 85.

- QS. Hud (11): 52

- QS. al-Ahzab (33): 45-46

- QS. Yunus (12): 108.

2. Obyek dakwah (penerima dakwah/mad`u).

Obyek dakwah adalah seluruh manusia tanpa kecuali, dasarnya antara lain:

- QS. al-`Araf (7): 158

- QS. Saba` (34): 28

- QS. al-Anbiya (21): 107

3. Materi dakwah

Materi dakwah seluruh ajaran Islam (dinul Islam), yang intinya adalah mengajak kepada kebaikan, yaitu menyuruh kepada yang ma`ruf dan melarang dari yang munkar. Dasarnya antara lain; Q.S. Ali-Imran (3): 104 dan 105.

4. Media dakwah (saluran komunikasi)

- Radio, Televisi, majalah dan buku-buku.

- Lisan, Tuliasn, Lukisan, Audio visual, dan akhlak

5. Metode dakwah

- QS. al-Nahl (16): 125.

- QS. al-Qalam (68): 35. dll.

VII

METODE DAKWAH

A. Pengertiannya

- Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu "Methodos" yang berarti jalan.

- Dalam bahasa Inggris disebut "method" artinya cara

- Dalam bahasa Indonesia disebut "metode" yang berarti cara yang telah teratur dan

terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.

Dengan demikian metode dakwah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah cara-cara meyampaikan ajaran Islam kepada individu, kelompok atau masyarakat agar supaya ajaran Islam itu dengan cepat dimiliki, diyakini dan dijalankannya.B. Metode dakwah dalam al-Qur`an antara lain:

Dalam QS. al-Nahl (16) : 125

. . .

a. Bi al-Hikmah:

Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil (lihat Dep. Agama, al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 421)

Kemampuan untuk memilih bentuk yang tepat dan mempergunakan secara tepat (M. Natsir, Fikhud Dakwah, h. 165)

Memahami rahasia sesuatu secara mendalam sehingga merupakan pendorong untuk suatu langkah yang tepat (Abd. Rosyad Saleh, Manajemen dakwah, h. 73)

Meletakkan sesuatu pada tempatnya dan pada tujuan yang dikehendaki dengan cara yang mudah dan bijaksana (H.M. Iskandar, Pemikiran Hamta Tentang Dakwah, h. 300).

Kesimpulan: Bi al-hikmah meletakkan sesuatu sesuai dengan kondisi manusia yang dihadapi.b. al-Mau`izah al-hasanah :

Tutur kata, pendidikan dan nasehat yang baik-baik (Syamsuri Siddiq, Dakwah dan Teknik Berkhutbah, h. 27)

Memberikan keteladanan yang baik terhadap masyarakat

Pengajaran yang baik atau pesan-pesan yang baik yang disampaikan sebagai nasehat

c. Wajadilhum bi allati hiya ahsan:

Membantah mereka dengan cara yang lebih baik

Bertukar pikiran, berdebat dengan cara yang baik

Untuk terciptanya suasana yang kondusif di medan diskusi ada beberapa hal perlu diperhatikan:

1. Harus menguasai ajaran Islam dengan baik

2. Harus mampu memahami diri dari sikap emosional dalam mengemukakan argumen

3. Hindari menyinggung perasaan dan keyakinan lawan

4. Harus mampu bersikap lemah lembut dan menghargai pendapat lawan diskusi (H.M. Iskandar, Pemikiran Hamka Tentang Dakwah, h. 306)d. Metode Komparatif (perbandingan)

Metode ini diungkapkan al-Qur`an dalam bentuk pertanyaan seperti yang dikemukakan dalam QS. al-Qalam (68): 35. Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?(Dep. Agama RI., op. cit., h. 963.)

Ayat ini memberi petunjuk kepada manusia agar dalam melaksanakan dakwah mengemukakan perbandingan antara yang baik dan yang buruk, antara kesejahteraan dan kemelaratan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya dalam kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Dari sini dipahami bahwa al-Qur`an berdakwah pada manusia melalui kesadaran akalnya agar mereka mau berpikir dan memilih yang dianggap lebih layak dan bermanfaat baginya.

Hal-hal yang digambarkan dalam ayat di atas, memberi suatu pedoman dalam penggunaan metode komparatif ini, antara lain perbandingan yang ditampilkan sebagai contoh dalam berdakwah adalah yang sesuai dengan tingkat kemampuan manusia yang dihadapi baik dari segi waktu, tempat dan kondisinya. Ini dimaksudkan agar materi dakwah yang disampaikan da`i kepada obyek dakwah dapat dicerna dan dihayati dengan baik. e. Metode Qashash (Kisah)

Untuk memusatkan perhatian pendengar dalam berdakwah, metode kisah cukup memegang peranan penting. Selain itu juga mengandung pelajaran yang sangat berharga. Dalam menggunakan metode qashash, menurut Hamka yang perlu diperhatikan jangan sampai dicampuradukkan dengan Israiliyyat. Israiliyyat oleh Hamka dibagi atas tiga macam, yaitu:

1) yang sesuai dengan kebenaran al-Qur`an dan Hadis sahih ini tidak ditolak;

2) cerita-cerita dusta yang berlawanan dengan al-Qur`an dan Hadis, ini harus ditolak. 3) yang tidak membawa persoalan baru, tidak bertentangan dengan al-Qur`an dan Hadis dan tidak pula membenarkannya serta tidak membawa manfaat bagi agama kalau ditinggalkan dan tidak pula ditolak dan tidak pula dibenarkan (Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I., 1987, h. 33).f. Metode Tanya-Jawab (dialog)

Tanya-jawab sebagai salah satu metode pelaksanaan dakwah sangat penting. Sebab dengan metode ini umat dapat menanyakan langsung hal-hal yang belum diketahui kepada orang yang dianggap mengetahui hal tersebut, sehingga bisa memberikan jawaban yang memuaskan hatinya.

Metode tanya-jawab (dialog) ini banyak digunakan pada masa Rasulullah saw. Sahabat Nabi banyak bertanya kepada Nabi saw. mengenai berbagai masalah yang dihadapi, Nabi saw. menjelaskan pertanyaan yang diajukan kepadanya atas petunjuk wahyu.

Salah satu contoh ketika Nabi ditanya tentang hukum meminum minuman khamar di dalam QS. Al-Baqarah (2): 219:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya (Dep. Agama RI., op. cit., h. 53.).

Jadi, jelas bahwa jika ayat-ayat yang membicarakan hal tersebut dilihat dari sebab turunnya, maka akan dapat memberikan petunjuk bahwa al-Qur`an memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh penanya itu disesuaikan dengan tekanan pertanyaannya. Dalam metode tanya-jawab ini, yang perlu diperhatikan adalah keserasian pertanyaan dengan jawaban. Maksudnya hindari terjadi jawaban spekulasi yang kurang menyentuh pertanyaan, sebab jawaban yang baik adalah yang rasional.

g. Tabsyir

Tabsyir artinya menggembirakan, cara ini digunakan oleh al-Qur`an untuk menjelaskan suatu kebajikan (amal saleh) serta hikmah dan pahala-pahala yang disiapkan. Di dalam al-Qur`an banyak pula ayat yang menjelaskan kenikmatan-kenikmatan dalam sorga kabar gembira bagi orang mukmin, seperti dijelaskan dalam al-Qur`an surah al-Isra` (17): 9, Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (Dep. Agama RI., op. cit., h. 425-426).

Hikmah yang dipetik dari ayat ini, bahwa ketika seorang da`i menyampaikan pesan-pesan agama harus berusaha semaksimal mungkin bagaimana supaya hati audien senantiasa merasa senang dan gembira dengan nilai-nilai amal yang telah dikerjakannya dan yang akan dikerjakan. Dalam hal ini, seorang da`i harus memberikan motivasi (dorongan) kepada audien bahwa semua yang dikerjakan akan dibalas oleh Allah swt. dengan jalan ini maka, hatinya akan selalu senang dan gembira.

i. Tandzir

Tandzir adalah berita siksaan, yaitu menjelaskan akibat-akibat keburukan, kekufuran dan kezaliman yang diperbuat oleh seseorang. Metode ini sebagai imbangan dari metode Tabsyir, sebab memang ada suatu kaum atau manusia yang tidak sadar tanpa diberi siksaan. Hal ini antara lain disebutkan dalam al-Qur`an surah QS. al-Rum (30): 41: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)(Dep. Agama RI., h. 647).

Ayat ini, menjelaskan bahwa di samping balasan kebaikan yang dikerjakan oleh manusia, juga Allah akan memberi balasan siksaan bagi manusia yang mengerjakan kejahatan. Oleh karenanya, seorang da`i dalam menyampaikan pesan-pesan agama terhadap audien sewaktu-waktu boleh menjelaskan akibat dari kejahatan yang dilakukannya. Ini dimaksudkan bagaimana supaya manusia bisa sadar dan kembali ke jalan yang benar.j. Penggunaan bahasa

Bahasa dakwah haruslah sesuai yang dianjurkan dalam al-Qurn misalnya.

1. Dengan menggunakan perkataan yang benar.

(al-Qurn Surah an-Nisa ayat 9 dan surah al-Ahzab ayat 70)

2. Dengan menggunakan perkataan yang baik

(al-Qurn Surah an-Nisa ayat 5,8 dan surah al-Ahzab ayat 32)3. Dengan menggunakan perkataan yang mulia

(al-Qurn Surah al-Isra ayat 23) 4. Dengan menggunakan perkataan yang lemah lembut

(al-Qurn Surah Thah ayat 44) 5. Dengan menggunakan perkataan yang berbekas pada jiwa

(al-Qurn Surah an-Nisa ayat 63) 6. Dengan menggunakan perkataan yang berat

(al-Qurn Surah al-Muzzammil ayat 5) 7. Dengan menggunakan perkataan yang pantas

(al-Qurn Surah al-Isra ayat 28)

Adapun metode dakwah yang diajarkan oleh al-Hadis, antara lain dapat dilihat pada sabda Rasulullah saw. sebagai berikut : : :

Artinya: Dari Abu Musa al-Asy`ari r.a. katanya bahwa Rasullah saw. telah mengutusnya bersama-sama dengan Muaz ke negeri Yaman, lalu memberikan amanatnya: bersifat lunaklah anda berdua, jangan berkeras-keras, gembirakan, jangan menyusahkan hendaklah antara berdua seia sekata, dan jangan berselisih (Imam Muslim, ah Muslim, Juz III. Diterjemahkan oleh H.A. Razak dan H. Rais Latief dengan judul Shahih Muslim, (Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980, h. 43).

Metode pelaksanaan dakwah yang terkandung dalam hadits di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: tidak boleh menyukarkan, harus menggembirakan dengan penuh ramah tamah, dan hendaknya mempersatukan umat Islam dalam wadah perjuangan. VIII

MEDIA DAKWAHA. Pengertian Media Dakwah

Kata media berasal dari bahasa latin, yaitu median yang artinya alat perantara (Asmuni Syukir, h. 163).

Dari pengertian ini dapat dimengerti, bahwa yang dimaksud dengan media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut H. Hamzah Yaqub, bahwa yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat obyektif yang menjadi saluran menghubungkan ide dengan ummat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totaliteit da`wah (H. Hamzah Ya`qub, h. 47).

Asmuni Syukir menjelaskan media dakwah sebagai berikut: Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (material), manusia, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Asmuni Syukir, h. 163.).

Abd. Kadir Munsyi, menjelaskan media dakwah sebagai berikut: Media dakwah adalah alat yang menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan ummat, suatu elemen yang vital yang merupakan urat nadi dalam totalitiet dakwah (Abdul Kadir Munsyi, h. 41).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media dakwah adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam rangka pelaksanaan dakwah demi tercapainya tujuan dari pada dakwah.B. Beberapa Media Dakwah

1) H.Hamzah Yaqub membagi media dakwah dalahm lima (5) bahagian, yaitu:

a) Lisan, seperti khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasehat, pidato radio, ramah tamah, anjang sana, obrolan secara bebas dan lain sebagainya yang menggunakan lidah dan suara.

b) Tulisan, misalnya menyampaikan dakwah lewat buku-buku,

majalah, surat kabar, buletin, spanduk, dan lain-lainnya.c) Lukisan, seperti gambar-gambar, foto, film, cerita dan lain-lain lukisan yang mengandung nilai-nilai dakwah.d) Audio visual, yaitu yang dapat didengar dan dilihat. Misalnya televisi dan lain-lain.

e) Akhlak (uswatun hasanah), yakni menunjukkan perbuatan nyata seperti mensiarhi orang sakit, membangun masjid, sekolah, poliklinik dan lain-lain (H. Hamzah Ya`qub, h. 47-47.)

2) Menurut Abd. Kadir Munsyi, bahwa ada enam (6) macam media dakwah yaitu:

a) Lisan

b) Tulisan

c) Lukisan atau gambar

d) Audio visual

e) Perbuatan

f) Organisasi (Abdul Kadir Munsyi, h. ix-x.)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa, yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat yang digunakan dalam berdakwah, baik yang didengar maupun yang dilihat. Meskipun media dakwah hanya merupakan alat perantara dalam rangka pencapaian tujuan dakwah, tetapi sangat berperan dalam pelaksanaan dakwah. Hal tersebut menunjukkan bahwa media dakwah sangat dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan aktivitas dakwah di masyarakat. Dengan demikian media dakwah yang meliputi segala sesuatu yang digunakan dalam hubungannya dengan pelaksanaan dakwah, sekalipun hanya alat penunjang, akan tetapi sangat besar pengaruhnya dalam pencapaian tujuan yang ingin dicapai oleh dakwah.

Media dakwah yang dikemukakan di sini, masing-masing mempunyai kelebihan di samping kekurangannya. Namun, kekurangan yang ada pada media yang satu akan disempurnakan oleh media lainnya. Sehingga dengan demikian, makin banyak media yang digunakan dalam pelaksanaan dakwah, maka semakin mengantar kepada kesempurnaan dan keberhasilan dari pada dakwah. Oleh karena itu, dalam memilih media dakwah sebaiknya dikondisikan dengan obyek dakwah yang dihadapi. Sebab tidak semua media dakwah bisa digunakan dalam semua kondisi obyek dakwah.

Media dakwah adalah salah satu unsur dakwah yang sangat menentukan suksesnya dakwah yang disampaikan. Sebab itu, bagaimanapun baiknya materi dakwah yang akan disajikan dan sesuainya topik dengan kebutuhan obyek yang dihadapi, kalau media yang digunakan tidak cocok, maka materi yang disajikan tidak akan tercerna dengan baik oleh obyek dakwah yang dihadapi. Mengingat banyaknya media dakwah, maka seorang da`i harus berusaha memilih dan menyesuaikan antara kondisi obyek yang dihadapi dengan media dakwah yang akan digunakannya. Hal ini dimaksudkan agar dakwah yang disampaikan lebih mudah dicerna dan diterima oleh obyek yang sedang dihadapi.

IXMACAM-MACAM DAKWAH DALAM ISLAM

Pada dasarnya dakwah dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Dakwah bi al-lisan al-hal, dan Dakwah bi al-lisan al-maqal.A. Dakwah bi al-lisan al-hal ()

Kata dakwah berarti mengajak atau memanggil, kata lisan () berarti bahasa. Sedang kata al-hal () berarti keadaan. Lisan al-hl berarti menunjukkan realitas sebenarnya. Jika ketiga kata tersebut dirangkai maka ia berarti mengajak atau menyeru dengan menggunakan bahasa keadaan atau menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata. Dasar normatifnya antara lain: QS. Fusshilat: 33, al- Nahl : 125.

Dari kedua ayat tersebut tampak bahwa dakwah tidak hanya berdimensi ucapan atau tulisan saja, tetapi juga harus dengan perbuatan yang baik dan nyata. Dengan demikian bahasa keadaan dalam konteks dakwah bi al-lisan al-hal adalah segala hal yang berhubungan keadaan mad`u baik secara psikhis maupun psikologis. Dalam hal ini M. Yunan Yusuf mengungkapkan bahwa istilah dakwah bi al-lisan al-hal diper-gunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan/pebuatan nyata.

Oleh karena itu dakwah bi al-lisan al-hal lebih mengarah pada tindakan mengerahkan mad`u (sasaran) sehingga lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat. (H. Munzier, 2003: 218-220). B. Dakwah bi al-lisan al-maqal

Dakwah bi al-lisan al-maqal, yaitu dakwah dengan menggunakan bahasa atau kata-kata (). Dakwah dalam bentuk al-maqal inilah yang banyak dilakukan oleh para pelaku dakwah, namun kadang kala tidak komunikatif karena tidak sesuai dengan kondisi obyeknya. Karena itu dalam aktifitas dakwah harus menggunakan kata-kata yang efektif dan komunikatif, yakni bisa diterima dengan baik oleh sasarannya.

Di dalam al-Qur`an banyak dijumpai petunjuk-petunjuk yang berkenaan dengan dakwah tersebut, misalnya: QS. al-Nahl : 125 , al-Nisa` : 9 , al-Nisa` : 63 , Thaha : 33 , al-Baqarah : 235 dll. Petunjuk-petunjuk al-Qur`an tersebut mengenai dakwah dengan menggunakan kata-kata ternyata sangat komunikatif karena selalu memperhatikan kondisi mad`u. Oleh karena itu, baik dakwah bi al-lisan al-hal maupun dakwah bi al-lisan al-maqal mempunyai tujuan yang sama yaitu, untuk menyampaikan manusia kepada tujuan akhir dakwah yaitu terwujudnya kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah swt.XTAHAP PELAKSANAAN DAKWAH

Pelaksanaan dakwah dalam Islam pada dasarnya mengajak kepada al-Qur`an dan sunnah. Dakwah yang pertama dilakukan dalam Islam secara formal dimulai sejak turunnya ayat yang pertama (QS. Al-Alaq: 1-5). Ayat tersebut adalah merupakan ajakan Allah swt yang pertama kepada Nabi Muhammad saw. (perorangan).

Setelah Nabi Muhammad secara resmi memperoleh gelar kenabian kemudian Nabi melaksanakan dakwah secara operasional yaitu setelah turun surah al-Mudatsir ayat 1-7. . . .

Metode pelaksanaannya sesuai petunjuk al-Qur`an surah al-Syur`ara ayat 214:

Langkah selanjutnya, yaitu dakwah kepada publik umum secara terang-terangan. Dasarnya QS. al-Hijr ayat 94 : . . .

Dalam menyampaikan perintah tersebut di atas Nabi Muhammad senantiasa memperhatikan kondisi mad`u (tidak memaksakan keinginannya.

Oleh karena itu, mengenai tahapan pelaksanaan dakwah perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:

a. Mengenal Strata mad`u/obyek

Da`i yang baik harus mempelajari terlebih dahulu data riil tentang komunitas atau pribadi yang bersangkutan (obyek/mad`u). Dasar normatifnya: - QS. al-Hujurat (49): 13; . . .

- QS. ar-Ruum (30): 22; . . . b. Mengenal Rumpun Mad`u Untuk memhami masalah rumpun mad`u akan dikemukakan beberapa pendapat sebagai berikut:

1. Di awal surah al-Baqarah mad`u dikelompokkan dalam 3 rumpun, yaitu mukmin, kafir dan munafik 2. Menurut Habib Abdullah Haddad, ada 8 kelompok:

a. Para Ulama

b. Ahli Zuhud dan ahli ibadah

c. Penguasa dan pemerintah

d. Kelompok ahli perniagaan, industri dsb.

e. Fakir miskin dan orang lemah

f. Anak, istri, dan kaum hambag. Orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat

h. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

3. Abdul Karim Zaidan, mengelompokkan ke dalam 4 rumpun, yaitu:

a. al-Mala` (penguasa)

b. Jumhur al-Nas (mayoritas masyarakat)

c. Munafiqun, dan

d. Ahli maksiyat

4. Muhammad Abu al-Fath al-Bayanuni, mengelompokkan dalam 2 rumpun:

a. Rumpun muslimun atau mukminun atau umat istijabah (umat yang telah menerima dakwah.

b. Non Muslim atau umat dakwah (umat yang perlu sampai kepada mereka dakwah Islam). Umat istijabah dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:

- Sabiqun bi al-Khairat (org yang saleah dan bertaqwa)

- Dzalimun linafsih (org fasik dan ahli maksiat)

- Muqtashid (mad`u yang labil keimanannya).

Sedang umat dakwah dibagi kedalam 4 kelompok, yaitu:

- Atheis- Musyrikun

- Ahli Kitab

- Munafiqun

5. Sa`id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, membagi mad`u dalam kategori: Muslim dan non Muslim. Mad`u dari rumpun muslim di bagi 2, yaitu:

- Muslim yang cerdas dan siap menerima kebenaran, dan

- Muslim yang siap menerima kebenaran, tetapi mereka sering lalai dan kalah dengan hawa nafsu.

Sedangkan non Muslim, yaitu: - Atheis- Musyrikun- Ahli Kitab

6. M. Bahri Ghazali, mengelompokkan rumpun mad`u dalam 5 tipe, yaitu:

a. Tipe innovator

b. Tipe pelopor

c. Tipe pengikut dini

d. Tipe pengikut akhir

e. Tipe kolot (H. Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, h. 101-109).XIHAKIKAT DAKWAH

Untuk mengetahui apa sebenarnya hakikat dakwah itu dapat dikemukakan beberapa pendapat, antara lain:

1. Ibnu Taimiyah, mendefinisikan bahwa dakwah kejalan Allah adalah mengajak orang untuk beriman kepada Allah dan apa yang dibawa oleh utusan-utusan-Nya dengan membenarkan segala yang diberitahukan oleh mereka dan mentaati perintah mereka.

2. Muhammad al-Shawwaf, mendefinisikan bahwa dakwah adalah risalah langit yang diturunkan ke bumi, petunjuk khaliq untuk makhluknya, agama Allah yang benar, dan jalannya yang lurus.

Dari kedua definisi tersebut tampak bahwa subtansi dakwah itu adalah panggilan atau ajakan khaliq kepada manusia untuk kembali kejalan yang diridhai-Nya (Islam) (lihat QS.3: 19, 85). Kedua pengertian dan ayat tersebut dipahami bahwa dakwah bukan sekedar mengajak dan menyampaikan tetapi mewujudkan nilai-nilai ilahiyah dalam kehidupan manusia.

3.Ismail al-Faruqi membagi hakikat Dakwah pada tiga term yaitu:

a. Kebebasan, dalam agama Islam kebebasan sangat dijamin, termasuk kebebasan meyakini agama (lihat QS. 2: 256, 18: 29, 39: 41). Di sini dipahami bahwa "dakwah" tidak bersifat memaksa. Dakwah adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari obyek dakwah.b. Rasionalitas, dakwah adalah ajakan untuk berfikir, berdebat, berdialog dalam menyelesaikan suatu persoalan. Karena itu hak berpikir adalah sifat dan milik semua manusia.

c. Universalisme, keuniversalan risalah Nabi Muhammad adalah untuk semua manusia. Risalahnya berlaku sepanjang masa tanpa batasan ruang dan waktu. (lihat QS. Saba`: 28) Dari ketiga term tersebut diperkuat oleh Muhammad Quthub bahwa dakwah tidak sekedar menyeru dan mengajak, lebih dari itu dakwah melakukan upaya-upaya secara islami, manusiawi untuk membentuk akhlak yang mulia, yaitu dengan membebaskan manusia dari berbagai belenggu yang memenjara dirinya sehingga manusia dapat menjadi bebas, merdeka, berperadaban, dinamis kreatif dan inovatif. (H. Munzier Suparta, 2003: 31-33).XII

TEORI-TEORI BERPIDATOA. Sejarah RetorikaPengetahuan Retorika adalah merupakan pengetahuan yang sudah lama diajarkan pada sekolah-sekolah yang diadakan oleh Plato dan Aristoteles.

Untuk itu perlu diketahui apa itu Retorika ?

Retorika dalam arti luas adalah suatu ilmu yang bersifat seni yang meliputi kecakapan untuk menulis maupun berbicara.

Retorika dalam arti sempit hanyalah meliputi ilmu berbicara yang biasanya disebut ilmu berpidato.Pengetahuan retorika ini pada zaman Yunani merupakan suatu ilmu yang dianggap penting, itulah sebabnya para ahli filsafat telebih-lebih di zaman sufistis timbul banyak sekali perguruan yang mengajarkan bagaimana cara berpidato dengan tujuan bagaimana cara untuk mendapatkan suatu kedudukan. Dari keterangan ini jelas bahwa Retorika adalah suatu ilmu yang merupakan suatu pengetahuan yang dibutuhkan oleh orang-orang yang mau mendapatkan kedudukan pada pemerintahan.Misalnya: untuk menjadi anggota parlemen dsb.Diantara ahli pidato yang terkenal pada zaman Yunani antara lain: Sisero, Demosthenes di mana mereka ini dapat berbicara berjam-jam lamanya dengan suara yang konstan berkat latihan yang diadakannya. Sisero misalnya melatih diri berpidato di tepi pantai di mana ia berusaha agar supaya suaranya dapat melebihi suara ombak. Retorika yang diartikan sebagai "The Art of Persuasion" oleh Aristoteles adalah ilmu kepandaian berpidato atau teknik dan seni berbicara di depan umum. Dalam kehidupan peraktek sehari-hari ia melahirkan istilah-istilah seperti: Propaganda,

Kampanye,

Ceramah,

Pidato,

Khutbah,

Dakwah dan lain-lain.Masing-masing istilah tersebut mempunyai ciri khas sendiri-sendiri sehingga walaupun sasarannya sama/satu dan tampaknya serupa tetapi pada hakikatnya tak sama. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern menjadikan Retorika dikenal sebagai "Scientific Rhetorics" (Rhetorikan Ilmiah). Ia memandu/membimbing antara Ilmu Komunikasi dan Ilmu Jiwa, Dakwah dan Publisistik. Retorika sebagai ilmu yang memandu/membimbing kita untuk:

merancang

menata dan menampilkan Pidato yang persuasif memiliki relevansi yang tinggi dan memainkan peranan yang besar sekali dalam masalah kepemimpinan.Seorang pemimpin, tanpa memiliki kecakapan berbicara mustahil mampu menarik, mempengaruhi dan menggerakkan semangat serta partisipasi rakyat. Pada hal pembangunan nasional sangat tergantung keberhasilannya pada partisipasi seluruh rakyat. Di sinilah relevansinya Retorika dengan kehidupan masyarakat.

Unsur-unsur Retorika baik dalam prinsip-prinsip kepemimpinan Pancasila, maupun dalam kepemimpinan ABRI terdapat pada butir:

Ing Madya Mangun Karsa (menggugah semangat) dan

Tut Wuri Handayani (memberi dorongan)

Pengertian "menggugah semangat" dan "memberi dorongan" yang terkandung dalam kedua butir mengandung unsur-unsur Retorika dan Kepemimpinan. Karena itu, Retorika sangat diperlukan bahkan tetap diperlukan dalam kehidupan umat manusia sampai kapan. Dalam Islam Retorika/kepandaian berbicara adalah merupakan salah satu wujud pelaksanaan dakwah. Karena pentingnya Retorika, maka dalam salah satu firman Tuhan disebutkan pada kala Nabi Musa menghadapi tantangan umatnya maka Nabi Musa meminta kepada Tuhan agar diutus Nabiullah Harun untuk membantu beliau, ayat itu berbunyi :

`Dan saudaraku Harun dia lebih petah lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakan`. (QS. al-Qashash: 34).

B. Persiapan yang Perlu Diketahui oleh Seorang Speaker Seorang speaker adalah yang harus menguasai Ilmu Retorika agar supaya dapat menyampaikan maksudnya dengan sebaik-baiknya untuk itu perlu adanya kelengkapan yang pada garis besarnya ada dua jenis :1. Kelengkapan fisik

Yang dimaksud dengan kelengkapan pisik ialah bahwa pada Speaker iti dituntut antara lain:

a. Kesehatan Badan/Jasmani

Tidak kurang pada Speaker yang cukup cakap mempunyai semangat dan ide-ide yang baik tetapi kandas melaksanakan missinya disebabkan karena kesehatan badan terganggu. Sebab itu, masalah badan termasuk masalah yang penting, demikian pula bentuk daripada badan itu sendiri turut membantu daripada pekerjaan dan tugas daripada Speaker. Mengenai besarnya badan beberapa ahli antara lain Broks berpendapat bahwa pada umumnya orang-orang yang besar badannya yang tinggi tampak mempunyai kepribadian dalam bentuk tubuh secara Fenomenologis jauh lebih menarik perhatian dan simpatik daripada orang yang mempunyai bentuk tubuh yang kecil. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang yang mempunyai badan yang besar yang boleh menjadi ahli pidato, tetapi juga semua orang yang suka mempelajari pengetahuan tersebut dapat menjadi speaker yang baik. Hanya saja secara penilaian luar orang-orang yang besar badannya itu sudah mempunyai kelebihan daripada orang yang kecil badannya. Sebab itu, menurut Broks "agar supaya orang yang kecil badannya itu tidak tersisi dan dapat menduduki tempat yang sama, maka mereka diperlukan adanya alat pembantu misalnya: dengan memakai Jas atau alat pembantu lainnya yang mudah merubah perhatian audience.b. Kelengkapan jasmani

Seorang yang mempunyai cacat jasmani yang nampak mencolok ditinjau dari segi psikologis dapat mengurangi simpatik daripada pendengar, misalnya: tuli, pesek hidungnya yang berlebihan atau pun cacat lainnya yang lebih menonjol. Hanya perlu dicatat bahwa cacat badan tersebut dapat menimbulkan penghargaan dari audience bila mana cacat badan itu diperoleh dalam menjalankan tugasnya sebagai missi.c. Sikap badan

Sikap badan adalah merupakan suatu daya penarik yang turut diberikan nilai oleh audience terhadap speaker yang bersangkutan. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa masalah penilaian mengenai sikap badan ini adalah langsung mengenai nilai pribadi daripada orang yang bersangkutan. Seorang yang tidak mempunyai sikap yang tidak simpatik, tidak suka bergaul, kaku dalam gerak-geriknya akan menjadikan audience/publik yang melihatnya kurang menaruh simpatik. Sebaliknya seorang speaker yang ramah, yang suka bergaul, yang sikapnya memperlihatkan rasa persaudaraan, tenang, suka merendah diri pada tempatnya, hormat pada orang-orang sekitarnya dengan sendirinya menimbulkan sikap pada publik yang melihatnya. Sikap yang tergopoh-gopoh, yang gegabah dengan sendirinya akan berkurang nilainya dibanding dengan sikap yang tenang, tegas, tetapi memperlihatkan sikap-sikap yang wajar yang tidak dibuat-buat. Ditinjau dari segi psikologis kemenangan pertama yang harus direbut oleh seorang speaker sebelum ia berbicara ialah "timbulnya rasa simpati pada publik yang menilai sikapnya".

d. Pakaian

Pola corak dan bentuk pakain yang dipakai oleh seorang speaker turut memberikan nilai pada kepribadian orangnya. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa masalah pakaian dapat kita letakkan pada tiga (3) kreteria yaitu:

1. Pakaian harian

Yaitu pakaian yang dipergunakan oleh orang yang bertugas sehari-hari dalam arti bahwa pada pakaian tersebut tidak terdapat segi-segi yang luar biasa. Kriteria pertama ini bila mana dipakai oleh seorang speaker berarti dia berada dalam keadaan normal.

2. Pakaian pesta (khusus)

Pakaian ini yang biasanya dipakai untuk suatu tempat atau tujuan-tujuan tertentu. Misalnya "seorang tidak cukup dengan hanya berkemeja, tetapi harus memakai Jas ataupun dengan pakaian seragam yang bukan pakaian sehari-hari. Bila mana pakaian seperti ini dipakai oleh seorang speaker (pembicara) itu berarti bahwa dia berada dalam keadaan luar biasa.3. Pakaian yang kurang dari sederhana

Misalnya "memakai pakaian yang compang-camping". Bilamana bentuk yang seperti ini dipakai oleh speaker itu berarti bahwa speaker tersebut juga berada dalam kondisi yang tidak normal. Sebab itu. perlu diketahui bahwa masalah pakaian sebenarnya bagi seorang speaker tidak ada suatu kriteria tertentu, yang diperlukan ialah bahwa pakaian yang dipergunakan oleh speaker tersebut dikehendaki tidaklah mengurangi penghargaan orang terhadapnya. Karena itu, seorang speaker tidaklah dituntut daripadanya agar ia berpakaian "mewa ataupun mencolok" melainkan yang dituntut ialah bahwa pakaian yang dipakainya "harus menggambarkan nilai pribadinya".

Di dalam sejarah banyak tokoh-tokoh muballigh terutama di dalam dunia Islam yang kepribadiannya lebih menonjol daripada pakaiannya, namun demikian ditinjau dari segi Retorik masalah pakaian yang wajar tidak berlebih-lebihan tentu jauh lebih baik dipakai oleh seorang speaker daripada pakaian yang kurang dari sederhana.

e. Suara

Suara merupakan alat langsung satu-satunya yang dipergunakan oleh seorang speaker. Masalah suara ini digolongkan pada tiga (3) level, yaitu:

1. Ditinjau dari segi tingginya suara

Suara yang tinggi dengan sendirinya nadanya dapat besar. Seorang yang mempunyai nada yang besar itu biasanya adalah yang mereka yang ditinjau dari segi psikologis mempunyai keinginan-keinginan yang besar.

2. Ditinjau dari segi cepat dan lambatnya suara

Pembicara yang terlalu cepat atau terlalu lambat memberikan akibat-akibat yang negatif pada pendengar. Misalnya "pendengar kurang mengerti atau kurang jelas apa yang dimaksudkan itu". 3. Ditinjau dari segi lemahnya suara

Suara lemah adalah menggambarkan dari bunyi yang kurang terang yang biasanya diucapkan secara terputus-putus sehingga dapat mengganggu ataupun memberi efek-efek yang negatif kepada pendengar. Sebab itu, seorang speaker hendaknya dalam melihat tempat mempergunakan suara secara psikologis dan teknis memperhatikan:

a. Lamanya waktu yang tersedia baginya

b. Besar kecilnya ruang tempat bicara

c. Sedikit atau banyaknya pendengar yang hadir

Tone suara adalah merupakan alat yang menghubungkan adanya kontak suara pembicara dengan audience. Penggambaran tone suara dapat dibagi atas lima (5) tipe, yaitu:

a. Tone suara yang berat yang disebut tone berat, yaitu suara yang melenting atau suara dalam, orang-orang yang biasanya mempunyai suara yang semacam ini adalah orang-orang yang dadanya kecil dan tali suaranya panjang, sehingga suara yang dipantulkan keluar merupakan suara dalam.

b. Tone suara yang melenting, lurus yang tidak berirama sehingga antara satu aksen dengan suara lainnya tidak nyata. Ini biasanya disuarakan oleh orang-orang yang sedikit dada atau yang tali suaranya pendek.

c. Tone suara yang bernada/berirama, tipe ini merupakan tipe normal yang biasanya disuarakan oleh orang-orang yang mempunyai kondisi badan yang sehat.

d. Tipe suara yang merupakan kaitan yang secara sinis biasanya disebut tipe Church (gereja).

e.Tipe yang merupakan variabel (campuran) ini biasanya dipergunakan dalam percakapan-percakapan.

Dari segi tone suara ini maka dapat diketahui perbedaan antara orang yang berbicara dengan orang yang berpidato. Berbicara adalah suatu cara mengemukakan pendapat dalam bentuk yang bersifat individual artinya seorang menghadapi seseorang atau beberapa orang lainnya dengan nada suara yang normal. Berpidato adalah mengeluarkan pendapat kepada orang lain dalam bentuk non individual artinya massal dengan teknik berbicara yang tidak normal. 2. Kelengkapan Psikis ialah:

a. Kesehatan mental

b. Ilmu yang bersangkutan dengan ilmu Retorika yang dikuasainya

c. Pemakaian metoda pelaksanaan Retorika itu.

Persiapan psikis dalam bentuk berpidato adalah semua bentuk alat-alat serta pengetahuan tercakup di dalamnya teknik yang harus diketahui oleh seorang speaker. Dengan kata lain masalah persiapan psikis ini adalah merupakan ilmu yang harus dikuasai oleh seorang pembicara. Pada garis besarnya ilmu tersebut dapat dibagi pada tiga (3) kategori:

a. Segi tekniknya

b. Segi alat-alat pembantu

c. Segi materi daripada ilmu Retorik

Adapun teknik berpidato dapat dibagi atas dua (2) bahagian:

a. Teknik langsung/secara langsung. Artinya sasaran yang dihadapi nampak jelas dan alat satu-satunya yang dipergunakan adalah speak (bahasa). Contoh "Berbicara di muka suatu sidang di mimbar dan lain-lain.

b. Teknik tidak langsung.

Misalnya "Berbicara dengan perantaraan Radio, TV, di mana sasaran yang dihadapi tidak nampak karena itu perlu diketahui bahwa dengan mempergunakan teknik tidak langsung ini sebenarnya sasaran yang dihadapi sifatnya adalah individual bukan massal.

Alasannya ialah "Setiap orang yang mendengarkan suatu pidato melalui Radio, maka penguasaan terhadap orang tersebut tidaklah ada pada speaker melainkan tergantung pada minat individu itu sendiri".

Mengenai teknik pembuatan pidato pada garis besarnya dapat dibagi pada tiga (3) jenis, yaitu:

1. Sistem Preparation (Persiapan/Persediaan)

Yang dimaksud dengan Sistem Preparation: bahwa speaker menyiapakan secara tertulis dengan lengkap apa yang dipidatokannya. Kebaikan daripada cara ini ialah:

bahwa si pembicara tidak akan keluar daripada garis-garis pokok yang akan dibacakannya.

isi pembicaraannya dapat dipertanggungjawabkan

pembicaraannya menentu arahnya

waktu yang dipergunakannya juga tertentu

Salah satu dari kelemahannya ialah: bahwa dengan pembicara dengan sendirinya dibatasi oleh hal-hal yang dituliskannya.

Cara ini biasanya dipergunakan oleh:

a. Orang-orang yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Misalnya, Pidato Radio dsb.

b. Orang yang biasanya baru dalam tahap pamula untuk berpidato.

c. Orang yang bersikap hati-hati terutama dalam keadaan negara atau politik meruncing.2. Sistem main point (garis besar)

Yang dimaksud dengan sistem main point ialah hanya pokok pembicaraan saja yang ditulis. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orang-orang yang biasa berpidato yang sudah cukup mempunyai persiapan terutama pengetahuan yang bersangkutan dengan pokok masalah yang akan dibahasnya.

Kelemahannya: biasanya isi pembicaraannya dapat saja menyimpang daripada pokok pembicaraan.

3. Sistem Eloquent (pandai berbicara)

Sistem eloquent (pandai berbicara) artinya: suatu persiapan tanpa tertulis hanya suatu konsepsi dalam ingatan atau pada otak si pembicara.

Cara ini biasanya hanya dipergunakan oleh orang-orang yang berpengalaman, menguasai masalah yang akan dikupasnya ataupun mempunyai segi-segi pembicaraan tersebut.

Kelemahannya ialah: bahwa dalam segi waktu pengarahan dan isi daripada apa yang dibicarakan biasanya tidak dapat dikontrol.

Kesimpulan:

Dari ketiga jenis persiapan pidato tersebut maka nilai suatu pidato tidak tergantung pada caranya/tekniknya tetapi, banyak tergantung pada isi dan kebenaran daripada apa yang disampaikannya itu.

XIIIALAT-ALAT PEMBANTU DALAM BERPIDATOSeorang pembicara adalah yang menyajikan suatu paham, kedudukan, ide kepada orang lain dengan maksud agar suapa pendengarnya dapat memahami, menerima terhadap apa yang disampaikannya. Luas atau dangkalnya isi pembicaraan yang disampaikan tergantung pada luas atau sempitnya pengetahuan pokok dan pengetahuan pembantu terhadap apa yang didakwahkan. Yang dimaksud dengan pengetahuan pokok ialah pengetahuan yang menyangkut topik daripada apa yang disampaikan/dibicarakan. Misalnya: Topik ekonomi, maka ilmu pokok yang dimaksudkan di sini adalah Ekonomi. Sedang yang dimaksudkan dengan ilmu pembantu adalah ilmu yang melengkapi memberikan bentuk dan menjelaskan pengetahuan pokok yang dimaksudkan.

Ilmu-ilmu pembantu itu adalah :

Ilmu bahasa, Sosilogi, Psikologi (ilmu Jiwa Sosial)

Sejarah, Antropologi, dll.

Makin luas pengetahuan umum daripada pembicara, maka ibarat pohon semakin lebat daunnya. Sehingga merupakan gambaran yang jelas dari apa yang dimaksud oleh seorang pembicara, hanya perlu diketahui bahwa pembicara itupun memerlukan spesialisasi-spesialisasi. Seorang yang berbicara secara umum nilainya sedikit kurang dibanding dengan seorang pembicara spesial. Yang dimaksud pembicara spesial ialah seorang muballigh yang telah menentu pak-pak yang dikuasainya.

Misalnya: Apakah ia seorang ahli Hadis, Tafsir, Pendidik (paedagog), Antropolog, Filsafat, Fiqih, Fuqaha, Psikolog, dll.

Penguasaan yang terlalu banyak dapat merupakan pangkal sebab, karena itu secara moral dapat diadakan pembatasan bahwa seorang pembicara spesialisasi dapat menguasai tiga (3) jenis pak secara mendalam.

Seorang pembicara hendaknya dalam pembicaraannya itu ia membentuk secamacam paham yang jelas namanya sehingga pendengar dapat membedakan nama pohon, nama ranting, nama daun daripada pembicaraannya, ini berarti bahwa antara ilmu pokok yang menyangkut pembicaraan (topik) dapat dibedakan antara ilmu pokok dengan ilmu pembantu yang hanya merupakan pelengkap daripada pembicaraan itu.

XIV

MATERI PERSIAPAN PIDATO

Yang dimaksud materi ialah esensi daripada pola atau bentuk Retorika itu secara keseluruhan. Pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu:

1. Materi yang bersifat Persiapan

2. Materi teknik

3. Materi Penggunaan

Secara umum materi daripada Rhetoric adalah merupakan landasan untuk memberi nilai pada isi pembicaraan yang meliputi penilaian yang menyangkut segi luas dan sempitnya isi pembicaraan daripada sesorang speaker (pembicara).

Materi yang bersifat persiapan terbagi atas enam (6) point, yaitu:

a. Statement

Isi daripada statement adalah merupakan gambaran daripada pernyataan judul tentang masalah yang akan dibahas (dikupas). Memilih judul suatu pidato juga memerlukan suatu keahlian dengan suatu kunci bahwa judul yang baik adalah merupakan kontak pertama dari pendengar.

Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih judul antara lain:

Judul tersebut jangan terlalu panjang atau terlalu singkat. Jadi hendaknya sederhana tetapi jelas pengarahannya.

Bahasa yang dipergunakan hendaklah dipilih bahasa yang kuat tidak mendua arti.

Judul tersebut hendaklah up to date dalam arti dapat membangkitkan bahkan merangsang daya pikir daripada pendengar untuk menghubungkannya dengan kepentingan mereka.

b. Eksplanation

Segi ini menyangkut kerangka daripada isi pembicaraan yang ibarat rumah hendaknya orang-orang yang memasukinya dapat membedakan mana yang termasuk kamar tamu, kamar tempat makan, kamar tempat tidur dsb. artinya dapat memahami pendahuluan, isi dan kesimpulan.

Pengalaman dari beberapa ahli yang menunjukkan bahwa seseorang yang mau berpidato (berdiri di muka orang banyak) harus lebih dahulu menyiapkan bahan yang akan disajikannya, sebab itu dianggap paling baik menyiapkan pidato secara lengkap (tertulis) sekurang-kurangnya kerangka dasar pembicaraan untuk memudahkan pemberian arah daripada pembicaraan yang dimaksud. Juga dengan adanya persiapan ini pembicara dapat mengawasi penggunaan waktu apakah waktu yang dipergunakannya tidak terlalu boros atau terlalu sempit. Sebagai ukuran untuk satu halaman polio dapat dibaca dalam tempo normal 3 5 menit. Jadi seorang yang akan berbicara 30 menit berarti dia harus menyiapkan bahan sekurang-kurangnya 6 10 halaman.c. Penggambaran Hipotesis (Hipotetical Ilustration)

Segi ini diandaikan pekarangan dari satu rumah atau suatu penggambaran daripada hipotesis yang ditetapkan dalam pembicaraan yang dapat merupakan pangkal duga yang dapat menarik atau merangsang pikiran daripada audience untuk turut meraba-raba atau menduga kemana mereka akan dibawa oleh sipembicara.

Contoh Hipotesis, dapat digambarkan sebagai berikut:

Bilamana judul daripada pembicara itu misalnya: menyangkut masalah peringatan agama supaya orang jangan lalai dari shalat maka hipotesis yang harus dipakai antara lain:

Kerusuhan dalam masyarakat timbul disebabkan karena kealpaan seseorang terhadap shalatnya.

Pemerintahan yang kacau adalah bersumber daripada pemerintah yang melalaikan shalat atau melanggar larangan-larangan Tuhan

Kedamaian masyarakat dapat tercapai melalui kesadaran untuk melaksnakan shalat.

Hipotesis ini dengan sendirinya perlu dibuktikan dalam pidato tersebut dan hanya merupakan batu loncatan yang perlu dibuktikan kebenarannya. Dengan keterangan ini jelas bahwa suatu hipotesis dalam satu pembicaraan statusnya adalah merangsang pikiran pendengar untuk bertanya dalam hati bagaimana rahasianya atau bagaimana caranya membuktikan salah atau benarnya hipotesis tersebut, ini berarti bahwa pendengar terus menerus dihadapkan pada pertanyaan yang perlu mereka jawab atau mereka menanti jawaban yang keluar dari mulut pembicara sendiri.d. Perbandingan tiga Dimensi

Perbandingan ini adalah merupakan gaya (gerak) daripada suatu pidato. Di dalam perbandingan itu hendaknya dibandingkan masalah yang telah lampau (past) yaitu dibandingkan dengan cara pengetahuan historis maksudnya ialah apakah masalah yang dibicarakan itu menyangkut historis dan sesuatu yang mempunyai historis juga mempunyai proses. Contoh konkrit, segi pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Seseorang yang akan membicarakan proses pendidikan untuk masalah past dengan sendirinya mengambil ilustrasi pada Jaman Belanda dan Jepang.

2. Masalah present artinya keadaan kini, keadaan itu menggambarkan hal yang nyata artinya apa yang dialami sekarang dengan apa yang diketahui oleh sipembicara dan juga audience. Membandingkan antara past dengan present hendaknya pembicaraan memberikan suatu penggambaran konkrit yang berisi antara lain:

a. Adanya suatu penggarisan hubungan antara masa lampau dengan masa sekarang, hendaknya pembicara dapat melaksanakan adanya kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada masa lampau itu dapat dibuktikan kebenarannya pada masa sekarang dan ini adalah menyangkut analisis.

b. Bahwa dimensi pertama tersebut adalah merupakan batu loncatan untuk memberikan dugaan apa yang mungkin terjadi pada dimensi yang kedua, sedangkan dimensi yang ketiga ialah apa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, ini berarti bahwa masa yang akan datang itu piture dapat diduga dengan apa yang sekarang ini. Demikian juga masa past memberi warna untuk masa sekarang dengan demikian maka merangkaikan tiga dimensi hendaknya merupakan satu rangkaian yang tali-temali, di mana para audience dapat mengambil pelajaran bahwa dengan perbandingan tersebut mereka dapat diajak berfikir bahwa apa yang diletakkan sekarang ini sudah dapat diduga kemungkinan yang terjadi pada masa yang akan datang. e. Perbandingan Khusus tentang Sesuatu Masalah

Yang dimaksud di sini adalah perbandingan tersebut haruslah dihubungkan dengan statement untuk judul yang dipilih untuk bahan pembicaraan itu. Perbandingan khusus ini dengan sendirinya memerlukan contoh misalnya "suatu ceramah yang judulnya masalah agama maka perbandingan khususnya hendaknya pula dipilih masalah khusus yang lebih tepat.

f. Diagram

Masalah ini menyangkut tentang pengambilan kesimpulan pokok. Suatu diagram harus berkaitan hal yang merupakan butir-butir mutiara daripada pembicaraan yang sekaligus menerangkan isi daripada pembicaraan itu secara keseluruhan. Suatu diagram merupakan essensi yang sangat pokok (inti) hal ini hanya dapat tercapai bila mana pokok pembicaraan itu telah diberikan pengarahan sehingga para pendengar dapat memetik hasil daripada pembicaraan itu dan dapat menetapkan pendirinannya setuju atau tidak setuju daripada apa yang dibicarakan oleh pembicara (speaker). Bila mana terdapat pemahaman atau pengkajian yang sangat berbeda daripada audience (pendengar) itu berati bahwa cara pembicara (speaker) menyusun diagramnya belum terlalu tepat.XV

DASAR-DASAR POKOK DALAM PERSIAPAN PEMBICARAAN

1. Mengadakan Persiapan Secara Keseluruhan

Persiapan yang dimaksud adalah menyangkut masalah skop daripada pembicaraan skop mana menghendaki beberapa bahan pembantu antara lain:

a. Dari segi Psikologis bahwa skop tersebut dianggap berguna langsung pada pendengarnya

b. Dari segi Sosiologis bahwa skop tersebut dianggap up to date (sesuai dengan audience) di tempat itu

c. Dari segi Pedagogis bahwa skop tersebut dianggap dapat dilaksanakan oleh audience di tempat itu.

Sebab itu, dalam menentukan skop suatu pembicaraan apa lagi bila orang diminta berbicara dengan menentukan skop pembicaraan seorang speaker (pembicara) hendaknya dapat mengetahui bidang atau lapangan atau daerah atau siapa-siapa yang akan dihadapinya. Gunanya ialah ibarat baju ukuran yang sebentar akan diukur apakah warnanya cocok dengan tubuh yang akan memakainya. Sebab itu, seorang speaker hendaknya lebih baik berhati-hati dalam memilih skop yang akan dibicarakan bilamana ia tidak mengetahui langsung daerah mana dan kepada siapa ia akan berhadapan sebentar maka ia harus berupaya untuk mengetahui hal itu.

Jadi, skop daripada pembicaraan adalah merupakan manipestasi daripada pengertian secara totalitas mengenai isi pembicaraan itu secara keseluruhan.

2. Mengadakan Penganalisaan terhadap Pendengar

Salah satu hal kecil yang biasanya menyebabkan pembicaraan

itu tidak sukses disebabkan karena penganalisaan terhadap watak, krakter, kebiasaan, pendidikan dsb. terhadap audience yang dihadapi tidak dipersiapkan atau tidak dimaklumi lebih dahulu oleh speaker (pembicara). Akibat yang ditimbulkan ialah bahwa pidato tersebut kemungkinan tidak tepat pada tempatnya, tidak up to date, tidak memberi manfaat, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pendengar.Beberapa teknik yang bisa dipergunakan untuk menganalisis audience antara lain:

a. Secara Direk

Artinya "langsung menyelidiki sendiri dengan cara bergaul sebelum pertemuan dimulai

b. Secara Indirek

Yakni dengan jalan meminta keterangan kepada pengurus atau pemuka setempat.

Contoh, bagi orang yang tidak asing lagi bagi pemuka tersebut tentu tidak mengalami kesulitan kepada audience yang akan dihadapinya.

3. Menyeleksi dan Menentukan Batas-Batas Subyek

Seleksi pembicaraan maksudnya ialah memilih pembicaraan secara keseluruhan, sedang seleksi pembicaraan atau subyek tidaklah dimaksudkan untuk menyaring atau membatasi isi pembicaraan itu tetapi tujuan pembicaraan itu ialah agar supaya pembicara dapat mengsistimatisir susunan pembicaraannya sehingga ia dapat memilih mana yang lebih dahulu harus dikemukakan dan mana yang kemudian, serta bagaimana caranya menarik kesimpulan daripada pembicaraan itu. Bilamana seleksi tidak digunakan maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya pembicaraan yang terulang, pemberian contoh yang kurang tepat dan dalam menarik kesimpulan dapat terjadi kekacauan yang sekaligus berakibat audience dapat salah tangkap atau salah pengertian terhadap apa yang dimaksud speaker (pembicara).

Jadi, menyeleksi subyek maksudnya ialah agar supaya dalam menguraikan pembicaraan itu jangan terlalu lebar atau terlalu jauh sehingga sudah keluar dari garis-garis pokok skop pembicaraan itu. Sebab itu, dalam pembicaraan suatu jalinan yang bersifat Diamond (permata) jauh lebih baik daripada jalinan yang bersifat Net (jaring).

Menyempitkan pembicaraan tidak berarti memberikan contoh yang bersifat sempit, tetapi yang pokok ialah dikehendaki agar pembicaraan tersebut mempunyai batas ruang yang jelas sehingga maksud pokok pembicaraan itu mudah dipahamkan, ini dengan sendirinya dapat tercapai bila mana setiap pembicara mereka berbicara dengan bidangnya masing-masing.4. Persiapan Alat

Alat pembicaraan yang dimaksud di sini adalah semua kelengkapan yang diikut sertakan untuk menyempurnakan demi mencapai hasil dari suatu pertemuan. Alat yang dimaksud persiapan gedung segala isinya yang akan dipergunakan melangsungkan pertemuan itu. Selain itu dipergunakan alat yang tidak nampak yang merupakan latar belakang penggerak antara lain:a. Tenaga kerja

b. Tenaga koordinasi, yang merupakan pendorong sehingga tersusun, terkumpul dan terkoordinasinya alat-alat yang nampak itu misalnya: Tenaga yang dipercayakan mengurus, mengatur, menghubungi, menjemput pembicara, tenaga yang mengadakan undangan dan sebagainya.

Tidak sedikit kesulitan yang diperoleh pembicara disebabkan kerana kurang kesediaannya alat tersebut bagi pembicara tersendiri semua alat dimaksud hendaknya turut diperhatikan karena mempunyai hubungan langsung dengan tugasnya sebagai pembicara.DAFTAR PUSTAKKA Rhetorika Praktis Teknik dan Seni Berpidato, Gentasari Ansar, 1995.

Pidato Ceramah dan Diskusi, Asul Wiyanto.

Rhetotika Dakwah dan Publisistik, A.H. Hasanuddin, 1982.

Retorika Modern Pendekatan Praktis, Jalaluddin Rakhmat, 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Onong Uchjana Effendy

1

PAGE