Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

download Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

of 79

Transcript of Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    1/79

    1

    BAB I.

    PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah

    Adanya Putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST,  

    membawa dampak kepada kreditur atas hilangnya harta serta semua asset yang

    kreditur miliki tanpa batasan yang jelas dan oleh kreditur dirasa tidak mendapat

    keadilan dan memberatkan kreditur. Sehingga kreditur merasa perlu melakukan

    upaya-upaya hukum lain untuk mendapatkan kembali haknya serta untuk dapat

    mengembalikan semua aset kreditur termasuk didalamnya adalah hak atas merek

    “Primagama”, dengan pertimbangan bahwa Merek Jasa tersebut adalah

    merupakan asset yang layak untuk dipertahankan sebagai satu-satunya aset yang

    tidak dapat dinilai dengan nilai ekonomi yang jelas atau value  secara pasti

    sehingga keputusan hakim Pengawas dan Kurator yang ditunjuk dirasa tidak adil

    dan tidak sesuai dengan penerapan asas kelangsungan usaha dalam penyelesaian

     perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

    Akibat dari timbulnya putusan kepailitan bagi debitor adalah hilangnya

    seluruh harta kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta

    segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Pasal 1131 KUH Perdata1  telah

    menentukan bahwa semua kebendaan milik debitor baik yang sudah ada maupun

    yang akan ada, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak demi hukum

    1  Pasal 1131 KUH Perdata: Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milikdebitur, baik yang sudah ada maupunyang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan

     perorangan debitur itu.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    2/79

    2

    menjadi jaminan atas utang-utang debitor,  statement   tersebut mengandung

     persangkaan bahwa tidak ada kredit (piutang) yang tidak ada jaminannya. Jaminan

    yang demikian selain terjadi demi hukum juga meliputi seluruh harta milik debitor

    dan berlaku bagi semua kreditor yang pada asasnya memiliki kedudukan yang

    sama oleh karenanya disebut dengan jaminan umum. Sebuah utang dikatakan

    sama sekali tidak memiliki jaminan jika debitor sama sekali tidak memiliki harta

    sedikitpun, namun hal itu hampir dikatakan tidak mungkin terjadi karena pada

    umumnya yang ditemukan adalah harta debitor tidak mencukupi untuk memenuhi

    keselurahan utang yang ada.

    Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak membedakan antara “tidak

    mampu membayar” (insolven) dengan “tidak mau membayar.” Dalam hukum

    kepailitan yang berlaku di negara lain, pernyataan pailit itu di dasarkan pada

    keadaan dimana debitor berada dalam kondisi tidak mampu membayar utangnya

    (insolvensi)  yang didahului dengan proses insolvensi test   untuk menentukan

    apakah perusahaan tersebut masih  solven atau tidak, sedangkan model penagihan

    utang terhadap debitor yang dipandang masih  solven  tidak bisa menggunakan

     jalur kepailitan, namun harus menempuh prosedur gugatan wanprestasi biasa.

    Dari dasar diatas bahwa merek merupakan modal utama dalam

    menjalankan usaha dan menjamin kelangsungan usaha debitur maka merek

    merupakan hak yang paling penting dan utama untuk dipertahankan sebagai satu-

    satunya aset pribadi dan perusahaan.

    Bahwa Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-

    huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    3/79

    3

    yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang

    atau jasa dan Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang

    diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau

     badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya; Primagama

    adalah Merek Jasa yang secara umum digunakan melekat pada pemiliknya yaitu

    Purdi E. Chandra dan Purdi E. Chandra melekat dengan nama Primagama, dengan

    kata lain Primagama tanpa Purdi E. Chandra tidak mempunyai arti apa-apa atau

    tidak mempunyai nilai ekonomis apapun sehingga Merek Primagama selain

    sebuah produk jasa merupakan hak yang melekat pada dirinya.

    Dasar latar belakang penulisan adalah:

    1. 

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

    Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 22 huruf

    (a)  Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor

     sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis

     yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya

     yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan

    untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat

    di tempat itu,; (b) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari

     pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa,

     sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang

    ditentukan oleh hakim pengawas; Menjadi latar belakang yang kuat

    terhadap penulisan ini bahwa tidak semua harta atau aset debitor pailit

     bisa menjadi boedel  pailit.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    4/79

    4

    2. 

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang

    Merek Pasal 41 ayat (2) “ Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat

    dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi

     pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus

    ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa”, untuk itu Merek Jasa

    sebagai boedel Pailit tidak dapat dilaksanakan sepanjang tidak ada

     jaminan atas pemilik Merek itu sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    merek jasa tidak hanya sebuah tanda atau gambar saja yang membedakan

    dengan jasa-jasa lainnya tetapi merupakan tanda yang menunjukkan

    kemampuan, kualitas, atau keterampilan dari pemiliknya.

    Selain dari latar belakang diatas dua hal yang melatar-belakangi

     penulisan ini adalah pertama: sebuah hasil cipta karya atas usaha dari daya pikir,

    imajinasi seseorang yang tertuang dalam sebuah Merek Jasa dapat dipindahkan

     baik dilakukan secara lelang, pemindahan hak atau disebabkan oleh putusan

     pengadilan, tetapi untuk menilai merek jasa dengan suatau harga atau dengan

    sebuah nilai ekonomis belum ada ketentuan dan pathokan secara pasti serta rinci.

    Sehingga dalam penjualan, lelang atau pengalihan hak sering terjadi penilaian

    yang tidak wajar dan/atau dengan nilai yang tidak dapat diterima oleh Pemilik-

    nya. Sehingga merek tersebut masih dapat memberikan hasil sehingga hal tersebut

    menjadi sebagai landasan seseorang untuk mengajukan PKPU dan/atau

    merupakan alasan kuat untuk mempertahankan usahanya atau perusahaannya

    dengan tujuan agar dapat membayar hutang-hutangnya; kedua: Asas

    Kelangsungan Usaha (on going concern) bagi debitor pailit haruslah

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    5/79

    5

    dikedepankan sebagai landasan Asas Keadilan baik bagi debitor pailit sebagai

    kesempatan bagi debitor yang mempunyai itikad baik untuk melunasi utang-

    utangnya dan bagi para kreditor sebagai suatu usaha untuk memperkecil utang-

    utang debitor pailit dan/atau suatu usaha untuk mengutungkan harta debitor pailit.

    B.  Perumusan Masalah 

    Berdasar pada latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan

     permasalahan sebagai berikut:

    1.  Apakah yang menjadi dasar hukum atas Merek Jasa Primagama menjadi

     boedel pailit?

    2. 

    Apakah putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST  

    dapat menjadi acuan untuk menjadikan Merek Jasa Primagama sebagai

    boedel  pailit?

    3.  Bagaimanakah pertimbangan asas keberlangsungan usaha terhadap

    Merek bagi debitor sebagai akibat langsung dari putusan Nomor:

    10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST? 

    C. 

    Tujuan Penelitian 

    Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang diharapkan,

    sedangkan tujuan yang hendak diperoleh dalam penelitian ini antara lain sebagi

     berikut:

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    6/79

    6

    1. 

    Mengetahui dasar hukum atas Putusan Nomor:

    10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST terhadap Merek Jasa

    Primagama menjadi boedel pailit.

    2.  Mengetahui landasan atau dasar penentuan Perlindungan Hukum Merek

    Primagama sebagai boedel pailit dari sudut pandang Hak Kekayaan

    Intelektual Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001

    Tentang Merek dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37

    Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

    Utang (PKPU)

    3. 

    Mengetahui praktik Penerapan Prinsip dan Asas Hukum dalam Perkara

    Kepailitan: Merek Jasa Primagama sebagai Boedel Pailit dalam Undang-

    Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

    Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atas penentuan boedel

     pailit.

    D.  Tinjauan Pustaka

    1.  Pengertian Kepailitan

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004

    Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU) Pasal 1: Ayat (1) “Kepailitan adalah sita umum atas semua

    kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan

    oleh Kurator di bawah pengawasan hakim Pengawas sebagaimana diatur

    dalam Undang-Undang ini”; Pasal 2 Ayat (1) ”Debitor yang mempunyai

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    7/79

    7

    dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang

     yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan

     Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan

     satu atau lebih kreditornya”.

    2.  Pengertian Pailit

    Staatblads  1905 No. 217 jo. Staadblads  1906 No. 348

     Faillisementverordening Bagian 1. Pernyataan Pailit. Pas. 1. (1) Setiap

    debitur (orang yang berutang) yang tidak mampu membayar utangnya

     yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang tersebut,

    baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan seorang

    kreditur (orang yang berpiutang) atau beberapa orang krediturnya, dapat

    diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitur yang

    bersangkutan dalam keadaan pailit. (F. 4 dst., 65, 213 dst.;  Levensv. 46;

    Ord. Levensv. 59, 77, 99.); bahwa pengertian tersebut dapat menjadi dasar

    makna dan arti pailit, di dalam hukum positif di Indonesia arti pailit

    terdapat pada:

    KUH Perdata Pasal 1131 “Segala barang-barang bergerak dan

    tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,

    menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu”. 

    KUH Perdata Pasal 1132 “ Barang-barang itu menjadi jaminan

    bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-

    barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    8/79

    8

    bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk

    didahulukan”.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004

    Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU) Pasal 1: Ayat (2) “ Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang

    karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka

     pengadilan”;Ayat (3) ” Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena

     perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka

     pengadilan”; Ayat (4) ” Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan

     pailit dengan putusan Pengadilan”.

    Bangkrut atau pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi

    atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak

    kreditor 2, sedang dalam  Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan

    yang dimaksud pailit atau bangkrut adalah seseorang yang oleh suatu

     pengadilan dinyatakan bangkrut dan aktivanya atau warisan telah

    diperuntukan untuk membayar utang-utangnya3 dan menurut buku ” Hukum

     Pailit dalam Teori dan Praktek” yang dimaksud pailit atau bangkrut adalah

    suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian

    antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi

    secara adil diantara kreditor 4.

    2 Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, USA: West Publishing, 1968, hal 168

    3 Abdurrahman, A, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jakarta: PradyaParamita, 1991, hal 89

    4

     Fuady, Munir, HUKUM PAILIT, dalam Teori dan Pratek, Bandung; PT Citra AdityaBakti, 2014, hal 6

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    9/79

    9

    Dalam buku ” Hukum Kepailitan: Perbuatan Melawan Hukum oleh

     Debitor ”, Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu

    melakukan pembayaran utangnya kepada para kreditornya, keadaan tidak

    mampu membayar ini biasanya disebabkan oleh kondisi kesulitan keuangan

    ( financial distress) usaha debitor mengalami kemunduran5.

    3.  Pengertian Boedel Pailit

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004

    Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU) Pasal 21 “ Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat

     putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh

     selama kepailitan”

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004

    Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU) Pasal 22 ” Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tidak

    berlaku terhadap: huruf (a) benda, termasuk hewan yang benar-benar

    dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya,

     perlengkapannya, alat-alat medis yang di Pergunakan untuk kesehatan,

    tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan

    keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor

    dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu; huruf (b) segala sesuatu yang

    diperolehDebitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu

    5

     Nur, Aco, HUKUM KEPAILITAN: Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitor , Jakarta; PTPilar Yuris Ultima, 2015, hal 57

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    10/79

    10

     jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,

     sejauh yang ditentukan oleh hakim Pengawas; atau huruf (c)  uang yang

    diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah

    menurut undang-undang”

    4.  Pengertian Merek dan Merek Jasa

    Dalam buku “ Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual

     Property Right)”: merek adalah sesuatu yang ditempel atau dilekatkan

     pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri.6 

    Dalam buku “Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global:

    Sebuah Kajian Kontemporer”, ada beberapa pengertian tentang merek dan

     jenisnya; Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang

    diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

    atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya7;

    Merek jasa (Service marks) adalah merek yang digunakan pada jasa yang

    diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

    atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya8;

    Merek kolektif (Collective marks) yang didefinisikan sebagai merek yang

    digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karekteristik yang sama dan

    diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum untuk

    6  Saidin, OK, Haji,  Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

     Right), Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2015, hal. 441.7 Utomo, Tomi Suryo,  Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian

     Kontemporer , Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010, hal 2108  Ibid., hal 210

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    11/79

    11

    membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya9; Certifikat marks  adalah

    merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karekteristik

    yang sama dan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum

    untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya10.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001

    Tentang Merek Pasal 1 Ayat (1) “ Merek adalah tanda yang berupa

     gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau

    kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

    digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”;  Ayat (3)

    “ Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang

    diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

     sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis

    lainnya”; Ayat (13) “ Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik

     Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan

     pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek

    tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa

     yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu”

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001

    Tentang MerekPasal 40 Ayat (1) “Hak atas Merek terdaftar dapat beralih

    atau dialihkan karena: a. pewarisan; b. wasiat; c. hibah; d. perjanjian; atau

    e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”.

    9

      Ibid ., hal. 21010  Ibid ., hal. 211

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    12/79

    12

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001

    Tentang Merek Pasal 41 Ayat (1) “ Pengalihan hak atas Merek terdaftar

    dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya

     yang terkait dengan Merek tersebut ”; Ayat (2) “ Hak atas Merek Jasa

    terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau

    keterampilan pribadipemberi jasayang bersangkutan dapat dialihkan

    dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa”.

    E.  Metode Penelitian

    1.  Jenis dan sifat penelitian

    Didalam penelitian ini Penulis mengunakan metode penelitian

    yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

    dilakukan dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang

     bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma

    hukum yang berkaitan dengan pembuktian perkara perdata (penelitian

    hukum untuk perkara  In-Concrito). Adapun pendekatan yuridis empiris

    dilakukan dengan penelitian lapangan yang ditujukan pada penerapan

    hukum acara perdata dalam perkara kepailitan.

    a. 

    Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan

     berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,

    konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan

    yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula

    dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku,

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    13/79

    13

     peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan

    dengan penelitian ini.

     b. 

    Pendekatan yuridis empiris yakni dilakukan dengan melihat kenyataan

    yang ada dalam praktek dilapangan.

    2.  Data dan sumber data

    Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan

    untuk menyusun suatu informasi11, data yang dipakai dalam penelitian ini

    adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

     baik melalui wawancara, observasi maupun laporan yang berbentuk

    dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti dan data

    sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-

     buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar, makalah, dan lain

    sebagainya. Data sekunder dalam penelitian ini dapat dibagi atas 3

    kelompok besar, yaitu :

    a.  Bahan hukum primer yang penulis peroleh dari beberapa peraturan

     perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain:

    1) 

    Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerd.),

    2) 

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001

    Tentang Merek,

    11

     Arikunto, Suharsimi,  Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta; RinekaCipta, 2002, hal 96

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    14/79

    14

    3) 

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004

    Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU).

     b.  Bahan hukum sekunder diperoleh penulis dari putusan pengadilan

    keterangan, kajian, analisis tentang hukum positif seperti skripsi,

    makalah seminar, yaitu:

    1)  Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor:

    10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST

    2)  Keterangan langsung serta informasi baik dari data, surat-surat dari

    Responden,

    3) 

    Kajian tentang Hukum Kepailitan, Hak Kekayaan Intelektual, dan

    Merek,

    4) 

    Beberapa skripsi tentang Kepailitan, Hak Kekayaan Intelektual dan

    Merek Jasa,

    5)  Laporan Penelitian Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan

    dan Pelatihan Hukum Peradilan Mahkamah Agung RI tentang

    "Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penyelesaian

    Perkara Kepailitan Dan Penundaan KewajibanPembayaran Utang

    (PKPU)".

    c. 

    Bahan hukum tertier yang dipergunakan penulis sebagai bahan yang

    mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti

    Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    15/79

    15

    Sumber data yaitu sumber subjek dari tempat mana data bisa

    didapatkan. Jika peneliti memakai kuisioner atau wawancara didalam

     pengumpulan datanya, maka sumber data itu dari responden, yakni orang

    yang menjawab pertanyaan peneliti, yaitu tertulis ataupun lisan. Sumber

    data berbentuk responden ini digunakan didalam penelitian.12  Pada

    dasarnya penulis mengumpulkan data dari responden langsung dan

    mengadakan wawancara dari sumber pendukung lainnya, antara lain:

    a.  Purdie E. Chandra (Pemilik Merek Jasa Primagama)

     b.  Haryanto, S.H. (KASUBBID PELAYANAN HUKUM UMUM

    Kanwil. Kementerian Hukum & HAM DIY)

    c. 

    Beberapa responden yang mengetahui perkara dan mengenal responden

    utama sebagai informasi yang dapat dipergunakan (nama dan identitas

    atas permintaan responden untuk tidak dicantumkan)

    3.  Perolehan dan Pengumpulan Data

    Berdasar pendekatan yang dipergunakan dalam memperoleh

    data, maka alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah :

    a. 

    Studi kepustakaan dan dokumen

    Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode

     pengumpulan data melalui studi dokumen/kepustakaan ( library

    research ) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber

     bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan kepailitan, hak

    12  Informasi Pendidikan, Penjelasan Mengenai Sumber Data Penelitian, Diakses dari

    http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/penjelasan-mengenai-sumber-data.html, PadaTanggal 02 April 2016, Pukul 17.57

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    16/79

    16

    kekayaan intelektual, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan

     juga berita yang penulis peroleh dari internet.

     b. 

    Wawancara

    Wawancara dilakukan baik secara langsung dengan pihak

    responden dan komunikasi melalui tilpon untuk mendapat informasi

    secara cepat, praktis dan efisien; Wawancara dipergunakan dengan

    tujuan-tujuan sebagai berikut :

    1)  Mengetahui kronologi permasalahan

    2)  Memperoleh data mengenai pokok masalah

    3) 

    Mendapatkan data penyebabnya

    4) 

    Mengumpulkan data mengenai permasalahan kepailitan

    5) 

    Memperoleh data mengenai akibat dari kepailitan

    6) 

    Memperoleh data mengenai merek

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    17/79

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    18/79

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    19/79

    19

     perusahaan sehingga pengusaha merasa perlu untuk mempertahankan aset yang

    dimiliki untuk menyelesaikan utang-utangnya ( solvency).

    Didalam pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU sama sekali tidak

    memperhitungkan solvabilitas dari pihak debitor yang dimohonkan pailit, padahal

     pengertian pailit pada umumnya menunjuk pada kondisi debitor tidak mampu

    membayar lagi hutangnya (insolvensi). Insolvensi merupakan sebuah tahapan

    yang sangat penting, karena pada tahapan tersebut nasib debitor akan ditentukan,

    apakah harta debitor akan habis dibagi untuk menutupi utangnya atau akan timbul

    harapan baru ketika diterima suatu rencana perdamaian atau restrukturisasi utang.

    Apabila debitor telah dinyatakan insolvensi, maka debitor sudah benar-benar pailit

    dan hartanya segera di bagi secara pari passu pronata.

    Prinsip  pari passu pronata parte  berarti bahwa harta kekayaan tersebut

    merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan

    secara  proposional   antara mereka, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang

    menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran

    tagihan.14 

    B. 

    Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonsia

    Hukum kepailitan yang pertama di Indonesia adalah  Failissement-

    verordening , pada awalnya hanya berlaku di lingkungan masyarakat yang tunduk

     pada hukum perdata dan hukum dagang Barat saja. Dalam perkembangannya pada

    tahun 1997, Indonesia mengalami gejolak krisis moneter kemudian diperparah

    14  Ibid., hal. 29.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    20/79

    20

    dengan runtuhnya rezim Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia pada

    tanggal 21 Mei 1998.

    Hal itu menyebabkan utang para pengusaha Indonesia dalam valuta

    asing, terutama para kreditor luar negeri mengalami pembengkakan. Akibatnya

     para para debitor Indonesia tidak mampu membayar utangnya. Keadaan itu

    menimbulkan dampak luar biasa bagi perekonomian nasional dan diperparah oleh

    kredit macet di perbankan dalam negeri akibat terpuruknya sektor riil saat itu.

    Keadaan itu melahirkan akibat berantai, yang apabila tidak segera diatasi

    dapat menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap kelangsungan usaha dan

    aspek-aspek perekonomian pada umunya, tetapi juga terhadap measalah

    ketenagakerjaan dan berbagai demensi sosial lainnya.

    Penyelesaian utang tersebut harus segala diatasi secara baik, adil, cepat

    serta efektif, mengingat keadaan tersebut nerupakan satu masalah krusial. Upaya

    restrukturisasi utang belum bisa berhasil baik, sedang melalui kepailitan dengan

    mengunakan peraturan yang ada sangat lamban prosesnya dan tidak dapat

    dipastikan hasilnya, sehingga para kreditor terutama kreditor luar negeri

    menghendaki untuk digantinya undang-undang kepailitan yang berlaku

    ( Failissement-verordening) dengan yang baru atau direvisi.

    Disamping itu IMF sebagai lembaga donor pemerintah mendesak untuk

    segera dapat direvisinya peraturan kepailitan yaitu  Failissement-verordening  

    sebagai upaya melindungi utang-utang Indonesia, sebagai hasil desakan tersebut

    lahirlah Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas  Failissement-

    verordening merupakan solusi penyelesaian utang pengusaha Indonesia.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    21/79

    21

    Lima bulan setelah diterbitkannya Perpu No. 1 Tahun 1998 pada tanggal

    22 April 1998, Perpu Kepailitan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Kemudian pada tanggal 9 September 1998, Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang

     perubahan atas  Failissement-verordening   ditetapkan menjadi UU No. 4 Tahun

    1998 Tentang Kepailitan.

    UU No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, bukan merupakan undang-

    undang yang baru melainkan hanya “mengubah” dan “menambah”  Failissement-

    verordening . Secara yuridis formal, peraturan kepailitan yang lama masih tetap

     berlaku walaupun secara materiil UU No. 4 Tahun 1998 telah “menganti”

     peraturan kepailitan yang lama.

    Setelah melalui berbagai desakan dari kalangan pedonor terutama dari

     pihak IMF melalui Letter of Intent  antara IMF dan Pemerintah Republik Indonesia

    mengenai diberlakukan undang-undang kepailitan yang baru maka baru pada

    tahun 2004 terjadi kesepakatan yang kemudian diundangkan undang-undang

    kepailitan yang baru yaitu UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

    C. 

    Dasar Hukum Kepailitan

    Permasalahan utang-piutang berdasarkan UU No. 4 Tahun 1998 tentang

    Kepailitan tersebut ditempuh melalui Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan

     peradilan umum. Pengadilan Niaga memegang kompetensi untuk mengadili

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    22/79

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    23/79

    23

    4. 

    Undang-Undang No. 49 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

    (UUPT),

    5. 

    Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan,

    6.  Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia,

    7.  Perundang-undangan di bidang Pasar Modal, Perbankan, BUMN dan

    lain-lain.

    D. Asas Kelangsungan Usaha Dalam Hukum Kepailitan

    Berkenaan dengan pentingnya penyelesaian sengketa bisnis,hukum telah

    menyediakan cara-cara penyelesaian sengketa. Cara penyelesaian sengketa yang

    lazim ditempuh oleh pelaku bisnis ialah cara litigasi ataupun cara non-litigasi.

    Jalur non-litigasi biasanya menjadi pilihan utama, jika tidak berhasil mereka baru

    menempuh cara litigasi. Opsi penyelesaian sengketa melalui cara litigasi

    khususnya penyelesaian perkara (sengketa) kepailitan di Pengadilan Niaga

    sengaja diangkat dalam penelitian ini dengan alasan sebagai berikut.  Pertama,

     perkara kepailitan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

    masih relatif baru dan arti kepailitan sering dipahami secara keliru oleh kalangan

    umum;  Kedua, dalam perkara kepailitan terdapat asas kelangsungan usaha yang

    memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.  Ketiga, 

    hukum kepailitan merupakan jalan keluar dari persoalan likuiditas keuangan

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    24/79

    24

    sebuah usaha, sedangkan penjatuhan putusan pailit sebagai upaya terakhir

    (ultimum remedium).17

     

    Peryataan pailit dengan hanya mendasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat

    (1) secara tidak langsung akan mengganggu proses kelangsungan usaha, padahal

    asas kelangsungan usaha menjadi jiwa dari UU No. 37 tahun 2004 tentang

    Kepailitan dan PKPU, dimana debitor yang masih prospektif dimungkinkan untuk

    tetap melangsungkan usahanya.18  Untuk dapat melihat apakah perusahaan

    debitor masih prospektif atau tidak salah satunya dengan mengukur kondisi

    keuangan debitor.

    Pengertian asas kelangsungan usaha sebagaimana disebutkan dalam

    Penjelasan Umum UU Kepailitan adalah dimungkinkannya perusahaan Debitor

    yang prospektif tetap dilangsungkan. Menurut Pasal 104 ayat (1) “ Berdasarkan

     persetujuan panitia kreditorsementara, Kurator dapat melanjutkan usaha Debitor

     yangdinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailittersebut

    diajukan kasasi atau peninjauan kembali.” Sedangkan menurut ayat (2) “ Apabila

    dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, Kurator memerlukan izin Hakim

     Pengawas untukmelanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” Proses

    kelangsungan usaha setelah pernyataan pailit dijatuhkan sangat bergantung pada

    itikad baik kurator dan para kreditornya, sehingga meskipun atas pernyataan pailit

    17 Iriantoro, Catur, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penyelesaian Perkara

     Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Laporan Hasil Penelitian,

    Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI:  Jakarta,2014, hal 2

    18 Nur, Aco, Op.Cit., hal 86

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    25/79

    25

    tersebut perusahaan masih tetap dapat dijalankan, namun tetap kondisi tersebut

    sangat tidak menguntungkan bagi pihak perusahaan.

    Selain asas kelangsungan usaha dalam UU Kepailitan dan PKPU juga

    mengenal asas keseimbangan; untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata

    dan lembaga kepailitan oleh pihak kreditor yang tidak beritikad baik, asas

    keadilan; asas ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang

    mengusahakan pembayaran tagihannya tanpa memperdulikan kreditor lainnya,

    asas integrasi; bahwa sistem hukum formil dan hukum materiil peraturan

    kepailitan merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan

    hukum acara perdata nasional.

    E. Hukum Kepailitan dalam UU RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

    dan PKPU

    Luasnya pengertian “utang” dalam UU Kepailitan dan PKPU,

     berimplikasi pada dimensi hukum kepailitan secara umum. Pasal 1 angka 6

    mengartikan utang sebagai “kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan

    dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,

    baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,

     yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh

     Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat

     pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.” Berdasarkan ketentuan diatas,

    maka rumusan tentang pengertian utang dapat di jabarkan kedalam beberapa

    unsur antara lain:

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    26/79

    26

    1. 

    Utang adalah sebuah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan

    dalam jumlah uang;

    2. 

    Baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing;

    3.  Baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau

    kontijen;

    4.  Yang timbul karena perjanjian atau undang-undang;

    5.  Wajib dipenuhi oleh Debitor;

    6.  Bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat

     pemenuhannya dari harta debitor.

    Sedangkan untuk dapat dinyatakan pailit, UU Kepailitan dan PKPU

    hanya menentukan dua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) antara

    lain:

    1. 

    Adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor;

    2.  Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan

    dapat ditagih.

    Dalam UU kepailitan perluasan makna utang tidak diikuti dengan

     pembatasan “nilai utang” sebagai syarat untuk mengajukan permohonan pailit,

    artinya tagihan sekecil apapun, baik yang timbul dari hubungan utang piutang

    maupun dari hubungan keperdataan lainnya yang dapat menimbulkan kewajiban

     pembayaran uang, dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga dan

    Hakim Pengadilan Niaga akan mengabulkan permohan itu jika terpenuhi adanya

    unsur debitor yang memiliki kreditor lebih dari satu dan setidaknya ada satu utang

    yang tidak dibayar padahal utang itu telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    27/79

    27

    Pernyataan pailit menimbulkan akibat hukum baik terhadap debitor pailit

    maupun terhadap pihak ketiga. Akibat-akibat tersebut antara lain:19

     

    1. 

    Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit (boedel ) merupakan

    sitaan umum atas harta pihak debitor yang dinyatakan pailit;

    2.  Kepailitan semata-mata hanya menyangkut harta pailit tidak mengenai

    diri pribadi debitor pailit;

    3.  Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan

    menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailitsejak hari putusan

     pernyataan pailit diucapkan;

    4. 

    Segala perikatan debitor yang timbul setelah putusan pailit diucapkan

    tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta

     pailit;

    5. 

    Harta pailit diurus dan dikuasai oleh kurator untuk kepentingan para

    kreditor dan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan

     jalannya kepailitan;

    6.  Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus

    diajukan oleh atau terhadap kurator;

    7. 

    Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan mendapatkan pelunasan

    suatu perikatan dari harta pailit dan hari harta debitor sendiri selama

    kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkan untuk diverifikasi;

    8. 

    Pemegang gadai, hipotek, hak tanggungan dan fidusia dapat

    melaksanakan hak jaminananya seolah-olah tidak ada kepailitan;

    19  Ibid., hal. 100-102

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    28/79

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    29/79

    29

    maupun yang tidak bergerak demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang

    debitor,  statement   tersebut mengandung persangkaan bahwa tidak ada kredit

    (piutang) yang tidak ada jaminannya. Jaminan yang demikian selain terjadi demi

    hukum juga meliputi seluruh harta milik debitor dan berlaku bagi semua kreditor

    yang pada asasnya memiliki kedudukan yang sama dan oleh karenanya disebut

    dengan jaminan umum. Sebuah utang dikatakan sama sekali tidak memiliki

     jaminan jika debitor sama sekali tidak memiliki harta sedikitpun, namun hal itu

    hampir dikatakan tidak mungkin terjadi karena pada umumnya yang ditemukan

    adalah harta debitor tidak mencukupi untuk memenuhi keselurahan utang yang

    ada.21 

    Untuk menjamin bahwa pada kreditor akan mendapatkan kembali

     pelunasan dari harta kebendaan milik debitor secara adil dan merata berdasarkan

    nilai tagihan dari masing-masing kreditor, maka hukum kepailitan menentukan

     bahwa pada saat debitor dinyatakan pailit seluruh harta kekayaan debitor akan

    menjadi boedel pailit dan pengurusan selanjutnya akan dilakukan oleh Kurator

    dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Hukum kepailitan sebagaimana diatur

    dalam UU Kepailitan dan PKPU memiliki fungsi antara lain:

    1. 

    Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang

    sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya;

    2. 

    Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan

    yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa

    memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainya;

    21

      J. Satrio,  Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet , Citra AdityaBakti: Bandung, 1993, hal. 3

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    30/79

    30

    3. 

    Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh

    salah satu kreditor atau debitor sendiri;22

     

    Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan:

    ”Yang dimaksud dengan "Kreditor" dalam ayat ini adalah baik kreditorkonkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus

    mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat

    mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak

    agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan

    haknya untuk didahulukan.

     Bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing-masing Kreditor

    adalah Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2.

    Yang dimaksud dengan "utang yang telah jatuh waktu dan dapat

    ditagih" adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh

    waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu

     penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi

    atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan

     pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

    Berdasarkan ketentuan pasal diatas kreditor yang dapat mengajukan

     permohonan kepailitan antara lain:

    1. 

    Kreditor konkuren, yang memiliki hak pembagian secara proporsional

    mengikuti besar kecilnya tagihan.

    Kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu pro-rata;

    artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa

    ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan besarnya piutang

    masing-masing dibanding piutang mereka secara keseluruhan dan seluruh

    harta kekayaan debitor.23 

    2. 

    Kreditor preferen, adalah kreditor yang memiliki hak untuk mendapatkan

     pelunasan utangnya lebih dulu dari kelompok kreditor lainnya;

    22 Nur, Aco, Op.Cit., hal. xii, Lihat. Penjelasan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang

    Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 

    23  Ibid., hal 91

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    31/79

    31

    Kreditor preferen adalah kreditor yang diistimewakan yaitu, kreditor

    yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya,

    mendapatkan pelunasan terlebih dahulu.24 

    3.  Kreditor separatis, yaitu kreditor yang memiliki hak untuk melakukan

     penjualan sendiri objek jaminan sebagai upaya pelunasan atas utang-

    utang yang dijamin oleh jaminan kebendaan, kreditor separatis antara

    lain kreditor pemegang gadai, hak tanggungan fidusia dan hipotek.

    Dalam susunan pelunasan utang dengan harta debitor, kreditor yang

    memiliki kedudukan paling tinggi akan didaftar teratas dan diurut berdasarkan

     peringkat kedudukannya sampai yang paling bawah, kreditor yang kedudukan

    atau tingkatnya lebih tinggi mengambil lebih dahulu dari hasil penjualan benda

     jaminan milik debitor sebagai pelunasan tagihannya, sedangkan kreditor yang

    sama tingkatannya menurut Pasal 1136 KUH Perdata berbagi secara merata

     berdasarkan  ponds-ponds  antara mereka sedangkan yagn mengambil terakhir

    adalah para kreditor kongkuren yang mengambil ponds ponds atas sisa yang ada,

    itupun kalau hartanya masih tersedia. Dengan gambaran seperti itu dapat

    dibayangkan bahwa kemungkinan diantara para kreditor yang tidak mendapatkan

     bagian karena semakin rendah kedudukan kreditor, semakin kecil kemungkinan

     baginya untuk mendapatkan pelunasan kalau harta kekayaan debitor tidak cukup

    untuk membayar semua hutang-hutangnya.25 

    Berdasarkan Pasal 55 ayat(1) UU Kepailitan dan PKPU “ Dengan tetap

    memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan

    24

      Ibid., hal 9225 J. Satrio, Hukum Jaminan, Op.Cit., hal 70

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    32/79

    32

     Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,

    hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya

     seolah-olah tidak terjadi kepailitan” bagi para kreditor separatis mereka tetap

    dapat melakukan eksekusi pelunasan dengan menggunakan objek jaminan

    meskipun debitor telah dinyatakan dalam keadaan pailit, meskipun pelaksanaanya

    dibatasi dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) “ Hak eksekusi Kreditor sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya

     yang berada dalam penguasaan Debitor Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk

     jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan

     pernyataan pailit diucapkan.”

    Disamping Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menganut konsep

    utang dalam arti luas, ruang lingkup pengertian utang juga harus meliputi:

    1. 

    Utang tersebut telah jatuh tempo

    Pada prinsipnya terdapat dua keadaan yang dapat menjadi ukuran

    kapan suatu utang telah jatuh tempo. Pertama, karena sifat perjanjiannya yang

    telah menentukan kapan debitor harus melaksanakan pretasinya dalam arti

     perjanjian tersebut telah menyebutkan batas waktu pemenuhan prestasi

    sehingga dengan tibanya waktu, maka utang tersebut menjadi matang untuk

    di tagih (opeisbaar ). Kedua, terhadap perjanjian yang tidak menentukan batas

    waktu, maka jatuh tempo debitor untuk melaksanakan prestasinya adalah

    sejak ia ditegur dengan sebuah resmi baik dalam bentuk exploit juru sita

    maupun dengan surat sejenis yang isinya memberikan terguran kepada

    debitor agar melaksanakan prestasinya.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    33/79

    33

    Dalam praktiknya meskipun belum jatuh tempo tetapi utang itu telah

    dapat ditagih karena telah terjadi salah satu dari peristiwa-peristiwa yang

    disebut events of default . Kondisi tersebut lazim terjadi pada perjanjian kredit

     perbankan untuk mencantumkan klausula yang disebut events of default

    clause  yaitu klausula yang memberikan hak kepada bank untuk menyatakan

    debitor in default   atau cidera janji apabila salah satu peristiwa (event ) yang

    tercantum dalam event of default clause itu terjadi.26 

    2.  Utang tersebut dapat ditagih

    Pada sebuah perjanjian kredit utang yang telah jatuh waktu atau utang

    yang telah expired  dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih

    namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang

    telah jatuh waktu. Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian

    kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal waktunya untuk

    dilunasi oleh Debitur sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu ada tidak

    harus suatu kredit dinyatakan expired   pada tanggal akhir perjanjian kredit

    terlampaui.27 Berdasarkan dari uraian tersebut maka antara utang yang jatuh

    tempo dengan utang yang dapat ditagih tidak selalu maknanya sama,

    meskipun idealnya sebuah utang yang dapat ditagih adalah utang yang telah

     jatuh tempo.

    26  Ismail, Rumadan,  Interpretasi Tentang Makna Utang Jatuh Tempo Dalam Perkara

     Kepailitan, (Kajian Terhadap Putusan mahkamah Agung 2009-2013), Laporan Hasil Penelitian,Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI: Jakarta,2013, hlm. 30, lihat Sutan Remy Sjahdeini,  Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang

     Nomor: 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlm. 68-7027 Sutan Remi Syahdeni, Op. Cit., hal. 68.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    34/79

    34

    3.  Utang tersebut tidak dibayar lunas

    Setiap perjanjian berisi sekumpulan perikatan yang satu sama lain

    saling menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak, pada

     perjanjian timbal balik, hak dan kewajiban itu melekat kepada masing-masing

     pihak, sedangkan dalam perjanjian sepihak, disatu pihak timbul hak dan di

     pihak lain timbul kewajiban. Utang atau sebuah kewajiban berprestasi

    ditentukan bentuk sifat dan jenisnya oleh perjanjian itu sendiri, misalnya

     perjanjian utang piutang bentuk utang prestasinya adalah mengembalikan

    utang kepada pihak pemberi utang berikut bunga dan segala biaya yang

    disepakati oleh para pihak. Sebuah utang dibayar lunas jika sifat dan bentuk

     prestasi yang dilakukan telah memenuhi secara sempurna sesuai prestasi yang

    dikehendaki oleh perjanjian tersebut.

    F. Penerapan Hukum Kepailitan: Norma dan Prinsip

    Prinsip hukum hakikatnya adalah sebagai “a fundamental truth or

    doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine wich furnishes a basis or

    origin for others”, asas atau prinsip hukum adalah nilai-nilai yang mendasari nilai

    hukum dan mendasari pikiran-pikiran yang berkenanan dengan ketentuan-

    ketentuan atau keputusan-keputusan individual.28 

    Prinsip hukum merupakan metanorma yang dapat dijadikan sebagai

    landasan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan atau dijadikan

     pedoman bagi para hakim dalam memutuskan suatu perkara dalam pengadilan,

    28 Shubhan, M Hadi, Op.Cit., hal. 25

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    35/79

    35

    untuk itu prinsip hukum merupakan landasan dan pertimbangan dalam penerapan

    hukum dilapangan. Didalam penerapan hukum kepailitan yang baru dan

    merupakan undang-undang yang terasa masih kurang bahkan dapat dikata jauh

    dari kesempurnaan, maka peran hakim dalam penerapannya harus berpegang pada

     prinsip-prinsip hukum yang ada untuk menemukan suatu hukum terhadap kasus-

    kasus kepailitan.

    Pengunaan prinsip hukum sebagai dasar hakim dalam memutus perkara

    kepailitan memperoleh legalitas dalam UU Kepailitan Pasal 8 Ayat 5 menyatakan

     bahwa putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memuat

     pula: a. Pasal tertentu dari perturan perundang-undangan yang bersangkutan

    dan/atau  sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan b.

    Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua

    majelis.29 

    Prinsip  paritas creditorium, prinsip  parri   passu pronata parte, dan

     prinsip  structured prorata  merupakan prinsip utama penyelesaian utang dari

    debitor terhadap kreditornya. Vollmar mengatakan bahwa “ Een der belangrijkse

    beginselen, dat de verhaalsreshten van den schuldeiser zich uitstrekken over alle

    roerende en onroerende goederen van den schuldenaar, zowel die hij zal

    krijgen”.30 

    Prinsip  paritas creditorium, bahwa kesetaraan kedudukan para kreditor

    adalah sama sehingga dapat disimpulkan bahwa kreditor mempunyai kedudukan

    dan kesetaraan atas semua harta benda debitor dalam hal ini adalah semua harta

    29

     Shubhan, M Hadi, Op.Cit., hal. 2730 Vollmar, De Faillessementsweet, Tjenk Willink & Zoon N.V.: Haarlem, hal. 1

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    36/79

    36

    kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak

     bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di

    kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban

    debitor.

    Prinsip  paritas creditorium  memberikan keadilan bagi semua kreditor

    tanpa perbedaan kondisinya terhadap harta debitor kedatipun harta kekayaan

    debitor tidak berkaitan secara langsung terhadap transaksi yang dilakukannya,

     prinsip  paritas creditorium memberikan keadilan bagi kreditor dengan konsep

    keadilan proposional; dimana kreditor yang mempunyai piutang lebih besar dari

    kreditor lainnya mendapat porsi pembayaran piutang dari debitor lebih besar dari

    kreditor yang memiliki piutang lebih kecil dari padanya.

    Ketidakadilan pembagian secara  paritas creditorium  terhadap harta

    debitor akan muncul apabila harta debitor lebih kecil dari utang-utang debitor,

     penerapan prinsip  paritas creditorium menjadi tidak relevan apabila harta debitor

    lebih besar dari utang-utang kreditor, demikian pula dalam penerapan hukum

    kepailitan terhadap harta debitor lebih besar daripada utang-utang kreditor tidak

    tepat dan tidak ada relevansinya terhadap prinsip parri  passu pronata parte. 

    Sehingga pada hakikinya, prinsip parri  passu pronata parte adalah inheren 

    dengan lembaga kepailitan itu sendiri. 

    Prinsip  paritas creditorium  yang dilengkapi dengan prinsip parri  passu

     pronata parte  dalam konteks kepailitan juga masih memiliki kelemahan jika

    kreditor tidak sama kedudukannya bukan besar kecilnya piutang saja tetapi tidak

    sama kedudukannya, sebagian kreditor yang memegang jaminan kebendaan

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    37/79

    37

    dan/atau kreditor yang memiliki hak preferensi yang telah diberikan oleh undang-

    undang.

    Prinsip  parri   passu pronata parte tidak memberi keadilan kepada

    kreditor yang memegang jaminan kebendaan , bukankah maksud adanya lembaga

     jaminan adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang

     jaminan tersebut?. Secara prinsip bahwa undang-undang telah mengatur adanya

     pembagian harta pailit dengan mengacu pada kedua prinsip diatas sebagai

     penerapannya, akan tetapi agar penerapannya dapat diterima oleh semua pihak

    dan memberikan rasa keadilan kepada para pihaknya dibutuhkan jalannya keluar

    dengan prinsip  structured prorata (structured creditors) sebagai dasar hakim

    dalam memutus perkara-perkara kepailitan.

    Adapun prinsip  structured prorata adalah prinsip yang

    mengklarifikasikan atau mengelompokan berbagai macam debitor sesuai dengan

    kelasnya masing-masing. Dalam kepailitan kreditor diklasifikasikan menjadi tiga

    macam, yaitu:

    1.  Kreditor separatis

    2.  Kreditor preferen

    3. 

    Kreditor separatis

    Jerry hoff menjabarkan masing-masing kreditor tersebut sebagai berikut:

     Securred Creditor , right of second creditors, security interest are in remright that vest in the creditor by agreement and subsequent performance of

    certain formalities, A creditor whose interests are secured by an in rem right is

    usually entitled to cause the fareclousure of the collateral, without a judgement, to

     satisfy his claim from the proceeds with priority over the creditors. This right to

     foreclose without a judgement is called the right of immediate enforcement .31 

    31 Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Tatanusa: Jakarta, 1999, hal. 96

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    38/79

    38

     Preferred creditor, unlike secure creditors, who have a preference

    because they agreed upon this with their debtor, the prefered creditors have a preference to their claim. Obviously, the preference issue is only relevant if there

    is more than one creditor and if the assets of the debtor are not sufficient to pay of

    all the creditor (there is a concursus creditorum). Prefered creditor are required

    to present their claims to the receiver for verification and are thereby charged a

     pro rata parte share of costs of the bankrupcy. There are several catagories of

     preference creditors:

      Creditor who have statutory priority;

      Creditor who have non-statutory priority;

      Estate creditor.32

     

    Unsecured creditor, they are do not have priority and will there fore be

     paid, if any proceeds of the bankruptcy estate remain, after all the other creditors

    have received payment. Unsecured creditors are required to present their claims

     for verification to their receiver and they are charged a pro rata parte of the costs

    of the bankruptcy.33 

    32  Ibid ., hal. 111-11233

      Ibid ., hal. 117

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    39/79

    39

    BAB III.

    HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL:

    TENTANG MEREK DAGANG DAN JASA

    A. Pengertian HKI: Merek Dagang dan Merek Jasa

    Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan bagian dari benda,

    yaitu benda tidak berwujud (benda immaterial ). Benda dalam kerangka hukum

     perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori salah satu diantara

    kategori itu, adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud

    dan benda tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang

    dikemukakan oleh pasal 499 KUHPerdata,34 dari pasal tersebut apabila dikendaki

    dapat ditarik kesimpulan lain sebagai berikut: yang dapat menjadi objek hak milik

    adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak.35 

    Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Prof. Mahadi barang yang

    dimaksudkan oleh Pasal 499 KUHPerdata tersebut adalah benda materiil 

    (stoffelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda immaterial . Uraian ini sejalan

    dengan klasifikasi benda menurut pasal 503 KUHPerdata,36  yaitu pengolongan

     benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh).

    37

     

    34 Pasal 499 KUHPerdata: Menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap

    hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik.35

     Mahadi,  Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional , Jakarta; BPHN, 1981,hal. 65.

    36  Pasal 503 KUHPerdata: Ada barang yang bertubuh, dan ada yang tidak bertubuh.37

      Sadikin, H. OK,  ASPEK HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL (INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS), Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2015, hlm. 13.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    40/79

    40

    Hak Kekayaan Intelektual pada dasarnya dapat dikatakan merupakan

     benda hasil karya cipta, karsa serta buah pikiran manusia dan hasil kecerdasan

    intelektual manusia yang kemudian menghasilkan kebendaan yang berwujud atau

    tidak berwujud dan akan bermanfaat bagi orang lain sebuah sebuah hasil karya

    yang bermanfaat, berharga dan berguna bagi orang lain. Sebagai dasar atas

     pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa HKI dapat dikatakan merupakan

    sebuah kebendaan yang dapat dikategorikan sesuai dengan pasal 499

    KUHPerdata, karena merupakan benda maka HKI mempunyai sebuah nilai yang

    melekat didalamnya.

    Ada beberapa pengertian tentang merek dan jenisnya; Merek dagang

    adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang

    atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan

    dengan jasa-jasa sejenis lainnya38; Merek jasa (Service marks) adalah merek yang

    digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang

    secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa

    sejenis lainnya39; Merek kolektif (Collective marks) yang didefinisikan sebagai

    merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karekteristik yang sama

    dan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan

    dengan jasa-jasa sejenis lainnya40; Certifikat marks adalah merek yang digunakan

     pada barang dan/atau jasa dengan karekteristik yang sama dan diperdagangkan

    38 Utomo, Tomi Suryo, Op.Cit., hal. 210

    39

      Ibid., hal. 21040  Ibid ., hal. 210

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    41/79

    41

    oleh beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa

    sejenis lainnya41

    .

    Bedasar pada UU RI No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 1 Ayat (1)

    “ Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-

    angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki

    daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”; 

    Ayat (3) “ Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang

    diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau

    badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya”.

    Dapat disimpulkan bahwa merek dan merek jasa adalah hal yang berbeda

    walaupun keduanya merupakan bagian dari HKI dan merupakan benda tidak

     berwujud (immaterial ) yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai moral (moral

    right ), terutama untuk merek Jasa merupakan Merek yang digunakan pada jasa

    yang diperdagangkan dan selalu melekat pada keahlian seseorang yang yang

    melakukan atau yang menemukannya sehingga dalam merek jasa adalah

    merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara merek jasa itu sendiri

    dengan penemunya atau tenaga ahli dalam jasa tersebut atau identik pada

     pemiliknya sebagai nilai yang tidak terpisahkan.

    B. Perspektif dan Terminologi HKI

    Landasan filosofis HKI dimulai sejak dikemukannya ide penghargaan bagi

     pencipta atau penemu atas kreasi intelektual mereka yang berguna bagi

    41  Ibid ., hal. 211

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    42/79

    42

    masyarakat dalam politik  Aristotle  pada masa abad keempat sebelum masehi.

    Dalam berbagai diskusinya  Aristotle kerap kali mengkritik secara tajam pendapat

     Hippodamus dari  Miletus, ia mengajukan proposal Sistem Penghargaan (reward

     system)  bagi mereka yang berjasa membuat penemuan yang berguna bagi

    masyarakat. Proposal  Hippodamus  menyatakan bahwa: “if you reward the

    creators of useful things, you get more useful things”. Atas proposal, Aristotle

     berpendapat bahwa: “a such system of individual reward may otherwise reduce

     social welfare... a reward for revealing information to the state would give rise to

     fraudulent claims of discovery of malfeasance of the part of public officials”.42 

    Ada dua teori secara filosofis terkait anggapan hukum bahwa Hak

    Kekayaan Intelektual adalah suatu sistem kepemilikan ( Property). Teori tersebut

    dikemukan oleh  John Locke  yang sangat berpengaruh di negara tradisi hukum

    Common Law System  dan  Hegel   yang sangat berpengaruh pada negara-negara

     penganut tradisi hukum Civil Law System.43 

    Sedangkan  Friedrich Hegel   mengembangkan konsep tentang “ Right,

     Ethic, and State” yang intinya sebagai eksistensi dari kepribadian (the existence of

     personality). Menurut Hegel : “The property is, among other things, the means by

    which an individual could objectively express a personal, singular will. In

     property ‘a person exsists’ for the fisrt time as reason” kekayaan diantara sesuatu

    kebendaan lainnya adalah sarana dimana seseorang dapat secara objektif

    mengemukakan kehendak pribadi dan tunggal.44 

    42 Nasution, Rahmi Jened Parinduri,  Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Hukum Persaingan (Penyalahgunaan HKI), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015, hal. 23

    43

     Ibid., hal. 2444 Ibid., hal. 26

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    43/79

    43

    C. Sejarah dan Perkembangan HKI di Indonesia

    Peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak

    tahun 1840-an, kemudian tahun 1844 pemerintah kolonial Belanda

    memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI.

    Selanjutnya, tahun 1885 pemerintah Belanda mengundangkan Undang-Undang

    Merek, Undang-Undang Paten pada tahun 1910, dan Undang-Undang Hak Cipta

     pada tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama  Netherlands

     East-Indies  telah menjadi anggota  Paris Convention for the Protection of

     Industrial Property  sejak tahun 1888 dan anggota  Berne Convention for the

     Protection of Literary and Aristic Works  sejak tahun 1914. Pada jaman

     pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, semua peraturan

     perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.

    Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan

    kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan Undang-

    Undang Dasar tahun 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan

    kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang

    Dasar tahun 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku,

    namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan

    dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten

     peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang

     berada di Batavia ( sekarang Jakarta ), namun pemeriksaan atas permohonan paten

    tersebut harus dilakukan di Octrooiraad  yang berada di Belanda.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    44/79

    44

    Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang

    merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten,

    yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang

     pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri

    Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara

     permintaan paten luar negeri.

    Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21

    tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961)

    untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang

    merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal

    24, UU No. 21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut UU

    Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah undang-undang ini

    diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November

    1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari

     barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11 November yang

    merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961.

    Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [ Paris

    Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)]

     berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi pemerintah

    Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat

     pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan

    Pasal 28 ayat (1).

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    45/79

    45

    Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun

    1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak

    Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk

    mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di

     bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan

    kehidupan bangsa.

    Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah

    air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di

     bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan

    sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup

     penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-

    undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi

     pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34

    selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif

     baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah

    air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan

     pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.

    Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7

    tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta.

    Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan

    atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran

    hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan

    kreativitas masyarakat.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    46/79

    46

    Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia

    menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai

     pelaksanaan dari UU tersebut.

    Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan

     pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk

    mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan

    salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-

    undangan, Departemen Kehakiman.

    Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui

    RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989

    (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten

    1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989

    mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan

    manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan

    UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan

     perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan

     penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional

    secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat

     penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi

    asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian,

    ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem KI, termasuk paten,

    di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    47/79

    47

    karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI

    yang efektif.

    Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19

    tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April

    1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April

    1994 Pemerintah RI menandatangani  Final Act Embodying the Result of the

    Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup  Agreement

    on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).

    Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat

     peraturan perundang-undangan di bidang KI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU

     No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.

    Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI, yaitu UU

     No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang

    Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

    Terpadu.

    Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan

    di bidang Kekayaan Intelektual dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001

    Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan

    UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang

    lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang

    menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkan.45 

    45  Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, “Sekilas Sejarah Perkembangan Sistem

    Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) di Indonesia”, diakses dari http://www.dgip.go.id/tentang-kami/sekilas-sejarah, pada tanggal 25 Februari 2016 pukul 02.36

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    48/79

    48

    D. Perlindungan Hukum HKI: Merek Dagang dan Merek Jasa

    Hak Merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik

    merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu

    menggunakan sendiri merek tersebut atau member izin kepada sesorang atau

     beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan

    (Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001). Merek sebagai salah satu wujud

    karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan

     perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi. Merek

    (dengan “brand image”-nya) dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda

     pengenal atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan

    kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu Merek

    adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan (badan

    hukum) yang dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan

    dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian

     pentingnya peranan Merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum,

    yakni sebagai obyek terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum.

    Perlindungan maksimum untuk merek-merek di suatu wilayah hanya dapat

    diberikan dengan mengajukan permohonan pendaftaran Merek si setiap negara di

    suatu wilayah. Indonesia telah meratifikasi Persetujuan TRIPs (Agreement on

    Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade on

    Counterfit Goods) yang merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan

    Organisasi Perdagangan Dunia pada tanggal 15 april 1994 Undang-undang R.I

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    49/79

    49

     No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi

    Perdagangan Dunia/ Agreement Establishing the World Trade Organization).

    Pada tanggal 7 Mei 1997, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi

    Konvensi Paris dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

    1997 Tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Tentang

    Pengesahan  Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan

    Convention Establishing the world Intellectual Property Organization, dengan

    mencabut persyaratan (reservasi) terhadap Pasal 1 sampai dengan pasal 12.

    Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus memperhatikan ketentuan yang

     bersifat  substantif   yang menjadi dasar bagi pengaturan dalam peraturan

     perundang-undangan dibidang Merek, disamping Paten maupun Desain Industri.

    Pada tanggal 7 Mei 1997 juga telah diratifikasi Traktat Kerjasama dibidang Merek

    (Trademark Law Treaty) dengan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 1997.

    Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Merek baru

     No. 15 tahun 2001 pada tanggal 1 Agustus 201. Sebelumnya , Merek dilindungi

     berdasarkan Undang-Undang No.14 tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-

    undang No. 19 tahun 1992 tentang Merek. Undang-undang No. 15 tahun 2001

    sebagai pengganti Undangundang No. 14 tahun 1997 juncto Undang-undang No.

    19 tahun 1992 menganut sistem konstitutif (first to file) yang menggantikan

    sistem deklaratif (first to use) yang pertama kali dianut oleh Undang-undang

     No.21 tahun 1961 tentanh Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Menurut

    Undang-undang No.21 tahun 1961,  siapa yang pertama-tama memakai suatu

     Merek di dalam wilayah Indonesia dianggap sebagai pihak yang berhak atas

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    50/79

    50

     Merek yang bersangkutan. “First to use” adalah suatu sistem khusus, bahwa siapa

     pertama-tama memakai suatu Merek di dalam wilayah Indonesia dianggap sebagai

     pihak yang berhak atas Merek yang bersangkutan. Jadi bukan pendaftaranlah yang

    menciptakan suatu hak atas Merek, tetapi sebaliknya pemakaian pertama di

    Indonesia yang menciptakan hak atas Merek. Dugaan hukum tentang pemakai

     pertama dari seseorang yang telah mendaftarkan Merek ini hanya dapat

    dikesampingkan dengan adanya bukti sebaliknya. Orang yang Mereknya telah

    terdaftar berdasarkan undang-undang dianggap sebagai yang benar-benar berhak

    karena pemakaian pertama. Anggapan hukum seperti ini dalam prakteknya telah

    menimbulkan ketidakpastian hukum dan juga telah melahirkan banyak persoalan

    dan hambatan dalam dunia usaha. Sistem yang dianut dalam Undang-undang No.

    15 tahun 2001 tentang Merek yaitu Sistem Konstitutif, yaitu bahwa hak atas

    Merek timbul karena pendaftaran. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 Undang-

    Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi sebagai berikut :

    “Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada

     pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka

    waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau

    memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”

    Undang-undang Merek memberikan perlindungan hukum bagi tanda yang

     berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau

    kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan

    dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Tanda-tanda tersebut harus berbeda

    sedemikian rupa dengan tanda yang digunakan oleh perusahaan atau orang lain

    untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Tanda dianggap tidak

    memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana, seperti satu tanda

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    51/79

    51

    garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas. Merek

    terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun

    sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.

    Merek menurut Undang-undang no. 15 tahun 2001 tentang Merek dibedakan

    yaitu:

    1.  Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang

    diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

    atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya

    (pasal 1 ayat (2)).

    2. 

    Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan

    oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

    hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya (pasal 1 ayat

    (3)).

    3.  Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan atau jasa

    dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang

    atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan

     barang dan/ atau jasa sejenis lainnya (Pasal 1 ayat (4)).

    Dalam hal pengalihan hak, ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-undang

     No. 15 tahun2001 tentang Merek disebutkan hak atas Merek terdaftar dapat

     beralih atau dialihkan karena : pewarisan; wasiat; hibah; perjanjian; sebab-sebab

    lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Maksud dari “sebab-

    sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan”, misalnya pemilikan

    Merek karena pembubaran badan hukum yang semula merupakan pemilik Merek.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    52/79

    52

    Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian, hal tersebut harus

    dituangkan dalam bentuk akta perjanjian. Pengalihan hak atas Merek ini dilakukan

    dengan menyertakan dokumen yang mendukungnya, antara lain Sertifikat Merek

    serta bukti-bukti lain yang mendukung kepemilikan tersebut, kemudian wajib

    dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatatkan dalam

    Daftar Umum Merek. Pencatatan ini dimaksudkan agar akibat hukum dari

     pengalihan hak atas Merek terdaftar tersebut berlaku terhadap pihak-pihak yang

     bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. Yang dimaksud dengan “pihak-pihak

    yang bersangkutan” disini adalah pemilik Merek dan penerima pengalihan hak

    atas Merek. Sedangkan yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah penerima

    lisensi. Namun tujuan yang penting dari adanya kewajiban untuk mencatatkan

     pengalihan hak atas Merek adalah unutk memudahkan pengawasan dan

    mewujudkan kepastian hukum. Di dalam pengalihan hak atas Merek terdaftar

    dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang

    terkait dengan Merek tersebut. Pengalihan hak atas Merek Jasa terdaftar hanya

    dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima

     pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang

    dan/atau jasa. Seperti halnya dalam pengalihan hak atas Merek Dagang, Undang-

    undang Merek juga memungkinkan terjadinya adanya pegalihan hak atas Merek

    Jasa. Hal ini diatur dalam Pasal 41 ayat (2) yang menyatakan bahwa hak atas

    Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau

    keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat diahlihkan dengan

    ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberi jasa.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    53/79

    53

    Dalam hal lisensi Merek,  Pasal 43 Undang-undang Merek menentukan

     bahwa Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain

    dengan perjanjian bahawa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut

    untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian Lisensi berlaku si

    seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk

     jangka waktu yang tidak leboh lama dari jangka waktu perlindungan Merek

    terdaftar yang bersangkutan. Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan

    Lisensi kepada pihak lain tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan

    Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali

     bila diperjanjikan lain (Pasal 44 Undang-undang Merek). Dalam perjanjian

    Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih

    lanjut kepada pihak ketiga (Pasal 45 Undang-undang Merek).

    Dari perlindungan hukum yang didapat atas timbulnya beberapa hak atas

    merek antara lain: cara mendapatkannya, tata cara pendaftaran, pengalihan dan

    licensi atas hak kepemilikan merek bahwa Merek merupakan benda yang tidak

     berujud atau immateriil   yang mempunyai nilai ekonomi bagi pemiliknya,

    sehingga merek merupakan aset kepemilikan ( property asset ) yang tidak ternilai

    yang terkandung didalamnya sebuah nilai ekonomis (economic value) dan nilai-

    nilai moral atau hak moral (moral right)  selain itu bahwa kepemilikan merek

    mengandung nilai-nilai intagible didalamnya, antara lain: perwujudan kepribadian

    ( personality), hak abstrak (abstract right ), pengakuan hak moral (moral right ).

    Dapat disimpulkan bahwa merek adalah benda imateriil yang dilindungi oleh

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    54/79

    54

    hukum dan mempunyai satu nilai ekonomis didalamnya sehingga merupakan aset

    kepemilikan ( property).

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    55/79

    55

    BAB IV.

    HASIL

    MEREK JASA SEBAGAI BOEDEL PAILIT

    A. Dasar Hukum Merek Primagama Sebagai Boedel Pailit Atas Putusan

    Nomor: 10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST

    Berdasar Putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST ,

     bahwa saudara Purdi E. Chandra (selanjutnya disebut Debitor Pailit) telah

    dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Putusan tersebut berdasar pada

     pembuktian secara sederhana (sumir), hal ini termuat dalam penjelasan Pasal 8

    Ayat (4) UUK terpenuhi yakni syarat adanya utang yang telah jatuh tempo dan

    adanya minimal dua kreditor.

    Pada awalnya Debitor Pailit terbukti dalam putusannya memiliki 4 (empat)

    kreditor yang terdiri 1 (satu) kreditor separatis yaitu PT. BANK BNI SYARIAH

    Cabang Jl. Jendral Sudirman Kavling 1 Jakarta (selanjutnya disebut Kreditor

    Separatis) dan 3 (tiga) kreditor konkuren yaitu sdr. I Nyoman Kertha Widyarta,

    sdr. I Nyoman Bagus Nuradita/Rini Sudarwati, Tsuyoshi Shiraishi (selanjutnya

    disebut Kreditor Konkuren) dan sejumlah utang kepada para kreditor.  46  Antara

    lain kepada Kreditor Separatis dengan dibuktikan adanya perjanjian Akad

    Pembiayaan Murabahah No. TKS/140/2007/MRBH Tanggal 29 Agustus 2007

    dan Akad Pembiayaan Murabahah No. TKS/166/2008/MRBH Tanggal 9 Mei

    46

     Pertemuan dan Wawancara Purdi E. Chandra, Jay Prasetya, Pada Rabu, 18 Nopember2015, Pukul 19.30, Di Kantor PT. Sarana Indo Prima Persada (PT. SIPP)

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    56/79

    56

    2008 (utang 1); kepada kreditor konkuren dengan 2 (dua) utang dagang dan 1

    (satu) utang yang disertai surat perjanjian kerja sama.

    Walaupun dalam persidangan debitor pailit mengajukan eksepsi dengan

    hanya mengakui 1 (satu) kreditor separatis dan utang belum jatuh tempo untuk

    dapat ditagih.47  Pada dasarnya apabila telah terbukti dipengadilan dengan

    sedikitnya dua kreditor atau lebih dan satu utang jatuh tempo atau dapat ditagih

    seseorang atau badan hukum dapat diajukan dalam perkara kepailitan dengan

    hanya butuh pembuktian sederhana atau sumir, dengan “fakta atau keadaan yang

    terbukti secara sederhana” adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta

    utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya

     jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak

    terhalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

    Dalam hal ini penulis tidak menitik-beratkan dalam penelitian tentang

     besarnya utang debitor pailit terhadap para kreditor, karena dalam UU Kepailitan

    dan PKPU tidak adanya metode insolvensi test juga menjadi kelemahan dalam UU

    Kepailitan dan PKPU padahal dengan menerapkan metode insovensi test sebelum

     permohonan pailit diperiksa oleh Hakim akan melindungi kepentingan debitor

    yangmasih dalam kondisi  solven dan tidak ada masalah dengan kondisi

    keuangannya agar tidak dinyatakan pailit hanya dengan dua syarat sederhana

    sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.

    UU Kepailitan dan PKPU tidak membedakan antara “tidak mampu

    membayar” (insolven) dengan “tidak mau membayar”. Dalam hukum kepailitan

    47  Wawancara Dengan Bapak Purdi E. Chandra dan Eksepsi Bambang Heriarto, SH.

    ( Lawyer ) atas Putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST Jo Nomor:10/PDT.SUS/ PAILIT/2013/ PN.NIAGA.JKT.PST, Tanggal 8 April 2013.

  • 8/19/2019 Merek Jasa Sebagai Boedel Pailit

    57/79

    57

    yang berlaku di negara lain, pernyataan pailit itu didasarkan pada keadaan dimana

    debitor berada dalam kondisi tidak mampu membayar utangnya (insolvensi) yang

    didahului dengan proses insolvensi test untuk menentukan apakah perusahaan

    tersebut masih  solven atau tidak, sedangkan model penagihan utang terhadap

    debitor yang dipandang masih  solven tidak bisa mengunakan jalur kepailitan,

    namun harus menempuh prosedur gugatan wanprestasi biasa.

    Prinsip  structured creditors, prinsip utang, prinsip debt collection, prinsip

    debt polling , prinsip debt forgiveness, prinsip universal   dan prinsip teritorial;

     prinsip-prinsip tersebut masih mengedepankan pada kepentingan dan keadilan

     bagi kreditor sehingga perlindungan hukum bagi debitor pailit sangat minim

     bahkan kurang. Untuk itu dibutuhkan terobosan hukum untuk melindungi debitor

     pailit yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan utang-utangnya,

    walau dirasa masih kurang cukup memberi ruang bagi debitor pailit untuk

    meperjuangkan hak-haknya sebagai seorang yang sedang memiliki masalah

    dengan tuntutan kepailitan dan terancam hilangnya harta serta semua aset yang

    dimiliki dan usahanya yang dibangun dengan susah dalam waktu yang lama.

    Sedang bagi debitor pailit dengan putusan “dalam keadaan pailit dengan

    segala akibat hukumnya” membawa implikasi atau akibat hukum bagi debit