Menyeimbangkan Iman, Ilmu dan Amal dalam Ialam
Transcript of Menyeimbangkan Iman, Ilmu dan Amal dalam Ialam
1
ح�يم الر� ح�من� الر� الله� � م �س� ب
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah "PENDIDIKAN AGAMA ISLAM" yang berjudul
“MENYEIMBANGKAN ANTARA IMAN, ILMU dan AMAL dalam ISLAM” .
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-Qur’an dan as-Sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam. Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu
sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada desen pembimbing dan pihak terkait yang telah
membantu dalam menghadapi berbagai hambatan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi yang membutuhkan.
Terima kasih
Jember, 07 Oktober 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….…..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….2
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………..........................……………….…………….….. 3
B. Rumusan Masalah………….......................................................………….…..4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………...………...….4
BAB 2. PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman, Ilmu dan Amal…………………………………………..….5
1. Pengertian Iman …………………………………………...……….…5
2. Pengertian Ilmu………………………………………………………..6
3. Pengertian Amal………………………………………………..……..6
B. Hubungan Antara Iman, Ilmu dan Amal……………....……...………………7
1. Antara Iman dan Ilmu………..……………………………………….7
2. Antara ilmu dan Amal………..………………………….……………8
3. Antara Iman dan Amal………………………...……….…………….10
C. Cara Menyeimbangkan Antara Iman, Ilmu dan Amal.……….………...……12
KESIMPULAN …………………………………………………...………………...13
DAFTAR PUSTAKA………………………………..…………….………………..14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia adalah makhluk yang mengenal makna. Manusia yang bermanfaat
adalah manusia yang kehadirannya dipentas kehidupan memberi makna, meski
kehadirannya hanya sebentar. Sebaliknya manusia yang kehadirannya tidak
memberi makna meski kehadirannya lama, ia bukanlah manusia yang bermanfaat.
Konsep makna dipengaruhi oleh iman, ilmu dan amal.
Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama yang mengatur tentang kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syariah dan
akhlak. Sedangkan iman, ilmu dan amal berada didalam ruang lingkup tersebut.
Iman berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal
berorientasi pada rukun islam yaitu tentang cara ibadah dan pengamalannya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan
sangat menentukan terhadap nilai amal, karena akidah ini berurusan dengan hati.
Dan akidah sebagai kepercayaan ini yang melahirkan bentuk keimanan. Sedangkan
syari’ah adalah peraturan yang diciptakan Allah agar menjadi pegangan bagi
manusia dalam beribadah dan beramal. Artinya syari’ahlah yang membahas
amaliyah seorang muslim kepada Allah dan kepada sesama manusia, yaitu berupa
perintah dan larangan-Nya. Hubungan manusia dengan Allah melahirkan rukun
islam, sedangkan hubungan manusia dengan manusia melahirkan adanya
muamalah, munakahat, jinayah dan yang lainnya. Intinya orientasi dari syari’ah
inilah yang melahirkan adanya ilmu dan amal.
4
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban atau tanggung jawab
untuk beribdah kepada Allah, namun ibadah ini mempunyai tata cara dan aturan
tertentu. Dengan begitu dibutuhkan ilmu untuk mengetahui cara ibadah yang benar,
itulah mengapa ketiga dasar tersebut tidak dapat dipisahkan.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah keimanan/akidah, tetapi tanpa
integrasi ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang
muslim menjadi tidak sempurna, bahkan akan mengakibatkan degradasi keimanan
pada diri muslim, sebab eksistensi perilaku lahiriyah seorang muslim adalah
perlambang batinnya. Dan jika iptek dikembangkan diatas nilai-nilai iman dan ilmu
akan menghasilkan amal saleh dan bukan kerusakan alam.
Itulah mengapa perlu adanya usaha meningkatkan dan menyeimbangkan
iman, ilmu dan amal. Keutuhan ketiganya dalam pribadi muslim sekaligus
merealisasikan tujuan islam sebagai agama pembawa kedamaian dan keselamatan.
Sebaliknya pengabaian salah satu komponen tersebut akan menkiatkan kerusakan
dan keselamatan. Dengan kuatnya iman, ilmu dan amal merupakan syarat awal
terbentuknya akhlak yang baik.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari iman, ilmu dan amal ?
2. Bagaimana jika iman tanpa ilmu dan amal atau sebaliknya ?
3. Bagaimana menyeimbangkan antara iman, ilmu dan amal dalam islam?
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui pengertian dari iman, ilmu dan amal
Untuk mengetahui dan memahami hubungan dari iman, ilmu dan amal
Agar bisa menyeimbangkan antara iman, ilmu dan amal
6
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman, Ilmu dan Amal
1. Pengertian Iman
Iman diambil dari bahasa Arab yang artinya peryaca atau yakin. Sedangkan
menurut istilah, pengertian iman adalah keyakinan dengan penuh yang dibenarkan
dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan).
Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati
bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan
dengan amal perbuatan secara nyata.
Adapun pengertian iman secara khusus ialah sebagai mana terdapat dalam
rukun iman.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya,
sebagaimana firman Allah :
7
�اب� �ك�ت و�ال �ه� ول س� ر� ع�ل�ى� ل� �ز� ن �ذ�ي ال �اب� �ك�ت و�ال �ه� ول س� و�ر� �ه� �الل ب �وا آم�ن �وا آم�ن �ذ�ين� ال 'ه�ا ي� أ �ا ي
ال( ض�ال� ض�ل� ف�ق�د� خ�ر� اآل� � �و�م �ي و�ال �ه� ل س� و�ر� �ه� �ب �ت و�ك �ه� �ت �ك ئ و�م�ال� �ه� �الل ب �ف�ر� �ك ي و�م�ن� �ل� ق�ب م�ن� ل� �ز� ن� أ �ذ�ي �ال
�ع�يد(ا ب
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan
RasulNya dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka
sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah,
maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya
adalah untuk kebaikan manusia.
2. Pengertian Ilmu
Dari unsur etimologi, pengertian ilmu didefinisikan sebagai tahuyang
kemudian dijabarkan menjadi kata pengetahuan. Kata ilmu ini sendiri pertama kali
berasal dari bahasa Arab yaitu “Alima-ya’lamu” yang artinya memperoleh hakikat
ilmu, mengetahui dan yakin. Selain ilmu yang berasal dari bahasa Arab muncul pula
istilah sains atau science.
Namun, pengertian ilmu secara umum adalah yang sebuah kumpulan
pengetahuan yang diatur secara rapid an sistematis. Kumpulan ini didasarkan dan
didapat dari hasil pengalaman,pengamatan serta penelitian yang kemudian dikaitkan
dengan pemikiran yang cermat dan teliti. Tentunya, hasil dari penelitian tersebut
harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan melalui metode yang telah
disusun.
Ilmu berarti memehami hakikat sesuatu, baik dengan memahami esensinya
atau memutuskan sesuatu atasnya, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Untuk
8
ilmu yang bersifat teoritis, jika sudah diketahui, tuntaslah sebagai mana kita
mengetahui berbagai benda semesta. Namun, ilmu yang praktis tidak dikatakan tuntas
sebelum ilmu tersebut diamalkan, seperti pengetahuan tentang berbagai ibadah.
Ilmu pun ada yang bersifat intelektual dan bersifat sam’iyah (hanya dipahami
melalui pendengaran). Ilmu yang bersifat intelektual ialah ilmu yang dapat dipahami
melalui akal, sedangkan ilmu sam’iyah adalah ilmu yang hanya dapat dipahami
melalui wahyu.
Menurut pemahaman para sosiolog, ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
yang saling menyempurnakan serta kumpulan prinsip dan premis umum yang
berkaitan dengan hakikat fenomena tertentu. Ilmu memiliki unsur bermacam-macam
diantaranya logika, ilmu hitung, astronomi, psikologi dan yang lainnya. Dalam hal
ini, berdasarkan konsep islam pun , ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
saling menyempurnakan dan merupakan prinsip-prinsip umum yang berkaitan
dengan kehidupan itu sendiri.
3. Pengertian Amal
Kata amal artinya pekerjaan. Dalam bahasa Arab kata amal dipakai untuk
semua bentuk pekerjaan. Tidak seperti anggapan sebagian masyarakat Muslim, yang
mengembalikan kata amal dengan kata ibadah dan memahaminya sebatas kegiatan
ritual seperti pergi ke masjid, membaca Alquran, shalat, puasa, haji, zakat, sedekah,
dan sebagainya. Dalam Alquran, kata amal terbagi kepada 'amalus-shalih (pekerjaan
baik) dan 'amalun ghairus-shalih (pekerjaan yang tidak baik). 'Amalun ghairus-shalih
disebut pula dengan 'amalus-sayyi-ah (amal salah), termasuk pula ke dalam kategori
ini 'amalus-syaithan (pekerjaan setan) dan 'amalus-mufsidin (pekerjaan pelaku
kebinasaan). Umat Islam diperintah melakukan 'amalus-shalih dan wajib menjauhi
'amalus-sayyi-ah.
9
Ada firman Allah SWT:
�ات� =ئ ي الس� �وا ع�م�ل �ذ�ين� ال ى �ج�ز� ي ف�ال� �ة� =ئ ي �الس� ب اء� ج� و�م�ن� �ه�ا م�ن Cر� ي خ� �ه� ف�ل �ة� ن �ح�س� �ال ب اء� ج� �م�ن�
�ون� �ع�م�ل ي �وا �ان ك م�ا �ال� إ
“Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya
(pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang
dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang
yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu
mereka kerjakan”. (Q.S.Al-Qasas: 84).
B. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal
1. Antara Iman danl Imu
Menurut pandangan islam, ilmu bukan berada di belakang iman, apalagi yang
menentangnya seperti yang popular di masyarakat Eropa pada abad-abad
pertengahan. Ajaran islam tidak pernah mengenal pertentangan ilmu dengan ilmu.
Hal seperti itu sama sekali tidak terdapat dalam “Kamus Islam”, tersirat maupun
tersurat.
Adapun dalam agama Nasrani, agama ini memasang fundasi, bahwa masalah
keimanan sama sekali tidak ada kaitannya dengan akal pikiran. Bahkan iman bertolak
belakang dengan pikiran. Iman berada di luar garis ilmu dan akal. Ia berada dalam
lingkaran perasaan dan hati. Dengan demikian, penerimaan secara rasional bukanlah
menjadi syarat suatu keyakinan. Yang baik ialah jika ia irasional (diluar jangkaun
akal pikiran). Beda halnya dengan islam yang dalam membangun akidah menolak
taklid dan tab’iyah (mengekor) seperti dinyatakan dalam al-Quran:
�ه� �ي ع�ل �ا و�ج�د�ن م�ا �ا �ن ب ح�س� �وا ق�ال س�ول� الر� �ل�ى و�إ �ه� الل ل� �ز� ن� أ م�ا �ى� �ل إ �و�ا �ع�ال ت �ه�م� ل ق�يل� �ذ�ا و�إ
�د�ون� �ه�ت ي و�ال� (ا �ئ ي ش� �م�ون� �ع�ل ي ال� �اؤ�ه�م� آب �ان� ك �و� و�ل� أ �ا �اء�ن �آب
10
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan
mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk” (Q.S. Al-Maidah:104)
Islam juga tidak membenarkan zhan dan praduga karna masalah akidah dan
tingkat yakin, tidak mungkin dicapai tanpa ilmu. Justru karena itulah agama islam
membantah akidah salib dengan firman Allah:
م�ا �ه� م�ن Lك ش� �ف�ي ل ف�يه� �ف�وا �ل ت اخ� �ذ�ين� ال �ن� و�إ �ه�م� =ه�ل ب ش� ��ك�ن� و�ل �وه� �ب ص�ل و�م�ا �وه� �ل ق�ت و�م�ا �ه� الل س�ول� ر� �م� ي م�ر� �ن� اب ع�يس�ى يح� �م�س� ال �ا �ن �ل ق�ت �ا �ن إ �ه�م� �و�ق�و�ل �
(ا �ق�ين ي �وه� �ل ق�ت و�م�ا �اع�الظ�ن= =ب ات �ال� إ T �م ل ع� م�ن� �ه� ب �ه�م� �ل
“Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih,
Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak
(pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan
Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh
itu adalah Isa”. (Q.S.An-Nisa’:157)
Ilmu yang benar oleh islam dianggap sebagai pembawa dan penunjuk
keimanan. Allah berfirman: “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini
bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan
tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk
bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”. (Q.S.Al-Hajj:54) Ilmu dan
iman, tidak ada pemisahnya. Agar mereka tahu, kemudian beriman. Sedangkan iman
diiringi dengan gerak hati dalam bentuk ikhbat (takut dan segan), khusyu’ (penuh
11
konsentrasi) kepada Allah. Demikianlah, ilmu membuahkan iman, dan iman
membuahkan ikhbat dan tawadhu’ kepada Allah Tuhan semesta alam.
Dan pada ayat lain, ilmu dan iman disebut bergandengan, saling bermesraan,
Allah berfirman:
م� و� ي� ي�ا هي� ي� � ث� و� ي� و� ا ث� و� ي� ه� ي� ث�ا ث� �� ي ا� ث� ي�ا �ث ث�ي �و م� و� ث� ي� و ي! ي� ي" ي#ا ث�$� و% ي&ا �ي و� ث� و� ا م'�ا م)ا& ي( ث�� �� ي ا ي* ي+ا ي& �م�ون� �ع�ل ت ال� �م� �ت �ن ك �م� �ك ��ك�ن و�ل �ع�ث� �ب ال
“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan
(kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur)
menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu
akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)".” (Q.S.Ar-Rum:56)
Ilmu yang benarlah yang menghayati keimanan, dan iman yang haklah yang
melapangkan wawasan ilmu. Dengan demikian keduanya merupakan sejoli yang
saling bertafahum. Bahkan sebagai dua bersaudara yang saling bekerja sama. Ilmu
inilah yang dikehendaki oleh islam, apapun judul dan bidang bahasanya. Islam
menghendaki ilmu yang berada dibawah naungan iman dan segala nilainya yang
luhur. Kearah itulah Islam menuntun ketika pertama kali Allah berfirman: “Bacalah!
Dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan”.(Q.S.Al-Alaq:1).
Demikianlah, mengapa antara iman dan ilmu itu tidak dapat dipisahkan,
2. Antara Ilmu dan Amal
Menurut pandangan islam, selain sebagai penunjuk keimanan, ilmu juga
sebagai petunjuk beramal. Amal dalam islam tidak hanya terbatas pada ibadah saja,
begitu pula ilmu tidak hanya mencakup ilmu fikih dan hokum-hukum agama saja.
Ilmu dalam hal ini mencakup semua yang bermanfaaat bagi manusia seperti ilmu
agama, ilmu social, ilmu alam dan yang lainnya. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan
12
dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi peradaban
manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan dalam
lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan ilmu-ilmu sosial akan
memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah di masyarakat.
Jadi mengiringi ilmu dengan amal merupakan keharusan. Dalam pandangan
Khalil al-Musawi dalam buku Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, hubungan ilmu
dengan amal dapat difokuskan pada dua hal:
Pertama, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal bisa
lurus dan berkembang bila didasari ilmu. Berbuat tanpa didasari pengetahuan tidak
ubahnya dengan berjalan bukan di jalan yang benar, tidak mendekatkan kepada
tujuan melainkan menjauhkan. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai
dengan ilmu, baik itu yang berupa amal ibadah maupun amal perbuatan lainnya.
Dalam ibadah harus disertai dengan ilmu. Jika ada orang yang melakukan
ibadah tanpa didasari ilmu tidak ubahnya dengan orang yang mendirikan bangunan di
tengah malam dan kemudian menghancurkannya di siang hari. Begitu juga, hal ini
pun berlaku pada amal perbuatan yang lain, dalam berbagai bidang. Memimpin
sebuah negara, misalnya, harus dengan ilmu. Negara yang dipimpin oleh orang bodoh
akan dilanda kekacauan dan kehancuran.
Kedua, sesungguhnya ilmu dan amal saling beriringan. Barangsiapa berilmu
maka dia harus berbuat, baik itu ilmu yang berhubungan dengan masalah ibadah
maupun ilmu-ilmu yang lain. Tidak ada faedahnya ilmu yang tidak diamalkan. Amal
merupakan buah dari ilmu, jika ada orang yang mempunyai ilmu tapi tidak beramal
maka seperti pohon yang tidak menghasilkan manfaat bagi penanamnya.
Begitu pula, tidak ada manfaatnya ilmu fikih yang dimiliki seorang fakih jika
dia tidak mengubahnya menjadi perbuatan. Begitu juga, tidak ada faedahnya teori-
13
teori atau penemuan-penemuan yang ditemukan seorang ilmuwan jika tidak diubah
menjadi perbuatan nyata. Karena wujud dari pengetahuan itu adalah amal dan karya
nyatanya.
Ilmu tanpa diiringi dengan amal maka hanya berupa konsep-konsep saja. Ilmu
yang tidak dilanjutkan dengan perbuatan, mungkin kita dapat menyebutnya sebagai
pengetahuan teoritis. Namun, apa faedahnya ilmu teoritis jika kita tidak
menerjemahkannya ke dalam ilmu praktis, dan kemudian meneruskannya menjadi
perbuatan yang mendatangkan hasil?
Jika ilmu tidak diimplementasikan maka akan memberikan dampak yang
negatif. Salah-satu penyakit sosial yang paling berbahaya yang melanda berbagai
umat – termasuk umat Islam – adalah penyakit pemutusan ilmu-khususnya ilmu-ilmu
agama –dari amal perbuatan, dan berubahnya ilmu menjadi sekumpulan teori belaka
yang jauh dari kenyataan dan penerapan. Padahal, kaedah Islam menekankan bahwa
ilmu senantiasa menyeru kepada amal perbuatan. Keduanya tidak ubahnya sebagai
dua benda yang senantiasa bersama dan tidak terpisah satu sama lain. Jika amal
memenuhi seruan ilmu maka umat menjadi baik dan berkembang. Namun jika tidak,
maka ilmu akan meninggalkan amal perbuatan, dan dia akan tetap tinggal tanpa
memberikan faedah apa pun. Jika demikian nilai apa yang dimiliki seorang manusia
yang mempunyai segudang teori dan pengetahuan namun tidak mempraktikkannya
dalam dunia nyata.
Pertalian ilmu dengan amal tidak hanya dituntut dari para pelajar agama dan
para ahli yang mendalami suatu ilmu, melainkan juga dituntut dari setiap orang, baik
yang memiliki ilmu sedikit ataupun banyak. Namun, tentunya orang-orang yang
berilmu memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam hal ini, karena mereka
memiliki kemampuan yang lebih. Allah SWT berfirman di dalam surat Ash-Shaff,
ayat (2-3), “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa
14
yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan.”
Jika kita memperhatikan ayat-ayat al-Quran, niscaya kita akan menemukan
bahwa al-Quran senantiasa menggandengkan ilmu dengan amal. Makna ilmu
diungkapkan dalam bentuk kata iman pada banyak tempat, dengan pengertian bahwa
iman adalah ilmu atau keyakinan. Di antaranya ialah :“Demi waktu Asar,
sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman
dan beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kebajikan.” (QS.
Al-‘Ashr:1-3). Dalam ayat lain dikatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat
tinggal.” (QS. Al-Kahfi : 107). Demikian juga dengan ayat, “Orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagian dan tempat kembali yang baik.”
(QS. Ar-Ra’d :29)
Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang betapa ilmu dan amal shaleh memiliki
kaitan yang erat yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Karena keduanya bagai
dua keping mata uang, yang saling memberi arti. Inilah yang sejalan dengan ucapan
Imam Ali as, “Iman dan amal adalah dua saudara yang senantiasa beriringan dan dua
sahabat yang tidak berpisah. Allah tidak akan menerima salah satu dari keduanya
kecuali disertai sahabatnya.”
Dengan perspektif keterpaduan ilmu dan amal, maka akan memberikan
perkembangan kearah perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat akan
berlomba-lomba dalam memberikan amal shaleh satu sama lain. Imam Ali as berkata,
“Jangan sampai ilmumu menjadi kebodohan dan keyakinanmu menjadi keraguan.
Jika engkau berilmu maka beramalah, dan jika engkau yakin maka majulah.” Dengan
ilmu yang benar, serta amal shaleh maka masyarakat bergerak dari kebodohan
15
menuju kepintaran, dari ketertinggalan menuju kemajuan dan dari kehancuran
menuju kebangkitan.
3. Antara Iman dan Amal
Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau
tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal
saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan
balasan pahala yang berlipat di akhirat. Islam memandang bahwa amal saleh
merupakan manifestasi keimanan kepada Allah SWT. Islam bukan sekadar
keyakinan, melainkan amalan saleh yang mengejawantahkan keyakinan tersebut.
Amal saleh menegaskan prinsip-prinsip keimanan dalam serangkaian aturan-aturan
Allah SWT.
Sedangkan amal saleh yang tanpa keimanan akan menjadi perbuatan yang tidak ada
nilainya di hadapan Allah. Sebagai contoh orang yang dalam kesehariannya suka
memberi bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan tetapi tidak dilandasi dengan
keimanan kepada Allah, maka perbuatan tersebut tidak mendapat nilai atau balasan
dari Allah. Syarat sahnya sebuah perbuatan kebaikan seseorang antara lain :
a.Amal saleh harus dilandasi niat karena Allah semata.
b.Amal saleh hendaknya dikerjakan sesuai dengan Qur'an dan Hadits
c.Amal saleh juga harus dilakukan dengan mengetahui ilmunya
Oleh karenanya sebagai seorang hamba Allah kita dalam berbuat kebaikan harus
disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah semata, sesuai dengan tuntunan Al-
Qur'an dan Hadits dan tahu ilmunya sehingga dapat mendatangkan kebaikan bagi si
pelaku.
16
Al-Qur'an menyebutkan ungkapan "amal saleh" pada dua tempat, yaitu Q.S. Al-Fatir
5:10 dan Q.S. Attaubah: 120. Ayat pertama mengungkapkan: "Kepada-Nyalah akan
naik perkataan-perkataan yang baik, dan amalan kebajikan Dia akan mengangkatnya.
(Q.S.Fatir:10).
Sedangkan, ayat kedua menjelaskan tentang semua tindakan dalam jihad di jalan
Allah sebagaimana amal saleh. Adapun ayat yang menjelaskan tentang amal yang
tidak saleh (amal gair shalih) dikaitkan dengan pembangkangan kan'an terhadap
seruan ayahnya, Nabi Nuh AS (Q.S.Hud:46).
Dari apa yang ditemukan pada ayat-ayat Al-Qur'an diatas, dapat disimpulkan bahwa
amal saleh merupakan wujud dari keimanan seseorang. Artinya, orang yang beriman
kepada Allah SWT harus menampakkan keimanannya dalam bentuk amal saleh. Iman
dan Amal Saleh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mereka
bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang. Iman
tanpa Amal Saleh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian, seorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya.
Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh di dalam jiwa karena diwujudkan
dalam bentuk amal saleh yang menunjukkan nilai-nilai keislaman.
C. Cara Menyeimbangankan antara Iman, Ilmu dan Amal
Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi
pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.
17
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan
sangat menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan
hati. Akidah sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun
iman yang ada enam, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab
Allah, Rosul-rosul Allah, hari qiamat, dan takdir.
Adapun arti dari syari’ah adalah peraturan yang diciptakan Allah agar menjadi
pegangan bagi manusia dam beribadah dan beramal. Ini berarti bahwa syari’ah
membahas amaliyah seorang muslim kepada Allah dan kepada sesama manusia, yaitu
berupa perintah dan larangan-Nya. Perintah dan larangan Allah melahirkan adanya
hukum islam. Hubungan manusia dengan Allah melahirkan rukun islam, sedangkan
hubungan mamusia dengan manusia melahirkan adanya muamalah, munakahat,
jinayah, waratsah, khalifah dan banyak lagi yang lain. Intinya orientasi dari syari’ah
inilah yang melahirkan adanya ilmu dan amal.
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban atau tanggung jawab
untuk beribadah kepeda Allah, namun ibadah ini mempunyai tata cara dan aturan
sendiri. Dengan begitu dibutuhkan ilmu untuk mengetahui cara ibadah yang benar,
itulah mengapa ketiga dasar tersebut tidak dapat dipisahkan dan harus utuh.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa
integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang
muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan degradasi keimanan pada
diri muslim, sebab eksistensi perilaku lahiriyah seseorang muslim adalah perlambang
batinnya.
18
KESIMPULAN
1. Iman adalah sebuah keyakinan, ilmu adalah mengetahui dan memahami
tentang hakikat sesuatu dan amal adalah perbuatan yang memberi manfaat
kepada pelakunya.
2. Iman, ilmu dan amal itu diumpakan sebuah pohon. Iman adalah akar, ilmu
adalah pohon yang mengeluarkan dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan
sedangkan amal adalah buah dari pohon tadi, yang melahirkan thnologi dan
seni.
3. Seorang yang berilmu harus memupuknya dengan amal shaleh dengan dasar
keimanan yang benar. Karena diantara ketiganya itu terdapat hubungan yang
terintegrasi kedalam agama islam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ali Abdul Halim Mahmud. 1997. Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Gema Insani
Press.
Dr. Yusuf Al-Qardlawi. 1991. Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif
Sunnah. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat, dkk. 1994. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: PT Karya
Unipress
www.fatimah.org/2013/03/07/hubungan-ilmu-dan-amal/
www.kristifaputri.blogspot.com/2012/10/pengertian-ilmu-dalam-agama-islam.html
islamagamaku.wordpress.com/2009/07/25/pengertian-iman/