Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari Calistung

4
Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari Calistung Mental Hectic kondisi dimana anak sudah tidak lagi belajar karena sudah merasa terbebani dengan berbagai pemaksaan sejak kecil. Hal itu bisa terjadi ketika orangtua telah memaksakan sesuatu hal belum pada batas waktu yang tepat. Sebagai contoh kecil kebiasaan orangtua yang memberi pelajaran bahasa Indonesia membaca, menulis dan menghitung (calistung) di waktu balita, membuat anak balita tersebut di masa mendatang (di saat teman sebayanya giat belajar calistung) dia merasa hal itu sudah dapat dilakukannya. Hingga pada akhirnya si anak ini akan mendapat sedikit gangguang kejenuhan belajar, malas belajar sebab tekanan sejak kecil, mengalami beban mental yang disebut "mental hectic". Akibat lain yang dapat ditimbulkan dari anak yang terkena 'mental hectic' akan mudah mengalami stress. Padahal berdasarkan kurikulum pendidikan yang berlaku di manapun, baik itu di luar negeri atau di Indonesia sendiri telah menetapkan bahwa anak diajari calistung baru dimulai ketika menginjak jenjang Sekolah Dasar, seperti yang pernah diutarakan oleh Arist Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam acara diskusi pers di plaza Bapindo di Jakarta, menyebutkan : "Negara gagal memberikan jaminan perlindungan kepada anak-anak. Kalau kita lihat sistem kurikulum di PAUD, anak-anak harus dapat membaca, menulis dan berhitung baru bisa masuk SD. Padahal harusnya anak usia dini itu hanya dikenalkan dengan konsep-konsep dasar kehidupan saja seperti bersosialisasi dan bergaul," Arist menyoroti kurikulum PAUD yang terlalu kaku ini membuat anak- anak menjadi tertekan. Ia juga menegaskan bahwa mutu pendidikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan Vietnam. Salah satu alasannya adalah karena anak-anak tidak diberikan alternatif kurikulum selain yang diajarkan di sekolah. "Tuntutan-tuntutan ini menyebabkan anak-anak menjadi stress. Orangtua banyak membebani dan menuntut anak-anaknya dengan berbagai macam kegiatan. Namun orangtua ini juga tidak siap menjadi orangtua karena alasan sibuk,:kata Arist. Anak usia dibawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa anak akan terkena 'Mental Hectic'. Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi anda siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,"

description

pendidikan anak

Transcript of Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari Calistung

Page 1: Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari Calistung

Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari CalistungMental Hectic kondisi dimana anak sudah tidak lagi belajar karena sudah merasa terbebani dengan berbagai pemaksaan sejak kecil. Hal itu bisa terjadi ketika orangtua telah memaksakan sesuatu hal belum pada batas waktu yang tepat. Sebagai contoh kecil kebiasaan orangtua yang memberi pelajaran bahasa Indonesia membaca, menulis dan menghitung (calistung) di waktu balita, membuat anak balita tersebut di masa mendatang (di saat teman sebayanya giat belajar calistung) dia merasa hal itu sudah dapat dilakukannya. Hingga pada akhirnya si anak ini akan mendapat sedikit gangguang kejenuhan belajar, malas belajar sebab tekanan sejak kecil, mengalami beban mental yang disebut "mental hectic".

Akibat lain yang dapat ditimbulkan dari anak yang terkena 'mental hectic' akan mudah mengalami stress. Padahal berdasarkan kurikulum pendidikan yang berlaku di manapun, baik itu di luar negeri atau di Indonesia sendiri telah menetapkan bahwa anak diajari calistung baru dimulai ketika menginjak jenjang Sekolah Dasar, seperti yang pernah diutarakan oleh Arist Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam acara diskusi pers di plaza Bapindo di Jakarta, menyebutkan :"Negara gagal memberikan jaminan perlindungan kepada anak-anak. Kalau kita lihat sistem kurikulum di PAUD, anak-anak harus dapat membaca, menulis dan berhitung baru bisa masuk SD. Padahal harusnya anak usia dini itu hanya dikenalkan dengan konsep-konsep dasar kehidupan saja seperti bersosialisasi dan bergaul," Arist menyoroti kurikulum PAUD yang terlalu kaku ini membuat anak-anak menjadi tertekan. Ia juga menegaskan bahwa mutu pendidikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan Vietnam. Salah satu alasannya adalah karena anak-anak tidak diberikan alternatif kurikulum selain yang diajarkan di sekolah.

"Tuntutan-tuntutan ini menyebabkan anak-anak menjadi stress. Orangtua banyak membebani dan menuntut anak-anaknya dengan berbagai macam kegiatan. Namun orangtua ini juga tidak siap menjadi orangtua karena alasan sibuk,:kata Arist. Anak usia dibawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa anak akan terkena 'Mental Hectic'. Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi anda siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,"

Berdasarkan kata sahabat Pola Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) seyogyanya sebatas menerapkan praktek pembiasaan dengan pengajaran semula yaitu bermain sambil belajar, bukan belajar sambil bermain. Bagi para orangtua semestinya memilih sekolah PAUD untuk Balita yang tidak mengajarkan Membaca Menulis dan Berhitung (Calistung). 

Banyak para orangtua yang terjebak saat memilih sekolah PAUD yang biayanya mahal, fasilitas mewah, dan mengajarkan baca, tulis dan hitung merupakan sekolah yang baik. Padahal tidak begitu, apalagi orangtua memilih sekolah PAUD yang bisa mengajarkan baca, tulis dan hitung itu keliru. Sekolah PAUD yang bermutu hanya mendidik anak bermain, pembiasaan sehari-hari, menggambar, bernyanyi dan tentunya praktek adab, akhlak, juga etika.

Dengan demikian maka penting kiranya pendidikan anak balita dilakukan dengan tepat dan terarah. Terlalu dini hanya akan membentuk buah hati kita memiliki mental hectic yang dapat mempengaruhi psikologi anak di masa depannya. Semoga artikel ini dapat bermanfaat sebagai hadiah kata untuk sahabat sejati.Info bursa otomotif motor bajaj Pulsar paling baru tampil beda. 

Page 2: Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari Calistung

Balita Diajarkan Calistung, Saat SD Potensi Terkena 'Mental Hectic'18 Juli 2010 21:57 WIB

Seorang anak balita sedang mencoret dinding/ilustrasi.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anak usia di bawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa calistung si anak akan terkena 'Mental Hectic'.

''Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,'' ujar Sudjarwo, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sabtu (17/7).

Oleh karena itu, kata Sudjarwo, pengajaran PAUD akan dikembalikan pada 'qitah'-nya. Kemendiknas mendorong orang tua untuk menjadi konsumen cerdas, terutama dengan memilih sekolah PAUD yang tidak mengajarkan calistung. Saat ini banyak orang tua yang terjebak saat memilih sekolah PAUD. Orangtua menganggap sekolah PAUD yang biayanya mahal, fasilitas mewah, dan mengajarkan calistung merupakan sekolah yang baik. ''Padahal tidak begitu, apalagi orang tua memilih sekolah PAUD yang bisa mengajarkan calistung, itu keliru,''  jelas Sudjarwo.

Sekolah PAUD yang bagus justru sekolah yang memberikan kesempatan pada anak untuk bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik, termasuk calistung.  Dampak memberikan pelajaran calistung pada anak PAUD, menurut Sudjarwo, akan berbahaya bagi anak itu sendiri. ''Bahaya untuk konsumen pendidikan, yaitu anak, terutama dari sisi mental,'' cetusnya.

Memberikan pelajaran calistung pada anak, menurut Sudjarwo, dapat menghambat pertumbuhan kecerdasan mental. ''Jadi tidak main-main itu, ada namanya 'mental hectic', anak bisa menjadi pemberontak,'' tegas dia.

Kesalahan ini sering dilakukan oleh orang tua, yang seringkali bangga jika lulus TK anaknya sudah dapat calistung. Untuk itu, Sudjarwo mengatakan, Kemendiknas sedang gencar mensosialisasikan agar PAUD kembali pada fitrahnya. Sedangkan produk payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas No 58/2009. ''SK nya sudah keluar, jadi jangan sembarangan memberikan pelajaran calistung,'' jelasnya.

Sosialisasi tersebut, kata Sudjarwo, telah dilakukan melalui berbagai pertemuan di tingkat kabupaten dan provinsi.  Maka Sudjarwo sangat berharap pemerintah daerah dapat menindaklanjuti komitmen pusat untuk mengembalikan PAUD pada jalurnya. ''Paling penting pemda dapat melakukan tindak lanjutnya,'' jawab dia.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Srie Agustina, Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menyatakan, memilih mensosialisasikan produk pendidikan  merupakan bagian dari fungsi dan tugas BPKN untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen. 

Dalam hal ini, kata Srie, BPKN memprioritaskan sosialisasi pada anak usia dini. Sebab berdasarkan Konvensi Hak Anak, setiap anak memiliki empat hak dasar.  Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan perlindungan dalam kerugian dari barang dan produk, termasuk produk pendidikan. ''Untuk itu sejak dini anak dilibatkan, karena di usia itulah pembentukan karakter terjadi,'' papar Srie.

Page 3: Mental Hectic Disebabkan Balita Diajari Calistung

Namun menurut Srie, mengedukasi tentang sebuah produk harus menggunakan metode khusus.  Tidak dapat berwujud arahan dan larangan, namun dengan cara yang menyenangkan, salah satunya dengan festival mewarnai sebagai salah satu teknik untuk memberikan edukasi. ''Dengan mewarnai, mereka bisa terlibat dan merasa lebur di dalamnya, selain itu dalam gambar yang diwarnai tersebut disisipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan,'' pungkasnya.