MENJAWAB SUBHAT HIZBUT TAHRIR TERKAIT KONSTITUSI.docx
Transcript of MENJAWAB SUBHAT HIZBUT TAHRIR TERKAIT KONSTITUSI.docx
MENJAWAB SUBHAT HIZBUT TAHRIR TERKAIT KONSTITUSI MESIR
Oleh: Ustadzuna Ibnu Luthfie Attamany
(Kajian Manhaj dan Peradaban)
Pengantar: Jawaban berikut sebenarnya sudah saya tuliskan pada status sebelumnya ketika
menanggapi syubhat Hizbut Tahrir yang diwakili Farid Wajdi dan muqallidnya. Sengaja saya
jadikan status agar sahabat-sahabat yang tidak sempat mengikuti bisa membaca dan
membandingkan dengan sampah pemikiran yang mereka sebarkan.
—
Saya telah katakan sebelumnya bahwa HT telah melakukan pemburukan, penipuan dan
pengelapan hakikat-hakikat yang berkaitan dengan Presiden Mursi, jerih payah Islamiyyun, dan
konstitusi baru Mesir. Latar belakang mereka melakukan hal tersebut ada beberapa
kemungkinan: Pertama, bodoh dengan hakikat dan kenyataan. Kedua,dangkalnya perangkat
keilmuan dan piciknya pandangan. Ketiga, bodoh denganqath’iyyaat dan zhanniyyaat sehingga
menganggap pasti dan final masalah-masalah yang bersifat ijtihad. Keempat, hasad kepada
Islamiyyun yang berhasil mewujudkanmasyruu’ islaamiy mereka,
dan Kelima, kumpulan “pengangguran” yang tidak punya peran penting yang bisa disebut dalam
dakwah, taklim, dan jihad sehingga mereka menempatkan diri mereka sebagai penghujat atau
mengambil keuntungan politik tanpa kerja keras.
Baiklah langsung saya tanggapi syubhat-syubhat yang mereka siarkan. Saya akan sebutkan lebih
dahulu syubhat mereka dan kemudian jawaban saya setelahnya.
—
HT berkata: “Majelis Konstituante Mesir menjadikan prinsip-prinsip Syariah Islamiyyah sebatas
sebagai sumber utama hukum sebagaimana disebutkan pada pasal 2 konstitusi Mesir 2012 :
“Islam adalah agama negara, sedang bahasa Arab adalah bahasa resminya, dan prinsip-prinsip
syariah Islamiyyah merupakan sumber utama untuk tasyri’”. Berarti tidak jauh berbeda dengan
konstitusi zaman Husni Mubarak yang juga memasukkan kalimat “prinsip-prinsip syariah” yang
dijadikannya sebagai alat legitimasi keagamaan.”
—
Jawaban saya: Syubhat tersebut dapat dijawab dari beberapa segi:
Pertama, Semata-mata muncul keserupaan antara konstitusi 2012 dengan konstitusi 2011 zaman
Husni Mubarak dalam pembentukan kalimat (shiyaaghah), pembagian bab, pasal-pasal, dan
penomeran tidak berarti secara langsung hal tersebut menjadi dalil kebathilan dan kerusakannya.
Kaedah yang dipandang dan disepakai para ulama dalam masalah seperti itu adalah:
والمباني واأللفاظ بالترقيم وليس والمعاني، بالحقائق والعقود الوثائق في العبرة
“Yang teranggap dalam domumen-dokumen dan akad-akad adalah hakikat-hakikat dan
pengertian-pengertiannya, bukan pada penomeran, lafazh-lafazh, dan bentuk-bentuknya”
Pada konstitusi 2011 zaman Husni Mubarak ada pasal-pasal yang baik dan tidak bertentangan
dengan Islam. Maka bila pasal-pasal itu masih diteruskan pada konstitusi 2012 maka apanya yang
salah?! Bukankah hal tersebut mirip dengan pengakuan Islam terhadap kebaikan-kebaikan yang
berasal dari masa jahiliyyah yang merupakan ekspresi fitrah kemanusiaan atau sisa-sisa ajaran
nabi-nabi terdahulu?! Lihatlah penyikapan Nabi SAW atas hal itu dalam sabdanya:
شدة اال االسالم في يزده لم الجاهلية في كان حلف ايما
“Perjanjian apa saja yang dilakukan di masa jahiliyyah (maka) di masa Islam perjanjian itu
menjadi semakin kuat.” (Lihat penjelasan Imam Abu Zakariya An-Nawawiy dalam Syarah Shahiih
Muslim: 16/81-82, dan Syaikh Munir Al-Ghadhban dalam At-Tahaaluf As-Siyaasiy Fii Al-Islaam,
hal. 9)
Kedua, Konstitusi 2011 harus dipahami secara utuh. Bahwa sebuah pasal dengan pasal-pasal
lainnya saling berkaitan. Pasal yang umum harus ditafsirkan berdasarkan pasal yang
mengkhususkannya. Kalimat yang bersifat muthlak disebuah pasal mesti dipahami berdasarkan
kalimat-kalimat yang mengikatnya dipasal-pasal berikutnya. Dengan demikian maknanya menjadi
benar dan lurus. Dalam pasal 2 konstitusi 2012 dikatakan:
للتشريع الرئيسي المصدر مية االسال الشريعة ومبادئ
“Dan prinsip-prinsip Syariah Islamiyyah merupakan sumber utama untuk tasyri’”
Dalam hal itu Hizbut Tahrir sengaja melakukan tadliis (pengelapan). Mereka hanya menyebutkan
pasal 2 konstitusi 2012 tanpa menyebutkan pasal-pasal yang menjelaskan maksud dari “prinsip-
prinsip” tersebut serta pasal-pasal yang mendefinisikannya. Padahal sebagaimana sudah saya
jelaskan distatus bahwa pasal 2 tersebut berhubungan erat atau dibatasi dengan pasal-pasal yang
berbunyi:
والجماعة السنة أهل مذاهب في المعتبرة ومصادرها والفقهية، األصولية وقواعدها الكلية، أدلتها تشمل االسالمية الشريعة مبادئ
“Prinsip-prinsip Syariah Islamiyyah mencakup dalil-dalilnya yang bersifat general, kaedah-kaedah
ushuliyyah dan fiqhiyyah, dan sumber-sumbernya yang maktabar menurut madzhab ahlussunnah
waljama’ah”
Pasal tersebut secara tegas mengatakan bahwa sumber hukum Mesir adalah Al-Qur`an, As-
Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas. Pasal itu juga mendorong para ulama dan fuqaha untuk berijtihad
dalam menyelesaikan problem-problem keumatan kontemporer dengan berdasarkan kepada nash
melalui metode-metode istidlaal dan istinbaath yang telah ditetapkan dalam ushul fiqh.
Dan pasal tersebut juga membatasi madzhab fiqh yang dibenarkan diikuti di Mesir yaitu
hanafiyyah, malikiyyah, syafi’iyyah, hanbaliyyah dan zhahiriyyah.
Sedang madzhab syiah merupakan madzhab yang dilarang di Mesir. Anda lihat, bukankah itu
pencapain yang luar biasa? Tidak mengingkari hal itu kecuali orang-orang yang aqidahnya rusak,
pemahamannya menyimpang, dan penyikapannya nyeleneh. Dan sebagaimana sudah maklum
dikalangan ahlul ilmi bahwa Hizbut Tahrir adalah termasuk firqah dhalalah. Maka tidak heran
bila mereka keluar dari sikap kebersamaan dengan Islamiyyun.
Selain itu, pasal tersebut juga dikuatkan dengan pasal lain yang menunjuk Al-Azhar Asy-Syarif
sebagai pengawal dan penjaga hukum-hukum Syariah Islamiyyah yang akan diundangkan, yang
berbunyi:
االسالمية بالشريعة المتعلقة الشؤون في الشريف باألزهر العلماء كبار هيئة رأي ويؤخذ
“Pendapat Lembaga Ulama-Ulama Senior Al-Azhar Asy-Syarif harus diambil dalam urusan-urusan
yang berhubungan dengan Syariah Islamiyyah”
Dengan demikian parlemen tidak bisa sembarangan dalam mentaqnin hukum Syariah Islamiyyah.
Mereka tidak bisa menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu individu maupun kelompok. Dan
mereka tidak bisa sembarangan menafsirkan undang-undang yang ada kelak. Kelak para qadhi
harus memutuskan masalah-masalah berdasarkan Syariah Islamiyyah dengan semua mekanisme
yang dibenarkan di dalamnya.
Pasal-pasal tersebut tidak ada dalam konstitusi 2011 zaman Husni Mubarak. Dengan demikian
Hizbut Tahrir telah melakukan pengkhianatan ilmiyah, melakukan distorsi, dan sengaja
menjerumuskan orang awam agar antipasti kepada Islamiyyun di Mesir. Sungguh mereka tidak
layak dipercaya dalam penukilan, pembahasan ilmiyah, dan penyikapan problem-problem
keumatan.
Karena adanya pasal tersebut kaum sekular, liberal, sosialis, marxis, dan gereja qibthiy
mengeluarkan tuduhan bahwa konstitusi Mesir sudah menyerupai konstitusi Thaliban
Afghanistan; konstitusi salafisme; dan konstitusi ikhwanisme. Bahkan sebagian mereka
mengatakan bahwa Mesir telah kembali kepada masa “hukmul faraa’inah” (pemerintahan fir’aun)
dan “’ahdul mamaalik” (pemerintahan Mamalik). Bisa kita lihat ternyata penyikapan Hizbut
Tahrir tidak jauh berbeda dengan orang-orang kafir tersebut. Ini menegaskan ucapan saya dahulu
bahwa mereka tidak menghancurkan orang-orang kafir dan tidak pula menolong orang-orang
muslim.
Mereka sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bagaikan orang yang menjual
senjata di masa fitnah (kabaa`I’is silaahi fii waqtil fitnah).
Ketiga, Bahwa setiap wijhah tidak bisa dipisahkan dari orang yang menyatakannya. Islamiyyun
ketika menyetujui pengunaan kalimat “mabaadi`” (prinsip-prinsip) berangkat dari kerangka
“iltizaam iimaani” (komitmen keimanan). Mereka menyakini bahwa hak menetapkan hukum dan
tasyri’ ada pada Allah Ta’ala. Mereka juga menyakini bahwa orang atau lembaga yang
menetapkan hukum dan taasyri’ berdasarkan hawa nafsu individu dan kelompok berarti telah
merampas hak rubuubiyyah Allah yang paling khusus. Dalam pemahaman Islamiyyun kalimat
“mabaadi’” adalah syariah itu sendiri; syariah dalam pengertiannya yang umum dan syumul; yang
mencakup segala sesuatu yang dibawa oleh Islam, baik berupa akidah, ibadah, muamalah, akhlak
dst. Islamiyyun tidak memahami kalimat “mabaadi’” sebatas pengertian hukum huduud karena
hal itu berarti mereduksi Syariah Islamiyyah. Sebab huduud hanyalah sebuah bab dari bab-bab
muamalat, sedang muamalat sendiri hanyalah sebuah bagian dari bagian-bagian Syariah
Islamiyyah dengan pengertiannya yang umum dan syumul.
Sedang kaum sekular dan sejenisnya ketika menyetujui pengunaan kalimat “mabaadi`” berangkat
dari “iltizaam wathaniy” (komitmen kepad nasionalisme). Mereka tunduk dan taat sebatas untuk
menjadi warga Negara yang baik; yang tidak melanggar aturan dan hukum yang berlaku di Mesir.
Sehingga ketika berada di luar Mesir bisa saja mereka menyalahi aturan dan hukum negerinya,
seperti minum khamer, berzina, berjudi dst.
Karena itu, merupakan kezhaliman yang nyata ketika Hisbut Tahrir memandang kalimat
“mabaadi`” dari pandangan satu mata; pandangan kaum sekular, liberal, social, marxis, dan
gereja qibthiy. Padahal tidak ada larangan dalam agama, sebuah Negara yang dalam transisi
menuju totalitas Syariah yang penduduknya terdiri dari beberapa pemeluk agama samawi dan
masing-masing memiliki cita-citanya, untuk membuat “watsiiqah jaami’ah” (dokumen umum
pemersatu), yang mana masing-masing mendukungnya sesuai latar belakang keyakinan dan
pemikirannya sebagaimana pernah terjadi pada “Piagam Madinah”. Karena itu, “setiap amal
bergantung kepada niatnya, dan setiap orang diterima dan dibalas sesuai niatnya”.
Keempat, Kalimat “mabaadii`” maksudnya bukanlah sebagaimana penafsiran Mahkamah
Konstitusi sebagai “qayh’iyyuts tsubuut wad dalaah ma’an”. Penafsiran inilah yang menjadi
sumber masalah. Dan jelas bertentangan dengan Syariah Islamiyyah. Karena memang yang
menafsirkannya adalah qadhi-qadhi secular. Namun harus dipahami bahwa penafsiran tersebut
bukan merupakan nash konstitusi itu sendiri. Islamiyyun ketika menyetujui pengunaan kalimat
“mabaadii`” mereka merujuk kepada draf rancangan konstitusi 1971 dan konstitusi amandemen
1981 yang mana ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “mabaadii`” adalah “ahkaam” (hukum-
hukum). Dengan demikian “mabaadii` Asy-Syarii’ah Al-Islaamiyyah” maknanya adalah “ahkaam
Asy-Asyrii’ah Al-Islaamiyyah”. Alaa kulli haal, konstitusi baru yang lebih tegas dalam masalah
Syariah Islamiyyah memberikan peluang untuk membatalkan semua hukum yang bertentangan
dengannya dan kemudian mengantikannya dengan hokum yang sesuai Al-Qur`an, As-Sunnah, Al-
Ijma’, dan Al-Qiyas.
Dengan demikian, kesimpulan Hizbut Tahrir bahwa “Mesir dengan konstitusi baru tersebut tidak
bisa dinamakan Negara Islam, karena yang disebut negara Islam haruslah menjadikan syariah
Islam sebagai satu-satunya sumber hukum”, tertolak dengan penjelasan dan bantahan saya.
Sebagai penutup, admin tampilkan pidato Presiden Muhammad Mursi yang berapi-api:
Rate this:
2 Votes
Sebar tulisan:
Cetak
Like this:
SukaOne blogger likes this.
4 TANGGAPAN KE “MENJAWAB SUBHAT HIZBUT TAHRIR TERKAIT KONSTITUSI MESIR”
1. murabithun Berkata:
8 Desember 2012 at 13:48
alhamdulillah, saya sdh lama menganggap org2 yg suka menyebar berita buruk
dan fitnah tentang saudaranya yg berdakwah dengan metode yg berbeda sebagai
(meminjam istilah hadits): munkarul hadits
hadanallahu wa iyyakum aj’main
2. abdullah Berkata:
8 Desember 2012 at 13:55
tdk heran di medianya sendiri mereka memuat berita bhw dulu khilafah ditawarkn
kpd si khumaini (saya tdk tahu apa beritanya msh ada ato sdh dihapus, sdh ogah
mengunjungi).
3. mujahidallah Berkata:
9 Desember 2012 at 08:04
@murabithun: barokallahu fiik..
@abdullah: mungkin yang antum maksud yang ini akhi, tentang sikap mereka
kepada syi’ah majalah resmi mereka mengatakan:
مجتهد أي قبل من استنباطه شرعي حكم فكل وزيدي، وجعفري وحنفي شافعي بين فرق هناك ليس
… على حاقدة قوى وراءه فإن وشيعي سني بين تمزيق أو تفريق من يثار ما وأما الشرعية األدلة حسب
يستطيع ما بكل ويحاربها ضدها الحزب يقف األسالم
“Tidak ada perbedaan antara syafi’iy, hanafiy, ja’fariy, dan zaidiy. Sebab setiap
hukum syar’i diistinbath oleh mujtahid mana pun sesuai dalil-dalil syar’iy. Adapun
isu yang dihembuskan untuk memecah-belah atau mengacak-acak (persatuan)
antara sunni dan syi’ah maka sesungguhnya di belakangnya ada kekuatan-
kekuatan yang benci kepada Islam. Hisbut Tahrir berdiri untuk menentangnya dan
memeranginya dengan segala kemampuannya.” (Majallah Al-Wa’yu At-
Tahriiriyyah, Nomer 75, Tahun 1993)
Melihat pandangan mereka tentang syi’ah yang seperti itu maka bisa saja mereka
ingin membuat kesepakatan dengan Khomeni dengan syarat-syarat tertentu yang
sesuai kepentingan mereka. Makanya secara resmi mereka mengutus sebuah
delegasi untuk menemui Khomeni dan menawarkan bait dan khilafah sebagai
imbalan memenuhi syarat-syarat yang diajukan. Namun, ternyata Khomeni
mencueki mereka dan tidak memberikan jawaban apapun atas pemikiran mereka.
Sehingga Hisbut Tahrir kecewa dan mengirimkan surat sebagai bentuk celaan
atas kecuekan Khomeni dengan judul “Naqdud Dustuur Al-Iiraaniy” (Kritik
Terhadap Konstitusi Iran). Hal tsb diakui oleh majalah resmi Hisbut Tahrir
“Majallah Al-Wa’yu Al-Tahriiriyyah, Nomer 18, Tahun 1989). Bahkan secara
terang-terangan majalah mereka memuji bukunya Khomeni yang berjudul “Al-
Hukuumah Al-Islaamiyyah” yang di dalamnya dinyatakan bahwa imam-imam
syi’ah lebih afdhal dari malaikat yang terdekat dengan Allah Ta’ala dan nabi-nabi
yang diutus sebagai rasul. Simak pernyataan pujian mereka kepada Khomeni:
} حتى } األمر هذا ومالحقته األسالمية الحكومة كتاب تأليفه هو الخميني األمام به قام سياسي عمل أهم
… : … أن يعني ال وهذا اسالمية بل غربية وال شرقية ال شعار الخميني أطلق وقد نفسها الحكومة ألف
وقتها اآلن ليس ولكن أخطاء له تكن لم الخميني
“Karya politik paling penting yang dihasilkan Khomeni adalah tulisannya berupa
kitab “Al-Hukuumah Al-Islaamiyyah” (Pemerintahan Islam) dan diikuti dengan
membentuk pemerintahan itu sendiri..Khomeni telah membuat sebuah jargon:
“Tidak Timur dan Tidak Barat tapi Islamiyyah”.. Ini tidak berarti bahwa Khomeni
tidak memiliki kesalahan-kesalahan namun sekarang bukan waktunya.”
Jelas dari nukilan tersebut bahwa persatuan yang dikampayekan Hizbut Tahrir
bukan persatuan bersdasarkan iman dan aqidah. Makanya mereka bisa berjalan
dengan kaum shufi, syiah, jahmiyyah dll asalkan setuju dengan gagasan
khilafahnya Hizbut Tahrir. Maka tak heran mereka tidak memprioritaskan
masalah-masalah iman dan aqidah. Bahkan mereka sendiri justru jatuh dalam
penyinpangan-penyimpangan dalam hal tsb sebagaimana akan saya bahas nanti.
Sedang sikap dan pembelaan HTI sebenarnya tidak merubah hakikat dan
kenyataan sejarahnya. Karena hal itu dipublikasikan sendiri oleh majalah mereka
di Timur Tengah.
4. abdullah Berkata:
9 Desember 2012 at 13:27
dulu saya sempat menyimpan url dr artikel tsb.
http://hizbut-tahrir.or.id/2011/07/06/muncul-pertama-secara-terbuka-setelah-
revolusi-mesir-hizbut-tahrir-menolak-piagam-al-azhar-tentang-negara-sipil/
hal itu disebutkan di bagian akhir artikel ini. alhamdulillah bahwa justru khumaini
sndiri yg menolak permintaan mereka sehingga menghindarkan kaum muslimin
dr fitnah syiah yg lebih buruk.