MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH ...

24

Transcript of MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH ...

Page 1: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK
Page 2: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

KARYA TULIS SIMPOSIUM GURU 2016

MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA

DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH UNTUK

KEGIATAN BERMAIN MUSIK

MAUNGGUH KASMAWAN, S.Pd

NIP. 19810115 2011 01 1 008

SLBN 1 GUNUNGKIDUL

DINAS PENDIDIKAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2016

Page 3: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya

kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “Mengurangi frekuensi

bullying antar siswa Tunagrahita dengan memanfaatkan jam istirahat sekolah

untuk kegiatan bermain musik”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami

dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini

tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada Kepala Sekolah, rekan-rekan

Guru dan Karyawan serta seluruh siswa yang ikut membentu dalam pembuatan

karya ilmiah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga yang juga

sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam

pembuatan karya ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga

karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya.

Gunungkidul, November 2016

Penyusun

Page 4: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................. i

BAB I PENGANTAR ............................................................... 1

BAB II PERMASALAHAN …………………………………. 3

BAB III PEMBAHASAN DAN SOLUSI…………………….. 5

BAB IV KESIMPULAN DAN HARAPAN………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 16

Page 5: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

Naskah berikut merupakan karya tulis untuk simposium Guru 2016 :

Judul : Mengurangi frekuensi bullying antar siswa Tunagrahita

dengan memanfaatkan jam istirahat sekolah untuk

kegiatan bermain musik

Penulis : Maungguh Kasmawan, S.Pd

Jabatan : Guru Mata Pelajaran Seni Musik

Kabupaten : Gunungkidul

Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta

Benar-benar merupakan karya asli saya dan tidak merupakan plagiasi. Apabila di

kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiasi, maka saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Meyetujui dan mengesahkan:

Kepala Sekolah,

SUNARTA, S.Pd

NIP.19581201 198602 1 001

Gunungkidul, 9 November 2016

Penulis,

MAUNGGUH KASMAWAN, S.Pd

NIP.19810115 201101 1 008

Page 6: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Slogan “school is fun” banyak terpampang di halaman muka sekolah-

sekolah beberapa tahun terakhir ini. Slogan yang menjelaskan bahwa sekolah

merupakan “rumah ke2” dimana siswa dapat bermain, belajar, bersosialisasi,

berinteraksi dengan lingkungan yang aman dan nyaman untuk tumbuh

kembang mereka. Berangkat sekolah menjadi hal yang menyenangkan.

Kehadiran Guru juga menjadi hal yang ditunggu setiap harinya.

Guru berperan lebih dari hanya sebagai profil pengajar. Guru hadir

sebagai orang tua atau bahkan sebagai “teman” bagi siswa, dimana siswa bisa

bercerita hal apapun tanpa merasa sungkan karena komunikasi yang

dihasilkan adalah komunikasi yang terbuka antara siswa dan guru.

Problematika siswa baik dari rumah, pergaulan diluar ataupun masalah yang

ditimbulkan saat di sekolah, semua hal itu bisa dibicarakan dengan guru

secara terbuka. Tidak harus guru Bimbingan dan Konseling untuk menangani

hal ini, tetapi Guru Kelas (Wali Kelas) ataupun Guru bidang studi juga

mempunyai kewajiban yang sama dalam menampung permasalahan yang

dialami siswa.

Selain Guru yang berintegritas, sarana prasarana sekolah yang tiap

tahun semakin meningkat juga mempunyai andil penting dalam mewujudkan

konsep “school is fun”. Semakin tertata, semakin lengkap sarana dan

prasarana sekolah membawa dampak yang besar bagi siswa. Sebagai contoh :

Kegiatan ekstra kulikuler yang bervariasi, Kegiatan Belajar Mengajar yang

memaksimalkan media IT sehingga proses belajar menjadi lebih

menyenangkan, lingkungan sekolah yang tertata rapi, sejuk, nyaman dan

kondusif untuk siswa menerima pelajaran dan lain sebagainya.

Setelah guru, sarana dan prasarana, hal berikutnya adalah bentuk

komunikasi antara pihak sekolah dengan komite yang sehat juga dirasa

mempunyai peran yang signifikan. Sosialisasi setiap program sekolah, visi

Page 7: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

misi, agenda kegiatan sekolah, dan hal pembiayaan yang transparan

merupakan kunci utama untuk membangun komunikasi yang sehat.

Keterlibatan peran komite dalam perkembangan dunia pendidikan masih

sangat diperlukan, karena sekolah bukan merupakan hanya sekedar tempat

penitipan bagi orang tua pada saat orang tua bekerja. Bentuk komunikasi bisa

diwujudkan dengan buku komunikasi siswa atau jika memungkinkan bisa

menggunakan teknologi whats app pada aplikasi smart phone yang

diprioritaskan untuk lalulintas komunikasi antara pihak sekolah dan wali

siswa.

Konsep “school is fun” tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi

sekolah regular saja, tetapi berlaku untuk setiap instansi pendidikan formal.

Tidak terkecuali untuk Sekolah Luar Biasa dimana merupakan instansi

pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Penyelenggaraan

pendidikan luar biasa pada dasarnya bertujuan untuk membantu peserta didik

yang menyandang kelainan fisik, mental dan atau perilaku agar mampu

mengembangkan sikap pengetahuan sebagai pribadi maupun sebagai anggota

masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan

sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan

dalam dunia kerja atau terjun ke masyarakat.

Secara sederhana dan umum, makna pendidikan adalah usaha untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani

maupun rohani manusia sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat

dan suatu kebudayaan. Bagi umat manusia pendidikan merupakan kebutuhan

mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.

Pengembangan berbagai potensi/bakat inilah yang menjadi kata kunci

dalam dunia pendidikan. Karena bimbingan yang sesuai dengan bakat dan

minat anak akan membawa dampak kemajuan yang signifikan bagi dunia

pendidikan luar biasa.

Tunagrahita merupakan salah satu jenis ketunaan yang terdapat di

Sekolah Luar Biasa, selain Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa, Autis dll. Tuna

Grahita dengan karakteristik anak dengan tingkat kecerdasan dibawah

Page 8: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

standar, lambat belajar dan beberapa juga termasuk dalam kategori

“DownSyndrome” di dalamnya. Siswa tuna grahita dengan keterbatasan yang

dimiliki menjadikan mereka “terbatas” juga dalam mengembangkan potensi

yang dimiliki. Selain kendala pada tingkat kecerdasan, beberapa juga

terkendala dalam hal lain seperti : motorik kasar, motorik halus, kemampuan

berbahasa dan komunikasi, serta bentuk-bentuk kenakalan/penyimpangan

perilaku akibat kurangnya pemahaman siswa Tunagrahita.

Klasifikasi anak Tunagrahita sesuai dengan kurikulum Pendidikan

Luar Biasa Tahun 1994, klasifikasi anak Tunagrahita dikelompokan menjadi

tiga golongan yaitu:

a. Anak Tunagrahita ringan atau mampu didik

b. Anak Tunagrahita sedang atau mampu latih

c. Anak Tunagrahita berat atau mampu rawat.

Dalam penanganan pendidikan, dari ketiga golongan tersebut hanya

dua golongan yang mendapat penanganan pendidikan, yaitu golongan anak

Tunagrahita ringan dan anak Tunagrahita sedang Sedangkan untuk anak

tunagrahita berat dimasukan dalam bidang perawatan seumur hidup dan

menjadi tanggungjawab bidang sosial.

Kompleksitas kendala yang dialami Tunagrahita, salah satunya

disebabkan oleh kegandaan jenis ketunaan. Sebagai contoh : Tunagrahita plus

Tunalaras, Tunagrahita plus Down Syndrome, Tunagrahita plus Tuna Rungu,

dll. Jika proses assesmen yang dilakukan pihak sekolah menyebutkan bahwa

anak tersebut masuk dalam kategori Tunagrahita, maka meskipun terdapat

jenis ketunaan lain, tapi siswa tersebut termasuk dalam kategori Tunagrahita.

Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor Ujian Sekolah atau

Ujian Nasional yang akan dijalani siswa. Karena siswa Tunagrahita tidak

mengikuti Ujian Nasional, melainkan Ujian Sekolah. Selain itu juga untuk

memberikan keterampilan dan pengembangan bakat dan potensi siswa secara

akurat dengan mendeteksi dini jenis ketunaannya.

Page 9: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

BAB II

PERMASALAHAN

Siswa Tunagrahita adalah siswa yang mengalami keterlambatan dalam

berfikir, memiliki intelegensi di bawah rata-rata serta mengalami kesulitan

dalam bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tunagrahita

berkaitan erat dengan masalah perkembangan, kemampuan, kecerdasan yang

rendah, dan merupakan kondisi yang sifatnya menetap. Berikut ini pengertian

Tunagrahita sebagaimana dikemukakan astati (201:2) sebagai berikut:

“Ketunagrahitaan mengacu kepada fungsi intelektual yang secara jelas berada

di bawah rata-rata/normal disertai dengan kekurangan dalam tingkah laku

penyesuaian dan terjadi dalam masa perkembangan”.

Kendala tingkat kecerdasan yang dibawah standar pada Tunagrahita

membuat mereka sulit diberikan pemahaman mengenai bagaimana bergaul,

berinteraksi sosial dengan sehat sebagaimana siswa umumnya. Tata bahasa

yang terbatas, sikap berbicara hingga sopan santun masih merupakan hal yang

abstrak bagi penyandang Tunagrahita. Selain itu, DoubleHandycap atau

ketunaan ganda yang dialami beberapa siswa Tunagrahita memerlukan

bentuk penanganan yang kompleks. Penanganan yang intens, frekuentif dan

pendekatan persuasif kepada siswa masih dirasa sebagai solusi yang efektif

hingga sekarang. Tunagrahita dengan keterbatasan tingkat kecerdasan

berpengaruh terhadap bentuk komunikasi yang terjadi. Pemahaman tentang

tata bahasa dan perilaku yang kurang, sering membuat mereka berprilaku

menyimpang (nakal). Mulai dari bentuk suara / tata bahasa yang tidak baik

(makian atau umpatan) hingga dalam bentuk bullying fisik atar siswa.

Bentuk bullying antar siswa pada umumnya terjadi saat diluar jam

pelajaran. Hal ini dikarenakan padaa saat proses pembelajaran, siswa diawasi

oleh guru saat belajar. Ketika terjadi bullying pada saat itu, guru bisa secara

langsung mengambil sikap untuk melerai dan mengatasinya. Hanya saja pada

saat jam istirahat kadang beberapa siswa terlepas dari pengamatan guru

Page 10: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

sehingga timbulah bullying antar siswa tersebut. Jam istirahat antara pukul

09:00 – 09:30, sebagian guru berada di kantor untuk istirahat dan menyiapkan

materi pelajaran jam berikutnya, dan beberapa guru piket berada di tempat

penjagaan. Sementara siswa pada saat istirahat berada tersebar dipenjuru

sekolah. Hal ini menyulitkan untuk guru mengawasi.

Pemicu permasalahan sebenarnya hal yang sepele, seperti : diawali

dengan berebut benda mainan/makanan, atau kadang juga bercanda dan

saling mengejek. Tetapi karena tingkat pemahaman yang kurang, membuat

mereka tidak memahami batasan-batasan bercanda saat bersama teman.

Ketika melewati batas dan membuat tersinggung, maka salah satu akan

memulai pertengkaran. Dan seperti bentuk pertengkaran anak kecil pada

umumnya, teman-teman yang berada disekitarpun juga mulai ikut memicu

pertengkaran. Maka terjadilah bullying atar siswa saat jam istirahat sekolah.

Dampak dari terjadinya bullying tidak hanya mempengaruhi pada

siswa, tetapi juga berpengaruh pada lingkungan sekitar. Properti sekolah

seperti : penghapus, papan tulis, kursi, meja dan berbagai fasilitas lain kerap

menjadi pelampiasan kejadian tersebut. Rusaknya beberapa tanaman, papan

penyekat yang berlobang, hingga berserakannya tanah dan batu merupakan

hal yang sering terjadi.

Selama ini tindakan yang diambil biasanya bersifat kuratif (pembinaan

oleh guru BK ataupun Guru kelas kepada siswa saat kejadian sudah selesai

dan biasanya disertai sanksi/hukuman). Pada awalnya (pasca hukuman) siswa

akan merasa jera. Tetapi tidak untuk waktu yang lama. Sekali lagi, hal ini

disebabkan oleh keterbatasan pemahaman siswa dalam konsep jera karena

hukuman. Hingga akhirnya setelah selang beberapa hari, bullying ini akan

terulang lagi. Hal ini yang membuat khawatir akan tumbuh kembang anak

selama di sekolah. Selain itu juga menjadi perhatian sekolah atas timbulnya

kerusakan-kerusakan fasilitas yang ditimbulkan olehnya.

Page 11: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

BAB III

PEMBAHASAN DAN SOLUSI

A. Pembahasan

Sekolah sebagai problemsolver dirasa perlu untuk mengambil

tindakan dalam permasalahan bullying ini. Tindakan kuratif yang diambil

dirasa belum menjadi solusi yang ideal karena masih sering terulang bentuk-

bentuk bullying antar siswa Tunagrahita. Hal ini membuat kami pihak

sekolah harus dapat menemukan strategi baru untuk mensiasati permasalahan

yang terjadi. Diperlukan komitmen dan dedikasi dari guru untuk menemukan

solusi permasalahan tersebut. Solusi yang dimaksud adalah mengusahakan

penanganan yang bersifat preventif (pra kejadian). Karena apapun alasannya,

pencegahan lebih baik daripada “pengobatan”.

Sebelum mengambil sikap sebagai bentuk solusi, kami harus

memahami faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya bentuk bullying

antar siswa Tunagrahita tersebut. Berikut antara lain :

1. Keterbatasan tingkat kecerdasan

Telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahwa, karakteristik

siswa Tunagrahita memang terletak pada tingkat kecerdasan di

bawah normal. Hal ini membuat mereka sulit untuk memahami

hal-hal abstrak. Bagaimana berbahasa yang baik, bagaimana

komunikasi yang sehat, bercanda tanpa harus menyinggung

perasaan dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa keterbatasan

tingkat kecerdasan ini merupakan sebuah kondisi yang bersifat

menetap, bukan seperti penyakit yang bisa disembuhkan. Karena

masih ada beberapa orang tua yang memahami jika siswa yang

bersekolah di SLB maka setelah lulus akan sembuh dari

ketunaannya.

2. Siswa memasuki usia puberitas

Siswa Tunagrahita pada umumnya berusia lebih tua daripada

tingkatan kelas yang seharusnya. Biasanya hal ini disebabkan

Page 12: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

mereka berasal dari SD regular, tidak naik kelas sehingga

membuat mereka pindah ke Sekolah Luar Biasa. Selain itu juga

bisa dikarenakan kesadaran orang tua untuk menyekolahkan

anaknya di SLB terlambat. Sehingga mereka masuk saat usianya

lebih tua dari anak pada umumnya.

Pengaruh usia ini yang menjadi salah satu faktor penting

permasalahan. Siswa Tunahgrahita yang memasuki masa puberitas

mengalami pertumbuhan fisik yang tidak seimbang dengan

pertumbuhan tingkat kecerdasan. Fisik mereka yang besar tidak

berbanding lurus dengan pemahaman pikir, sehingga mewujudkan

perilaku-perilaku yang menyimpang berupa bentuk kenakalan.

Energi anak usia belasan yang sangat besar dan emosi yang masih

labil menjadikan mereka rentan dengan hal-hal negatif. Emosi

yang tidak tersalurkan pada kegiatan-kegiatan positif ini membuat

mereka melampiaskan pada kegiatan yang tidak semestinya.

3. Ketunaan Ganda

Terdapat 2 orang siswa yang menunjukan perkembangan

menyandang Tuna Ganda, yaitu Tunagrahita dan Tunalaras.

Tunalaras dikenal sebagai anak dengan penyimpangan perilaku

(nakal) yang pada umumnya dibentuk dari lingkungan asal yang

tidak mendukung perkembangan anak. Anak sering mendengar

atau melihat perilaku negatif di lingkungan sekitar yang mudah

sekali untuk ditirukan. Tidak dipungkiri juga bahwa bentuk

bullying siswa di sekolah salah satu faktor eksternalnya karena

pada saat dirumah juga menerima perlakuan yang sama. Sehingga

siswa melakukan pembalasan saat disekolah.

4. Pengawasan yang kurang

Baik orang tua maupun guru, masing-masing mempunyai

tanggungjawab terhadap pengawasan siswa. Pada saat di sekolah,

jam istirahat merupakan waktu yang rentan terjadinya bullying

antar siswa. Saat guru masuk ke kantor, hanya beberapa guru piket

Page 13: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

yang mengawasi di pos-pos tertentu membuat sulitnya

pengawasan dilakukan. Sementara saat dirumah, orang tua jarang

berkomunikasi dengan anak mengenai perihal yang dilakukan di

sekolah. Apa yang dialami, apa yang dirasakan, bagaimana

pergaulan dilingkungan rumah, dan hal-hal yang membutuhkan

pantauan dari orang tua lainnya.

Setelah menganalisa faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya

bentuk kekerasan di atas, maka kami dari pihak sekolah segera menyikapi

secara bersama-sama untuk mencarikan solusi bagi permasalahan

tersebut.Data yang didapatkan dari Guru Bimbingan dan Konseling menjadi

acuan data tentang seberapa sering kejadian yang dialami siswa. Selain itu

juga tercatat sejauh mana proses penanganan konseling yang diberikan dan

perkembangan selama proses konseling. Hanya saja sejauh ini belum terlihat

adanya perkembangan yang signifikan atas permasalahan tersebut.

Koordinasi Guru-guru dan Kepala Sekolah dalam rangka

mengatasi permasalahan ini menghasilkan telaah data antara lain :

1. Faktor keterbatasan siswa memang sudah menjadi

karakteristik. Suatu kondisi yang bersifat menetap. Sehingga

kami tidak berencana untuk mengubah situasi tersebut.

2. Faktor Puberitas

Siswa yang mengalami permasalahan tersebut pada umumnya

siswa yang sudah memasuki masa puber. Dengan fisik yang

semakin besar tetapi tidak diimbangi pertumbuhan nalar dan

kecerdasan. Enegi yang dimiliki sangat besar, tetapi siswa

tidak tahu bagaimana untuk memanfaatkannya. Maka disini

sekolah mengambil inisiatif untuk mencoba membrikan

kegiatan pada siswa yang akan dilaksanakan pada saat jam

istirahat berlangsung. Jenis kegiatan yang dilakukan masih

menjadi bahan pertimbangan bagi pihak sekolah, agar bentuk

kegiatan tersebut efektif untuk mengatasi pokok permasalahan.

Hal ini akan dijelaskan pada paragraph di bawah.

Page 14: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

3. Faktor Tuna Ganda

Setelah dianalisa, siswa yang memiliki ketunaan ganda

ternyata tidak banyak. Dan jika dianalisa lebih jauh, maka

dapat ditemukan bahwa sebenarnya pemicu tindakan bullying

ini hanya pada siswa tertentu saja. Siswa yang lain pada

umumnya hanya meniru atau sekedar duplikasi saja. Jika letak

pemicu telah diketahui, maka penanganan bisa lebih

“meruncing” kepada objek yang dituju. Fokus pada pemicu

permasalahan diharapkan mampu membuat penanganan

menjadi lebih efektif.

4. Faktor pengawasan

Pengawasan oleh pihak sekolah secara otomatis akan

dilakukan oleh guru yang berkepentingan dengan jenis

kegiatan yang akan diberikan pada siswa saat jam istirahat

tersebut. Bagi guru akan sangat memudahkan dalam hal

pengawasan saat siswa berkumpul pada satu lokasi yang

ditentukan untuk diberikan kegiatan. Jumlah guru yang terlibat

saat kegiatan masih opsional, karena harus mempertimbangkan

situasi dan kondisi saat pelaksanaan bentuk kegiatan tersebut.

Sedangkan pengawasan dari pihak orang tua, dilakukan

dengan cara komunikasi lebih intensif antara pihak sekolah

dan orang tua siswa. Bisa melalui telepon ataupun secara

periodical dijadwalkan untuk bertemu langsung untuk saling

menyampaikan hasil perkembangan baik di sekolah ataupun di

rumah.

B. Solusi

Setelah beberapa saat berkoordinasi, pihak sekolah akhirnya

mengambil sikap untuk mengatasi pokok permasalahan tersebut. Berdasarkan

pertimbangan dari faktor-faktor di atas dan beberapa data yang dimiliki, pihak

sekolah menentukan kegiatan yang akan diambil adalah kegiatan musik, yaitu

memainkan alat musik pukul. Pertimbangan sebagai berikut :

Page 15: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

1. Penyaluran energi.

Siswa yang sebagian besar sudah memasuki masa puberitas

memiliki energi yang besar. Maka bentuk kegiatan yang

diperlukan sebagaimana mungkin melibatkan kegiatan fisik

sebagai penyaluran energi siswa. Kegiatan musik dengan

bermain alat musik pukul dinilai sesuai dengan pertimbangan

tersebut. Intinya adalah, energi yang biasanya digunakan untuk

bullying, diarahkan untuk kegiatan yang lebih positif dengan

bermain alat musik bersama-sama.

2. Kerja sama

Bermain musik bersama-sama akan melibatkan masing-masing

siswa yang biasanya saling bertengkar. Jika pada kegiatan ini

tiap siswa diberikan alat musik pukul, maka siswa akan

berusaha bermain musik secara bersama-sama. Sehingga mau

tidak mau mereka harus bekerja sama untuk membuat musik

yang harmonis dan enak didengar.

3. Nasihat yang disampaikan

Upaya yang selama ini dilakukan belum terlihat signifikan

dampaknya terhadap siswa. Kemungkinan siswa tidak

menanggapi secara serius karena merasa “dimarahi”. Hal ini

membuat nasihat yang diberikan tidak ditanggapi dengan

serius. Ketika pesan nasihat diberikan sambil bermain,

diharapkan siswa bisa menerima dengan sikap yang terbuka

dan segera diterapkan. Saat penyampaian nasihat kepada salah

satu siswa di depan teman-teman yang lain, diharapkan juga

pesan yang disampaikan ini didengar oleh siswa yang lain dan

secara tidak langsung bisa ikut memberikan motivasi kepada

siswa yang bermasalah.

4. Pengawasan lebih fokus

Siswa yang terkumpul dalam satu tempat dan bersama-sama

melakukan kegiatan akan sangat memudahkan guru dalam

Page 16: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

mengawasi siswa. Apapun bentuk pemicu kejadian akan

segera terpantau dan guru bisa secara langsung mengambil

tindakan baik berupa penyampaian nasihat/pesan, ataupun

persuasif pencegahan atas pemicu kejadian. Sasarannya selain

siswa bisa dicegah untuk melakukan bullying, juga lebih jauh

untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan fasilitas

karena dampak dari bullying tersebut.

C. Teknis pelaksanaan kegiatan

Berikut penjelasan detil pelaksanaan kegiatan musik saat jam

istirahat sekolah dimulai :

1. Istirahat mulai jam 09:30.

Siswa mulai keluar dari kelas masing-masing untuk istirahat.

Beberapa siswa langsung menuju tempat yang ditentukan, dan

beberapa lainnya jajan makanan di kantin sekolah sebelum

menyusul ke tempat yang sama.

2. Pembagian alat

Berikut alat musik yang digunakan :

2 buah kendang jawa, 1 buah jimbe, 2 buah jimbe mika, 2

buah alat marawis, 2 buah kongga, 1 buah cajon, 1 buah

tamborin, 1 buah maracas, 1 buah guiro.

Semua alat tersebut adalah alat musik pukul (dengan tangan),

hal ini dikarenakan alat musik yang sesuai dengan kondisi

siswa tunagrahita. Siswa terkendala dalam hal baca tulis.

Sehingga mereka kesulitan untuk belajar alat ,musik selain

perkusi. Sedangkan alat musik perkusi/pukul, bisa disiasati

dengan menggunakan insting siswa atau bisa diberikan contoh

untuk ditirukan sebelum memainkan alatnya.

3. Memberi contoh pola pukulan sederhana

Dengan memahami keterbatasan siswa, maka contoh pola

pukulan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan

siswa. Semakin sederhana, maka siswa akan semakin mudah

Page 17: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

untuk menirukan. Selain itu, bermain bersama-sama akan

membuat siswa jadi mampu membandingkan mana permainan

alat musik pukul yang sesuai dengan contoh yang diberikan

oleh guru. Siswa dapat bekerjasama, saling memotivasi dan

mendapatkan momen keceriaan bersama-sama.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat harus

mempertimbangkan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar,

fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.

Dengan kondisi siswa tunagrahita dan jenis pembelajaran

berupa ketrampilan sesuai dengan menggunkan metode model

Pembelajaran langsung (Direct Instruction).

Direct Instruction merupakan suatu pendekatan

mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari

keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat

diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini

sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,

2000 : 2)

4. Semakin sibuk siswa semakin baik.

Saat siswa mulai memainkan alat musik bersama, maka

otomatis pertengkaran yang biasa terjadi akan berkurang

karena sibuk memainkan alat. Pada umumnya siswa akan

memperhatikan arahan permainan alat yang diberikan oleh

guru yang juga mengawasi jalannya kegiatan.

5. Saat bullying terjadi

Perlu adanya penyikapan saat bentuk kekerasan/bullying antar

siswa terjadi pada saat kegiatan berlangsung. Hal ini disiasati

dengan memberhentikan secara spontan kegiatan bermusik.

Dan saat siswa berhenti bermain, pesan/nasihat guru bisa

disampaikan. “jika masih saja bertengkar, rusuh atau merusak,

maka kegiatan bermusik Pak Guru hentikan dan alat silahkan

disimpan kembali kedalam ruangan”. Hal ini diharapkan

Page 18: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

mampu menjadi shock therapy pada siswa agar siswa mengerti

letak kesalahan dan jera untuk mengulanginya lagi. Karena

siswa sadar, atas perbuatan salah satu temannya, maka

kesenangan yang didapat saat bermain alat menjadi terganggu.

Maka secara spontan, siswa yang lain ikut memperingatkan

agar tidak melakukan bullying saat kegiatan berlangsung.

6. Selesai jam kegiatan

Kegiatan bermain alat musik selesai pukul 09:30 saat bunyi bel

selesai istirahat maka siswa akan beranjak untuk menyimpan

alat yang digunakan, untuk kemudian masuk ke kelas masing-

masing mengikuti pelajaran selanjutnya. Saat memasukan dan

merapikan alat inilah menjadi salah satu pesan kepada siswa

untuk menanamkan pembiasaan disiplin. Alat yang selesai

digunakan harus ditata rapi didekat pintu agar besok bisa

digunakan lagi.

7. Terus menerus

Metode kegiatan yang diterapkan ini hampir menyerupai terapi

perilaku, dimana harus ditanamkan secara terus menerus. Hal

ini mengingat akan keterbatasan siswa dalam hal tingkat

kecerdasan dimana berhubungan langsung dengan lemahnya

daya ingat (short therm memory), maka bentuk kegiatan yang

dilakukan harus dilaksanakan secara berulang-ulang untuk

mendapatkan hasil yang optimal.

Setelah mempraktikan kegiatan tersebut, maka proses penting

berikutnya adalah dengan management control, dimana guru harus

mengevaluasi perkembangan yang terjadi pada jam-jam biasanya terjadi

bullying antar siswa. Jika data menunjukan penurunan, maka bentuk kegiatan

ini dapat dinilai sebagai solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan.

Tetapi jika data menunjukan angka naik, maka perlu dikaji ulang.

Page 19: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

BAB IV

KESIMPULAN DAN HARAPAN

A. Kesimpulan

Sekolah telah memutuskan untuk berupaya menurunkan angka

bullying antar sesama siswa Tunagrahita pada saat jam istirahat berlangsung

telah disikapi dengan memberikan siswa kegiatan berupa bermain alat musik

bersama-sama. Dengan memberikan kegiatan yang melibatkan motorik kasar

diharapkan bisa menyalurkan energi yang dimiliki siswa yang memasuki usia

puberitas dengan cara yang positif.

Dari hal ini bisa ditarik kesimpulan bahwa bentuk bullying yang

terjadi antar siswa Tuna Grahita sebenarnya karena tidak adanya kegiatan

positif dan pengawasan yang kurang pada saat jam istirahat berlangsung. Hal

ini ditengarai dengan faktor penyebab pertengkaran yang pada umunya hanya

karena hal yang sepele, seperti : bercanda yang kelewatan, berebut makanan

jajan ataupun saling mengejek antar siswa yang berakhir dengan bullying.

Maka dengan diterapkannya kegiatan memainkan alat musik bersama-sama

siswa menjadi fokus dengan alat musik masing-masing. tidak terfokus dengan

pertengkaran seperti yang terjadi sebelumnya. Pengawasan guru juga

berperan penting, karena dengan adanya guru yang hadir ditengah-tengah

mereka, siswa merasa diperhatikan dan diarahkan. Sehingga seperti sekarang

ini, jam istirahat memiliki nilai lebih dari sekedar istirahat untuk jajan

makanan saja. Tetapi bisa sebagai jembatan untuk menumbuhkan kecintaan

siswa dalam memainkan alat musik.

Memang perubahan yang didapat tidak bersifat otomatis (serta

merta), tetapi tetap harus mengalami proses yang berkesinambungan.

Pengulangan tiap hari dan penekanan-penekanan pada pembiasaan

kedisiplinan, bentuk komunikasi antar siswa yang sehat, penyampaian pesan

saat siswa merasa dekat dengan guru, menjadi bentuk penanganan komples

yang harus dijalani secara frekuentif.

Page 20: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

B. Harapan

Solusi yang dikembangkan dengan cara pendekatan secara persuasif,

memberikan bimbingan, pesan dan nasihat pada saat melakukan kegiatan

bermain alat musik diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada

siswa mengenai dampak bullying dengan lebih efektif. Meskipun bentuk

bullying belum bisa dihilangkan secara keseluruhan, tetapi penurunan angka

kejadian sudah signifikan.

Jenis kegiatan berupa memainkan alat music secara bersama-sama

juga diharapkan mampu menanamkan kecintaan siswa terhadap alat musik,

dimana pada tahap selanjutnya bisa dikembangkan pada taraf kegiatan ekstra

kulikuler musik untuk pengembangan bakat siswa.

Komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa lebih intens

untuk mengevaluasi perkembangan siswa dalam pergaulan sehari-hari. Apa

yang diterapkan disekolah diharapkan pihak orang tua siswa juga ikut

memantau perkembangannya di rumah.

Dengan berkurangnya angka kejadian bullying di sekolah, maka

program sekolah untuk mewujudkan slogan “school is fun” diharapkan bisa

terwujud secara optimal. Lingkungan yang nyaman dan aman untuk siswa

bermain, belajar, tumbuh dan berkembang. Kondisi sekolah yang kondusif

untuk belajar siswa dengan lengkapnya sarana dan prasarana sekolah yang

terjaga dengan baik.

Page 21: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. (2011). Pengertian Makna Pendidikan Karakter Sekolah.

Posted on 29 Juni 2011

Banoe, Pono : Kamus Musik. Kanisius, Yogyakarta, 2003.

Hallahan, Daniel P & Kaufffman, James M, (1986). Exseptional children

introduction to special education, New Jersey : Prentice Hall International Inc,

Englewood Cliffs

Mumpuniarti. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental,

Yogyakarta : Kanwa Publiser.

Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Astati. (1996). Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita

Dewasa. Bandung : Depdikbud.

Mack, Dieter : Sejarah Musik Jilid 4. Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2007

Nana Sudjana & Ibrahim. (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:

Sinar Baru Algesindo.

Nasution. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Prier, Karl-Edmund : Kamus Musik. Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2011

Soemarjadi. dkk. (1996) Pendidikan Keterampilan. Jakarta: Depdikbud.

Suharsimi Arikunto. (2005). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 22: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

Sudjatmiko. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas

Supratiknya. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius

Suprayekti. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.

Sutjiharti Soemantri. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika

Aditama.

Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

W.J S Poerwadarminta. (1976). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Zuchdi. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gramedia.

Page 23: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK

LAMPIRAN

Page 24: MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH  UNTUK  KEGIATAN BERMAIN MUSIK