Menghitung Kerugian Negara Dalam Tidak Pidana Korupsi
-
Upload
saputra-patwast -
Category
Documents
-
view
160 -
download
0
description
Transcript of Menghitung Kerugian Negara Dalam Tidak Pidana Korupsi
MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM TIDAK PIDANA KORUPSI
MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM TIDAK PIDANA KORUPSI
oleh : Yusuf Sofyan
(disampaikan dalam pelatihan Penyidik TIPIKOR Polda Jatim 2011)
Arti Kerugian Negara
Menurut UU No. 1tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, pada
pasal 1 ayat (2) berbunyi :
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi,
Kerugian Negara menurutPasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20
tahun 2001 adalah : “ Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
Theodorus M. Tuanakota merumuskan setidaknya ada 5 konsep atau
metode penghitungan kerugian negara, antara lain :
1. Kerugian Keseluruhan (total loss) dengan beberapa penyesuaian
2. Selisih antara harga kontrak dengan harga pokok pembelian atau
harga pokok produksi
3. Selisih antara harga kontrak dengan harga atau nilai pembanding
tertentu
4. Penerimaan yang menjadi hak negara tapi tidak disetorkan ke kas
negara
5. pengeluaran yang tidak sesuai dengan anggaran, digunakan untuk
kepentingan pribadi atau pihak-pihak tertentu.
Selama ini belum ada pembakuan maupun rumusan yang bisa dipakai
dalam menghitung kerugian negara, pembakuan atas cara menghitung
kerugian negara menurut pendapat kami akan menghilangkan unsur
flesibilitas dan menghilangkan pemikiran kreatip para akuntan,
mengingat modus dalam tindak pidana korupsi yang melibatkan
kerugian negara semakin berkembang dan bervariasi.
Menurut Theodorus M. Tuanakota, Kerugian Negara dapat dipetakan
dalam Pohon Kerugian Negara atau disebut R.E.A.L Tree yang
berisikan cabang kerugian negara berkenaan dengan Receipt
(penerimaan, Expenditure (Pengeluaran), Asset (Aset/kekayaan), Liability
(Kewajiban)
Modus Kerugian Negara menurut pohon kerugian negara tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
A. KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN ASET
1. Pengadaan Barang Dan Jasa
Bentuk kerugian Negara dari aktifitas pengadaan barang dan jasa
adalah :
o Markup untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai
dengan dokumen tender, kualitas dan kuantitasnya sudah
benar, akan tetapi harganya lebih mahal dibandingkan nilai
wajar.
o Harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas barang yang
dipasok dibawah persyaratan atau kuantitasnya kurang tidak
sesuai dengan kontrak.
o Syarat penyerahan barang lebih istimewa. Penyerahan
fleksible sehingga ada kerugian bunga.
o Kombinasi dari ketiganya.
2. Pelepasan Aset
Modus yang biasa terjadi untuk kegiatan pelepasan aset adalah :
o Penjualan aset yang didasarkan atas nilai buku dalam
laporan keuangan yang sudah diaudit. Konsep penetapan
dengan menggunakan nilai buku justru menyesatkan karena
nilai buku merupakan nilai perolehan aset dikurangi akumulasi
penyusutan, sementara metode penyusutan yang digunakan
dan sesuai dengan standar akuntansi adalah bentuk
kesepakatan manajemen seperti metode garis lurus atau
saldo menurun.
o Penjualan tanah dan bangunan “diatur” melalui NJOP dari
hasil kolusi dengan dengan pejabat terkait. NJOP dipakai
sebagai pembenaran nilai jual tanah dan bangunan yang
seakan-akan telah dilakukan dengan due proces.
o Tukar guling (ruislag) tanah dan bangunan milik negara
dengan tanah/bangunan atau aset lain. Oleh karena aset
ditukar dengan aset, maka potensi ketidak samaan nilai
pertukaran (exchange value) menjadi besar, dan susah untuk
diukur.
o Pelepasan hak negara untuk menagih. Seringkali negara
mempunyai hak tagih dari sebuah perikatan dengan pihak
lain atau karena dari hasil putusan pengadilan/lembaga lain
atau suatu tagihan yang harus diterma. Akan tetapi
terkadang dengan kewenangananya seorang pejabat
mengabaikan atau bahkan menghilangkan hak tagih
tersebut. Kerugian atas hak tagih tersebut tidak hanya
sebesat tottal loss akan tetapi bisa juga ditambah dengan
nilai denda atau bunga.
3. Pemanfaatan aset.
Yaitu dengan cara pemanfaatan aset milik pemerintah, BUMN,
BUMD atau lembaga negara lainnya yang tidak produktip yang
disebabkan karena salah beli atau salah urus. Aset-aset tersebut
dimanfaatkan oleh pihak ketiga akan tetapi tidak dengan cara beli
akan tetapi dengan cara menyewa atau kerjasama operasi atau
kemitraan strategis dll. Potensi kerugian negara bisa terjadi saat
pengelolaan aset tersebut tidak memberikan pendapatan yang
diharapkan karena alasan kerugian dalam kegiatan usaha. Bahkan
Negara ikut dalam menanggung kerugian dalam kerjasama
operasi, atau bahkan berpotensi untuk kehilangan aset karena turut
dijadikan jaminan kepada pihak ketiga.
4. Penempatan Aset
Tidak jarang perusahaan BUMN/BUMD yang merasa kelebihan
dana akan menempatkan dananya pada proyek investasi yang
terkadang tidak pernah dihitung antara reward dan risk nya, dan
bahkan kegiatan itu sengaja dilakukan untuk kepentingan pribadi
atau orang lain. Seperti penempatan dana ke dalam
pembentukan anak perusahaan baru atau kepada penyertaan
saham ke perusahaan lainnya. Penyelewengan dapat terjadi saat
penyertaan tersebut ternyata diberikan kepada sebuah usaha
yang jelas-2 tidak sesuai dengan core bisnisnya. Cara ini paling
banyak disukai, karena apabila dana tidak kembali mereka bisa
berdalih tidak merugikan negara karena itu merupakan business
loss.
5. Kredit Macet
Kredit yang diberikan oleh BUMN/BUMD dengan melanggar rambu-
rambu yang berpotensi untuk tidak kembali (macet) atau praktek
dalam pemberian dana bergulir untuk UMKM yang sarat dengan
kolusi dan tidak melalui prosedur yang benar sehingga dana
bergulir tersebut macet.
B. KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN KEWAJIBAN
Kerugian negara yang berkaitan dengan kewajiban dapat terjadi
karena hal-hal sebagai berikut :
1. Perikatan Pejabat Negara / BUMN yang dapat menimbulkan
kewajiban nyata. Biasanya ini bisa terjadi karena timbulnya sebuah
transaksi fiktip atau transaksi titipan yang menimbuklan tagihan yang
harus dibayar sebesar pokok dan bunganya.
2. Kewajiban tersembunyi, yaitu pejabat akan menyembunyikan
biaya-biaya ilegal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kedalan kewajiban (hutang) tahun berjalan yang belum jatuh tempo
kepada pihak yang masih berafiliasi, hal tersebut akan dapat
diketahui pada saat kewajiban tersebut dilakukan audit.
C. KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN PENERIMAAN
Penerimaan merupakan bagian dari Laporan Realisasi angaran yang
sarat dengan potensi penyelewengan antara lain :
1. Wajib bayar tidak disetorkan ke kas negara atao penyetorannya
sangat terlambat.
2. Penerimaan negara tidak disetor secara penuh,
karena terdapat dua aturan yang dipakai atau menggunakan
sistem tarip atas dan tarip bawah. (ontoh kasus pada kedutaan
RI di Malaysia atas biaya pengurusan dokumen keimigrasian)
3. Penyimpangan akibat adanya pengurangan/dispensasi oleh
pejabat yang berwenang.
D. KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN PENGELUARAN
Kerugian Negara yang berkenaan dengan kegiatan transaksi
pengeluaran dapat terjadi karena :
1. Kegiatan fiktif, bisa terjadi pada seorang bendahara dengan
pertanggungjawaban bon-bon fiktif atau kegiatan pryoyek
abal-abal yang telah diprogramkan dalam anggaran, biaya
dikeluarkan tetapi tidak pernah ada kegiatan.
2. Pengeluaran doble, seperti pengeluaran untuk kegiatan yang
sama telah dianggarkan dan dikeluarkan oleh
instansi/departeman lain tetapi juga dikeluarkan oleh
departemen yang bersangkutan. Contoh pengeluaran untuk
keamanan Pemilu.
3. Pengeluaran resmi, akan tetapi dilakukan dengan cepat,
misalnya pembayaran kepada kontraktor sebelum pekerjaan
selesai.
POLA PENGHITUNGAN KERUGIAN NEGARA
Dalam menghitung kerugian negara, seorang akuntan tidak hanya
menggunakan metode-metode akuntansi sesuai dengan standar
akuntansi, akan tetapi dituntut untuk menggunakan kreativitas dan
pendekatan-pendekatan yang wajar yang dapat
dipertanggungjawabkan. Terkadang penggunaan metode akuntansi
sesuai standar akuntansi akan dirasa tidak cocok (contoh : metode
penyusutan).
1. Kerugian Total
Dalam metode ini seluruh jumlah jumlah yang dibayarkan dinyatakan
sebagai kerugian keuangan negara.
Sebagai contoh 1 : sebuah kasus yang melibatkan sebuah
depertemen dalam pengadaan Barang dengan cara import yang di
negara asalnya sudah tidak diproduksi lagi baik barang maupun suku
cadangnya. Dalam menghitung kerugian negara keseluruhan biaya
yang dikeluarkan untuk pembelian tersebut dihitung sebagai kerugian
negara, tanpa memperhitungkan nilai jual kembali barang tersebut.
Contoh 2 : kerugian negara yang timbul akibat adanya penerimaan
negara yang tidak disetor, kasus ini terjadi pada KBRI di Malaysia, yaitu
adanya penerapan tarip ganda bagi WNI yang mengurus surat2 di
KBRI yang pada akhirnya diketahui sebagian dari pendapatan
tersebut tidak disetorkan ke kas negara.
2. Kerugian Total dengan penyesuaian
Dalam metode ini jumlah kerugian negara dihitung dari nilai uang
yang diselewengkan atau uang yang telah dibelanjakan ditambah
dengan penyesuaian keatas biaya-biaya yang masih harus
dikeluarkan.
Contoh : adanya kasus pembangunan sebuah jembatan yang
pengerjaannya tidak sesuai dengan gambar teknis sehingga menurut
penelitian Jembatan tersebut sangat membahahayakan sehingga
harus dirobohkan, atas kasus tersebut kerugian negara adalah
sejumlah nilai pengadaan jembatan ditambah dengan biaya
pembongkaran dan pembersihan lokasi.
Contoh 2 : suatu pembangunan Gedung atau jembatan yang dibuat
tidak sesuai spesifikasi tektis, akan tetapi gedung / jembatan tersebut
tidak perlu dibongkar dan masih bisa dipergunakan secara aman
apabila dilakukan perawatan atau perbaikan.
Maka kerugian negara yang dapat dihutung adalah dengan
membandingkan selisih antara nilai realisasi (dalam kontrak) dengan
nilai sebenarnya sesuai spesifikasi (yang diselewengkan) ditambah
dengan biaya-biaya yang diperlukan untuk merawat / memperbaiki
gedung/jembatan sehingga keamanan terpenuhi.
3. Kerugian Bersih (Net Loss)
Yaitu metode perhitungan kerugian negara menggunakan kerugian
total dengan penyesuaian kebawah.
Contoh : Berdasarkan kasus pada kerugian total diatas, akan tetapi
barang yang dibeli tersebut masih mempunyai nilai dan dapat dijual
untuk mengurangi kerugian negara. Tentunya diperlukan tenaga ahli
sesuai bidangnya untuk menilai barang tersebut serta biaya-biaya
yang diperlukan dalam rangka penjualan.
4. Harga Wajar
Harga wajar adalah harga yang sebenarnya sesuai dengan
mekanisme pasar, atau harga barang pesanan sesuai dengan nilai
Harga pokok ditambah keuntungan. Akan tetapi tidak semua barang
dapat dengan mudah dihitung harga wajarnya.
Banyak kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia yang muncul akibat
dari transaksi yang menggunakan harga tidak wajar.
Dalam menghitung kerugian negara, harga wajar akan dipakai
sebagai pembanding dengan harga realisasi. Kerugian negara adalah
selisih dari harga wajarnya dengan harga realisasi.
Dalam pengadaan barang , kerugian dihitung dari selisih antara
harga wajar dengan harga realisasi
Dalam pelepasan aset berupa penjualan tunai, kerugian
dihitung dari selisih antara harga wajar dengan harga yang
diterima
Dalam pelepasan aset berupa tukar guling (ruislag), kerugian
negara merupakan selisih antara harga wajar dengan harga
pertukaran (exchange value). Metode ini juga digunakan untuk
semua pertukaran barang dengan barang lain atau pertukaran
barang dengan jasa.
Pembandingan harus dilakukan dengan dua atau lebih barang yang
sama sehingga pembandingannya sah (apples – to –
apples comparison)
Kalau penyidik dapat membuktikan bahwa harga dalam transaksi
“Tidak Wajar”, maka akuntan forensik akan menghitung berapa harga
wajarnya, dan itu bukan pekerjaan yang mudah.
Penentuan Harga wajar Akan sangat bergantung pada ada tidaknya
pembanding dari barang yang dinilai, harga pembanding ini harus
sama atau mendekati harga wajar tersebut. Untuk itu harga
pembanding harus memenuhi unsur arm’s lenght transaction
arm’s lenght transaction digunakan di pemerintah Amerika serikat
untuk menentukan nilai wajar, jika kriteria arm’s lenght
transaction tidak terpenuhi maka harga barang tersebut adalah
harga yang tidak wajar.
Kriteria arm’s lenght transaction antara lain :
1. Transaksi tidak dilakukan dengan para pihak yang
mempunyai hubungan istimewa (Sedarah semenda,
perusahaan dalam afiliasi, pihak yang mempunyai
kepentingan modal dll)
2. Mewakili kepentingan terbaik
3. Dalam kondisi nilai pasar yang wajar
4. Dilakukan dengan niat atau itikat yang baik. Kalau suatu
pengadaan barang dan jasa dalam perencanaan dan
prosesnya sudah terindikasi adanya kecurangan, maka
dikatakan pengadaan tersebut telah dipenuhi niat yang tidak
baik.
5. Dalam perjalanan bisnis yang normal. Yaitu tidak dalam
kondisi adanya monopoli atau adanya tata niaga yang
mengarah kepada praktik persaingan yang tidak sehat.
6. Pihak-pihak yang terkait mempunyai kepentingan yang
independen.
5. Harga Pokok
Selain harga pembanding dengan menggunakan apples-to-apples
comparison, perhitungan kerugian negara dapat menggunakan
pembanding Harga Pokok (HP) atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS),
akan tetapi cara pembandingan ini dinilai tidak fair, karena Harga
pokok bukanlah harga jual, masih harus ditambah taksiran prosentase
keuntungan yang diharapkan. Sementara keuntungan yang
diharapkan akan sangat berbeda antara barang satu dengan barang
yang lain antara pengusaha satu dengan pengusaha lain dan sangat
dipengaruhi juga oleh kondisi pasar.
6. Oportunity Cost
Cara penghitungan kerugian negara ini yaitu dengan
membandingkan harga realisasi dengan harga taksiran, yaitu nilai
pasar sekarang ditambah dengan biaya kesempatan yang
kemungkinan dapat diterima (oportunity cost)
Contoh : Suatu kasus pelepasan asset yang diduga mengandung
unsur tindak pidana korupsi karena prosesnya yang tidak sesuai
prosedur. Seorang pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
pelepasan aset tanah dan bangunan negara telah menjual kepada
seseorang dengan harga pasar pada saat itu. Akan tetapi penjualan
aset tersebut tidak didasari oleh suatu alasan yang tepat mengapa
aset tersebut dijual, dan mengapa set tersebut yang dipilih. Ternyata
meskipun aset tersebut dijual sesuai dengan harga pasar saat itu,
diketahui bahwa disekitar aset tersebut tahun depan akan
dibangun Mall terpadu yang perijinannya telah disetujui juga oleh
pejabat yang bertanggung jawab dalam pelepasan aset
tersebut. Pejabat dan pengusaha sadar dan tau bahwa tanah
tersebut di tahun depan harganya akan melonjak 2x lipat.
Dengan melihat Perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut
dapat diukur dengan membandingkan nilai realisasi dengan taksiran
nilai dimasa yang akan datang apabila Mall telah dibangun......
tentunya untuk menentukan taksiran nilai dimasa yang akan datang
tidaklah mudah. Yang dapat dilakukan dan dianggap paling
sederhana adalah dengan membuat nilai kenaikan tanah rata-rata
disekitar Mall dari kasus-kasus pembangunan mall di daerah lain....
sebakin banyak angaka pembanding yang akan dibuat rata-rata
maka akan lebih akurat nilai taksirannya.
SEKIAN TERIMA KASIH