MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK

107
MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK PEMBACAAN DZIKIR RATIBUL HADDAD DI PONDOK PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: BAIHAKI NIM: 1113034000061 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441H/2020M

Transcript of MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK

MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK

PEMBACAAN DZIKIR RATIBUL HADDAD DI PONDOK

PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

BAIHAKI

NIM: 1113034000061

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

1441H/2020M

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul MENGHIDUPKAN AL-QUR,AN MELALUI PRAKTIK PEMBACAAN RATIBUL HADDAD DI PONDOK PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 07 Agustus 2020

Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag

Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Abd. Muqsith, M.Ag

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.Ag NIP. 19710607 200501 1 002 NIP. 19690822 199703 1 002

Pembimbing,

Moh. Anwar Syarifuddin, MA NIP. 19720518 199803 1 003

MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK

PEMBACAAN DZIKIR RATIBUL HADDAD DI PONDOK

PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

BAIHAKI

NIM. 1113034000061

Pembimbing:

Muh. Anwar Syarifuddin, MA

NIP. 197205181998031003

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2020 M

i

ABSTRAK

BAIHAKI, NIM 1113034000061

Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Praktik Pembacaan Ratibul

Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahaman

Skripsi ini membahas tentang praktik pembacaan dzikir Ratib al-

Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang. Praktik ini

didasarkan pada perintah berdzikir yang ada di dalam al-Qur’an. Ratibul

Haddad merupakan salah satu kumpulan bacaan dzikir (Ratib) yang

sebagian isinya adalah ayat-ayat al-Qur’an baik dalam bentuk ayat-ayat

perlindungan yang paling sering dibaca di samping doa-doa dan juga

shalawat, tahlil, tahmid, dan takbir, serta istighfar. Melalui penelitian

kualitatif, penulis mencoba untuk mendeskripsikan kegiatan pembacaan

Ratibul Haddad di pesantren Mumtaz Ibadurrahman ini. Pembacaan Dzikir

Ratibul Haddad di pesantren Mumtaz Ibadurrahman menjadi salah satu

upaya untuk menghidupkan al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan

pesantren. Kegiatan pembacaan inipun memiliki manfaat baik bagi para

santri, maupun juga institusi pesantren, seperti juga diakui dalam

pemahaman para ustadz dan pengasuh pesantren. Dengan membaca dzikir

Ratibul Haddad yang sebagiannya merupakan ayat-ayat al-Qur’an dan

surah-surah pilihan dapat menjadikan hati para pembacanya lepas dari

kegelisahaan dan problem hidup, yang pada gilirannya memberi dampak

positif bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Kata kunci : Living Qur’an, Ratibul Haddad.

ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan ke

hadirat Ilahi atas rahmat dan hidayat-Nya serta inayah-Nya yang selalu

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Praktik Pembacaan Dzikir Ratibul

Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahaman”

Ṣhalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad Saw,

yang telah banyak memberi pengajaran dan pelajaran agar manusia berada

di jalan yang benar dan lurus dan senantiasa berada dalam keadaan nyaman

dan juga selamat. Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya

dengan limpahan karunia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan sebaik-baiknya. Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang

penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, al-ḥamdulillāh dapat teratasi

berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, MA, selaku

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para

pembantu Dekan.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH, selaku Sekretaris Jurusan

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

4. Bapak Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA, Selaku dosen pembimbing

akademik.

iii

5. Bapak Muh. Anwar Syarifuddin, MA, selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu memberikan Arahan kepada penulis, bersabar memberikan

ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di bawah bimbingannya.

Juga melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, sehingga penulis ada gairah

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhususnya jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar dalam mendidik

saya selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.

7. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda H. Marta dan ibunda Hj. Siti

Rofiqoh, yang telah mengarahkan, dengan penuh kasih sayang tanpa

pamrih, dan tak bosan dalam memberikan dukungan moral maupun

materil, serta do’a dan semangat untuk saya.

8. Serta Istriku tercinta Vidya Nurfadhillah, S.Ked yang telah membantu

dan tidak bosan memberikan semangat dan doanya untuk saya. Lalu

Kakakku Firdaus Silahla, ST., dan Baidillah tercinta, dan keluarga besar

yang tidak bosan-bosannya menyemangati dan mendo’akan saya.

9. Dan seluruh sahabat-sahabat yang telah memberikan support serta

doanya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. terutama Muhammad

Faqih Ansori, S.S.I, Adam Febriansyah,SE, Muhammad Rusdi,

Muhammad Idris Alimuddin, S.Ag.

10. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman, karna sudah mengizinkan

saya melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir saya.

Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu

mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar

senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan yang

iv

setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya penulis ini senantiasa

dapat memberikan wawasan mengnai Qur’an dan bermanfaat bagi

semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin ya rabb.

Ciputat, 4 Juli 2020

Hormat saya

Penulis

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan

bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

R.I. Nomor:158 Tahun1987 dan Nomer: 0543b/U/1987.

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak di lambangkan Tidak di lambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ṡ Es dengan titik di atas ث

J Je ج

Ḥ Ha dengan titik di bawah ح

Kh Ka dan Ha خ

D De د

Ż Zet dengan titik di atas ذ

vi

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

Ṣ Es dengan titik di bawah ص

Ḍ De dengan titik di bawah ض

Ṭ Te dengan titik di bawah ط

Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ

ʻ_ Apostrof terbaik ع

G Ge غ

F Ef ف

Q Qi ق

vii

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ’_ ء

Y Ye ي

2. Vocal

Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vocal tunggal dan vocal rangkap,

transliterasi vocal tunggal sebagai berikut:

TandaVokal Vokal Latin Keterangan

A Fathah ا

viii

I Kasrah ا

U Ḍammah ا

Brikut ini adalah vokal rangkap berupa gabungan antara harakat dan

hurup.

TandaVokal Vokal Latin Keterangan

ـي Ai a dan i

ـو Au a dan u

3. Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang bahasa arab dilambangkan dengan

harkat dan huruf, yaitu:

TandaVokal Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan topi di atas ا

Ī i dengan topi di atas ا

ix

Ū u dengan topi di atas ا

4. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan huruf ال dialih aksara menjadi

‘I’ baik di sandangkan dalam huruf syamsiyah maupun di sandangkan

dengan huruf qamariyah. Contoh: al-ẓikr bukan az-ẓikr.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau Tasydīd dalam sistem tulisan arab dilambangkan

dengan sebuat tanda Tasydīd ( ), dalam translit ini dilambangkan dengan

perulangan huruf (konsonan ganda) yang di beri tanda Tasydīd. Contoh: رب نا

: rabbanā ينا al-ḥaqq :الحق najjaīnā :نج

6. Cara penulisan kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara

terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan

diatas:

ن ن ن زالن االذ كر Innā naḥnu nazzalnā al-żikra إ نا

ك م ب ه اٱلناب يون Yaḥkumubihā al-nabiyyūna ي

Istuḥfiẓū ٱست حف ظ وا

x

7. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Swt. Subḥanahu wa ta‘ālā

Saw. Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam

QS. Quran Surat

M Masehi

H Hijriah

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Identifikasi,Pembatasan Masalah dan Perumus Masalah ..... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 7

D. Tinjauan Pustaka .................................................................. 9

E. Metodelogi Penelitian .......................................................... 11

F. Sistematika Penelitian .......................................................... 16

BAB II GAMBARAN UMUM PEMBACAAN RATIBUL

HADDAD SEBAGAI BAGIAN LIVING QUR’AN

A. Definisi Living Qur’an ..................................................... 19

B. Sejarah Penulisan Ratibul Haddad .................................... 20

C. Tafsir Makna Ayat-ayat yang dibacakan dalam

Ratibul Haddad ................................................................. 22

BAB III PROFIL PONDOK PESANTREN MUMTAZ

IBADURRAHMAN TANGERANG

A. Sejarah Pendirian Pondok Pesantren ................................ 49

B. Biografi KH. Ahmad Ihsan Sebagai pendiri Pondok

Pesantren ........................................................................... 52

C. Peta Geografis Pondok Pesantren ..................................... 54

D. Cakupan Lembaga Pendidikan yang berada

xii

di Pondok Pesantren ......................................................... 56

E. Visi, Misi, dan Program Kegiatan Pondok Pesantren ....... 60

F. Biografi Singkat Narasumber dan Responden .................. 64

BAB IV PRAKTEK DAN MANFAAT PEMBACAAN DZIKIR

RATIBUL HADDAD DI PONPES MUMTAZ

IBADURRAHMAN

A. Silsilah Sanad Ijazah Ratibul Haddad

Pesantren Mumtaz Ibadurrahman ..................................... 67

B. Praktek Pembacaan Dzikir Ratibul Haddad ..................... 69

C. Tujuan dan Manfaat Pembacaan Ratibul Haddad

Para Asatidz ...................................................................... 73

D. Manfaat Pembacaan Ratibul Haddad bagi Santri ............. 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 83

B. Saran-saran ....................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam lintasan Islam, praktek memperlakukan al-Qur’an atau unit-unit

tertentu dari al-Qur’an sehingga bermakna dalam kehidupan praksis umat

pada dasarnya sudah terjadi ketika era Nabi Muhammad SAW. Menurut

riwayat, Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surat

al-Fatihah, atau menolak sihir dengan al-Mu'awwizatain. Hal ini

menandakan bahwa al-Qur’an diperlakukan sebagai pemangku fungsi di

luar kapasitasnya sebagai teks. Sebab secara semantis surat al-Fatihah tidak

memiliki kaitan dengan soal penyakit, tetapi digunakan untuk fungsi di luar

makna semantisnya. Maka sudah barang tentu apa yang pernah dilakukan

oleh Nabi ini tentu bergulir sampai generasi-generasi berikutnya.1

Studi al-Qur’an sebagai sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang

terkait langsung atau tidak langsung ini, khususnya dalam konteks

penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran

al-Qur’an di sebuah komunitas muslim tertentu, sering dikenal dengan

istilah Living Qur’an yang menitikberatkan terhadap penggunaan Qur’an in

Everyday Life.2

Berinteraksi dengan al-Qur’an merupakan salah satu pengalaman

beragama yang berharga yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan

seorang muslim, karena al-Qur’an merupakan firman Allah SAW. Yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang memiliki keutamaan:

diriwayatkan secara mutawatir, membacanya adalah ibadah, dijadikan

1 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH-Press,

2007), 3. 2 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an dan Hadits, 5.

2

objek tantangan bagi orang-orang kafir yang pandai berbahasa Arab untuk

menandingi walaupun seperti surah terpendek dari Al-Qur’an.3 Interaksi

muslim dengan al-Qur’an biasanya dimulai dengan belajar membaca al-

Qur’an, kemudian ia dapat membaca al-Qur’an baik dilakukan sendiri-

sendiri dan kadang kala dilakukan bersama-sama, bahkan ada individu atau

kelompok yang menghususkan membaca al-Qur’an pada waktu tertentu dan

pada tempat-tempat tertentu misalnya pada malam jumat tengah malam di

serambi masjid atau di makan tokoh tertentu, seperti makam sunan kali jaga,

dan menghatamkan pembacaan al-Qur’an di makam Kyai Kholil Bangkalan

Madura, dan ada juga kelompok yang membaca surat tertentu dalam al-

Qur’an pada waktu tertentu, misalnya membaca Surat Yasin pada malam

jumat.4 Maka hal ini patut digali informasi tentang latar belakang, motifasi,

obsesi, harapan, dan tujuannya.

Manusia sebagai makhluk sosial tak bisa lepas dari kegelisahaan

terutama pada era sekarang ini, problem hidup sangat dirasakan di mana-

mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat, tetapi juga karena

meningkatnya kekerasan, perpecahaan,dan kerusakan. Maka sebagai umat

beragama hal yang utama di lakukan dalam mengadapi hal ini adalah

kembali mengingat tuhan, dalam islam hal ini dikenal dengan istilah dzikir.

dzikir merupakan salah satu ajaran pokok islam karena Allah menciptakan

jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah Swt berfirman:

QS.Adz-Dzariyat[51]:56.

نس إل لي عبدون ٥٦وما خلقت ٱلن وٱل56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.

3 Ibrahim ad-deed, Be a Living Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h.43. 4 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an dan Hadits, h. 15.

3

Ayat di atas menjelaskan bahwa mengingat Allah merupakan tugas

pokok manusia, terutama dzikir merupakan hal yang sangat baik dilakukan

dalam segala kondisi, berdiri, duduk atau berbaring, di manapun, dan dalam

kondisi bagai manapun. kecuali ketika berada di dalam tempat yang

diharamkan sebagai mana Firman Allah dalam QS.An-Nisaa[4]:103.

تم ٱلصلوة فٱذكروا ٱلل قيم ننتم فأقيموا ٱلصلوة إن فإذا جنوبكم وعلى وق عودا افإذا قضي ٱطمأ

ب ١٠٣ وقوتام اٱلصلوة كانت على ٱلمؤمنين كت103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di

waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila

kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman.

Kata dzikir dalam berbagai bentuknya di temukan dalam al-Qur’an tidak

kurang dari 280 kali.5 Hal ini menandakan bahwa dzikir tidak dapat

dipisahkan dengan al-Qur’an. Terutama Allah SWT menegaskan dalam

Surah Al-Hijr Ayat 9 bahwa nama lain dari Al-Qur’an adalah adz-Dzikr6

لحا ن نحز كرح ٱإنا نح لذ فظونح ۥوإنا لح ٩ لححح9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al Quran), dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

Di Indonesia banyak berkembang bermacam-macam susunan dzikir,

salah satu dari dzikir yang tidak bisa dipisahkan dari Al-Qur’an adalah

Ratib, karena Ratib merupakan himpunan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an

5 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan Doa, (Tangerang: Lentera

Hati, 2018), 2. 6 Ibrahim ad-deed, Be a Living Qur’an, 44.

4

dan untaian kalimat-kalimat zikir yang lazim diwiridkan atau diucapkan

berulang-ulang, sebagai suatu ibadah mendekatkan diri kepada Allah.7

Ratib Al-Haddad merupakan ratib yang sangat popular dan banyak

dibaca oleh kaum muslimin di kalangan pesantren dan majlis-majlis dzikir

di Indonesia, Ratib Al-Haddad yang merupakan kumpulan ratib yang di

susun oleh Al-‘Arifbillah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.8 Al-

‘Arifbillah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad terkenal sebgai seorang

waliyullah, di negrinya sendiri (Hadhralmaut) dan negeri-negeri sekitarnya.

Pada masa hidupnya, banyak kaum Muslimin yang minta kepada beliau

agar diberi bacaan untuk menjaga keselamatan hidup sehari-hari dari

gangguan golongan yang ingin merusak aqidah.9

Susunan dan jenis kalimat dalam Ratib al-Haddad tidak jauh berbeda

dengan dzikir-dzikir lainnya, seperti Ratib Al-Attas, Ratib Al-Kubra, Dzikir

Ghofilin dan lain-lainnya. Setiap dzikir yang ada pada ratib ini semuanya

bersandar pada nash-nash al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW,

sehingga tidak ada keraguan lagi bagi setiap orang yang akan

mengamalkannya, sebab dengan mengamalakan ratib ini secara istiqomah

seseorang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar baik itu dari

segi duniawi maupun ukhrawi. Terutama untuk ketenangan hati karenga

menyebut-nyebut nama Allah dan merenungkan kuasa, sifat, dan perbuatan,

serta nikmat-nikmatNya menghasilkan ketenangan batin. Allah Swt

menegaskan dalam QS.Ar-Ra’d[13]:28.

ينح ٱ ئن قلوبهم بذكر ل تحطمح نوا وح ه ٱءحامح لح بذكر للح ٱأ ئن لل ٢٨ لقلوب ٱتحطمح

7 H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini, Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad, (Bandung:

Pustaka Hidayah, 2016), 7. 8 H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini, Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad, 7. 9 H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini, Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad, 8.

5

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram.

Maksud ayat di atas bahwa orang-orang yang mendapat petunjuk

Ilahi dan kembali menerima tuntunanNya dan yang selalu akan berbahagia

adalah mereka orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi

tenteram ketentraman yang bersemi di dada mereka itu disebabkan karena

Dzikrullah.10 Dzikir atau doa apabila dibaca secara rutin dan telah menjadi

bagian yang tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari, manfaat dan

keberkahannya akan banyak dirasakan dibandingkan apabila suatu dzikir

hanya dibaca sekali atau dua kali atau hanya ketika dibutuhkan saja.

Bagaikan senjata yang selalu diasah secara teratur, dzikir yang dibaca secara

istiqomah akan menjadi “tajam” dan siap digunakan kapan saja.11 Firman

Allah dalam QS.Al-Ahzab[33]:41-43.

ي ها ٱلذين ءامنوا ٱذكروا ٱلل ذكر هو ٱلذي يصل ي ٤٢ وأصيل وسب حوه بكرة ٤١ كثيرا ايأت إل ٱلنور وكان بٱلمؤمنين رحيم ٤٣ اعليكم وملأئكتهۥ ليخرجكم م ن ٱلظلم

41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)

Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.

42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.

43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya

(memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari

kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang

kepada orang-orang yang beriman.

Dari uraian-uraian yang dikuatkan oleh teks al-Qur’an, akan muncul

pertanyan dalam hati mengapa banyak manusia punya potensi yang sangat

istimewa apabila mereka sering melakukan dzikrullah. Dan setelah itu juga

muncul pertanyaan mengapa banyak orang yang telah melakukan aktifitas

10 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan Doa, 120. 11 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan Doa, 122.

6

ini, namun prilakunya masih belum mencerminkan manusia yang dapat

cahaya Allah atau sehat mentalnya.

Di kota Tangerang dzikir Rotib Al-haddad telah banyak diamalkan oleh

beberapa lembaga baik di lingkungan mushalah, masjid, majlis ta’lim dan

pondok pesantren. Pondok pesantren Mumtaz Ibadurrahamn merupakan

salah satu pondok pesantren yang menerapakan pembacaan Rotib Al-

haddad secara rutin kepada santrinya. Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman merupakan salah satu pesantren yang berasaskan

ahlussunnah wal jamaah, yang terletak di Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. Masjid

Kel. Kenanga Kec. Cipondoh Kota Tangerang Banten. Nama

“Ibadurrahman” terinspirasi dari surat Al-furqon ayat 63 yang berarti

‘hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih‘. Melalui jalan tabarukan

terhadap al-Qur’an ini, Ibadurrahman berharap dapat melahirkan generasi

Muslim Qur’ani yang mampu mengembangkan nilai-nilai Islam di tengah

masyarakat. Lembaga ini didirikan oleh Drs. KH. Ahmad Ihsan bin H.

Syaiin dengan Akta Notaris No. 21 Tanggal 21 Juli 2001 dan berubah

menjadi Yayasan Mumtaz Ibadurrahman dengan Akta No. 31 Tanggal 31

Januari 2012.

Sejarah Rotib Al-Haddad pertama kali di dawamkan oleh santri di

pondok pesantren Mummtaz Ibadurrahaman, pada bulan Mei tahun 2003

M / Robi’ul Awwal 1424 H. Dzikir ini diijazahkan oleh seorang ulama dari

Bogor Al-Habib Ahmad pimpinan pondok pesantren Daarul Aytam Bogor

kepada Drs. KH. Ahmad Ihsan (Alm), KH. Muhammad Rusdy BA, dan KH.

Nur Sadar pada tahun 2003 dan sekaligus dibacakan rutin pada setiap hari

setelah melaksanakan ibadah sholat fardhu Isya’ secara berjamaah dan

rutin.

7

Maka dari hal di atas penelitian ini akan melihat bagaimana fenomena

Living Qur’an pada Dzikir Rotib Al-Haddad di PONPES Mummtaz

Ibadurrahman. Dengan demikian penelitian ini di beri judul.

“MENGHIDUPKAN AL-QURAN MELALUI PRAKTIK

PEMBACAAN DZIKIR ROTIBUL HADDAD DI PONDOK

PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat

diidentifikasian masalah sebagai berikut:

a. Pandangan ulama’ terhadap dzikir Rotib al-Haddad

b. Pengetahuan masyarakat akan dzikir Rotib al-Haddad

c. Manfaat mengamalkan dzikir Rotib al-Haddad

d. Praktik pembacaan Rotib al-Haddad di pondok pesantren

Dari keempat poin di atas, penulis tidak akan mengambil semuanya untuk

dibahas. Penulis hanya menfokuskan pada poin ‘D’ saja, yaitu Praktik

pembacaan Rotib al-Haddad.

Berdasarkan batasan masalah, maka pertanyaan besar dari penelitian ini

adalah bagaimana praktik pembacaan Rotib al-Haddad di pondok

pesantren Mumtaz Ibadurrahman?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengatahui bagaimana isi dari dzikir Ratib Al-Haddad dan

adab serta tata cara pelaksanaan pembacaan dzikir Ratib Al-Haddad

di pondok pesantren mummtaz ibadurrahaman.

8

b. Untuk mengetahui bagai mana pembacaan dzikir Ratib Al-Haddad di

pondok pesantren mummtaz ibadurrahaman.

c. Untuk menegetahui Apa sajakah keistimewaan dari Ratib Al-Haddad

dalam perspektif al-Quran.

d. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan Santri,Wali santri,

Pengurus dan Pengasuh di Ponpes Mummtaz Ibadurrahman tentang

Ratib Al-Haddad.

e. Untuk mengetahui Apa pengaruh pembacaan Ratib Al-Haddad bagi

santri Ponpes Mumtaz Ibadurrahman.

2. Kegunaan penelitian

a. Secara teoritis

Diharapakan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam

disiplin ilmu al-Qur’an, dawah, tasawuf, konseling agama serta dapat

menjadi panduan dan bahan penelitian bagi peneliti yang lebih dalam

untuk memperoleh kesejahtraan.

b. Secara praktis

Penelitian ini mengharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak:

1. Bagi Santri,Wali santri, di Ponpes Mummtaz Ibadurrahman untuk

lebih dalam memahami dzkir Ratib Al- Haddad.

2. Bagi pengurus dan pengasuh pondok pesantren Mumtaz

Ibadurrahman sebagai tolak ukur keberhasilan dzikir untuk

mendekatkan diri kepada Allah Saw.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengatahuan penulis sehingga

dapat mengembangkanya dengan lebih luas baik secara teoritis

maupun praktis.

9

D. Tinjauan Pustaka

Tinjuan pustaka merupakan uraian singkat tentang hasil penelitian dari

hasil penelitian yang telah di lakukan sebelumnya yang ada relevansi

dengan judul penelitian ini. Teradapat beberapa karya (skripsi, tesis, buku,

jurnal, dan makalah) yang berkaitan dengan tema yang peneliti kaji, oleh

karena itu fungsi tinjuan pustaka guna menunjau prihal apa yang telah

akademisi teliti dan menghindari duplikasi dari apa yang telah mereka teliti.

Adapun berbagai karya yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut

diantaranya, yaitu:

Ahmad Atabik. “The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfidz Al-Qur’an

di Nusantara.” dijelaskan tentang budaya tahfidz al-Qur’an di Indonesia

yang mulanya berasal dari pesantren, Hal ini. Menurutnya karena memulai

munculnya kesadaran masyarakat muslim tentang pentingnya menghafal

ayat-ayat al-Qur’an, untuk kemudian selanjutnya memahami isinya, Dan

satu hal yang menurutnya memotivasi masyarakat muslim untuk menghapal

al-Quran adalah agar mendapat berkah dari al-Qur’an.12

Sri Utami, skripsi ini mengkaji masalah tentang “Pengaruh Dzikir Ratib

Al-Haddad Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat Korban Gempa (Studi

Kasus Majlis Dzikir Al-Ghifari Bengkulu)”, hanya saja penjelasan

mengenai pengertian kesehatan mental, korban gempa dalam skripsi

tersebut hanya selembar dan tidak dibahas lebih lanjut.13

12 Ahmad Atabik, “The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfidz Al-Qur’an di

Nusantara.” Jurnal Ilmiah ADDIN Vol. 2 No. 2 Juli – Desember 2010. 13 Skripsi Sri Utami, Penggaruh Dzikir Ratib Al-Haddad Terhadap Kesehatan Mental

Masyarakat Korban Gempa (Studi Kasus Majlis Dzikir Al-Ghifari Bengkulu), (Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010).

10

Mamay Maesaroh, skripsi ini mengkaji masalah tentang Itensitas Dzikir

Ratib Al-Haddad dan Kecerdasan Spiritual Santri Dalam skripsinya,

Mamay Maesaroh hanya menjelaskan penjelasan singkat tentang

kecerdasan spiritual santri, dan pengaruh intensitas dzikir Ratib Al-Haddad

terhadap kecerdasan spiritual pondok pesantren Mathla’unnajah Ujung jaya

sumedang.14

Ali Sodirin, skripsi ini mengkaji masalah tentang “Praktik Pembacaan

Ratib Al-Hadad Di Jam’iyah Eling Nurul Huda Pondok Pesantren Darul

Hikam Desa Gandasuli Kec. Brebes (Studi Living Hadis)”. Skripsi ini livng

hadist, bedanya dengan penelitian yang hendak penulis teliti disini dari segi

tema dan lokasi penelitian.15

Uswatun Hasanah, dengan judul skripsi “Studi Terhadap Tujuan

Membaca Al-Qur’an Masyarakat Dusun Sukorejo Desa Kentang

Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah”, Dalam judul

tersebut, dijelaskan tentang beragam tujuan membaca Al-Qur’an bagi

masyarakat Dusun Sukarejo, antara lain: 1) Sebagai ibadah; 2) Sebagai

media pengobatan; 3) Sebagai wirid; 4) Jimat; 5) Mahabbah.16

Didik Andriawan, Judul ini mengkaji tentang “Penggunaan Ayat Al-

Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi Living Qur’an pada pengobatanPraktek

Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa

14 Mamay Maesaroh, PENGARUH INTENSITAS DZIKIR RATIB AL-HADDAD

TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL SANTRI(Penelitian di Pondok Pesantren

Mathla’unnajah Ujungjaya Sumedang, (Bandung: UIN Sunan Gunung Jati, 2018). 15 Skripsi Ali Sodirin, Praktik Pembacaan Ratib Al-Hadad Di Jam’iyah Eling Nurul

Huda Pondok Pesantren Darul Hikam Desa Gandasuli Kec. Brebes (Studi Living Hadis),

(Semarang: UIN Walisongo, 2018). 16 Skripsi Uswatun Hasanah, “Studi Terhadap Tujuan Membaca Al-Qur’an Masyarakat

Dusun Sukorejo Desa Kentang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah’’

(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).

11

Pakuncen, Kecamatan Patianrowo.Kabupaten Ngajuk)”. Didik Andriawan

dalam skripsi tersebut menjelaskan bahwa dalam praktek pengobatan yang

di lakukan Dr.Komari Safulloh di gunakan Surat-surat atau Ayat-ayat

tertentu di dalam Al-Qur’an, Seperti Surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas, surat

al-Falaq, surat an-Nas, surat al-Baqoarah:225, surat an-Naml:30, surat al-

Shaffat:79-80, dan beberapa ayat lainnya dalam al-Qur’an, yang sering kali

tidak kaitan antar ma’na ayat dengan penyakit yang diobatinya. Semua yang

dilakukannya bersasarkan intuisi serta keyakinan terhadap ayat-ayat

tersebut.17

Setelah diperhatikan menurut objek dan kajiannya, dari karya tulis

ilmiah di atas, tidak terdapat kesamaan dalam materi penelitiannya. Dalam

penelitian ini penulis memfokuskan mengenai menghidupkan Al-Qur’an

dengan pembacaan dzkir Ratib Al-Haddad yang rutin dibaca oleh santri

ponpes Mumtaz Ibadurrahman.

E. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan pada penulisan penelitian living Qur’an

adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research),

yakni penelitian yang berbasis data-data lapangan terkait dengan subjek

penelitian ini. Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif

kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pendekatan etnografi adalah

pendekatan yang dilakukan untuk mendeskripsikan budaya atau aspek-

17 Skripsi Didik Andriawan “Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi

Living Qur’an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan

Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk).” (Yogyakarta:

UIN Yogyakarta, 2013)

12

aspeknya. Secara operasional pendekatan etnografi ini, penulis gunakan

dalam penelitian untuk mengungkapkan dan menemukan bagaiman

pandangan dan pemaknaan dari para pelaku tradisi pembacaan Ratib Al-

Haddad yang mencakup para santri Ponpes Mumtaz Ibadurrahman, para

pengurus dan pengasuh Ponpes Mumtaz Ibadurrahman.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman yang merupakan lembaga pendidikan keagamaan di Jl. KH.

Hasyim Ashari Gg. Masjid Kel. Kenanga Kec. Cipondoh Kota Tangerang

Banten. Sedangkan waktu penelitian lapangan akan dilakukan mulai

tanggal 01 Maret 2020 hingga 30 April 2020.

3. Subjek Penelitian dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang penulis gunakan adalah

Direktur Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman, dalam hal ini adalah

KH. Muhammad Rusydi, BA Pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman, Ustadz Faiz dzuddaroin, M. Pd, dan Ustadz Ridho Abdul

Fattah, LC selaku Pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.

Subjek penelitian di sini juga sekaligus sebagai sumber data dan informan.

Selanjutnya, santri Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman yang sedang

menempuh pendidikan SMP dan SMA Untuk penggalian informasi dari

subyek penelitian tersebut, penulis melakukan wawancara.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data-data yang digunakan berdasarkan pada dua

macam sumber data.

13

a. Sumber Data Primer

Yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang memuat

informasi atau data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini data primernya

adalah observasi di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman dan

wawancara dengan direktur Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.

Berikutnya, adalah observasi dan wawancara dengan para santri dan jajaran

pengurus di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Jikalau ada

beberapa informasi terkait yang perlu dilacak, maka penulis akan

melakukan wawancara dengan informan tersebut berdasarkan rekomendari

dari informan sebelumnya.

b. Sumber Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli yang memuat

informasi atau data yang dibutuhkan. Data sekunder ini diperoleh dari

pihak-pihak lain yang tidak langsung seperti data dokumentasi dan data

lapangan dari arsip yang dianggap penting. Sebagai data sekunder dalam

penelitian ini adalah data dokumentasi, arsip-arsip dan data administrasi

santri Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Begitupun majalah-

majalah atau buku-buku yang konten informasinya berkaitan dengan

penelitian ini, menjadi data tambahan yang sangat bermanfaat.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan penelitian ini, maka

teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Kegiatan mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari

jawab, mencari bukti terhadap fenomena social-keagamaan selama

14

beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan

mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data

analisis. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi partisipan

dan non partisipan. Adapun yang dimaksud observasi partisipan adalah

observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau

berlangsungnya peristiwa. Sedangkan observasi non partisipan yaitu

pengamatan yang dilakukan oleh observer tidak pada saat berlangsungnya

suatu peristiwa yang akan diteliti.

Observasi partisipan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini

berlokasi di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Selain untuk

memperoleh informasi tentang profil Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman. Pada observasi ini penulis lebih menekankan untuk

menggali informasi terkait kegiatan-kegiatan keseharian santri. Dengan

ikut serta dalam kehidupan keseharian santri, penulis bisa menggaili

informasi dengan mengamati prosesi pembacaan Ratib Al-Haddad secara

mendalam. Adapun observasi non partisipan dalam penelitian ini, penulis

akan melakukan pengamatan terhadap dokumen dan arsip pondok

pesantren. Begitu juga dengan buku-buku atau kitab-kitab yang menjadi

rujukan dalam pelaksanaan tradisi pembacaan surat Ratib Al-Haddad di

Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.

b. Metode Wawancara

Adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan dengan

tujuan memperoleh informasi. Sebagai salah satu cara mendapatkan

informasi terkait dengan penelitian dengan memberikan beberapa

pertanyaan untuk memperoleh jawaban. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan wawancara metode etnografi yaitu wawancara yang

menggambarkan sebuah percakapan persahabatan.

15

Metode ini memungkinkan seorang peneliti mewancarai orang tanpa

kesadaran orang-orang itu dengan cara sekedar melakukan percakapan

biasa, namun memasukkan beberapa pertanyaan di dalamnya. Penulis

mengumpulkan data-data melalui pengamatan, terlibat langsung dan

percakapan sambil lalu, sehingga ada sebagian santri yang diwawancarai

tanpa menyadari jika penulis sedang menggali informasi.

Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak atau belum

ditemukan penulis selama melakukan observasi di lapangan. Wawancara ini

juga penulis gunakan untuk menguji ulang data-data yang ada dari hasil

observasi, baik hasil observasi partisipan ataupun observasi non-partisipan.

Wawancara ini ditujukan kepada para santri, pengurus santri pondok

pesantren dan pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.

c. Penelitian Dokumen

Yaitu metode yang digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data

mengenai hal-hal atau variabel terkait penelitian yang berupa catatan

kegiatan, buku-buku, jurnal dan literatur lain yang relevan dengan

penelitian ini.

6. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang akan digunakan penulis untuk menganalisa

informasi-informasi mengenai pembacaan dzikir dalam al-Qur’an di

Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman adalah analisis deskripsi-

eksplanasi. Analisis deskripsi menganalisis data yang telah dideskripsikan

dengan cara membangun tipologi. Adapun dalam kaitannya dengan

penelitan ini, penulis memaparkan data yang telah diperoleh dari hasil

wawancara saat di lapangan yaitu dengan mengklasifikasikan objek

penelitian yang meliputi siapa saja yang melakukan dan mengikuti tradisi

16

pembacaan Ratib Al- Haddad, apa saja dzikir untuk dibaca secara rutin, dan

kapan pelaksanaan pembacaan Ratib Al-Haddad sebagai kegiatan rutin

santri Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.

Adapun analisis eksplanasi adalah analisis yang digunakan untuk

mencari alasan dan motif kenapa pembacaan Ratib Al-Haddad yang dipilih,

apa yang melatarbelakangi adanya tradisi pembacaan Ratib Al-Haddad

tersebut di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Berikutnya adalah

maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan rutin santri dari

pembacaan Ratib Al-Haddad tersebut.

7. Pengecekan dan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini dapat diadakan pengecekan dengan teknik

pengamatan yang tekun dan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

peneliti lakukan dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

F. Sistematika Penelitian

Supaya fokus dan tidak keluar dari arah penelitian, maka penulis

menetapkan sistematika penulis sebagai berikut:

Bab Pertama, berupa Pendahuluan yang mencakup latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan Manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan

sistematika penulisan.

Bab kedua, penulis akan mendeskripsikan tentang pembacaan dzikr

Ratib Al-Haddad. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan teks bacaan

17

Ratib Al-Hadda, Isi Kandungan Ayat-ayat, sejarah, dan keistimewaan dzikr

Ratib Al-Haddad.

Bab ketiga, penulis akan menerangkan tentang Biografi tentang Pondok

Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan

tentang profil pesantren, fasilitas dan kegiatan, gambaran umum masyarakat

dan kegiatan khusus ponpes Mumtaz Ibadurrahman.

Bab keempat, berisi tentang analiss data Praktek Penerapan Pembacaan

Ratib Al-Haddad, Makna, dan manfaat Pembacaan Ratib Al-Haddad bagi

warga Pondok Pesantren Mummtaz Ibadurrahman.

Bab kelima, merupakan penutup dari penelitian. Bab ini berisikan

kesimpulan dan saran-saran dari penulis sebagai bahan pertimbangan untuk

penelitian selanjutnya.

18

19

BAB II

GAMBARAN UMUM PEMBACAAN RATIBUL HADDAD

SEBAGAI BAGIAN LIVING QUR’AN

A. Definisi Living Qur’an

Terdapat beberapa definisi yang ditawarkan ilmuan untuk menentukan

arah kajian living Qur’an, salah satunya datang dari Sahiron Syamsuddin

yang menyatakan, teks al-Qur’an yang hidup dalam masyarakat itulah yang

disebut living Qur’an, sedangkan manifestasi teks yang berupa pemaknaan

al-Qur’an disebut dengan living Tafsir, Adapun yang dimaksud dengan teks

al-Qur’an yang hidup ialah pergumulan teks al-Qur’an dalam ranah realitas

yang mendapat respons dari masyarakat dari hasil pemaknaan dan

penafsiran1. Termasuk dalam pengertian “respon masyarakat” adalah

resepsi mereka terhadap teks tertentu dan terhadap hasil penafsiran tertentu.

Resepsi sosial terhadap al-Qur’an dapat ditemui dalam kehidupan sehari-

hari, seperti pentradisian surat atau ayat tertentu pada acara dan ceremoni

sosial keagamaan tertentu.

Sementara itu, resepsi sosial terhadap penafsiran terjelma dalam

terlembaganya bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik dalam

skala besar maupun kecil2. Living Qur’an juga dapat diartikan sebagai

“fenomena yang hidup di tengah masyarakat Muslim terkait dengan al-

Qur’an ini sebagai objek studinya”3. Oleh karena itu, kajian tentang living

Qur’an dapat diartikan sebagai kajian tentang “berbagai peristiwa sosial

terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau keberadaan al-Qur’an di sebuah

1Moh.Muhtador,”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”,Jurnal

Penelitian, Vol. 8, no, 1, Februari 2014. 2Moh.Muhtador,”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”. 3M.Mansur. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku

Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. ..(Yogyakarta: Teras, 2007), h, 5-6.

20

komunitas Muslim tertentu”.Dengan pengertian seperti ini, maka “dalam

bentuknya yang paling sederhana” The Living Qur’an tersebut “pada

dasarnya sudah sama tuanya dengan al-Qur’an itu sendiri. Dengan kata lain,

living Qur’an yang sebenarnya bermula dari fenomena Qur’an in everyday

life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an yang riil dipahami dan dialami

masyarakat muslim, belum menjadi objek studi bagi ilmu-ilmu al-Qur’an

konvensional (klasik). Sebagai kitab suci al-Qur’an dijadikan rujukan dan

menjadi mitra dialog dalam menyelesaikan problem kehidupan yang

dirasakan oleh manusia4. Dan fenomena ini sudah ada embrionya sejak

masa yang paling dini dalam sejarah Islam adalah benar adanya, tetapi

dalam dunia Muslim yang saat itu belum terkontaminasi oleh berbagai

pendekatan ilmu sosial yang notabene produk dunia Barat, dimensi sosial

kultural yang membayang-bayangi kehadiran al-Qur’an tampak tidak

mendapat porsi sebagai obyek studi5.

Definisi yang ditawarkan di atas semuanya sudah memenuhi ruang

lingkup yang berhubungan dengan living Qur’an. Dengan bahasa yang

sederhana, dapat dikatakan bahwa living Qur‟an adalah interaksi, asumsi,

justifikasi, dan perilaku masyarakat yang didapat dari teks-teks al-Qur’an.

B. Sejarah Penulisan Ratibul Haddad

Sebagai umat Islam kita mengetahui ada berbagai macam wirid, baik itu

yang diajarkan oleh Rasulullah secara langsung ataupun tidak secara

langsung (diajarkan atau diijazahkan oleh ulama‟). Salah satunya adalah

Wirid Ratib al-Haddad.

4 Ahmad Farhan, Study Living Qur’an Pada Praktek Quranic Healing, Vol 16,

No., 1 (Juli 2017): 34. 5M.Mansur. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku

Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis.

21

Ratib al-Haddad di ambil dari nama penyusunnya yakni Al-Habib

Abdullah bin Alawi Muhammad Al-Haddad (1053-1132 H). Dilihat dari

akar katanya, Ratib al-Haddad terdiri dari dua kata yakni ratib dan al-

haddad. Kata ratib bermakna terus menerus, sama atau tetap (rutin).

Sedangkan kata Al-Haddad sendiri dinisbatkan kepada penyusun ratib yaitu

Sayyid Abdullah Al-Haddad.6 Dari beberapa doa-doa dan Dzikir-dzikir

yang beliau susun, Ratib Al-Hadad inilah yang paling terkenal dan masyhur.

Ratib al-Haddad disusun berdasarkan inspirasi pada malam lailatul qadar

27 Ramadhan 1071 H.7

Ratib al-Haddad disusun untuk memenuhi permintaan seorang murid

beliau bernama Amir dari keluarga Bani Sa‟ad yang tinggal di Syibam

salah satu perkampungan di Hadramaut, Yaman. Tujuan Amir meminta

Habib Abdullah untuk mengarang Ratib adalah agar diadakan wirid dan

dzikir di kampungnya, agar mereka dapat mempertahankan dan

menyelamatkan Hadramaut ketika itu.

Pertama-tama Ratib ini hanya dibaca di kampung Amir sendiri yaitu kota

Syibam. Setelah mendapat izin dan ijazah dari Al-Habib Abdullah bin Alwi

Al-Hadad sendiri. Selepas itu, Ratib ini dibaca di Masjid Al-Hawi milik

beliau yang berada di kota Tarim. Biasanya Ratib ini dibaca berjamaah

setelah shalat Isya‟. Pada bulan Ramadhan, Ratib ini dibaca sebelum shalat

Isya‟ untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan shalat Tarawih. Waktu

tersebut telah ditentukan oleh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad

untuk daerah-daerah yang mengamalkan Ratib ini. Biidzinillah, daerah-

6 .Habib Anis, Munajah dengan Ratib al-Haddad Wirdullathif (solo: keluarga Besar

Al-Haddad, 2017), 28. 7 http://tebuireng.online/sejarah-khasiat-bacaan-ratib-al-haddad-/&hl=id-ID, diakses

pada tanggal 20 Maret 2020.

22

daerah yang mengamalkan Ratib ini selamat dari pengaruh kesesatan saat

itu.

Ratib adalah himpunan dari do‟a-do‟a dan dzikir, istigfar, tahmid, serta

sholawat yang kesemuanya dibaca oleh para Nabi dan Rasul serta terpilih

dan bersumber dari do‟a Rasulullah Saw. Beberapa do‟a tersebut berhasil

dihimpun dan diragkai menjadi suatu bacaan yang dinamakan “Ratib” dan

disusun oleh seorang ulama besar Islam Al-Imam Al-Habib Abdullah bin

Alwi Al- Haddad Al-Alawi Al-Hasyimi. Kumpulan do‟a-do‟a, dzikir, istigfar,

tahmid serta sholawat ini dinamakan “Ratib Haddad” yang disusun pada

tahun 1071 Hijriyah.8

Ratib Haddad ini dikenal sejak tahun disusunnya hingga saat ini,

khususnya di seluruh jazirah arab dan umumnya di negara-negara yang

mayoritas muslim seperti halnya Indonesia. Pengarang dan penyusun Ratib

al-Haddadini adalah seorang ulama besar dan waliyyullah yang terkenal

dengan gelar “quthbul irsyad” (ketua semua wali Qutub). Dari kedua orang

tua. Beliau silsilah keturunanya bersambung kepada Rasulullah Saw atau

dengan kata lainnya “Al Imam Al Habib Abdullah bin alwy Al Haddad Al

Alawy Al Hasyimie” adalah dari ahlul bait Nabi besar Muhammad Saw.

Beliau dilahirkan dan wafat di Hadromaut Yaman.

Ratib al-Haddad ditulis, disusun, dan disyiarkan oleh semua umat Islam

demi dan untuk pendekatan mereka kepada Allah Swt. Dalam hadis nabi

Saw, Rasulullah bersabda yang artinya:

“tidaklah mencintai kami, kecuali seseorang mu‟min sejati yang

bertaqwa, dan tidaklah membenci kami kecuali seseorang yang munafiq

yang celaka”. Amiril Mu‟minin, Syyaidina Ali bin Abi Tholib pernah

berkata: “Aku beserta asal usulku yang mulia dan keluargaku yang baik-

8 Al-habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, Istighosah Ratib al-Haddad dan

Khasiatnya (Malang: Darul Haddad, tt), 6.

23

baik, yang paling sopan ketika muda usia, paling berilmu dikala dewasa.

Dengan kami, Allah Swt telah menghilangkan kebohongan, dan dengan

kami dia mematahkan taring serigala kaum yang kalap, dnegan

perantaraan kami, dia meringankan penderitaanmu, dan melepaskan

belenggu dari lehermu, dan dengan kami dia telah memulai dan mengakhiri

para Nabi dan Rosul,”9

C. Tafsir Makna Ayat-ayat yang di bacakan dalam Ratibul haddad

a. Tafsir QS.Al-Fatihah

Surat alfatihah memiliki banyak nama nama-nama itu ada yang diambil

dari berbagai hadits Nabi mengenai AlFatihah, dan ada pula nama yang

ditetapkan oleh para Sahabat dan Tabi‟in10. surat ini juga memiliki banyak

keistimewaan diantaranya adalah surat yang diturunkan hanya kepada nabi

Muhammad SAW11. kedua, surat al-fatihah dapat dijadikan obat (mantera)

untuk menangkal segala sesuatu yang tidak diharapkan12.

Kemudian surat al-fatihah juga menjadi syarat fundamental dalam

ibadah shalat, baik secara bacaan ataupun panjang pendeknya harus sesuai

dengan ilmu Tajwid dan apabila tidak membacanya maka shalat seseorang

tidak akan sah13. Di dalam sebuah hadis sahih pada Imam Turmuzi dan

dinilai sahih olehnya, disebutkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda:

د " مح " م الحعظيوالحق رحآن الحمثانوالسبحع الحكتابوأ م الحق رحآنأ م للالح

9 Al-habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, Istighosah Ratib al-Haddad dan

Khasiatnya, h. 10. 10 Bey Arifin, Samudra Al-Fatihah, (Surabaya: PT Bina Ilmu), 1980, h, 28.

11 Abi Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim,

Juz I, (Darul Fikr, Beirut), h. 357 12 Abu Isa Muhammad Ibn Isma‟il, Al-Jami‟ Al-Shahih, Juz III, (Beirut: Dar

Al-Fikr, 1995), h. 78. 13 Abu Isa Muhammad Bin Isa Bin Saurah, Sunan At-Tirmidzi, Juz I, (Beirut:

Dar Al-Fikr), h. 284.

24

Alhamdu lillahi rabbil 'alamina adalah Ummul Qur'an, Ummul Kitab

Sab'ul masani. dan Al-Qur'anul ‘azim.14

b. Tafsir ayat-ayat QS.Al-Fatihah.

حيم حمن الر بسم الله الر

"Dengan nama Allah Yang Rahman dan Rahim."

Ayat pertama Surat al-Fatihah lebih di kenal dengan sebutan lafadz

Basmalah. Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia

yakni pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah,

bismilah juga diartikan dengan kekuasaan, secara sadar kita mengucapkan

jika tidak dengan kekuasaan Allah niscaya pekerjaan kita tidak akan

berhasil15. Sebagaimana wahyu pertama Allah kepada Nabi-Nya ‘Iqra’

Bismi Rabbika’. Dalam lafadz Basmalah terdapat huruf "ب" pada lafadz

yang diterjemahkan “ dengan “, meski tidak terucap tetapi harus "بسم"

terlintas dalam benak kita ketika mengucap Basmalah terdapat artian

“memulai”, sehingga Bismillah berarti “ saya atau kami memulai apa yang

kami kerjakan ini dengan nama Allah”. Dengan demikian, kalimat tersebut

bisa dikatakan sebagai sebuah pernyataan dari pengucap bahwa ia memulai

pekerjaan atas nama Allah. Atau dapat juga diartikan sebagai sebuah

perintah dari Allah yang menyatakan “mulailah pekerjaanmu dengan nama

Allah” (meskipun kalimat tersebut bukan dalam bentuk amar). Dengan

menyisipkan kata “memulai” memiliki semangat menjadikan Allah sebagai

pangkalan bertolak.

14 Imam Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir

15 M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, kesan dan keserasian al-

Qur’an. Jakarta: lentera hati, Vol, 1, 2009, h, 15

25

Lafadz Ar-Rahman ar-Rahim terambil dari akar kata yang sama,

yakni rahim yang berarti “peranakan”. Dengan menyebut rahim yang

terukir dalam benak adalah “ibu dan anak” dan saat itu pula terbayang

betapa besar kasih sayang yang diberikan ibu kepada anaknya. Meski

demikian bukan berarti rahmat Allah sepadan dengan sifat rahmat seorang

ibu, betapapun besarnya kasih sayang ibu, sebab rahmat Allah melampau

segalanya. Dengan kata ar-Rahman digambarkan bahwa Allah

mencurahkan rahmat-Nya, sementara ar-Rahim dinyatakan bahwa Dia

memiliki sifat rahmat yang melekat pada diri-Nya. Kata Ar-Rahman juga

dipahami sebagai sifat Allah yang mencurahkan rahmat yang bersifat

sementara di dunia ini, sedang ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat

kekal. Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini meliputi seluruh makhluk,

tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedangkan

rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang

kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi

kepada-Nya.

الحمد لله رب العالمين

"Segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh alam."

Lafazd حمد yang yang didahului huruf alif dan lam dalam kaidah

arabiah dinamai al-istighraq yang berarti mencakup segala sesuatu.

Maksudnya, Allah berhak mendapatkan pujian secara mutlak16. Karena itu,

kalimat alhamdulillah sering diterjemahkan dengan segala puji bagi

Allah. Hamdu atau pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji

atas sikap atau perbuatannya yang baik walaupun ia tidak memberi sesuatu

kepada yang memuji. Sementara dalam kalimat الحمد لله, huruf lam yang

mengikuti kata lafdzul jalalah mengindikasikan arti pengkhususan bagi-

16 Ahmad Dzulfikar, Taufik, dan Mukhlis Yusuf Arbi, Tafsir Ayat –ayat Ahkam, h, 13

26

Nya. Dengan demikian segala pujian hanya wajar dipersembahkan kepada

Allah Swt. Kalimat Robbul 'aalamin, merupakan keterangan lebih lanjut

tentang layaknya segala pujian hanya diperuntukkan kepada Allah. Betapa

tidak, Dia adalah Robb dari seluruh alam. Dengan ada penegasan bahwa

Allah adalah Rabbul A’lamin membuat manusia menjadi tenang sebab

segala sesuatu kebutuhan manusia telah dipersiapkan Allah.

حيم حمن الر الر

"Ar-Rahman Ar-Rahim."

Pemeliharaan tidak dapat terlaksana dengan baik dan sempurna kecuali

bila disertai dengan rahmat dan kasih sayang. Karena Allah yang maha

kuasa atas segala sesuatu17. Oleh karena itu, ayat ini sebagai penegasan dari

sifat Allah yang rabbul’alamin. Pemeliharaan-Nya terhadap seluruh alam

itu bukan atas dasar kesewenangan-wenangan semata, tetapi diliputi oleh

rahmat dan kasih sayang. Dengan disebutkan sifat Ar-Rahman Ar-

Rahim memberi kesan bahwa keabsolutan Allah bergabung dengan kesan

rahmat dan kasih sayang. Ini mengantarkan pada keyakinan bahwa Allah

Maha Agung lagi Maha Indah, Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

مالك يوم الدين

"Pemilik hari pembalasan."

Sifat ketuhanan tidak dapat dilepaskan dari kepemilikan dan kekuasaan.

Karena itu kapemilikan dan kakuasaan yang di maksud perlu ditegaskan.

Maka Yaumuddin merupakan penegasan dari kepemilikan dan kekuasaan

Allah. Keyakinan tentang adanya hari pembalasan memberi arti bagi hidup

ini. Tanpa keyakinan itu, semua akan diukur disini dan sekarang yakni di

dunia. Padahal banyak nilai-nilai yang tidak bisa diukur dengan disini dan

sekarang. Adanya hari pembalasan juga memberikan ketenangan terhadap

17 Ibid., h, 14

27

manusia, sebab Allah sebagai pemilik dan penguasa tunggal akan

membalaskan setiap perbuatan.

اياك نعبد واياك نستعين

"Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami

meminta pertolongan."

Kalimat "Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami

meminta pertolongan", ini adalah bukti bahwa kalimat-kalimat tersebut

adalah pengajaran. Allah mengajarkan ini kepada kita agar kita ucapkan,

karena mustahil Allah yang Maha Kuasa itu berucap demikian, bila bukan

untuk pengajaran. Iyyaka dan na'budu juga merupakan pengecaman

terhadap mereka yang mempertuhan atau menyembah selain Allah, baik

masyarakat Arab ketika itu maupun selainnya. Penggalan ayat mengecam

mereka semua dan mengumandangkan bahwa Allah-lah yang patut

disembah dan tidak ada sesembahan yang lain.

Sementara dalam kalimat Iyyaka nastain mengandung arti bahwa

kepada selain Allah manusia tidak memohon pertolongan. Meski Allah

menjadi sandaran untuk memohon pertolongan, bukan berarti tidak ada

upaya dengan berlepas tangan sama sekali.

Tetapi Kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak, sesuai

dengan kondisi yang dihadapi. Mendahulukan na’budu dari

pada nasta’in menunjukkan bahwa manusia harus lebih dulu

menghambakan diri atau mendekatkan diri kepada Allah sebelum mereka

meminta pertolongan.

راط المستقيم اهدنا الص

"Bimbing (antar)lah Kami (memasuki) jalan lebar dan luas."

Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui

kekuasaan dan kepemilikan-Nya, ayat selanjut ini merupakan pernyataan

28

tentang ketulusan-Nya beribadah serta kebutuhannya kepada pertolongan

Allah. Maka dengan ayat ini sang hamba mengajukan permohonan kepada

Allah, yakni bimbing dan antarkanlah Kami memasuki jalan yang lebar dan

luas. Shiroth di sini bagaikan jalan tol yang lurus dan tanpa hambatan,

semua yang telah memasukinya tidak dapat keluar kecuali setelah tiba di

tempat tujuan. Shiroth adalah jalan yang lurus, semua orang dapat

melaluinya tanpa berdesak-desakan. Sehingga shiroth menjadi jalan utama

untuk sampai kepada tujuan utama umat manusia, yaitu keridloan Allah

dalam setiap tingkah laku.

ال ين صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الض

"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi

nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan

(pula jalan) orang-orang yang sesat."

Kata nikmat yang dimaksud di sini adalah nikmat yang paling bernilai

yang tanpa nikmat itu nikmat-nikmat yang lain tidak akan mempunyai nilai

yang berarti, bahkan dapat menjadi niqmah atau bencana jika tidak bisa

mensyukuri dan menggunakannya dengan benar. Nikmat tersebut adalah

nikmat memperoleh hidayah Allah serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-

Nya. Mereka yang taat melaksanakan pesan-pesan Ilahi yang merupakan

nikmat terbesar itu, mereka itulah yang masuk dan bisa melalui shiroth al-

mustaqim. Ada empat kelompok yang mendapatkan nikmat khusus dari

Allah Swt, yaitu nikmat keagamaan dan jalan kelompok-kelompok tersebut

yang dimohon untuk ditelusuri. Mereka adalah:

1. Para nabi yaitu mereka yang dipilih Allah untuk memperoleh bimbingan

sekaligus ditugasi untuk menuntun manusia ke jalan Ilahi.

2. Para shiddiqin yaitu orang-orang dengan pengertian apapun selalu benar

dan jujur. Mereka tidak ternoda oleh kebatilan dan tidak pernah bersikap

yang bertentangan dengan kebenaran.

29

3. Para syuhada’ yaitu orang yang senantiasa bersaksi atas kebenaran dan

kebajikan melalui ucapan dan tindakan mereka walau harus

mengorbankan nyawa sekalipun.

4. Orang-orang shaleh yakni yang tangguh dalam kebajikan dan selalu

berusaha untuk mewujudkannya.

Penggalan ayat ghair il-maghdhub 'alaihim tidak menjelaskan siapakah

orang-orang tersebut, tetapi dalam beberapa hal rasulullah telah memberi

contoh konkret, yaitu orang-orang Yahudi yang mengerti akan kebenaran

tetapi enggan melaksanakannya. Hal ini yang wajar jika murka ini

disandarkan kepada orang-orang yahudi (meski bukan keseluruhan) sebab

dalam al-qur’an sebanyak dua belas kali disebutkan tentang pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yahudi. Sementara adh-

dhalin, yang berarti sesat, kehilangan jalan, bingung, tidak mengetahui

arah, banyak dinisbahkan kepada orang-orang nasrani. Namun secara

umum dapat diberi makna bahwa adh-dholin adalah bentuk tindakan atau

ucapan yang tidak menyentuh kepada kebenaran.18

c. Tafsir Hada’iq al-Ruh wa al-Rayhan QS.al-Baqarah[2]:255.

Nabi Muhammad Saw pernah bersabda seperti disebutkan dalam sebuah

hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah,

bahwasanya “setiap sesuatu memiliki inti, dan inti Al-Qur’an adalah surat

al-Baqarah, di dalamnya terdapat ayat yang merupakan tuannya

(sayyidah) ayat-ayat dalam al-Qur’an, yaitu ayat kursi.”Penyebutan ayat

kursi sebagai sayyidah ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan betapa mulianya

ayat ini sekaligus sebagai paling utamanya ayat dalam al-Qur’an. Hal ini

sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadis riwayat

18 Shihab Q M. Tafsir Al-Misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta. 2017H

30

Imam Abu Daud ketika di tanya ahlu shuffah dari Muhajirin, tentang ayat

manakah yang paling agung dalam al-Qur’an. Beliau pun menjawab ayat

kursi sebagai ayat yang paling agung di dalamnya.

Sufyan bin ‘Uyaynah ketika menafsirkan perkataan Ibnu Mas’ud juga

menyebutkan:

. قال سفيان لأنه آية الكرسى و ما خلق الله من ساء ولا أرض أعظم من آية الكرسى والأرض. كلام الله وكلام الله أعظم من خلق الله من السهماء

Tidaklah Allah menciptakan langit dan bumi yang lebih agung melebihi

ayat kursi. Sufyan berkata: “Karena ayat kursi adalah kalam Allah dan

kalam Allah lebih agung dari ciptaan Alah seperti langit dan bumi. Syekh

Muhammad Al-Amin bin Abdullah Al-‘Alawi Al-Harari dalam tafsirnya

“Tafsir Hadaiq Al-Ruh wa Al-Rayhan”, menyebutkan pendapat ulama

mengenai alasan ayat kursi dijuluki sebagai ayat paling agung dalam Al-

Qur’an. Hal tersebut berkaitan dengan kandungan ayat serta pahala yang

terkandung di dalamnya jika seseorang membacanya.19

d. Tafsir al-Mukhtashar QS.al-Baqarah[2]:285.

Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beriman kepada

semua yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Begitu juga dengan

orang-orang mukmin. Mereka semua beriman kepada Allah, beriman

kepada semua malaikat-Nya, semua kitab suci yang diturunkana kepada

19 Syekh Muhammad al-amin bin abdillah al-alawi al-harari as-syafi’i. Tafsir Hadaiq

Al-Ruh wa Al-Rayhan fi Rawabi’Ulum al-Qur’an. Penerbit : Dar Thauq an-Najah.Beirut,Lebanon. 1421H/2001M

31

para Nabi, dan semua Rasul yang diutus-Nya. Mereka beriman kepada para

Rasul itu seraya mengatakan, “Kami tidak membeda-bedakan antara Rasul

yang satu dengan Rasul yang lain.” Dan mereka mengatakan, “Kami siap

mendengarkan apa yang Engkau perintahkan kepada kami dan apa yang

Engkau larang untuk kami. Kami taat kepada-Mu dengan melaksanakan apa

yang Engkau perintahkan dan menjauhi apa yang Engkau larang. Dan kami

memohon kepada-Mu, ya Rabb kami, agar Engkau berkenan mengampuni

kami, karena sesungguhnya hanyalah Engkau satu-satunya tempat kami

kembali dalam segala urusan.”20

e. Tafsir al-Wajiz QS.al-Baqarah[2]:286.

Allah SWT tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai

kemampuannya. Baginya itu pahala atas perbuatan baik yang dia usahakan,

baginya pula dosa atas perbuatan buruk yang dia usahakan. Orang-orang

mukmin berkata: “Wahai Tuhan, janganlah engkau menghukum Kami atas

kelupaan yang kami lakukan bukan karena kehendak kami, dan juga

kesalahan dalam tindakan yang tidak sesuai dengan niatan kami. Wahai

Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami sesuatu yang tidak

mampu kami pikul, yang di dalamnya mengandung penderitaan berlebih

tidak seperti biasanya. Rahasiakanlah dosa-dosa dan kesalahan kami,

berilah kami rahmat yang luas dengan keutamaan dan kamuliaanMu.

Engkaulah wali (Dzat yang diserahi segala urusan kami) dan penolong

kami, jadi selamatkanlah kami atas kaum yang mengingkari nikmatMu,

yang menyembah selainMu.” Dalam hadits shahih dijelaskan dari Nabi Saw

20 Ahmad Syakir, Syaikh. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Al-Baqarah Ayat 285. Jakarta:

Darus Sunnah Pres, Jilid 1, Cet 2. 2014.

32

bahwa setelah masing-masing doa ini diucapkan Allah Swt berfirman

“Sungguh Aku telah mengabulkannya”. Dan Jibril berkata kepada Nabi

Saw: “Bergembiralah dengan dua cahaya yang telah diberikan kepadamu

yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelum dirimu, yaitu surah

al-Fatihah, dan ayat-ayat terakhir surah al-Baqarah. Kamu tidak akan

pernah bisa membaca satu huruf pun dari ayat-ayat itu kecuali kamu di

berinya”21

f. Tafsir QS.al-Ihklas [112]:1-4.

أحد ١قل و ٱلله

1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa

Salah satu keistimewaan surat ini adalah Allah akan memberikan pehala

seperti pahala membaca sepertiga al-Qur’an bagi orang yang membaca

surat al-Ikhlas dengan perenungan yang dalam22.Ketika orang-orang

Yahudi mengatakan, “Kami menyembah Uzair anak Allah.” Orang Nasrani

mengatakan, “Kami menyembah Isa anak Allah.” Orang-orang musyrik

mengatakan, “Kami menyembah berhala.” Maka Allah menegaskan bahwa

Dia Mahaesa. Dialah Allah Tuhan Yang Satu, Yang tiada tandingan-Nya,

tiada lawan-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Kata ahad (أحد) terambil dari akar

kata wahdah (وحدة) yang artinya kesatuan. Juga kata waahid (واحد) yang

berarti satu. Kata ahad dalam ayat ini berfungsi sebagai sifat Allah yang

artinya Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.

21 Syekh Dr.Wahbah al-Zuhaili. Tafsir al-wajiz. 1995.

22Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Tafsīr Al-Qur‟anul Madjid

AnNur,(Jakarta:Cakrawala,2011), h.641.

33

Menurut Sayyid Qutb, “qul huwallaahu ahad” merupakan lafal yang

lebih halus dan lebih lembut daripada kata “ahad.” Sebab ia menyandarkan

kepada makna “wahid” bahwa tidak ada sesuatu pun selain Dia bersama Dia

dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama denganNya. “Ini adalah

ahadiyyatul-wujud, keesaan wujud. Karena itu tidak ada hakikat kecuali

hakikatNya dan tidak ada wujud yang hakiki kecuali wujudNya. Segala

maujud yang lain hanyalah berkembang atau muncul dari wujud yang

hakiki itu dan berkembang dari wujud dzatiyah itu,” tulis Sayyid Qutb

dalam Tafsir fi Zilalil Qur’an.

مد الص الل

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”

Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini. Maksudnya adalah, seluruh

makhluk bergantung kepada Allah dalam kebutuhan dan sarana mereka.

Dialah Tuhan yang mahasempurna dalam perilaku-Nya. Maha Mulia yang

mahasempurna dalam kemulian-Nya. Mahabesar yang mahasempurna

dalam kebesaran-Nya. Al-Hasan mengatakan, arti ayat ini adalah Allah

Maha hidup lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Menurut Tafsir al-

Mishbah, ash shamad (الصمد) terambil dari kata kerja shamada (صمد) yang

artinya menuju. Ash shamad merupakan kata jadian yang artinya “yang

dituju.” Sedangkan menurut Sayyid Qutb, arti ash shamad (الصمد) secara

bahasa adalah tuan yang dituju, yang suatu perkara tidak akan terlaksana

kecuali dengan izinnya. Allah adalah Tuan yang tidak ada tuan sebenarnya

selain Dia. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi segala hajat

makhluk.

34

ل يلد ول ي لد

“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah Allah tidak

beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri. Sayyid Qutb

menjelaskan, hakikat Allah itu tetap, abadi, azali. Sifatnya adalah sempurna

dan mutlak dalam semua keadaan. Kelahiran adalah suatu kemunculan dan

pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau ketiadaan. Hal

demikian mustahil bagi Allah. Kelahiran juga memerlukan perkawinan.

Lagi-lagi, ini mustahil bagi Allah.

ول يكن له كف ا أحد

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

Kata kufuwan (كفوا) terambil dari kata kufu’ (كفؤ) yang artinya sama.

Tidak ada seorang pun yang setara apalagi sama dengan Allah Subhanahu

wa Ta’ala. Dialah yang memiliki segala sesuatu dan yang menciptakannya,

maka mana mungkin Dia memiliki tandingan dari kalangan makhlukNya

yang bisa mendekati atau menyamaiNya. Menurut Sayyid Qutb, makna ayat

ini adalah, tidak ada yang sebanding dan setara dengan Allah. Baik dalam

hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya.23

23 Shihab Q M. Tafsir Al-Misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta.

2017H

35

g. Tafsir QS.Al-Falaq[113]:1-5.

١قل أع ذ برب ٱلفلق

1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh

Pokok isi daru surat al-Falaq adalah perintah Allah kepada manusia

untuk berlindung kepadanya dari segala macam kejahatan24. Sehingga tidak

ada satu kejahatanpun melainkan sudah masuk dibawah rahasia apa yang

dimintakan perlindungan didalam surat ini25.Kata qul (قل) artinya

katakanlah. Yakni “katakanlah wahai Muhammad dan ajarkanlah juga

kepada umatmu.” A’uudzu (أعوذ) terambil dari kata ‘audz (عوذ) yakni

menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti. Rabb

mengandung makna kepemilikan dan kepemeliharaan serta (رب)

pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih sayang. Dalam Tafsir Fi

Zhilalil Quran disebutkan, Ar Rabb adalah Tuhan yang memelihara, Yang

mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi. Al Falaq (الفلق) berasal

dari kata falaqa (فلق) yang artinya membelah. Kata ini dapat berarti subjek

sehingga maknanya “pembelah” juga bisa berarti objek yang maknanya

“yang dibelah.” Sebagian ulama menafsirkan al falaq sebagai pagi atau

subuh. Sebab malam itu tertutup dan kehadiran cahaya pagi dari celah-celah

kegelapan malam menjadikannya bagai terbelah. Dengan demikian Rabbul

Falaq tidak lain adalah Allah Swt. Karena Dialah yang menjadikan pagi,

membawa terang muncul di tengah kegelapan.

24 Jalal ad-Din al-Mahalli, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, (Indonesia: Dar al-Ihya’ al-

Kutub al-‘Arabiyah), h, 305 25 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 544.

36

Jabir dan Ibnu Abbas juga mengatakan al falaq (الفلق) artinya subuh.

Demikian pula Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah dan mufassirin lainnya.

Dalam riwayat lainnya, Ibnu Abbas mengatakan al falaq artinya makhluk.

Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari memilih pendapat pertama. Dengan

menyadari bahwa Allah mampu membelah kegelapan malam dengan

terangnya pagi, seseorang akan yakin bahwa Allah juga kuasa

menyingkirkan kejahatan dan kesulitan dengan memunculkan pertolongan.

Sebagian ulama lainnya menafsirkan al falaq dalam pengertian luas. Yakni

segala sesuatu yang terbelah; tanah dibelah oleh tumbuhan, tanah terbelah

oleh mata air, biji-bijian juga terbelah, dan masih banyak lagi. Allah

mensifati diriNya faaliqu al habb wa an nawa (فالق الحب والنوى) “pembelah

butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan” dalam Surat Al An’am ayat

95. Allah juga mensifati diriNya faliqu al isbah (فالق الأصباح) “pembelah

kegelapan malam dengan cahaya pagi” dalam QS.al-An’am[6]:96.

صباح وجعل ٱلهيل سكن لك ٱلشهمس وٱلقمر حسبانا و افالق ٱل .ٱلعزيز ٱلعليم ت قدير ذ

96. Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat,

dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan

Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui

Kata syar (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat. Lawan dari

khair (خير) yang berarti baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan, syar

mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit

(pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan

kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan

siksa Ilahi. Kata maa (ما) berarti apa. Sedangkan khalaq (خلق) adalah bentuk

kerja masa lampau (madhi) dalam arti yang telah diciptakan. Sehingga maa

khalaq (ما خلق) berarti makhluk ciptaanNya. Kejahatan yang menimpa

37

manusia tidak lepas dari dua hal yaitu, dosa yang sudah dilakukanya dan

kejahatan yang datang dari orang lain26. Ketika menafsirkan QS.al-

Falaq[112]:2, Ibnu Katsir mengatakan: “yakni dari kejahatan semua

makhluk.”

وقب ومن شر غاسق إذا dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita

keburukan yang dimaksud ayat ini adalah keburukan pada waktu malam.

Didalam ayat ini dibicarakan hal yang lebih khusus daripada ayat

sebelumnya yang sering disebut dengan al-Khas ba’da al-‘am27. Kata

ghaasiq (غاسق) artinya adalah malam, berasal dari kata ghasaqa (غسق) yang

berarti penuh. Malam dinamai ghaasiq karena kegelapannya memenuhi

angkasa. Kata waqaba (وقب) berasal dari kata al waqb (الوقب) yaitu lubang

yang terdapat pada batu sehingga air masuk ke dalam lubang itu. Sehingga

ayat ini bermakna malam yang telah masuk ke dalam kegelapan sehingga

ia menjadi sangat kelam. Sering kali kejahatan direncanakan dan terjadi

pada waktu malam. Mulai dari pencuri, perampok, pembunuh, hingga

binatang buas dan penjaja maksiat. Namun malam tidak selalu identik

dengan kejahatan karena waktu terbaik mendekat kepada Allah juga pada

malam hari. Maka ayat ini tidak mengajarkan berlindung dari malam tetapi

berlindung dari kejahatan yang terjadi di waktu malam.

Mujahid mengatakan bahwa maksud QS.Al-Falaq[113]:3 ini adalah bila

matahari telah tenggelam. Abu Hurairah mengatakan maksudnya adalah

bintang, sedangkan hadits dari Aisyah mengisyaratkan artinya adalah

rembulan. Ibnu Katsir memadukan ketiganya dan menyimpulkan bahwa

26 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 543 27 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 545

38

artinya tidak bertentangan. Karena rembulan adalah tanda malam, demikian

pula dengan bintang.

ومن شر الن هفهاثت ف العقد

dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada

buhul-buhul.

Keburukan yang dimaksud adalah sihir, yang digambarkan oleh seorang

wanita yang menyemburkan ludah pada setiap kali sehingga sihirnya

mencapai sasaran28. Kata (النفاثات) merupakan bentuk jamak dari (النفاثة).

Berasal dari kata (نفث) yang artinya meniup sambil menggerakkan lidah

namun tidak mengeluarkan ludah. Sebagian ulama berpendapat ta’

marbuthah pada kata ini menunjukkan arti muannats (perempuan). Namun

sebagian ulama berpendapat ta’ marbuthah pada kata ini sebagai

mubalaghah sehingga bisa laki-laki maupun perempuan. Kata al ‘uqad (العقد)

merupakan bentuk jamak dari ‘uqdah (عقدة) berasal dari kata ‘aqada (عقد)

yang artinya mengikat. Kata ini bisa bermakna hakiki yang berarti tali yang

mengikat. Bisa pula bermakna majazi yang berarti kesungguhan dan tekad

untuk mempertahankan isi kesepakatan. Makna majazi terdapat pada QS.al-

Baqarah[2]:235, dan QS.al-Baqarah[2]:237, yakni uqdatun nikah. Serta

pada QS.Ṭa-ḥa[20]:27 yakni uqdatan min lisaanii.

Mayoritas ulama memilih makna hakiki, sehingga artinya adalah

perempuan-perempuan tukang sihir yang meniup-niup pada buhul-buhul

dalam rangka menyihir. Mujahid, Ikrimah, al-Hasan dan Qatadah

mengatakan bahwa yang dimaksud adalah wanita-wanita penyihir. Ketika

28 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 563

39

menafsirkan QS.al-Falaq[113]:4 Sayyid Qutb mengatakan, artinya adalah

wanita-wanita tukang sihir yang berusaha mengganggu dan menyakiti

dengan jalan menipu indra, menipu saraf dan memberi kesan pada jiwa dan

perasaan.

ومن شر حاسد إذا حسد

dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki

firman Allah tersebut membenarkan adanya kejahatan dari orang yang

dengki, frasa ketika ia mendengki merupakan penjelasan bahwa keburukan

orang dengki akan mengenai sasaran ketika dia sedang mendengki29. Kata

hasad (حسد) artinya artinya iri hati atas nikmat yang dimiliki orang lain

disertai harapan kiranya nikmat itu hilang darinya, baik diperoleh yang iri

atau tidak. Permohonan perlindungan terhadap kejahatan orang-orang yang

hasad dikaitkan dengan idzaa hasad (إذا حسد). Saat masih berada dalam hati,

yang hasad disebut haasid, tapi kejahatannya belum menimpa orang lain.

Namun begitu dicetuskan dalam bentuk ucapan atau perbuatan, inilah yang

di gambarkan dalam QS.al-Falaq[113]:5 ini. Dan demikian akan penafsiran

dari Tafsir al-Mishbah.

Sedangkan Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan,

bahkan kalua pun orang yang hasad itu belum mengeluarkan dalam ucapan

atau perbuatan, sikap jiwanya bisa mengakibatkan keburukan. Hal seperti

getaran dari jauh akibat hasad ini merupakan misteri, maka untuk

menangkalnya harus meminta perlindungan kepada Allah.

H. Tafsir Ibnu Katsir QS.An-Nas[114]:1-6

29 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 573.

40

Asbabun Nuzul Surat an-Nas, Surat an-Nas terdiri dari enam ayat. Kata

an-Nas yang berarti “manusia” di ambil dari ayat pertama, ia di sebut pula

pada ayat pertama. Bersama surat al-Falaq, keduanya di sebut al-

mu’awwidzatain. Yakni dua surat yang menuntun pembacanya menuju

tempat perlindungan, Surat Al-Falaq di sebut al-mu’awwidzah al ‘ula,

sedangkan surat an-Nas di sebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah, bersama

Surat Al-Falaq, oleh sebab itu al-Qurthubi juga di sebut al-

muqasyqisyatain. Yaitu yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Surat ini turun bersama surat al-Falaq, menurut pendapat Hasan, Atha’,

Ikrimah dan Jabir, Surat an-Nas adalah surat makkiyah ini merupakan

pendapat mayoritas. Namun ada juga yang berpendapat surat an-Nas adalah

madaniyah berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Qatadah.

Kafir Quraisy Makkah berupaya mencederai Rasulullah dengan ‘ain,

yakni pandangan mata yang merusak atau membinasakan. Lalu Allah

menurunkan surat al-Falaq dan surat an-Nas ini kepada Rasulullah untuk

menangkalnya. Ini asbabun nuzul yang menjadi tumpuan pendapat bahwa

surat an-Nas makkiyah, sebagian ulama lebih detil menyebut surat an-Nas

merupakan surat ke-21 yang turun kepada Rasulullah dari segi tertib

turunnya, yakni sesudah surat al-Falaq dan sebelum surat al-Ikhlas.

Asbabun nuzul yang menjadi dasar pendapat ayat ini Madaniyah, surat ini

di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad saat seorang Yahudi Madinah

bernama Lubaid bin A’sham menyihir beliau.

Lubaid bin A’sham menyihir Rasulullah dengan media pelepah kurma

berisi rambut beliau yang rontoh ketika bersisir, beberapa gigi sisir beliau

serta benang yang terdapat 11 ikatan yang di tusuk jarum lalu Allah

menurunkan surat al-Falaq dan an-Nas setiap satu ayat di bacakan,

41

terlepaslah satu ikatan hingga Rasulullah merasa lebih ringan, ketika

seluruh ayat telah dibacakan terlepaslah seluruh ikatan tersebut.

قل أع ذ برب النهاس

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan

menguasai) manusia.

Menurut Ibnu Qayyim kesempurnaan akidah yang terdapat pada ayat

satu sampai tiga karena adanya penyebutan secara jelas mengenai tauhid

rububiyyah, malikiyyah dan ilahiyyah, ketiga tauhid tersebut dipaparkan

pada surat an-Nas dalam bentuk idhafah30. Kata (قل) yang berarti

“katakanlah” membuktikan bahwa Rasulullah Saw menyampaikan segala

sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Quran yang di sampaikan oleh

malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang di sembunyikan, demikian

Tafsir al-Mishbah, yang paling wajar adalah menghilangkan kata qul ini.

Dalam Tafsir al-Azhar di terangkan, qul (قل) “katakanlah Wahai utusanKu

dan ajarkanlah juga kepada mereka.” Kata a’uudzu (أعوذ) terambil dari kata

‘audz (عوذ) yakni menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu

yang ditakuti. Rabb (رب) mengandung makna kepemilikan dan

kepemeliharaan serta pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih

sayang.

Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran di sebutkan, ar-Rabb adalah Tuhan yang

memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi.

Sedangkan (الناس) berarti kelompok manusia, berasal dari kata (النوس) yang

berarti gerak, ada juga yang berpendapat dari kata (أناس) yang berarti

tampak. Kata an-Nas terulang sebanyak 241 dalam al-Quran, kadang kata

30 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 596

42

ini di gunakan al-Quran dalam arti jenis manusia seperti QS.Al-

Hujurat[49]:13 atau sekelompok tertentu dari manusia seperti

QS.’Ali‘Imran[3]:173.

ملك النهاس Raja manusia

Kata Malik (ملك) artinya Raja, biasanya di gunakan untuk penguasa yang

mengurus manusia, berbeda dengan Maalik (مالك) yang artinya pemilik,

biasanya di gunakan untuk menggambarkan kekuasaan si pemilik terhadap

sesuatu yang tidak bernyawa, maka wajar jika ayat kedua ini tidak di baca

malik dengan memanjangkan huruf mim sebagaimana dalam QS.al-Fatihah

demikian penjelasan Tafsir al-Mishbah. Al-Malik, menurut Sayyid Qutb

dalam Fi Zhilalil Quran, adalah Tuhan Yang berkuasa, Yang menentukan

keputusan yang mengambil tindakan. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir

al-Azhar (ملك) berarti penguasa atau raja, pemerintah tertinggi atau sultan,

sedangkan jika mimnya di panjangkan menjadi (مالك) artinya adalah yang

memiliki “Di panjangkan membaca mim ataupun di baca tidak di

panjangkan, pada kedua bacaan itu terkandung kedua pengertian:

Allah itu memang Raja dan Penguasa yang mutlak atas diri manusia,

Allah Maha kuasa mentakdirkan dan mentabirkan sehingga mau tidak mau,

kita manusia mesti menurut peraturan yang telah di tentukanNya yang di

sebut sunnatullah.

إله النهاس Sembahan manusia

Kata (إله) berasal dari kata aliha – ya’lahu ( يأله –أله ) yang berarti menuju

dan bermohon disebut ilah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon

43

kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka, Pendapat lain

mengatakan kata tersebut awalnya berarti menyembah atau mengabdi

sehingga ilah adalah Dzat yang di sembah dan kepada-Nya tertuju segala

pengabdian31. Menurut Sayyid Qutb menjelaskan, al ilah adalah Tuhan

yang Maha tinggi, yang mengungguli, yang mengurusi, yang berkuasa.

Sifat-sifat ini mengandung perlindungan dari kejahatan yang masuk ke

dalam dada, sedang yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana cara

menolaknya karena ia tersembunyi. Ketika menafsirkan QS.an-Nas[114]:1-

3 Ibnu Katsir menjelaskan:

Ketiga ayat yang pertama merupakan sifat-sifat Allah Swt yaitu Sifat

Rububiyah, Sifat Mulkiyah dan Sifat Uluhiyah. Dia adalah Tuhan segala

sesuatu, yang memilikinya dan yang di sembah oleh semuanya, maka segala

sesuatu adalah makhluk yang di ciptakan-Nya dan milik-Nya serta menjadi

hamba-Nya. Orang yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam

permohonannya menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari

godaan yang tersembunyi, yaitu setan yang selalu mendampingi manusia.

Karena tidak seorang manusia pun melainkan memiliki Qarin

(pendamping) dari kalangan setan yang menghiasi fahisyah hingga

kelihatan bagus olehnya.

Setan juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk

menyesatkan melalui bisikan dan godaannya yang terhindari dari

bisikannya hanyalah orang yang di pelihara oleh Allah Swt. Rasulullah

bersabda, “Tidak seorang pun dari kalian melainkan telah ditugaskan

terhadapnya qarin yang mendampinginya.” Sahabat bertanya, “Termasuk

engkau juga ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya. Hanya saja Allah

31 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 597.

44

membantuku dalam menghadapinya akhirnya ia masuk Islam, maka ia tidak

menyuruh kecuali hanya kebaikan.”

Menurut Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir al-Munir,

“Karena sifat kasih Allah Swt kepada kita, Allah mengajari kita tentang tata

cara untuk berlindung dari setan manusia dan jin. Dia memberitahu kita

tentang tiga sifat-Nya: Rububiyah, Mulkiyah dan Uluhiyah, dengan sifat-

sifat-Nya tersebut, Allah akan menjaga hamba yang meminta perlindungan

dari kejahatan setan-setan dalam agama, dunia dan akhirat.”

شر ال س اس النهاس من Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi

Kata (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat, lawan dari khair

yang berarti baik, menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan, syar (خير)

mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit

(pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan

kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan

siksa Ilahi. Kata (الوسواس) awalnya berarti suara yang sangat halus, makna

ini kemudian berkembang menjadi bisikan-bisikan, biasanya adalah bisikan

negative, karenanya sebagian ulama memahami kata ini dalam arti setan

atau merupakan salah satu sifatnya setan32.

Sedangkan kata (الخناس) berasal dari kata (خنس) yang artinya kembali,

mundur, bersembunyi, Patron kata yang di gunakan ayat ini mengandung

makna sering kali atau banyak sekali. Dengan demikian ia bermakna, setan

sering kali kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melupakan

Allah, sebaliknya setan sering kali mundur dan bersembunyi saat manusia

32 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 605

45

berdzikir dan mengingat Allah, saat menafsirkan QS.An-Nas[114]:4

menurut Ibnu Abbas menjelaskan, “Setan bercokol dalam di atas hati anak

Adam, apabila ia lupa dan lalai kepada Allah, setan menggodanya apabila

ia ingat kepada Allah, maka setan bersembunyi.”

لهذي ي س س ف صدور النهاس ا

yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

Kata (صدور) artinya adalah dada, yang di maksudkan adalah tempat hati

manusia, maka ketika menjelaskan ayat ini Syaikh Wahbah menjelaskan:

“yang menebarkan pikiran-pikiran buruk dan jahat di dalam hati. Dalam

ayat tersebut disebutkan kata ash shudur karena dada adalah tempat hati.

Pikiran-pikiran itu tempatnya di hati, sebagaimana dikenal dalam

dialektika orang-orang Arab.” Apakah ayat ini menyangkut bani Adam

saja sebagaimana lahiriah ayat atau termasuk jin juga. Ibnu Katsir mengutip

pendapat bahwa Jin pun termasuk dalam pengertian An-nas ini.

من النهة والنهاس Dari (golongan) jin dan manusia

Bisikan adalah proses penyampaian yang ada didalam hati, hal ini

menjadi titik persamaan antara manusia dengan jin. Perbedaanya hanya jin

tidak melalui pelantara telingga karena dapat masuk dari pembulu darah

manusia33. Kata (من) dalam ayat ini bermakna sebagian, karena memang

sebagian manusia dan Jin melakukan bisikan-bisikan negatif, tidak

semuanya Allah mengabadikan ucapan jin dalam QS.Al-Jinn[72]:11.

33 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 619.

46

منها الصهال ن ومنها دون ذلك كنها طرائق قددا وأنه “Dan sesungguhnya di antara kami ada yang shalih-shalih dan ada juga di

antara kami yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang

berbeda-beda.”

Ada pula yang berpendapat min di ayat ini berfungsi menjelaskan

sehingga artinya adalah Kata al-jinnah (الجنة) adalah bentuk jamak dari jinny

( لجنيا ) yang di tandai dengan ta’marbuthah untuk menunjukkan bentuk

jamak muannats. Kata jinn berasal dari akar kata janana (جنن) yang berarti

tertutup atau tidak terlihat. Anak yang masih dalam kandungan disebut janin

karena ia tidak terlihat. Surga dan hutan yang lebat disebut jannah karena

mata tidak dapat menembusnya, dinamai jin karena ia makhluk halus yang

tidak terlihat.

Seluruh makhluk yang menggoda dan mengajak kepada kemaksiatan

disebut setan, baik dari jenis jin maupun manusia. Setan jin tersembunyi

tapi setan manusia tampak. Menurut Abu Dzar Al-Ghifari pernah ditanya

seseorang, “apakah ada setan manusia?” Ia pun menjawab ada lalu

membaca QS.Al-An’am[6]:112.

نس والن ي حي ب عضه الق ل م وكذلك جعلنا لكل نب عدوا شياطين ال خر ب ع إ غرورا

“Dan demikian itu, Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh, yaitu setan-

setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka

membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk

memperdaya.”

Sedangkan menurut Ibnu Katsir menjelaskan, QS.An-Nas ayat 6 merupakan

tafsir QS.An Nas ayat 5.Sebagaimana pengertian setan dalam QS.Al-

An’am[6]:112 tersebut. Sayyid Qutb menjelaskan, bisikan jin tidak dapat di

ketahui bagaimana terjadinya, namun dapat di jumpai bekas-bekas

47

pengaruhnya dalam realitas jiwa dan kehidupan, adapun mengenai manusia,

kita mengetahui banyak tentang bisikan mereka, lanjutnya dalam Tafsir Fi

Zilalil Quran. “Kita mengetahui pula bahwa di antara bisikannya itu ada

yang lebih berat daripada bisikan setan jin, para mufassir kemudian

mencontohkan teman yang membisikkan kejahatan kepada temannya,

ajudan atau penasehat yang membisikkan kepada penguasa, provokator

yang memprovokasi dengan kata-katanya, penjaja syahwat yang

menghembuskan bisikan melalui insting dan bermacam pembisik lain yang

menggodan dan menjerumuskan sesama manusia.34

34 Ahmad Syakir, Syaikh Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunnah Pres, 2014.

48

49

BAB III

PROFIL PONDOK PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN

TANGGERANG

A. Sejarah Pendirian Pondok Pesantren.

Pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau siswa-siswa belajar

mengaji. Sedangkan secara istilah, pesantren diartikan sebagai lembaga

pendidikan Islam di mana santri biasa tinggal di pondok (asrama) dengan

materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum bertujuan

menguasai menguasai pengetahuan agama Islam secara detail serta

mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan

pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Dan sejarah pondok pesantren mumtaz Ibadurrahman merupakan

salah satu pesantren yang berasaskan ahlussunnah wal jama’ah. Nama

“Ibadurrahman” terinspirasi dari QS.Al-Furqon[25]:63 yang berarti

‘hamba-hamba Allah yang maha pengasih’ melalui jalan tabarrukan

terhadap Al-qur’an ini, Ibadurrahman berharap dapat melahirkan

generasi muslim qur’ani yang mampu mengembangkan nilai-nilai

islam ditengah masyarakat.

lembaga ini dalam sejarahnya dikelola oleh yayasan pondok

pesantren mumtaz Ibadurrahman yang didirikan oleh Drs. KH. Ahmad

Ihsan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ustadz Cepot, seorang

kharismatik yang memiliki jiwa spiritual yang luar biasa, beliaulah

orang yang mengagas berdirinya Pesantren Ibadurrahman. KH.

Ahmad Ihsan juga yang memberikan nama Mumtaz Ibadurrahman

karena beliau terinspirasi dari surat al-Furqan ayat 63 yang memiliki

arti “hamba-hamba Allah yang maha pengasih”. Penyematan nama

50

Ibadurrahman bukan tanpa alasan akan tetapi KH Ahmad Ihsan

berharap dengan wasilah (pelantara) keberkahan surat al-Furqan maka

pesantren ini akan dapat mencetak generasi-generasi qur’ani yang

dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar, umumnya untuk bangsa

dan negara.1

Pondok Ibadurrahman bertempat di jalan KH. Hasyim Ashari,

cipondoh, kota Tanggerang, Provinsi Banten Jawa Barat, dengan akta

notaris No 21. Tanggal 21Juli 2001 pondok ini resmi didirikan

kemudian berubah menjadi yayasan Ibadurrahman dengan Akta No. 31

tanggal 31 Januari 2012. Pertama kali pondok Ibadurrahman berdiri

hanya memiliki 28 santri putra dan putri saja, itupun yang berdomisili

disekitaran Jakarta dan Tanggerang. Namun semangat untuk terus

memberikan kebermanfaat untuk keilmuan dan al-Qur’an Ustad Cepot

atau KH Ahmad Ihsan selalu memotivasi para santri untuk terus

belajar dan menjadi orang yang bermanfaat sehingga tidak

membutruhkan waktu yang cukup lama pesantren Ibadurrahman

memiliki santri banyak hampir 1000 santri lebih.

Sejak awal berdiri pada tahun 2001, pesantren ini telah

berkomitmen memperjuangkan pendidikan umat Islam melalui upaya

mempersiapkan kafa’ah generasi muslim yang intelektualis, holistis

dan mampu mengintegrasikan ilmu dan skill nya secara modern dan

terarah dengan tetap memprioritaskan akhlakul karimah sebagai

karakter utama. Saat pertama kali dibuka, pondok pesantren modern

Ibadurrahman hanya diminati 28 orang santri yang berasal dari sekitar

Jakarta dan Tangerang saja, berbekal semangat yang tinggi dan

1 Ust Muslihin Jamil (sesepuh ponpes ibdr) Wawancara Cipondoh, 08 Mei 2020,

Banten.

51

dorongan dari keluarga, Drs. Kh. Ahmad Ihsan atau yang lebih dikenal

dengan ustadz Cepot pun terus mengibarkan bendera Ibadurrahman di

sela-sela dakwahnya di seluruh nusantara. Seiring waktu santri pun

terus berdatangan dari berbagai daerah dan propinsi di Indonesia setiap

tahunnya dengan jumlah santri saat ini tahun ajaran 2018-2019

berjumlah 600 orang santri baru, diatas lahan 3 hektar dan berbagai

fasilitas pendukung.

Sesuai dengan tekad pendirinya, Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman tidak hanya menerapkan kurikulum pendidikan agama

saja, namun berbagai disiplin ilmu termasuk skill pun diadopsi.

Termasuk penekanan bahasa arab dan inggris (bilingual) dalam

keseharian santri. Oleh karenanya, tenaga pendidikan didatangkan dari

berbagai lulusan Uniersitas dalam dan luar negeri serta alumni

pesantren modern dan salafy lainnya.

Tidak ada yang tidak berproses, berbagai tantangan dan kendala

rupanya tidak menjadikan Ibadurrahman pesimis dan mundur namun

menjadi generator penyemangat. Hal ini ditandai dengan terus

ditingkatkannya seluruh aspek pengembangan pesantren. Seperti

membangun masjid yang bernama Masjid Bani Ibrahim didalam

Pondok Pesantren agar seluruh santri putra dan putri bisa sholat

berjamaah dengan kyai, para asatidz dan juga seluruh anggota yang

berada didalam pondok pesantren ini. Dan juga penambahan lahan

yang luas agar lebih terarah dan rapi dalam setiap kegiatanannya dan

juga dalam asrama santri putri maupun santri putra, ada juga perolehan

penghargaan dan prestasi santri dibidang akademik, seni dan olahraga

pada tingkat kota, jabodetabek, dan provinsi. Tercatat juga Pondok

52

Pesantren Mumtaz Ibadurrahman pernah menjadi delegasi provinsi

Banten dalam acara Muktamar Pesantren Nasional di Istana Negara

bersama Presiden RI, di kota Tangerang pun pondok pesanten Mumtaz

Ibadurrahman menjadi salah satu pesantren unggulan, diantaranya

karena mendapatkan nilai grade (akreditasi A) baik ditingkat SMP

maupun SMA.

B. Biografi KH Ahmad Ihsan sebagai Pendiri Pondok Pesantren

Drs. KH. Ahmad Ihsan atau sering dikenal dengan sebutan ustadz

cepot merupakan seorang guru sekaligus maestro pendakwah di

Indonesia. Julukan ustadz cepot muncul karena kekhasan wajah dan

karakter jenakanya dalam berdakwah. Ia mengawali pendidikan

agamanya di Darrurahman Jakarta, sebuah pesantren asuhan KH.

Syukron Ma’mun. Disinilah disiplin ilmu agama dan pengembangan

dirinya dimulai. Kemudian ia lanjutkan ke pesantren Al-Makmur

Kota Tangerang. Pria kelahiran Tangerang, 9 April 1958 ini

menempuh pendidikan S1 di UIN Bandung pada Fakultas

Tarbiyah. Karena merasa masih harus terus mendapatkan

ilmu sebanyak- banyaknya, sambil kuliah ia pun masih mengaji di

Bustanul Wildan, sebuah pesantren salafy di Cileunyi. Bandung

Putra dari pasangan H. Syai’in dan Hj. Masnun ini mulai

mengikuti semangat berorganisasinya dalam berbagai kegiatan

kemahasiswaan. Di saat-saat inilah ia mulai berkembang menjadi

pemuda yang menonjol, kepemimpinannya pun mulai tumbuh.

HIMATA (Himpunan Mahasiswa Tangerang) adalah salah satu

oranisasi yang pernah ia lahirkan bersama rekan-rekannya.

Kesederhanaan dan keprihatinan sekolah menjadi pola hidup Ihsan

53

muda, semangatnya tidak pernah luntur dalam mengejar cita-cita.

Sering kali ia memilih menghabiskan uang sakunya yang terbatas

untuk membeli buku-buku kuliah.

Setelah menyelesaikan studinya, pria dari 7 bersaudara ini pun

kembali ke kampung halamannya di neroktog, Tangerang.

Walaupun ia diajukan sebagai dosen dan harus menetap di Bandung,

ia lebih memilih mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru di

tanah kelahirannya. Rupanya jalan harapan tidak selalu seperti yang

diinginkan. Ia sempat berjualan rokok asongan karena harus

membantu biaya hidup keluarga. Hal ini tidak berlangsung lama,

bermodal ilmu agama yang ia miliki, ia pun mengajar Al-Qur’an dan

menjadi guru di beberapa sekolah. Karena bakatnya dalam

menyampaikan ilmu agama ia pun mulai menjadi ustadz muda

diberbagai majlis ta’lim. Masyarakat pun menerima gaya

penyampaiannya yang apa adanya namun indah dan terarah. Ia pun

aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi pemuda. Tercatat ia

pernah aktif di LBIQ (Lembaga Bahasa dan Ilmu Qur’an) Jakarta

yang telah menghasilkan guru-guru besar dan para ulama.2

Pada tahun 1995 pria yang dikenal jenaka tapi tegas ini

mempersunting pujaan hatinya, Ruqoyyah, seorang gadis sholehah

asal Purworejo. Sesudah berkeluarga keduanya tetap aktif menjadi

guru ngaji, Undangan dakwah mulai berdatangan dari berbagai

daerah, termasuk daerah diluar pulau jawa. Hingga saat ini, mereka

dikarunia 5 putra putri yaitu Faiz Dzu Darain, Fadlah Qonita, Fasya

Annisa, Fahma Azkia dan Farasy Aulia.

2 Ust Rio Anggola (Pengajar ponpes ibdr) Wawancara Cipondoh, 15 Mei 2020,

Banten.

54

Melihat pendidikan agama yang semakin lama dirasakan

kurang,batinnya pun terusik untuk mendirikan lembaga pendidikan

yang mumpuni. Dengan uang seadanya, Pada 2001 akhirnya melalui

do’a keluarga, kawan-kawan dan masyarakat akhirnya peletakan

batu pertama dan pembangunan Pondok Pesantren Ibadurrahman

pun di mulai. Karena pengalamannya sebagai seorang guru, ia

pun terus berusaha mengembangkan Ibadurrahman dengan

sentuhan nilai-nilai edukasi dan sosial. Perjuangannya membuahkan

hasil, ribuan santri saat ini dari berbagai daerah di Indonesia pernah

mengenyam pendidikan di pesantren yang ia asuh.

Konsennya dalam berdakwah, membuatnya dirinya makin di kenal

luas dalam menyiarkan agama islam. 2006, adalah tahun pertama

pria berketurunan betawi ini berdakwah di stasiun televisi nasional

sampai sekarang. Hampir seluruh Indonesia pernah

mengundangnya berceramah, termasuk ke luar negeri. Kini dengan

karakter dan tekad kuatnya, hari-harinya diisi dengan kesibukan

berdakwah dan membina umat dan para santri menjadi umat

terbaik.3

C. Peta Geografis Pondok Pesantren

Pondok Mumtaz Ibadurrahkan terletak di Provinsi Banten. Salah

satu provinsi yang berada di pulau Jawa, provinsi ini dulunya

termasuk bagian dari provinsi Jawa Barat namun pada tahun 2000

menjadi provinsi tersendiri. Pesantren Ibadurrahman bertempat di

Kota Taanggerang salah satu kota terbesar yang ada di provinsi

Banten. Kota ini berada disebelah barat kota Jakarta. Kemudian lebih

spesifiknya lagi pondok Ibadurrahman berada di kecamatan Cipondoh,

3 Ust Rio Anggola, Wawancara.

55

kecamatan yang terkenal dengan objek wisatanya yaitu Situ Cipondoh.

Peneliti dalam hal ini menyertakan grafik peta kecamatan Cipondoh

dan denah lokasi dimana posisi Pondok Pesantren Ibadurrahman

berada:

Dengan melihat peta pondok Mumtaz Ibadurrahkan di atas maka

pesantren tersebut terletak di Jl. KH. Hasyim Ashari Gang Masjid,

Kenanga, Cipondoh, RT.001/RW.003, Kenanga, Kec. Cipondoh, Kota

56

Tangerang, Banten 15146. Demikianlah letak geografis pondok

Ibadurrahman dengan data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti.4

D. Cakupan Lembaga Pendidikan yang Berada di Pondok

Pesantren

Dalam pembelajaran ilmu agam Islam di Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman sudah memiliki kurikulum sendiri untuk pemadetan

materi agama, kurikulum yang dimiliki diantaranya Lembaga

pendidikan yang diterapkan di pondok Ibadurrahman ada dua macam

yakni lembaga pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal

digunakan untuk transfer knowledge antar peserta didik dan pendidik

dalam ruangan kelas dengan jam dan waktu tertentu. Sedangkan

pendidikan formal digunakan untuk menempa karakter anak atau

menekanan karakter building sehingga selain mendapatkan ilmu santri

juga dibentuk dalam hal akhlak serta moralnya sehingga dapat

mencerminkan akhlak qur’ani. Peneliti dalam hal ini menklasifikasikan

lembaga pendidikan Ibadurrahman sebagai berikut :

1. Pendidikan formal

a. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Ke

atas (SMA).

Pendidikan informal, Program bahasa, mewajibkan setiap hari

untuk semua santri untuk berdialog menggunakan bahasa arab

dan Inggris, Program dakwah, meningkatkan skil retorika yang

baik pada semua santri, Program tahsin al-Qur’an,

meningkatkan keahlian membaca al-Qur’an serta memiliki

4 Ust Aji Hardiansyah (Pengajar ponpes ibdr) Wawancara Cipondoh, 20 Mei

2020, Banten.

57

hafalan dalam jumlah tertentu, Program Qira’atul kutub,

membekali santri dengan ilmu grammer bahasa arab sehingga

mampu membaca dan memahami kitab kuning, Program

pengembangan diri, meningkatkan kedewaan diri serta

management waktu dengan berorganisasi, latiha n khatib dan

imam salat, Program amaliyah tadris, praktek mengajar ketika

sudah sampai pada jenjang kelas 6.

Selain sitem pendidikan yang komprehensif pondok pesantren

Mumtaz Ibadurrahman juga didukung oleh fasilitas yang memadai

sehingga santri akan lebih mudah mengembangkan potensi yang sudah

didapatkan di ruang kelas. Diantara Fasilitas yang terdapat disekitar

Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman ini dilengkapi dengan :

a. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman sangatlah megah dan

luas sehingga dapat menerima santri-santri tahun ajaran 2018-

2019 sebanyak 600 orang.

b. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman juga difasilitasi

dengan adanya Raudhotul Atfal (RA) Ibdurrahman yang

terletak didepan gerbang utama pintu masuk pondok pesantren.

c. Di dalam pondok Pesantren Mumtas Ibadurrahman terdapat

masjid yang bernama Masjid Bani Ibrahim dibikin untuk para

santriawan dan santriwati menjalankan sholat 5 waktu

berjamaan dengan segenap ustadzah dan ustad sekaligus

pimpinan pondok.

d. Di dalam pondok pesantren terdapat kantor guru-guru, kantor

kepala sekolah SMP, kepala sekolah SMA dan juga terdapat

ruang rapat terkhusus.

58

e. Terdapat gedung-gedung asrama para santri pun terpisah antara

santriawan dan santriawati

f. Ada beberapa gedung sekolah SMA yang terletak dibelakang

masjid dan gedung sekolah SMP yang terletak disebelah ruang

guru.

g. Pondok Pesantren pun memfasilitasi kamar mandi yang sangat

banyak agar para santriawan dan santriawati tidak mengantri

saat ingin mandi atau yang lainnya.

h. Di dalam pondok pesantren juga terdapat 2 kantin yang mana 1

kantin terdapat disamping asrama putri dan 1 kantin lagi

terdapat disamping asrama putra.

i. Terdapat dapur didalam pondok pesantren yang mana setiap

jam makan para santri ini mengantri untuk mengambil jatah

makannya.

j. Pondok pesantren Mumtaz Ibadurrahman juga terdapat 2 aula

yang mana aula tersebut terpisah, untuk asrama putri dan

asrama putra. Dimana tempat buat peristirahatan para wali

santri saat menjenguk anaknya.

k. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman ini juga memfasilitasi

mesin ATM yang berada disamping pintu gerbang ke 2 pondok

pesantren.

l. Pondok pesantren mumtaz ibadurrahman ini mempunyai lahan

parkir yang sangat luas sehingga saat pada hari minggu bisa

menampung banyaknya kendaraan saat wali murid menjenguk

anaknya, dan masih banyak fasilitas lainnya.

59

Kurikulum Pembelajaran Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman5

No Tingkat Kelas Materi Pembelajaran

1. Kelas Dasar (kelas 1) Safinatun Najah

Akhlaqul banin wal banat

Al-Qur’an

Ta’lim Muta’alim

Taqriib

2. Kelas II Ta’alim Muta’alim

Al-Qur’an

Risalatul Najah

Madharijah Su’ud

3. Kelas III Al-Jurumiyyah

Sulamu At-taufiq

Hadist Arba’in nawawi

Sulam Munajab

Addaroryul Bahiyah

4. Kelas IV Imrithy

Targrib wa targhib

Nususul adabiyah

5. Kelas V Al-Fiyyah

Fathul Mu’in

Kurikulum yang baik serta fasilitas yang memadai di pondok

Ibadurrahman berdampak baik bagi santri yang menempa ilmu disana.

Terbukti dengan beberapa prestasi yang sudah ditorehkan dalam

berbagai bidang mulai dari tingkat provensi hingga daerah. Seperti

5 Sumber : Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman

60

kategori lomba mengarang berbahasa arab, pidato, marawis, MTQ,

membaca kitab kuning dan lain-lain.

Demikianlah beberapa lembaga pendidikan yang terdapat di pondok

Mumtaz Ibadurrahman. Dengan beberapa sistem pendidikan yang

diterapkan dalam pembelajaran santri serta santriwati di pondok

tersebut maka sangat memudahkan pihak pesantren untuk mencetak

generasi yang diharapkan dan dibutuhkan oleh bangsa dan negara.

Adapun struktur pondok ibadurrahman peneliti sudah

meringkasnya seperti dibawah ini:6

A. Ketua Yayasan dipegang oleh KH. Faiz Dzu Dararain S. S. I. M.

Pd

B. KH. Muhammad Rusdy BA sebagai Direktur harian

C. Ustadz Abdul Ridha Fatah LC sebagai sekertaris Yayasan

D. Ustadz Muhammad Firdaus S.Pd sebagai bendahara yayasan

E. Ust. Muslihin Jamil sebagai ketua pondok

F. Ustz. Siti Rokimah sebagai sekertaris

G. Ust. Saefuddin sebagai bendahara

H. Ust. Abd Kholiq sebagai departemen keamanan

I. Ust. Aji Hardiansyah sebagai departemen humas

J. Ust. Komaruddin sebagai departemen tandhif (kebersihan)

K. Ust. Indra Irawan sebagai departemen bahasa

L. Ust. Sigit sebagai departemen olahraga

E. Visi, Misi dan Program Pondok Pesantren

6 Ust. Galang Ramadhan (Pengajar) Wawancara Cipete, 21 Mei 2020, Tangerang

Banten

61

Dalam setiap komunitas baik formal maupun nonformal pasti

memiliki visi dan misi. Visi perlu dibentuk agar arah serta tujuan

organias terukur sesuai dengan harapan yang diinginkan bersama. Misi

juga perlu dibentuk sebagai pengejawantahan dari visi supaya arah

tujuan tidak mudah hilang dan dapat menjadi koridor dalam melakukan

cita-cita sebuah organisasi atau lembaga tertentu. Pondok pesantren

Ibadurrahman memiliki visi dan misi yang sudah dirumuskan oleh

para pendiri pesanten yang sering disebut dengan lima pilar utama

yakni Akhlakul karimah, ibadah, pidato, kitab kuning dan bahasa.

Dalam hal ini peneliti merumuskannya sebagai berikut:

Visi pesantren Ibadurrahman.

1. Akhlakul jariah

2. Ibadah

3. Pidato

4. Kitab kuning

5. Bahasa

Adapun misi yang di miliki pondok Ibadurrahman adalah:

1. Iman sebagai fondasi

2. Ibadah sebagai realisasi

3. Ilmu sebagai koreksi

4. Akhlak sebagai karakter sehari-hari

Dengan menjalankan semua pilar-pilar di atas atau visi misi

pesantren maka santri akan memiliki tuntunan dalam belajar. Dalam

artian tidak boleh sembarangan apa yang dilakukan harus mampu

merepresentasikan semua butir-butir visi dan misi yang sudah

dirumuskan oleh para pendiri pondok pesantren sehingga apa yang

62

diharapkan oleh para Kiai dan Ustadz untuk menciptakan generasi

yang unggul dan bermanfaat untuk bangsa dan negara akan terealisasi.

Kemudian sebagai sarana praktik visi misi tersebut pesantren

memberlakukan kegiatan-kegiatan yang terstruktur dan terarah. Mulai

dari bangun sebelum subuh sampai dengan waktu istirahat malam.

Kegiatan ini berlaku untuk semua santri putra maupun putri dan

bersifat mengikat dalam artian diberlakukan hukuman bagi siapaun

santri yang melanggarnya. Semisal santri dibiasakan bangun jam 03.45

untuk persiapan shalat subuh berama’ah di masjid Jami’ Pesantren

Ibadurrahman, semua santri wajib mengikuti jama’ah tersebut kecuali

bagi santri putri yang sedang berhalangan secara syar’i.

Sebelum shalat jama’ah subuh dimulai semua santri bersiap untuk

membaca tartil al-Qur’an sekaligus menunggu santri lainnya yang

belum datang di masjid. Pemimpin bacaan tartil al-Qur’an dijadwal

sesuai dengan hari oleh pengurus pesantren. Setelah jama’ah

terkumpul maka shalat subuh berjama’ahpun dilakukan. Kemudian

setelah shalat jama’ah selesai santri melingkar membuat lingkaran

kecil untuk belajar ilmu tajwid sesuai dengan kelompon yang sudah

ditentukan sesuai dengan tingkatan al-Qur’anya. Setelah semua selesai

maka semua santri kembali ke asrama, mandi dan makan pagi.

Pada waktu pagi hari, tepatnya pukul 07.30 santri berangkat ke

sekolah formal sampai jam 12.35 siang ketika adzan dhuhur

dikumandangkan. Semua santri diwajibkan untuk mengikuti shalat

dhuhur berjama’ah karena kebetulan letak sekolah formal masih dalam

lingkungan pondok pesantren jadi tidak menyulitkan santri untuk

melakukan shalat dhuhur secara berjama’ah. Sebelum jam makan siang

63

para santri diwajibkan untuk membaca tartil selama setengah jam

ketika selesai melakukan shalat dhuhur. Ketika terlil sudah selesai

maka para santri diizinkan untuk makan siang dan istirahat siang

sampai pukul 15.00.

Kemudian pada sore hari yaitu pukul 3 sore atau pukul 15.00 WIB

santri kembali lagi melakukan tartil al-Quran sampai shalat ashar

masuk pada waktunya, semua kegiatan tartil tersebut dilakukan di

masjid Jami’ pondok pesantren. Kemudian jam 16.00-17.00 santri

melakukan kegiatan idhafi yakni kegiatan mendalami kitab-kitab

kuning, mulai dari mengartikan sampai belajar grammer bahasa arab

untuk dapat memahami isi kitab tersebut. Setelah selesai belajar kitab

kuning santri langsung bersih-bersih lokasi pesantren yang biasa

dikenal dengan istilah tandhif ‘am (kebersihan bersama). Kemudian

setelah melakukan kerja bakti para santri mandi dan beragkat ke

masjid untuk melakukan shalat magrib berjama’ah.

Setelah melaksanakan shalat magrib jam 18.30 waktunya makan

malam sampai adzan isyak terdengar santri langsung kembali kemasjid

untuk melakukan jama’ah dan pembacaan ratib al-Haddad yang sudah

menjadi agenda rutin dan unik di pondok pesantren ibadurrahman.

Kemudain setelah melaksanakan pembacaan ratib haddad santri

diwajibkan lagi untuk mengikuti pembelajaran kitab kuning dan

mudzakarah (mereview kembali pembelajaran di sekolah) yang

dibimbing oleh wali kelas masing-masing dan sampai pada pukul

21.50 tiba waktunya bagi santri untuk istirahat. Demikianlah kegiatan

64

rutin yang selalu dilakukan oleh santri pondok pesantren Mumtaz

Ibadurrahmkan Tanggerang.7

F. Biografi Singkat Narasumber dan Responden

Peneliti melakukan beberapa teknik untuk menggali informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian demi mendapatkan informasi dan data

yang valid termasuk melakukan wawancara pada beberapa narasumber

serta responden yang ada di pondok pesantren Mumtaz Ibadurrahman.

Mulai dari ketua yayasan, udtadz dan santri yang mencari ilmu di

pondok tersebut. Peneliti berhasil mewawancarai sembilan narasumber

dan responden dengan pertanyaan yang berbeda-beda sesuai dengan

bidangnya. Akan tetapi ada satu pertanyaan yang sama dan harus

dijawab oleh semua narasumber dan responden yakni terkait pengaruh

atau dampak pembacaan ratib al-Haddad di pondok pesantren

Ibadurrahman.

Dalam penelitian kuantitaif dengan metode wawancara peneliti

mewawancarai lima narasumber dan empat responden yang akan

diuraikan secara singkat dibawah ini:

1. Biografi Narasumber

a) KH. Faiz Dzu Dararain S. S. I. M. Pd, beliau merupakan pimpinan

pesantren saat ini sekaligus anak dari Ustadz Cepot atau pendiri

pondok Ibadurrahman, menempuh pendidikan S1 di UIN Syarif

Hidayatullah kemudian melanjutkan S2 di PTQ Jakarta.

b) Ustadz Abdul Ridha Fatah LC berumur 30 tahun, beliau merupakan

menantu dari anak keduanya KH Ihsan atau ustadz cepot pendiri

7 KH. M. Rusdy BA (Direktur/Pengajar) Wawancara Pinang,25 Mei 2020, Banten

65

pesantren Ibadurrahman. Beliau menempuh pendidikan S1 di

negara Libya kemudian meneruskan pendidikanya ke pondok

pesantren Darur Musthafa yang ada di Hadaramaut. Beliau

mengajar ilmu tilawah dan tartil di pondok ibadurrahman.

c) Ustadz Muhammad Firdaus S.Pd. Beliau merupakan ustadz pertama

yang direkrut langsung oleh KH ihsan untuk membantu mengajar di

pondok Ibadurrahman. Usia beliau 31 tahun dan tinggal di Ciputat,

tanggerang selatan. Beliau mengajar ilmu Tajwid untuk santri putra

dan putri.

d) Ustadz Adam Ferbiansyah S.HSalah satu ustadz termuda yang

mengajar di pesantren Ibadurrahan dengan umur 25 tahun. Beliau

berdomisili di Jl Kampung kandang kambing, Tanggerang. Beliau

mengajar ilmu-ilmu modern seperti komputer dan pengembangan

soft skill.

e) Ustadz Muhammad Faqih Anshari S.I Beliau mengajar ilmu agama

serta kitab klasik untuk santri putra dan putri baik untuk pemula

maupun untuk jenjang kelas aliyah. Usia beliau 26 tahun dan

tinggal di alam sutra kota tanggerang.

2. Biografi Koresponden

a) Hayatun Muklis, dia merupakan salah satu santri senior di pondok

Ibadurrahman yang sudah memasuki kelas 3 Aliyah. Dia sering

memimpin kegiatan selama di pondok pesantren Ibadurrahman baik

menjadi imam shalat ataupun memimpin pembacaan ratib al-

Haddad. Dia berdomisili di Tanggerang tidak jauh dari letak

pesantren tempat dia menimba ilmu.

b) Muhammad Rusydi, dia berasal dari tanah tinggi, Tanggerang usia

17 tahun masuk kelas 2 Aliah. Dia salah satu santri terlama di

66

pondok pesantren Ibadurrahman karena sebelum masuk kelas 1

SMP dia sudah dititipkan orang tuanya untuk belajar ilmu al-Qur’an

di pesantren.

c) Muhammad Anggi asal dari kosambi, Tanggerang. Dia masuk

pesantren Ibdurrahman ketika kelas 1 aliyah sampai sekarang sudah

masuk ke jenjang kelas akhir. Salah satu santri yang gemar

membersihkan ruag kelas dan masjid jami’

d) Fajri Juliawan, dia merupakan salah satu santri berprestasi di

pondok Ibadurrahman banyak sekali prestasi yang sudah dia

torehkan terutama dalam bidang marawis. Usia 17 tahun asal dari

poris plawad Tanggerang.

Demikianlah biografi singkat narasumber serta koresponden yang

peneliti kumpulkan datanya untuk kebutuhan riset dalam skripsi ini.

Untuk transkip dan data rincinya peneliti lampirkan dihalaman terakhir

setelah daftar pustaka.

67

BAB IV

PRAKTIK DAN MANFAAT PEMBACAAN DZIKIR RATIB AL-

HADDAD DI PONDOK PESANTREN MUMTAZ

IBADURRAHMAN

A. Silsilah Sanad Ijazah Ratib al-Haddad Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman

Sebagaimana diterangkan oleh menantu salah satu tokoh di

pesantren Kyai Drs. Ahmad Ihsan, yaitu Ustadz Ridho Abdul Falah,

LC,1 dijelaskan bahwa pembacaan Dzikir Ratibul Haddad di Pesantren

Mumtaz Ibadurrahman merupakan salah satu dari beberapa sanad

keilmuan didapatkan dari mata rantai silsilah dari beberapa tokoh

ulama, seperti:

1) Kiai Ahmad Ihsan dari Habib Abdurrahman Khirid

2) Kiai Ahmad Ihsan dari Habib dari Abuya Dzimyati Cidahu

3) Dari Habib Alwi bin Abdullah al-‘Idrus melalui ijazah secara

umum.

4) Dari Habib Muhammad bin Abdullah al-‘Idrus melalui ijazah

secara umum

Pengasuh Pondok Ibadurahman KH. Faiz Dzu Darain S.S. I,

M.Pd juga menegaskan alasan kenapa mewajibkan dan

melanggengkan bacaan ratibul hadad ini pada semua santrinya. Salah

satu alasan mendasarnya adalah karena beliau merasa terpacu dengan

isi kandungan dzikir dalam ratib al-hadda yang sangat bermanfaat

baik untuk dirinya sendiri maupun orang yang ada disekitar. Dan

1 Wawancara dengan Ustadz Ridha Abdul Fatah LC tanggal 10 April 2020.

68

beliau juga yakin akan meninggal dengan keadaan khusnul khatimah

apabila bisa merutinkan bacaan ratib al-haddad.

Pada hakikatnya manusia di ciptakan Allah SWT untuk

senantiasa beribadah, mengingat (dzikir) kepada-Nya apalah arti

sebuah hidup kalau kita tidak mengingat dan beribadah kepada dzat

yang telah memberi kehidupan kepada kita, oleh karnanya ibadah dan

dzikir yang dilaksanakan oleh seorang hamba sangatlah penting di

samping untuk ta’abudan juga untuk mendekatkan diri kepada Allah

dzat yang telah menciptkan seluruh alam ini. Karna Allah menciptkan

seluruh apa yang ada didunia ini tidak lain hanya untuk beribadah

kepada-Nya lebih-lebih kita sebagai manusia tentu sudah menjadi

kewajiban dan keharusan untuk beribadah kepada Allah Swt2.

QS.Adz-Dzariyat [51]:56.

الا ليعبدون وما خلقت الجن والانس Artinya: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk

menyembah kepada-Ku”. Karena orang yang dekat kepada Allah dapat diketahui dengan

tiga cara, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Mawardi Labai dalam

bukunya yang berjudul Zikir dan Do’a dalam Kesibukan: pertama,

ialah dengan Pikiran dan ucapan selalu mengingat kepada Allah Swt.

Kedua, dengan melakukan perbuatan baik, amal sholeh itu dasar

petunjuk Allah Swt. Ketiga, dengan merasa bimbang sedih itu karna

semisal ada orang yang merusak, dan melecehkan agama Allah.3

2 Muhammad al-Mighfar, Terapi al-Qur’an untuk Penyakit Fisik dan Psikis

Manusia, (Jakarta: Penerbit Asta Buana Sejahtera, 2006). 3 KH. Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do’a dalam kesibukan, (Membawa

Umat Supaya Sukses dan Selamat), Penerbit: al-Mawardi Prima.h.31.

69

B. Praktik Pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad

Praktik pelaksanaan dzikir Ratib al-Haddad di banyak tempat dan

jam’iyyah berbeda-beda. Ada yang dilakukan sehabis shalat Maghrib,

sehabis Shalat Isya’, dan bahkan pada waktu dinihari setelah

pelaksanaan qiyamul lail. Di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman

dzikir Ratib al-Haddad rutin dilaksanakan setiap selesai shalat isyak

yang bertempat di masjid pondok. Selama penelitian berlangsung,

peneliti ikut terjun langsung mengikuti kegiatan dżikir Ratib al-Hadad

di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman yang diikuti oleh semua

santri. Adapun detail pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

Penulis melakukan penelitian ini berbarengan dengan musim

pandemic Covid-19, sehingga pesantren yang menjadi tujuan

penelitian juga diliburkan. Dari pengalaman penulis yang mondok

selama periode 2007-2013 serta pengakuan KH. Rusdi didapati

informasi bahwa prosesi pelakasanaan pembacaan Ratib al-Haddad di

PP Mumtaz Ibadurrahman belum berubah hingga sekarang. Dari

pengalaman yang penulis alami sendiri selaku santri di pesantren,

pembacaan dzikir Ratibul Haddad yang dilaksanakan masih

dilaksanakan sehabis shalat Isya’ berjamaah.

Kegiatan ini dipimpin oleh salah satu santri yang ditugaskan

secara bergiliran. Biasanya petugas dipilih dari santri kelas 3 Aliyah

(SMA). Santri ini juga bertugas mengumandangkan adzan Isya’.

Sebelum mengumandangkan adzan Isya’, petugas membacakan

shalawat selama lebih kurang sepuluh menit. Tujuan pembacaan

70

shalawat ini adalah memberi tahu para santri bahwa sebentar lagi akan

masuk waktu Isya, sehingga mereka dapat bersiap-siap datang ke

masjid. Perlu diketahui, bahwa setelah berjamaah shalat Maghrib para

santri diberi kesempatan waktu untuk makan malam, sehingga mereka

bubar dari masjid dan mereka dikumpulkan kembali dengan

pembacaan shalawat sebelum kumandang adzan Isya’.

Ketika waktu menunjukkan sudah masuk Isya, petugas

mengumandangkan adzan. Lalu para jamaah santri yang sudah

berkumpul melaksanakan shalat qabliyah Isya’. Setelah semua

menunaikan shalat sunnah, petugas kemudian mengumandangkan

iqamah, dan selanjutnya petugas yang sudah ditunjuk tadi memimpin

pelaksanaan shalat Isya berjamaah. Selain santri yang menjadi petugas,

terkadang petugas yang memimpin shalat Isya berjamaah dan

pembacaan dzikir Ratibul Haddad juga dilakukan oleh ustadz. Imam

memimpin pelaksanaan shalat Isya berjamaah empat raka’at. Selesai

shalat langsung dilanjutkan dengan pembacaan ratib, tanpa didahului

dengan pembacaan dzikir. Jadi, khusus shalat Isya’ dzikir setelah

shalat adalah dzikir Ratib al-Haddad ini. Sehingga, setelah shalat

berjamaah Isya selesai, para santri melanjutkan dengan menunaikan

shalat sunnah ba’diyyah Isya’, dan setelah selesai shalat sunnah

ba’diyah Isya’ dilanjutkan dengan dzikir Ratibul Haddad.

Pembacaan dzikir Ratibul Haddad, seperti yang sudah penulis

sampaikan di muka, dipimpin oleh Imam berjamaah Isya’. Imam

memulai dengan membacakan tawassul dan memberikan hadiah

pembacaan surah al-Fatihah untuk Pengarang Ratibul haddad

sekaligus yang mengijazahkannya, kemudian Almarhum almarhumah

71

keluarga pendiri ponpes Ibadurrahman, dan ulama kaum muslimin

muslimat pada Umumnya, dalam pembacaan Ratibul Haddad

pembacaan surah al-Fatihah dilakukan di dua tempat: di awal dan di

bagian akhir sebelum membaca doa penutup. Jamaah biasanya

membaca tawassul di salah satu dua tempat ini. Pesantren Mumtaz

Ibadurrahaman membiasakan pembacaan tawassul di awal sebelum

membaca surah al-Fatihah yang menjadi pembuka dzikir ratib ini.

Ayat-ayat yang dibaca dalam Ratibul Haddad adalah surah al-

Fatihah, lalu Ayat Kursi, dan dua ayat terakhir surah al-Baqarah.

Kesemua ayat tersebut dibaca satu kali. Setelah itu, imam memimpin

membaca beberapa formula dzikir yang dapat digolongkan ke dalam

bacaan tahlil dengan membaca La ilaha illallah wahdahu la syarika

lahu lahul mulku wa lahu al-hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli

syai’in qadir. Kalimat tahlil ini dibaca tiga kali, dilanjutkan dengan

membaca kalimat-kalimat tasbih (subhanallah walhamdu lillah wa la

ilaha illallah wallahu akbar, dan juga subhanallah wa bihamdihi

subhanallah al-azhim) masing-masing tiga kali. Lalu beristighfar da

bertaubat kepada Allah SWT meminta diampuni dosa dan diterima

taubat. Selanjutnya membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,

masing-masing juga 3 kali.

Setelah shalawat dilanjutkan dengan membaca doa

perlindungan kepada Allah SWT, baik dengan perantaraan kalimat-

kalimat-Nya secara sempurna, maupun dengan perantaraan kalimah

basmalah, seraya menunjukkan rasa ridha untuk bertuhan kepada

Allah, berislam dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi.

Lalu dilanjutkan dengan memanjatkan doa dengan berwasilah dengan

72

menyebut nama Allah dan juga bersyukur memuji Allah SWT bahwa

kebaikan maupun keburukan terjadi atas kehendak Allah juga. Masing-

masing doa dibaca 3 kali.

Selanjutnya membaca ikrar bahwa sebagai manusia beriman

kepada Allah dan Hari Akhir, seraya bertaubat kepada-Nya, baik

zhahir maupun batin. Lalu memohon ampunan dan penghapusan dosa

kepada-Nya dibaca sebanyak 3 kali. Lalu memuji Allah yang memiliki

kekuatan dan kemuliaan seraya meminta diwafatkan dalam keadaan

Islam yang dibaca sebanyak 7 kali. Setelah itu, membaca asma Allah

yang baik dan memiliki nilai kekuatan (al-Qawiyyul matin) memohon

dihindarkan dari kejahatan mereka yang berlaku zalim, memohon

kebaikan bagi urusan kaum muslimin, dan memohon dengan kuasa

Allah melegakan duka cita dan rasa sempit di dada yang dibaca

masing-masing 3 kali, serta kembali meminta ampunan Allah dari

segala kesalahan sebanyak 4 kali.

Setelah itu imam memimpin jamaah untuk membacakan lafaz

tahlil sebanyak 33 kali. Biasanya jika santri yang memimpin

pembacaan dibacakan lafaz tahlil 33 kali saja, sementara jika ustadz

yang memimpin biasanya ustadz akan membacakan lafaz tahlil

sebanyak 50 kali sesuai dengan rekomendasi penyusun ratib. Setelah

itu, dibacakan surah al-Ikhlas tiga kali, dan silanjutkan dengan surah

al-muawwidzatain dan ditutup dengan surah al-Fatihah sebanyak satu

kali, sebelum dibacakan doa. Dalam kebiasaan yang dilakukan di

Ponpes Mumtaz Ibadurrahman, pembacaan surah al-Fatihah yang

terakhir ini tidak disertai dengan pembacaan tawasul lagi.

73

Pembacaan Ratibul Haddad di pesantren Mumtaz

Ibadurrahman ditutup dengan membaca doa yang diaminkan oleh

seluruh jamaah. Do’a ini didapatkan berdasarkan ijazah yang diterima

oleh pengasuh pondok. Bacaan doanya sebagai berikut:

ه ا ال اف ار اج اي ا الفاتحة اوبمعجزة ة ا هف ات ح ال ر س او ة هف ات ح ال ق اب ح لل

من ا ه اي اار ء هب ل ال ي اد لف ع ي اره ،او رو اي غهف ه ب اد ع ا ،اي ام ه هغ ال ف ي اك اش و

الرلمي ا الر ايا البلء اعنا الدفع يه ا لل اي ار ء هب ل ال ي اد لف ع و

لرمنااولخرادعوله النالحمداللهاربالعامي ا

Artinya: Ya Allah dengan kebenaran-Nya surat fatihah dengan

rahasia-rahasiaNya surat fatihah dengan Mukjizat-Nya surat

fatihah, wahai yang maha menghilangkat kesedihan, dan wahai

maha mengangkat kegundahan, wahai yang maha penganpun dan

penyayang kepada hambanya, wahai yang maha pencegah bala ya

Allah, wahai yang maha pencegah bala ya Rohman, wahai yang

maha pencegah bala ya Rahim, serta penutup doa mereka ialah:

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

Setelah pembacaan Ratib al-Haddad selesai, para santri

kemudian meninggalkan masjid dan kembali ke kamar masing-

masing untuk melaksanakan belajar.

C. Tujuan dan Manfaat Pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad

Menurut Para Asatidz

Rutininas santri membaca Ratib al-Hadad bukan tanpa alasan,

karena Ratib al-Hadad memiliki banyak sekali manfaat yang diperoleh

bagi pembacanya. Bahkan, menurut ustadz Ridha manfaatnya tidak

bisa dikalkulasi secara matematis (اولااتحصى Selain memberikan .(لاتعد

ketenangan bagi pembacanya juga dapat menolak hal-hal yang tidak

74

diinginkan serta mempermudah mendatangkan rizqi.4 Dan yang paling

penting lagi, menurutnya adalah pembacaan Ratib al-Hadad ini dapat

memperkuat Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah اولخيراللهاولحمدااللهابس

اللهابمشيئةاولشر dalam penggalan kalimat ini Imam Al-Haddad

menyelipkan doa permohonan kepada Allah agar ‘Aqidah kita selalu

terjaga dalam koridor Ahlusunnah Wal Jama’ah yang memiliki

madzhab wasathiyyah (di tengah-tengah) dan juga untuk memberikan

argumentasi pada kita bahwasanya walaupun kita ini mampu

melakukan sesuatu akan tetapi segala kebaikan dan keburukan semua

kembali kepada Allah SWT.5

Dalam kajian literature beberapa manfaat pembacaan Ratib al-

Hadad adalah:6

1) Dimudahkan rizqi

2) Diangkat derajatnya oleh Allah SWT

3) Mendapat syafa’at ketika diakhrat

4) Dijauhkan dari ganguan sihir dan kejahatan lainya

5) Tidak mempan dengan tenaga dalam yang beraliran gelap

6) Dipermudahkan membayar hutang

7) Disayangi semua mahluk

8) Diringankan ketika menghadapi musibah

9) Dilindungi Allah dari fitnah dan kedzaliman manusia

Demikianlah beberapa manfaat dari pembacaan Ratib al-

Haddad. Salah satu manfaat yang dituju dalam pembacaan dzikir Ratib

4 Wawancara dengan Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. (Menantu Kyai/Pengajar),

10 April 2020, Cipondoh Banten. 5 Wawancara Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. 6 Ahmad Dzaky al-Syafa, Buku Pegangan Doa dan Dzikir Keselamatan Ratibul

Haddad.(Yogyakarta,Mutiara Media. 2015) h, 7-8.

75

al-Hadda adalah mendapatkan derajat kemuliaan di sisi Allah. Ini

ditegaskan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman

KH. Faiz Dzu Darain, S.S.I, M. Pd. Baliau menganjurkan kepada

santri-santrinya untuk senantiasa selalu istiqamah mengikuti dżikir

Ratib al-Hadad bersama secara khusyu’. Bapak KH. Faiz Dzu Darain,

S.S.I, M.Pd selaku pengasuh senantiasa menganjurkan untuk

mengamalkan, dan mengajak santri untuk dżikir Ratib al-Hadad

tersebut karena termotivasi dari dirinya sendiri, yaitu ingin menjadi

orang yang bermanfaat baik di dunia dan akhirat. Bahkan beliau

menyakini bahwa siapapun yang melanggengkan bacaan Ratib akan

meninggal dengan keadaan husnul khatimah, dijauhkan dari mara

bahaya dan dipermudahkan rizkinya.7

Dalam praktik agama Islam, dżikir adalah sebuah media

transformasi diri. Dzikir membantu kita mentransformasikan kesadaran

diri yang lebih rendah menuju kesadaran yang lebih tinggi. Melalui

dżikir, sejatinya kita diangkat ke tingkat yang lebih tinggi yang

menjadi sebuah jalan spiritual bagi kita. Agar kita sadar bahwa Allah

tidak pernah jauh dari kita, tapi sebaliknya, Allah sangatlah dekat

dengan kita.

Kata Ratib adalah sebuah istilah dalam bahasa Arab, yang secara

harfiyah bermakna sesuatu yang disusun atau diatur. Namun makna

secara istilah adalah rangkaian dzikir, do’a, pujian, dan juga munajat

kepada Allah, yang disusun sedemikian rupa secara teratur dan dibaca

dengan rutin .Lafadz dzikir itu bisa saja bersumber dari al-Qur’an, as-

Sunnah ataupun hasil dari gubahan dari penyusun Ratib itu sendiri.

7 KH. Faiz Dzu Darain S. S. I, M. (Pengasuh Ponpes Ibadurrahaman),Wawacara

Cipondoh, 13 April 2020, Banten.

76

Namun meski bersumber dari al-Qur’an atau sunnah Nabi, peran

penyusun Ratib adalah memuat urutan-urutannya, mana yang dibaca

terlebih dahulu dan mana yang dibaca kemudian. Selain itu peran

penyusun Ratib juga membuat ketentuan untuk pengulang-

pengulangannya, seperti dibaca tiga kali, tujuh kali, sepuluh kali dan

seterusnya seperti yang diamalkan dan dibacakan di Pondok Pesantren

Mumtaz Ibadurrahman, Tanggerang8

Ustadz Ridho Abdul Fatah LC menjelaskan, bahwa untuk

mendapatkan keberkahan hidup adalah dengan beribadah kepada Allah

secara istiqamah. Orang yang rajin dan konsisten beribadah adalah

orang yang selalu berkunjung dan bermunajat kepada Allah. Dalam

ibadah yang benar, Allah menjadi titik sentral dari seluruh kegiatan

dan aktivitas hidup. Apalagi makna yang terkandung dalam Ratib al-

Haddad sangat sarat akan manfaat seperti yang sudah dijelaskan

penulis di atas. Karena sesungguhnya semua yang ada dalam Ratib

adalah doa dari nabi Muhammad Saw.9 Hal selaras juga disampaikan

oleh Ustadz Khairul Ihsan. Beliau menegaskan keutamaan surat al-

Fatihah yang ada didalam ratib al-Haddad, dimana surat al-Fatihah

mengandung semua esensi yang ada di dalam al-Qur’an. Siapapun

yang membacanya secara rutin apalagi digabung dengan wirid-wirid

pilihan dari ratib al-Haddad pasti akan dijaga oleh Allah baik lahir

maupun batin10.

Pembacaan ratib al-Haddad tidak hanya bermanfaat untuk

menenangkan jiwa semata akan tetapi juga dapat memperluas rizki.

8 Wawancara Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. 9 Wawancara Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. 10 Ustad Muhammad Firdaus, S. pd (Guru Ibadurrahman), Wawancara Ciputat,15

Juni 2020, Banten.

77

Para perintis pondok Ibadurrahman terutama ustadz KH. Ahmad

Hasan Ikhsan atau sering disebut dengan ustadz Cepot sangat

menyarankan kepada semua perintis untuk merutinkan pembacaan

ratib al-Haddad . Pada akhirnya kegiatan tersebut berdampak secara

nyata dengan dipermudahkanya proses pembangunan pondok dari

kecil hingga besar seperti saat ini. Tentunya hal tersebut tidak lepas

dari berkhanya membaca ratib al-Haddad serta tawasul dengan para

Ulama dan Habaib11.

KH. Faiz Dzu Darain S. S. I, M. Pd selaku Pengasuh Pondok

Ibadurrahman yang ada di Tanggerang juga menerangkan makna

bacaan Ratib al-Haddad yang sangat dalam. Salah satunya dapat

menentramkan hati pembacanya terutama para santri yang menuntut

ilmu di Pesantren tersebut. Santri akan dimudahkan dalam proses

pembelajaran karna mendapat berkah dari doa-doa yang ada di dalam

Ratib. Beliau juga menegaskan bahwa apabila seseorang atau santri

dapat merutinkan bacaan tersebut maka pada akhir hayatnya akan

mendapatkan khsunul khatimah12.

Makna spiritual dzikir ini begitu melekat dan dalam, karna

penyusunya juga tidak orang sembarangan merupakan kekasih Allah

Swt. Tidak hanya dapat melancarkan belajar santri Pondok

Ibadurrahman saja akan tetapi dapat mengasah jiwa santri hingga

mencapai ma’rifat. Tingkat paling tinggi seorang hamba berada di sisi

Allah Swt. Inilah yang diharapkan dari pendidikan santri yang ditempa

secara mental maupun spiritual. Dengan begitu semua santri yang

11 Ustadz Muslihin Jamil (Guru Ibadurrahaman), Wawancara, Cipondoh, 15 Juni

2020, Banten. 12 KH. Faiz Dzu Darain S. S. I, M. Pd, Wawancara.

78

menimba ilmu di Pondok Pesantren Ibadurrahman dibekali dengan

ilmu dunia dan akhirat13.

Kemudian Ustadz Adam Febriansyah sebagai guru agama di

pondok Ibadurrahman menjelaskan pentingnya tawasul kepada Imam

Abdullah bin Alawi al-Haddad setelah tawasul kepada Nabi

Muhammad dan para sahabat-Nya, Abdullah bin Alawi al-Haddad

adalah seorang ‘alim dan memiliki spiritual yang luar biasa. Diamna

beliau menyusun ratib al-Haddad karena terinspirasi dari pengalaman

yang beliau dapatkan dimomen lailatul qadr. Jadi apabila santri

ibadurrahman dapat meresapi dan bersungguh-sungguh dalam

bermunajat pasti akan dipermudah dalam proses belajar. Terutama

dalam memahami sesuatu akan mudah paham dan hapal sebagaimana

yang sudah dirasakan oleh Ustadz Adam Febriansyah14.

Dari pengertian di atas, agaknya dżikir baru merupakan bentuk

komunikasi sepihak antara makhluk (manusia) dengan Khāliq saja.

Akan tetapi lebih dari itu, żikir Allah bersifat aktif dan kreatif, karena

komunikasi tersebut bukan hanya sepihak, melainkan bersifat timbal

balik. Seperti yang yang dikatakan oleh Al-Ghazali, “dzikrullah berarti

ingatnya seseorang bahwa Allah mengamati seluruh tindakan-tindakan

dan pikirannya”. Dengan demikian, implikasi dari adanya perilaku

dżikir, yakni mengingat, memperhatikan, mengenang, dan merasa

bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Tuhan akan berpengaruh kuat

terhadap jiwa dan kesadaran. Jadi dżikir Allah bukan hanya sekedar

mengingat suatu peristiwa. Namun mengingat dengan sepenuh

keyakinan akan kebesaran Tuhan dengan segala sifat-Nya serta

13 Ustadz Muhammad Firdaus, Wawancara. 14 Ustadz Adam Febriansyah, Wawancara.

79

menyadari bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah,

seraya menyebut asmā’ Allah dalam hati atau lisan.

D. Manfaat Pembacan Ratib Al-Haddad Bagi Santri

Dżikir merupakan sesuatu yang penting dalam hal Tazkiyatun

Nafs membersihkan jiwa dan hati untuk selalu mengingat, bertaqarrub

kepada Allah SWT. Dalam berbagai keterangan baik dalam al-Qur’an,

Hadis, maupun keterangan dalam kitab-kitab yang di karang oleh

Salafus Sholeh bahwa dzikir mempunyai banyak keutamaan,

disamping itu dengan berdzikir kita akan merasakan kedekatan seorang

hamba dengan Rabb-Nya. Sehingga setiap orang yang selalu Istiqamah

mengamalkan dżikir dengan sungguh-sungguh pasti dia akan

mendapatkan pahala.

Menurut Hayatun Muklis salah satu santri Ibadurrahman tidak

hanya pahala saja yang di dapatkan akan tetapi dapat merasakan

ketenangan jiwa ketika membacanya. Mempermudah proses belajar

dan mendapatkan berkah dari Shahibur Ratib (Pengarang dzikir ratib)

yakni Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Hadad.15

Bahkan apabila dilaksanakan dengan penuh kekhusyukan dan

kemantapan Ratib al-Haddad ini mampu menolak hal-hal yang tidak

diinginkan seperti mengusir penjajah. Hal tersebut pernah dipraktikan

oleh seorang pendiri Nahdlatul Ulama yakni Mbah Wahab Hasbullah

untuk mengusir penjajah Jepang yang ada di bumi Indonesia.16

15 Wawancara langsung dengan santri Hayatun Muklis pada tanggal 10 April

2020, Banten. 16 Wawancara Hayatun Muklis.

80

Muhammad Anggi selaku ketua santri putra Pondok Pesantren

Ibadurrahman memaparkan manfaat yang dia dapatkan setelah

membaca Ratib yang dilakukanya secara rutin bersama dengan santri

dan juga gurunya. Dia meraskan ketenangan jiwa yang tidak pernah

dirasakan sebelum mondok di pesantren Ibadurrahman, dengan

ketenangan jiwa tersebut dia menjadi mudah untuk mencerna pelajaran

sekolah dan merasakan dirinya semakin dekat dengan Allah SWT17.

Karena Ustad Ridla mengatakan mengenai dalil baik al-Qur’an dan

Hadis yang berkaitan dengan dżikir Ratib al- Hadad yang dilaksanakan

di pesantren Ibadurrahman tentang keutamaan- keutamaan dżikir

terutama dzikir Ratib al-Hadad adalah ṣaḥīh dan dapat dijadikan

sebagai hujjah. Jadi, apa yang dirasakan oleh santri baik langsung atau

tidak merupakan salah satu fadhilah Ratib al-Haddad.18

Muhammad Rusydi menyakini dengan merutinkan bacaan Ratib

al-Haddad idiologinya sebagai Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah

akan selalu terjaga tidak mudah digoyahkan oleh pemahaman-pemahan

esktrimis di luar Ahlusunnah yang hari-hari ini sudah mulai

menggerogoti umat islam. Karena pada dasarnya kaum muslimin yang

tidak kokoh pondasi pemahaman terkait Ahlusunnah wal Jama’ah

akan sangat mudah dimasuki pemahaman-pemahan yang melenceng

dan bias jadi menjadi sasaran empuk orang-orang yang ingin memecah

belah umat islam. Dan dengan pembacaan ratib di pesantren

17Wawancara langsung dengan ketua pondok putra Ibadurrahman Muhammad

Anggi tanggal 21 April. 2020, Banten. 18 Wawancara, Hayatun Muklis.

81

Ibadurrahman ini santri ditempa untuk selalu memperkuat paham

Ahlussunnah wal Jama’ahnya.19

Salah satu santri senior yaitu Muhammad Faqih Anshari memiliki

pengalaman tersendiri mengenai kebermanfaatan Ratib al-Haddad

sewaktu dia pulang kerumahnya. Ada salah satu teman pondoknya

yaitu salah satu santri Ibadurrahman yang mengalami kecelakan lalu

lintas ditengah perjalanan. Namun, dengan seizin Allah SWT santri

tersebut tidak mengalami luka berat hanya tergores dan luka ringan

saja. Padahal, secara umum pasti akan mengalami cidra yang cukup

berat. Kejadian ini merupakan salah satu manfa’at talah balak dari

ratib al-Haddad yang selalu dibaca di Pesantren dengan istiqamah.20

19 Wawancara langsung dengan santri Muhammad Rusydi pada tanggal 15 April

2020, Banten. 20 Wawancara langsung dengan santri Muhammad Faqih Anshari pada tanggal 23

April 2020, Banten.

82

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Praktek pembacaan Dzikir Ratibul Haddad di pondok pesantren

Mumtaz Ibadurrahman dilaksanakan dengan ketentuan sbb:

a). Pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad dipimpin oleh santri kelas 3

Aliyah (SMA) secara bergilir sesuai dengan jadwal yang sudah

ditentukan.

b). Santri yang mendapat giliran wajib menjadi muadzin sekaligus

imam shalat dan memimpin bacaan ratib al-Haddad.

c). Sebelum adzan membaca shalawat kurang lebih sepuluh menit,

kemudian dilanjutkan dengan adzan.

d). Setelah adzan melakukan shalat Sunnah qabliyyah dilakukan oleh

semua santri.

e). Santri yang mendapatkan sudah dijadwalkan juga menjadi imam

shalat isyak

f). Kemudian shalat Sunnah ba’diyyah isyak

g). Membaca tawassul kepada Nabi Muhammad, keluarga dan

sahabatNya

h). Pembacaan Ratibul haddad

i). Dan membaca doa

84

B. Saran

Dari kesimpulan penelitian diatas bahwasanya pembacaan Ratib al-

Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman, Tanggerang

dapat berdampak positi bagi para Ustadz dan santri. Akan tetapi

peneliti menyarankan kepada seluruh komponen yang terlibat dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Pengajar ataupun Ustadz pesantren Ibadurrahman untuk

diperdalam lagi pelajaran tentang ilmu al-Qur’an dan Fiqihnya. Karena

peneliti melihat dari beberapa responden masih banyak yang belum

mengerti dalam ilmu tersebut. Kalu biasa dibuat semacam buletin

setiap minggu atau bulanya yang membahas terkait al-Qur’an dan Fiqih

dalam perspektif modern agar santri tambah paham dan luas cakrawala

keilmuan dasar-dasar agama sebelum menyentuh ilmu Tasawwuf.

2. Bagi para santri jangan merasa cepat puas dari apa yang kalian

dapatkan dari dzikir Ratib al-Haddad saja akan tetapi selalu tingkatkan

keilmuan dan juga ibadah melalui Dzikir-dzikir lainya.

85

DAFTAR PUSTAKA

Ad-deed, Ibrahim. 2009. Be a Living Qur’an, Jakarta: Lentera Hati

Andriawan, Didik. 2013.“Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai

Pengobatan (Studi Living Qur’an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari

Safulloh, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo,

Kabupaten Nganjuk).” .UIN Yogyakarta. Yogyakarta.

Anggi, Muhammad. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tanggerang.

Arifin, Bey. 1980. Samudra Al-Fatihah, Surabaya: PT Bina Ilmu.

Atabik, Ahmad. 2010. The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfidz Al-

Qur’an di Nusantara. Jurnal Ilmiah ADDIN Vol. 2 No. 2.

Daud, Abu. Sunan Abu Daud, Beirut: Darul Fikr.

Dzu Darain. Faiz. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tanggerang

El-Sulthani, Mawardi Labay. Zikir dan Do’a dalam kesibukan,

(Membawa Umat Supaya

Faisal.Sanapih, 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi,

Malang; Yayasan Asih Asah Asuh.

Faqih Anshari. M. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tangerang.

Firdaus. Firdaus. 2020. “Makna Ratib al-Haddad”. Tangerang

Hasanah, Uswatun. 2008. “Studi Terhadap Tujuan Membaca Al-

Qur’an Masyarakat Dusun Sukorejo Desa Kentang Kecamatan Susukan

Kabupaten Semarang Jawa Tengah’’. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Yogyakarta.

Al-Husaini, Al-Hamid. 2016. Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad,

Bandung: Pustaka Hidayah.

Isa Bin Saurah, Abu Isa Muhammad. Sunana At-Tirmidzi, Juz 1,

Beirut: Dar Al-Fikr.

Isma’il, Abu Isa Muhammad. Al-Jami’ Al-Shahih, Juz III, Beirut:

Dar Al-FIKR.

86

J. Moleong. Lexy. 1997. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung :PT

Remaja Rosdakarya.

Al-Jawziyyah, Ibn Qoyyim at-Tafsir al-Qayyim.

Latif Fakih, Abdul. 2011. Deklarasi Tauhid (sebuah aqidah

pembebasan) Sisik-Melik Surat al-Ikhlas.Tangerang Selatan: Inbook

Maesaroh, Mamay. 2018. “PENGARUH INTENSITAS DZIKIR

RATIB AL-HADDAD TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL

SANTRI(Penelitian di Pondok Pesantren Mathla’unnajah Ujungjaya

Sumedang. UIN Sunan Gunung Jati. Bandung.

Mansur. M. 2007. Living Qur’an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’

an Dalam Buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.

Yogyakarta: Teras.

Al-Mighfar, Muhammad , 2006. Terapi al-Qur’an untuk Penyakit

Fisik dan Psikis

Manusia, Jakarta: Penerbit Asta Buana Sejahtera.

Moh.Muhtador, Moh. 2014. Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam

Mujahadah ,Jurnal Penelitian, Vol. 8, No, 1.

Mujahidin, Anwar. 2013. Pemurnian Tafsir surat Al-Fatihah

(Analisis Struktural Terhadap Pemikiran Ibn Katsir Dalam Karyanya Tafsir

Al-Qur’an Al-adzim), Yogyakarta: SUKA-Prass.

Muklis. Hayatun.2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tanggerang.

An-Naisabury, Al-Qusyairi AHM. Shahih Muslim, Juz 1, Darul Fikr:

Beirut

Quraish Shihab, Muhammad, 2012. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan

dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Rusydi. Muahmmad. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tangerang

Shihab, Quraish M. 2018. Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan

Doa, Tangerang: Lentera Hati

Sodirin, Ali. 2018. “Praktik Pembacaan Ratib Al-Hadad Di Jam’iyah

Eling Nurul Huda Pondok Pesantren Darul Hikam Desa Gandasuli Kec.

Brebes (Studi Living Hadis”). UIN Walisongo. Semarang.

87

Sukses dan Selamat : al-Mawardi Prima

Suyanto. Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial :

Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana.

Syamsuddin, Sahiron. 2007. Metodologi Living Qur’an dan Hadits,

Yogyakarta: TH-Press

Al-Syafa, Ahmad dzaky . 2015. Buku Pegangan Doa dan Dzikir

Keselamatan Ratibul Haddad., Yogyakarta,: Mutiara Media.

Tharhuni, Muhammad. 2007. khasiat Ayat-aya Umar bin Hasan bin

Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nasihin, terj. Ahmad Sunarto,

Jakarta:Bintang Terang

Usman, Husaini, dan Setiyadi Akbar, Purnomo. 2008. Metodologi

Penelitian Sosial, akarta: Bumi Aksara.

Utami, Sri. 2010. “Penggaruh Dzikir Ratib Al-Haddad Terhadap

Kesehatan Mental Masyarakat Korban Gempa (Studi Kasus Majlis Dzikir

Al-Ghifari Bengkulu”. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

2010).

Zaairul Haq, Muhammad. 2014. 114 Surah Mujarab Al-Qur’an,

Jakarta: Turos.

Zain, Abdullah. 2010. Mukjizat Surat-Surat di Dalam al-Qur’an Juz

28, 29,30, Jogjakarta: Saufa.

Syekh Muhammad al-amin bin abdillah al-alawi al-harari as-syafi’i.

Tafsir Hadaiq Al-Ruh wa Al-Rayhan fi Rawabi’Ulum al-Qur’an. Penerbit :

Dar Thauq an-Najah.Beirut,Lebanon. 1421H/2001M

Shihab Q M. Tafsir Al-Misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-

Qur’an. Jakarta. 2017H

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Tafsīr Al-Qur‟anul Madjid

AnNur,(Jakarta:Cakrawala,2011), h.641

Ahmad Syakir, Syaikh. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Al-Baqarah

Ayat 285. Jakarta: Darus Sunnah Pres, Jilid 1, Cet 2. 2014

PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR

USTAD/USTADZAH PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN

TANGERANG

Penelitian Skripsi

“Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Praktik Pembacaan Dzikir

Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz Ibadurrahman”

Penelitian ini diajukan atas nama Baihaki pada UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu

tentang praktik pembacaan Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman Tangerang. Keterlibatan Ustad/Ustadzah dan Santri

sebagai informan/responden menjadi penting untuk membantu peneliti

dalam memahami dan meneliti praktik pembacaan Ratibul Haddad di

pondok pesantren ibadurrahman, Bapak/Ibu/ Saudara akan diminta

untuk memberikan jawaban dan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan

dibawah ini. Dan saya dapat menjamin Kerahasiaan jawaban dan

tanggapan dari Ustad/Ustadzah/Saudara akan dijaga sesuai kode etik

penelitian.

Transkrip Wawancara Asatidz

DATA DIRI INFORMAN

Nama :

Alamat :

Usia :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

LAMPIRAN

1. Siapa saja Ustad/Ustadzah yang biasa memimpin

pembacaan Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman Tangerang?

2. Darimanakah Pesantren mendapatkan ijazah pembacaan

Ratibul Haddad ?

3. Sejak kapan membaca Ratibul Haddad menjadi tradisi

di Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang?

4. Pada kesempatan kapan saja Dzikir Ratibul haddad

dibacakan Pesantren Mumtaz Ibadurrahman

Tangerang? Apakah ada alasan tertentu tentang

pemilihan waktu tersebut?

5. Berapa durasi waktu yang digunakan untuk membaca

Dzikir Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman Tangerang?

6. Ratibul Haddad Berapa kali dibaca wiridnya, sekali-

sekali atau tiga kali seperti pada umumnya?

7. Siapa sajakah yang membaca Ratibul Haddad di

Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang ?

8. Apa motivasi dan harapan memilih Dzikir Ratibul

Haddad sebagai bacaan yang diamalkan di Pesantren?

9. Manfaat apa yang paling anda rasakan setelah membaca

Ratib ini?

10. Bagaimana praktik pembacaan zikir Ratibul Haddad di

Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang ?

11. Bagaimana pemahaman umum para Ustad/Ustadzah

tentang ayat-ayat Alquran yang terdapat dalam Dzikir

Ratibul Haddad ?

12. Apakah ustadz bisa memberikan penjelasan sedikit

mengapa ayat-ayat tersebut dipilih sebagai bacaan dalam

zikir Ratibul Haddad? Kira-kira apa arti penting ayat-

ayat itu dalam kehidupan kita manusia?

13. Apakah tujuan utama dari membaca ayat-ayat al-Qur’an

dalam Dzikir Ratibul Haddad ?

14. Adakah testimoni atau dampak dari para santri

berdasarkan pengamatan Ustad/Ustadzah tentang

manfaat yang dirasakan sebagai hasil dari setiap hari

menanamkan membaca Ratibul Haddad ?

15. Selain ayat al-Quran yang diwiridkan Ratibul Haddad

juga mengandung banyak doa di dalamnya, Apakah

Ustad/Ustadzah melihat ada nilai penting doa-doa

tersebut dalam Dzikir Ratibul Haddad ?

16. Apakah Ustad/Ustadzah tahu santri mengamalkan terus

Ratibul Haddad ini selepas mengikuti program pesantren

Mumtaz Ibadurrahman Tangerang ini ?

17. Apakah menurut Ustad/Ustadzah Dzikir Ratibul

Haddad ke depannya bisa menjadi bagian dari life style

yang perlu dikembangkan bagi upaya menghidupkan Al-

Qur’an?

18. Apakah ada Dzikir lain yang dibaca secara rutin selain di

Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang Ratibul

Haddad ?

Transkrip Wawancara Santri

DATA DIRI INFORMAN

Nama :

Alamat :

Usia :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pedoman Wawancara

1. Bagaimana pandangan anda tentang dzikir Ratibul Haddad

selaku santri?

2. Apakah anda tahu sejarah pembacaan dzikir Ratibul

Haddad ini?

3. Bagaimana praktek pembacaan Ratib di Pondok ini?

4. Menurutmu apa pengharapan santri ketika membaca Ratib

Hadadd?

5. Menurutmu apa saja manfaat dari pembacaan Ratib ini?

LAMPIRAN