MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK
Transcript of MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK
MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK
PEMBACAAN DZIKIR RATIBUL HADDAD DI PONDOK
PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
BAIHAKI
NIM: 1113034000061
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1441H/2020M
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul MENGHIDUPKAN AL-QUR,AN MELALUI PRAKTIK PEMBACAAN RATIBUL HADDAD DI PONDOK PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 07 Agustus 2020
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Eva Nugraha, M.Ag
Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dr. Abd. Muqsith, M.Ag
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.Ag NIP. 19710607 200501 1 002 NIP. 19690822 199703 1 002
Pembimbing,
Moh. Anwar Syarifuddin, MA NIP. 19720518 199803 1 003
MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PRAKTIK
PEMBACAAN DZIKIR RATIBUL HADDAD DI PONDOK
PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
BAIHAKI
NIM. 1113034000061
Pembimbing:
Muh. Anwar Syarifuddin, MA
NIP. 197205181998031003
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ABSTRAK
BAIHAKI, NIM 1113034000061
Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Praktik Pembacaan Ratibul
Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahaman
Skripsi ini membahas tentang praktik pembacaan dzikir Ratib al-
Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang. Praktik ini
didasarkan pada perintah berdzikir yang ada di dalam al-Qur’an. Ratibul
Haddad merupakan salah satu kumpulan bacaan dzikir (Ratib) yang
sebagian isinya adalah ayat-ayat al-Qur’an baik dalam bentuk ayat-ayat
perlindungan yang paling sering dibaca di samping doa-doa dan juga
shalawat, tahlil, tahmid, dan takbir, serta istighfar. Melalui penelitian
kualitatif, penulis mencoba untuk mendeskripsikan kegiatan pembacaan
Ratibul Haddad di pesantren Mumtaz Ibadurrahman ini. Pembacaan Dzikir
Ratibul Haddad di pesantren Mumtaz Ibadurrahman menjadi salah satu
upaya untuk menghidupkan al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan
pesantren. Kegiatan pembacaan inipun memiliki manfaat baik bagi para
santri, maupun juga institusi pesantren, seperti juga diakui dalam
pemahaman para ustadz dan pengasuh pesantren. Dengan membaca dzikir
Ratibul Haddad yang sebagiannya merupakan ayat-ayat al-Qur’an dan
surah-surah pilihan dapat menjadikan hati para pembacanya lepas dari
kegelisahaan dan problem hidup, yang pada gilirannya memberi dampak
positif bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Kata kunci : Living Qur’an, Ratibul Haddad.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan ke
hadirat Ilahi atas rahmat dan hidayat-Nya serta inayah-Nya yang selalu
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Praktik Pembacaan Dzikir Ratibul
Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahaman”
Ṣhalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad Saw,
yang telah banyak memberi pengajaran dan pelajaran agar manusia berada
di jalan yang benar dan lurus dan senantiasa berada dalam keadaan nyaman
dan juga selamat. Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya
dengan limpahan karunia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya. Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang
penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, al-ḥamdulillāh dapat teratasi
berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, MA, selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para
pembantu Dekan.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH, selaku Sekretaris Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA, Selaku dosen pembimbing
akademik.
iii
5. Bapak Muh. Anwar Syarifuddin, MA, selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu memberikan Arahan kepada penulis, bersabar memberikan
ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di bawah bimbingannya.
Juga melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, sehingga penulis ada gairah
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhususnya jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar dalam mendidik
saya selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.
7. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda H. Marta dan ibunda Hj. Siti
Rofiqoh, yang telah mengarahkan, dengan penuh kasih sayang tanpa
pamrih, dan tak bosan dalam memberikan dukungan moral maupun
materil, serta do’a dan semangat untuk saya.
8. Serta Istriku tercinta Vidya Nurfadhillah, S.Ked yang telah membantu
dan tidak bosan memberikan semangat dan doanya untuk saya. Lalu
Kakakku Firdaus Silahla, ST., dan Baidillah tercinta, dan keluarga besar
yang tidak bosan-bosannya menyemangati dan mendo’akan saya.
9. Dan seluruh sahabat-sahabat yang telah memberikan support serta
doanya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. terutama Muhammad
Faqih Ansori, S.S.I, Adam Febriansyah,SE, Muhammad Rusdi,
Muhammad Idris Alimuddin, S.Ag.
10. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman, karna sudah mengizinkan
saya melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir saya.
Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu
mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar
senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan yang
iv
setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya penulis ini senantiasa
dapat memberikan wawasan mengnai Qur’an dan bermanfaat bagi
semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin ya rabb.
Ciputat, 4 Juli 2020
Hormat saya
Penulis
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan
bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Nomor:158 Tahun1987 dan Nomer: 0543b/U/1987.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak di lambangkan Tidak di lambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ṡ Es dengan titik di atas ث
J Je ج
Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Ż Zet dengan titik di atas ذ
vi
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
ʻ_ Apostrof terbaik ع
G Ge غ
F Ef ف
Q Qi ق
vii
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ’_ ء
Y Ye ي
2. Vocal
Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vocal tunggal dan vocal rangkap,
transliterasi vocal tunggal sebagai berikut:
TandaVokal Vokal Latin Keterangan
A Fathah ا
viii
I Kasrah ا
U Ḍammah ا
Brikut ini adalah vokal rangkap berupa gabungan antara harakat dan
hurup.
TandaVokal Vokal Latin Keterangan
ـي Ai a dan i
ـو Au a dan u
3. Vokal panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang bahasa arab dilambangkan dengan
harkat dan huruf, yaitu:
TandaVokal Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ا
Ī i dengan topi di atas ا
ix
Ū u dengan topi di atas ا
4. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan huruf ال dialih aksara menjadi
‘I’ baik di sandangkan dalam huruf syamsiyah maupun di sandangkan
dengan huruf qamariyah. Contoh: al-ẓikr bukan az-ẓikr.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau Tasydīd dalam sistem tulisan arab dilambangkan
dengan sebuat tanda Tasydīd ( ), dalam translit ini dilambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang di beri tanda Tasydīd. Contoh: رب نا
: rabbanā ينا al-ḥaqq :الحق najjaīnā :نج
6. Cara penulisan kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan
diatas:
ن ن ن زالن االذ كر Innā naḥnu nazzalnā al-żikra إ نا
ك م ب ه اٱلناب يون Yaḥkumubihā al-nabiyyūna ي
Istuḥfiẓū ٱست حف ظ وا
x
7. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt. Subḥanahu wa ta‘ālā
Saw. Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam
QS. Quran Surat
M Masehi
H Hijriah
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Identifikasi,Pembatasan Masalah dan Perumus Masalah ..... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 7
D. Tinjauan Pustaka .................................................................. 9
E. Metodelogi Penelitian .......................................................... 11
F. Sistematika Penelitian .......................................................... 16
BAB II GAMBARAN UMUM PEMBACAAN RATIBUL
HADDAD SEBAGAI BAGIAN LIVING QUR’AN
A. Definisi Living Qur’an ..................................................... 19
B. Sejarah Penulisan Ratibul Haddad .................................... 20
C. Tafsir Makna Ayat-ayat yang dibacakan dalam
Ratibul Haddad ................................................................. 22
BAB III PROFIL PONDOK PESANTREN MUMTAZ
IBADURRAHMAN TANGERANG
A. Sejarah Pendirian Pondok Pesantren ................................ 49
B. Biografi KH. Ahmad Ihsan Sebagai pendiri Pondok
Pesantren ........................................................................... 52
C. Peta Geografis Pondok Pesantren ..................................... 54
D. Cakupan Lembaga Pendidikan yang berada
xii
di Pondok Pesantren ......................................................... 56
E. Visi, Misi, dan Program Kegiatan Pondok Pesantren ....... 60
F. Biografi Singkat Narasumber dan Responden .................. 64
BAB IV PRAKTEK DAN MANFAAT PEMBACAAN DZIKIR
RATIBUL HADDAD DI PONPES MUMTAZ
IBADURRAHMAN
A. Silsilah Sanad Ijazah Ratibul Haddad
Pesantren Mumtaz Ibadurrahman ..................................... 67
B. Praktek Pembacaan Dzikir Ratibul Haddad ..................... 69
C. Tujuan dan Manfaat Pembacaan Ratibul Haddad
Para Asatidz ...................................................................... 73
D. Manfaat Pembacaan Ratibul Haddad bagi Santri ............. 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 83
B. Saran-saran ....................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam lintasan Islam, praktek memperlakukan al-Qur’an atau unit-unit
tertentu dari al-Qur’an sehingga bermakna dalam kehidupan praksis umat
pada dasarnya sudah terjadi ketika era Nabi Muhammad SAW. Menurut
riwayat, Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surat
al-Fatihah, atau menolak sihir dengan al-Mu'awwizatain. Hal ini
menandakan bahwa al-Qur’an diperlakukan sebagai pemangku fungsi di
luar kapasitasnya sebagai teks. Sebab secara semantis surat al-Fatihah tidak
memiliki kaitan dengan soal penyakit, tetapi digunakan untuk fungsi di luar
makna semantisnya. Maka sudah barang tentu apa yang pernah dilakukan
oleh Nabi ini tentu bergulir sampai generasi-generasi berikutnya.1
Studi al-Qur’an sebagai sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang
terkait langsung atau tidak langsung ini, khususnya dalam konteks
penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran
al-Qur’an di sebuah komunitas muslim tertentu, sering dikenal dengan
istilah Living Qur’an yang menitikberatkan terhadap penggunaan Qur’an in
Everyday Life.2
Berinteraksi dengan al-Qur’an merupakan salah satu pengalaman
beragama yang berharga yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan
seorang muslim, karena al-Qur’an merupakan firman Allah SAW. Yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang memiliki keutamaan:
diriwayatkan secara mutawatir, membacanya adalah ibadah, dijadikan
1 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH-Press,
2007), 3. 2 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an dan Hadits, 5.
2
objek tantangan bagi orang-orang kafir yang pandai berbahasa Arab untuk
menandingi walaupun seperti surah terpendek dari Al-Qur’an.3 Interaksi
muslim dengan al-Qur’an biasanya dimulai dengan belajar membaca al-
Qur’an, kemudian ia dapat membaca al-Qur’an baik dilakukan sendiri-
sendiri dan kadang kala dilakukan bersama-sama, bahkan ada individu atau
kelompok yang menghususkan membaca al-Qur’an pada waktu tertentu dan
pada tempat-tempat tertentu misalnya pada malam jumat tengah malam di
serambi masjid atau di makan tokoh tertentu, seperti makam sunan kali jaga,
dan menghatamkan pembacaan al-Qur’an di makam Kyai Kholil Bangkalan
Madura, dan ada juga kelompok yang membaca surat tertentu dalam al-
Qur’an pada waktu tertentu, misalnya membaca Surat Yasin pada malam
jumat.4 Maka hal ini patut digali informasi tentang latar belakang, motifasi,
obsesi, harapan, dan tujuannya.
Manusia sebagai makhluk sosial tak bisa lepas dari kegelisahaan
terutama pada era sekarang ini, problem hidup sangat dirasakan di mana-
mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat, tetapi juga karena
meningkatnya kekerasan, perpecahaan,dan kerusakan. Maka sebagai umat
beragama hal yang utama di lakukan dalam mengadapi hal ini adalah
kembali mengingat tuhan, dalam islam hal ini dikenal dengan istilah dzikir.
dzikir merupakan salah satu ajaran pokok islam karena Allah menciptakan
jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah Swt berfirman:
QS.Adz-Dzariyat[51]:56.
نس إل لي عبدون ٥٦وما خلقت ٱلن وٱل56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
3 Ibrahim ad-deed, Be a Living Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h.43. 4 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an dan Hadits, h. 15.
3
Ayat di atas menjelaskan bahwa mengingat Allah merupakan tugas
pokok manusia, terutama dzikir merupakan hal yang sangat baik dilakukan
dalam segala kondisi, berdiri, duduk atau berbaring, di manapun, dan dalam
kondisi bagai manapun. kecuali ketika berada di dalam tempat yang
diharamkan sebagai mana Firman Allah dalam QS.An-Nisaa[4]:103.
تم ٱلصلوة فٱذكروا ٱلل قيم ننتم فأقيموا ٱلصلوة إن فإذا جنوبكم وعلى وق عودا افإذا قضي ٱطمأ
ب ١٠٣ وقوتام اٱلصلوة كانت على ٱلمؤمنين كت103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.
Kata dzikir dalam berbagai bentuknya di temukan dalam al-Qur’an tidak
kurang dari 280 kali.5 Hal ini menandakan bahwa dzikir tidak dapat
dipisahkan dengan al-Qur’an. Terutama Allah SWT menegaskan dalam
Surah Al-Hijr Ayat 9 bahwa nama lain dari Al-Qur’an adalah adz-Dzikr6
لحا ن نحز كرح ٱإنا نح لذ فظونح ۥوإنا لح ٩ لححح9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al Quran), dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Di Indonesia banyak berkembang bermacam-macam susunan dzikir,
salah satu dari dzikir yang tidak bisa dipisahkan dari Al-Qur’an adalah
Ratib, karena Ratib merupakan himpunan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an
5 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan Doa, (Tangerang: Lentera
Hati, 2018), 2. 6 Ibrahim ad-deed, Be a Living Qur’an, 44.
4
dan untaian kalimat-kalimat zikir yang lazim diwiridkan atau diucapkan
berulang-ulang, sebagai suatu ibadah mendekatkan diri kepada Allah.7
Ratib Al-Haddad merupakan ratib yang sangat popular dan banyak
dibaca oleh kaum muslimin di kalangan pesantren dan majlis-majlis dzikir
di Indonesia, Ratib Al-Haddad yang merupakan kumpulan ratib yang di
susun oleh Al-‘Arifbillah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.8 Al-
‘Arifbillah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad terkenal sebgai seorang
waliyullah, di negrinya sendiri (Hadhralmaut) dan negeri-negeri sekitarnya.
Pada masa hidupnya, banyak kaum Muslimin yang minta kepada beliau
agar diberi bacaan untuk menjaga keselamatan hidup sehari-hari dari
gangguan golongan yang ingin merusak aqidah.9
Susunan dan jenis kalimat dalam Ratib al-Haddad tidak jauh berbeda
dengan dzikir-dzikir lainnya, seperti Ratib Al-Attas, Ratib Al-Kubra, Dzikir
Ghofilin dan lain-lainnya. Setiap dzikir yang ada pada ratib ini semuanya
bersandar pada nash-nash al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW,
sehingga tidak ada keraguan lagi bagi setiap orang yang akan
mengamalkannya, sebab dengan mengamalakan ratib ini secara istiqomah
seseorang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar baik itu dari
segi duniawi maupun ukhrawi. Terutama untuk ketenangan hati karenga
menyebut-nyebut nama Allah dan merenungkan kuasa, sifat, dan perbuatan,
serta nikmat-nikmatNya menghasilkan ketenangan batin. Allah Swt
menegaskan dalam QS.Ar-Ra’d[13]:28.
ينح ٱ ئن قلوبهم بذكر ل تحطمح نوا وح ه ٱءحامح لح بذكر للح ٱأ ئن لل ٢٨ لقلوب ٱتحطمح
7 H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini, Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2016), 7. 8 H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini, Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad, 7. 9 H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini, Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad, 8.
5
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.
Maksud ayat di atas bahwa orang-orang yang mendapat petunjuk
Ilahi dan kembali menerima tuntunanNya dan yang selalu akan berbahagia
adalah mereka orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram ketentraman yang bersemi di dada mereka itu disebabkan karena
Dzikrullah.10 Dzikir atau doa apabila dibaca secara rutin dan telah menjadi
bagian yang tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari, manfaat dan
keberkahannya akan banyak dirasakan dibandingkan apabila suatu dzikir
hanya dibaca sekali atau dua kali atau hanya ketika dibutuhkan saja.
Bagaikan senjata yang selalu diasah secara teratur, dzikir yang dibaca secara
istiqomah akan menjadi “tajam” dan siap digunakan kapan saja.11 Firman
Allah dalam QS.Al-Ahzab[33]:41-43.
ي ها ٱلذين ءامنوا ٱذكروا ٱلل ذكر هو ٱلذي يصل ي ٤٢ وأصيل وسب حوه بكرة ٤١ كثيرا ايأت إل ٱلنور وكان بٱلمؤمنين رحيم ٤٣ اعليكم وملأئكتهۥ ليخرجكم م ن ٱلظلم
41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.
42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.
43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya
(memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.
Dari uraian-uraian yang dikuatkan oleh teks al-Qur’an, akan muncul
pertanyan dalam hati mengapa banyak manusia punya potensi yang sangat
istimewa apabila mereka sering melakukan dzikrullah. Dan setelah itu juga
muncul pertanyaan mengapa banyak orang yang telah melakukan aktifitas
10 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan Doa, 120. 11 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan Doa, 122.
6
ini, namun prilakunya masih belum mencerminkan manusia yang dapat
cahaya Allah atau sehat mentalnya.
Di kota Tangerang dzikir Rotib Al-haddad telah banyak diamalkan oleh
beberapa lembaga baik di lingkungan mushalah, masjid, majlis ta’lim dan
pondok pesantren. Pondok pesantren Mumtaz Ibadurrahamn merupakan
salah satu pondok pesantren yang menerapakan pembacaan Rotib Al-
haddad secara rutin kepada santrinya. Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman merupakan salah satu pesantren yang berasaskan
ahlussunnah wal jamaah, yang terletak di Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. Masjid
Kel. Kenanga Kec. Cipondoh Kota Tangerang Banten. Nama
“Ibadurrahman” terinspirasi dari surat Al-furqon ayat 63 yang berarti
‘hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih‘. Melalui jalan tabarukan
terhadap al-Qur’an ini, Ibadurrahman berharap dapat melahirkan generasi
Muslim Qur’ani yang mampu mengembangkan nilai-nilai Islam di tengah
masyarakat. Lembaga ini didirikan oleh Drs. KH. Ahmad Ihsan bin H.
Syaiin dengan Akta Notaris No. 21 Tanggal 21 Juli 2001 dan berubah
menjadi Yayasan Mumtaz Ibadurrahman dengan Akta No. 31 Tanggal 31
Januari 2012.
Sejarah Rotib Al-Haddad pertama kali di dawamkan oleh santri di
pondok pesantren Mummtaz Ibadurrahaman, pada bulan Mei tahun 2003
M / Robi’ul Awwal 1424 H. Dzikir ini diijazahkan oleh seorang ulama dari
Bogor Al-Habib Ahmad pimpinan pondok pesantren Daarul Aytam Bogor
kepada Drs. KH. Ahmad Ihsan (Alm), KH. Muhammad Rusdy BA, dan KH.
Nur Sadar pada tahun 2003 dan sekaligus dibacakan rutin pada setiap hari
setelah melaksanakan ibadah sholat fardhu Isya’ secara berjamaah dan
rutin.
7
Maka dari hal di atas penelitian ini akan melihat bagaimana fenomena
Living Qur’an pada Dzikir Rotib Al-Haddad di PONPES Mummtaz
Ibadurrahman. Dengan demikian penelitian ini di beri judul.
“MENGHIDUPKAN AL-QURAN MELALUI PRAKTIK
PEMBACAAN DZIKIR ROTIBUL HADDAD DI PONDOK
PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat
diidentifikasian masalah sebagai berikut:
a. Pandangan ulama’ terhadap dzikir Rotib al-Haddad
b. Pengetahuan masyarakat akan dzikir Rotib al-Haddad
c. Manfaat mengamalkan dzikir Rotib al-Haddad
d. Praktik pembacaan Rotib al-Haddad di pondok pesantren
Dari keempat poin di atas, penulis tidak akan mengambil semuanya untuk
dibahas. Penulis hanya menfokuskan pada poin ‘D’ saja, yaitu Praktik
pembacaan Rotib al-Haddad.
Berdasarkan batasan masalah, maka pertanyaan besar dari penelitian ini
adalah bagaimana praktik pembacaan Rotib al-Haddad di pondok
pesantren Mumtaz Ibadurrahman?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengatahui bagaimana isi dari dzikir Ratib Al-Haddad dan
adab serta tata cara pelaksanaan pembacaan dzikir Ratib Al-Haddad
di pondok pesantren mummtaz ibadurrahaman.
8
b. Untuk mengetahui bagai mana pembacaan dzikir Ratib Al-Haddad di
pondok pesantren mummtaz ibadurrahaman.
c. Untuk menegetahui Apa sajakah keistimewaan dari Ratib Al-Haddad
dalam perspektif al-Quran.
d. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan Santri,Wali santri,
Pengurus dan Pengasuh di Ponpes Mummtaz Ibadurrahman tentang
Ratib Al-Haddad.
e. Untuk mengetahui Apa pengaruh pembacaan Ratib Al-Haddad bagi
santri Ponpes Mumtaz Ibadurrahman.
2. Kegunaan penelitian
a. Secara teoritis
Diharapakan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
disiplin ilmu al-Qur’an, dawah, tasawuf, konseling agama serta dapat
menjadi panduan dan bahan penelitian bagi peneliti yang lebih dalam
untuk memperoleh kesejahtraan.
b. Secara praktis
Penelitian ini mengharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak:
1. Bagi Santri,Wali santri, di Ponpes Mummtaz Ibadurrahman untuk
lebih dalam memahami dzkir Ratib Al- Haddad.
2. Bagi pengurus dan pengasuh pondok pesantren Mumtaz
Ibadurrahman sebagai tolak ukur keberhasilan dzikir untuk
mendekatkan diri kepada Allah Saw.
3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengatahuan penulis sehingga
dapat mengembangkanya dengan lebih luas baik secara teoritis
maupun praktis.
9
D. Tinjauan Pustaka
Tinjuan pustaka merupakan uraian singkat tentang hasil penelitian dari
hasil penelitian yang telah di lakukan sebelumnya yang ada relevansi
dengan judul penelitian ini. Teradapat beberapa karya (skripsi, tesis, buku,
jurnal, dan makalah) yang berkaitan dengan tema yang peneliti kaji, oleh
karena itu fungsi tinjuan pustaka guna menunjau prihal apa yang telah
akademisi teliti dan menghindari duplikasi dari apa yang telah mereka teliti.
Adapun berbagai karya yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut
diantaranya, yaitu:
Ahmad Atabik. “The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfidz Al-Qur’an
di Nusantara.” dijelaskan tentang budaya tahfidz al-Qur’an di Indonesia
yang mulanya berasal dari pesantren, Hal ini. Menurutnya karena memulai
munculnya kesadaran masyarakat muslim tentang pentingnya menghafal
ayat-ayat al-Qur’an, untuk kemudian selanjutnya memahami isinya, Dan
satu hal yang menurutnya memotivasi masyarakat muslim untuk menghapal
al-Quran adalah agar mendapat berkah dari al-Qur’an.12
Sri Utami, skripsi ini mengkaji masalah tentang “Pengaruh Dzikir Ratib
Al-Haddad Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat Korban Gempa (Studi
Kasus Majlis Dzikir Al-Ghifari Bengkulu)”, hanya saja penjelasan
mengenai pengertian kesehatan mental, korban gempa dalam skripsi
tersebut hanya selembar dan tidak dibahas lebih lanjut.13
12 Ahmad Atabik, “The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfidz Al-Qur’an di
Nusantara.” Jurnal Ilmiah ADDIN Vol. 2 No. 2 Juli – Desember 2010. 13 Skripsi Sri Utami, Penggaruh Dzikir Ratib Al-Haddad Terhadap Kesehatan Mental
Masyarakat Korban Gempa (Studi Kasus Majlis Dzikir Al-Ghifari Bengkulu), (Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010).
10
Mamay Maesaroh, skripsi ini mengkaji masalah tentang Itensitas Dzikir
Ratib Al-Haddad dan Kecerdasan Spiritual Santri Dalam skripsinya,
Mamay Maesaroh hanya menjelaskan penjelasan singkat tentang
kecerdasan spiritual santri, dan pengaruh intensitas dzikir Ratib Al-Haddad
terhadap kecerdasan spiritual pondok pesantren Mathla’unnajah Ujung jaya
sumedang.14
Ali Sodirin, skripsi ini mengkaji masalah tentang “Praktik Pembacaan
Ratib Al-Hadad Di Jam’iyah Eling Nurul Huda Pondok Pesantren Darul
Hikam Desa Gandasuli Kec. Brebes (Studi Living Hadis)”. Skripsi ini livng
hadist, bedanya dengan penelitian yang hendak penulis teliti disini dari segi
tema dan lokasi penelitian.15
Uswatun Hasanah, dengan judul skripsi “Studi Terhadap Tujuan
Membaca Al-Qur’an Masyarakat Dusun Sukorejo Desa Kentang
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah”, Dalam judul
tersebut, dijelaskan tentang beragam tujuan membaca Al-Qur’an bagi
masyarakat Dusun Sukarejo, antara lain: 1) Sebagai ibadah; 2) Sebagai
media pengobatan; 3) Sebagai wirid; 4) Jimat; 5) Mahabbah.16
Didik Andriawan, Judul ini mengkaji tentang “Penggunaan Ayat Al-
Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi Living Qur’an pada pengobatanPraktek
Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa
14 Mamay Maesaroh, PENGARUH INTENSITAS DZIKIR RATIB AL-HADDAD
TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL SANTRI(Penelitian di Pondok Pesantren
Mathla’unnajah Ujungjaya Sumedang, (Bandung: UIN Sunan Gunung Jati, 2018). 15 Skripsi Ali Sodirin, Praktik Pembacaan Ratib Al-Hadad Di Jam’iyah Eling Nurul
Huda Pondok Pesantren Darul Hikam Desa Gandasuli Kec. Brebes (Studi Living Hadis),
(Semarang: UIN Walisongo, 2018). 16 Skripsi Uswatun Hasanah, “Studi Terhadap Tujuan Membaca Al-Qur’an Masyarakat
Dusun Sukorejo Desa Kentang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah’’
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).
11
Pakuncen, Kecamatan Patianrowo.Kabupaten Ngajuk)”. Didik Andriawan
dalam skripsi tersebut menjelaskan bahwa dalam praktek pengobatan yang
di lakukan Dr.Komari Safulloh di gunakan Surat-surat atau Ayat-ayat
tertentu di dalam Al-Qur’an, Seperti Surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas, surat
al-Falaq, surat an-Nas, surat al-Baqoarah:225, surat an-Naml:30, surat al-
Shaffat:79-80, dan beberapa ayat lainnya dalam al-Qur’an, yang sering kali
tidak kaitan antar ma’na ayat dengan penyakit yang diobatinya. Semua yang
dilakukannya bersasarkan intuisi serta keyakinan terhadap ayat-ayat
tersebut.17
Setelah diperhatikan menurut objek dan kajiannya, dari karya tulis
ilmiah di atas, tidak terdapat kesamaan dalam materi penelitiannya. Dalam
penelitian ini penulis memfokuskan mengenai menghidupkan Al-Qur’an
dengan pembacaan dzkir Ratib Al-Haddad yang rutin dibaca oleh santri
ponpes Mumtaz Ibadurrahman.
E. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan pada penulisan penelitian living Qur’an
adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research),
yakni penelitian yang berbasis data-data lapangan terkait dengan subjek
penelitian ini. Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif
kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pendekatan etnografi adalah
pendekatan yang dilakukan untuk mendeskripsikan budaya atau aspek-
17 Skripsi Didik Andriawan “Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi
Living Qur’an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan
Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk).” (Yogyakarta:
UIN Yogyakarta, 2013)
12
aspeknya. Secara operasional pendekatan etnografi ini, penulis gunakan
dalam penelitian untuk mengungkapkan dan menemukan bagaiman
pandangan dan pemaknaan dari para pelaku tradisi pembacaan Ratib Al-
Haddad yang mencakup para santri Ponpes Mumtaz Ibadurrahman, para
pengurus dan pengasuh Ponpes Mumtaz Ibadurrahman.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman yang merupakan lembaga pendidikan keagamaan di Jl. KH.
Hasyim Ashari Gg. Masjid Kel. Kenanga Kec. Cipondoh Kota Tangerang
Banten. Sedangkan waktu penelitian lapangan akan dilakukan mulai
tanggal 01 Maret 2020 hingga 30 April 2020.
3. Subjek Penelitian dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang penulis gunakan adalah
Direktur Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman, dalam hal ini adalah
KH. Muhammad Rusydi, BA Pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman, Ustadz Faiz dzuddaroin, M. Pd, dan Ustadz Ridho Abdul
Fattah, LC selaku Pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.
Subjek penelitian di sini juga sekaligus sebagai sumber data dan informan.
Selanjutnya, santri Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman yang sedang
menempuh pendidikan SMP dan SMA Untuk penggalian informasi dari
subyek penelitian tersebut, penulis melakukan wawancara.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data-data yang digunakan berdasarkan pada dua
macam sumber data.
13
a. Sumber Data Primer
Yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang memuat
informasi atau data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini data primernya
adalah observasi di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman dan
wawancara dengan direktur Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.
Berikutnya, adalah observasi dan wawancara dengan para santri dan jajaran
pengurus di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Jikalau ada
beberapa informasi terkait yang perlu dilacak, maka penulis akan
melakukan wawancara dengan informan tersebut berdasarkan rekomendari
dari informan sebelumnya.
b. Sumber Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli yang memuat
informasi atau data yang dibutuhkan. Data sekunder ini diperoleh dari
pihak-pihak lain yang tidak langsung seperti data dokumentasi dan data
lapangan dari arsip yang dianggap penting. Sebagai data sekunder dalam
penelitian ini adalah data dokumentasi, arsip-arsip dan data administrasi
santri Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Begitupun majalah-
majalah atau buku-buku yang konten informasinya berkaitan dengan
penelitian ini, menjadi data tambahan yang sangat bermanfaat.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan penelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Kegiatan mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari
jawab, mencari bukti terhadap fenomena social-keagamaan selama
14
beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan
mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data
analisis. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi partisipan
dan non partisipan. Adapun yang dimaksud observasi partisipan adalah
observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa. Sedangkan observasi non partisipan yaitu
pengamatan yang dilakukan oleh observer tidak pada saat berlangsungnya
suatu peristiwa yang akan diteliti.
Observasi partisipan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini
berlokasi di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Selain untuk
memperoleh informasi tentang profil Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman. Pada observasi ini penulis lebih menekankan untuk
menggali informasi terkait kegiatan-kegiatan keseharian santri. Dengan
ikut serta dalam kehidupan keseharian santri, penulis bisa menggaili
informasi dengan mengamati prosesi pembacaan Ratib Al-Haddad secara
mendalam. Adapun observasi non partisipan dalam penelitian ini, penulis
akan melakukan pengamatan terhadap dokumen dan arsip pondok
pesantren. Begitu juga dengan buku-buku atau kitab-kitab yang menjadi
rujukan dalam pelaksanaan tradisi pembacaan surat Ratib Al-Haddad di
Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.
b. Metode Wawancara
Adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan dengan
tujuan memperoleh informasi. Sebagai salah satu cara mendapatkan
informasi terkait dengan penelitian dengan memberikan beberapa
pertanyaan untuk memperoleh jawaban. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan wawancara metode etnografi yaitu wawancara yang
menggambarkan sebuah percakapan persahabatan.
15
Metode ini memungkinkan seorang peneliti mewancarai orang tanpa
kesadaran orang-orang itu dengan cara sekedar melakukan percakapan
biasa, namun memasukkan beberapa pertanyaan di dalamnya. Penulis
mengumpulkan data-data melalui pengamatan, terlibat langsung dan
percakapan sambil lalu, sehingga ada sebagian santri yang diwawancarai
tanpa menyadari jika penulis sedang menggali informasi.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak atau belum
ditemukan penulis selama melakukan observasi di lapangan. Wawancara ini
juga penulis gunakan untuk menguji ulang data-data yang ada dari hasil
observasi, baik hasil observasi partisipan ataupun observasi non-partisipan.
Wawancara ini ditujukan kepada para santri, pengurus santri pondok
pesantren dan pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.
c. Penelitian Dokumen
Yaitu metode yang digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data
mengenai hal-hal atau variabel terkait penelitian yang berupa catatan
kegiatan, buku-buku, jurnal dan literatur lain yang relevan dengan
penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang akan digunakan penulis untuk menganalisa
informasi-informasi mengenai pembacaan dzikir dalam al-Qur’an di
Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman adalah analisis deskripsi-
eksplanasi. Analisis deskripsi menganalisis data yang telah dideskripsikan
dengan cara membangun tipologi. Adapun dalam kaitannya dengan
penelitan ini, penulis memaparkan data yang telah diperoleh dari hasil
wawancara saat di lapangan yaitu dengan mengklasifikasikan objek
penelitian yang meliputi siapa saja yang melakukan dan mengikuti tradisi
16
pembacaan Ratib Al- Haddad, apa saja dzikir untuk dibaca secara rutin, dan
kapan pelaksanaan pembacaan Ratib Al-Haddad sebagai kegiatan rutin
santri Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman.
Adapun analisis eksplanasi adalah analisis yang digunakan untuk
mencari alasan dan motif kenapa pembacaan Ratib Al-Haddad yang dipilih,
apa yang melatarbelakangi adanya tradisi pembacaan Ratib Al-Haddad
tersebut di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Berikutnya adalah
maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan rutin santri dari
pembacaan Ratib Al-Haddad tersebut.
7. Pengecekan dan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini dapat diadakan pengecekan dengan teknik
pengamatan yang tekun dan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
peneliti lakukan dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
F. Sistematika Penelitian
Supaya fokus dan tidak keluar dari arah penelitian, maka penulis
menetapkan sistematika penulis sebagai berikut:
Bab Pertama, berupa Pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan Manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
Bab kedua, penulis akan mendeskripsikan tentang pembacaan dzikr
Ratib Al-Haddad. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan teks bacaan
17
Ratib Al-Hadda, Isi Kandungan Ayat-ayat, sejarah, dan keistimewaan dzikr
Ratib Al-Haddad.
Bab ketiga, penulis akan menerangkan tentang Biografi tentang Pondok
Pesantren Mumtaz Ibadurrahman. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan
tentang profil pesantren, fasilitas dan kegiatan, gambaran umum masyarakat
dan kegiatan khusus ponpes Mumtaz Ibadurrahman.
Bab keempat, berisi tentang analiss data Praktek Penerapan Pembacaan
Ratib Al-Haddad, Makna, dan manfaat Pembacaan Ratib Al-Haddad bagi
warga Pondok Pesantren Mummtaz Ibadurrahman.
Bab kelima, merupakan penutup dari penelitian. Bab ini berisikan
kesimpulan dan saran-saran dari penulis sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM PEMBACAAN RATIBUL HADDAD
SEBAGAI BAGIAN LIVING QUR’AN
A. Definisi Living Qur’an
Terdapat beberapa definisi yang ditawarkan ilmuan untuk menentukan
arah kajian living Qur’an, salah satunya datang dari Sahiron Syamsuddin
yang menyatakan, teks al-Qur’an yang hidup dalam masyarakat itulah yang
disebut living Qur’an, sedangkan manifestasi teks yang berupa pemaknaan
al-Qur’an disebut dengan living Tafsir, Adapun yang dimaksud dengan teks
al-Qur’an yang hidup ialah pergumulan teks al-Qur’an dalam ranah realitas
yang mendapat respons dari masyarakat dari hasil pemaknaan dan
penafsiran1. Termasuk dalam pengertian “respon masyarakat” adalah
resepsi mereka terhadap teks tertentu dan terhadap hasil penafsiran tertentu.
Resepsi sosial terhadap al-Qur’an dapat ditemui dalam kehidupan sehari-
hari, seperti pentradisian surat atau ayat tertentu pada acara dan ceremoni
sosial keagamaan tertentu.
Sementara itu, resepsi sosial terhadap penafsiran terjelma dalam
terlembaganya bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik dalam
skala besar maupun kecil2. Living Qur’an juga dapat diartikan sebagai
“fenomena yang hidup di tengah masyarakat Muslim terkait dengan al-
Qur’an ini sebagai objek studinya”3. Oleh karena itu, kajian tentang living
Qur’an dapat diartikan sebagai kajian tentang “berbagai peristiwa sosial
terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau keberadaan al-Qur’an di sebuah
1Moh.Muhtador,”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”,Jurnal
Penelitian, Vol. 8, no, 1, Februari 2014. 2Moh.Muhtador,”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”. 3M.Mansur. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku
Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. ..(Yogyakarta: Teras, 2007), h, 5-6.
20
komunitas Muslim tertentu”.Dengan pengertian seperti ini, maka “dalam
bentuknya yang paling sederhana” The Living Qur’an tersebut “pada
dasarnya sudah sama tuanya dengan al-Qur’an itu sendiri. Dengan kata lain,
living Qur’an yang sebenarnya bermula dari fenomena Qur’an in everyday
life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an yang riil dipahami dan dialami
masyarakat muslim, belum menjadi objek studi bagi ilmu-ilmu al-Qur’an
konvensional (klasik). Sebagai kitab suci al-Qur’an dijadikan rujukan dan
menjadi mitra dialog dalam menyelesaikan problem kehidupan yang
dirasakan oleh manusia4. Dan fenomena ini sudah ada embrionya sejak
masa yang paling dini dalam sejarah Islam adalah benar adanya, tetapi
dalam dunia Muslim yang saat itu belum terkontaminasi oleh berbagai
pendekatan ilmu sosial yang notabene produk dunia Barat, dimensi sosial
kultural yang membayang-bayangi kehadiran al-Qur’an tampak tidak
mendapat porsi sebagai obyek studi5.
Definisi yang ditawarkan di atas semuanya sudah memenuhi ruang
lingkup yang berhubungan dengan living Qur’an. Dengan bahasa yang
sederhana, dapat dikatakan bahwa living Qur‟an adalah interaksi, asumsi,
justifikasi, dan perilaku masyarakat yang didapat dari teks-teks al-Qur’an.
B. Sejarah Penulisan Ratibul Haddad
Sebagai umat Islam kita mengetahui ada berbagai macam wirid, baik itu
yang diajarkan oleh Rasulullah secara langsung ataupun tidak secara
langsung (diajarkan atau diijazahkan oleh ulama‟). Salah satunya adalah
Wirid Ratib al-Haddad.
4 Ahmad Farhan, Study Living Qur’an Pada Praktek Quranic Healing, Vol 16,
No., 1 (Juli 2017): 34. 5M.Mansur. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku
Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis.
21
Ratib al-Haddad di ambil dari nama penyusunnya yakni Al-Habib
Abdullah bin Alawi Muhammad Al-Haddad (1053-1132 H). Dilihat dari
akar katanya, Ratib al-Haddad terdiri dari dua kata yakni ratib dan al-
haddad. Kata ratib bermakna terus menerus, sama atau tetap (rutin).
Sedangkan kata Al-Haddad sendiri dinisbatkan kepada penyusun ratib yaitu
Sayyid Abdullah Al-Haddad.6 Dari beberapa doa-doa dan Dzikir-dzikir
yang beliau susun, Ratib Al-Hadad inilah yang paling terkenal dan masyhur.
Ratib al-Haddad disusun berdasarkan inspirasi pada malam lailatul qadar
27 Ramadhan 1071 H.7
Ratib al-Haddad disusun untuk memenuhi permintaan seorang murid
beliau bernama Amir dari keluarga Bani Sa‟ad yang tinggal di Syibam
salah satu perkampungan di Hadramaut, Yaman. Tujuan Amir meminta
Habib Abdullah untuk mengarang Ratib adalah agar diadakan wirid dan
dzikir di kampungnya, agar mereka dapat mempertahankan dan
menyelamatkan Hadramaut ketika itu.
Pertama-tama Ratib ini hanya dibaca di kampung Amir sendiri yaitu kota
Syibam. Setelah mendapat izin dan ijazah dari Al-Habib Abdullah bin Alwi
Al-Hadad sendiri. Selepas itu, Ratib ini dibaca di Masjid Al-Hawi milik
beliau yang berada di kota Tarim. Biasanya Ratib ini dibaca berjamaah
setelah shalat Isya‟. Pada bulan Ramadhan, Ratib ini dibaca sebelum shalat
Isya‟ untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan shalat Tarawih. Waktu
tersebut telah ditentukan oleh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
untuk daerah-daerah yang mengamalkan Ratib ini. Biidzinillah, daerah-
6 .Habib Anis, Munajah dengan Ratib al-Haddad Wirdullathif (solo: keluarga Besar
Al-Haddad, 2017), 28. 7 http://tebuireng.online/sejarah-khasiat-bacaan-ratib-al-haddad-/&hl=id-ID, diakses
pada tanggal 20 Maret 2020.
22
daerah yang mengamalkan Ratib ini selamat dari pengaruh kesesatan saat
itu.
Ratib adalah himpunan dari do‟a-do‟a dan dzikir, istigfar, tahmid, serta
sholawat yang kesemuanya dibaca oleh para Nabi dan Rasul serta terpilih
dan bersumber dari do‟a Rasulullah Saw. Beberapa do‟a tersebut berhasil
dihimpun dan diragkai menjadi suatu bacaan yang dinamakan “Ratib” dan
disusun oleh seorang ulama besar Islam Al-Imam Al-Habib Abdullah bin
Alwi Al- Haddad Al-Alawi Al-Hasyimi. Kumpulan do‟a-do‟a, dzikir, istigfar,
tahmid serta sholawat ini dinamakan “Ratib Haddad” yang disusun pada
tahun 1071 Hijriyah.8
Ratib Haddad ini dikenal sejak tahun disusunnya hingga saat ini,
khususnya di seluruh jazirah arab dan umumnya di negara-negara yang
mayoritas muslim seperti halnya Indonesia. Pengarang dan penyusun Ratib
al-Haddadini adalah seorang ulama besar dan waliyyullah yang terkenal
dengan gelar “quthbul irsyad” (ketua semua wali Qutub). Dari kedua orang
tua. Beliau silsilah keturunanya bersambung kepada Rasulullah Saw atau
dengan kata lainnya “Al Imam Al Habib Abdullah bin alwy Al Haddad Al
Alawy Al Hasyimie” adalah dari ahlul bait Nabi besar Muhammad Saw.
Beliau dilahirkan dan wafat di Hadromaut Yaman.
Ratib al-Haddad ditulis, disusun, dan disyiarkan oleh semua umat Islam
demi dan untuk pendekatan mereka kepada Allah Swt. Dalam hadis nabi
Saw, Rasulullah bersabda yang artinya:
“tidaklah mencintai kami, kecuali seseorang mu‟min sejati yang
bertaqwa, dan tidaklah membenci kami kecuali seseorang yang munafiq
yang celaka”. Amiril Mu‟minin, Syyaidina Ali bin Abi Tholib pernah
berkata: “Aku beserta asal usulku yang mulia dan keluargaku yang baik-
8 Al-habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, Istighosah Ratib al-Haddad dan
Khasiatnya (Malang: Darul Haddad, tt), 6.
23
baik, yang paling sopan ketika muda usia, paling berilmu dikala dewasa.
Dengan kami, Allah Swt telah menghilangkan kebohongan, dan dengan
kami dia mematahkan taring serigala kaum yang kalap, dnegan
perantaraan kami, dia meringankan penderitaanmu, dan melepaskan
belenggu dari lehermu, dan dengan kami dia telah memulai dan mengakhiri
para Nabi dan Rosul,”9
C. Tafsir Makna Ayat-ayat yang di bacakan dalam Ratibul haddad
a. Tafsir QS.Al-Fatihah
Surat alfatihah memiliki banyak nama nama-nama itu ada yang diambil
dari berbagai hadits Nabi mengenai AlFatihah, dan ada pula nama yang
ditetapkan oleh para Sahabat dan Tabi‟in10. surat ini juga memiliki banyak
keistimewaan diantaranya adalah surat yang diturunkan hanya kepada nabi
Muhammad SAW11. kedua, surat al-fatihah dapat dijadikan obat (mantera)
untuk menangkal segala sesuatu yang tidak diharapkan12.
Kemudian surat al-fatihah juga menjadi syarat fundamental dalam
ibadah shalat, baik secara bacaan ataupun panjang pendeknya harus sesuai
dengan ilmu Tajwid dan apabila tidak membacanya maka shalat seseorang
tidak akan sah13. Di dalam sebuah hadis sahih pada Imam Turmuzi dan
dinilai sahih olehnya, disebutkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
د " مح " م الحعظيوالحق رحآن الحمثانوالسبحع الحكتابوأ م الحق رحآنأ م للالح
9 Al-habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, Istighosah Ratib al-Haddad dan
Khasiatnya, h. 10. 10 Bey Arifin, Samudra Al-Fatihah, (Surabaya: PT Bina Ilmu), 1980, h, 28.
11 Abi Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim,
Juz I, (Darul Fikr, Beirut), h. 357 12 Abu Isa Muhammad Ibn Isma‟il, Al-Jami‟ Al-Shahih, Juz III, (Beirut: Dar
Al-Fikr, 1995), h. 78. 13 Abu Isa Muhammad Bin Isa Bin Saurah, Sunan At-Tirmidzi, Juz I, (Beirut:
Dar Al-Fikr), h. 284.
24
Alhamdu lillahi rabbil 'alamina adalah Ummul Qur'an, Ummul Kitab
Sab'ul masani. dan Al-Qur'anul ‘azim.14
b. Tafsir ayat-ayat QS.Al-Fatihah.
حيم حمن الر بسم الله الر
"Dengan nama Allah Yang Rahman dan Rahim."
Ayat pertama Surat al-Fatihah lebih di kenal dengan sebutan lafadz
Basmalah. Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia
yakni pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah,
bismilah juga diartikan dengan kekuasaan, secara sadar kita mengucapkan
jika tidak dengan kekuasaan Allah niscaya pekerjaan kita tidak akan
berhasil15. Sebagaimana wahyu pertama Allah kepada Nabi-Nya ‘Iqra’
Bismi Rabbika’. Dalam lafadz Basmalah terdapat huruf "ب" pada lafadz
yang diterjemahkan “ dengan “, meski tidak terucap tetapi harus "بسم"
terlintas dalam benak kita ketika mengucap Basmalah terdapat artian
“memulai”, sehingga Bismillah berarti “ saya atau kami memulai apa yang
kami kerjakan ini dengan nama Allah”. Dengan demikian, kalimat tersebut
bisa dikatakan sebagai sebuah pernyataan dari pengucap bahwa ia memulai
pekerjaan atas nama Allah. Atau dapat juga diartikan sebagai sebuah
perintah dari Allah yang menyatakan “mulailah pekerjaanmu dengan nama
Allah” (meskipun kalimat tersebut bukan dalam bentuk amar). Dengan
menyisipkan kata “memulai” memiliki semangat menjadikan Allah sebagai
pangkalan bertolak.
14 Imam Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir
15 M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, kesan dan keserasian al-
Qur’an. Jakarta: lentera hati, Vol, 1, 2009, h, 15
25
Lafadz Ar-Rahman ar-Rahim terambil dari akar kata yang sama,
yakni rahim yang berarti “peranakan”. Dengan menyebut rahim yang
terukir dalam benak adalah “ibu dan anak” dan saat itu pula terbayang
betapa besar kasih sayang yang diberikan ibu kepada anaknya. Meski
demikian bukan berarti rahmat Allah sepadan dengan sifat rahmat seorang
ibu, betapapun besarnya kasih sayang ibu, sebab rahmat Allah melampau
segalanya. Dengan kata ar-Rahman digambarkan bahwa Allah
mencurahkan rahmat-Nya, sementara ar-Rahim dinyatakan bahwa Dia
memiliki sifat rahmat yang melekat pada diri-Nya. Kata Ar-Rahman juga
dipahami sebagai sifat Allah yang mencurahkan rahmat yang bersifat
sementara di dunia ini, sedang ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat
kekal. Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini meliputi seluruh makhluk,
tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedangkan
rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang
kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi
kepada-Nya.
الحمد لله رب العالمين
"Segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh alam."
Lafazd حمد yang yang didahului huruf alif dan lam dalam kaidah
arabiah dinamai al-istighraq yang berarti mencakup segala sesuatu.
Maksudnya, Allah berhak mendapatkan pujian secara mutlak16. Karena itu,
kalimat alhamdulillah sering diterjemahkan dengan segala puji bagi
Allah. Hamdu atau pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji
atas sikap atau perbuatannya yang baik walaupun ia tidak memberi sesuatu
kepada yang memuji. Sementara dalam kalimat الحمد لله, huruf lam yang
mengikuti kata lafdzul jalalah mengindikasikan arti pengkhususan bagi-
16 Ahmad Dzulfikar, Taufik, dan Mukhlis Yusuf Arbi, Tafsir Ayat –ayat Ahkam, h, 13
26
Nya. Dengan demikian segala pujian hanya wajar dipersembahkan kepada
Allah Swt. Kalimat Robbul 'aalamin, merupakan keterangan lebih lanjut
tentang layaknya segala pujian hanya diperuntukkan kepada Allah. Betapa
tidak, Dia adalah Robb dari seluruh alam. Dengan ada penegasan bahwa
Allah adalah Rabbul A’lamin membuat manusia menjadi tenang sebab
segala sesuatu kebutuhan manusia telah dipersiapkan Allah.
حيم حمن الر الر
"Ar-Rahman Ar-Rahim."
Pemeliharaan tidak dapat terlaksana dengan baik dan sempurna kecuali
bila disertai dengan rahmat dan kasih sayang. Karena Allah yang maha
kuasa atas segala sesuatu17. Oleh karena itu, ayat ini sebagai penegasan dari
sifat Allah yang rabbul’alamin. Pemeliharaan-Nya terhadap seluruh alam
itu bukan atas dasar kesewenangan-wenangan semata, tetapi diliputi oleh
rahmat dan kasih sayang. Dengan disebutkan sifat Ar-Rahman Ar-
Rahim memberi kesan bahwa keabsolutan Allah bergabung dengan kesan
rahmat dan kasih sayang. Ini mengantarkan pada keyakinan bahwa Allah
Maha Agung lagi Maha Indah, Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
مالك يوم الدين
"Pemilik hari pembalasan."
Sifat ketuhanan tidak dapat dilepaskan dari kepemilikan dan kekuasaan.
Karena itu kapemilikan dan kakuasaan yang di maksud perlu ditegaskan.
Maka Yaumuddin merupakan penegasan dari kepemilikan dan kekuasaan
Allah. Keyakinan tentang adanya hari pembalasan memberi arti bagi hidup
ini. Tanpa keyakinan itu, semua akan diukur disini dan sekarang yakni di
dunia. Padahal banyak nilai-nilai yang tidak bisa diukur dengan disini dan
sekarang. Adanya hari pembalasan juga memberikan ketenangan terhadap
17 Ibid., h, 14
27
manusia, sebab Allah sebagai pemilik dan penguasa tunggal akan
membalaskan setiap perbuatan.
اياك نعبد واياك نستعين
"Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan."
Kalimat "Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan", ini adalah bukti bahwa kalimat-kalimat tersebut
adalah pengajaran. Allah mengajarkan ini kepada kita agar kita ucapkan,
karena mustahil Allah yang Maha Kuasa itu berucap demikian, bila bukan
untuk pengajaran. Iyyaka dan na'budu juga merupakan pengecaman
terhadap mereka yang mempertuhan atau menyembah selain Allah, baik
masyarakat Arab ketika itu maupun selainnya. Penggalan ayat mengecam
mereka semua dan mengumandangkan bahwa Allah-lah yang patut
disembah dan tidak ada sesembahan yang lain.
Sementara dalam kalimat Iyyaka nastain mengandung arti bahwa
kepada selain Allah manusia tidak memohon pertolongan. Meski Allah
menjadi sandaran untuk memohon pertolongan, bukan berarti tidak ada
upaya dengan berlepas tangan sama sekali.
Tetapi Kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak, sesuai
dengan kondisi yang dihadapi. Mendahulukan na’budu dari
pada nasta’in menunjukkan bahwa manusia harus lebih dulu
menghambakan diri atau mendekatkan diri kepada Allah sebelum mereka
meminta pertolongan.
راط المستقيم اهدنا الص
"Bimbing (antar)lah Kami (memasuki) jalan lebar dan luas."
Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui
kekuasaan dan kepemilikan-Nya, ayat selanjut ini merupakan pernyataan
28
tentang ketulusan-Nya beribadah serta kebutuhannya kepada pertolongan
Allah. Maka dengan ayat ini sang hamba mengajukan permohonan kepada
Allah, yakni bimbing dan antarkanlah Kami memasuki jalan yang lebar dan
luas. Shiroth di sini bagaikan jalan tol yang lurus dan tanpa hambatan,
semua yang telah memasukinya tidak dapat keluar kecuali setelah tiba di
tempat tujuan. Shiroth adalah jalan yang lurus, semua orang dapat
melaluinya tanpa berdesak-desakan. Sehingga shiroth menjadi jalan utama
untuk sampai kepada tujuan utama umat manusia, yaitu keridloan Allah
dalam setiap tingkah laku.
ال ين صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الض
"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) orang-orang yang sesat."
Kata nikmat yang dimaksud di sini adalah nikmat yang paling bernilai
yang tanpa nikmat itu nikmat-nikmat yang lain tidak akan mempunyai nilai
yang berarti, bahkan dapat menjadi niqmah atau bencana jika tidak bisa
mensyukuri dan menggunakannya dengan benar. Nikmat tersebut adalah
nikmat memperoleh hidayah Allah serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka yang taat melaksanakan pesan-pesan Ilahi yang merupakan
nikmat terbesar itu, mereka itulah yang masuk dan bisa melalui shiroth al-
mustaqim. Ada empat kelompok yang mendapatkan nikmat khusus dari
Allah Swt, yaitu nikmat keagamaan dan jalan kelompok-kelompok tersebut
yang dimohon untuk ditelusuri. Mereka adalah:
1. Para nabi yaitu mereka yang dipilih Allah untuk memperoleh bimbingan
sekaligus ditugasi untuk menuntun manusia ke jalan Ilahi.
2. Para shiddiqin yaitu orang-orang dengan pengertian apapun selalu benar
dan jujur. Mereka tidak ternoda oleh kebatilan dan tidak pernah bersikap
yang bertentangan dengan kebenaran.
29
3. Para syuhada’ yaitu orang yang senantiasa bersaksi atas kebenaran dan
kebajikan melalui ucapan dan tindakan mereka walau harus
mengorbankan nyawa sekalipun.
4. Orang-orang shaleh yakni yang tangguh dalam kebajikan dan selalu
berusaha untuk mewujudkannya.
Penggalan ayat ghair il-maghdhub 'alaihim tidak menjelaskan siapakah
orang-orang tersebut, tetapi dalam beberapa hal rasulullah telah memberi
contoh konkret, yaitu orang-orang Yahudi yang mengerti akan kebenaran
tetapi enggan melaksanakannya. Hal ini yang wajar jika murka ini
disandarkan kepada orang-orang yahudi (meski bukan keseluruhan) sebab
dalam al-qur’an sebanyak dua belas kali disebutkan tentang pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yahudi. Sementara adh-
dhalin, yang berarti sesat, kehilangan jalan, bingung, tidak mengetahui
arah, banyak dinisbahkan kepada orang-orang nasrani. Namun secara
umum dapat diberi makna bahwa adh-dholin adalah bentuk tindakan atau
ucapan yang tidak menyentuh kepada kebenaran.18
c. Tafsir Hada’iq al-Ruh wa al-Rayhan QS.al-Baqarah[2]:255.
Nabi Muhammad Saw pernah bersabda seperti disebutkan dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah,
bahwasanya “setiap sesuatu memiliki inti, dan inti Al-Qur’an adalah surat
al-Baqarah, di dalamnya terdapat ayat yang merupakan tuannya
(sayyidah) ayat-ayat dalam al-Qur’an, yaitu ayat kursi.”Penyebutan ayat
kursi sebagai sayyidah ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan betapa mulianya
ayat ini sekaligus sebagai paling utamanya ayat dalam al-Qur’an. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadis riwayat
18 Shihab Q M. Tafsir Al-Misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta. 2017H
30
Imam Abu Daud ketika di tanya ahlu shuffah dari Muhajirin, tentang ayat
manakah yang paling agung dalam al-Qur’an. Beliau pun menjawab ayat
kursi sebagai ayat yang paling agung di dalamnya.
Sufyan bin ‘Uyaynah ketika menafsirkan perkataan Ibnu Mas’ud juga
menyebutkan:
. قال سفيان لأنه آية الكرسى و ما خلق الله من ساء ولا أرض أعظم من آية الكرسى والأرض. كلام الله وكلام الله أعظم من خلق الله من السهماء
Tidaklah Allah menciptakan langit dan bumi yang lebih agung melebihi
ayat kursi. Sufyan berkata: “Karena ayat kursi adalah kalam Allah dan
kalam Allah lebih agung dari ciptaan Alah seperti langit dan bumi. Syekh
Muhammad Al-Amin bin Abdullah Al-‘Alawi Al-Harari dalam tafsirnya
“Tafsir Hadaiq Al-Ruh wa Al-Rayhan”, menyebutkan pendapat ulama
mengenai alasan ayat kursi dijuluki sebagai ayat paling agung dalam Al-
Qur’an. Hal tersebut berkaitan dengan kandungan ayat serta pahala yang
terkandung di dalamnya jika seseorang membacanya.19
d. Tafsir al-Mukhtashar QS.al-Baqarah[2]:285.
Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beriman kepada
semua yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Begitu juga dengan
orang-orang mukmin. Mereka semua beriman kepada Allah, beriman
kepada semua malaikat-Nya, semua kitab suci yang diturunkana kepada
19 Syekh Muhammad al-amin bin abdillah al-alawi al-harari as-syafi’i. Tafsir Hadaiq
Al-Ruh wa Al-Rayhan fi Rawabi’Ulum al-Qur’an. Penerbit : Dar Thauq an-Najah.Beirut,Lebanon. 1421H/2001M
31
para Nabi, dan semua Rasul yang diutus-Nya. Mereka beriman kepada para
Rasul itu seraya mengatakan, “Kami tidak membeda-bedakan antara Rasul
yang satu dengan Rasul yang lain.” Dan mereka mengatakan, “Kami siap
mendengarkan apa yang Engkau perintahkan kepada kami dan apa yang
Engkau larang untuk kami. Kami taat kepada-Mu dengan melaksanakan apa
yang Engkau perintahkan dan menjauhi apa yang Engkau larang. Dan kami
memohon kepada-Mu, ya Rabb kami, agar Engkau berkenan mengampuni
kami, karena sesungguhnya hanyalah Engkau satu-satunya tempat kami
kembali dalam segala urusan.”20
e. Tafsir al-Wajiz QS.al-Baqarah[2]:286.
Allah SWT tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai
kemampuannya. Baginya itu pahala atas perbuatan baik yang dia usahakan,
baginya pula dosa atas perbuatan buruk yang dia usahakan. Orang-orang
mukmin berkata: “Wahai Tuhan, janganlah engkau menghukum Kami atas
kelupaan yang kami lakukan bukan karena kehendak kami, dan juga
kesalahan dalam tindakan yang tidak sesuai dengan niatan kami. Wahai
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami sesuatu yang tidak
mampu kami pikul, yang di dalamnya mengandung penderitaan berlebih
tidak seperti biasanya. Rahasiakanlah dosa-dosa dan kesalahan kami,
berilah kami rahmat yang luas dengan keutamaan dan kamuliaanMu.
Engkaulah wali (Dzat yang diserahi segala urusan kami) dan penolong
kami, jadi selamatkanlah kami atas kaum yang mengingkari nikmatMu,
yang menyembah selainMu.” Dalam hadits shahih dijelaskan dari Nabi Saw
20 Ahmad Syakir, Syaikh. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Al-Baqarah Ayat 285. Jakarta:
Darus Sunnah Pres, Jilid 1, Cet 2. 2014.
32
bahwa setelah masing-masing doa ini diucapkan Allah Swt berfirman
“Sungguh Aku telah mengabulkannya”. Dan Jibril berkata kepada Nabi
Saw: “Bergembiralah dengan dua cahaya yang telah diberikan kepadamu
yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelum dirimu, yaitu surah
al-Fatihah, dan ayat-ayat terakhir surah al-Baqarah. Kamu tidak akan
pernah bisa membaca satu huruf pun dari ayat-ayat itu kecuali kamu di
berinya”21
f. Tafsir QS.al-Ihklas [112]:1-4.
أحد ١قل و ٱلله
1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa
Salah satu keistimewaan surat ini adalah Allah akan memberikan pehala
seperti pahala membaca sepertiga al-Qur’an bagi orang yang membaca
surat al-Ikhlas dengan perenungan yang dalam22.Ketika orang-orang
Yahudi mengatakan, “Kami menyembah Uzair anak Allah.” Orang Nasrani
mengatakan, “Kami menyembah Isa anak Allah.” Orang-orang musyrik
mengatakan, “Kami menyembah berhala.” Maka Allah menegaskan bahwa
Dia Mahaesa. Dialah Allah Tuhan Yang Satu, Yang tiada tandingan-Nya,
tiada lawan-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Kata ahad (أحد) terambil dari akar
kata wahdah (وحدة) yang artinya kesatuan. Juga kata waahid (واحد) yang
berarti satu. Kata ahad dalam ayat ini berfungsi sebagai sifat Allah yang
artinya Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.
21 Syekh Dr.Wahbah al-Zuhaili. Tafsir al-wajiz. 1995.
22Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Tafsīr Al-Qur‟anul Madjid
AnNur,(Jakarta:Cakrawala,2011), h.641.
33
Menurut Sayyid Qutb, “qul huwallaahu ahad” merupakan lafal yang
lebih halus dan lebih lembut daripada kata “ahad.” Sebab ia menyandarkan
kepada makna “wahid” bahwa tidak ada sesuatu pun selain Dia bersama Dia
dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama denganNya. “Ini adalah
ahadiyyatul-wujud, keesaan wujud. Karena itu tidak ada hakikat kecuali
hakikatNya dan tidak ada wujud yang hakiki kecuali wujudNya. Segala
maujud yang lain hanyalah berkembang atau muncul dari wujud yang
hakiki itu dan berkembang dari wujud dzatiyah itu,” tulis Sayyid Qutb
dalam Tafsir fi Zilalil Qur’an.
مد الص الل
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini. Maksudnya adalah, seluruh
makhluk bergantung kepada Allah dalam kebutuhan dan sarana mereka.
Dialah Tuhan yang mahasempurna dalam perilaku-Nya. Maha Mulia yang
mahasempurna dalam kemulian-Nya. Mahabesar yang mahasempurna
dalam kebesaran-Nya. Al-Hasan mengatakan, arti ayat ini adalah Allah
Maha hidup lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Menurut Tafsir al-
Mishbah, ash shamad (الصمد) terambil dari kata kerja shamada (صمد) yang
artinya menuju. Ash shamad merupakan kata jadian yang artinya “yang
dituju.” Sedangkan menurut Sayyid Qutb, arti ash shamad (الصمد) secara
bahasa adalah tuan yang dituju, yang suatu perkara tidak akan terlaksana
kecuali dengan izinnya. Allah adalah Tuan yang tidak ada tuan sebenarnya
selain Dia. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi segala hajat
makhluk.
34
ل يلد ول ي لد
“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah Allah tidak
beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri. Sayyid Qutb
menjelaskan, hakikat Allah itu tetap, abadi, azali. Sifatnya adalah sempurna
dan mutlak dalam semua keadaan. Kelahiran adalah suatu kemunculan dan
pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau ketiadaan. Hal
demikian mustahil bagi Allah. Kelahiran juga memerlukan perkawinan.
Lagi-lagi, ini mustahil bagi Allah.
ول يكن له كف ا أحد
“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”
Kata kufuwan (كفوا) terambil dari kata kufu’ (كفؤ) yang artinya sama.
Tidak ada seorang pun yang setara apalagi sama dengan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Dialah yang memiliki segala sesuatu dan yang menciptakannya,
maka mana mungkin Dia memiliki tandingan dari kalangan makhlukNya
yang bisa mendekati atau menyamaiNya. Menurut Sayyid Qutb, makna ayat
ini adalah, tidak ada yang sebanding dan setara dengan Allah. Baik dalam
hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya.23
23 Shihab Q M. Tafsir Al-Misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta.
2017H
35
g. Tafsir QS.Al-Falaq[113]:1-5.
١قل أع ذ برب ٱلفلق
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh
Pokok isi daru surat al-Falaq adalah perintah Allah kepada manusia
untuk berlindung kepadanya dari segala macam kejahatan24. Sehingga tidak
ada satu kejahatanpun melainkan sudah masuk dibawah rahasia apa yang
dimintakan perlindungan didalam surat ini25.Kata qul (قل) artinya
katakanlah. Yakni “katakanlah wahai Muhammad dan ajarkanlah juga
kepada umatmu.” A’uudzu (أعوذ) terambil dari kata ‘audz (عوذ) yakni
menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti. Rabb
mengandung makna kepemilikan dan kepemeliharaan serta (رب)
pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih sayang. Dalam Tafsir Fi
Zhilalil Quran disebutkan, Ar Rabb adalah Tuhan yang memelihara, Yang
mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi. Al Falaq (الفلق) berasal
dari kata falaqa (فلق) yang artinya membelah. Kata ini dapat berarti subjek
sehingga maknanya “pembelah” juga bisa berarti objek yang maknanya
“yang dibelah.” Sebagian ulama menafsirkan al falaq sebagai pagi atau
subuh. Sebab malam itu tertutup dan kehadiran cahaya pagi dari celah-celah
kegelapan malam menjadikannya bagai terbelah. Dengan demikian Rabbul
Falaq tidak lain adalah Allah Swt. Karena Dialah yang menjadikan pagi,
membawa terang muncul di tengah kegelapan.
24 Jalal ad-Din al-Mahalli, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, (Indonesia: Dar al-Ihya’ al-
Kutub al-‘Arabiyah), h, 305 25 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 544.
36
Jabir dan Ibnu Abbas juga mengatakan al falaq (الفلق) artinya subuh.
Demikian pula Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah dan mufassirin lainnya.
Dalam riwayat lainnya, Ibnu Abbas mengatakan al falaq artinya makhluk.
Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari memilih pendapat pertama. Dengan
menyadari bahwa Allah mampu membelah kegelapan malam dengan
terangnya pagi, seseorang akan yakin bahwa Allah juga kuasa
menyingkirkan kejahatan dan kesulitan dengan memunculkan pertolongan.
Sebagian ulama lainnya menafsirkan al falaq dalam pengertian luas. Yakni
segala sesuatu yang terbelah; tanah dibelah oleh tumbuhan, tanah terbelah
oleh mata air, biji-bijian juga terbelah, dan masih banyak lagi. Allah
mensifati diriNya faaliqu al habb wa an nawa (فالق الحب والنوى) “pembelah
butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan” dalam Surat Al An’am ayat
95. Allah juga mensifati diriNya faliqu al isbah (فالق الأصباح) “pembelah
kegelapan malam dengan cahaya pagi” dalam QS.al-An’am[6]:96.
صباح وجعل ٱلهيل سكن لك ٱلشهمس وٱلقمر حسبانا و افالق ٱل .ٱلعزيز ٱلعليم ت قدير ذ
96. Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat,
dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
Kata syar (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat. Lawan dari
khair (خير) yang berarti baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan, syar
mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit
(pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan
kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan
siksa Ilahi. Kata maa (ما) berarti apa. Sedangkan khalaq (خلق) adalah bentuk
kerja masa lampau (madhi) dalam arti yang telah diciptakan. Sehingga maa
khalaq (ما خلق) berarti makhluk ciptaanNya. Kejahatan yang menimpa
37
manusia tidak lepas dari dua hal yaitu, dosa yang sudah dilakukanya dan
kejahatan yang datang dari orang lain26. Ketika menafsirkan QS.al-
Falaq[112]:2, Ibnu Katsir mengatakan: “yakni dari kejahatan semua
makhluk.”
وقب ومن شر غاسق إذا dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
keburukan yang dimaksud ayat ini adalah keburukan pada waktu malam.
Didalam ayat ini dibicarakan hal yang lebih khusus daripada ayat
sebelumnya yang sering disebut dengan al-Khas ba’da al-‘am27. Kata
ghaasiq (غاسق) artinya adalah malam, berasal dari kata ghasaqa (غسق) yang
berarti penuh. Malam dinamai ghaasiq karena kegelapannya memenuhi
angkasa. Kata waqaba (وقب) berasal dari kata al waqb (الوقب) yaitu lubang
yang terdapat pada batu sehingga air masuk ke dalam lubang itu. Sehingga
ayat ini bermakna malam yang telah masuk ke dalam kegelapan sehingga
ia menjadi sangat kelam. Sering kali kejahatan direncanakan dan terjadi
pada waktu malam. Mulai dari pencuri, perampok, pembunuh, hingga
binatang buas dan penjaja maksiat. Namun malam tidak selalu identik
dengan kejahatan karena waktu terbaik mendekat kepada Allah juga pada
malam hari. Maka ayat ini tidak mengajarkan berlindung dari malam tetapi
berlindung dari kejahatan yang terjadi di waktu malam.
Mujahid mengatakan bahwa maksud QS.Al-Falaq[113]:3 ini adalah bila
matahari telah tenggelam. Abu Hurairah mengatakan maksudnya adalah
bintang, sedangkan hadits dari Aisyah mengisyaratkan artinya adalah
rembulan. Ibnu Katsir memadukan ketiganya dan menyimpulkan bahwa
26 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 543 27 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 545
38
artinya tidak bertentangan. Karena rembulan adalah tanda malam, demikian
pula dengan bintang.
ومن شر الن هفهاثت ف العقد
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul.
Keburukan yang dimaksud adalah sihir, yang digambarkan oleh seorang
wanita yang menyemburkan ludah pada setiap kali sehingga sihirnya
mencapai sasaran28. Kata (النفاثات) merupakan bentuk jamak dari (النفاثة).
Berasal dari kata (نفث) yang artinya meniup sambil menggerakkan lidah
namun tidak mengeluarkan ludah. Sebagian ulama berpendapat ta’
marbuthah pada kata ini menunjukkan arti muannats (perempuan). Namun
sebagian ulama berpendapat ta’ marbuthah pada kata ini sebagai
mubalaghah sehingga bisa laki-laki maupun perempuan. Kata al ‘uqad (العقد)
merupakan bentuk jamak dari ‘uqdah (عقدة) berasal dari kata ‘aqada (عقد)
yang artinya mengikat. Kata ini bisa bermakna hakiki yang berarti tali yang
mengikat. Bisa pula bermakna majazi yang berarti kesungguhan dan tekad
untuk mempertahankan isi kesepakatan. Makna majazi terdapat pada QS.al-
Baqarah[2]:235, dan QS.al-Baqarah[2]:237, yakni uqdatun nikah. Serta
pada QS.Ṭa-ḥa[20]:27 yakni uqdatan min lisaanii.
Mayoritas ulama memilih makna hakiki, sehingga artinya adalah
perempuan-perempuan tukang sihir yang meniup-niup pada buhul-buhul
dalam rangka menyihir. Mujahid, Ikrimah, al-Hasan dan Qatadah
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah wanita-wanita penyihir. Ketika
28 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 563
39
menafsirkan QS.al-Falaq[113]:4 Sayyid Qutb mengatakan, artinya adalah
wanita-wanita tukang sihir yang berusaha mengganggu dan menyakiti
dengan jalan menipu indra, menipu saraf dan memberi kesan pada jiwa dan
perasaan.
ومن شر حاسد إذا حسد
dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki
firman Allah tersebut membenarkan adanya kejahatan dari orang yang
dengki, frasa ketika ia mendengki merupakan penjelasan bahwa keburukan
orang dengki akan mengenai sasaran ketika dia sedang mendengki29. Kata
hasad (حسد) artinya artinya iri hati atas nikmat yang dimiliki orang lain
disertai harapan kiranya nikmat itu hilang darinya, baik diperoleh yang iri
atau tidak. Permohonan perlindungan terhadap kejahatan orang-orang yang
hasad dikaitkan dengan idzaa hasad (إذا حسد). Saat masih berada dalam hati,
yang hasad disebut haasid, tapi kejahatannya belum menimpa orang lain.
Namun begitu dicetuskan dalam bentuk ucapan atau perbuatan, inilah yang
di gambarkan dalam QS.al-Falaq[113]:5 ini. Dan demikian akan penafsiran
dari Tafsir al-Mishbah.
Sedangkan Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan,
bahkan kalua pun orang yang hasad itu belum mengeluarkan dalam ucapan
atau perbuatan, sikap jiwanya bisa mengakibatkan keburukan. Hal seperti
getaran dari jauh akibat hasad ini merupakan misteri, maka untuk
menangkalnya harus meminta perlindungan kepada Allah.
H. Tafsir Ibnu Katsir QS.An-Nas[114]:1-6
29 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 573.
40
Asbabun Nuzul Surat an-Nas, Surat an-Nas terdiri dari enam ayat. Kata
an-Nas yang berarti “manusia” di ambil dari ayat pertama, ia di sebut pula
pada ayat pertama. Bersama surat al-Falaq, keduanya di sebut al-
mu’awwidzatain. Yakni dua surat yang menuntun pembacanya menuju
tempat perlindungan, Surat Al-Falaq di sebut al-mu’awwidzah al ‘ula,
sedangkan surat an-Nas di sebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah, bersama
Surat Al-Falaq, oleh sebab itu al-Qurthubi juga di sebut al-
muqasyqisyatain. Yaitu yang membebaskan manusia dari kemunafikan.
Surat ini turun bersama surat al-Falaq, menurut pendapat Hasan, Atha’,
Ikrimah dan Jabir, Surat an-Nas adalah surat makkiyah ini merupakan
pendapat mayoritas. Namun ada juga yang berpendapat surat an-Nas adalah
madaniyah berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Qatadah.
Kafir Quraisy Makkah berupaya mencederai Rasulullah dengan ‘ain,
yakni pandangan mata yang merusak atau membinasakan. Lalu Allah
menurunkan surat al-Falaq dan surat an-Nas ini kepada Rasulullah untuk
menangkalnya. Ini asbabun nuzul yang menjadi tumpuan pendapat bahwa
surat an-Nas makkiyah, sebagian ulama lebih detil menyebut surat an-Nas
merupakan surat ke-21 yang turun kepada Rasulullah dari segi tertib
turunnya, yakni sesudah surat al-Falaq dan sebelum surat al-Ikhlas.
Asbabun nuzul yang menjadi dasar pendapat ayat ini Madaniyah, surat ini
di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad saat seorang Yahudi Madinah
bernama Lubaid bin A’sham menyihir beliau.
Lubaid bin A’sham menyihir Rasulullah dengan media pelepah kurma
berisi rambut beliau yang rontoh ketika bersisir, beberapa gigi sisir beliau
serta benang yang terdapat 11 ikatan yang di tusuk jarum lalu Allah
menurunkan surat al-Falaq dan an-Nas setiap satu ayat di bacakan,
41
terlepaslah satu ikatan hingga Rasulullah merasa lebih ringan, ketika
seluruh ayat telah dibacakan terlepaslah seluruh ikatan tersebut.
قل أع ذ برب النهاس
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia.
Menurut Ibnu Qayyim kesempurnaan akidah yang terdapat pada ayat
satu sampai tiga karena adanya penyebutan secara jelas mengenai tauhid
rububiyyah, malikiyyah dan ilahiyyah, ketiga tauhid tersebut dipaparkan
pada surat an-Nas dalam bentuk idhafah30. Kata (قل) yang berarti
“katakanlah” membuktikan bahwa Rasulullah Saw menyampaikan segala
sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Quran yang di sampaikan oleh
malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang di sembunyikan, demikian
Tafsir al-Mishbah, yang paling wajar adalah menghilangkan kata qul ini.
Dalam Tafsir al-Azhar di terangkan, qul (قل) “katakanlah Wahai utusanKu
dan ajarkanlah juga kepada mereka.” Kata a’uudzu (أعوذ) terambil dari kata
‘audz (عوذ) yakni menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu
yang ditakuti. Rabb (رب) mengandung makna kepemilikan dan
kepemeliharaan serta pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih
sayang.
Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran di sebutkan, ar-Rabb adalah Tuhan yang
memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi.
Sedangkan (الناس) berarti kelompok manusia, berasal dari kata (النوس) yang
berarti gerak, ada juga yang berpendapat dari kata (أناس) yang berarti
tampak. Kata an-Nas terulang sebanyak 241 dalam al-Quran, kadang kata
30 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 596
42
ini di gunakan al-Quran dalam arti jenis manusia seperti QS.Al-
Hujurat[49]:13 atau sekelompok tertentu dari manusia seperti
QS.’Ali‘Imran[3]:173.
ملك النهاس Raja manusia
Kata Malik (ملك) artinya Raja, biasanya di gunakan untuk penguasa yang
mengurus manusia, berbeda dengan Maalik (مالك) yang artinya pemilik,
biasanya di gunakan untuk menggambarkan kekuasaan si pemilik terhadap
sesuatu yang tidak bernyawa, maka wajar jika ayat kedua ini tidak di baca
malik dengan memanjangkan huruf mim sebagaimana dalam QS.al-Fatihah
demikian penjelasan Tafsir al-Mishbah. Al-Malik, menurut Sayyid Qutb
dalam Fi Zhilalil Quran, adalah Tuhan Yang berkuasa, Yang menentukan
keputusan yang mengambil tindakan. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir
al-Azhar (ملك) berarti penguasa atau raja, pemerintah tertinggi atau sultan,
sedangkan jika mimnya di panjangkan menjadi (مالك) artinya adalah yang
memiliki “Di panjangkan membaca mim ataupun di baca tidak di
panjangkan, pada kedua bacaan itu terkandung kedua pengertian:
Allah itu memang Raja dan Penguasa yang mutlak atas diri manusia,
Allah Maha kuasa mentakdirkan dan mentabirkan sehingga mau tidak mau,
kita manusia mesti menurut peraturan yang telah di tentukanNya yang di
sebut sunnatullah.
إله النهاس Sembahan manusia
Kata (إله) berasal dari kata aliha – ya’lahu ( يأله –أله ) yang berarti menuju
dan bermohon disebut ilah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon
43
kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka, Pendapat lain
mengatakan kata tersebut awalnya berarti menyembah atau mengabdi
sehingga ilah adalah Dzat yang di sembah dan kepada-Nya tertuju segala
pengabdian31. Menurut Sayyid Qutb menjelaskan, al ilah adalah Tuhan
yang Maha tinggi, yang mengungguli, yang mengurusi, yang berkuasa.
Sifat-sifat ini mengandung perlindungan dari kejahatan yang masuk ke
dalam dada, sedang yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana cara
menolaknya karena ia tersembunyi. Ketika menafsirkan QS.an-Nas[114]:1-
3 Ibnu Katsir menjelaskan:
Ketiga ayat yang pertama merupakan sifat-sifat Allah Swt yaitu Sifat
Rububiyah, Sifat Mulkiyah dan Sifat Uluhiyah. Dia adalah Tuhan segala
sesuatu, yang memilikinya dan yang di sembah oleh semuanya, maka segala
sesuatu adalah makhluk yang di ciptakan-Nya dan milik-Nya serta menjadi
hamba-Nya. Orang yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam
permohonannya menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari
godaan yang tersembunyi, yaitu setan yang selalu mendampingi manusia.
Karena tidak seorang manusia pun melainkan memiliki Qarin
(pendamping) dari kalangan setan yang menghiasi fahisyah hingga
kelihatan bagus olehnya.
Setan juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk
menyesatkan melalui bisikan dan godaannya yang terhindari dari
bisikannya hanyalah orang yang di pelihara oleh Allah Swt. Rasulullah
bersabda, “Tidak seorang pun dari kalian melainkan telah ditugaskan
terhadapnya qarin yang mendampinginya.” Sahabat bertanya, “Termasuk
engkau juga ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya. Hanya saja Allah
31 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 597.
44
membantuku dalam menghadapinya akhirnya ia masuk Islam, maka ia tidak
menyuruh kecuali hanya kebaikan.”
Menurut Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir al-Munir,
“Karena sifat kasih Allah Swt kepada kita, Allah mengajari kita tentang tata
cara untuk berlindung dari setan manusia dan jin. Dia memberitahu kita
tentang tiga sifat-Nya: Rububiyah, Mulkiyah dan Uluhiyah, dengan sifat-
sifat-Nya tersebut, Allah akan menjaga hamba yang meminta perlindungan
dari kejahatan setan-setan dalam agama, dunia dan akhirat.”
شر ال س اس النهاس من Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi
Kata (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat, lawan dari khair
yang berarti baik, menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan, syar (خير)
mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit
(pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan
kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan
siksa Ilahi. Kata (الوسواس) awalnya berarti suara yang sangat halus, makna
ini kemudian berkembang menjadi bisikan-bisikan, biasanya adalah bisikan
negative, karenanya sebagian ulama memahami kata ini dalam arti setan
atau merupakan salah satu sifatnya setan32.
Sedangkan kata (الخناس) berasal dari kata (خنس) yang artinya kembali,
mundur, bersembunyi, Patron kata yang di gunakan ayat ini mengandung
makna sering kali atau banyak sekali. Dengan demikian ia bermakna, setan
sering kali kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melupakan
Allah, sebaliknya setan sering kali mundur dan bersembunyi saat manusia
32 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 605
45
berdzikir dan mengingat Allah, saat menafsirkan QS.An-Nas[114]:4
menurut Ibnu Abbas menjelaskan, “Setan bercokol dalam di atas hati anak
Adam, apabila ia lupa dan lalai kepada Allah, setan menggodanya apabila
ia ingat kepada Allah, maka setan bersembunyi.”
لهذي ي س س ف صدور النهاس ا
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia
Kata (صدور) artinya adalah dada, yang di maksudkan adalah tempat hati
manusia, maka ketika menjelaskan ayat ini Syaikh Wahbah menjelaskan:
“yang menebarkan pikiran-pikiran buruk dan jahat di dalam hati. Dalam
ayat tersebut disebutkan kata ash shudur karena dada adalah tempat hati.
Pikiran-pikiran itu tempatnya di hati, sebagaimana dikenal dalam
dialektika orang-orang Arab.” Apakah ayat ini menyangkut bani Adam
saja sebagaimana lahiriah ayat atau termasuk jin juga. Ibnu Katsir mengutip
pendapat bahwa Jin pun termasuk dalam pengertian An-nas ini.
من النهة والنهاس Dari (golongan) jin dan manusia
Bisikan adalah proses penyampaian yang ada didalam hati, hal ini
menjadi titik persamaan antara manusia dengan jin. Perbedaanya hanya jin
tidak melalui pelantara telingga karena dapat masuk dari pembulu darah
manusia33. Kata (من) dalam ayat ini bermakna sebagian, karena memang
sebagian manusia dan Jin melakukan bisikan-bisikan negatif, tidak
semuanya Allah mengabadikan ucapan jin dalam QS.Al-Jinn[72]:11.
33 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h, 619.
46
منها الصهال ن ومنها دون ذلك كنها طرائق قددا وأنه “Dan sesungguhnya di antara kami ada yang shalih-shalih dan ada juga di
antara kami yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang
berbeda-beda.”
Ada pula yang berpendapat min di ayat ini berfungsi menjelaskan
sehingga artinya adalah Kata al-jinnah (الجنة) adalah bentuk jamak dari jinny
( لجنيا ) yang di tandai dengan ta’marbuthah untuk menunjukkan bentuk
jamak muannats. Kata jinn berasal dari akar kata janana (جنن) yang berarti
tertutup atau tidak terlihat. Anak yang masih dalam kandungan disebut janin
karena ia tidak terlihat. Surga dan hutan yang lebat disebut jannah karena
mata tidak dapat menembusnya, dinamai jin karena ia makhluk halus yang
tidak terlihat.
Seluruh makhluk yang menggoda dan mengajak kepada kemaksiatan
disebut setan, baik dari jenis jin maupun manusia. Setan jin tersembunyi
tapi setan manusia tampak. Menurut Abu Dzar Al-Ghifari pernah ditanya
seseorang, “apakah ada setan manusia?” Ia pun menjawab ada lalu
membaca QS.Al-An’am[6]:112.
نس والن ي حي ب عضه الق ل م وكذلك جعلنا لكل نب عدوا شياطين ال خر ب ع إ غرورا
“Dan demikian itu, Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh, yaitu setan-
setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk
memperdaya.”
Sedangkan menurut Ibnu Katsir menjelaskan, QS.An-Nas ayat 6 merupakan
tafsir QS.An Nas ayat 5.Sebagaimana pengertian setan dalam QS.Al-
An’am[6]:112 tersebut. Sayyid Qutb menjelaskan, bisikan jin tidak dapat di
ketahui bagaimana terjadinya, namun dapat di jumpai bekas-bekas
47
pengaruhnya dalam realitas jiwa dan kehidupan, adapun mengenai manusia,
kita mengetahui banyak tentang bisikan mereka, lanjutnya dalam Tafsir Fi
Zilalil Quran. “Kita mengetahui pula bahwa di antara bisikannya itu ada
yang lebih berat daripada bisikan setan jin, para mufassir kemudian
mencontohkan teman yang membisikkan kejahatan kepada temannya,
ajudan atau penasehat yang membisikkan kepada penguasa, provokator
yang memprovokasi dengan kata-katanya, penjaja syahwat yang
menghembuskan bisikan melalui insting dan bermacam pembisik lain yang
menggodan dan menjerumuskan sesama manusia.34
34 Ahmad Syakir, Syaikh Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunnah Pres, 2014.
49
BAB III
PROFIL PONDOK PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN
TANGGERANG
A. Sejarah Pendirian Pondok Pesantren.
Pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau siswa-siswa belajar
mengaji. Sedangkan secara istilah, pesantren diartikan sebagai lembaga
pendidikan Islam di mana santri biasa tinggal di pondok (asrama) dengan
materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum bertujuan
menguasai menguasai pengetahuan agama Islam secara detail serta
mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan
pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Dan sejarah pondok pesantren mumtaz Ibadurrahman merupakan
salah satu pesantren yang berasaskan ahlussunnah wal jama’ah. Nama
“Ibadurrahman” terinspirasi dari QS.Al-Furqon[25]:63 yang berarti
‘hamba-hamba Allah yang maha pengasih’ melalui jalan tabarrukan
terhadap Al-qur’an ini, Ibadurrahman berharap dapat melahirkan
generasi muslim qur’ani yang mampu mengembangkan nilai-nilai
islam ditengah masyarakat.
lembaga ini dalam sejarahnya dikelola oleh yayasan pondok
pesantren mumtaz Ibadurrahman yang didirikan oleh Drs. KH. Ahmad
Ihsan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ustadz Cepot, seorang
kharismatik yang memiliki jiwa spiritual yang luar biasa, beliaulah
orang yang mengagas berdirinya Pesantren Ibadurrahman. KH.
Ahmad Ihsan juga yang memberikan nama Mumtaz Ibadurrahman
karena beliau terinspirasi dari surat al-Furqan ayat 63 yang memiliki
arti “hamba-hamba Allah yang maha pengasih”. Penyematan nama
50
Ibadurrahman bukan tanpa alasan akan tetapi KH Ahmad Ihsan
berharap dengan wasilah (pelantara) keberkahan surat al-Furqan maka
pesantren ini akan dapat mencetak generasi-generasi qur’ani yang
dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar, umumnya untuk bangsa
dan negara.1
Pondok Ibadurrahman bertempat di jalan KH. Hasyim Ashari,
cipondoh, kota Tanggerang, Provinsi Banten Jawa Barat, dengan akta
notaris No 21. Tanggal 21Juli 2001 pondok ini resmi didirikan
kemudian berubah menjadi yayasan Ibadurrahman dengan Akta No. 31
tanggal 31 Januari 2012. Pertama kali pondok Ibadurrahman berdiri
hanya memiliki 28 santri putra dan putri saja, itupun yang berdomisili
disekitaran Jakarta dan Tanggerang. Namun semangat untuk terus
memberikan kebermanfaat untuk keilmuan dan al-Qur’an Ustad Cepot
atau KH Ahmad Ihsan selalu memotivasi para santri untuk terus
belajar dan menjadi orang yang bermanfaat sehingga tidak
membutruhkan waktu yang cukup lama pesantren Ibadurrahman
memiliki santri banyak hampir 1000 santri lebih.
Sejak awal berdiri pada tahun 2001, pesantren ini telah
berkomitmen memperjuangkan pendidikan umat Islam melalui upaya
mempersiapkan kafa’ah generasi muslim yang intelektualis, holistis
dan mampu mengintegrasikan ilmu dan skill nya secara modern dan
terarah dengan tetap memprioritaskan akhlakul karimah sebagai
karakter utama. Saat pertama kali dibuka, pondok pesantren modern
Ibadurrahman hanya diminati 28 orang santri yang berasal dari sekitar
Jakarta dan Tangerang saja, berbekal semangat yang tinggi dan
1 Ust Muslihin Jamil (sesepuh ponpes ibdr) Wawancara Cipondoh, 08 Mei 2020,
Banten.
51
dorongan dari keluarga, Drs. Kh. Ahmad Ihsan atau yang lebih dikenal
dengan ustadz Cepot pun terus mengibarkan bendera Ibadurrahman di
sela-sela dakwahnya di seluruh nusantara. Seiring waktu santri pun
terus berdatangan dari berbagai daerah dan propinsi di Indonesia setiap
tahunnya dengan jumlah santri saat ini tahun ajaran 2018-2019
berjumlah 600 orang santri baru, diatas lahan 3 hektar dan berbagai
fasilitas pendukung.
Sesuai dengan tekad pendirinya, Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman tidak hanya menerapkan kurikulum pendidikan agama
saja, namun berbagai disiplin ilmu termasuk skill pun diadopsi.
Termasuk penekanan bahasa arab dan inggris (bilingual) dalam
keseharian santri. Oleh karenanya, tenaga pendidikan didatangkan dari
berbagai lulusan Uniersitas dalam dan luar negeri serta alumni
pesantren modern dan salafy lainnya.
Tidak ada yang tidak berproses, berbagai tantangan dan kendala
rupanya tidak menjadikan Ibadurrahman pesimis dan mundur namun
menjadi generator penyemangat. Hal ini ditandai dengan terus
ditingkatkannya seluruh aspek pengembangan pesantren. Seperti
membangun masjid yang bernama Masjid Bani Ibrahim didalam
Pondok Pesantren agar seluruh santri putra dan putri bisa sholat
berjamaah dengan kyai, para asatidz dan juga seluruh anggota yang
berada didalam pondok pesantren ini. Dan juga penambahan lahan
yang luas agar lebih terarah dan rapi dalam setiap kegiatanannya dan
juga dalam asrama santri putri maupun santri putra, ada juga perolehan
penghargaan dan prestasi santri dibidang akademik, seni dan olahraga
pada tingkat kota, jabodetabek, dan provinsi. Tercatat juga Pondok
52
Pesantren Mumtaz Ibadurrahman pernah menjadi delegasi provinsi
Banten dalam acara Muktamar Pesantren Nasional di Istana Negara
bersama Presiden RI, di kota Tangerang pun pondok pesanten Mumtaz
Ibadurrahman menjadi salah satu pesantren unggulan, diantaranya
karena mendapatkan nilai grade (akreditasi A) baik ditingkat SMP
maupun SMA.
B. Biografi KH Ahmad Ihsan sebagai Pendiri Pondok Pesantren
Drs. KH. Ahmad Ihsan atau sering dikenal dengan sebutan ustadz
cepot merupakan seorang guru sekaligus maestro pendakwah di
Indonesia. Julukan ustadz cepot muncul karena kekhasan wajah dan
karakter jenakanya dalam berdakwah. Ia mengawali pendidikan
agamanya di Darrurahman Jakarta, sebuah pesantren asuhan KH.
Syukron Ma’mun. Disinilah disiplin ilmu agama dan pengembangan
dirinya dimulai. Kemudian ia lanjutkan ke pesantren Al-Makmur
Kota Tangerang. Pria kelahiran Tangerang, 9 April 1958 ini
menempuh pendidikan S1 di UIN Bandung pada Fakultas
Tarbiyah. Karena merasa masih harus terus mendapatkan
ilmu sebanyak- banyaknya, sambil kuliah ia pun masih mengaji di
Bustanul Wildan, sebuah pesantren salafy di Cileunyi. Bandung
Putra dari pasangan H. Syai’in dan Hj. Masnun ini mulai
mengikuti semangat berorganisasinya dalam berbagai kegiatan
kemahasiswaan. Di saat-saat inilah ia mulai berkembang menjadi
pemuda yang menonjol, kepemimpinannya pun mulai tumbuh.
HIMATA (Himpunan Mahasiswa Tangerang) adalah salah satu
oranisasi yang pernah ia lahirkan bersama rekan-rekannya.
Kesederhanaan dan keprihatinan sekolah menjadi pola hidup Ihsan
53
muda, semangatnya tidak pernah luntur dalam mengejar cita-cita.
Sering kali ia memilih menghabiskan uang sakunya yang terbatas
untuk membeli buku-buku kuliah.
Setelah menyelesaikan studinya, pria dari 7 bersaudara ini pun
kembali ke kampung halamannya di neroktog, Tangerang.
Walaupun ia diajukan sebagai dosen dan harus menetap di Bandung,
ia lebih memilih mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru di
tanah kelahirannya. Rupanya jalan harapan tidak selalu seperti yang
diinginkan. Ia sempat berjualan rokok asongan karena harus
membantu biaya hidup keluarga. Hal ini tidak berlangsung lama,
bermodal ilmu agama yang ia miliki, ia pun mengajar Al-Qur’an dan
menjadi guru di beberapa sekolah. Karena bakatnya dalam
menyampaikan ilmu agama ia pun mulai menjadi ustadz muda
diberbagai majlis ta’lim. Masyarakat pun menerima gaya
penyampaiannya yang apa adanya namun indah dan terarah. Ia pun
aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi pemuda. Tercatat ia
pernah aktif di LBIQ (Lembaga Bahasa dan Ilmu Qur’an) Jakarta
yang telah menghasilkan guru-guru besar dan para ulama.2
Pada tahun 1995 pria yang dikenal jenaka tapi tegas ini
mempersunting pujaan hatinya, Ruqoyyah, seorang gadis sholehah
asal Purworejo. Sesudah berkeluarga keduanya tetap aktif menjadi
guru ngaji, Undangan dakwah mulai berdatangan dari berbagai
daerah, termasuk daerah diluar pulau jawa. Hingga saat ini, mereka
dikarunia 5 putra putri yaitu Faiz Dzu Darain, Fadlah Qonita, Fasya
Annisa, Fahma Azkia dan Farasy Aulia.
2 Ust Rio Anggola (Pengajar ponpes ibdr) Wawancara Cipondoh, 15 Mei 2020,
Banten.
54
Melihat pendidikan agama yang semakin lama dirasakan
kurang,batinnya pun terusik untuk mendirikan lembaga pendidikan
yang mumpuni. Dengan uang seadanya, Pada 2001 akhirnya melalui
do’a keluarga, kawan-kawan dan masyarakat akhirnya peletakan
batu pertama dan pembangunan Pondok Pesantren Ibadurrahman
pun di mulai. Karena pengalamannya sebagai seorang guru, ia
pun terus berusaha mengembangkan Ibadurrahman dengan
sentuhan nilai-nilai edukasi dan sosial. Perjuangannya membuahkan
hasil, ribuan santri saat ini dari berbagai daerah di Indonesia pernah
mengenyam pendidikan di pesantren yang ia asuh.
Konsennya dalam berdakwah, membuatnya dirinya makin di kenal
luas dalam menyiarkan agama islam. 2006, adalah tahun pertama
pria berketurunan betawi ini berdakwah di stasiun televisi nasional
sampai sekarang. Hampir seluruh Indonesia pernah
mengundangnya berceramah, termasuk ke luar negeri. Kini dengan
karakter dan tekad kuatnya, hari-harinya diisi dengan kesibukan
berdakwah dan membina umat dan para santri menjadi umat
terbaik.3
C. Peta Geografis Pondok Pesantren
Pondok Mumtaz Ibadurrahkan terletak di Provinsi Banten. Salah
satu provinsi yang berada di pulau Jawa, provinsi ini dulunya
termasuk bagian dari provinsi Jawa Barat namun pada tahun 2000
menjadi provinsi tersendiri. Pesantren Ibadurrahman bertempat di
Kota Taanggerang salah satu kota terbesar yang ada di provinsi
Banten. Kota ini berada disebelah barat kota Jakarta. Kemudian lebih
spesifiknya lagi pondok Ibadurrahman berada di kecamatan Cipondoh,
3 Ust Rio Anggola, Wawancara.
55
kecamatan yang terkenal dengan objek wisatanya yaitu Situ Cipondoh.
Peneliti dalam hal ini menyertakan grafik peta kecamatan Cipondoh
dan denah lokasi dimana posisi Pondok Pesantren Ibadurrahman
berada:
Dengan melihat peta pondok Mumtaz Ibadurrahkan di atas maka
pesantren tersebut terletak di Jl. KH. Hasyim Ashari Gang Masjid,
Kenanga, Cipondoh, RT.001/RW.003, Kenanga, Kec. Cipondoh, Kota
56
Tangerang, Banten 15146. Demikianlah letak geografis pondok
Ibadurrahman dengan data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti.4
D. Cakupan Lembaga Pendidikan yang Berada di Pondok
Pesantren
Dalam pembelajaran ilmu agam Islam di Pondok Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman sudah memiliki kurikulum sendiri untuk pemadetan
materi agama, kurikulum yang dimiliki diantaranya Lembaga
pendidikan yang diterapkan di pondok Ibadurrahman ada dua macam
yakni lembaga pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal
digunakan untuk transfer knowledge antar peserta didik dan pendidik
dalam ruangan kelas dengan jam dan waktu tertentu. Sedangkan
pendidikan formal digunakan untuk menempa karakter anak atau
menekanan karakter building sehingga selain mendapatkan ilmu santri
juga dibentuk dalam hal akhlak serta moralnya sehingga dapat
mencerminkan akhlak qur’ani. Peneliti dalam hal ini menklasifikasikan
lembaga pendidikan Ibadurrahman sebagai berikut :
1. Pendidikan formal
a. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Ke
atas (SMA).
Pendidikan informal, Program bahasa, mewajibkan setiap hari
untuk semua santri untuk berdialog menggunakan bahasa arab
dan Inggris, Program dakwah, meningkatkan skil retorika yang
baik pada semua santri, Program tahsin al-Qur’an,
meningkatkan keahlian membaca al-Qur’an serta memiliki
4 Ust Aji Hardiansyah (Pengajar ponpes ibdr) Wawancara Cipondoh, 20 Mei
2020, Banten.
57
hafalan dalam jumlah tertentu, Program Qira’atul kutub,
membekali santri dengan ilmu grammer bahasa arab sehingga
mampu membaca dan memahami kitab kuning, Program
pengembangan diri, meningkatkan kedewaan diri serta
management waktu dengan berorganisasi, latiha n khatib dan
imam salat, Program amaliyah tadris, praktek mengajar ketika
sudah sampai pada jenjang kelas 6.
Selain sitem pendidikan yang komprehensif pondok pesantren
Mumtaz Ibadurrahman juga didukung oleh fasilitas yang memadai
sehingga santri akan lebih mudah mengembangkan potensi yang sudah
didapatkan di ruang kelas. Diantara Fasilitas yang terdapat disekitar
Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman ini dilengkapi dengan :
a. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman sangatlah megah dan
luas sehingga dapat menerima santri-santri tahun ajaran 2018-
2019 sebanyak 600 orang.
b. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman juga difasilitasi
dengan adanya Raudhotul Atfal (RA) Ibdurrahman yang
terletak didepan gerbang utama pintu masuk pondok pesantren.
c. Di dalam pondok Pesantren Mumtas Ibadurrahman terdapat
masjid yang bernama Masjid Bani Ibrahim dibikin untuk para
santriawan dan santriwati menjalankan sholat 5 waktu
berjamaan dengan segenap ustadzah dan ustad sekaligus
pimpinan pondok.
d. Di dalam pondok pesantren terdapat kantor guru-guru, kantor
kepala sekolah SMP, kepala sekolah SMA dan juga terdapat
ruang rapat terkhusus.
58
e. Terdapat gedung-gedung asrama para santri pun terpisah antara
santriawan dan santriawati
f. Ada beberapa gedung sekolah SMA yang terletak dibelakang
masjid dan gedung sekolah SMP yang terletak disebelah ruang
guru.
g. Pondok Pesantren pun memfasilitasi kamar mandi yang sangat
banyak agar para santriawan dan santriawati tidak mengantri
saat ingin mandi atau yang lainnya.
h. Di dalam pondok pesantren juga terdapat 2 kantin yang mana 1
kantin terdapat disamping asrama putri dan 1 kantin lagi
terdapat disamping asrama putra.
i. Terdapat dapur didalam pondok pesantren yang mana setiap
jam makan para santri ini mengantri untuk mengambil jatah
makannya.
j. Pondok pesantren Mumtaz Ibadurrahman juga terdapat 2 aula
yang mana aula tersebut terpisah, untuk asrama putri dan
asrama putra. Dimana tempat buat peristirahatan para wali
santri saat menjenguk anaknya.
k. Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman ini juga memfasilitasi
mesin ATM yang berada disamping pintu gerbang ke 2 pondok
pesantren.
l. Pondok pesantren mumtaz ibadurrahman ini mempunyai lahan
parkir yang sangat luas sehingga saat pada hari minggu bisa
menampung banyaknya kendaraan saat wali murid menjenguk
anaknya, dan masih banyak fasilitas lainnya.
59
Kurikulum Pembelajaran Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman5
No Tingkat Kelas Materi Pembelajaran
1. Kelas Dasar (kelas 1) Safinatun Najah
Akhlaqul banin wal banat
Al-Qur’an
Ta’lim Muta’alim
Taqriib
2. Kelas II Ta’alim Muta’alim
Al-Qur’an
Risalatul Najah
Madharijah Su’ud
3. Kelas III Al-Jurumiyyah
Sulamu At-taufiq
Hadist Arba’in nawawi
Sulam Munajab
Addaroryul Bahiyah
4. Kelas IV Imrithy
Targrib wa targhib
Nususul adabiyah
5. Kelas V Al-Fiyyah
Fathul Mu’in
Kurikulum yang baik serta fasilitas yang memadai di pondok
Ibadurrahman berdampak baik bagi santri yang menempa ilmu disana.
Terbukti dengan beberapa prestasi yang sudah ditorehkan dalam
berbagai bidang mulai dari tingkat provensi hingga daerah. Seperti
5 Sumber : Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman
60
kategori lomba mengarang berbahasa arab, pidato, marawis, MTQ,
membaca kitab kuning dan lain-lain.
Demikianlah beberapa lembaga pendidikan yang terdapat di pondok
Mumtaz Ibadurrahman. Dengan beberapa sistem pendidikan yang
diterapkan dalam pembelajaran santri serta santriwati di pondok
tersebut maka sangat memudahkan pihak pesantren untuk mencetak
generasi yang diharapkan dan dibutuhkan oleh bangsa dan negara.
Adapun struktur pondok ibadurrahman peneliti sudah
meringkasnya seperti dibawah ini:6
A. Ketua Yayasan dipegang oleh KH. Faiz Dzu Dararain S. S. I. M.
Pd
B. KH. Muhammad Rusdy BA sebagai Direktur harian
C. Ustadz Abdul Ridha Fatah LC sebagai sekertaris Yayasan
D. Ustadz Muhammad Firdaus S.Pd sebagai bendahara yayasan
E. Ust. Muslihin Jamil sebagai ketua pondok
F. Ustz. Siti Rokimah sebagai sekertaris
G. Ust. Saefuddin sebagai bendahara
H. Ust. Abd Kholiq sebagai departemen keamanan
I. Ust. Aji Hardiansyah sebagai departemen humas
J. Ust. Komaruddin sebagai departemen tandhif (kebersihan)
K. Ust. Indra Irawan sebagai departemen bahasa
L. Ust. Sigit sebagai departemen olahraga
E. Visi, Misi dan Program Pondok Pesantren
6 Ust. Galang Ramadhan (Pengajar) Wawancara Cipete, 21 Mei 2020, Tangerang
Banten
61
Dalam setiap komunitas baik formal maupun nonformal pasti
memiliki visi dan misi. Visi perlu dibentuk agar arah serta tujuan
organias terukur sesuai dengan harapan yang diinginkan bersama. Misi
juga perlu dibentuk sebagai pengejawantahan dari visi supaya arah
tujuan tidak mudah hilang dan dapat menjadi koridor dalam melakukan
cita-cita sebuah organisasi atau lembaga tertentu. Pondok pesantren
Ibadurrahman memiliki visi dan misi yang sudah dirumuskan oleh
para pendiri pesanten yang sering disebut dengan lima pilar utama
yakni Akhlakul karimah, ibadah, pidato, kitab kuning dan bahasa.
Dalam hal ini peneliti merumuskannya sebagai berikut:
Visi pesantren Ibadurrahman.
1. Akhlakul jariah
2. Ibadah
3. Pidato
4. Kitab kuning
5. Bahasa
Adapun misi yang di miliki pondok Ibadurrahman adalah:
1. Iman sebagai fondasi
2. Ibadah sebagai realisasi
3. Ilmu sebagai koreksi
4. Akhlak sebagai karakter sehari-hari
Dengan menjalankan semua pilar-pilar di atas atau visi misi
pesantren maka santri akan memiliki tuntunan dalam belajar. Dalam
artian tidak boleh sembarangan apa yang dilakukan harus mampu
merepresentasikan semua butir-butir visi dan misi yang sudah
dirumuskan oleh para pendiri pondok pesantren sehingga apa yang
62
diharapkan oleh para Kiai dan Ustadz untuk menciptakan generasi
yang unggul dan bermanfaat untuk bangsa dan negara akan terealisasi.
Kemudian sebagai sarana praktik visi misi tersebut pesantren
memberlakukan kegiatan-kegiatan yang terstruktur dan terarah. Mulai
dari bangun sebelum subuh sampai dengan waktu istirahat malam.
Kegiatan ini berlaku untuk semua santri putra maupun putri dan
bersifat mengikat dalam artian diberlakukan hukuman bagi siapaun
santri yang melanggarnya. Semisal santri dibiasakan bangun jam 03.45
untuk persiapan shalat subuh berama’ah di masjid Jami’ Pesantren
Ibadurrahman, semua santri wajib mengikuti jama’ah tersebut kecuali
bagi santri putri yang sedang berhalangan secara syar’i.
Sebelum shalat jama’ah subuh dimulai semua santri bersiap untuk
membaca tartil al-Qur’an sekaligus menunggu santri lainnya yang
belum datang di masjid. Pemimpin bacaan tartil al-Qur’an dijadwal
sesuai dengan hari oleh pengurus pesantren. Setelah jama’ah
terkumpul maka shalat subuh berjama’ahpun dilakukan. Kemudian
setelah shalat jama’ah selesai santri melingkar membuat lingkaran
kecil untuk belajar ilmu tajwid sesuai dengan kelompon yang sudah
ditentukan sesuai dengan tingkatan al-Qur’anya. Setelah semua selesai
maka semua santri kembali ke asrama, mandi dan makan pagi.
Pada waktu pagi hari, tepatnya pukul 07.30 santri berangkat ke
sekolah formal sampai jam 12.35 siang ketika adzan dhuhur
dikumandangkan. Semua santri diwajibkan untuk mengikuti shalat
dhuhur berjama’ah karena kebetulan letak sekolah formal masih dalam
lingkungan pondok pesantren jadi tidak menyulitkan santri untuk
melakukan shalat dhuhur secara berjama’ah. Sebelum jam makan siang
63
para santri diwajibkan untuk membaca tartil selama setengah jam
ketika selesai melakukan shalat dhuhur. Ketika terlil sudah selesai
maka para santri diizinkan untuk makan siang dan istirahat siang
sampai pukul 15.00.
Kemudian pada sore hari yaitu pukul 3 sore atau pukul 15.00 WIB
santri kembali lagi melakukan tartil al-Quran sampai shalat ashar
masuk pada waktunya, semua kegiatan tartil tersebut dilakukan di
masjid Jami’ pondok pesantren. Kemudian jam 16.00-17.00 santri
melakukan kegiatan idhafi yakni kegiatan mendalami kitab-kitab
kuning, mulai dari mengartikan sampai belajar grammer bahasa arab
untuk dapat memahami isi kitab tersebut. Setelah selesai belajar kitab
kuning santri langsung bersih-bersih lokasi pesantren yang biasa
dikenal dengan istilah tandhif ‘am (kebersihan bersama). Kemudian
setelah melakukan kerja bakti para santri mandi dan beragkat ke
masjid untuk melakukan shalat magrib berjama’ah.
Setelah melaksanakan shalat magrib jam 18.30 waktunya makan
malam sampai adzan isyak terdengar santri langsung kembali kemasjid
untuk melakukan jama’ah dan pembacaan ratib al-Haddad yang sudah
menjadi agenda rutin dan unik di pondok pesantren ibadurrahman.
Kemudain setelah melaksanakan pembacaan ratib haddad santri
diwajibkan lagi untuk mengikuti pembelajaran kitab kuning dan
mudzakarah (mereview kembali pembelajaran di sekolah) yang
dibimbing oleh wali kelas masing-masing dan sampai pada pukul
21.50 tiba waktunya bagi santri untuk istirahat. Demikianlah kegiatan
64
rutin yang selalu dilakukan oleh santri pondok pesantren Mumtaz
Ibadurrahmkan Tanggerang.7
F. Biografi Singkat Narasumber dan Responden
Peneliti melakukan beberapa teknik untuk menggali informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian demi mendapatkan informasi dan data
yang valid termasuk melakukan wawancara pada beberapa narasumber
serta responden yang ada di pondok pesantren Mumtaz Ibadurrahman.
Mulai dari ketua yayasan, udtadz dan santri yang mencari ilmu di
pondok tersebut. Peneliti berhasil mewawancarai sembilan narasumber
dan responden dengan pertanyaan yang berbeda-beda sesuai dengan
bidangnya. Akan tetapi ada satu pertanyaan yang sama dan harus
dijawab oleh semua narasumber dan responden yakni terkait pengaruh
atau dampak pembacaan ratib al-Haddad di pondok pesantren
Ibadurrahman.
Dalam penelitian kuantitaif dengan metode wawancara peneliti
mewawancarai lima narasumber dan empat responden yang akan
diuraikan secara singkat dibawah ini:
1. Biografi Narasumber
a) KH. Faiz Dzu Dararain S. S. I. M. Pd, beliau merupakan pimpinan
pesantren saat ini sekaligus anak dari Ustadz Cepot atau pendiri
pondok Ibadurrahman, menempuh pendidikan S1 di UIN Syarif
Hidayatullah kemudian melanjutkan S2 di PTQ Jakarta.
b) Ustadz Abdul Ridha Fatah LC berumur 30 tahun, beliau merupakan
menantu dari anak keduanya KH Ihsan atau ustadz cepot pendiri
7 KH. M. Rusdy BA (Direktur/Pengajar) Wawancara Pinang,25 Mei 2020, Banten
65
pesantren Ibadurrahman. Beliau menempuh pendidikan S1 di
negara Libya kemudian meneruskan pendidikanya ke pondok
pesantren Darur Musthafa yang ada di Hadaramaut. Beliau
mengajar ilmu tilawah dan tartil di pondok ibadurrahman.
c) Ustadz Muhammad Firdaus S.Pd. Beliau merupakan ustadz pertama
yang direkrut langsung oleh KH ihsan untuk membantu mengajar di
pondok Ibadurrahman. Usia beliau 31 tahun dan tinggal di Ciputat,
tanggerang selatan. Beliau mengajar ilmu Tajwid untuk santri putra
dan putri.
d) Ustadz Adam Ferbiansyah S.HSalah satu ustadz termuda yang
mengajar di pesantren Ibadurrahan dengan umur 25 tahun. Beliau
berdomisili di Jl Kampung kandang kambing, Tanggerang. Beliau
mengajar ilmu-ilmu modern seperti komputer dan pengembangan
soft skill.
e) Ustadz Muhammad Faqih Anshari S.I Beliau mengajar ilmu agama
serta kitab klasik untuk santri putra dan putri baik untuk pemula
maupun untuk jenjang kelas aliyah. Usia beliau 26 tahun dan
tinggal di alam sutra kota tanggerang.
2. Biografi Koresponden
a) Hayatun Muklis, dia merupakan salah satu santri senior di pondok
Ibadurrahman yang sudah memasuki kelas 3 Aliyah. Dia sering
memimpin kegiatan selama di pondok pesantren Ibadurrahman baik
menjadi imam shalat ataupun memimpin pembacaan ratib al-
Haddad. Dia berdomisili di Tanggerang tidak jauh dari letak
pesantren tempat dia menimba ilmu.
b) Muhammad Rusydi, dia berasal dari tanah tinggi, Tanggerang usia
17 tahun masuk kelas 2 Aliah. Dia salah satu santri terlama di
66
pondok pesantren Ibadurrahman karena sebelum masuk kelas 1
SMP dia sudah dititipkan orang tuanya untuk belajar ilmu al-Qur’an
di pesantren.
c) Muhammad Anggi asal dari kosambi, Tanggerang. Dia masuk
pesantren Ibdurrahman ketika kelas 1 aliyah sampai sekarang sudah
masuk ke jenjang kelas akhir. Salah satu santri yang gemar
membersihkan ruag kelas dan masjid jami’
d) Fajri Juliawan, dia merupakan salah satu santri berprestasi di
pondok Ibadurrahman banyak sekali prestasi yang sudah dia
torehkan terutama dalam bidang marawis. Usia 17 tahun asal dari
poris plawad Tanggerang.
Demikianlah biografi singkat narasumber serta koresponden yang
peneliti kumpulkan datanya untuk kebutuhan riset dalam skripsi ini.
Untuk transkip dan data rincinya peneliti lampirkan dihalaman terakhir
setelah daftar pustaka.
67
BAB IV
PRAKTIK DAN MANFAAT PEMBACAAN DZIKIR RATIB AL-
HADDAD DI PONDOK PESANTREN MUMTAZ
IBADURRAHMAN
A. Silsilah Sanad Ijazah Ratib al-Haddad Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman
Sebagaimana diterangkan oleh menantu salah satu tokoh di
pesantren Kyai Drs. Ahmad Ihsan, yaitu Ustadz Ridho Abdul Falah,
LC,1 dijelaskan bahwa pembacaan Dzikir Ratibul Haddad di Pesantren
Mumtaz Ibadurrahman merupakan salah satu dari beberapa sanad
keilmuan didapatkan dari mata rantai silsilah dari beberapa tokoh
ulama, seperti:
1) Kiai Ahmad Ihsan dari Habib Abdurrahman Khirid
2) Kiai Ahmad Ihsan dari Habib dari Abuya Dzimyati Cidahu
3) Dari Habib Alwi bin Abdullah al-‘Idrus melalui ijazah secara
umum.
4) Dari Habib Muhammad bin Abdullah al-‘Idrus melalui ijazah
secara umum
Pengasuh Pondok Ibadurahman KH. Faiz Dzu Darain S.S. I,
M.Pd juga menegaskan alasan kenapa mewajibkan dan
melanggengkan bacaan ratibul hadad ini pada semua santrinya. Salah
satu alasan mendasarnya adalah karena beliau merasa terpacu dengan
isi kandungan dzikir dalam ratib al-hadda yang sangat bermanfaat
baik untuk dirinya sendiri maupun orang yang ada disekitar. Dan
1 Wawancara dengan Ustadz Ridha Abdul Fatah LC tanggal 10 April 2020.
68
beliau juga yakin akan meninggal dengan keadaan khusnul khatimah
apabila bisa merutinkan bacaan ratib al-haddad.
Pada hakikatnya manusia di ciptakan Allah SWT untuk
senantiasa beribadah, mengingat (dzikir) kepada-Nya apalah arti
sebuah hidup kalau kita tidak mengingat dan beribadah kepada dzat
yang telah memberi kehidupan kepada kita, oleh karnanya ibadah dan
dzikir yang dilaksanakan oleh seorang hamba sangatlah penting di
samping untuk ta’abudan juga untuk mendekatkan diri kepada Allah
dzat yang telah menciptkan seluruh alam ini. Karna Allah menciptkan
seluruh apa yang ada didunia ini tidak lain hanya untuk beribadah
kepada-Nya lebih-lebih kita sebagai manusia tentu sudah menjadi
kewajiban dan keharusan untuk beribadah kepada Allah Swt2.
QS.Adz-Dzariyat [51]:56.
الا ليعبدون وما خلقت الجن والانس Artinya: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk
menyembah kepada-Ku”. Karena orang yang dekat kepada Allah dapat diketahui dengan
tiga cara, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Mawardi Labai dalam
bukunya yang berjudul Zikir dan Do’a dalam Kesibukan: pertama,
ialah dengan Pikiran dan ucapan selalu mengingat kepada Allah Swt.
Kedua, dengan melakukan perbuatan baik, amal sholeh itu dasar
petunjuk Allah Swt. Ketiga, dengan merasa bimbang sedih itu karna
semisal ada orang yang merusak, dan melecehkan agama Allah.3
2 Muhammad al-Mighfar, Terapi al-Qur’an untuk Penyakit Fisik dan Psikis
Manusia, (Jakarta: Penerbit Asta Buana Sejahtera, 2006). 3 KH. Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do’a dalam kesibukan, (Membawa
Umat Supaya Sukses dan Selamat), Penerbit: al-Mawardi Prima.h.31.
69
B. Praktik Pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad
Praktik pelaksanaan dzikir Ratib al-Haddad di banyak tempat dan
jam’iyyah berbeda-beda. Ada yang dilakukan sehabis shalat Maghrib,
sehabis Shalat Isya’, dan bahkan pada waktu dinihari setelah
pelaksanaan qiyamul lail. Di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman
dzikir Ratib al-Haddad rutin dilaksanakan setiap selesai shalat isyak
yang bertempat di masjid pondok. Selama penelitian berlangsung,
peneliti ikut terjun langsung mengikuti kegiatan dżikir Ratib al-Hadad
di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman yang diikuti oleh semua
santri. Adapun detail pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
Penulis melakukan penelitian ini berbarengan dengan musim
pandemic Covid-19, sehingga pesantren yang menjadi tujuan
penelitian juga diliburkan. Dari pengalaman penulis yang mondok
selama periode 2007-2013 serta pengakuan KH. Rusdi didapati
informasi bahwa prosesi pelakasanaan pembacaan Ratib al-Haddad di
PP Mumtaz Ibadurrahman belum berubah hingga sekarang. Dari
pengalaman yang penulis alami sendiri selaku santri di pesantren,
pembacaan dzikir Ratibul Haddad yang dilaksanakan masih
dilaksanakan sehabis shalat Isya’ berjamaah.
Kegiatan ini dipimpin oleh salah satu santri yang ditugaskan
secara bergiliran. Biasanya petugas dipilih dari santri kelas 3 Aliyah
(SMA). Santri ini juga bertugas mengumandangkan adzan Isya’.
Sebelum mengumandangkan adzan Isya’, petugas membacakan
shalawat selama lebih kurang sepuluh menit. Tujuan pembacaan
70
shalawat ini adalah memberi tahu para santri bahwa sebentar lagi akan
masuk waktu Isya, sehingga mereka dapat bersiap-siap datang ke
masjid. Perlu diketahui, bahwa setelah berjamaah shalat Maghrib para
santri diberi kesempatan waktu untuk makan malam, sehingga mereka
bubar dari masjid dan mereka dikumpulkan kembali dengan
pembacaan shalawat sebelum kumandang adzan Isya’.
Ketika waktu menunjukkan sudah masuk Isya, petugas
mengumandangkan adzan. Lalu para jamaah santri yang sudah
berkumpul melaksanakan shalat qabliyah Isya’. Setelah semua
menunaikan shalat sunnah, petugas kemudian mengumandangkan
iqamah, dan selanjutnya petugas yang sudah ditunjuk tadi memimpin
pelaksanaan shalat Isya berjamaah. Selain santri yang menjadi petugas,
terkadang petugas yang memimpin shalat Isya berjamaah dan
pembacaan dzikir Ratibul Haddad juga dilakukan oleh ustadz. Imam
memimpin pelaksanaan shalat Isya berjamaah empat raka’at. Selesai
shalat langsung dilanjutkan dengan pembacaan ratib, tanpa didahului
dengan pembacaan dzikir. Jadi, khusus shalat Isya’ dzikir setelah
shalat adalah dzikir Ratib al-Haddad ini. Sehingga, setelah shalat
berjamaah Isya selesai, para santri melanjutkan dengan menunaikan
shalat sunnah ba’diyyah Isya’, dan setelah selesai shalat sunnah
ba’diyah Isya’ dilanjutkan dengan dzikir Ratibul Haddad.
Pembacaan dzikir Ratibul Haddad, seperti yang sudah penulis
sampaikan di muka, dipimpin oleh Imam berjamaah Isya’. Imam
memulai dengan membacakan tawassul dan memberikan hadiah
pembacaan surah al-Fatihah untuk Pengarang Ratibul haddad
sekaligus yang mengijazahkannya, kemudian Almarhum almarhumah
71
keluarga pendiri ponpes Ibadurrahman, dan ulama kaum muslimin
muslimat pada Umumnya, dalam pembacaan Ratibul Haddad
pembacaan surah al-Fatihah dilakukan di dua tempat: di awal dan di
bagian akhir sebelum membaca doa penutup. Jamaah biasanya
membaca tawassul di salah satu dua tempat ini. Pesantren Mumtaz
Ibadurrahaman membiasakan pembacaan tawassul di awal sebelum
membaca surah al-Fatihah yang menjadi pembuka dzikir ratib ini.
Ayat-ayat yang dibaca dalam Ratibul Haddad adalah surah al-
Fatihah, lalu Ayat Kursi, dan dua ayat terakhir surah al-Baqarah.
Kesemua ayat tersebut dibaca satu kali. Setelah itu, imam memimpin
membaca beberapa formula dzikir yang dapat digolongkan ke dalam
bacaan tahlil dengan membaca La ilaha illallah wahdahu la syarika
lahu lahul mulku wa lahu al-hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli
syai’in qadir. Kalimat tahlil ini dibaca tiga kali, dilanjutkan dengan
membaca kalimat-kalimat tasbih (subhanallah walhamdu lillah wa la
ilaha illallah wallahu akbar, dan juga subhanallah wa bihamdihi
subhanallah al-azhim) masing-masing tiga kali. Lalu beristighfar da
bertaubat kepada Allah SWT meminta diampuni dosa dan diterima
taubat. Selanjutnya membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,
masing-masing juga 3 kali.
Setelah shalawat dilanjutkan dengan membaca doa
perlindungan kepada Allah SWT, baik dengan perantaraan kalimat-
kalimat-Nya secara sempurna, maupun dengan perantaraan kalimah
basmalah, seraya menunjukkan rasa ridha untuk bertuhan kepada
Allah, berislam dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi.
Lalu dilanjutkan dengan memanjatkan doa dengan berwasilah dengan
72
menyebut nama Allah dan juga bersyukur memuji Allah SWT bahwa
kebaikan maupun keburukan terjadi atas kehendak Allah juga. Masing-
masing doa dibaca 3 kali.
Selanjutnya membaca ikrar bahwa sebagai manusia beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, seraya bertaubat kepada-Nya, baik
zhahir maupun batin. Lalu memohon ampunan dan penghapusan dosa
kepada-Nya dibaca sebanyak 3 kali. Lalu memuji Allah yang memiliki
kekuatan dan kemuliaan seraya meminta diwafatkan dalam keadaan
Islam yang dibaca sebanyak 7 kali. Setelah itu, membaca asma Allah
yang baik dan memiliki nilai kekuatan (al-Qawiyyul matin) memohon
dihindarkan dari kejahatan mereka yang berlaku zalim, memohon
kebaikan bagi urusan kaum muslimin, dan memohon dengan kuasa
Allah melegakan duka cita dan rasa sempit di dada yang dibaca
masing-masing 3 kali, serta kembali meminta ampunan Allah dari
segala kesalahan sebanyak 4 kali.
Setelah itu imam memimpin jamaah untuk membacakan lafaz
tahlil sebanyak 33 kali. Biasanya jika santri yang memimpin
pembacaan dibacakan lafaz tahlil 33 kali saja, sementara jika ustadz
yang memimpin biasanya ustadz akan membacakan lafaz tahlil
sebanyak 50 kali sesuai dengan rekomendasi penyusun ratib. Setelah
itu, dibacakan surah al-Ikhlas tiga kali, dan silanjutkan dengan surah
al-muawwidzatain dan ditutup dengan surah al-Fatihah sebanyak satu
kali, sebelum dibacakan doa. Dalam kebiasaan yang dilakukan di
Ponpes Mumtaz Ibadurrahman, pembacaan surah al-Fatihah yang
terakhir ini tidak disertai dengan pembacaan tawasul lagi.
73
Pembacaan Ratibul Haddad di pesantren Mumtaz
Ibadurrahman ditutup dengan membaca doa yang diaminkan oleh
seluruh jamaah. Do’a ini didapatkan berdasarkan ijazah yang diterima
oleh pengasuh pondok. Bacaan doanya sebagai berikut:
ه ا ال اف ار اج اي ا الفاتحة اوبمعجزة ة ا هف ات ح ال ر س او ة هف ات ح ال ق اب ح لل
من ا ه اي اار ء هب ل ال ي اد لف ع ي اره ،او رو اي غهف ه ب اد ع ا ،اي ام ه هغ ال ف ي اك اش و
الرلمي ا الر ايا البلء اعنا الدفع يه ا لل اي ار ء هب ل ال ي اد لف ع و
لرمنااولخرادعوله النالحمداللهاربالعامي ا
Artinya: Ya Allah dengan kebenaran-Nya surat fatihah dengan
rahasia-rahasiaNya surat fatihah dengan Mukjizat-Nya surat
fatihah, wahai yang maha menghilangkat kesedihan, dan wahai
maha mengangkat kegundahan, wahai yang maha penganpun dan
penyayang kepada hambanya, wahai yang maha pencegah bala ya
Allah, wahai yang maha pencegah bala ya Rohman, wahai yang
maha pencegah bala ya Rahim, serta penutup doa mereka ialah:
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
Setelah pembacaan Ratib al-Haddad selesai, para santri
kemudian meninggalkan masjid dan kembali ke kamar masing-
masing untuk melaksanakan belajar.
C. Tujuan dan Manfaat Pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad
Menurut Para Asatidz
Rutininas santri membaca Ratib al-Hadad bukan tanpa alasan,
karena Ratib al-Hadad memiliki banyak sekali manfaat yang diperoleh
bagi pembacanya. Bahkan, menurut ustadz Ridha manfaatnya tidak
bisa dikalkulasi secara matematis (اولااتحصى Selain memberikan .(لاتعد
ketenangan bagi pembacanya juga dapat menolak hal-hal yang tidak
74
diinginkan serta mempermudah mendatangkan rizqi.4 Dan yang paling
penting lagi, menurutnya adalah pembacaan Ratib al-Hadad ini dapat
memperkuat Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah اولخيراللهاولحمدااللهابس
اللهابمشيئةاولشر dalam penggalan kalimat ini Imam Al-Haddad
menyelipkan doa permohonan kepada Allah agar ‘Aqidah kita selalu
terjaga dalam koridor Ahlusunnah Wal Jama’ah yang memiliki
madzhab wasathiyyah (di tengah-tengah) dan juga untuk memberikan
argumentasi pada kita bahwasanya walaupun kita ini mampu
melakukan sesuatu akan tetapi segala kebaikan dan keburukan semua
kembali kepada Allah SWT.5
Dalam kajian literature beberapa manfaat pembacaan Ratib al-
Hadad adalah:6
1) Dimudahkan rizqi
2) Diangkat derajatnya oleh Allah SWT
3) Mendapat syafa’at ketika diakhrat
4) Dijauhkan dari ganguan sihir dan kejahatan lainya
5) Tidak mempan dengan tenaga dalam yang beraliran gelap
6) Dipermudahkan membayar hutang
7) Disayangi semua mahluk
8) Diringankan ketika menghadapi musibah
9) Dilindungi Allah dari fitnah dan kedzaliman manusia
Demikianlah beberapa manfaat dari pembacaan Ratib al-
Haddad. Salah satu manfaat yang dituju dalam pembacaan dzikir Ratib
4 Wawancara dengan Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. (Menantu Kyai/Pengajar),
10 April 2020, Cipondoh Banten. 5 Wawancara Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. 6 Ahmad Dzaky al-Syafa, Buku Pegangan Doa dan Dzikir Keselamatan Ratibul
Haddad.(Yogyakarta,Mutiara Media. 2015) h, 7-8.
75
al-Hadda adalah mendapatkan derajat kemuliaan di sisi Allah. Ini
ditegaskan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman
KH. Faiz Dzu Darain, S.S.I, M. Pd. Baliau menganjurkan kepada
santri-santrinya untuk senantiasa selalu istiqamah mengikuti dżikir
Ratib al-Hadad bersama secara khusyu’. Bapak KH. Faiz Dzu Darain,
S.S.I, M.Pd selaku pengasuh senantiasa menganjurkan untuk
mengamalkan, dan mengajak santri untuk dżikir Ratib al-Hadad
tersebut karena termotivasi dari dirinya sendiri, yaitu ingin menjadi
orang yang bermanfaat baik di dunia dan akhirat. Bahkan beliau
menyakini bahwa siapapun yang melanggengkan bacaan Ratib akan
meninggal dengan keadaan husnul khatimah, dijauhkan dari mara
bahaya dan dipermudahkan rizkinya.7
Dalam praktik agama Islam, dżikir adalah sebuah media
transformasi diri. Dzikir membantu kita mentransformasikan kesadaran
diri yang lebih rendah menuju kesadaran yang lebih tinggi. Melalui
dżikir, sejatinya kita diangkat ke tingkat yang lebih tinggi yang
menjadi sebuah jalan spiritual bagi kita. Agar kita sadar bahwa Allah
tidak pernah jauh dari kita, tapi sebaliknya, Allah sangatlah dekat
dengan kita.
Kata Ratib adalah sebuah istilah dalam bahasa Arab, yang secara
harfiyah bermakna sesuatu yang disusun atau diatur. Namun makna
secara istilah adalah rangkaian dzikir, do’a, pujian, dan juga munajat
kepada Allah, yang disusun sedemikian rupa secara teratur dan dibaca
dengan rutin .Lafadz dzikir itu bisa saja bersumber dari al-Qur’an, as-
Sunnah ataupun hasil dari gubahan dari penyusun Ratib itu sendiri.
7 KH. Faiz Dzu Darain S. S. I, M. (Pengasuh Ponpes Ibadurrahaman),Wawacara
Cipondoh, 13 April 2020, Banten.
76
Namun meski bersumber dari al-Qur’an atau sunnah Nabi, peran
penyusun Ratib adalah memuat urutan-urutannya, mana yang dibaca
terlebih dahulu dan mana yang dibaca kemudian. Selain itu peran
penyusun Ratib juga membuat ketentuan untuk pengulang-
pengulangannya, seperti dibaca tiga kali, tujuh kali, sepuluh kali dan
seterusnya seperti yang diamalkan dan dibacakan di Pondok Pesantren
Mumtaz Ibadurrahman, Tanggerang8
Ustadz Ridho Abdul Fatah LC menjelaskan, bahwa untuk
mendapatkan keberkahan hidup adalah dengan beribadah kepada Allah
secara istiqamah. Orang yang rajin dan konsisten beribadah adalah
orang yang selalu berkunjung dan bermunajat kepada Allah. Dalam
ibadah yang benar, Allah menjadi titik sentral dari seluruh kegiatan
dan aktivitas hidup. Apalagi makna yang terkandung dalam Ratib al-
Haddad sangat sarat akan manfaat seperti yang sudah dijelaskan
penulis di atas. Karena sesungguhnya semua yang ada dalam Ratib
adalah doa dari nabi Muhammad Saw.9 Hal selaras juga disampaikan
oleh Ustadz Khairul Ihsan. Beliau menegaskan keutamaan surat al-
Fatihah yang ada didalam ratib al-Haddad, dimana surat al-Fatihah
mengandung semua esensi yang ada di dalam al-Qur’an. Siapapun
yang membacanya secara rutin apalagi digabung dengan wirid-wirid
pilihan dari ratib al-Haddad pasti akan dijaga oleh Allah baik lahir
maupun batin10.
Pembacaan ratib al-Haddad tidak hanya bermanfaat untuk
menenangkan jiwa semata akan tetapi juga dapat memperluas rizki.
8 Wawancara Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. 9 Wawancara Ustadz Ridha Abdul Fatah LC. 10 Ustad Muhammad Firdaus, S. pd (Guru Ibadurrahman), Wawancara Ciputat,15
Juni 2020, Banten.
77
Para perintis pondok Ibadurrahman terutama ustadz KH. Ahmad
Hasan Ikhsan atau sering disebut dengan ustadz Cepot sangat
menyarankan kepada semua perintis untuk merutinkan pembacaan
ratib al-Haddad . Pada akhirnya kegiatan tersebut berdampak secara
nyata dengan dipermudahkanya proses pembangunan pondok dari
kecil hingga besar seperti saat ini. Tentunya hal tersebut tidak lepas
dari berkhanya membaca ratib al-Haddad serta tawasul dengan para
Ulama dan Habaib11.
KH. Faiz Dzu Darain S. S. I, M. Pd selaku Pengasuh Pondok
Ibadurrahman yang ada di Tanggerang juga menerangkan makna
bacaan Ratib al-Haddad yang sangat dalam. Salah satunya dapat
menentramkan hati pembacanya terutama para santri yang menuntut
ilmu di Pesantren tersebut. Santri akan dimudahkan dalam proses
pembelajaran karna mendapat berkah dari doa-doa yang ada di dalam
Ratib. Beliau juga menegaskan bahwa apabila seseorang atau santri
dapat merutinkan bacaan tersebut maka pada akhir hayatnya akan
mendapatkan khsunul khatimah12.
Makna spiritual dzikir ini begitu melekat dan dalam, karna
penyusunya juga tidak orang sembarangan merupakan kekasih Allah
Swt. Tidak hanya dapat melancarkan belajar santri Pondok
Ibadurrahman saja akan tetapi dapat mengasah jiwa santri hingga
mencapai ma’rifat. Tingkat paling tinggi seorang hamba berada di sisi
Allah Swt. Inilah yang diharapkan dari pendidikan santri yang ditempa
secara mental maupun spiritual. Dengan begitu semua santri yang
11 Ustadz Muslihin Jamil (Guru Ibadurrahaman), Wawancara, Cipondoh, 15 Juni
2020, Banten. 12 KH. Faiz Dzu Darain S. S. I, M. Pd, Wawancara.
78
menimba ilmu di Pondok Pesantren Ibadurrahman dibekali dengan
ilmu dunia dan akhirat13.
Kemudian Ustadz Adam Febriansyah sebagai guru agama di
pondok Ibadurrahman menjelaskan pentingnya tawasul kepada Imam
Abdullah bin Alawi al-Haddad setelah tawasul kepada Nabi
Muhammad dan para sahabat-Nya, Abdullah bin Alawi al-Haddad
adalah seorang ‘alim dan memiliki spiritual yang luar biasa. Diamna
beliau menyusun ratib al-Haddad karena terinspirasi dari pengalaman
yang beliau dapatkan dimomen lailatul qadr. Jadi apabila santri
ibadurrahman dapat meresapi dan bersungguh-sungguh dalam
bermunajat pasti akan dipermudah dalam proses belajar. Terutama
dalam memahami sesuatu akan mudah paham dan hapal sebagaimana
yang sudah dirasakan oleh Ustadz Adam Febriansyah14.
Dari pengertian di atas, agaknya dżikir baru merupakan bentuk
komunikasi sepihak antara makhluk (manusia) dengan Khāliq saja.
Akan tetapi lebih dari itu, żikir Allah bersifat aktif dan kreatif, karena
komunikasi tersebut bukan hanya sepihak, melainkan bersifat timbal
balik. Seperti yang yang dikatakan oleh Al-Ghazali, “dzikrullah berarti
ingatnya seseorang bahwa Allah mengamati seluruh tindakan-tindakan
dan pikirannya”. Dengan demikian, implikasi dari adanya perilaku
dżikir, yakni mengingat, memperhatikan, mengenang, dan merasa
bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Tuhan akan berpengaruh kuat
terhadap jiwa dan kesadaran. Jadi dżikir Allah bukan hanya sekedar
mengingat suatu peristiwa. Namun mengingat dengan sepenuh
keyakinan akan kebesaran Tuhan dengan segala sifat-Nya serta
13 Ustadz Muhammad Firdaus, Wawancara. 14 Ustadz Adam Febriansyah, Wawancara.
79
menyadari bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah,
seraya menyebut asmā’ Allah dalam hati atau lisan.
D. Manfaat Pembacan Ratib Al-Haddad Bagi Santri
Dżikir merupakan sesuatu yang penting dalam hal Tazkiyatun
Nafs membersihkan jiwa dan hati untuk selalu mengingat, bertaqarrub
kepada Allah SWT. Dalam berbagai keterangan baik dalam al-Qur’an,
Hadis, maupun keterangan dalam kitab-kitab yang di karang oleh
Salafus Sholeh bahwa dzikir mempunyai banyak keutamaan,
disamping itu dengan berdzikir kita akan merasakan kedekatan seorang
hamba dengan Rabb-Nya. Sehingga setiap orang yang selalu Istiqamah
mengamalkan dżikir dengan sungguh-sungguh pasti dia akan
mendapatkan pahala.
Menurut Hayatun Muklis salah satu santri Ibadurrahman tidak
hanya pahala saja yang di dapatkan akan tetapi dapat merasakan
ketenangan jiwa ketika membacanya. Mempermudah proses belajar
dan mendapatkan berkah dari Shahibur Ratib (Pengarang dzikir ratib)
yakni Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Hadad.15
Bahkan apabila dilaksanakan dengan penuh kekhusyukan dan
kemantapan Ratib al-Haddad ini mampu menolak hal-hal yang tidak
diinginkan seperti mengusir penjajah. Hal tersebut pernah dipraktikan
oleh seorang pendiri Nahdlatul Ulama yakni Mbah Wahab Hasbullah
untuk mengusir penjajah Jepang yang ada di bumi Indonesia.16
15 Wawancara langsung dengan santri Hayatun Muklis pada tanggal 10 April
2020, Banten. 16 Wawancara Hayatun Muklis.
80
Muhammad Anggi selaku ketua santri putra Pondok Pesantren
Ibadurrahman memaparkan manfaat yang dia dapatkan setelah
membaca Ratib yang dilakukanya secara rutin bersama dengan santri
dan juga gurunya. Dia meraskan ketenangan jiwa yang tidak pernah
dirasakan sebelum mondok di pesantren Ibadurrahman, dengan
ketenangan jiwa tersebut dia menjadi mudah untuk mencerna pelajaran
sekolah dan merasakan dirinya semakin dekat dengan Allah SWT17.
Karena Ustad Ridla mengatakan mengenai dalil baik al-Qur’an dan
Hadis yang berkaitan dengan dżikir Ratib al- Hadad yang dilaksanakan
di pesantren Ibadurrahman tentang keutamaan- keutamaan dżikir
terutama dzikir Ratib al-Hadad adalah ṣaḥīh dan dapat dijadikan
sebagai hujjah. Jadi, apa yang dirasakan oleh santri baik langsung atau
tidak merupakan salah satu fadhilah Ratib al-Haddad.18
Muhammad Rusydi menyakini dengan merutinkan bacaan Ratib
al-Haddad idiologinya sebagai Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah
akan selalu terjaga tidak mudah digoyahkan oleh pemahaman-pemahan
esktrimis di luar Ahlusunnah yang hari-hari ini sudah mulai
menggerogoti umat islam. Karena pada dasarnya kaum muslimin yang
tidak kokoh pondasi pemahaman terkait Ahlusunnah wal Jama’ah
akan sangat mudah dimasuki pemahaman-pemahan yang melenceng
dan bias jadi menjadi sasaran empuk orang-orang yang ingin memecah
belah umat islam. Dan dengan pembacaan ratib di pesantren
17Wawancara langsung dengan ketua pondok putra Ibadurrahman Muhammad
Anggi tanggal 21 April. 2020, Banten. 18 Wawancara, Hayatun Muklis.
81
Ibadurrahman ini santri ditempa untuk selalu memperkuat paham
Ahlussunnah wal Jama’ahnya.19
Salah satu santri senior yaitu Muhammad Faqih Anshari memiliki
pengalaman tersendiri mengenai kebermanfaatan Ratib al-Haddad
sewaktu dia pulang kerumahnya. Ada salah satu teman pondoknya
yaitu salah satu santri Ibadurrahman yang mengalami kecelakan lalu
lintas ditengah perjalanan. Namun, dengan seizin Allah SWT santri
tersebut tidak mengalami luka berat hanya tergores dan luka ringan
saja. Padahal, secara umum pasti akan mengalami cidra yang cukup
berat. Kejadian ini merupakan salah satu manfa’at talah balak dari
ratib al-Haddad yang selalu dibaca di Pesantren dengan istiqamah.20
19 Wawancara langsung dengan santri Muhammad Rusydi pada tanggal 15 April
2020, Banten. 20 Wawancara langsung dengan santri Muhammad Faqih Anshari pada tanggal 23
April 2020, Banten.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Praktek pembacaan Dzikir Ratibul Haddad di pondok pesantren
Mumtaz Ibadurrahman dilaksanakan dengan ketentuan sbb:
a). Pembacaan Dzikir Ratib al-Haddad dipimpin oleh santri kelas 3
Aliyah (SMA) secara bergilir sesuai dengan jadwal yang sudah
ditentukan.
b). Santri yang mendapat giliran wajib menjadi muadzin sekaligus
imam shalat dan memimpin bacaan ratib al-Haddad.
c). Sebelum adzan membaca shalawat kurang lebih sepuluh menit,
kemudian dilanjutkan dengan adzan.
d). Setelah adzan melakukan shalat Sunnah qabliyyah dilakukan oleh
semua santri.
e). Santri yang mendapatkan sudah dijadwalkan juga menjadi imam
shalat isyak
f). Kemudian shalat Sunnah ba’diyyah isyak
g). Membaca tawassul kepada Nabi Muhammad, keluarga dan
sahabatNya
h). Pembacaan Ratibul haddad
i). Dan membaca doa
84
B. Saran
Dari kesimpulan penelitian diatas bahwasanya pembacaan Ratib al-
Haddad di Pondok Pesantren Mumtaz Ibadurrahman, Tanggerang
dapat berdampak positi bagi para Ustadz dan santri. Akan tetapi
peneliti menyarankan kepada seluruh komponen yang terlibat dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagi Pengajar ataupun Ustadz pesantren Ibadurrahman untuk
diperdalam lagi pelajaran tentang ilmu al-Qur’an dan Fiqihnya. Karena
peneliti melihat dari beberapa responden masih banyak yang belum
mengerti dalam ilmu tersebut. Kalu biasa dibuat semacam buletin
setiap minggu atau bulanya yang membahas terkait al-Qur’an dan Fiqih
dalam perspektif modern agar santri tambah paham dan luas cakrawala
keilmuan dasar-dasar agama sebelum menyentuh ilmu Tasawwuf.
2. Bagi para santri jangan merasa cepat puas dari apa yang kalian
dapatkan dari dzikir Ratib al-Haddad saja akan tetapi selalu tingkatkan
keilmuan dan juga ibadah melalui Dzikir-dzikir lainya.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ad-deed, Ibrahim. 2009. Be a Living Qur’an, Jakarta: Lentera Hati
Andriawan, Didik. 2013.“Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai
Pengobatan (Studi Living Qur’an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari
Safulloh, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo,
Kabupaten Nganjuk).” .UIN Yogyakarta. Yogyakarta.
Anggi, Muhammad. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tanggerang.
Arifin, Bey. 1980. Samudra Al-Fatihah, Surabaya: PT Bina Ilmu.
Atabik, Ahmad. 2010. The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfidz Al-
Qur’an di Nusantara. Jurnal Ilmiah ADDIN Vol. 2 No. 2.
Daud, Abu. Sunan Abu Daud, Beirut: Darul Fikr.
Dzu Darain. Faiz. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tanggerang
El-Sulthani, Mawardi Labay. Zikir dan Do’a dalam kesibukan,
(Membawa Umat Supaya
Faisal.Sanapih, 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi,
Malang; Yayasan Asih Asah Asuh.
Faqih Anshari. M. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tangerang.
Firdaus. Firdaus. 2020. “Makna Ratib al-Haddad”. Tangerang
Hasanah, Uswatun. 2008. “Studi Terhadap Tujuan Membaca Al-
Qur’an Masyarakat Dusun Sukorejo Desa Kentang Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang Jawa Tengah’’. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yogyakarta.
Al-Husaini, Al-Hamid. 2016. Terjemah Syarah Ratib Al-Haddad,
Bandung: Pustaka Hidayah.
Isa Bin Saurah, Abu Isa Muhammad. Sunana At-Tirmidzi, Juz 1,
Beirut: Dar Al-Fikr.
Isma’il, Abu Isa Muhammad. Al-Jami’ Al-Shahih, Juz III, Beirut:
Dar Al-FIKR.
86
J. Moleong. Lexy. 1997. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung :PT
Remaja Rosdakarya.
Al-Jawziyyah, Ibn Qoyyim at-Tafsir al-Qayyim.
Latif Fakih, Abdul. 2011. Deklarasi Tauhid (sebuah aqidah
pembebasan) Sisik-Melik Surat al-Ikhlas.Tangerang Selatan: Inbook
Maesaroh, Mamay. 2018. “PENGARUH INTENSITAS DZIKIR
RATIB AL-HADDAD TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL
SANTRI(Penelitian di Pondok Pesantren Mathla’unnajah Ujungjaya
Sumedang. UIN Sunan Gunung Jati. Bandung.
Mansur. M. 2007. Living Qur’an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’
an Dalam Buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.
Yogyakarta: Teras.
Al-Mighfar, Muhammad , 2006. Terapi al-Qur’an untuk Penyakit
Fisik dan Psikis
Manusia, Jakarta: Penerbit Asta Buana Sejahtera.
Moh.Muhtador, Moh. 2014. Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam
Mujahadah ,Jurnal Penelitian, Vol. 8, No, 1.
Mujahidin, Anwar. 2013. Pemurnian Tafsir surat Al-Fatihah
(Analisis Struktural Terhadap Pemikiran Ibn Katsir Dalam Karyanya Tafsir
Al-Qur’an Al-adzim), Yogyakarta: SUKA-Prass.
Muklis. Hayatun.2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tanggerang.
An-Naisabury, Al-Qusyairi AHM. Shahih Muslim, Juz 1, Darul Fikr:
Beirut
Quraish Shihab, Muhammad, 2012. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan
dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Rusydi. Muahmmad. 2020. “Manfaat Ratib al-Haddad”. Tangerang
Shihab, Quraish M. 2018. Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan
Doa, Tangerang: Lentera Hati
Sodirin, Ali. 2018. “Praktik Pembacaan Ratib Al-Hadad Di Jam’iyah
Eling Nurul Huda Pondok Pesantren Darul Hikam Desa Gandasuli Kec.
Brebes (Studi Living Hadis”). UIN Walisongo. Semarang.
87
Sukses dan Selamat : al-Mawardi Prima
Suyanto. Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial :
Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana.
Syamsuddin, Sahiron. 2007. Metodologi Living Qur’an dan Hadits,
Yogyakarta: TH-Press
Al-Syafa, Ahmad dzaky . 2015. Buku Pegangan Doa dan Dzikir
Keselamatan Ratibul Haddad., Yogyakarta,: Mutiara Media.
Tharhuni, Muhammad. 2007. khasiat Ayat-aya Umar bin Hasan bin
Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nasihin, terj. Ahmad Sunarto,
Jakarta:Bintang Terang
Usman, Husaini, dan Setiyadi Akbar, Purnomo. 2008. Metodologi
Penelitian Sosial, akarta: Bumi Aksara.
Utami, Sri. 2010. “Penggaruh Dzikir Ratib Al-Haddad Terhadap
Kesehatan Mental Masyarakat Korban Gempa (Studi Kasus Majlis Dzikir
Al-Ghifari Bengkulu”. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
2010).
Zaairul Haq, Muhammad. 2014. 114 Surah Mujarab Al-Qur’an,
Jakarta: Turos.
Zain, Abdullah. 2010. Mukjizat Surat-Surat di Dalam al-Qur’an Juz
28, 29,30, Jogjakarta: Saufa.
Syekh Muhammad al-amin bin abdillah al-alawi al-harari as-syafi’i.
Tafsir Hadaiq Al-Ruh wa Al-Rayhan fi Rawabi’Ulum al-Qur’an. Penerbit :
Dar Thauq an-Najah.Beirut,Lebanon. 1421H/2001M
Shihab Q M. Tafsir Al-Misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-
Qur’an. Jakarta. 2017H
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Tafsīr Al-Qur‟anul Madjid
AnNur,(Jakarta:Cakrawala,2011), h.641
Ahmad Syakir, Syaikh. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Al-Baqarah
Ayat 285. Jakarta: Darus Sunnah Pres, Jilid 1, Cet 2. 2014
PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR
USTAD/USTADZAH PESANTREN MUMTAZ IBADURRAHMAN
TANGERANG
Penelitian Skripsi
“Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Praktik Pembacaan Dzikir
Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz Ibadurrahman”
Penelitian ini diajukan atas nama Baihaki pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu
tentang praktik pembacaan Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman Tangerang. Keterlibatan Ustad/Ustadzah dan Santri
sebagai informan/responden menjadi penting untuk membantu peneliti
dalam memahami dan meneliti praktik pembacaan Ratibul Haddad di
pondok pesantren ibadurrahman, Bapak/Ibu/ Saudara akan diminta
untuk memberikan jawaban dan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan
dibawah ini. Dan saya dapat menjamin Kerahasiaan jawaban dan
tanggapan dari Ustad/Ustadzah/Saudara akan dijaga sesuai kode etik
penelitian.
Transkrip Wawancara Asatidz
DATA DIRI INFORMAN
Nama :
Alamat :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
LAMPIRAN
1. Siapa saja Ustad/Ustadzah yang biasa memimpin
pembacaan Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman Tangerang?
2. Darimanakah Pesantren mendapatkan ijazah pembacaan
Ratibul Haddad ?
3. Sejak kapan membaca Ratibul Haddad menjadi tradisi
di Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang?
4. Pada kesempatan kapan saja Dzikir Ratibul haddad
dibacakan Pesantren Mumtaz Ibadurrahman
Tangerang? Apakah ada alasan tertentu tentang
pemilihan waktu tersebut?
5. Berapa durasi waktu yang digunakan untuk membaca
Dzikir Ratibul Haddad di Pesantren Mumtaz
Ibadurrahman Tangerang?
6. Ratibul Haddad Berapa kali dibaca wiridnya, sekali-
sekali atau tiga kali seperti pada umumnya?
7. Siapa sajakah yang membaca Ratibul Haddad di
Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang ?
8. Apa motivasi dan harapan memilih Dzikir Ratibul
Haddad sebagai bacaan yang diamalkan di Pesantren?
9. Manfaat apa yang paling anda rasakan setelah membaca
Ratib ini?
10. Bagaimana praktik pembacaan zikir Ratibul Haddad di
Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang ?
11. Bagaimana pemahaman umum para Ustad/Ustadzah
tentang ayat-ayat Alquran yang terdapat dalam Dzikir
Ratibul Haddad ?
12. Apakah ustadz bisa memberikan penjelasan sedikit
mengapa ayat-ayat tersebut dipilih sebagai bacaan dalam
zikir Ratibul Haddad? Kira-kira apa arti penting ayat-
ayat itu dalam kehidupan kita manusia?
13. Apakah tujuan utama dari membaca ayat-ayat al-Qur’an
dalam Dzikir Ratibul Haddad ?
14. Adakah testimoni atau dampak dari para santri
berdasarkan pengamatan Ustad/Ustadzah tentang
manfaat yang dirasakan sebagai hasil dari setiap hari
menanamkan membaca Ratibul Haddad ?
15. Selain ayat al-Quran yang diwiridkan Ratibul Haddad
juga mengandung banyak doa di dalamnya, Apakah
Ustad/Ustadzah melihat ada nilai penting doa-doa
tersebut dalam Dzikir Ratibul Haddad ?
16. Apakah Ustad/Ustadzah tahu santri mengamalkan terus
Ratibul Haddad ini selepas mengikuti program pesantren
Mumtaz Ibadurrahman Tangerang ini ?
17. Apakah menurut Ustad/Ustadzah Dzikir Ratibul
Haddad ke depannya bisa menjadi bagian dari life style
yang perlu dikembangkan bagi upaya menghidupkan Al-
Qur’an?
18. Apakah ada Dzikir lain yang dibaca secara rutin selain di
Pesantren Mumtaz Ibadurrahman Tangerang Ratibul
Haddad ?
Transkrip Wawancara Santri
DATA DIRI INFORMAN
Nama :
Alamat :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pedoman Wawancara
1. Bagaimana pandangan anda tentang dzikir Ratibul Haddad
selaku santri?
2. Apakah anda tahu sejarah pembacaan dzikir Ratibul
Haddad ini?
3. Bagaimana praktek pembacaan Ratib di Pondok ini?
4. Menurutmu apa pengharapan santri ketika membaca Ratib
Hadadd?
5. Menurutmu apa saja manfaat dari pembacaan Ratib ini?
LAMPIRAN