Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian...

8
Indonesia adalah negara produsen bak dan tenun yang mampu bersaing di pasar internasional. Permintaannya terus melonjak seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri. Namun produk pewarna kain untuk bak dan tenun yang saat ini digunakan umumnya adalah pewarna sintes yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, dan dapat memicu terjadinya kanker kulit (Isminingsih, 1978). Zat pewarna alam bisa diperoleh dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi. Khusus untuk tanaman hutan, potensi limbah hasil 3 kegiatan pemanenan mencapai 768.444,14 hingga 821.238,01 m /tahun. Ini belum termasuk limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan di hutan tanaman dan kegiatan penggergajian di industri pengolahan kayu. Limbah berupa serbuk, sebetan, dan kulit kayu dari kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikembangkan sebagai bahan baku pewarna alam. Hal ini untuk meningkatkan nilai tambah limbah dan sebagai sumber devisa negara, serta mengatasi problem lingkungan. Intervensi kebijakan yang diperlukan adalah mendorong pemanfaatan bahan pewarna alami bagi industri bak, farmasi, dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lainnya. Strategi pengembangannya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri agar tercapai agroindustri dan bisnis yang berdaya saing nggi secara berkelanjutan. Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Saefudin, Efrida Basri, dan Rachman Efendi Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Batik dan Tenun Volume 14 No. 11 tahun 2020 ISSN: 2085-787X Badan Penelian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Penelian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Policy Brief 1 Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Bak dan Tenun Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara produsen bak dan bahan pewarna alami untuk bisa bersaing di pasar internasional. Permintaan bak dan tenun Indonesia terus melonjak dalam bentuk kain, pakaian, ataupun cendera mata seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri. Ekspor kedua komoditas tersebut pada tahun 2018 sebesar USD 53,3 juta dan di tahun 2019 meningkat Pernyataan Masalah (Statement of the Issue/ Problem)

Transcript of Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian...

Page 1: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

Indonesia adalah negara produsen ba�k dan tenun yang mampu bersaing di pasar internasional. Permintaannya terus melonjak seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri. Namun produk pewarna kain untuk ba�k dan tenun yang saat ini digunakan umumnya adalah pewarna sinte�s yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, dan dapat memicu terjadinya kanker kulit (Isminingsih, 1978). Zat pewarna alam bisa diperoleh dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi. Khusus untuk tanaman hutan, potensi limbah hasil

3kegiatan pemanenan mencapai 768.444,14 hingga 821.238,01 m /tahun. Ini belum termasuk limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan di hutan tanaman dan kegiatan penggergajian di industri pengolahan kayu. Limbah berupa serbuk, sebetan, dan kulit kayu dari kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikembangkan sebagai bahan baku pewarna alam. Hal ini untuk meningkatkan nilai tambah limbah dan sebagai sumber devisa negara, serta mengatasi problem lingkungan. Intervensi kebijakan yang diperlukan adalah mendorong pemanfaatan bahan pewarna alami bagi industri ba�k, farmasi, dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lainnya. Strategi pengembangannya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri agar tercapai agroindustri dan bisnis yang berdaya saing �nggi secara berkelanjutan.

RingkasanEksekutif

(Executive Summary)

Saefudin, Efrida Basri, dan Rachman Efendi

MengembangkanPewarnaAlamBerbasisLimbahKehutananUntukKainBatikdanTenun

Volume 14 No. 11 tahun 2020

ISSN: 2085-787X

Badan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

PolicyBrief

1Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Ba�k dan Tenun

Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara produsen ba�k dan bahan pewarna alami untuk bisa bersaing di pasar internasional. Permintaan ba�k dan tenun Indonesia terus melonjak dalam bentuk kain,

pakaian, ataupun cendera mata seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri. Ekspor kedua komoditas tersebut pada tahun 2018 sebesar USD 53,3 juta dan di tahun 2019 meningkat

Pernyataan Masalah

(Statement of the Issue/

Problem)

Page 2: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

2 Policy Brief Volume 14 No. 11 Tahun 2020

menjadi USD 58,6

umumnya adalah pewarna sinte�s impor. Produk pewarna berjenis cellulosics men-dominasi pasar Indonesia (Maizer, 2016) karena jumlah jenis warnanya banyak, kon�nuitas bahan terjamin, prak�s, mudah dalam penggunaan, dan �dak mudah luntur. Contoh pewarna sinte�s untuk pewarna kain adalah akridine, rhodamin B, senyawa azo, dan na�ol. Akridine adalah s e nyawa o rga n i k d a n n i t ro ge n heterosiklik, bentuknya padat dan berwarna, sedangkan rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan dan sangat mudah larut dalam air. Rhodamin B b iasanya d igunakan d i industr i pembuatan kertas untuk mewarnai kertas. Permasalahan dari beberapa pewarna sinte�s yang digunakan perajin adalah mudah terdegradasi menjadi senyawa yang bersifat karsinogenik. Bahan dasar pembuatan pewarna sinte�s adalah batu bara, ter, atau minyak bumi (Isminingsih, 1978), sehingga polutan akibat keberadaan bahan-bahan berbahaya tersebut d iduga akan berdampak ser ius terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Khusus untuk bahan pakaian, dampaknya terhadap kerusakan sel-sel epidermis sehingga dapat memicu pula terjadinya kanker kulit (Kasmudjo et al., 2008). Limbah pewarna sinte�s sangat berbahaya karena beracun dan bisa mencemari l ingkungan. Apabi la material dalam air bercampur dengan limbah pewarna yang berbahaya tersebut, maka dapat meningkatkan kekeruhan air dan membuat air menjadi bau. Demikian pula jika dibiarkan mengalir ke halaman/tanah

tanpa adanya saluran pembuangan dan tempat penampungan khusus, akan menyebabkan pori-pori permukaan tanah tersumbat dan tekstur tanah m e n j a d i ke r a s s e h i n g g a a k a n mengurangi penetrasi akar tumbuhan, yang pada akhirnya menurunkan produk�vitas lahan (Kant, 2012). Dampak lain yang di�mbulkan oleh a d a ny a p e w a r n a s i n t e � s y a n g pemakaiannya �dak mengiku� standar adalah penipisan oksigen terlarut dan kema�an makhluk hidup karena ke k u r a n g a n o k s i g e n a t a u t e r -kontaminasi senyawa beracun. Mengingat lebih besar dampak nega�f yang di�mbulkan dibandingkan dampak posi�f penggunaan pewarna sinte�s, beberapa negara, seper� Jerman dan Belanda, telah melarang penggunaan zat pewarna tersebut u n t u k b a h a n p a k a i a n d a n menggan�kannya dengan bahan pewarna alami atau organik. Peraturan p e l a r a n g a n t e r s e b u t m u l a i diberlakukan sejak 1 Agustus 1996. Centre for the Promo�on of Imports from developing countries (CBI) melalui Ref. CBI/NB-3032 pada tanggal 13 Juni 1996 juga telah mensyaratkan zat-zat pewarna untuk bahan pakaian, alas kaki, dan sprei �dak mempunyai efek samping terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (Kwar�ningsih et al., 2009). Dibandingkan pewarna sinte�s, p ewa r n a a l a m i d a r i t u m b u h a n menghasilkan efek warna yang indah, khas, dan �dak dapat di�ru oleh zat warna sinte�s. Hal ini menjadi daya tarik untuk produk-produk eksklusif dan bernilai seni, seper� ba�k dan tenun, yang mempunyai segmen pasar tertentu di dalam ataupun di luar neger i . Se la in i tu l imbah yang dihasilkan dalam proses pengerjaan dengan pewarna alam �dak merusak lingkungan.

juta (Deny, 2019). Produk pewarna teks�l, kain b a � k d a n t e n u n ya n g s a a t i n i diperdagangkan di Indonesia

Page 3: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

Temuan Kunci (Key Findings)

3

Sampai saat ini produsen kain ba�k dan tenun Indonesia lebih tertarik menggunakan pewarna sinte�s karena kebutuhan bahan pewarna yang sangat banyak belum dapat dipenuhi dari bahan alam/organik. Produk ba�k dan tenun dari pewarna alam biasanya terbatas untuk kalangan tertentu. Sementara untuk masyarakat umum, penggunaan pewarna sinte�s lebih mendominasi. Dari berbagai hasil peneli�an (Rosyida & Zulfiya, 2013; Sjostrom, 2013; Putri, 2017) menunjukkan limbah pohon merupakan salah satu sumber yang kaya akan senyawa atau pigmen pewarna, yang jika diekstrak dapat dijadikan bahan pewarna alami untuk kain dan benang tenun. Zat atau pigmen pewarna yang banyak terdapat pada kayu dan kulit kayu, terutama adalah tanin. Tanin adalah senyawa polifenol yang berasa pahit, mudah larut dalam air, dan dapat meng-gumpalkan protein atau senyawa organik seper� asam amino dan alkaloid (Sjostrom, 2013). B u m i I n d o n e s i a m e m i l i k i keanekaragaman tumbuhan yang berpotensi sebagai pewarna alami untuk kain ba�k dan tenun. Zat pewarna alam bisa diperoleh dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar. Namun, keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang potensi tersebut dan minimnya penguasaan teknologi pengolahan yang tepat menyebabkan jenis- jenis tersebut belum ter-manfaatkan. Apabila hal ini dibiarkan, jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pewarna alami dikhawa�rkan akan h i lang sebelum di lakukan pendataan atau sumber bahan baku dan pengolahannya justru sudah dipatenkan oleh negara lain. Khusus untuk tanaman hutan, limbah hasil kegiatan pemanenan dan

penggergajian di industri potensinya sangat besar. Produksi kayu bulat dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)

3rata-rata 5.865.985,80 m /tahun (Kemen LHK, 2018). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan penebangan pohon di hutan alam sampai batang b e b a s c a b a n g ra ta - ra ta 1 3 , 1 % (Soenarno et al., 2018), sedangkan menurut Suhartana & Yuniawa� (2018) berkisar antara 12 sampai 14%. Ini berar� volume limbah yang dihasilkan dari kegiatan di hutan alam bisa m e n c a p a i 7 6 8 . 4 4 4 , 1 4 h i n g g a

3821.238,01 m /tahun. Jumlah ini belum termasuk dengan produksi kayu bulat dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman ( IUPHHK-HA) yang produks inya bertambah se�ap tahun. Pada tahun 2018 produksi kayu bulat dari hutan t a n a m a n s u d a h m e n c a p a i

340.945.378,90 m (Kemen LHK, 2018). Hasil peneli�an Astana et al. (2015), limbah dari kegiatan pemanenan di hutan tanaman akasia dan ekaliptus

3saja bisa mencapai 288.963 m /tahun. Limbah-limbah berupa sebetan, serbuk kayu, ran�ng, kulit kayu, dan sebagai-nya belum dimanfaatkan secara op�mal oleh industri karena yang diutamakan adalah kayunya. Hal ini menjadi masalah karena keberadaan limbah yang menumpuk di hutan maupun di industri pengolahan kayu m e n i m b u l k a n m a s a l a h p a d a l i n g k u n ga n h u t a n d a n p a b r i k . Pengelolaan sumber daya hutan harus memperha�kan aspek keberlanjutan d a n d a m p a k p e n g g u n a a n n y a . Pengelolaan hutan dan hasil hutan diperlukan untuk terus menjalankan fungsi hutan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial sehingga dalam pemanfaatannya perlu memperha�kan nilai tambah dan efisiensi (Hadi, 2019). Oleh karena itu salah satu peningkatan

Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Ba�k dan Tenun

Page 4: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

4

nilai tambah pemanfaatan limbah pohon adalah sebagai bahan pewarna alam untuk ba�k dan tenun. Hasil kajian menunjukkan bahwa bagian tumbuhan yang menghasilkan pigmen pewarna alam untuk kain ba�k dan tenun banyak sekali. Jika ini

dimanfaatkan dan dikembangkan d a l a m s k a l a b e s a r m a k a b i s a meningkatkan devisa Indonesia di sektor hulu dan hilir. Beberapa jenis tumbuhan dan bagiannya yang sudah diteli� menghasilkan pigmen pewarna, disajikan pada Lampiran 1.

Nagoya tentang Akses pada Sumber D a y a G e n e � k d a n P e m b a g i a n Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Haya�. S t rate g i p e n ge m b a n ga n b a h a n pewarna alami untuk industri ba�k dan tenun disusun untuk jangka menengah dan jangka panjang. Strategi jangka menengah diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi industri dalam negeri, sedangkan strategi jangka panjang diarahkan untuk mewujudkan agroindustri dan bisnis yang berdaya saing secara berkelanjutan. Regulasi yang diperlukan untuk mengembangkan industri pewarna alam dalam negeri, antara lain: 1) Proteksi masuknya komoditas impor, 2) Izin kepada industri ZPA dalam negeri untuk memproduksi semua bentuk sediaan pewarna ba�k dan tenun tradisional dalam bentuk ekstrak kering sebagai produk akhir, 3) Menetapkan karakteris�k kimia-fisika, mikrobiologi, dan �ngkat keracunan dari senyawa yang terkandung dalam pewarna ba�k yang harus dimuat pada dokumen Dye Product Safety Report (Laporan Keamanan Produk Pewarna) dan dokumen Product Informa�on File.

Pilihan dan Rekomendasi

kebijakan (Policy Options and Recommendations)

Policy Brief Volume 14 No. 11 Tahun 2020

Mengacu pada Roadmap �ga kementerian, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan H i d u p d a n K e h u t a n a n , s e r t a Kementerian Perindustrian tahun 2015–2019, se lama be lum ada peningkatan nilai tambah di sektor hulu d a n h i l i r, � n g k a t p e n d a p a t a n masyarakat tetap saja rendah karena �dak dapat bersaing dengan pelaku pasar dari negara lain. Oleh karena itu, terobosan perlu dilakukan untuk memproduksi bahan pewarna alami s e c a ra i n t e n s i f s e b a ga i u p aya membatasi ketergantungan teks�l, pe raj in kain ba�k dan tenun terhadap pewarna sinte�s impor sekaligus meningkatkan nilai tambah dan mengatasi problem lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai, kebijakan pemerintah diperlukan, antara lain dalam hal peningkatan budidaya jenis penghasil zat pewarna a l a m i ( Z PA ) , ke te rs e d i a a n d a n kemudahan mendapatkan bahan baku, penerapan teknologi yang tepat, regulasi ekspor-impor, serta penguatan kelembagaan dan perluasan atau akses pasar. Salah satu acuan kebijakan tersebut adalah undang-undang yang membahas sumber daya gene�k (SDG). Kebijakan yang diacu bersumber dari UU Nomor 11 Tahun 2013 Protokol

Page 5: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

5

1. Saefudin, Puslit Biologi LIPI, Cibinong, Bogor (email: [email protected])2. Efrida Basri, Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor (email: [email protected])3. Rachman Efendi, Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim

(email: [email protected])

Rujukan untuk konsultasi

(Sources consulted)

Daftar Pustaka(References)

Astana, S., Soenarno, & Endom, W. (2015). Potensi penerimaan negara bukan pajak dari limbah kayu pemanenan di hutan alam dan hutan tanaman. Jurnal Peneli�an Sosial dan Ekonomi Kehutanan 12 (3), 227-243.

Basri, E. (2017). Pemanfaatan tanin dari limbah kayu bakau (mangrove) untuk bahan pewarna kain. Laporan Kerjasama Pusat Litbang Hasil Hutan dengan PT Kandelia Kalimantan Barat. Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan.

Deny, D. (2019). Ekspor tenun dan ba�k ditargetkan naik 10 persen tahun ini. Diakses dari h�ps://www.liputan6.com/bisnis/read/3921743/ekspor-tenun-dan-ba�k-ditargetkan-naik-10-persen-tahun-ini, tanggal 24 Maret 2019.

Indrianingsih, A.W., Darsih, C., & Maryana, R. (2013). Pewarna alam dari ekstrak tanaman dan aplikasinya di usaha kecil menengah teks�l Indonesia. Prosid. Semnas Kimia dan Pendidikan Kimia V. Surakarta: FMIPA, FKIP- Univ. Nasional Surakarta. Hal. 682-691.

Isminingsih. (1978). Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung: STTT.

Jamal, Y. (2017). 15 pewarna alami untuk tex�le. Diakses dari h�p://yulutrip.logspot.co.id/2014/05/15-pewarna-alami-untuk-tex�le_21.html tanggal 14 Desember 2017.

Kant, R. (2012). Tex�le dyeing industry an environmental hazard. Open Access Journal Natural Science, 4,(1). 5 pages. Ar�cle ID:17027. DOI: 10.4236/ns.2012.41004.

Kasmudjo, Widowa�, T.B., & Pujiar�, R. (2008). Kualitas pewarnaan ba�k dari beberapa provenans akasia (Acacia mangium Willd) dan bahan fiksasi yang berbeda. Prosid. Semnas Mapeki XI, 8-10 Agustus 2008 di Kalimantan Tengah. Hal. 663-665.

Kemen LHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). (2018). Sta�s�ka Kementerian Kehutanan Tahun 2018. Jakarta.

Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Ba�k dan Tenun

Kwar�ningsih, E., Dwi, A.S., Agus, W. & Adi, T. (2009). Zat pewarna alami teks�l dari kulit buah manggis. Ekuilibrium, 41-47.

Herya�, Y., Agustarini, R., & Karlina, E. (2016). Potensi pemanfaatan beberapa tumbuhan sebagai sumber bahan baku zat pewarna alami pada ba�k dan tenun Dalam Bunga Rampai Membangun Hasil Hutan yang Tersisa. Cetakan I. Bogor: Forda Press.

Hadi, D.W. (2019).Penerapan Iptek untuk Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan yang Berkelanjutan. Pustaka Kementerian LHK Nomor: SP.344/HUMAS/PP/HMS.3/8/2019.

Page 6: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

6

Diakses dari h�p://www.indotex�les.com/index.php?Op�on=com_content%20&%20task=view&id=4507, tanggal 27 Desember 2017.

Prayitno, R.E., Wijana, S., & Diyah, B.S. (2012). Pengaruh bahan fiksasi terhadap ketahanan luntur dan intensitas warna kain mori ba�k hasil pewarnaan daun alpukat (Persea americana Mill). Tugas Akhir. Malang: Fak. Teknologi Pertanian, Univ. Brawijaya.

Priyo. (2014). Loba Tanaman Penguat Warna Alami Yang Semakin Langka. FORDA (Kupang 10/11/2-14).

Putri, K.A. (2017). Ekstraksi Zat Warna Daun Ketapang (Terminalia catappa L.) dan Aplikasinya pada Dye Sensi�zed Solar Cell (DSSC). Skripsi. Makasar: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.

Rosyida, A. & Zulfiya, A. (2013). Pewarnaan bahan teks�l dengan menggunakan ekstrak kayu nangka dan teknik pewarnaannya untuk mendapatkan hasil yang op�mal. Jurnal Rekayasa Proses, 7 (2), 52 – 58.

Saefudin, Basri, E., & Santosa, A. (2018). Bahan Alam Pewarna Ba�k dan Tenun. Forda Press. Bogor. 88.

Soenarno, Endom, W., & Suhartana, S. (2018). Studi faktor pemanfaatan dan limbah pemanenan kayu di hutan alam Papua Barat. Jurnal Peneli�an Hasil Hutan 36 (2), 67-84.

Sjostrom, E. (2013). Wood Chemistry: Fundamentals and Applica�ons. Second Edi�on. California: Academic Press, Inc.

Suhartana, S. & Yuniawa�. (2018). Pengaruh limbah pemanenan kayu terhadap efisiensi pemanfaatan kayu hutan produksi alam pada dua pengusahaan hutan di Kalimantan. Jurnal Ilmu Lingkungan 16 (2), 147-154.

Susanto, S. (1980). Seni kerajinan ba�k Indonesia. Yogyakarta: Balai Peneli�an Ba�k dan Kerajinan.

Policy Brief Volume 14 No. 11 Tahun 2020

Maizer. (2016). Trend tex�le dyes.

Santa, E., Mukarlina, & Linda, R. (2015). Kajian etnobotani tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alamiii oleh Suku Dayak Iban di Desa Mension, Kabupaten Kapuas Hulu. Jurn. Protobiont, 4 (1), 58-61.

Page 7: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

Lampiran 1. Bagian tumbuhan penghasil pigmen pewarna alami untuk kain ba�k dan tenunLampiran (Attachment)

7Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Ba�k dan Tenun

Page 8: Mengembangkan Pewarna Alamsimlit.puspijak.org/files/other/PB2020_11_Pewarna_Ber...dari semua bagian tumbuhan, yaitu daun, bunga, batang, kulit, kayu, dan akar melalui proses ekstraksi.

P3SEKPI

Herya� et al. (2016); Priyo (2014); Prayitno et al.(2012); Indrianingsih et al (2013)Sumber: Saefudin et al. (2018); Santa et al. (2015); Jamal (2017); Basri (2017); Susanto (1980);