Mengantisipasi Perang Pajak Di Era Integrasi Ekonomi ASEAN

2
Mengantisipasi Perang Pajak di Era Integrasi Ekonomi ASEAN Bertempat di Cheese Cake factory pada tanggal 24 agustus 2015 perkumpulan Prakarsa menyelenggarakan konferensi pers dengan tema Tax Holiday dan Resiko Tax Competition menuju Race to the Bottom, seperti yang telah kita ketahui pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas tax holiday. Dengan revisi tersebut pemerintah akan memperluas, mempermudah, dan memperpanjang penerapan kebijakan tax holidayhingga 20 tahun, pemerintahpun akan memperluas kebijakan tax holiday dari yang tadinya hanya mencakup 5 sektor industri menjadi 10 sektor industri. Argumennya insentif pembebasan pajak akan mendatangkan foreign direct investment (FDI) dan meningkatkan invetasi di dalam negeri. Sebenarnya kebijakan ini bukanlah hal yang baru bagi Indonesia, pada tahun 1970-an pemerintah pernah melakukan pembebasan pajak, walaupun ternyata kebijakan ini tidak mampu mendorong pertumbuhan investasi secara signifikan. Tetapi ketika kebijakan ini dicabut pada tahun 1984, investasi asing justru meningkat pesat. Bahkan kebijakan ini justru berpotensi dimanfaatkan oleh perusahaan lama yang “culas” dengan cara mendirikan perusahaan baru untuk menghindari pajak. Penerapan kebijakan tax holiday yang eksesif akan memicu perang diskon pajak dengan negara tetangga dan menyeret ke situasi perlombaan masuk jurang (race to the bottom). Hal ini membawa setiap negara berada dalam posisi kalah-kalah (lose-lose situation). Tarif pajak yang ringan akan mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara. Bagi indonesia hal ini akan menjadi ancaman terhadap target capaian rasio pajak sebesar 16 persen menjadi tidak tercapai. Dengan mulai diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir tahun ini, situasi tersebut akan semakin nyata, hal ini jelas terjadi pada kawasan regional yang semakin terintegrasi seperti Uni Eropa dan terutama Afrika. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Setyo Budiantoro, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, menyatakan ‘Diperlukan pertemuan kepala Negara dan Menteri keuangan Negara Asean untuk berkoordinasi dan membuat kesepakatan tidak menggunakan instrumen pajak pajak secara eksesif di era MEA”. Ditambahkannya lagi “Perang pajak akan merugikan semua negara anggota ASEAN, semua jadi korban”.

description

pajak

Transcript of Mengantisipasi Perang Pajak Di Era Integrasi Ekonomi ASEAN

Mengantisipasi Perang Pajak di Era Integrasi Ekonomi ASEANBertempat di Cheese Cake factory pada tanggal 24 agustus 2015 perkumpulan Prakarsa menyelenggarakan konferensi pers dengan tema Tax Holiday dan Resiko Tax Competition menuju Race to the Bottom, seperti yang telah kita ketahui pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas tax holiday. Dengan revisi tersebut pemerintah akan memperluas, mempermudah, dan memperpanjang penerapan kebijakan tax holidayhingga 20 tahun, pemerintahpun akan memperluas kebijakan tax holiday dari yang tadinya hanya mencakup 5 sektor industri menjadi 10 sektor industri. Argumennya insentif pembebasan pajak akan mendatangkan foreign direct investment (FDI) dan meningkatkan invetasi di dalam negeri.

Sebenarnya kebijakan ini bukanlah hal yang baru bagi Indonesia, pada tahun 1970-an pemerintah pernah melakukan pembebasan pajak, walaupun ternyata kebijakan ini tidak mampu mendorong pertumbuhan investasi secara signifikan. Tetapi ketika kebijakan ini dicabut pada tahun 1984, investasi asing justru meningkat pesat. Bahkan kebijakan ini justru berpotensi dimanfaatkan oleh perusahaan lama yang culas dengan cara mendirikan perusahaan baru untuk menghindari pajak.Penerapan kebijakan tax holiday yang eksesif akan memicu perang diskon pajak dengan negara tetangga dan menyeret ke situasi perlombaan masuk jurang (race to the bottom). Hal ini membawa setiap negara berada dalam posisi kalah-kalah (lose-lose situation). Tarif pajak yang ringan akan mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara. Bagi indonesia hal ini akan menjadi ancaman terhadap target capaian rasio pajak sebesar 16 persen menjadi tidak tercapai. Dengan mulai diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir tahun ini, situasi tersebut akan semakin nyata, hal ini jelas terjadi pada kawasan regional yang semakin terintegrasi seperti Uni Eropa dan terutama Afrika.Untuk mengantisipasi hal tersebut, Setyo Budiantoro, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, menyatakan Diperlukan pertemuan kepala Negara dan Menteri keuangan Negara Asean untuk berkoordinasi dan membuat kesepakatan tidak menggunakan instrumen pajak pajak secara eksesif di era MEA. Ditambahkannya lagi Perang pajak akan merugikan semua negara anggota ASEAN, semua jadi korban.Lebih jauh Setyo menyatakan tanpa tax holiday pun Indonesia sudah sangat menarik bagi investor. Namun Indonesia masih harus memperbaiki beberapa sektor agar iklim investasi di Indonesia menjadi lebih baik. Yang perlu dibenahi bukan hanya infrastruktur dan energi, tetapi juga reformasi birokrasi dengan target dan supervise ketat. Perbaikan di sektor infrastruktur dan energi tidak akan berdampak signifikan jika keruwetan birokrasi dan banyaknya pungutan liar masih terjadi, hal ini membuat iklim investasi tetap buruk.Indonesia juga tak perlu silau dengan FDI, potensi investasi dalam negeri juga sebenarnya cukup besar asal ada dukungan yang cukup. Paling tidak perlu dana riset sebesar 2 persen dari PDB guna mendukung usaha, inovasi, produksi, serta ilmu pengetahuan agar potensi Indonesia bisa dikembangkan sendiri. Ini sesua dengan semangat pemerintahan saat ini yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa produsen, bukan hanya konsumen.