Strategi ASEAN
-
Upload
rizky-agam-saputra -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Strategi ASEAN
TUGAS 3
NAMA : IKBAL LAHIYA NIM : 1104106010002
Mata Kuliah : STRATEGI KOMPETITIF 2 SKSDosen Pembimbing : Dr. Ir Hasan Yudie Sastra, DEA
“PERENCANAAN STRATEGIS PENGUATAN DAYA SAING DALAM
MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015”
Analisis konsep, Analisis Strategi Dan Analisis Implementasi
1.1 Latar BelakangImplemetasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan diberlakukan dua
tahun lagi, yaitu pada tahun 2015. MEA terwujud dari keinginan negara-negara
ASEAN untuk mewujudkan ASEAN menjadi kawasan perekonomian yang
solid dan diperhitungkan dalam percaturan perekonomian Internasional. Para
Pemimpin ASEAN telah sepakat untuk mewujudkan MEA pada tahun 2015
dengan 4 pilar, yaitu (1) pasar tunggal dan basis produksi, (2) kawasan ekonomi
berdaya saing tinggi, (3) kawasan dengan pembangunan ekonomi yang setara,
dan (4) kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Dengan
adanya MEA, tujuan yang ingin dicapai adalah adanya aliran bebas barang,
jasa, dan tenaga kerja terlatih (skilled labour), serta aliran investasi yang lebih
bebas. Dalam penerapannya MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas, yaitu
perikanan, e-travel, e-ASEAN, automotif, logistik, industri berbasis kayu,
industri berbasis karet, furnitur, makanan dan minuman, tekstil, serta kesehatan.
Bagi Indonesia, pembentukan MEA 2015 akan memberikan beberapa
tantangan yang tidak hanya bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi
persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti
China dan India. Persaingan yang ketat ini akan berdampak pada harga yang
kompetitif pula, bukan hanya komoditi/produk/jasa unggulan industry besar (UB),
tetapi juga sektor UMKM karena kesamaan karakteristik produk. Menyadari
peran UMKM sebagai kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan
cukup dominan dalam perekonomian, maka pencapaian kesuksesan MEA 2015
mendatang juga akan dipengaruhi oleh kesiapan UMKM.
UMKM di Indonesia telah terbukti mampu bertahan dari goncangan
ekonomi dan menjadi penyelamat bagi perekonomian pada krisis keuangan tahun
1997 dan krisis global 2008. Jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)
di Indonesia saat ini sekitar 55 juta, dan menyerap 97% tenaga kerja Indonesia.
Meski secara kuantitas sangat besar dan menyerap banyak tenaga kerja, pangsa
dalam pendapatan nasional masih sekitar 57%.
Di Indonesia, UMKM hingga saat ini masih menghadapi berbagai
permasalahan baik yang bersifat klasik atau intermediate atau advanced.
Permasalahan tersebut bisa berbeda di satu daerah dengan daerah lain atau antar
sektor atau perusahaan pada sektor yang sama. Namun ada sejumlah
permasalahan yang umum dihadapi oleh semua UMKM. Walaupun
perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum
diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik
yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh
masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM
dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya
kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap
permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya.
Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah
besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan
kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang
hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia
Dalam menghadapi MEA 2015 perlu dilakukan penguatan UMKM yang
merupakan tulang punggung perekonomian nasional, terlebih dalam era MEA
dimana akan terjadi integrasi ekonomi di kawasan ASEAN dan akhirnya akan
mendorong kompetisi di bidang perekonomian. Berangkat dari permasalahan
diatas bahwa UMKM yang seharusnya menjadi aktor penting bagi pengembangan
perekonomian Indonesia namun belum mendapat sokongan dan perlindungan
dalam menjalankan usahanya, maka perlu dilakukan kajian mendalam guna
menjabarkan bagaimana peran penting UMKM dan daya dukung pemerintah
dalam membangun sector UMKM untuk persiapan mengahadapi MEA 2015
secara menyeluruh.
KARAKTERISTIK MEA 2015
Sejak KTT di Bali tahun 1967, Negara-negara ASEAN mengangkat
masalah ekonomi menjadi bagian yang harus diperhatikan lebih serius. Untuk itu,
negara-negara anggota perlu memperkokoh kerjasama ekonomi ASEAN dengan
menentukan strategi agar perkembangan ekonomi intra-ASEAN semakin
berkembang. Berbagai bentuk kerjasama pun dilaksanakan oleh Negara-negara
ASEAN untuk mencapai tujuan ekonomi kawasannya.
MEA adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan akan
tercapai pada tahun 2015. Untuk mewujudkan MEA tersebut, para pemimpin
negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan November 2007 di
Singapura, menyepakati ASEAN Econimic Communty (AEC) Blueprint, sebagai
acuan seluruh negara anggota dalam mengimplementasikan komitmen MEA.
Melalui cetak biru MEA, ASEAN telah melakukan berbagai pembangunan.
Antara lain adalah dengan pelaksanaan pembangunan fasilitas perdagangan pada
sektor informasi, teknologi, dan transportasi. Pengimplementasian ASEAN Single
window di masing-masing Negara, serta harmonisasi kebijakan seperti adanya
standar atau sertifikasi produk buatan ASEAN dengan MRA (Mutual Recognation
Arrangement) juga merupakan bagian dari agenda ASEAN untuk mencapai MEA
2015.
Cetak biru MEA diharapkan akan memberikan arah bagi perwujudan
ASEAN sebagai sebuah kawasan basis produksi dan pasar tunggal. Sebuah pasar
tunggal dan basis produksi pada dasarnya adalah sebuah kawasan yang secara
keseluruhan dilihat oleh negara anggota ASEAN. Khusus dalam kerangka
ASEAN, maka UMKM di Negara-negara ASEAN akan menghadapi era baru
liberalisasi ,termasuk liberalisasi pasar keuangan, yang dicanangkan sebagai salah
satu tujuan dalam ASEAN Economic Comumunity (AEC) atau masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Dengan MEA 2015 maka diharapkan
ASEAN akan memiliki 4 karakteristik utama yaitu :
1. Pasar Tunggal dan Basis Produksi
Sebagai pasar tunggal dan basis produksi, ASEAN memiliki lima elemen
utama, yaitu: (i) aliran bebas barang, (ii) aliran bebas jasa, (iii) aliran bebas
investasi, (iv) aliran modal yang lebih bebas, serta (v) aliran bebas tenaga kerja
terampil. Di samping itu, pasar tunggal dan basis produksi juga mencakup dua
komponen penting lainnya, yaitu Priority Integration Sectors dan kerjasama di
bidang pangan, pertanian dan kehutanan.
2. Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi
Untuk mewujudkan kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, ada
beberapa elemen yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu: (i) kebijakan
persaingan usaha, (ii) perlindungan konsumen, (iii) Hak atas Kekayaan Intelektual
(HKI), (iv) pembangunan infrastruktur, (v) perpajakan, dan (vi) E-Commerce.
Khusus berkaitan dengan persaingan usaha, tujuan utamanya adalah memperkuat
budaya persaingan yang sehat. Untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat
tersebut, institusi dan perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan
persaingan usaha telah terbentuk di beberapa negara ASEAN, yaitu Indonesia,
Singapura, Thailand, dan Viet-Nam. Malaysia belum memiliki undang-undang
mengenai persaingan usaha, tetapi mengacu pada peraturan di tingkat sektoral
untuk menjamin dan menegakkan persaingan usaha. Pada saat ini belum terdapat
badan resmi ASEAN untuk kerjasama CPL (Competition Policy Law) yang
berfungsi sebagai jaringan untuk badan-badan persaingan usaha atau badan terkait
untuk tukar-menukar pengalaman dan norma-norma institusional mengenai CPL.
3. Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Setara
Pembangunan ekonomi yang setara menjadi salah satu pilar dari MEA.
Untuk mewujudkan hal ini, beberapa elemen yang perlu mendapatkan perhatian
yaitu: (i) pengembangan UKM, dan (ii) inisiatif integrasi ASEAN (Initiative for
ASEAN Integration/IAI).
4. Kawasan yang Terintegrasi dengan Ekonomi Global
ASEAN bergerak di dalam lingkungan global yang terus berubah, dengan
pasar yang saling tergantung dan industri yang mengglobal. Untuk mendorong
para pelaku usaha dapat bersaing secara internasional, kita perlu menjadikan
ASEAN sebagai bagian yang lebih dinamis dan kuat dalam mata rantai pasokan
global, serta menjamin agar pasar ASEAN tetap menarik bagi investasi asing.
Sehubungan dengan itu, maka aturan dan ketentuan internasional harus menjadi
pertimbangan dalam mengembangkan kebijakan yang terkait dengan MEA.
Elemen penting yang diperlukan untuk integrasi penuh dengan ekonomi global
adalah (i) pendekatan terpadu terhadap hubungan ekonomi eksternal dan (ii)
partisipasi yang meningkat dalam jaringan pasokan global.
Pencapaian MEA melalui penciptaan pasar tunggal dan kesatuan basis
produksi, bertujuan sebagai perluasan melalui integrasi regional untuk mencapai
skala ekonomi yang optimal. Langkah-langkah intergrasi tersebut diharapkan
mampu menjadi strategi penguatan daya saing yang tangguh dan sisi lain mampu
membeerikan kontribusi yang positih bagi masyarakat ASEAN secara
keseluruhan maupun individual Negara anggota. Pembentukan MEA juga
menjadikan posisi ASEAN semakin kuta dalam menghadapi negosiasi
internasional, baik merespons meningkatnya kecenderungan kerja sama
regional,maupun posisi tawar ASEAN dengan mitra dialog seperti China, Korea,
Jepang, Australia-Selandia Baru, dan India. Bahkan diharapkan terintegrasinya
kawasan ekonomi ASEAN mampu meningkatkan posisi tawarnya dengan
kawasan ekonomi lain di dunia.
Berikut adalah gambar peta rencana hubungan perdagangan
ASEAN dengan kawasan ekonomi di dunia:
Gambar 1. Road Map hubungan perdgangan ASEAN dengan dunia
Sumber : AEC Council, 2010
Posisi Indonesia
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia
kira-kira terdapat 242 juta jiwa lebih penduduk di Indonesia, dengan jumlah
penduduk yang sangat besar, Indonesia memliki potensi SDM yang sangat besar
dari segi kuantitas. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 242,3
juta jiwa atau setara dengan dua perlima penduduk total ASEAN pada tahun
2011, membuat posisi Indonesia mau tidak mau harus menjadi perhatian bagi
Negara-negara ASEAN.
Gambar 2. Jumlah penduduk ASEAN (dalam ribu orang)
Sumber : Supriadi, Agust dan Girsang, Erna S.U. 2011. Ekonomi ASEAN Layak
Naik Kelas. Koran Bisnis Indonesia 5 Juli 2011
Peluang Indonesia untuk dapat bersaing dalam MEA 2015 sebenarnya
cukup besar, saat ini Indonesia merupakan peringkat 16 di dunia untuk besarnya
skala ekonomi. Besarnya skala ekonomi juga didukung oleh proporsi penduduk
usia produktif dan pertumbuhan kelas menengah yang besar. Prospek ekonomi
Indonesia yang positif juga didukung oleh perbaikan peringkat investasi Indonesia
oleh lembaga pemeringkat dunia serta masuknya Indonesia sebagai peringkat
empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment report.
Maih kuatnya fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat ketika banyak
negara yang “tumbang” diterpa pelemahan perekonomian global, perekonomian
Indonesia masih dapat terjaga untuk tumbuh positif.
2.1 Peluang
Banyak pihak yang menyatakan bahwa Indonesia belum siap untuk
menghadapi ASEAN Economic Community 2015 nanti, namun jika kita bisa
lebih jeli melihat peluang-peluang yang ada dengan diberlakukannya ASEAN
Economic Community 2015 nanti, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi
negara yang perekonomian meningkat tajam. Peluang-peluang tersebut di
antaranya :
1. Manfaat Integrasi Ekonomi.
Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk dapat membuka dan
membentuk pasar yang lebih luas lagi. Hal ini akan mendorong peningkatan
efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di
kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan AEC 2015 akan
membentuk pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya
saing, serta penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN. Indonesia
berpeluang untuk mengirimkan tenaga kerjanya dengan mempersiapkan
peningkatan kualitas dan keterampilan (Hard skill dan soft skill)..
2. Pasar Potensial Dunia.
Penduduk Indonesia menyumbang angka 40 % penduduk ASEAN
tentu saja merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia dalam menjadi
negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar
ASEAN di masa depan. Sebagai analogi, bayangkan ketika 40 % penduduk
ASEAN, yaitu penduduk Indonesia menjadi konsumen dari produk-produk
negara tetangga (dengan tidak adanya tariff impor yang masuk ke kantong
negara). Itu adalah kondisi yang pertama, dan sekarang bayangkan jika 10 %-
40 % penduduk ASEAN, khususnya penduduk Indonesia, menjadi produsen
atau mendirikan UMKM dan melakukan ekspor ke 9 negara ASEAN lain
(dengan adanya pajak penghasilan, sewa, dan lain-lain yang masuk ke
kantong negara) kira-kira pendapatan nasional Indonesia lebih banyak yang
mana? Kasus 1 atau kasus 2? Dari analogi yang penulis berikan, bila kita
memilih kasus 1, maka kita perlu mempertimbangkan lagi untuk
menggunakan uang yang ada secara lebih bijak, karena bisa saja kita akan
mengalami inflasi besar-besaran dalam waktu dekat. Akan tetapi, jika kita
memilih kasus 2, maka sudah sepatutnya kita menjadi pemuda calon
pemimpin negara ini karena mampu memiliki visi untuk menggerakkan
perekonomian dan meningkatkan pendapatan nasional Indonesia. Lantas apa
yang dapat teman-teman lakukan jika memang saat ini belum mampu menjadi
pengusaha? Jawabannya adalah kesediaan untuk memulai dari diri sendiri :
(a) Persiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang ada, (b) Kurangi
konsumerisme barang-barang impor. (c) Bangga terhadap produk dalam
negeri, kalau memang memiliki uang untuk dibelanjakan, belilah produk-
produk Indonesia, sehingga uang kita bisa masuk ke kantong negara, dan (d)
Perluaslah komunikasi dan networking.
3. Negara Tujuan Investor
Sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar (40 %) di antara
Negara anggota ASEAN, Indonesia diharapkan akan mampu menarik investor
ke dalam negeri dan mendapat peluang ekonomi yang lebih besar dari Negara
anggota ASEAN lainnya. Dengan kerja sama regional untuk meningkatkna
infrastruktur (pipa gas, tekonologi informasi) membuka peluang bagi
perbaikan iklim investasi Indonesia melalui pemanfaatan program kerjasama
regional, terutama dalam melancarkan program perbaikan infrastruktur
domestik.
4. Negara Pengekspor
Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-
negara pengeskpor baik produk berbasis sumber daya alam maupun berbagai
produk elektronik. Dengan meningkatnya harga komoditas internasional,
sebagian besar Negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi
berjalan. Prospek perekonomian yang cukup baik juga menyebabkan ASEAN
menjadi tempat tujuan investasi (penanaman modal). Indonesia sudah
mencatat sepuluh komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia maupun ke
intra-ASEAN selama 5 tahun terakhir (2004 -2008) dan sepuluh komoditi
ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi ekspor ke dunia
adalah minyak kelapa sawit, tekstil dan produk tekstil, elektronik, produk
hasil hutan, karet dan produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang dan
kopi. Sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum
mentah, timah, refinne copper, batubara, karet, biji kakao dan emas.
Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang
untuk ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan. kantor, rempah-
rempah, perhiasan, kerajinan, ikan dan produk perikanan, minyak atsiri,
makanan olahan, tanaman obat, peralatan medis serta kulit dan produk kulit.
Namun begitu, Indonesia harus teliti dalam mengidentifikasi tujuan pasar
yang sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang
dihasilkan.
5. Sektor Jasa yang terbuka
Di bidang jasa, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat
besar dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar,
sehingga menjadi pusat industri. Selain itu, Indonesia dapat menjadikan
ASEAN sebagai tujuan pekerjaan guna mengisi investasi yang akan dilakukan
dalam rangka AEC 2015.
6. Daya Saing
Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran
arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan
ASEAN karena hambatan tarif dan non tarif yang berarti sudah tidak ada lagi.
Indonesia sebagai salah satu Negara besar yang juga memiliki tingkat
integrasi tinggi di sektor elektronik dan kunggulan komparatif pada sektor
berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri
di sektor-sektor tersebut didalam negeri.
7. Aliran Modal
AEC 2015 membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat
memanfaatkan aliran modal masuk ke kawasan yang kemudian ditempatkan
di aset berdenominasi rupiah. Aliran modal tersebut tidak saja portofolio
regional tetapi juga dalam bentuk aliran modal langsung (PMA). Sedangkan
dari sisi peningatan kapasitas dan kualitas lembaga, peraturan terkait, maupun
sumber daya manusia, berbagai harmonisasi, standarisasi yang telah disetujui.
Artinya akan terjadi proses perbaikan kapasitas di berbagai institusi, sektor
maupun peraturan terkait.
2.2 Tantangan
Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam menuju ASEAN Economic
Community (AEC) 2015, tidak hanya dari dalam negeri saja tetapi yang lebih
besar adalah persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara di luar ASEAN
seperti India, Korea dan Cina. Tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia
diantaranya adalah :
1. Laju inflasi
Laju inflasi Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara
anggota ASEAN lainnya. Tingkat kemakmuran Indonesia masih lebih rendah
dibandingkan dengan negara lain dan juga stabilitas makro menjadi kendala
peningkatan daya saing Indonesia.
2. Laju Peningkatan Ekspor dan Impor
Kinerja ekspor selama periode 2004-2008, Indonesia berada diurutan
ke-4 setelah Singapura, Malaysia dan Thailand. Sedangkan untuk impor,
Indonesia sebagai importer tertinggi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia,
dan ini merupakan tantangan yang serius karena telah mengakibatkan neraca
perdagangan Indonesia yang defisit terhadap beberapa Negara ASEAN.
3. Kesamaan Produk
Dalam hal kesamaan produk, yang perlu dilakukan oleh Indonesia
adalah dengan meningkatkan nilai tambah bagi produk ekspornya sehingga
mempunyai karakteristik tersendiri dengan produk dari Negara ASEAN
lainnya.
4. Daya saing SDM
Hard skill dan soft skill tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan
minimal memenuhi ketentuan standar yang telah disepakati. Untuk itu,
Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa
digunakan baik di dalam negeri maupun intra- ASEAN, untuk membendung
tenaga kerja terampil dari luar sehingga Indonesia tidak menjadi budak di
negeri sendiri.
5. Dampak Negatif Arus Modal yang lebih bebas.
Dampak negatif dari arus modal yang lebih bebas dapat
mengakibatkan terjadinya konsentrasi aliran modal ke Negara tertentu yang
dianggap memberikan potensi keuntungan lebih menarik. Hal ini dapat
menimbulkan risiko tersendiri bagi stabilitas makroekonomi Indonesia.
6. Kepentingan Nasional
Harus disadari bahwa kepentingan nasional merupakan yang utama
dibandingkan dengan kepentingan kawasan dalam rangka integrasi ekonomi,
hal ini berdampak pada sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen
liberalisasi AEC Blueprint, sehingga perwujudan integrasi ekonomi kawasan
akan dicapai dalam waktu yang lebih lama.
7. Kedaulatan Negara
Kewenangan suatu negara untuk menggunakan kebijakan fiskal,
keuangan dan moneter untuk mendorong kinerja ekonomi dalam negeri akan
dibatasi dengan adanya integrasi ekonomi ASEAN. Ini merupakan
pengorbanan yang besar bagi bangsa Indonesia khususnya, karena bagaimana
mungkin tidak menggunakan kebijakan fiskal padahal Indonesia menargetkan
pendapatan terbesar bangsa Indonesia yaitu dari sektor perpajakan. Inilah
yang harus disiasati oleh pemerintah Indonesia dalam menyongsong ASEAN
Economic Community 2015.
2.3 Strategi Menghadapi Asean Economic Community 2015
Dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015 nanti, pemerintah
Indonesia melakukan langkah strategis yang dapat dilakukan, di antaranya :
1. Sosialisasi Besar-Besaran
Upaya sosialisasi hajat besar AEC ini menurut saya belum merata.
Hanya terbatas kalangan tertentu. Bisa dibilang, kalangan menengah ke atas.
Sedangkan, masyarakat awam ke bawah tidak begitu mengenalnya.
Jangankan bersiap, mengenal pun tidak. Karenanya pemerintah segera
menyosialisasikan AEC."Atmosfir ASEAN dan AEC Indonesia
2. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
UMKM merupakan sektor ekonomi nasional yang sangat strategis
dalam pembangunan ekonomi kerakyatan. Pemberdayaan ini dapat
menciptakan iklim usaha dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Pemberdayaan UMKM sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing
ekonomi. Persaingan dalam hal kualitas maupun kuantitas yang bukan hanya
untuk pasar lokal dan nasional, tetapi juga ekspor. Semakin banyak UMKM
yang bisa mengekspor, akan semakin besar pula daya saing ekonomi
Indonesia. Pelatihan penggunaan website dalam rangka memperluas
segmentasi konsumen juga sangat diperlukan di era digital saat ini. Hal ini
yang terkadang masih jarang dilakukan oleh UMKM.
3. Penyediaan Modal
Pemodalan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas produksi
suatu usaha. Oleh karenanya, dibutuhkan lembaga pemodalan yang mudah
diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala. Terutama pelaku UMKM yang
seringkali kesulitan dalam penambahan modal
4. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM merupakan hal yang paling krusial dalam menghadapi AEC.
SDM yang berkualitas akan mampu bersaing dan kuat menghadapi tantangan.
Cekatan serta inovatif dalam mengambil ide, langkah, dan tindakan.
Peningkatan kualitas SDM misalnya dengan pelatihan bahasa. Bahasa sangat
penting dalam peranan persaingan global. Terutama bahasa inggris. Selain
itu, pengembangan skill dapat dilakukan dengan pelatihan, workshop,
pertemuan rutin antar pelaku ekonomi, juga pembangunan networking.
Semua hal ini dilakukan agar pelaku ekonomi selalu mengikuti
perkembangan terbaru perekonomian. Tidak menjadi katak dalam tempurung
zona nyamannya. Optimisme Indonesia bisa harus dimiliki para SDM yang
berkualitas!
5. Perbaikan Infrastruktur
Infrastruktur berupa sarana dan prasarana seperti logistik, listrik,
telekomunikasi, revitalisasi transportasi, jalan raya, rel kereta api, pelabuhan,
bandara, dan lain-lain. Kita mengetahui bahwa kesemua faktor ini sangat
mempengaruhi proses produksi dan distribusi. Oleh karenanya, perbaikan
infrastruktur ini harus disegerakan. Tersendatnya logistik dapat meningkatkan
inflasi. Karena daya saing juga sangat ditentukan cepat lambatnya keluar
masuk barang.
6. Reformasi Kelembagaan & Pemerintah
Kelembagaan dan pemerintah yang taat hukum & tidak memihak
sangat diharapkan. Sikap kelembagaan & pemerintah yang kooperatif
terhadap pelaku usaha merupakan salah satu hal yang harus diperbaiki. Tidak
mempersulit urusan administrasi dan birokrasi yang berkepanjangan.
Penguatan lembaga hukum harus ditingkatkan, terutama dalam hal
independensi dan akuntabilitas kelembagaan hukum. Sehingga tercipta iklim
kelembagaan hukum yang profesionalisme dan transparan. Upaya
peningkatan kesejahteraan kelembagaan & pemerintah juga terus
dilaksanakan guna mencegah tindakan yang mengarah dan berpotensi
koruptif atau pungli.
7. Reformasi Iklim Investasi
Indonesia harus melakukan pembenahan iklim investasi melalui
perbaikan infrastruktur ekonomi, menciptakan stabilitas makro-ekonomi,
serta adanya kepastian hukum dan kebijakan, dan memangkas ekonomi biaya
tinggi.
2.2 KONDISI UMKM SEBAGAI PILAR EKONOMI DI INDONESIA
Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-
negara maju. Diakui secara luas bahwa UMKM sangat penting karena
karakteristik-karakteristik utama mereka yang membedakan mereka dari usaha
besar, terutama karena UMKM adalah usaha-usaha padat karya, terdapat di
semua lokasi terutama di perdesaan, lebih tergantung pada bahan-bahan baku
lokal, dan penyedia utama barang-barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat
berpendapatan rendah atau miskin.(Sri Susilo,2007) Dengan menyadari betapa
pentingnya UMKM tersebut, tidak heran kenapa pemerintah-pemerintah di
hampir semua NSB mempunyai berbagai macam program, dengan skim-skim
kredit bersubsidi sebagai komponen terpenting, untuk mendukung perkembangan
dan pertumbuhan UMKM. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia,
Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Dunia untuk Industri dan
Pembangunan (UNIDO) dan banyak negara-negara donor melalui kerjasama-
kerjasama bilateral juga sangat aktif selama ini dalam upaya-upaya
pengembangan (atau capacity building) UMKM di NSB.
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), merupakan salah satu
kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi (Bank Dunia, 2005).
UMKM memegang peranan yang cukup signifikan dalam perekonomian.
Kontribusi termaksud terutama pada penyerapan tenaga kerja. Pada tahun
2005, UMKM di Indonesia mampu menyerap 77.678,498 ribu orang atau
sebesar 96,77% dari total tenaga kerja yang mampu diserap oleh usaha skala
kecil, menengah, dan besar (Sri Susilo, 2007). Dari sisi jumlah unit usaha dan
tenaga kerja yang mampu diserap maka UMKM jauh lebih besar dari usaha
besar. Di sisi lain, dalam hal penciptaan nilai tambah bagi Produk Domestik
Bruto (PDB) maka usaha besar (UB) jauh lebih besar daripada UMKM.
Gambar 3. Nilai Ekspor UMI, UK, UM, UB dan Total, 2008 (miliar
rupiah)
Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM (www.depkop.go.id), diolah
Sebagian besar dari ekspor UMKM Indonesia berasal dari industri
manufaktur, namun kontribusinya jauh lebih kecil dibandingkan pangsa ekspor
UB di dalam total ekspor manufaktur Indonesia. Selain itu, pada umumnya
UMKM industri manufaktur lebih berorientasi pada domestik dibandingkan ke
luar negeri.
Masih kecilnya peran UMKM Indonesia di dalam ekspor non-migas
mencerminkan dua hal yakni kapasitas produksi terbatas hingga tidak selalu
mampu memenuhi permintaan ekspor dan daya saing yang rendah dari produk-
produk yang dihasilkan kelompok usaha tersebut.
Hingga saat ini belum ada bukti empiris mengenai daya saing UMKM di
ASEAN, terkecuali satu penelitian untuk wilayah APEC (Asia- Pacific Economic
Cooperation), yang dilakukan oleh Pusat Inovasi UMKM APEC terhadap 13
ekonomi anggota APEC pada tahun 2006 (APEC, 2006), yang hasilnya
diperlihatkan pada Gambar .4
Gambar 4. Daya Saing UMKM di Sejumlah Negara/Ekonomi APEC
Sumber : APEC (2006)
2.3 PERANAN DAN PERMASALAHAN UMKM
Masalah yang masih dihadapi oleh UMKM adalah rendahnya
produktivitas. Hal tersebut berkaitan dengan: (i) rendahnya kualitas
sumberdaya manusia usaha skala mikro, dan (ii) rendahnya kompetensi
kewirausahaan usaha skala mikro. Di samping itu, UMKM menghadapi pula
faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan daya saing dan
kinerja UMKM. Faktor-faktor termaksud adalah : (i) terbatasnya terhadap
akses permodalan2, (ii) terbatasnya terhadap akses ke pasar, dan (iii) terbatas
akses informasi mengenai sumberdaya dan teknologi.
PERANAN PEMERINTAH DI DALAM MEMBANGUN SEKTOR UMKM
Di Indonesia, sejak awal periode Orde Baru (1966-1998) hingga sekarang
ini sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendukung
perkembangan dan pertumbuhan UMKM di dalam negeri dalam berbagai macam
program dan kebijakan/peraturan, termasuk menerbitkan Undang-undang (UU)
UMKM Nomor 20 tahun 2008. Program-program yang telah/masih dilakukan
antara lain dari berbagai skim kredit bersubsidi mulai dari KIK (Kredit Investasi
Kecil) dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) pada dekade 1970-an hingga
KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang diperkenalkan oleh Presiden SBY.
Selain itu peranan pemerintah dalam mengembangkan UMKM baik dari
segi finasial dan non finasial adalah sebagai berikut :
Penciptaan Iklim Usaha
Pemerintah pusat dan daerah menggagas untuk perizinan dan lembaga
setara dinas dipersiapkan untuk mengelolanya pada tahun 2008. Dengan adanya
dinas perizinan diharapkan mampu menyederhanakan perizinan baik dari sisi
administrasinya maupun waktu pengurusan melalui satu pintu yaitu Dinas
Perizinan. Selain itu, dengan disahkannya UU NO 31 tahun 2000 tentang desain
industri hal ini menunjukkan bahwa pemerintah bersungguh-sungguh dalam
upaya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap desain industri yang
sebelumnya belum mendapatkan pengaturan hukum sebelumnya.
Insfrastruktur
Pembangunan infrastruktur baik fisik (seperti jalan raya, lstrik, dan
fasilitas komunikasi serta pelabuhan ) maupun nonfisik (seprti lembaga
pendanaan, pusat informasi, lembaga pendidikan/pelatihan, penelitian dan
pengembangan/ laboratorium, mulai ditingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga
tingkat provinsi. Pembangunan infrastruktur di daerah menjadi prioritas utama
dalam APBD untuk melancarkan dan mengefisienkan keterkaitan bisnis antara
UMKM di suatu daerah dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota besar
seperti DKI Jakarta, Surabaya,Semarang,Makasar dan Medan. Pembangunan dan
modernisasi infrastruktur pendukung, termasuk logistik pelabuhan-pelabuhan laut
sangat diperlukan agar ekspor dari UMKM daerah bisa menjadi efisien.
Permodalan
Salah satu bentuk infrastruktur keuangan yang berfungsi untuk
meningkatkan akses pembiayaan UMKM adalah perusahan penjaminan kredit
daerah atau dikenal dengan PPKD. Pada dasarnya PPKD adalah sama dengan
perusahaan penjaminan kredit lainnya dengan kegiatan usaha pokok melakukan
penjaminan kredit sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.010/2011. Namun pendirian PPKD memiliki keunggulan dibandingkan
dengan perusahaan penjamin kredit secara umum, yaitu : (1) membantu UMKM
dalam mengakses pembiayaan dari perbankan dengan cara melakukan penjaminan
kredit UMKM, khususnya bagi UMKM yang memiliki keterbatasan agunan, dan
(2) mendorong penyaluran kredit produktif dari perbankan, terutama dari BPD
dan BPR setempat, melalui upaya mitigasi risiko kredit UMKM, sekaligus
mendukung peningkatan fungsi intermediasi. Dengan meningkatnya pembiayaan
kepada UMKM akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat,
ekonomi daerah, dan penyerapan tenaga kerja. Pada akhirnya, hal ini akan
menambah pendapatan asli daerah serta memberikan efek positif dalam
perkembangan perekonomian nasional. Peningkatan kontribusi pembiayaan
perbankan kepada UMKM memerlukan sinergi yang terarah antara bank umum
dan bank perkreditan rakyat (BPR) dengan mengoptimalkan sumber daya masing-
masing pihak. Sejak awal, keberadaan BPR di tengah masyarakat adalah
mengemban amanat untuk mengutamakan pembiayaan UMKM. Dalam
perkembangannya UMKM memberikan daya tarik bagi bank umum, sehingga
mulai mengarahkan strategi bisnisnya pada pembiayaan retail khususnya UMKM.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEBANGUN UMKM UNTUK
MENGHADAPI MEA 2015
ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004–2014
telah menetapkan bahwa pengembangan UMKM dilakukan dalam rangka menuju
pertumbuhan ekonomi masyarakat ASEAN. Dalam APBSD tersebut telah
mencantumkan bahwa pengembangan UMKM dilaksanakan melalui lima
program, yaitu : (1) program pengembangan kewirausahaan; (2) peningkatan
kemampuan pemasaran; (3) akses kepada keuangan; (4) akses kepada teknologi;
dan (5) menciptakan kebijakan yang kondusif.(Sri Susilo,2007)
Dalam rangka menuju MEA tahun 2015, terdapat peluang yang besar bagi
UKM untuk meraih potensi pasar dan peluang investasi harus dapat dimanfaatkan
dengan baik. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan yang terbesar
bagi UMKM menghadapi MEA adalah bagaimana mampu menentukan strategi
yang jitu guna memenangkan persaingan.
Pada saat MEA tahun 2015 diterapkan, diperkirakan akan terjadi
perubahan-perubahan perilaku pasar dengan ciri-ciri: (1) karakteristik pasar yang
dinamis, kompetisi global, dan bentuk organisasi yang cenderung membentuk
jejaring (network); (2) tingkat industri yang pengorganisasian produksinya
fleksibel dengan pertumbuhan yang didorong oleh inovasi/pengetahuan; didukung
teknologi digital; sumber kompetisi pada inovasi, kualitas, waktu, dan biaya;
mengutamakan research and development; serta mengembangkan aliansi dan
kolaborasi dengan bisnis lainnya. (Tambunan,200)
Oleh karena itulah, mulai saat ini UKM harus mulai berbenah guna
menghadapi perilaku pasar yang semakin terbuka di masa mendatang. Para pelaku
UMKM tidak boleh lagi harus mengandalkan buruh murah dalam pengembangan
bisnisnya. Kreativitas dan inovasi melalui dukungan penelitian dan
pengembangan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Kerjasama dan
pembentukan jejaring bisnis, baik di dalam dan di luar negeri sesama UKM
maupun dengan pelaku usaha besar harus dikembangkan.
Peranan pemerintah tentu menjadi penting terutama untuk mengantarkan
mereka agar mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya dalam memanfaatkan
MEA pada tahun 2015. Beberapa upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk
memberdayakan UMKM adalah:
1. Meningkatkan kualitas dan standar produk
Guna dapat memanfaatkan peluang dan potensi pasar di kawasan ASEAN
dan pasar global, maka produk yang dihasilkan UKM haruslah memenuhi kualitas
dan standar yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN dan negara tujuan. Dalam
kerangka itu, maka UKM harus mulai difasilitasi dengan kebutuhan kualitas dan
standar produk yang dipersyaratkan oleh pasar ASEAN maupun di luar ASEAN.
Peranan dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta
introduksi desainkepada para pelaku UKM yang ingin memanfaatkan pasar
ASEAN perlu segera dilakukan.
2. Meningkatkan akses finansial
Isu finansial dalam pengembangan bisnis UKM sangatlah klasik. Selama
ini, belum banyak UKM yang bisa memanfaatkan skema pembiayaan yang
diberikan oleh perbankan. Hasil survey Regional Development Institute (REDI,
2002) menyebutkan bahwa ada 3 gap yang dihadapi berkaitan dengan akses
finansial bagi UKM, (1) aspek formalitas, karena banyak UKM yang tidak
memiliki legal status; (2) aspek skala usaha, dimana sering sekali skema kredit
yang disiapkan perbankan tidak sejalan dengan skala usaha UKM; dan (3) aspek
informasi, dimana perbankan tidak tahu UKM mana yang harus dibiayai,
sementara itu UKM juga tidak tahu skema pembiayaan apa yang tersedia di
perbankan. Oleh karena itu, maka ketiga gap ini harus diatasi, diantaranya dengan
peningkatan kemampuan bagi SDM yang dimiliki UKM, perbankan, serta
pendamping UKM. Pada sisi lain, harus juga diberikan informasi yang luas
tentang skema-skema pembiayaan yang dimiliki perbankan.
3. Meningkatkan kualitas SDM dan jiwa kewirausahaan UMKM
Secara umum kualitas SDM pelaku UKM di Indonesia masih rendah.
Terlebih lagi spirit kewirausahaannya. Kalau mengacu pada data UKM pada
tahun 2008, tingkat kewirausahaan di Indonesia hanya 0,25% dan pada tahun
2011 diperkirakan sebesar 0,273%. Memang hal ini sangat jauh ketinggalan
dengan negara-negara lain di dunia, termasuk di Asia dan ASEAN. Sebagaimana
di Singapura, tingkat kewirausahaan di Singapura lebih dari 7% demikian juga di
USA, tingkat kewirausahaannya sudah mencapai 11,9%. Oleh karena itu, untuk
memperkuat kualitas dan kewirausahaan UKM di Indonesia, maka diperlukan
adanya pendidikan dan latihan keterampilan, manajemen, dan diklat teknis
lainnya yang tepat, yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan kewirausahaan
juga perlu ditingkatkan. Pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional pada
tanggal 2 Februari 2011 lalu harus ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit,
seperti penyusunan grand strategy pengembangan kewirausahaan dan
pelaksanaan dilapangan yang dilakukan dalam kaitannya dan bertanggung jawab.
Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah perlunya dukungan modal awal
terutama bagi wirausaha pemula.
4. Memperkuat dan meningkatkan akses dan transfer teknologi bagi
UKM untuk pengembangan UKM inovatif
Akses dan transfer teknologi untuk UKM masih merupakan tantangan
yang dihadapi di Indonesia. Peranan inkubator, lembaga riset, dan kerjasama
antara lembaga riset dan perguruan tinggi serta dunia usaha untuk alih teknologi
perlu digalakkan. Kerjasama atau kemitraan antara perusahaan besar, baik dari
dalam dan luar negeri dengan UKM harus didorong untuk alih teknologi dari
perusahaan besar kepada UKM. Praktek seperti ini sudah banyak berjalan di
beberapa Negara maju, seperti USA, Jerman, Inggris, Korea, Jepang dan Taiwan.
Model-model pengembangan klaster juga harus dikembangkan, karena melalui
model tersebut akan terjadi alih teknologi kepada dan antar UKM.
5. Memfasilitasi UKM berkaitan akses informasi dan promosi di luar
negeri
Bagian terpenting dari proses produksi adalah masalah pasar. Sebaik
apapun kualitas produk yang dihasilkan, kalau masyarakat atau pasar tidak
mengetahuinya, maka produk tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh karena itu,
maka pemberian informasi dan promosi produk-produk UKM, khususnya untuk
memperkenalkan di pasar ASEAN harus ditingkatkan. Promosi produk, bisa
dilakukan melalui dunia maya atau mengikuti kegiatan-kegiatan pameran di luar
negeri. Dalam promosi produk ke luar negeri ini perlu juga diperhatikan kesiapan
UKM dalam penyediaan produk yang akan dipasarkan. Sebaiknya dihindari
mengajak UKM ke luar negeri, padahal mereka belum siap untuk mengekspor
produknya ke luar negeri. Dalam kaitan ini, bukan saja kualitas dan desain produk
yang harus diperhatikan, tetapi juga tentang kuantitas dan kontinuitas produknya.
Peluang dan Tantangan Menghadapi AEC 2015
AEC dapat menjadi peluang para pelaku usaha, khususnya dalam hal: dapat
memanfaatkan pasar yang lebih luas dengan sasaran penduduk antar negara,
menjadi negara pengekspor, menjadi negara tujuan investor, meningkatkan devisa
negara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan serapan
tenaga kerja.
Gambaran analisis SWOT tentang peluang, tantangan, kelemahan dan kekuatan
yang ada, dalam menghadapi AEC dapat digambarkan sebagai berikut:
Kekuatan/
Strength (S)
Kelemahan/
Weakness (W)
Peluang/
Opportunity (O)
Tantangan/
Threat (T)
Ketersediaan
potensi SDA
perkebunan
berorientasi
ekspor;
Ketersediaan
SDM pelaku
usaha
perkebunan
Rendahnya
penanganan
pengelolaan
SDA
perkebunan;
Rendahnya
jiwa
kewirausahaa
n di kalangan
AEC akan
mendorong
arus investasi
pertanian
masuk ke
Dalam Negeri
yang
menciptakan
multiplier
Laju peningkatan
ekspor, impor
dan inflasi masih
tinggi,
Dampak negatif
arus modal yang
lebih bebas dan
kesamaan
produk,
yang memiliki
budaya
berkebun secara
turun menurun;
Ketersediaan
industri
pengolahan hasil
perkebunan
yang memadai;
Adanya
dukungan
kebijakan dan
kelembagaan
yang mengatur
tata niaga
komoditas
perkebunan;
Tersedianya
lembaga
perguruan tinggi
dan lembaga
penelitian yang
dapat
mendukung
pengembangan
sub sektor
perkebunan di
Nanggroe Aceh
Darussalam.
petani
perkebunan;
Rendahnya
penggunaan
teknologi
pengolahan
hasil
perkebunan;
Masih adanya
kendala
koordinasi
antar lembaga
terkait serta
kurangnya
pengawasan
dan
penegakan
hukum
terhadap
pelanggaran
UU dan PP;
Masih belum
optimalnya
pelaksanaan
Tri Dharma
Perguruan
tinggi di
bidang
pembangunan
perkebunan.
effect.
Pasar tunggal
memudahkan
pembentukan
joint venture
dengan
perusahaan di
kawasan
ASEAN,
sehingga lebih
memudahkan
akses bahan
baku yang
belum dapat
dipasok dari
Dalam Negeri.
Pasar tunggal
menciptakan
pasar yang
mencakup
wilayah seluas
4,47 juta km
persegi, dengan
potensi pasar
lebih kurang
sebesar 565
juta jiwa.
Akselerasi
perpindahan
manusia dan
modal.
Meningkatkan
Daya saing
produk sektor
perkebunan
masih rendah,
Kompetensi
SDM belum
maksimal,
Konektifitas
yang rendah,
Tingkat
persaingan
semakin ketat,
Tuntutan
investor asing
dan domestik
makin tinggi,
Konsumen
semakin kritis
dan memiliki
preferensi yg
lebih tinggi
bargaining
power yang
dimiliki oleh
masyarakat
dalam
menentukan
pilihannya di
tengah
banyaknya
produk dan
kemudahan
yang
ditawarkan.
Meningkatkan
transfer
teknologi dari
negara maju ke
negara
berkembang.
Berdasarkan analisis SWOT tersebut maka beberapa hal yang perlu disikapi
sebagai Strategi dalam menghadapi AEC 2015, antara lain:
1.Pemanfaatankan kekuatan yang dimiliki untuk menangkap peluang yang
tersedia yaitu:
Dengan peraturan/kebijakan yang jelas, tegas dan transparan dan dukungan
partisipasi masyarakat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
tumbuhnya investasi di dalam negeri.
Dalam melakukan upaya pembinaan setiap instansi harus menerapkan konsep
partisipasi agar dapat dilaksanakan dengan baik sehingga masyarakat punya
bargaining power dalam menentukan produk dan kemudahan yang
ditawarkan.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang memadai disertai dukungan
pelaku usaha akan dapat menunjang pasar tunggal danmemudahkan akses
bahan baku yang belum dapat dipasok dari Dalam Negeri.
Melalui perkembangan iptek di bidang pertanian memberikan kemudahan
dalam meningkatkan transfer teknologi dari negara maju ke Jawa Barat.
2.Menjadikan peluang yang ada untuk memperbaiki kelemahan yaitu:
Untuk meningkatkan kualitas SDM dan penguasaan teknologinya dilakukan
melalui transfer teknologi;
Peningkatan perkonomian pelaku usaha dapat dilakukan dengan penguasaan
teknologi dan peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya
Optimalisasi sarana dan prasarana melalui arus investasi ke dalam negeri.
Dalam upaya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum maka harus
dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
3.Kekuatan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk menangkis tantangan yang
akan datang yaitu:
Dengan komitmen yang kuat dari instansi pembina dapat mendukung upaya
pengelolaan produk dan peningkatan daya saing
Dengan adanya peraturan dan kebijakan yang jelas dan diikuti dengan
implementasi yang tegas dapat mengendalikan laju ekspor impor dan laju
inflasi serta mengatasi persaingan yang ketat.
Dengan ketersediaan sumber daya alam yang memadai, dukungan pelaku
usaha dan perkembangan iptek dapat meningkatkan daya saing dan
meningkatkan ketertarikan investor asing dan domestik
4.Menjadikan tantangan yang ada untuk mengurangi kelemahan yang dimiliki
yaitu:
Dengan pengawasan dan penegakan hukum yang ketat serta koordinasi dan
pembinaan yang intens diupayakan arus modal dan tingkat persaingan
berjalan normal
Guna mengurangi laju peningkatan ekspor impor dan laju inflasi yang masih
tinggi harus diupayakan dengan peningkatan kualitas SDM dan peningkatan
perekonomian pelaku usaha
Dengan peningkatan penggunaan teknologi dan sarana prasarana diharapkan
daya saing produk dapat meningkat agar investor asing dan domestik tetap
mendukung pengembangan produk.
Para pengusaha juga harus turut andil dalam melakukan pembenahan di segala
aspek terutama dalam peningkatan kompetensi SDM, produktivitas tenaga kerja,
sistem transaksi perdagangan secara elektronik, pengembangan pemasaran sampai
dengan kemasan produk untuk meningkatkan kemampuan bersaing di pasar
global.
Sebagai bagian dari strategi prioritas yang harus harus segera dilakukan dalam
menghadapi AEC Tahun 2015, adalah:
1. Penyediaan inovasi teknologi dan penguatan kelembagaan untuk optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya perkebunan termasuk peningkatan pelayanan
pembinaan.
2. Pengembangan POKTAN menuju GAPOKTAN yang tangguh sebagai fokus
dalam meningkatkan skala ekonomi.
3. Pengembangan supply chain dan value chain regional, nasional dan global.
4. Penguatan inovasi teknologi dengan mengembangkan industri hilir
perkebunan berbasis Poktan/Gapoktan untuk meningkatkan nilai tambah, daya
saing, dan ekspor produk pertanian.
5. Peningkatan jaringan kemitraan ekonomi (public-private partnership) produk
perkebunan.
6. Perbaikan data dan informasi (real-time, complete, and reliable) produk
perkebunan.
7. Pengetatan penggunaan instrumen SPS dalam pemasaran produk pertanian
8. Peningkatan efisiensi di segala bidang.