Meneruskan Semangat Ramadhan · 2010. 3. 16. · Dalam kesempatan ini izinkan kami untuk...

2
Kritik, Saran, Pertanyaan, dan Info berlangganan hubungi 081367342977 atau langsung ke Markaz PERTANYAAN: Manakah yang lebih utama, silaturahim dengan tetangga atau sanak famili yang jauh? (Abdullah - Kota Baru Martapura) JAWAB: Silaturahim dengan tetangga lebih utama dari sanak famili yang jauh, karena kehormatan bertetangga men- duduki peringkat utama dalam hal nilai keimanan seseorang sesudah beriman kepada dan hari akhir sesuai dengan hadist riwayat Bukhori dan Muslim. “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya.” Sementara pernyataan (umpat puji) tetangga dapat dijadikan tolok ukur baik dan buruknya seseorang di hadapan sesama manusia dan di hadirat sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Ahmad dari Ibnu Mas’ud. “Apabila tetanggamu berkata bahwa engkau adalah baik, maka engakau adalah baik, dan apabila tetanggamu berkata bahwasannya engkau adalah buruk, maka engkau adalah buruk.” Kesimpulan : bersilaturahim dengan tetangga lebih utama dibandingkan dengan kerabat yang memiliki hubungan darah namun jauh berdasarkan Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 36. PERTANYAAN: Apakah mengirim uacapan “selamat” me- lalui SMS merupakan bentuk silaturahmi? Bagaimana hukumnya dalam islam? (Meidiana - Veteran Jaya martapura) JAWAB: Hakikat silaturahim adalah men- jalin hubungan (sambung rasa) antara dua orang individu atau kelompok, sehingga terjadi keharmonisan. SMS yang dikirim- kan melalui HP merupakan sarana komu- nikasi yang menunjang agar tejalin hubun- gan (sambung rasa) antar individu, walau pun secara fisik tidak berjabat tangan / bertatap muka, tetapi maksud dan tujuan dapat tercapai. Jadi ucapan selamat me- lalui SMS boleh (mubah). Wallahua’lam bishowab. Dijawab oleh: Ustadz M. Muslih (Ketua MUI Kabupaten OKU Timur) Penanggung Jawab: (Kepala SMAN 3 Unggulan Martapura) Hj. Siti Suhartini, S.Pd.,MM. Pemred: Apri Gunawan, S.Pd.I. Staf Redaksi: Joko Purwadi, S.Pd. Drs. Nurudin Subud. Lasirin, S.Ag. Pengasuh Rubrik: Ust. M. Muslih. KH. Umar Habibie. Ust. H.M. Kastawi, Lc. Ust. Dewantoro. Ust. H. Amirul Mu’minin. Ust. M. Fathoni, MT. Ust. H. Syaiful Anwar, M.Hum. Ust. Eriyono, S.Ag. Ust. Mualim, S.H.I. Editor: Pase Hulisan, S.Pd. Drs. Erlan Suparta. Layout: Lukman, S.Pd. Prasetiyo Widodo, S.Pd. Sujarnoto. Distribusi: OSIS dan ROHIS SMAN 3 Unggulan Martapura. Markaz: Masjid Al-Jannah (Komp. SMAN 3 Unggulan Martapura) Jl.Lintas Sumatera Kota Baru Selatan Martapura OKU Timur Sumatera Selatan, 32181 Meneruskan Semangat Ramadhan llaahuakbar walillaahilhamd…. suatu kesyukuran dan nikmat yang seha- rusnya kita syukuri ketika jasmani & ruhani kembali (ke fitrah) “aa’idin” dan meraih kemenangan “faaizin”, setelah bermujahadah menahan nafsu jasmani dan ruhani satu bulan lamanya, ditambah dengan aktivi- tas ibadah yang padat di bulan yang penuh berkah, Ramadhan. Namun kini, Ramadhan telah usai, tamu agung itu telah pulang, entah di tahun depan apakah kita masih diberi oleh Allah kesempatan untuk menyambut dan menjamu tamu itu. Wallaahu a’lam. Kalaulah Ramadhan adalah bulan latihan bagi kita, maka sebelas bulan ke depan adalah bulan-bulan dimana kita harus bertanding, dan kalau di saat latihan kita bisa, dan menang, akankah kita kalah saat bertanding? Adalah suatu kerugian ketika kita mampu menjatuhkan lawan (hawa nafsu) di saat latihan, namun kita yang harus jatuh dan kalah saat bertanding. Kalaulah Ramadhan sebagai sarana untuk mencharger keimanan kita yang sedang lemah, maka sekaranglah saatnya untuk benar-benar kita jadikan Ramadhan sebagai bahan bakar yang akan mendorong laju aktivitas dan produkti- fitas kita hingga semakin melejit dan meningkat, serta kualitas ibadah kita yang semakin membaik. Sekaranglah saatnya nilai-nilai spiritual yang dibawa dan ditebarkan oleh Ramadhan untuk kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari, agar nilai-nilai ketaqwaan menjadi denyut nadi dan mendarah daging dalam diri kita, kapan pun dan dimana pun kita berada. Sebagaimana pesan Rasulullah kepada Mu’adz bin Jabal :“Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah keburukan dengan kebai- kan, niscaya (kebaikan) itu akan menghapuskannya (keburukan), dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang terpuji.” (HR. At-Tirmidzi) Mempertahankan memang terkadang jauh lebih sulit dari pada meraih kemenangan yang sudah kita dapatkan di bulan Syawwal ini, namun inilah hakita- kat perjuangan yang akan kita lakukan selama hayat di kandung badan. Dalam kesempatan ini izinkan kami untuk bersilaturrahim melalui buletin Seruan Al-Jannah” yang Insyaallah akan terbit dwi pekanan, untuk ikut ambil bagian dalam lajunya semangat dakwah & ibadah yang ditularkan Ramadhan, se- moga ini awal dan rintisan yang baik li i’laai kalimatillah. Amin… Edisi Perdana Tahun I / 13 Syawal 1430 / 2 Oktober 2009 (Dwi Pekanan) Himbauan : Untuk tidak dibaca saat Khotib menyampaikan Khutbah Jum’at & tidak tercecer mengingat ada ayat-ayat Al-Qur’an

Transcript of Meneruskan Semangat Ramadhan · 2010. 3. 16. · Dalam kesempatan ini izinkan kami untuk...

  • Kritik, Saran, Pertanyaan, dan Info berlangganan hubungi 081367342977 atau langsung ke Markaz

    PERTANYAAN:

    Manakah yang lebih utama, silaturahim

    dengan tetangga atau sanak famili yang

    jauh?

    (Abdullah - Kota Baru Martapura)

    JAWAB: Silaturahim dengan tetangga

    lebih utama dari sanak famili yang jauh,

    karena kehormatan bertetangga men-

    duduki peringkat utama dalam hal nilai

    keimanan seseorang sesudah beriman

    kepada � dan hari akhir sesuai dengan hadist riwayat Bukhori dan Muslim.

    “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya.”

    Sementara pernyataan (umpat

    puji) tetangga dapat dijadikan tolok ukur

    baik dan buruknya seseorang di hadapan

    sesama manusia dan di hadirat � sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Ahmad

    dari Ibnu Mas’ud.

    “Apabila tetanggamu berkata bahwa

    engkau adalah baik, maka engakau adalah

    baik, dan apabila tetanggamu berkata

    bahwasannya engkau adalah buruk, maka

    engkau adalah buruk.”

    Kesimpulan : bersilaturahim dengan

    tetangga lebih utama dibandingkan

    dengan kerabat yang memiliki hubungan

    darah namun jauh berdasarkan Qur’an

    Surat An-Nisaa’ ayat 36.

    PERTANYAAN:

    Apakah mengirim uacapan “selamat” me-

    lalui SMS merupakan bentuk silaturahmi?

    Bagaimana hukumnya dalam islam?

    (Meidiana - Veteran Jaya martapura)

    JAWAB: Hakikat silaturahim adalah men-

    jalin hubungan (sambung rasa) antara dua

    orang individu atau kelompok, sehingga

    terjadi keharmonisan. SMS yang dikirim-

    kan melalui HP merupakan sarana komu-

    nikasi yang menunjang agar tejalin hubun-

    gan (sambung rasa) antar individu, walau

    pun secara fisik tidak berjabat tangan /

    bertatap muka, tetapi maksud dan tujuan

    dapat tercapai. Jadi ucapan selamat me-

    lalui SMS boleh (mubah).

    Wallahua’lam bishowab.

    Dijawab oleh: Ustadz M. Muslih (Ketua MUI Kabupaten OKU Timur)

    Penanggung Jawab: (Kepala SMAN 3 Unggulan Martapura) Hj. Siti Suhartini, S.Pd.,MM. Pemred: Apri Gunawan, S.Pd.I.

    Staf Redaksi: Joko Purwadi, S.Pd. Drs. Nurudin Subud. Lasirin, S.Ag. Pengasuh Rubrik: Ust. M. Muslih. KH. Umar Habibie.

    Ust. H.M. Kastawi, Lc. Ust. Dewantoro. Ust. H. Amirul Mu’minin. Ust. M. Fathoni, MT. Ust. H. Syaiful Anwar, M.Hum.

    Ust. Eriyono, S.Ag. Ust. Mualim, S.H.I. Editor: Pase Hulisan, S.Pd. Drs. Erlan Suparta. Layout: Lukman, S.Pd.

    Prasetiyo Widodo, S.Pd. Sujarnoto. Distribusi: OSIS dan ROHIS SMAN 3 Unggulan Martapura. Markaz: Masjid Al-Jannah

    (Komp. SMAN 3 Unggulan Martapura) Jl.Lintas Sumatera Kota Baru Selatan Martapura OKU Timur Sumatera Selatan, 32181

    Meneruskan Semangat Ramadhan

    llaahuakbar walillaahilhamd…. suatu kesyukuran dan nikmat yang seha-rusnya kita syukuri ketika jasmani & ruhani kembali (ke fitrah) “aa’idin” dan meraih kemenangan “faaizin”, setelah bermujahadah menahan nafsu jasmani dan ruhani satu bulan lamanya, ditambah dengan aktivi-tas ibadah yang padat di bulan yang penuh berkah, Ramadhan.

    Namun kini, Ramadhan telah usai, tamu agung itu telah pulang, entah di tahun depan apakah kita masih diberi oleh Allah kesempatan untuk menyambut dan menjamu tamu itu. Wallaahu a’lam.

    Kalaulah Ramadhan adalah bulan latihan bagi kita, maka sebelas bulan ke depan adalah bulan-bulan dimana kita harus bertanding, dan kalau di saat latihan kita bisa, dan menang, akankah kita kalah saat bertanding? Adalah suatu kerugian ketika kita mampu menjatuhkan lawan (hawa nafsu) di saat latihan, namun kita yang harus jatuh dan kalah saat bertanding.

    Kalaulah Ramadhan sebagai sarana untuk mencharger keimanan kita yang sedang lemah, maka sekaranglah saatnya untuk benar-benar kita jadikan Ramadhan sebagai bahan bakar yang akan mendorong laju aktivitas dan produkti-fitas kita hingga semakin melejit dan meningkat, serta kualitas ibadah kita yang semakin membaik.

    Sekaranglah saatnya nilai-nilai spiritual yang dibawa dan ditebarkan oleh Ramadhan untuk kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari, agar nilai-nilai ketaqwaan menjadi denyut nadi dan mendarah daging dalam diri kita, kapan pun dan dimana pun kita berada.

    Sebagaimana pesan Rasulullah kepada Mu’adz bin Jabal :“Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah keburukan dengan kebai-kan, niscaya (kebaikan) itu akan menghapuskannya (keburukan), dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang terpuji.” (HR. At-Tirmidzi)

    Mempertahankan memang terkadang jauh lebih sulit dari pada meraih kemenangan yang sudah kita dapatkan di bulan Syawwal ini, namun inilah hakita-kat perjuangan yang akan kita lakukan selama hayat di kandung badan.

    Dalam kesempatan ini izinkan kami untuk bersilaturrahim melalui buletin “Seruan Al-Jannah” yang Insyaallah akan terbit dwi pekanan, untuk ikut ambil bagian dalam lajunya semangat dakwah & ibadah yang ditularkan Ramadhan, se-moga ini awal dan rintisan yang baik li i’laai kalimatillah. Amin…

    Edisi Perdana Tahun I / 13 Syawal 1430 / 2 Oktober 2009 (Dwi Pekanan)

    Himbauan : Untuk tidak dibaca saat Khotib menyampaikan Khutbah Jum’at & tidak tercecer mengingat ada ayat-ayat Al-Qur’an

  • ilaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya sila-

    turahmi, maka ukhuwah islamiyah akan terjalin dengan baik. Bagaimanapun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya bila di dalam-nya tidak ada persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah.

    “Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan atau-pun keburukan? Sesuatu yang paling cepat mendatangkan adalah pahala orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah siksaan bagi orang yang berbuat jahat dan memu-tuskan tali silaturahmi.” (HR. Ibnu Majah)

    Silaturahmi tidak sekedar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata silaturahmi itu sendiri, yaiti “shilat” atau “washl”, yang ber-arti menyambungkan atau menghimpun, dan “ar-rahim” yang berarti kasih sayang.

    Tentang hal ini Rasulullah SAW. ber-sabda, “Yang disebut dengan bersila-turahmi itu bukanlah seseorang itu mem-balas kunjungan atau pemberian, me-lainkan bersilaturahmi itu ialah menyam-bungkan apa yang telah putus.” (HR. Buk-hori)

    Dalam Al-Qur’an surat Muhammad ayat 22—23, Allah berfirman : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.”

    Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sufyan, Heraklius pernah bertanya kepadanya –kala itu Abu Sufyan masih kafir- : “Apa yang diperintahkan oleh Mu-hammad ?” Abu Sufyan menjawab “Dia memerintahkan kami untuk mendirikan sholat, bersedekah, menjaga kehormatan

    diri (al-’iffah) dan menyambung tali sila-turahmi.” (HR. Bukhori)

    Setiap muslim di dunia ini patut ber-syukur bahwa di dalam syari’at Islam ter-kandung nilai dan norma-norma yang san-gat tinggi nilainya. Dan jika seluruh nilai dan norma yang merupakan way of life tersebut dijalankan secara menyeluruh, niscaya –baik kita sadari walaupun tidak– hal tersebut akan mendatangkan kemasla-hatan baginya, baik di dunia kita sekarang ini maupun di kehidupan mendatang.

    Salah satu dari tuntutan hidup Islam tersebut adalah silaturahmi. Bahkan lebih dari itu, silaturahmi merupakan salah satu ajaran akhlak yang paling asasi di dalam Islam. Dalam konteks keseharian kita masyarakat Indonesia yang notabene se-bagian besar penduduknya memeluk agama Islam, pelaksanaan praktek sila-turahmi dapat dengan mudah kita jumpai. Lihat saja budaya orang-orang Indonesia setiap kali lebaran ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha menjelang. Selepas melaksanakan sholat ‘ied, berbondong-bondong mereka saling berpeluk-salaman, saling kunjung-mengunjungi antar rumah. Di luar dua mo-men besar Islam ini, pesona silaturahmi masih dapat dengan kental kita rasakan pada kehidupan keseharian masyarakat pelosok dan pedalaman desa. Hal yang sangat kita sayangkan, bentuk interaksi yang sangat mulia ini lambat-laun nam-paknya kian memudar. Padahal, sila-turahmi bukan hanya sekedar bermuatan tali persaudaraan. Jauh melewati hal terse-but, silaturahmi pada hakikatnya cara pan-dang dan sikap hidup seorang muslim den-gan nilai universal yang menjadikannya sebuah pelita yang selalu menyinari keadaan di sekelilingnya. Banyak sekali dari kita yang secara fisik memang mem-praktekkan silaturahmi, yaitu silaturahmi dalam arti harfiyah yang selama ini kita fahami bertujuan untuk mempererat ukhu-wah yang telah terbina antar sesama kita. Namun tidak jarang manakala kita sedang mengunjungi salah seorang kerabat, hati ini masih tetap menyimpan kebencian & den-

    dam terhadapnya. Apalah artinya jika kita bersilaturahmi secara fisik saja, semen-tara kalbu kita bertolak belakang den-gannya. Bersilaturahmi hendaknya dilak-sanakan dan dijalankan secara menyelu-ruh, secara lahiriah dan batiniah. Nuansa persaudaraan ini haruslah terjalin dari hati ke hati, hal itu berarti bahwa ibadah yang hukumnya wajib ini harus disertai rasa tulus dan ikhlas. Layaknya ibadah wajib lainnya dalam syariat islam, silaturahmi bisa membawa implikasi langsung dan tak langsung terhadap jalannya roda ke-hidupan seorang muslim. Hal ini juga membawa dampak sebab akibat. Suatu ketika Rasulullah pernah bersabda: “Barang siapa yang ingin banyak rezki dan panjang usia, sambungkanlah tali silaturahmi” (HR. Bukhari).

    Hadist di atas hanya merupakan salah satu contoh dari sekian banyak keu-tamaan silaturahmi. Dengan silaturahmi kita akan mendapatkan limpahan cinta kasih dari orang-orang terdekat kita, se-bagaimana Allah akan lebih menyayangi kita. Lebih dari itu, silaturahmi dapat membawa kita menuju pintu surga kelak di akhirat nanti, InsyaAllah.

    Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abu Awfa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya: “ Rahmat (Allah) tidak akan turun kepada suatu kaum/umat yang di dalamnya terda-pat orang yang memutuskan tali sila-turahmi” (HR. Bukhari & Baihaki).

    Pada hakikatnya bentuk penge-jawantahan dari silaturahmi tidaklah hanya sebatas aksi saling mengunjungi antar sesama. Ibnu Abidin Al Hanafi ber-kata: “Silaturahmi itu wajib hukumnya walapun hanya mengucapkan salam, memberi selamat, memberi hadiah, menolong sesama, mujalasah, bersikap lembut, berbuat ikhsan.”

    Bagaimana mungkin hidup kita akan tenang kalau di dalam hati masih tersim-pan kebencian dan rasa permusuhan kepada sesama muslim. Perhatikan ke-luarga kita, kaum yang paling kecil di masyarakat. Bila di dalamnya ada be-berapa orang saja yang sudah tidak

    saling tegur sapa, saling menjauhi, apalagi kalau dibelakang sudah saling menohok, menggunjing dan memfitnah, maka rahmat Allah akan dijauhkan dari rumah tersebut. Dalam sekala yang lebih luas, dalam lingkup sebuah negara, bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bahwa bangsa dan negara tersebut akan terpu-tus dari rahmat dan pertolongan Allah SWT.

    Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Den-gan terhubungnya silaturahmi, maka uk-huwah islamiah akan terjalin dengan baik. Bagaimanapun besarnya umat islam se-cara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya bila di dalamnya tidak ada per-satuan dan kerjasama untuk taat kepada Allah. Sebagai umat yang besar, kaum muslimin memang diwajibkan ada yang terjun dibidang politik, ekonomi, hukum , dsb. Karena tanpa itu kita akan dipermai-nkan dan kepentingan kita tidak ternaungi secara legal di dalam kehidupan ber-masyarakat. Namun demikian, berbagai kelompok yang ada harus dijadikan sarana berkompetisi untuk mencapai satu tujuan mulia, tidak saling menghancurkan dan berperang, bahkan lebih senang ber-koalisi dengan pihak lain. Sebagai umat yang taat, kita berkewajiban untuk men-dukung segala kegiatan yang menyatukan langkah berbagai kelompok kaum mus-limin.

    Nah, setelah kita mengetahui segala hal mendasar tetang hakikat silaturahmi, dapatkah kita merealisasikan dalam ke-hidupan keseharian kita. Kapankah kiranya silaturahmi antar umat islam umumnya bisa menjelma menjadi sebuah payung besar yang menaungi kaum mus-limin seluruhnya, hingga tidak lagi kita lihat orang-orang yang berjalan beriringan dalam dendam, atau sampai kita tidak lagi menemukan negara islam yang acuh ter-hadap nasib Negara tetangganya. Semua pertanyaan itu hanyalah kita yang bisa menjawabnya, dan jawaban tersebut akan lebih jelas manakala kita memulainya.

    Wallahu a’lam bishawab...