Mencari Alternatif Hijau Arjasari

28
www.citarum.org www.citarum.org

Transcript of Mencari Alternatif Hijau Arjasari

www.citarum.orgwww.citarum.org

www.citarum.org

CITACITARUM

2012L A P O R A N F O T O

MENCARI ALTERNATIF HIJAU UNTUK ARJASARI

SEJAK DINI SUDAH KENAL LESTARIBERTEMU PARA PENGGIAT LESTARIARJASARI SIAGA BENCANA

www.citarum.orgwww.citarum.org

www.citarum.org

CITACITARUM

2012L A P O R A N F O T O

MENCARI ALTERNATIF HIJAU UNTUK ARJASARI

SEJAK DINI SUDAH KENAL LESTARIBERTEMU PARA PENGGIAT LESTARIARJASARI SIAGA BENCANA

CITA-CITARUM

PRINSIP UTAMA PELAKSANAAN

Sejak beberapa tahun lalu, sejumlah instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat berpartisipasi dalam serangkaian dialog yang pada akhirnya dapat menghasilkan Citarum Roadmap, yaitu suatu rancangan strategis berisi hasil identifikasi program-program utama untuk meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya air dan memulihkan kondisi di sepanjang aliran Citarum. Hingga kini telah teridentifikasi sebanyak 80 jenis program dengan perkiraan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp. 35 triliun yang berasal dari berbagai sumber pembiayaan, baik itu anggaran pemerintah, kontribusi pihak swasta maupun masyarakat, juga bantuan dari lembaga keuangan internasional yang dilaksanakan secara bertahap dalam waktu 15 tahun ke depan. Citarum Roadmap membutuhkan pendekatan komprehensif, multi-sektor dan terpadu untuk memahami dan memecahkan masalah kompleks seputar air dan lahan di sepanjang aliran Citarum.

Pelaksanaan program ini dilakukan melalui koordinasi dan konsultasi antar para pemangku kepentingan, serta mengutamakan partisipasi masyarakat dalam menentukan prioritas, rancangan hingga pelaksanaan.Koordinasi Program dilakukan oleh Bappenas, sedangkan lembaga pelaksana kegiatan tahap I dikordinasikan melalui Ditjen Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC), dengan melibatkan berbagai Departemen dan Kementerian terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten melalui Dinas-Dinas terkait.

Laporan ini disusun oleh:Penulis : Nancy RosmaEditor : Diella DachlanFotografer : Ng Swan TiFoto Kegiatan SMK Bina Nusantara Dokumentasi KerlipPeta : Anjar Dwi KrisnantaPenata letak: Nancy Rosma

Laporan foto ini dapat diunduh di www.citarum.org

Visi:“Pemerintah dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat dan produktif, serta membawa manfaat berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di wilayah Citarum”.

Cita-Citarum: Untuk Citarum yang Lebih Baik

www.citarum.org

2 3

Arjasari Kabupaten Bandung merupakan kawasan hulu Sungai Cirasea, salah satu anak dari Sungai Citarum. Kawasan ini termasuk dalam 46.543 Ha kawasan lahan kritis hulu Citarum. Dominasi pola tanam sayuran dataran tinggi serta tanaman palawija membuat kawasan ini rentan akan bahaya longsor serta erosi yang dapat lambat laun akan menimbulkan sedimentasi sungai. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk mengembalikan Arjasari yang hijau dan lestari.

CITA-CITARUM

PRINSIP UTAMA PELAKSANAAN

Sejak beberapa tahun lalu, sejumlah instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat berpartisipasi dalam serangkaian dialog yang pada akhirnya dapat menghasilkan Citarum Roadmap, yaitu suatu rancangan strategis berisi hasil identifikasi program-program utama untuk meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya air dan memulihkan kondisi di sepanjang aliran Citarum. Hingga kini telah teridentifikasi sebanyak 80 jenis program dengan perkiraan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp. 35 triliun yang berasal dari berbagai sumber pembiayaan, baik itu anggaran pemerintah, kontribusi pihak swasta maupun masyarakat, juga bantuan dari lembaga keuangan internasional yang dilaksanakan secara bertahap dalam waktu 15 tahun ke depan. Citarum Roadmap membutuhkan pendekatan komprehensif, multi-sektor dan terpadu untuk memahami dan memecahkan masalah kompleks seputar air dan lahan di sepanjang aliran Citarum.

Pelaksanaan program ini dilakukan melalui koordinasi dan konsultasi antar para pemangku kepentingan, serta mengutamakan partisipasi masyarakat dalam menentukan prioritas, rancangan hingga pelaksanaan.Koordinasi Program dilakukan oleh Bappenas, sedangkan lembaga pelaksana kegiatan tahap I dikordinasikan melalui Ditjen Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC), dengan melibatkan berbagai Departemen dan Kementerian terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten melalui Dinas-Dinas terkait.

Laporan ini disusun oleh:Penulis : Nancy RosmaEditor : Diella DachlanFotografer : Ng Swan TiFoto Kegiatan SMK Bina Nusantara Dokumentasi KerlipPeta : Anjar Dwi KrisnantaPenata letak: Nancy Rosma

Laporan foto ini dapat diunduh di www.citarum.org

Visi:“Pemerintah dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat dan produktif, serta membawa manfaat berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di wilayah Citarum”.

Cita-Citarum: Untuk Citarum yang Lebih Baik

www.citarum.org

2 3

Arjasari Kabupaten Bandung merupakan kawasan hulu Sungai Cirasea, salah satu anak dari Sungai Citarum. Kawasan ini termasuk dalam 46.543 Ha kawasan lahan kritis hulu Citarum. Dominasi pola tanam sayuran dataran tinggi serta tanaman palawija membuat kawasan ini rentan akan bahaya longsor serta erosi yang dapat lambat laun akan menimbulkan sedimentasi sungai. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk mengembalikan Arjasari yang hijau dan lestari.

daftar isi

4 5

Cerita Sampul: Siswi SDN Kina Satu sedang sibuk melakukan persemaian bibit tanaman keras.

MENCARI ALTERNATIF HIJAU UNTUK ARJASARI6

SEJAK DINI SUDAH KENAL LESTARI12 BERTEMU PARA

PENGGIAT LESTARI18 ARJASARI SIAGA BENCANA20

Sub DAS Cirasea mempunyai luas 38.159 Ha dengan laju erosi mencapai 18,403 jt ton per tahunnya sedangkan tingkat sedimentasi mencapai 1.332 jt ton per tahun (BPDAS Citarum-Ciliwung 2009). Sedimentasi yang tidak cepat ditanggulangi akan menyebabkan menurunnya kapasitas daya tampung sungai.

Siswa SDN Kina Satu, SD Babakan Siliwangi dan MTS At Tarbiyah Arjasari sedang melakukan kegiatan pembenihan bibt tanaman keras sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan DAS Citarum dengan menanam pohon melalui pendidikan anak sekolah.

“Bencana memang tidak tahu kapan terjadinya, namun jika kita siap menghadapi bisa meminimalkan dampak yang terjadi”, demikian pesan yang ingin disampaikan oleh siswa-siswi SMK Bina Nusantara Kecamatan Arjasari.

Pendapat dan kesan beberapa penggiat kegiatan persemaian bibit tanaman keras di Arjasari.

S. Cirasea

S. Citarum

S. Citarum

S. C

itaru

m

daftar isi

4 5

Cerita Sampul: Siswi SDN Kina Satu sedang sibuk melakukan persemaian bibit tanaman keras.

MENCARI ALTERNATIF HIJAU UNTUK ARJASARI6

SEJAK DINI SUDAH KENAL LESTARI12 BERTEMU PARA

PENGGIAT LESTARI18 ARJASARI SIAGA BENCANA20

Sub DAS Cirasea mempunyai luas 38.159 Ha dengan laju erosi mencapai 18,403 jt ton per tahunnya sedangkan tingkat sedimentasi mencapai 1.332 jt ton per tahun (BPDAS Citarum-Ciliwung 2009). Sedimentasi yang tidak cepat ditanggulangi akan menyebabkan menurunnya kapasitas daya tampung sungai.

Siswa SDN Kina Satu, SD Babakan Siliwangi dan MTS At Tarbiyah Arjasari sedang melakukan kegiatan pembenihan bibt tanaman keras sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan DAS Citarum dengan menanam pohon melalui pendidikan anak sekolah.

“Bencana memang tidak tahu kapan terjadinya, namun jika kita siap menghadapi bisa meminimalkan dampak yang terjadi”, demikian pesan yang ingin disampaikan oleh siswa-siswi SMK Bina Nusantara Kecamatan Arjasari.

Pendapat dan kesan beberapa penggiat kegiatan persemaian bibit tanaman keras di Arjasari.

S. Cirasea

S. Citarum

S. Citarum

S. C

itaru

m

ika kita mengunjungi kawasan daerah pegunungan, tentulah Jyang tergambar di benak kita

adalah jajaran pepohonan yang rapat atau hutan yang lebat.Namun, pemandangan tersebut tidak kami jumpai ketika kami mengunjungi Arjasari. Sebuah Kecamatan yang terletak di lereng Cekungan Bandung tepatnya di wilayah Kabupaten Bandung. Daerah Arjasari adalah salah satu hulu dari Sungai Citarum. Kawasan ini merupakan hulu dari Sungai Cirasea yang merupakan salah satu anak Sungai Citarum. Sungai Cirasea bergabung dengan Sungai Citarum di daerah Ciparay dekat Majalaya. Di lereng-lereng bukit beberapa pohon pinus dan tanaman keras lainnya tampak masih tersisa, namun tidak banyak. Sepanjang mata memandang, yang terhampar adalah areal ladang jagung serta tanaman sayuran terutama ubi dan kacang merah. Kawasan ini letaknya diatas 800 mdpl, sehingga cocok ditanami tanaman sayuran. Secara ekonomis, tanaman sayuran memang sangat menguntungkan karena

mempunyai masa tanam yang singkat dan dapat dipanen dua sampai tiga kali dalam setahunnya. Dari data pertanian, jenis tanaman pertanian di Arjasari didominasi oleh tanaman sayuran seperti tomat, cabai, mentimun, tanaman umbi-umbian seperti ubi jalar maupun ubi kayu. Jagung juga menjadi komoditas pertanian yang banyak di tanam di Arjasari selain padi. Masa tanam yang hanya 80 hari dan harga yang cukup menguntungkan, menjadi alasan petani untuk memilih komoditas ini. Walaupun belum banyak beberapa tanaman keras juga sudah mulai dibudidayakan, seperti tanaman Albasia, kopi, cengkih, petai dan bambu.Kawan Arjasari sebenarnya masuk dalam salah satu DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum hulu yang berstatus lahan kritis. Daerah yang termasuk DAS Citarum hulu adalah Sub DAS Cihaur, Cikapundung-Cipamokolan, Cikeruh, Ciminyak, Cirasea, Cisangkuy, Citarik dan Ciwidey. Lahan kritis di DAS Citarum hulu saat ini sudah mencapai 46.543 Ha atau 20% dari luas Cekungan Bandung (234.088Ha).

MENCARI ALTERNATIF HIJAU UNTUK ARJASARI

Tanaman keras yang seharusnya menjadi vegetasi utama di dearah hulu sungai sudah sangat berkurang. Tanaman sayuran dan palawija dianggap lebih ekonimis karena dengan masa tanam yang singkat dapat dipanen lebih cepat.

6 7

ika kita mengunjungi kawasan daerah pegunungan, tentulah Jyang tergambar di benak kita

adalah jajaran pepohonan yang rapat atau hutan yang lebat.Namun, pemandangan tersebut tidak kami jumpai ketika kami mengunjungi Arjasari. Sebuah Kecamatan yang terletak di lereng Cekungan Bandung tepatnya di wilayah Kabupaten Bandung. Daerah Arjasari adalah salah satu hulu dari Sungai Citarum. Kawasan ini merupakan hulu dari Sungai Cirasea yang merupakan salah satu anak Sungai Citarum. Sungai Cirasea bergabung dengan Sungai Citarum di daerah Ciparay dekat Majalaya. Di lereng-lereng bukit beberapa pohon pinus dan tanaman keras lainnya tampak masih tersisa, namun tidak banyak. Sepanjang mata memandang, yang terhampar adalah areal ladang jagung serta tanaman sayuran terutama ubi dan kacang merah. Kawasan ini letaknya diatas 800 mdpl, sehingga cocok ditanami tanaman sayuran. Secara ekonomis, tanaman sayuran memang sangat menguntungkan karena

mempunyai masa tanam yang singkat dan dapat dipanen dua sampai tiga kali dalam setahunnya. Dari data pertanian, jenis tanaman pertanian di Arjasari didominasi oleh tanaman sayuran seperti tomat, cabai, mentimun, tanaman umbi-umbian seperti ubi jalar maupun ubi kayu. Jagung juga menjadi komoditas pertanian yang banyak di tanam di Arjasari selain padi. Masa tanam yang hanya 80 hari dan harga yang cukup menguntungkan, menjadi alasan petani untuk memilih komoditas ini. Walaupun belum banyak beberapa tanaman keras juga sudah mulai dibudidayakan, seperti tanaman Albasia, kopi, cengkih, petai dan bambu.Kawan Arjasari sebenarnya masuk dalam salah satu DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum hulu yang berstatus lahan kritis. Daerah yang termasuk DAS Citarum hulu adalah Sub DAS Cihaur, Cikapundung-Cipamokolan, Cikeruh, Ciminyak, Cirasea, Cisangkuy, Citarik dan Ciwidey. Lahan kritis di DAS Citarum hulu saat ini sudah mencapai 46.543 Ha atau 20% dari luas Cekungan Bandung (234.088Ha).

MENCARI ALTERNATIF HIJAU UNTUK ARJASARI

Tanaman keras yang seharusnya menjadi vegetasi utama di dearah hulu sungai sudah sangat berkurang. Tanaman sayuran dan palawija dianggap lebih ekonimis karena dengan masa tanam yang singkat dapat dipanen lebih cepat.

6 7

Hilangnya areal hutan, pengelolaan tanaman budidaya yang kurang tepat untuk daerah lereng-lereng bukit dan kurang tepatnya penggunaan lahan, menjadi faktor-faktor yang memicu terjadinya erosi di daerah hulu. Kurangnya tanaman yang mampu menahan tanah pada saat musim hujan, menyebabkan terjadinya bahaya longsor dan erosi. Apabila kondisi ini dibiarkan maka banyaknya tanah atau lumpur yang terbawa air masuk ke dalam aliran sungai lambat laun akan menyebabkan sedimentasi. Sub DAS Cirasea mempunyai luas 38.159 Ha dengan laju erosi mencapai 18,403 jt ton per tahunnya sedangkan tingkat sedimentasi mencapai 1.332 jt

ton per tahun (BPDAS Citarum-Ciliwung 2009). Sedimentasi yang tidak cepat ditanggulangi akan menyebabkan menurunnya kapasitas daya tampung sungai. Celakanya jika hujan turun dan sungai tidak mampu menampung air hujan, maka yang terjadi adalah bencana banjir. Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan adalah terbawanya erosi yang masuk ke tiga waduk besar Sungai Citarum. Tingkat sedimentasi di Waduk Saguling sudah mencapai 8,2 juta ton/tahun, di Waduk Cirata mencapai 6,4 juta ton/tahun, sementara di Waduk Jatiluhur mencapai 1,6 juta ton/tahun. Padahal ketiga waduk ini mempunyai peran yang sangat strategis karena

PLTA yang ada di ketiga waduk ini memasok kebutuhan listrik Jawa-Bali dan mendukung kegiatan sektor pertanian khususnya di Jawa Barat. “ Sejak tahun 1997, ketika masa krisis ekonomi masyarakat memang lebih memilih menanam tanaman sayur dan jagung. Masa tanamnya hanya 2 sampai 3 bulan, sehingga kami bisa cepat memanen dan cepat mendapatkan uang”, tutur Dadan (31) salah satu petani di kawasan ini. Masyarakat di sini memang lebih senang menanam tanaman yang cepat menghasilkan. “Korek-korek coh, dikorek ayena, dimakan ayena. Ditanam sekarang dan tidak lama untuk memetik hasilnya”, tambahnya. Dadan sendiri sudah lama

menjadi menekuni bidang ini, selain menjadi penggarap, Dadan juga menjadi pengepul yang menjual tanaman sayuran ke pasar induk. Bukan dari masyarakat setempat saja yang menggarap tanaman sayur, bahkan petani dari daerah Lembang dan Pengalengan pun ada yang melakukan kegiatan menanam sayur di kawasan Arjasari dengan sistem sewa lahan. Dulunya kawasan ini merupakan perkebunan teh, bahkan ada lahan

“Korek-korek coh, dikorek

ayena, dimakan ayena.

Ditanam sekarang dan tidak

lama untuk memetik hasilnya”

Foto:

1. Bukan hanya warga setempat yang mempunyai kegiatan menanam sayur, bahkan petani dari luar daerah juga ada yang menanam sayur dengan sistem sewa lahan.

2. Tanaman Jagung, Sayur dan Palawija yang lambat laun menggeser tanaman keras.

3. Dadan (31), petani sekaligus penjual tanaman sayuran Kawasan Arjasari.

1 2

3

sekitar 200 Ha milik salah satu universitas di Jawa Barat yang saat ini digarap petani sebagai kebun sayur. Ini berarti sektor tanaman sayuran dataran tinggi masih menjadi andalan bagi petani-petani khususnya di kawasan hulu DAS Citarum. Hasil panen sayuran ini dipasarkan sampai ke Pasar Induk Cibitung-Bekasi.

8 9

3

Hilangnya areal hutan, pengelolaan tanaman budidaya yang kurang tepat untuk daerah lereng-lereng bukit dan kurang tepatnya penggunaan lahan, menjadi faktor-faktor yang memicu terjadinya erosi di daerah hulu. Kurangnya tanaman yang mampu menahan tanah pada saat musim hujan, menyebabkan terjadinya bahaya longsor dan erosi. Apabila kondisi ini dibiarkan maka banyaknya tanah atau lumpur yang terbawa air masuk ke dalam aliran sungai lambat laun akan menyebabkan sedimentasi. Sub DAS Cirasea mempunyai luas 38.159 Ha dengan laju erosi mencapai 18,403 jt ton per tahunnya sedangkan tingkat sedimentasi mencapai 1.332 jt

ton per tahun (BPDAS Citarum-Ciliwung 2009). Sedimentasi yang tidak cepat ditanggulangi akan menyebabkan menurunnya kapasitas daya tampung sungai. Celakanya jika hujan turun dan sungai tidak mampu menampung air hujan, maka yang terjadi adalah bencana banjir. Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan adalah terbawanya erosi yang masuk ke tiga waduk besar Sungai Citarum. Tingkat sedimentasi di Waduk Saguling sudah mencapai 8,2 juta ton/tahun, di Waduk Cirata mencapai 6,4 juta ton/tahun, sementara di Waduk Jatiluhur mencapai 1,6 juta ton/tahun. Padahal ketiga waduk ini mempunyai peran yang sangat strategis karena

PLTA yang ada di ketiga waduk ini memasok kebutuhan listrik Jawa-Bali dan mendukung kegiatan sektor pertanian khususnya di Jawa Barat. “ Sejak tahun 1997, ketika masa krisis ekonomi masyarakat memang lebih memilih menanam tanaman sayur dan jagung. Masa tanamnya hanya 2 sampai 3 bulan, sehingga kami bisa cepat memanen dan cepat mendapatkan uang”, tutur Dadan (31) salah satu petani di kawasan ini. Masyarakat di sini memang lebih senang menanam tanaman yang cepat menghasilkan. “Korek-korek coh, dikorek ayena, dimakan ayena. Ditanam sekarang dan tidak lama untuk memetik hasilnya”, tambahnya. Dadan sendiri sudah lama

menjadi menekuni bidang ini, selain menjadi penggarap, Dadan juga menjadi pengepul yang menjual tanaman sayuran ke pasar induk. Bukan dari masyarakat setempat saja yang menggarap tanaman sayur, bahkan petani dari daerah Lembang dan Pengalengan pun ada yang melakukan kegiatan menanam sayur di kawasan Arjasari dengan sistem sewa lahan. Dulunya kawasan ini merupakan perkebunan teh, bahkan ada lahan

“Korek-korek coh, dikorek

ayena, dimakan ayena.

Ditanam sekarang dan tidak

lama untuk memetik hasilnya”

Foto:

1. Bukan hanya warga setempat yang mempunyai kegiatan menanam sayur, bahkan petani dari luar daerah juga ada yang menanam sayur dengan sistem sewa lahan.

2. Tanaman Jagung, Sayur dan Palawija yang lambat laun menggeser tanaman keras.

3. Dadan (31), petani sekaligus penjual tanaman sayuran Kawasan Arjasari.

1 2

3

sekitar 200 Ha milik salah satu universitas di Jawa Barat yang saat ini digarap petani sebagai kebun sayur. Ini berarti sektor tanaman sayuran dataran tinggi masih menjadi andalan bagi petani-petani khususnya di kawasan hulu DAS Citarum. Hasil panen sayuran ini dipasarkan sampai ke Pasar Induk Cibitung-Bekasi.

8 9

3

Jika dilihat dari sisi ekologis, tanaman yang sesuai untuk daerah dengan kemiringan di atas 60% adalah tanaman berakar tunjang dan mampu menahan tanah dari bahaya longsor maupun erosi pada saat hujan. Tanaman jenis sayuran, umbi, maupun jagung yang berakar serabut biasanya mempunyai masa tanam singkat dan tidak mampu menahan tanah pada saat musim hujan tiba. Tanaman ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk mempercepat peresapan air ke dalam tanah. Jenis tanaman berakar serabut sebenarnya tidak sesuai untuk di tanam di kawasan lereng ataupun perbukitan yang terjal terutama di kawasan hulu sungai yang harus dijaga kelestariannya.

Selain kegiatan pertanian, usaha lain yang kami temui di kawasan ini adalah peternakan ayam, kambing dan sapi.Menurut Cucurano, Petugas Lapangan Inseminator dan Kesehatan Hewan, di Kawasan Arjasari ini kira-kira terdapat kira-kira 350 ekor sapi perah yang terbagi dalam beberapa kelompok tani. Sedangkan kambing terutama domba Garut dan ayam tersebar di beberapa lokasi. Kotoran hewan, terutama sapi perah yang tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai memang menjadi salah satu sumber pencemaran air Sungai Citarum. Namun di Arjasari limbah kotoran hewan sudah mulai dimanfaatkan oleh para petani. “Kotoran hewan di sini dimanfaatkan sebagai pupuk kandang

untuk tanaman sayuran dan jagung”, begitu Cucurano menerangkan tentang pemanfaatan limbah peternakan. Bahkan di lingkunan PPK tempat beliau bertugas sudah ada 40 unit biogas bantuan dari pemerintah untuk pengelohan limbah kotoran sapi perah. Dari hasil pengolahan ini ada dua produk yang dihasilkan yaitu pupuk dan gas. “Pupuknya selain dipakai sendiri untuk memupuk tanaman, juga dijual ke petani seharga Rp. 150 per kilonya. Sedangkan gas yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak sehari-hari”, imbuhnya.Upaya pelestarian kawasan hulu Sungai Citarum memang harus terus ditingkatkan. Luas lahan kritis daerah

tangkapan yang perlu direhabilitasi mencapai 22.326,12 Ha dan Arjasari menjadi salah satunya. Tanpa mengesampingkan mata pencaharian masyarakat, harus dicari upaya pengelolaan lingkungan yang tetap menguntungkan baik dari segi ekologis maupaun ekonomis.

Foto:

1. Metode penanaman dengan sistem terasiring akan mempercepat proses erosi terutama pada saat musim hujan tiba.

2. Jika tidak ada air, sawah hanya bisa dikerjakan dengan sistem “ceboran”.

3. Selain bertani, kegiatan beternak sapi perah, domba garut dan beternak ayam menjadi aktivitas warga Arjasari.

4. Cucurano, Petugas Lapangan Inseminator dan Kesehatan Hewan untuk Kawasan Arjasari.

1 2 3

4

10 11

Jika dilihat dari sisi ekologis, tanaman yang sesuai untuk daerah dengan kemiringan di atas 60% adalah tanaman berakar tunjang dan mampu menahan tanah dari bahaya longsor maupun erosi pada saat hujan. Tanaman jenis sayuran, umbi, maupun jagung yang berakar serabut biasanya mempunyai masa tanam singkat dan tidak mampu menahan tanah pada saat musim hujan tiba. Tanaman ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk mempercepat peresapan air ke dalam tanah. Jenis tanaman berakar serabut sebenarnya tidak sesuai untuk di tanam di kawasan lereng ataupun perbukitan yang terjal terutama di kawasan hulu sungai yang harus dijaga kelestariannya.

Selain kegiatan pertanian, usaha lain yang kami temui di kawasan ini adalah peternakan ayam, kambing dan sapi.Menurut Cucurano, Petugas Lapangan Inseminator dan Kesehatan Hewan, di Kawasan Arjasari ini kira-kira terdapat kira-kira 350 ekor sapi perah yang terbagi dalam beberapa kelompok tani. Sedangkan kambing terutama domba Garut dan ayam tersebar di beberapa lokasi. Kotoran hewan, terutama sapi perah yang tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai memang menjadi salah satu sumber pencemaran air Sungai Citarum. Namun di Arjasari limbah kotoran hewan sudah mulai dimanfaatkan oleh para petani. “Kotoran hewan di sini dimanfaatkan sebagai pupuk kandang

untuk tanaman sayuran dan jagung”, begitu Cucurano menerangkan tentang pemanfaatan limbah peternakan. Bahkan di lingkunan PPK tempat beliau bertugas sudah ada 40 unit biogas bantuan dari pemerintah untuk pengelohan limbah kotoran sapi perah. Dari hasil pengolahan ini ada dua produk yang dihasilkan yaitu pupuk dan gas. “Pupuknya selain dipakai sendiri untuk memupuk tanaman, juga dijual ke petani seharga Rp. 150 per kilonya. Sedangkan gas yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak sehari-hari”, imbuhnya.Upaya pelestarian kawasan hulu Sungai Citarum memang harus terus ditingkatkan. Luas lahan kritis daerah

tangkapan yang perlu direhabilitasi mencapai 22.326,12 Ha dan Arjasari menjadi salah satunya. Tanpa mengesampingkan mata pencaharian masyarakat, harus dicari upaya pengelolaan lingkungan yang tetap menguntungkan baik dari segi ekologis maupaun ekonomis.

Foto:

1. Metode penanaman dengan sistem terasiring akan mempercepat proses erosi terutama pada saat musim hujan tiba.

2. Jika tidak ada air, sawah hanya bisa dikerjakan dengan sistem “ceboran”.

3. Selain bertani, kegiatan beternak sapi perah, domba garut dan beternak ayam menjadi aktivitas warga Arjasari.

4. Cucurano, Petugas Lapangan Inseminator dan Kesehatan Hewan untuk Kawasan Arjasari.

1 2 3

4

10 11

sebanding dengan biaya hidup yang tinggi. Ia tertarik untuk kembali ke Arjasari karena mendengar di kampungnya orang-orang sedang mengembangkan pohon Albasia yang katanya menguntungkan. “Sambil bekerja, sekalian ikut menjaga kelestarian alam dan juga untuk ikut mengurangi pemanasan global, go green lah”, ujarnya menirukan kampanye-kampanye lingkungan yang sering dilihatnya di televisi.

terakhir ini pohon Albasia mulai dilirik petani untuk dikembangkan karena keuntungannya yang menggiurkan. “Kalau panen harganya lumayan, bisa mencapai Rp. 1,2 juta per m3-nya”, tambahnya. Biyah bukanlah pemilik kebun ini, ia beserta rekan-rekannya dipercaya oleh pemilik lahan untuk menanam pohon Albasia. Sempat merantau ke Kota Bandung, setelah 6 tahun Biyahmemutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Di kota pendapatan yang didapatnya tidak

alau lihat orang lain usahanya bagus, pasti yang lain juga akan meniru”, kalimat ini yang K

diungkapkan oleh Biyah pemuda setempat yang kami temui sedang mencangkul areal perekebunan di salah satu kawasan Arjasari (4/12/11). Biyah sedang mempersiapkan sekitar lahan sekitar 1,5 Ha, “Mau ditanami ubi jalar dulu sebelum ditanam pohon Albasia”, tuturnya. Untuk lahan seluas itu rencananya akan ditanami sekitar 4.000 bibit Albasia. Semenjak dua tahun

SEJAK DINI SUDAH KENAL LESTARI

Foto:

1. Biyah, salah satu pemuda Arjasari yang ingin turut melestarikan desanya.

2. Kawasan hulu Sungai Cirasea yang perlu dijaga kelestariannya.

3. Lahan seluas 1,5 Ha ini akan ditanami kurang lebih 1.000 bibit tanaman Albasiah/Sengon.

“Sambil Bekerja, Sekalian Ikut

Menjaga Kelestarian Alam”

32

1

12 13

sebanding dengan biaya hidup yang tinggi. Ia tertarik untuk kembali ke Arjasari karena mendengar di kampungnya orang-orang sedang mengembangkan pohon Albasia yang katanya menguntungkan. “Sambil bekerja, sekalian ikut menjaga kelestarian alam dan juga untuk ikut mengurangi pemanasan global, go green lah”, ujarnya menirukan kampanye-kampanye lingkungan yang sering dilihatnya di televisi.

terakhir ini pohon Albasia mulai dilirik petani untuk dikembangkan karena keuntungannya yang menggiurkan. “Kalau panen harganya lumayan, bisa mencapai Rp. 1,2 juta per m3-nya”, tambahnya. Biyah bukanlah pemilik kebun ini, ia beserta rekan-rekannya dipercaya oleh pemilik lahan untuk menanam pohon Albasia. Sempat merantau ke Kota Bandung, setelah 6 tahun Biyahmemutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Di kota pendapatan yang didapatnya tidak

alau lihat orang lain usahanya bagus, pasti yang lain juga akan meniru”, kalimat ini yang K

diungkapkan oleh Biyah pemuda setempat yang kami temui sedang mencangkul areal perekebunan di salah satu kawasan Arjasari (4/12/11). Biyah sedang mempersiapkan sekitar lahan sekitar 1,5 Ha, “Mau ditanami ubi jalar dulu sebelum ditanam pohon Albasia”, tuturnya. Untuk lahan seluas itu rencananya akan ditanami sekitar 4.000 bibit Albasia. Semenjak dua tahun

SEJAK DINI SUDAH KENAL LESTARI

Foto:

1. Biyah, salah satu pemuda Arjasari yang ingin turut melestarikan desanya.

2. Kawasan hulu Sungai Cirasea yang perlu dijaga kelestariannya.

3. Lahan seluas 1,5 Ha ini akan ditanami kurang lebih 1.000 bibit tanaman Albasiah/Sengon.

“Sambil Bekerja, Sekalian Ikut

Menjaga Kelestarian Alam”

32

1

12 13

Albasia (Parasentiathes Falcataria) sendiri termasuk famili tanaman Mimosaceae, di Pulau Jawa lebih dikenal dengan nama Sengon. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang berakar tunjang, sehingga sesuai untuk ditanam di kawasan lahan kritis. Kayu Sengon memang tidak sekeras kayu pohon Jati, namun dengan penanganan tertentu kayu sengon dapat bertahan hingga 30-45 tahun. Kegunaan kayu sengon pun sangat beragam dari mulai bahan bangunan, furnitur hingga sebagai bahan dasar kertas/pulp. Penanganannya mudah, kesesuaian tumbuhnya tidak sulit dan bahkan menurut beberapa penelitian tanaman Sengon dapat memperbaiki kualitas dan kesuburan tanah. Masa tebang tergolong singkat yaitu 5-10 tahun, lebih cepat dibandingkan dengan tanaman Jati yang mencapai 15-20 tahun. Pola tebang pemanenan juga bisa diatur, sehingga petani dapat memperoleh penghasilan rutin tidak perlu memanen selama lima tahun sekali.

Pemandangan berbeda kami temui ketika kami sampai di sebuah sekolah dasar di Arjasari. Anak-anak sibuk dan berkumpul di beberapa petak yang dinaungi semacam jala tipis. Ada yang menanam biji, memindahkan tanaman ke polibag, memupuk tanaman, dan ada pula yang sedang menyirami tanaman. Nampak juga beberapa guru sedang mendampingi dan menjelaskan kepada murid-murid mengenai apa yang sedang dikerjakan. Ada apakah gerangan? Ternyata siswa SDN Kina Satu yang berlokasi di Desa Pinggirsari Kecamatan Arjasari sedang melakukan kegiatan pembenihan. Siswa dari sekolah lainpun ikut serta, antara lain siswa dari SD Babakan Siliwangi dan MTS At Tarbiyah. Ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan DAS Citarum dengan menanam pohon melalui pendidikan anak sekolah. Bibit yang dipilih untuk disemaikan adalah tanaman Albasia dan Kicareuh tanaman Buhun Sunda yang sudah langka keberadaannya.

Foto:

1. Kegiatan persemaian tanaman keras melalui pendidikan anak sekolah merupakan salah satu langkah awal dalam usaha pemulihan DAS CITARUM.

2. Kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang bermartabat.

1

2

14 15

Albasia (Parasentiathes Falcataria) sendiri termasuk famili tanaman Mimosaceae, di Pulau Jawa lebih dikenal dengan nama Sengon. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang berakar tunjang, sehingga sesuai untuk ditanam di kawasan lahan kritis. Kayu Sengon memang tidak sekeras kayu pohon Jati, namun dengan penanganan tertentu kayu sengon dapat bertahan hingga 30-45 tahun. Kegunaan kayu sengon pun sangat beragam dari mulai bahan bangunan, furnitur hingga sebagai bahan dasar kertas/pulp. Penanganannya mudah, kesesuaian tumbuhnya tidak sulit dan bahkan menurut beberapa penelitian tanaman Sengon dapat memperbaiki kualitas dan kesuburan tanah. Masa tebang tergolong singkat yaitu 5-10 tahun, lebih cepat dibandingkan dengan tanaman Jati yang mencapai 15-20 tahun. Pola tebang pemanenan juga bisa diatur, sehingga petani dapat memperoleh penghasilan rutin tidak perlu memanen selama lima tahun sekali.

Pemandangan berbeda kami temui ketika kami sampai di sebuah sekolah dasar di Arjasari. Anak-anak sibuk dan berkumpul di beberapa petak yang dinaungi semacam jala tipis. Ada yang menanam biji, memindahkan tanaman ke polibag, memupuk tanaman, dan ada pula yang sedang menyirami tanaman. Nampak juga beberapa guru sedang mendampingi dan menjelaskan kepada murid-murid mengenai apa yang sedang dikerjakan. Ada apakah gerangan? Ternyata siswa SDN Kina Satu yang berlokasi di Desa Pinggirsari Kecamatan Arjasari sedang melakukan kegiatan pembenihan. Siswa dari sekolah lainpun ikut serta, antara lain siswa dari SD Babakan Siliwangi dan MTS At Tarbiyah. Ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan DAS Citarum dengan menanam pohon melalui pendidikan anak sekolah. Bibit yang dipilih untuk disemaikan adalah tanaman Albasia dan Kicareuh tanaman Buhun Sunda yang sudah langka keberadaannya.

Foto:

1. Kegiatan persemaian tanaman keras melalui pendidikan anak sekolah merupakan salah satu langkah awal dalam usaha pemulihan DAS CITARUM.

2. Kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang bermartabat.

1

2

14 15

“Penumbuhan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan di sekitar DAS Citarum seyogyanya dilakukan sejak dari usia dini,” demikian tutur Wawan Setiawan, dari Yayasan Bina Mitra,penggagas kegiatan ini. Persemaian bibit tanaman keras ini memang sebuah langkah awal dalam upaya melestarikan kawasan Arjasari yang digagas oleh Yayasan Bina Mitra dalam kerangka program investasi ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program). Sebuah upaya perbaikan dan pengelolaan sumber daya air Sungai Citarum melalui program-program investasi. Tujuan dari program persemaian ini adalah menumbuhkembangkan sejak dini

kecintaan, kepedulian dan kemampuan siswa sekolah terhadap lingkungan di sekitarnya.Furkon Nur Hakim SAg. MpPd, Kepala SDN Kina Satu menjelaskan bahwa di Desa Arjasari kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan masih perlu ditingkatkan. “Biasanya masyarakat kalau sudah menebang, lupa menanam kembali”, ujarnya. Dampak dari banyaknya lahan yang gundul karena pembalakan liar mulai dirasakan dari berkurangnya persediaan-persediaan air terutama di musim kemarau. Sudah lama kondisi ini menjadi bahan pemikirannya. Gayungpun bersambut, sehingga SD Kina Satu dijadikan sebagai tempat kegiatan persemaian bibit tanaman

keras yang rencananya akan ditanam di sekitar lingkungan sekolah dan dibawa pulang untuk ditanam di lingkungan rumah siswa. Furkon berharap murid-muridnya bisa menjadi contoh bagi orang tua, saudara dan orang-orang di sekitarnya untuk melakukan kegiatan penghijauan. “Mudah-mudahan bukan hanya di sekolah kami saja kegiatan ini bisa terus berlanjut, namun juga bisa dilakukan di sekolah-sekolah lainnya,” Kata Furkon tentang usaha perbaikan lingkungan di Arjasari.

“Biasanya Masyarakat Kalau Sudah Menebang

Lupa Menanam Kembali”

Foto:

1. Bibit Tanaman Pohon Kicareuh.

2. Kebun persemaian bibit tanaman keras di halaman sekolah.

3. Furkon Nur Hakim Sag. MpPd, Kepala SDN Kina Satu.

4. Tenaga pembimbing ikut mendampingi siswa dalam kegiatan persemaian ini.

5. Guru-guru di SDN Kina Satu juga terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini.

6. Selain SDN Kina Satu, dalam kegiatan ini juga bergabung siswa-siswi dari SD Babakan Siliwangi dan Mts At Tarbiyah.

1 2 3 4

5 6

16 17

“Penumbuhan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan di sekitar DAS Citarum seyogyanya dilakukan sejak dari usia dini,” demikian tutur Wawan Setiawan, dari Yayasan Bina Mitra,penggagas kegiatan ini. Persemaian bibit tanaman keras ini memang sebuah langkah awal dalam upaya melestarikan kawasan Arjasari yang digagas oleh Yayasan Bina Mitra dalam kerangka program investasi ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program). Sebuah upaya perbaikan dan pengelolaan sumber daya air Sungai Citarum melalui program-program investasi. Tujuan dari program persemaian ini adalah menumbuhkembangkan sejak dini

kecintaan, kepedulian dan kemampuan siswa sekolah terhadap lingkungan di sekitarnya.Furkon Nur Hakim SAg. MpPd, Kepala SDN Kina Satu menjelaskan bahwa di Desa Arjasari kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan masih perlu ditingkatkan. “Biasanya masyarakat kalau sudah menebang, lupa menanam kembali”, ujarnya. Dampak dari banyaknya lahan yang gundul karena pembalakan liar mulai dirasakan dari berkurangnya persediaan-persediaan air terutama di musim kemarau. Sudah lama kondisi ini menjadi bahan pemikirannya. Gayungpun bersambut, sehingga SD Kina Satu dijadikan sebagai tempat kegiatan persemaian bibit tanaman

keras yang rencananya akan ditanam di sekitar lingkungan sekolah dan dibawa pulang untuk ditanam di lingkungan rumah siswa. Furkon berharap murid-muridnya bisa menjadi contoh bagi orang tua, saudara dan orang-orang di sekitarnya untuk melakukan kegiatan penghijauan. “Mudah-mudahan bukan hanya di sekolah kami saja kegiatan ini bisa terus berlanjut, namun juga bisa dilakukan di sekolah-sekolah lainnya,” Kata Furkon tentang usaha perbaikan lingkungan di Arjasari.

“Biasanya Masyarakat Kalau Sudah Menebang

Lupa Menanam Kembali”

Foto:

1. Bibit Tanaman Pohon Kicareuh.

2. Kebun persemaian bibit tanaman keras di halaman sekolah.

3. Furkon Nur Hakim Sag. MpPd, Kepala SDN Kina Satu.

4. Tenaga pembimbing ikut mendampingi siswa dalam kegiatan persemaian ini.

5. Guru-guru di SDN Kina Satu juga terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini.

6. Selain SDN Kina Satu, dalam kegiatan ini juga bergabung siswa-siswi dari SD Babakan Siliwangi dan Mts At Tarbiyah.

1 2 3 4

5 6

16 17

ENGKUS KUSNADI (50), Babinsa Ds. Pinggirsasi yang tergabung pada kesatuan KODIM 0609 Kab. Bandung ini

merasa bangga anak-anak sudah dilibatkan sejak dini dalam kegiatan penghijauan dan pelestarian lingkungan. “Mudah-

mudahan lahan-lahan kritis yang ada disini bisa hijau kembali,” harapnya.

OWI NAHROWI, Tenaga Pendamping Lapangan Yayasan Bina Mitra, Kesadaran untuk menjaga lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Jika siswa sudah terbiasa menjaga lingkungan sekolahnya, diharapkan kebiasaan ini bisa dibawa dan ditularkan di lingkungan tempat tinggalnya. “Supaya ada kader-kader penerus kelestarian lingkungan” ujarnya. Nahrowi berpegang pada kata-kata bijak “Tanamlah Satu Walau Esok Mati”, sebuah amanah yang mempunyai arti agar jangan berhenti berupaya untuk menghijaukan lingkungan.

DEDE, Komite Sekolah SDN Kina Satu. Jika anak-anak di lingkungan sekolah sudah dibiasakan untuk menjaga

kelestarian lingkungan, harapannya apa yang didapatkan di sekolah bisa diterapkan juga di kehidupan sehari-harinya di

lingkungan sekitar mereka.

TAUFIK & HASAN, Kelas 5 & 6 SDN Kina Satu. Merasa sangat senang ikut kegiatan persemaian tanaman, selain

bertemu banyak teman, bisa jadi tahu tentang pencegahan bencana erosi, banjir dan longsor dengan cara penghijauan.

ERNI, Siswi Mts At Tarbiyah, Tinggal di Kampung Citarasa – Desa Arjasari, sudah tiga bulan mengikuti kegiatan persemaian bibit. Menurutnya sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan agar terhidar dari bencana. Keinginannya agar semua generasi muda bisa ikut melaksanakan gerakan pelestarian lingkungan.

Kepala Sekolah SDN Kina Satu menyambut baik kegiatan Pemulihan DAS Citarum yang digagas oleh Yayasan Bina

Mitra sebagai salah satu program investasi dalam kerangka ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resource Management

Investment Program) untuk perbaikan Sungai Citarum.

1 2 3 4

Foto:

1. SDN Kina Satu.

2. Selepas jam pelajaran sekolah atau pada hari Minggu anak-anak melakukan kegiatan ini sebagai salah satu kegiatan ekstrakulikuler.

3. Setelah tumbuh, bibit yang disemaikan pada petak tanah dipindahkan dalam poly bag.

4. Setelah kurang lebih berumur 3 bulan, bibit-bibit ini siap untuk ditanam di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal siswa.

18 19

BERTEMU PARA PENGGIAT LESTARI

ENGKUS KUSNADI (50), Babinsa Ds. Pinggirsasi yang tergabung pada kesatuan KODIM 0609 Kab. Bandung ini

merasa bangga anak-anak sudah dilibatkan sejak dini dalam kegiatan penghijauan dan pelestarian lingkungan. “Mudah-

mudahan lahan-lahan kritis yang ada disini bisa hijau kembali,” harapnya.

OWI NAHROWI, Tenaga Pendamping Lapangan Yayasan Bina Mitra, Kesadaran untuk menjaga lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Jika siswa sudah terbiasa menjaga lingkungan sekolahnya, diharapkan kebiasaan ini bisa dibawa dan ditularkan di lingkungan tempat tinggalnya. “Supaya ada kader-kader penerus kelestarian lingkungan” ujarnya. Nahrowi berpegang pada kata-kata bijak “Tanamlah Satu Walau Esok Mati”, sebuah amanah yang mempunyai arti agar jangan berhenti berupaya untuk menghijaukan lingkungan.

DEDE, Komite Sekolah SDN Kina Satu. Jika anak-anak di lingkungan sekolah sudah dibiasakan untuk menjaga

kelestarian lingkungan, harapannya apa yang didapatkan di sekolah bisa diterapkan juga di kehidupan sehari-harinya di

lingkungan sekitar mereka.

TAUFIK & HASAN, Kelas 5 & 6 SDN Kina Satu. Merasa sangat senang ikut kegiatan persemaian tanaman, selain

bertemu banyak teman, bisa jadi tahu tentang pencegahan bencana erosi, banjir dan longsor dengan cara penghijauan.

ERNI, Siswi Mts At Tarbiyah, Tinggal di Kampung Citarasa – Desa Arjasari, sudah tiga bulan mengikuti kegiatan persemaian bibit. Menurutnya sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan agar terhidar dari bencana. Keinginannya agar semua generasi muda bisa ikut melaksanakan gerakan pelestarian lingkungan.

Kepala Sekolah SDN Kina Satu menyambut baik kegiatan Pemulihan DAS Citarum yang digagas oleh Yayasan Bina

Mitra sebagai salah satu program investasi dalam kerangka ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resource Management

Investment Program) untuk perbaikan Sungai Citarum.

1 2 3 4

Foto:

1. SDN Kina Satu.

2. Selepas jam pelajaran sekolah atau pada hari Minggu anak-anak melakukan kegiatan ini sebagai salah satu kegiatan ekstrakulikuler.

3. Setelah tumbuh, bibit yang disemaikan pada petak tanah dipindahkan dalam poly bag.

4. Setelah kurang lebih berumur 3 bulan, bibit-bibit ini siap untuk ditanam di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal siswa.

18 19

BERTEMU PARA PENGGIAT LESTARI

encana memang tidak tahu kapan terjadinya, namun jika kita siap menghadapi bisa B

meminimalkan dampak yang terjadi”, demikian pesan yang ingin disampaikan oleh siswa-siswi SMK Bina Nusantara Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung pada acara simulasi kebencanaan siang itu. Sekolah ini menjadi salah satu sekolah binaan Yayasan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) yang juga mempunyai kegiatan yang mendukung program investasi ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program). Kawasan Arjasari memang termasuk daerah yang rentan terhadap bahaya bencana, terutama bencana gempa, longsor dan angin puting beliung. Berdasarkan data zonasi kegempaan secara keseluruhan Bandung berada di kawasan medium tinggi karena berada di atas patahan dan cekungan yang lokasinya berdekatan dengan Cimandiri yang berpotensi gempa cukup tinggi. “Lerengnya terjal dan berbukit-bukit, jika

SIAGA BENCANA DI ARJASARI

tidak ada tanaman keras yang menahan tanah, longsor bisa kapan saja terjadi”, demikian penjelasan salah satu guru sejarah yang mengajar di SMK Bina Nusantara. Sedikitnya dua desa di Kecamatan ini terancam tanah ambles dan longsor yaitu Kampung Singaluyu, Desa Wargaluyu, dan Kampung Sukatinggal, Desa Pinggirsari. Kegiatan binaan membangun lingkungan yang lebih aman melalui sekolah dan masyarakat DAS Citarum di Kecamatan Arjasari dilakukan melalui kegiatan ekstrakulikuler siswa diluar jam pelajaran sekolah. Tujuandari kegiatan ini adalah: (1) Membantu meningkatkan pengamanan lingkungan terhadap bencana, melalui penyadaran terhadap lingkungan yang aman serta penyiapan sebuah rencana kesiap-siagaan bencana yang terpadu dan praktis, (2) Menempatkan Anak dan Hak-hak atas perlindungan dan partisipasi Anak dalam pembuatan keputusan dalam kaitan dengan keamanan lingkungan dan upaya Pengurangan Risiko Bencana, (3) Menggali dan mempromosikan lingkungan yang aman dan cara-cara yang menempatkan partisipasi aktif anak dalam penanggulangan bencana serta Pengurangan Risiko Bencana (PRB ).

“Bencana memang tidak tahu

kapan terjadi, kita harus siap

menghadapi ”

Foto:

Para siswa, pendamping dan guru pembimbing berinteraksi dalam sebuah diskusi dalam penilaian kerentanan bencana terhadap sekolah-sekolah dampingan mereka. Hasil penilaian tersebut mereka tuangkan dalam bentuk maket.

20 21

encana memang tidak tahu kapan terjadinya, namun jika kita siap menghadapi bisa B

meminimalkan dampak yang terjadi”, demikian pesan yang ingin disampaikan oleh siswa-siswi SMK Bina Nusantara Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung pada acara simulasi kebencanaan siang itu. Sekolah ini menjadi salah satu sekolah binaan Yayasan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) yang juga mempunyai kegiatan yang mendukung program investasi ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program). Kawasan Arjasari memang termasuk daerah yang rentan terhadap bahaya bencana, terutama bencana gempa, longsor dan angin puting beliung. Berdasarkan data zonasi kegempaan secara keseluruhan Bandung berada di kawasan medium tinggi karena berada di atas patahan dan cekungan yang lokasinya berdekatan dengan Cimandiri yang berpotensi gempa cukup tinggi. “Lerengnya terjal dan berbukit-bukit, jika

SIAGA BENCANA DI ARJASARI

tidak ada tanaman keras yang menahan tanah, longsor bisa kapan saja terjadi”, demikian penjelasan salah satu guru sejarah yang mengajar di SMK Bina Nusantara. Sedikitnya dua desa di Kecamatan ini terancam tanah ambles dan longsor yaitu Kampung Singaluyu, Desa Wargaluyu, dan Kampung Sukatinggal, Desa Pinggirsari. Kegiatan binaan membangun lingkungan yang lebih aman melalui sekolah dan masyarakat DAS Citarum di Kecamatan Arjasari dilakukan melalui kegiatan ekstrakulikuler siswa diluar jam pelajaran sekolah. Tujuandari kegiatan ini adalah: (1) Membantu meningkatkan pengamanan lingkungan terhadap bencana, melalui penyadaran terhadap lingkungan yang aman serta penyiapan sebuah rencana kesiap-siagaan bencana yang terpadu dan praktis, (2) Menempatkan Anak dan Hak-hak atas perlindungan dan partisipasi Anak dalam pembuatan keputusan dalam kaitan dengan keamanan lingkungan dan upaya Pengurangan Risiko Bencana, (3) Menggali dan mempromosikan lingkungan yang aman dan cara-cara yang menempatkan partisipasi aktif anak dalam penanggulangan bencana serta Pengurangan Risiko Bencana (PRB ).

“Bencana memang tidak tahu

kapan terjadi, kita harus siap

menghadapi ”

Foto:

Para siswa, pendamping dan guru pembimbing berinteraksi dalam sebuah diskusi dalam penilaian kerentanan bencana terhadap sekolah-sekolah dampingan mereka. Hasil penilaian tersebut mereka tuangkan dalam bentuk maket.

20 21

SMK Bina Nusantara menjadi pusat kegiatan pendampingan ini. Saat ini kegiatan awal yang sedang dilaksanakan adalah melakukan pemetaan resiko bencana di lingkungan sekolah. Siswa-siswi yang SMK Bina Nusantara tidak hanya memetakan resiko bencana di lingkungan sekolahnya saja, namun ada tiga sekolah lainnya yang mereka ikut sertakan dalam kegiatan ini yaitu SD Mangun Jaya 1 & 2, SMP Negeri 1 Arjasari, serta SD Paku Sorok. Kegiatan yang mereka lakukan adalah

memberikan penilaian di keempat sekolah tersebut apa saja yang menjadi ancaman bencana di lingkungan sekitarnya, dareah-daerah mana saja yang dinilai aman sebagai daerah evakuasi, dan pembuatan jalur-jalur penyelamatan. Penilaian ini mereka wujudkan dalam sebuah bentuk maket situasi lingkungan untuk keempat sekolah tersebut. Kegiatan lainnya, dengan diarahkan oleh tenaga pendamping siswa-siswa juga dibimbing untuk dapat menilai apakah bangunan yang mereka

gunakan sehari-hari rentan terhadap bahaya bencana. “Harusnya pintu ini menghadap keluar, jadi kalau sewaktu-waktu terjadi gempa pintu dapat mudah didorong keluar. Tiang penyangga atap ini juga sudah perlu diganti karena sudah lapuk, bahaya jika ada gempa karena tiang ini tidak akan mampu menahan atap”, demikian salah satu siswa memberikan penjelasan tentang salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam kesiapsiagaan pengurangan resiko bencana. Penilaiannya sendiri mengacu pada panduan yang sudah

disusun oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Memang, kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan penyadaran terhadap siswa untuk dapat memahami serta mampu melakukan tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan dalam upaya pengurangan resiko bencana. Yanti Sriyulianti, koordinator dari Yayasan Kerlip , mengatakan“Dari kegiatan ini siswa-siswa diharapkan dapat mengkampanyekan kesadaran terhadap risiko bencana di lingkungan sekitarnya. Sehingga masyarakat

terutama pada usia anak memahami penyebab bencana banjir dan longsor serta mampu melakukan tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan dalam upaya pengurangan risiko bencana”.Kegiatan ini belum selesai sampai di sini saja. Di masa mendatang, iswa bersama pihak-pihak pemangku kepentingan di Desa/Kelurahan secara aktif dapat berpartisipasi dalam menilai kerentanan sekolah dan wilayah lingkungan mereka tinggal terhadap bahaya bencana serta terlibat dalam rencana rekomendasi perbaikan

sekolah. Selain itu siswa-siswa diharapkan dapat terlibat langsung sebagai salah satu pengambil keputusan di desa-desa dalam membentuk rencana kesiapan menghadapi bencana khususnya di lingkungan sekolah dalam forum musyawarah tingkat Kabupaten. Jika sekolah aman tentunya siswa-siswa dapat belajar dengan tenang dan nyaman.

Foto:

1. “Daerah ini berbahaya bagi siswa dan tidak layak dijadikan jalur evakuasi. Dikawatirkan siswa akan terjatuh jika lari menuju titik kumpul”, salah satu guru memberika pengarahan.

1 2 3

Foto:

2. Salah satu metode yanbg digunakan dalam pengidentifikasian dan penilaian kerentanan terhadap bencana adalah dengan membuat maket.

3. Seorang siswa tengah mempresentasikan pengetahuannya seputar bencana di hadapan siswa lainnya.

22 23

SMK Bina Nusantara menjadi pusat kegiatan pendampingan ini. Saat ini kegiatan awal yang sedang dilaksanakan adalah melakukan pemetaan resiko bencana di lingkungan sekolah. Siswa-siswi yang SMK Bina Nusantara tidak hanya memetakan resiko bencana di lingkungan sekolahnya saja, namun ada tiga sekolah lainnya yang mereka ikut sertakan dalam kegiatan ini yaitu SD Mangun Jaya 1 & 2, SMP Negeri 1 Arjasari, serta SD Paku Sorok. Kegiatan yang mereka lakukan adalah

memberikan penilaian di keempat sekolah tersebut apa saja yang menjadi ancaman bencana di lingkungan sekitarnya, dareah-daerah mana saja yang dinilai aman sebagai daerah evakuasi, dan pembuatan jalur-jalur penyelamatan. Penilaian ini mereka wujudkan dalam sebuah bentuk maket situasi lingkungan untuk keempat sekolah tersebut. Kegiatan lainnya, dengan diarahkan oleh tenaga pendamping siswa-siswa juga dibimbing untuk dapat menilai apakah bangunan yang mereka

gunakan sehari-hari rentan terhadap bahaya bencana. “Harusnya pintu ini menghadap keluar, jadi kalau sewaktu-waktu terjadi gempa pintu dapat mudah didorong keluar. Tiang penyangga atap ini juga sudah perlu diganti karena sudah lapuk, bahaya jika ada gempa karena tiang ini tidak akan mampu menahan atap”, demikian salah satu siswa memberikan penjelasan tentang salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam kesiapsiagaan pengurangan resiko bencana. Penilaiannya sendiri mengacu pada panduan yang sudah

disusun oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Memang, kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan penyadaran terhadap siswa untuk dapat memahami serta mampu melakukan tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan dalam upaya pengurangan resiko bencana. Yanti Sriyulianti, koordinator dari Yayasan Kerlip , mengatakan“Dari kegiatan ini siswa-siswa diharapkan dapat mengkampanyekan kesadaran terhadap risiko bencana di lingkungan sekitarnya. Sehingga masyarakat

terutama pada usia anak memahami penyebab bencana banjir dan longsor serta mampu melakukan tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan dalam upaya pengurangan risiko bencana”.Kegiatan ini belum selesai sampai di sini saja. Di masa mendatang, iswa bersama pihak-pihak pemangku kepentingan di Desa/Kelurahan secara aktif dapat berpartisipasi dalam menilai kerentanan sekolah dan wilayah lingkungan mereka tinggal terhadap bahaya bencana serta terlibat dalam rencana rekomendasi perbaikan

sekolah. Selain itu siswa-siswa diharapkan dapat terlibat langsung sebagai salah satu pengambil keputusan di desa-desa dalam membentuk rencana kesiapan menghadapi bencana khususnya di lingkungan sekolah dalam forum musyawarah tingkat Kabupaten. Jika sekolah aman tentunya siswa-siswa dapat belajar dengan tenang dan nyaman.

Foto:

1. “Daerah ini berbahaya bagi siswa dan tidak layak dijadikan jalur evakuasi. Dikawatirkan siswa akan terjatuh jika lari menuju titik kumpul”, salah satu guru memberika pengarahan.

1 2 3

Foto:

2. Salah satu metode yanbg digunakan dalam pengidentifikasian dan penilaian kerentanan terhadap bencana adalah dengan membuat maket.

3. Seorang siswa tengah mempresentasikan pengetahuannya seputar bencana di hadapan siswa lainnya.

22 23

DISKUSI. Siswa-siswa melakukan diskusi terhadap rencana penghijauan di lingkungan sekolahnya.

PEMETAAN. Proses pemetaan dilakukan setelah melakukan obervasi lapangan sebagai salah satu metode penilaian kerentanan terhadap bencana.

IDENTIFIKASI, Siswa melakukan identifikasi permasalahan yang terkait dengan kerentanan dalam menghadapi bencana.

hasil identifikasi ini kemudian didiskripsikan dalam sebuah bagan atau skema.

1 2

24

Foto:

1. Plafon dalam salah satu ruang kelas SMPN 1 Arjasari yang sudah rusak dan berbahaya bagi siswa.

2. Dinding yang sudah retak juga tidak aman jika terjadi bencana gempa.

PENGHIJAUAN. Salah satu upaya siswa untuk melestarikan lingkungan sekolahnya adalah dengan melakukan

penghijauan. Bibit tanaman yang ditanam didapat dari hasil kunjungan studi banding di SMPN 11 Kota Bandung.

Siswa-siswi SMK Bina Nusantara juga terlibat dalam kegiatan Konferensi Membangun Budaya Aman Dari Bencana yang dilakukan di Jakarta sebagai salah satu bagian kegiatan advokasi siswa dalam mendukung terwujudnya sekolah aman.

PENDAMPING. Guru-guru juga terlibat aktif dalam membimbing siswa pada kegiatan ini.

3 4

Foto:

3. Atap bangunan di SMK Bina Nusantara yang rentan akan bahaya angin puting beliung yang kerap terjadi di Kawasan Arjasari .

4. Kamar mandi di SD Sinar Jaya 01 ini juga kurang layak pakai untuk siswa-siswi.

25

DISKUSI. Siswa-siswa melakukan diskusi terhadap rencana penghijauan di lingkungan sekolahnya.

PEMETAAN. Proses pemetaan dilakukan setelah melakukan obervasi lapangan sebagai salah satu metode penilaian kerentanan terhadap bencana.

IDENTIFIKASI, Siswa melakukan identifikasi permasalahan yang terkait dengan kerentanan dalam menghadapi bencana.

hasil identifikasi ini kemudian didiskripsikan dalam sebuah bagan atau skema.

1 2

24

Foto:

1. Plafon dalam salah satu ruang kelas SMPN 1 Arjasari yang sudah rusak dan berbahaya bagi siswa.

2. Dinding yang sudah retak juga tidak aman jika terjadi bencana gempa.

PENGHIJAUAN. Salah satu upaya siswa untuk melestarikan lingkungan sekolahnya adalah dengan melakukan

penghijauan. Bibit tanaman yang ditanam didapat dari hasil kunjungan studi banding di SMPN 11 Kota Bandung.

Siswa-siswi SMK Bina Nusantara juga terlibat dalam kegiatan Konferensi Membangun Budaya Aman Dari Bencana yang dilakukan di Jakarta sebagai salah satu bagian kegiatan advokasi siswa dalam mendukung terwujudnya sekolah aman.

PENDAMPING. Guru-guru juga terlibat aktif dalam membimbing siswa pada kegiatan ini.

3 4

Foto:

3. Atap bangunan di SMK Bina Nusantara yang rentan akan bahaya angin puting beliung yang kerap terjadi di Kawasan Arjasari .

4. Kamar mandi di SD Sinar Jaya 01 ini juga kurang layak pakai untuk siswa-siswi.

25

SISWA-SISWI SDN KINA SATU KECAMATAN ARJASARI

SISWA-SISWI SMK BINA NUSANTARA KECAMATAN ARJASARI

26

SISWA-SISWI MTS AT TARBIYAH KECAMATAN ARJASARI

SISWA-SISWI SMK BINA NUSANTARA KECAMATAN ARJASARI

27

SISWA-SISWI SDN KINA SATU KECAMATAN ARJASARI

SISWA-SISWI SMK BINA NUSANTARA KECAMATAN ARJASARI

26

SISWA-SISWI MTS AT TARBIYAH KECAMATAN ARJASARI

SISWA-SISWI SMK BINA NUSANTARA KECAMATAN ARJASARI

27