Membangun Masa Depan Keselamatan Versi 1 July 2013

166
1 Pendahulu an 1

description

transportasi

Transcript of Membangun Masa Depan Keselamatan Versi 1 July 2013

Draft Ren Aksi Polri dlm RUNK Draft Ren Aksi Polri dlm RUNK Draft Ren Aksi Polri dlm RUNK 1Pendahuluan

1. Latar BelakangPolri mencatat dan mengumumkan secara resmi bahwa jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010 adalah 31.234 orang (Laporan Tahunan Korlantas, 2011). Jumlah korban kemudian meningkat menjadi 32.657 pada tahun 2011 dengan variasi penyebab yang semakin kompleks. Beberapa ahli pada bidang keselamatan lalu lintas bahkan memperkirakan jumlah korban tersebut di atas 40.000 jiwa (INDII-AusAID, 2010).

Dampak kecelakaan lalu lintas menyebabkan kerugian ekonomi nasional sebesar 2,9% dari Pendapatan Bruto domestic atau Gross Domestic Product (Pustral-UGM, 2007). Nilai ini lebih besar dibandingkan yang diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia sebesar 2% (WHO, 2004). Kesejahteraan keluarga yang terlibat kecelakaan cenderung terjadi kemiskinan (Sutomo, 2004). Akibatnya, tingginya kecelakaan dan resiko ekonomi yang dihadapi oleh keluarga-keluarga korban dapat mendistorsi hasil pembangunan nasional yang telah dicapai bersama.Pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan Dekade Aksi Keselamatan jalan (Decade of Action for Road Safety) tahun 2011-2020 yang menargetkan penurunan 50% korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia. Didasari oleh deklarasi ini, Pemerintah Indonesia menetapkan target untuk mengurangi jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas 50% pada tahun 2020 dan 80% pada tahun 2035, dengan menggunakan baseline data tahun 2010. Indonesia bertekad untuk menjadi negara terbaik di bidang keselamatan jalan di Asia Tenggara pada 2035.Dalam publikasi resmi UN WHO Data systems: a road safety manual for decision-makers and practitioners, mengutip Towards Zero: Ambitious road safety targets and the safe system approach[footnoteRef:1] dijelaskan bahwa sebuah system keselamatan (safe System) lalu lintas merupakan sebuah strategi dan pendekatan yang sangat efektif dalam menciptakan lalu lintas yang lebih selamat bagi seluruh pengguna jalan. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun system lalu lintas jalan yang dapat mengakomodir kesalahan pengguna jalan (human error) dan mempertimbangkan rentannya tubuh manusia terhadap luka dan dampak dari sebuah kecelakaan lalu lintas. Meskipun demikian, fokus utama dari pendekatan ini adalah pencegahan kesalahan yang dilakukan oleh pengguna jalan. [1: Towards Zero: Ambitious road safety targets and the safe system approach. Paris, Organisation for Economic Cooperation and Development/International Transport Forum, 2008 ]

Gambar 1: Sistem Keselamatan Lalu Lintas (Safe System)Tujuan dari system ini adalah mencegah akibat fatal kecelakaan lalu lintas yang dapat bersumber dari kesalahan manusia itu sendiri (human error), desain kendaraan, desain jalan dan lingkungan sekitarnya. Dengan mengidentifikasi factor-faktor utama kesalahan dan ketidaksempurnaan system tersebut Manusia, Kendaraan, Jalan dan Lingkungannya akan diarahkan pada situasi dan kondisi yang lebih selamat dan memiliki resiko sekecil mungkin untuk terlibat dalam sebuah kecelakaan atau resiko menjadi korban dalam sebuah kecelakaan. Pendekatan ini harus dilakukan secara terintegrasi dari seluruh kemungkinan dilakukannya perbaikan dan penyempurnaan system dengan prioritas utama pengendalian kecepatan, laik fungsi kendaraan dan laik fungsi jalan dan lingkungannya. Pendekatan ini akan menggantikan pendekatan tradisional di bidang pencegahan kecelakaan yang selalu berfokus pada factor kesalahan manusia. Bersamaan dengan dimulainya Dekade Aksi Keselamatan oleh PBB di seluruh dunia. Pendekatan system keselamatan diadopsi banyak negara dalam menjalankan program-program keselamatan lalu lintas Oleh karena itu diperlukan sebuah grand strategi berupa Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan yang akan menjadi pedoman, arah kebijakan dan strategi bagi seluruh Pemangku Kepentingan dalam mewujudkan keselamatan di jalan. (Pasal 203 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Untuk itu pula, dalam rangka memenuhi program DoA for Road Safety Perserikatan BangsaBangsa maka sepuluh tahun pertama dari RUNK Jalan ini ditetapkan menjadi program Dekade Aksi Keselamatan Jalan Republik Indonesia 2011-2020 dan menggunakan pendekatan system keselamatan yang disesuaikan dengan persoaan dan kondisi lalu lintas yang ada Indonesia.

Gambar 2: Sistematika RUNK dan DoA dimana DoA 2011-2020 (10 Tahun) menjadi bagian dari RUNK 2011-2035 (25 Tahun)Polri memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai Negara dengan keselamatan jalan terbaik di Asia Tenggara melalui penyusunan rencana aksi Polri di bidang keselamatan lalu lintas. Rencana Aksi Polri dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) ini akan memudahkan perencanaan program yang harmonis antara Polri dan Pemangku Kepentingan lainnya guna menjamin terwujudnya pengurangan 50% korban meninggal dunia di jalan.2. Maksud dan TujuanMaksud dari rencana aksi polri ini adalah sebagai panduan dan pedoman dalam penyusunan program-program keselamatan dan rencana-rencana kegiatannya di setiap satuan kepolisian, memonitor dan mengevaluasi kebijakan, langkah-langkah, dan hasil yang dicapai. Tujuan dari buku rencana aksi ini adalah a. Menegaskan Komitmen Polri untuk bersinergi mewujudkan visi jangka menengah dan jangka panjang di bidang keselamatan lalu lintas jalan dengan seluruh mitra keselamatan lalu lintas jalan, yaitu Kementerian dan Lembaga, Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten, Lembaga non pemerintahan dan seluruh komponen masyarakat b. Menyediakan Kerangka Kerja (framework) bagi programprogram keselamatan lalu lintas jalan yang dilaksanakan oleh seluruh Institusi kepolisian dan mitra-mitranya di seluruh Indonesia yang akan mendukung tercapainya visi keselamatan lalu lintas nasionalc. Mendukung strategi lain yang dikembangkan oleh para pemangku kepentingan di bidang keselamatan jalan, seluruh mitra-mitra Polri dan masyarakat umum yang sejalan dengan RUNK.d. Membantu tercapainya target-target di bidang lain yang secara langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan kualitas keselamatan lalu lintas jalan, antara lain Efisiensi Ekonomi, Kelestarian Lingkungan Hidup, Pemerataan Pembangunan Nasional dan Kesejahteraan Sosial.3. Ruang LingkupRuang Lingkup Rencana Aksi Polri dalam mendukung Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan ini dibatasi pada 10 tahun pertama yaitu Tahun 2011-2020 (2 kali 5 tahun). 4. SistematikaBab I menjelaskan latar belakang rencana aksi polri ini yang berangkat dari amanat UU 22/2009 dan Deklarasi PBB 2010 tentang Dekade Aksi Keselamatan. Maksud dan tujuan, serta metode dan ruang lingkup dijelaskan pula pada bab iniBab II berisi tentang gambaran kondisi keselamatan lalu lintas saat ini di seluruh IndonesiaBab III berisi tentang tantangan dan prediksi permasalahan keselamatan lalu lintas di Indonesia pada masa yang akan datang khususnya hal-hal yang menjadi tanggung jawab PolriBab IV berisi tentang konsep keselamatan berlalu lintas melalui pendekatan 5 Pilar keselamatanBab V berisi tentang Pilar I Manajemen Keselamatan Lalu Lintas, Rencana Aksi, Sub Rencana Aksi dan Kegiatan. Bab ini juga menjelaskan tentang strategi, elemenelemen manajemen keselamatan, pentahapan atau waktu pelaksanaan program serta pendanaan kegiatan-kegiatan. Bab VI berisi tentang Pilar II Kendaraan yang berkeselamatan, Rencana Aksi, Sub Rencana Aksi dan Kegiatan. Bab ini juga menjelaskan tentang strategi, elemenelemen kendaraan yang berkeselamatan, pentahapan atau waktu pelaksanaan program serta pendanaan kegiatankegiatan.Bab VII berisi tentang Pilar III Jalan yang berkeselamatan, Rencana Aksi, Sub Rencana Aksi dan Kegiatan. Bab ini juga menjelaskan tentang strategi, elemen-elemen Jalan yang berkeselamatan, pentahapan atau waktu pelaksanaan program serta pendanaan kegiatan-kegiatan.Bab VIII berisi tentang Pilar IV Pengguna Jalan yang berkeselamatan, Rencana Aksi, Sub Rencana Aksi dan Kegiatan. Bab ini juga menjelaskan tentang strategi, elemenelemen Pengguna jalan yang berkeselamatan, pentahapan atau waktu pelaksanaan program serta pendanaan kegiatan-kegiatan.Bab IX berisi tentang Pilar V Respon Pasca Kecelakaan, Rencana Aksi, Sub Rencana Aksi dan Kegiatan. Bab ini juga menjelaskan tentang strategi, elemen-elemen respon pasca kecelakaan, pentahapan atau waktu pelaksanaan program serta pendanaan kegiatan-kegiatan.Bab X berisi tentang penataan kegiatan, antisipasi terhadap resiko kegagalan dan evaluasi berkelanjutan rencana aksi Polri ini.

2Kondisi Keselamatan Saat Ini Dan Proyeksi Masa Depan

1. Gambaran umum Keselamatan jalan di IndonesiaKeselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalulintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan dan / atau lingkungan. Oleh karena itu, sasaran langsung (direct objective) dari Keselamatan Lalu Lintas adalah mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan seluruh jenis kendaraan dan pengguna jalan, mengurangi tingkat keparahan (fatalitas) korban kecelakaan lalu lintas. Namun demikian harus dipahami bahwa beberapa ruas jalan atau lokasi merupakan tempat dimana sering terjadi kecelakaan lalu lintas, beberapa jenis kendaraan bermotor, dan beberapa kelompok pengguna jalan, misalnya kelompok berdasarkan usia (muda), memiliki catatan kejadian dan korban yang lebih tinggi dibandingkan kategori lainnya. Dan dengan demikian, permasalahan keselamatan lalu lintas juga merupakan implikasi dari permasalahan keadilan, kesamaan status dan kesamaan hak yang terjadi di jalan-jalan di Indonesia. Sub bab berikut ini menjelaskan tentang gambaran umum keselamatan lalu lintas di Indonesia Beberapa catatan statistik kecelakaan lalu lintas dan korbannya adalah sebagai berikut:a. Data kecelakaan tahun 2010 menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas jalan di Indonesia telah mengakibatkan 31.234 orang atau sekitar 86 orang meninggal setiap harinya. Tahun 2011, korban meningkat menjadi 32.657 orang[footnoteRef:2]. Jumlah korban tersebut berasal dari 108.000 kejadian di tahun 2010 dan 109.000 kejadian di tahun 2011. Tahun 2010 merupakan tahun dasar yang digunakan sebagai dasar pembanding pencapaian sasaran RUNK dan DoA. [2: Sumber Data Laporan Tahunan Korlantas Polri Tahun 2010 dan 2011 ]

Grafik 2: Baseline Data 2010 dan Prediksi Pengurangan 50% pada tahun 2020 dan prediksi pengurangan 80% pada tahun 2035 (Grafik dengan garis berwarna merah) dan prediksi tanpa implementasi RUNK (Grafik dengan garis berwarna Biru),b. Loss productivity dari korban dan kerugian material akibat kecelakaan tersebut diperkirakan mencapai 2,9 - 3,1% dari total PDB Indonesia, atau setara dengan Rp 205 220 trilyun pada tahun 2010 dengan total PDB mencapai Rp7.000 trilyun.c. Rasio fatalitas terhadap 10.000 kendaraan yang terdaftar di kepolisian adalah sebesar 4.31 pada tahun 2010, dan sebesar 3.70 pada tahun 2011. Sementara itu, rasio fatalitas terhadap 100.000 penduduk adalah 9.53.

Table 1: Perbandingan Data Korban Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2010 dan 2011- interim2. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan keselamatan lalu lintas (legislasi)Undang-Undang 22 tahun 2009 membagi kewenangan tentang permasalahan lalu lintas kepada beberapa Kementerian, Lembaga dan pemerintahan daerah selaku pemangku kepentingan (stake holder), namun tidak menunjuk atau membentuk lembaga yang menjadi leading agency di bidang keselamatan lalu lintas. Dengan kerangka kerja (institutional framework) model ini maka tidak terdapat pendanaan khusus di bidang keselamatan lalu lintas dalam anggaran kerja kementerian dan lembaga. Untuk itu, pembentukan Forum LLAJ serta tugas-tugas forum dalam menangani permasalahan keselamatan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2011 tentang Forum LLAJ.Pada tahun 2011, Strategi dan target yang akan diterapkan dalam mengatasi permasalahan keselamatan lalu lintas dicapai melalui Rencana Umum Nasional Keselamatan yang di amanatkan dalam Pasal 203. RUNK tersebut telah disusun dengan menunjuk Bappenas sebagai dirijen dalam memadukan program-program keselamatan yang dilaksanakan oleh pada pemangku kepentingan keselamatan lalu lintas. RUNK disusun dengan mengadopsi pendekatan 5 Pilar Keselamatan.Kewajiban untuk mengenakan sabuk pengaman (safety belt) bagi pengemudi dan penumpang di sebelah pengemudi diatur dalam Pasal 106 UU 22/2009, namun belum terdapat aturan penggunaan sabuk keselamatan belt untuk penumpang di belakang pengemudi.Ketentuan mengenai penggunaan helm sudah ada, baik untuk pengemudi maupun penumpang.Beberapa aturan yang terkait yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas keselamatan lalu lintas, namun belum tersedia, antar lain:a. Belum ada aturan mengenai tempat duduk anak-anak dan bayi (child restrain) b. Belum ada aturan mengenai kandungan alcohol dalam tubuh pengemudi (BAC atau Blood Alcohol Contain) sehingga penegakan hukum terhadap permasalahan ini belum terlaksana dengan baik.c. Sistem Penalti atau demerit untuk pelanggaran lalu lintas telah dinyatakan dalam UU 22/2009 namun belum memiliki peraturan pelaksanaan sehingga belum dapat diterapkan terhadap para pengemudi yang melakukan pelanggaran atau terlibat kecelakaan lalu lintas.d. Aturan mengenai larangan penggunaan handphone pada saat mengemudi termasuk SMS atau Text telah dicantumkan dalam UU No.22/2009 namun penegakan hukum terhadap pelanggaran ini belum terlaksana.e. Ketentuan tentang Audit Keselamatan Jalan dan Analisis mengenai Dampak Lalu Lintas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2012 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, namun belum berjalan dengan baik.3. Faktor Manusia sebagai pengguna jalanFaktor manusia merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan lalu lintas. Manusia dapat menjadi factor utama atau factor modifikasi[footnoteRef:3] dalam sebuah kecelakan lalu lintas. Study menunjukkan bahwa 94% kecelakaan lalu lintas berhubungan dengan factor manusia. [3: Pengertian factor modifikasi adalah keterlibatan factor manusia dalam menghadapi permasalahan keselamatan yang berkaitan dengan factor kendaraan dan factor jalan. Faktor kendaraan dan factor jalan dapat merupakan penyebab utama kecelakaan lalu lintas, namun manusia sebagai pengambil keputusan dan tindakan dapat mengurangi atau menghilangkan factor tersebut sehingga kecelakaan dapat dihindari. ]

Dalam pemahaman tentang kecelakaan lalu lintas, unsur terpenting adalah korban manusia. Oleh sebab itu dalam pengkategorian kecelakaan maka klasifikasi kecelakaan ditentukan atas dasar tingkat keparahan korban. Laka lantas dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut:a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang.c. Kecelakaan Lalu Lintas berat yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.Faktor manusia dalam keselamatan lalu lintas berkaitan dengan keadaan fisik dan psikologi seseorang. Secara fisik, tubuh manusia tidak dirancang untuk bergerak dalam kecepatan tinggi khususnya pada saat mengalami benturan fisik dengan objek lainnya sehingga akibat yang ditimbulkan dalam sebuah peristiwa kecelakaan dengan kecepatan tinggi akan berakibat fatal terhadap tubuh manusia bahkan dapat menyebabkan kehilangan nyawa. Secara psikologi, misalnya konsentrasi sesorang pada waktu mengemudi, dipengaruhi oleh factor internal, yaitu: latar belakang pengetahuan, keterampilan, wawasan, pengalaman, logika, kondisi kesehatan, kelelahan, stress, serta tekanan atas permasalahan pribadi. Sedangkan untuk factor eksternal antara lain cuaca, penggunaan handphone dan pesan teks atau gadget-gadget, keberadaan alat-alat atau teknologi lain pada kendaraan, dan hal-hal lain yang berasal dari luar yang mempengaruhi konsentrasi pengemudi.Berdasarkan data korban kecelakaan berdasarkan usia, kecenderungan kelompok usia korban tertinggi adalah usia 16-30 tahun yang merupakan usia dalam kelompok produktif. Namun disisi lain peningkatan atau pertumbuhan jumlah korban tertinggi justru pada usia 0-9 tahun[footnoteRef:4], yang merupakan anak-anak dan bukan merupakan pengemudi. Penurunan jumlah korban terbesar ditunjukkan oleh kelompok usia sangat dewasa 51 tahun ke atas. Secara keseluruhan terdapat penambahan korban mecapai 2000 orang pada semua jenis korban (MD, LB dan LR). Perhatikan Tabel di bawah ini: [4: Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas tahun 2010 dan 2011, dalam laporan tahunan Korlantas Polri 2012. ]

Grafik 3: Jumlah korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan kelompok usia. 4. Kendaraan (statistic kendaraan Nasional/Propinsi, jenis dan tipe)Jumlah kendaraan yang terdaftar di Polri pada tahun 2011 adalah 78.707.486 unit yang terdiri dari 65.008.424 sepeda motor, 8.833.335 mobil penumpang, 1.143.807 bus dan 3.446.940 truk/mobil barang dan 274.980 kendaraan khusus. Selengkapnya pertumbuhan sepeda motor seperti tergambar pada grafik di bawah ini:Grafik 4: Pertumbuhan kendaraan bermotor tahun 2010 dan 2011 Grafik4: Pertumbuhan kendaraan bermotor tahun2010dan 2011 8,148,330 1,095,5543,296,315265,065 60,152,752 8,781,169 1,920,038 4,257,021 270,611 69,204,675

10,000,00020,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 MOPENBUSTRUKRANSUSSPDMTR 20102011

Data kecelakaan Berdasarkan jenis kendaraan memperlihatkan bahwa pengguna sepeda motor tetap menjadi jenis kendaraan yang tertinggi. Pada tahun 2010 tercatat 70,40 % pengguna sepeda motor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada tahun 2011 tercatat 69.95%. Angka ini menunjukkan bahwa kecenderungan pengguna sepeda motor terlibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi dibanding pengguna kendaraan yang lain. Tabel berikut memperlihatkan bahwa pada tahun 2010 dan 2011 ratarata persentase sepeda motor yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas mencapai 70% dari total jumlah kendaraan bermotor,

Terlibat dan Prediksi trend linier keterlibatan setiap jenis kendaraan hingga 2014

Perbandingan tingkat pertumbuhan jalan dan kendaraan menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang jalan semakin jauh tertinggal bila dibandingkan dengan pertumbuhan jalan. Dalam 25 tahun terakhir, 1987 s/d 2011, pertumbuhan kendaraan mencapai hampir 957%, sementara panjang jalan tumbuh 201%. Ini berarti pertumbuhan kendaraan bermotor 4.7 kali pertumbuhan jalan.6. Peran Polri dalam bidang keselamatan lalu lintasPeran kepolisian khususnya Polisi Lalu Lintas dalam mewujudkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia merupakan perwujudan tugas pokok yang diamanatkan dalam undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lints dan Angkutan Jalan. UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa tugas pokok Polri adalah melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Pada bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 22/2009 menjelaskan bahwa rumusan tugas pokok dan fungsi Kepolisian tersebut meliputi urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta Pendidikan berlalu lintas.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 226 mengamanatkan Penyusunan program pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di bawah koordinasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan dengan pola penahapan yang meliputi program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Adapun program-program dimaksud dilaksanakan melalui:a. partisipasi para pemangku kepentingan;b. pemberdayaan masyarakat;c. penegakan hukum; dand. kemitraan global.Selanjutnya, pada Pasal 227 menegaskan bahwa dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara: a. mendatangi tempat kejadian dengan segera;b. menolong korban;c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;d. mengolah tempat kejadian perkara;e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;f. mengamankan barang bukti; dang. melakukan penyidikan perkara.Peran polisi secara tradisional dalam penanganan kecelakaan lalu lintas adalah menyidik perkara untuk membuat terang peristiwa yang terjadi. Peran Polisi ini mengandung konsep Pro Justitia yang bertujuan menentukan pelaku yang bertanggung jawab atas terjadinya sebuah kecelakaan, serta menjamin dipenuhinya keadilan bagi para korban kecelakaan lalu lintas. Konsep pro justitia telah menjadi cara yang efektif untuk menegaskan kewajiban dan tanggung jawab pelaku/penyebab kecelakaan lalu lintas sebagaimana dijelaskan pada Pasal 234 238 Undang-Undang No. 22/2009.Polri menyadari bahwa permasalahan kecelakaan bukan hanya permasalahan pro justitia, tetapi terkait berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat, antara lain permasalahan kesehatan, ekonomi, desain dan teknik jalan, kelaikan kendaraan bermotor, pengembangan teknologi transportasi (intelligent transport system) dan berbagai permasalahan lainnya. Oleh karena itu lah Polri terus mengembangkan perannya di bidang pro engineering, yaitu mendukung kepentingan teknik perekayasaan lalu lintas dan angkutan jalan, guna membantu program-program keselamatan yang berkaitan dengan kualitas pengguna jalan khususnya pengemudi, kelaikan kendaraan, kelaikan fungsi jalan dan lingkungannya, penanganan korban dan pelayanan pasca kecelakaan.Berkaitan dengan permasalahan kecelakaan lalu lintas sebagai penyebab berbagai permasalahan sosial dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat dan untuk menegaskan peran Polri dalam bidang perekayasaan keselamatan (pro engineering), Polri telah memulai dengan penyempurnaan pendataan kecelakaan lalu lintas yang valid dan reliable sehingga dapat menjadi sumber utama pengkajian dan perumusan kebijakan dalam pengembangan program-program keselamatan yang akan dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan.

Gambar 3: Country Profile Indonesia dalam UN WHO Global Status Report 2013

3Tantangan Masa Depan Keselamatan Berlalu Lintas

1. Mewujudkan Visi Keselamatan lalu lintas, yaitu Pengurangan 50% Korban Meninggal dunia pada tahun 2020 dan 80% pada tahun 2035 serta menjadi negara terbaik di Asean di bidang keselamatan lalu lintas (baseline data tahun 2010) Visi pengurangan 50% korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas merupakan visi global yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam deklarasi Dekade Aksi Keselamatan Global dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.Bukan hanya pengurangan 50% korban pada tahun 2020, Polri bersama pemangku kepentingan dan mitra-mitra keselamatan lalu lintas lainnya menyiapkan strategi jangka panjang hingga tahun 2035 dimana pengurangan korban akan mencapai 80% dari jumlah korban pada tahun 2010 (baseline). Pada saat yang bersamaan diharapkan visi jangka panjang untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan keselamatan jalan terbaik di Asia Tenggara dapat terwujud.Sebagai salah satu pemangku kepentingan di bidang keselamatan lalu lintas, Polri berkomitmen untuk mewujudkan visi jangka menengah dan jangka panjang tersebut melalui perencanaan dan implementasi program-program keselamatan serta bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan dan mitra-mitra keselamatan lalu lintas pada tingkat Lokal, Nasional bahkan Internasional. Penyusunan rencana aksi Polri di bidang keselamatan lalu lintas sebagai penjabaran dan tindak lanjut Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) ini akan memudahkan perencanaan program yang harmonis antara Polri dan Pemangku Kepentingan lainnya serta seluruh mitra keselamatan lalu lintas guna menjamin terwujudnya visi tersebut.2. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kepedulian pengemudi terhadap keselamatan lalu lintas dan membangun budaya keselamatan lalu lintas bagi semua pengguna jalanPendidikan dan pelatihan pengemudi yang lebih baik akan memberikan kontribusi besar bagi terwujudnya keselamatan lalu lintas. Pengemudi harus mengetahui dan peduli terhadap segala resiko yang berkaitan dengan pengoperasionalan kendaraan bermotor serta memahami bagaimana berkendara dalam berbagai situasi dan kondisi lalu lintas dengan selamat.Mewujudkan kualitas pengemudi yang berkeselamatan berkaitan erat dengan berbagai faktor karakteristik individu yang menjadi latar belakangnya. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah: a. Karakteristik demografi: gender, usia, pendidikan, pendapatan, dllb. Karakteristik personal: bentuk fisik, emosional, sensation seeking, cognitif, cacat tubuh / kelemahan fisikc. Attitude: sikap terhadap pengguna jalan lain, sikap terhadap keselamatan, d. Pengalaman dan motivasi: lama mengemudi, turist/wisata, dll Reason et al., (1990) menjelaskan tiga jenis kesalahan pengemudi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, yaitu:a. Kelalailan dan kelengahan yang berasal dari tindakan yang sengaja dilakukan tanpa memahami konsekuensi dan akibatnya. Slips and lapses deviating from the intended action without being aware of itb. Kesalahan, yaitu tindakan yang direncanakan mengakibatkan timbulnya kesalahan tanpa bermaksud melanggar aturan lalu lintas yang berlaku. Mistakes is the planned action is wrong but one intended to follow the rules c. Pelanggaran, yaitu tindakan yang dilakukan dengan sengaja melanggar aturan dan memahami konsekuensi tindakan tersebut. Violations the planned action is deliberately against the rulesSalah satu cara yang harus ditempuh dalam mewujudkan pengemudi yang berkeselamatan lalu lintas adalah melalui pendidikan dan pelatihan serta pengujian yang berbasis keselamatan yang diikuti oleh kontrol-kontrol sosial atau penegakan hukum yang tegas terhadap para pengemudi tersebut. Gambar 4: Deskripsi Model Universal Perilaku Pengemudi menurut ITERATE (2009), Deliverable1.2: Description of Universal Model of Driver behavior (UMD) and definition

of key parameters for specific application to different surface transport domains of application. The ITERATE consortium.Menjadikan keselamatan lalu lintas sebagai budaya merupakan tantangan terberat dari peningkatan kualitas pengemudi dan calon pengemudi. Istilah budaya merupakan cerminan hasil cipta rasa, karsa dan karya yang secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan pendekatan ini, maka dalam jangka panjang kualitas pengemudi akan berkembang semakin baik yang pada akhirnya akan mewujudkan pengemudi-pengemudi yang berkeselamatan lalu lintas.3. Melindungi pengguna jalan yang rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas (Vulnerable road users) yaitu pejalan kaki, pesepeda, pengendara dan penumpang sepeda motor.Siapakah pengguna jalan yang rentan menjadi korban dalam kecelakaan lalu lintas? Mereka adalah setiap orang atau setiap pengguna jalan yang tidak dilindungi oleh rumah-rumahan atau kabin pada saat berada dalam situasi atau aktivitas berlalu lintas. Akibatnya, mereka secara fisik terekspos kepada bahaya pada saat berlalu lintas, bukan hanya terhadap gerakan berlalu lintas kendaraan bermotor lainnya yang lebih superior, tetapi juga menerima dampak residual berupa debu, gas buang (asap), panas, dan suara bising yang dapat mengganggu kesehatan, melelahkan sehingga mengganggu konsentrasi. Yang termasuk dalam kategori pengguna jalan yang rentan menjadi korban adalah Pejalan Kaki, Pesepeda dan Pengendara Sepeda Motor.Minimnya fasilitas atau infrastruktur pelindung bagi kelompok pengguna jalan ini mengakibatkan resiko terlibat dan menjadi korban dalam kecelakaan lalu lintas semakin besar. Bahkan menderita luka fatal yang dapat mengakibatkan kematian atau cacat tubuh (disable).Semakin tinggi kecepatan kendaraan bermotor semakin besar resiko kematian bagi kelompok pengguna jalan yang rentan ini. Kondisi ini dapat diperburuk oleh desain kendaraan bermotor yang tidak/kurang memperhatikan pengurangan resiko bagi kelompok rentan ini.Berikut penjelasan atas kelompok pengguna jalan yang rentan menjadi korban: a. Pejalan Kaki:1) Salah satu diskusi yang paling signifikan di bidang transportasi dan sustainability serta teknik jalan (Road Engineerring) saat ini adalah apakah lingkungan jalan, di mana orang berjalan-jalan dan melakukan aktivitas, telah memenuhi kebutuhan pejalan kaki sebagai manusia. Di Eropa, misalnya, dikenal Charter of Pederstrian Rights 1988, sebuah Piagam tentang Hakhak Pejalan Kaki. Artikel kedua charter ini menyatakan bahwa Pejalan Kaki memiliki hak untuk hidup di pusatpusat perkotaan ataupun pedesaan yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kendaraan bermotor, dan memiliki fasilitas untuk berjalan atau bersepeda. Keberadaan piagam ini mengindikasikan bahwa pembangunan Transportasi dan infrastruktur jalan harus selalu menempatkan kebutuhan pejalan kaki sebagai prioritas utama.b. Di Indonesia, permasalahan pejalan kaki ditegaskan, salah satunya, dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 25 (1) yang menyatakan: Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat. Kata wajib dalam Kamus besar Bahasa Indonesia di artikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan). Sayangnya, meskipun wajib, fasilitas ini hanya dikategorikan perlengkapan jalan, bukan sebagai jalan itu sendiri atau fasilitas utama.c. Berjalan Kaki adalah tipikal moda transport yang terabaikan dalam system transportasi dan teknik jalan. Hampir semua orang cenderung menerima kenyataan bahwa jalan dan sarana prasarana yang ada diperuntukkan bagi kendaraan bermotor. Termasuk Standard, Ketentuan dan Peraturan yang ada, sebagian besar dibuat untuk mengakomodasi permasalahan lalu lintas kendaraan bermotor. Sebuah penelitian oleh Institute for Transport Studies University of Leeds, Inggris (2010) menyatakan: Walking is typically the forgotten mode and consequently low standard walking environments are everywhere. Tidak mengherankan apabila lingkungan jalan bagi pejalan kaki saat ini sangat buruk, tidak dapat dinikmati dan membahayakan keselamatan. Misalnya, ketidaktersediaan trotoar telah memaksa pejalan kaki berjalan di badan jalan dimana akhirnya pejalan kaki harus berkompetisi dengan kenderaan bermotor yang superior. Fasilitas penyeberangan yang sangat minim memaksa pejalan kaki menyeberang pada sembarang tempat dengan hanya mengandalkan kehati-hatian, tanpa perlindungan dan kepastian hak untuk menyeberang.d. Keadaan pejalan kaki semakin diperburuk oleh volume lalu lintas yang padat, kebisingan akibat deru mesin dan produksi asap knalpot yang mengandung carbon (CO dan CO2). Tanpa disadari semua ini harus dialami oleh pejalan kaki. Maka, di daerah tropis yang bersuhu 3035 derajat celcius, seperti Pekanbaru, dengan kondisi lingkungan jalan yang tidak ramah dan legal position yang sangat lemah, rasanya mustahil membujuk orang berjalan kaki. Himbauan-himbauan tentang jalan kaki yang berguna bagi kelestarian lingkungan, kesehatan atau kebugaran fisik, dan peningkatan kualitas hidup serta berkontribusi bagi tercapainya transport goal dengan mudah dibantah oleh keadaan yang ada.e. Mustahil rasanya menikmati jalan raya yang ada sekarang dengan berjalan kaki. Satu-satunya cara untuk menikmati berjalan kaki adalah pergi keluar kota atau ke daerah yang sepi dan berpemandangan indah (aesthetics) yang tidak dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalan-jalan di kota telah kehilangan atmosphere yang menyenangkan. Meskipun semua pemangku kepentingan dan pihak-pihal terkait sepakat bahwa jalan dan lalu lintasnya merupakan urat nadi kehidupan, Pemerintah cenderung berinvestasi terbatas terhadap lingkungan jalan pejalan kaki. Konsentrasi perencanaan transportasi dan teknik jalan sebagian besar diarahkan pada lalu lintas kenderaan bermotor (motorized traffic). Akibatnya, berbagai masalah terus menerus muncul dan harus dihadapi para pejalan kaki.b. Sepeda1) Jalur sepeda adalah jalur khusus yang diperuntukkan untuk lalu lintas pengguna sepeda dan kendaraan yang tidak bermesin yang memerlukan tenaga manusia. Dengan lebar sekurang-kurangnya 1 meter cukup dilewati satu sepeda dengan ruang bebas di kiri dan kanan sepeda yang cukup, dan jalur untuk lalu lintas dua arah sekurang-kurangnya 2 meter.2) Penggunaan sepeda di negara maju sedang trend belakangan ini, disamping untuk mengurangi emisi dan polusi , penggunaan sepeda lebih murah dan menyehatkan badan. Di Prancis terdapat tempat penyewaan sepeda yang sengaja disediakan sebagai sarana transportasi pengganti dari bus, taxi, maupun mobil pribadi, baik untuk bepergian ke kantor maupun ke tempat lainnya. Dan uniknya, bagi yang menyewa sepeda tersebut tidak perlu mengembalikan sepeda ke tempat sewa pertama namun cukup meletakannya di tempat yang tersedia yang tersebar di dalam suatu wilayah.3) Di Indonesia terutama di Jakarta, tepatnya di Jakarta Selatan merupakan tempat pertama pembuatan jalur khusus untuk sepeda di wilayah DKI Jakarta. Memang awalnya jalur tersebut memudahkan pengendara sepeda karena terpisah dari jalur kendaraan lain. Tetapi kini jalur tersebut semakin memprihatinkan karena tidak ada yang melintasi dan bahkan digunakan untuk parkir kendaraan lain sehingga fasilitas mengendara sepeda belum sempurna di Indonesia.c. Sepeda MotorPesatnya pertumbuhan sepeda motor di Indonesia digambarkan dalam grafik berikut ini :

tahun 1987 2011Grafik diatas menggambarkan bahwa pertumbuhan sepeda motor sebelum tahun 1998 cenderung berimbang dengan pertumbuhan kendaraan lainnya. Namun sejak tahun 2000 hingga tahun 2010, pertumbuhan sepeda motor mendesak total jumlah pertumbuhan kendaraan hingga mencapai 80% Pertumbuhan ini disebabkan berbagai faktor antara lain:1) Tidak tersedianya angkutan umum.2) Kemudahan maneuver untuk melintasi ruas-ruas jalan yang macet.3) Mudahnya pembiayaan dan prosedur kredit sepeda motor.4) Biaya operasional dan perawatan yang terjangkau.5) Status sosial bagi pemilik kendaraan bermotor pribadi, termasuk sepeda motor. Sebagai lambang pencapaian sukses dalam pekerjaan dan hidup.6) Jumlah sepeda motor terlibat dalam kecelakaan mencapai 70% dari total kejadian.7) Jumlah pengemudi dan penumpang sepeda motor yang menjadi korban meninggal dunia dalam kecelakaan mencapai 60% dari total korban mati.Tantangan bagi Polri dan semua pemangku kepentingan adalah bagaimana menjamin pengoperasional sepeda motor yang memenuhi standar keselamatan dan mengurangi jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan yang melibatkan sepeda motor?4. Mengurangi faktor-faktor yang mengakibatkan korban fatal yaitu korban Meninggal dunia dan luka berat termasuk cacat tetap (disable) akibat kecelakaan lalu lintas karena Faktor : a. Kecepatan (Speed)b. Tipe tabrakanc. Usia Muda dan Pemula (Young and Novice) : Sebanyak 67% korban kecelakaan berada pada usia 22 50 tahun.5. Menerapkan penegakan hukum secara elektronik (Elektronic Law Enforcement)Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas adalah salah satu bagian terpenting dalam menjamin lalu lintas yang berkeselamatan. Pengawasan terhadap perilaku-perilaku yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten, dengan perkataan lain tidak ada toleransi bagi setiap jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di jalan, dimanapun dan kapanpun pelanggaran tersebut terjadi. Namun demikian, keterbatasan operasional yang dialami para penegak hukum untuk mengawasi situasi lalu lintas sebagaimana digambarkan di atas merupakan tantangan yang harus diatasi, terutama pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan secara massal (banyak pelanggaran dalam waktu yang bersamaan), pada jam-jam dan lokasi dimana jumlah polisi dan penegak hukum lain sangat minim atau bahkan tidak ada sama sekali.Pengawasan terhadap beberapa pelanggaran yang membutuhkan pembuktian yang lebih rumit seperti pelangaran ambang batas kandungan alcohol dalam darah, pelanggaran batas kecepatan maksimum dan minimum, dan pengawsan jam kerja pengemudi. Oleh karena itu, penggunaan peralatan elektronik dan system computer akan menjadi bagian terpenting dalam rangka menjamin perilaku dan kepatuhan para pengguna jalan terhadap regulasi-regulasi keselamatan lalu lintas. Berikut ini beberapa pelanggaran yang akan diawasi dan dikontrol secara elektronik:a. Pelanggaran Batas Kecepatanb. Pelanggaran ambang batas kandungan alcohol dalam darahc. Pelanggaran terhadap Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ( APILL), Marka dan Rambu.d. Pelanggaran terhadap jam kerja pengemudi professional ( angkutan umum orang dan barang )e. Pelanggaran terhadap berat beban maksimum, dimensi dan muatan sumbu terberat kendaraan angkutan barang ( Overloading )f. Pelanggaran dalam bentuk Gangguan / Distraction (HP- telepon dan text, GPS, TV dan Multimedia)4Konsep Dan Pendekatan 5 Pilar

1. Falsafah Rencana AksiSebagaimana dijabarkan dalam RUNK, falsafah dari Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas Polri ini adalah berlanjut, terkoordinasi, dan kebersamaan, berdasarkan pemahaman bahwa keselamatan jalan adalah tanggung jawab setiap orang. Laporan Asian Development Bank (ADB) Tahun 2004 menjelaskan bahwa salah satu kelemahan dari penyelenggaraan keselamatan jalan di Indonesia adalah buruknya koordinasi dan manajemen[footnoteRef:5]. Koordinasi merupakan kunci sukses bagi tercapainya keselamatan jalan di suatu negara. Oleh karena itu, fokus utama Pemerintah adalah memastikan penyelenggaraan keselamatan jalan sebagai tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan secara selaras dan terkoordinasi dengan menerapkan prinsip-prinsip orchestra. [5: Rapor kinerja penyelenggaraan keselamatan jalan Indonesia berada di urutan ke-9 dari 10 Negara Asia Tenggara. Untuk koordinasi dan manajemen, Indonesia berada di urutan ke-10 dari 10 negara Asia Tenggara (ADB, 2004). ]

Gambar 6: Prinsip Orkestra dalam Penyelenggaraan Keselamatan Jalan dimana Gambar 6: Prinsip Orkestra dalam Penyelenggaraan Keselamatan Jalan dimana Dirigen melakukanDirigen melakukan harmonisasi untuk memastikan kesamaan arah penyelenggaraan keselamatan jalanSebuah system keselamatan mempersyaratkan kerjasama yang solid dan pembagian tanggung jawab diantara para pemangku kepentingan, mitra-mitra keselamatan lalu lintas dan seluruh pengguna jalan. Konsep tentang penyelenggaraan system keselamatan jalan ini menggabungkan 5 unsur terkait dalam keselamatan jalan, yaitu: a. Manajemen keselamatan jalan (Road safety management)b. Jalan yang berkeselamatan (Safer road)c. Kendaraan yang berkeselamatan (Safer vehicle)d. Pengguna Jalan yang berkeselamatan (Safer people)e. Respon Pasca Kecelakaan (Post crash response)Kelima unsur ini disebut 5 Pilar Keselamatan Jalan dan saling terkait satu sama lain seperti yang tergambar dalam model keselamatan jalan pada Gambar 6.

Gambar 7: 5 Pilar RUNK membangun sebuah komitmen untuk bersinergi dan berkelanjutan5Pilar 1: Sistem Manajemen Keselamatan

1. Tantangan Yang DihadapiPenggunaan peralatan dan pengolahan data berbasis Geographic Information System (GIS) dalam pemetaan lokasi rawan kecelakaan oleh petugas di lapangan.Dasar kompetensi petugas pencatat kejadian kecelakaan terhadap konsep rekayasa keselamatan jalan.Kesamaan visi dan misi dalam mendorong keselamatan jalan di Indonesia bagi instansi mitra.2. KONDISI EKSISTINGKondisi sampai saat ini, pencatatan mengenai lokasi di satu daerah dengan daerah yang lainnya tidak sama. Sebagian daerah menyertakan posisi patok kilometer jalan dan sebagian tidak. Laboratorium Transportasi UI (2009) menyatakan bahwa terdapat setidak-tidaknya 4 (empat) kelengkapan lokasi kejadian, yaitu: (1) nama ruas jalan; (2) nama kelurahan atau desa; (3) nama kecamatan; dan (4) posisi patok kilometer jalan. Sumber yang sama mendapatkan fakta untuk kondisi pencatatan kecelakaan lalu lintas di ruas Pantai Utara Jawa dan Jalur Lintas Timur Sumatera tahun 2008, sebagai berikut: (1) 54,0% tidak menyertakan posisi patok kilometer jalan (2) 18,18% tidak menyertakan nama kecamatan; (3) 30,48% tidak menyertakan nama kelurahan atau desa; dan (4) 8,29% tidak menyertakan nama ruas jalan. Kualitas data yang seperti disebutkan di atas akan sulit dikaji oleh stakeholder, khususnya untuk mengidentifikasi lokasi rawan kecelakaan. Investigasi kejadian kecelakaan lalu lintas dilakukan oleh petugas dengan kompetensi analisis kecelakaan hanya berorientasi pada penegakan hukum bukan untuk rekayasa. Dengan demikian, informasi yang dikumpulkan oleh petugas tidak cukup untuk keperluan rekayasa keselamatan jalan. Kerjasama di bidang keselamatan lalu lintas pada setiap tahapan peristiwa kecelakaan sebagai langkah dalam 3. KEMANA KITA AKAN MELANGKAHMendorong terselenggaranya koordinasi antar pemangku kepentingan dan terciptanya kemitraan sektoral guna menjamin efektifitas dan keberlanjutan pengembangan dan perencanaan strategi keselamatan jalan.4. APA YANG AKAN KITA LAKUKANPilar 1 Sistem Manajemen Keselamatan ini memiliki 3 (tiga) rencana aksi, meliputi: a. Penyempurnaan sistem pencatatan data kecelakaan lalu lintas; b. Peningkatan kualitas investigasi kecelakaan lalu lintas; dan c. Road Safety Partnership Action (RSPA). Ketiga rencana aksi tersebut diturunkan menjadi beberapa sub-rencana aksi yang memiliki tujuan tujuan tertentu. Setiap sub rencana aksi diturunkan kembali menjadi beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan kewajiban dari setiap bagian. Selain itu, penilaian keberhasilan program dinilai berdasarkan key performance indicator sebagai tahapan monitoring dan evaluasi dari setiap program yang dilaksanakan.5. RENCANA AKSI PENYEMPURNAAN SISTEM PENCATATAN DATA KECELAKAAN LALU LINTASRencana Aksi tersebut dituangkan ke dalam 2 (dua) buah sub rencana aksi, yaitu:a. Penyempurnaan format data kecelakaan lalu lintas; dan b. Analisis sistem pencatatan data kecelakaan lalu lintas secara berkala. Kedua sub rencana aksi tersebut dirancang untuk dapat merangkum seluruh kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kebijakan yang telah dipublikasikan oleh Pemerintah RI.1) Penyempurnaan format data kecelakaan lalu lintas merupakan Sub rencana aksi I bertujuan untuk mempermudah pengolahan dan analisis terhadap data kecelakaan lalu lintas sebagai sumber informasi bagi stakeholder. Sub rencana aksi ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) buah kegiatan, yaitu: a) Penyusunan standardisasi data kecelakaan lalu lintas secara nasional yang terintegrasi; Penyusunan standardisasi data kecelakaan lalu lintas secara nasional yang terintegrasi merupakan suatu kegiatan yang sangat baik. Standarisasi data kecelakaan dimaksudkan supaya informasi yang tercatat di satu daerah dengan daerah yang lain adalah sama dan memiliki kesamaan istilah. Contoh: pencatatan lokasi kejadian kecelakaan lalu lintas. Pencatatan lokasi di satu daerah dengan daerah yang lainnya harus sama. Keterintegrasian data dapat diwujudkan secara nyata jika data kecelakaan lalu lintas dapat diakses oleh stakeholder, baik di pusat maupun di daerah lainnya. Oleh karena itu, data kecelakaan lalu lintas seyogyanya disimpan di dalam basis data dan bersifat digital. Pengusulan penggunaan Geographic Information System (GIS) bisa diterapkan untuk mengidentifikasi lokasi kejadian kecelakaan lalu lintas yang dipadukan dengan sistem teknologi informasi yang sudah dikembangkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.b) Pembuatan pedoman pengisian format data kecelakaan lalu lintas secara baku; Kegiatan selanjutnya adalah membuat pedoman pengisian format data kecelakaan lalu lintas secara baku. Hal ini perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan kegiatan pertama, yaitu standardisasi. Pedoman pengisian format data kecelakaan lalu lintas tersebut menjamiin bahwa setiap petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas akan mencatatkan hal hal yang telah menjadi standar dari pengisiannya. Misalnya: standardisasi penamaan jalan. Banyak kasus yang ditemui mengenai perbedaan penamaan jalan antara jalan Otista dengan jalan Otto Iskandardinata atau jalan Jenderal Sudirman dengan jalan Jend. Sudirman. Kedua penyebutan tersebut benar tetapi pencatatan yang berbeda seperti ini akan sulit diolah oleh sistem teknologi yang sudah ada. Sistem teknologi akan membaca bahwa kedua jalan yang berbeda penulisannya tersebut merupakan jalan yang benar benar berbeda. Selain itu, standardisasi tersebut juga berguna bagi pendefinisian tingkat fatalitas korban, khususnya pembedaan antara korban meninggal dunia dengan korban yang mengalami luka berat. Pendefinisian meninggal dunia di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 43 Tahun 1993 pasal 93 ayat (3) adalah korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada saat setelah kejadian berlangsung atau hingga kurun waktu 30 hari dari kejadian. Kenyataannya informasi yang tercatat dalam Laporan Kepolisian masih saja kondisi korban pada saat setelah kejadian berlangsung. Hal ini perlu diperbaiki mengingat bahwa definisi meninggal dunia sudah dinyatakan dalam kebijakan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wajib mencatat informasi tersebut.c) Pelaksanaan pengisian data kecelakaan lalu lintas. Kegiatan ketiga adalah melaksanakan pengisian data kecelakaan lalu lintas supaya format data yang telah ditetapkan dapat dievaluasi. Tantangan dari kegiatan ini adalah petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas hanya dapat mempelajari format data kecelakaan lalu lintas secara mandiri dengan panduan pedoman sementara itu tidak banyak petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas yang bisa memahami dengan cepat. Tantangan lainnya adalah mencatat suatu kejadian yang hanya mengakibatkan kerugian material dan luka ringan bagi korbannya. Tantangan kedua ini terjadi karena pemikiran yang saat ini muncul baik di masyarakat maupun di petugas pencatat kejadian kecelakaan itu sendiri. Pemikiran bahwa pencatatan kejadian kecelakaan hanya diperlukan untuk ranah hukum dan pencairan klaim asuransi. Indikator utama dari sub rencana aksi penyempurnaan format pendaataan kecelakaan lalu lintas ini adalah: a) Tersedianya format data kecelakaan lalu lintas secara nasional yang terintegrasi. Ukuran keberhasilan ini merupakan fungsi dari waktu yang akan ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam jangka menengah dan jangka panjang.b) Tersedianya pedoman pengisian format kecelakaan lalu lintas secara nasional yang terintegrasi.c) Terlaksananya pengisian data kecelakaan lalu lintas dan terlaporkannya semua kejadian kecelakaan lalu lintas.2) Analisis sistem pencatatan data kecelakaan lalu lintas secara berkala merupakan Sub rencana aksi II yang bertujuan untuk memastikan bahwa bahwa sistem pencatatan yang telah ditetapkan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:a) Pelatihan pengisian data kecelakaan lalu lintas Pelatihan ini bertujuan melatih para petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas untuk mengisi format data kecelakaan lalu lintas yang telah ditetapkan. Kegiatan ketiga ini merupakan kegiatan pelengkap untuk kegiatan pertama dan kegiatan kedua dan paling terakhir dalam sub rencana aksi yag pertama dalam pilar pertama. Kegiatan ini dimaksudkan supaya petugas pencatat kejadian kecelakaan dibantu untuk mempraktekan tugasnya sebelum dilaksanakan di lapangan supaya petugas tersebut dapat dengan tangkas menggunakan format yang telah ditetapkan saat berada di lapangan. Selain itu, pelatihan ini juga dimaksudkan untuk mengevaluasi daftar isi dari format. Jika ada daftar isi yang jarang diisi dan ada penambahan daftar isi secara manual, maka perlu dilakukan revisi format supaya format dapat efektif. Namun demikian terdapat beberapa kendala yang mungkin dihadapi untuk penyelenggaraan kegiatan ketiga pelatihan pengisian format data kecelakaan lalu lintas, sebagai berikut:(1) Pelatihan tersebut ditujukan bagi petugas pencatat kejadian kecelakaan tetapi jika petugas yang dimaksud telah mendapatkan pelatihan dan kemudian mendapatkan penugasan di luar bidang lalu lintas, khususnya di dalam unit kecelakaan, maka tujuan untuk mengikutsertakan petugas tersebut ke dalam pelatihan menjadi tidak lagi bermakna;(2) Daerah mengutus personil yang tidak memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melakukan pencatatan kejadian kecelakaan lalu lintas di lapangan; dan(3) Daerah mengutus personil yang sama dalam beberapa penyelenggaraan pelatihan karena keterbatasan personil di lapangan.b) Monitoring hasil isi data kecelakaan lalulintas Kegiatan kedua adalah memantau hasil pengisian format data kecelakaan lalu lintas. Seperti sudah disampaikan dalam kegiatan pertama di atas bahwa setelah dilakukan pengisian maka seyogyanya dilakukan evaluasi untuk memantau daftar isi. Namun, dalam kegiatan kali ini juga diperlukan pemantauan terhadap daftar isi yang sulit untuk dicatat oleh pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas. Misalnya: petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas selalu kesulitan mengisi kolom patok kilometer jalan jika kejadian kecelakaan berada di perkotaan karena patok kilometer jalan tidak tersedia. Dengan demikian, kegiatan kedua ini dapat mengidentifikasi kesulitan kesulitan semacam ini sehingga dapat dipertimbangkan kembali cara lain bahkan untuk merevisi format data kecelakaan lalu lintas. c) Capacity building untuk analisis data kecelakaan lalu lintas Capacity building tersebut merupakan hal yang wajib dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengingat bahwa salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan analisis dan evaluasi pengurangan serta penanggulangan pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas ( PP 32/2011 psl 16 ayt 2b) dimana Kepolisian Negara Republik Indonesia jarang memiliki personil dengan pengetahuan rekayasa lalu lintas. Indikator utama:a) Terlaksananya pelatihan bagi 20.000 personil petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas serta petugas pencatat kejadian kecelakaan lalu lintas memahami cara pengisian format data kecelakaan lalu lintas.b) Terlaksananya monitoring (pemantauan) kegiatan pengisian format data kecelakaan lalu lintas dan laporan hasil monitoring (pemantauan).c) Terlaksananya pelatihan analisis data kecelakaan lalu lintas bagi 5.000 personil di tiap tingkat provinsi maupun kota/kabupaten (POLDA atau POLRES/TABES).6. RENCANA AKSI PENINGKATAN KUALITAS INVESTIGASI KECELAKAAN LALU LINTASPeningkatan kualitas investigasi kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang perlu dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peningkatan kualitas tersebut dilakukan dari 2 (dua) sisi, yaitu: (1) ketersediaan teknologi; dan (2) kemampuan personil. Oleh karena itu, rencana aksi II tersebut diturunkan menjadi 2 (dua) buah sub rencana aksi, yaitu: a. Peningkatan sarana teknologi pada proses penyidikan kecelakaan lalu lintas; dan b. Peningkatan kemampuan personil. Peningkatan sarana teknologi pada proses penyidikan kecelakaan lalu lintasSub rencana aksi ini bertujuan untuk mendukung scientic investigation dalam penyidikan kecelakaan lalu lintas. Pengejawantahan dari sub rencana aksi tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan, yaitu: a. Menyiapkan sarana teknologi rekonstruksi kecelakaan lalu lintas di tingkat Polda dan Polresb. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempermudah proses penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Menjalin kerjasama dengan instansi terkait (Kemenristek RI, Kemenhub RI, Labfor, ATPM, dan Perguruan Tinggi) dalam penggunaan teknologi rekonstruksi kecelakaan lalu lintas sebagai pembuktian kecelakaan lalu lintas.d. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempermudah penyidikan dalam pencarian bukti dalam ranah penegakan hukum. Peningkatan kemampuan personil Tujuan sub rencana aksi ini adalah meningkatkan kecepatan dan hasil penyidikan serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyidikan kecelakaan lalu lintas dituntut untuk diselesaikan dalam waktu sangat segera dengan tingkat akurasi yang tinggi. Sub rencana aksi ini dibagi menjadi 4 (empat) kegiatan, yaitu: a. Pelatihan penyidikan bagi personil di unit kecelakaan lalu lintas Kegiatan ini dimaksudkan bagi para petugas penyidik di lapangan untuk memahami tata cara penyidikan kecelakaan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan pada sub rencana aksi sebelumnya, yaitu dengan menggunakan sistem dan teknologi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, para penyidik dapat melaksanakan tata cara penyidikan berbasis teknologi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan investigasi akan lebih cepat dan lebih akurat dibandingkan tanpa menggunakan teknologi penyidikan.b. Penyusunan sistem pengawasan dan pengendalian (wasdal) investigasi kecelakaan lalu lintas secara berjenjang; Kegiatan kedua adalah menyusun sistem pengawasan dan pengendalian investigasi kecelakaan lalu lintas secara berjenjang. Kegiatan ini dimaksudkan supaya proses penyidikan di-review oleh pejabat yang berwenang dan tidak bertentangan dengan kebijakan yang berlaku di daerah yang dimaksud. Tantangan yang dihadapi adalah kebutuhan waktu untuk melakukan wasdal investigasi secara berjenjang. Semakin panjang jenjang birokrasinya maka semakin lama juga waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.c. Penilaian kinerja penyidikan oleh personil di unit kecelakaan lalu lintas secara berkala.Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga kualitas penyidikan untuk setiap periode waktu. Tolok ukur keberhasilan kegiatan tersebut adalah terlaksananya kinerja penyidikan kecelakaan lalu lintas dengan pemberian reward and punishment.d. Pelatihan kemampuan analisis kecelakaan lalu lintas yang menonjol. Kegiatan keempat adalah pelatihan kemampuan analisis kecelakaan lalu lintas yang menonjol. Definisi mengenai kecelakaan lalu lintas yang menonjol harus merujuk kepada referensi yang telah mendefinisikannya dan harus dipergunakan secara serempak secara nasional. Indikator utama:a. Terbentuknya Tim TAA (Traffic Accident Analysis) dan Tersedianya peralatan TAA di setiap Polda dan beberapa Polres yang ditunjuk (sesuai situasi dan kebutuhan).b. Terwujudnya MoU dan terlaksananya MoU penggunaan teknologi rekonstruksi kecelakaan lalu lintas.c. Terlaksananya pelatihan penyidikan kepada personil di unit kecelakaan lalu lintas bagi 7.000 personil.d. Terwujudnya kompetensi analis kecelakaan lalu lintas yang menonjol. Kecelakaan yang menonjol biasanya dilakukan dengan melibatkan tingkat pusat. Namun demikian, daerah perlu melakukan analisis awal sebelum analis kecelakaan lalu lintas menonjol turun ke lapangan. 7. RENCANA AKSI ROAD SAFETY PARTNERSHIP ACTION (RSPA)Salah satu pendekatan untuk memecahkan tantangan keselamatan jalan global adalah menggunakan pendekatan kemitraan multi-sektor untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan dalam keselamatan di jalan. Hal ini jelas diakui dalam resolusi PBB tentang keselamatan di jalan yang menyatakan:Solusi untuk krisis keselamatan jalan global hanya dapat diimplementasikan melalui kolaborasi multisektoral dan kemitraan.Melalui Program Road Safety Partnership Action ini diharapkan permasalahan keselamatan di jalan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien karena adanya sinergisitas antar stakeholders dengan tetap memperhatikan rambu-rambu hukum yang berlaku. Kegiatan (program) Road Safety Partnership Action lebih ditekankan kepada upaya-upaya koordinasi antar stake holder di dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menyangkut keselamatan di jalan dari mulai perencanaan, operasionalisasi, sampai dalam tahap evaluasi untuk menentukan kebijakan selanjutnya.Rencana Aksi RSPA terbagi dalam 4 (empat) sub-rencana aksi yaitu: a. Melaksanakan kerjasama pencegahan kecelakaan lalu lintas b. Melaksanakan kerjasama penanganan kecelakaan lalu lintas c. Melaksanakan kerjasama pasca kecelakaan lalu lintas d. Melaksanakan kerjasama untuk melakukan kajian strategis keselamatan lalu lintas. Melaksanakan kerjasama pencegahan kecelakaan lalu lintas Sub-rencana aksi ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas dan sinkronisasi antar stake holder (Polri, KemenPU, Kemenhub, Kemenkes, Kemendiknas, ATPM dan Perusahanperusahan Asuransi. Sub rencana aksi tersebut terbagi dalam 3 (tiga) kegiatan, yaitu: e. Menyiapkan MoU antara Polri dengan KemenPU, Kemenhub, Kemenkes, Kemendiknas, ATPM, dan Perusahaanperusahaan asuransif. MoU diperlukan sebagai pengikat komitmen stakeholder agar kerjasama dilakukan dengan komitmen yang tinggi sehingga program-program yang diselenggarakan secara bersama dapat diwujudkan dengan baik.g. Melaksanakan survey terhadap perilaku berlalu lintas bagi pengguna jalan bekerja sama dengan Kemenhub, KemenPU, dan Perguruan Tinggih. Kegiatan survey bekerjasama dengan Kemenhub, KemenPU, dan Perguruan Tinggi bertujuan agar setiap stakeholder memahami tupoksi masing-masing dalam program pencegahan kecelakaan lalu lintas, karena faktor penyebab kecelakaan merupakan gabungan dari tupoksi stakeholder terkait.i. Menyusun sistem inventarisasi dan pemeliharaan keberhasilan inovasi secara nasional dan regional berbasis kemitraan. Sistem inventarisasi inovasi serta pemeliharaan keberhasilannya merupakan hal yang signifikan agar program-program yang akan, sedang, dan sudah dilakukan dapat dimonitor dan dievaluasi secara berkala. Melaksanakan kerjasama penanganan kecelakaan lalu lintasSub rencana aksi kedua adalah melaksanakan kerjasama penanganan kecelakaan lalu lintas dengan tujuan meningkatkan kecepatan, transparansi, akuntabilitas dan kepastian hukum atas hasil penanganan kecelakaan lalu lintas. Sub rencana aksi tersebut terbagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu: a. MoU Polri dengan KemenPU, Kemenkes, Kemenhub, dan Jasa RaharjaMoU Polri dengan para pemangku kepentingan terkait (KemenPU, Kemenkes, Kemenhub, dan Jasa Raharja) dalam bidang pencegahan, penanganan, dan pasca kecelakaan lalu lintas merupakan bentuk komitmen Polri dan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama meningkatkan keselamatan di jalan melalui programprogram yang akan disusun bersama.b. Pelatihan penanganan kecelakaan lalu lintas dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pemadam Kebakaran, dan Badan SAR Nasional (Basarnas).Pelatihan penanganan kecelakaan lalu lintas dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pemadam Kebakaran, dan Badan SAR Nasional (Basarnas) merupakan program sinergitas yang bertujuan agar korban kecelakaan dapat tertangani dengan cepat dan dapat terselamatkan, mengingat penyebab kecelakaan kemungkinannya merupakan bidang ahli dari pemangku kepentingan terkait. Melaksanakan kerjasama pasca kecelakaan lalu lintasSub rencana aksi ketiga adalah melaksanakan kerjasama pasca kecelakaan lalu lintas yang bertujuan menurunkan tingkat fatalitas korban dan mewujudkan tindak lanjut langkahlangkah perbaikan guna pencegahan kecelakaan lalu lintas. Sub rencana aksi tersebut terbagi dalam 3 (tiga) kegiatan, yaitu: a. MoU Polri dengan KemenPU, Kemenkes, Kemenhub, dan Jasa Raharja.Kerjasama antar Polri dengan stake holders diikat dengan suatu MoU dengan tujuan agar program-program kerjasama yang akan disusun dapat terlaksana efektif dan efisien. b. Menindaklanjuti hasil dari MoU antara Polri dengan KemenPU, Kemenkes, Kemenhub dan Jasa Raharja. MoU yang telah disepakati bersama agar dapat segera ditindaklanjuti dengan mulai menyusun program-program keselamatan jalan bersama sesuai dengan MoU yang berlaku.c. Memantau evaluasi dan update terhadap MoU antara Polri dengan KemenPU, Kemenkes, Kemenhub, dan Jasa Raharja. Evaluasi dan update terhadap MoU antara Polri dengan stakeholders perlu dilakukan mengingat kondisi dan situasi yang juga dinamis sehingga memerlukan penyesuaian kesepakatan antara stake holders. Melaksanakan kerjasama untuk melakukan kajian strategis keselamatan lalu lintasSub rencana aksi keempat adalah melaksanakan kerjasama untuk melakukan kajian strategis keselamatan lalu lintas dengan tujuan mewujudkan kesepakatan antar instansi dalam perumusan kebijakan pembatasan sepeda motor. Sub rencana aksi tersebut tertuang dalam satu kegiatan, yaitu Melakukan kajian strategis pembatasan sepeda motor.Kajian strategis tentang pembatasan sepeda motor dianggap penting mengingat fenomena sepeda motor yang semakin kompleks. Adapun beberapa pasal dalam UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 yang mengatur kebijakan yang berkaitan dengan penataan sepeda motor antara lain adalah Pasal 10, Pasal 11, Pasal 210, dan Pasal 220 berkenaan dengan pengembangan teknologi dan perlengkapan teknologi sepeda motor, Pasal 203 tentang pengembangan program keselamatan kendaraan bermotor, Pasal 12 tentang pendidikan berlalu lintas, dan Pasal 138 tentang kewajiban pemerintah menyedakan angkutan umum. Sepeda motor merupakan penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan lalu lintas, 70% sepeda motor dari seluruh kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas. Perkembangan pasar sepeda motor di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 8.043.535 unit per tahun (Sumber: Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia). Seluruh pemangku kepentingan dan komponen masyarakat perlu merumuskan jalan keluar sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga terwujud sinergi pada tataran kebijakan maupun operasional di lapangan guna mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas atau mengurangi fatalitas korban akibat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor. Indikator utama:a. Terwujudnya MoU dan terlaksananya MoU.b. Tersusunnya hasil survey dan analisisnya untuk mewujudkan budaya disiplin berlalu lintas bagi pengguna jalan.c. Tersusunnya sistem inventarisasi keberhasilan inovasi secara nasional dan regional berbasis kemitraan serta dilakukannya pemeliharaan terhadap keberhasilan inovasi tersebut.d. Terlaksananya pelatihan penanganan kecelakaan lalu lintas dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pemadam Kebakaran, dan Basarnas.e. Adanya evaluasi terhadap hasil dari pelaksanaan MoU.f. Tersusunnya dokumen kajian strategis formulasi kebijakan pembatasan sepeda motor.

6Pilar 2 Sistem Jalan Berkeselamatan

1. TANTANGAN YANG DIHADAPIa. Instansi yang melakukan pembinaan sistem jalan berkeselamatan sedikitnya terdapat 3 (tiga), yaitu: POLRI, Kementerian Perhubungan RI, dan Kementerian Pekerjaan Umum RI. b. POLRI tidak memiliki kompetensi dalam mewujudkan jalan berkeselamatan dari sisi sarana dan prasarana jalan.2. KONDISI EKSISTINGa. Banyaknya lokasi rawan kecelakaan dengan jumlah korban kecelakaan yang tinggi.b. Jumlah orang yang meninggal dunia atau luka berat seperti pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan anak-anak.c. Kualitas infrastuktur jalan.d. Berkembangnya wilayah pemukiman secara linier pada jalan yang ada sehingga tidak dimungkinkan pengendalian akses jalan.e. Peningkatan kecepatan kendaraan di jalan.3. KEMANA KITA AKAN MELANGKAHMendorong mitra polri di bidang keselamatan lalu lintas yang bertanggung jawab terhadap jalan agar merancang dan memelihara Jalan dan sisi tepi jalan untuk mengurangi risiko kecelakaan yang terjadi dan mengurangi luka berat apabila terjadi kecelakaan. Sistem Jalan berkeselamatan bertujuan mencegah penggunaan jalan yang tidak diinginkan melalui desainnya dan mendorong perilaku berkeselamatan dari pengguna jalan.4. APA YANG AKAN KITA LAKUKANa. RENCANA AKSI KAJIAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN LALU LINTASPenanganan lokasi rawan kecelakaan merupakan kegiatan untuk menanggulangi jumlah kecelakaan dengan melakukan rekayasa jalan dan mengurangi kondisi yang tidak berkeselamatan (unsafe) di jalan sebanyak mungkin. Pada umumnya dilakukan dengan biaya yang relatif kecil.Lokasi Rawan Kecelakaan (LRK) lalu lintas merupakan hasil dari kekurangtepatan aplikasi rekayasa jalan sehingga menyebabkan timbulnya banyak kecelakaan di tempat yang sama. Di dalam Renstra Direktorat Jendral Bina Marga 2011-2014, keselamatan jalan telah menjadi salah satu tolok ukur kinerja jalan. Dalam 3 tahun ke depan direncanakan sebanyak 150 lokasi rawan kecelakaan lalu lintas harus diperbaiki pada jalan nasional sepanjang 35.000 km. Ditjen Bina Marga di dalam menentukan lokasi kecelakaan harus berkoordinasi dengan Polisi Lalu Lintas.Ketidaktepatan pemilihan akan berdampak dengan kurangtepatnya sasaran karena ke 150 lokasi pilihan POLRI harus merupakan prioritas teratas. POLRI juga harus mampu membuat anatomi kecelakaan di lokasi tersebut dan ini merupakan kegiatan Bidang JemenOpsRek pada Korlantas POLRI.Rencana aksi dalam pilar kedua bertema mengenai kajian lokasi rawan kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 2 (dua) sub rencana aksi, yaitu:1) Perumusan dan pelaksanaan kajian bersama instansi terkait; dan b) Penyusunan rekomendasi hasil kajian. b. Perumusan dan pelaksanaan kajian bersama instansi terkaitSub rencana aksi untuk merumuskan dan melaksanakan kajian bersama instansi terkait dilaksanakan dengan tujuan supaya dapat mewujudkan dokumen tata cara pelaksanaan kajian LRK (dengan substansi identifikasi lokasi rawan, karakteristik kecelakaan, permasalahan penyebab lokasi rawan kecelakaan, dan countermeasure terhadap lokasi tersebut dan protap penanganan LRK). Sub rencana aksi dituangkan 2 (dua) kegiatan, yaitu: 1) Polri mempersiapkan data lokasi rawan kecelakaan Kegiatan pertama ini merupakan lanjutan dari kegiatan kegiatan yang diadakan dalam Pilar 1. Kegiatan tersebut merupakan tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk membuka akses lokasi rawan kecelakaan (berdasarkan histori kejadian kecelakaan lalu lintas) bagi stakeholder terkait.2) Analisis lokasi rawan kecelakaan lalu lintas dan faktor penyebabnya berdasarkan data dari KemenPU RI, Kemenhub RI, dan Polri. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan ruang diskusi dan mengkoordinasikan mengenai data yang dibutuhkan yang belum ter-cover di dalam data awal yang disajikan oleh POLRI. Selain itu, para pembina lalu lintas dan angkutan jalan dapat merumuskan permasalahan kecelakaan di daerah masing-masing secara komprehensif dan dapat mengambil peran masing masing dalam hal perbaikan kondisi. c. Penyusunan rekomendasi hasil kajianSub rencana aksi penyusunan rekomendasi hasil kajian bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan solusi penanganan LRK berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis. Sub rencana aksi ini dituangkan dalam 2 (dua) kegiatan:1) Memberikan rekomendasi hasil kajian dan lokasi blackspot yang perlu diperbaiki Hasil kajian lokasi blackspot telah dilaksanakan disampaikan dan didiskusikan dengan pemangku kepentingan terkait, untuk menjadi bahan pertimbangan penanganan lokasi blackspot yang telah dikaji. 2) Merekomendasikan usulan penanganan blackspot Penyampaian rekomendasi kepada pemangku kepentingan terkait ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi usulan penanganan blackspot, untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan tupoksi masing-masing pemangku kepentingan terkait.5. Indikator utama: a. Tersedianya data lokasi rawan kecelakaan (blackspot) dan dapat diakses oleh stakeholder lainnya. b. Terlaksananya analisis kecelakaan lalu lintas dan faktor penyebabnya di tiap Polda dan Polres.c. Terdapatnya rekomendasi tertulis kajian blackspot.7Pilar 3 Sistem Kendaraan Berkeselamatan

1. TANTANGAN YANG DIHADAPIa. Tingginya pelanggaran akibat batas muatan sumbu terberat dan dimensi maksimum dari angkutan barang b. Pengemudi kendaraan berat tidak mengetahui kelas di jalan yang akan dilewatinya karena rambu kelas jalan tidak terpasang dengan jelasc. Terhentinya distribusi (pasokan) barang yang mengancam perputaran ekonomi regional jika dilakukan penindakan terhadap kendaraan2. KONDISI EKSISTINGSalah satu permasalahan sistem transportasi jalan di Indonesia adalah tingginya proporsi angkutan barang dengan muatan berkelebihan (overloading) yang diyakini oleh penyelenggara jalan maupun literatur berkontribusi dalam proses kerusakan jalan dan keselamatan berlalu lintas. Lebih jauh, pada umumnya kendaraan dengan muatan berkelebihan juga berasosiasi dengan pembesaran dimensi kendaraan maupun dimensi total kendaraan dengan beban yang diangkut (over dimension). Dua hal inilah yang menyebabkan kemampuan olah gerak (maneuver) menjadi terkendala dan pada gilirannya mempersulit pengendalian kendaraan. Terlebih lagi akibat penyimpangan ini pada umumnya geometrik jalan di Indonesia tidak mampu mengakomodasi kendaraan yang overloading dan over dimension.Kenyataan lapangan memperlihatkan tingginya pelanggaran akibat batas muatan sumbu terberat dan dimensi maksimum. Konsekuensi dari pelanggaran ini menyebabkan jalan tidak mampu menahan beban berulang muatan sumbu yang lebih besar dari 10 ton, serta geometrik jalan karena dimensi kendaraan rencana jelas lebih kecil dibandingkan dengan kenyataan di lapangan.3. KEMANA KITA AKAN MELANGKAHTujuan sistem kendaraan berkeselamatan adalah memastikan bahwa setiap kendaraan yang digunakan di jalan telah mempunyai standar keselamatan yang tinggi sehingga mampu meminimalisir kejadian kecelakaan yang diakibatkan oleh sistem kendaraan yang tidak berjalan dengan semestinya. Selain itu, kendaraan juga harus mampu melindungi pengguna dan orang yang terlibat kecelakaan untuk tidak bertambah parah, jika menjadi korban kecelakaan.4. APA YANG AKAN KITA LAKUKANa. RENCANA AKSI PENEGAKAN HUKUM BAGI KENDARAAN BERMUATAN LEBIHUndang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) telah mensyaratkan batas muatan sumbu terberat kendaraan yang diijinkan serta dimensi maksimum kendaraan dan bebannya, baik panjang, lebar, maupun tinggi. Implementasinya dikaitkan dengan kelas jalan (Pasal 19 UU No. 22 Tahun 2009). Rencana aksi penegakan hukum bagi kendaraan bermuatan lebih dibagi ke dalam 3 (tiga) rencana sub-aksi yaitu:1) Koordinasi dengan instansi terkait2) Penyediaan prasarana dan sarana3) Analisa dan evaluasi kegiatan penegakkan hukum kelebihan muatanKoordinasi dengan instansi terkaitTujuan berkoordinasi dengan instansi terkait adalah untuk mewujudkan kepastian hukum dan ranah kewenangan penegakan hukum dalam pembatasan muatan angkutan barang kendaraan bermotor.Penyediaan prasarana dan sarana1) Penyediaan fasilitas jembatan timbang dan gudang penyimpanan barang kelebihan muatan, termasuk muatan berupa liquid yang umumnya sulit untuk ditangani.2) Penyediaan batasan tinggi kendaraan berupa palang melintang dengan tinggi tertentu.3) Penyediaan rambu informasi mengenai kelas jalan yang terpasang dengan jelas sesuai dengan kelas jalan pada setiap ruas jalan.Analisa dan evaluasi kegiatan penegakan hukum kelebihan muatanJembatan timbang belum bisa menyelesaikan permasalahan kelebihan muatan. Jembatan timbang umumnya berada di muara jalur lalu lintas. Selama permasalahan di hulu tidak diselesaikan, maka selama itu masalah overload tidak akan bisa terselesaikan. Selain itu, belum adanya gudang penyimpanan barang menyebabkan sanksi pembongkaran muatan di jembatan timbang belum dapat diterapkan. Untuk sementara bagi sopir dan pengusaha melanggar aturan dikenakan sanksi tilang, dan surat jalan diambil, setelah itu baru diizinkan untuk melanjutkan perjalanan.Isu mengenai penerapan sanksi administratif bagi truk dengan kelebihan muatan ternyata menjadi masalah. Surat Edaran (SE) yang beredar di wilayah Pemerintahan Provinsi Jawa Timur bernomor 01/AJ.108/- DRJD/2012 tertanggal 12 Januari 2012 dengan jelas menyatakan jembatan timbang tidak boleh memberikan sanksi administrasi berupa denda. Sanksi yang harus diberikan adalah sanksi pidana atau tilang. Isi dalam SE tersebut meliputi, angka pertama disebutkan bahwa alat penimbangan merupakan alat pengawasan keselamatan dan penegakan hukum terhadap kapasitas muatan angkutan barang supaya pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan, apabila terdapat pelanggaran dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 307 UU 22 /2009 berdasarkan putusan pengadilan.Kemudian pada angka kedua menyatakan bahwa dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tidak dikenal adanya pengenaan sanksi administratif berupa denda pelanggaran muatan lebih. Kemudian angka ketiga juga menyebutkan bahwa semua peraturan perundangan termasuk SE mengenai pengawasan dan pengendalian muatan lebih yang bertentangan dengan UU 22/2009 harus sesuai atau dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.Selain itu, kalangan perindustrian juga bertanggung jawab dalam hal membuat regulasi. Pada pasal 169 diatur dalam pasal 307 UU 22/2009 menyebutkan bagi yang tidak memenuhi ketentuan dipidana dengan kurungan paling lama dua bulan untuk pengemudi atau denda paling banyak Rp500 ribu. Hal ini berlaku bagi kelebihan muatan diatas 5%. Bahkan jika diatas 25% maka harus ada tindakan penurunan atau kembali ke tempat awal.Di satu sisi, jika ketentuan dalam SE tersebut dipenuhi, maka seluruh saksi berupa denda dari pelanggaran pidana berupa tilang akan masuk ke kas negara secara keseluruhan. Sedangkan Pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang mengelola jembatan timbang tidak akan mendapatkan pemasukan. Sedangkan jika kendaraan yang kelebihan muatan hingga lebih dari 25% harus diturunkan di lokasi, maka kesulitan lainnya akan turut menghadang.Bagi kendaraan yang kelebihan muatan dibawah 5% masih diberikan toleransi, kemudian kelebihan muatan 5-25% akan mendapatkan sanksi administrasi atau denda dan lebih dari 25% diberikan sanksi pidana atau tilang sehingga semua pemasukan dari denda kelebihan muatan tidak langsung ke kas negara. Untuk denda administrasi atas pelanggaran kelebihan muatan antara 5-25% akan masuk ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan denda dari pidana tilang dengan kelebihan muatan diatas 25% secara sendirinya akan masuk ke kas negara.Pengetahuan, pemahaman, dan update informasi tentang hukum seperti hal tersebut sangat diperlukan bagi para PPNS yang melakukan penegakan hukum di lapangan. Sesuai PP No.58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mensyaratkan seorang PPNS haruslah berpendidikan minimal S1. Kondisinya adalah, sebelum ada peraturan ini, dulu, PPNS bisa dari SMA bahkan SMP pun boleh. Dengan melihat permasalahan yang ada, tidak hanya pengetahuan teknis yang dibutuhkan, namun intelektualitas juga penting.Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi penegakan hukum perlu diadakan dengan tujuan untuk menyamakan persepsi mengenai penegakan hukum di bidang lalu lintas dan angkutan jalan oleh aparat LLAJ berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.Indikator utama:1) Terlaksananya sosialisasi dan laporan hasil kegiatan sosialisasi tentang penegakan hukum overloading.2) Terlaksananya penegakan hukum overloading.3) Tersusunnya peraturan Kakorlantas Polri tentang penegakan hukum overloading.4) Terlaksananya penegakan hukum overloading yang dilengkapi dengan sistem pelaporan.5) Terlaksananya rapat dan tindak lanjut dari hasil rapat.6) Terlaksananya penegakan hukum terpadu.b. RENCANA AKSI PENYEMPURNAAN SISTEM IDENTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN BERMOTOR SESUAI STANDAR KESELAMATANSejak dikeluarkannya Peraturan Kapolri No 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, pemeriksaan cek fisik yang berorientasi pada aspek keselamatan telah diberlakukan. Saat ini cek fisik tidak sekedar mengetahui identitas nomor rangka dan mesin saja, namun lebih luas mencakup kelengkapan kendaraan bermotor. Pengecekan kelengkapan kendaraan ini dilaksanakan sesuai dengan Pasal 26 ayat 2 tentang pelaksanaan cek fisik kendaraan bermotor yang berorientasi pada keselamatan lalu lintas. Pengecekan ini mempunyai dua aspek yaitu aspek keselamatan yang sesuai dengan standar kendaraan dan aspek kesesuaian identitas ranmor dengan fisik ranmor. Pengecekan meliputi karoseri rancang bangun, kondisi lampu, spion, ban, panel kontrol, dan sabuk pengaman. Ketika wajib pajak, dalam mengurus surat-surat kendaraan khususnya pada layanan cek fisik, selain menggesek nomor rangka dan nomor mesin, petugas juga akan memeriksa kelengkapan kendaraan lainnya, seperti lampu, kaca spion, ban, dan lainnya. Jika semua unsur tersebut dinyatakan lengkap, maka proses bisa dilanjutkan, namun jika tidak, petugas akan mengarahkan wajib pajak untuk melengkapi terlebih dahulu.Dalam tugas pengecekan kelengkapan kendaraan tersebut, petugas dibekali daftar cek (check list) yang telah disiapkan dan diisi sesuai dengan hasil pemeriksaan. Kebijakan ini diambil untuk mendukung upaya mewujudkan Keamanan ketertiban dan kelancaran lalulntas di wilayah hukum Polda Metro Jaya, dengan tujuan utama demi keselamatan bersama, paling tidak dapat menekan potensi kecelakaan lalulintas.Indikator utama:1) Terlaksananya sosialisasi dan laporan hasil kegiatan sosialisasi tentang pemeriksaan perlengkapan kendaraan, baik fisik maupun surat-surat kendaraan.2) Terlaksananya penegakan hukum kendaraan yang tidak memenuhi standar keselamatan.3) Tersusunnya peraturan Kakorlantas Polri tentang penegakan hukum Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor.4) Terlaksananya penegakan hukum Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor yang dilengkapi dengan sistem pelaporan.5) Terlaksananya rapat dan tindak lanjut dari hasil rapat.6) Terlaksananya penegakan hukum terpadu.Rencana aksi pilar SAFER PEOPLE atau pengguna jalan yang berkeselamatan POLRI dikembangkan dengan kesadaran bahwa pengguna jalan harus menghormati hukum dan aturan berlalu lintas, memiliki kesadaran pengutamaan terhadap keselamatan baik untuk diri sendiri maupun seluruh pengguna jalan dengan atau tanpa keberadaan polisi di jalan.Walaupun demikian tidak semua pengguna jalan memiliki kesadaran tersebut di atas dan terdapat kecenderungan untuk melakukan pelanggaran. Terlebih lagi apabila kesadaran berlalu lintas yang benar tidak dimiliki masyarakat diakibatkan berbagai hal yang dalam hal ini perlu dilakukan langkah intervensi agar terciptanya pengguna jalan berkeselamatan.

8Pilar 4 Pengguna Jalan yang Berkeselamatan

1. TANTANGAN YANG DIHADAPIa. Minimnya pengetahuan pengemudi tentang pemahaman aturan berlalu lintas yang berlaku.b. Pengemudi umumnya mengemudi dengan kecepatan tinggi karena banyaknya jumlah pengemudi yang belum cukup umur.c. Alinyemen jalan yang tidak harmonis.d. Alokasi dana belum dititikberatkan pada desain jalan berkeselamatan.e. Pengendara tidak memahami bahwa hukum dan aturan berlalu lintas sesungguhnya bertujuan untuk keselamatan pengendara itu sendiri.2. KONDISI EKSISTINGSangatlah sulit menjabarkan masalah tabrakan di jalanan Indonesia karena kurangnya laporan tentang tabrakan. Menurut data Kepolisian, jumlah kematian pada 2010 adalah 31.234 jiwa. Angka lain, diambil dari profesional keselamatan jalan, menunjukkan angka kematian di atas 40.000 jiwa. Di sebagian besar negara berkembang, termasuk Indonesia, keadaan bertambah buruk. Tanpa tindakan pencegahan, jumlah tersebut dapat meningkat secara signifikan. Tipikal pengguna jalan mempengaruhi kecelakaan yang berbeda di jalan. Lebih dari setengah kematian akibat tabrakan lalu lintas di dunia melibatkan anak muda dengan usia 15 44 tahun. 73% dari seluruh kematian akibat tabrakan lalu lintas di dunia adalah laki-laki. (Di Indonesia angka ini lebih tinggi hampir 90% dari kematian akibat tabrakan lalu lintas adalah laki-laki). Pemakai jalan yang rentan, pejalan kaki, pesepeda dan sepeda motor, mencatat proporsi tabrakan lalu lintas yang lebih besar di Indonesia. Banyak keluarga korban yang terpuruk dalam kemiskinan setelah tabrakan itu. Dengan banyak pemuda terlibat dalam tabrakan di jalan, pencari nafkah di banyak keluarga hilang dan keluarga harus bersusah-payah untuk membiayai kehidupannya.3. KEMANA KITA AKAN MELANGKAHMelalui kombinasi penegakan hukum dan pendidikan, bukan pendidikan saja, perilaku masyarakat dan norma-norma sosial telah bergeser di berbagai bidang seperti mengemudi saat mabuk dan tidak mengenakan sabuk pengaman - perilaku tersebut saat ini sudah banyak dianggap sebagai perilaku yang tidak dapat diterima dalam masyarakat dan pengguna jalan umumnya sesuai dengan undang-undang lalu lintas. Namun, perilaku berisiko tersebut masih banyak terjadi di kalangan yang tidak bertanggung jawab dan mereka terus memainkan peran besar dalam kecelakaan serius. Tujuannya adalah untuk meningkatkan dukungan untuk penggunaan jalan yang bertanggung jawab dan memberikan respon yang keras terhadap mereka yang menggunakan jalan dengan tidak bertanggung jawab. Penting untuk melakukan pencegahan karena pengemudi yang bertanggung jawab akan tetap bertanggung jawab dengan adanya ancaman dan sanksi.Terciptanya pengguna jalan berkeselamatan perlu diadopsi di masyarakat dengan penciptaan budaya keselamatan melalui upaya-upaya pendidikan dan tindakan penegakan hukum pelanggaran berlalu lintas yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tabrakan. Pengguna jalan dapat dengan sengaja melakukan tindakan yang membahayakan bagi nyawa diri sendiri atau orang lain. Situasi ini tidak boleh terjadi di jalan umum di Indonesia dan menjadi prioritas utama Polri.Mendorong perilaku yang aman, konsisten dan sesuai melalui pengguna jalan dengan informasi yang baik dan berpendidikan. Perizinan, pendidikan, peraturan jalan, penegakan dan sanksi adalah bagian dari Sistem Berkeselamatan.4. APA YANG AKAN KITA LAKUKANa. RENCANA AKSI PENYEMPURNAAN SISTEM PENERBITAN SURAT IJIN MENGEMUDISurat Ijin Mengemudi (SIM) merupakan persyaratan bagi setiap orang yang akan mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, artinya SIM wajib dimiliki oleh setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan. Untuk mendapatkan SIM, setiap orang harus memiliki kompetensi mengemudi yang didapat dari mengikuti pendidikan dan pelatihan di sekolah mengemudi atau dapat belajar sendiri. Selanjutnya untuk mendapatkan SIM, setiap orang yang akan mengemudikan kendaraan bermotor harus lulus dalam pengujian SIM yang diselenggarakan oleh Kepolisian Lalulintas.Rencana Aksi Penyempurnaan Sistem Penerbitan Surat Ijin Mengemudi (SIM) dibagi ke dalam 3 (tiga) kegiatan, yaitu:1) Sistem Pendidikan dan Pelatihan Pengemudi2) Sistem Uji SIM3) Pendataan Kepemilikan SIMSistem Pendidikan dan Pelatihan MengemudiSistem pendidikan dan pelatihan mengemudi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengemudi yang peka, peduli, dan empati akan keselamatan. Sistem Uji SIMSistem Uji SIM bertujuan mewujudkan sistem penerbitan SIM yang berkualitas untuk keselamatan dengan berbasis kompetensi.Pendataan Kepemilikan SIM Pendataan kepemilikan SIM bertujuan adanya suatu database pengemudi untuk keselamatan dan penegakan hukum. b. RENCANA AKSI PENEGAKAN HUKUM PELANGGARAN YANG POTENSIAL MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU LINTASPenegakan hukum bidang lalu lintas dan angkutan jalan adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum bidang lalu lintas dan angkutan jalan secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Norma-norma hukum dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.Penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan terbagi atas 2 (dua) hal, yaitu:1) Penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas, dan2) Penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan.Penyidikan perkara kecelakaan lalu lintasPengertian tentang penyidikan, antara lain dikutip dari Pasal 1 Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan barang bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanyaKecelakaan lalu lintas, adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Stanard Boker dalam bukunya Traffic Accident Investigator Manual Police menjelaskan, bahwa kecelakaan lalu lintas adalah kecelakaan yang terjadi di jalan umum yang mengakibatkan pemakai jalan yang sedang bergerak, yang mengakibatkan korban luka berat, luka ringan, meninggal dunia.Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan penyidikan kecelakaan lalu lintas adalah merupakan upaya pengungkapan pelaku, barang bukti, dan TKP (tempat kejadian perkara) yang merupakan bukti segitiga dalam pembuktiannya, di mana TKP merupakan unsur utama yang diharapkan dapat memberikan gambaran kejadian kecelakaan yang sebenarnya. Penyidikan kecelakaan lalu lintas dimulai dari tahap pra penyidikan, proses penyidikan itu sendiri, dan pelimpahan berkas penyidikan kepada Penuntut Umum.Tahap pra penyidikan dimulai dari saat mendatangi TKP (Tempat Kejadian Perkara). Setelah menerima laporan tentang adanya suatu kejadian kecelakaan lalu lintas, petugas Polisi Lalu lintas segera menyiapkan perlengkapan untuk mendatangi TKP kecelakaan lalu lintas tersebut. Setelah tiba di TKP, maka petugas segera mengamankan TKP tersebut. Adapun tujuan pengamanan di TKP adalah:1) Menjaga agar TKP tetap utuh/tidak berubah sebagaimana pada saat dilihat dan diketemukan petugas yang melakukan tindakan pertama di TKP.2) Mencegah timbulnya permasalahan baru seperti terjadinya kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas.3) Memberikan pertolongan kepada korban dan mengamankan bagi petugas yang sedang melaksanakan tugas di TKP serta pemakai jalan lainnya.4) Melindungi agar barang bukti yang ada tidak hilang atau rusak.5) Memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut.Kegiatan yang dilaksanakan di TKP selanjutnya adalah pengolahan TKP kecelakaan lalu lintas oleh petugas, dimulai dari pengukuran, pemotretan, mencatat identitas saksi dan korban, pengamanan barang bukti, dan pembuatan sket TKP. Dalam Vademikum Lalu lintas dijelaskan:Sket TKP merupakan pedoman dalam pembuatan berkas perkara, karena merupakan kumpulan fakta-fakta yang menguraikan kejadian-kejadian pada saat terjadi kecelakaan Lalu lintas. Dari gambar Sket ini pula dapat ditentukan sebab terjadinya laka lantas yang menentukan tersangka dan dapat meyakinkan hakim dalam pengambilan keputusan pidana.Setelah semua kegiatan di TKP selesai dilaksanakan, maka dilakukanlah kegiatan pengakhiran di TKP. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: konsolidasi, pembukaan TKP, dan permintaan Visum et Revertum (VER) terhadap korban kecelakaan lalu lintas. Kegiatan pengolahan di TKP ini diakhiri dengan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di TKP (BAP TKP). Selain Berita Acara Pemeriksaan di TKP dibuat juga Berita Acara Pemotretan di TKP dan Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang dilakukan. Petugas juga harus melakukan koordinasi dengan pihak Jasa Raharja dalam rangka mempercepat klaim asuransi bagi korban luka maupun meninggal dunia.Kegiatan selanjutnya para petugas kembali ke kantor dan memulai tahap selanjutnya, yaitu penyidikan kecelakaan lalu lintas. Proses penyidikan dilakukan dengan membuat Berita Acara. Pembuatan Berita Acara dalam proses penyidikan kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan dalam bentuk Berita Acara pemeriksaan singkat maupun berita acara pemeriksaan biasa. Untuk kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia dan/atau luka berat dibuat dalam acara pemeriksaan biasa (pasal 152-202 KUHAP), sedangkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan/atau rugi material dibuat dalam acara pemeriksaan singkat (pasal 203-204 KUHAP). Dalam proses penyidikan kecelakaan lalu lintas, selain menyelesaikan permasalahan pidana juga terdapat permasalahan perdata yang harus diselesaikan. Pada penanganan masalah perdata ini, harus dilaksanakan dengan benar bila tidak akan menyisakan permasalahan di kemudian hari. Dalam Vademikum Lalu lintas, dijelaskan masalah penanganan perdata, khususnya dalam hal penyelesaian ganti rugi oleh pemilik kepada korban kecelakaan lalu lintas, sebagai berikut:1) Bila kecelakaan lalu lintas menimbulkan kerugian bagi orang lain berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata maka pihak yang merasa dirugikan berhak menuntut kerugian.2) Hubungan hukum antara pengemudi dengan majikan/ pemilik belum diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, namun hubungan majikan/pemilik dengan pengemudi hanya berdasarkan pekerjaan yang diatur dalam pasal 1376 KUH Perdata.3) Pihak majikan/pemilik berdasarkan pasal 12 UULAJ bertanggung jawab atas kendaraan yang dioperasikan di jalan dan harus memenuhi laik jalan.4) Atas kerugian kecelakaan yang ditimbulkan, oleh karena tidak dipenuhinya unsur laik jalan di atas, maka majikan/pemilik bertanggung jawab karena berdasarkan pasal 1367 KUH Perdata antara majikan/ pemilik dengan pengemudi didasarkan atas hubungan pekerjaan.5) Untuk itu dalam setiap penyelidikan kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban meninggal dunia, penelitian dengan mengikutsertakan instansi LLAJ dan PU merupakan syarat mutlak untuk kepentingan hukum terutama yang berkaitan dengan instansi LLAJ adalah sebagai saksi yang wajib dimintakan kesaksian untuk mempertanggung jawabkan perbuatan hukum yang ditimbulkan oleh pemilik kendaraan pasal 53 UULAJ (1) dan penjelasannya j.o. pasal 120 KUHAP.Penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalanPenindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan dengan menggunakan acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas. Seperti diketahui proses penegakan hukum telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Secara umum proses penegakan hukum (proses di pengadilan) terhadap suatu tindak pidana dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) kelompok, yaitu:1) Acara Pemeriksaan Biasa (Bagian Ketiga, Bab XVI KUHAP)2) Acara Pemeriksaan Singkat (Bagian Kelima Bab XVI KUHAP)3) Acara Pemeriksaan Cepat (Bagian Keenam Bab XVI KUHAP), meliputi:a) Acara Tindak Pidana Ringanb) Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas JalanSedangkan untuk jenis pelanggaran dan Tabel Denda Tilang dapat dilihat pada Undang undang No. 22 tahun 2009 Pasal 275 hing