Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah?

13
Minggu, 27 Juni 2010 Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat karena ia memilih kesesatan). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 45:23) Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah? agaimanakah sesungguhnya keterkaitan antara manusia dan keilmuan yang dihimpunnya? Selalu tepatkah suatu keilmuan bagi fithrah manusia? Keilmuan yang tepat sesuai dengan perkembangan fithrah jiwa manusia adalah keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani, yang dapat dipakai untuk menjaga dan merawat ke 5(baca: "lima titik") unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri. Boleh jadi selama ini banyak manusia tidak menyadari bahwa beberapa unsur atau ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri mempunyai hak untuk diberi ilmu, sebagaimana jasad juga mempunyai hak-hak tertentu. Tetapi perlu diingat bahwa, tidak semua ilmu dapat disuapkan kepada diri. Bagaimana ilmu yang tak sesuai dengan fithrah manusia? MEMBACA SECARA SUBJEKTIF DENGAN LOGIKA NAFSU

description

Bagaimanakah sesungguhnya keterkaitan antara manusia dan keilmuan yang dihimpunnya? Selalu tepatkah suatu keilmuan bagi fithrah manusia? Keilmuan yang tepat sesuai dengan perkembangan fithrah jiwa manusia adalah keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani, yang dapat dipakai untuk menjaga dan merawat ke 5● (baca: "lima titik") unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri. Boleh jadi selama ini banyak manusia tidak menyadari bahwa beberapa unsur atau ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri mempunyai hak untuk diberi ilmu, sebagaimana jasad juga mempunyai hak-hak tertentu. Tetapi perlu diingat bahwa, tidak semua ilmu dapat disuapkan kepada diri. Bagaimana ilmu yang tak sesuai dengan fithrah manusia?

Transcript of Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah?

Minggu, 27 Juni 2010

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat karena ia memilih kesesatan). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 45:23)

Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah?

agaimanakah sesungguhnya keterkaitan antara manusia dan keilmuan yang

dihimpunnya? Selalu tepatkah suatu keilmuan bagi fithrah manusia? Keilmuan

yang tepat sesuai dengan perkembangan fithrah jiwa manusia adalah keilmuan

murni terpadu bersifat Qur’ani, yang dapat dipakai untuk menjaga dan merawat ke 5●

(baca: "lima titik") unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri. Boleh jadi selama ini banyak

manusia tidak menyadari bahwa beberapa unsur atau ke 5● unsur daya-potensi

ketenagaan dalam diri mempunyai hak untuk diberi ilmu, sebagaimana jasad juga

mempunyai hak-hak tertentu. Tetapi perlu diingat bahwa, tidak semua ilmu dapat disuapkan kepada diri. Bagaimana ilmu yang tak sesuai dengan fithrah manusia?

MEMBACA SECARA SUBJEKTIF DENGAN LOGIKA NAFSU

Banyak jenis ilmu yang sebenarnya tidak bersesuaian dengan bakat atau selera unsur-

unsur di dalam diri. Bila hal ini tetap dipaksakan, pasti cepat atau lambat ilmu-ilmu yang

tidak bersesuaian dengan bakat atau selera unsur-unsur di dalam diri akan mengadakan

perlawanan atau pergolakan. Wujud perlawanan atau pergolakan itu muncul berbagai

penyakit di dalam diri, terutama penyakit paling berat di dalam diri adalah penyakit hati.

Dengan demikian hanya penyakit sajalah yang pasti senantiasa menghampiri diri manusia

akibat ilmu yang disuapkan ke dalam unsur-unsur diri tidak bersesuaian dengan bakat-

fithrah unsur-unsur tersebut. Seperti jenis penyakit fisik dan penyakit hati dengan letak

perbedaannya ialah: “jenis penyakit fisik sering tidak banyak berpengaruh terhadap

perilaku, tetapi penyakit hati apapun jenisnya pasti akan membuahkan bentukan-bentukan

sifat yang berpengaruh pada sikap perilaku, bahkan lebih dari itu mampu menentukan

sikap perilaku seseorang”. Bagaimana Al Qur'an membentuk sikap perilaku manusia?

Keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani.

Keilmuan itu pasti dapat menjaga dan merawat ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan

dalam diri. Sehingga perlu ditegakkan pembaharuan terhadap keilmuan yang berkembang

saat ini, yaitu dengan mengembalikan pola pandang keilmuan pada keilmuan murni

terpadu bersifat Qur’ani. Keilmuan murni ini pulalah yang akan membawa manusia pada

tingkat pengenalan pasti yang diistilahkan “ma’rifatullah”. Sifat dari keilmuan murni terpadu

senantiasa berlaku untuk keadaan masa yang lalu, sekarang dan akan datang. Sementara

LOGIKA-NAFSU MENGENALI SESUATU

dunia keilmuan yang berkembang saat ini adalah pengenalan tahu terhadap sesuatu yang

diawali dengan keraguan, selalu didahului dengan tanda-tanya. Sedangkan unsur daya-

potensi yang melahirkan keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani itu adalah unsur daya-

potensi rasa, hati dan aqal yang saling merajut dengan getaran ilaahiyah.

Sebagaimana telah digambarkan pada layang-layang, ke 5● unsur daya-potensi

ketenagaan dalam diri manusia mempunyai fungsi dan pengembangan yang berbeda-

beda. Meskipun fungsi dan pengembangannya berbeda, tetapi tetap utuh bersatu dalam

rajutan ketenagaan Ilaahiyah. Pengembangan dari ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan

dalam diri adalah:

MEMBACA SECARA OBJEKTIF

● Ruh berfungsi menerobos lapisan-lapisan cahaya Allah yang melindungi guratan papan

Lauhil-Mahfudz. Dengan pengembangan bercinta-mesra kepada Allah pasti menggaet ke

4• unsur daya-potensi ketenagaan lainnya, ibarat ganggang-air yang terajut menjadi satu

keterikatan secara keseluruhannya.

● Rasa berfungsi untuk menikmati keindahan sifat Allah sekaligus menikmati segala kasih-

sayang/kepemurahan Allah. Sudah barang tentu rasa baru dapat berfungsi setelah ruh

berhasil menerobos lapisan-lapisan cahaya Allah. Perkembangan lanjut adalah

membentuk sikap perilaku yang indah, keilmuan yang indah serta pola hidup yang indah.

Kemudian kepemurahan Allah yang telah dirasa itu dikirimkan kepada hati.

● Hati selaku wadah penerima getaran pengkhabaran dari Allah. Pengkhabaran dari Allah

itu diperoleh hati melalui getaran tali rasa dan tali ruh. Pengembangan hati diperoleh dari

kerja sama yang baik antara ruh, rasa dan hati yang titik sasaran pengembangannya

adalah dunia spiritual, langkah berikutnya getaran yang telah ditangkap hati diserahkan

kepada aqal.

● Aqal berfungsi menata bahasa getaran yang ditangkap oleh wadah hati. Maksud aqal

menata adalah agar mudah dimengerti dan disikapi bagi seluruh manusia. Pengembangan

aqal adalah menghantarkan manusia pada jenjang keintelektualan yang indah. Yaitu

INDUKSI

intelektual yang lurus-laras dengan kehendak Allah.

● Nafsu berfungsi mengikuti apa-apa yang telah tertata oleh aqal dengan

pengembangannya adalah hidup lurus-terkendali dalam rambu-rambu ketentuan Allah.

Dengan demikian jelaslah pengembangan terhadap titik potensi ruh, rasa, hati akan

membawa seseorang masuk menerjuni dunia dimensi 3 dan seterusnya. Sedangkan

pengembangan terhadap rasa, hati, aqal akan membawa seseorang membumbung tinggi

di kerajaan ilmu Allah. Kapan manusia tidak berhasil menegakkan keilmuan murni terpadu

bersifat Qur’ani di dalam dirinya, maka di dalam firman Allah dinyatakan: “...bahwa

sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin... ´(QS.9:3)

Sedangkan yang dinamakan orang musyrik adalah orang yang tidak mau berpegang pada

keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani. Tetapi meskipun demikian pernyataan Allah,

masih ada kesempatan baginya untuk bertaubat, karena taubat itu adalah lebih baik bagi

dirinya, sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam kelanjutan firman-Nya QS.9:3: “...

Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu;

dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat

melemahkan Allah. Dan beritakan kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan

mendapat) siksa yang pedih”. (QS. 9:3)

Begitulah sifat baik Allah yang hendak dicurahkan pada segenap manusia, yaitu hendak

menghantarkan jiwa manusia pada jenjang Insanul Kamil, tetapi disayangkan banyak

manusia yang tidak berhasil memahami dengan tepat apa-apa yang menjadi kehendak

dan tujuan baik Allah terhadap manusia. Wajar bila manusia tidak berhasil memahami

kehendak dan tujuan baik Allah, karena unsur daya-potensi tidak ada yang berhasil

berfungsi dengan baik. Jiwa atau ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri, yang

seharusnya bebas mengudara di dalam pelukan Allah, ternyata banyak yang bebas

mengudara dalam pelukan Iblis. Sebenarnya yang menghantarkan ke 5● unsur daya-

potensi ketenagaan dalam diri bebas mengudara dalam pelukan Iblis adalah nafsu.

Karena satu-satunya unsur daya potensi manusia yang paling enggan dikurung dalam

pelukan Allah adalah nafsu. Itulah sebabnya setiap ke 4● unsur daya-potensi ketenagaan

di dalam diri (ruh, rasa, hati dan aqal) hendak bebas mengudara dalam pelukan Allah,

selalu saja dihalang-halangi dengan berbagai alasan ulasan, komentar dan berbagai

pertimbangan oleh nafsu. Bagi nafsu pekerjaan yang paling mahir dilakukan adalah ber-

“komentar” dengan bantuan cuma-cuma oleh logika, yang dikendalikan oleh Iblis.

Catatan Penutup

Penjelasan 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri (ruh, rasa, hati,

’aqal, dan nafsu) pertamakali dikenalkan oleh Ki Moenadi MS, sekitar tahun

1990-an (lihat tulisan setema di weblog ini). Perbandingannya dengan

penjelasan dari para filsuf/pemikir lain baik dari dunia muslim (Ibn Farabi, Ranggawarsita,

Imaduddin, dan lain-lain) maupun non-muslim (Plato, Aristoteles, Karl Marx, Sartre, Freud,

Schoun, Driyarkaya, dan lain-lain), pernah disajikan dari hasil penelitian peneliti senior di

LIPI, Mahmud Toha, APU, yang diterbitkan oleh LIPI, berjudul ”Membangun paradigma

baru llmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan”, 2003. Ternyata, menurut temuannya,

penjelasan Al Ghazali sangat dekat dengan penjelasan Ki Moenadi MS. Yang

membedakan, Ki Moenadi MS memerinci fungsi hati menjadi hati dan rasa (rasa ialah

getaran hati). Al Ghazali tidak memerincinya; ia hanya menjelaskan ruh, hati, ’aqal, dan

nafsu. Bagi para pembaca yang berminat dapat mengunduh Bab 2 dari tulisan Mahmud

Toha tersebut (klik di sini).

Secara khusus Admin mengucapkan jazaakmullaah khairaan katsiiraa kepada Bapak

Mahmud Toha, APU, yang mengabulkan permohonan Admin (Galih W. Pangarsa) melalui

telepon pada tanggal 28 Juni 2010 sekitar Pk. 12.00 agar satu bab dari buku buah fikirnya

tersebut di atas, dapat diunduh para pembaca.

Tulisan di atas dikutip dari Buku “Pengembangan Daya Bakat Kemempuan Manusia”,

tulisan Ki Moenadi MS, terbitan Yayasan Badiyo, Malang, 1420H, halaman 39-44. Judul

dan bagan-bagan tulisan di atas dibuat oleh Galih W. Pangarsa, khusus untuk

http://kajianbudayailmu.blogspot.com.

Diunggah oleh kajian budaya ilmu pukul 20:50 Label: Ilmu jiwa qur'ani, Keilmuan

3 komentar:

kajian budaya ilmu mengatakan...

Assalam'alaikum warahmatullah wabarakatuh, Para pengunjng yang budiman, kami mohon maaf atas ke-tak-nyamanan yang bisa jadi ibu/bapak alami selama mengikuti tulisan ini pada hari Senin, 15 Rajab 1431 (28 Juni 2010) disebabkan kami mesti memperbaiki kedua bagan di atas. Semoga dengan perbaikan-perbaikan itu, kekhilafan terutama yang terjadi pada animasi

bagan itu telah teratasi. Tapi, tentu masih terbuka lebar ada kesalahan pemasangan grafis yang belum kami ketahui. Untuk itu, kami mohon keridhaan ibu/bapak untuk menyampaikannya kepada kami jika menemui ketak-nyamanan atau kekeliruan. Jazakmullah khairaan katsiira. Admin - Glagah Nuswantara

28 Juni 2010 05:24

Nazarchitect mengatakan...

asalamualaikum, pak. penjelasannya dan grafisnya semakin jelas, pak. pada saat saya diperlihatkan pertama kali sebenarnya langsung mengerti karena sebelumnya telah saya ketahui dari guru Al Ghazali. tetapi sebelumnya banyak teman-teman dan (mungkin) para pembaca kurang memahami maksud dari penjelasan tentang fungsi Aqal dan Nafsu yang terlalu mendominasi manusia saat ini, tanpa peduli hatinya, apalagi ruhnya. ingin bertanya tetapi tidak tahu apa yang patut dipertanyakan. seperti pepatah "bertanya tanda mengerti" (dan tidak bertanya tanda tidak mengerti) hehe. Dalam pemahamannya, Ki Moenadi, juga pak Glagah, sejalan dengan Al Ghazali. karena pembagian peran fungsi tubuh manusia dari ruh sampai nafsu juga disebutkan dalam bukunya "'Ilmu Ladduni". intinya persis dengan tulisan ini.

29 Juni 2010 02:54

kajian budaya ilmu mengatakan...

Wa'alaikum salam warahmatullaah wabarakaatuh. Terimakasih tanggapan Anda. Nafsu memang sering berontak kalau diminta tawadhu' thd Allah karena tak mengenal-Nya. Nafsu dan 'aqal "dewasa" belakangan, setelah manusia baligh. 'Aqal sebenarnya dgn sendirinya bersifat ruhaniyah. Sifat itu terpelihara dan tumbuh sehat dengan pendidikan keluarga yg tepat; pendidikan keluarga yang islami. Jika tidak tepat, 'aqal tak berdaya menghadapi liarnya nafsu yang kodratnya memang lebih tertarik dunia. Pendidikan keluarga maupun (apalagi) pendidikan formal sekarang bertumbuh dari ilmu Barat yang (hampir total) bersifat duniawi saja (sekular). Jadi, singkatnya, dalam peradaban cinta-dunia zaman kini yang digelar oleh YHD, sangat alot memperkenalkan untuk menegakkan kehidupan yang diajarkan Islam: dunia adalah bekal untuk hidup selamat di akhirat. Inilah akhir zaman. Sementara itu dulu. Insya Allah nanti akan kami siapkan materi ttg pendidikan nafsu, agar beranjak meningkat dari nafsu berstatus maksiat-amarah ke satatus hamba-sejati-kamilah. Salam dari Pak Galih. Salam, Glagah Nuswantara.

29 Juni 2010 03:29