MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

16
UNTUK KEMANDIRIAN, INTEGRITAS DAN KREDIBILITAS PENYELENGGARA PEMILU www.dkpp.go.id | facebook: [email protected] | twitter @DKPP_RI EDISI 3 | II | MARET 2014 Kuliah Etika MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI hlm. 12-13 Kupas Tuntas PUTUSAN DKPP RESMI MENJADI ARSIP NEGARA hlm. 3-4 Opini BATASAN DKPP DALAM PENEGAKAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU hlm. 7

Transcript of MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

Page 1: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

UntUk kemandirian, integritas dan kredibilitas Penyelenggara PemilU

www.dkpp.go.id | facebook: [email protected] | twitter @DKPP_RI

Edisi 3 | ii | marEt 2014

Kuliah Etika

MeMahaMi SiSteM NorMa koNStituSi

hlm. 12-13

Kupas Tuntas

putuSaN Dkpp reSMi MeNjaDi arSip Negara

hlm. 3-4

Opini

BataSaN Dkpp DalaM peNegakaN koDe etik peNyeleNggara peMilu

hlm. 7

Page 2: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

2

Dewan Kehormatan Penyeleng-gara Pemilu (DKPP) bukan-lah institusi Penyelenggara Pemilu namun satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. Tugas dan fungsi

DKPP adalah menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu baik itu KPU dan jajarannya serta Bawaslu dan jajarannya. DKPP bertugas mengawal marwah penyelenggara Pemilu.

Meski tidak mengurusi tahapan penyelenggara Pemilu, tapi DKPP pun turut berperan serta dalam menyuk-seskan pelaksanaan Pemilu, baik dalam persiapan menjelang Pemilu, pelaksa-naan Pemilu dan pascaPemilu. DKPP mendiskusikan pelaksanaan Pemilu, sekaligus memberikan masukan-ma-sukan kepada penyelenggara Pemilu. DKPP urun rembug dan mencari solusi masalah-masalah yang akan dihadapi saat Pemilu, melalui pertemuan Tripar-tit, KPU, Bawaslu dan DKPP. Hasil dari pertemuan Tripartit itu menginforma-sikan kesiapan KPU dalam penyeleng-gara Pemilu. Pertemuan ini sangat pen-ting guna meyakinkan kepada publik bahwa penyelenggaraan Pemilu akan sukses. Dalam pertemuan tersebut juga membahas langkah-langkah Bawaslu untuk mengantisipasi pelanggaran da-lam masa pungut hitung.

Pada hari Pungut Hitung, DKPP turut check on the spot ke lokasi-lokasi tempat pemungutan suara. Ada sepuluh titik yang berada di daerah Jakarta dan Kota Tangerang yang kami tinjau. Tujuannya, untuk mengetahui pelaksanaan Pungut Hitung, sekaligus juga mengetahui partisipasi masyarakat.

DKPP sendiri pun telah menyiapkan ”jurus” untuk mengantisipasi banyak-nya laporan pengaduan dugaan pelang-garan kode etik penyelenggara Pemilu. “Jurus” itu membentuk Tim Pemeriksa Daerah. Tim ini terbentuk di 33 provinsi di Indonesia. Mereka akan memeriksa dan menyidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang dilakukan oleh Panwaslu atau KPU tingkat kabupaten/kota. Setiap tim pemeriksa daerah, ada satu dari anggota DKPP yang akan memimpin sidang.

Untuk memperkuat “jurus” ini, DKPP memanfaatkan kecanggihan tekno-logi informasi yaitu sidang dengan menggunakan video conference. Teknis sidang ini, anggota DKPP sebagai ketua majelis sidang berada di ibu kota dan Tim Pemeriksa Daerah, Pengadu dan Teradu cukup berada di ibu kota pro-vinsi. Dengan demikian, para Teradu dan Pengadu bisa menghemat baik dari sisi waktu maupun anggaran. Selamat bekerja DKPP! l

Sekapur Sirih

DKPP Siap Bekerja Daftar Isi

Susunan RedaksiPenerbit: DKPP RI Pengarah: Prof. Jimly Asshiddiqie, SH., Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si., Saut H Sirait, M.Th., Prof. Anna Erliyana, SH, MH., Dr. Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, SH, MH., Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si., Redaktur: Ahmad Khumaidi, SH, MH., Editor: Yusuf, S.Si, MA, Dini Yamashita S.Pi, MT, Dr. Osbin Samosir Sekretariat: Umi Nazifah, Diah Widyawati, Rahman Yasin, Susi Dian Rahayu, Sandhi Setiawan Desain Grafis dan Fotografer: Irmawanti, Teten Jamaludin, Arif Syarwani Pembuat Artikel: Tim Humas DKPPAlamat Redaksi: Jalan M. H. Thamrin No. 14 Lt. 5 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 391 4194

Kupas TuntasPutusan DKPP Resmi Menjadi Arsip Negara. hlm. 3-4

OpiniBatasan DKPP dalam Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu

hlm. 5

Warta DKPPTim Pemeriksa dari Unsur Ma-syarakat Telah Diambil Sumpah

hlm. 6

Sisi LainHari Libur pun masih ada yang Lapor hlm. 7

KolomDKPP Bukan Atasan KPU dan Bawaslu hlm. 8

Ketok PaluBeberapa yang Diberhentikan Karena Terlibat Parpol. hlm. 9

PerspektifMekanisme Pengambilan Putus-an DKPP hlm . 10

TeropongModus Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu hlm. 11

Kuliah EtikaMemahami Sistem Norma Kon-stitusi hlm. 12-13

Mereka BicaraMenelisik hadirnya Tim Peme-riksa di Daerah hlm. 14-15

Parade Foto hlm. 16

Page 3: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

3

Kamis (20/3/2014), menjadi hari bersejarah bagi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hari itu, untuk pertama kalinya DKPP menyerahkan salah

satu produk kelembagaannya berupa putusan-putusan perkara pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu kepada lembaga pengampu arsip di negara ini, yaitu ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia).

Penyerahan tersebut dilakukan langsung oleh Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie dan diterima oleh Ketua ANRI Mustari Irawan. Bertempat di Lantai 4, Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin 14, Jakarta Pusat. Secara normatif penyerahan pu-tusan DKPP kepada ANRI adalah sebuah kewajiban bagi lembaga negara yang dibiayai oleh APBN.

“Sesuai Pasal 48 Undang-Un-dang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, semua lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD

wajib memiliki Jadwal Retensi Arsip (JRA). Selanjutnya, dalam Pasal 53 juga disebutkan bahwa semua lembaga ne-gara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI,” jelas Mustari, waktu itu.

Penyerahan putusan DKPP kepada ANRI, tambah Mustari, memiliki nilai yang sangat penting. Pertama, dengan penyerahan itu, DKPP telah memenuhi

kewajiban normatifnya. Kedua, putusan DKPP yang sebelumnya hanya menjadi arsip pribadi lembaga, dengan diserah-kan ke ANRI akan resmi menjadi arsip negara. Ketiga, setelah menjadi arsip ne-gara, publik akan memiliki akses untuk mempelajarinya.

“Yang keempat, putusan DKPP ketika sudah diserahkan ke ANRI, maka keamanannya akan terjaga. ANRI akan menjaganya selama republik ini masih ada,” ujar Mustari.

Sedangkan, Ketua DKPP Jimly As-shiddiqie menilai momen penyerahan

putusan DKPP ke ANRI punya makna sangat mendalam. Menurutnya, hal

itu menjadi bukti bahwa DKPP memiliki penghargaan terhadap arsip yang dimilikinya. Dia ber-harap penyerahan arsip tersebut bisa menjadi contoh bagi lembaga lain, terutama lembaga penyeleng-

gara Pemilu plus birokrasinya. “Soal pengarsipan dan adminis-

trasi itu adalah hal yang sangat serius. Orang sering menganggap tidak pen-ting. Bukti-bukti menunjukkan bahwa

Kupas Tuntas

Putusan DKPP Resmi Menjadi Arsip Negara

Page 4: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

4

50 persen berhasil atau tidaknya tujuan sebuah organisasi ditentukan oleh dukungan administrasi,” terang Jimly ketika memberikan sambutan.

Lebih jauh, Jimly menyebut bahwa arsip sangat berkaitan dengan sejarah. Kemampuan untuk menghargai masa lalu salah satunya dengan arsip. Dengan arsiplah sejarah hidup digoreskan. Arsip juga menjadi salah satu kekuatan moral untuk menentukan mimpi bagi masa depan.

“Jadi kalau orang tidak punya kemam-puan menghargai masa lalunya, hak moral menentukan mimpi masa depan tidak akan ada. Setiap yang dilakukan hari ini akan menjadi penting bagi satu abad ke depan. Satu atau dua abad lagi senyum kita akan tercatat,” tuturnya.

Bagi DKPP, putusan adalah salah produk penting (output) sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kelem-bagaannya. Putusan merupakan hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan oleh DKPP atas pengaduan terkait du-gaan pelanggaran kode etik penyeleng-gara Pemilu.

“Penyerahan putusan ke ANRI menja-di bukti bahwa DKPP telah menorehkan sejarah di republik ini, dalam pene-gakan kode etik penyelenggara Pemilu. Kita telah berjejak di masa depan. Semoga arsip kita berguna bagi masa depan,” kata Jimly.

Putusan yang diserahkan ke ANRI adalah putusan sejak DKPP berdiri pada Juli 2012 dan putusan sepanjang 2013. Menurut Kepala Bagian Persidangan DKPP Osbin Samosir, memang tidak se-mua berbentuk putusan. Ada juga yang bentuknya ketetapan. Ketetapan adalah

sebuah keputusan akhir DKPP terhadap suatu perkara yang disebabkan DKPP tidak memiliki kewenangan melanjut-kan pemeriksaan karena Teradu sudah tidak menjadi Anggota KPU maupun Bawaslu lagi.

“Total nya ada 127 putusan dan 9 ketetapan yang diserahkan ke ANRI. Perinciannya, untuk 2012 ada 22 pu-tusan dan 3 ketetapan. Sedangkan un-tuk 2013 ada 105 putusan dan 6 keteta-pan,” beber Osbin.

Secara kategori, putusan DKPP masuk dalam pengertian arsip statis. Seperti keterangan Mustari, arsip statis

adalah arsip yang dihasilkan oleh pen-cipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh ANRI dan/atau lembaga kearsipan.

Mustari juga menganggap pengar-sipan putusan DKPP sangat tepat mo-mentumnya. Seperti diketahui, tahun 2014 adalah tahun Pemilu, di mana di tahun ini ada dua penyelenggaraan Pemilu secara nasional, yakni Pemi-lu Legislatif pada 9 April dan Pemilu Presiden pada 9 Juli. Meskipun bukan

lembaga penyelenggara Pemilu, DKPP memiliki keterkaitan erat dengan Pemi-lu. Oleh karena itu, putusan DKPP bisa juga dimaknai sebagai arsip kepemiluan di Indonesia.

“Kalau boleh saya mengatakan, arsip yang tercipta dari Pemilu adalah jejak demokrasi bangsa ini. Arsip yang diserahkan oleh DKPP ini di masa mendatang akan sangat dibutuhkan dan memberikan gambaran dinamika demokrasi di Indonesia bagi anak-anak masa depan,” ujar Mustari.

Dalam catatan Mustari, ANRI memiliki arsip kepemiluan sejak Pemilu pertama pada 1955, yang sering disebut sebagai pemilu paling demokratis yang pernah diselenggarakan oleh Indo-nesia. Salah satunya adalah arsip foto gambaran saat penyelenggaraan waktu itu. Arsip-arsip tersebut merupakan bukti sejarah sekaligus dapat menjadi penilaian terhadap penyelenggaraan Pemilu di setiap zaman.

“Arsip yang akan disimpan oleh DKPP pun akan menjadi gambaran dinamika demokrasi di Indonesia. Dan itu akan menjadi pembelajaran politik yang sangat berguna. Semoga ini akan ditindaklanjuti dengan kerja sama-kerja sama lainnya. Saya harap ke depan DKPP akan terus menyerahkan arsip-arsipnya ke Arsip Nasional demi

kemajuan berbangsa dan bernegara,” tegas Mustari.

Dalam penyerahan arsip waktu itu, DKPP tidak sendirian. Ketua Bawaslu Muhammad juga menyerahkan seba-nyak 26 arsip keputusan Bawaslu sejak terbentuk pada 9 April 2008 sampai se-karang. Acara ini dihadiri oleh Anggota Bawaslu Nasrullah, Endang Wihdati-ningtyas, Nelson Simanjuntak, Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro, Kepala Biro DKPP Ahmad Khumaidi, serta jajaran kabag, kasubag, dan staf di ling-kungan sekretariat Bawaslu/DKPP. l

Arif Syarwani

Kupas Tuntas

No. Tahun Perkara Putusan Ketetapan

1. 2012 32 22 3

2. 2013 141 105 6

TOTAL 173 127 9

Data Putusan dan Ketetapan DKPP di ANRI

Page 5: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

5

Etika dari bahasa diartikan “ethikhos” yang berarti kebiasaan. Secara harfiah diartikan sebagai sesuatu yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi penilaian

moral, yang mencakup pada penerapan konsep benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Dalam pengertian ini, jika dikaitkan dengan etika para penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu), maka harus dimaknai sebagai tingkah laku penyelenggara yang dinilai dari benar, salah, baik, dan buruk. Penilaian tersebut juga mesti punya batasannya, yakni hanya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu.

Pertanyaannya adalah, siapa yang memiliki kewenangan untuk mem-buat penilaian bahwa para penyeleng-gara Pemilu, yang merupakan jajaran KPU dan Bawaslu, melanggar atau tidak melanggar etika? Jika merujuk pada ketentuan hukum yang berlaku,

lembaga yang memiliki kewenangan tersebut adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, DKPP adalah lembaga yang berkewajiban untuk menjaga ke-mandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu.

Penilaian oleh DKPP bukan berarti tanpa batasan. Apalagi, persoalan eti-ka sering kali dapat dimaknai secara luas, bahkan sering dikatakan melam-paui hukum formal. Jika merujuk pada aturan hukum yang ada, kewenangan DKPP untuk menilai penyelenggara Pemilu, hanya sebatas etika yang ada kaitannya dengan penyelenggaraan Pemilu.

Jika di luar penyelenggaraan Pemilu, meskipun itu dilakukan oleh jajaran KPU maupun Bawaslu, hal tersebut bukan menjadi kewenangan DKPP. Mi-salnya, seorang penyelenggara Pemilu

melakukan kekerasan dalam keluarga, hal itu bisa dikatakan pelanggaran etika. Akan tetapi, itu bukan dalam tahap penyelenggaraan Pemilu. Dalam kasus semacam itu, DKPP tidak ada we-wenang untuk mengadili atau memutus karena itu murni pelanggaran pidana. Kecuali, jika pelanggaran pidana tersebut sudah ada putusan lembaga peradilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap baru DKPP bisa mengadili persoalan tersebut.

Dalam penegakan kode etik, DKPP juga tidak mengadili lembaga. DKPP hanya mengadili dan memutus perilaku etika orang per orang para penyeleng-gara Pemilu. Oleh karena itu, identitas para pihak, baik Pengadu maupun Ter adu harus jelas ketika seseorang menyampaikan pengaduannya ke DKPP. Jika hal ini tidak terpenuhi, ke-mungkinan besar DKPP akan menolak pengaduan karena dianggap tidak memenuhi syarat formal. l

Opini

Batasan DKPP dalam Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Jika merujuk pada aturan hukum yang ada, kewenangan DKPP untuk menilai penyelenggara Pemilu, hanya sebatas etika yang ada kaitannya dengan penyelenggaraan Pemilu.

Purnomo, S.E, M.SiStaf Bagian Pengaduan DKPP

Page 6: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

6

Dewan Kehormatan Penye-lenggara Pemilu (DKPP) pada Minggu (16/3/2014) malam telah mengambil sumpah/janji para tokoh masyarakat yang disiapkan menjadi Anggota

Tim Pemeriksa di Daerah. Mereka berasal dari 33 provinsi di Indonesia, di mana setiap provinsi diwakili oleh dua orang. Dengan telah diambil sum-pah, berarti mereka siap bekerja dan bergabung dengan Anggota Tim Peme-riksa lain dari DKPP, KPU Provinsi, dan Bawaslu Provinsi.

Pengambilan sumpah yang dilak-sanakan di Hotel Arya Duta, Tugu Tani, Jakarta, ini dipimpin langsung oleh Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie. Dalam sambutannya, Jimly memulai de-ngan menceritakan sejarah keberadaan DKPP mulai dari Dewan Kehormatan KPU (DKKPU) sampai menjadi lembaga yang permanen.

“Sewaktu masih DKKPU, kewenang-annya hanya menindak Anggota KPU. Sekarang, setelah menjadi permanen, DKPP juga punya kewenangan mene-gakkan kode etik Anggota Bawaslu,” terang dia.

Lebih jauh, Jimly menjelaskan ten-tang kondisi subjektif DKPP. Menurut-nya, sumber daya yang dimiliki DKPP sangat terbatas. Rata-rata tujuh anggota DKPP adalah dosen yang punya kesi-bukan luar biasa. Selain itu, DKPP se-cara kelembagaan hanya ada di Ibu Kota negara, sementara potensi pelanggaran di daerah sangat besar.

“Beruntunglah undang-undang membolehkan untuk memben-tuk Tim Pemeriksa di Daerah. Jadi Saudara-saudara ini akan menjadi salah satu perwakilan DKPP di dae-rah. Tapi tugas Tim Pemeriksa nanti hanya melakukan pemeriksaan. Soal putusan tetap menjadi kewenangan pleno DKPP,” ujarnya.

Kepada Anggota Tim yang rata-ra-ta bergelar profesor dan doktor serta mantan Anggota KPU dan Bawaslu Provinsi, Jimly berpesan agar mereka mampu menjadi bagian kesuksesan Pemilu 2014. Pemilu 2014, kata mantan Ketua MK ini, harus menjadi Pemilu yang tepercaya. Image demokrasi pro-sedural harus diubah menjadi demokra-si substansial.

“Sesudah Reformasi, visinya adalah

Pemilu berintegritas. Kita harus ting-galkan budaya Pemilu lama yang hanya sekadar Pemilu. Oleh karena itu, selain hukum, Pemilu ini harus diimbangi de-ngan sistem etika,” tambah dia.

Acara pengambilan sumpah diha-diri oleh Anggota DKPP Saut Hamo-nangan Sirait, Anna Erliyana, Nelson Simanjunta (ex officio Bawaslu), Ida Budhiati (ex officio KPU), Ketua Bawaslu Muhammad, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, Sekjen Bawaslu/DKPP Gunawan Suswantoro, Kepala Biro DKPP Ahmad Khumaidi, para Kabag dan Kasubag DKPP, serta jajaran staf DKPP.

Seusai acara pengambilan sum-pah, para Anggota Tim Pemeriksa diberikan Bimbingan Teknis (Bimtek) selama tiga hari. Tujuannya adalah untuk membekali mereka terkait pe-meriksaan dugaan pelanggaran kode etik. Oleh karena itu, materi yang diberikan adalah seputar kepemiluan dan teknis-teknis pemeriksaan. Para Anggota DKPP, seperti Saut H Sirait, Nur Hidayat Sardini, Anna Erliyana menjadi narasumber Bimtek. Dalam penyampaian materi, mereka dibantu oleh seorang fasilitator dari kelompok kerja (Pokja) yang terlibat aktif dalam menyiapkan kegiatan ini.

Saat mengisi materi tentang Integri-

tas Penyelenggara Pemilu sebagai Pilar Pemilu Demokratis dan Berintegritas, Nur Hidayat Sardini atau akrab disapa NHS banyak bercerita tentang peng-alaman menangani perkara di DKPP. Menurutnya, semua penanganan perkara di DKPP sudah ada aturan mainnya. Untuk itu, dia berpesan agar tim pemeriksa tidak perlu mencari-cari hal di luar aturan.

“Anda-anda nanti bertindak saja sesuai standarnya. Yang ada jangan ditiadakan, dan yang tidak ada jangan diada-ada-kan. DKPP ini hanya bertindak jika ada pengaduan. Ibarat kata, meskipun ada pelanggaran di depan mata pun, DKPP tidak berhak menindak kalau tidak ada pengaduan” kata NHS.

NHS juga menyebut bahwa posisi Tim Pemeriksa di Daerah adalah mitra bagi DKPP. Mereka bukan atasan atau ba-wahan. Sebagai mitra, terang NHS, tu-gas Tim akan sama dengan tugas DKPP. Mungkin pada tingkat kewenangannya saja yang agak berbeda. Tim Peme-riksa di Daerah punya kewenangan untuk memeriksa sampai memberi-kan rekomendasi putusan. Sedangkan putusan sendiri menjadi kewenangan rapat pleno DKPP yang hasilnya tidak dapat diganggu-gugat. l

Arif Syarwani

Warta DKPP

Tim Pemeriksa dari Unsur Masyarakat Telah Diambil Sumpah

Page 7: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

7

“Dua Jurus” DKPP antisipasi membanjirnya laporan pelanggaran kode etik Pemilu 2014:

n “Jurus Pertama” membentuk Tim Pemeriksa Daerah di 33 provinsi di Indonesia.

n “Jurus Kedua” gunakan teknologi informasi canggih yaitu sidang video conference

Bung Palu

Sisi Lain

Tugas berat diemban oleh Bagian Pengaduan Biro Sekretariat Dewan Kehormatan Penyeleng-gara Pemilu. Pasca Pemilu legis-latif ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini ba-

nyak menerima pengaduan. Pengaduan dari berbagai daerah. Sebagian besar adalah calon legislatif yang kecewa terha-dap penyelenggara Pemilu baik itu KPPS, PPK, KPU ada pula Panwaslcam dan Panwaslu. “DKPP bisa menjadi pelam-piasan peserta pemilu yang kalah. Tapi tidak ada apa-apa. Kemarahan mereka itu perlu disalurkan. Salah satunya ke DKPP,” ucap Ketua DKPP Jimly Asshid-diqie ketika dalam satu kesempatan.

Para Pengadu yang datang ke kantor Sekretariat Biro DKPP tidak mengenal waktu. Ada yang datang malam hari. Itu pun dari mereka belum membawa ber-kas administrasi secara lengkap. “Jam sembilan malam ada Pengadu datang. Mereka hanya konsultasi. Mereka ingin mengadukan penyelenggara Pemilu ke DKPP tapi tidak tahu cara beracara di DKPP,” kata Lukman, staf Pengaduan.

Pihak sekretariat DKPP pun pernah memasang plang jam kerja penerimaan pengaduan. Plang itu dipasang di front desk Biro Sekretariat DKPP. Dalam plang itu ditulis bahwa penerima peng-aduan itu sampai pukul 17.00. Namun, intruksi dari Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshid-diqie bahwa tidak menerima batasan jam pengaduan. Jadi pihak sekretariat khususnya bagian Pengaduan harus me-nerima pengaduan. Jam berapapun.

Para justice seeker pun seolah men-dapat angin segar. Mereka datang kapan saja. Meski bukan hari kerja, atau hari

libur mereka tetap saja datang ke DKPP. Berdasarkan catatan dari petugas pen-jaga pengamanan dalam (Pamdal) di lingkungan Sekretariat Jendral Badan Pengawas Pemilu, Biro DKPP berada di lingkungan sekjen Bawaslu, pada Sabtu ada sebanyak 4 orang yang hendak

melakukan pengaduan perkaranya ke DKPP. Sementara Sabtu berikutnya ada 11 orang. “Hari Sabtu ada saja yang datang. Untuk hari minggu tidak ada,” kata Petugas.

Memang mereka yang datang pada hari libur akan untung-untungan. Bila masih ada staf, mereka akan diterima. Seperti pada Sabtu lalu, seluruh pegawai di lingkungan sekretariat DKPP masuk.

Pada waktu itu seluruh komisioner hadir guna menggelar pleno Putusan sebanyak 22 perkara. “Kami dapat info, hari Sabtu masuk. Jadi kami datang kemari,” kata Topari, caleg dari Par-tai Demokrasi Indonesia Perjuangan didampingi pengacaranya.

Namun bagi yang tidak beruntung, para Pengadu akan sia-sia. Di ling-kungan sekretariat DKPP tidak membu-ka posko pengaduan di luar waktu kerja. Pengaduan akan diterima pada hari kerja, Senin-Jumat. l Tamat

Hari Libur Pun Masih Ada yang LaporBanjir Pengaduan Pasca Pemilu Legislatif

Yang paling berat adalah ketika harus diuji idealisme. Pengadu tidak sungkan untuk memberikan sesuatu yang menggiurkan. Biasanya berupa uang atau pertemuan.

Page 8: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

8

Banyak penyelenggara Pemilu baik itu KPU maupun Panwas-lu yang ada di daerah merasa ketakutan terhadap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Mereka seolah-olah

DKPP itu momok yang menakutkan. Ada pula yang menyebutkan bahwa De-wan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu sebagai malaikat pencabut nyawa.

Stigma seperti itu memang beralasan. Pasalnya, tidak sedikit anggota penye-lenggara Pemilu yang mendapatkan sanksi pemberhentian baik itu berupa pemberhentian tetap maupun pember-hentian sementara.

Sejak dari mulai DKPP berdiri, tahun 2012, hingga 4 Maret 2014 DKPP telah memberhentikan tetap 126 orang. Se-dangkan yang diberhentikan sementara sebanyak 13 orang. Sanksi tersebut diberikan kepada mereka yang di-nyatakan terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu sesuai dengan

tingkat pelanggarannya. Sanksi-sanksi tersebut banyak diden-

gar oleh para penyelenggara Pemilu. Pa-dahal tidak setiap berperkara ke DKPP berujung pada pemecatan. Nyatanya, jumlah penyelenggara Pemilu yang dire-habilitasi itu jauh lebih banyak. Ada 422 penyelenggara Pemilu yang dinyatakan tidak melanggara kode etik.

Untuk itu, Anggota Dewan Kehor-matan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Anna Erliyana meminta kepada seluruh penyelenggara Pemilu, untuk tidak perlu ditakuti oleh KPU dan Bawaslu. Lembaganya bukan atasan Bawaslu dan KPU. “Kami tidak merasa sebagai atasan KPU dan Bawaslu. DKPP tak perlu ditakuti. Dan DKPP juga bukan kompetitor KPU dan Bawaslu,” kata Prof. Anna Erliyana pada acara Pelaksanaan Bimbingan Teknis Pemungutan dan Peng hitung an Suara Serta Rekapitulasi Penghitungan Suara Secara Terintegrasi di 9 Pro-

Kolom Anggota

DKPP Bukan Atasan KPU dan Bawaslu

vinsi,  belum lama ini.Acara ini bertempat di Hotel

Singgasana, Jalan Kajaolalido No.16, Makasar. Pesertanya sebanyak 50 orang. Mereka berasal dari KPU dan Bawaslu Provinsi Sulawesi dan KPU

serta Panwaslu Kabupaten dan Kota se-Sulawesi Selatan. 

Anna Erliyana yang juga guru besar Hukum Administrasi dari Universitas Indonesia itu mengatakan, KPU-KPU di daerah tidak perlu takut diawasi. “Apabila apa yang telah dilakukan sudah benar, kenapa mesti takut diawasi,” ujarnya.

Untuk itu dia menyarankan agar KPU profesional dalam menjalankan tugasn-ya. Bila itu terjadi, Bawaslu tidak akan lagi memelototi KPU. “Apabila sudah bertindak profesional maka pengawas juga akan merasa capai sendiri,” kata perempuan berjilbab itu.  

Dia menambahkan, anggota penye-lenggara Pemilu yang melanggar kode etik itu adalah mereka yang melanggar asas-asas penyelenggara Pemilu seperti transparansi, profesionalitas, impar-sialitas dan lain-lain.

“Idealnya, tidak ada lagi generasi kedua DKPP. DKPP cukup sekali saja periode ini. DKPP itu nanti tidak perlu. Tapi untuk mencapai ke arah ini mem-butuhkan waktu. Kondisi ini bila sudah terbangunnya etika yang baik dan terbangunnya trust yang baik sesama penyelenggara Pemilu,” tutup Anna. l

Teten Jamaludin

Sanksi diberikan kepada mereka yang dinyatakan terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Sanksi-sanksi tersebut banyak didengar oleh para penyelenggara Pemilu.

Prof. Dr. Anna Erliyana,S.H.,M.H., Anggota DKPP

Page 9: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

9

II Nomor Urut 10 Kabupaten Intan Jaya dari Partai Nasdem. Terhadap aduan tersebut, Yesaya mengungkapkan bahwa dirinya telah mengundurkan diri sejak setahun yang lalu.

Sementara itu, Teradu yang meru-pakan anggota Panwaslu Kabupaten Kerinci, Jambi atas nama Nanang Elpan dan Erwandi juga diperkarakan oleh atasan mereka yakni Bawaslu Provinsi Jambi. Keduanya diperkarakan karena

dianggap terlibat dalam kepengurusan Partai Politik. Teradu I atas nama Herwandi disangkakan terlibat dalam kepengurusan PDI P di Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci, sedangkan Teradu II atas nama Nanang Elpan pernah tercatat dalam DCT pada Pileg DPRD Kabupaten Kerinci tahun 2009 dari Partai Pemuda Indonesia (PPI).

Terhadap dua perkara tersebut, DKPP sedang memeriksa bukti – bukti dan ke-terangan para pihak, sehingga kasus ini dapat segera diputuskan, apakah para Teradu benar – benar terbukti melang-gar kode etik atau tidak. Bagaimanapun juga, keberpihakan penyelenggara Pemilu kepada salah satu Partai Politik akan mengakibatkan distrust serta menimbulkan proses dan hasil yang dipastikan tidak fair.

Jika Pemilu diselenggarakan oleh lembaga yang terdiri atau beranggo-takan para peserta Pemilu itu sendiri, akan membuka peluang keberpihakan (conflict of interest) penyelenggara Pemilu kepada salah satu peserta Pemilu. Padahal Undang – Undang telah de-ngan gamblang mengatur bahwa untuk menjadi penyelenggara Pemilu salah satu syarat pentingnya adalah tidak ter-libat dalam keanggotaan partai Politik sekurang – kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun. l

Susi Dian Rahayu

Ketok Palu

Beberapa yang Diberhentikan Karena Terlibat Parpol

DKPP kembali menggelar Sidang dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Panwaslu Intan Jaya, Papua dan Panwaslu Kerinci, Jambi. Pokok aduannya pun sama, para Teradu disangkakan terlibat dalam kepengurusan Partai Politik di daerahnya masing – masing.

Dewan Kehormatan Penyeleng-gara Pemilu (DKPP) selama tahun 2014 telah memberhen-tikan sejumlah penyelenggara Pemilu yang terbukti pernah atau masih terlibat dalam

partai Politik. Sebut saja, Titin Sumar-ni mantan anggota KPU Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu, pada Kamis (30/1) lalu secara resmi diberhentikan oleh DKPP karena terbukti pernah tercatat dalam DCS dari Partai Bintang Reformasi (PBR) pada tahun 2009. Hal tersebut berdasarkan aduan dari Didi Iswandi dan Karyodi yang merupakan tokoh masyarakat di Kabupaten Kaur.

Selain itu, pada Selasa (4/3) lalu DKPP kembali memberhentikan dua penye-lenggara Pemilu yang terbukti terlibat dalam kepengurusan Partai Politik. Kedua penyelenggara Pemilu tersebut ialah Muhammad Irfan Setitit dan Yoseph Wenda yang merupakan ang-gota KPU Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua. Keduanya diadukan oleh Keneus Haselo yang merupakan anggota Ormas Pemantau Kinerja KPU. Pemberhentian keduanya tentu beralasan, sebab dari keterangan Pengadu, bukti – bukti yang diajukan serta keterangan Saksi mem-buktikan bahwa Teradu memang benar – benar terlibat dalam kepengurusan Parpol. Muhammad Irfan Setitit yang merupakan Teradu I tercatat dalam ke-pengurusan PPRN dan PPP Kabupaten Tolikara, sementara itu Yoseph Wenda tercatat dalam kepengurusan PAN Tolikara.

Tiga pekan berikutnya, tepatnya Selasa (25/3) DKPP kembali menggelar dua sidang yakni Sidang dugaan pelang-garan kode etik yang diduga dilakukan oleh Panwaslu Intan Jaya, Papua dan Panwaslu Kerinci, Jambi. Pokok aduan-nya pun sama, para Teradu disangkakan terlibat dalam kepengurusan Partai Politik di daerahnya masing – masing.

Teradu yang merupakan anggota Panwaslu Intan Jaya atas nama Yesaya Widigipa dilaporkan ke DKPP oleh Bawaslu Provinsi Papua. Adapun pokok aduannya yakni Teradu tercatat dalam Daftar Calon Tetap (DCT) DPRD Dapil

Page 10: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

10

Perspektif

Mekanisme Pengambilan Putusan DKPPOleh Arif Budiman, S.Sos, M.Si , Staf Bagian Persidangan DKPP

ataupun ahli manakala diperlukan.Sikap akhir anggota DKPP dibahas

dan diputuskan dalam suatu rapat pleno yang sedikitnya dihadiri oleh 5 (lima) anggota DKPP. Putusan diuta-makan diambil secara mufakat. Namun demikian, manakala terjadi perbedaan pendapat yang tidak memungkin-kan dicapainya suatu mufakat maka penentuan sikap akhir dilakukan melalui pemungutan suara baik secara langsung maupun tidak langsung me-lalui perangkat elektronik. Dalam hal terjadi perbedaan dalam pengambilan keputusan menyangkut hal ikhwal yang luar biasa, setiap anggota majelis yang berpendapat berbeda dapat menuliskan pendapat yang berbeda sebagai lam-piran putusan

Dalam kondisi normal, seluruh ang-gota memiliki hak yang sama dalam ra-pat pleno penentuan sikap akhir DKPP mengenai suatu perkara kode etik penyelenggara Pemilu. Setiap anggota mempunyai hak bicara dan hak suara. Setiap anggota dapat menyatakan pendapatnya sekaligus memberikan suaranya manakala sikap akhir harus dilakukan melalui pemungutan suara. Kondisi normal yang dimaksud adalah suatu kondisi yang bebas dari konflik kepentingan (conflict of interest).

Salah satu bentuk konflik kepen-tingan misalnya adalah ketika salah satu anggota DKPP, khususnya yang berasal dari unsur lembaga penye-lenggara Pemilu, pada saat yang sama menjadi pihak yang diadukan atau disebut sebagai Teradu. Jika situasinya demikian maka anggota DKPP yang berasal dari unsur lembaga penyeleng-gara Pemilu dimaksud secara konsensus tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau sikap akhir DKPP.

Berkenaan dengan keberadaan Tim Pemeriksa Daerah, DKPP dalam penentuan sikap akhirnya mengenai suatu dugaan pelanggaran kode etik pe-nyelenggara Pemilu dapat mempertim-bangkan pendapat dan/atau rekomen-

dasi yang disampaikan oleh Tim Pemeriksa Daerah berdasarkan sidang pemeriksaan yang dilakukannya. Dalam setiap sidang pemeriksaan yang melibatkan Tim Pemeriksa Daerah, DKPP mengharuskan setiap anggota Tim Peme-

riksa Daerah untuk menyusun resume hasil pemeriksaan yang

Kehadiran lembaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di tengah tatanan sistem kepemiluan di Indonesia sejatinya dilandasi oleh semangat

untuk memperkuat demokrasi melalui penguatan integritas penyelenggara Pemilu. Secara praktis, penguatan integritas penyelenggara Pemilu tersebut dilakukan melalui suatu mekanisme penegakkan kode etik penyelenggara Pemilu.

Berdasarkan pengalaman dan eks-perimentasi institusional dan organi-sasi, penegakkan integritas penyeleng-gara Pemilu dirasa tidak cukup optimal manakala hanya dilakukan oleh suatu lembaga yang bersifat ad hoc seperti halnya Dewan Kehormatan (DK) KPU yang pernah ada. Oleh karenanya kemudian muncul inisiatif untuk mem-bentuk suatu lembaga permanen yang memiliki tugas khusus memperkuat integritas penyelenggara Pemilu melalui

penegakkan kode etik penyelenggara Pemilu. Atas dasar itulah maka hadir lembaga DKPP.

Berdasarkan Pasal 111 ayat (3) Un-dang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu dinyata-kan bahwa DKPP memiliki tugas: a. menerima pengaduan dan/atau la-

poran dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;

b. melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;

c. menetapkan putusan; dan d. menyampaikan putusan kepada

pihak-pihak terkait untuk ditindak-lanjuti. DKPP diharapkan dapat mendukung

upaya penguatan integritas penyeleng-gara Pemilu melalui suatu mekanisme penegakkan kode etik yang prosesnya mudah, murah, dan cepat. Oleh kare-nanya, dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu dinyatakan bahwa sifat putusan DKPP adalah final dan mengikat.

Putusan DKPP adalah sikap akhir anggota DKPP mengenai suatu dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu dan dilak-sanakan setelah sidang pemeriksaan dinyatakan cukup oleh Panel Majelis Pemeriksa.

Sidang pemeriksaan dapat dinyata-kan cukup apabila Pengadu dan Teradu telah sama-sama diberikan kesempatan untuk menyampaikan pengaduan atau bantahan/jawaban terhadap pengaduan

yang disampaikan, termasuk di da-lamnya pemeriksaan barang bukti,

keterangan saksi, pihak terkait,

10

Page 11: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

11

Pelaksanaan Pemungutan Suara (voting day) yang akan digelar pada 9 April 2014 mendatang dikhawatirkan akan terjadinya kecurangan-kecurangan yang terjadi di lapangan. Kendati

demikian, DKPP terus berusaha untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas tentu saja melalui perannya sebagai lembaga penegak kode etik bagi penyelenggara Pemilu.

Anggota sekaligus juru bicara DKPP Nur Hidayat Sardini berpendapat bahwa Pemilu 2014 ini merupakan Pemilu yang sedikit berbeda jika diban-ding pada Pemilu sebelumnya yakni Pemilu 2009. Pada Pemilu 2014 ini “harga” satu kursi DPR semakin “ma-hal” yakni berkisar antara 230-250 ribu suara bila dibandingkan Pemilu 2009, sedangkan jumlah Partai Politik peserta Pemilu lebih sedikit, sehingga potensi kumulasi suara akan lebih banyak tere-liminasi dengan ketentuan parlementary threshold (ambang batas) yang pada Pemilu sebelumnya sebesar 2,5% dan untuk Pemilu 2014 ini sebesar 3,5%.

Dengan demikian dapat dipastikan pada Pemilu yang akan digelar pada 9 April 2014 mendatang terjadi per-saingan yang semakin sengit antar kandidat. Hal tersebut tentu tidak menutup kemungkinan akan terjadi po-tensi – potensi kecurangan di lapangan dengan melibatkan oknum penyeleng-gara Pemilu di dalamnya.

Belajar dari perkara-perkara yang pernah ditangani DKPP sebelumnya terutama terkait Pemilukada, DKPP mewaspadai potensi-potensi pelang-garan kode etik penyelenggara Pemilu yang akan terjadi pada Pemilu men-datang. DKPP memperkirakan kemu-ngkinan-kemungkinan yang timbul kecurangan dan pelanggaran terutama pada subtahapan : pemungutan suara, penghitungan suara, rekapitulasi suara, dan penetapan hasil – hasil Pemilu, sehingga mengancam Pemilu yang berintegritas.

Adapun bentuk – bentuk pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu antara lain keberpihakan, netralitas dan im-parsialitas, profesionalitas dan ketidak-cermatan, penyalahgunaan wewenang (abuse of power), pengabaian putusan pengadilan, penyuapan dan konflik internal lembaga. Hingga saat ini, modus pelanggaran yang paling sering ditangani DKPP yakni berkaitan dengan keberpihakan, netralitas dan imparsiali-tas penyelenggara Pemilu kepada salah satu kandidat penyelenggara Pemilu.

Menurut Sardini, pada Pemilu 2014 mendatang modus pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu tidak jauh berbeda dengan modus pe-langgaran yang pernah ditangani DKPP sebelumnya. Melihat “mahal”nya harga kursi yang harus dibayar agar dapat duduk di kursi legislatif, dikhawatirkan akan adanya peserta Pemilu dalam hal ini Caleg yang mempengaruhi petugas di lapagan untuk melakukan manipula-si suara dengan strategi potong kompas. Hal tersebut tentu dapat diminimalisir dengan pembinaan secara kuratif oleh KPU dan jajarannya, Bawaslu dan jaja-rannya, demi mewujudkan Pemilu 2014 yang berintegritas. l

Susi Dian Rahayu

Modus Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu

didalamnya berisi fakta persidangan, kesimpulan, dan/atau rekomendasi kepada Pleno DKPP. Terhadap resume hasil pemeriksaan oleh Tim Peme-riksa Daerah tersebut, DKPP dapat menggunakan atau tidak menggu-nakannya sebagai pertimbangan da-lam penentuan sikap akhir DKPP.

Putusan DKPP bersifat final dan mengikat bagi presiden, KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan Bawaslu. Mahkamah Konstitusi da-lam putusannya dengan nomor 31/PUU-XI/2013 menjelaskan bahwa objek perkara yang ditangani DKPP terbatas hanya kode etik dan peri-laku pribadi, atau orang perseorangan pejabat, atau petugas penyelenggara Pemilu. Dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, DKPP dapat memberi sanksi teguran tertu-lis, pemberhentian sementara, atau

pemberhentian tetap jika penyeleng-gara pemilu terbukti melanggar kode etik atau merehabilitasi nama baik Teradu apabila penyelenggara Pemilu yang bersangkutan tidak terbukti melanggar kode etik.

Putusan DKPP dibacakan da-lam suatu sidang terbuka dengan memanggil pihak Pengadu dan/atau Pelapor dan pihak Teradu dan/atau Terlapor. Terhadap Putusan yang telah dibacakan, penyelenggara Pemilu yang terkait wajib melaksana-kan putusan DKPP paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan. Apabila berdasarkan hasil pemerik-saan ditemukan pelanggaran lain di luar pelanggaran kode etik, DKPP menyampaikan rekomendasi kepada lembaga dan/atau instansi terkait un-tuk ditindaklanjuti.l

Teropong

DKPP diharapkan dapat mendukung upaya penguatan integritas penyelenggara Pemilu melalui suatu mekanisme penegakkan kode etik yang prosesnya mudah, murah, dan cepat.

Page 12: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

12

Kuliah Etika

Memahami Sistem Norma Konstitusi Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI

Sistem kaedah atau norma yang menuntun dan mengenda-likan perilaku ideal manusia dalam kehidupan bersama dapat berupa norma-norma agama (religious norms), norma

etika (ethical norms), dan/ataupun nor-ma hukum (legal norms). Ketiga sistem norma atau kaedah itu tumbuh alamiah dalam kenyataan hidup manusia secara universal. Pada mulanya, ketiganya bersifat saling lengkap dan melengkapi secara komplementer dan sinergis satu sama lain, tetapi dengan perjalanan waktu dan perkembangan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat, timbul perbenturan di antar ketiga sistem norma itu dalam praktik.

Gejala perbenturan antar sistem norma itulah yang direspons secara berbeda-beda oleh aliran-aliran pemikiran yang berkembang alam sejarah. Aliran positivisme Comte yang berpengaruh besar dalam sejarah pemikiran hukum dalam sejarah dengan tegas berusaha dan berhasil memisahkan sistem norma hukum dari pengaruh-pengaruh sistem agama, dan bahkan dari sistem etika. Bahkan, da-lam ‘Stuffenbau theorie des recht’ (Pure Theory of Law)-nya Hans Kelsen, ditegaskan bahwa norma hukum harus dibersihkan atau dimurnikan dari aneka pengaruh sosial, poli-tik, ekonomi, dan apalagi

dari pengaruh etika dan agama.Oleh sebab itu, oleh kebanyakan

sarjana hukum, doktrin supremasi hukum (supremacy of law) benar-benar dipahami secara mutlak. Pemerin-tahan yang tertinggi adalah hukum, ‘the rule of law, not of man’. Hukum adalah panglima yang tertinggi, di atas segala-galanya. Penegak keadilan juga adalah seorang Dewi yang tidak berperasaan dan bahkan matanya ditutup, sehingga tidak dapat mem-beda-bedakan orang, dan tidak akan pernah memberikan tempat pada per-timbangan-pertimbangan non-hukum, termasuk pertimbangan etika ataupun

agama. Pokoknya hukum sebagaimana yang dipahami oleh manusia adalah di atas segala-galanya.

Norma etika ataupun norma agama sekalipun harus tetap tunduk kepada hukum, karena kedudukannya tidak di atas hukum melainkan berada di bawah norma hukum. Sebaliknya, cara pandang demikian itulah yang tidak dapat diterima oleh para agamawan dan para rohaniawan, yang tentu saja selalu akan menganggap norma agamalah yang paling tinggi. Hukum tidak boleh bertentangan dengan etika, dan etika juga tidak boleh bertentangan dengan keimanan yang bersifat mutlak dalam beragama. Pendek kata, etika dan apala-gi hukum duniawi mana boleh berten-tangan dengan agama.

Masalah kita sekarang di zaman pas-ca modern dewasa ini, kenyataan hidup menunjukkan dimana-mana di seluruh dunia pemikiran dan praktik keberag-amaan mengalami perkembangannya sendiri yang membuat pemahaman konvensional tentang pola-pola dan dimensi hubungan antara agama dan negara, serta hubungan antara nor-ma-norma agama, etika, dan hukum juga mengalami perubahan yang sama sekali berbeda dari masa-masa sebelum-nya.

Agama, etika, dan hukum tentu harus dibedakan dan tidak boleh dipahami se-cara tumpang tindih dan campur-aduk. Tetapi untuk memisahkan ketiganya secara kaku juga terbukti tidak tepat. Sekarang sudah banyak ahli yang

Page 13: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

13

Kuliah Etika

membedakan antara pengertian negara dengan ‘publik’, antara lembaga negara dengan lembaga publik, antara kepen-tingan negara dengan kepentingan publik sebagai hal-hal yang mesti dibe-dakan. Karena itu, pengertian agama negara yang dipandang tidak relevan lagi di zaman sekarang, diganti dengan wacana agama publik (public religion) yang dapat dipahami pengaruhnya yang kuat dalam kehidupan publik meskipun bukan agama negara.

Bahkan jika dikaitkan dengan tesis-tesis Marxisme yang meniadakan peran Tuhan, atau sekularisme ekstrim yang mengesampingkan peran Tuhan dalam kehidupan bernegara, Positivisme Comte yang meniadakan peran agama yang penuh dengan mitos-mitos yang dianggap tidak dapat diandalkan untuk memberikan solusi konkrit bagi kehi-dupan, atau aliran-aliran pemikiran filsafat lainnya, semua tidak dapat menolak kenyataan muncul berkem-bangan pelbagai gejala spiritualisme dalam bentuk-bentuk baru, kesadaran keagamaan yang terus meningkat dima-na-mana, dan bahkan semua pemeluk agama dewasa ini sedang dihinggapi antusiasme-antusiasme baru dalam mempraktikkan kepercayaan agamanya masing-masing.

Di pihak lain, praktik-praktik hidup beretika yang sebagian besar dikem-bangkan dari nilai-nilai keagamaan yang diyakini masyarakat dan temuan-temuan ilmiah tentang kemuliaan hidup yang diidealkan dalam kehidupan bersama masyarakat juga semakin berkembang dan diidealkan dima-na-mana diseluruh dunia. Semua ini membuat orang mulai kembali men-yadari penting mengadakan penye-suaian dengan melihat pola hubungan baru antara sistem norma agama, norma etika, dan norma hukum. Dalam buku ini, saya menawarkan perspektif baru bahwa hubungan antara hukum dan etika bukan lagi bersifat vertikal atas-bawah.

Masalah kita bukanlah mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah antara norma hukum itu dengan norma etika, dan agama. Hubungan yang tepat di antara ketiganya justru bersifat ‘luar-dalam’, bukan ‘atas-bawah’. Da-lam pola hubungan pertama ini, yaitu hubungan ‘luar-dalam’ dapat diibarat-kan laksana nasi bungkus. Hukum itu adalah bungkusnya, sedangkan nasi

beserta lauk pauk yang ada di dalamnya adalah etika, tetapi segala zat protein, vitamin, dan sebagainya yang terkand-ung di dalam makanan berbungkus itu adalah intinya, yaitu agama. Ini dapat disebut sebagai pola hubungan perta-ma. Hukum adalah jasad, tubuh, atau struktur. Sedangkan rohnya, jiwanya, isinya adalah etika. Tetapi roh itu pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan, dan karena itu inti dari segala esensinya adalah norma agama.

Dalam pola hubungan kedua antara ketiga sistem norma itu adalah hu-bungan luas-sempit. Etika itu lebih luas daripada hukum yang lebih sempit. Karena itu, setiap pelanggaran hu-kum dapat dikatakan juga merupakan

pelanggaran etika, tetapi sesuatu yang melanggar etika belum tentu melanggar hukum. Etika itu lebih luas, bahkan dapat dipahami sebagai basis sosial bagi bekerjanya sistem hukum.

Jika etika diibaratkan sebagai samud-era, maka kapalnya adalah hukum. Itu sebabnya Ketua Mahkamah Agung Earl Warren (1953–1969)1 pernah menyata-kan, “Law floats in a sea of ethics”, hukum mengapung di atas samudera etika. Hukum tidak mungkin tegak dengan keadilan, jika air samudera etika tidak mengalir atau tidak berfungsi dengan baik. Karena itu, untuk mengharapkan hukum dan keadilan itu tegak, kita harus membangun masyarakat yang beretika dengan baik, dan masyarakat yang beretika atau ber-‘akhlaqulkari-mah’ itulah cermin dari masyarakat

1 Lahir pada 19 Maret, 1891 dan meninggal pada tanggal 9 Juli, 1974.

yang sungguh-sungguh menjalankan ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Masyarakat yang sungguh beragama itu, bukanlah masyarakat yang emosi keagamaannya meledak-ledak dan bahkan berhasrat untuk mati dalam menegakkan ajaran agama, bukan pula yang rajin menjalankan segala ritual agamanya dengan rutin dan tekun tanpa peduli dengan dunia. Masyarakat yang beragama dengan baik itu adalah masyarakat yang perilakunya dalam kehidupan bersama sesuai dengan standar-standar etika dan perilaku yang diidealkan dalam kehidupan bersama.

Di samping itu, sistem norma etika juga dapat difungsikan sebagai filter dan sekaligus penyanggah serta penopang bagi bekerja-efektifnya sistem norma hukum. Setiap kali terjadi perilaku menyimpang (deviant behavior), sebelum memasuki ranah hukum, sudah ter-sedia sistem etika yang melakukan koreksi. Dengan demikian, tidak semua perbuatan menyimpang dari norma ideal harus langsung ditangani me-lalui mekanisme hukum yang dapat berakibat terlalu besarnya beban sistem hukum untuk mengatasi semua jenis penyimpangan perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Seperti doktrin da-lam ilmu hukum bahwa hukum pidana harus dilihat sebagai ‘ultimum remedi-um’, sebagai upaya terakhir, sesudah upaya-upaya lain habis atau tidak lagi mempan (exhausted), secara keseluruhan hukum pun seharusnya dilihat sebagai upaya terakhir.

Sebelum hukum, etika harus diberi kesempatan untuk lebih dulu difung-sikan. Apalagi, sistem sanksi yang di-ancamkan oleh hukum tidak mengenal upaya pembinaan yang bersifat men-didik seperti sistem sanksi etika. Jika suatu perbuatan terbukti tetapi tidak terlalu serius sebagai pelanggaran, maka sistem sanksi etika dapat memberikan teguran atau peringatan dengan mak-sud untuk mendidik, bukan menyakiti yang bersangkutan.

Jika pelanggaran tergolong seri-us, maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dari jabatannya, dengan maksud, sekali lagi bukan tertuju kepa-da yang bersangkutan sebagai bentuk pembalasan terhadap kesalahan, me-lainkan dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi jabatan, profesi, atau organisasi tempat yang bersangkutan bekerja. l

Agama, etika, dan hukum tentu harus dibedakan dan tidak boleh dipahami secara tumpang tindih dan campur-aduk. Tetapi untuk memisahkan ketiganya secara kaku juga terbukti tidak tepat.

Page 14: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

14

Mereka Bicara

Salah satu terobosan yang pa-ling fenomenal dari kinerja Dewan Kehormatan Penye-lenggara Pemilu (DKPP) sejak dibentuk dua tahun silam ada-lah dibentuknya Tim Peme-

riksa Daerah Dari Unsur Masyarakat yang berkedudukan di Ibukota Provinsi dengan wilayah kerjanya di Provinsi masing-masing.

Fenomenalisme dalam konteks ini adalah keberanian dan kecerdasaan dari DKPP untuk membentuk Tim Peme-riksa Daerah, karena secara legalitas, sungguh pun secara eksplisit tidak diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pe-nyelenggara Pemilu, namun dengan menafsirkan bebe rapa pasal yang ada hadirlah Tim Peme riksa Daerah melalui Peraturan Dewan Kehormatan Penye-lenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Di Daerah sebagai paying hukum yang memberikan eksistensi yang kuat bagi Tim Pemeriksa Daerah untuk melaku-kan pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu di daerah.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) tidak hanya fenomenal dan berani serta cerdas saja, tetapi juga mempunyai “sense of crisis” dan “futurable”dalam menyikapi penye-lenggaraan Pemilu yang penuh dinami-ka dan rona dengan segala problema-tika yang menyertainya. Identifikasi ter hadap kemungkinan permasalahan yang akan muncul terkait dengan Pe-nyelenggara Pemilu dalam menjalankan tugas, kewenangan dan kewajibannya di satu sisi, menunjukan bahwa DKPP memiliki semangat (spirit) untuk me-nyelesaikan krisis yang mendera “actor pemilu” yang tidak berintegritas, tidak profesional dan tidak mandiri serta tidak bekerja on the track sesuai dengan pedoman asas Penyelenggara Pemilu.

Di sisi lain, jumlah anggota DKPP yang ha-nya 7 (tujuh) orang dan keterbatasan staf yang dimiliki, dikhawatir-kan tidak akan mampu untuk menyelesaikan membanjirnya laporan yang masuk ber-kaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu pasca penyelenggaraan Pemilu Legislatif Tahun 2014. Kondisi demikian tentu akan berpenga-ruh pada kerja dan kinerja DKPP sebagai lembaga peradilan etik.

Beranjak dari kondisi obyektif dan subyektif tersebut mendorong DKPP untuk melaku-kan terobosan hukum dengan membentuk “Tim Pemeriksa Daerah” demi terwu-judnya Pemilihan Umum yang tidak saja adil dan demokratis tetapi juga benar-benar dilaksanakan baik dari proses maupun hasil yang betul-betul bermartabat, sekaligus untuk me-mastikan bahwa para penyelenggara Pemilu bisa bekerja secara akuntabel karena tanggung jawab merupakan bagian dari akuntabilitas. Di samping itu agar tidak terjebak pada demokrasi yang prosedural tanpa disertai dengan demokrasi yang substansial maka diperlukan penyelenggara pemilu yang baik sehingga dapat memenuhi 7 (tujuh) prinsip yang berlaku umum untuk menjamin legitimasi dan kredibilitas penyelenggara pemilu, yaitu Inde-pendence (Kemandirian), Impartiality (Berimbang/Tidak Berpihak), Integrity (Integritas/Terpercaya), Transparancy (Keterbukaan), Efficiency (Efisiensi), Professionalism (Profesionalisme), Service mindedness (Pelayanan), Accountability

(Akuntabilitas).Secara substansial, DKPP hakikatnya

merupakan lembaga peradilan terutama untuk kasus-kasus pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Seluruh mekanisme pemeriksaan pelanggaran kode etik terkonsentrasi dan tersen-tralisasi di DKPP sebagai satu-satunya institusi penegak kode etik penyeleng-gara Pemilu, baik KPU dan jajarannya di seluruh Indonesia maupun Bawaslu dan jajarannya di seluruh Indonesia.

Meskipun tidak menggunakan istilah pengadilan, hakikat kedudukan, tugas, dan wewenang DKPP benar-benar lembaga peradilan etik, yaitu lembaga pengadilan etik yang pertama di Indo-nesia.

Tim PemeriksaPelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Di Daerah Setiap Provinsi Seluruh Indonesia dibentuk berdasarkan Keputusan Dewan Kehor-matan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia Nomor: 350-KEP Tahun 2014

Menelisik Hadirnya Tim Pemeriksa Daerah DKPP”Selamat Berjuang Tim Pemeriksa Daerah”Oleh Adhi Wibowo, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum dan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti (UNES) Padang dan Anggota Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Page 15: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

15

@triocecep2OOO: Sidang @DKPP_RI telah menjawab keraguan kita tentang peran DKPP dalam kontrol penyelenggara pemilu yg melenceng

@zulizulkipli: sukses buat DKPP hajar dan berangus penyelenggara yg tdk netral

@triocecep2OOO: Kita percaya DKPP masih ada orang baik yg mau menegakkan keadilan. Apapun putusannya kita tentu akan kita terima. Semoga!

Tanggal 7 April 2014, yang didahului dengan Pembentukan Tim Pemeriksa Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Di Daerah Dari Unsur Masyara-kat berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia Nomor: 269-KEP Tahun 2014 Tanggal 14 Maret 2014.

Unsur dan keanggotaan Tim Peme-riksa Pelanggaran Kode Etik Penyeleng-gara Pemilu Di Daerah Setiap Provinsi Seluruh Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang Anggota DKPP, 1 (satu) orang Anggota KPU Provinsi, 1 (satu) orang Anggota Bawaslu Provinsi dan 2 (dua) orang unsur Masyarakat yang berasal dari akademisi, tokoh masyarakat, atau praktisi yang memiliki pengeta-huan kepemiluan dan etika, di mana tugasnya adalah mengikuti Rapat Tim Pemeriksa, Melaksanakan Acara Pe-meriksaan, Membuat Resume Peme-riksaan dan Membuat Laporan Tim Pemeriksa, yaitu notulensi rapat, risalah pemeriksaan, dan berita acara peme-riksaan. Adapun dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya Tim Pemeriksa Daerah dibantu oleh Sekretariat DKPP dan bertanggung ja-wab kepada Ketua Dewan Kehormatan-Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kehadiran Tim Pemeriksa Daerah banyak diapresiasi oleh Peserta Pemilu dan stakeholders serta masyarakat seba-gai langkah strategis DKPP di tengah kekecewaan dan kekhawatiran yang berdasarkan pengalaman Pemilu dan Pemilukada sebelumnya, kekusutan dalam penyelenggaraannya yang banyak terjadi sebagian diakibatkan oleh ki-nerja dari penyelenggara pemilu yang kurang optimal dalam menjalankan tugas dan kewajiban serta kewenang-annya sebagai penyelenggara pemilu. Persoalan bertambah ketika proses pengawasan dan penegakan hukum berjalan kurang efektif, yang kemudian malah turut menyumbang kekisruhan

yang terjadi. Pada akhirnya disadari, kelemahan dan kekuranglengkapan dari perangkat undang-undang menjadi pendorong munculnya persoalan-per-soalan dalam penyelenggaraan pemilu, sehingga kehadiran Tim Pemeriksa Daerah DKPP diharapkan mampu men-jawab kegelisahan sekaligus pembuk-tian bahwaDKPP merupakan produk wacana perbaikan kualitas demokrasi khususnya kualitas penyelenggara

Pemilu di Indonesia.Sebagai pengadilan, para anggota Tim

Pemeriksa Daerah DKPP juga dituntut danharus bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus-kasus yang timbul untuk popularitas pribadi. Para anggota dilarang menikmati pujian yang timbul dari putusan dan sebalik-nya dilarang pula tersinggung atau marah karena dikritik oleh masyarakat

yang tidak puas akan putusan DKPP. Sebagai lembaga peradilan etika, DKPP juga harus menjadi contoh menge-nai perilaku etika dalam menyeleng-garakan sistem peradilan etika yang menyangkut aneka kepentingan yang saling bersitegang antara para peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu atau antara masyarakat pemilih (voters) dengan penyelenggara pemilu, ataupun diantara sesame penyelenggara pemilu sendiri, khususnya antara aparat KPU dan aparat Bawaslu.

Harapan (ekspectasi) yang besar dari masyarakat menjadi tantangan bagi Tim Pemeriksa Daerah DKPP untuk bekerja lebih optimal dan professional serta sebagai pembuktian bahwa seba-gai bagian dari penyelenggara Pemilu yang bertugas untuk menegakkan kode etik akan menjadikan lembaga DKPP sebagai instrument demokrasi yang mencitrakan dirinya dengan nilai kebaikan bersama tanpa keberpihakan sebagaimana yang diharapkan Ketua DKPP Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan hal tersebut hen-daknya setiap Anggota Tim Pemeriksa harus memahami peraturan perun-dang-undangan yang menjadi dasar dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya serta mengedepan-kan etika, khususnya etika komuni-kasi dan menjaga perilaku dengan mempedomani pedoman perilaku Tim Pemeriksa Perkara Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Di Daerah serta menghindarkan diri dari conlict interest dan keberpihakan. Dengan memiliki dan melaksanakan itu semua Tim Pemeriksa Daerah akan dapat memenuhi maksud dan tujuan serta urgensi pembentukan Tim Peme-riksa Daerah, bukannya malah menjadi kontra produktif dengan filosofi pem-bentukannya.

Selamat bekerja dan berjuang Tim Pemeriksa Daerah… n

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) tidak hanya fenomenal dan berani serta cerdas saja, tetapi juga mempunyai “sense of crisis” dan “futu-rable”dalam menyikapi penyelenggaraan Pemilu yang penuh dinamika dan rona dengan sega-la problematika yang menyertainya.

Page 16: MEMAHAMI SISTEM NORMA KONSTITUSI

16

Parade Foto

DKPP untuk pertama kalinya menyerahkan dokumen penting berupa naskah putusan kepada lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Kamis (20/3). Sebanyak 276 berkas putusan yang diserahkan itu adalah hasil putusan DKPP sejak berdiri pada Juli 2012 sampai dengan putusan terakhir pada Februari 2014.

DKPP turut memeriahkan acara deklarasi kampanye berintegritas yang digelar oleh KPU RI di Monas, Sabtu (15/3).

DKPP gelar Bimtek Susulan Tim Pemeriksa di daerah pada Kamis (20/3) di Hotel Aryaduta, Lippo Village, Tangerang. Peserta Bimtek kali ini adalah mereka yang belum sempat ikut Bimtek sebelumnya.

Setelah dilakukan pengambilan sumpah pada Minggu (16/3) malam, di Hotel Aryaduta, Jakarta, para Anggota Tim Pemeriksa di Daerah dari unsur masyarakat hari ini (Senin, 17/3) diberikan bimbingan teknis (Bimtek).

DKPP Minggu (16/3/2014) malam telah mengambil sumpah/janji para tokoh masyarakat yang disiapkan menjadi Anggota Tim Pemeriksa di Daerah. Mereka berasal dari 33 provinsi di Indonesia, di mana setiap provinsi diwakili oleh dua orang.

DKPP gelar Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi di Hotel Oria, Jalan Wahid Hasyim, Rabu (13/3). Hadir Nur Hidayat Sardini, Saut H. Sirait dan Prof. Anna Erliyana, kepala biro DKPP Ahmad, Yusuf dan Dini Yamashita (Kabag), kasubbag serta staf di lingkungan sekretariat DKPP.

FOTO: IRMA

FOTO: IRMA

FOTO: ARIF SYARWANI

FOTO: IRMA

FOTO: IRMA

FOTO: IRMA