Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan...

185
Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat 2017 Rebecca Surtees

Transcript of Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan...

Page 1: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

Melangkah Maju.Reintegrasi KorbanPerdagangan Orang(trafficking) di Indonesiadalam Keluarga danMasyarakat

2017

Rebecca Surtees

Page 2: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

Penelitian dan publikasi ini dapat terlaksana atas dukungan pendanaan United States Department of State Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons/Kantor Negara untuk Memonitor dan Memerangi Perdagangan Orang, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (J/TIP) melalui hibah No. S-SGTIP-11-GR-044. Pendapat yang dikemukakan di sini merupakan pendapat penulis dan tidak mencerminkan pandangan dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Penulis: Kontributor dan pengulas: Direktur proyek: Tim peneliti:

Alih bahasa: Peta, grafis, tata letak, edit: Foto-foto:

Penerbit:

Rebecca Surtees Suarni Daeng Caya, Laura S. Johnson, Thaufiek Zulbahary Stephen Warnath Rebecca Surtees, Thaufiek Zulbahary, Suarni Daeng Caya, Laura S. Johnson, Pattarin Wimolpitayarat Thaufiek Zulbahary Laura S. Johnson Peter Biro

NEXUS Institute 1440 G Street NWWashington, D.C. 20005

Sitasi: Surtees, Rebecca (2017) Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat.Washington, D.C.: NEXUS Institute.

© 2017 NEXUS Institute

NEXUS Institute® adalah sebuah pusat kebijakan dan penelitian hak asasi manusia internasional yang independen. NEXUS berdedikasi untuk mengakhiri bentuk-bentuk perbudakan masa kini dan perdagangan orang serta penyalahgunaan dan pelanggaran lainnya yang bersinggungan dengan hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. NEXUS adalah pemimpin dalam penelitian, analisis, evaluasi dan bantuan teknis dan dalam pengembangan pendekatan yang inovatif untuk memerangi perdagangan orang dan isu-isu terkait.

www.NEXUSInstitute.net @NEXUSInstitute

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak, menyimpan dalam sebuah sistem pencarian, atau menyebarkan dengan cara apapun baik elektronik, mesin, foto kopi, rekaman serta cara lainnya tanpa izin tertulis dari penerbit.

Bekerjasama dengan:

Cover photo: Matahari menyinari sawah di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro

Foto-foto dalam laporan ini mengilustrasikan berbagai aspek pada kehidupan sehari-hari di Indonesia. Kecuali dinyatakan lain, individu-individu yang terdapat dalam foto-foto tersebut bukan merupakan korban perdagangan orang.

Page 3: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat

2017

Rebecca Surtees

Page 4: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

Buku hasil penelitian ini kami dedikasikan kepada sahabat-sahabat dan rekan-rekan kami, Bapak Fahrurrozi (Solidaritas Buruh Migran Cianjur atau SBMC), Ibu Syarifah (Mantan PRT Migran asal Karawang, anggota Solidaritas Buruh Migran Karawang atau SBMK), Ibu Reytha Kurnia Dewi (Sakti Pekerja Sosial, Kementerian Sosial), Bapak Aryudha Yalasandhi (staf RPTC Tanjung Pinang Kepulauan Riau) dan Ibu Anik Sulistyowati (Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang). Mereka tidak hanya berkontribusi dalam penelitian ini tapi juga telah bekerja tak kenal lelah selama beberapa tahun dalam mencegah dan menangani perdagangan orang di Indonesia.

Page 5: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

Sambutan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua,

Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan suatu perbuatan yang benar-benar mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia. Jaringan mafia perdagangan orang, seringkali bekerja dengan berbagai cara, mulai dengan cara yang sangat terselubung dan rapi sampai dengan cara yang kasar dan terang-terangan seperti menculik atau menggunakan cara-cara kekerasan. Perempuan dan anak yang masih dianggap lemah oleh sebagian masyarakat membuat mereka menjadi kelompok yang rentan menjadi korban perdagangan orang.

Merebaknya kasus perdagangan orang telah mendorong disusunnya berbagai kebijakan, program dan kegiatan dalam upaya Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia. Selain itu, berbagai kajian juga telah dilakukan untuk mengetahui penyebab terus bertambahnya korban perdagangan orang. Berbagai faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya perdagangan orang antara lain faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan, ketiadaan informasi, perceraian, sampai dengan masalah hedonisme. Oleh karena itu diperlukan kesadaran, kepedulian dan kerjasama semua pihak dalam upaya menghapuskan perdagangan orang di Indonesia. Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang telah dimulai sejak tahun 2002 dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 2002 - 2007, kemudian dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Komersial Anak 2009 – 2014, dan terakhir Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang 2015 – 2019. Selain itu, dalam upaya pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga telah dibentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana diamanatkan dalam pasal 58 (ayat 3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 69 tahun 2008, dimana bertindak sebagai Ketua adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan sebagai Ketua Harian adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Setiap saksi dan/atau korban perdagangan orang berhak untuk mendapatkan layanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum, pemulangan, serta reintegrasi sosial. Reintegrasi sosial dan pemberdayaan korban perdagangan orang merupakan proses yang sangat penting untuk mencegah agar korban tidak kembali terjerumus dalam kasus yang sama. Penerbitan Buku “Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (Trafficking) Di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat” memberikan gambaran tentang pengalaman para korban, penyintas serta keluarga korban perdagangan orang menjalani hidupnya kembali setelah peristiwa traumatis yang menimpanya. Buku ini diharapkan dapat memberi semangat dan

Page 6: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

2

!

!

!

Vennetia!R.!Danes!

pemahaman bagi kita untuk meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang. Kami sangat mengapresiasi peran NEXUS Institute dalam melakukan penelitian dan pengalaman tentang perdagangan orang di Indonesia. Kami juga mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada penyusun, penyunting, terutama kepada Rebecca Surtees atas partisipasi dan perhatiannya terhadap isu-isu terkait tindak pidana perdagangan orang serta telah mencurahkan tenaga dan pikirannya dalam penulisan buku ini. Semoga Buku “Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (Trafficking) Di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat” dapat memajukan misi kita bersama dalam mewujudkan perlindungan hak perempuan Indonesia, khususnya korban tindak pidana perdagangan orang. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juli 2017

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan

Vennetia R. Danes

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

Page 7: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

3

Sambutan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan perkenan-Nya, sehingga hasil penelitian tentang reintegrasi korban perdagangan orang yang diberi judul: “Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (Trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat” ini berhasil diterbitkan oleh NEXUS Institute dan diharapkan dapat menjadi acuan/rujukan untuk memberikan input bagi pengembangan program dalam melaksanakan reintegrasi bagi korban perdagangan orang di Indonesia.

Kami menyadari sekaligus mengapresiasi bahwa NEXUS Institute selama ini telah banyak melakukan penelitian dan pengalaman terhadap persoalan perdagangan orang (Trafficking) di Indonesia.

Buku “Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (Trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat” diharapkan dapat menjadi pedoman dan referensi bagi berbagai pihak baik pemerintah, daerah maupun masyarakat dalam memberikan bantuan reintegrasi sosial bagi korban perdagangan orang.

Dengan diterbitkannya buku “Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (Trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat”, diharapkan para penyelenggara dapat melaksanakan secara optimal dan penuh komitment untuk memberikan bantuan reintegrasi kepada korban yang terindikasi sebagai korban perdagangan orang. Peran aktif dari berbagai pihak, baik instansi dan stakeholders terkait sangat kami harapkan agar korban perdagangan orang dapat direntegrasi sesuai aturan dan prosedur yang berlaku sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.

Demikian harapan kami semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, February 2017

Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang,

Kementerian Sosial Republik Indonesia

DR. SONNY W.MANALU, MM

Page 8: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

4

Kata Pengantar

“Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang (Trafficking) di Indonesia dalam Keluarga dan Masyarakat” adalah bagian terakhir dari tiga bagian

rangkaian penelitian kami yang mempelopori penggunaan metode longitudinal di bidang

penelitian mengenai perdagangan orang. Dengan seri penelitian ini NEXUS dari waktu ke

waktu telah berusaha untuk memperkenalkan ke dalam literatur tentang perdagangan orang

perspektif yang lebih luas dan mendalam dari penelitian yang saat ini biasa dilakukan di

bidang ini. Penelitian ini melibatkan lebih dari 100 individu korban perdagangan orang -

baik laki-laki maupun perempuan, termasuk sejumlah korban anak-anak, serta banyak

anggota keluarga dan anggota masyarakat. Hampir 150 pejabat penting lainnya di semua

tingkat pemerintahan dan juga masyarakat sipil diwawancarai selama tiga tahun. Dengan

upaya ini, NEXUS Institute telah mulai mengeksplorasi dan merangkai bersama kontur yang

lebih luas dalam kehidupan individu-individu dan keluarga mereka sebelum dan sesudah mengalami perdagangan orang.

Perspektif yang lebih luas dari penelitian ini mengupas berbagai kerentanan, kebutuhan,

tantangan hidup dan dinamika keluarga maupun masyarakat dalam kehidupan individu

sebelum dia diperdagangkan. Kajian ini mengeksplorasi bagaimana masalah dan tantangan

yang ada sebelum terjadinya perdagangan orang dengan penekanan pada pengalaman

korban. Juga menunjukkan bagaimana upaya mereka untuk menyelamatkan diri, melarikan

diri dan pulang, yang jarang terjadi, jika pernah, membuat isu-isu tersebut hilang dan

kompleksitas kehidupan keluarga dan masyarakat setelah terjadi perdagangan orang. Ada

nilai yang bermakna dalam menggabungkan gambaran yang lebih lengkap dari kehidupan

setiap individu dalam konteks mendengarkan dan mempelajari untuk lebih mendukung

pemulihan dan reintegrasi mereka secara lebih baik, komprehensif dan efektif. Perspektif

yang digunakan dalam laporan ini, digabungkan, memberikan satu gambaran paling

komprehensif dan jalinan yang kompleks tentang apa arti "rumah" bagi prospek keberhasilan atau kegagalan pemulihan mereka.

Selama bertahun-tahun, para pejabat di seluruh dunia telah mengutuk perdagangan orang,

mendedikasikan diri mereka untuk mengakhiri itu dan menyatakan komitmen pemerintah

masing-masing untuk mendukung pemulihan korban perdagangan orang dengan membantu

dan melindungi dan, pada akhirnya, "mengintegrasi kembali" mereka yang bertahan terjebak dalam perbudakan modern.

Ada beberapa kemajuan penting - terutama dalam penerapan kerangka kerja anti

perdagangan manusia secara internasional dan nasional. Namun kenyataannya,

Page 9: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

5

implementasinya belum optimal dan reintegrasi korban perdagangan orang yang berarti

sepertinya merupakan area yang paling diabaikan oleh keterlibatan pemerintah diseluruh

dunia. Banyak negara tidak membedakan secara berarti antara konsep "pulang" dan

"reintegrasi". Akibatnya, "reintegrasi" biasanya hanya berarti bahwa para korban yang

selamat kembali ke masyarakat asal mereka. Pada kebanyakan negara, kemungkinan akses

terhadap reintegrasi jangka panjang boleh dibilang tidak ada. Bagi kebanyakan korban di

banyak negara, tidak akan ada reintegrasi jika bukan karena dukungan penuh kasih sayang dari keluarga dan masyarakat mereka.

Penelitian ini mengeksplorasi dinamika lingkungan yang kompleks dimana para korban

perdagangan manusia kembali. Menyajikan penelitian yang berfokus pada anggota keluarga

dan masyarakat dan menjelaskan konteks dimana korban kembali setelah mereka melarikan

diri atau terselamatkan. Meskipun ada banyak tantangan yang menakutkan ketika kembali,

seringkali dukungan dalam keluarga dan masyarakat memunculkan ketahanan dan ini merupakan fondasi yang penting bagi keberhasilan pemulihan dan reintegrasi.

Tapi keluarga adalah sumber dukungan yang tidak pasti dan bervariasi. Tentu saja sebuah

kebijakan yang dipertimbangkan dengan baik yang mendukung reintegrasi harus

menggabungkan kekuatan dukungan keluarga dan masyarakat. Namun, asumsi bahwa para

keluarga korban dan masyarakat akan dapat atau bersedia memberikan semua kebutuhan

bantuan jangka panjang yang dibutuhkan untuk pemulihan jangka panjang dan reintegrasi

bukanlah model yang tepat untuk memastikan kebijakan dan tujuan kemanusiaan suatu bangsa terhadap para korban perdagangan manusia.

Ada banyak pelajaran yang dapat dipelajari disini yang memiliki implikasi untuk memahami

bantuan dan dukungan apa yang dibutuhkan oleh para korban perdagangan manusia dan

keluarga mereka. Gambaran yang terbentuk oleh banyak individu yang diwawancarai untuk

rangkaian penelitian ini, memberikan alasan kuat untuk mempelajari lebih lanjut strategi

dalam memahami dan bekerja sama dengan keluarga dan masyarakat lokal untuk

mendukung peran mereka sebagai penyedia jaring keselamatan kritis, meskipun tidak

eksklusif, bagi para korban. Kami berharap para peneliti akan terus memperluas pemeriksaan ini ke konteks dan masyarakat yang lain.

Sejak awal, visi kami atas pekerjaan yang kami lakukan di NEXUS Institute berfokus pada

memberikan kontribusi pada institusi independen penelitian dan analisa yang mendalam

tentang perdagangan manusia untuk tujuan mendukung pengembangan dan penerapan

undang-undang, kebijakan dan praktek yang lebih efektif untuk memerangi perdagangan

manusia dan untuk mendukung pemulihan dan membangun kembali kehidupan para

korban perdagangan manusia. Saya percaya pekerjaan ini sesuai dengan visi ini. Saya

Page 10: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

6

berharap penelitian ini berguna bagi Anda untuk lebih memahami perdagangan orang dan

bahwa hal itu akan mengilhami pendekatan inovatif dan berdampak untuk memerangi

kejahatan yang merusak dan melanggar hak asasi manusia dan mendukung mereka yang telah bertahan.

Penelitian lapangan ini dilakukan oleh NEXUS dalam kerangka kerja sebuah penelitian

multi-tahun yang didukung oleh Kantor Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat untuk

memantau dan memerangi perdagangan manusia. Saya ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua orang di kantor tersebut dan yang lainnya di Departemen Dalam Negeri

Amerika Serikat yang telah mendukung pekerjaan ini.

Saya berterima kasih kepada mereka yang berpartisipasi dalam penelitian ini di masyarakat

di Indonesia. Kami menghargai keberanian yang dibutuhkan. Penelitian ini tidak akan

mungkin terjadi tanpa kemauan dari begitu banyak para korban yang selamat, keluarga dan anggota masyarakat dan lainnya yang memberikan kontribusi pada pekerjaan ini.

Saya juga berterima kasih kepada tim peneliti NEXUS. Dedikasi pemimpin peneliti NEXUS,

Rebecca Surtees yang memperluas pemahaman tentang perdagangan manusia dan

memberikan wawasan tentang jalan menuju pemulihan selama lebih dari dua puluh tahun -

seringkali pada isu-isu kesan pertama dan pada ujung tombak pengetahuan tentang

perdagangan manusia - sungguh luar biasa dan memberi inspirasi bagi kami yang bekerja di

bidang ini untuk lebih jauh menemukan dan menerapkan tanggapan yang lebih efektif dan

manusiawi terhadap korban manusia dalam perdagangan manusia. Setiap pemerintah yang

ingin memperbaiki program perawatan dan dukungan mereka terhadap korban

perdagangan manusia dengan cara yang berarti akan disajikan dengan baik dengan

meninjau pengetahuan, bukti-bukti, dan temuan yang dapat ditemukan dalam lusinan

laporan penelitian yang telah dia tulis. Seluruh tim peneliti kami - Thaufiek Zulbahary,

Suarni Daeng Caya, Laura Johnson dan Pattarin Wimolpitayarat - membawa keahlian dan

tujuan yang signifikan untuk pekerjaan mereka. Pekerjaan ini telah melibatkan pengorbanan

mereka semua dan saya hanya bisa berkata bahwa saya sangat bersyukur bahwa mereka telah setuju untuk mendedikasikan bakat mereka dalam pekerjaan ini.

Para korban yang selamat dari perdagangan orang seringkali sangat kuat, mempunyai

wawasan yang luas dan tangguh. Meskipun demikian, sementara beberapa dari mereka

mampu membangun kembali kehidupan mereka dan berkembang, banyak yang masih

dalam proses sukses sebagian dan juga mengalami kemunduran. Rangkaian penelitian ini

menceritakan kisah keduanya. Bagi semua pihak, ada kebutuhan akan pemahaman

komitmen bersama kita yang lebih besar untuk mendukung perjalanan menantang mereka

Page 11: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

7

agar berpindah melalui bantuan dan perawatan yang lebih bernuansa, disesuaikan dan berkelanjutan.

Seperti biasa, saya mengundang orang-orang yang peduli akan perdagangan manusia dan

isu-isu terkait dan tertarik untuk menjadi bagian dalam pencarian solusi untuk mengikuti

pekerjaan kami di www.NEXUSInstitute.net dan @NEXUSInstitute. Saya juga mendorong

Anda untuk melihat esai foto NEXUS yang terkait dengan penelitian ini di: https://medium.com/@NEXUSInstitute/

Stephen Charles Warnath Pendiri, Presiden & CEO The NEXUS Institute 1440 G Street NWWashington, D.C. 20005 www.NEXUSInstitute.net @NEXUSInstitute

Page 12: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

8

Ucapan Terima Kasih Proyek (Melindungi yang tidak terbantu dan kurang terlayani. Penelitian Berdasarkan Bukti (fakta) tentang Bantuan dan Reintegrasi di Indonesia) ini didanai oleh State Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons/Kantor Negara untuk Memonitor dan Memerangi Perdagangan Orang (J/TIP) Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan karena itu ucapan terima kasih kami mulai dari sini. Kami berterima kasih atas dukungan J/TIP dan dedikasinya untuk meningkatkan bantuan dan reintegrasi korban perdagangan orang di Indonesia dan juga secara global.

Terima kasih juga karena Pemerintah Indonesia–yaitu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Sosial –yang telah mendukung proyek penelitian ini dari awal, mengakui pentingnya meningkatkan upaya reintegrasi untuk lebih baik lagi dalam membantu korban perdagangan orang di Indonesia, beserta keluarganya serta komunitasnya.

Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam penelitian ini, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah berbagi pengalaman mengenai eksploitasi serta keberhasilan dan tantangan yang mereka hadapi setelah mengalami perdagangan orang. Kami juga berterima kasih kepada anggota keluarga korban yang membantu kami untuk lebih memahami kehidupan setelah terjadi perdagangan orang, bukan hanya mengenai korban perdagangan orang tetapi juga keluarga mereka .

Terima kasih juga kepada banyak profesional yang bekerja untuk memberikan bantuan terhadap korban di Indonesia yang telah diwawancarai untuk penelitian ini pada beberapa kesempatan. Para staf dari lembaga pemerintah yang dengan senang hati meluangkan waktu mereka, pengetahuan dan keahliannya:

•! Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, khususnya bagian Perlindungan Korban Perdagangan Orang (PKPO) dan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak) di Sukabumi, Cianjur, Bogor dan Jakarta.

•! Kementerian Sosial Republik Indonesia, termasuk: Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang; Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC di Jakarta dan Sukabumi); Rumah Perlindungan Sosial Wanita; Panti Sosial Bina Remaja; Panti Sosial Karya Wanita; Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi termasuk LK3 Kesuma di Bogor dan LK3 Dinsos kabupaten Sukabumi; Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Bogor; Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi; dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Ciawi Bogor;

Organisasi-organisasi berikut ini juga telah dengan senang hati memberikan waktu dan keahlian mereka, bertemu dengan kami dan membahas isu-isu dan tantangan yang dihadapi korban selama proses pemulihan dan reintegrasi. Terima kasih kepada: Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI); Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta); Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI Jakarta); Peduli Buruh Migran (PBM); Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)–termasuk Dewan Pimpinan Nasional (DPN), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jawa Barat, SBMI Cianjur, SBMI Sukabumi, SBMI Cirebon, SBMI Banyuwangi; Forum Wanita Afada Sukabumi (FORWA); Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC); Solidaritas Buruh Migran Karawang (SBMK); Solidaritas Perempuan (SP); Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN); TIFA Foundation; Solidarity Center (SC); International Catholic Migration Commission (ICMC); International Organization for Migration (IOM); Australia-Asia Program to Combat Trafficking in Persons (AAPTIP);

Page 13: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

9

Yayasan Bandungwangi Jakarta; Yayasan Bahtera Bandung; Institut Perempuan Bandung; Forum Warga Buruh Migran Indonesia (FWBMI) Cirebon; Women’s Crisis Center (WCC) Balqis Cirebon; Yayasan Kusuma Bongas Indramayu; Jalin CIPANNAS Indramayu; YPM Kesuma; Asosiasi Pekerja Sosial untuk Anak dan Keluarga Indonesia (APSAKI), Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung; Yayasan Societa; Migrant Institute; Migrant CARE; Jaringan Buruh Migran (JBM).

Selain itu, beberapa organisasi dan lembaga yang telah dengan senang hati membantu untuk menghubungi dan memfasilitasi akses kepada korban perdagangan orang untuk berpartisipasi dalam proyek penelitian ini. Dukungan tersebut adalah bagian integral dari keberhasilan penelitian ini dan kami menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: Yayasan Bandungwangi Jakarta; Yayasan Bahtera Bandung; Institut Perempuan Bandung; Forum Warga Buruh Migran Indonesia (FWBMI Cirebon); WCC Balqis Cirebon, Yayasan Kusuma Bongas Indramayu; Jalin CIPANNAS Indramayu; Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor; Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Ciawi Bogor; Solidaritas Perempuan (SP); Peduli Buruh Migran (PBM); Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN), Solidaritas Buruh Migran Karawang (SBMK), Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), IOM, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI DPN), SBMI Cianjur, SBMI Cirebon, SBMI Banyuwangi dan SBMI Sukabumi.

Proyek penelitian ini tidak mungkin terjadi tanpa kerja keras, dedikasi dan keahlian dari rekan-rekan saya di NEXUS Institute. Saya sangat berterima kasih kepada Thaufiek Zulbahary dan Suarni Daeng Caya yang melakukan penelitian lapangan selama proyek jangka panjang ini. Mereka melintasi Jawa (di segala cuaca, di semua medan, selama akhir pekan dan hari libur dan juga ke lokasi komunitas yang jauh) untuk bertemu dan belajar dari korban perdagangan orang dan berbagai informan kunci. Kami juga telah menghabiskan berjam-jam bersama-sama membahas dan menganalisis pengalaman ini serta mempertimbangkan cara agar upaya reintegrasi bisa diperbaiki. Kontribusi mereka juga termasuk melakukan kajian (review) dan memberikan masukan dalam penelitian ini pada berbagai tahap proses penyusunan tulisan ini. Laura S. Johnson tidak saja memberi ulasan dan memberikan umpan balik yang sangat berharga dalam penelitian ini pada seluruh proses penyusunan tetapi juga merancang dan melakukan copy-edit laporan dan memberikan dukungan yang luas di seluruh proses. Pattarin Wimolpitayarat telah memberikan bantuan yang sangat berarti dalam melakukan pembersihan (cleaning) dan pengkodean (coding) transkrip serta tugas-tugas pendukung lainnya. Sheila Berman yang memberikan dukungan administrasi dan moral sepanjang proyek. Foto-fot0 menarik Peter Biro mengenai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia merupakan kontribusi penting lain untuk proyek penelitian ini. Terima kasih juga kepada para penerjemah, pencatat transkrip wawancara dan para asisten: Umi Farida, Gracia Asriningsih, Idaman Andarmosoko, Achmad Hasan, Santi Octaviani, Nur Yasni, Ilmi Suminar-Lashley, Elanvito, Ismira Lutfia Tisnadibrata, Ni Loh Gusti Madewanti, Ratih Islamiy Sukma, Susiladiharti, Nike Sudarman, Chandrasa Edhityas Sjamsudin, Yunda Rusman dan Raymond Kusnadi. Terima kasih juga kepada fotografer, Peter Biro, atas foto-foto yang menarik yang menggambarkan kehidupan korban perdagangan orang selama proses reintegrasi di Indonesia. Terakhir, terima kasih kepada Stephen Warnath, Pendiri, Presiden dan CEO NEXUS Institute atas masukannya dan saran-saran teknis pada seluruh tulisan dalam rangkaian penelitian ini. Keahliannya serta dukungan dan bimbingannya selama proyek penelitian yang kompleks ini sangat bermanfaat bagi kami.

Rebecca Surtees Peneliti Senior NEXUS Institute www.NEXUSInstitute.net @NEXUSInstitute

Page 14: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

10

Daftar Isi

Sambutan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia ................................................................................... 1

Sambutan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia ................................... 3

Kata Pengantar ................................................................................................. 4

Ucapan Terima Kasih ........................................................................................ 8

Daftar Akronim dan Singkatan ........................................................................ 12

Ringkasan eksekutif ......................................................................................... 14

1. Pendahuluan ................................................................................................ 35

2. Metodologi Penelitian ................................................................................. 38 2.1 Metodologi Penelitian ............................................................................. 38 2.2 Sample Penelitian. Tentang responden .................................................. 46 2.3 Analisis data ............................................................................................ 54 2.4 Masalah etika dan pertimbangan ............................................................ 54

3. Mendukung Reintegrasi yang Sukses ........................................................... 57 3.1 Apa itu reintegrasi? ................................................................................. 57 3.2 Apa itu bantuan reintegrasi? ................................................................... 59

4. Tentang keluarga dan masyarakat di Indonesia ........................................... 61

5. Pulang ke rumah. Pengalaman reintegrasi di lingkungan keluarga .............. 77 5.1 Lingkungan keluarga yang mendukung .................................................. 92 5.2 Ketegangan dan tantangan di lingkungan keluarga ................................ 96

5.2.1 Masalah keuangan dalam keluarga. Biaya migrasi bagi korban dan keluarganya . 97 5.2.2 Stres dan kesusahan. Ketegangan dan konflik antara korban dan keluarga ........ 104 5.2.3 Merasa malu dan disalahkan. Tanggung jawab dan kesalahan di antara korban dan keluarga ............................................................................................................................ 114 5.2.4 Hubungan yang rusak atau hancur. Mengelola kerenggangan dan keretakan ..... 124 5.2.5 Beberapa isu, ketegangan dan kerentanan dalam keluarga ................................... 138

5.3 Berbagai reaksi dalam keluarga–mendukung dan tidak mendukung, positif dan negatif ....................................................................................... 139 5.4 Ringkasan ............................................................................................. 140

6. Berada di rumah. Pengalaman reintegrasi di lingkungan masyarakat ....... 142 6.1 Masyarakat yang mendukung ................................................................ 145 6.2 Ketegangan, isu-isu dan tantangan di masyarakat ................................. 147

6.2.1 Kembali tanpa uang, migrasi yang gagal, menjadi tidak sukses ............................ 149 6.2.2 Dicemooh karena ambisi, “cita-cita yang terlalu tinggi” ...................................... 152 6.2.3 Karena stres atau perilaku yang ‘bermasalah’ di rumah ........................................ 153 6.2.4 Diskriminasi akibat perilaku “yang tidak dapat diterima” - terlibat dalam prostitusi, hamil, ditahan/dipenjara ............................................................................... 154 6.2.5 Dicemburui karena menerima bantuan ................................................................ 157

Page 15: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

11

6.2.6 Berbagai sumber ketegangan dan isu-isu di masyarakat ...................................... 159 6.3 Reaksi yang berbeda-beda–beberapa positif, beberapa negatif ............. 161 6.4 Ringkasan ............................................................................................. 164

7. Kesimpulan dan rekomendasi .................................................................... 167

Page 16: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

12

Daftar Akronim dan Singkatan IDR Indonesian Rupiah NGO Non-Governmental Organization RT Rukun Tetangga (harmonious neighborhood) SMK Sekolah Menengah Kejuruan (secondary vocational education) TIP Trafficking in Persons UAE United Arab Emirates USD United States Dollar

Page 17: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

13

Page 18: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

14

Ringkasan eksekutif 1. Pendahuluan Lolosnya atau keluarnya korban perdagangan orang dari eksploitasi merupakan momentum yang sangat berarti. Hal ini menandai terciptanya keamanan, kebebasan dan kembalinya mereka ke kehidupan seseorang, keluarga, dan masyarakat setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun mengalami eksploitasi dan kekerasan. Namun untuk "melangkah maju" dari perdagangan orang (trafficking) bukanlah hal yang sederhana. Sebaliknya, hal tersebut, sering kali, merupakan proses yang kompleks, berat dan rumit yang melibatkan berbagai tantangan dan rintangan berarti di sepanjang perjalanannya. Penelitian ini mengeksplorasi berbagai tingkatan di mana reintegrasi berlangsung–individu, keluarga dan masyarakat–dan tindakan dan reaksi di lingkungan keluarga dan masyarakat (sering kali berbeda, terkadang saling bertentangan) selama masa pemulihan dan reintegrasi. Tulisan ini menguraikan beberapa ketegangan, isu-isu dan tantangan yang dihadapi korban dalam latar keluarga dan masyarakat selama reintegrasi, di mana masalah-masalah tersebut sering kali berlapis-lapis, saling terkait dan berhimpit. Ketegangan dan isu-isu dalam keluarga berpusat di sekitar masalah keuangan dalam keluarga (tidak mengirim uang dan adanya beban utang); stres dan kesusahan yang mengiringi perdagangan orang; perasaan malu dan disalahkan; serta rusaknya atau hancurnya hubungan pribadi. Ketegangan dan isu-isu dalam masyarakat berpusat di sekitar kegagalan migrasi dan kembali ke kampung halaman tanpa membawa uang; kritik terhadap "ambisi" korban; persepsi masyarakat terhadap stres atau perilaku "bermasalah" di rumah; diskriminasi karena perilaku yang "tidak dapat diterima" (misalnya terlibat dalam prostitusi, pulang dalam keadaan hamil); dan kecemburuan terhadap kesuksesan korban atau karena korban mendapat bantuan. Penelitian ini juga mengidentifikasi situasi-situasi ketahanan dan dukungan di antara keluarga dan teman-teman, yang mendukung, meningkatkan dan menggembleng keberhasilan reintegrasi. Tulisan ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian yang dihasilkan dalam konteks proyek penelitian longitudinal NEXUS Institute, Melindungi yang tidak terbantu dan kurang terlayani. Penelitian Berdasarkan Bukti (fakta) tentang Bantuan dan Reintegrasi, Indonesia, yang bertujuan untuk memperkuat bukti/fakta (evidence-based) tentang reintegrasi yang berhasil dari korban perdagangan orang (trafficking) di Indonesia. 2. Metodologi Penelitian 2.1 Metodologi penelitian dan pengumpulan data Penelitian longitudinal ini dilakukan dengan 108 korban perdagangan orang di Indonesia, mempunyai lima sumber data utama yaitu: 1. Dua putaran wawancara dengan korban perdagangan orang di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Wawancara putaran pertama dilakukan dengan 108 korban (49 laki-laki dan 59 perempuan). Wawancara putaran kedua dilakukan dengan 66 responden (24 laki-laki dan 42 perempuan), biasanya dilakukan antara enam hingga sembilan bulan setelah wawancara pertama dilakukan. 2. Komunikasi informal dengan 30 korban perdagangan orang di sela-sela pelaksanaan wawancara–berkomunikasi melalui telepon, bertukar pesan pendek (SMS) dan/bertemu secara informal di desa-desa mereka selama kunjungan lapangan berlangsung. Komunikasi informal dilakukan dengan 30 reseponden tersebut.

Page 19: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

15

3. Wawancara dengan 34 orang anggota keluarga (termasuk pasangan, orang tua,saudara, anak, kakek-nenek, bibi/paman, keponakan/keponakan dan mertua) dan 31orang teman-teman/tetangga korban perdagangan orang, untuk membahasbagaimana anggota keluarga mengalami dan mengatasi ketidakhadiran orang yang merekacintai ketika menjadi korban perdagangan orang, juga ketika mereka kembali ke rumah danselama proses pemulihan dan reintegrasi.

4. Observasi partisipatif dalam keluarga dan lingkungan masyarakat, di manatim peneliti umumnya menghabiskan dua dari empat minggu setiap bulan melakukan kerjalapangan berbasis masyarakat. Interaksi yang dilakukan termasuk percakapan dan diskusiinformal (dengan individu atau kelompok), observasi langsung dan berpartisipasi dalamkegiatan-kegiatan di masyarakat.

5. Wawancara dengan 14 orang dari pihak terkait/pemangku kepentingan ditingkat nasional, kabupaten/kota, kecamatan dan desa dari bulan Oktober 2013hingga April 2016, termasuk dengan perwakilan dari pemerintah Indonesia (32), LSMnasional dan internasional (97), organisasi internasional (5), donor/kedutaan (4) danakademisi/peneliti (6). Dua puluh lima informan diwawancarai lebih dari satu kali. Parapemangku kepentingan ini termasuk para staf administrasi, pembuat kebijakan, petugaskesehatan, pekerja sosial, pengacara dan paralegal, kepala desa, guru/kepala sekolah, aktivisserikat buruh dan aktivis pekerja migran.

2.2 Sample Penelitian. Tentang responden

Jenis kelamin dan usia responden. Dari 108 korban perdagangan orang, 49 laki-laki dan 59 perempuan. Responden hampir semuanya merupakan orang dewasa ketika diwawancarai, meskipun dua responden masih berumur 17 tahun. Dua belas orang diperdagangkan saat masih anak-anak, namun sudah berusia dewasa pada saat diwawancarai. Usia para responden ketika terjadi perdagangan orang berkisar antara 13–49 tahun. Umur responden bervariasi sesuai dengan bentuk eksploitasi. Perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual umumnya berusia jauh lebih dibandingkan dengan korban untuk tujuan eksploitasi tenaga kerja.

Pendidikan. Mayoritas responden (n = 65) hanya berpendidikan SD (24 laki-laki, 41 perempuan); 17 responden telah mengenyam pendidikan di SMP (7 laki-laki, 10 perempuan) dan 20 responden berpendidikan SMA (13 laki-laki, 7 perempuan) dan 5 responden telah menempuh sekolah kejuruan.

Situasi keluarga. Sebagian besar responden (61 dari 108) berstatus menikah ketika mengalami perdagangan orang dan mempunyai satu atau dua anak (meskipun beberapa dari mereka mempunyai anak lebih banyak lagi). Tiga puluh satu responden berstatus belum menikah ketika mengalami perdagangan orang dan tidak mempunyai anak, 14 responden bercerai atau berpisah dan dua orang berstatus janda. Namun, situasi keluarga korban berubah setelah mereka kembali dari perdagangan orang, dalam banyak situasi, selama penelitian berlangsung. Beberapa responden telah menikah dan sejumlah responden juga sudah mempunyai anak (atau sudah mempunyai anak lagi); sedangkan pernikahan dan keluarga yang lainnya sudah berakhir. Status pernikahan beberapa korban perdagangan orang dalam keadaan tidak pasti selama berlangsungnya penelitian.

Daerah asal dan integrasi. Para responden berasal dari Jakarta (n = 6), Sulawesi Selatan (n = 3), Jawa Tengah (n = 15), Jawa Timur (n = 1), Lampung (n = 2) dan tujuh Kabupaten di Jawa Barat (n = 81), termasuk Bandung (n = 9), Bogor (n = 5), Cianjur (n = 11), Cirebon (n = 11), Indramayu (n = 16), Karawang (n = 20) dan Sukabumi (n = 9). Sebagian besar telah kembali untuk tinggal di daerah asal mereka setelah diperdagangkan, namun beberapa

Page 20: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

16

orang tinggal sementara di Jakarta, berintegrasi secara permanen di Jakarta dan pindah ke desa-desa/masyarakat baru di wilayah provinsi atau kabupaten. Sebagian besar responden (102 dari 108) adalah beretnis Sunda (n = 58) atau Jawa (n = 44).

Bentuk perdagangan orang (trafficking). Para korban diperdagangkan untuk eksploitasi seksual (n = 20) serta untuk berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja (n = 88), termasuk konstruksi/bangunan (n = 3), pekerjaan rumah tangga (n = 39), perikanan (bekerja di kapal ikan atau anak buah kapal/ABK perikanan) (n = 32), bekerja di pabrik (n = 4), bekerja di perkebunan (n = 8) dan bekerja sebagai petugas kebersihan atau cleaning service (n = 2). Beberapa korban mengalami berbagai bentuk eksploitasi–sebagian besar perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja juga mengalami kekerasan seksual atau eksploitasi seksual.

Negara tujuan eksploitasi. Para responden diperdagangkan di wilayah di Indonesia (n = 19) dan di luar negeri (n = 86). Tiga orang korban diperdagangkan di Indonesia terlebihdahulu dan kemudian diperdagangkan di luar negeri. Mereka yang diperdagangkan ke luarnegeri dieksploitasi di 17 negara, termasuk di Timur Tengah (n = 28)–Bahrain, Yordania,Oman, Qatar, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab (UEA)–dan di Asia (n = 35) - Brunei,Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan (Provinsi Cina). Mayoritas laki-laki yangdiperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan atau ABK perikanan (n = 23) diperdagangkan dinegara tujuan yang tidak biasa seperti Ghana, Mauritius, Afrika Selatan, Trinidad danTobago dan Uruguay. Beberapa korban perdagangan orang dieksploitasi di lebih dari satunegara tujuan.

2.3 Analisis data Semua wawancara dan catatan lapangan dirapikan dan diberi kode serta dimasukkan ke dalam perangkat lunak analisis data kualitatif NVivo 10. Data dianalisis mengikuti prinsip-prinsip analisis tematik dan tim peneliti bekerja secara kolaboratif dalam mengidentifikasi tema dan isu-isu penting. Analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, yang memungkinkan tim untuk menindaklanjuti isu-isu dan tema yang muncul selama kerja lapangan berlangsung dari waktu ke waktu.

2.4 Masalah etika dan pertimbangan Pelaksanaan penelitian di masyarakat dilakukan dengan sangat hati-hati. Kami memilih desa-desa di mana kami mempunyai hubungan kerja dengan pihak berwenang setempat atau masyarakat sipil dan kami bekerja sama dengan mereka dalam mengidentifikasi calon responden. Calon responden hanya didekati ketika kami mampu mengidentifikasi saluran komunikasi yang aman dan etis. Responden pertama kali didekati oleh seorang penghubung (staf LSM, tokoh masyarakat, aktivis pekerja migran, pekerja migran lain), yang memberikan mereka informasi tertulis dan penjelasan lisan tentang penelitian. Mereka kemudian diberi waktu untuk memutuskan apakah mereka bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Responden, dalam keadaan apapun, tidak dibujuk atau dipaksa untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan di lokasi yang dipilih oleh responden. Setiap wawancara dimulai dengan proses terperinci dan persetujuan terinformasi (informed consent), jika responden menyetujui, maka wawancara dilakukan. Di akhir setiap wawancara, peneliti memberikan informasi rujukan ini kepada setiap responden dan meluangkan waktu untuk menjelaskan pilihan bantuan yang mungkin dan bagaimana cara mengaksesnya. Karena kompensasi berpotensi dapat memberikan tekanan untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan cara yang dapat mengkompromikan persetujuan responden maka kompensasi yang demikian tidak disediakan. Kami mengganti semua biaya yang terkait dengan keterlibatan responden dalam penelitian–misalnya biaya transportasi dan biaya makan–dan “hadiah” kecil yang diberikan kepada setiap responden sebagai pengakuan dan penghargaan atas kontribusi penting mereka dalam penelitian ini.

Page 21: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

17

Responden tidak segera diminta untuk berpartisipasi dalam wawancara berikutnya, melainkan diberi waktu untuk merenungkan dan memutuskan mengenai partisipasi mereka selanjutnya. Peneliti menghubungi responden setelah beberapa bulan untuk mengetahui kesediaan mereka untuk kembali diwawancarai dan, jika mereka setuju, proses terinci di atas diulangi.

Semua wawancara sangat dijaga kerahasiaannya; transkrip wawancara hanya dibagikan antara tim peneliti dan diamankan sesuai dengan kebijakan perlindungan data internal NEXUS. Penelitian ini dilakukan dalam kemitraan dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Indonesia. Penelitian ini diawasi oleh sebuah kelompok acuan.

3. Mendukung Reintegrasi yang Sukses

3.1 Apa itu reintegrasi? Reintegrasi adalah proses pemulihan dan inklusi sosial dan ekonomi setelah pengalaman perdagangan orang. Reintegrasi yang berhasil sering terdiri dari komponen yang berbeda, termasuk tinggal di lingkungan yang aman dan terlindungi, akses terhadap standar hidup yang layak, kesejahteraan mental dan fisik, kesempatan untuk pengembangan pribadi, pengembangan sosial dan ekonomi, dan akses kepada dukungan sosial dan dukungan emosional.

Ada beberapa pertimbangan spesifik, yang mungkin, secara kumulatif, mengindikasikan bahwa reintegrasi korban perdagangan orang dapat dikatakan berhasil. Ini terpusat pada berbagai aspek dari kehidupan dan kondisi kesejahteraan individu serta keluarga dan lingkungan sosial yang lebih luas dan termasuk: mempunyai tempat yang aman, memuaskan dan terjangkau untuk ditempati; kesejahteraan fisik; kondisi mental yang baik; status hukum; akses terhadap keadilan; keselamatan dan keamanan; kesejahteraan ekonomi; peluang pendidikan dan pelatihan; lingkungan sosial dan hubungan interpersonal yang sehat dan kesejahteraan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungan korban. Korban perdagangan orang dapat berintegrasi ke dalam latar (setting) yang berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan, kepentingan, kesempatan, termasuk di komunitas asal mereka atau dalam sebuah komunitas baru. Reintegrasi berlangsung pada tingkat yang berbeda - pada tingkat individu, di dalam lingkungan keluarga korban trafficking; dalam masyarakat yang lebih luas; dan juga dalam masyarakat dan masyarakat formal secara keseluruhan.

3.2 Apa itu bantuan reintegrasi? Sebuah paket bantuan reintegrasi yang komprehensif termasuk layanan-layanan berikut ini: tempat tinggal atau akomodasi, bantuan medis, dukungan psikologis dan konseling, pendidikan dan kemampuan untuk bertahan hidup, kesempatan ekonomi, dukungan hukum dan administrasi, bantuan hukum selama proses hukum, mediasi keluarga dan konseling, manajemen kasus dan bantuan kepada anggota keluarga, jika diperlukan. Korban perdagangan orang mungkin membutuhkan sebuah layanan tunggal (seperti transportasi ke negara asal atau perawatan medis darurat) atau beberapa layanan sekaligus (seperti kombinasi antara tempat tinggal, bantuan medis, perawatan psikologis, bantuan hukum, pendidikan dan pelatihan kejuruan). Layanan yang dibutuhkan mungkin bersifat bantuan yang spesifik untuk korban (yaitu yang ditawarkan oleh organisasi dan lembaga yang bekerja untuk korban perdagangan orang) atau bantuan yang sifatnya lebih umum–misalnya yang ditawarkan oleh lembaga yang bekerja untuk kelompok rentan, mantan pekerja migran, pembangunan masyarakat dan perlindungan anak).

Reintegrasi yang berarti adalah usaha yang kompleks dan mahal, sering kali membutuhkan layanan yang lengkap dan beragam bagi korban (dan kadang-kadang keluarga mereka) yang

Page 22: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

18

membutuhkan bantuan yang sangat beragam untuk pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi untuk jangka pendek dan jangka panjang. Setelah kebutuhan mendesak korban telah terpenuhi (misalnya kebutuhan darurat kesehatan, perlindungan segera dan sebagainya) banyak korban memerlukan bantuan lebih lanjut untuk bereintegrasi ke keluarga dan masyarakat (misalnya pelatihan keterampilan, dukungan ekonomi, akses jangka panjang untuk perawatan kesehatan, konseling, pendidikan, mediasi keluarga dan sebagainya). Karena reintegrasi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai keberhasilannya, program-program untuk korban perdagangan orang harus menyediakan serangkaian layanan dan dukungan dan harus direncanakan secara jangka panjang dan melingkupi tindak lanjut dan manajemen kasus.

Orang Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang, dieksploitasi untuk berbagai tujuan (untuk eksploitasi seksual dan berbagai bentuk kerja paksa) dan pengalaman eksploitasi mereka yang berbeda menginformasikan jenis dan jumlah layanan yang mungkin mereka perlukan, waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan dan sebagainya. Beberapa korban membutuhkan banyak layanan dan bahkan mungkin semua layanan yang tercantum di atas pada beberapa tahap reintegrasi, yang lainnya mungkin hanya membutuhkan satu atau dua layanan dan mampu menggunakan sumber daya pribadi, keluarga dan masyarakat mereka untuk mendukung reintegrasi mereka. Tidak semua korban selalu menginginkan atau membutuhkan semua layanan yang ditawarkan atau tersedia. Banyak korban bereintegrasi tanpa layanan atau bantuan resmi, menggunakan sumber daya pribadi atau keluarga mereka sendiri. Layanan apa saja yang diperlukan (jika ada) akan tergantung pada situasi khusus dari setiap individu korban perdagangan orang.

4. Tentang keluarga dan masyarakat di IndonesiaUpaya mendukung reintegrasi setelah pengalaman perdagangan orang memerlukan sebuah pemahaman yang bukan saja tentang apa yang telah terjadi pada individu korban, namun juga bagaimana dinamika keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Hal ini, pada gilirannya, membutuhkan sebuah pemahaman yang sangat jelas tentang keluarga dan masyarakat di Indonesia, termasuk berbagai konstelasi yang terjadi di tempat para korban kembali (dari perdagangan orang) dan tinggal setelah eksploitasi mereka berakhir dan ketika mereka melanjutkan hidupnya. Hal ini juga membantu untuk menempatkan di mana dan mengapa ada keretakan pada hubungan keluarga dan masyarakat yang dapat muncul sebagai bagian dari kehidupan mereka setelah perdagangan orang dan selama reintegrasi.

Peran dan hubungan dalam keluarga Keluarga adalah struktur pengorganisasian yang sentral, baik pada masyarakat Sunda maupun Jawa. Keluarga inti adalah kelompok kerabat yang paling penting dalam dua kebudayaan tersebut. Para anggota keluarga saling memberikan perhatian, saling merawat satu sama lain dan menjalankan berbagai kewajiban lainnya; mengabaikan kewajiban keluarga adalah pelanggaran sosial yang serius. Orang tua berada pada pusat keluarga inti dan tanggung jawab berbakti kepada mereka merupakan hal sangat penting baik pada keluarga Jawa dan Sunda. Anak-anak harus menghormati dan mentaati orang tua mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak tidak hanya diharapkan untuk menghormati dan menghargai orang tua mereka, tetapi juga memberi mereka dukungan dan bantuan, saat dibutuhkan. Ibu dan ayah memiliki kewajiban-kewajiban terhadap anak-anak mereka, yang harus mereka jaga dan lindungi. Dalam budaya Sunda dan Jawa, istri/ibu adalah pusat dari rumah tangga dan keluarga. Ia mengontrol keuangan keluarga, membuat keputusan besar tentang rumah tangga dan keluarga, melakukan semua aspek yang berhubungan dengan membesarkan anak dan berurusan dengan masalah-masalah mulai dari kesulitan ekonomi hingga krisis keluarga yang lebih umum. Hubungan anak dengan ibu biasanya lebih dekat sejak lahir dan, sepanjang hidupnya, ibu merupakan pengasuh utama dan menjadi penanggung jawab utama dalam hal membesarkan anak dan kehidupan keluarga. Hubungan seorang anak dengan ayahnya berubah dan berangsur menjadi lebih formal

Page 23: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

19

sesuai usia anaknya. Seorang ayah di masyarakat Jawa dan Sunda harus mendapatkan "hormat" dari anak-anaknya, yang juga berimplikasi terciptanya jarak tertentu diantara mereka. Hal ini juga berarti adanya kewajiban bagi seorang ayah untuk menopang kebutuhan ekonomi anak-anaknya. Tanggung jawab seorang ibu dan ayah untuk mendukung dan membesarkan anak-anak mereka menjadi landasan utama bagi banyak pengambilan keputusan terkait migrasi, dengan anak-anak sebagai pendorong, jika bukan sebagai katalis. Peran gender dan dinamika perkawinan Di kalangan orang Sunda maupun orang Jawa, hubungan perkawinan umumnya salah satu bentuk kesetaraan yang relatif. Ketika hubungan suami-istri tidak didasarkan pada status inferior istri, laki-laki menempati posisi yang sedikit/relatif “lebih tinggi” dibandingkan perempuan di dalam perkawinan. Suami/ayah adalah kepala keluarga dan rumah tangga dan pencari nafkah. Perempuan merupakan pemegang tanggung jawab yang pertama dan utama untuk merawat keluarganya. Meskipun pernikahan merupakan hal yang diinginkan dalam budaya Sunda dan Jawa, perpisahan dan perceraian bukanlah hal yang luar biasa di Jawa Barat. Menikah lagi juga biasa terjadi. Baik perempuan maupun laki-laki, keduanya memainkan peran penting dalam bidang ekonomi–baik dalam kegiatan untuk menghasilkan pendapatan atau pekerjaan yang bersifat formal maupun formal–dan berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga/keluarga. Laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dan menjadi kepala rumah tangga dan mereka diharapkan untuk mendukung anggota keluarga mereka. Migrasi laki-laki juga telah menjadi satu aspek untuk memperoleh pendapatan selama dekade terakhir, ditandai dengan banyaknya laki-laki yang bermigrasi untuk bekerja di dalam negeri serta di negara-negara tetangga di Asia dan yang lebih jauh lagi (misalnya untuk bekerja di perkebunan, konstruksi, pekerjaan pabrik, penangkapan ikan komersial). Banyak migrasi laki-laki di sektor informal–untuk bekerja di Malaysia–meskipun beberapa sektor seperti perikanan dan buruh pabrik, dan negara tujuan yang lebih jauh, menggunakan saluran migrasi yang formal. Peran kerja perempuan mulai lebih mengakar pada 1970-an dengan adanya kebijakan negara yang mendorong perempuan untuk bergabung dengan pasar kerja formal upah-produktif, dan pada 1980-an dan 1990-an, ketika negara mulai mempromosikan migrasi tenaga kerja perempuan formal. Pola tinggal dan komposisi rumah tangga Pola tinggal di kalangan orang Sunda dan Jawa sebagian besar diatur oleh pilihan. Dapat dikatakan, "pilihan" juga sangat terkait dengan kebutuhan banyak pasangan tinggal bersama orang tua istri selama beberapa tahun sebelum mereka menjadi mandiri secara ekonomi. Komposisi rumah tangga Jawa dan Sunda fleksibel dan dapat mencakup anggota keluarga yang lebih tua (orang tua atau mertua), saudara kandung yang belum menikah atau para kerabat yang baru saja bercerai. Dimungkinkan juga ada pengasuhan terhadap anak dari anggota keluarga lain. Kerangka keluarga yang lebih luas ini menawarkan potensi untuk mendapatkan dukungan, karena jumlah orang yang dapat diandalkan untuk bantuan emosional (dan bantuan keuangan) lebih banyak. Tetapi situasi ini juga dapat meningkatkan beban korban ketika mereka harus bertanggung jawab untuk mengurus keluarga besar tersebut. Berbagai harapan dalam keluarga luas Baik orang Jawa maupun orang Sunda menganut sistem kekerabatan bilateral. Identitas sosial mereka berasal dari kedua orang tua dan para leluhur mereka dari berbagai arah yang diakui sebagai kerabat. Ada sejumlah pilihan tertentu dalam menghubungkan mereka dengan berbagai keluarga (luas) dan korban perdagangan orang berpotensi untuk ditarik sebagai anggota keluarga ibu dan juga ayah sebagai sumber dukungan dan bantuan. Ada dua jenis kelompok kerabat berbeda dalam budaya Jawa–kerabat dekat (sepupu pertama) dan kerabat jauh (sepupu kedua dan ketiga). Namun, tugas-tugas wajib terhadap

Page 24: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

20

kerabat di luar keluarga inti dalam budaya Jawa terbatas. Sifat dan intensitas hubungan dengan kerabat dekat dan kerabat jauh bersifat cair dan umumnya bersifat praktis dan kontekstual. Kerabat dekat yang tinggal berjauhan mungkin saja jarang berkomunikasi; Kerabat jauh yang tinggal berdekatan mungkin memiliki hubungan yang intens. Fleksibilitas hubungan keluarga berarti bahwa beberapa hubungan persaudaraan (baik dekat atau jauh) bisa menyediakan dukungan yang signifikan ketika terjadi krisis. Beberapa korban meminta pertolongan ke kerabat/keluarga jauh untuk mendapatkan dukungan emosional dan/atau keuangan ketika mengalami kesulitan. Peran sosial, kewajiban dan harapan Dalam masyarakat Jawa, individu berfungsi sebagai bagian yang harmonis dari keluarga atau kelompok. Esensi menjadi orang Jawa adalah keberadaban, untuk mengetahui sopan santun dan tempat seseorang di dunia. Interaksi sosial harus ditandai dengan rukun (kesatuan yang harmonis). Konflik harus dihindari. Sementara tidak terlalu hirarkis, budaya Sunda mirip dalam hal keinginan untuk mencapai harmoni sosial. Gotong royong juga merupakan karakteristik penting dalam kehidupan masyarakat Sunda dan Jawa. "Kampung” adalah pengelompokan sosial yang penting dalam latar perkotaan dan pedesaan di Jawa Barat. Keanggotaan dalam suatu kampung (desa) melibatkan lebih dari sekedar tinggal di sana; namun melibatkan partisipasi dalam jaringan yang bersifat saling membantu di kampung tersebut, mengidentifikasikan diri dengan masyarakat lokal dan teridentifikasi oleh para tetangga sebagai “bagian “dari” (of)” bukan hanya “tinggal “di “(in)” kampung. Kampung juga menawarkan sebuah struktur administrasi. Hubungan sosial dalam masyarakat selalu homogen, kompak dan harmonis. Sebagian besar kampung terdiri dari kumpulan yang berbeda dari para keluarga dan tetangga yang mungkin saja mempunyai kepentingan untuk bersaing. Hubungan sosial dan dukungan juga dipengaruhi oleh dinamika kelas dan hirarki sosial lainnya. Selain itu, sementara sebuah masyarakat (baik pedesaan atau perkotaan) masih sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sifat masyarakat telah berubah dan berkembang selama beberapa dekade terakhir – utamanya dipicu oleh transisi ekonomi dan politik setelah jatuhnya rezim Suharto pada tahun 1998 dan sejak itu oleh perubahan sosial dan ekonomi secara lebih luas termasuk desentralisasi, reformasi politik, urbanisasi dan globalisasi dan pola konsumerisme global dan lokal. Korban perdagangan orang yang diwawancarai untuk penelitian ini bereintegrasi dalam latar masyarakat yang berbeda-beda. Banyak yang pulang ke komunitas asal mereka setelah trafficking, sementara yang lain memilih untuk mengintegrasikan diri dalam setting masyarakat baru - di Jakarta atau kota-kota lain atau di komunitas asal pasangan mereka. Dalam semua kasus, masyarakat utama yang menjadi tempat berlangsungnya reintegrasi mereka adalah kampung dan hubungan sosial serta dinamika masyarakat bukan hanya berdampak pada lingkungan keluarga dekat, tetapi juga pada keseluruhan pengalaman reintegrasi individu korban perdagangan orang.

5. Pulang ke rumah. Pengalaman reintegrasi di lingkungan keluarga Pemulihan dan reintegrasi setelah eksploitasi perdagangan orang tidak hanya mencakup individu korban, tetapi juga anggota keluarga mereka dan lingkungan keluarga yang menjadi tempat para korban kembali. Korban perdagangan orang dituntut untuk berdamai tidak hanya dengan eksploitasi yang telah mereka derita, yang biasanya melibatkan beberapa lapisan kekerasan, pelanggaran dan berbagai kesulitan, tetapi juga berdamai dengan reaksi dan tanggapan dari anggota keluarga mereka. Demikian pula, anggota keluarga korban, yang juga telah terdampak secara langsung dan negatif oleh eksploitasi yang dialami korban, harus berdamai dengan kenyataan bahwa seseorang yang mereka sayangi telah menderita,

Page 25: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

21

dan juga menghadapi, mengelola dan idealnya mendukung kembalinya dan reintegrasi korban, yang sering kali penuh dengan tekanan di berbagai tingkatan. Keluarga sering memberikan berbagai bentuk dukungan yang penting setelah perdagangan orang–emosional, sosial, fisik dan ekonomi–yang berkontribusi terhadap keberhasilan reintegrasi individu korban. Pada saat yang sama, lingkungan keluarga juga kerap menimbulkan berbagai kerentanan (dan bahkan kerusakan) yang dapat menghambat proses pemulihan dan reintegrasi korban perdagangan orang. Status perkawinan dan status keluarga dari seorang korban perdagangan orang mempunyai implikasi penting bagi keberlangsungan dan berbagai kemungkinan dalam reintegrasi mereka setelah mengalami perdagangan orang dan, dalam banyak kasus, dapat menjelaskan setidaknya beberapa (jika tidak banyak) kondisi "naik" dan "turun" yang mereka mengalami sebagai bagian kehidupan mereka paska-perdagangan orang.

Tentang kehidupan keluarga Lingkungan keluarga para responden yang terlibat dalam penelitian ini sangat beragam dan sangat kompleks, bahkan, terkadang, bertolak belakang. Orang Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang kembali dan bereintegrasi ke berbagai keluarga dan konstelasi rumah tangga yang berbeda. Selain itu, beberapa korban kembali ke lingkungan keluarga di mana mereka menghadapi berbagai reaksi dan tanggapan dari orang yang berbeda di dalam keluarga. Reaksi anggota keluarga–baik yang bersifat mendukung atau tidak mendukung–juga sering kali bersifat cair, kadang-kadang berubah dari waktu ke waktu dan ketika merespon peristiwa dan situasi yang berbeda.

Mayoritas responden (61 dari 108) berstatus menikah dan tinggal bersama keluarga mereka sendiri pada beberapa tahap kehidupan mereka sebelum perdagangan orang atau pada saat mereka mengalami eksploitasi. Sebagian besar responden yang berstatus menikah mempunyai satu atau dua anak, meskipun beberapa mempunyai anak lebih dari itu (seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, memiliki enam anak). Sebagian besar kembali ke keluarga inti mereka setelah eksploitasi trafficking mereka–untuk hidup dengan pasangan, anak-anak mereka dan juga, kadang-kadang, bersama keluarga besar mereka, umumnya dengan orang tua dan mertua. Perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga lebih dimungkinkan untuk menikah pada saat mengalami perdagangan orang dibandingkan dengan perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual, karena usia dari perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual memang lebih muda. Mayoritas laki-laki yang diperdagangkan (29 dari 49) menikah ketika diperdagangkan. Namun, laki-laki yang diperdagangkan di kapal perikanan kemungkinannya lebih kecil untuk menikah dibandingkan dengan laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja (di perkebunan, di pabrik-pabrik, cleaning service). Menikah lagi relatif biasa terjadi terutama dalam budaya Sunda. Sejumlah responden menikah pada beberapa kesempatan, termasuk menikah lagi setelah bercerai (divorced) dan menikah lagi setelah menjanda (widowhood). Dari 61 orang yang berstatus menikah ketika mengalami perdagangan orang, enam orang (semuanya perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) menikah lagi, telah bercerai dari suami pertama mereka. Selain itu, selama reintegrasi, 14 responden menikah lagi. Menikah dalam banyak cara menawarkan sebuah kerangka yang mendukung untuk reintegrasi, paling tidak karena secara teoritis memberikan dukungan (keuangan dan emosional) kepada korban setelah perdagangan orang, yang, pada gilirannya, memberi mereka waktu dan ruang untuk memulihkan diri dan bangkit dari eksploitasi. Dapat dikatakan, hal ini mengasumsikan lingkungan keluarga yang aman dan mendukung (dengan keluarga inti dan/atau keluarga besar), yang tidak selalu terjadi. Dan ketika korban menikah, mereka juga harus mempertimbangkan dan mengelola kebutuhan dan reaksi dari anggota keluarga mereka, yang juga dapat menciptakan tekanan tambahan. Tiga puluh satu (dari 108) responden belum menikah ketika diperdagangkan dan tidak mempunyai anak (19 laki-laki dan dua belas perempuan). Mayoritas perempuan yang belum menikah diperdagangkan untuk eksploitasi seksual; mayoritas laki-laki yang belum menikah

Page 26: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

22

diperdagangkan di kapal perikanan. Sebagian besar individu-individu tersebut kembali untuk tinggal bersama orang tua mereka selama reintegrasi. Empat belas responden (dari 108) bercerai atau berpisah ketika diperdagangkan–13 perempuan (diperdagangkan untukpekerjaan rumah tangga dan eksploitasi seksual) dan satu orang. Berpisah atau berceraiumumnya dirasakan tanpa adanya stigma sosial yang berarti, meskipun sejumlah responden(terutama perempuan) menyatakan bahwa mereka dipandang rendah di keluarga danmasyarakat karena status mereka setelah bercerai.

Masalah lainnya adalah beban keuangan dan emosional bahwa perpisahan/perceraian (dan menjadi orang tua tunggal). Dua responden, keduanya perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, berstatus janda ketika diperdagangkan. Menjadi janda kerap melibatkan banyak kerentanan dan tekanan sebagaimana orang-orang yang mengalami perceraian atau perpisahan, sebagai janda yang menjadi korban perdagangan orang sebagian besar harus menanggung beban untuk menanggung beban hidup seorang sendiri termasuk menanggung kesedihan karena telah kehilangan pasangan.

Dalam beberapa kasus, status perkawinan responden lebih rumit dan beberapa responden tinggal di lingkungan keluarga yang kompleks bersama beberapa orang yang sudah menikah di dalam keluarga tersebut. Di Indonesia, tidak semua pernikahan kedua membuat pernikahan pertama berakhir. Poligini (seorang suami menikah dengan lebih dari satu istri), walaupun tidak umum atau tidak normatif secara sosial, namun hal itu legal di Indonesia dan hal itu terlihat di kehidupan beberapa korban perdagangan orang. Poligini bisa memunculkan lapisan tambahan dari kompleksitas proses reintegrasi korban di dalam keluarga. Selain itu, perselingkuhan dalam pernikahan juga kerap terjadi, di mana delapan orang perempuan menceritakan bahwa suami mereka telah bertindak tidak setia ketika mereka diperdagangkan atau setelah mereka kembali, dan seorang laki-laki menyatakan bahwa ia berencana untuk meninggalkan istrinya karena istrinya tidak setia setelah ia kembali dari perdagangan orang. Sangat mungkin bahwa ada lebih banyak kasus perselingkuhan yang tidak muncul dalam wawancara karena topik ini bersifat sensitif.

Perubahan dalam kehidupan keluarga dari waktu ke waktu Status perkawinan responden dan komposisi keluarga cukup cair dan berubah-ubah sepanjang hidup mereka–sebelum migrasi, ketika diperdagangkan dan selama reintegrasi. Hal ini umumnya terjadi pada responden perempuan. Sementara 26 dari 39 perempuan korban yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berstatus menikah ketika mengalami perdagangan orang, status ini berubah pada tahap kehidupan mereka selanjutnya. Dari lima perempuan yang bercerai dan mempunyai anak ketika diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, empat orang dari mereka kemudian menikah lagi dalam kurun waktu setahun setelah kembali ke Indonesia. Dua (dari tiga) perempuan yang belum menikah ketika diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga menikah antara satu dan tiga tahun setelah kembali ke Indonesia.

Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual juga mengalami perubahan status perkawinan dari waktu ke waktu. Dari 20 perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, enam orang berstatus menikah ketika diperdagangkan. Dua (dari sembilan) perempuan yang belum menikah ketika sebelum terjadi perdagangan orang kemudian menikah, baik saat mereka diperdagangkan atau setelah keluar dari perdagangan orang. Kehamilan telah menyebabkan pernikahan pada setidaknya tiga perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Dua (dari lima) perempuan yang berstatus bercerai dan mempunyai anak ketika diperdagangkan menikah lagi selama reintegrasi. Dapat dikatakan, situasi beberapa perempuan tetap sama selama hidup mereka setelah perdagangan orang. Laki-laki korban perdagangan orang juga mengalami perubahan status perkawinan dari waktu ke waktu, meskipun dengan variasi yang lebih sedikit dari perempuan. Dari 29 laki-laki yang berstatus menikah ketika diperdagangkan, 26 masih berstatus menikah setelah

Page 27: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

23

mengalami perdagangan orang. Namun, dua (dari 29) bercerai atau berpisah dari istri mereka setelah kembali ke rumah. Dan, dalam beberapa kasus lain, para korban laki-laki melaporkan mengalami perselisihan dan masalah perkawinan yang berpotensi menyebabkan perceraian. Dalam beberapa kasus, tampaknya pernikahan tersebut tidak akan bertahan menghadapi tekanan-tekanan ketika terjadi perdagangan orang dan reintegrasi pasca-perdagangan orang. Dari 19 laki-laki korban yang berstatus belum menikah ketika diperdagangkan, sepuluh orang masih berstatus belum menikah pada saat diwawancarai. Delapan laki-laki yang berstatus masih lajang ketika diperdagangkan kemudian menikah selama reintegrasi. Namun, tidak semua pernikahan mereka berlangsung langgeng. Lingkungan keluarga dan kehidupan setelah trafficking Mayoritas (65 dari 108) korban trafficking kembali tinggal di lingkungan keluarga yang sama dengan sebelum mereka bermigrasi atau mengalami trafficking. Responden yang menikah sering kali kembali hidup dengan keluarga inti–bersama pasangan dan anak-anak. Namun banyak responden hidup dalam keluarga besar dengan orang tua atau mertua di rumah yang sama. Dalam beberapa kasus, orang tua atau mertua mereka tinggal bersama mereka. Namun demikian,umumnya mereka hidup di rumah milik orang tua atau mertua mereka, di mana sering kali melibatkan pengaturan yang berbeda (dan sering kali lebih rumit). Mereka yang belum menikah biasanya tinggal dengan orang tuanya setelah kembali, ada pula, walaupun jarang terjadi, yang tinggal sendiri. Beberapa korban yang belum menikah tinggal dengan anggota keluarga besar, misalnya saudara kandung, bibi, paman atau kakek-nenek. Beberapa korban merupakan orang tua tunggal baik karena bercerai atau kematian dan tinggal dengan anak mereka serta keluarga besar atau keluarga ipar (biasanya orang tua atau mertua). Beberapa korban merupakan janda atau duda, cerai atau mati dan tinggal sendiri setelah trafficking. Beberapa tinggal dengan anak kecil yang mereka besarkan sendiri. Ada pula yang memiliki anak yang telah dewasa dan tinggal bersama mereka (terkadang tinggal bersama pasangan dan anak mereka) atau tinggal di tempat lain dan korban tinggal sendiri. Beberapa responden tidak kembali ke keluarganya sama sekali. Meskipun responden kembali pada lingkungan keluarga yang sama dengan sebelum mereka mengalami trafficking, banyak perubahan yang bisa terjadi dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua yang pindah untuk hidup bersama, menikah dan pasangan pindah ke rumah yang sama, pasangan bermigrasi untuk bekerja, harus merawat keluarga dan sebagainya. Perubahan ini diketahui dan memperngaruhi kehidupan setelah trafficking, pola reintegrasi dan hasilnya. Komposisi keluarga dan pola tempat tinggal sering kali berubah dari waktu ke waktu selama integrasi, setidaknya sebagai reaksi terhadap perubahan status pernikahan. Ada banyak anggota keluarga yang terlibat dalam skala dan tahap yang berbeda dalam proses reintegrasi, dan lingkungan keluarga sering kali sangat komplek dengan berbagai bentuk dukungan dan ketegangan yang terjadi. Bahkan dalam satu keluarga, anggota keluarga memiliki berbagai sikap, perilaku, aksi dan reaksi yang sering kali bertentangan. Terutama setelah beberapa waktu dan dalam menanggapi faktor eksternal. Beberapa anggota keluarga mendukung dan membantu; yang lain justru mengkritisi dan tidak mendukung. Semua faktor dan variasi ini masing-masing mempengaruhi hasil reintegrasi korban dan keluarga besar–kadang-kadang positif, kadang-kadang negatif. 5.1 Lingkungan keluarga yang mendukung Keluarga, bagi hampir semua korban adalah sumber utama dukungan dan bantuan setelah trafficking dan dalam jangka panjang. Kembali kepada keluarga dalam kebanyakan kasus merupakan pilihan utama. Namun hal ini juga terjadi karena kebutuhan–misalnya, akibat tidak adanya layanan dan dukungan secara umum, terbatasnya jangkauan layanan hingga tingkat komunitas lokal.

Page 28: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

24

Banyak responden menemukan bahwa keluarga umumnya adalah lingkungan yang aman, mendukung dan melindungi. Mereka yang berasal dari keluarga yang bahagia dan sehat sebelum mengalami trafficking dan umumnya juga kembali ke lingkungan keluarga yang positif. Pulang ke rumah menjadi hal emosional namun umumnya menjadi momen yang menggembirakan. Korban mendapat sambutan yang positif dari anggota keluarga ketika kembali. Korban dan anggota keluarga menggambarkan perasaan lega, gembira dan bersyukur. Selain dukungan emosional, korban juga sering mengandalkan keluarga untuk mendapat bantuan dan dukungan yang lebih nyata, termasuk tempat tinggal, makanan dan keuangan, membantu merawat anak-anak mereka serta tanggungan mereka dan sebagainya. Bahkan hubungan yang (atau mungkin telah) rusak selama perdagangan orang dan reintegrasi dapat, dalam beberapa situasi, dipulihkan dan diperbaiki.

5.2 Ketegangan dan tantangan di lingkungan keluarga Bahkan di lingkungan keluarga yang positif, reintegrasi tidak berlangsung secara sederhana dan perasaan-perasaan lega dan bahagia pada saat kembali sering kali hilang ketika menghadapi berbagai stres dan ketegangan yang muncul dalam keluarga dari waktu ke waktu. Orang yang diperdagangkan dan keluarga mereka mengalami banyak ketegangan di berbagai tingkatan dan berkaitan dengan berbagai faktor. Dalam pengaturan keluarga yang lebih kompleks, korban trafficking sering pulang ke lingkungan keluarga yang sangat tidak mendukung. Ketegangan dan masalah-masalah yang memicu seseorang menjadi korban perdagangan orang (dan mungkin telah berkontribusi pada keputusan seseorang untuk bermigrasi) tidak teratasi dan perdagangan orang memunculkan lapisan tambahan dari ketegangan. Ketegangan-ketegangan dapat ditimbulkan oleh: masalah keuangan dalam keluarga; konflik antara korban dan keluarga; perasaan malu dan dipersalahkan; dan rusak atau hancurnya hubungan pribadi.

5.2.1 Masalah keuangan dalam keluarga. Biaya migrasi bagi korban dan keluarganya

Beban utang dan tidak ada kiriman uang Sumber ketegangan yang paling jelas terlihat dalam keluarga setelah korban perdagangan orang pulang ke rumah adalah yang terkait dengan masalah keuangan dan ekonomi karena mereka tidak mengirimkan uang ketika bermigrasi (menjadi korban perdagangan orang) atau tidak membawa uang ketika mereka pulang. Sebagian kecil korban trafficking mampu mengirimkan uang ke keluarga atau membawa sejumlah uang saat mereka kembali ke rumah, yang setidaknya dapat mengurangi masalah keuangan yang bersifat mendesak. Namun jumlah uang tersebut jauh lebih sedikit dari yang dijanjikan dan diharapkan oleh keluarga mereka, baik karena korban dibayar (digaji) lebih kecil dari yang disepakati dalam kontrak atau karena sebagian besar gaji mereka ditahan.

Lilitan utang juga dapat menimbulkan ketegangan dalam keluarga. Beberapa korban (atau anggota keluarga mereka) terlilit utang sebelum bermigrasi dan mereka kemudian pergi bermigrasi untuk membayar utang-utang tersebut. Lebih jauh lagi, sebagian besar korban trafficking berutang ketika mereka hendak bermigrasi atau untuk membayar ongkos pulang. Beberapa responden berutang kepada anggota keluarga yang merawat anak-anak yang ditinggalkan. Beberapa korban berutang setelah kembali dari perdagangan orang, mereka meminjam uang ketika mereka belum mampu menemukan pekerjaan, karena kondisi fisik yang belum memungkinkan atau karena sakit akibat pengalaman perdagangan orang atau karena tidak adanya kesempatan kerja di komunitas.

Page 29: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

25

Perasaan dan reaksi korban perdagangan orang terhadap tekanan keuangan Korban trafficking menyatakan kecemasan, frustrasi dan kekecewaan mereka ketika mereka pulang ke rumah tanpa membawa uang, sering kali memperburuk situasi keuangan keluarga. Beberapa korban trafficking berstatus bercerai, berpisah atau janda, yang berarti bahwa mereka hanya mempunyai sedikit sistem pendukung setelah migrasi mereka mengalami kegagalan. Pada banyak responden perempuan yang telah bercerai, mantan suami mereka tidak merawat anak-anak mereka selama mereka tidak di rumah atau setelah mereka pulang. Banyak korban yang menggambarkan rasa frustrasi dan kecewa ketika kegagalan migrasi mereka telah merusak hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Laki-laki dan perempuan di Indonesia memainkan peran penting dalam mendukung keluarga mereka. Ketidakmampuan mendapatkan uang dan mengirimkan uang kepada keluarga karena mereka mengalami perdagangan orang berarti "kegagalan" dalam menjalankan peran orang tua/suami-istri. Tindakan dan reaksi anggota keluarga Kegagalan dalam mengirimkan uang ke keluarga atau kembali ke rumah tanpa membawa uang merupakan sumber stres bagi anggota keluarga yang ditinggalkan. Meskipun mereka bersyukur dan senang dengan kembalinya orang yang mereka cintai, sering kali muncul kekhawatiran dan ketegangan yang berkaitan dengan kondisi bahwa korban pulang ke rumah tanpa membawa uang. Beberapa korban menggambarkan beratnya tekanan dari para anggota keluarga karena ia kembali tanpa membawa uang dan bagaimana hal ini berpengaruh pada hubungan keluarga dari waktu ke waktu. Ketika terlilit utang, hal ini akan menambah lapisan dari tekanan. Tidak semua anggota keluarga berperilaku dengan cara yang sama. Korban perdagangan orang sering menghadapi perilaku yang mendukung dan perilaku tidak mendukung dari anggota keluarga ketika mereka menghadapi masalah ekonomi. Reaksi keluarga tidak hanya berkaitan dengan kegagalan korban dalam hal kondisi ekonomi yang disebabkan perdagangan orang, tetapi juga tentang ketidakmampuan anggota keluarga mereka untuk membantu anggota keluarga (yang menjadi korban) kembali ke rumah. Persoalan keuangan tidak selalu menjadi sumber utama dari ketegangan pada semua anggota keluarga, bahkan dalam situasi ekonomi yang sangat buruk. Dan dalam situasi tersebut, pada beberapa kasus, para korban masih dimungkinkan untuk menemukan beberapa bantuan dan dorongan di lingkungan keluarga, dari para anggota keluarga, termasuk orang tua, saudara kandung, pasangan, anak-anak atau bibi dan paman. Beberapa korban menerima bantuan keuangan dari para anggota keluarganya, di mana hal ini sangat penting untuk menumbuhkan kemampuan mereka untuk bangkit dari situasi perdagangan orang. 5.2.2 Stres dan kesusahan. Ketegangan dan konflik antara korban dan keluarga Sumber stres dan kesusahan akibat eksploitasi trafficking Korban perdagangan orang di Indonesia, apapun bentuk eksploitasinya, umumnya pulang dalam keadaan sulit. Mereka sering mengalami gangguan kesehatan baik mental dan fisik sebagai akibat dari peristiwa yang mereka alami, termasuk kondisi hidup yang buruk, makanan dan air yang tidak memadai, kondisi kerja yang tidak aman dan berbahaya, kekerasan dan pelanggaran dan/atau tidak mendapat perawatan kesehatan. Kondisi hidup sebagian besar korban perdagangan orang sangat buruk dan tidak layak. Korban tinggal di tempat yang tidak higienis dan menyedihkan selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Tempat tinggal sebagian besar korban, melekat di tempat kerja mereka, dengan kebebasan bergerak yang sangat terbatas dan sulit untuk melakukan

Page 30: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

26

komunikasi dengan orang lain. Korban umumnya mendapat makanan dengan kualitas yang buruk dan dengan jumlah yang tidak cukup dan, dalam beberapa kasus, mengalami keterbatasan akses untuk mendapat air minum. Tanpa terkecuali, korban trafficking (baik laki-laki dan perempuan) diperkerjakan secara berlebihan (terlalu berat) sehingga sering kali tidak manusiawi. Orang Indonesia yang menjadi korban trafficking umumnya tidak dilengkapi peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka, termasuk pakaian kerja yang tepat dan alat pelindung. Kekerasan dan pelecehan sangat umum terjadi pada sebagian besar korban trafficking. Hal ini termasuk kekerasan fisik, psikologis dan seksual, yang dialami korban laki-laki dan perempuan. Banyak korban yang mengalami beberapa bentuk kekerasan sekaligus selama mereka dieksploitasi, kadang-kadang dilakukan oleh lebih dari satu orang. Banyak korban yang terdampak secara psikologis, bahkan mengalami trauma, oleh perdagangan orang–stres, cemas dan depresi. Perdagangan orang berdampak negatif dan pengaruhnya sangat buruk, baik secara langsung dan juga dalam jangka panjang, terhadap kesejahteraan korban trafficking yang telah kembali. Tindakan, reaksi, dan perilaku korban perdagangan orang Kondisi mental dan fisik yang kurang baik sering kali terlihat dari perilaku dan reaksi korban, yang pada gilirannya, berdampak pada hubungan mereka dengan anggota keluarga. Beberapa korban melaporkan bahwa mereka merasa cemas dan marah setelah pulang dan selama reintegrasi. Korban lainnya menggambarkan bahwa ia mengalami stres atau depresi di berbagai tahap reintegrasi. Perilaku yang demikian sering kali sulit untuk dipahami, diterima dan ditolerir oleh keluarga, terutama dalam jangka panjang. Sumber stres dan kesusahan di kalangan anggota keluarga korban Ada beberapa sumber stres bagi keluarga korban. Banyak anggota keluarga berupaya untuk berdamai dengan pengetahuan atas semua yang anggota keluarga mereka derita ketika dieksploitasi. Sumber lain dari stres adalah perilaku korban yang kadang-kadang tidak stabil atau stres selama reintegrasi. Dan karena anggota keluarga tidak mengetahui cerita lengkap tentang apa yang terjadi saat mereka diperdagangkan, hal ini sering kali membuat mereka sulit untuk memahami perilaku korban, terutama ketika tindakan dan perilaku tersebut terus berlangsung untuk waktu yang lama setelah mereka kembali dari trafficking. Anggota keluarga juga terdampak oleh ketidakhadiran korban (selama bermigrasi atau menjadi korban perdagangan orang), termasuk masalah ekonomi dan tidakadanya komunikasi dalam waktu yang panjang. Pada beberapa kasus, korban yang awalnya mengalami hubungan yang penuh dengan stres dan tertekan melaporkan adanya perbaikan dari waktu ke waktu. 5.2.3 Merasa malu dan disalahkan. Tanggung jawab dan kesalahan di antara korban dan keluarga Korban merasa malu, bersalah dan bertanggung jawab Korban perdagangan orang umumnya menyatakan bahwa mereka merasa malu dan bersalah ketika mereka kembali dan selama mereka bereintegrasi. Beberapa korban merasa malu karena mengalami kegagalan dalam bermigrasi, pulang dengan tangan hampa atau bahkan mempunyai utang. Para korban–baik laki-laki maupun perempuan–merasa malu karena tidak mampu mendukung dan merawat anggota keluarganya, terutama anak-anak. Para korban merasa malu karena telah gagal untuk memenuhi tanggung jawabnya–membantu orang tua dan merawat mereka di hari tuanya. Perasaan malu dan rasa bersalah juga, ada kalanya, disebabkan oleh apa yang keluarga mereka–terutama pasangan dan anak-anak–telah derita ketika korban berada jauh dari mereka dan jarang berkomunikasi. Rasa malu telah menyebabkan korban memilih untuk tidak mengungkapkan secara lengkap tentang pengalaman trafficking mereka kepada para anggota keluarga. Beberapa korban merasa malu karena "kegagalan" migrasi mereka, yang dikhawatirkan akan merendahkan mereka di mata orang-orang yang mereka cintai. Beberapa korban trafficking juga takut

Page 31: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

27

bahwa mereka akan dipandang rendah dan disalahkan karena hal-hal yang mereka alami ketika diperdagangkan–mengalami perkosaan, dipukul, dihina dan tampak tidak mampu menjaga dan melindungi diri mereka. Kondisi menyalahkan kadang-kadang berperan sebaliknya, termasuk korban trafficking menjadi marah kepada anggota keluarga - misalnya, ketika keluarga terlibat pada saat korban mengalami perdagangan orang. Beberapa korban menyatakan frustrasi terhadap keluarga yang tidak berpegang pada kesepakatan yang telah dibuat terkait tugas-tugas keluarga yang ditinggalkan ketika mereka bermigrasi–merawat anak-anak yang ditinggalkan atau menggunakan uang yang dikirim secara bertanggung jawab. Disalahkan. Saling tuduh di antara anggota keluarga Banyak korban perdagangan orang yang disalahkan oleh anggota keluarga mereka, sebagian atau pada berbagai tingkatan, dengan berbagai alasan. Salah satu sumber yang bisa membuat mereka disalahkan adalah ketika mereka tidak berhasil saat bermigrasi, yang bisa memunculkan cemoohan dan dan tuduhan dari para anggota keluarga, termasuk orang tua, pasangan, anak-anak dan saudara-saudara. Beberapa korban disalahkan karena beban akibat kegagalan migrasi mereka (yaitu trafficking) dipikul oleh anggota keluarga. Sumber-sumber lain dari penyalahan terhadap korban termasuk pasangan dan anak-anak yang merasa ditinggalkan atau diabaikan selama saat mereka bermigrasi. Para orang tua, terutama para ibu, disalahkan dan ditolak oleh anak-anak mereka yang merasa bahwa ketidakhadiran ibu mereka merupakan pengabaian dan penelantaran. Dalam beberapa kasus, anggota keluarga marah kepada korban trafficking karena pergi meninggalkan mereka di saat keluarga tengah menghadapi kesulitan, seperti ketika ada yang sedang sakit atau meninggal dunia. Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual sering kali disalahkan karena telah terlibat dalam prostitusi (padahal mereka sebetulnya dipaksa). Beberapa laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja mendapat tuduhan bahwa mereka telah menghambur-hamburkan uang gaji ketika di luar negeri. Namun, kondisi dipersalahkan tidak selalu dialami korban dan sejumlah korban yang telah pulang menjelaskan adanya penerimaan keluarga atas pengalaman buruk mereka tanpa bersikap menyalahkan. Bahkan ketika makin banyak stigma dan situasi sosial yang bermasalah, kondisi di mana keluarga menyalahkan korban tidak selalu terjadi. Reaksi negatif dari anggota keluarga sering kali berubah dari waktu ke waktu. Kondisi saling tuduh yang terjadi di awal kedatangan korban, sering kali berubah menjadi sebuah penerimaan, setidaknya di beberapa segmen dan tingkatan yang berbeda di lingkungan keluarga. 5.2.4 Hubungan yang rusak atau hancur. Mengelola kerenggangan dan keretakan Penyebab kerenggangan dan keretakan Korban perdagangan orang di Indonesia sering jauh dari rumah dan keluarga dalam waktu yang sangat lama. Berkisar antara beberapa bulan hingga beberapa tahun–dengan hanya sedikit (atau bahkan tanpa) kontak dengan anggota keluarga mereka. Dalam beberapa kasus, korban terus mengalami pemisahan dari anggota keluarga mereka bahkan setelah mereka berhasil melarikan diri atau keluar dari perdagangan orang–misalnya, selama mereka ditahan di luar negeri. Kesempatan mereka untuk melakukan kontak dengan keluarga dalam situasi ini pun sangat terbatas (sering kali hanya sekali komunikasi melalui telepon sesaat ketika mereka akan pulang ke rumah dan kadang-kadang bahkan tidak pernah sama sekali). Beberapa korban juga memiliki kontak dan komunikasi yang terbatas dengan anggota keluarga setelah mereka pulang ke rumah baik karena mereka harus bekerja jauh dari keluarga mereka (di kota lain, provinsi lain atau negara lain) atau karena mereka menjalani proses hukum untuk menuntut pelaku perdagangan orang dan harus tinggal di tempat di mana kasus hukum tersebut ditangani.

Page 32: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

28

Keterpisahan akibat perdagangan orang, diperparah dengan kurangnya komunikasi dengan keluarga, menyebabkan kerenggangan dan keretakan hubungan keluarga. Banyak hubungan keluarga terganggu dan bahkan hancur akibat pemisahan dan jarak yang jauh antara korban dan keluarga yang disebabkan oleh perdagangan orang. Masalah dalam lingkungan keluarga yang terjadi sebelum terjadinya perdagangan orang juga berarti bahwa beberapa "reuni" sangat sulit dan lebih rentan terhadap terjadinya keretakan keluarga.

Hubungan orang tua/anak yang terganggu Salah satu dampak utama dari trafficking pada kehidupan banyak korban adalah dalam hal hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Trafficking mengganggu korban untuk menjadi bagian dari kehidupan masa kecil anak-anak mereka; beberapa korban kembali ke rumah dan anak-anak mereka tidak mengenal mereka. Pada beberapa anak, perasaan negatif terhadap orang tua yang mengalami trafficking juga tumbuh akibat ketika orang tuanya tidak bersama mereka, anak-anak mendengar informasi dari orang lain (tentang orang tua mereka). Ketidakhadiran orang tua berdampak pada kesejahteraan anak dan dalam banyak kasus, mengganggu jaringan dukungan mereka. Hal ini terutama terjadi ketika yang menjadi korban adalah para ibu yang mana sosok seorang ibu umumnya merupakan sumber utama dari dukungan emosional bagi anak-anak di Indonesia.

Perkawinan yang rusak dan hancur Ketegangan dan permasalahan muncul dalam banyak pernikahan ketika korban tidak di rumah. Dalam beberapa kasus, permasalahan dan ketegangannya masih tergolong "ringan" dan dapat diprediksi, biasanya berkaitan dengan masalah keuangan, malu dan disalahkan dan stres serta kesusahan. Namun, dalam beberapa kasus hubungan dengan pasangan menjadi terganggu dan bahkan hancur ketika korban tidak berada di rumah (ketika mengalami trafficking). Perselingkuhan adalah masalah yang tidak jarang dihadapi oleh perempuan yang diperdagangkan. Laki-laki yang diperdagangkan juga mengalami gangguan dan keretakan dalam perkawinan mereka yang disebabkan oleh perdagangan orang. Hal yang paling umum, masalah perkawinan di kalangan laki-laki korban perdagangan orang adalah ketidakmampuan mereka untuk mengirimkan uang saat mereka bermigrasi, membawa uang saat pulang ke rumah dan/atau mencukupi kebutuhan keluarga ketika mereka sudah di rumah. Faktor lain yang penting dalam masalah perkawinan adalah bahwa para korban tidak bisa menghubungi dan berkomunikasi dengan keluarga ketika mereka dieksploitasi. Pada beberapa kasus, kekerasan dalam rumah tangga menjadi isu dalam pernikahan setelah perdagangan orang dan pada berbagai tahap reintegrasi.

Kehancuran rumah tangga tidak mudah diperbaiki dan banyak korban menggambarkan masalah yang dihadapinya sebagai salah satu isu yang paling membuatnya tertekan selama reintegrasi. Beberapa pernikahan mengalami keruntuhan dari waktu ke waktu, di bawah beratnya tekanan keuangan dan antar pribadi. Dua puluh dari 108 responden dalam penelitian ini telah berpisah atau bercerai sejak mereka diperdagangkan dan/atau sejak mereka kembali dari perdagangan orang. Beberapa orang lain menjelaskan mengalami perselisihan dan masalah dalam perkawinan yang berpotensi menyebabkan perceraian.

Ketegangan dalam keluarga inti dan keluarga besar Beberapa anggota keluarga merupakan sumber utama untuk mendapat bantuan. Lainnya, dalam keadaan sulit, dapat menimbulkan konflik dan masalah tambahan. Mereka termasuk orang tua korban (dan mertua), saudara, paman dan bibi, kakek-nenek serta para kerabat lainnya, baik kerabat dekat dan maupun jauh. Korban juga menggambarkan adanya keretakan dan kerenggangan pada banyak hubungan tersebut.

Sejumlah korban menjelaskan bahwa mereka bermigrasi untuk dapat lebih membantu dan mendukung orang tua mereka dan kegagalan ketika bermigrasi dapat menjadi sumber ketegangan bagi beberapa korban dan orang tua mereka. Banyak orang tua korban

Page 33: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

29

perdagangan orang yang merawat cucu mereka ketika anak mereka/korban pergi bermigrasi, dengan kesepakatan bahwa anak mereka/korban trafficking akan mengirimkan uang untuk merawat anak-anak dan, apalagi, akan kembali dengan membawa sejumlah uang untuk memperbaiki situasi keluarga. Kegagalan untuk melakukan kesepakatan tadi dapat menjadi sumber ketegangan dengan keluarga, pada berbagai tingkatan. Hal ini akan semakin rumit lagi ketika kegagalan migrasi menyebabkan para orang tua korban harus mendukung anak mereka (korban) dan umumnya juga pasangan dan anak-anak mereka setelah kembali.

Korban yang pulang ke rumah dengan membawa anak yang lahir akibat pengalaman trafficking mereka juga dapat menjadi sumber stres dalam keluarga yang lebih luas. Banyak korban juga menjelaskan ketegangan dalam hubungan mereka dengan mertua (umumnya), juga anggota keluarga lain dari pasangan mereka (ipar). Dalam beberapa kasus, tragedi keluarga yang terjadi ketika korban trafficking berada jauh dari rumah, berdampak buruk pada individu korban dan lingkungan keluarga yang lebih luas. Dalam beberapa kasus, anggota keluarga yang terlibat dalam kasus trafficking seseorang, membuat situasi menjadi rumit (dan berpotensi tidak aman) selama reintegrasi.

5.2.5 Beberapa isu, ketegangan dan kerentanan dalam keluarga Tantangan dan kerentanan sebagaimana dibahas di atas tidaklah berdiri sendiri. Orang yang diperdagangkan dan keluarga mereka menghadapi banyak, bahkan kadang-kadang, semua isu dan ketegangan tersebut, pada tingkatan yang berbeda dan pada tahap yang berbeda. Artinya, kesulitan keuangan biasanya terjadi atau meningkatkan konflik dan ketegangan dalam keluarga, termasuk perasaan malu dan saling menyalahkan, serta menyebabkan keretakan hubungan. Kondisi fisik atau psikologis yang kurang baik sering menyebabkan korban tidak mampu bekerja, yang kemudian memperparah masalah ekonomi, menimbulkan stres dan situasi saling menyalahkan di dalam keluarga. Isu-isu dan ketegangan sering kali saling memperkuat dan bersinggungan dan korban serta keluarga mereka terus berjuang pada berbagai tingkatan untuk bangkit dari situasi perdagangan orang.

5.3 Berbagai reaksi dalam keluarga–mendukung dan tidak mendukung, positif dan negatif Keluarga bukanlah sebuah unit yang homogen; anggota keluarga bereaksi secara berbeda kepada korban perdagangan orang ketika mereka kembali ke rumah dan selama reintegrasi mereka. Beberapa responden menemukan”rumah” mereka sebagai sesuatu yang bersifat mendukung dan tidak mendukung, “sehat” dan “menghancurkan”, positif dan negatif. Tidak hanya individu anggota keluarga yang bereaksi secara berbeda atas kepulangan korban, tetapi reaksi-reaksi tersebut juga berubah-ubah dari waktu ke waktu. Secara keseluruhan, para korban menggambarkan berbagai lingkungan keluarga setelah trafficking. Bagi banyak orang yang diperdagangkan, keluarga adalah fondasi penting bagi proses reintegrasi, di mana para anggota keluarga memberikan dukungan emosional, sosial dan/atau ekonomi. Responden lainnya menjelaskan hubungan keluarga yang tidak sehat dan negatif (bahkan kadang-kadang berbahaya), yang menghambat reintegrasi. Dan beberapa korban perdagangan orang menghadapi reaksi beragam dari para anggota keluarga, yang bersifat cair dan berubah-ubah dari waktu ke waktu.

6. Berada di rumah. Pengalaman reintegrasi dilingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat adalah faktor penting dan membingkai proses reintegrasi. Masyarakat mencakup berbagai individu dengan kadar keintiman dan jarak yang bervariasi dengan korban–teman, kenalan, tetangga, lingkungan sebaya, rekan kerja, pemimpin komunitas dan sebagainya. Baik ketika korban kembali ke komunitas asalnya atau menetap

Page 34: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

30

dalam komunitas baru, reintegrasi secara langsung menerima dampak dari lingkungan sosial budaya tempat korban hidup dari waktu ke waktu. Dan, seperti lingkungan keluarga, lingkungan komunitas dapat menjadi lingkungan yang kompleks dan kontradiktif, yang dapat mendukung atau tidak mendukung, dan membawa reaksi yang berbeda (bahkan kontradiktif) dari tetangga, teman dan lainnya, serta berubah dari waktu ke waktu. Tentang kehidupan Masyarakat Lingkungan masyarakat tempat korban tinggal setelah trafficking berbeda dari satu korban ke korban lainnya. Beberapa korban kembali hidup di komunitas asalnya; sementara yang lain berintegrasi ke komunitas yang baru. Dan beberapa korban pindah ke komunitas yang berbeda pada tahap reintegrasi yang berbeda, berdasarkan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam hidup mereka. Tujuh puluh sembilan dari 108 korban bereintegrasi pada komunitas asal mereka, kembali ke kehidupan yang sama dan serupa dengan sebelum trafficking. Sebaliknya, 29 dari 108 korban berintegrasi dalam “komunitas baru.” Bagaimanapun, hal ini berarti menjadi sesuatu yang berbeda dalam kehidupan korban. Dalam beberapa kasus integrasi dalam komunitas baru hanyalah sementara. Dalam kasus lain, 18 dari 29 korban tinggal secara permanen di tempat yang baru, dan menetap disana setelah trafficking. Tujuh dari 29 berintegrasi di komunitas tempat mereka dieksploitasi, umumnya perempuan korban trafficking untuk prostitusi di Jakarta tetap tinggal disini. Delapan dari 29 korban berintegrasi dalam komunitas baru bersama pasangan dan tinggal dengan keluarga pasangan. Dalam beberapa situasi hal ini berarti pindah agak jauh dari komunitas asal (dan jaringan yang mendukung mereka) termasuk ke desa yang berbeda dan bahkan di provinsi yang jauh. Contoh lainnya, tiga dari 29 korban berintegrasi pada daerah yang sama sekali baru setelah trafficking, di lokasi tempat mereka tidak mempunyai hubungan apapun. Beberapa individu akhirnya pindah lagi dari komunitas barunya dan kembali ke komunitas asal mereka. Individu lainnya, yang telah bereintegrasi di komunitas asal mereka kemudian pindah ke komunitas baru untuk bekerja atau karena perkawinan. Situasi kehidupan merupakan hal yang cair dari waktu ke waktu dan beberapa korban pindah beberapa kali selama penelitian berlangsung. Tentang kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu Beberapa pengaturan hidup berubah dari waktu ke waktu mengikuti kehidupan keluarga yang membaik atau memburuk. Sebagai contoh, dua perempuan awalnya tinggal di komunitas asalnya dan berpindah ke komunitas suaminya dan kemudian kembali ke asalnya lagi setelah bercerai. Selain itu, beberapa responden memiliki rencana jangka panjang untuk pindah tempat tinggal. Satu faktor penting bagi kesuksesan reintegrasi pada banyak korban perdagangan orang adalah dukungan di dalam masyarakat. Dalam beberapa situasi, situasi masyarakat sangat konstruktif dan mendukung serta menawarkan tempat untuk berkembang dan kesempatan untuk terjadi pemulihan serta reintegrasi. Di lain pihak, korban juga bisa mengalami diskriminasi, pengucilan kerentanan dan ketimpangan struktural di dalam lingkungan masyarakat. Pada saat yang sama, reaksi masyarakat sering kali tidak seimbang dan korban menggambarkan reaksi yang berbeda-beda dari teman, tetangga dan para anggota komunitas. 6.1 Masyarakat yang mendukung Banyak korban yang menjelaskan penerimaan positif dan lingkungan masyarakat yang mendukung ketika mereka pulang dari perdagangan orang dan melanjutkan kehidupan mereka. Korban perdagangan orang menjelaskan merasakan ketenteraman dan dorongan; belas kasihan dan simpati; dukungan dan kebaikan; dan penerimaan secara keseluruhan

Page 35: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

31

dari orang-orang yang berbeda dalam masyarakat–teman, tetangga, rekan sebaya dan anggota masyarakat.

Beberapa teman dan tetangga menawarkan dukungan yang nyata termasuk bantuan keuangan, makanan, dan kebutuhan dasar lainnya serta bantuan menemukan pekerjaan. Sebuah masyarakat yang bersifat mendukung lebih umum didapatkan oleh korban yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja dan lebih jarang didapatkan oleh korban yang diperdagangkan untuk eksploitas seksual. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan karena keterlibatannya dalam prostitusi diketahui masyarakat tempat mereka tinggal dan akibatnya mereka dipandang rendah. Juga, bisa dikatakan, karena banyak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual berintegrasi di komunitas baru sehingga tidak dapat berharap dari relasi yang ada dan relasi dengan teman dan tetangga.

6.2 Ketegangan, isu-isu dan tantangan di lingkungan masyarakat Beberapa korban trafficking menemukan dukungan dalam komunitas mereka. Namun demikian hal ini tidak selalu terjadi. Banyak korban merasa tidak nyaman, stres dan bahkan malu berada di masyarakat luas akibat pengalaman trafficking mereka dan akibat kegagalan mereka ketika bermigrasi. Dalam sejumlah kasus, rasa malu dan ketidaknyamanan ini lebih dikarenakan perasaan korban sendiri daripada karena penghakiman atau cemoohan dari teman, tetangga atau anggota masyarakat.

Rasa malu yang luar biasa terjadi ketika ada orang lain di lingkungan tempat tinggal korban yang telah sukses bermigrasi. Namun, beberapa korban bisa merasa malu, minder dan tidak nyaman karena perlakuan yang mereka terima dari lingkungan masyarakat ketika kembali dan selama reintegrasi. Banyak korban yang menghadapi gosip, diskriminasi, cemoohan dan kecaman. Ada berbagai pemicu dari munculnya reaksi-reaksi dan sikap negatif di kalangan masyarakat, termasuk: kegagalan bermigrasi dan pulang tidak membawa uang; cemoohan karena ambisi mereka; dan tanggapan komunitas atas stres yang dialami atau perlakuan yang bermasalah di rumah; diskriminasi akibat perlakuan yang tidak diterima misalnya prostitusi dan kehamilan serta cemburu atas bantuan yang diterima.

6.2.1 Kembali tanpa uang, migrasi yang gagal, dan tidak sukses Banyak korban trafficking menjelaskan bahwa mereka dicemooh dan digunjingkan karena kegagalan mereka bermigrasi, karena kembali tanpa membawa uang atau tidak mengirimkan uang selama bekerja di luar negeri. Dalam beberapa kasus, korban trafficking menjelaskan bahwa kegagalan mereka bermigrasi menyebabkan tuduhan yang tidak adil dan tidak benar dari teman dan tetangga, yaitu bahwa mereka memboroskan gaji dan menghabiskannya dengan berfoya-foya untuk diri mereka sendiri atau tidak bekerja keras ketika berada di luar negeri. Kegagalan ketika bermigrasi juga dapat berarti bahwa korban tidak mampu menjalankan kewajiban sosialnya dalam masyarakat–misalnya tidak membawa hadiah atau oleh-oleh untuk teman-teman dan tetangganya, atau tidak meminjamkan (atau kadang-kadang memberikan) uang dari hasil kerjanya. Banyak korban trafficking tidak mengungkapkan bahwa mereka korban eksploitasi (atau sejauh mana mereka dieksploitasi) pada teman dan tetangga, yang menyebabkan salah komunikasi dan salah paham antara korban dan komunitas. Tanggapan negatif dari orang-orang dalam komunitas tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan korban secara mental tetapi juga mempengaruhi keputusan tentang di mana mereka akan tinggal dan apa yang akan dilakukan setelah trafficking.

6.2.2 Dicemooh karena ambisi, “cita-cita yang terlalu tinggi” Sumber ketegangan lain antara korban trafficking dan anggota komunitasnya adalah anggapan tentang “ambisi” korban yang terlalu tinggi, mempunyai keinginan terlalu banyak,

Page 36: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

32

dan tidak puas dengan yang dimiliki (tidak menghargai kehidupan di desa). Bahkan dalam situasi korban sangat menderita, mereka masih tetap menghadapi cemoohan.

6.2.3 Karena stres atau perilaku yang ‘bermasalah’ di rumah Banyak korban trafficking kembali dalam keadaan stres, cemas dan secara umum dalam kondisi buruk. Banyak yang mengalami stres atau depresi dalam beberapa waktu setelah kepulangan mereka, berbulan-buan bahkan bertahun-tahun. Hal ini sering kali menyebabkan korban berperilaku dan bereaksi dalam keadaan stres yang kemudian menjadi sumber pergunjingan dan cemoohan diantara teman dan tetangga. Cemoohan seperti ini khususnya terjadi ketika anggota komunitas tidak tahu hal yang terjadi pada korban dan banyak korban memilih untuk tidak bercerita pada keluarganya apalagi dengan komunitasnya. Hal ini berarti teman dan tetangga tidak selalu memahami mengapa korban berperilaku stres sehngga mengakibatkan kesalahpahaman dan salah perlakuan.

6.2.4 Diskriminasi akibat perilaku “yang tidak dapat diterima” (prostitusi, hamil, ditahan/dipenjara) Beberapa korban mengalami diskriminasi dan kecaman karena hal yang mereka lakukan (atau terpaksa mereka lakukan) selama trafficking. Perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan sering kali mengadapi diskriminasi yang bervariasi di masyarakat akibat keterlibatannya dalam prostitusi. Mereka tetap disalahkan bahkan ketika sebenarnya masyarakat mengetahui bahwa mereka dipaksa untuk bekerja di prostitusi. Korban trafficking juga mengalami diskriminasi dan cemoohan karena hal mereka alami ketika mereka diperdagangkan–misalnya pemerkosaan dan hamil di luar nikah. Korban juga mengalami diskriminasi karena dianggap sebagai pelaku kejahatan ketika mereka ditangkap dan ditahan sebagai imigran tanpa dokumen.

6.2.5 Dicemburui karena menerima bantuan Beberapa korban menjelaskan masalah karena anggota komunitas cemburu atau tidak suka karena mereka menerima bantuan atau dukungan selama reintegrasi. Dalam kasus lainnya, korban menjelaskan bahwa orang-orang di komunitasnya tidak suka karena ia mampu membeli sesuatu atau melakukan hal-hal yang tidak dapat mereka lakukan dan kondisinya lebih baik dibandingkan mereka.

6.2.6 Berbagai sumber ketegangan dan isu-isu di masyarakat Dalam beberapa contoh, isu dan ketegangan di kalangan korban dan anggota masyarakat terjadi karena berbagai sebab, yang saling berkaitan dan saling memperkuat. Gunjingan dan kecaman masyarakat sangat mempengaruhi beberapa hubungan individu korban dengan anggota masyarakat ketika ia terus menerus diceritakan secara negatif dan dalam kurun waktu yang panjang.

6.3 Reaksi yang berbeda, yang positif, yang negatif Dalam banyak komunitas, reaksi dan perlakuan pada korban trafficking selama reintegrasi berbeda dari satu korban ke korban lainnya. Beberapa teman dan tetangga merupakan sumber dukungan dan kenyamanan bagi korban, sementara yang lainnnya menggunjingkan, mencemooh dan mendiskriminasikan mereka. Banyak responden menghadapi reaksi yang barcampur dari komunitasnya–menerima dukungan dan pemahaman dari beberapa teman dan tetangga tapi tidak dari yang lain. Bahkan di tengah-tengah respon negatif dari masyarakat, sangat dimungkinkan untuk menemukan seseorang (atau beberapa orang) yang mendukung dalam masyarakat. Dalam banyak contoh, reaksi komunitas berubah dari waktu ke waktu. Namun waktu tidak selalu membuat hubungan korban dan komunitasnya menjadi lebih baik.

7. Kesimpulan dan rekomendasi

Page 37: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

33

Korban perdagangan orang di Indonesia menanggung beban berat dan luka mendalam yang diakibatkan oleh eksploitasi yang mereka alami–fisik, psikologis, ekonomi, emosional–dan sering kali harus berjuang untuk dapat pulih dan melanjutkan hidupnya setelah mengalami perdagangan orang. Mereka juga kembali untuk menghadapi permasalahan dan kerentanan yang sudah ada dalam kehidupan mereka dan keluarganya, di mana keluarga telah berharap bahwa masalah dan kerentanan tersebut dapat diatasi atau berkurang melalui migrasi mereka. Kebijakan dan program reintegrasi harus menyasar berbagai kebutuhan dan kerentanan korban. Namun demikian, mempertimbangkan reintegrasi setelah perdagangan orang hanya dari perspektif individu korban saja tidak cukup. Reintegrasi terjadi dalam lingkup sosial yang lebih luas dari keluarga dan masyarakat, sehingga penting untuk memahami dan memperhitungkan perspektif dan pengalaman anggota keluarga korban dan lingkungan masyarakat di mana mereka berintegrasi. Hal ini sering kali melibatkan banyak anggota keluarga dan masyarakat, yang masing-masing memiliki potensi untuk memberi pengaruh (positif atau negatif) dan berdampak pada pemulihan dan reintegrasi korban perdagangan orang.

Keluarga adalah faktor kunci baik dalam keberhasilan atau kegagalan reintegrasi korban perdagangan orang. Selain harus mengelola tantangan individu mereka sendiri, korban juga harus menghadapi dan mengelola reaksi dan tanggapan dari anggota keluarga mereka ketika mereka kembali dari perdagangan orang dan juga reaksi dan tanggapan keluarga dari waktu ke waktu. Eksploitasi perdagangan orang telah memakan banyak korban yang merupakan anggota dari keluarga-keluarga di Indonesia–anak-anak mereka, pasangan, orang tua, saudara dan kerabat. Hal yang sama pentingnya adalah memperhitungkan lingkungan sosial di mana korban berintegrasi atau bereintegrasi. Apakah kembali ke komunitas asal mereka atau menetap di lingkungan masyarakat baru, reintegrasi langsung dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya yang lebih luas di mana korban tinggal dari waktu ke waktu. Dan, seperti halnya keluarga, lingkungan masyarakat adalah lingkungan yang kompleks dan kontradiktif, baik yang mendukung maupun tidak mendukung dan melibatkan berbagai reaksi (kadang-kadang bertentangan) dari teman, tetangga dan lain-lain, termasuk yang berubah dari waktu ke waktu.

Berbagai tantangan dan kerentanan di lingkungan keluarga dan masyarakat jarang berdiri sendiri. Orang yang diperdagangkan dan keluarga mereka menghadapi banyak sekali tantangan dan kerentanan, sebagian besar dan kadang-kadang semua masalah dan ketegangan dibahas, pada derajat dan tahap yang berbeda. Pada saat yang sama, selain ketegangan, isu-isu dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, ada juga wilayah yang signifikan dari ketahanan dan dukungan di keluarga dan masyarakat, yang mendukung, mendorong dan menggembleng keberhasilan pemulihan dan reintegrasi korban. Ini adalah temuan yang berarti dalam lingkungan di mana begitu banyak korban yang tidak teridentifikasi dan tidak terbantu dan, menunjukkan kebutuhan yang besar untuk mengidentifikasi dan meniru bentuk-bentuk dukungan dan bantuan yang bersifat lokal dan informal.

Temuan-temuan ini menyoroti kebutuhan untuk lebih memahami lingkungan keluarga dan masyarakat di mana orang yang diperdagangkan kembali ketika merancang dan melaksanakan intervensi reintegrasi (dan perlindungan). Mengidentifikasi dan menguraikan poin-poin umum dari ketegangan dan ketahanan merupakan titik awal yang berharga bagi pemahaman reintegrasi yang lebih baik dalam keluarga dan masyarakat setelah pengalaman perdagangan orang. Mempertimbangkan dinamika hubungan keluarga dan masyarakat dalam rancangan respon reintegrasi dapat berkontribusi secara substansial untuk mewujudkan bantuan dan perlindungan yang lebih efisien dan tepat. Kegagalan untuk mempertimbangkan korban perdagangan orang dan keluarga dan masyarakat dalam setiap diskusi atau intervensi berarti melewatkan faktor yang penting, bahkan bisa dikatakan sangat penting, dalam proses reintegrasi dan kemungkinan keberhasilannya. Rekomendasi berikut ini ditujukan untuk meningkatkan kebijakan dan program reintegrasi untuk korban

Page 38: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

34

perdagangan orang dan ditujukan kepada para praktisi dan pembuat kebijakan untuk mendukung pekerjaan mereka dengan para korban dan keluarga mereka agar bisa "move on" dari perdagangan orang.

Rekomendasi untuk mendukung individu korban perdagangan orang

•! Menawarkan program bantuan yang bersifat jangka panjang dan komprehensif yangditujukan untuk reintegrasi.

•! Menawarkan bantuan untuk memenuhi semua kebutuhan korban dan mengatasi semua kerentanan.

•! Menawarkan bantuan kepada semua korban perdagangan orang. •! Meningkatkan akses para korban terhadap layanan di tingkat desa. •! Memastikan bahwa kebutuhan spesifik terkait perdagangan orang diidentifikasi dan

ditangani. •! Meningkatkan peran dan kompetensi pekerja sosial di tingkat lokal. •! Melindungi hak-hak korban ketika membantu para anggota keluarga.

Rekomendasi untuk bekerja dengan keluarga korban perdagangan orang

•! Mengidentifikasi dampak dari perdagangan orang terhadap keluarga korban. •! Memasukkan anggota keluarga korban dalam pemberian bantuan. •! Memahami dan mengakomodir latar (setting) keluarga di semua kerja-kerja

reintegrasi. •! Menawarkan peluang untuk mediasi keluarga dan konseling. •! Menyediakan bantuan yang memperhitungkan berbagai kebutuhan dan situasi

korban (dengan keluarga mereka yang berbeda, konstelasi dan kebutuhan).

Rekomendasi untuk meningkatkan reintegrasi korban perdagangan orang di lingkungan masyarakat mereka

•! Mempertimbangkan dan mengakomodir dinamika masyarakat dalam program dan kebijakan reintegrasi.

•! Membangun kepekaan para tokoh masyarakat terhadap isu perdagangan orang, termasuk semua bentuk perdagangan orang dan semua kategori korban, dan hak-hak/kebutuhan korban.

•! Bekerja dengan para tokoh masyarakat dalam identifikasi dan rujukan korban perdagangan orang.

•! Mengatasi diskriminasi, marjinalisasi dan stigmatisasi sebagai bagian dari upaya reintegrasi di masyarakat.

•! Mengidentifikasi berbagai penyebab ketegangan di masyarakat, stigma dan diskriminasi terhadap para korban, dari berbagai bentuk perdagangan orang dan dalam latar (setting) yang berbeda.

•! Menawarkan bantuan yang tidak terlihat dalam masyarakat.

Page 39: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

35

1. PendahuluanBagi para korban perdagangan orang, saat mereka lolos atau keluar dari situasi eksploitasi adalah sesuatu yang sangat berarti. Setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun mengalami eksploitasi dan kekerasan, momentum tersebut menandai terciptanya keamanan, kebebasan dan kembalinya mereka ke kehidupan seseorang, keluarga, dan masyarakat. Banyak orang yang diperdagangkan menggambarkan periode ini sebagai sesuatu yang melegakan, sesuatu yang patut disyukuri, kebahagiaan dan kegembiraan. Seperti yang disampaikan seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berikut ini: "Saya bersyukur sama Allah, Alhamdulillah saya bisa pulang… Dalam hati saya sangat gembira. Saya pasti bisa ketemu sama anak dan keluarga saya. Udah itu aja tujuan saya. Mudah-mudahan saya bisa sampai ke rumah, ketemu sama anak saya. Saya terus berdoa kayak gitu.” Korban lain mengatakan: "Alhamdulillah1 [alhamdulillah] udah ketemu keluarga, sudah ke tanah air. Itu saking seneng-senengnya mau pulang, dari kapal juga saya engga makan, mau ketemu anak, mau ketemu orang tua.”

Namun untuk "melangkah maju" dari perdagangan orang (trafficking) bukanlah hal yang sederhana. Sebaliknya, hal tersebut, sering kali, merupakan proses yang kompleks, berat dan rumit yang melibatkan berbagai tantangan dan rintangan berarti di sepanjang perjalanannya. Hal ini dikarenakan adanya berbagai tingkatan di tempat reintegrasi2 berlangsung–tingkat individu, keluarga dan masyarakat–dan adanya tindakan dan reaksi (yang sering kali berbeda) dalam keluarga dan masyarakat selama masa pemulihan dan reintegrasi korban perdagangan orang.

Pada tingkat individu, orang yang diperdagangkan harus pulih dari, dan berdamai dengan eksploitasi yang pernah mereka alami saat terjadi perdagangan orang, yang sering melibatkan berbagai lapisan kekerasan, pelecehan, penganiayaan dan trauma, serta kesulitan ekonomi dan situasi tidak aman. Mereka juga harus berdamai dengan masalah-masalah yang sudah ada sebelumnya dan isu-isu dalam kehidupan mereka yang mungkin telah berkontribusi atau bahkan secara langsung menyebabkan mereka mengalami eksploitasi perdagangan orang–misalnya, masalah keuangan dan utang, kesehatan fisik atau mental yang buruk, kurangnya pendidikan, keterbatasan peluang ekonomi, masalah hukum, serta konflik atau kekerasan dalam hubungan pribadi. Selain itu, korban perdagangan orang harus menemukan cara "melangkah maju" dari perdagangan orang untuk mampu pulih dan bereintegrasi ke dalam kehidupan mereka, keluarga, dan masyarakat.

Namun, reintegrasi setelah perdagangan orang tidak terjadi secara terisolasi. Reintegrasi berlangsung di lingkup sosial yang lebih luas dari keluarga dan masyarakat. Reintegrasi sering melibatkan banyak anggota keluarga dan masyarakat, yang masing-masing memiliki potensi untuk (secara positif atau negatif) mempengaruhi dan berdampak pada pemulihan dan reintegrasi korban perdagangan orang.

Lingkungan keluarga, di mana banyak orang yang diperdagangkan kembali dan di mana mereka umumnya berusaha untuk bereintegrasi, merupakan faktor kunci bagi keberhasilan maupun kegagalan reintegrasi korban perdagangan orang. Selain mengelola berbagai

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1 Ekspresi dalam bahasa Arab yang berarti ‘Terima kasih Tuhan’ sering kali digunakan kaum Muslim karena pentingnya teks Qur’an dan Haditz Nabi Muhammad. Ekspresi ini biasa digunakan oleh umat Muslim di Indonesia. 2 Reintegrasi spesifik bervariasi pada setiap individu, korban trafficking dapat berintegrasi dalam beberapa bentuk keluarga tergantung kebutuhan, kepentingan, kesempatan dan situasi. Beberapa korban bereintegrasi di komunitas asal mereka, sementara yang lain di komunitas yang baru. Penelitian ini berfokus pada reintegrasi korban trafficking yang kembali ke Indonesia (atau diperdagangkan di Indonesia) dan yang bereintegrasi di komunitas asalnya atau berintegrasi di komunitas yang baru.

Page 40: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

36

tantangan individu mereka sendiri, orang yang diperdagangkan harus menghadapi dan mengelola reaksi dan tanggapan dari para anggota keluarga mereka ketika mereka kembali dan juga reaksi dari keluarga dari waktu ke waktu. Para anggota keluarga juga telah sangat terdampak oleh kejadian perdagangan orang (trafficking) yang menimpa orang yang mereka sayangi dan, lebih jauh lagi, juga sering berjuang untuk berdamai dengan bagaimana kejadian perdagangan orang yang menimpa korban telah mempengaruhi kehidupan mereka. Para anggota keluarga mungkin memainkan peran yang berbeda (dan kadang-kadang saling bertentangan), baik yang bersifat mendukung ataupun merusak reintegrasi korban dan lebih lanjut dapat berperilaku berbeda dari waktu ke waktu dan dalam menanggapi isu-isu dan faktor-faktor yang berbeda. Hal yang sama pentingnya adalah lingkungan masyarakat di mana korban perdagangan orang berintegrasi atau bereintegrasi. Lingkup sosialnya termasuk teman-teman, tetangga, rekan kerja dan orang-orang lain dalam masyarakat. Ini termasuk mereka yang akrab dengan korban dan mereka yang mempunyai hubungan secara erat/intim dengan korban, serta dengan orang-orang di lingkungan sosial yang lebih luas. Baik kembali ke masyarakat asalnya atau menetap di lingkungan masyarakat baru, reintegrasi secara langsung dipengaruhi oleh lingkungan sosial-budaya yang lebih luas di mana korban hidup dari waktu ke waktu. Dan, seperti halnya keluarga, lingkungan masyarakat dapat menjadi sebuah lingkungan yang kompleks, yang bisa mendukung ataupun tidak mendukung serta melibatkan reaksi yang berbeda-beda (bahkan bertentangan) dari teman-teman korban, para tetangga dan lain-lain, termasuk berbagai perubahan dari waktu ke waktu. Penelitian ini mengeksplorasi berbagai tingkatan di mana reintegrasi berlangsung, termasuk tindakan dan reaksi dari individu korban perdagangan orang, anggota keluarga dan anggota masyarakat, dan keterkaitan dari lapisan-lapisan tersebut. Penelitian ini juga menguraikan tindakan dan reaksi (yang sering kali berbeda) dari individu korban, anggota keluarga dan orang-orang di lingkungan masyarakat, termasuk jika dan bagaimana tindakan dan reaksi tersebut berubah dari waktu ke waktu dan pada saat merespon berbagai dinamika dan faktor-faktor yang berbeda. Tulisan ini menguraikan beberapa ketegangan, isu-isu dan tantangan yang dihadapi korban dalam latar keluarga dan masyarakat selama reintegrasi, masalah yang sering kali berlapis-lapis, saling terkait dan berhimpit. Ketegangan dan isu-isu dalam keluarga berpusat di sekitar masalah keuangan dalam keluarga (tidak mengirim uang dan adanya beban utang); stres dan kecemasan setelah perdagangan orang; perasaan malu dan disalahkan; serta rusaknya atau hancurnya hubungan pribadi. Ketegangan dan isu-isu dalam masyarakat berpusat di sekitar kegagalan migrasi dan kembali ke kampung halaman tanpa membawa uang; kritik terhadap "ambisi" korban; persepsi masyarakat terhadap stres atau perilaku "bermasalah" di rumah; diskriminasi karena perilaku yang "tidak dapat diterima" (misalnya terlibat dalam prostitusi, pulang dalam keadaan hamil); kecemburuan karena korban mendapat bantuan. Tak kalah pentingnya, penelitian ini juga mengidentifikasi situasi-situasi ketahanan dan dukungan di antara keluarga dan teman-teman, yang mendukung, meningkatkan dan menggembleng keberhasilan reintegrasi. Mengidentifikasi dan menguraikan poin-poin umum dari berbagai ketegangan dan ketahanan merupakan titik awal yang berharga untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai reintegrasi korban dalam keluarga dan masyarakat setelah mereka mengalami perdagangan orang. Pemahaman ini, pada gilirannya, semestinya dapat memberikan kontribusi untuk memperbaiki program-program dan kebijakan terkait reintegrasi korban perdagangan orang.3 Dengan informasi dan pemahaman ini, para praktisi dan pembuat !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!3 Penelitian ini merupakan versi yang lebih yang lebih luas dari tulisan berjudul ‘Being home. Exploring family reintegration amongst trafficked Indonesian domestic workers’, yang menggali tantangan dalam reintegrasi keluarga pada 39 pekerja rumah tangga migran Indonesia yang diwawancara dalam penelitian ini antara tahun 2014 sampai 2016. Kajian ini memperluas analisis pada pengalaman reintegrasi keluarga dan komunitas pada

Page 41: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

37

kebijakan dapat bekerja secara lebih baik dengan para korban dalam upaya mereka untuk "melangkah maju” (move on) dari perdagangan orang.

Tulisan ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian yang dihasilkan dalam konteks proyek penelitian longitudinal NEXUS Institute, Melindungi yang tidak terbantu dan kurang terlayani. Penelitian Berdasarkan Bukti (fakta) tentang Bantuan dan Reintegrasi, Indonesia, yang bertujuan untuk memperkuat bukti/fakta (evidence-based) tentang reintegrasi yang berhasil dari korban perdagangan orang (trafficking) di Indonesia. Studi lain dalam seri penelitian tersebut meliputi: Pulang ke rumah (Going Home). Tantangan dalam reintegrasi korban perdagangan orang (trafficking) di Indonesia; Kehidupan kami (Our lives). Kerentanan dan ketahanan korban perdagangan orang (trafficking) di Indonesia (2017); Berada di rumah (Being Home). Menyelami reintegrasi keluarga di kalangan PRT Migran Indonesia korban perdagangan orang; Tidak merugikan (Doing No Harm). Tantangan etika dalam penelitian dengan korban perdagangan orang; Direktori Layanan untuk Korban Perdagangan Orang dan Pekerja Migran Indonesia yang tereksploitasi; dan Bantuan dan perlindungan bagi korban perdagangan orang. Ikhtisar kebijakan dan program di Indonesia. Penelitian ini didanai secara hibah oleh United States Department of State Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons/Kantor Negara untuk Memerangi dan Memonitor Perdagangan Orang, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (J/TIP).

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!108 korban trafficking Indonesia baik perempuan dan laki-laki, untuk eksploitasi seksual dan juga semua jenis eksploitasi tenaga kerja.

Page 42: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

38

2. Metodologi Penelitian

2.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan adalah studi penelitian longitudinal yang dilakukan dengan korban perdagangan orang di Indonesia. Penelitian ini mengambil 5 (lima) sumber data utama yaitu:

1. Dua putaran wawancara dengan korban perdagangan orang (n = 108);2. Komunikasi informal dengan korban perdagangan orang di sela-sela wawancara formal;3. Wawancara dengan keluarga dan teman-teman korban perdagangan orang (denganpersetujuan korban);4. Observasi partisipatif (participant observation) dalam keluarga dan lingkunganmasyarakat; dan5. Wawancara dengan para pemangku kepentingan dari pemerintah dan LSM, di tingkatnasional, kabupaten/kota, kecamatan dan desa, termasuk penyedia layanan, tokohmasyarakat/ desa, staf di organisasi pekerja migran, pemerintah daerah dan penegakhukum.

Dua putaran wawancara dengan korban perdagangan orang Tim peneliti melakukan dua putaran wawancara formal dengan 108 korban perdagangan orang di Indonesia pada kurun waktu antara September 2014 hingga April 2016.4

Kami mewawancarai 108 korban trafficking di putaran pertama wawancara, termasuk 49 laki-laki dan 59 perempuan. Hampir semua responden yang diwawancarai pada putaran pertama merupakan orang dewasa ketika wawancara dilakukan,5 meskipun dua responden berumur 17 tahun pada saat wawancara. Selain itu, dua belas responden diperdagangkan ketika masih anak-anak (di usia mulai 13-17), meskipun mereka diwawancarai ketika mereka sudah dewasa.

Penelitian ini terutama dilakukan di Jakarta dan tujuh kabupaten di Jawa Barat (Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, Indramayu, Karawang dan Sukabumi). Kami juga melakukan pemilihan wawancara di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan sebagai sarana menangkap pengalaman perdagangan khusus dan diversifikasi sampel untuk memastikan kejenuhan dalam sub-kelompok orang yang diperdagangkan dan / atau berhubungan dengan masalah tertentu atau tema yang muncul di data.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!4 Penggunaan metodologi penelitian longitudinal terbatas pada bidang perdagangan orang. Beberapa pengecualian termasuk: Brennan, Denise (2014) Life Interrupted: Trafficking into Forced Labor in the United States. United States: Duke University Press; Kiss et al. (2015) ‘Health of men, women and children in post-trafficking services in Cambodia, Thailand and Vietnam: an observational cross-sectional study’, Lancet Global Health, 3; Miles (2010, 2011, 2012, 2013) The Butterfly Longitudinal Research Project. Cambodia: Chab Dai, with additional research reports from the Butterfly Longitudinal Research Project available at http://chabdai.org/publications; Pocock et al. (2016) ‘Labour Trafficking among Men and Boys in the Greater Mekong Subregion: Exploitation, Violence, Occupational Health Risks and Injuries’, PLoS ONE, 11(12); Zimmerman, et al. (2006) Stolen smiles: a summary report on the physical and psychological health consequences of women and adolescents trafficked in Europe. London: The London School of Hygiene & Tropical Medicine; and Zimmerman, et al. (2014) Health and human trafficking in the Greater Mekong Subregion. Findings from a survey of men, women and children in Cambodia, Thailand and Viet Nam. Geneva: IOM and London: London School of Hygiene and Tropical Medicine. 5 Kami memfokuskan diri pada responden dewasa karena komplikasi dan sifat sensistif dari kajian longitudinal ini, untuk mengurangi hambatan etis dalam mendapatkan konsen dari anak-anak.

Page 43: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

39

Wawancara kedua biasanya dilakukan antara enam hingga sembilan bulan setelah wawancara pertama dilakukan.6 Kami memilih waktu tersebut karena memungkinkan kami untuk mempertahankan kontak dengan sebagian besar responden sementara memungkinkan juga untuk melihat perubahan dan perkembangan dalam kehidupan mereka, yang akan menjelaskan proses reintegrasi. Kami juga khawatir bahwajika terlalu sering menghubungi mereka akan memberatkan dan mengganggu responden. Kami melakukan wawancara putaran kedua dengan 66 responden - 24 laki-laki dan 42 perempuan. Kami tidak dapat melakukan wawancara putaran kedua dengan 42 dari 108 responden (17 perempuan dan 25 laki-laki) karena berbagai sebab yang akan dibahas lebih rinci di bawah ini.

Seperti digambarkan dalam Diagram # 1 (di bawah), kami juga menjalin komunikasi informal dengan peserta penelitian selama proyek berlangsung dan melakukan wawancara dengan anggota keluarga korban perdagangan orang. Hal ini akan dibahas lebih rinci pada bagian berikutnya.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!6Jarak antara wawancara bervariasi antara empat sampai sembilan bulan tergantung pada situasi

Page 44: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

40

Diagram #1. Timeline wawancara dan komunikasi informal7

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!7Tim peneliti juga melakukan kontak informal dengan responden diluar durasi resmi penelitian dan, dalam beberapa kasus, kontak ini dilanjutkan di saat publikasi.

Page 45: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

41

Dari 42 orang yang tidak dapat diwawancara pada putaran kedua, enam responden membuat pilihan secara sadar untuk menarik diri dari penelitian. Hal ini antara lain, dipicu oleh peristiwa penting dalam hidup mereka. Seorang perempuan yang baru saja kehilangan anak dan tidak ingin kembali diwawancarai. Alasan lainnya dapat dikatakan lebih sederhana. Seorang perempuan awalnya setuju untuk diwawancarai tetapi kondisi jalan di lapangan penelitian yang tidak memungkinkan menghambat peneliti untuk mencapai desa tempat tinggalnya dan setelah kembali beberapa minggu kemudian perempuan itu tidak merasa nyaman untuk diwawancarai pada hari itu. Beberapa responden tidak melanjutkan karena faktor anggota keluarga mereka. Suami seorang responden perempuan tidak mengijinkan dia untuk kembali diwawancarai, meskipun perempuan tersebut sudah bersedia untuk diwawancarai kembali. Seorang laki-laki, tidak didukung oleh mertuanya untuk diwawancarai kedua kalinya karena mereka tidak ingin responden laki-laki tersebut terganggu dari pekerjaannya saat itu. Dua perempuan setuju untuk diwawancarai tapi kemudian tidak muncul pada saat wawancara akan dilakukan. Pada dua kasus tersebut, kami kemudian mengatur ulang jadwal wawancara dengan mereka dan setelah untuk kedua kalinya mereka tidak hadir, kami melihat bahwa wawancara dengan mereka sudah tidak dapat dilakukan. 16 responden tidak dapat terlibat dalam wawancara kedua karena situasi-situasi tertentu yang kurang memungkinkan. Sebagai contoh, seorang staff LSM yang sebelumnya membantu peneliti menghubungi responden, kehilangan kontak dengan responden. Contoh lain, seorang responden keluar dari rumah aman tempat ia tinggal sebelumnya. Seorang responden laki-laki sakit pada saat peneliti berkunjung ke lapangan (sebagaimana disepakati sebelumnya), responden lainnya sudah mempunyai komitmen untuk bekerja pada waktu yang sama, lima responden sudah pulang ke kampung halaman mereka di provinsi lain, seorang responden perempuan sudah pindah ke desa asal suaminya di provinsi lain dan enam orang responden sedang bekerja di luar desanya saat wawancara kedua dilaksanakan. 20 responden tidak dapat diwawancarai untuk kedua kalinya karena kendala praktis yang ditemui saat penelitian. Ada beberapa responden yang karena kurangnya waktu (durasi penelitian), tidak dapat terlibat dalam wawancara kedua. Hal itu terjadi karena kami terus memasukan responden baru selama penelitian sehingga waktu untuk wawancara kedua padabeberapa responden terlalu dekat waktunya dengan akhir proyek. Dalam kasus lain, wawancara kedua tidak bisa dilakukan keterbatasan waktu, jarak dan sumber daya, perjalanan kerja lapangan mengakibatkan wawancara kedua tidak selalu memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini terutama terjadi pada wawancara yang berlokasi di luar Provinsi yang menjadi fokus studi ini yaitu Jawa Barat. Selain itu, keberlanjutan partisipasi responden dalam penelitian ini berubah-ubah dari waktu ke waktu. Beberapa responden awalnya setuju untuk kembali diwawancarai tapi kemudian menolak. Dalam beberapa kasus, korban menyetujui untuk mengikuti wawancara kedua namun kemudian dibatalkan pada menit-menit terakhir karena adanya urusan yang mendesak seperti harus segera menolong teman atau keluarga. Dalam kebanyakan kasus, dimungkinkan untuk mengagendakan dan melakukan wawancara kedua pada lain waktu dan karena itu orang-orang yang awalnya tampak tidak ingin melanjutkan ternyata bisa melanjutkan menjadi responden dalam penelitian ini. Kami melakukan wawancara mendalam dengan dua kategori utama responden - 1) korban perdagangan orang yang telah terbantu dalam beberapa cara (baik oleh organisasi anti-perdagangan orang atau melalui program bantuan lainnya) dan 2) korban perdagangan orang yang belum/tidak terbantu, termasuk mereka yang tidak pernah diidentifikasi, mereka yang tidak pernah ditawari bantuan dan korban perdagangan orang yang menolak bantuan. 8

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!8 Hal ini dilakukan dengan melakukan penelitian di komunitas yang menjadi daerah asal utama pekerja migran dan melalui organisasi/lembaga lokal, atau pekerja migran itu sendiri, menjangkau pekerja migran yang

Page 46: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!42

Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias sampling hanya di kalangan korban yang telah diidentifikasi dan dibantu. Hal ini memungkinkan kita untuk mengeksplorasi dan memahami lintasan reintegrasi bagi korban perdagangan orang yang harus memulihkan diri dan mengatasinya tanpa adanya dukungan resmi.9 Namun, dua kategori responden ini umumnya tidak saling terpisah dan korban masuk ke dalam kategori yang berbeda selama kehidupan pasca-perdagangan orang.10 Wawancara dilakukan dengan korban perdagangan orang dari lintasan usia, jenis kelamin, etnis, bentuk perdagangan orang, negara tujuan dan pada berbagai tahap proses reintegrasi.11

Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah distandarkan - satu kuesioner untuk wawancara pertama dan satu lagi untuk wawancara kedua. Para peneliti menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan sesuai dengan pengalaman spesifik masing-masing individu, namun penggalian standar membantu para peneliti dalam menjaga kesamaan dan konsistensi terkait pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Perangkat penelitian pertama bersifat retrospektif - mendokumentasikan tahap kunci dari kehidupan dan pengalaman responden sampai kehidupan terkini termasuk situasi keluarga, kehidupan sebelum perdagangan orang, migrasi sebelumnya dan / atau pengalaman perdagangan orang, alasan untuk migrasi, pengalaman selama perdagangan orang (termasuk perubahan dari waktu ke waktu), saat melarikan diri / keluar dari perdagangan orang, pulang (ke rumah atau komunitas baru), pengalaman saat mereka baru kembali (termasuk kesejahteraan individu, dinamika keluarga, hubungan masyarakat) dan pengalaman mereka pada saat wawancara pertama dilakukan (termasuk kesejahteraan individu, dinamika keluarga, hubungan masyarakat). Perangkat penelitian kedua menggali masalah-masalah yang sama dalam satu selang waktu tertentu untuk mendokumentasikan apa saja yang telah berubah sejak wawancara terakhir.

Wawancara dilakukan oleh dua orang peneliti profesional Indonesia, setelah dilatih dan dibimbing oleh Peneliti Utama (Lead Researcher) disepanjang proses penelitian. Peneliti utama dan dua orang peneliti lapangan bekerja sebagai tim selama proses penelitian - melakukan kerja lapangan, membahas hal yang dikerjakan (debrief) secara teratur dan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!mempunyai “pengalaman migrasi yang buruk”. Melalui wawancara, kami mampu menentukan apakah para pekerja migran tersebut pada kenyataannya diperdagangkan dan, jika demikian, untuk melibatkan mereka dalam penelitian kami. Hal ini memungkinkan kita untuk mewawancarai dan bertemu korban perdagangan yang tidak pernah terhubung dengan kerangka anti-perdagangan orang untuk melakukan identifikasi atau mendapat bantuan. 9 Banyak penelitian dengan korban trafficking bergantung dengan wawancara dengan data korban yang telah diidentifikasi atau dibantu. Namun pengalaman korban yang tidak teridentifikasi atau tidak dibantu seringkali berbeda secara empiris. Silahkan lihat: Brunovskis, A. & R. Surtees (2007) Leaving the past behind? When victims of trafficking decline assistance. Oslo: Fafo & Washington, D.C.: NEXUS Institute, hal. 150–51; Goździak, Elżbieta and Margaret MacDonnell (2007) ‘Closing the Gaps: The Need to Improve Identification and Services to Child Victims of Trafficking’, Human Organization 66(2); Jordan, Joni, Bina Patel & Lisa Rapp (2013) ‘Domestic Minor Sex Trafficking: A Social Work Perspective on Misidentification, Victims, Buyers, Traffickers, Treatment, and Reform of Current Practice’, Journal of Human Behavior in the Social Environment 23(3); Reid, Joan (2010) ‘Doors Wide Shut: Barriers to the Successful Delivery of Victim Services for Domestically Trafficked Minors in a Southern U.S. Metropolitan Area’, Women & Criminal Justice, 20(1-2); Shigekane, Rachel (2007) ‘Rehabilitation and Community Integration of Trafficking Survivors in the United States’, Human Rights Quarterly 29(1); Surtees, R. (2013) After Trafficking: Experiences and Challenges in the Reintegration of Trafficked Persons in the Greater Mekong Sub-region. Bangkok: UNIAP and Washington, D.C.: NEXUS Institute; Surtees, R. (2013) ‘Another side of the story. Challenges in research with unidentified and unassisted trafficking victims’, in Yea, S. (Ed.) Human Trafficking in Asia: Forcing Issues and Framing Agendas. London: Routledge; and Surtees, R. & S. Craggs (2010) Beneath the surface. Methodological issues in research and data collection with assisted trafficking victims. Geneva: IOM and Washington, D.C.: NEXUS Institute. 10 Beberapa korban trafficking yang tidak teridentifikasi dan tidak dibantu di negara tujuan, diidentifikasi dan dibantu setelah kembali. Beberapa dari mereka diidentifikasi dan dibantu diluar negeri namun menolak dibantu ketika kembali ke negaranya. Korban yang lain menolak didentifikasi atau dibantu namun kemudian mencari bantuan. Beberapa lannya berpindah di antara kategori selama kajian, setidaknya penelitian ini memberikan rujukan pada korban jika diinginkan dan dibutuhkan. 11 Seperti diuraikan pada Bagian 2.2: Sample Penelitian. Tentang responden

Page 47: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

43

analisis yang terus menerus (on-going analysis). Hal tersebut tidak hanya memastikan kontrol kualitas dalam hal data, tetapi juga berarti bahwa tim mampu membahas dan mengatasi masalah yang dihadapi saat melakukan wawancara dan pengumpulan data dan dalam menangani masalah-masalah praktis atau etika yang muncul selama penelitian. Wawancara dilakukan dalam Bahasa Indonesia dan direkam dengan izin responden dan kemudian ditranskrip verbatim (kata per kata) dalam Bahasa Indonesia. Penerjemah profesional kemudian menerjemahkan transkrip-transkrip tersebut ke dalam Bahasa Inggris.12 Komunikasi informal dengan korban perdagangan orang Selain melakukan wawancara resmi, peneliti juga melakukan kontak dan komunikasi informal dengan 30 responden - berbicara melalui telepon, bertukar pesan pendek (SMS) dan bertemu secara informal di desa-desa mereka selama kunjungan lapangan berlangsung. Beberapa komunikasi digagas oleh responden, mereka berbagi perkembangan terakhir dalam hidup mereka (negatif dan positif) - termasuk krisis kehidupan, kelahiran seorang anak, kematian pasangan, pernikahan yang baru berlangsung atau masalah serta interaksi mereka dengan organisasi pemberi bantuan13 - dan peneliti mengambil kesempatan ini untuk belajar tentang perubahan-perubahan hidup mereka, serta tindak lanjut setiap isu kunci dari wawancara formal. Dalam beberapa kasus, kontak informal dengan responden digagas oleh para peneliti untuk menindaklanjuti masalah penting yang disampaikan responden pada saat wawancara. Ini termasuk masalah kesehatan atau krisis masalah kesehatan (dari responden), status kasus hukum, kekerasan dalam rumah tangga,isu-isu keluarga dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, responden menghadapi situasi darurat dalam hidup mereka dan tim peneliti membantu responden dalam mengakses bantuan, termasuk melakukan rujukan dan memfasilitasi akses mereka ke layanan yang tepat. Komunikasi informal awalnya tidak direncanakan dalam proyek ini (untuk tidak terlalu membebani para responden) tapi terjadi secara organik selama penelitian lapangan dilakukan. Hal ini berguna untuk mengetahui tantangan dan keberhasilan yang disadari dari waktu ke waktu dan mengilustrasikan dinamika reintegrasi, ketika korban perdagangan orang menghadapi berbagai risiko, , juga ketika mereka sedang bertahan menghadapi tantangan selama proses reintegrasi. Komunikasi informal ini, ditambah dengan wawancara berulang, merupakan kunci dalam mengikuti kondisi "naik" dan "turun" kehidupan korban setelah mengalami perdagangan orang dan kompleksitas proses reintegrasi serta proses inklusi mereka. Wawancara dengan keluarga dan teman-teman dari korban perdagangan orang Kami juga mewawancarai 34 anggota keluarga dari korban perdagangan orang, termasuk pasangan, orang tua, saudara, anak, kakek-nenek, bibi / paman, keponakan dan mertua

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!12 Semua kutipan dalam tulisan ini telah ditranskrip dan diterjemahkan secara verbatim dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, kami menggunakan terjemahan verbatim agar sejauh mungkin menerjemahkan suara dan arti kata-kata yang diungkapkan korban. 13 Misalnya, seorang perempuan yang kelihatan telah sukses dalam reintegrasinya setelah beberapa tahun di rumah, melakuka kontak setelah tiga bulan setelah wawancara pertama untuk meminta pertolongan. Krisis ini memicu kemunduran dala m hidupnya termasuk dalam usaha ekonominya, yang menunjukkan kerapuhan dari kesusksesannya dan menegaskan kerentanan korban trafficking. Dalam beberapa kasus korban membutuhkan bantuan untuk mendapatkan pekerjaan atau akses dalam pelayanan kesehatan. Dalam kasus lain, bantuan dibutuhkan oleh anak-anak korban trafficiking misalnya untuk bersekolah dan mengakses pelayanan kesehatan. Aspek penting dari penelitian ( yang diantisipasi dalam rancangannya) adalah memastikan bahwa tim peneliti memiliki informasi yang aktual, komperehensif dan akurat mengenai pilihan bantuan unyuk korban trafficking dan keluarganya serta bahwa tim peneliti memiliki waktu untuk menjelaskan bantuan yang ada dan cara mengakses bantuan tersebut.

Page 48: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

44

mereka. Dalam banyak kasus kami mewawancarai lebih dari satu anggota keluarga dan kadang-kadang hingga lima atau enam anggota keluarga. Fokus wawancara ini adalah untuk belajar tentang bagaimana anggota keluarga mengalami dan mengatasi ketidakhadiran orang yang mereka cintai ketika menjadi korban perdagangan orang dan perasaan serta pengalaman mereka selama rentang waktu tersebut. Wawancara juga difokuskan pada bagaimana pengalaman anggota keluarga saat orang yang mereka cintai (korban perdagangan orang) kembali ke rumah dan bagaimana proses pemulihan responden serta reintegrasi selanjutnya.

Seorang perempuan dan keluarganya di rumah mereka di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Kami juga mewawancarai 31 orang dari lingkungan sosial responden - terutama teman-teman dan para tetangga. Wawancara dan percakapan tersebut terfokus pada bagaimana responden bertahan dan bereintegrasi setelah perdagangan orang termasuk sejauh mana interaksi mereka dengan teman-temannya, tetangga dan anggota masyarakat. Hal ini memungkinkan kita untuk, tidak hanya dapat memperluas lensa dan bingkai analisis untuk bidang sosial yang lebih luas ini, tetapi juga untuk melakukan pelacakan data (triangulasi) yang dikumpulkan dari para korban dan para informan kunci.14 Wawancara dengan anggota keluarga dan teman-teman korban perdagangan orang dilakukan secara hati-hati agar status mereka sebagai korban tidak diketahui oleh orang yang tidak seharusnya, baik di keluarga maupun di komunitas mereka. Kami hanya melakukan wawancara dengan keluarga atau teman-teman setelah menyelesaikan wawancara putaran pertama dengan responden, yang memungkinkan kami untuk menilai kesesuaian dan kelayakan berinteraksi dengan anggota keluarga atau teman-teman mereka.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!14Beberapa studi tentang korban trafficking juga memasukkan wawancara dengan anggota keluarga. Data ini memperkenalkan perspektif dan isu yang baru dan berbeda tentang isu, tantangan dan kesempatan untuk reintegrasi setelah trafficking. Pada saat yang sama, untuk mewawancarai anggota keluarga pada semua kasus tidak lah memungkinkan karena pertimbangan etika dan beberapa wawancara dilakukan dengan sangat hati-hati.

Page 49: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!45

Jika kami merasa bahwa wawancara dengan keluarga akan aman dan tepat, kami membahas prospek wawancara tersebut dengan korban / responden. Wawancara dengan keluarga hanya dilakukan atas pengetahuan korban dan persetujuan mereka (informed consent). Dalam beberapa kasus, kami memilih untuk tidak melakukan wawancara dengan anggota keluarga atau teman karena kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat menimbulkan masalah bagi korban. Dalam kasus lain, korban secara tegas menolak untuk melibatkan keluarga atau teman-temannya dalam penelitian.

Observasi partisipatif Kami juga melakukan observasi partisipatif selama kerja lapangan. Tim peneliti umumnya menghabiskan waktu dua minggu setiap bulan untuk melakukan kerja lapangan berbasis masyarakat di komunitas yang berbeda-beda di wilayah Jakarta dan Jawa Barat. Ini termasuk interaksi dengan berbagai orang di lingkup wilayah tempat responden berasal, termasuk keluarga responden dan tetangga, tokoh masyarakat, guru, tokoh agama, anggota masyarakat dan sebagainya. Interaksi yang dilakukan termasuk percakapan dan diskusi informal (dengan individu atau kelompok), observasi langsung dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Hal ini memungkinkan tim peneliti untuk mengamati lingkungan masyarakat dan interaksi sosial yang ada dari waktu ke waktu, termasuk perbedaan antara hal yang disampaikan responden dan bagaimana perilaku sebenarnya. Semua percakapan dan diskusi dicatat oleh para peneliti dan kemudian ditranskrip dan diterjemahkan. Selain itu, tim peneliti menyiapkan catatan lapangan yang rinci pada setiap kunjungan lapangan sesuai dengan perangkat yang terstandarisasi yang dikembangkan untuk penelitian ini.

Seorang pria sedang bekerja di sawah di pedesaan Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Wawancara dengan informan kunci Kami juga melakukan 144 wawancara dengan informan kunci antara Oktober 2013 dan April 2016. Ini termasuk pejabat pemerintah di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten – Misalnya, staff adimistrasi, pembuat kebijakan, penegak hukum, tenaga medis dan pekerja sosial. Juga termasuk pejabat di tingkat desa - Misalnya kepala desa, staff administrasi, guru / kepala sekolah dan tenaga medis. Kami juga melakukan wawancara dengan staf dari LSM

Page 50: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!46

dan IO (Organisasi Internasional) yang membantu korban perdagangan orang dan pekerja migran - di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, maupun dengan masyarakat di tingkat desa. Ini termasuk pekerja, pengacara, paralegal, tenaga medis, anggota serikat pekerja sosial dan aktivis pekerja migran.

Tim peneliti melakukan penelitian lapangan di Jakarta, serta tujuh kabupaten di Jawa Barat (Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, Indramayu, Karawang dan Sukabumi). 144 wawancara dengan pemangku kepentingan dilakukan dengan perwakilan dari pemerintah Indonesia (32), LSM nasional dan internasional (97), organisasi internasional (5), donor / staf kedutaan di Indonesia (4) dan akademisi / peneliti (6). Dua puluh lima (25) informan diwawancarai pada lebih dari satu kesempatan; beberapa informan diwawancarai pada beberapa kesempatan. Selain itu, peneliti NEXUS berpartisipasi dalam sejumlah konsultasi dengan pemerintah dan pertemuan LSM pada berbagai bahasan yang terkait dengan reintegrasi – misalnya, penanganan kasus perdagangan orang, bantuan kepada para pekerja migran, restitusi bagi korban perdagangan orang, kepulangan pekerja migran, dan peraturan / perundang-undangan tentang perdagangan orang dan migrasi.

Tinjauan Pustaka Penelitian ini memanfaatkan kajian pustakan yang ada tentang perdagangan orang di Indonesia dan tentang reintegrasi dan bantuan untuk korban perdagangan orang secara umum. Ini juga mengacu pada undang-undang, kebijakan dan peraturan yang berhubungan dengan bantuan untuk korban perdagangan orang, pekerja migran dan warga negara Indonesia pada umumnya. Hal ini berguna mengingat bahwa hanya ada sedikit penelitian tentang perdagangan orang di Indonesia, dengan beberapa aspek terutama yang belum banyak digali (yaitu perdagangan orang pada laki-laki dan perdagangan orang untuk tenaga kerja). Selain itu belum ada penelitian khusus tentang pengalaman reintegrasi korban perdagangan orang.

2.2 Sample Penelitian. Tentang responden Responden penelitian ini beragam, mewakili individu dari jenis kelamin yang berbeda, usia, situasi keluarga, pendidikan, etnis, daerah asal, bentuk perdagangan orang, negara tujuan eksploitasi, sebagaimana dijelaskan dibawah ini.

Jenis kelamin dan usia responden Sebanyak 108 korban perdagangan orang diwawancarai pada putaran pertama wawancara, termasuk 49 laki-laki dan 59 perempuan. Wawancara putaran kedua dilakukan dengan 66 responden - 24 laki-laki dan 42 perempuan.

Responden hampir semuanya merupakan orang dewasa ketika diwawancarai, meskipun dua responden masih berumur 17 tahun. Selain itu, dua belas orang diperdagangkan saat masih anak-anak, meskipun saat diwawancarai mereka sudah berusia dewasa. Usia para responden ketika terjadi perdagangan orang berkisar antara 13-49 tahun.

Page 51: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!47

Tabel # 1. Usia responden ketika diperdagangkan, berdasarkan jenis kelamin dan bentuk perdagangan orang

Laki-laki (n = 49) Perempuan (n = 59) Perikanan (Anak Buah Kapal kapal perikanan)

Bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja

PRT Eksploitasi seksual

# orang # orang # orang # orang

Di bawah 18 tahun 0 1 2 11 18-29 tahun 17 7 20 5 30-39 tahun 14 6 14 4 40-49 tahun 1 3 3 0 50+ tahun 0 0 0 0

Umur responden bervariasi sampai batas tertentu sesuai dengan bentuk eksploitasi. Kebanyakan perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berusia h antara 18 dan 29 tahun (n = 20) atau di kisaran usia 30-39 tahun (n = 14). Tiga perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga adalah antara 40 dan 49 tahun dan dua perempuan yang diwawancarai adalah anak-anak (16 tahun) ketika diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga ke Timur Tengah. Dalam kasus ini, tampaknya calo telah memanipulasi dan memalsukan dokumen untuk menyatakan bahwa ia sudah berusia dewasa.

Perempuan korban perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual umumnya berusia lebih muda pada saat terjadinya perdagangan orang. Dari 20 perempuan korban perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual, sebelas dari mereka masih tergolong anak-anak ketika terjadi perdagangan orang (antara usia 13 dan 17). Lima perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual berusia antara 18 dan 29 tahun ketika dieksploitasi dan empat perempuan berusia antara 30 dan 39 tahun.

Laki-laki yang diperdagangkan untuk dipekerjakan di kapal ikan (ABK) umumnya berusia di bawah 40 tahun - antara 18 dan 29 tahun (n = 17) atau antara 30 dan 39 tahun (n = 14). Satu orang berusia 41 tahun ketika diperdagangkan untuk dipekerjakan di kapal ikan (ABK). Laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja (misalnya di pabrik-pabrik, konstruksi dan perkebunan) berkisar antara usia 19-49 tahun pada saat terjadinya eksploitasi. Salah satu anak laki-laki (16 tahun) diperdagangkan untuk pekerjaan konstruksi di Singapura, menggunakan dokumen palsu untuk memasuki Singapura dengan menggunakan visa turis.

Pendidikan Latar belakang pendidikan korban perdagangan orang bervariasi dari mereka yang tidak menyelesaikan sekolah dasar hingga orang-orang yang telah menyelesaikan SMA atau pendidikan kejuruan.15

Mayoritas responden (n = 65) hanya berpendidikan SD (n = 24 laki-laki dan n = 41 perempuan); 17 responden telah mengenyam pendidikan di SMP (n = 7 laki-laki dan n = 10 perempuan) dan 20 responden berpendidikan SMA (n = 13 laki-laki dan n = 7 perempuan).16 !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!15Sementara pendidikan nasional menyatakan wajib belajar Sembilan tahun 9 enam tahun di pendidikan dasar dan tiga tahun sekolah menengah pertama) akses pada pendidikan di wilayah pedesaan masih sangat terbatas. USAID (2013) refleksi tentang pendidikan di Indonesia . Washington, D.C.: USAID.

Page 52: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

48

Sebagian besar perempuan korban perdagangan orang untuk pekerjaan rumah tangga (31 dari 39) hanya beberapa pendidikan sekolah dasar (SD). Empat perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berpendidikan SMP; hanya tiga yang berpendidikan SMA. Seperti tercantum pada bagian sebelumnya, 11 dari 20 perempuan dan anak perempuan korban perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual mengalami perdagangan orang pada usia antara 13 dan 17 tahun; anak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual hanya menempuh pendidikan SD atau SMP. Dari perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, hanya empat orang yang berpendidikan SMA. Responden laki-laki umumnya lebih berpendidikan daripada perempuan. Responden laki-laki yang berpendidikan SMA (n = 13) lebih banyak hampir dua kali lipat dibanding responden perempuan (n = 7). Dan semua responden yang berpendidikan di atas SMA (n = 5) adalah korban perdagangan orang untuk kapal ikan. Mereka telah menempuh pendidikan kejuruan di berbagai bidang pekerjaan termasuk industri perikanan, montir mobil dan permesinan. Tabel # 2. Tingkat pendidikan responden, berdasarkan jenis kelamin dan bentuk perdagangan orang

Laki-laki (n = 49) Perempuan (n = 59)

Perikanan (Anak Buah Kapal perikanan)

Bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja

PRT Eksploitasi seksual

Tingkat pendidikan # orang # orang # orang # orang Sekolah dasar (kelas 1-6)

15 9 31 10

SMP (kelas 7-9) 4 3 4 6 SMA (kelas 10-12) 8 5 3 4 SMK 5 0 0 0 Tidak menjawab 0 0 1 0 Situasi keluarga Banyak responden (61 dari 108) berstatus menikah ketika mengalami perdagangan orang. Mayoritas responden yang menikah memiliki satu atau dua anak, meskipun beberapa dari mereka memiliki anak lebih banyak lagi (seorang perempuan, korban perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual, memiliki enam anak). Tiga puluh satu responden berstatus belum menikah saat terjadi perdagangan orang dan tidak mempunyai anak. Empat belas responden bercerai atau berpisah (13 perempuan dan satu laki-laki) dan dua perempuan berstatus janda ketika diperdagangkan. Korban yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan (ABKperikanan) ada yang berstatus sudah menikah dan mempunyai anak (n = 15) dan ada yang belum menikah (n = 17) dan tidak mempunyai anak pada saat terjadi perdagangan orang. Laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja sebagian besar sudah menikah (n = 14) dan memiliki anak-anak. Dua laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja belum menikah dan tidak memiliki anak pada saat

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!16 Rata-rata masa bersekolah di Indonesia adalah 8,2 tahun untuk laki-laki dan 7 tahun untuk perempuan. Kira-kira 40% laki-laki dan 50% laki-laki di atas 25 tahun mendapatkan setidaknya pendidikan menengah pertama atau menengah atas. Laporan Pembangunan Manusia UNDP (2015). New York: UNDP.

Page 53: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

49

terjadinya perdagangan orang; satu orang berusia 16 tahun ketika diperdagangkan, menggunakan dokumen palsu untuk memasuki Singapura. Seorang laki-laki (yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja) berstatus bercerai saat terjadi perdagangan orang. Perempuan yang diperdagangkan untuk menjadi pekerjaan rumah tangga sebagian besar berstatus sudah menikah ketika diperdagangkan (n = 26), meskipun sedikit yang berstatus bercerai (n = 8), janda (n = 2) dan belum menikah (n = 3). Sebagian besar dari mereka merupakan seorang ibu ketika terjadi perdagangan orang dan umumnya memiliki antara satu hingga tiga anak; empat perempuan memiliki empat anak atau lebih. Enam (dari dua puluh) perempuan dan anak perempuan korban perdagangan orang untuk eksploitasi seksual berstatus sudah menikah ketika diperdagangkan, lima bercerai atau berpisah dan sembilan orang berstatus belum menikah. Dari 20 perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, sembilan diantaranya sudah memiliki anak ketika mereka diperdagangkan. Mayoritas (n = 11), belum mempunyai anak, karena faktanya banyak dari mereka masih berusia di bawah 18 tahun ketika diperdagangkan (n = 11). Tabel # 3. Situasi keluarga responden pada saat terjadi perdagangan orang, terpilah berdasarkan jenis kelamin dan bentuk perdagangan orang Laki laki korban perdagangan

orang untuk tujuan eksploitasi di kapal perikanan

Perempuan korban perdagangan orang untuk menjadi PRT

Status pernikahan (Pada saat terjadi perdagangan orang) 17

Menikah18 15 Menikah 26 Belum menikah 17 Belum menikah 3 Cerai19 0 Cerai 8 Duda

0 Janda 2

Jumlah anak-anak (pada saat terjadi perdagangan orang)

0 18 0 6 1 9 1 12 2 4 2 13 3 1 3 4 4+ 0 4+ 4

Status pernikahan (Saat terjadi perdagangan orang)

Laki-laki korban perdagangan orang untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja

Perempuan korban perdagangan orang untuk eksploitasi seksual

Menikah 14 Menikah 6 Belum menikah 2 Belum menikah 9 Cerai 1 Cerai 5 Duda 0 Janda 0

Jumlah anak-anak (pada saat terjadi perdagangan orang)

0 3 0 11 1 5 1 5 2 6 2 3 3 2 3 0 4+ 1 4+ 1

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!17 Status pernikahan berubah pada beberapa indidvidu setelah mereka kembali dari trafficking, begitu juga dalam jangka selama penelitian dan diantara wawancara. 18 Hal ini termasuk individu yang telah menikah dan tetap berstatus menikah, menikah lagi setelah bercerai atau kehilangan pasangan karena kematian, juga dalam pernikahan poligami, sebagaimana dibahas pada bagian 5tentang Pengalaman reintegrasi di lingkungan keluarga. 19 Hal ini termasuk perpisahan, perceraian informal (talak) sebagaimana dibahas di Bagian 4 tentang Keluarga dan Masyarakat di Indonesia.

Page 54: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

50

Situasi keluarga korban berubah setelah mereka kembali dari perdagangan orang, dalam banyak situasi, selama penelitian berlangsung. Beberapa responden telah menikah dan sejumlah responden juga sudah mempunyai anak (atau sudah mempunyai anak lagi). Misalnya, enam orang laki-laki yang diperdagangkan untuk perikanan telah menikah sejak mereka pulang, sebagaimana juga dialami dua orang laki-laki yang pernah diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja. Dua belas perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga telah melahirkan anak (beberapa merupakan anak pertama mereka, yang lain dengan anak kedua dan selanjutnya) sejak mereka kembali. Tujuh dari perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual belum menikah ketika diperdagangkan namun kemudian menikah setelah itu. Banyak juga yang menjadi seorang ibu (atau melahirkan anak kedua dan selanjutnya) sejak diperdagangkan (n = 12), termasuk mereka yang hamil akibat perdagangan orang yang mereka alami. Dalam kasus lain, pernikahan berakhir setelah perdagangan orang, baik karena perceraian atau karena pasangan mereka meninggal dunia. Tiga perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga telah bercerai atau terpisah dari suami mereka setelah kembali. Dua perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berstatus menikah pada saat wawancara pertama, tetapi kemudian statusnya menjadi berpisah dari suami mereka pada saat wawancara kedua. Seorang perempuan bercerai dari suaminya setelah mengalami perdagangan orang untuk eksploitasi seksual. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, statusnya masih lajang ketika ia diperdagangkan, kemudian statusnya menjadi menikah setelah keluar dari perdagangan orang, namun statusnya berubah lagi menjadi bercerai pada saat wawancara pertama. Demikian pula, seorang laki-laki, korban perdagangan orang untuk kapal perikanan (ABK kapal ikan), statusnya masih lajang pada saat diperdagangkan, lalu berstatus menikah setelah terjadi perdagangan orang, dan statusnya kemudian menjadi berpisah dengan istrinya pada saat wawancara pertama. Perempuan lain yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual berstatus lajang pada saat mengalami perdagangan orang kemudian berstatus menikah dan kemudian menjadi janda pada ketika wawancara pertama dengannya dilakukan. Dalam beberapa situasi, status pernikahan korban perdagangan orang tidak jelas selama penelitian berlangsung. Sejumlah responden (laki-laki dan perempuan) sedang dalam proses perpisahan atau perceraian pada beberapa tahap dalam proses penelitian. Dua perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga bercerai ketika pertama kali diwawancarai tetapi telah menikah lagi saat wawancara kedua dilakukan. Seorang perempuan menikah setelah ia kembali (dari perdagangan orang), namun ia sudah berstatus bercerai ketika kami mewawancarainya untuk pertama kali. Dia telah berstatus menikah lagi pada saat wawancara kedua dan tengah mengandung bayi dari suaminya yang kedua. Namun demikian, pada saat komunikasi informal berikutnya kami kami lakukan dengannya, dia dan suaminya yang kedua tersebut ternyata baru saja berpisah. Sejumlah laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan (ABK perikanan) dan yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja sedang dalam proses perpisahan dan / atau perceraian dari istri mereka. Salah seorang laki-laki yang sudah menikah, korban yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan (ABK perikanan) menghubungi tim peneliti tak lama setelah wawancara pertamanya karena ia dalam krisis atas kegagalan pernikahannya; beberapa bulan kemudian, pada saat wawancara kedua dilakukan,pernikahan mereka ternyata telah resmi berakhir. Daerah asal dan integrasi Responden berasal dari Jakarta (n = 6), Sulawesi Selatan (n = 3), Jawa Tengah (n = 15), Jawa Timur (n = 1), Lampung (n = 2) dan tujuh Kabupaten di Jawa Barat (n = 81 ), termasuk Bandung (n = 9), Bogor (n = 5), Cianjur (n = 11), Cirebon (n = 11), Indramayu (n = 16), Karawang (n = 20) dan Sukabumi (n = 9 ).

Page 55: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

51

Peta # 1. Kabupaten dan provinsi asal 108 responden

Responden terutama berasal dari berbagai kabupaten di Jawa Barat dan sebagian besar telah kembali untuk tinggal di daerah asal mereka setelah diperdagangkan. Namun, beberapa orang tinggal di lokasi baru pada saat wawancara dilakukan – beberapa dari mereka tinggal sementara di Jakarta, beberapa telah berintegrasi di Jakarta dan yang lainnya telah pindah ke desa-desa/masyarakat baru di wilayah provinsi atau kabupaten setelah kepulangan mereka. Tabel # 4. Reintegrasi di komunitas asal; integrasi di komunitas baru Reintegrasi di komunitas asal

# jumlah responden

Integrasi di komunitas baru

# jumlah responden Jawa Barat 62 Jawa Barat 14 Jakarta 3 Jakarta 15 Jawa Tengah 9 Sulawesi Selatan 3 Jawa Timur 1 Lampung 1

Page 56: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

52

Etnis Mayoritas etnis responden adalah Sunda (n = 58) atau Jawa (n = 44).20 Banyaknya responden yang beretnis Sunda sebagian besar dikarenakan penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat dimana Sunda merupakan etnis utama di sana. Responden yang bersuku Jawa juga datang dari beberapa kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Barat, serta dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tiga responden yang berasal dari Sulawesi Selatan beretnis Bugis, yang merupakan etnis utama di provinsi tersebut.21 Tiga responden merupakan etnis Betawi, yang merupakan kelompok etnis kreol utama dari Jakarta.22 Tabel # 5. Etnis responden, berdasarkan jenis kelamin Ethnis Laki-laki (n=49) Perempuan (n=59)

# orang # orang Bugis 3 Betawi 3 Jawa 35 Jawa 9 Sunda 11 Sunda 47

Bentuk perdagangan orang (trafficking) Responden diperdagangkan untuk eksploitasi seksual (n = 20) serta untuk berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja (n = 88), termasuk konstruksi/bangunan (n = 3), pekerjaan rumah tangga (n = 39), nelayan (bekerja di kapal ikan) atau anak buah kapal (ABK) (n = 32), bekerja di pabrik (n = 4), bekerja di perkebunan (n = 8) dan bekerja untuk menjadi petugas kebersihan profesional (n = 2). Tabel # 6. Bentuk eksploitasi perdagangan orang, terpilah berdasarkan jenis kelamin Bentuk perdagangan orang

Laki-laki (n=49) Perempuan (n=59) # orang # orang

Nelayan/Bekerja di kapal ikan (Anak buah kapal perikanan)

32 Pekerjaan rumah tangga 39

Perkebunan 8 Eksploitasi seksual 20 Pabrik 4 Konstruksi/bangunan 3 Bentuk eksploitasi tenaga kerja lainnya

2

Beberapa korban mengalami berbagai bentuk eksploitasi - kebanyakan perempuan yang diperdagangkan untuk tenaga kerja juga mengalami pelecehan atau eksploitasi seksual. Tiga dari 39 pekerja rumah tangga yang diwawancarai mengalami perkosaan ketika diperdagangkan; sembilan mengalami percobaan pemerkosaan, kekerasan seksual dan

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!20 Jawa dan Sunda adalah kelompok etnis terbesar yang mencakup masing-masing 40% dan 15% dari populasi. Ananta et al. (2013) ‘Perubahan komposisi etnis : Indonesia 2000-2010’, International Union untuk kajian ilmiah populasi pp. 7-14. Ada kemiripan yang besar antara etnis jawa dan Sinda, namun budaya lebih Islami secara terbuka dan tidak terlalu kaku dalam sistem hirarki sosial termasuk lebih setara, independen dan agak individualistic dalam pandangan sosial.Hefner, R. (1997) ‘Java’s Five Regional Cultures’ in Oey, E. (Ed.) Java. Indonesia: Periplus Editions. 21 Bugis adalah yang paling banyak jumlahnya diantara tiga kelompk etnik dan bahasa di Sulawesi Selatan. Setidaknya ada sekitar enam juta orang Bugis, mereka bicara dalam bahasa Bugis dan umumnya beragama Islam. 22 Betawi adalah kelompok etnis campuran dari berbagai wilayah di Indonesia ( termasuk Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Minangkabau, Bugis, makasar dan Ambon) serta etnis dari luar negeri (termasuk Arab, Tionghoa, Belanda, india, mardjikers dan Portugis) yang dibawa atau bermigrasi ke Batavia untuk bekerja. Betawi memiliki bahasa dan budaya yang berbeda dari Jawa atau Sunda. Betawi berasal dar Batavia, nama kolonial dari Jakarta dan merujuk pada keturunan orang sekitar Batavia dari abad 17.

Page 57: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

53

pelecehan seksual. Satu orang, diperdagangkan untuk tenaga kerja dan mengalami pelecehan seksual saat diperdagangkan.23 Negara tujuan eksploitasi Korban perdagangan orang dieksploitasi di Indonesia (n = 19) maupun di luar negeri (n = 86). Tiga orang korban diperdagangkan di Indonesia terlebih dahulu dan kemudian diperdagangkan di luar negeri. Perdagangan orang di dalam Indonesia umumnya berupa migrasi desa-kota di dalam satu provinsi, tetapi juga kadang-kadang berbentuk migrasi desa-kota ke provinsi yang berbeda. Mereka yang diperdagangkan ke luar negeri dieksploitasi di 17 negara tujuan yang berbeda. Banyak korban diperdagangkan di Timur Tengah (n = 28) - Bahrain, Yordania, Oman, Qatar, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab (UEA) - dan di Asia (n = 35) - Brunei, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan (Provinsi Cina). Mayoritas laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan (ABK, n = 23) diperdagangkan di negara tujuan yang tidak biasa seperti Ghana, Mauritius, Afrika Selatan, Trinidad dan Tobago dan Uruguay. Tabel # 7. Negara tujuan eksploitasi korban perdagangan orang, terpilah menurut jenis kelamin dan bentuk perdagangan orang Laki laki korban perdagangan

orang untuk tujuan eksploitasi di kapal perikanan (n=32)

Perempuan korban perdagangan orang untuk pekerjaan rumah tangga (n=39)

Negara tujuan eksploitasi

Ghana 5 Bahrain 1 Mauritius 1 Brunei 1 Afrika Selatan 7 Jordan 3 Korea Selatan 4 Malaysia 9 Taiwan (Provinsi Cina) 5 Oman 1 Trinidad dan Tobago 9 Qatar 4 Uruguay 1 Arab Saudi 15

Singapura 1 Suriah 1 Uni Emirat Arab 3

Negara tujuan eksploitasi

Laki-laki korban perdagangan orang untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja (n=17)

Perempuan korban perdagangan orang untuk eksploitasi seksual (n=20)

Malaysia 12 Indonesia 19 Singapura 3 Malaysia & Singapura 1 Taiwan (Provinsi Cina) 2

Beberapa korban perdagangan orang dieksploitasi di lebih dari satu negara tujuan. Seorang perempuan dieksploitasi di Uni Emirat Arab dan Oman untuk pekerjaan rumah tangga. Dua orang laki-laki yang diperdagangkan untuk tenaga kerja dieksploitasi di beberapa negara tujuan (satu orang di Indonesia dan kemudian di Malaysia, yang lainnya di Singapura dan Malaysia). Seorang perempuan diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual di Indonesia dan kemudian di Singapura dan Malaysia. ABK perikanan korban perdagangan orang sering dieksploitasi di beberapa negara tujuan dan mereka berpindah-pindah melalui banyak perbatasan dan wilayah yurisdiksi selama terjadinya perdagangan orang. Beberapa ABK korban perdagangan orang diterbangkan ke Trinidad dan Tobago untuk bekerja terlebih dahulu di sana sebelum kemudian berlayar - untuk menangkap ikan di wilayah perairan Amerika Selatan (misalnya, Argentina dan Uruguay) dan/atau Afrika (misalnya Cote d'Ivoire, Senegal). ABK perikanan lainnya diterbangkan terlebih dahulu ke Afrika Barat sebelum kemudian berlayar ke Afrika Selatan. Seorang ABK perikanan awalnya bekerja di !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!23Beberapa responden tampaknya tidak membuka pengalaman perkosaannya pada wawancara pertama dan kami haya mengetahui pengalaman seperti ini pada wawancara berikutnya atau pada percakapan informal. Beberapa korban mungkin memilih untuk tidak berbagi informasi atau lebih banyak kasus terbuka pada wawancara berikutnya.

Page 58: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

54

perairan lepas Mauritius dan kemudian pindah ke kapal ikan di sekitar Afrika Selatan. ABK lain diperdagangkan untuk bekerja di kapal penangkap ikan yang bergerak di sepanjang pantai Angola, Namibia dan Afrika Selatan. Peta # 2. Negara tujuan eksploitasi untuk 108 korban perdagangan orang dari Indonesia

2.3 Analisis data Semua wawancara dan catatan lapangan dirapikan dan diberi kode serta dimasukkan ke dalam perangkat lunak analisis data kualitatif NVivo 10. Data dianalisis mengikuti prinsip-prinsip analisis tematik yang mengidentifikasi tema dan pola utama serta keberagaman dalam dataset.24 Tim peneliti bekerja secara kolaboratif dalam identifikasi tema penting dan isu-isu yang dihadapi dalam proses reintegrasi. Analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, yang memungkinkan tim untuk menindaklanjuti isu-isu dan tema yang muncul selama kerja lapangan berlangsung.

2.4 Masalah etika dan pertimbangan Pelaksanaan penelitian di masyarakat dilakukan dengan sangat hati-hati, dengan bekerja sama dengan organisasi anti-perdagangan orang di tingkat lokal, kelompok pekerja migran atau tokoh serta anggota masyarakat. Kami memilih desa-desa dimana kami mempunyai hubungan kerja dengan pihak berwenang setempat atau masyarakat sipil dan kami bekerja sama dengan mereka dalam mengidentifikasi calon responden. Kami melakukan pendekatan wawancara dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan. Calon responden hanya didekati ketika kami mampu mengidentifikasi saluran komunikasi yang aman dan etis. Ketika ditemukan kemungkinan risiko atau kekhawatiran-kekhawatiran, maka permintaan wawancara tidak akan dilakukan.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!24Aronson, J. (1994) ‘Sebuah Pandangan Pragmatis Analisis Tematik' (1994) Laporan Kualitatif, 2 (1) dan Braun, V. dan V. Clarke (2006) 'Menggunakan analisis tematik dalam psikologi', Penelitian Kualitatif dalam Psikologi, 3.

Page 59: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

55

Responden pertama kali didekati oleh seorang penghubung (staf LSM, tokoh masyarakat, aktivis pekerja migran, pekerja migran lain), yang memberikan mereka informasi tertulis dan penjelasan lisan tentang penelitian. Mereka kemudian diberi waktu untuk memutuskan apakah mereka bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Responden tidak dibujuk atau dipaksa untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Mereka yang setuju untuk berpartisipasi kemudian dihubungi melalui telepon untuk mendiskusikan waktu dan tempat yang tepat untuk wawancara. Wawancara dilakukan di lokasi yang dipilih oleh responden - kadang-kadang di rumahnya, di kantor LSM / Serikat buruh migran, atau di rumah aktivis komunitas yang mengatur pelaksanaan wawancara. Setiap wawancara dimulai dengan proses terperinci dan persetujuan terinformasi (informed consent), termasuk penjelasan tentang tujuan penelitian, ruang lingkup wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan, hak responden untuk menolak menjawab pertanyaan-pertanyaan atau untuk mengakhiri wawancara setiap saat dan jaminan kerahasiaan. Setelah menjelaskan, peneliti menanyakan persetujuan responden dan, jika responden menyetujui, maka wawancara dimulai. Sebelum memulai penelitian, tim peneliti menyusun dan memvalidasi daftar lengkap layanan rujukan yang tersedia untuk korban perdagangan orang. Penyusunan lembaran ini dilakukan dengan bekerjasama dengan Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta melalui konsultasi dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Lembar rujukan ini diperbaharui setiap dua bulan selama penelitian berlangsung, sejalan dengan pengetahuan kami tentang layanan baru atau jenis rujukan tertentu yang perlu diakses oleh responden.25 Di akhir setiap wawancara, peneliti memberikan informasi rujukan ini kepada setiap responden dan meluangkan waktu untuk menjelaskan pilihan bantuan yang mungkin dan cara mengaksesnya. Mengingat bahwa banyak responden dalam penelitian ini merupakan korban yang belum terbantu atau kurang-terbantu, tim peneliti meluangkan banyak waktu untuk menjelaskan berbagai pilihan bantuan dan juga meneliti rujukan tambahan, bila diperlukan. Dalam kasus yang mendesak atau “benar-benar dibutuhkan”, peneliti memfasilitasi korban untuk mengakses rujukan-Misalnya menghubungi penyedia layanan atas nama responden (dengan persetujuan mereka), memberikan pulsa telepon untuk memungkinkan responden menelpon penyedia layanan untuk mendapatkan bantuan atau mendampingi responden ke lembaga atau dinas terkait untuk mengakses layanan. Tim peneliti juga menindaklanjuti dengan berkomunikasi dengan beberapa penyedia layanan (atas persetujuan responden) untuk memastikan bahwa permintaan mereka telah diterima dan ditangani. Karena kompensasi berpotensi dapat memberikan tekanan untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan cara yang dapat mempengaruhi persetujuan responden maka kompensasi yang demikian tidak disediakan. Kami mengganti semua biaya yang terkait dengan keterlibatan responden dalam penelitian- Misalnya transportasi, akomodasi (jika diperlukan) dan biaya makan responden ketika mereka memilih tempat untuk diwawancarai di luar rumah mereka. Wawancara dilakukan di lokasi dan waktu yang tidak mengganggu jam kerja atau komitmen lain. Selain itu, “hadiah” kecil diberikan kepada setiap responden sebagai pengakuan dan penghargaan atas kontribusi penting mereka dalam penelitian ini.26 !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!25 Lembar rujukan telah menjadi bagian penting dari proyek; responden umumnya memiliki informasi yang sangat terbatas tentang bantuan apa yang mereka berhak dan cara mengakses dukungan ini. Sejak pertama disusun, lembar rujukan sampai saat ini telah diperluas dan dikembangkan menjadi sebuah direktori layanan untuk korban trafficking di Jakarta dan Jawa Barat, yang menyediakan informasi tentang isu perdagangan orang dan layanan serta dukungan yang tersedia untuk korban perdagangan orang dan pekerja migran Indonesia yang mengalami eksploitasi. Lihat NEXUS Institute (2016) Directory of Services for Trafficking Victims and Exploited Migrant Workers (Jakarta and West Java). Washington, D.C.: NEXUS Institute. Available at https://nexushumantrafficking.files.wordpress.com/2016/04/directory-of-services-nexus-2016.pdf 26 Hadiah ini biasanya berupa Sembako- Sembilan Bahan Pokok - yang merupakan kebutuhan pokok untuk hidup sehari-hari, yaitu, beras, gula, ikan asin, minyak goreng, kopi, telur dan susu.

Page 60: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

56

Responden tidak segera diminta untuk berpartisipasi dalam wawancara selanjutnya, melainkan diberi waktu untuk merenungkan dan memutuskan mengenai partisipasi mereka selanjutnya. Peneliti menghubungi responden setelah beberapa bulan untuk mengetahui kesediaan mereka untuk kembali diwawancarai dan, jika mereka setuju, proses terinci di atas diulang. Perhatian khusus diberikan untuk menghormati privasi, kerahasiaan dan keamanan responden penelitian serta tim peneliti. Semua wawancara sangat dijaga kerahasiaannya; transkrip wawancara hanya dibagikan antara tim peneliti dan diamankan sesuai dengan kebijakan perlindungan data internal NEXUS. Penelitian ini dilakukan dalam kemitraan dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Indonesia. Kami mengkonsultasikan dan melibatkan dua kementerian tersebut dalam penelitian sejak awal dan secara teratur menginformasikan perkembangan yang terjadi selama proyek penelitian. Penelitian ini diawasi oleh sebuah kelompok acuan terdiri dari dua ahli penelitian yang berpengalaman melakukan penelitian longitudinal dan penelitian dengan korban perdagangan orang.

Page 61: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

57

3. Mendukung Reintegrasi yang Sukses

3.1 Apa itu reintegrasi? Reintegrasi adalah proses pemulihan dan inklusi sosial dan ekonomi setelah pengalaman perdagangan orang. Sebaiknya dipahami sebagai suatu proses bagaimana korban menjalani arah kehidupan sejalan dengan pemulihan mereka dan melanjutkan hidup dan melupakan) dari eksploitasi perdagangan. Reintegrasi yang berhasil sering terdiri dari komponen yang berbeda, termasuk tinggal di lingkungan yang aman dan terlindungi, akses terhadap standar hidup yang layak, kesejahteraan mental dan fisik, kesempatan untuk pengembangan pribadi, pengembangan sosial dan ekonomi, dan akses kepada dukungan sosial dan dukungan emosional. 27 Diagram #2. Reintegrasi yang sukses Ada beberapa pertimbangan atau “hasil” spesifik yang mungkin, secara kumulatif, mengindikasikan bahwa reintegrasi korban perdagangan orang dapat dikatakan berhasil. Ini terpusat pada berbagai aspek dari kehidupan dan kondisi kesejahteraan setiap individu serta keluarga dan lingkungan sosial yang lebih luas.28Hal ini termasuk kondisi-kondisi sebagai berikut:29

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!27 Surtees, R. (2008) Re/integrasi korban trafficking. Bagaimana pekerjaan kita menjadi lebih efektif. Brussels: KBF & Washington: NEXUS Institute. Lihat juga Derks, Annuska (1998) Reintegrasi Korban Trafficking di Kamboja. Geneva: IOM & Phnom Penh: CAS; dan Lisborg, Anders dan Sine Plambech (2009) Pulang - Move On: Sebuah laporan sintesis tren dan pengalaman korban trafficking yang pulang di Thailand dan Filipina. Geneva: ILO. 28Hal ini termasuk lingkungan budaya dimana korban berasal dan tujuan mereka berinegrasi atau re integrasi, demikian juga dengan kerangka institusi dan struktural yang lebih luas dimana korban berada. 29 Diadaptasi dari Surtees, R. (2010) Memantau program-program re/integrasi anti-trafficking. Sebuah manual. Brussels: KBF & Washington: NEXUS Institute.

dukungan

tempat tinggal yang aman dan

terlindungi

Page 62: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

58

•! Tempat yang aman, memuaskan dan terjangkau untuk ditempati.Akses ke tempat yang aman, memuaskan dan terjangkau untuk hidup.

•! Kondisi kesejahteraan fisik. Kondisi kesehatan fisik dan kesejahteraan fisik secara umum.

•! Kondisi mental yang baik.Kondisi mental yang baik termasuk harga diri, kepercayaan diri dan penerimaan terhadap diri.

•! Akses terhadap keadilan. Memiliki akses terhadap proses hukum (pidana atau perdata) dan kepentingan terbaik dari korban/saksi yang dijamin termasuk adanya informed consented (persetujuan terinformasi)

•! Status hukum. Memiliki status hukum termasuk akses ke dokumen identitas diri. •! Keselamatan dan keamanan. Dalam keadaan aman secara fisik dan baik,

termasuk keamanan dari ancaman atau kekerasan pelaku trafficking, atau mereka yang ada dalam keluarga atau masyarakat.

•! Kesejahteraan ekonomi. Situasi ekonomi yang memuaskan dan akses terhadap kesempatan ekonomi - misalnya, kemampuan mendapatkan uang dan menafkahi keluarga.

•! Peluang pendidikan dan pelatihan. Akses terhadap pendidikan dan tingkat capaian yang memuaskan dalam hal, kecakapan hidup dan keterampilan profesional/kesempatan mengikuti pelatihan kejuruan.

•! Lingkungan sosial dan hubungan interpersonal yang sehat. Hubungan sosial yang positif dan sehat, termasuk hubungan dengan sebaya, keluarga, pasangan/partner intim dan masyarakat dan tidak mengalami diskriminasi, stigma dan/atau marjinalisasi.

•! Kesejahteraan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungan korban. Kesejahteraan secara umum dari orang-orang yang menjadi tanggungan korban trafficking, termasuk anak-anak, pasangan, orang tua dan/atau saudara kandung.

Kekhususan reintegrasi berbeda-beda pada setiap individu. Korban perdagangan orang dapat berintegrasi ke dalam latar yang berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan, kepentingan, kesempatan dan situasi mereka masing-masing. Beberapa korban trafficking berintegrasi ke dalam komunitas asal mereka, sementara yang lain bereintegrasi dalam sebuah komunitas baru. Tulisan ini berfokus pada reintegrasi korban trafficking yang telah kembali ke Indonesia (termasuk korban yang diperdagangkan di Indonesia) dan yang tinggal di Indonesia baik di komunitas asal mereka (reintegrasi) atau di komunitas baru (integrasi). Reintegrasi berlangsung pada berbagai tingkatan - pada tingkat individu, tingkat pribadi; di dalam lingkungan keluarga korban trafficking; di dalam lingkungan sosial di masyarakat yang lebih luas; dan juga dalam masyarakat dan lembaga formal secara keseluruhan. Diagram #3. Berbagai tingkatan dari reintegrasi

Tingkat individu, pribadi (termasuk pemulihan dari ekspektasi seseorang)

! Tingkat keluarga

(termasuk keluarga dekat begitu juga dengan keluarga besar) !

Tingkat Komunitas/Masyarakat (masyarakat di rumah/kampung atau dalam sebuah

komunitas baru) !

Dalam masyarakat formal dan struktur negara (termasuk akses ke layanan negara dan status resmi)

Page 63: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

59

3.2 Apa itu bantuan reintegrasi? Bantuan reintegrasi (atau layanan reintegrasi) mengacu pada setiap jenis dukungan yang disediakan untuk korban perdagangan orang yang mendukung inklusi ekonomi dan sosial mereka. Untuk mendukung proses reintegrasi, korban perdagangan orang mungkin memerlukan berbagai bentuk bantuan dan layanan. Sebuah paket bantuan reintegrasi yang komprehensif termasuk layanan-layanan berikut ini: tempat tinggal atau akomodasi, bantuan medis, dukungan psikologis dan konseling, pendidikan dan kemampuan untuk bertahan hidup, kesempatan ekonomi, dukungan hukum dan administrasi, bantuan hukum selama proses hukum, mediasi keluarga dan konseling, manajemen kasus dan bantuan kepada anggota keluarga, jika diperlukan.30 Korban perdagangan orang mungkin membutuhkan sebuah layanan tunggal (seperti transportasi ke negara asal atau perawatan medis darurat) atau beberapa layanan sekaligus (seperti kombinasi antara tempat tinggal, bantuan medis, perawatan psikologis, bantuan hukum, pendidikan dan pelatihan kejuruan). Layanan yang dibutuhkan mungkin bersifat bantuan yang spesifik untuk korban (yaitu yang ditawarkan oleh organisasi dan lembaga yang bekerja untuk korban perdagangan orang) atau bantuan yang sifatnya lebih umum - misalnya yang ditawarkan oleh lembaga yang bekerja untuk kelompok rentan, mantan pekerja migran, pembangunan masyarakat dan perlindungan anak). “Bantuan resmi” - yaitu bantuan dari lembaga-lembaga pemerintah, LSM, organisasi internasional, organisasi keagamaan dan kelompok masyarakat ini berbeda dari “bantuan yang tidak resmi” (Misalnya dukungan atau bantuan dari tetangga, keluarga dan masyarakat) –telah diatur dalam Undang-undang, berbagai peraturan dan panduan di Indonesia.31 Reintegrasi yang berarti adalah usaha yang kompleks dan mahal, seringkali membutuhkan rangkaian lengkap dan beragam dari layanan bagi korban (dan kadang-kadang keluarga mereka sendiri) yang membutuhkan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi jangka pendek dan jangka panjang yang secara luas berbeda. Setelah kebutuhan mendesak korban telah terpenuhi (misalnya kebutuhan darurat kesehatan, perlindungan segera dan sebagainya) banyak korban memerlukan bantuan lebih lanjut untuk bereintegrasi ke keluarga dan masyarakat (misalnya pelatihan kejuruan, dukungan ekonomi, akses jangka panjang untuk kesehatan, konseling, pendidikan, mediasi keluarga dan sebagainya). Reintegrasi yang sukses membutuhkan waktu pencapaian bertahun-tahun. Oleh karena itu, bantuan dan program-program untuk korban perdagangan orang harus menyediakan serangkaian layanan dan dukungan. Program harus direncanakan secara jangka panjang dan melingkupi tindak lanjut dan manajemen kasus.32

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!30Lihat juga membangun masa depan : membantu pemilihan dan reintegrasi anak korban trafficking, buku panduan untuk staff dan pekerja di garis depan. See, e.g., Delaney, S. (2012) (Re)Building the Future: Supporting the recovery and reintegration of trafficked children. A handbook for project staff and frontline workers. Cologne/Geneva: Terre des Hommes; ILO (2006)Standar ramah anak dan panduan untuk pemulihan dan integrasi korban trafficking anak Child-friendly Standards & Guidelines for the Recovery and Integration of Trafficked Children. Geneva: ILO; IOM (2007) The IOM Handbook on Direct Assistance for Victims of Trafficking. Geneva: IOM; Surtees, R. (2016) Supporting the reintegration of trafficked persons.Buku panduan untuk wilayah sub Mekong A guidebook for the Greater Mekong Sub-region. Bangkok: UNIAP & World Vision and Washington, D.C.: NEXUS Institute; and Surtees, R. (2010) Panduan monitoring program anti trafficiking dan re/integrasi Monitoring anti-trafficking re/integration programmes. A manual. Brussels: KBF & Washington, D.C.: NEXUS Institute. 31 Untuk lebih rinci tentang hukum, kebijakan dan program tersebut, silahkan lihat: Surtees et al. (2016) Going home. Challenges in the reintegration of trafficking victims in Indonesia. Washington, D.C.: NEXUS Institute; and Surtees et al. (2017) Assistance and protection for trafficking victims. An overview of policies and programs in Indonesia. Washington, D.C.: NEXUS Institute 32Lihat Surtees, R. (2010) Memantau program re/integrasi anti-trafficking. Sebuah manual. Brussels: KBF & Washington: NEXUS Institute.Lihat juga: Ezeilo, J.N. (2009) Report of the Special Rapporteur on trafficking in persons, especially women and children. New York: United Nations General Assembly, A/64/290; and IOM (2007) The IOM Handbook on Direct Assistance for Victims of Trafficking. Geneva: IOM.

Page 64: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

60

Orang Indonesia yang mengalami perdagangan orang, dieksploitasi untuk berbagai tujuan. (untuk eksploitasi seksual dan berbagai bentuk kerja paksa). Pengalaman eksploitasi mereka yang berbeda mengindikasikan jenis dan jumlah layanan yang mungkin mereka perlukan dan minati.Saat mereka harus memulihkan diri setelah eksploitasi dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak semua korban perdagangan orang akan membutuhkan semua layanan reintegrasi yang tercantum di atas. Beberapa korban membutuhkan banyak layanan dan bahkan mungkin semua layanan yang tercantum pada beberapa tahap reintegrasi, yang lainnya mungkin hanya membutuhkan satu atau dua layanan dan mampu menarik sumber daya pribadi, keluarga dan masyarakat mereka untuk mendukung reintegrasi mereka. Dan tidak semua korban selalu menginginkan atau membutuhkan semua layanan yang ditawarkan atau tersedia. Banyak korban bereintegrasi tanpa layanan atau bantuan resmi, menarik sumber daya pribadi atau keluarga mereka sendiri. Layanan apa saja yang diperlukan (jika ada) akan tergantung pada situasi khusus dari setiap individu korban perdagangan orang.

Page 65: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

61

4. Tentang keluarga dan masyarakat di Indonesia Upaya mendukung reintegrasi setelah pengalaman perdagangan orang memerlukan sebuah pemahaman yang bukan saja tentang apa yang telah terjadi pada individu korban, namun juga bagaimana dinamika keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Hal ini, pada gilirannya, membutuhkan sebuah pemahaman yang sangat jelas tentang keluarga dan masyarakat di Indonesia, termasuk berbagai konstelasi yang terjadi di tempat para korban kembali (dari perdagangan orang) dan tinggal setelah eksploitasi mereka berakhir dan ketika mereka melanjutkan hidupnya. Hal ini juga membantu untuk menempatkan di mana dan mengapa ada keretakan pada hubungan keluarga dan masyarakat yang dapat muncul sebagai bagian dari kehidupan mereka setelah perdagangan orang dan selama reintegrasi. Bagian berikut ini memberikan sketsa awal dari kehidupan di keluarga dan masyarakat Jawa dan Sunda dan bagaimana hal ini dapat memfasilitasi atau mengurangi pemulihan dan reintegrasi setelah perdagangan orang. Diskusi ini tidak berpretensi untuk melemahkan kedalaman atau luasnya dinamika sosial dan budaya yang berlaku di kehidupan orang yang diperdagangkan setelah perdagangan orang. Sebaliknya, hal ini dimaksudkan sebagai titik awal dalam rangka mengeksplorasi konteks sosial yang lebih luas di mana korban perdagangan orang kembali dan tinggal setelah eksploitasi berakhir dan melanjutkan kehidupan mereka.

Suasana pedesaan di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Peran dan hubungan dalam keluarga Mayoritas orang yang diperdagangkan yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari Jawa Barat - baik yang beretnis Sunda (n = 58) atau Jawa (n = 44).33 Beberapa responden beretnis Bugis (n = 3) dan Betawi (n = 3).

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!33 Jawa dan Sunda, dua kelompok etnis terbesar di Indonesia, memiliki kesamaan budaya yang kuat dan saling tumpang tindih Hefner, R. (1997) ‘Java’s Five Regional Cultures’ in Oey, E. (Ed.) Java. Indonesia: Periplus Editions

Page 66: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

62

Keluarga adalah struktur pengorganisasian yang sentral, baik pada masyarakat Sunda maupun Jawa dan hal ini masih terjadi hingga saat ini. Keluarga inti adalah kelompok kerabat yang paling penting dalam dua kebudayaan tersebut. Para anggota keluarga saling memberikan perhatian, saling merawat satu sama lain dan menjalankan berbagai kewajiban lainnya; mengabaikan kewajiban keluarga adalah pelanggaran sosial yang serius.34 Bagi orang Jawa, keluarga memberikan tentrem (kedamaian), hangat (kehangatan emosional) dan kasih sayang (cinta dan pemberian tanpa syarat). 35 Sentralitas hubungan keluarga diilustrasikan dalam pepatah Jawa: mangan ora mangan waton kumpul (bahkan jika tidak ada makanan untuk dimakan, kebersamaan adalah hal yang paling penting).36 Orang tua berada pada pusat keluarga inti dan tanggung jawab berbakti kepada mereka merupakan hal sangat penting baik pada keluarga Jawa dan Sunda. Anak-anak harus menghormati dan mentaati orang tua mereka, seperti yang digambarkan oleh peribahasa Jawa–"Siapa yang menghormati orang tuanya, saudara tuanya, gurunya dan penguasa-nya, berarti dia sudah menghormati Tuhan.”37 Pada hari raya Lebaran, setelah bulan suci Ramadan (Puasa) berakhir, anak-anak etnis Jawa berkumpul di rumah orang tua mereka untuk meminta maaf dan berkah. Hal ini dilakukan bahkan ketika anak-anak telah tumbuh (dewasa) dan sudah mandiri secara finansial. 38 Demikian pula, untuk mencapai masyarakat yang seimbang dan saling menghormati, orang Sunda percaya bahwa orang dari status sosial yang lebih tinggi-seperti orang tua–harus dihormati dan ditaati oleh orang-orang dari status yang lebih rendah–seperti anak-anak, yang sebagai imbalannya akan dilindungi, didukung dan dibimbing.39 Usia merupakan penanda sosial yang penting dan terminologi kekerabatan menekankan usia di kalangan para kerabat saat membahas generasi-spesifik.40 Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak tidak hanya diharapkan untuk menghormati dan menghargai orang tua mereka, tetapi juga memberi mereka dukungan dan bantuan, saat dibutuhkan. Baik di dalam maupun di luar rumah, anak-anak bertanggung jawab untuk menjalankan tugas-tugas ketika diminta, termasuk merawat adik-adik atau kakek-nenek pada saat ibu dan ayah sedang bekerja.41 Kewajiban ini berlaku seumur hidup dan anak yang lebih tua, terutama anak perempuan, diharapkan untuk merawat orang tua mereka di usia tua.42 Sejumlah korban yang diwawancarai untuk penelitian ini, saat ditanya mengapa mereka bermigrasi, lebih menyoroti pada rasa tanggung jawab untuk berbakti (kepada orang tua). Seorang laki-laki (belum menikah), diperdagangkan di sebuah kapal penangkap ikan, menjelaskan bahwa ia sangat ingin membantu orang tuanya dengan bermigrasi: ”.. Saya ingin membuat orang tua saya bahagia, jadi saya memutuskan untuk pergi [bekerja] di sana ... Saya pergi ke sana karena saya ingin membuat orang tua saya bahagia.” Seorang laki-laki yang lain (juga belum menikah ketika diperdagangkan), ketika ditanya dengan pertanyaan yang sama, menangis dan mengatakan: ”.. Saya migrasi karena saya ingin mencari uang !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!34 Koentjaraningrat (1967) Villages in Indonesia. United Kingdom: Equinox Publishing. See also Robson, S.O. (1987) ‘The Terminology of Javanese Kinship’ in Bijdragentot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Netherlands: KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, p. 510; and Sairin, S. (1982) Javanese trah: kin-based social organization. Indonesia: GadjahMada University Press. 35 Geertz 1961 36 Subandi 37 Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press, p. 112. 38 Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press, p. 112. 39 Wilcox-Palmer, A. (1967) ‘Situradja: A village in Highland Priangan’ in Koentjaraningrat (Ed.) Villages in Indonesia. New York: Cornell University Press, pp. 299-325 40 Grijns 110 41 Berninghausen, J. and B. Kerstan (1991) Forging New Paths: Feminist Social Methodology and Rural Women in Java. United Kingdom: Zed Books Ltd., p. 147 & p. 152; Magnis-Suseno, F. (1997) Javanese Ethics and World-View: The Javanese Idea of the Good Life. Indonesia: Penerbit PT GramediaPustakautama, pp. 167-168; and Jay, R.R. (1969) Javanese Villagers: Social Relations in Rural Modjokuto. Cambridge: MIT Press, p. 118. 42 Darroch, R.K., Meyer, P.A. and M. Singarimbun (1981) ‘Two are not enough: the value of children to Javanese and Sundanese parents’, East-West Population Institute, pp. 30-31.

Page 67: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

63

untuk pengobatan orangtua saya, untuk orang tua saya ....” Demikian pula, seorang perempuan, diperdagangkan untuk prostitusi, menjelaskan: "Saya ingin membuat ibu saya bahagia dan saya ingin membawanya ke dokter.” Ibu dan ayah memiliki kewajiban-kewajiban terhadap anak-anak mereka, "yang harus

mereka jaga dan lindungi, didik dan khawatirkan.”43 Dalam budaya Sunda dan Jawa, istri/ibu adalah pusat dari rumah tangga dan keluarga–ia mengontrol keuangan keluarga, membuat keputusan besar tentang rumah tangga dan keluarga, melakukan semua aspek yang berhubungan dengan membesarkan anak dan berurusan dengan masalah-masalah mulai dari kesulitan ekonomi hingga krisis keluarga yang lebih besar.44 Hubungan anak dengan ibu biasanya lebih dekat sejak lahir dan, sepanjang hidupnya, ibu merupakan pengasuh utama dan menjadi penanggung jawab utama dalam hal membesarkan anak dan kehidupan keluarga. Ibu, oleh karena itu, memegang posisi yang sangat istimewa bagi anak-anak, baik bagi orang Sunda maupun Jawa. Pada budaya Sunda peran seorang ibu juga cukup sentral dan ada upacara yang merayakan sentralitas seorang ibu pada kehidupan seorang anak.45

Seorang perempuan Indonesia dan anaknya di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro. Demikian pula, di kalangan orang Jawa sering kali makam ibu menjadi situs ziarah mereka setiap tahun yang menandakan hubungan khususnya dengan anak-anaknya.46 Hubungan seorang anak dengan ayahnya berubah dan berangsur menjadi lebih formal sesuai usia anaknya. Seorang ayah di masyarakat Jawa dan Sunda harus mendapatkan "hormat" dari anak-anaknya, yang juga berimplikasi terciptanya jarak tertentu diantara mereka.47 Hal ini juga berarti adanya kewajiban bagi seorang ayah untuk menopang kebutuhan ekonomi anak-anaknya.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!43 Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press, p. 110. 44 Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press, p. 23;Magnis-Suseno, F. (1997) Javanese Ethics and World-View: The Javanese Idea of the Good Life. Indonesia: Penerbit PT GramediaPustakautama, p. 167; Hatley, B. (1990) ‘Theatrical imagery and gender ideology in Java’ in Atkinson, J.M. and S. Errington (Eds.) Power and Difference: Gender in Island Southeast Asia. Palo Alto: Stanford University Press, p. 180; and Keeler, W. (1990) ‘Speaking of gender in Java’ in Atkinson, J.M. and S. Errington (Eds.), Power and Difference: Gender in Island Southeast Asia. Palo Alto: Stanford University Press, p. 129. 45 Grijns, M. (1992) ‘Tea-pickers in West Java as mothers and workers: Female work and women’s jobs’ in Locher-Scholten E. and A. Niehof (Eds.) Indonesian Women in Focus. Netherlands: KITLV Press, pp. 111-112. 46 Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press, p. 96. 47 Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia.

Page 68: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

64

Tanggung jawab seorang ibu dan ayah untuk mendukung dan membesarkan anak-anak mereka menjadi landasan utama bagi banyak pengambilan keputusan terkait migrasi, dengan anak-anak sebagai pendorong utama, jika bukan katalis, dalam keputusan untuk bermigrasi bagi banyak pekerja migran dan, pada gilirannya, (menjadi) korban perdagangan orang. Menurut seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga: "Karena suami saya tidak mempunyai pekerjaan yang layak ... Saya memutuskan untuk berangkat (bermigrasi) dan tujuan saya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anak-anak saya.” Ibu lainnya, yang juga menjadi korban perdagangan orang, menjelaskan pengambilan keputusannya terkait migrasi: "Saya memutuskan untuk berangkat [ke luar negeri] karena suami saya tidak bekerja dan anak-anak membutuhkan biaya untuk sekolah mereka.” Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan menjelaskan, "Kalau anak mau daftar sekolah, saya berangkat nelayan. [...] Rencana saya kalau pulang dari luar negeri pengen beli tanah. Itu cita-cita saya, sama nyekolahkan anak-anak.” Di kalangan masyarakat Jawa dan Sunda, saling membantu di antara saudara kandung adalah wajib, terutama saat dalam kesulitan.48 Sejumlah responden mengatakan bahwa mereka mampu mengandalkan saudara mereka pada saat dibutuhkan, di mana para saudara kandung membantu anak-anak mereka ketika mereka bermigrasi dan/atau memberikan berbagai bentuk bantuan selama reintegrasi. Seorang perempuan menjelaskan bagaimana adiknya telah berutang agar dapat membantunya, menggadaikan sepeda motornya ke bank: “Kata kakak saya, “Kamu jangan mikirin utang ke bank. Doain saja supaya saya punya uang buat bayar hutang, gitu.” Setiap saya ngomong, setiap minta [uang] dia kasih. Mungkin dia kasihan sama saya, katanya, “Saya engga mungkin nuntut kamu, kamu sudah udahan (bercerai) sama suami kamu, karena saya jera lihat kamu, lihat kamu kesel, rumah tangga kamu”, makanya kaka saya sanggup biayain anak saya, susu ini itu, kalau habis susu, dia beliin.” Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, menjelaskan bahwa saudara-saudaranya memberi dia dan keluarganya makanan ketika ia kembali ke rumah: “Yang sering [saya terima] itu semacam sembako. Dari kakak, adik. Berupa makanan dan juga uang. Saya dikasih (bukan dipinjamkan), katanya kasihan.” Seorang laki-laki bercerita tentang kecemasannya bahwa dia tidak akan mampu membantu adik perempuannya yang sudah dua kali diperdagangkan (dan anak-anaknya), karena ia sendiri tidak bekerja, dan belum merasa bahwa hal itu adalah tanggung jawab yang harus ia lakukan. Pada sebuah contoh, seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, mengatakan bahwa kakak angkatnya telah membantunya, menunjukkan adanya kewajiban yang cukup fleksibel di kalangan para kerabat yang berbeda: "[Saudara aku] ngasih uang jajan. Aku juga jarang membeli apa-apa, kalau ke sini mereka ngasih [uang]. ... terus adik angkat aku yang cowo, dia bisa ngasih lah uang jajan. Dia soalnya tau keadaan aku. Aku sering curhatnya sama dia.” Peran gender dan dinamika perkawinan Di kalangan orang Sunda maupun orang Jawa, hubungan perkawinan umumnya merupakan salah satu bentuk kesetaraan dan keseimbangan.49 Hubungan suami-istri tidak didasarkan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!Berkeley: University of California Press, p. 23;Magnis-Suseno, F. (1997) Javanese Ethics and World-View: The Javanese Idea of the Good Life. Indonesia: Penerbit PT GramediaPustakautama, p. 167; Hatley, B. (1990) ‘Theatrical imagery and gender ideology in Java’ in Atkinson, J.M. and S. Errington (Eds.) Power and Difference: Gender in Island Southeast Asia. Palo Alto: Stanford University Press, p. 180; and Keeler, W. (1990) ‘Speaking of gender in Java’ in Atkinson, J.M. and S. Errington (Eds.), Power and Difference: Gender in Island Southeast Asia. Palo Alto: Stanford University Press, p. 129. 48 Koentjaraningrat (1967) Villages in Indonesia. United Kingdom: Equinox Publishing. 49 Di kalangan orang Sunda, relasi gender dipahami sebagai saling melengkapi: “Laki-laki dan perempuan jarang diperlakukan terpisah atau sebagai entitas yang berdiri sendiri. Mereka biasanya ditempatkan dalam relasi yang lebih besar. Di dalam rumah, laki-laki dan perempuan menjadi dua komponen tergantung pada eksistensi mereka di rumah.” Hellman, J. (1995) Sundanese identity in the making.An Ethnographic Inventory of West Java.Göteborg: University of Gothenburg, Department of Social Anthropology. Lebih jauh lagi, bagi orang Sunda dan Jawa, gender hanyalah salah satu aspek dari posisi dan status sosial. Mereka yang mempunyai posisi tinggi

Page 69: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

65

pada status inferior istri.50 Meskipun demikian, laki-laki menempati posisi yang sedikit/relatif lebih tinggi dibandingkan perempuan di dalam perkawinan dan seorang perempuan Jawa dan Sunda diharuskan untuk menunjukkan rasa hormat dan rasa menghargai kepada suami mereka. Suami/ayah adalah kepala keluarga dan rumah tangga dan pencari nafkah. Perempuan, sebagaimana disebutkan di atas, merupakan pemegang tanggung jawab yang pertama dan utama untuk merawat keluarganya. Posisi ini, yang memang didasarkan secara budaya pada kebudayaan Sunda dan Jawa, telah lebih berurat akar dengan adanya kebijakan dan prinsip-prinsip negara. Misalnya, pada tahun 1978 Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) mengartikulasikan Panca Dharma Wanita (Lima Tugas Perempuan) yaitu: sebagai istri, berdiri di samping suaminya; sebagai manajer rumah tangga; sebagai ibu, bertanggung jawab untuk reproduksi dan pendidikan anak-anak; sebagai pencari nafkah tambahan; dan sebagai warga negara Indonesia.51 Pernikahan merupakan hal yang diinginkan dalam budaya Sunda dan Jawa, karena keutamaan dari keluarga inti. Meskipun demikian, perpisahan dan perceraian bukanlah hal yang luar biasa di Jawa Barat. Sementara tingkat perceraian telah menurun sejak diberlakukannya UU Perkawinan Tahun 1974, perceraian masih relatif umum terjadi. Baik orang Sunda maupun orang Jawa percaya bahwa jika pernikahan terus dilanjutkan mereka akan terus menerus menghadapi konflik. Perempuan mendapat beberapa pilihan ketika mereka memasuki jenjang pernikahan dan keluar dari pernikahan.52 Sementara perceraian tidak selalu diinginkan, hal itu, dalam beberapa konteks, tidak membawa stigma yang begitu besar di Jawa Barat.53 Ketika terjadi perceraian, perempuan dapat meminta bantuan dari kerabat mereka untuk mengupayakan rujuk dan dapat menuntut hak atas anak-anak dari

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!dalam hirarki sosial dianggap lebih “halus” (berbahasa dan bertingkah laku lebih sopan) dari pada yang posisinya lebih rendah. Upaya untuk menjadi “halus” dan tidak “kasar” mendominasi perilaku dan lebih penting daripada upaya memenuhi ide kelaki-lakian atau keperempuanan. Hellman, J. (1995) Sundanese identity in the making. An Ethnographic Inventory of West Java. Göteborg: University of Gothenburg, Department of Social Anthropology. Di kalangan orang Jawa, status seseorang ditentukan oleh serangkaian “pertimbangan yang rumit” yang meliputi namun tidak terbatas pada umur dan senioritas; apakah seseorang merupakan keturunan bangsawan; pendidikan; kekayaan; pekerjaan; suku; asal daerah (kota/desa) dan jenis kelamin. Status seseorang juga bisa diukur berdasarkan kualitas yang tidak terlihat nyata seperti peradaban budaya, keterampilan sosial, penguasaan etiket linguistik dan dikenal mempunyai kekuatan spiritual ". Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press. 50 Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press, p. 23. See alsoDube, L. (1994) ‘Kinship and Gender in South and Southeast Asia: Patterns and Contrasts’, 9th J.P. Naik Memorial Lecture. 51 Aripurnami, S. (2000) ‘Whiny, Finicky, Bitchy, Stupid and ‘Revealing’: The Image of Women in Indonesian Film’ in Bianpoen, C. and M. Oey-Gardiner (Eds.) Indonesian Women: The Journey Continues. Canberra, Australia: Research School of Pacific and Asian Studies, ANU, p. 58; BianPoen, C. (2000) ‘The Family Welfare Movement: A Blessing or a Burden’ in Bianpoen, C. and M. Oey-Gardiner (Eds.) Indonesian Women: The Journey Continues. Canberra, Australia: Research School of Pacific and Asian Studies, ANU, p. 159 52 Talak(or talaq) adalah pengakhiran pernikahan oleh suami dengan mengatakan kata-kata khusus kepada istri seperti “saya ceraikan kamu”, atau oleh tindakan suami yang dianggap sebagai akhir sebuah pernikahan (“mengaktifkan talak” seperti melalui pengabaian atau kekerasan). Jika talak secara tradisional diawali oleh suami, kekuatan talak juga bisa dilakukan istri yaitu dengan tafwidh. Talak adalah pengkondisian perceraian yang dibedakan dari perceraian secara hukum, sebagaimana UU perkawinan tahun 1974, perceraian perlu dilakukan melalui pengadilan. Lihat Bowen, J.R. (2003) Islam, Law, and Equality in Indonesia: An Anthropology of Public Reasoning. United Kingdom: Cambridge University Press, pp. 205-206; and Azra, A. (2003) ‘The Indonesian Marriage Law of 1974’ in Salim, A. and A. Azra (Eds.) Shari’a and Politics in Modern Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, p. 76. 53 Jones, G.W., Asari, Y. and T. Djuartika (1994) ‘Divorce in West Java’, Journal of Comparative Family Studies, 25(3), p. 402.

Page 70: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

66

suami mereka setelah berpisah.54 Di kalangan masyarakat Jawa Barat, ketika terjadi perceraian, anak-anak sering kali tinggal bersama ibu mereka dan, mungkin lebih dekat ke salah satu pihak dari keluarga.55 Dari perempuan korban perdagangan orang dalam penelitian ini, mereka yang bercerai, sebagian besar tidak menerima uang dari ayah anak-anak mereka (mantan suami) untuk membantu mereka dalam membesarkan dan mendukung anak-anak mereka. Menikah lagi relatif biasa terjadi, terutama di kalangan orang Sunda dan laki-laki dan perempuan umumnya akan menikah lagi setelah bercerai.56 Di antara 61 responden yang menikah ketika diperdagangkan, enam (semua perempuan diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) menikah lagi, telah bercerai dari suami pertama mereka. Selain itu, selama reintegrasi, 14 responden (laki-laki dan perempuan) menikah lagi. Baik perempuan maupun laki-laki, keduanya memainkan peran penting dalam bidang ekonomi–baik dalam kegiatan untuk menghasilkan pendapatan atau pekerjaan yang bersifat formal maupun formal–dan berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga/keluarga. Laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dan menjadi kepala rumah tangga dan mereka diharapkan untuk mendukung anggota keluarga mereka. Posisi ini dikuatkan oleh UU Perkawinan tahun 1974, yang secara eksplisit diuraikan pada paragraf 31 bahwa peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan penyedia keluarga dan peran perempuan sebagai istri dan ibu.57 Dapat dikatakan, baik di masyarakat Jawa maupun masyarakat Sunda, peran ekonomi perempuan juga diterima dan didorong, bahkan diharapkan. Dan "lima tugas perempuan" yang disebutkan di atas merupakan hal penting di mana di dalamnya menekankan bahwa ranah perempuan adalah di dalam rumah (domestik), sementara secara bersamaan juga mengakui keadaan bahwa ia hanya mampu memenuhi tanggung jawabnya (yang disosialisasikan) dengan keluar dari wilayah domestik. Perempuan sering memiliki banyak tugas; sambil mengurus rumah tangga, mereka juga terlibat dalam kegiatan ekonomi, seperti membuat kue untuk dijual di warung. Hanya 20% perempuan dalam sebuah survei (dari 147 perempuan) yang hanya melakukan pekerjaan rumah tangga dan tidak mempunyai penghasilan. Dan, ketika penghasilan perempuan dianggap pelengkap bagi suami, hal ini sering mengingkari kenyataan. Dalam survei yang sama, 80% perempuan menganggap hasil pekerjaan mereka sebagai penghasilan tambahan dan sebelumnya, setelah pemeriksaan lebih dekat, "membantu suami saya" berarti menjalankan sebuah usaha kecil, bekerja sebagai buruh cuci atau di industri rumahan lainnya. Selain itu, penelitian lain telah menemukan bahwa banyak perempuan yang pendapatannya lebih besar dari suami mereka dan beberapa bahkan memiliki pendapatan yang lebih besar secara signifikan.”58 Peran kerja perempuan mulai lebih mengakar pada 1970-an dengan adanya kebijakan negara yang mendorong perempuan untuk bergabung dengan pasar kerja formal upah-produktif, meskipun tidak dengan mengorbankan tugas domestik mereka.59 Pada 1980-an, negara mulai mempromosikan migrasi tenaga kerja perempuan sektor formal secara transnasional, sebagian besar dari wilayah pedesaan, berpenghasilan rendah, dan merupakan perempuan dengan berpendidikan rendah.60 Pada tahun 1990-an, negara mulai !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!54 Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press, p. 23 55 Landis (2004) in Ihromi, T.O. (Ed.) Sosiologi Keluarga: Sebuah Bunga Rampai (Sociology of the Family: an Anthology). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 56 Zuidberg, L.C.L. (Ed.) (1978) Family Planning in Rural West Java: The Serpong Project. Jakarta: Institute of Cultural and Social Studies, p. 87. 57 Oey-Gardiner, M. (1999) Women and men at work in Indonesia. Jakarta: PT Insan Hitawasana Sejaktera, p. 2. 58 Djamal, 2000: 172-173, cf. Hartiningsih, 2000). 59 Chan, C. (2014) ‘Gendered Morality and Development Narratives: The Case of Female Labor Migration from Indonesia’, Sustainability; and Martyn, E. (2005) The Women’s Movement in Post-Colonial Indonesia. Gender and Nation in a New Democracy. New York: Routledge, p. 206. 60 Sebagaimana dicatat oleh Chan (2014), “perpisahan yang disetujui pada perempuan desa dan berpenghasilan rendah berkebalikan dengan metaphor keluarga kelas menengah nasional yang menempatkan perempuan

Page 71: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

67

mempromosikan migrasi tenaga kerja perempuan, khususnya ke Timur Tengah, untuk memaksimalkan pemasukan negara dari pekerja migran perempuan dalam rangka mencapai tujuan negara yang lebih besar dari pembangunan ekonomi.61 Migrasi laki-laki juga telah menjadi satu aspek untuk memperoleh pendapatan selama dekade terakhir, ditandai dengan banyaknya laki-laki yang bermigrasi untuk bekerja di dalam negeri serta di negara-negara tetangga di Asia dan yang lebih jauh lagi (misalnya untuk bekerja di perkebunan, konstruksi, pekerjaan pabrik, penangkapan ikan komersial). Banyak migrasi laki-laki di sektor informal–untuk bekerja di Malaysia–meskipun beberapa sektor seperti perikanan dan buruh pabrik, dan negara tujuan yang lebih jauh, menggunakan saluran migrasi yang formal.62

Seorang perempuan sedang duduk di luar rumahnya di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Pola tinggal dan komposisi rumah tangga Pola tinggal di kalangan orang Sunda dan Jawa sebagian besar diatur oleh pilihan. Pasangan dapat hidup bersama atau berdekatan dengan baik orang tua suami atau orang tua istri dan mereka sering memilih tempat yang paling tepat di mana pendapatan dan tempat tinggal tersedia.63 Dapat dikatakan, "pilihan" juga sangat terkait dengan kebutuhan. Karena kesulitan dalam memperoleh rumah baru di Jawa Barat, banyak pasangan tinggal bersama orang tua istri selama beberapa tahun sebelum mereka menjadi mandiri secara ekonomi dan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!sebagai istri dan ibu sebagai pusat. Chan, C. (2014) ‘Gendered Morality and Development Narratives: The Case of Female Labor Migration from Indonesia’, Sustainability. 61 Chan, C. (2014) ‘Gendered Morality and Development Narratives: The Case of Female Labor Migration from Indonesia’, Sustainability, p. 6955. See also Silvey, R. (2004) ‘Transnational domestication: state power and Indonesian migrant women in Saudi Arabia’, Political Geography, 23, p. 253. 62 Hugo, G. (1995) ‘International Labor Migration and the Family: Some Observations from Indonesia’, Asian and Pacific Migration Journal, 4(2-3), pp. 273-301. 63 Dube, L. (1994) ‘Kinship and Gender in South and Southeast Asia: Patterns and Contrasts’, 9th J.P. Naik Memorial Lecture.

Page 72: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

68

mempunyai tempat tinggal sendiri.64 Dari 61 responden yang sudah menikah pada saat mereka bermigrasi/mengalami perdagangan orang, 24 orang tinggal dengan keluarga besar. Terutama dengan mertua (n = 18), serta dengan orang tua (n = 5) dan keluarga/kerabat (n = 1). Terlepas dari pola hidupnya, anak-anak yang sudah menikah yang hidup terpisah dari orang tua mereka, tetap mempertahankan komunikasi mereka secara erat dengan orang tua mereka sendiri.65 Komposisi rumah tangga Jawa dan Sunda fleksibel dan dapat mencakup anggota keluarga yang lebih tua (orang tua atau mertua), saudara kandung yang belum menikah atau para kerabat yang baru saja bercerai. Dimungkinkan juga ada pengasuhan terhadap anak dari anggota keluarga lain.66 Kerangka keluarga yang lebih luas ini menawarkan potensi untuk mendapatkan dukungan, tetapi juga dapat meningkatkan beban korban ketika mereka harus bertanggung jawab untuk mengurus keluarga besar ini. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, misalnya, ia sudah pulang ke rumahnya selama enam tahun dan awalnya tinggal bersama suami dan dua anak perempuannya. Namun, ia menjelaskan bahwa sejak ibu-mertuanya meninggal beberapa tahun lalu dia juga harus bertanggung jawab mengurus adik ipar perempuannya yang sudah dewasa yang merupakan penyandang disabilitas: "Itu beban saya, mungkin itu menambah tensi darah naik. Dulu-dulu kan saya engga punya darah tinggi. ... [Adik ipar pindah] ke sini mungkin sudah dua tahunan, sejak ibu mertua saya meninggal.” Rumah tangga melibatkan kerjasama ekonomi di antara para anggotanya; rumah tangga adalah unit ekonomi utama bagi orang Sunda dan Jawa.67 Berbagai harapan dalam keluarga luas Baik orang Jawa maupun orang Sunda menganut sistem kekerabatan bilateral, yang menghargai keturunan baik laki-laki maupun keturunan perempuan.68 Identitas sosial mereka berasal dari kedua orang tua dan para leluhur mereka dari berbagai arah yang diakui sebagai kerabat. Ada sejumlah pilihan tertentu dalam menghubungkan mereka dengan berbagai keluarga (luas).69 Bilateralisme ini memiliki potensi untuk secara positif mempengaruhi hasil reintegrasi karena korban perdagangan orang dapat berpotensi untuk ditarik sebagai anggota keluarga ibu dan juga ayah sebagai sumber dukungan dan bantuan. Ada dua jenis kelompok kerabat berbeda dalam budaya Jawa–kerabat dekat (sepupu pertama) dan kerabat jauh (sepupu kedua dan ketiga).70 Namun, tugas-tugas wajib terhadap kerabat di luar keluarga inti dalam budaya Jawa terbatas dan intensitas serta sifat hubungan dengan kerabat dekat dan kerabat jauh bersifat cair dan umumnya bersifat praktis dan kontekstual. Kerabat dekat yang tinggal berjauhan mungkin saja jarang berkomunikasi;

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!64 Koentjaraningrat (1985) Javanese Culture. United Kingdom: Oxford University Press; Geertz, H. (1988) The Javanese Family; A Study of Kinship and Socialization. Prospect Heights, Illinois: Waveland Press; and Williams, L.B. (1990) Development, Demography, and Family Decision Making: The Status of Women in Rural Java. Boulder: Westview Press. 65 Jay, R.R. (1969) Javanese Villagers: Social Relations in Rural Modjokuto. Cambridge: MIT Press. 66 Dube, L. (1994) ‘Kinship and Gender in South and Southeast Asia: Patterns and Contrasts’, 9th J.P. Naik Memorial Lecture. 67 Wahyuni, E.S. (2005) The impact of migration on family structure and functioning. Case study in Java. Paper presented at International Population conference, France, July 18-23. 68 Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press, p. 24; Hellman, J. (1995) Sundanese identity in the making. An Ethnographic Inventory of West Java.Göteborg: University of Gothenburg, Department of Social Anthropology; and Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press, p. 91. 69 Dube, L. (1994) ‘Kinship and Gender in South and Southeast Asia: Patterns and Contrasts’, 9th J.P. Naik Memorial Lecture; and Minahan, J.B. (2012) Ethnic Groups of South Asia and the Pacific. Santa Barbara: ABC-CLIO, p. 304. 70 Koentjaraningrat (1985) Javanese Culture. United Kingdom: Oxford University Press.

Page 73: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

69

Kerabat jauh yang tinggal berdekatan mungkin memiliki hubungan yang intens karena kedekatan fisik tersebut.71 Fleksibilitas hubungan keluarga berarti bahwa beberapa hubungan persaudaraan (baik dekat atau jauh) bisa menyediakan dukungan yang signifikan ketika terjadi krisis. Beberapa orang yang diperdagangkan menyatakan bahwa latar keluarga yang lebih luas ini berperan penting dalam pemulihan dan reintegrasi mereka, khususnya kakek-nenek, bibi dan paman. Beberapa korban meminta pertolongan ke kerabat/keluarga jauh untuk mendapatkan dukungan emosional dan/atau keuangan ketika mengalami kesulitan. Peran sosial, kewajiban dan harapan Dalam masyarakat Jawa, individu berfungsi sebagai bagian yang harmonis dari keluarga atau kelompok. Esensi menjadi orang Jawa adalah keberadaban, untuk mengetahui sopan santun dan tempat seseorang di dunia.72 Interaksi sosial harus ditandai dengan rukun (kesatuan yang harmonis)–yaitu, "bersatu dalam perbedaan, kerjasama, saling menerima, ketenangan hati, dan hidup harmonis.”73 Konflik harus dihindari. Dalam budaya Jawa ada hubungan sosial yang dianggap benar dalam masyarakat, termasuk kewajiban untuk membantu tetangga saat diminta, untuk membawakan tetangga hadiah (oleh-oleh) ketika pulang dari sebuah perjalanan, mengakui keberadaan sosial dan posisi tetangga dengan mengundang mereka untuk menghadiri acara slametan74 dan memperluas undangan tersebut untuk memperlakukan semua tetangga secara sama dan tidak pilih kasih.75 Rukun adalah "sebuah konsep ideologi yang sentral yang menjadi cara-cara orang Jawa dalam mengontekstualisasikan dan menjalani hidup mereka, aspirasi mereka, motivasi dan hubungan sosial.”76 Hal ini terjadi juga saat ini baik di pedesaan dan perkotaan di mana korban perdagangan orang kembali dan bereintegrasi (atau berintegrasi).77 Saling tolong-menolong dan berbagi beban (gotong royong), dalam keluarga dan masyarakat, !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!71 Geertz, H. (1988) The Javanese Family; A Study of Kinship and Socialization. Prospect Heights, Illinois: Waveland Press. Sifat cair dari berbagai kewajiban di kalangan kerabat secara umum juga terjadi di kalangan orang Sunda. 72 Geertz, H. (1988) The Javanese Family; A Study of Kinship and Socialization. Prospect Heights, Illinois: Waveland Press; Mulder, M. (1978) Mysticism and Everyday Life in Contemporary Java: Cultural Persistence and Change. Singapore: Singapore University Press; and Koentjaraningrat (1985) Javanese Culture. United Kingdom: Oxford University Press. 73 Mulder, M. (1978) Mysticism and Everyday Life in Contemporary Java: Cultural Persistence and Change. Singapore: Singapore University Press, p. 39. 74 Slametan adalah upacara yang bersifat komunal dari Jawa yang merupakan symbol kesatuan sosial mereka yang berpartisipasi. Slametan dapat dianggap sebagai ritual inti dalam agama dan budaya Jawa. Slametan dapat dilakukan untuk memperingati/merayakan apa saja. Geertz (1960) mengkategorisasi empat jenis slametan sebagai berikut : 1) tahap dalam kehidupan (kelahiran, sunat, pernikahan dan kematian), 2) acara dalam kalender Islam , 3) bersih desa yang berhubungan dengan integrasi sosial di desa 4) acara khusus seperti keberangkatan untuk pergi jauh, pindah rumah, ganti nama, penyakit dan lain- lain. Upacara ini berasal dari kata bahasa jawa slamet yang diturunkan dari bahasa arab yaitu ‘salam’, yang berarti keadaan damai dan harmoni ketika sesuatu tidak akan terjadi. Hal ini bisa ditujukan kepada dirinya atau tamu. Geertz, C. (1960) The Religion of Java. Glencoe, Illinois: The Free Press. 75 Koentjaraningrat (1985) Javanese Culture. United Kingdom: Oxford University Press, p. 147; Jay, R.R. (1969) Javanese Villagers: Social Relations in Rural Modjokuto. Cambridge: MIT Press, pp. 237-239; Hawkins, M. (1996) ‘Is Rukun Dead? Ethnographic interpretations of social change and Javanese culture’, Australian Journal of Anthropology, 7(3), p. 220 76 Hawkins, M. (1996) ‘Is Rukun Dead? Ethnographic interpretations of social change and Javanese culture’, Australian Journal of Anthropology, 7(3), p. 226. 77 Ada beberapa diskusi mengenai erosi nilai-nilai ini di area urban di mana rukun seperti dalam slametan tidak relevan lagi dalam era modern. Peacock, J. (1968) Rites of Modernization: Symbolic and Social Aspects of Indonesia Proletarian Drama. Chicago: University of Chicago Press; Geertz, C. (1973) ‘Ritual and social change: a Javanese example’ in The Interpretation of Cultures. New York: New York Basic Books, p. 164. However, others argue that not only are such values still at play in villages and rural communities, but also in urban settings where the neighborhood is a community to which members feel they belong and not merely an administrative unit. Guiness, P (1986) Harmony and Hierarchy in a Javanese Kampong. Singapore: Oxford UP, p. 131. See also Hatley, B. (1982) ‘National Ritual. Neighborhoods Performance: Celebrating Tujuh belasan in Indonesia’, Indonesia, 34, pp. 55-67.

Page 74: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

70

mencerminkan konsep rukun.78 Di kalangan orang Jawa, kerukunan dan persatuan dilengkapi dengan hirarki sosial. Semua orang harus mengetahui tempat dan tugas masing-masing, menghormati dan menghargai orang-orang yang posisinya lebih tinggi, namun tetap mengasihi, dan bertanggung jawab terhadap mereka yang posisinya lebih rendah.79

Sekelompok perempuan sedang berdiri di luar rumah mereka di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Ada kesamaan yang kuat antara budaya Sunda dan budaya Jawa. Namun, budaya Sunda biasanya lebih Islami secara terang-terangan dan dalam bahasa mereka, yang memiliki tingkatan-tingkatan berbahasa yang terperinci, tertanam nilai-nilai Islam seperti gagasan hormat (mengetahui dan menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam masyarakat). Anak-anak diajarkan bahwa tugas untuk berperilaku dengan penuh hormat juga merupakan bagian dari perjuangan agama-kemenangan akal (logika) atas nafsu (keinginan).80 Budaya Sunda cenderung tidak kaku dalam hal hirarki sistem sosial daripada budaya Jawa, termasuk lebih egaliter, mandiri dan sedikit individualistis dalam hal pandangan sosial. 81 Sementara tidak terlalu hirarkis, budaya Sunda mirip dalam hal keinginan untuk mencapai harmoni sosial. Perilaku sosial mereka hampir seluruhnya didasarkan pada filosofi "silih asih, silih asah, silih asuh", yang secara harfiah berarti "saling menyayangi, saling mendidik dan saling merawat.” Kecenderungan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dinyatakan dalam ungkapan "herang caina beunang laukna" yang berarti "memecahkan

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!78 Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press; and Koentjaraningrat (1985) Javanese Culture. United Kingdom: Oxford University Press. 79 Hirarki ini terlihat dalam bahasa Jawa, yang mempunyai tiga tingkatan bahasa dan bentuk kata kerja yang berbeda untuk menyebut ‘kamu’ yang dianggap lebih dihormati, setara atau lebih rendah. Rasa hormat ini dibalas dengan kepemimpinan dan perlindungan. Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press. 80 Frederick, W.H. and R.L. Worden (1993) Indonesia: A Country Study. Washington: GPO for the Library of Congress. 81 Hefner, R. (1997) ‘Java’s Five Regional Cultures’ in Oey, E. (Ed.) Java. Indonesia: Periplus Editions.

Page 75: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

71

masalah tanpa membuat masalah baru.” Gotong royong juga merupakan karakteristik penting dalam kehidupan masyarakat Sunda. Korban perdagangan orang bereintegrasi ke dalam lingkungan masyarakat yang berbeda-beda. Banyak yang pulang ke komunitas asal mereka–sering kali merupakan kawasan pedesaan, tetapi juga kadang-kadang mereka kembali ke sebuah lingkungan perkotaan. Korban lainnya memilih untuk mengintegrasikan diri di dalam latar yang baru–di kawasan ibukota atau kota-kota lain atau di komunitas asal pasangan mereka. Dalam semua kasus, masyarakat utama di mana mereka tinggal selama reintegrasi merupakan sebuah “kampung.” "Kampung” adalah pengelompokan sosial yang penting dalam latar perkotaan dan pedesaan di Jawa Barat. Sementara “kampung” diterjemahkan secara harfiah sebagai "desa", dalam prakteknya, istilah ini berlaku pada latar perkotaan maupun pedesaan. Dan kampung urban…pada faktanya adalah sesuatu dari reinterpretasi atas pola desa yang padat, lebih heterogen, dan merupakan lingkungan perkotaan yang kurang terintegrasi secara organik.” Kehidupan di kampung melibatkan pertukaran uang, bantuan, dan layanan/jasa di antara rumah tangga di dalam kampung, yang diamanatkan oleh kekerabatan, kedekatan, kebutuhan, dan jaringan pertukaran. Anggota kampung berkumpul untuk melakukan kegiatan ritual (misalnya slametan), bergabung dalam tim olahraga dan organisasi, arisan, ronda malam, ikut memiliki properti bersama/komunal (misalnya peralatan untuk upacara pemakaman) dan mengumpulkan dana sosial untuk orang sakit dan tidak mampu. Di daerah pedesaan, penduduk kampung juga dapat bekerjasama untuk memanen padi. Lingkungan sosial dan budaya dari kampung–baik di pedesaan atau pun perkotaan–memungkinkan warga untuk mencapai suasana tentrem (damai), yang merupakan tujuan bagi setiap orang Jawa. 82 Nilai-nilai rukun dan gotong royong membantu warga untuk mengelola interaksi antar pribadi dan juga menghadapi stres dan tekanan sosial secara umum–termasuk, misalnya, untuk mengatasi tekanan hidup di perkotaan dan sebagai konsekuensi menjadi bagian dari kaum miskin kota.83 Sebuah studi mengenai kehidupan di kampung (urban) mencatat bahwa batas-batas dari budaya kampung berulang kali dicanangkan oleh penduduk kampung, yang menggambarkan kampung sebagai lingkungan yang dekat dan bertetangga, berdasarkan kerukunan dan saling mendukung, dan sering membandingkannya dengan kehidupan sosial yang dipecah dari perkembangan sub-urban baru. Warga kampung berpegang pada etika membantu satu sama lain, kerja sama, dan kesetaraan tujuan dan gaya hidup. Ada juga pemikiran yang menyatakan bahwa kampung adalah tempat terjadinya bentuk-bentuk tradisional dari kerjasama, konsensus dan bertetangga.84 Keanggotaan dalam suatu kampung (desa) melibatkan lebih dari sekedar tinggal di sana; namun melibatkan partisipasi dalam jaringan yang bersifat saling membantu di kampung tersebut, mengidentifikasikan diri dengan masyarakat lokal dan teridentifikasi oleh para tetangga sebagai “bagian “dari” (of)” bukan hanya “tinggal “di “(in)” kampung.85 Menjadi “bagian dari” suatu kampung berarti memberlakukan seperangkat kewajiban kepada para tetangga/anggota kampung, dan kegagalan untuk melaksanakannya akan mengundang teguran, mulai dari gosip hingga penolakan untuk mengakui mereka sebagai anggota

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!82 Rahmi, D.H., Wibisono, B.H. and B. Setiawan (2001) ‘Rukun and Gotong Royong: Managing Public Places in an Indonesian Kampung’ in Miao, P. (Ed.) Public Places in Asia Pacific Cities: Current Issues and Strategies. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. 83 Guinness, P (1986) Harmony and Hierarchy in a Javanese Kampong. Singapore: Oxford UP. 84 Newberry, J. (2006) Double Spaced: Abstract Labour in Urban Kampung. Lethbridge, Alberta: University of Lethbridge. 85 See Hatley, B. (1982) ‘National Ritual. Neighborhoods Performance: Celebrating Tujuhbelasan in Indonesia’, Indonesia, 34, p. 57.

Page 76: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

72

komunitas.86 Sejumlah korban perdagangan orang menceritakan tentang berbagai ketegangan dan reaksi negatif di masyarakat ketika mereka kembali ke rumah dan tidak membawa hadiah (oleh-oleh) atau tidak memberi bantuan keuangan kepada tetangga dan teman-teman saat mereka kembali. Dalam beberapa kasus, korban perdagangan orang menggambarkan bahwa mereka tinggal di masyarakat di mana mereka tidak dianggap sebagai anggota masyarakat tersebut, baik karena mereka baru saja pindah ke sana atau karena mereka (dan keluarga mereka) tidak terintegrasi di dalam masyarakat, dimana hal tersebut merupakan sebuah faktor penting dalam reintegrasi mereka Kampung juga merupakan struktur administrasi dari era Suharto (1966-1998). Rezim Orde Baru memobilisasi nostalgia bagi masyarakat pedesaan untuk mengelola daerah perkotaan melalui sistem pembagian lingkungan kampung, memberikan kesejahteraan sosial dan untuk mengatur warga agar mengikuti prinsip-prinsip gotong royong dalam menjalankan urusan mereka.87 Kelompok-kelompok rumah tangga diberi nomor berbentuk Rukun Tetangga (RT) dan populasi mereka dikelola dan dipertanggungjawabkan oleh seorang pemimpin (Ketua RT) yang tidak dibayar dan terpilih secara populer.88 Beberapa Rukun Tetangga (RT) membentuk bagian yang lebih besar berbentuk Rukun Warga (RW), juga dijalankan oleh seorang pemimpin (Ketua RW) yang dipilih secara lokal dan tidak dibayar. RT dan RW adalah cara di mana individu dalam kampung berbagi dan bekerja bersama-sama dan nilai-nilai rukun dan gotong royong dipromosikan dan dipelihara melalui RT dan RW. Kampung, kemudian, merepresentasikan sebuah budaya administrasi dan juga lingkungan masyarakat dan tatanan sosial.89 Hal ini relevan dengan reintegrasi bahwa pada tingkat akar rumput ini terdapat peluang bagi struktur administratif formal untuk memberikan dukungan dan layanan kepada para korban dan keluarga mereka. Melihat poin-poin di atas, tidak berarti bahwa hubungan sosial dalam masyarakat selalu homogen dan harmonis. Sebagian besar kampung terdiri dari kumpulan yang berbeda dari para keluarga dan tetangga yang tidak selalu selaras dan, lebih jauh lagi, mungkin saja mempunyai kepentingan untuk bersaing.90 Hubungan sosial dan dukungan juga dipengaruhi oleh dinamika kelas dan hirarki sosial lainnya. Di desa-desa di mana kelas sosial relatif merata, suasana tolong-menolong cenderung lebih umum. Sebaliknya, hubungan patron-klien cenderung lebih menonjol di desa-desa dengan stratifikasi sosial yang lebih banyak, seperti pembagian antara pemilik tanah dan petani penggarap (yang tidak memiliki tanah).91 Kelas sosial juga berperan dalam setting perkotaan dan mempengaruhi pola bantuan dan tolong-menolong dalam masyarakat. Selain itu, sementara sebuah masyarakat (baik pedesaan atau perkotaan) masih sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sifat masyarakat telah berubah dan berkembang selama beberapa dekade terakhir–utamanya dipicu oleh transisi ekonomi dan politik setelah berakhirnya rezim Suharto pada tahun 1998 dan sejak itu oleh perubahan sosial dan ekonomi secara lebih luas termasuk desentralisasi, reformasi politik, urbanisasi dan

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!86 Guiness, P. (1986) Harmony and Hierarchy in a Javanese Kampong. Singapore: Oxford UP, p. 165. 87 Bowen, J.R. (1986) ‘On the Political Construction of Tradition: Gotong Royong in Indonesia’, The Journal of Asian Studies, 45(3), pp. 545-561. 88 Seluruh perkotaan di Indonesia sampai reformasi demokrasi di akhir tahun 90-an, dibagi menjadi sistem lingkungan tetangga. Unit ini masih dipakai di perkotaan di Jawa, meskipun ada perubahan pemerintahan dengan desentralisasi di era reformasi setelah turunnya Suharto. Newberry, J. (2006) Double Spaced: Abstract Labour in Urban Kampung. Lethbridge, Alberta: University of Lethbridge. 89 Newberry, J. (2006) Double Spaced: Abstract Labour in Urban Kampung. Lethbridge, Alberta: University of Lethbridge. 90 Guinness, P. (2009) Kampung, Islam and State in Urban Java. Hawaii: University of Hawaii Press. 91 Frederick, W.H. and R.L. Worden (1993) Indonesia: A Country Study. Washington: GPO for the Library of Congress.

Page 77: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

73

globalisasi dan pola konsumerisme global dan lokal.92 Misalnya, sebuah studi tentang kehidupan kampung di Jakarta menjelaskan bagaimana pertumbuhan kemakmuran telah meningkatkan kecemburuan dan individualisme pada mereka yang telah mendapatkan banyak keinginan untuk membuat mereka tetap kaya, di mana hal ini sulit dan bertentangan dengan norma-norma budaya tradisional mengenai berbagi (bagi-bagi rejeki) dan kebersamaan (rukun).93 Studi terbaru lain mencatat bahwa nilai-nilai tersebut (rukun dan gotong royong) terus berlanjut sebagai bagian dari kehidupan kampung, dan berfungsi bersamaan dengan semakin bermunculannya nilai-nilai yang lebih individualistis.94

Pemandangan di sebuah pedesaan di Jawa Barat. Foto: Peter Biro. Pilihan berbagai pandangan hidup di Indonesia saat ini semakin berkembang dan difasilitasi dengan semakin luasnya komunikasi, pendidikan dan mobilitas, yang secara bersamaan menggerus tradisi-tradisi dalam tatanan dan perilaku sosial yang ada. Dalam beberapa tahun terakhir terlihat juga pandangan yang lebih mengistimewakan uang dan kekayaan materi dibandingkan cara-cara tradisional untuk meraih kekuasaan95 dan "identitas dibuat tidak secara eksklusif sesuai dengan pengetahuan lokal, tetapi dalam lingkup geografis yang lebih luas dari produksi, perdagangan, dan komunikasi.”96 Selain itu, bagaimana generasi muda mengalami norma-norma sosial dan masyarakat merupakan aspek penting mengingat

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!92 Guinness, P. (2009) Kampung, Islam and State in Urban Java. Hawaii: University of Hawaii Press; Rahmi, D.H., Wibisono, B.H. and B. Setiawan (2001) ‘Rukun and Gotong Royong: Managing Public Places in an Indonesian Kampung’ in Miao, P. (Ed.) Public Places in Asia Pacific Cities: Current Issues and Strategies. Netherlands: Kluwer Academic Publishers, p. 133. 93 Jellinek, L. (2012) ‘Ways of Knowing Indonesia. The Personal Journey of an Academic and Activist’ in Purdey, J. (Ed.) Knowing Indonesia: Intersections of Self, Discipline and Nation. Melbourne: Monash University UP. 94 Rahmi, D.H., Wibisono, B.H. and B. Setiawan (2001) ‘Rukun and Gotong Royong: Managing Public Places in an Indonesian Kampung’ in Miao, P. (Ed.) Public Places in Asia Pacific Cities: Current Issues and Strategies. Netherlands: Kluwer Academic Publishers, p. 131. 95 Mulder, N. (1996) Inside Southeast Asia: Religion, Every Day Life, Cultural Change. Bangkok, Thailand: Silkworn Books, p. 146 and pp. 156-157. 96 Ong, A. and M.G. Peletz (1995) ‘Introduction’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press, p. 8.

Page 78: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

74

bahwa 27,7% dari penduduk berusia di bawah 14 tahun.97 Generasi muda Jawa telah tumbuh di berbagai lingkungan yang berbeda dan, dalam beberapa kasus, mulai tidak menyukai hubungan yang bersifat hirarkis dan perilaku yang sangat berhati-hati karena menurut beberapa pengalaman mereka hal itu dianggap tidak demokratis dan sudah ketinggalan jaman.98 Korban perdagangan orang yang diwawancarai untuk penelitian ini bereintegrasi dalam setting masyarakat yang berbeda-beda. Banyak yang pulang ke komunitas asal mereka setelah trafficking, sementara yang lain memilih untuk mengintegrasikan diri dalam setting masyarakat baru–di Jakarta atau kota-kota lain atau di komunitas asal pasangan mereka. Dalam semua kasus, masyarakat utama yang menjadi tempat berlangsungnya reintegrasi mereka adalah kampung dan hubungan sosial serta dinamika masyarakat bukan hanya berdampak pada lingkungan keluarga dekat, tetapi juga pada keseluruhan pengalaman reintegrasi individu korban perdagangan orang. Beberapa responden tinggal di masyarakat yang dekat (akrab), kohesif dan mendukung. Seorang laki-laki, diperdagangkan di kapal penangkap ikan, menggambarkan bahwa ia berasal dari lingkungan yang "baik" dan "harmonis" di mana ia merasa nyaman dan bisa mengandalkan dukungan dari tetangga sebelum ia bermigrasi:

Saya dulu kan aktif di lingkungan saya.. Dan lingkungan saya sendiri cukup besar.

Saya sebelum ke laut kan saya aktif di [organisasi pemuda] selama 5 tahun sampai 6 tahunan, kami menggali dana dengan uang listrik, saya mengambil membantu pembayaran dari rumah ke rumah ke KUD, jatahnya saya mengambil dana kas [organisasi]. Waktu itu saya sendiri rukun dengan lingkungan. Setiap di bulan puasa kan saya nemuin mereka 2 atau 3 kali jadi aktif rukun. Jadi ketika saya menghilang kemana? mereka jadi pengen tahu, pada main [ke rumah].

Namun, ini tidak berlaku untuk semua masyarakat di mana korban bereintegrasi. Seorang laki-laki menggambarkan bahwa ia kembali ke komunitasnya yang digambarkan secara umum tidak mendukung, dibandingkan dengan masyarakat lain di mana terdapat lebih banyak dukungan dan "kebersamaan": “Kalau tetangga-tetangga saya hidupnya sudah masing-masing. Bermasyarakatnya itu ya biasalah, engga kayak di [daerah] pinggiran itu. Kalau di daerah pinggiran ini kayak pinggiran kota, persaudaraan masih erat banget.” Demikian pula, seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, membandingkan sifat masyarakat tempat ia tinggal sebelumnya dengan masyarakat di mana dia sedang berintegrasi saat ini:

Yang dulu di tetangga yang [sebelumnya] orangnya kan masing-masing, jadi orang-orangnya engga pernah ngegosip. Justru yang ini tetangga yang [sekarang], soalnya kan daerahnya padat, kampungnya padat, jadi banyak ibu-ibu yang suka rumpi apa. Sudah gitu tahu gosip rumah tangga saya gini gini, jadi saya yang istilahnya dipandang sebelah mata, saya yang dicap goreng (jelek). Padahal kalau mereka tahu dalamnya rumah tangga saya seperti apa, mereka juga pasti akan kasian sama saya.

Perempuan lain membuat perbedaan yang sama antara kehidupan di masyarakat sebelumnya dibandingkan dengan masyarakat di tempat tinggal dia saat ini:

Kalau di [tempat tinggal lama saya] engga kayak tetangga [tempat tinggal saya sekarang]… Masing-masing. Jadi kejadian di dalam rumah tangga saya, mereka

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!97 World Bank (2015) ‘Population ages 0-14’, Indonesia. Available at World Bank (2015) ‘Population ages 0-14’, Indonesia. Available at http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.0014.TO.ZS?locations=ID 98 Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press, p. 155.

Page 79: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

75

bodoh amat, soalnya kerja semua laki bini. Tahunya ketemu malam cuma sahutan seperlunya aja ya sudah biasa aja. Kalau di [tempat tinggal sekarang] kan deket banget. Kelihatan, ibu-ibunya ngegosip, bapak-bapaknya kayak gitu sama. Kalau di sana [di tempat lama] engga ada kayak gitu orang kerja semua.

Dan seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, bercerita tentang bagaimana ia sulit untuk tinggal di desa asalnya, di mana banyak dari keluarga besarnya tinggal, karena begitu banyak gosip dan reaksi negatif:

Engga [saya tidak kembali ke rumah lama saya], mau hidup mulai hidup baru. Sodara-sodara semua mulut nya ga baik lah. Kalo selagi kita ada dan ada ngasih nya mereka baik. [Tapi] itulah hal yang membuat saya engga senang, kalo kita ga ada pengasihnya ke dia, mulutnya jahat-jahat (mereka akan menyebar kebohongan). [...] Dari dulu suasananya seperti itu. Dulu bertahan, karena masih ada orang tua. Mendingan kita jauh sama orang begitu. Mereka selalu mencari kejelekan. Memang sudah tradisinya di situ. Ibu saya juga banyak sakit hati dengan saudara-saudara di situ. Mereka baiknya kalau kita ada, ngasih ke mereka, kalau kita tidak ngasih, mereka ngomongin kita [berbicara hal buruk tentang kami di belakang].

Faktor lain dalam reintegrasi adalah ketika seseorang merupakan warga baru di suatu masyarakat atau merupakan pendatang baru di suatu daerah, mereka umumnya kurang bisa mengandalkan tetangga untuk mendapat bantuan, sebagaimana dijelaskan seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja: "Ada tetangga rumah. Kami gantian saling membantu. Kalau dia engga punya kalau saya punya beras, saya bagi, ya gantian. Kalau saya kan aslinya bukan orang pribumi, saya kan orang beda desa, saya kan merantau berarti, sebelahnya orang jauh, orang jauh-jauh. (Laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja)

Sekelompok anak-anak di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.!

Page 80: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

76

Mendukung reintegrasi korban perdagangan–dalam keluarga dan masyarakat mereka– membutuhkan pemahaman dan apresiasi terhadap budaya lokal–yang menghegemoni dan muncul–di daerah tempat mereka kembali dan tinggal. Dengan mempertimbangkan bagaimana keluarga dan masyarakat menawarkan kesempatan untuk mendukung atau melemahkan reintegrasi korban, memungkinkan kita untuk menemukan titik-titik intervensi dan peluang untuk terjadinya perubahan.

Page 81: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

77

5. Pulang ke rumah. Pengalaman reintegrasi di lingkungan keluarga Proses pemulihan dan reintegrasi setelah eksploitasi perdagangan orang tidak hanya mencakup individu korban, tetapi juga anggota keluarga mereka dan lingkungan keluarga yang menjadi tempat para korban kembali. Korban perdagangan orang dituntut untuk berdamai tidak hanya dengan eksploitasi yang telah mereka derita, yang biasanya melibatkan beberapa lapisan kekerasan, pelanggaran dan berbagai kesulitan, tetapi juga berdamai dengan reaksi dan tanggapan dari anggota keluarga mereka. Demikian pula, anggota keluarga korban, yang juga telah terdampak secara langsung dan negatif oleh eksploitasi yang dialami korban, harus berdamai dengan kenyataan bahwa seseorang yang mereka sayangi telah menderita, dan juga menghadapi, mengelola dan idealnya mendukung kembalinya dan reintegrasi korban, yang sering kali penuh dengan tekanan di berbagai tingkatan.

Para pelancong di sebuah terminal bus di Jakarta. Foto: Peter Biro.

Keluarga sering memberikan berbagai bentuk dukungan yang penting setelah perdagangan orang–emosional, sosial, fisik dan ekonomi–yang berkontribusi terhadap keberhasilan reintegrasi individu korban. Pada saat yang sama, lingkungan keluarga juga kerap menimbulkan berbagai kerentanan (dan bahkan kerusakan) yang dapat menghambat proses pemulihan dan reintegrasi korban perdagangan orang.99 Status perkawinan dan status

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!99 Ketika membicarakan “keluarga” yang dimaksud adalah individu yang diidentifikasi oleh responden sebagai anggota keluarganya, yang bisa memasukkan keluarga dekat (orang tua, pasangan dan anak-anak), keluarga dekat dari pasangan, dan atau keluarga besar (kakek nenek, paman bibi, sepupu) dapat dikatakan bahwa bentuk keluarga bisa berbeda-beda pada responden dan pemberi nafkah utama pada banyak kasus adaah kakek nenek atau paman/bibi

Page 82: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

78

keluarga dari seorang korban perdagangan orang mempunyai implikasi penting bagi keberlangsungan dan berbagai kemungkinan dalam reintegrasi mereka setelah mengalami perdagangan orang dan, dalam banyak kasus, dapat menjelaskan setidaknya beberapa (jika tidak banyak) kondisi "naik" dan "turun" yang mereka mengalami sebagai bagian kehidupan mereka paska-perdagangan orang. Tentang kehidupan keluarga Di antara responden untuk penelitian ini kami menemukan lingkungan keluarga yang sangat beragam dan sangat kompleks, bahkan, terkadang, bertolak belakang. Orang Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang kembali dan bereintegrasi ke berbagai keluarga dan kumpulan rumah tangga yang berbeda. Selain itu, beberapa orang yang diperdagangkan kembali ke lingkungan keluarga di mana mereka menghadapi berbagai reaksi dan tanggapan dari orang yang berbeda di dalam keluarga.100 Reaksi anggota keluarga–baik yang bersifat mendukung atau tidak mendukung–juga sering kali bersifat cair, kadang-kadang berubah dari waktu ke waktu dan ketika merespon peristiwa dan situasi yang berbeda. Mayoritas responden (61 dari 108) berstatus menikah dan tinggal bersama keluarga mereka sendiri pada beberapa tahap kehidupan mereka sebelum perdagangan orang atau pada saat mereka mengalami eksploitasi. Sebagian besar responden yang berstatus menikah mempunyai satu atau dua anak, meskipun beberapa mempunyai anak lebih dari itu (seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, memiliki enam anak). Sebagian besar kembali ke keluarga inti mereka setelah eksploitasi trafficking mereka–untuk hidup dengan pasangan, anak-anak mereka dan juga, kadang-kadang, bersama keluarga besar mereka, umumnya dengan orang tua dan mertua. Perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga lebih dimungkinkan untuk menikah pada saat mengalami perdagangan orang dibandingkan dengan perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual, selaras dengan usia dari perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual yang memang lebih muda (beberapa masih usia remaja ketika mengalami perdagangan orang, yaitu sekitar 13 atau 14 tahun).101 Mayoritas dari perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga (26 dari 39) menikah dan mempunyai anak pada saat terjadi perdagangan orang, sedangkan untuk perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual hanya sepertiganya (6 dari 20). Ini berarti bahwa lebih banyak perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga yang dapat kembali ke keluarga inti dan mengandalkan mereka untuk mendapatkan dukungan, dibandingkan dengan perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Mayoritas laki-laki yang diperdagangkan (29 dari 49) menikah ketika diperdagangkan. Namun, laki-laki yang diperdagangkan di kapal perikanan kemungkinannya lebih kecil untuk menikah bila dibandingkan dengan laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja (di perkebunan, di pabrik-pabrik, cleaning service)–yaitu, 15 dari 32 laki-laki yang diperdagangkan di kapal perikanan dibandingkan dengan 14 dari 17

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!100 Silahkan lihat Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) ‘Coming home: Challenges in family reintegration for trafficked women’, Qualitative Social Work; Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute; Surtees, R. (2016) ‘What’s home? (Re)integrating Children Born of Trafficking’, Women and Therapy, Special Issue: Human Trafficking; Surtees, R. (2016) ‘Being home. Challenges in family reintegration for trafficked Indonesian domestic workers’ in Piotrowicz et al. (Eds.) Routledge Handbook of Human Trafficking. London: Routledge. 101 Diperkirakan 14% anak perempuan di Indonesia menikah di bawah umur 18 tahun dan sebagian besar terjadi di daerah pedesaan. Lihat UNICEF (2016) State of the World’s Children. New York: UNICEF; and Yarrow et al. (2015) Getting the Evidence: Asia Child Marriage Initiative. United Kingdom: Coram Children’s Legal Centre. Yarrow et al. (2015) menemukan bahwa di Indonesia, 38% dari perempuan yang berstatus menikah, melakukan pernikahannya saat berusia dibawah 18 tahun dan 7,8% dari perempuan yang menikah, mereka menikah di bawah usia 15 tahun.

Page 83: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

79

laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja (yang menikah dan mempunyai anak). Menikah lagi relatif biasa terjadi terutama dalam budaya Sunda.102 Sejumlah responden menikah pada beberapa kesempatan, termasuk menikah lagi setelah bercerai (divorced) dan menikah lagi setelah menjanda (widowhood). Dari 61 orang yang berstatus menikah ketika mengalami perdagangan orang, enam orang (semuanya perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) menikah lagi, telah bercerai dari suami pertama mereka. Selain itu, selama reintegrasi, 14 responden menikah lagi. 103 Menikah dalam banyak cara menawarkan sebuah kerangka yang mendukung untuk reintegrasi, paling tidak karena secara teoritis memberikan dukungan (keuangan dan emosional) kepada korban setelah perdagangan orang, yang pada gilirannya, memberi mereka waktu dan ruang untuk memulihkan diri dan bangkit dari eksploitasi. Dapat dikatakan, hal ini mengasumsikan lingkungan keluarga yang aman dan mendukung (dengan keluarga inti dan/atau keluarga besar), yang tidak selalu terjadi. Dan ketika korban menikah, mereka juga harus mempertimbangkan dan mengelola kebutuhan dan reaksi dari anggota keluarga mereka, yang juga dapat menciptakan tekanan tambahan. Tiga puluh satu (dari 108) responden belum menikah ketika diperdagangkan dan tidak mempunyai anak (19 laki-laki dan dua belas perempuan). Mayoritas perempuan yang belum menikah diperdagangkan untuk eksploitasi seksual; mayoritas laki-laki yang belum menikah diperdagangkan di kapal perikanan. Sebagian besar individu-individu tersebut kembali untuk tinggal bersama orang tua mereka selama reintegrasi. Empat belas responden (dari 108) bercerai atau berpisah ketika diperdagangkan–13 perempuan (diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga dan eksploitasi seksual) dan satu orang. Berpisah atau bercerai umumnya dirasakan tanpa adanya stigma sosial yang berarti, 104 meskipun sejumlah responden (terutama perempuan) menyatakan bahwa mereka dipandang rendah di keluarga dan masyarakat karena status mereka setelah bercerai. Seorang perempuan, seorang ibu dari dua anak laki-laki, berpisah dari suaminya karena perselingkuhan yang dilakukan suaminya dan menggambarkan bagaimana akibat kejadian tersebut dia dipandang rendah oleh para tetangga: "Aku bosan dengar orang pada ngomongin aku karena aku bercerai.” Masalah yang lebih besar dari kasus semacam itu adalah beban keuangan dan emosional bahwa perpisahan/perceraian (dan menjadi orang tua tunggal) yang ditanggung di kehidupan sehari-hari. Sebagian besar ibu yang bercerai atau pisah dengan suami harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan anak-anak mereka, tidak bisa bergantung pada mantan pasangan mereka untuk membantu dan membiayai mereka setelah kembali dan selama reintegrasi. Sebagian besar perempuan yang bercerai atau pisah dengan suami tidak bisa mengandalkan mantan suami mereka untuk membantu mereka dalam merawat anak-anak mereka. Lebih dari satu orang yang bercerai atau pisah dengan suami pulang ke mantan suaminya yang tidak mencukupi kebutuhan anak-anaknya selama dia tidak di rumah dan setelah dia kembali. Dan seorang perempuan yang telah bercerai, yang telah diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, kemudian dibebani utang banyak dari

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!102 Zuidberg, L.C.L. (Ed.) (1978) Family Planning in Rural West Java: The Serpong Project. Jakarta: Institute of Cultural and Social Studies, p. 87. 103 Termasuk di dalamnya tujuh perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga yang menikah lagi setelah bercerai dan lima perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual yang menikah lagi setelah bercerai (dengan satu perempuan yag bercerai dan menikah lagi dengan suami ketiga). Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja, menikah lagi setelah bercerai dan seorang laki-laki lainnya yang juga diperdagangkan untuk tujuan yang sama, menikah lagi setelah menduda. 104 Jones, G.W., Asari, Y. and T. Djuartika (1994) ‘Divorce in West Java’, Journal of Comparative Family Studies, 25(3).

Page 84: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

80

mantan suaminya ketika suaminya tersebut meninggal secara mendadak. Beban-beban perdagangan orang dengan demikian diperparah oleh tekanan ekonomi akibat perceraian. Perceraian juga sering berarti kurangnya dukungan emosional, terutama ketika tidak ada keluarga besar yang dapat diandalkan. Seorang pekerja rumah tangga yang telah bercerai menggambarkan bahwa setelah bercerai, ia hidup tanpa ada bantuan atau orang-orang yang bisa diandalkan: "Saya udah engga ada orang tua, jadi rasanya udah engga ada tempat untuk curhat. Segala sesuatu harus saya lakukan sendiri. Berat untuk menjalani hidup. Sedangkan saya sendiri, tanpa suami. Apa yang harus saya lakukan ke depannya untuk bertahan hidup? Setelah itu anak pertama saya nikah dan saya tinggal sendirian.” Dua responden, keduanya perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, janda ketika diperdagangkan. Menjadi janda kerap melibatkan banyak kerentanan dan tekanan sebagaimana orang-orang yang mengalami perceraian atau perpisahan, sebagai janda yang menjadi korban perdagangan orang sebagian besar menanggung beban untuk menanggung beban hidup seorang sendiri dan dalam kasus ini diperparah juga dengan kesedihan karena telah kehilangan pasangan. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, menjadi janda beberapa tahun setelah keluar dia dari perdagangan orang dan bercerita tentang bagaimana dia terus meratapi kepergian suaminya, bahkan bertahun-tahun setelah suaminya meninggal: “Kalau ikhlas ya saya ikhlas, cuman ya kembali ke yang tadi itu, kita pikirkan pun ya istilahnya engga mungkin dia balik lagi kan? Lambat laun, inget sih inget, engga mungkin engga inget. Namanya juga suami kita ya, istilahnya. Cuman ya sekarang karena ada [anak]. Kalau sudah nengok dia, kan persis sama ayahnya kan. Kadang dia dipeluk-peluk, itulah kata saya kalau lagi tidur, kadang kita sambil netes air mata.”

Dalam beberapa kasus, status perkawinan responden lebih rumit dan beberapa responden tinggal di lingkungan keluarga yang kompleks bersama beberapa orang yang sudah menikah di dalam keluarga tersebut. Di Indonesia, tidak semua pernikahan kedua membuat pernikahan pertama berakhir. Poligini (seorang suami menikah dengan lebih dari satu istri), walaupun tidak umum atau tidak normatif secara sosial, namun hal itu legal di Indonesia dan hal itu terlihat di kehidupan beberapa korban perdagangan orang.105 Beberapa perempuan yang menggambarkan bahwa mereka berstatus menikah adalah istri siri, yang tidak memiliki dokumen pernikahan yang sah. Dua orang perempuan merupakan istri kedua; seorang perempuan menyatakan bahwa dia adalah istri ketujuh dari mantan suaminya. Tiga perempuan merupakan istri pertama yang ditinggalkan suaminya.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!105 Kira-kira 4% pernikahan di Jawa Barat adalah poligami. Jones, G.W., Asari, Y. and T. Djuartika (1994) ‘Divorce in West Java’, Journal of Comparative Family Studies, 25(3), p. 404. Banyak orang Jawa (baik laki-laki maupun perempuan) cenderung melihat poligami secara negatif dan poligini sebagai ancaman-"seperti ketika seorang istri mengetahui niat suaminya untuk menikah lagi"-bisa menjadi alasan untuk bercerai. Nurmila, N. (2009) Women, Islam and Everyday Life: Renegotiating Polygamy in Indonesia. London: Routledge, pp. 21-22. Poligini mungkin lebih diterima di kalangan Sunda; tidak jarang para pemimpin agama atau orang kaya di Jawa Barat memiliki lebih dari satu istri. Undang-undang tahun 1974 tentang Pernikahan membuat poligini lebih sulit, namun tidak melarang poligini. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa dasar dari pernikahan adalah monogami, tapi mengakui kemungkinan melakukan poligini, membatasi jumlah maksimum istri (empat) dan, sesuai dengan nilai-nilai Islam, suami harus memperlakukan istri dengan cara adil dan harus mampu mendukung kebutuhan ekonomi mereka. Untuk melakukan poligami di bawah hukum, suami harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pengadilan agama. Poligini tanpa izin dari pengadilan tidak diakui secara hukum. Nasution, K. (2008) ‘Polygamy in Indonesian Islamic Family Law’, Shariah Journal, 16(2).

Page 85: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

81

Seorang perempuan sedang memasak di rumahnya di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Poligini bisa memunculkan lapisan tambahan dari kompleksitas proses reintegrasi korban di dalam keluarga–misalnya, ketika seorang perempuan Indonesia korban perdagangan orang kembali ke rumah dan suaminya telah menikah lagi, ketika seorang laki-laki korban perdagangan orang memiliki tanggung jawab untuk membiayai lebih dari satu istri, ketika perempuan korban perdagangan orang tidak menerima dukungan ekonomi yang memadai karena suaminya membiayai keluarga lain dan sebagainya. Seorang perempuan, misalnya, tidak mengetahui bahwa suaminya sebenarnya sudah mempunyai istri pada saat menikah dengannya. Dia baru mengetahuinya beberapa bulan setelah pernikahan mereka dan menggambarkan kemarahan yang besar dan kesedihan atas pengkhianatan suaminya tersebut. Tetapi hal itu juga merupakan sesuatu memalukannya (menjadi istri kedua) dan karena itu dia tidak memberitahukan hal tersebut kepada orang tua atau saudara-saudaranya. Dia juga bercerita tentang masalah ekonomi yang ia hadapi di kehidupan sehari-hari karena suaminya terus mengirimkan sebagian besar gajinya kepada istri pertamanya. Perempuan lain menggambarkan bagaimana dia tidak ingin tetangganya tahu bahwa dia adalah istri kedua karena hal ini akan memalukan bagi dirinya dan keluarganya. Seorang perempuan, yang kemudian diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, sebelumnya adalah seorang istri kedua dan ketika ia menjanda (suaminya meninggal), statusnya sebagai istri kedua menyebabkan ia tidak mempunyai akses untuk mendapatkan uang pensiun suaminya. Karena tidak mempunyai uang untuk membiayai ketiga anaknya, dia terpaksa bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja. Selain itu, perselingkuhan dalam pernikahan juga kerap terjadi, di mana delapan orang perempuan menceritakan bahwa suami mereka telah bertindak tidak setia ketika mereka diperdagangkan atau setelah mereka kembali, dan seorang laki-laki menyatakan bahwa ia berencana untuk meninggalkan istrinya karena istrinya tidak setia setelah ia kembali dari perdagangan orang. Sangat mungkin bahwa ada lebih banyak kasus perselingkuhan yang tidak muncul dalam wawancara karena topik ini bersifat sensitif.

Page 86: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

82

Perubahan dalam kehidupan keluarga dari waktu ke waktu Status perkawinan responden dan komposisi keluarga cukup cair dan berubah-ubah sepanjang hidup mereka–sebelum migrasi, ketika diperdagangkan dan selama reintegrasi. Hal ini umumnya terjadi pada responden perempuan. Sementara 26 dari 39 perempuan korban yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berstatus menikah ketika mengalami perdagangan orang, status ini berubah pada tahap akhir kehidupan mereka. Dua perempuan bercerai dari suami mereka ketika mereka sedang diperdagangkan–satu karena suaminya telah menikahi istri kedua saat dia dieksploitasi dan satu orang lagi memutuskan bercerai dari suaminya saat dia diperdagangkan. Empat dari 26 perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga yang menikah pada saat berlangsungnya perdagangan orang bercerai dengan suami mereka selama reintegrasi–antara satu dan tiga tahun setelah kembali. Seorang perempuan yang berstatus menikah dan sudah mempunyai anak ketika diperdagangkan, bercerai dengan suaminya yang berperilaku kasar terhadapnya tiga tahun setelah dia pulang, lalu menikah lagi setahun setelah itu dan kemudian bercerai dari suami keduanya tersebut tak lama setelah pernikahan. Perempuan lain menikah dan mempunyai anak ketika diperdagangkan, namun ia menjadi janda saat dia dieksploitasi di negara tujuan. Dia melarikan diri dari situasi perdagangan orang dan kembali ke tiga anak-anaknya yang masih kecil dan kemudian menikah lagi setahun setelah dia kembali. Dia tinggal dengan suami keduanya selama tiga tahun sebelum akhirnya berpisah dari suaminya itu. Dari lima perempuan yang bercerai dan mempunyai anak ketika diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, empat orang dari mereka kemudian menikah lagi dalam kurun waktu setahun setelah kembali ke Indonesia. Dua (dari tiga) perempuan yang belum menikah ketika diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga menikah antara satu dan tiga tahun setelah kembali ke Indonesia. Sebaliknya, dua perempuan korban yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga yang berstatus janda (dan mempunyai anak) ketika diperdagangkan, tidak menikah lagi selama penelitian ini berlangsung. Seorang perempuan, yang disebutkan di atas, yang berstatus janda ketika diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, kemudian menikah lagi karena ia mengkhawatirkan statusnya sebagai seorang janda, seperti yang ia jelaskan berikut ini:

Sebagai janda, saya tidak mau diomongin sama orang, karena janda sering diomongin. Kalau ada yang mau sama saya, saya lebih memilih menikah. Kasihan sama anak. Sudah satu tahun, Ibu ada yang mau mengajak rumah tangga, masih saudara suami, jadi saya menikah lagi.

Ia akhirnya berpisah dari suami keduanya, di antara wawancaranya yang pertama dan kedua. Perubahan status perkawinan dari waktu ke waktu pada 39 perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga secara rinci dapat dilihat pada Diagram #4, di bawah ini.

Page 87: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

83

Diagram #4. Status perkawinan perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga ketika terjadi perdagangan orang, saat kembali dan selama reintegrasi

Page 88: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

84

Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual juga mengalami perubahan dalam status perkawinan dari waktu ke waktu. Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual umumnya masih berusia muda ketika diperdagangkan. Sebelas (dari 20) masih berusia remaja ketika diperdagangkan (antara 13 dan 17 tahun); sembilan orang berusia dewasa ketika mengalami eksploitasi (antara 18 dan 32 tahun). Dari 20 perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, enam orang berstatus menikah ketika diperdagangkan. Tiga orang menikah ketika masih remaja saat mengalami perdagangan orang, sebagaimana dijelaskan seorang perempuan (sekarang usianya masih muda) berikut ini: "Saya merasa seperti saya ini bukan istrinya tapi anaknya karena umur saya 14 tahun dan ia umurnya 32 tahun.” Dua perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual diperdagangkan oleh suami mereka, satu orang diperdagangkan ketika masih remaja dan hamil anak pertama. Dua (dari sembilan) perempuan yang belum menikah ketika sebelum terjadi perdagangan orang kemudian menikah, baik saat mereka diperdagangkan atau setelah keluar dari perdagangan orang. Kehamilan telah menyebabkan pernikahan pada setidaknya tiga perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, seperti yang digambarkan perempuan ini: "Saya menikah itu awalnya kecelakaan. Aku hamil lah. Aku nikah waktu udah hamil tujuh bulan. Perempuan lain, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual pada usia 17 tahun, menikah dengan salah satu tamunya setelah ia hamil, walaupun pernikahan tersebut hanya bertahan sebentar, sebagaimana ia tuturkan: "Akhirnya kata [dia], 'Oke, saya mau menikahinya.” Terus saya dinikahin. Pas punya anak satu, eh tiga bulan kemudian saya ditinggal... Engga taunya, saya ini istrinya ketujuh.” Dia kembali mengalami perdagangan orang setelah melahirkan putrinya dan kemudian bertemu dengan suaminya yang kedua yang juga merupakan salah satu tamu atau pelanggannya. Tamunya tersebut membantunya untuk keluar dari situasi perdagangan orang, kemudian mereka tinggal bersama dan akhirnya mereka pun menikah secara resmi, seperti yang ia jelaskan: "Kita ngontrak bareng. Belum nikah, cuma kumpul bareng aja gitu. Sampai suatu hari kena razia karena kumpul bareng tapi kita belum nikah. Dibawa ke kantor kelurahan, akhirnya saya dinikahin di kelurahan sama suami.” Suami keduanya meninggal saat penelitian ini berlangsung, tak lama setelah ia melahirkan anaknya dan hanya beberapa saat setelah wawancara kedua dilakukan dengannya. Dua (dari lima) perempuan yang berstatus bercerai dan mempunyai anak ketika diperdagangkan menikah lagi selama reintegrasi. Seorang perempuan yang diceraikan dan belum mempunyai anak ketika diperdagangkan, kemudian menikah lagi. Seorang perempuan, yang menikah dengan laki-laki yang membantu dia untuk melarikan diri dari situasi perdagangan orangnya, akhirnya berstatus janda dan tidak menikah lagi saat wawancara dilakukan dengannya. Dapat dikatakan, situasi beberapa perempuan tetap sama selama hidup mereka setelah perdagangan orang. Dua (dari enam) perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual yang berstatus menikah dan mempunyai anak ketika diperdagangkan tetap berstatus menikah selama kehidupan hidup paska-trafficking mereka. Tiga (dari lima) perempuan yang berstatus bercerai dan mempunyai anak ketika dieksploitasi masih berstatus bercerai ketika mereka diwawancarai. Dua (dari sembilan) perempuan yang berstatus belum menikah ketika diperdagangkan masih belum menikah dan belum mempunyai anak ketika diwawancarai. Perubahan status perkawinan dari waktu ke waktu pada 20 perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual secara rinci tertuang pada Diagram #5, di bawah ini.

Page 89: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

85

Diagram #5. Status perkawinan perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual ketika terjadi perdagangan orang, saat kembali dan selama reintegrasi

Page 90: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

86

Laki-laki korban perdagangan orang yang terlibat dalam penelitian ini juga mengalami perubahan status perkawinan dari waktu ke waktu, meskipun dengan variasi yang lebih sedikir dari perempuan. Dari 29 laki-laki yang diperdagangkan untuk tenaga kerja (untuk menangkap ikan, konstruksi, pekerjaan pabrik dan perkebunan) yang menikah ketika diperdagangkan, 26 masih berstatus menikah setelah perdagangan orang. Namun, dua (dari 29) bercerai atau berpisah dari istri mereka setelah kembali ke rumah. Dan, dalam beberapa kasus lain, para korban laki-laki melaporkan mengalami perselisihan dan masalah perkawinan yang berpotensi menyebabkan perceraian. Dalam beberapa kasus, tampaknya pernikahan tersebut tidak akan bertahan menghadapi tekanan-tekanan ketika terjadi perdagangan orang dan reintegrasi pasca-perdagangan orang. Dari 19 laki-laki korban yang berstatus belum menikah ketika diperdagangkan, sepuluh orang masih berstatus belum menikah pada saat diwawancarai. Delapan laki-laki yang berstatus masih lajang ketika diperdagangkan kemudian menikah selama reintegrasi mereka. Namun, tidak semua pernikahan berlangsung langgeng. Seorang laki-laki bercerai dengan istrinya setelah dua tahun menikah; laki-laki lain menikah dan bercerai tiga kali sejak ia kembali. Dan seorang laki-laki, yang belum menikah ketika diperdagangkan, menikah setelah kembali dari luar negeri, bercerai dengan istrinya setelah menikah beberapa bulan dan kemudian menikah lagi dengan perempuan lain. Seorang laki-laki bercerai pada saat mengalami perdagangan orang dan masih menduda pada saat wawancara. Seorang laki-laki menjadi duda beberapa bulan setelah kembali dari perdagangan orang, namun kemudian ia menikah lagi. Perubahan status perkawinan dari waktu ke waktu pada 49 orang laki-laki korban perdagangan orang untuk eksploitasi tenaga kerja (menangkap ikan dan bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja) secara rinci dapat dilihat pada Diagram #6, di bawah ini.

Page 91: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

87

Diagram #6. Status perkawinan laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja ketika terjadi perdagangan orang, saat kembali dan selama reintegrasi

Page 92: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

88

Lingkungan keluarga dan kehidupan setelah trafficking Mayoritas (65 dari 108), korban trafficking kembali tinggal di lingkungan keluarga yang sama dengan sebelum mereka bermigrasi atau mengalami trafficking dan merupakan latar yang sama selama mereka bereintegrasi.106 Tabel #8 (di bawah ini) secara rinci menggambarkan situasi kehidupan dari 65 responden setelah kembali dan selama reintegrasi. Table #8. Situasi kehidupan responden selama trafficking dan selama reintegrasi, dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan bentuk trafficking107 Kembali dan tetap dalam situasi yang sama seperti sebelum trafficking

Laki-laki korban trafficking untuk berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja (n=30)

Perempuan korban trafficking eksploitasi seksual (n=10)

Perempuan korban trafficking pekerja rumah tangga (n=25)

Keluarga inti 8 Keluarga inti 1 Keluarga inti

13

Dengan orang tua

10 Dengan orang tua

7 Dengan orang tua 4

Dengan mertua 10 Dengan mertua 1 Dengan mertua

4

Lain-lain (saudara kandung atau kakek nenek)

2 Lain-lain (kakek nenek )

1 Lain-lain (sendiri dengan anak-anak, kakek nenek, atau bibi)

4

Responden yang menikah sering kali kembali hidup dengan keluarga inti–bersama pasangan dan anak-anak. Namun banyak responden hidup dalam keluarga besar dengan orang tua atau mertua di rumah yang sama. Dalam beberapa kasus, orang tua atau mertua mereka hidup bersama. Namun demikian, umumnya mereka hidup di rumah milik orang tua atau mereka (dan sering kali menjadi rumit dalam pengaturannya karena adanya adik atau adik ipar yang juga tinggal dalam rumah yang sama). Mereka yang belum menikah biasanya tinggal dengan orang tuanya setelah kembali. Ada pula yang tinggal sendiri namun hal ini tidak biasa. Beberapa korban yang belum menikah tinggal dengan anggota keluarga besar, misalnya saudara kandung, bibi, paman atau kakek-nenek. Beberapa korban merupakan orang tua tunggal baik karena bercerai atau kematian dan tinggal dengan anak mereka serta keluarga besar atau keluarga ipar (biasanya orang tua atau mertua) Beberapa korban merupakan janda atau duda, cerai atau mati dan tinggal sendiri setelah trafficking. Beberapa tinggal dengan anak kecil yang mereka besarkan sendiri. Ada pula yang memiliki anak yang telah dewasa dan hidup bersama pasangan dan anak mereka atau tinggal di

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!106 Beberapa korban kembali ke komunitas yang sama dengan sebelum trafficking namun tidak dalam lingkungan keluarga yang sama. Lingkungan komunitas akan dibahas di bagian selanjutnya. Di antara 79 responden yang bereintegarasi di komunitas asalnya, hanya 65 yang kembali ke lingkungan keluarga yang sama dengan sebelum trafficking. 107 Informasi merefleksikan situasi kehidupan korban dari sejak kembali sampai lima tahun setelahnya. Hal ini juga merefleksikan situasi hidup yang paling permanen dan konsisten dari individu setelah trafficking. Misalnya jika korban tinggal beberapa minggu di rumah aman setelah kembali namun kemudian hidup dengan orang tuanya maka ia dikategorikan ‘hidup bersama orang tua’. Perubahan situasi hidup permanen lainnya dijelaskan dalam tabel 9 dibawah ini–misalnya jika korban hidup bersama orang tua sebelum trafficking dan kemudian menikah tapi kembali hidup dengan orang tua bersama suaminya, hal ini tidak dapat dikatakan ‘hidup bersama orang tua’, maka responden ini (dan perubahan situasi hidupnya) akan dimasukkan secara mendetail di Tabel #9 dibawah ini.

Page 93: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

89

tempat lain dan korban tinggal sendiri. Beberapa responden tidak kembali ke keluarganya sama sekali. Telah dijelaskan bahwa meskipun responden kembali pada lingkungan keluarga yang sama dengan sebelum mereka mengalami trafficking, banyak perubahan yang bisa terjadi dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua yang pindah untuk hidup bersama, menikah dan pasangan pindah ke rumah yang sama, pasangan bermigrasi untuk bekerja, harus merawat keluarga dan sebagainya. Perubahan ini diketahui dan mempengaruhi kehidupan setelah trafficking, pola reintegrasi dan hasilnya. Sebagaimana dijelaskan pada Tabel #9 dibawah ini secara rinci, 43 responden mengalami situasi yang berubah seteleah kembali dan selama reintegrasi. Table #9. Perubahan situasi hidup korban perdagangan orang setelah mengalami trafficking108 Perubahan hidup setelah trafficking

(n=19) Laki-laki korban trafficking untuk berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja

Perempuan korban trafficking eksploitasi seksual (n=10)

Perempuan korban trafficking pekerja rumah tangga (n=14)

Keluarga inti sebelum trafficking dan akomodasi sementara ketika kembali dan selama memproses kasus hukum

5

Dengan orang tua sebelum trafficking, menikah dan reintegrasi dalam keluarga inti

4 Keluarga inti sebelum trafficking, bercerai dan bersama orang tua selama reintegrasi

1

Dengan orang tua sebelum trafficking dan akomodasi sementara ketika kembali dan selama memproses kasus hukum

1

Dengan orang tua sebelum trafficking dan berpindah pindah antara rumah tangga, orang tua, dan suami setelahnya

1 Keluarga inti sebelum trafficking, bercerai dan tinggal sendiri bersama anak selama reintegrasi

1

Dengan nenek sebelum trafficking dan akomodasi sementara ketika kembali dan selama memproses kasus hukum

1 Keluarga inti sebelum trafficking, bercerai dan tinggal dengan orang tua setelahnya

1 Dengan orang tua sebelum trafficking dan akomodasi sementara ketika kembali dan selama memproses kasus hukum

1

Dengan mertua sebelum trafficking dan keluarga inti selama reintegrasi

1 With parents before trafficking, with a sibling during reintegration

1 Dengan orang tua sebelum trafficking, dengan saudara kandung setelahnya kemudian menikah lagi dan hidup dengan keluarga inti

1

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!108 Informasi ini merinci perubahan situasi kehidupan korban sejak mereka kembali hingga lima tahun setelah trafficking.

Page 94: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

90

Dengan orang tua sebelum trafficking dan menikah dan hidup denga mertua selama reintegrasi

1 Dengan orang tua sebelum trafficking dan setelahnya, kemudian menikah dan hidup dengan suami, bercerai, menikah lagi dan hidp bersama suami dan anak

1 Keluarga inti sebelum trafficking, bekerja di tempat lain setelahnya (jauh dari keluarga)

1

Dengan orang tua sebelum trafficking, menikah/menikah lagi dan dengan keluarga inti setelahnya

2 Dengan orang tua atau mertua sebelum trafficking dan dengan keluarga inti selama reintegrasi

2

Dengan orang tua sebelum trafficking, duda sementara, menikah lagi dan hidup dengan keluarga inti selama reintegrasi

1 Keluarga inti sebelum dan setelah trafficking kemudian saudara tinggal bersama selama reintegrasi

1

Dengan orang tua sebelum trafficking, bercerai dan menikah lagi (3x) dan hidup dalam keluarga inti selama reintegrasi

1 Dengan orang tua sebelum dan setelah trafficking, lalu menikah dan hidup dengan suami dan anak

1 Sendiri bersama anak sebelum trafficking dan dengan saudara perempuan setelahnya, hidup sendiri dan lalu tinggal dengan satu anak perempuan

1

Dengan mertua sebelum trafficking keluarga inti selama reintegrasi

1 Dengan orang tua sebelum trafficking, dengan suami dan anak setelahnya, menjanda dan sekatang hidup bersama anak dan orang tua

1 Bercerai dan hidup dengan orang tua sebelum trafficking menikah lagi setelahnya dan tinggal dengan orang tua dan suami

3

Dengan orang tua sebelum trafficking, dengan saudara laki-laki setelahnya lalu menikah dan hidup bersama istri di akomodasi sementara memproses kasus hukum

1 Lajang dan hidup dengan orang tua sebelum trafficking, menikah dan tinggal dengan suami dan orang tua, lalu pindah dengan mertua dan suami

1

Page 95: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

91

Dengan orang tua sebelum trafficking dan paman dan bibi setelahnya

1 Dengan mertua dan suami sebelum trafficking dan setelahnya suami bermigrasi untuk bekerja sehingga ia hidup dengan ibu dan anak-anaknya

1

Dengan keluarga besar sebelum dan setelah trafficking lalu menikah dan hidup dengan istri dan keluarga besar

1

Lajang dan hidup bersama orang tua sebelum trafficking dan menikah serta hidup dengan orang tua dan istri selama reintegrasi

1

Bekerja jauh dari keluarga sebelum trafficking, hidup dengan orang tua sementara itri bermigrasi untuk bekerja dan kemudian dengan mertua parents-in-law

1

Walaupun demikian, komposisi keluarga dan pola tempat tinggal merupakan sesuatu yang bersifat cair dan sering kali berubah dari waktu ke waktu selama integrasi, setidaknya sebagai reaksi terhadap perubahan status pernikahan. Hal ini sangat berpengaruh pada berhasilnya reintegrasi dalam berbagai tahap setelah trafficking. Dalam banyak kasus, komposisi keluarga dan rumah tangga berubah dari waktu ke waktu selama reintegrasi. Seorang perempuan yang sudah menjanda selama trafficking kembali dan tinggal bersama anak-anak dan mertuanya. Setahun kemudian ia menikah dan pindah untuk tinggal dengan suaminya yang baru sementara anak-anaknya tetap tinggal di rumah mantan ibu mertuanya, meskipun berada di lingkungan yang sama. Setelah beberapa tahun, ia berpisah dengan suami keduanya dan kembali tinggal dengan mantan ibu mertua dan tiga anak laki-lakinya. Hal serupa terjadi pada perempuan yang awalnya kembali untuk tinggal dengan suami dan iparnya dan kemudian bercerai (untuk kedua kalinya) dan hidup secara terpisah dengan anak-anak dan keponakannya saat wawancara dilakukan. Demikian pula, ada banyak anggota keluarga besar yang terlibat dalam skala dan tahap yang berbeda dalam proses reintegrasi dan akibatnya banyak variabel dan faktor yang mempengaruhi reintegrasi. Terlebih lagi lingkungan keluarga sering kali sangat komplek dengan berbagai bentuk dukungan dan ketegangan yang terjadi, bahkan dalam satu keluarga, anggota keluarga memiliki berbagi sikap, perilaku, aksi dan reaksi yang sering kali bertentangan. Terutama setelah beberapa waktu dan dalam menanggapi faktor eksternal. Beberapa anggota keluarga mendukung dan membantu, yang lain justru mengkritisi dan tidak mendukung. Semua faktor

Page 96: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

92

dan variasi ini masing-masing mempengaruhi hasil reintegrasi korban dan keluarga besar secara positif maupun negatif. 5.1 Lingkungan keluarga yang mendukung Keluarga, bagi hampir semua korban adalah sumber utama dukungan dan bantuan setelah trafficking dan dalam jangka panjang. Ini disebabkan karena korban menginginkan untuk bersama dengan orang-orang yang mereka cintai, dan kembali kepada keluarga dalam kebanyakan kasus merupakan pilihan utama. Selain itu, hal ini juga terjadi akibat tidak adanya layanan dan dukungan secara umumketika mereka kembali ke Indonesia. dan . Meskipun layanan dan bantuan tersedia di Indonesia, namun tidak menjangkau desa terpencil dan mereka (para korban) umumnya bekerja secara informal. Terlebih lagi, bantuan bagi penduduk miskin tidak mencukupi untuk menyediakan perlindungan sosial yang efektif.109 Banyak responden menemukan bahwa keluarga umumnya adalah lingkungan yang aman, mendukung dan melindungi. Mereka yang berasal dari keluarga yang bahagia dan sehat sebelum mengalami trafficking dan umumnya juga kembali ke lingkungan keluarga yang positif. Dalam hal ini, pulang ke rumah menjadi hal emosional namun menjadi momen yang menggembirakan. Korban mendapat sambutan yang positif dari anggota keluarga ketika kembali. Korban dan anggota keluarga menggambarkan perasaan lega, gembira dan bersyukur. Kotak #1 (di bawah) Kotak #1. Tindakan dan reaksi keluarga ketika korban perdagangan orang kembali ke rumah [Anak saya] bilang katanya bersyukur aja pas lihat saya pulang ke rumah. [Dia] nangis aja. (Perempuan diperdagangan untuk pekerjaan rumah tangga) Mereka baik. Mereka tahu saya sendiri pulang engga bawa uang. Rokok dikasih, ngopi juga dikasih, padahal kita juga engga minta. Orang tua juga sama, ngasih uang. (Laki-laki diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) [Suami saya] baik, dia bilang, ”Mungkin nasib kita engga berubah, kita cari [nafkah] sama-sama disini. Walaupun sedikit dimakan sama-sama.” (Perempuan diperdagangan untuk pekerjaan rumah tangga)

Kalau suami itu sifatnya ah..yang sudah mah sudah. Yang penting kamu selamat sudah, biarin sudah, dia mau berbuat apa, yang penting kamu selamat sudah. Jangan perpanjang, buang-buang waktu sudah aja biarin… Setelah kejadian, saya disuruh pulang, diem di rumah engga usah kerja. Dia bilang dia yang akan kerja. (Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual) Ibu saya Alhamdulillah karena kebanyakan kalau ke sana kan biasanya engga kembali. Biasanya kalau di sana (di luar negeri) disiksa engga bakalan pulang malahan pulangnya jasadnya aja kan kebanyakan gitu ya. Ibu saya Alhamdulilah lihat anaknya udah selamat walaupun engga digaji dia engga mikirin gaji, engga mikirin baju, yang penting anaknya udah pulang (Perempuan diperdagangan untuk pekerjaan rumah tangga)

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!109 Ramesh, M. (2014) ‘Social Protection in Indonesia and the Philippines: Work in Progress’, Journal of Southeast Asian Economies, 31(1).

Page 97: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

93

Mungkin ibu saya kangen juga kan, engga ngelihat anaknya sembilan bulan. Ya sempet meluk juga, trus menanyakan bagaimana jadinya, kok kayak gini… Jadi masih Alhamdulillah, jadi ibu mensyukuri, walaupun saya pulang engga sukses tapi badan saya masih utuh, gitu kan, masih selamat. (Laki-laki diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Alhamdulillah, [istri saya] baik engga ada problem… Paling istri suka ngomong, “Kita engga punya duit gimana, besok makan apa?” Entar nyari pinjeman katanya, barangkali dapet, suka gitu kalo belum kerja gitu. [Kalau istri saya dan mertua], pokoknya makan engga makan udah ngumpul di sini. Engga pernah [marah] kok. […] Iya, anak juga sayang gitulah sama saya, Alhamdulillah engga pernah neko-neko. (Laki-laki diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja) Suami saya baik, karena kasian sama saya gitu, kasian banget sama saya. Jadi kemana-kemana gitu dia yang nuntun saya. Dia katanya kalo dianya kerja gitu, “Awas kamu hati-hati. Jangan suka megang apa-apa gitu..udah kamu diem aja. Itu kalo nasi, kalo berasnya ada siapin. Itu nasinya udah mateng. Kalo ada jualan lauk, kamu beli lauk. Kalo engga punya uang ya sudah.” (Perempuan diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) Bibi saya juga bilang, "Alhamdulillah kamu bisa pulang ke rumah. Walaupun engga bawa uang, engga apa-apa. Yang penting kamu selamat. Uang engga ada artinya kalau kamu engga bisa pulang dengan selamat", katanya. (Perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) Tetangga cerita yang jelek-jelek tentang saya tapi [istri saya] engga kepengaruh, engga ikut dia. Alhamdullillah dia terima saya apa adanya. (Laki-laki yang diperdagangkan untuk pekerjaan konstruksi) Keluarga memberi saya konseling. Konselingnya hanya dengan keluarga aja, semua dengan keluarga aja. Karena saya itu stresnya itu mungkin bukan karena tujuan materi, tapi saya stres karena hubungan pernikahan dengan suami. […] Kalau saya stres, semua keluarga dan saudara ngasih support sama saya. (Perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) [Ketika pertama datang ke rumah, ibu saya memperlakukan saya] sangat baik, dia itu ngutamain kesehatan saya. Dia bilang, “Sebelum kaki kamu sembuh kamu jangan keluar rumah.” Dia bilang, “Sebelum kaki sembuh jangan keluar rumah ya, jangan keluar dari [kota] dulu lah, jangan keluar kota, sembuhin kaki dulu setelah itu terserah mau kemana lagi.” (Laki-laki diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Para anggota keluarga yang diwawancarai untuk penelitian ini menyatakan perasaan positif mereka ketika para korban pulang ke rumah dan mereka juga menyatakan keinginannya untuk mendukung korban. Kotak #2. Perasaan dan reaksi anggota keluarga Bahkan jika dia tidak punya pekerjaan sama sekali, tapi saya senang kalau dia ada di rumah. [Tidak peduli] betapa sulitnya situasi kita, itu sudah cukup selama saya memiliki dia di sini. [...] Sebagai orang tua nya, itu adalah tanggung jawab saya saat dia di rumah. (Ibu dari perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual)

Page 98: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

94

Sebagai seorang ibu, asal dia sudah pulang, saya sudah merasa bahagia. (Ibu dari perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga) Pada dasarnya, anak saya adalah gadis yang baik. Dia hanya korban . (Ibu dari perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual) Selain dukungan emosional, korban juga sering mengandalkan keluarga untuk mendapat bantuan dan dukungan yang lebih nyata, termasuk tempat tinggal, makanan dan keuangan dan membantu merawat anak-anak serta tanggungan mereka. Seorang laki-laki diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, menjelaskan bagaimana saudara-saudara kandungnya membantu keluarganya: “[Kami sering menerima] semacam sembako dari kakak, kadang dari adik. Berupa makanan, berupa uang juga iya. Mereka ngasih (bukan meminjamkan) saya uang. Katanya kasihan sama saya.” Begitu pula, seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, mampu mengandalkan bantuan dari para saudara kandungnya: [Kakak-kakak saya] ngasih uang jajan lah buat makan. Saya juga jarang jajan sih jadi mereka kalo nengok ke sini berapa hari dia ngasih uang…Terus adik angkat aku yang cowo ya dia bisa ngasih lah uang jajan ya dia soal nya dia tau keadaan aku gimana. Pokok nya adik angkat itu udah tau lah dalem dalem nya keluarga aku kaya gimana ayah, saya sering curhatnya sama dia.” Perempuan lain, yang baru kembali setelah diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga, mengatakan: “Adik (laki-laki) saya yang tinggal di Jakarta banyak membantu kami. Dia meminjamkan kami uang untuk ongkos pulang ke sini.” Seorang laki-laki, diperdagangkan di kapal perikanan, menggambarkan bagaimana kakak perempuannya telah membantunya baik secara finansial maupun secara emosional: “Kakak perempuan saya sering ngasih uang jajan ke saya. Mungkin karena dia kerja ya. Kadang juga dia bawain makanan ke [tempat kerja] untuk teman-teman…paling sebulan 2 kali kayak gitu… kalau habis gajian dia sering ngajak makan di luar.[…] Dia juga kadang kasih saya uang jajan juga…Dia mengerti lah posisi saya.” Seorang perempuan muda, diperdagangkan untuk prostitusi, kembali ke rumah dan mendapatkan lingkungan yang mendukung dan, walaupun orang tuanya mengetahui keterlibatannya dalam prostitusi (yang umumnya akan mendapatkan stigma secara sosial), namun hal tersebut tidak merusak relasi mereka. Ibunya dan ayah tirinya terus mendukungnya selama proses reintegrasi, dan pada saat setelah 18 bulan sejak ia diidentifikasi pertama kali, ibunya menyatakan: "Bahkan jika dia tidak punya pekerjaan sama sekali, tapi saya senang kalau dia ada di rumah. [Tidak peduli] betapa sulitnya situasi kita, itu sudah cukup selama aku memiliki dia di sini. [...] Sebagai orang tuanya, itu adalah tanggung jawab saya saat dia di rumah” Kedua orang tua berbicara tentang kekhawatiran mereka mengenai kesejahteraannya secara umum dan mereka berusaha untuk tidak memarahinya setelah apa yang telah dialaminya. Ibunya menjelaskan: "Saya sekarang memperlakukan dia lebih hati-hati ... Saya tidak ingin dia merasa tak diinginkan dan kemudian pergi. Itulah sebabnya ketika saya marah saya menyimpannya untuk diri sendiri. [...] Saya khawatir dia tidak akan merasa bebas di rumah dan mulai pergi keluar dengan teman-temannya. Jadi, bahkan ketika dia bangun terlambat atau hal-hal seperti itu, saya tidak akan marah padanya.” Ayah tirinya juga menyampaikan kegembiraannya bahwa ia sudah di rumah dan juga menyatakan penerimaannya atas situasi keluarga: .”.. kita harus selalu bersyukur dengan segala yang kita miliki. Kadang-kadang kita memiliki segalanya dan hari berikutnya kami tidak punya apa-apa. Kami masih harus bersyukur karena itu hanya bagaimana kita seharusnya hidup. Kita tidak bisa selalu mendapatkan semua yang kita inginkan di dunia ini.” Sebagaimana yang disampaikan sendiri oleh perempuan muda ini: “Ya [hubungan keluarga kami] bagus, kami engga pernah ada

Page 99: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

95

masalah. […] [Ibu saya] bilang, ‘OK, yang lalu sudah berlalu’. Dia bahagia karena anaknya sekarang sudah di rumah.”

Warga desa di sebuah pedesaan Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Bahkan hubungan yang (atau mungkin telah) rusak selama perdagangan orang dan reintegrasi dapat, dalam beberapa situasi, dipulihkan dan diperbaiki. Seorang perempuan, yang kembali ke rumah dengan membawa anak yang lahir akibat perkosaan yang ia alami ketika terjadi perdagangan orang, menjelaskan bahwa suaminya dan ibunya menerima dirinya dan anaknya terlepas dari adanya stigma yang luar biasa dan diskriminasi dari masyarakat di tempat tinggalnya di wilayah yang sangat religius dan konservatif di Jawa Barat: “[Suamiku] engga banyak pertanyaan. Pasti kalau suami orang lain, banyak tanya, ‘Apa yang terjadi? Gimana?’ Tapi suami engga, engga ada pertanyaan yang kita harus jawab. Dia engga ngomong apa-apa. Ibu juga sama.” Dan putrinya, yang berusia enam bulan saat mereka pulang, diterima oleh suaminya: “Digendong, kayak anaknya dia aja, sampai sekarang pun juga, walaupun marah, marah segimana apapun, engga pernah keluar kata apapun. Suamiku kan pendiem.” Hal ini terjadi meskipun beberapa anggota keluarga (termasuk saudara terdekat suaminya) mendorong suaminya untuk menolak dirinya dan para tetangga dan pemimpin agama setempat mencap dan memperlakukan dirinya sebagai "pelaku perzinahan.” Demikian pula, seorang perempuan yang suaminya pernah bersikap tidak setia ketika ia mengalami eksploitasi menjelaskan dampak buruk yang terjadi padanya. Namun saat ini, dua tahun sejak ia kembali, ia menggambarkan bahwa situasi pernikahan mereka sudah membaik: "Hubungan kami baik. Meskipun kita miskin. Dia tidak menggoda perempuan lain lagi.” Perempuan lain, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menggambarkan sebuah

Page 100: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

96

ketegangan dan isu-isu terkait hubungannya dengan suaminya dan anak tertuanya. Namun situasi tersebut telah membaik beberapa tahun sejak ia kembali: "Dibandingkan dengan waktu saya baru saja datang di rumah hubungan saya dengan anak-anak dan suami sudah lebih baik sekarang. Mereka mengerti situasi dan pengalaman saya setelah mendapat penjelasan dari saya.” Seorang pemuda bercerita bahwa secara perlahan telah terjadi perbaikan dalam hubungan keluarganya setelah ibunya kembali ke rumah setelah diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga. Ketika ia [ibunya] baru kembali, hubungan keluarga mereka memburuk dan ada banyak luka dan sakit hati: "Tantangannya adalah untuk membangun kembali keluarga ini lagi karena sudah lama [sejak kami masih hidup bahagia].” Dia menggambarkan kesedihannya akibat kehilangan ayah mereka terdampak secara langsung akibat kepergian ibu mereka bekerja di luar negeri; kebencian beberapa saudara yang iri karena mereka, ketika masih kecil, tidak menikmati saat-saat bahagia di dalam keluarga; dan kemarahan terhadap ibunya atas apa yang ia dan saudara-saudaranya alami sebagai orang-orang yang ditinggalkan. Namun saat ini, lebih dari dua tahun sejak ia kembali, hubungan dalam keluarga telah lebih baik: "Kalau menurut saya saat ini, yang sekarang sekarang ini, mungkin lebih baik dari yang kemarin. Mengenai ibu saya... ya minimal dia sudah agak sembuh, sudah agak tenang, engga kayak kemarin-kemarin. Saya justru kasihan sama adik-adik, mereka tidak mendapatkan apa-apa, karena mereka masih kecil-kecil tapi harus kena dampaknya juga .” 5.2 Ketegangan dan tantangan di lingkungan keluarga Bagaimanapun, bahkan di lingkungan keluarga yang positif, reintegrasi tidak berlangsung secara sederhana dan perasaan-perasaan lega dan bahagia pada saat kembali sering kali hilang ketika menghadapi berbagai stres dan ketegangan yang muncul dalam keluarga dari waktu ke waktu. Orang yang diperdagangkan dan keluarga mereka mengalami banyak ketegangan di berbagai tingkatan yang berbeda dan berkaitan dengan berbagai faktor, seperti yang akan dieksplorasi lebih rinci di bawah ini. Dalam pengaturan keluarga yang lebih kompleks, korban trafficking sering pulang ke lingkungan keluarga yang sangat tidak mendukung. Di beberapa keluarga, ketegangan dan masalah-masalah yang terjadi dapat memicu seseorang menjadi korban perdagangan orang dan mungkin juga memberi kontribusi terhadap keputusan seseorang untuk bermigrasi. Eksploitasi perdagangan orang dan masalah-masalah yang terkait memunculkan lapisan tambahan dari tekanan dan ketegangan yang harus dikelola dan dihadapi oleh korban dan/anggota keluarganya selama reintegrasi. Seorang perempuan muda mempunyai masalah serius dengan ibu tirinya di mana ia sering kali bersikap memberontak terhadapnya. Kepulangannya setelah mengalami perdagangan orang diwarnai banyak konflik dengan ibu tirinya tersebut. Ia merasakan bahwa hidup di rumah tersebut penuh dengan tekanan dan kritik dari ibu tirinya, yang membuatnya merasa tidak dicintai dan dihargai di dalam keluarga:

“[Ibu tiri saya bilang] katanya saya anaknya engga bener lah. Saya engga bisa ngapa-ngapain cuma nganggur makan tidur, saya kaya gini juga karena sakit gitu dan bapak itu dia lebih milih ibu tirinya ketimbang saya.”

Demikian pula, perempuan lain menggambarkan bagaimana dia telah bercerai dengan suaminya karena suaminya itu tidak mendukung keluarga mereka ("Suami saya sangat tidak bertanggung jawab, dia tidak mau bekerja. Saya memberanikan diri untuk mengakhirinya") dan bagaimana ia telah bermigrasi untuk memenuhi kebutuhan kedua anaknya. Namun, karena menjadi korban perdagangan orang, ia kembali ke rumah tanpa membawa uang dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Selain itu, suaminya marah karena perceraian mereka dan melakukan upaya balas dendam dengan mengambil anak

Page 101: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

97

tertua mereka untuk hidup bersamanya sedangkan anak lain yang lebih kecil tidak dirawatnya. Perempuan ini menggambarkan situasi emosional dan ekonominya yang sangat sulit yang ia hadapi selama beberapa tahun setelah ia kembali:

Katanya saya engga boleh nemuin anak (laki-laki) saya. Mungkin dia takut anak saya ikut sama saya, dia engga bisa apa-apa lagi. Katanya, “neng (anak perempuan) entar ikut sama saya kalau sudah gede.” Kata orang-orang kenapa anakmu yang gede dibawa sedangkan anak yang kecil engga, padahal yang kecil aja, biar dia tahu [berapa biaya untuk] susunya, ini dan itu. Kalau anak cewek itu mungkin kayak bukan anaknya. Engga pernah megang, nyium, ngasih seminggu itu 5 ribu [0,45 USD] 110 engga pernah, malah orang-orang yang ngasih anak saya.

Meskipun kisah-kisah tersebut bersifat personal dan terjadi dalam konteks keluarga dan dinamika yang berbeda, namun tetap ditemukan beberapa masalah dan ketegangan yang bersifat umum yang dihadapi di lingkungan keluarga saat korban perdagangan orang di Indonesia kembali ke rumah dan berusaha untuk bereintegrasi ke keluarga mereka. Ketegangan-ketegangan tersebut–sering kali berlapis-lapis dan saling bersinggungan–akan dibahas pada bagian bawah. Ini termasuk masalah keuangan dalam keluarga (tidak ada kiriman uang dan adanya beban utang); stres dan tekanan-tekanan yang menyertai pengalaman perdagangan orang; perasaan malu, stigma dan dipersalahkan; dan rusak atau hancurnya hubungan pribadi. Pada saat yang sama, dan seperti dibahas di atas, bahkan ketika situasi-situasi tersebut memainkan perannya, nyatanya hal tersebut tidak bersifat permanen dan banyak korban perdagangan orang yang mampu menghadapi, mengelola dan mengatasi ketegangan-ketegangan dan masalah yang ada di keluarga dari waktu ke waktu. 5.2.1 Masalah keuangan dalam keluarga. Biaya migrasi bagi korban dan keluarganya Beban utang dan tidak ada kiriman uang Laki-laki dan perempuan di Indonesia berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga dan, baik laki-laki maupun perempuan korban perdagangan orang, sangat merasakan kebutuhan untuk mencari uang sebagai upaya menghidupi keluarga mereka. Semua korban perdagangan orang di Indonesia yang diwawancarai, telah bermigrasi, sebagian besar untuk mendapatkan uang untuk menghidupi keluarga mereka-misalnya untuk membangun rumah atau membeli tanah, menyekolahkan anak, membuka usaha, membantu orang tua dan saudara kandung dan/atau untuk merawat anggota keluarga yang sedang sakit.111 Dengan demikian, sumber ketegangan yang paling jelas terlihat dalam keluarga setelah korban perdagangan orang pulang ke rumah adalah yang terkait dengan masalah keuangan dan ekonomi karena mereka tidak mengirimkan uang ketika bermigrasi (menjadi korban perdagangan orang) atau tidak membawa uang ketika mereka pulang. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!110 Nilai tukar dari Rupiah (IDR) ke Dolar Amerika (USD) dihitung pada 1USD = 11,000IDR. Karena perubahan nilai tukar bervariasi secara signifikan selama setahun lalu, perhitungan yang dipakai adalah rata-rata selama 2010-2016. 111 Di Indonesia, upah yang dikirim terutama digunakan untuk membeli tanah dan rumah atau memperbaiki rumah. Misalnya penelitian pada pekerja kontrak di luar negeri yang berasal dari Jawa menunjukkan penggunaan upah yang dikirim untuk 45.8%–perumahan; 27.1%–pembelian tanah; 24.2%–kebutuhan keluarga sehari-hari; dan 2.7%–membuka usaha. Hugo, G. (1995) ‘International Labor Migration and the Family: Some Observations from Indonesia’, Asian and Pacific Migration Journal, 4(2-3), pp. 290-292. Studi lain menemukan bahwa pengiriman uang digunakan untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari keluarga. Mantra, I.B., Kasnawi, T.M. and Sukamardi (1986) Movement of Indonesian Workers to the Middle East. Indonesia: Population Studies Center, Gadjah Mada University, p. 128.

Page 102: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

98

Sebagian kecil korban trafficking mampu mengirimkan uang ke keluarga atau membawa sejumlah uang saat mereka kembali ke rumah, yang setidaknya dapat mengurangi masalah keuangan yang bersifat mendesak. Namun jumlah uang tersebut jauh lebih sedikit dari yang dijanjikan dan diharapkan oleh keluarga mereka, baik karena korban dibayar (digaji) lebih kecil dari yang disepakati dalam kontrak atau karena sebagian besar gaji mereka ditahan. Dan, pada beberapa kasus, "pembayaran” gaji mereka hanya cukup untuk membiayai ongkos transportasi korban, seperti yang dijelaskan oleh seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga selama hampir dua tahun: "Gaji saya hanya dibayar tiga bulan dan hanya bisa saya pakai untuk membeli tiket pulang [pesawat].” Pada sebuah contoh kasus, jumlah uang yang sangat sedikit yang dibawa pulang seorang perempuan langsung habis untuk membiayai upacara pemakaman suaminya yang baru saja meninggal: "Saat itu sangat sulit dan penuh kesedihan. Saya punya tiga anak tanpa suami. Saya hanya membawa pulang 500 ribu rupiah [45USD] ... Saya pakai semua uang itu untuk tahlilan selama tujuh hari .” Beberapa korban trafficking juga bermigrasi dalam upaya untuk lebih memiliki kontrol atas kehidupan mereka–misalnya agar bisa hidup mandiri dari orang tua atau mertua mereka, dan "kegagalan" dalam bermigrasi juga berarti kegagalan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi tersebut. Seperti yang dijelaskan seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga: “Saya mikir temen-temen saya disana berhasil. Mereka bisa bikin rumah dan beli sawah. Saya pengen coba. Barangkali aja saya termasuk sama seperti temen saya itu. Saya bener-bener pengen punya rumah sendiri, pengen misah sama mertua. Supaya bebas.” Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menggambarkan berbagai kendala dan keterbatasan akibat tidak memiliki dan tidak tinggal di rumah sendiri, termasuk dipandang rendah oleh orang lain. Ia menangis ketika menjelaskan bagaimana ia sangat ingin memiliki sebuah rumah untuk keluarganya: “[Saya berangkat ke luar negeri] karena pengen punya rumah sendiri gitu aja. Karena kehidupan aku selalu dihina. […] Maaf aku nangis […] Saya itu bisa berangkat ke [luar negeri] pengen punya perubahan hidup. Saya selalu dihina ibu mertua saya. Terus kakak saya menghina saya terus. Jadi kan saya nekad berangkat ke [luar negeri].” Lilitan utang juga dapat menimbulkan ketegangan dalam keluarga. Beberapa korban (atau anggota keluarga mereka) terlilit utang sebelum bermigrasi dan mereka kemudian pergi bermigrasi untuk membayar utang-utang tersebut. Lebih jauh lagi, sebagian besar korban trafficking berutang ketika mereka hendak bermigrasi–kepada rentenir, lembaga kredit, agen perekrut, keluarga atau tetangga.112 Seorang perempuan, ketika ditanya mengenai isu yang paling penting bagi dirinya, mengatakan bahwa hal itu adalah bagaimana agar utang kepada tetangganya dapat dibayarkan: “Bantuan yang dibutuhin itu buat bayar utang [kepada tetangga]… Waktu mau pergi ke luar negeri kan aku pinjam uang dan nanti kalau sudah berhasil dikembalikan. Tapi aku gagal.” Seorang perempuan, diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!112 Di Indonesia, banyak korban trafficking mulanya bermigrasi sebagai pekerja migran dan bermigrasi melalui agen perekrut (baik resmi maupun tidak resmi) dan para calo perekrut. Pekerja migran biasanya terlilit utang untuk menutupi berbagai biaya rekruitmen, pelatihan, pemeriksaan medis, visa dan paspor serta biaya perjalanan ke negara tujuan. Calon pekerja migran biasanya membayar pada calo dan agen perekrut dan biaya ini biasanya relatif tinggi, dengan mempertimbangkan bahwa garis kemiskinan resmi di Indonesia adalah dengan penghasilan per kapita per bulan 312.328 rupiah [28USD] dan upah minimum (yang berbeda di setiap propinsi adalah antara 1.2 dan 2.7 juta rupiah kira-kira 110-245USD] per bulan. Perempuan yang diwawancara dalam penelitian ini melaporkan bahwa mereka membayar antara 2-3 juta rupiah [sekitar 180-273 USD] untuk bermigrasi dan bekerja. Para laki-laki melaporkan telah membayar ongkos antara 800 ribu rupiah sampai 10 juta rupiah [73USD sampai 909USD] untuk bermigrasi dan bekerja. Dalam banyak kasus, ongkos ini harus dibayar pada individu agen sebelumnya, sementara utang pada agen rekruitmen dipotong langsung dari gaji pekerja migran (yang diperdagangkan) di negara tujuan.

Page 103: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

99

seksual ketika ia masih remaja, menjelaskan bahwa ia dipaksa bekerja di dunia prostitusi untuk membayar utang-utang ayahnya kepada mucikarinya. Beberapa korban berutang kepada anggota keluarga (untuk bermigrasi), yang kadang-kadang meringankan tekanan dari tuntutan untuk segera membayar utang dan/atau tidak perlu membayar bunga dari utang tersebut . Namun hal ini tidak selalu terjadi dan dalam beberapa kasus, utang kepada keluarga dapat menyebabkan munculnya masalah tambahan. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di sektor perikanan, tidak bisa pulang ke kampungnya karena merasa ditekan oleh kerabatnya untuk segera membayar utangnya. Selain itu, bahkan ketika keluarga tidak melakukan tekanan pun, korban masih merasakan beban karena berutang kepada keluarganya, seperti yang dijelaskan seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, mengenai utangnya kepada orang tuanya:

…kita habis-habisan lah. Kayak perhiasan ibu waktu berangkat dijualin, buat beli obat obatan buat ongkos transport. Sampai sekarang juga ya kadang kalau seumpama itu saya juga masih pengen mengembalikan semuanya. Disinilah rasa hutang saya kepada orang tua. Makanya saya juga pengen kalau misalnya punya dana atau apa orang tua saya nomor satukan dulu, walaupun saya punya istri. Saya sudah pernah bilang sama istri, saya pernah berjanji, kalau misalnya saya punya hutang sama orang tua saya.

Beberapa korban berutang untuk membayar ongkos pulang ketika mereka tidak teridentifikasi sebagai korban trafficking. Beberapa responden lain berutang kepada anggota keluarga yang merawat anak-anak yang ditinggalkan ketika mereka sedang bermigrasi/menjadi korban perdagangan orang. Hal ini terutama umum terjadi di kalangan perempuan korban trafficking yang tidak selalu bisa mengandalkan ayah dari anak-anak mereka untuk merawat anak-anak pada saat mereka sedang berada di luar negeri. Seorang ibu yang berstatus bercerai, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menggambarkan bagaimana ibu dan ayahnya yang sudah tua berjuang untuk merawat anak-anaknya karena mantan suaminya tidak memberi dukungan keuangan selama ia tidak berada di sana. Dia menjelaskan bagaimana ibunya harus meminjam uang dari kakak mantan suaminya tersebut (kakak ipar) untuk memenuhi kebutuhan anak-anak: “[Kakak ipar saya] bilang, waktu saya pulang, ‘Utangmu tiga juta [273 USD]. Itu untuk biaya anakmu ke dokter dan beli susu’… Saya juga sadar sendiri, suami juga engga ngasih uang.” Beberapa korban berutang setelah kembali dari perdagangan orang, mereka meminjam uang ketika mereka belum mampu menemukan pekerjaan, karena kondisi fisik yang belum memungkinkan atau karena sakit akibat pengalaman perdagangan orang atau karena tidak adanya kesempatan kerja di komunitas. Bahkan mereka yang mampu mendapatkan pekerjaan setelah trafficking pun sering kali melakukan pekerjaan yang tidak menentu atau dengan jam kerja yang tak bisa dipastikan, dengan gaji yang juga tidak jelas. Hal ini semakin menciptakan ketegangan dalam hal keuangan keluarga dan, implikasinya, menciptakan ketegangan dalam hubungan keluarga. Perasaan dan reaksi korban perdagangan orang terhadap tekanan keuangan Korban trafficking menyatakan kecemasan, frustrasi dan kekecewaan mereka ketika mereka pulang ke rumah tanpa membawa uang, sering kali memperburuk situasi keuangan keluarga. Banyak yang menggambarkan kedatangan mereka di rumah sebagai suatu hal yang pahit; sukacita mereka ketika tiba di rumah terhapus oleh ketidakmampuan mereka mewujudkan harapan keluarga. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menceritakan situasi ketika ia tiba di rumah tanpa membawa uang: “Semua sulit. Ya keluarga

Page 104: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

100

disini, anak masih kecil. ‘Mama bawa apa? Pengen ini, pengen itu. Mama pengen beli sepeda’. Ternyata pulang mau ini, mau itu, sedih, nangis, pulang engga bawa apa-apa, anak kecil juga nangis pengen ini, pengen itu.” Begitu pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, menggambarkan perasaannya yang saling bertentangan ketika ia kembali ke rumah: “Yah, satu senang, satu sedih. Satu sisi saya seneng bisa keluar dari penjara [pusat tahanan untuk migran tidak berdokumen]. Satu sisi saya sedih karena tidak bawa uang.” Beberapa korban trafficking berstatus bercerai, berpisah atau janda. Hal ini berarti bahwa mereka hanya mempunyai sedikit sistem pendukung setelah migrasi mereka mengalami kegagalan. Pada banyak responden perempuan yang telah bercerai, mantan suami mereka tidak merawat anak-anak mereka selama mereka tidak di rumah atau setelah mereka pulang. Seorang perempuan menggambarkan bagaimana ia secara emosional menderita karena kegagalannya bermigrasi dan hal tersebut berdampak buruk pada kondisi keluarganya: “Pokoknya menderita, [saya] sangat menderita. Saya dicerai suami. Pas pulang saya juga sakit. Saya juga engga bawa uang karena gaji saya engga dibayar... Keluarga saya juga sedikit banyaknya mengharapkan pertolongan dari saya karena saya kan lahir dari keluarga besar yang semuanya ya seperti itu masih serba kekurangan.” Seorang perempuan, dua kali bercerai dan telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan anaknya, menggambarkan kesedihannya yang mendalam karena ia pulang tanpa membawa uang: “Sedih. Sedihnya anak perempuan mau sekolah engga punya uang. Sekarang saya sedang kerja ngambilin motongin padi, kalau engga ada motongin padi saya gimana ya. Saya orang engga punya.” Banyak korban yang menggambarkan rasa frustrasi dan kecewa ketika kegagalan migrasi mereka telah menggerogoti hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Laki-laki dan perempuan di Indonesia memainkan peran penting dalam mendukung keluarga mereka. Ketika mereka mampu mengirimkan uang, hal ini memungkinkan mereka untuk mewujudkan harapan keluarga mereka dan kewajiban mereka-sebagai suami/ayah atau istri/ibu. Ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan uang dan mengirimkan uang kepada keluarga karena mereka mengalami perdagangan orang berarti "kegagalan" dalam menjalankan peran orangtua/suami-istri. Seperti dijelaskan seorang perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga: "Anak saya marah dan kecewa sama saya karena saya tidak bisa membeli apa pun untuknya ... Ketika saya baru saja tiba di desa, saya merasa malu.” Pengiriman uang dari seorang ibu yang sedang bermigrasi (sebagai bukti bahwa ia telah memenuhi peran seorang ibu untuk merawat dan mendukung anak-anaknya) sangat penting mengingat peran perempuan sangat sentral dalam membesarkan anak dan dalam lingkup pribadi dan karena ketidakhadirannya sangat dirasakan dalam keluarga.113 Tindakan dan reaksi anggota keluarga Meskipun merasa bersyukur dan senang atas kembalinya orang yang mereka cintai, sering kali terjadi kekhawatiran dan ketegangan di kalangan anggota keluarga terkait kenyataan bahwa korban pulang ke rumah tanpa membawa uang. Kegagalan dalam

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!113 Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute, hal. 31. dan Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) ‘Coming home: Challenges in family reintegration for trafficked women’, Qualitative Social Work; and Bakker, C., Elings-Pels M. and M. Reis (2009) The Impact of Migration on Children in the Caribbean. New York: UNICEF, p. 9, nothing that “migrant parents, in many cases, try to compensate for their absence by sending a significant amount of material resources.” Studi lain mencatat bahwa strategi umum untuk menegakkan peran ibu adalah tetap berhubungan melalui telepon secara teratur atau mengirim paket hadiah dan berbagai kebutuhan. (Hondagneu-Sotila, Pierette and Avila, Ernestine (1997) “I'm Here, but I'm There": The Meanings of Latina Transnational Motherhood”, Gender and Society, 11 (5): 548-571.

Page 105: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

101

mengirimkan uang ke keluarga atau kembali ke rumah tanpa membawa uang merupakan sumber stres yang cukup berarti bagi anggota keluarga yang ditinggalkan. Meskipun mereka bersyukur dan senang dengan kembalinya orang yang mereka cintai, sering kali muncul kekhawatiran dan ketegangan yang berkaitan dengan kondisi bahwa korban pulang ke rumah tanpa membawa uang.114 Seorang perempuan, dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri menggambarkan situasi saat ia pulang ke rumah:

Setelah sampai di rumah. Saya diterima dengan baik oleh keluarga. Ibu saya sangat senang melihat saya. Anak saya senang. Saya juga senang melihat dia. Dia adalah anak yang baik. Suami saya bersyukur bisa melihat saya pada awalnya. Dia juga menangis waktu itu. Dia khawatir tentang keselamatan saya ... Tapi, setelah beberapa hari, suami saya kadang-kadang marah sama saya. Dia bilang, "Kamu engga bawa uang, setelah lama [di luar negeri].” Dia bilang begitu terus terutama ketika kami sedang butuh uang dan kita pun bertengkar. Saya takut dan malu kalau suami saya bilang begitu.

Dalam banyak kasus, penerimaan awal yang hangat berubah menjadi reaksi negatif terkait dengan adanya utang dan tidak adanya kiriman uang. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, menjelaskan bahwa pada awalnya istrinya menyambutnya pulang tapi kemudian situasi memburuk pada bulan-bulan berikutnya dan ia terus-menerus menghadapi kecaman dari istrinya karena gagal mengirim uang untuk menghidupi keluarganya:

[Hubungan kami waktu saya pulang] cukup bagus. Waktu itu istri saya sempet bilang, sudah tinggal di kampung engga apa-apa, yang lalu biar berlalu, kita kerja seadanya, kita hidup seadanya, itu awalnya pulang. Tapi lama kelamaan berubah juga. Setelah tujuh bulan, mulai kelihatan perubahan sikapnya, terus waktu itu sering nyinggung-nyinggung masalah waktu saya ada di laut.[…] Nyinggungnya, kamu kerja tiga tahun engga pernah kirim uang, emang kamu tahu berapa biaya buat anak-anak kamu, perharinya berapa, buat sekolah berapa? Menjerumusnya ke situ semua. Setelah saya pikir, wah ini dampaknya ketika saya di laut. Padahal sebelumnya waktu saya kerja di [Indonesia], walaupun gaji kecil, engga pernah cekcok sama keluarga.

Ia melanjutkan ceritanya dengan mengatakan bahwa ia berharap dapat menyelesaikan masalah antara dirinya dengan istrinya. Saat ini Ia sedang bekerja di [kota] dan juga sedang mengupayakan untuk menuntut kompensasi kepada pelaku eksploitasi terhadapnya. Uang kompensasi ini ia harapkan menjadi solusi untuk mengatasi masalah dengan istrinya: “Harapan saya sih dengan mantan istri, soalnya dari faktor anak-anak, soalnya sampai sekarang kita juga belum ada ikatan cerai. […] Masih punya harapan sebenarnya. Cuman ya itu tadi faktor ekonomi.” Korban lain kurang mendapat sambutan hangat dari keluarga dan menggambarkan beratnya tekanan dari para anggota keluarga karena ia kembali tanpa membawa uang. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!114 Ketegangan yang terjadi antara korban trafficking dan keluarganya karena korban pulang tanpa membawa uang konsisten dengan hasil penelitian tentang kesehatan mental keluarga migran yang menyimpulkan keteraturan upah yang diterima mempengaruhi tingkat stres dan kesejahteraan mental. Penelitian di Asia termasuk Indonesia, menyebutkan bahwa tingkat gangguan mental pada keluarga yang ditinggal yang menerima kiriman uang dalam enam bulan terakhir 39% lebih rendah dari pada mereka yang idak menerima. Terlebih lagi, ayah yang ditinggal di Indonesia mempunyai tingkat gangguan mental yang lebih tinggi daripada laki-laki lainnya, hal ini berhubungan dengan istri yang bermigrasi dan bekerja dan kebutuhan untuk mendefinisikan kembali peran gender dalam rumah tangga. Graham, E., Jordan, L.P. and Yeoh, B.S.A. (2015) ‘Parental migration and the mental health of those who stay behind to care for children in South-East Asia’, Social Science & Medicine, 132.

Page 106: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

102

Hal ini berpengaruh negatif pada hubungan keluarga dari waktu ke waktu. Ketika terjadi utang piutang, hal ini akan menambah lapisan dari tekanan terhadap korban, sebagaimana dialami oleh seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, ketika ia tinggal bersama orang tuanya setelah pulang:

Tiap hari paling hari minggu masalahnya utang orang tua ribut lagi. Aku harus bayar utang ini itu sedangkan aku kan penghasilannya berapa gitu kan. Terus gimana mau bayar utang cepet pasti kan lambat kita pengen ngumpulin uang 100 ribu [9 USD] saja harus sampai 10 hari jadi kan harus lambat. saya bilang sabar, sabar. Pusingnya di rumah paling kayak gitu terus ributnya. Harus bayar utang ini itu sedangkan mau bayar utang aja ibaratnya susah. Orang tua selalu mintanya ini itu ama aku. Udah tau apa kebutuhan aku segitu penghasilan yang minta ini minta itu seperti minta beli gas atau listrik.[…] Mau buat bayar utang kan jadi lambat buat ini buat ini. Agak sulit mikirin orang tua kaya gitu terus.

Dalam hal ini, bukannya menjadi lebih baik, situasinya justru menjadi semakin buruk seiring berjalannya waktu, dengan adanya tekanan untuk membayar utangnya yang semakin menumpuk. Ia menceritakan tentang hubungan dengan ibunya semakin buruk dan tekanan yang dilakukan terhadapnya:

[Hubungan dengan keluarga] lebih buruk sekarang.[…] Waktu pertama sih dia nyadarin nya ya dia gagal kaya gitu. Tapi pas kayak gitu kenyataan sekarang lebih buruknya dia selalu menagih utang. Terus sering diusir, ‘Sana keluar dari sini ini!’ kayak gitu. Jadi kan kepikiran. Masya Allah, saya bilang, kok orang tua saya sendiri sama anak kayak gitu, sama cucu kaya gitu. Jadi batin jujur aja saya kelihatan nya tenang tapi batin terasa tertekan.

Tidak semua anggota keluarga berperilaku dengan cara yang sama. Korban perdagangan orang sering menghadapi perilaku yang mendukung dan perilaku tidak mendukung dari anggota keluarga ketika mereka menghadapi masalah ekonomi. Laki-laki yang disebutkan di atas, yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan dan menghadapi masalah dengan istrinya setelah pulang, untungnya ia mendapat dukungan dari ibunya: “Justru ibu saya yang khawatir, saya stres pulang engga bawa uang. Ia khawatir dari awal,’ sudah jangan kamu pikirin gini-gini’. Malah ibu saya yang sering menghibur saya dari pada istri saya. Akhirnya saya justru malah banyak berhutang budi pada ibu saya.” Demikian pula, laki-laki yang disebutkan di atas (yang menghadapi masalah dengan ibunya) menjelaskan bagaimana istrinya selalu mendukung dan mendorongnya selama dua setengah tahun sejak ia berada di rumah: “Dia sering menenangkan saya katanya kamu jangan suka mikirin utang utang itu, yang penting kesehatan kamu di jaga. Utang suatu saat juga bisa bayar, katanya gitu.” Ayahnya juga bersikap baik dan selalu mendukungnya, terlepas dari adanya berbagai kecaman dari ibunya. Ia menjelaskan bahwa ayahnya selalu bersikap baik dan mendukung dan menyadari situasi keuangan/ekonominya yang sulit, serta sering membelanya saat diperlakukan tidak baik oleh ibunya:

Ayah sih engga pernah marah.[…] Dari dulu juga ayah sebagus itu. Cara memperhatikan aku kekurangan aku terus kekurangan anak aku kaya gitu. Justru ayah kalau pas ibu minta ini itu ketahuan sama ayahku dia marah, “Kalo orang tuh kalau meminta lihat-lihat, lihat-lihat kondisi keuangan dia”, kata ayahku nya gitu. “Itu anak baru belajar usaha tolong jangan diganggu jangan dibikin susah gitu jangan dikasih beban”, kata ayahku. Tapi karena ayahku itu orangnya kalah sama ibu dia selalu diem jadi selalu kalah dalam apapun. Ayahku selaku kepala rumah tangga lemah disitu. Kalah sama ibu aku. Semua rumah yang mimpin dia. Yang lain engga bisa apa apa… Diem. Kadang aku

Page 107: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

103

mau ngelawan tapi aku ga bisa kan karena dia itu ibu aku kan, saya biarin. Yang selalu menekan itu keluarga sendiri. Kadang saya juga suka iri sendiri ko yang lain orang tuanya pada baik-baik sama anak tapi aku ko diginiin. Kadang aku berpikir ini aku sebenernya anak siapa. Aku berpikirnya kaya gitu. Apa aku ini anak orang lain atau gimana? Tapi kalau aku nanya kaya gitu ibu akunya marah. Kaya gitu, “Ko aku ngerasa diasingkan seperti bukan anak sendiri?”

Reaksi keluarga tidak hanya berkaitan dengan kegagalan korban dalam hal kondisi ekonomi yang disebabkan perdagangan orang, tetapi juga tentang ketidakmampuan anggota keluarga mereka untuk membantu anggota keluarga (yang menjadi korban) kembali ke rumah. Saudara laki-laki dari seorang perempuan korban menceritakan kesedihannya yang mendalam tentang situasi adiknya–menjadi seorang ibu yang bercerai tanpa pekerjaan dan mempunyai masalah kesehatan yang serius: “Saya sedih melihat kehidupannya. Dia menikah, tapi ditinggalkan suaminya tanpa alasan dan tanpa memberi nafkah untuk anaknya.” Ia juga menyatakan kesedihannya dan menyesal bahwa ia tidak bisa membantu korban karena ia sendiri tidak mempunyai pekerjaan dan tengah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena mereka telah kehilangan ibu mereka sejak masih anak-anak dan mereka juga tidak punya saudara kandung lainnya, sehingga tidak banyak pilihan baginya untuk mendapatkan bantuan: “Saya sedih melihat kondisi anak-anaknya tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa karena saya tidak bekerja. Dia juga tidak bekerja, tidak punya pemasukan. Dia jatuh sakit waktu baru pulang dari [Timur Tengah]. Dia pergi ke luar negeri dua kali tapi tidak sukses…Sekarang dia sedang sakit.”

Seorang laki-laki menjalankan usaha berjualan makanan di komunitasnya. Foto: Peter Biro.

Page 108: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

104

Dapat dikatakan, persoalan keuangan tidak selalu menjadi sumber utama dari ketegangan pada semua anggota keluarga, bahkan dalam situasi ekonomi yang sangat buruk. Dan, dalam situasi tersebut, pada beberapa kasus, memungkinkan para korban untuk menemukan beberapa bantuan dan dukungan di lingkungan keluarga, dari anggota keluarga- orang tua, saudara kandung, pasangan, anak-anak atau bibi dan paman. Seorang ibu yang bercerai dan dua kali pergi ke luar negeri, meninggalkan anak-anaknya bersama orang tuanya ketika dia pergi bermigrasi. Kakek-neneknya berjuang untuk mengurus anak-anak karena sang kakek baru saja mengalami stroke dan sang nenek tidak mempunyai pekerjaan (dan ayah dari anak-anak tersebut tidak membantu sama sekali). Meskipun demikian, ibu tersebut tidak menghadapi kecaman apapun dari orang tuanya: “…Saya malu karena saya pulang engga bawa uang. Mereka bilang, ‘Biarin. Kamu selamet juga Alhamdulillah’ .” Perempuan lainnya menjeaskan bagaimana orangtuanya merasa kasihan padanya dan berusaha untuk memotivasi dan mendukung reintegrasinya: “[Orang tua] reaksinya semua nya itu emang prihatin. Prihatin sama saya tapi tetap memberi support. Jadi pesan dari orang tua itu, ‘Kamu jangan melihat ke atas ada yang lebih buruk dari kamu, lihat tuh di sekeliling kamu masih banyak nasibnya jauh lebih buruk daripada kamu’. Juga bahwa saya harus merawat anak-anak, itu yang penting karena suami saya sudah ninggalin anak-anak. Mereka bilang begitu untuk memotivasi saya.” Beberapa korban menerima bantuan keuangan dari para anggota keluarganya, di mana hal ini sangat penting untuk menumbuhkan kemampuan mereka untuk bangkit dari situasi perdagangan orang. Misalnya, perempuan yang disebutkan di atas, yang orang tuanya sangat bersyukur ketika ia kembali, juga mendapat dukungan keuangan dari adiknya yang menggadaikan motornya sehingga bisa membantunya. Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, juga menjelaskan bahwa ia menerima bantuan keuangan dari keluarganya setelah ia kembali ke rumah: “Saya sering menerima bantuan [uang] dari orang tua. Bukan pinjaman, dikasih, saya kebetulan anak semata wayang, engga punya saudara. […] Orang tua saya tahu anak saya dua, butuh biaya banyak ini ini ini. Alhamdulillah kebetulan juga posisi orang tua saya juga ada, kalau engga ada juga engga mungkin bantu.” 5.2.2 Stres dan kesusahan. Ketegangan dan konflik antara korban dan keluarga Sumber stres dan kesusahan akibat eksploitasi trafficking Korban perdagangan orang di Indonesia, untuk semua bentuk eksploitasi, umumnya pulang dalam keadaan sulit. Mereka sering mengalami gangguan kesehatan baik mental dan fisik sebagai akibat dari peristiwa yang mereka alami, termasuk kondisi hidup yang buruk, makanan dan air yang tidak memadai, kondisi kerja yang tidak aman dan berbahaya, kekerasan dan pelanggaran dan/atau tidak mendapat perawatan kesehatan. 115 Kondisi hidup pada saat dieksploitasi, bagi sebagian besar korban perdagangan orang sangat buruk dan tidak layak. Korban tinggal di tempat yang tidak higienis dan kadang-kadang menyedihkan selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Tempat tinggal sebagian besar korban, terlepas dari jenis eksploitasinya, melekat di tempat kerja mereka, dengan kebebasan bergerak yang sangat terbatas dan sulit untuk melakukan komunikasi dengan orang lain. Korban umumnya mendapat makanan dengan kualitas yang buruk dan dengan jumlah yang tidak cukup dan, dalam beberapa kasus, mengalami keterbatasan akses untuk mendapat air minum. Beberapa korban hanya diizinkan makan sekali atau dua kali dalam sehari. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!115 Lihat Surtees, R. (2016) Our lives. Vulnerability and resilience among trafficked persons in Indonesia. Washington, D.C.: NEXUS Institute.

Page 109: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

105

Tanpa terkecuali, korban trafficking (baik laki-laki dan perempuan) diperkerjakan secara berlebihan (terlalu keras), sehingga sering tidak manusiawi. Korban yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga bekerja antara 14-23 jam per hari dan perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk prostitusi umumnya bekerja dari malam hari (pukul 18:00 atau 19:00) sampai pagi hari (pukul 02:00-04:00). Seperti yang diceritakan seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga: “Saya kerja dari jam 4 pagi sampai jam 1 malam. Saya harus meladeni majikan dan tujuh orang anaknya.” Laki-laki yang diperdagangkan di kapal ikan bekerja antara sepuluh hingga 24 jam setiap harinya, di mana sekitar sepertiga dari mereka dipaksa bekerja lebih dari 20 jam per hari. Laki-laki yang diperdagangkan untuk bentuk-bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja–misalnya di perkebunan, pabrik, konstruksi - dilaporkan bekerja dengan sistem shift selama 12 jam, dan satu orang bekerja di pabrik hingga 20 jam sehari. Waktu istirahat mereka terbatas dan sering kali dalam interval yang singkat dan penuh interupsi, yang berarti bahwa banyak korban perdagangan orang yang tidak pernah merasakan tidur cukup ketika diperdagangkan. Kebanyakan korban tidak mendapatkan hari libur atau cuti. Seperti yang dijelaskan korban yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga berikut ini: Saya tidur, bangun tidur setengah delapan pagi. Cepet, saya harus merapikan dapur, kalo

dapur belum rapi dan majikan sudah bangun dapur belum rapi kena lagi, kalo kamar mandi belum rapi, saya kena lagi. Padahal rumahnya itu besar banget, anaknya aja lima jadi keluarga tujuh tuh kan cape. Apalagi di situ kan gak dikasih makan, jadi lemes badan saya gitu. Karena kurang makan, kurang tidur gitu, jadi saya sering sakit, Saya bilang sakit, walaupun saya bilang sakit, dia engga percaya, saya digebukin terus.

Pada saat terjadinya eksploitasi, orang Indonesia yang menjadi korban trafficking umumnya tidak dilengkapi peralatan yang dibutuhkan untuk perlindungan mereka., termasuk pakaian kerja dan alat pelindung yang tepat. Para pekerja rumah tangga umumnya mengalami cidera karena paparan deterjen dan cairan pembersih. Beberapa dari mereka juga mengalami cidera akibat kecelakaan di dalam rumah seperti terbakar api dari kompor dan jatuh dari tangga. Perempuan yang diperdagangkan untuk prostitusi umumnya tidak memiliki akses terhadap kondom atau kontrasepsi lain atau cara-cara lain untuk melindungi mereka dari infeksi menular seksual ketika terjadi hubungan seksual. Laki-laki yang diperdagangkan di kapal ikan jarang dilengkapi alat pelindung atau pakaian yang tepat untuk menghadapi kondisi kerja yang berbahaya dan iklim yang ekstrim. Laki-laki yang bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik juga tidak diberi alat pelindung sehingga umumnya mudah mengalami kecelakaan di tempat kerja.

Sumber stres dan kesusahan dari eksploitasi trafficking

•! kondisi hidup yang buruk •! makanan dan air yang tidak memadai •! kondisi kerja yang berbahaya •! kekerasan dan pelecehan •! kurangnya perawatan kesehatan

Page 110: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

106

Seorang laki-laki bekerja di sebuah penggilingan padi di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro. Kekerasan dan pelecehan sangat umum terjadi pada sebagian besar korban trafficking. Hal ini termasuk kekerasan fisik, psikologis dan seksual, yang dialami korban laki-laki dan perempuan. Banyak korban yang mengalami beberapa bentuk kekerasan sekaligus selama mereka dieksploitasi, kadang-kadang dilakukan oleh lebih dari satu orang. Tidak jarang pekerja rumah tangga mengalami kekerasan dari banyak anggota keluarga di rumah-rumah tempat mereka bekerja dan kadang-kadang, di samping itu, kekerasan juga dilakukan oleh staf agen perekrut tenaga kerja. Perempuan yang diperdagangkan untuk prostitusi sering mengalami kekerasan dari mucikari/pelaku eksploitasi, penjaga keamanan, “oknum” polisi dan para tamunya. Kekerasan fisik sering dilakukan terhadap korban trafficking baik laki-laki dan perempuan, untuk semua bentuk eksploitasi, sebagai alat kontrol, intimidasi dan juga sebagai bentuk hukuman terhadap mereka. Sering dilakukan dengan cara-cara yang brutal dan kejam. Seorang laki-laki, diperdagangkan di kapal penangkap ikan di Amerika Latin, menceritakan bahwa ia kerap dipukuli secara brutal: "Kami dipukul pakai tongkat, sampai berdarah, sampai engga ada lagi yang bisa berdiri.” Seorang perempuan menceritakan bahwa ia mengalami beberapa kali perkosaan saat bekerja di Timur Tengah sebagai pekerja rumah tangga: “Saya diperkosa sama majikan yang laki… trus di kantor agen juga…Saya di kantor agen sendirian sama satpam saja, jadi kejadian [diperkosa] sama dia lagi… Gimana saya mau tolong-tolong sama siapa gitu? Saya sudah capek. Untungnya saya tidak hamil. […] Duh, kalau saya hamil gimana malu-maluin sama orang kampung saya.” Kekerasan dan pelanggaran sering mengakibatkan korban mengalami luka-luka atau menyebabkan mereka sakit, sebagaimana dibuktikan oleh pengalaman seorang perempuan:

Saya disiksa [sama majikan] sering banget. Disiksa. Dipukul pake botol bir itu ke kepala ini sampai botolnya sampai pecah sampai darah kemana mana gitu. Mukulnya saat

Page 111: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

107

majikan laki laki engga ada lagi di luar rumah gitu. Tadinya mau saya aduin sama majikan yang laki laki. Cuma engga boleh katanya, “kalau kamu ngadu ke majikan laki laki kamu bakal saya bunuh!.” Kalo nyuruh ya sambil mukul gitu. Pernah waktu itu aku bikin kesalahan waktu itu kan aku lagi kerja cape banget jam delapan malem itu ketiduran di tangga itu pegang sapu sambil tidur. Nah disitu disiksa sampai baju saya dibuka sampai dipukulin pake kabel yang putih itu ditidurin di lantai, punggung saya dipukul-pukul gitu sekerasnya pake kabel yang gede itu… gigi saya rusak dipukul pake gelas.

Banyak korban yang terdampak secara psikologis, bahkan mengalami trauma, oleh perdagangan orang–stres, cemas dan depresi. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menjelaskan ketakutannya dan stres selama berbulan-bulan setelah ia melarikan diri, sebuah ketakutan yang berlanjut hingga saat ini, hampir setahun sejak dia kembali ke keluarganya: " Saya suka ketakutan kalau bangun kesiangan. Sampai sekarang masih terjadi…Saya ketakutan kayak masih disana terus [di luar negeri], kalau kesiangan gitu.” Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk memancing, mengatakan: "[Waktu baru pulang] Saya kepikiran.Gaji saya kenapa ko engga keluar? Pusing…Mental saya waktu itu sempat drop, kayak engga semangat gitu. Aku mau gimana ini? Sempat bingung, sempat drop.” Banyak korban yang mengalami gangguan fisik dan mental setelah menjadi korban perdagangan orang, yang merupakan sumber terjadinya stres dan tekanan pada hidup mereka dengan keluarga. Seorang laki-laki, diperdagangkan di kapal perikanan, menjelaskan kondisi hidupnya dan tantangan yang dihadapinya ketika ia pulang: "Pokoknya amburadul lah pikiran itu. Engga tahu arahnya.” Seorang laki-laki lain, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, juga menjelaskan tantangan terkait kondisi fisik dan mental serupa ketika ia kembali ke rumah: [Kondisi mental saya] parah itu parah. Saya sakit lama. Makanya saya waktu itu engga usaha engga apa, habis-habisan lah waktu itu. […] Saya goncang. Ya sudah mikirin biaya, mau berangkat mengalami kejadian seperti itu. Namanya disini belum pernah mengalami kejadian seperti itu. Terus di negeri orang mengalami itu, kayak gimana ya rasanya. Istilahnya mau minta tolong sama siapa. Perdagangan orang berdampak negatif dan pengaruhnya sangat buruk, baik secara langsung dan juga dalam jangka panjang, terhadap kesejahteraan korban trafficking yang telah kembali. Seperti yang dijelaskan seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, bahwa dia masih sangat sakit bahkan setelah bertahun-tahun pulang ke rumahnya: "Ini sudah empat tahun di rumah, saya masih sakit, saya tidak bisa tidur. Saya sudah ke rumah sakit, puskesmas, klinik. Saya hanya ingin benar-benar sembuh. Saya berdoa supaya sehat.” Perempuan lain menggambarkan bahwa dia masih mengalami trauma beberapa tahun setelah ia kembali ke rumah: "Sampai sekarang, saya tidak mau berangkat lagi [bermigrasi untuk bekerja]. Takutnya begitu, takut diperlakukan seperti itu lagi. Kalau saya lagi tidur juga saya terbangun, buka mata. Saya masih teringat apa yang terjadi [waktu saya diperdagangkan]. Sampai saat ini, mungkin ada lima atau enam tahun, tapi belum hilang trauma saya, masih keingetan terus itu.” Seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja juga bercerita bahwa mengalami trauma akibat eksploitasi yang dialaminya: "Saya trauma. Saya engga langsung kerja waktu itu. Luntang-lantung dulu saya pertama pulang, engga langsung kerja. Saya malu jalan-jalan ke luar. Saya di rumah aja.” Tindakan, reaksi, dan perilaku korban perdagangan orang Kondisi mental dan fisik yang kurang baik sering kali terlihat dari perilaku dan reaksi korban, yang, pada gilirannya, berdampak pada hubungan mereka dengan anggota keluarga. Beberapa korban melaporkan bahwa mereka merasa cemas dan marah setelah pulang dan selama

Page 112: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

108

reintegrasi. Seorang laki-laki menggambarkan bahwa ia menjadi sangat emosional dan mudah marah, sehingga membuat kaget anak-anaknya: "[Saya] ya maunya emosi, ya anak-anak sampai kaget, saya jadi suka marah-marah.” Seorang laki-laki lain, yang diperdagangkan di kapal perikanan, menjelaskan bagaimana dia sangat malu dengan kegagalan migrasinya dan harus berjuang secara mental dan emosional ketika berada rumah: “Kita ke rumah dan muka malu banget. Aku engga keluar luar dari rumah. Diam aja di rumah. Drop. Akhirnya aku engga bisa ketemu lagi kawan-kawan karena malu banget dengan kondisi kita. Jadi kurang keharmonisan dengan keluarga.” Ia lalu menjelaskan bahwa perasaan stres yang melandanya menyebabkan ia berperilaku buruk terhadap keluarganya meskipun mereka terus mendukungnya: "Tapi karena efek dari pengelaman buruk itu aku berasa sensitifnya tinggi. Jadi kalau orang ngomong tuh bawaanya emosi. bawaannya salah aja. Sensitifnya itu tinggi.” Selanjutnya ia mengatakan:

Aku orangnya keras banget [setelah pulang]. Makanya orang tua aku engga mau komunikasi sama aku bawaannya. [Mereka] bukan takut, dipandangnya salah aja. Maksudnya kalau dia memberikan saran, pasti aku memandangnya salah. "Ah, kamu engga tau apa-apa gua yg jalanin. Jadi cara nyampaikannya juga orang tua aku tuh sangat harus liat dulu sikon. Udah kebiasaannya seperti itu. Egoisnya aku tinggi. Dan bahkan kalo menurutku egoisnya aku tuh perlu di salah satu kesempatan atau kejadian apapun itu egois itu harus dipake juga. Penting juga, di tempat mana, lagi suasana apa egois itu perlu juga.

Demikian pula, seorang perempuan, yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga, menggambarkan bahwa ia mengalami stres, cemas dan marah terhadap keluarganya saat pertama kali kembali ke rumah. Dia mudah marah dan sering bertengkar dengan suaminya: “... Pikiran saya ke sana ke mari. Kadang-kadang saya sama suami suka marah… Pokoknya [suami] salah apa saya suka marahin, tapi dia engga pernah ngomong engga pernah ngelawan…” Namun, hubungan keluarganya kemudian membaik setelah tiga tahun sejak dia kembali: “Pikiran saya normal lagi, engga seperti pertama kali saya pulang. [...] Alhamdulillah lebih harmonis sekarang dibanding dengan dulu-dulu […] Kalau dulu [waktu anak-anak] masih kecil kita suka jengkel suka gimana. Sekarang kan sudah besar, yang satu sudah dewasa jadi dia ngerti.” Korban lainnya menggambarkan bahwa ia mengalami stres atau depresi di berbagai tahap reintegrasi. Seorang perempuan, yang berhasil melarikan diri secara dramatis dan traumatis dari eksploitasi, masih merasa shock ketika dia tiba di rumah dan memperlihatkan perilaku yang tak menentu dan secara sosial tidak dapat diterima selama beberapa waktu setelah ia kembali, yang menyebabkan adanya reaksi dan kritik dari masyarakat: "Waktu saya baru sampai di kampung saya kaget. Orang-orang di kampung saya berpikir bahwa saya gila. Mereka mendengar kabar bahwa saya stres, melarikan diri dan bersembunyi di hutan. Sebenarnya saya tidak gila, saya hanya merasa tertekan dan ingin pulang karena saya tidak menerima gaji.” Perilaku yang demikian sering kali sulit untuk dipahami, diterima dan ditolerir oleh keluarga, terutama dalam jangka panjang. Seorang perempuan menggambarkan bahwa ia sering berbicara sendiri setelah kembali ke rumah dan tinggal bersama keluarganya. Ayahnya kemudian menjadi ketakutan dan bingung dengan perilakunya tersebut: "[Dia] selalu nanya kamu kenapa gini-gini. Tapi saya engga tau.” Sumber stres dan kesusahan di kalangan anggota keluarga korban Keluarga korban mengalami stres dan kesusahan akibat kejadian trafficking yang dialami orang yang mereka cintai. Ada beberapa sumber stres, termasuk mengetahui apa yang diderita korban

Page 113: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

109

ketika dieksploitasi, korban menunjukkan perilaku yang tidak stabil atau stres dan dampak dari ketidakhadiran korban (sering kali dalam waktu yang lama) ketika mereka diperdagangkan, dan para anggota keluarga sering menggambarkan bahwa mereka mengalami lebih dari satu dari hal-hal tersebut. Banyak anggota keluarga berupaya untuk berdamai dengan pengetahuan atas semua yang anggota keluarga mereka derita ketika dieksploitasi. Ibu dari seorang perempuan muda yang diperdagangkan untuk prostitusi sangat kaget ketika dia mengetahui bahwa putrinya telah diperdagangkan untuk eksploitasi seksual: “Saya kaget. Pingsan. Saya engga tahu apa-apa.” Anak dari seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga menjelaskan kesulitannya saat melihat ibunya mengalami sakit setelah dieksploitasi: "[Ketika ibu saya pulang dalam keadaan sakit] Ada sedihnya. Ada keselnya, gitu, ada sedihnya. Siapa sih yang engga sedih melihat ibu kayak gitu?” Dan seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan menggambarkan bagaimana ayahnya merasa sedih atas kondisi fisik dan mental anaknya yang lemah setelah menjadi korban perdagangan orang: “Kadang ayah juga sedih ngelihatin saya kurus waktu pulang, waktu itu saya kurus banget. Di situ juga gimana rasanya orang tua. Seumpama mau marahin, tapi nangis sendiri.”

Sebuah keluarga sedang menikmati makan sorenya di sebuah desa kecil di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Sumber stres bagi keluarga

•! Mengetahui apa yang diderita korban •! Perilaku korban yang tidak stabil atau

stres •! Ketidakhadiran korban ketika mereka

sedang diperdagangkan

Page 114: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

110

Sumber lain dari stres adalah perilaku korban yang kadang-kadang tidak stabil atau stres selama reintegrasi. Korban sering merahasiakan beberapa (atau bahkan banyak) aspek dari eksploitasi mereka, untuk melindungi orang-orang tercinta dari apa yang telah mereka derita dan alami. Karena anggota keluarga tidak mengetahui cerita lengkap tentang apa yang terjadi saat mereka diperdagangkan, hal ini sering kali membuat mereka sulit untuk memahami perilaku korban. Banyak korban mengatakan kepada anggota keluarga bahwa gaji mereka belum dibayar atau bahwa mereka mempunyai "majikan yang jahat.” Seorang perempuan menjelaskan bahwa ia telah menceritakan pengalamannya kepada ayah dan suaminya tapi hanya sebagian: "Ya, memang saya cerita. Tapi engga cerita semuanya… Ceritanya saya engga digaji, trus majikan saya begini-begini. Tapi saya engga cerita [beberapa bagian], sama bapak dan suami pun engga cerita, saya engga mau semua orang sedih. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja mengatakan: "Akhirnya saya cerita ke keluarga saya. Cuman engga cerita semuanya. Saya engga pengen mereka jadi shock setelah kita ngomong keadaan kita. Saya ceritakan sebagian saja, pelan-pelan. [Saya cerita tentang] ketika kita kerja kadang bisa menceritakan tetang hal yang sedih pun sedikit.” Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, menjelaskan bahwa ia hanya menceritakan sebagian pengalamannya kepada ibunya, dan mengungkapkan hal-hal lain kepada saudaranya. Tapi tetap saja ia tidak menceritakan aspek kritis dari pengalamannya kepada saudaranya:

Kadang-kadang sama ibu saya cerita. Entar berhenti nanti cerita lagi, jadi engga tahu. [Ceritanya] sedikit sedikit. […] Saya cerita sama ibu, engga bisa langsung, soalnya saya takut, karena dia kan punya lemah jantung. Jadi saya itu kalau ada apa-apa itu paling larinya ke adik saya… Tapi engga berani [ceritakan] sepenuhnya. Intinya aja saya gitu, waktu itu saya sudah mau pulang, engga engga tahunya saya dipenjara saya dijemput paksa, saya ceritain. […] Saya tidak cerita saya [ke saudara lainnya]. Saya tertutup orangnya. Kalau masalah kesedihan saya tertutup.

Seorang laki-laki lain, yang diperdagangkan di kapal penangkap ikan, mengatakan bahwa ia tidak memberitahu istrinya tentang apa yang telah terjadi padanya selama di luar negeri karena takut menyebabkan rasa sakit yang lebih lanjut: “Saya engga cerita [ke istri saya] Kasian istri. Yang diomongin yang enak-enak aja, yang jelek-jelek engga saya omongin…[Saya engga cerita] kalau saya di tengah laut, kejelekan di tengah laut, saya kalau kerja itu engga pernah diceritain. Supaya istri engga kepikiran saya terus di rumah.” Beberapa korban berbagi pengalamannya hanya dengan satu anggota keluarga, sebagaimana dijelaskan seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga berikut ini:

Saya engga pernah cerita. Baru kali ini saya ceritakan di sini. Ke keluarga, ke anak, engga pernah saya ceritakan. Orang tuh cuman masa bodo. Engga enak juga bagi kita. Kita ngomong engga didenger. Lebih baik saya diam. Karena tidak ada yang bisa jadi tempat curhat saya, kecuali ibu. Sama ibu mah saya selalu cerita. Semuanya. Ibu sudah tau. Dan ibu pun orangnya engga banyak ngomong. Engga pernah diceritakan lagi sama siapapun.

Tidak mengetahui tentang kejadian sebenarnya dari eksploitasi yang dialami korban menyebabkan keluarga sulit untuk memahami alasan dibalik perilaku dan tindakan korban yang tidak menentu terutama ketika tindakan dan perilaku tersebut terus berlangsung untuk waktu yang lama setelah mereka kembali dari trafficking. Karena anggota keluarga tidak dilengkapi dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk membantu orang yang mereka cintai, mereka justru sering frustrasi, mengalami kekecewaan, kemarahan dan berbagai emosi

Page 115: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

111

negatif lainnya. Ketika ditanya tentang reaksi istrinya waktu ia kembali, laki-laki yang sama seperti disebutkan di atas menggambarkan: "Ya pasti kecewa lah istri, jelas pasti kecewa. Bilangnya pulang engga bawa uang. Dia udah nunggu [uang] dan ternyata engga ada.” Beberapa korban trafficking tidak berniat untuk memberitahu anggota keluarganya tentang apa yang terjadi, namun akhirnya memberitahukannya juga. Seorang laki-laki menggambarkan bahwa pengungkapan tentang pengalamanya ternyata penting dalam menerima empati dan bantuan dari anggota keluarga, serta masyarakat pada umumnya:

Awalnya saya engga ceritakan, masalah saya nyebrang ke sana (pergi ke luar negeri). Awalnya engga cerita… Ada dua-tiga hari baru cerita, pada nangis semua, merasa kasihan. Masih untung kata dia saya bisa pulang, mau komunikasi sama siapa katanya, gitu… Saya cerita ke semuanya. Kan (rumah kami) berdekatan gitu ngumpul lah gitu. Kalau sore cerita, dibuka lagi cerita… pas tau cerita yang kesana, euuh pada nangislah begitu. Tadinya saya kan menutupi, takut ada yang nge-drop pikirannya gitu.

Dapat dikatakan, beberapa anggota keluarga menyatakan kemarahan dan frustrasi terhadap perilaku korban bahkan ketika mereka sudah sepenuhnya diberitahu tentang pengalaman eksploitasi mereka. Hal ini terutama terjadi ketika reaksi dan perilaku tersebut berlangusug terus menerus dari waktu ke waktu. Seorang perempuan mengalami kelaparan karena perbuatan majikannya, dipaksa makan sampah supaya dapat bertahan hidup dan benar-benar terisolasi, pulang dengan tubuh yang kurus, sakit dan dalam keadaan trauma. Ia menggambarkan perilakunya yang tak menentu saat berada di rumah sebagai akibat dari penganiayaan terhadap dirinya, memberitahu orang-orang tentang apa yang telah terjadi padanya sepanjang waktu. Dia terus berperilaku seperti itu selama berbulan-bulan, tidak dapat berdamai dengan apa yang telah terjadi, dan hal tersebut menjadi sumber ketegangan antara dirinya dan suaminya:

Saya cerita sama suami, sama tetangga semuanya. Saya cerita terus seperti orang gila. Sampai suami kebosanan, “Udah jangan cerita terus malu tinggal diem aja udah memangnya orang mau membantu aku tinggal diem aja. Orang pengalaman kamu, nasib kamu seperti itu yang dulu dulu enak. Sekarang nasib kamu engga enak ya udah nasib kamu. Udah jangan ngomongin cape cape mulut”, kata suami. Saya kelaparan. Tersiksa batin di sana majikan medit (pelit). Saya ngambil makanan dari sampah saking laparnya… [Waktu di luar negeri] saya engga bisa ngomong engga boleh ngobrol sama siapa pun. Tiap hari cuma pikirannya itu itu doang, mikirin majikan seperti orang gila. Saya ngomong engga ada capeknya.

Selain terdampak dan bahkan menjadi trauma karena apa yang telah diderita korban, kehidupan anggota keluarga juga terdampak oleh ketidakhadiran korban (selama bermigrasi atau menjadi korban perdagangan orang). Penelitian terbaru tentang migrasi menemukan berbagai dampak negatif bagi anggota keluarga yang ditinggalkan, terutama ketika tidak ada komunikasi secara teratur, terutama antara orangtua yang bermigrasi dengan anaknya.116 Sebuah studi tentang dampak orang tua yang migrasi (studi kasus di Indonesia dan Filipina)

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!116 Haagsman, K. and V. Mazzucato (2014) ‘The quality of parent-child relationships in transnational families: Angolan and Nigerian migrant parents in The Netherlands’, Journal of Ethnic and Migration Studies, 40(11); Fresnoza-Flot, A. (2009) ‘Migration status and transnational mothering: the case of Filipino migrants in France’, Global Networks, 9(2); Parrenas, R.S. (2005) ‘Long distance intimacy: class, gender and intergenerational relations between mothers and children in Filipino transnational families’, Global Networks, 5(4); and Madianou, M. and D. Miller (2011) ‘Mobile phone parenting: reconfiguring relationships between Filipina migrant mothers and their left-behind children’, New Media & Society, 13(3).

Page 116: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

112

menemukan adanya penurunan kesejahteraan subjektif anak ketika komunikasinya dengan orang tua yang sedang bermigrasi tidak dipelihara.117 Ada juga dampak terhadap para "pengasuh" yang ditinggalkan–misalnya pasangan atau orang tua/kakek-nenek. Sebuah studi di Indonesia mencatat bahwa orang dewasa yang ditinggalkan bermigrasi mempunyai sejumlah masalah kesehatan, termasuk kemungkinan meningkatnya tekanan psikososial.118 Sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan di empat negara di Asia, termasuk Indonesia, menemukan bahwa tidak adanya kontak atau komunikasi, terutama dalam waktu lama dan tanpa alasan yang jelas, menciptakan keretakan yang besar pada hubungan transnasional keluarga dan berdampak negatif terhadap kondisi psikologis para “pengasuh” yang ditinggalkan.119 Seorang perempuan Indonesia dalam sebuah studi tentang “pengasuh/wali” yang ditinggalkan oleh pekerja migran menjelaskan isu-isu baik kondisi fisik dan mental karena menjadi pencari nafkah tunggal akibat suaminya (yang sedang bermigrasi) tidak pernah mengirimkan uang: "Sejak ayah mereka pergi, saya sering merasa sakit kepala [... ] Saya merasa pusing, [seolah-olah] dunia ini berbalik [...] Mungkin saya terlalu lelah dan tidak cukup tidur [...] Saya bekerja setiap hari untuk jajan anak-anak saya, dan untuk makan kita sehari-hari [...] Saya banyak pikiran [...] Dan tidak ada yang membantu saya.”120 Hal ini mirip dengan pengalaman banyak anggota keluarga yang diwawancarai untuk penelitian ini. Ketidakhadiran korban dapat berdampak merugikan pada anggota keluarga yang ditinggalkan, terutama mereka yang bergantung pada dukungan ekonomi dan emosional, yaitu anak-anak dan orang tua.121 Anak-anak sangat terdampak oleh ketidakhadiran orang tua mereka yang bermigrasi (dan umumnya ibu mereka). Seorang perempuan kembali ke rumah dan mendapati anaknya dalam kondisi tubuh yang kurus, kemungkinan besar karena ayahnya tidak memberikan uang kepada orang tuanya yang merawat anaknya tersebut ketika dia bermigrasi. Perempuan lain menggambarkan perilaku bermasalah dari anak laki-lakinya ketika ia pergi bermigrasi, termasuk mangkir dari sekolah dan merokok. Setelah ia kembali, anaknya mengatakan bahwa dia ingin pindah ke sekolah swasta, tetapi mereka tidak bisa memenuhi permintaannya itu: "Dia sulit menerima bahwa kita berjuang untuk memenuhi permintaannya.” Ia mencatat: "Katanya [suami saya] kalau engga ada ibu di rumah suka keder. Anak-anak di rumah sama siapa gitu, yang ngasih makan siapa, capek lah. Kalau ada yang nyuruh [kerja], diliburin dulu, karena engga ada yang ngasuh anak. Perempuan lain juga menceritakan perilaku bermasalah dari anak-anaknya ketika ia tidak berada di rumah, termasuk bolos sekolah, dan ia serta suaminya mengaitkan situasi itu dengan ketidakhadirannya di rumah (karena bermigrasi): “Ya, mereka sering bolos terus di sana saya sampai bilang kalau anak engga pada sekolah gara gara saya. Jangan sampai anak saya bodo seperti saya. […] Ya, [karena mikirin mamanya yang sedang bekerja di luar negeri], mereka minta saya supaya cepat pulang.”

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!117 Graham et al. (2012) ‘Transnational Families and the Family nexus: Perspectives of Indonesian and Filipino Children Left Behind by Migrant Parent(s)’, Environment and Planning, 44(4). 118 Lu, Y. (2012) ‘Household migration, social support, and psychosocial health: the perspective from migrant-sending areas’, Social Science & Medicine, 74. 119 Mereka yang jarang berhubungan/berkomunikasi dengan orang tua yang sedang bermigrasi, mengalami dua kali lipat resiko masalah mental daripada mereka yang setiap minggunya biasa berhubungan/berkomunikasi. Graham et al. (2012) ‘Transnational Families and the Family nexus: Perspectives of Indonesian and Filipino Children Left Behind by Migrant Parent(s)’, Environment and Planning, 44(4), p. 229. 120 Graham et al. (2012) ‘Transnational Families and the Family nexus: Perspectives of Indonesian and Filipino Children Left Behind by Migrant Parent(s)’, Environment and Planning, 44(4), p. 231. 121 Hal ini konsisten dengan anggota keluarga migran yang ditinggalkan yang juga menderita secara emosional dan ekonomi akibat adanya perpisahan. Hugo, G. (2002) ‘Effects of International Migration on the Family in Indonesia’, Asian and Pacific Migration Journal, 11(1).

Page 117: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

113

Seorang laki-laki sedang bekerja di sebuah pabrik di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Ketika para kakek atau nenek menjadi pengasuh dari anak-anak yang ditinggalkan, peran ini mungkin mereka lakukan dengan berbagai kesulitan baik secara fisik maupun keuangan dan, sebagai akibatnya, menciptakan kecemasan dan stres. Seorang perempuan yang anak-anaknya diasuh oleh orang tuanya yang sudah tua (ketika ia pergi bermigrasi), menggambarkan bahwa tekanan yang demikian telah menimpa orang tuanya. Ayahnya menderita stroke dan situasi menjadi sulit terutama bagi ibunya yang harus menanggung beban tanggung jawab merawat semua orang (tua dan muda). Dapat dikatakan, stres dan kesusahan bukan berarti tidak bisa dielakkan. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menggambarkan sebuah sambutan yang hangat dan tidak mengalami kesulitan ketika ia pulang: "[Keluarga saya] bisa menerima dengan baik. Anaknya pulang dengan selamat seneng banget. […] Alhamdulillah keluarga saya termasuk, walaupun tergolong dari keluarga yang pas-pasan tapi semua rukun. Jadi ya seneng juga lah. Yang jelas semua butuh materi, tapi Alhamdulillah kita bersyukur dengan hidup dan keluarga saya.” Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk menangkap ikan, menjelaskan bahwa pulang ia ke rumah di mana keluarganya menerimanya tanpa banyak pertanyaan atau kritik. Ketika ditanya tentang hubungannya dengan keluarganya setelah kembali, dia menjawab:

Mengesankan. […] Paling orang tua menangis…Saya kerjanya hampir dua tahun engga ketemu keluarga. Baik bawa cidera tangan, nangis orang tua. Namanya juga orang tua, apalagi orang tua cewek, ditinggal sendirian. Nangis melulu, saya berhenti, istirahat saya sebulan di rumah, engga kemana-mana, nenangin pikiran dulu. […] Mereka [keluarga saya], cuman pasrah, cuman bisa nangis, waktu itu nangis terus.

Page 118: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

114

Pada beberapa kasus, korban yang awalnya mengalami hubungan yang penuh dengan stres dan tertekan melaporkan adanya perbaikan dari waktu ke waktu. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk menangkap ikan, menjelaskan bahwa hubungannya dengan keluarganya telah membaik setelah ia 18 bulan berada di rumah: “Bagusan sekarang lebih kayak dulu lagi, lebih akrab, lebih deket aja sekarang, biasa lagi. Iya, bagusan sekarang dalam hal sama ayah sama ibu. Sama adik biasa. [Sama kakak] juga biasa aja.” 5.2.3 Merasa malu dan disalahkan. Tanggung jawab dan kesalahan di antara korban dan keluarga Korban merasa malu, bersalah dan bertanggung jawab Korban perdagangan orang umumnya menyatakan bahwa mereka merasa malu dan bersalah ketika mereka kembali dan selama mereka bereintegrasi. Alasannya sering kali berlapis dan bersinggungan. Beberapa korban merasa malu karena mengalami kegagalan dalam bermigrasi, pulang dengan tangan hampa atau bahkan mempunyai utang.122 Seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga mengatakan: “Saya kan malu. Ibaratnya saya ke sana mau nyari duit. Saya pulang bawa kesedihan aja gitu. Cuma banyak diem ajah. Kaya nyesel. Di sana ko mau cari duit malah ngeluarin duit, nyusahin suami dan nyusahin orang lain.” Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk menangkap ikan, merasa malu karena ia telah berutang untuk biaya proses migrasinya dan belum pulang ke kampung halamannya sejak ia pulang ke Indonesia: Yang paling tragis itu saya, saya dari pulang ke Indonesia belum pernah lihat rumah sampai sekarang. Saya engga berani pulang, karena saya punya utang. Saya punya utang sama saudara sekitar 30 juta [2,727USD]. Sampai sekarang saya engga berani pulang. Saya engga tahu rumah saya sekarang seperti apa. […] Kalau mereka telepon pada nangis. Pengen lihat, cuman kan saya engga mau pulang, karena ya memang sama sangkutannya sama saudara, cuman saya malu. Saya menikah pun keluarga engga ada yang tahu. Para korban–baik laki-laki maupun perempuan–merasa malu karena tidak mampu mendukung dan merawat anggota keluarganya, terutama anak-anak. Laki-laki, yang dianggap sebagai pencari nafkah utama di dalam keluarga Indonesia mengalami kegagalan dalam melakukan perannya. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, ketika ditanya mengenai tantangan terberatnya setelah trafficking menggambarkan bahwa ia merasa bersalah telah pulang ke rumah dengan tangan kosong: “[Tantangan terberat waktu itu] pikiran saya, saya engga bisa membahagiakan keluarga saya. Karena harapan sebelumnya, saya bisa mengubah nasib keluarga saya jadi lebih baik, ternyata kosong.” Laki-laki lain, korban yang !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!122 Rasa malu juga terjadi dalam keluarga atau masyarakat di mana migran lain juga mengalami kegagalan. Dan kembali dengan uang, meskipun jumlahnya jauh dari yang disepakati atau diharapkan dapat mengurangi rasa malu dan rendah diri

Hal-hal yang menyebabkan rasa malu pada korban • Migrasi yang gagal; kembali ke rumah tanpa uang • Tidak mampu untuk membantu dan merawat anggota keluarga • Mempunyai utang • Gagal memenuhi dalam tanggung jawab berbakti kepada keluarga • Hal-hal yang diderita ketika diperdagangkan • Hal-hal yang keluarga telah derita ketika korban diperdagangkan • Kepercayaan yang dilanggar anggota keluarga

Page 119: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

115

diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja mengatakan:

Setelah masa masa itu, setelah pulang dari sana, saya punya pikiran yang agak beban lah, terutama masalah hutang… Pulang [dari luar negeri] gagal, dua kali, terus yang terakhirnya dengan beban yang sangat berat. […] Anak anak sudah mulai semakin besar, semakin banyak biaya, punya keinginan, rumah tangga yang mapan, kalau orang hidup kan harus punya rumah, itu beban yang sangat berat sekali. […] Uangnya harus dari mana? Kadang kadang saya juga mau ke siapa? Ya saya juga keinget, langsung minta kepada Allah, artinya bagaimana jalan keluarnya. Alhamdulillah setiap malam tuh ya sholat ya minta gimana, kadang Tuhan berikan begini, kadang juga kalau berpikir sempet meriang juga, kesehatannya ya memikirkan itu sih. Keluarga sudah banyak kebutuhan, minta ini minta itu, kadang kasihan juga, sampai sekarang juga masih beban pikiran, karena tidak pernah terpenuhi permintaan anak. Jadi beban saya, sampai sekarang. Saya mikirin anak anak. Mikirin keluarga, anak-anak, rumah.

Para korban laki-laki juga merasa malu kepada lingkungan keluarga yang lebih luas. Seorang laki-laki yang meminjam uang dari keluarga istrinya menceritakan perasaan malunya karena belum bisa mengembalikan utang tersebut, bahkan setelah beberapa tahun:

Sayanya aja merasa engga enak, apalagi sudah bertahun tahun utangnya. Iya, saya [merasa minder]. Padahal mereka nagih juga engga, padahal utangnya sudah tahunan. Ada ya, paling yang deket bibinya istri saya, mungkin dianya juga orang mampu, engga inget-inget lagi barangkali, cuman kami yang masih inget punya kaitan masalah itu, kalau minder ya pasti. […] sayanya ‘kan perasaan malu sendiri, pikirannya saya itu ini engga ngembaliin balikin utang tahunan, itu pikiran saya kayak gitu.

Kehadiran perempuan di pasar kerja formal, termasuk di kancah migrasi internasional, telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan saat ini di Jawa Barat banyak perempuan bermigrasi ke luar negeri menjadi pekerja rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dalam banyak kasus, para ibu yang menjadi pekerja migran ini merupakan pencari nafkah utama atau bahkan satu-satunya bagi keluarga inti mereka dan kadang-kadang bagi keluarga luas mereka.123 Para ibu yang menjadi pekerja migran yang “gagal” (karena mereka mengalami perdagangan orang) juga merasa malu karena tidak mendapatkan uang untuk mendukung anak-anak mereka, juga merasa bahwa mereka telah gagal menjadi seorang ibu. Dengan meningkatnya migrasi internasional perempuan, model peran para ibu yang bermigrasi berubah dari yang sebelumnya adalah merawat dan membesarkan anak, menjadi menjadi penopang keuangan keluarga karena mereka tidak dapat hadir secara fisik dalam kehidupan anak-anaknya untuk merawat serta membesarkan mereka.124 Kegagalan untuk mendapatkan uang dan mengirimkan uang kepada anak mereka akibat trafficking akan merusak status mereka sebagai “ibu yang baik”, dan membuat mereka merasa malu dan bersalah. Para korban merasa malu karena telah gagal untuk memenuhi tanggung jawabnya–membantu orang tua dan merawat mereka di hari tuanya. Beberapa korban bermigrasi untuk merawat

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!123 Chan, C. (2014) ‘Gendered Morality and Development Narratives: The Case of Female Labor Migration from Indonesia’, Sustainability, 6, p. 6955; and Silvey, R. (2004) ‘Transnational domestication: state power and Indonesian migrant women in Saudi Arabia’, Political Geography, 23. 124 Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute; Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) ‘Coming home: Challenges in family reintegration for trafficked women’, Qualitative Social Work; and Hondagneu-Sotelo, P. and E. Avila (1997) ‘“I’m Here, But I’m There”, The Meanings of Latina Transnational Motherhood’, Gender & Society, 11(5).

Page 120: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

116

orang tuanya yang sudah tua atau sedang sakit atau untuk berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga orang tua mereka. Seorang perempuan menggambarkan bahwa sebenarnya ayahnya tidak berharap ia bermigrasi, namun ia tetap pergi karena merasa berkewajiban untuk menolong ayahnya: “Bapak nangis juga. Bapak itu engga mau anaknya kerja di luar negeri… Bapak lagi sakit. Waktu saya pergi ke luar negeri kepikirannya sama keadaan bapak itu. Cita-citanya kan pengen ngoperasi bapak. Pengen seperti temen-temen sukses juga.” Seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, menggambarkan bahwa ia awalnya mencari pekerjaan untuk mewujudkan kewajibannya, agar bisa merawat neneknya: “Saya kerja kan buat nenek. Kan keluarga saya keluarga tidak mampu. Saya pengen bawa nenek berobat. Pengen nyenengin nenek… Orang yang paling saya sayang paling diinget nenek…” Perempuan lainnya merasa malu karena ia, satu-satunya anak perempuan, sedang berada di luar negeri (menjadi korban perdagangan orang) ketika ibunya meninggal dunia. Seorang laki-laki menceritakan perasaan malu dan bersalah karena begitu bergantung kepada orang tuanya pada saat ia kembali : “Dari pertama 2 bulan itu [dua bulan pertama], saya dibantu sama keluarga, terus terang, jadi banyak yang kasihan, terus keduanya saya makan ikut orang tua.” Laki-laki lain merasa khawatir bahwa ibunya akan salah faham terhadap apa yang telah dia alami dan berfikir bahwa dia telah menghambur-hamburkan gajinya ketika di luar negeri sehingga tidak dapat membawa uang tersebut ke rumah: “Yang paling aku takutin aku ketemu ibuku doang engga bawa apa apa itu aja… Terus waktu ketemu habis ketemu mau ngomong juga takut ragu ragu kan… Takutnya dia engga percaya. Takutnya uang udah aku abisiin disana buat apa kan gitu.” Bagi korban lain, rasa malu dikaitkan dengan kejadian yang menimpa mereka saat diperdagangkan. Banyak korban–laki-laki dan perempuan dengan berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja–tidak diidentifikasi sebagai korban bahkan ditangkap, ditahan dan dideportasi sebagai migran tidak berdokumen. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, menggambarkan bahwa ia dan keluarganya mendapat hinaan dan dipersalahkan para tetangganya karena ia pernah berada di “penjara” (Misanya, sebuah pusat tahanan bagi migran tidak berdokumen) dan bagaimana hal ini membebaninya dan membuatnya merasa malu kepada istrinya dan juga pada masyarakat: “[Setelah mengalami perdagangan orang] Tantangan saya paling berat adalah banyak cemoohan orang, diejek, dihina oleh tetangga. […] Istri saya pulang belanja nangis… Mereka bilang, ‘Ngapain jauh-jauh merantau? Engga dapat duit, disana dipenjara’. Saya malu. Jadi ada yang ngasih tahu, jadi semua pada tau. Itu yang jadi beban mental saya, keluarga, ngapain disana, bekas masuk penjara.” Banyak perempuan diperdagangkan untuk eksploitasi seksual merasa malu karena keterlibatan mereka dalam prostitusi (padahal mereka terpaksa melakukannya) dan menceritakan tentang dampak negatifnya kejadian ini terhadap kepercayaan dirinya dan kondisi mentalnya:

Terus terang aja gitu saya dulu sempat ngerasa bener-bener ancur lah mungkin ibaratnya udah engga ada harga diri lagi. Saya emang malu sama bapak saya… Syukur sekarang saya sudah berubah. Saya engga pernah cerita. Dipendam sendiri rasa sakit… Kadang pengen bunuh diri kayak gitu… Saya mau bunuh diri, karena kerasa percuma hidup juga. [Hidup saya] sudah hancur kayak gini engga jelas. […] Padahal aku nangis karena sakit hati, kenapa harus aku yang kayak gini? Hancur kayak gini.

Page 121: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

117

[Saya] bukan hancur lebur lagi. Harga diri kita, memang masa depan kita itu memang betul-betul hancur lah. Saya pernah sampai sholat di tempat itu [lokasi prostitusi], sampai dibilang kawan-kawan, “Hei ini mah bukan tempat sholat. Ini tempat maksiat.” “Biar, Allah tahu kok”, kata saya, karena saya saking sakitnya. Saya sudah merasakan sakit keperawanan saya hilang, sakitnya di hati ini merasa dibohongin. Katanya, “Lagian Allah engga bakalan menerima sholat di tempat kayak ginian.

Rasa malu dan rasa bersalah muncul bahkan ketika korban sebetulnya tidak sedang disalahkan oleh anggota keluarga, namun karena terikat dengan perasaan korban berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab mereka terhadap keluarga, terutama dalam hal peran mereka sebagai ibu atau ayah, seperti yang disampaikan seorang perempuan berikut ini:

Saya katakan ke suami, “Aa, saya belum bisa mbantu. Saya belum sukses pergi keluar negeri. Kata suami saya, “Engga apa-apa yang penting kamu sehat.” Terus kata mertua, “Sudah engga usah dipikirin, yang penting kamu sehat, itu rejeki bisa dicari kalau kamu sehat.” […] Tapi saya sedikit malu, sedikit sedih juga, malunya saya engga sukses, sedihnya kerja seberat apapun engga dapat duit.

Perasaan malu dan rasa bersalah juga, ada kalanya, disebabkan oleh apa yang keluarga mereka –terutama pasangan dan anak-anak–telah derita ketika korban berada jauh dari mereka dan jarang berkomunikasi. Ini terjadi termasuk ketika korban telah mengalami eksploitasi yang mengerikan. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, dipaksa bekerja 20 jam sehari dan mengalami kekerasan fisik. Namun demikian, ia menggambarkan perasaan bersalah terhadap suaminya yang telah ia tinggalkan untuk bermigrasi: “Saya kasihan sama suami saya. Kalau kerja harus bawa anak.” Rasa malu telah menyebabkan korban memilih untuk tidak mengungkapkan secara lengkap tentang pengalaman trafficking mereka kepada para anggota keluarga. Beberapa korban merasa malu karena "kegagalan" migrasi mereka, yang dikhawatirkan akan merendahkan mereka di mata orang-orang yang mereka cintai. Beberapa korban trafficking juga takut bahwa mereka akan dipandang rendah dan disalahkan karena hal-hal yang mereka alami ketika diperdagangkan–mengalami perkosaan, dipukul, dihina dan tampak tidak mampu menjaga dan melindungi diri mereka. Kondisi menyalahkan kadang-kadang berperan sebaliknya, termasuk korban trafficking menjadi marah kepada anggota keluarga–misalnya, ketika keluarga terlibat pada saat korban mengalami perdagangan orang. Seorang perempuan, yang diperdagangkan untuk prostitusi oleh orang tuanya ketika masih remaja, menggambarkan bahwa ia dipaksa oleh orang tuanya untuk berada dalam situasi eksploitatif dan ia sulit untuk menolaknya:

Ayah saya sempat datang [untuk mengambil uang dari saya ketika saya diperdagangkan] sama ibu saya bahkan ngeliat saya ngelayanin tamu, tapi dia cuek aja. Ya, waktu itu saya masih 13 tahun dan bahkan yang ada di pikiran saya ya mungkin saya sudah dilahirkan sudah dibesarkan, sudah dirawat. Saya di sini atas kemauan orang tua saya. Ya mungkin ini cara saya untuk membalas budi sama orang tua saya. Ya udah saya ambil positifnya seperti itu, supaya saya engga terlalu sakit hati. […] Prosesnya memang untuk trafficking sendiri jadi sulit. Kalau yang terlibat masih ada ikatan saudara, memang sulit.

Seorang perempuan, yang diperdagangkan oleh suaminya, menceritakan bahwa ia kesal dan marah kepada suaminya karena telah melanggar kepercayaanya: “Marah, jelas marah. ‘Kok

Page 122: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

118

kamu, kamu gitu nawar-nawarkan [saya] ke orang? Saya ini di mata kamu apa? Saya kacung kamu atau saya budak kamu? Di mana rasa perasaan kamu’? Engga ada rasa sakit hati, gimana gitu istri sendiri. Engga tahu dia perasaannya bagaimana saya juga engga ngerti, kok tega, tapi kok tega juga dia.” Beberapa korban menyatakan frustrasi terhadap keluarga yang tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat terkait tugas-tugas keluarga yang ditinggalkan ketika mereka bermigrasi–merawat anak-anak yang ditinggalkan atau menggunakan uang yang dikirim secara bertanggung jawab. Seorang perempuan, yang awalnya, migrasinya berhasil dan mampu mengirimkan uang sebelum ia kemudian menjadi korban perdagangan orang, marah ketika ia kembali ke rumah dan mendapati bahwa uang yang dikirimkannya sebagian besar terbuang sia-sia: “Tanah biasa. Belinya murah, 7 juta [636 USD]… Waktu sukses [kerja di luar negeri] dua tahun, [uang] yang dikirim-kirim habis, tinggal sisa itu yang dibeliin [tanah].” Penggunaan uang secara salah tersebut telah menjadi faktor pendorong baginya untuk kembali bermigrasi, yang kemudian membuatnya menjadi korban perdagangan orang. Demikian pula, seorang laki-laki yang telah berhasil mengirimkan uang ke rumah pada pengalaman migrasi sebelumnya yang sukses, pulang ke rumah dan mendapati bahwa istrinya telah menghabiskan semua uang hasil kerjanya dan istrinya tidak bisa menjelaskan kemana dan bagaimana sampai uang tersebut bisa habis:

Abis sama istri. Jujur aja mas saya juga pusing. Saya kerja selama di situ full 24 jam saya kerja. Cuma pas pusing nya pas pulang ga ada uang ga tau uang nya kemanain itu istri sampai aku pulang aku pulang kan aku marah-marah kan. Orang tua pada bingung kemanain tuh uang berapa juta yang kamu abisin katanya. Pas suami pulang cuma bisa beli motor kosong, motor sebelah (bodong).[…] Mustahil saya bilang masa semua uang bisa abis? Saya engga tau kemana uang-uang itu tuh waktu itu.

Ia kemudian menjadi korban perdagangan orang untuk eksploitasi tenaga kerja setelah bermigrasi lagi untuk menghidupi keluarganya. Lebih jauh lagi, kejadian penggunaan uang yang salah tadi terus menjadi sumber ketegangan dalam pernikahannya dan di dalam keluarga. Seorang perempuan, yang awalnya menjadi korban perdagangan orang, berhasil melarikan diri dan kemudian mencari pekerjaan di negara tujuan hingga akhirnya dapat mengirimkan uang untuk mendukung ibunya dan anak-anaknya. Ia juga mengirim uang kepada ayahnya dan ibu tirinya namun ia marah karena ibu tirinya yang ia anggap serakah, dan selalu meminta uang kepadanya: “[Ibu tiri saya] ngomongin engga baik tentang saya,’Pelit, pulang dari mana-mana engga ngasih.’ Padahal saya sudah kirim uang ke bapak, uang yang banyak. Saya kirim jutaan, yang saya kasih bukan 1–2 juta [91USD–182USD] ke bapak.” Disalahkan. Saling tuduh di antara anggota keluarga Banyak korban perdagangan orang yang disalahkan oleh anggota keluarga mereka, sebagian atau pada berbagai tingkatan, dengan berbagai alasan. Salah satu sumber yang bisa membuat mereka disalahkan adalah ketika mereka tidak berhasil saat bermigrasi, yang bisa memunculkan cemoohan dan dan tuduhan dari para anggota keluarga, termasuk orang tua, pasangan, anak-anak dan saudara-saudara. Seorang perempuan yang berhasil meninggalkan situasi trafficking dan pulang dengan hanya membawa setengah dari gajinya karena sebagian gajinya belum dibayar oleh majikannya, menghadapi tuduhan dari suaminya: Suami saya melihat saya pulang ga bawa apa-apa, kecewa. Tapi engga bilang. Kalau terus terang ngambek engga. Cuma beda begitu, agak sedih, kecewa. Mungkin dia berharap gaji saya bisa buat bayar utang. Lama-lama setelah satu-dua bulan, mungkin dia sadar juga, bukan kemauan

Page 123: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

119

saya itu. Anak pertama saya ngambek sama saya. Mungkin anak saya kecewa, kemauannya engga tercapai. Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menjelaskan hubungannya yang mengalami ketegangan dengan istrinya karena belum bisa menerimanya sejak dia kembali:

Istri saya… kayaknya engga terima saya gitu. Kayak kepingin dia pisah aja… Waktu saya berhasil… kita sama-sama. Masak kita terpuruk kok kayaknya gitu? Kok saya terpuruk begini kok sendiri saya? Sedangkan bebannya terlalu berat begini. Ya dia menerima buka pintu. Tapi kan dari sifatnya istri saya itu diem, diem dan pasif gitu loh, engga kayak seceria dulu…

Beberapa korban disalahkan karena beban akibat kegagalan migrasi mereka (yaitu trafficking) dipikul oleh anggota keluarga. Seorang perempuan kembali ke rumah dalam kondisi sakit dan awalnya tinggal dengan kakaknya. Namun ia hanya bisa tinggal di tempat tersebut selama satu minggu dan kemudian diminta untuk pergi karena keluarga kakaknya merasa kehadirannya telah menjadi beban bagi mereka: “[Kakak perempuan saya] nangis, prihatin aja, tapi setelah seminggu disuruh pergi… […] Ya disuruh pergi. ‘Kamu jangan lama lama disini…nanti ngerepotin [keluarga saya].’” Hubungannya dengan keluarga kakak perempuannya tersebut menjadi tegang dan selanjutnya ia tidak ingin meminta tolong lagi kepada kakaknya itu karena menurutnya kakaknya sering menolak untuk membantunya dan ketika membantu pun, ia merasa bahwa keluarga kakaknya merendahkan dirinya dan berbicara tidak baik tentangnya. Perempuan ini merasa disalahkan atas nasib buruknya dan tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya. Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menjelaskan bahwa istrinya marah padanya ketika ia kembali beberapa tahun sebelumnya, menyalahkannya karena gagal membawa uang ke rumah. Situasi dipersalahkan ini mempengaruhi interaksinya dengan anak-anaknya, ketika istrinya melekatkan tanggung jawab masalah ekonomi mereka terhadapnya ketika anak-anak mereka meminta uang:

Semua karena tuntutan ekonomi. Kan persoalan rumah tangga itu karena kekurangan ekonomi, kan pokoknya itu disitu. Ya sesabar-sabarnya orang kalau dibawa kekurangan pasti ada marahnya, intinya kekurangan, kalau istri saya marah-marah ya diterima saja. […] Kalau orang harmonis dalam rumah tangga itu kalau mencukupi [kebutuhan]. […] Raut wajahnya kalau marah kan kelihatan. Ketika anak minta jajan, dia teriak, ‘Sana minta sama bapaknya!’, Namanya bapaknya engga usaha pasti marah-marah.

Sumber-sumber lain dari penyalahan terhadap korban termasuk pasangan dan anak-anak yang merasa ditinggalkan atau diabaikan selama saat mereka bermigrasi. Baik korban laki-laki

Hal-hal yang dapat membuat korban disalahkan oleh anggota keluarga • Migrasi yang gagal; kembali ke rumah tanpa uang • Tidak mampu untuk membantu dan merawat anggota keluarga • Mempunyai utang • Gagal memenuhi tanggung jawab berbakti kepada keluarga • Hal-hal yang diderita ketika diperdagangkan (misalnya ditangkap, eksploitasi seksual) • Hal-hal yang keluarga telah derita ketika korban diperdagangkan (misalnya sakit, kematian) • Gosip dan desas-desus

Page 124: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

120

maupun perempuan, menggambarkan hal ini sebagai masalah dalam hubungan mereka selama reintegrasi. Dalam beberapa kasus, situasi seperti ini merupakan tantangan yang bersifat sementara, yang bisa terselesaikan seiring berjalannya waktu. Namun, bagi korban lainnya, awal yang bahagia ketika mereka kembali dengan selamat kemudian berubah menjadi kondisi di mana korban disalahkan dan dibenci oleh keluarga karena mereka merasa telah ditinggalkan. Seorang laki-laki menjelaskan bagaimana istrinya pada awalnya bersikap mendukung ketika ia pertama kali pulang ke rumah. Namun beberapa bulan kemudian istrinya berubah menjadi sering menyalahkan dan menuduhnya hingga kemudian mereka berada di ambang perceraian:

[Hubungan kami waktu saya pulang] cukup bagus. Waktu itu istri saya sempet bilang, sudah tinggal di kampung engga apa-apa, yang lalu biar berlalu, kita kerja seadanya, kita hidup seadanya, itu awalnya pulang. Tapi lama kelamaan berubah juga. Setelah tujuh bulan, mulai kelihatan perubahan sikapnya, terus waktu itu sering nyinggung-nyinggung masalah waktu saya ada di laut.[…] Nyinggungnya, kamu kerja tiga tahun engga pernah kirim uang, emang kamu tahu berapa biaya buat anak-anak kamu, perharinya berapa, buat sekolah berapa? Menjerumusnya ke situ semua.

Para orang tua, terutama para ibu, juga bercerita bahwa mereka disalahkan dan ditolak oleh anak-anak mereka yang merasa bahwa ketidakhadiran ibu mereka sebagai pengabaian dan penelantaran, seperti dijelaskan seorang perempuan: “Kalau anak-anak saya, mereka engga nurut sama saya. Nurutnya sama bapaknya. Kalau sama saya ngelawan, ya berantem sama saya. ... Kalau sama bapaknya [anak saya] takut. Tapi kalau sama saya, kalau diatur ya ngelawan, engga mau.” Dalam beberapa kasus, anggota keluarga marah kepada korban trafficking karena pergi meninggalkan mereka di saat keluarga tengah menghadapi kesulitan, seperti ketika ada yang sedang sakit atau meninggal dunia. Seorang perempuan yang suaminya meninggal dunia saat ia berada di luar negeri bercerita bahwa ibu mertuanya begitu marah dan benci kepadanya, dan menyatakan bahwa dirinya yang paling bertanggung jawab atas kematian anaknya (yang adalah suami perempuan ini) meskipun sebetulnya ia telah mencoba membantu keluarga dengan cara bermigrasi: "Reaksi dari ibu mertua saya itu mengerikan. Dia kehilangan anak kesayangannya dan dia menyalahkan hal itu pada saya ... Kalau lagi pertama datang, reaksinya biasa saja. Pas kesininya, dia sering marah pada saya. Dia mungkin sakit karena ditinggal anaknya. ‘Gara-gara kamu pergi… anak saya sakit dan meninggal!’, katanya.” Beberapa perempuan menghadapi rumor dan gosip dari keluarga (dan masyarakat) mereka bahwa mereka diperdagangkan bukan sebagai pekerja rumah tangga tetapi bekerja di prostitusi secara sukarela. Seorang perempuan menggambarkan bahwa ibunya menderita stroke ketika kerabatnya mengatakan kepada ibunya bahwa dia bekerja sebagai pekerja seks di luar negeri: “[Saudara saya bilang], ‘Hapenya aja bagus-bagus. Tiga dia pegang. Duitnya banyak di dompet. Emasnya banyak. Ga tau kerjanya apaan’? [...] Trus ketika [saudara saya] pulang [ke Indonesia], dia ngoceh ke semua orang, ke saudara di rumah dikatakan saya ini kerja prostitusi… Ibu saya shock, sampai ibu saya kena stroke.” Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual sering kali disalahkan karena telah terlibat dalam prostitusi (padahal mereka sebetulnya dipaksa) yang dalam beberapa kasus menyebabkan terjadinya situasi keluarga yang sangat buruk. Seorang perempuan muda menggambarkan bagaimana ia berhasil pulang ke rumah namun ditolak bukan hanya oleh ayahnya dan ibu tirinya, tetapi juga oleh seluruh kerabatnya. Meskipun ia sedang hamil (akibat perdagangan orang), ia diusir dari rumahnya, dan disalahkan atas kejadian yang menimpanya:

Page 125: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

121

“[Waktu baru pulang] semua berat, cuman yang paling aku sakit hati itu diusir sama bapak, engga tahu harus tinggal di mana? Dioper kesini dioper kesitu, dioper kesini, dioper kesitu sama orang tua aku sendiri, mereka itu seakan engga mau perduli, aku dalam keadaan susah kayak gitu, Mama tiri aku, kalau bapak kan nurut sama mama, jadi kayak engga mau ngurus aku, engga tahu aku bakal celaka atau engga. […] Aku diusir.. mana hujan gede, bawa koper bawa uang 5 ribu [0,45 USD]. Sampai terminal doang, sudah sampai terminal [bus] engga tau mau kemana… mana saudara engga ada yang mau ngurus aku.”

Pekerja sosial sedang membagikan kondom di sebuah lokasi prostitusi. Foto: Peter Biro.

Perempuan lain, yang diperdagangkan untuk prostitusi, kemudian menikah dengan salah satu “tamu”nya. Dia menggambarkan bahwa pada awalnya ia menghadapi tantangan yang luar biasa dalam hubungan dengan anak tirinya dan adik iparnya, yang menyalahkannya karena terlibat dalam prostitusi:

Pas saya nikah dikenalin sama anak perempuan, dia ga mau sama saya. Dah benci banget liat saya mungkin karena saya dulu kerja kafe kali ga .... Katanya, “Si bapa punya cewe jablay.” Saya mah nerimain aja dia mau ngomong apa ke gitu. […] Awalnya sih anak yang perempuan [suami saya] itu engga mau nerima saya gitu. Tapi lama kelamaan pas ikut saya sekolah di sini mungkin yang ngurusin tapi dia nerima sampe sekarang.

Seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, menggambarkan bagaimana pengalaman masa lalunya (dipaksa) terlibat di dunia prostitusi, pada awalnya memunculkan masalah dengan suami dari putrinya serta orang tuanya. Ketika ditanya tentang hubungannya dengan keluarga putrinya, ia menjelaskan bahwa situasi tersebut telah membaik seiring

Page 126: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

122

berjalannya waktu, namun ia masih merasakan saat-saat menyakitkan dan saat ia sering dikritik dan dimusuhi:

Biasa aja, tadinya kan engga akur karena kita kan dari lembah hitam, kok dapat mantu mertua kayak gini, kalau anak sama anak kan sama sama suka susah dipisahin, jadi antara besan dengan besan lah gitu, kok mau sih sama yang ibunya bekas kayak gini gini [pernah di prostitusi]. […] Sudah mulai baik. Kadang mereka dinasehatin sama orang, engga boleh kayak gitu, engga boleh kayak gitu biar kayak gitu sama-sama besan. Iya [sempat ada anggapan negatif] karena saya bekas cewek malam. Padahal yang lalu lalu maksud saya gitu, masalah anak engga usah dibawa bawa. Dia engga bersalah.

Sementara saat situasinya telah membaik, namun dalam kurun waktu bertahun-tahun, beberapa hal telah dialami perempuan ini dan putrinya setelah ia keluar dari perdagangan orang. Misalnya, mertua putrinya tidak membantu membiayai pernikahan (ia harus membayar seluruh biayanya). Bukan itu saja, mereka juga menolak untuk menghadiri pernikahan serta mencoba mengganggu dan membatalkannya:

Saya pinjem sana pinjem sini. Mertuanya aja engga ngasih seperak pun… Tadinya niatnya pengen diramai-ramaiin yang gede. Cuman karena calon lakinya mertuanya begitu, mau diapain?... Bahkan dia nikah aja engga ada saksi dari pihak laki-lakinya, karena engga disetujui… Itu aja lakinya pas nikah dibawa sama emaknya, jadi penganten perempuan aja, kalau sudah patroli diikutin, bener, dia lihat kondangan nangis. Pengantin laki-lakinya dibawa sama emaknya dibawa kabur, makanya duduk disitu, kan dibawah, untungnya saya kuat, anak mau pingsan…Suaminya kan, namanya orang cinta datang terus. Terus ibunya yang laki sudah nasehatin, tetep tuh. Suatu hari pas dia sakit kakinya, sama Ustad disuruh minta maaf sama mantunya, kamu itu banyak dosanya sama ini ini. Akhirnya minta maaf. Baik.

Beberapa laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja mendapat tuduhan bahwa mereka telah menghambur-hamburkan uang gaji ketika di luar negeri. Seorang laki-laki menggambarkan hubungannya dengan istrinya menjadi tegang dan sering bertengkar selama berbulan-bulan karena kesalahan persepsi ini: “Banyak pertengkaran dengan istri…Saya pulang engga bawa uang. Dipikirnya dia, saya itu di sana itu senang senang apalah…Sejak saya pulang, mungkin sampai sekarang [pertengkarannya].” Meskipun telah menjelaskan kepada istrinya tentang kejadian sebenarnya ketika di luar negeri, ia terus berada di posisi sulit:

Saya cerita semua, cuman ya namanya istri. Kadang dia ngerti. Tapi kalau ada omongan lagi dari tetangga yang miris-miris ini lagi, yah susah lah. Jadi buat percaya 100% itu kayaknya susah. Reaksi dari istri saya ya, yang jelas pemikirannya sangat negatif, karena saya engga ngasih kabar selama saya di penjara, dari pihak pemerintah juga engga ngasih kabar. Itu sangat negatifnya di situ.

Namun, kondisi dipersalahkan tidak selalu dialami korban dan sejumlah korban perdagangan orang yang telah pulang menjelaskan adanya penerimaan keluarga atas pengalaman buruk mereka tanpa bersikap menyalahkan, seperti yang digambarkan seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga:

Waktu saya pertama datang suami pun kaget ya kaget juga karena saya datang tiba tiba ibu engga ngasih kabar mau pulang ya kaget juga gitu. Lantas sampai ke rumah saya cerita semua, sampai ke rumah saya engga bawa uang, cuma bisa nyampe ke rumah aja, saya bilang begitu. Saya, suami, anak, Ibu saya semua nangis pada nangis. Suami saya

Page 127: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

123

bilang, “Udah syukur Alhamdulillah bisa pulang juga jadi ibu selamet sampai rumah apalagi kalau engga bisa sampai pulang. Udah aja biarin engga bawa uang juga yang penting selamet sampai rumah.”

Ketika ditanya apakah keluarganya kecewa terhadapnya, ia menjelaskan: “Engga, mereka engga kecewa.” Begitu pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, menggambarkan bahwa keluarganya tidak menyalahkannya atas apa yang telah terjadi: “Ibu saya bilang ini aja, ‘Untunglah sampai rumah sehat. Yang penting sehatlah itu aja.’” […] Kakak saya baik sama saya… [Kakak perempuan bilang], “Alhamdulillah kamu baik. Ya sudah kalau engga dapat gaji engga apa-apa. Yang penting orangnya sehat. Kalau sehat kan bisa kerja lagi’.” Seorang perempuan yang awalnya bermigrasi untuk membayar biaya perawatan kesehatan ayahnya yang sedang sakit menggambarkan reaksi ayahnya tersebut: “Waktu saya datang kan saya nangis meluk bapak, saya engga bisa ngobatin bapak. Kata bapak, ‘Engga apa–apa mungkin belum rejeki’” Dan seorang perempuan yang pulang dengan membawa anak akibat perkosaan yang dialaminya ketika diperdagangkan, menggambarkan bahwa suaminya menerima dirinya dan anaknya: ‘Ya sudah kamu sudah sampai disini. Aku menerima kamu apa adanya. Ya sudah mungkin karena nasib kita, nasib aku juga’, kata dia. Dia menerima aku.” Bahkan ketika makin banyak stigma dan situasi sosial yang bermasalah, kondisi di mana keluarga menyalahkan korban tidak selalu terjadi. Seorang perempuan, yang diperdagangkan untuk prostitusi, menjelaskan bahwa suaminya mengetahui "masa lalu" nya dan, sampai saat ini, hal itu tidak menimbulkan masalah terhadap hubungan mereka.

Saya tulis dan ceritain semua dalam buku diari saya. Halaman pertama, kedua, ketiga, keempat sampai halaman terakhir. Saya ceritain semua, sampai kasus trafficking saya ceritain semua. Sempet dia bengong sih. Saya mundur memang, akhirnya saya mundur karena ngelihat dia. Tapi dia malah engga mundur, maju terus. Akhirnya ya sudah kalau mau terima saya apa adanya… […] Kalau rumah tangga Alhamdulillah baik, saya engga berhenti berhenti selalu bersyukur, sama Allah, ya Allah istilahnya saya diberikan keberkahan anugrah yang luar biasa, sampai saya punya suami yang sekarang ini.

Dalam beberapa kasus, anggota keluarga tidak hanya bersikap tidak menyalahkan korban yang kembali (dari trafficking), tetapi juga berupaya mencegah agar korban tidak disalahkan oleh orang lain di lingkungan keluarga dan masyarakat. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, menjelaskan bagaimana istrinya telah melindunginya ketika ia sedang mengurus kasus pidana untuk menuntut pelaku trafficking. Hal ini dilakukan istrinya untuk mencegah kecaman yang mungkin timbul dari masyarakat jika mereka tahu bahwa ia tidak bekerja dan jika para tetangga mengetahui bahwa ia mendapat bantuan: “Istri saya nutupin kalau itu hasil kerja. Kalau sering ke Jakarta, dia bilang dari penghasilan kerja kemarin, dia nutupin.[…] Kalau mereka tahu [bahwa saya mendapat bantuan], mereka bukannya seneng, tapi malah ngejek lagi, ‘Kamu dibantuin, makanya bisa hidup’.” Bahkan ketika awalnya korban kerap disalahkan oleh keluarga, situasi tersebut bukan berarti tidak dapat diperbaiki. Reaksi negatif dari anggota keluarga sering kali berubah dari waktu ke waktu. Kondisi saling tuduh yang terjadi di awal kedatangan korban, sering kali berubah menjadi sebuah penerimaan, setidaknya di beberapa segmen dan tingkatan yang berbeda di lingkungan keluarga.

Page 128: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

124

5.2.4 Hubungan yang rusak atau hancur. Mengelola kerenggangan dan keretakan !

Penyebab kerenggangan dan keretakan Korban perdagangan orang di Indonesia sering jauh dari rumah dan keluarga dalam waktu yang sangat lama. Berkisar antara beberapa bulan hingga sepuluh tahun–seperti yang terjadi pada kasus seorang perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Diagram #7. Lamanya korban diperdagangkan

*Informasi tentang berapa lama korban diperdagangkan tidak terlalu jelas pada kasus dua perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga dan dua perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual Tidak hanya karena ketidakhadiran korban di keluarga dalam waktu yang sangat lama, tetapi karena dalam kurun waktu tersebut kontak korban dengan anggota keluarga mereka berlangsung sangat terbatas. Beberapa korban tidak diizinkan untuk melakukan kontak dengan keluarga mereka saat mereka jauh dari rumah selama beberapa tahun. Sebagaimana dijelaskan seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja: “[Keluarga] antara cemas, engga ada kabar, tiba-tiba pulang lagi, kan ada apa, selama berangkat engga ada komunikasi, tiba-tiba sampai di rumah, kok bisa begini.” Begitu pula, seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menyatakan bahwa ia diisolasi dan tidak boleh berkomunikasi dengan suaminya, sebagaimana juga dialami oleh banyak korban: “Saya di sana 2 tahun 7 bulan. Itu engga boleh ngabarin suami saya. Engga boleh nyuratin. Ngirim duit juga engga. Malahan saya kerja di sana itu disiksa terus-terusan setiap hari.” Seorang perempuan lain, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga mengatakan: “Saya engga bisa pergi kemana-mana. Di sana tertutup semua telepon ga bisa. Di sana tidak di kasih nomor HP. Beberapa korban dapat mengirim dan menerima surat ketika mereka diperdagangkan, meskipun dalam beberapa kasus keluarga korban tidak menerima surat yang dikirim tersebut. Selain itu, bahkan ketika mampu berkomunikasi dengan keluarga, banyak korban trafficking tidak mampu mengungkapkan eksploitasi dan kekerasan yang mereka alami karena komunikasi mereka terus dipantau. Beberapa korban tidak bersedia untuk berbagi informasi

Page 129: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

125

tentang eksploitasi mereka secara lengkap saat mereka di luar negeri. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menjelaskan bagaimana dia tidak ingin menyusahkan keluarganya dengan situasi yang ia alami di luar negeri sehingga ia tidak berbagi tentang hal ini pada surat-suratnya yang dikirimkan ke rumah, yang berarti bahwa pihak keluarga tidak menyadari semua yang ia derita: Di surat (yang saya kirim ke mereka) kan saya tidak menceritakan keadaan saya sama

sekali. Cuman ngingetin keluarga, tetangga atau saudara yang mau berangkat tahan dulu saya bilang begitu.

Beberapa korban dapat menghubungi keluarga mereka melalui telepon, meskipun sangat terbatas dan biasanya dalam kondisi diawasi. Perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga yang diizinkan untuk menelepon keluarganya menjelaskan bahwa komunikasinya melalui telepon berlangsung singkat dan itu pun jarang terjadi, yaitu satu bulan hingga tiga bulan sekali. Kurangnya komunikasi juga terjadi di kalangan laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, terutama yang diperdagangkan di kapal ikan. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual dapat menghubungi keluarga mereka pada saat mereka dieksploitasi. Seorang remaja puteri menjelaskan bahwa ia mampu menelepon ayahnya namun ia dilarang meninggalkan lokasi prostitusi di mana ia mengalami eksploitasi: “Kita engga boleh keluar dari [lokasi prostitusi]. Kita engga boleh keluar sama sekali. Ya sudah, saya di mess, gitu aja diem. Kadang telpon papa sambil nangis gitu. Boleh pegang HP.” Namun, dinamika yang sangat spesifik yang bermain dalam bentuk perdagangan orang ini-yaitu, pengetahuan keluarga dan, dalam beberapa kasus, terlibat dalam eksploitasi perempuan/anak perempuan–berarti bahwa kontak yang terjadi memiliki signifikansi yang berbeda dan tidak selalu diterjemahkan sebagai upaya melarikan diri (dari perdagangan orang). Dalam beberapa kasus, korban terus mengalami pemisahan dari anggota keluarga mereka bahkan setelah mereka berhasil melarikan diri atau keluar dari perdagangan orang–misalnya, selama mereka ditahan di luar negeri. Kesempatan mereka untuk melakukan kontak dengan keluarga dalam situasi ini pun sangat terbatas (sering kali hanya sekali komunikasi melalui telepon sesaat ketika mereka akan pulang ke rumah dan kadang-kadang bahkan tidak pernah sama sekali). Hal ini menyebabkan atau menambah kebingungan keluarga seputar alasan penahanan korban (di mana korban lebih sering dipandang sebagai seseorang yang telah ditangkap dan di penjara karena telah melakukan kejahatan daripada karena mereka merupakan migran tidak berdokumen akibat telah mengalami perdagangan orang). Beberapa korban juga memiliki kontak dan komunikasi yang terbatas dengan anggota keluarga setelah mereka pulang ke rumah baik karena mereka harus bekerja jauh dari keluarga mereka (di kota lain, provinsi lain atau negara lain) atau karena mereka menjalani proses hukum untuk menuntut pelaku perdagangan orang dan harus tinggal di tempat di mana kasus hukum tersebut ditangani. Keterpisahan akibat perdagangan orang, diperparah dengan kurangnya komunikasi dengan keluarga, menyebabkan keretakan dan rapuhnya hubungan keluarga. Banyak hal yang terjadi di kehidupan korban dan keluarga pada saat hidup mereka dipisahkan karena perdagangan orang. Banyak hubungan keluarga terganggu dan bahkan hancur akibat pemisahan dan jarak yang jauh antara korban dan keluarga yang disebabkan oleh perdagangan orang.

Page 130: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

126

Masalah dalam lingkungan keluarga yang terjadi sebelum terjadinya perdagangan orang juga berarti bahwa beberapa "reuni" sangat sulit dan lebih rentan terhadap terjadinya keretakan keluarga. Hubungan orang tua/anak yang terganggu Salah satu dampak utama dari trafficking dalam kehidupan banyak korban adalah dalam hal hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Seorang perempuan sambil menangis menjelaskan kembali kepahitan yang terjadi ketika ia pulang ke keluarganya, yang disertai tangisan dari empat anak-anaknya: “Pada nangis semua, pada ngerangkul, [bilang] ‘kenapa mama pergi?’”

Seorang ibu dan anaknya di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Dalam beberapa kasus, trafficking mengganggu korban untuk menjadi bagian dari kehidupan masa kecil anak-anak mereka. Beberapa korban bermigrasi ketika anak-anak mereka sangat kecil dan sehingga ketika mereka kembali ke rumah anak-anak tersebut hampir tidak mengenal mereka. Seorang perempuan, yang diperdagangkan ke Timur Tengah untuk pekerjaan rumah tangga, pergi bermigrasi selama bertahun-tahun, ketika anaknya masih sangat kecil. Dia menjelaskan bagaimana, ketika ia pulang, anaknya yang saat itu sudah berusia tujuh tahun tidak datang menyambutnya dan mendekatinya hanya mau tinggal bersama neneknya: “Dia

Page 131: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

127

engga mau sama saya. Engga mau tidur sama saya. Engga mau dimandiin sama saya. Cuma mau sama neneknya. Kan engga kenal. ‘Sana pergi, sana pergi’, katanya.” Situasi ini terus berlangsung dari waktu ke waktu dan sekarang, tiga tahun sejak ia pulang ke rumah, anak-anaknya masih tidak mendengarkannya atau tidak menghormatinya sebagai orangtua mereka: “…mereka engga nurut sama saya. Nurutnya sama bapaknya. Kalau sama saya ngelawan, ya berantem sama saya....” Perempuan lainnya menjelaskan tentang anaknya yang sudah remaja ketika ia pulang: “Aku meninggalkannya [ke luar negeri] saat masih kecil... Terus dari kecil sudah punya pemikiran sendiri ..." Seorang perempuan yang telah bercerai, meninggalkan dua anaknya yang masih kecil ketika ia pergi bermigrasi (dan berakhir dengan perdagangan orang), untuk dapat membiayai kebutuhan sehari-hari mereka karena mantan suaminya tidak pernah memberi nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka. Setelah mengalami perdagangan orang ia pulang ke rumah dan anak-anaknya bersikap menentang dirinya: “Anak yang kecil engga kenal saya… Anak saya yang gede engga mau sama saya, kayak saya tukang nyulik, dia engga mau. Yang kecil engga inget sama saya. Saya berangkat [waktu dia berumur] 6 bulan 7 bulan. Sekarang [umurnya] sudah 1,5 tahun.” Beberapa perempuan lainnya yang menjadi korban perdagangan orang kembali ke rumah dan menjumpai anak-anak mereka yang marah karena telah ditinggalkan (bermigrasi) atau karena ketidakhadiran sosok mereka sebagai orang tua. Seorang perempuan (yang disebutkan di atas) bekerja di luar negeri sebanyak tiga kali, dan pada saat bermigrasi ketiga kalinya ia mengalami trafficking. Dia telah berupaya membesarkan dan mencukupi kebutuhan tiga anaknya setelah suaminya meninggal. Namun anak-anaknya marah karena ditinggal terus oleh ibunya; dan hal ini telah merusak hubungannya dengan anak-anaknya tersebut, sebagaimana yang ia jelaskan:

[Anak saya yang paling kecil] bilang: “Kenapa mama engga peduli sama [anak]?” Gimana dia bisa bilang engga peduli? Kalau Mama engga peduli, Mama engga mungkin pergi-pergi. Itu kan untuk makan [anak] dan supaya bisa sekolah. Sampai suatu hari anak sulung saya untuk membicarakan hal itu. […] Anak saya bilang, "Kami tidak membutuhkan uang Ibu, kami membutuhkan perhatian Ibu.”

Putra bungsunya, sejak ia kembali, terus menunjukan sikap memberontak–sering berkelahi di sekolahnya dan bahkan pernah ditangkap polisi karenanya. Ia memandang bahwa kejadian tersebut sebagian besar disebabkan karena anak bungsunya marah padanya karena ia tidak bersamanya ketika ia masih kecil. Anak sulung dari perempuan ini juga memendam rasa sakit hati dan kekecewaan terkait migrasi ibunya, yang, dalam kasus terakhir, menyebabkan dia mengalami sakit parah ketika ibunya di luar negeri. Ia menuturkan rasa sedih dan frustrasinya tentang situasi yang dialami ibunya:

[Ketika ibu saya pulang dalam keadaan sakit] saya sedih. Ada keselnya. Ada sedihnya. Siapa sih yang engga sedih melihat ibu kayak gitu? Saya kesel juga kenapa engga rundingan dulu sama saya waktu berangkat? Seperti itu keselnya… Kalau seperti ini baru ke saya, kenapa sih engga dari dulu dulu. Toh kalau jatuh bangun kan engga bakalan keluarganya bantu. Keluarganya cuman ngebantu ya. Nge-push-nya cuman ayo ayo. Namanya anak, saya engga akan biarin Ibu begitu aja.

Page 132: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

128

Anak-anak di sebuah desa di Jawa Barat, Indonesia. Foto: Peter Biro. Pada beberapa anak, perasaan negatif terhadap orang tua yang mengalami trafficking juga tumbuh akibat informasi yang mereka terima dari orang lain (tentang orang tua mereka), ketika orang tua mereka sedang tidak bersama mereka. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menggambarkan bagaimana ketidakhadirannya (di rumah) saat ia menjadi korban perdagangan orang telah merusak hubungannya dengan anak-anaknya karena rumor yang tersebar di masyarakat bahwa dia tidak bertanggung jawab dan tidak pernah mengirim uang ke rumah untuk membiayai mereka.

Hubungan saya dengan anak-anak sempat pecah. […] Mereka hanya mendapat berita sepihak dari keluarganya atau dari lingkungan masyarakatnya… Bahwa saya orangnya tidak bertanggung jawab dan jahat. Saya biarkan, saya engga berusaha untuk mengklarifikasi ke mereka. Kalau sama anak anak saya klarifikasi. Saya jelasin ini loh nak persoalannya seperti ini, kenapa kamu dulu terlantar, engga ada saya, waktu nyunatin anak juga saya engga tahu, semua pasti susah dihilangkan.

Ketidakhadiran orang tua berdampak pada kesejahteraan anak dan dalam banyak kasus, mengganggu jaringan dukungan mereka. Hal ini terutama terjadi ketika yang menjadi korban adalah para ibu di mana sosok seorang ibu umumnya merupakan sumber utama dari dukungan emosional bagi anak-anak di Indonesia. Sebuah studi mengenai kesejahteraan anak-anak di Indonesia menemukan bahwa anak-anak yang ibunya menjadi seorang migran kemungkinannya lebih besar untuk tidak mencari dukungan sosial.125 Selanjutnya, penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua migran mungkin mengalami berbagai masalah psikososial, di mana yang paling umum adalah perasaan ditinggalkan, kesedihan, putus asa, marah, kurangnya kepercayaan terhadap orang lain, rendah !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!125 Graham et al. (2012) ‘Transnational Families and the Family nexus: Perspectives of Indonesian and Filipino Children Left Behind by Migrant Parent(s)’, Environment and Planning, 44(4), pp. 13-14.

Page 133: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

129

diri dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi di sekolah.126 Seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, menggambarkan masalah serius dalam hubungannya dengan putri pertamanya yang dirawat dan dibesarkan oleh ibunya ketika ia dipaksa untuk bekerja di sebuah lokasi prostitusi di Jakarta: “Saya tinggalin dia di kampung waktu saya ke Jakarta. Saya tinggal kan sama ibu saya sampai sekarang udah gede dia engga mau sama saya. Karena yang merasa ngebesarin ibu saya jadi dia tuh pengen berbakti sama ibu saya.” Seperti telah dibahas di atas, pengiriman uang dari orang tua yang sedang bermigrasi dapat menjadi bukti bahwa mereka telah memenuhi perannya sebagai orang tua yang harus merawat dan menghidupi anak-anak. Hal ini dapat membantu memelihara hubungan orang tua/anak ketika orang tua sedang pergi bermigrasi dan menjadi sangat penting bagi perempuan yang bermigrasi, karena ketidakhadiran seorang ibu mungkin akan lebih terasa dalam keluarga dikarenakan peran mereka dalam hal membesarkan anak-anak dan di ranah yang bersifat pribadi.127 Ketidakmampuan untuk mendapatkan dan mengirimkan uang ke keluarga ketika seseorang menjadi korban perdagangan orang berarti "kegagalan" dalam memenuhi peran mereka sebagai orang tua/suami-istri dan gangguan lebih lanjut terhadap hubungan orang tua/anak. Selain itu, bagi para orang tua yang pergi bermigrasi, salah satu sarana untuk menjaga dan memelihara peran mereka sebagai orang tua adalah mengontak keluarga di rumah secara teratur untuk memelihara hubungan mereka dengan anak-anak dan mengurangi perasaan ditinggalkan.128 Kontak jarak jauh ini dapat membantu merawat hubungan orang tua/anak dan juga membingkai situasi bahwa ketidakhadiran orang tua di rumah merupakan sebuah pengorbanan bukan bermaksud untuk meninggalkan atau mengabaikan keluarga. Namun, sebagian besar korban trafficking berjuang untuk mempertahankan kontak dengan anak-anak dalam situasi dan cara-cara (dan alat) komunikasi yang terbatas. Hal ini semakin merusak peran mereka sebagai orang tua di mata mereka sendiri dan di mata anak-anak dan serta keluarga yang ditinggalkan. Para korban laki-laki jarang menceritakan tentang kerusakan dalam hubungan mereka dengan anak-anak yang mereka tinggalkan. Ini mungkin disebabkan oleh, sebagian besar fakta, bahwa anak-anak mereka yang ditinggalkan dirawat oleh ibu mereka, yang pada umumnya, merupakan pengasuh utama di keluarga Indonesia. Sebaliknya, ketika perempuan bermigrasi, pengasuhan anak-anak sering dilakukan oleh nenek, bibi atau saudara perempuan lainnya dan keluarga inti, yang dengan demikian, di kemudian hari, memungkinkan adanya gangguan relasi di antara mereka dapat terganggu secara lebih signifikan. Meskipun demikian, beberapa laki-laki mengalami keretakan hubungan yang parah dengan anak-anak mereka. Laki-laki yang disebutkan di atas, yang hubungannya dengan anak-anaknya menjadi rusak karena adanya desas-desus di masyarakat bahwa dia mengabaikan keluarga, !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!126 Bakker, C., Elings-Pels M. and M. Reis (2009) The Impact of Migration on Children in the Caribbean. New York: UNICEF, p. 8. 127 Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) ‘Coming home: Challenges in family reintegration for trafficked women’, Qualitative Social Work; Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute; Bakker, C., Elings-Pels M. and M. Reis (2009) The Impact of Migration on Children in the Caribbean. New York: UNICEF, p. 9; and Hondagneu-Sotelo, P. and E. Avila (1997) ‘“I’m Here, But I’m There”, The Meanings of Latina Transnational Motherhood’, Gender & Society, 11(5). 128 Hondagneu-Sotelo, P. and E. Avila (1997) ‘“I’m Here, But I’m There”, The Meanings of Latina Transnational Motherhood’, Gender & Society, 11(5); Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) ‘Coming home: Challenges in family reintegration for trafficked women’, Qualitative Social Work; and Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute.

Page 134: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

130

mampu memperbaiki hubungan dengan salah satu anaknya, namun anak sulungnya terus menyalahkannya karena ia dianggap telah mengabaikan dan menelantarkan keluarga. Kerumitan tambahandalam kasus ini adalah bahwa istrinya (ibu dari anaknya) jatuh sakit ketika ia diperdagangkan dan kemudian meninggal tak lama setelah ia pulang:

Sama anak anak saya klarifikasi. Saya jelasin ini loh nak persoalannya seperti ini. Kenapa kamu dulu terlantar, engga ada saya… Anak-anak saat ini sudah ngerti semua. Sudah paham… Tapi ketika ada orang ngomong disanapun, ada anak saya yang kedua malah membela saya. […] Kalau anak yang kedua, itu sering diomongin apapun engga mempan, ‘Wong bapak bapak saya, seperti apapun itu kan orang tua saya, kamu bisa ngomong kayak gitu apa kamu kasih makan saya, sekalipun dulu bapak engga ngasih makan, tapi bapak kalau ada pasti tanggung jawab sama saya, karena kondisi aja’, itu anak saya yang kedua. Kalau yang satu engga bisa ngomong apa apa, hanya mendengarkan, akhirnya negatif, kadang kadang ketemu saya marah.

Seorang perempuan, yang kembali ke rumah dengan dua anaknya yang baru (lahir saat dia diperdagangkan), menjelaskan tentang hubungan negatif dengan putri tertuanya yang ia tinggalkan ketika ia bermigrasi. Anak perempuannya menyalahkannya karena ia merasa diterlantarkan dan bahkan saat ini, beberapa tahun sejak dia kembali, putrinya tersebut masih marah padanya:

Anak yang pertama bahkan engga kenal saya [waktu pertama datang]. Sudah lama, eh dia marah sampai sekarang. […] Dia jarang bicara… Dia bilang sama adik perempuannya kalau dia marah. Dia bilang katanya benci sama ibu, saya. […] Dia takut kasih sayangnya engga disamain [dengan anak yang lahir karena trafficking]. Kata saya semua anak disamain. Saya minta maaf, engga ngurusin sampai besar.

Beberapa ketegangan dapat dihindari atau diredakan karena orang tua yang bermigrasi mampu mengirim uang atau tetap berhubungan dengan anak-anak ketika mereka diperdagangkan. Seorang perempuan, yang awalnya diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, kemudian berhasil melarikan diri situasi itu dan tinggal di [Timur Tengah] untuk bekerja selama beberapa tahun, di mana dalam kurun waktu tersebut ia mampu mengirim uang ke keluarganya dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Hal ini menjadi sumber utamanya dalam memelihara hubungan positif dengan anak-anaknya:

Kalau anak mengerti, karena saya pergi [bekerja di Timur Tengah] untuk mereka juga. Saya bekerja untuk mereka. Waktu saya di [Timur Tengah], dia cuma nanya, “Ko mamah engga pulang-pulang sih?” Kemudian saya kasih nasehat, ‘Nanti mama di situpun, tidak ada pekerjaan, untuk sekolah kamu dari mana?’” Dia pun mengerti.

Perkawinan yang rusak dan hancur Ketegangan dan permasalahan muncul dalam banyak pernikahan ketika korban tidak di rumah atau ketika korban dieksploitasi atau karena korban mengalami perdagangan orang. Dalam beberapa kasus, permasalahan dan ketegangannya masih tergolong "ringan" dan dapat diprediksi, biasanya berkaitan dengan masalah keuangan, malu dan disalahkan dan stres serta tertekan, seperti yang dibahas di bagian sebelumnya.

Page 135: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

131

Namun, dalam beberapa kasus hubungan dengan pasangan menjadi terganggu dan bahkan hancur ketika korban tidak berada di rumah (ketika mengalami trafficking).129 Perselingkuhan adalah masalah yang tidak jarang dihadapi oleh perempuan yang diperdagangkan. Seorang perempuan menjelaskan bagaimana ia kembali ke rumah dalam keadaan sakit akibat situasi trafficking yang dialaminya, yaitu mengalami penyiksaan dan kekerasan ketika di luar negeri, dan ketika pulang, mendapati bahwa suaminya telah berselingkuh dengan perempuan lain di desa itu:

... Saya harus kerja keras di sana. Sementara itu suami saya di sini selingkuh sama perempuan lain. Saya hampir mati waktu kerja di luar negeri. Saya benar-benar harus ngumpulin uang saya supaya bisa ngirim uang ke suami saya. Dia cuma bilang bahwa saya harus sabar, tapi engga melakukan apa-apa dan malah mengkhianati saya! Saya sangat sedih, tidak ada yang bisa membantu saya.

Perempuan lain menceritakan bahwa ia sudah hampir dua tahun tidak berkomunikasi dengan suaminya dan dengan perasaan gembira ia akhirnya bisa pulang ke rumah, dan kemudian baru mengetahui bahwa suaminya telah berselingkuh: “Waktu saya [diperdagangkan di luar negeri], engga ada kontekan [dengan suami] selama setahun setengah lebih. Pas saya pulang, akhirnya saya dikasih kabar bahwa dia punya pacar lagi. Katanya, ‘Daripada kamu tau dari orang lain lebih sakit katanya lebih baik kamu tau dari aku’. Katanya, ‘ Aku bingung katanya ke sini sayang ke situ sayang ke kamu sayang’. Sakit. Bahkan sakit hatinya itu sampai sekarang belum ilang’.” Dia menggambarkan perasaan “marah, sedih, kecewa.” Beberapa perempuan ditinggalkan atau diceraikan oleh suami mereka ketika mereka sedang diperdagangkan. Seorang perempuan, yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga, menjelaskan bahwa di saat ia masih dieksploitasi di luar negeri, ia mengetahui dari anaknya, bahwa suaminya sudah menikah lagi:

Pas saya baru setahun dua bulan di sana saya dapat kabar dari anak, katanya bapa [suami saya] nikah lagi dengan perempuan lain di Indonesia. Nah akhirnya engga konsentrasi kerja tuh. Semua yang saya kerjakan suka salah. Saya itu kan berangkat ke sana itu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan juga untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Sementara itu, para suami menyatakan bahwa mereka ditinggalkan oleh istrinya yang tidak pernah menghubunginya dan tak pernah mengirimkan uang ke rumah. Beberapa suami menyatakan kebingungannya dan juga rasa sakit karena tidak tidak pernah dihubungi oleh istrinya ketika mereka bermigrasi. Seorang suami mengatakan ini kepada istrinya, ketika perempuan ini baru kembali dari pengalaman perdagangan orang: “Kenapa kamu tidak pernah menelpon saya?” Lainnya menyatakan frustrasi karena harus menghadapi tantangan sebagai orang tua tunggal ketika istrinya tidak ada di rumah sehingga para suami harus bertanggung jawab mengurus rumah tangga, tanpa dukungan emosional atau keuangan dari istri yang sedang bermigrasi. Suami lainnya berbicara tentang ketegangan dan stres yang ia alami saat mencoba mendapatkan uang untuk mencukupi kehidupan anak-anak mereka di saat istri mereka tidak mengirim uang ke rumah ketika sedang bekerja di luar negeri. Ketidaktahuan mereka bahwa

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!129 Ini konsisten dengan penelitian sebelumnya di Indonesia, yang menemukan bahwa migrasi internasional dapat mengakibatkan ketidakstabilan pernikahan dan hancurnya keluarga. Hugo, G. (2002) ‘Effects of International Migration on the Family in Indonesia’, Asian and Pacific Migration Journal, 11(1), hal. 25.

Page 136: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

132

istrinya telah menjadi korban perdagangan orang sehingga tidak dapat menghubungi atau mengirim uang kepada keluarga menyebabkan suami merasa kesal, sakit hati, merasa ditinggalkan dan merasa dikhianati. Laki-laki yang diperdagangkan juga mengalami gangguan dan keretakan dalam perkawinan mereka yang disebabkan oleh perdagangan orang. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, ketika ditanya tentang bantuan apa yang ia butuhkan, menjelaskan bahwa, yang paling ia butuhkan adalah kompensasi atau sebagian gajinya untuk pekerjaan yang ia lakukan di luar negeri sehingga ia bisa menyelesaikan masalah dengan istrinya: “Kita bisa pulang kampung, syukur-syukur bisa membina rumah tangga yang bubar itu… Harapan saya sih dengan mantan istri, soalnya dari faktor anak-anak.” Hal yang paling umum, masalah perkawinan di kalangan laki-laki korban perdagangan orang adalah ketidakmampuan mereka untuk mengirimkan uang saat mereka bermigrasi, membawa uang saat pulang ke rumah dan/atau mencukupi kebutuhan keluarga ketika mereka sudah di rumah. Seorang laki-laki, yang disebutkan di atas, mengatakan bahwa memperbaiki situasi ekonomi diharapkan dapat memperbaiki situasi pernikahannya: “Masih punya harapan sebenarnya. Cuman ya itu tadi faktor ekonomi.” Faktor lain yang penting dalam masalah perkawinan antara laki-laki yang diperdagangkan dan istri-istri mereka adalah bahwa para korban tidak bisa menghubungi dan berkomunikasi dengan keluarga mereka ketika mereka dieksploitasi. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, berada di laut selama bertahun-tahun dan tidak dapat berkomunikasi dengan keluarganya sama sekali. Dia menjelaskan bahwa tidak adanya komunikasi, ditambah dengan kegagalannya untuk mengirimkan uang, adalah sumber utama ketegangannya dengan istrinya, bahkan hingga saat ini, satu setengah tahun setelah ia pulang. Ia menjelaskan bahwa yang menjadi masalah saat ini bukan hanya masalah ekonomi, tapi terkait keretakan hubungan mereka (ia dan istrinya) dan ketika diwawancarai, pernikahan mereka sedang di ambang kehancuran: “[Pas saya pulang] saya kerja semampu saya, tapi dengan begitu, malah justru menimbulkan masalah buat keluarga saya, istri saya merasa kurang lah istilahnya. Akhirnya timbul sering cek-cok dalam rumah tangga saya. Katanya tiga tahun kamu sudah ninggalin saya gini gini engga pernah kirim uang, engga pernah kasih kabar. Bahkan pihak keluarga sempat ngabarin kalau saya sudah meninggal mungkin karena 2,5 tahun engga pernah ada kabar sama sekali.” Kejadian perselingkuhan lebih jarang terjadi di kalangan para istri yang ditinggalkan suaminya bermigrasi daripada para suami yang ditinggalkan istrinya bermigrasi. Namun, dalam beberapa contoh, para istri yang ditinggal suaminya bermigrasi sering kali marah dan gelisah karena mendengar kabar (kadang-kadang dipicu oleh gosip dari keluarga atau tetangga) bahwa suami mereka telah menghambur-hamburkan uang ketika di luar negeri dan berpacaran dengan perempuan lain. Seperti yang disampaikan seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan: “Banyak pertengkaran dengan istri…Saya pulang engga bawa uang. Dipikirnya dia, saya itu di sana itu senang senang apalah… Sejak saya pulang, mungkin sampai sekarang [pertengkarannya].” Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, menjelaskan bahwa salah satu teman kerjanya, ketika mengalami eksploitasi, akhirnya berhasil menelepon ke rumah. Namun saat itu yang ia dengar dari istrinya adalah bahwa istrinya tersebut ingin bercerai:

[Dia] tinggal tulang, badan kurus narik pelampung, sampai nangis-nangis itu dipangkuan saya, “Bilangin kapten saya pengen pulang”… Ketika dia bisa telepon, apa

Page 137: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

133

yang dia denger dari telepon [dari istrinya], “saya minta cerai.” [Dia] sudah terlantar di sana, engga dapat gaji, makan juga rebutan. Dapat telepon dari istrinya, minta cerai.

Pada beberapa kasus, kekerasan dalam rumah tangga menjadi isu dalam pernikahan setelah perdagangan orang dan pada berbagai tahap reintegrasi. Pada beberapa kasus, perempuan yang sudah menikah sebelum diperdagangkan dan kekerasan terjadi setelah mereka kembali dan, setidaknya sebagian, tampaknya dalam konteks tekanan yang muncul selama reintegrasi. Dalam kasus lain, perempuan menikahi pasangan mereka setelah perdagangan orang dan mereka masa lalu mereka ketika menjadi korban perdagangan orang menjadi sumber dari ketegangan dalam rumah tangga. Seorang perempuan menggambarkan bahwa suaminya sering membesar-besarkan dan menyalahkan dirinya atas eksploitasi yang dialaminya (bahwa ia pernah di prostitusi), dan melakukan kekerasan fisik dan verbal terhadapnya:

Sampai sekarang, hidup saya kadang kadang menyakitkan. Kalau berantem [dengan suami] pasti masa lalu saya tuh di ungkit, ‘Susah kalo punya istri mantan [pekerja seks]’, katanya gitu. Susah jadi saya. Paling sakit kalo dikatain kaya begitu apalagi kalo dikatain di depan anak. […] Aku pengen punya suami yang sayang. Saya masih disiksa sama dia. Kalo berantem tuh engga pernah engga mukul. Kadang aku pengen ngelapor cuma saya ngeliat anak kasian gitu kasiannya ke anak aja. Udah gitu saya di sini kan sendiri ya engga punya keluarga. Keluarga saya jauh dari sini. Takutnya aku kan sementara masih kerja di sini dia tau aku kerja d isini takutnya itu ketika saya bertindak dia dendam.

Dalam sebuah contoh, setidaknya, seorang laki-laki yang diperdagangkan menggambarkan bahwa ia melakukan kekerasan terhadap istrinya selama reintegrasi, saat mereka bertengkar, yang tampaknya hal ini berkaitan erat dengan masalah-masalah yang muncul akibat perdagangan orang. Setidaknya seorang perempuan juga melakukan kekerasan fisik terhadap suaminya, meskipun hal tersebut ia lakukan dalam upaya membela diri dan melawan kekerasan yang dilakukan suaminya terhadapnya. Tidak semua kekerasan disebabkan oleh pengalaman trafficking seseorang. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, menggambarkan bahwa ia mengalami kekerasan dari laki-laki yang dinikahinya setelah kembali dari perdagangan orang, dan sudah dikarunai dua anak dari perkawinan mereka. Umumnya suaminya tersebut melakukan kekerasan ketika sedang dalam pengaruh minuman keras. Keretakan rumah tangga tidak mudah diperbaiki dan banyak korban menggambarkan masalah yang dihadapinya sebagai salah satu isu yang paling membuatnya tertekan selama reintegrasi. Seorang perempuan, diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga, menjelaskan bahwa bahkan hingga saat ini, tiga tahun sejak ia kembali, dia masih merasa terluka oleh perselingkuhan suaminya: “Sakit hatinya itu sampai sekarang belum ilang.” Beberapa pernikahan mengalami keruntuhan dari waktu ke waktu, di bawah berat tekanan keuangan dan antar pribadi. Dua puluh dari 108 responden dalam penelitian ini telah berpisah atau bercerai sejak mereka diperdagangkan dan/atau sejak mereka kembali dari perdagangan orang. Beberapa orang lain menjelaskan mengalami perselisihan dan masalah dalam perkawinan yang berpotensi dapat menyebabkan perceraian. Beban untuk mengelola pemulihan dan reintegrasi seseorang menjadi sulit dan semakin sulit lagi ketika korban bercerai, berpisah atau menjanda (dan sering kali menjadi orang tua tunggal). Seorang anak muda, yang ibunya diperdagangkan selama beberapa tahun, mengatakan:

Page 138: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

134

“Ya, semua pasti mengalami ekonomi semua, semua orang. Tapi yang namanya single parent ada titik yang susah dalam fight-nya, karena saya juga ngerasain. Saya jatuh ada istri yang dorong, dia jatuh saya yang dorong. Kalau single parent siapa yang mau dorong?” Ketegangan dalam keluarga inti dan keluarga besar Ada kalanya anggota keluarga lain, dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sumber utama dari dukungan atau, dalam keadaan sulit, dapat menimbulkan konflik dan masalah tambahan. Mereka termasuk orang tua korban (dan mertua), saudara, paman dan bibi, kakek-nenek serta para kerabat lainnya, baik kerabat dekat dan maupun jauh. Korban juga menggambarkan adanya keretakan dan kerenggangan pada banyak hubungan tersebut. Salah satu hubungan yang paling penting dalam keluarga inti adalah antara anak-anak dewasa dan orang tua mereka. Sejumlah korban menjelaskan bahwa mereka bermigrasi untuk dapat lebih membantu dan mendukung orang tua mereka. Kegagalan ketika bermigrasi dapat merupakan sumber ketegangan bagi beberapa korban dan orang tua mereka. Seorang laki-laki menggambarkan bagaimana setelah ia pulang, orang tuanya memandangnya secara berbeda dari sebelumnya: “Orang tua melihat saya itu sudah engga layak, sudah engga pantes, engga ngerasa kayak dulu itu keluarga itu. Saya sih sadar saya pengangguran, dan orang tua engga punya.” Kondisi ini akan semakin parah jika korban telah meminjam uang dari orang tuanya untuk biaya migrasi mereka atau orang tua mereka meminjam uang kepada orang lain untuk keperluan mereka bermigrasi. Selain itu, banyak orang tua yang merawat cucu mereka ketika anak mereka/korban pergi bermigrasi, dengan kesepakatan bahwa anak mereka/korban trafficking akan mengirimkan uang untuk merawat anak-anak dan, apalagi, akan kembali dengan membawa sejumlah uang untuk memperbaiki situasi keluarga. Kegagalan untuk melakukan kesepakatan tadi dapat menjadi sumber ketegangan dengan keluarga, pada berbagai tingkatan. Hal ini akan semakin rumit lagi ketika kegagalan migrasi menyebabkan para orang tua korban harus mendukung anak mereka (korban) dan umumnya juga pasangan dan anak-anak mereka setelah kembali. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, tinggal bersama orang tuanya selama beberapa bulan setelah ia pulang, dengan membawa istri dan anaknya untuk tinggal di sana. Dia menceritakan perlakuan buruk yang mereka terima dari ibunya yang membenci kehadiran mereka di rumahnya:

Anak aku aja yang kecil kalo lihat TV dimarahin. Ributnya, kaya, “Televisi kamu aja sana beli.” Saya sering di usir,“Sana pergi kamu”, kaya gitu. […] Istri saya yang sering dimarahin ama ibu sering banget… Misalkan makanan udah dari kemaren kan istri aku kan selalu dibuang ibu akunya marah-marah. Kalau istri saya ngepel juga dimarahin dengan bermacam alasan. Ini itu susah.

Demikian pula, seorang perempuan, diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga, sudah berada di rumah selama dua tahun dan keluarganya bergantung pada mertuanya. Ia menjelaskan bahwa, sementara ayah mertuanya membantu keluarganya, ia juga marah karena ketergantungan mereka padanya dan sering berbicara negatif tentang mereka kepada teman-teman dan para tetangga: “Kalau makan sih ditanggung sama mertua. Tapi kadang kita juga suka ngerasa engga enak sama omongannya. Kadang ngomongnya nyindir-nyindir tentang kejelekan saya gitu ke tetangga. Mertua juga ada keselnya liat itu liat suami di rumah terus. Sedangkan, pemasukannya cuma dari warung kecilnya mertua.”

Page 139: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

135

Seorang laki-laki juga menceritakan bahwa ia merasa tidak nyaman atas masalah yang disebabkan oleh eksploitasinya yang membuat orang tuanya selalu ragu-ragu untuk melakukan apa pun yang dapat menyebabkan kesedihan emosional dan kesulitan keuangan lebih lanjut. Meskipun kadang-kadang dimungkinkan, bahkan diperlukan, untuk membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pekerjaan, ia tidak ingin melakukan hal itu agar tidak memunculkan stres lebih lanjut kepada orang tuanya: “Ada juga harus pakai uang [untuk mendapat pekerjaan]. Ya kalau masalah pakai uang [untuk mendapat pekerjaan] saya engga bisa. Saya engga punya uang dan saya sudah nyusahin orang tua. Masak harus nyusahin [orang tua] lagi.” Selain pemicu stres yang bersifat keuangan, para korban juga menjelaskan sumber stres lainnya yaitu terkait hubungan mereka dengan orang tua. Seorang perempuan menggambarkan bagaimana ia merasa tidak nyaman ketika ibunya menjadi sasaran gosip dan kritik di keluarganya karena ia pernah (dipaksa) bekerja di prostitusi, berpisah dari suaminya dan mempunyai utang:

Kadang aku suka malu sama ibuku. Dia suka denger omongan orang juga tentang aku [mereka bilang] aku jablay lah. Tapi aku bilang, “Jangan denger omongan orang yah. Mereka ga pernah kasih aku makan ko aku bilang gitu”… Mereka masih saudara-saudara aku sendiri sih. Sekarang pun aku masih dimusuhi sama keluarga aku sendiri dan saudaraku tapi aku ga tahu alasanya itu apa… Aku ga tahu, mungkin karena aku cerai dari suami pertamaku. Mungkin karena aku banyak hutang. Mungkin karena banyak orang yang nagih utang lah ke rumah.

Dalam beberapa kasus, korban pulang ke rumah dengan membawa anak yang lahir akibat pengalaman trafficking mereka, yang juga dapat menjadi sumber stres bagi orang tua korban, untuk tidak mengatakan bahwa hal ini akan menambah tekanan keuangan. Sebagaimana dijelaskan seorang perempuan yang diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga:

“[Ibu saya] nangis, nasib katanya gitu, kok kayak gini katanya. Kalau pulang dari Saudi kebanyakan orang bawa uang, saya kan bawa dua anak.”

Beberapa korban menghadapi masalah dengan orang tua yang tidak menyadari bahwa mereka (anaknya) adalah korban perdagangan orang, bukan pelaku kejahatan (Misalnya, penangkap ikan illegal, migran tidak berdokumen). Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, pernah dipenjara di luar negeri dan ditolak oleh keluarganya ketika pulang karena mereka mengira bahwa ia telah dihukum karena melakukan kejahatan (bukan dilihat sebagai korban perdagangan orang): “Pertama kali saya pulang itu yang menemui cuman istri saya doank, dari keluarga itu pada acuh. Karena tahu saya pulang dari penjara. Yang masih mau menerima istri saya. […] Walaupun itu orang tua kandung, engga mau menerima sama sekali… Terus dari pihak keluarga juga bukannya menghibur atau ini, malah menjauh.” Banyak korban juga menjelaskan ketegangan dalam hubungan mereka dengan mertua (umumnya), juga anggota keluarga lain dari pasangan mereka (ipar). Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menggambarkan bagaimana pernikahannya gagal karena ia tidak tahan diperlakukan buruk oleh kakak iparnya ketika mereka semua tinggal bersama orang tua istrinya: “…kakak ipar saya, dia sombong banget dan saya engga suka [rumah tangga saya] diatur [oleh dia]. Saya bilang sama mantan istri bahwa saya udah engga tahan lagi kalau dia masih suka kayak gitu … ya udah kita putusin cerai. Alhamdulillah terus saya nikah sama istri yang sekarang. Seorang perempuan tidak menyadari bahwa dirinya hamil ketika bermigrasi. Beberapa bulan kemudian, ketika ia kembali ke rumah dengan kondisi kehamilan yang dapat terlihat, ia dituduh oleh saudara dari suaminya bahwa ia hamil di luar nikah: “Ada sepupu suami, katanya, ‘Masak nikah baru dua minggu langsung hamil gitu mana

Page 140: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

136

mungkin gitu?’ Kata saya, ‘Ya sudah kalau engga percaya tunggu saya ngelahirin, ambil anaknya tes DNA juga boleh, kalau ada campuran darah orang, misalkan saya tidur sama majikan atau bagaimana’… Kata suami saya, ‘Sudah, saya percaya’. Saya mah kan engga ngelakuin apa-apa gitu sama orang. Saya engga takut, soalnya kan engga pernah gitu tidur sama orang lain.” Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual sering kali dilihat bahwa mereka terlibat dalam prostitusi secara sukarela daripada bahwa mereka telah dieksploitasi. Keterlibatan dalam prostitusi merupakan sumber ketegangan yang cukup besar di banyak keluarga inti dan keluarga besar. Seorang perempuan, yang disebutkan di atas, menceritakan ketegangan dan masalah dengan besannya (mertua dari putrinya) karena di masa lalu ia pernah terlibat dalam prostitusi dan hal ini menyebabkan putrinya stres: “Mereka engga habis pikir, kok dapat mantu kayak gini, kok mau sih sama yang ibunya bekas kayak gini gini [pernah di prostitusi]. Perempuan lain, diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, menggambarkan pengalamannya yang ditolak oleh keluarganya karena dianggap terlibat dalam prostitusi dan menggunakan obat terlarang ketika ia dieksploitasi: “Aku datang lah ke rumah saudaraku. Mereka datang ngusir aku secara halus. Perlakuan jadi kayak gitu karena aku pakai narkoba [waktu jadi korban perdagangan orang], males lihat aku.” Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menggambarkan bagaimana ia memilih untuk berintegrasi di komunitas baru daripada tinggal di desa asalnya agar terhindar dari masalah dan gosip di kalangan keluarga besarnya: “Saya mau hidup mulai hidup baru. Sodara-sodara semua mulutnya ga baik lah. Kalo selagi kita ada dan ada ngasihnya mereka baik. Kalo kita ga ada pengasihnya ke dia, mulutnya jahat-jahat (menyebarkan kebohongan). […] Ibu saya pun banyak sakit hati dengan sodara-sodaranya selama di situ itu. Mereka baiknya kalo kita ngasih ini itu mereka baik, kalo kita cuek, pada ngomongin dari belakang.” Perempuan ini telah diterpa gosip yang disebarkan saudaranya sendiri bahwa ketika di luar negeri ia menjadi pekerja seks ketika di luar negeri: “Ketika [saudara saya] pulang [ke Indonesia], dia ngoceh ke semua orang, ke saudara di rumah dikatakan saya ini kerja prostitusi… Ibu saya shock, sampai ibu saya kena stroke.” Dalam beberapa kasus, tragedi keluarga yang terjadi ketika korban trafficking berada jauh dari rumah, berdampak buruk pada individu korban dan lingkungan keluarga yang lebih luas. Seorang perempuan, berstatus menikah dan mempunyai tiga anak, kemudian menjadi janda saat ia bekerja di luar negeri dan kemudian ia berhasil bernegosiasi dengan majikannya agar ia bisa kembali ke rumah. Setibanya di rumah, ia baru mengetahui bahwa ayahnya juga telah meninggal saat ia masih di luar negeri:

Waktu saya baru sampai di rumah, itu baru tiga hari suami engga ada. Masih banyak saudara di rumah. Saat turun di rumah. Sudah banyak orang di jalan. Pingsan saya. Cape engga makan dua hari. Inget terus anak-anak ditinggal bapaknya. Masih banyak orang lah. Saya sadar udah ada di rumah, sudah dikelilingi orang banyak. Kata saya, “Bapak kemana?” Tidak ada yang menjawab. Saya tanya lagi, “Bapak kemana?” Sebelumnya saya yang saya tau, bapak dan ibu memang tinggal di rumah suami. Pada diam semua. Kata yang lain, sebenernya bapak sudah meninggal, saat saya masih di [luar negeri]. Kalau telepon dari [luar negeri], saya tanya, “Bapak ada?”,”Ada lagi maen,” Atau, “sudah tidur.” Padahal udah meninggal. Mereka ga ngasih tau, katanya takut mengganggu saya kerja di [luar negeri]…Waktu pertama sampai rumah, saya shock karena ayah meninggal, suami saya meninggal. Kata saudara-saudara, “Sudah lah, sekarang mah gimana caranya, untuk nafkahin anak-anak.”

Page 141: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

137

Situasi perempuan ini bahkan menjadi lebih rumit oleh reaksi ibu mertuanya ketika akhirnya ia memutuskan untuk menikah lagi:

Pas tau saya mau nikah juga, ibu mertua saya marah dan saya tidak diijinkan tinggal di rumah itu lagi. [Katanya], “Sudah jangan tinggal di sini, pikirin saja suamimu yang baru sana. Pergi kamu dari sini!” Saya hanya bisa menangis. Itu rumah saya. Saya mau tinggal di mana? Ada anak-anak, masih kecil-kecil, butuh kasih sayang orang tua. Udah ditinggal 20 bulan, udah ada di situ saya diusir-usir terus. Saya sering nangis. Kadang-kadang saya nginep di rumah bibi, supaya tidak kesel, supaya tidak kena marah mertua terus. Bibi saya mendukung dan kata bibi, ”Sudah jangan terlalu difikirkan (apa kata Ibu mertua), semua akan baik-baik saja.” Kalau hubungan dengan anak biasa saja. Anak yang paling besar, malah bilang, “Udah aja bu, tinggal di sini aja.”

Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menuturkan bagaimana ayahnya telah meninggal saat ia di luar negeri dan ia pulang dengan tangan kosong dan mendapati bahwa istrinya sedang sakit parah: “[Istri saya] nangis, lihat saya, masih bisa duduk, cuman banyakan berbaring dan sudah kurus badannya. Ya nangis lah mas. Engga bisa ngomong apa-apa. Tapi bahagia sebenernya, sekalipun begitu dia bahagia ketemu suaminya. Saya engga nyangka ketemu hanya tiga kali terus meninggal.” Ia menjelaskan bahwa setelah kematian istrinya, tiga anaknya diambil darinya oleh saudaranya, dan dipisahkan satu dengan lainnya. Ia menceritakan masa hidupnya yang sangat menyedihkan itu:

Setelah istri meninggal akhirnya saya sangat down. Akhirnya saya dikeluarkan, saya nganggur lagi. Istri sudah tidak ada, anak dibawa ke [kota lain] sama orang tua, di saudara-saudara, tercerai berai lah tiga-tiganya. Saya di sini. […] Saya tak berdaya. Kondisi saya lemah… Saya udah ga peduli lagi apa-apa. […] Kecewa iya, penyesalan iya, pesimis iya… Orang yang memberi semangat biasanya orang yang di samping kita, ketika yang di samping kita ini dicabut semuanya down. Istri selalu memberi semangat, dengan begitu sabarnya. tapi ko meninggal gitu loh. Saat kita belum bisa memberikan apa-apa. Saya berkecamuk dan dendam sama sponsor… Pesimis dan penyesalan juga ada.

Selain itu, kerabat-kerabat istrinya menyalahkan dirinya karena pulang tidak membawa uang dan hal ini telah mengganggu hubungannya dengan anak-anaknya selama beberapa tahun. Dalam beberapa kasus, anggota keluarga yang terlibat dalam kasus trafficking seseorang, membuat situasi menjadi rumit (dan berpotensi tidak aman) selama reintegrasi. Korban trafficking yang telah didesak (atau secara harfiah dijerumuskan) oleh keluarga ke dalam trafficking, tidak selalu (atau, bisa dikatakan, tidak banyak terjadi) bisa memutuskan hubungan dengan anggota keluarga atau memberi perlawanan terhadap pelanggaran yang mereka lakukan.130 Seorang perempuan, yang diperdagangkan ke dalam prostitusi pada usia 13 tahun oleh ayahnya, menjelaskan bahwa ia tidak mampu melepaskan diri dari situasi eksploitasinya sampai ia bisa membayar utang-utang ayahnya: "…[mucikari] saya cerita, ‘Bapak kamu pulang kampung tapi pinjem duit satu setengah juta (136 USD).’ Saya langsung lemes engga bisa ngomong apa-apa karena [ayah saya] udah pinjam duit udah dibawa ke kampung jadi saya harus bayar itu duit.” Ia pun tidak mampu untuk memutuskan hubungan dengan keluarganya yang telah mengkhianatinya dan pada saat wawancara dengannya, ia tetap menyokong kebutuhan ibunya yang sebetulnya mengetahui (dan, dapat diperdebatkan, terlibat) saat ia dipaksa terjun ke dalam prostitusi.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!130 Lihat juga Brunovskis, A. & R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington: NEXUS Institute.

Page 142: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

138

Anggota keluarga juga kadang-kadang terlibat dalam perekrutan dan memfasilitasi migrasi tenaga kerja yang berakhir menjadi perdagangan orang. Seorang laki-laki menjelaskan bagaimana ia direkrut oleh kakak iparnya (kakak istrinya) untuk bekerja di sebuah perkebunan di Malaysia, namun ia ditipu mengenai kondisi dan syarat kerja. Gajinya pun dipotong: "Saya marah sama [kakak ipar] karena kata-katanya [janji] yang berbeda di sini [di Indonesia] dan di sana [di Malaysia]. Sikapnya [dan tindakan] juga berbeda.” Tapi dia tidak merasa mampu mengungkapkan perbuatan saudara iparnya tersebut, sekalipun kepada istrinya setelah ia kembali bertahun-tahun, karena posisinya yang "lemah" dalam keluarga: “Saya hanya menantu. Saya tidak mengatakan apa-apa, itu rahasia pribadi saya.” Dia tidak pernah menghadapi kakak iparnya, dan memilih menghindar jika kakak iparnya tersebut berkunjung ke rumahnya. Masalah dan isu-isu keluarga lainnya dapat muncul dan dapat menambah tekanan kepada kehidupan korban selama reintegrasi. Seorang laki-laki pada saat wawancara pertama kondisinya dalam keadaan baik, namun pada wawancara kedua ia dan istrinya baru saja mengetahui bahwa anak remaja perempuan mereka yang baru saja putus sekolah dalam keadaan hamil dan didesak untuk menikah dengan pacarnya. Anaknya tersebut saat ini tinggal dengan keluarga suaminya. Situasi tersebut berdampak buruk terhadap laki-laki ini karena ia harus berupaya untuk mengelola kesedihannya setelah “kehilangan” putrinya, kekecewaannya dengan perilaku puterinya, frustrasi karena puterinya kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan malu kepada masyarakat karena anak remajanya hamil di luar nikah. Ia menggambarkan tantangan ini dengan penuh emosi:

Ini kan ceritanya anak saya [yang berumur 16 tahun]. Malunya sama tetangga-tetangga gitu doang. Kejadiannya waktu dia udah keluar SMP. Ceritanya dulu kan waktu sudah keluar mau saya urusin pokoknya punya duit engga punya duit harus sekolah SMA. Eh giliran pas keluar SMP engga tahunya dia hamil, lah di situ itu hamil di luar nikah. Kan kaget saya, kok anak saya bisa begitu, padahal saya keras mendidik, kok bisa? Bagaimana? Ditanyain, tetep engga ngaku sama saya. Sama ibunya ditanya juga engga ngaku. Eh giliran pacarnya yang datang ke rumah saya, ibu bapaknya si cowok, katanya, “Anak kamu hamil”… Malu saya. […] Saya engga pikir-pikir lagi, langsung dinikahin, walaupun masih di bawah umur. […] Kadang-kadang kangen juga, biasa kumpul di rumah. Sekarang ditinggalin, saya merasa kehilangan, merasa kehilangan kayak ditinggal mati.

Seorang pemuda, yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan, bahkan belum mampu membangun rumah tangganya sendiri. Dia menjelaskan bahwa perdagangan orang dan perjuangannya untuk bereintegrasi berdampak pada kesulitannya untuk menjalin sebuah rumah tangga: “Saya pengen nikah, saya belum nikah. Saya belum punya pacar. Gimana bisa? Masih nganggur.”

5.2.5 Beberapa isu, ketegangan dan kerentanan dalam keluarga Tantangan dan kerentanan sebagaimana dibahas di atas tidaklah berdiri sendiri. Orang yang diperdagangkan dan keluarga mereka menghadapi banyak, bahkan kadang-kadang, semua isu dan ketegangan tersebut, pada tingkatan yang berbeda dan pada tahap yang berbeda. Artinya, kesulitan keuangan biasanya terjadi atau meningkatkan konflik dan ketegangan dalam keluarga, termasuk perasaan malu dan saling menyalahkan, serta menyebabkan keretakan hubungan. Seorang laki-laki menggambarkan bagaimana ia dan istrinya memiliki hubungan yang baik dan situasi ekonomi yang cukup baik sebelum dia pergi, namun pengalaman trafficking-nya telah mengubah segalanya dan istrinya menyalahkan dirinya atas kejadian tersebut: “Dulu kami baik-baik saja. Saya kerja kecil-kecilan, maksudnya ekonomi lancar, engga terbebani hutang. Pas berangkat ke sana [ke luar negeri] saya gagal. Punya utang, sakit. Engga kerja. Makan seadanya,

Page 143: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

139

kadang-kadang daun-daunan yang bisa dimakan direbus supaya anak-anak makan. Demikian pula, kondisi fisik atau psikologis yang kurang baik sering menyebabkan korban tidak mampu bekerja, yang kemudian memperparah masalah ekonomi, menimbulkan stres dan situasi saling menyalahkan di dalam keluarga. Isu-isu dan ketegangan sering kali saling memperkuat dan bersinggungan dan korban serta keluarga mereka terus berjuang pada berbagai tingkatan untuk bangkit dari situasi perdagangan orang.

5.3 Berbagai reaksi dalam keluarga–mendukung dan tidak mendukung, positif dan negatif Keluarga bukanlah sebuah unit yang homogen; angota keluarga bereaksi secara berbeda kepada korban perdagangan orang ketika mereka kembali ke rumah dan selama reintegrasi mereka. Beberapa responden menemukan”rumah” mereka sebagai sesuatu yang bersifat mendukung dan tidak mendukung, “sehat” dan “menghancurkan”, positif dan negatif. Seorang perempuan, diperdagangkan untuk prostitusi, menggambarkan penerimaan yang hangat dan mendukung dari ibunya, termasuk mempersilahkan ia dan anak-anaknya untuk tinggal bersamanya. Sejak ia kembali, ibunya sangat khawatir tentang kondisinya dan selalu mendukungnya dengan segala cara: “Setiap kemana aku pergi, ibu selalu mengkhawatirkan aku… Dia takut kehilangan aku lagi.” Namun demikian, perempuan ini berseteru dengan saudara-saudara kandungnya karena ia telah meminjam uang dari mereka untuk membantu mengembalikan utang mantan suaminya, yang kemudian menyebabkan saudara-saudaranya memandang rendah terhadapnya. Ia menggambarkan tekanan-tekanan yang terjadi, terutama dengan kakak perempuannya saat pertama kali ia kembali ke rumah: “Kakakku marah sama aku… Mereka marah karena mereka bantu bayarin utang aku ke bank.” Untungnya, situasi hubungan mereka kemudian membaik seiring berjalannya waktu dan saudara-saudaranya saat ini mau berkunjung ke rumah ibunya di mana perempuan ini tinggal di sana juga: “[Kakak perempuanku] kadang-kadang suka main ke rumah Ibu, tadinya engga mau sama sekali, karena kebenciannya sama aku.” Demikian pula, seorang laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal ikan, menjelaskan bahwa ia mempunyai hubungan yang baik dengan saudara perempuannya yang tinggal di Jakarta, namun hubungannya dengan saudaranya di desa asalnya berlangsung buruk karena ia mempunyai utang kepada saudaranya di sana dan masih belum bisa dibayar. Ia menjelaskan bahwa ia tidak bisa pulang dan tinggal di kampung halamannya karena masalah utang ini:

[Kakakku] nanya, “Gimana kamu dapat duit engga, buat nutup hutang kamu? Awalnya keluarga baik, tapi setelah tahu, kalau uang itu engga bisa dapet kan keluarga stres juga… Keluargaku masih merasa tertekan seperti itu. Keluargaku keselnya begitu, sudah berapa tahun, uangku [gaji] engga keluar. Mereka paling bilang, “Ya sudah kamu kalau uang kamu keluar, yang penting utang kamu ditutup.” […] Aku akan pulang kalau udah bisa bayar utang aku.

Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, merupakan seorang janda dengan tiga anak. Ia bermigrasi ke luar negeri setelah kematian suaminya untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Seperti dibahas di atas, ketika ia kembali ke rumah, ia tidak bisa mengandalkan bantuan dari saudara perempuannya karena akan menimbulkan masalah dan kemarahan dari keluarga saudara perempuannya tersebut. Ia juga menemui masalah dengan putra bungsunya yang menyalahkan dirinya karena meninggalkannya ke luar negeridan menghadapi tuduhan dari putra sulungnya akibat ketidakhadirannya ketika bekerja di luar negeri, ibunya tersebut tidak bersama anak-anak: Dia juga menghadapi tuduhan dari anak

Page 144: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

140

sulungnya yang mengatakan kepadanya saat dia kembali: "Kami tidak membutuhkan uang Ibu, kami membutuhkan perhatian Ibu.” Perempuan ini memang memiliki hubungan positif dengan putrinya pada saat wawancara pertama, meskipun kemudian hubungan mereka memburuk setelah wawancara kedua dilakukan. Namun demikian ia mampu mendapatkan dukungan dari keluarga suaminya, terutama kakak iparnya, istri dan anak-anak mereka, yang mendukungnya secara secara emosional dan finansial setelah dia pulang. Seorang laki-laki (seperti disebutkan di atas) menggambarkan bahwa ia diterima dengan baik oleh istrinya namun ditolak oleh banyak orang di dalam anggota keluarga karena ketika di luar negeri ia pernah dipenjara karena menjadi migran tidak berdokumen. Tidak hanya individu anggota keluarga yang bereaksi secara berbeda atas kepulangan korban, tetapi reaksi-reaksi tersebut juga berubah-ubah dari waktu ke waktu. Beberapa responden menggambarkan bagaimana, bagi mereka, lingkungan keluarga dapat bersifat mendukung dan tidak mendukung, karena beberapa hubungan tampaknya mendorong (kesuksesan) reintegrasi dan hubungan lainnya menjadi ancaman untuk merusak reintegrasi. Secara keseluruhan, para korban menggambarkan berbagai lingkungan keluarga mereka temui setelah trafficking. Bagi banyak orang yang diperdagangkan, keluarga adalah fondasi penting bagi proses reintegrasi, di mana para anggota keluarga memberikan dukungan emosional, sosial dan/atau ekonomi. Responden lainnya menjelaskan hubungan keluarga yang tidak sehat dan negatif (bahkan kadang-kadang berbahaya), yang menghambat reintegrasi. Dan beberapa korban perdagangan orang menghadapi reaksi beragam dari para anggota keluarga, yang bersifat cair dan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Beberapa aspek dari lingkungan keluarga tampaknya mendukung keberhasilan reintegrasi sementara beberapa hubungan dengan beberapa anggota keluarga tampaknya menghambat keberhasilan reintegrasi. 5.4 Ringkasan Reintegrasi adalah proses yang tidak hanya meliputi korban trafficking secara individu namun juga anggota keluarga dan lingkungan keluarga di mana ia kembali. Korban tidak hanya harus berdamai dengan penderitaan yang mereka alami tapi mereka juga harus menghadapai reaksi dan tanggapan dari anggota keluarga. Di saat yang sama, anggota keluarga harus mengatasi penderitaan yang terjadi saat korban dieksploitasi dan berdamai pula denga penderitaan korban dan mengarahkan mengatasi dan mendukung reintegrasi korban. Keluarga sering kali menyediakan bentuk dukungan yang penting setelah trafficking–secara emosional, sosial, fisik dan ekonomi yang berkontribusi pada suksesnya reintegrasi individu. Pada saat yang sama lingkungan keluarga biasanya menimbulkan kerentanan (dan bahkan kerusakan) yang dapat menggagalkan kesembuhan korban dan suksesnya reintegrasi. Untuk responden dalam penelitian ini, lingkungan keluarga sangat berbeda-beda dan kompleks bahkan terkadang bertentangan. Korban trafficking di Indonesia kembali dan melakukan reintegrasi dalam keadaan keluarga dan rumah tangga yang berbeda di mana mereka menghadapi reaksi dan tanggapan yang berbeda dari waktu ke waktu. Keluarga bagi hampir semua korban merupakan sumber dukungan utama setelah trafficking. Banyak responden umumnya menemukan keluarga sebagai lingkungan yang aman, mendukung dan melindungi selama reintegrasi. Korban dan keluarga menjelaskan perasaan lega, gembira dan bersyukur. Namun demikian, bahkan dalam situasi keluarga yang positif, reintegrasi merupakan hal yang rumit. Korban dan keluarga mengalami tekanan dan ketegangan di tingkat dan faktor yang berbeda. Keuangan dalam keluarga merupakan faktor yang menyebabkan tekanan dan

Page 145: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

141

kesulitas, merasa malu dan disalahkan, dan hubungan yang rusak atau hilang (keretakan dan perpecahan antara orang tua dan anak, atau pernikahan yang retak atau berakhir). Dalam banyak kasus, faktor-faktor yang dihadapi serupa, keluarga dan korban menghadapi berbagai masalah, ketegangan dan kerentanan yang bersamaan dan saling memberatkan. Terlebih lagi, keluarga bukan unit yang homogen. Anggota keluarga memberikan reaksi yang berbeda pada korban ketika kembali dan selama reintegrasi. Beberapa responden menemukan ‘rumah’ yang sehat sekaligus merusak, posistif namun juga positif. Anggota keluarga tidak hanya bereaksi berbeda, namun reaksi mereka berubah dari waktu ke waktu. Responden menjelaskan bagaimana keluarga bisa mendukung dan merugikan, demikian juga pada pasangan, ada yang mendukung dan ada pula yang mengancam reintegrasi. Secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini melaporkan adanya pengaruh yang luas dari lingkungan keluarga setelah trafficking. Bagi banyak korban, keluarga menyediakan dukungan emosional, sosial dan ekonomi. Responden lain menjelaskan hubungan keluarga yang negatif dan tidak sehat yang lebih jauh menyulitkan reintegrasi. Beberapa korban menghadapi reaksi yang berbeda-beda dari anggota keluarga yag berbeda dan berubah dari waktu ke waktu. Meskipun berada dalam keluarga lengkap, masalah tetap ada dan banyak korban dapat mengarahkan hidupnya, mengatur dan mengatasi ketegangan dan masalah yang dihadapi dalam keluarga saat reintegrasi dari waktu ke waktu.

Seorang perempuan sedang menjemur pakaian di luar rumah keluarganya di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Page 146: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

142

6. Berada di rumah. Pengalaman reintegrasi di lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat tempat korban bereintegrasi atau berintegrasi adalah faktor penting dan membingkai proses reintegrasi. Masyarakat mencakup berbagai individu dengan kadar keintiman dan jarak yang bervariasi dengan korban–teman, kenalan, tetangga, lingkungan sebaya, rekan kerja, pemimpin komunitas dan sebagainya. Hal ini mencakup mereka yang dekat dan secara intim terlibat dalam kehidupan korban, demikian juga yang berada didalam lingkungan yang lebih luas dan lebih jauh dari korban. Baik ketika korban kembali ke komunitas asalnya atau menetap dalam komunitas baru, reintegrasi secara langsung menerima dampak dari lingkungan sosial budaya tempat korban hidup dari waktu ke waktu. Sebagaimana keluarga, lingkungan komunitas dapat menjadi lingkungan yang kompleks dan kontradiktif, yang dapat mendukung atau tidak mendukung, dan membawa reaksi yang berbeda bahkan kontradiktif dari tetangga, teman dan lainnya, serta berubah dari waktu ke waktu.

Persimpangan di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro. !

Tentang kehidupan masyarakat Lingkungan masyarakat tempat korban tinggal setelah mereka mengalami eksploitasi berbeda dari satu korban ke korban lainnya. Beberapa korban kembali hidup di komunitas asalnya sementara yang lain berintegrasi ke komunitas yang baru. Beberapa korban pindah ke beberapa

Page 147: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

143

komunitas yang berbeda pada tahap reintegrasi yang berbeda, berdasarkan perubahan dan perkembangan yang ada dalam hidup mereka. Diagram #8 (di bawah) menggambarkan komunitas di mana korban dapat berintegrasi atau reintegrasi. Diagram #8. Lingkungan masyarakat tempat korban trafficking bereintegrasi/berintegrasi 79 dari 108 korban bereintegrasi pada komunitas asal mereka, kembali ke kehidupan yang sama dan serupa dengan sebelum trafficking. Seperti yang telah didiskusikan dalam bagian sebelumnya 65 dari 79 individu kembali ke keluarga yang sama di komunitas yang sama di mana mereka hidup selama korban bermigrasi. Empat belas dari 79 individu melakukan reintegrasi kembali ke rumah yang sama dalam komunitas yang sama namun dengan situasi keluarga yang baru (misalnya karena perkawinan, perceraian atau perkawinan berikutnya). Diagram #9. Keadaan komunitas tempat korban bereintegrasi/berintegrasi

Pulang - pergi dari komunitas asal ke komunitas baru

Page 148: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

144

Sebaliknya, 29 dari 108 korban berintegrasi dalam komunitas baru. Bagaimanapun, hal ini berarti hal yang berbeda dalam kehidupan korban. Dalam beberapa kasus integrasi dalam komunitas baru hanyalah sementara dan lingkungan komunitas mereka agak cair. Delapan dari 29 korban melakukan proses hukum melawan pelaku trafficking dan memilih untuk tinggal di komunitas yang baru (terutama di Jakarta) sampai kasus mereka selesai. Beberapa dari mereka bekerja di tempat tinggal sementara itu di komunitas baru. Tiga dari delapan korban ini kembali ke tempat asal mereka setelah wawancara pertama. Dalam kasus yang lain, 3 dari 29 korban tinggal sementara di komunitas baru saat wawancara dilakukan, karena mereka mempunyai kesempatan bekerja di sana, bukan di lingkungan tempat tinggal asalnya. Lima dari 79 responden yang bereintegrasi dalam komunitas yang sama saat wawancara pertama dan kemudian berpindah ke komunitas yang baru untuk bekerja. Beberapa individu pulang pergi ke komunitas baru untuk bekerja (biasanya di kota dekat Jakarta, meskipun tetap tinggal di tempat asalnya saat wawancara. Dalam banyak kasus, meskipun tinggal sementara di tempat yang baru, korban berencana untuk kembali ke asalnya dan sering kali pulang untuk dapat bersama keluarga tiap kali pekerjaan dan penghasilan mereka memungkinkan. Dalam kasus lain, 18 dari 29 korban tinggal secara permanen di tempat yang baru, dan menetap disana setelah trafficking. Tujuh dari 29 berintegrasi di komunitas tempat mereka dieksploitasi, umumnya perempuan korban trafficking untuk prostitusi di Jakarta tetap tinggal disini. Satu dari tujuh korban tersebut, yang tinggal di komunitas baru, kemudian kembali ke komunitas asalnya setelah wawancara pertama. Delapan dari 29 korban berintegrasi dalam komunitas baru bersama pasangan dan tinggal dengan keluarga pasangan. Dalam beberapa situasi hal ini berarti pindah agak jauh dari komunitas asal (dan jaringan yang mendukung mereka) termasuk ke desa yang berbeda dan bahkan di propinsi yang jauh. Dalam dua kasus ini, responden berintegrasi dalam komumitas baru dengan pasangannya tetapi kembali ke daerah asalnya setelah bercerai. Contoh lainnya,3 dari 29 korban berintegrasi pada daerah yang sama sekali baru setelah trafficking, di lokasi dimana mereka tidak mempunyai hubungan kerabat atau pribadi dengan siapapun. Satu contoh, seorang perempuan yang bercerai membeli rumah di daerah di mana ia tidak memiliki ikatan. Ia menghidupi dirinya sendiri dan anaknya. Perempuan lainnya tinggal dengan saudara perempuannya dan keluarganya setelah kembali dari trafficking sampai ia bermigrasi lagi. Perempuan ketiga pindah untuk hidup dengan ibunya setelah kembali sementara suaminya bekerja di Jakarta, agar ia bisa merawat ibunya. “Saya pindah lagi ke rumah ibu. Sebelumnya saya tinggal di sini (di desa ini) dan sekarang saya pindah kesini lagi. Saya pikir, ketika saya masih anak-anak, ibu sudah merawat saya. Sekarang, giliran saya untuk merawat ibu saya di sini.” Situasi kehidupan merupakan hal yang cair dari waktu ke waktu, beberapa korban pindah beberapa kali selama proyek penelitian dilakukan. Misalnya seorang laki-laki korban yang diperdagangkan untuk bekerja di bidang perikanan kembali ke komunitas asalnya di Jawa Tengah setelah trafficking namun pulang pergi ke rumah sementaranya di Jakarta. Pada saat wawancara kedua, ia sudah menetap kembali di komunitas asalnya. Laki-laki lain yang tinggal di komunitas asalnya di Jawa Barat juga melakukan hal yang sama ke Jakarta dan kemudian menetap di sana saat wawancara kedua.

Page 149: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

145

Tentang hidup di dalam masyarakat dari waktu ke waktu Beberapa pengaturan hidup berubah dari waktu ke waktu mengikuti kehidupan keluarga yang membaik atau memburuk. Seperti disebutkan di atas, dua perempuan awalnya tinggal di komunitas asalnya dan berpindah ke komunitas suaminya dan kemudian kembali ke asalnya lagi setelah bercerai. Hal serupa juga terjadi pada seorang perempuan korban yang diperdagangkan untuk menjadi pekerja rumah tangga, awalnya ia kembai tinggal dengan anak perempuannya di komunitas asalnya dan pindah ke desa di dekatnya untuk tinggal bersama suaminya setelah ia menikah kembali. Beberapa bulan kemudian ia dan suaminya mengalami masalah pernikahan serius dan ia tidak tahu apakah ia akan tetap tinggal disana atau kembali ke komunitas asalnya dengan anak perempuannya atau mungkin menetap di tempat lain selamanya. Seorang perempuan (yang disebutkan di atas) yang tinggal dengan saudara perempuan dan keluarga (di desa yang baru) setelah trafficking, bermigrasi lagi dua kali dan kemudian hamil saat migrasi kedua. Ia lalu kembali ke rumah orang tuanya (sementara suaminya yang bukan merupakan orang Indonesia memilih untuk tinggal di luar negeri). Selang beberapa waktu, ia menikah kembali dan kini hidup dengan suami keduanya serta dua anaknya di komunitas asal suaminya. Beberapa responden memiliki rencana jangka panjang untuk pindah. Satu perempuan korban trafficking untuk eksploitasi seksual sejak keluar dari trafficking berintegrasi di kampung di Jakarta. Namun saat wawancara kedua, ia menjelaskan bahwa ia belum lama membeli tanah di desa asalnya dan berencana untuk kembali hidup di sana ketika ia sudah mempunyai tabungan yang cukup untuk membangun rumah. Satu faktor penting bagi kesuksesan reintegrasi pada banyak korban perdagangan orang adalah dukungan di dalam komunitas. Dalam beberapa situasi, situasi komunitas sangat konstruktif dan mendukung serta menawarkan tempat untuk berkembang dan kesempatan untuk terjadi pemulihan serta reintegrasi. Di lain pihak, korban juga bisa mengalami diskriminasi, pengucilan kerentanan dan ketimpangan struktural di dalam lingkungan komunitas. Pada saat yang sama, reaksi komunitas sering kali tidak seimbang dan korban menggambarkan reaksi yang berbeda-beda dari teman, tetangga dan para anggota komunitas. 6.1 Masyarakat yang mendukung Banyak korban yang menjelaskan penerimaan positif dan lingkungan komunitas yang mendukung ketika mereka pulang dari perdagangan orang dan melanjutkan kehidupan mereka. Korban perdagangan orang menjelaskan merasakan ketenteraman dan dorongan; belas kasihan dan simpati; dukungan dan kebaikan; dan penerimaan secara keseluruhan dari orang-orang yang berbeda dalam masyarakat–teman, tetangga, rekan sebaya dan anggota masyarakat. Kotak #3. Dukungan dan reaksi positif dari tetangga dan teman-teman

Tetangga merasa prihatin pada saya karena saya sangat kurus ketika pulang [dari Timur Tengah). (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Saya mendapat bermacam-macam reaksi [dari komunitas], yang pro dan kontra, ini takdir saya, mereka juga merasa kasihan karena suami saya sudah menikah lagi. Tapi sebenarnya saya senang sekali karena anak perempuan saya sukses. Ia lulus SMK. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga ) Mereka (tetangga dan anggota komunitas) memperlakukan saya dengan baik, Alhamdulillah.” (perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual)

Page 150: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

146

Iya, tetangga tahu.. saya bercerita […] Mereka berkata “Alhamdulillah, kamu pulang dengan selamat. Mereka semua mendoakan saya dan berkata “Alhamdulillah kamu bisa bertahan dan pulang ke rumah dengan selamat.” (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) [Tetangga-tetangga saya] baik pada saya. Banyak yang datang dan berkunjung, untuk menanyakan kabar. (laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja) Tetangga-tetangga memperlakukan saya dengan baik, kami baik-baik saja dan tidak pernah ada masalah. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Tetangga baik, mereka selalu memperlakukan saya dengan baik. Tetangga, saudara, Alhamdulillah mereka tetap saja, mereka tidak pernah berubah. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Tetangga-tetangga saya baik. Tidak ada reaksi buruk dari mereka, kebanyakan mereka saudara saya. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) [Tetangga] datang dan menyambut saya [ketika saya pulang]. Kalau orang datang dan saya menceritakan kejadian yang saya alami. Mereka berkata, ya sudah, yang penting kamu pulang dengan sehat dan selamat. “Kita bisa mendapat uang dan rejeki dari tempat lain”, orang-orang datang, saya menceritakan yang terjadi dan mereka mendukung saya. Begitu kejadiannya, tidak ada [reaksi negatif]. Mereka baik, Alhamdulillah. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Tetangga saya baik, ia mau mendengarkan cerita saya. (laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja) [Tetangga saya] menangis. [Mereka memperlakukan saya] dengan baik, banyak yang membawa makanan. Ketika saya datang, tetangga berkunjung dari malam sampai pagi. Beberapa dari mereka menasehati untuk tidak bekerja di luar negeri lagi. Banyak yang ingin tahu kondisi saya. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Dalam beberapa kasus, teman dan tetangga menawarkan dukungan yang nyata termasuk bantuan keuangan, makanan, dan kebutuhan dasar lainnya serta bantuan menemukan pekerjaan yang merupakan kebutuhan utama bagi mayoritas korban trafficking tidak hanya saat kembali tapi juga dari waktu ke waktu. Kotak #4. Bantuan informal dan dukungan dari tetangga, teman dan anggota komunitas Semua tetangga datang mengunjungi saya, meskipun rumah mereka jauh, mereka tetap datang. […] mereka biasanya memberikan uang. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga)

Tidak ada yang sinis, ketika saya pulang, mereka mengajak saya untuk bekerja bersama, mengupas belinjo dengan upah 500 rupiah per liter, sampai saya dapat 7 ribu rupiah untuk anak-anak. Alhamdulillah tetangga dekat saya baik. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga)

Iya banyak [tetangga yang datang ketika saya pulang] … iya [mereka membawa beras] dan

Page 151: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

147

semua jenis makanan, dasarnya mereka kasihan sama saya. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Semua teman-teman memotivasi saya. Mereka juga mencoba menolong untuk mendapatkan informasi. Mereka berkata pada saya bahwa akan memberitahu jika ada lowongan kerja. … (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan)

Ketika saya pindah (ke desa) semua tetangga memperhatikan saya. Mereka bertanya “Kamu baru pulang [dari Timur Tengah]? Mengapa kamu sakit?” banyak yang memberi makanan. Sejak saya tinggal di area pesantren, mereka tahu bahwa saya janda, kadang mereka memberikan saya 15 ribu sampai 20 ribu rupiah … mungkin sebulan sekali [saya menerima sumbangan]. Jika mereka punya uang untuk disumbangkan, mereka akan memberikan pada saya. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga)

Kadang ada tetangga yang suaminya kerja di luar negeri dan ketika ia mendapat uang kiriman (dari suaminya), ia akan berkata pada istri saya, “Apakah kamu punya uang? Jika kamu tidak punya uang, saya bisa meminjami kamu.” Kadang saya merasa malu. Kadang ketika suaminya mengirim uang, kita meminjam dari mereka. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Ada tetangga sebelah kami. Kami saling menolong jika ada kebutuhan. Kalau saya punya beras, saya akan berbagi dan sebaliknya. Saya bukan asli sini, saya pindah dari desa lainnya jadi saya tidak dekat dengan tetangga lainnya. (laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja) Untungnya saya punya teman baik, ia baik, ia memberi saya 20 juta rupiah. Ketika saya mengatakan padanya kalau saya tidak punya rumah, sementara ia sudah mapan, ia berkata, “ ini untuk kamu jadi kamu bisa memakainya dan sisanya untuk memperbaiki rumah.” Alhamdulillah, rumah sudah hampir ambruk. Itu awalnya mereka baik pada saya. [Ia teman lama], dari sejak saya bekerja dulu di Jakarta… Ia datang karena kasihan [pada saya ]… Kami bertemu pertama saat Idul Fitri131 tahun lalu. Jika tidak macet, ia tidak akan mampir karena rumahnya di Jawa Timur. Ia datang tanpa sengaja. Saya percaya itu karena saya berdoa. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Ketika saya sangat tertekan, semua keluarga dan saudara mendukung saya. Ada ulama yang memberi motivasi dan nasehat agar saya dapat mengurus diri sendiri dan saya bisa menerima takdir dengan ikhlas. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Dukungan komunitas biasanya diberikan kepada korban trafficking untuk berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja namun tidak untuk korban trafficking eksploitas seksual. Dalam beberapa kasus hal ini disebabkan karena keterlibatannya dalam prostitusi diketahui oleh komunitasnya dan hal ini dianggap sebagai konsekuensi, namun juga karena korban trafficking untuk eksploitasi seksual berintegrasi di komunitas baru sehingga tidak dapat berharap dari relasi yang ada, dengan teman dan tetangga. 6.2 Ketegangan, isu-isu dan tantangan di masyarakat Sementara beberapa korban trafficking menemukan dukungan dalam komunitas mereka, namun ini tidak selalu terjadi. Banyak korban trafficking merasa tidak nyaman, stres dan bahkan malu berada di masyarakat luas akibat pengalaman eksploitasi !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!131 Idul fitri, atau lebaran merupakaan merupakan hari raya Muslim setelah, melakukan puasa di bulan Ramadan.

Page 152: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

148

trafficking mereka dan kegagalan mereka ketika bermigrasi. Dalam sejumlah kasus, rasa malu dan ketidaknyamanan ini lebih dikarenakan perasaan korban sendiri daripada karena penghakiman atau cemoohan dari teman, tetangga atau anggota masyarakat. Kotak #5. Perasaan korban trafficking menghadapi masyarakat Saya merasa malu [dengan tetangga]. Pergi jauh-jauh [ke negara tujuan] dan tidak membawa pulang apa-apa (uang) ke rumah. (laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja) Saya tidak pernah duduk bersama tetangga. Saya malu saat itu … kondisi saya saat itu secara mental [lemah]. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Ketika pertama saya sampai di rumah, sangat tertekan. Saya tidak membawa pulang uang. Saya berharap tidak pulang. Saya ingin kembali berlayar. Mengapa saya pulang tanpa uang? Malu untuk istri saya yang menghadapi tetangga, kecewa saja.. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Saya tidak pernah bercerita pada tetangga tentang pengalaman buruk saya, saya tidak percaya pada mereka, saya khawatir mereka akan menyebarkannya. (perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual) Ketika saya baru datang di desa, saya merasa malu. Semua orang tahu kalau saya tidak sukses. Semua orang ingin tahu cerita saya. Saya masih punya hutang [pada rentenir] yang harus saya kembalikan. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga) Tantangan yang paling sulit adalah [perasaan ] malu … Malu pada keluarga, teman. Karena saya pulang dari luar negeri, jauh-jauh, biasanya semua orang membawa uang kan? Sementara saya tidak. Tantangan yang paling sulit adalah malu. Saya tidak enak dengan orang-orang terutama keluarga. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Ada perasaan sendirian dan malu, karena setelah bekerja di luar negeri lama, kita kembali tidak membawa apa-apa. Seiring waktu, orang-orang mulai bertanya kenapa kehidupan saya masih sama saja setelah pulang. Saya tidak sampai hari bercerita pada semua orang, tapi di sisi lain, orang menganggap saya pelit. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Perasaan malu yang luar biasa terjadi terutama ketika pekerja migran lainnya dalam komunitas mendapatkan kesuksesan. Seorang perempuan korban trafficking di Timur Tengah membandingkan pengalamannya dengan anak temannya yang mempunyai ibu yang pulang dengan sukses setelah bermigrasi: "[Anak saya] tahu [bahwa saya bekerja di luar negeri]. Tapi dia engga ngerti. Yang penting waktu saya pulang saya harus beliin dia mainan... Teman-temannya, waktu ibunya pulang dari luar negeri, pada dibeliin mainan baru, baju baru.” Dalam kasus lain, perasaan malu, minder dan tidak nyaman ditentukan oleh bagaimana korban diterima, ditanggapi dan diperlakukan di lingkungan komunitasnya setelah kembali dan selama reintegrasi dari waktu ke waktu. Banyak korban menghadapi pergunjingan, diskriminasi, cemoohan dan penghinaan dari komunitasnya saat pulang setelah mengalami trafficking. Seorang perempuan yang diperdagangkan menjadi pekerja rumah tangga mengatakan bahwa tetangganya mempergunjingkan dia: “Kalau tetangga disini ada yang gosip… ya biasanya gitu. Bukannya ngebantu malahan dijelekin gitu kebanyakan gitu tapi lah biarin aja. Saya hanya mikirin anak sama suami.” Seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga

Page 153: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

149

kerja menggambarkan cemoohan serupa akibat kegagalannya bermigrasi: “Saya bisa lihat dari pembicaraan, nyinggung, jadi bahan gunjingan “usaha kayak gini trus pulang lagi” kan gitu, padahal engga tahu asal usulnya apa, kalau tetangga, yang lain usaha pada sukses.” Ada banyak pemicu atau alasan munculnya reaksi negatif dalam lingkungan masyarakat termasuk kegagalan bermigrasi dan pulang tanpa membawa uang, dicemooh karena ambisi mereka yang terlalu tinggi, tanggapan masyarakat terhadap stres yang dialami korban atau perlakuan yang dianggap bermasalah di rumah, diskriminasi akibat perlakuan yang tidak dapat diterima (misalnya terlibat dalam prostitusi, hamil) serta dicemburui karena menerima bantuan. 6.2.1 Kembali tanpa uang, migrasi yang gagal, menjadi tidak sukses Banyak korban trafficking menjelaskan bahwa mereka dicela dan digunjingkan karena kegagalan mereka bermigrasi, karena kembali tanpa membawa uang atau tidak mengirimkan uang selama bekerja di luar negeri. Hal ini terjadi pada semua bentuk korban trafficking baik laki-laki maupun perempuan. Kotak #6. Cemoohan dan gunjingan dalam komunitas karena kegagalan migrasi [Tetangga] berkata, “Kamu tidak bisa mendapatkan uang. Kamu bodoh saja. Kamu tidak bisa menulis, kenapa pergi [ke Timur Tengah].” Memang saya tidak bisa menulis dan sulit sekali menulis. Saya tidak lulus, saya hanya bisa membaca dua kata … mereka berkata, “Mengapa tidak membawa uang?” (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga)

[Tetangga] bicara di belakang saya. [Mereka berkata], “Ia pulang setelah semua usaha dilakukan untuk berangkat”… [reaksi negatif] biasanya dari perempuan. Perempuan biasanya berbuat seperti itu, bicara di belakang orangnya di antara perempuan. Laki-laki biasanya tidak berurusan dengan hal seperti itu … [mereka berkata ], “Apa yang kamu makan di rumah kalau semua orang menganggur?” seperti itu. (laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja) Tentang komunitas, ya, sepertinya tidak ada yang peduli, kalau bahasa Jawanya ngreken (menghargai). Tidak ada yang peduli, jadi saya enggan keluar rumah. Kalau saya keluar, pasti tidak ada yang peduli, orang-orang yang dekat saya juga tidak peduli. Di tempat asal saya, mereka juga terlalu... ketika seseorang tidak sukses, mereka sangat... sulit. Bagaimana saya mengatakannya? Tekanannya berat, ketika ada yang sukses, semua orang akan dekat dengan kita. Tapi kalau kita tidak sukses, kita pasti dijauhi. Sulit, mereka memanaskan suasana. Ketika saya kembali [mereka berkata], kenapa jadi begini begini? Kamu tidak pernah kerja keras ini dan ini. Saya hanya diam saja. Saya yang merasa. Saya yang merasakan kerja disana. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Hubungan dalam komunitas tidak begitu baik. Saya sedikit terintimidasi dengan perlakuan mereka terhadap saya. Mereka menggoda saya bahwa saya keluar negeri dan pulang tidak membawa uang. Mereka bilang saya bodoh, saya tahu itu dari teman saya. Itulah mengapa, sejujurnya saya tidak suka di desa. Saya di rumah saja, saya keluar hanya untuk menemui teman yang jauh dari desa yang juga bekerja di kapal. Tidak [saya tidak punya teman di sekitar rumah) saya tidak suka bergaul dengan lainnya karena mereka menggoda […] [ketika mereka menggoda] saya merasa terintimidasi, saya bahkan pernah bertengkar karena mereka menggoda saya, setelah beberapa lama, saya sadar harus menahan marah. Mereka orang tua, jadi saya biarkan saja. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan)

Page 154: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

150

... waktu itu beberapa tetangga sudah berangkat, ketika mereka pulang, mereka sukses, jadi merek dapat membangun rumah. Saya tergoda oleh teman-teman yang bisa membeli motor sendiri tapi saya tidak, saya digoda oleh teman yang lain. (laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Dalam beberapa kasus, korban trafficking menjelaskan bahwa kegagalan mereka bermigrasi menyebabkan tuduhan yang tidak adil dan tidak benar dari teman dan tetangga, yaitu bahwa mereka memboroskan gaji dan menghabiskannya dengan berfoya-foya untuk diri mereka sendiri ketika berada di luar negeri:

“Selalu saya, kalau ada yang kerja di luar negeri itu, yang dijadikan contoh buruk [oleh tetangga], ‘Itu pulang aja engga bawa duit.’ Disangkanya itu ya, saya di sana foya foya segala macam. Masalahnya banyak sih hampir merata itu, orang-orang kayaknya menyangkanya orang yang engga bawa duit berarti di sana foya foya.” (Laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) “[Tetangga] Ada yang ngomong katanya saya udah sampai keluar negeri bukannya di sana nyari uang, tapi malahan buang uang… Katanya orang sudah tua segitu rumah belum punya katanya udah di luar negeri. Katanya saya malahan buang uang [waktu di luar negeri]. (perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga)

Salah satu korban menjelaskan situasinya yang berubah dan menjadi lebih tenang setelah beberapa waktu. Hal ini disebabkan karena dukungan suaminya. Suaminya akan marah jika ada gunjingan atau berita buruk tentang istrinya. Ketika ditanya tentang tanggapan tetangga setelah beberapa waktu, ia menjawab “Mereka takut pada suami saya. Hanya beberapa orang yang dekat akan bertanya pada saya.” Faktor lainnya adalah keluarga korban ini yang cukup dihormati di komunitas dan mereka tidak pernah menggunjingkan orang lain dan sebaliknya tidak menerima jika digunjingkan:

Sekarang setelah pulang dari rumah perlindungan di Jakarta, tidak ada yang bertanya tentang apa pun. Kami tidak suka usil dan kita tidak suka orang-orang yang ingin tahu [urusan kami] ... Ya, tetangga [menghormati keluarga kami]. Kami bukan orang-orang sombong. Tapi kalau ada sesuatu yang terjadi di keluarga lain, kami tidak usil. Dan kami juga berharap orang lain tidak usil dengan urusan kami.

Beberapa korban dituduh tidak bekerja keras di luar negeri dan disalahkan atas eksploitasi dan pelecehan yang terjadi. Seorang perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga menjelaskan cemoohan yang dilakukan tetangganya: “Beberapa [tetangga] bilang bahwa saya bikin kesalahan disana. Saya engga ngerti kenapa orang-orang bilang begitu, tentang kejelekan orang lain.” Perempuan korban yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga menjelaskan tetangga dekatnya yang menganggapnya malas dan terlalu memilih ketika bekerja di luar negeri: “Tetangga di seberang rumah menganggap saya tidak mau bekerja dan saya terlalu pilih-pilih.” Namun demikian situasi ini membaik setelah beberapa bulan setelah kepulangannya seiring setidaknya dengan kehidupannya yang membaik secara umum. Saat wawancara keduanya dan ditanya tentang hubungan dengan tetangganya, ia menjelaskan bahwa mereka tidak lagi menggunjingkannya atau bertanya-tanya tentang migrasinya atau kepulangannya yang cepat: “engga ada lagi [yang ngomongin], paling nanyainnya masalah baby (bayi barunya).”

Page 155: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

151

Dalam kasus lainnya, seorang perempuan justru digunjingkan dan diasingkan karena ‘kesuksesannya’ ia diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga namun berhasil melarikan diri, menemukan pekerjaan di negara tujuan dan kemudian mengirimkan uang untuk menghidupi ibu dan anak-anaknya. Namun saudara perempuan ini justru menyebarkan gunjingan bahwa ia bekerja sebagai pekerja seks,yang membuatnya menjadi “sukses”. Akibat gunjingan ini, perempuan ini lalu memilih untuk pindah ke komunitas yang sama sekali baru daripada kembali ke komunitas asalnya. Ia menjelaskan bahwa ia merasa sulit untuk tinggal di komunitas asal asalnya, di mana banyak dari keluarga besarnya tinggal, karena begitu banyak gosip dan reaksi negatif:

Engga [saya tidak kembali ke rumah lama saya], mau hidup mulai hidup baru. Sodara-sodara semua mulutnya ga baik lah. Kalo selagi kita ada dan ada ngasihnya mereka baik. [Tapi] itulah hal yang membuat saya engga senang, kalo kita ga ada pengasihnya ke dia , mulutnya jahat-jahat (mereka akan menyebar kebohongan). [...] Dari dulu suasananya seperti itu. Dulu bertahan, karena masih ada orang tua. Mendingan kita jauh sama orang begitu. Mereka selalu mencari kejelekan. Memang sudah tradisinya di situ. Ibu saya juga banyak sakit hati dengan saudara-saudara di situ. Karena mereka baiknya kalau kita ada, ngasih ke mereka, kalau kita tidak ngasih, mereka ngomongin kita [berbicara hal buruk tentang kami di belakang].

Pengalamannya menggambarkan cairnya hubungan antara keluarga dan anggota masyarakat di desa tempat dengan banyak korban tinggal di dalam lingkungan dimana “masyarakat” terdiri dari anggota keluarga dekat dan kerabat yang lebih jauh. Dalam kasus lain, seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja menjelaskan situasi yang rumit dengan tetangganya. Saat wawancara pertama, ia menjelaskan bahwa tetangga memperlakukannya dengan buruk dan menggunjingkannya karena pengalaman migrasinya yang mengalami kegagalan: “Kalau terang-terangan ya engga, tapi bisa dilihat dari pembicaraan, nyinggung, jadi bahan gunjingan, “Udah usaha kaya gini-gini, trus dia pulang lagi.” Pada wawancara kedua, beberapa tahun setelah kepulangannya, ia masih menjelaskan hubungan yang sulit dengan tetangganya yang berpengaruh pada seluruh keluarganya. Menantunya yang sukses dalam usahanya dituduh menggunakan ilmu hitam, anak perempuannya dituduh mencuri uang dari usaha simpan pinjam di desa. Ia juga menjelaskan secara umum diperlakukan buruk oleh tetangganya. Ketika ia kehilangan pekerjaan, tidak ada tetangganya yang membantunya untuk mencarikan pekerjaan atau meminjamkan uang: “Saya kan vakum satu tahun engga usaha. Tapi engga ngerepotin tetangga, engga minjem minjem tetangga. Pas kayak gitu usaha lagi kayak gini rame, keluarga saya difitnah macam-macam.” Migrasi yang mengalami kegagalan juga dapat berarti bahwa korban tidak dapat menjalankan kewajiban sosialnya. Dalam komunitas, mereka yang pulang dari migrasi secara sosial diwajibkan membawa hadiah atau oleh-oleh untuk teman-teman dan tetangganya, meminjamkan atau memberikan uang dari pendapatannya. Ketika mereka tidak dapat melakukannya, hal ini dapat menjadi sumber ketegangan dengan teman dan tetangga. Harapan ini terutama terjadi ketika teman dan tetangga telah membantu keluarga korban selama korban bermigrasi–misalnya membantu menolong merawat anggota keluarga atau membantu menutupi biaya keluarga (biaya sekolah, perbaikan rumah atau makanan) ketika korban tidak ada (sedang bermigrasi). Seorang perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga menjelaskan tetangganya yang meminta untuk meminjam uang saat ia kembali dari migrasi namun ia tidak dapat meminjamkannya (karena ia diperdagangkan dan tidak mempunyai pendapatan). Hal ini menyebabkan ketegangan pada hubungan selanjutnya.

Page 156: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

152

Terlebih lagi, korban sering kali diminta untuk memberi sumbangan atau kontribusi kepada komunitas, misalnya untuk kantor desa, pembangunan infrastruktur dan sebagainya. Hal ini mungin bisa diberlakukan bagi pekerja migran yang pulang dengan sukses, namun tidak demikian bagi korban perdagangan orang. Namun karena masyarakat dan pimpinan desa sering tidak mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh korban perdagangan orang pada saat terjadi perdagangan orang, mereka bisa saja mendapat kritikan karena tidak memberi sumbangan tersebut.

Dalam banyak kesempatan, korban trafficking tidak mengungkapkan bahwa mereka korban eksploitasi (atau sejauh mana mereka dieksploitasi ) kepada teman dan tetangga, yang kerap menyebabkan kesalahpahaman antara korban dan masyarakat. Seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan menjelaskan bahwa teman-temannya di desa kecewa terhadapnya setelah ia pulang dan berpikir bahwa ia sombong dan tidak bersikap baik kepada mereka karena tidak pernah meluangkan waktu dan mau berbagi uang hasil kerjanya: “Temen main, laki-laki, dikirain saya sombong. Iya di rumah saja… Dikirain saya pulang bawa duit. Kalau yang engga tahu [bahwa saya jadi korban trafficking], dikirain pulang bawa duit… Mereka tahunya pulang dari luar negeri bawa uang banyak.” Tanggapan negatif dari orang-orang dalam komunitas tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan korban secara mental tetapi juga mempengaruhi keputusan tentang tempat tinggal dan apa yang dilakukan setelah trafficking. Seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan (disebutkan dalam Kotak #6) menjelaskan bahwa cemoohan dari komunitasnya sempat membuatnya tidak mau pulang untuk mengunjungi keluarga, teman dan tetangganya: “Saya sudah lama engga pulang. Paling kalaupun pulang, saya di rumah cuma satu hari. Pagi datang, sore saya berangkat lagi.” Meskipun situasi ini kemudian membaik setelah beberapa waktu dan ketika penelitian ini berlangsung ia sesekali pulang ke desa asalnya. 6.2.2 Dicemooh karena ambisi, “cita-cita yang terlalu tinggi” Sumber ketegangan lain antara korban trafficking dan anggota komunitasnya adalah anggapan tentang ambisi korban yang terlalu tinggi, mempunyai keinginan terlalu banyak, dan tidak puas dengan yang dimiliki, tidak menghargai kehidupan di desa. Seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja menjelaskan bahwa ia dicemooh karena ambisinya oleh teman dan tetangganya ketika kembali dari luar negeri: “Tetangga memberikan komentar negatif, ‘jangan punya cita-cita terlalu tinggi seperti ingin memiliki bulan, jangan sombong, cari rejeki disini saja’… Saya bercerita pada teman tentang pergi ke luar negeri dan keinginan memiliki rumah. Hal ini dianggap sesuatu yang terlalu tinggi [sombong] dan sekarang teman-teman selalu membicarakan hal tersebut.” Hal serupa juga terjadi pada laki-laki yang diperdagangkan di kapal perikanan, setelah kembali dari trafficking dan harus menghadapi cemoohan dari tetangga-tetangganya: “Saya pernah ngomong sama orang tua, entar kalau seumpama saya pulang dari sana rumah saya benerin. Trus ada tetangga denger, dia omongin, katanya mau bikin rumah dari sana… seperti itu lah ejekan-ejekan… Yang denger orang tua. Saya bilangin, sudah istighfar saja, sabar sabar.” Seorang perempuan, diperdagangkan untuk pekerjaan rumah tangga, menceritakan bahwa para tetangganya banyak yang mengkritik keinginannya untuk bekerja di luar negeri, karena seharusnya dia sudah cukup berbahagia dengan situasi yang ada di rumahnya: “Banyak yang nasehatin sih, udah lah ngerti suami aja.” Bahkan dalam situasi korban sangat menderita, mereka masih tetap menghadapi cemoohan dan kecaman. Seorang perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga pulang dalam keadaan terluka dan buta sebagai akibat kekerasan yang dialaminya dari majikannya.

Page 157: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

153

Namun, sebagaimana yang ia jelaskan, ia tetap dicemooh tetangganya karena “ambisinya” yang menginginkan gaji tinggi: Ada yang engga suka sama saya. Yang caci-maki gitu ya. Kalo yang kasian yah.. itu

kasian banget, “Kenapa kamu pergi kerja-kerja disana? Orang kerja di sini aja bisa… “Kerja di sini capek, penghasilannya juga engga seberapa, jadi saya pergi kesana itu nyari uang yang besar gitu,” begitu kata saya. [Mereka mencaci saya]. “Sekarang ini engga bisa lihat gitu kan? Keluar cari penghasilan besar tapi ya engga bisa ngelihat?

6.2.3 Karena stres atau perilaku yang ‘bermasalah’ di rumah Semua responden menjelaskan beberapa tingkat kelemahan mental atau tekanan emosional sebagai konsekuensi dari termasuk mengalami kekerasan dan pelecehan, menyaksikan kekerasan terjadi pada orang lain, mengalami kondisi kerja dan hidup yang sangat buruk, terpisah dari orang yang dicintai, kerja tidak dibayar dan merasa malu dengan hal yang menimpa mereka. Banyak korban trafficking kembali dalam keadaan stres, cemas dan secara umum dalam kondisi buruk. Banyak yang mengalami stres atau depresi dalam beberapa waktu setelah kepulangan mereka, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal ini sering kali menyebabkan korban berperilaku dan bereaksi dalam keadaan stres yang kemudian menjadi sumber pergunjingan dan cemoohan diantara teman dan tetangga. Seorang korban perempuan yang berhasil melarikan dri dalam keadaan bahaya dan dramatis pulang ke rumah dalam keadaan stres dan berperilaku tidak menentu dalam beberapa bulan setelah kepulangannya. Ia menjelaskan bahwa ia masih kaget dengan yang dialaminya dan membutuhkan waktu untuk pulih, ada banyak tetangga yang menyebutnya gila. “Ketika saya sampai di desa, saya masih shock. Orang-orang di kampung berpikir saya gila. Mereka mendengar kabar bahwa saya stres, melarikan diri dan sembunyi di hutan. Sebenarnya saya engga gila, saya hanya tertekan, saya ingin pulang karena saya engga dibayar. Perempuan lain yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga ditampung di penampungan sementara selama enam bulan setelah ia pulang. Namun bahkan setelah bantuan ini, ia menjelaskan bahwa ia masih pulang ke rumah dalam keadaan stres, merasa sangat cemas dan sering kali menangis hingga setahun setelah kepulangannya. Saat ia pulang, para tetangga dan temannya bergunjing dan menyebarkan kabar bahwa ia gila: “Kadang-kadang orang-orang ngatain saya. Waktu saya masih suka nangis, kadang-kadang saya dibilang setengah gila. Saya berdoa. Coba [kalau kejadiannya] di badan dia bagaimana?... Saya biarkan saja.” Pada wawancara kedua, hampir tiga tahun setelah kepulangannya, ia masih mengalami gunjingan dan cemoohan yang sama dari masyarakat:

Orang-orang ngatain saya engga waras… Ada aja tetangga. Ada aja setiap hari. Saya kan biasa saja, enjoy, slow. Saya engga pernah pergi kemana-mana. Kadang sudah dua hari saya itu engga kemana-mana, ada di rumah aja. Itu aja, engga pernah jalan-jalan. Pas ketemu [kamu] baru jalan. Ada aja itu ceritanya, orang ngejekin saya. […] [mereka bilang], “Eh jangan mau sama [dia], orangnya tuh engga waras. Tetangga bilangnya macem-macem, katanya, “Kamu engga laku, kamu gila, kamu stres”… Orang itu setiap harinya ada aja yang ngeledekin saya gila, atau stres, depresi, idiot, atau apa aja ada aja.

Cemoohan seperti ini khususnya terjadi ketika anggota komunitas tidak tahu hal yang terjadi pada korban dan banyak korban memilih untuk tidak bercerita pada keluarganya apalagi kepada komunitasnya. Hal ini berarti bahwa teman-teman dan tetangga korban tidak selalu memahami mengapa korban berperilaku aneh dan tampak stres sehingga mengakibatkan kesalahpahaman dan perlakuan buruk.

Page 158: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

154

6.2.4 Diskriminasi akibat perilaku “yang tidak dapat diterima” - terlibat dalam prostitusi, hamil, ditahan/dipenjara Dalam beberapa kasus, korban mengalami diskriminasi dan pengasingan karena hal yang mereka lakukan (atau terpaksa mereka lakukan) selama trafficking yang dianggap merusak perilaku yang layak yang sesuai norma sosial dan budaya. Perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan sering kali mengadapi diskriminasi yang bervariasi di komunitasnya akibat keterlibatannya dalam prostitusi, termasuk di dalamnya diskriminasi, cemoohan, pelecehan dan kekerasan. Seorang perempuan yang diperdagangkan untuk prostitusi menjelaskan diskriminasi dari anggota komunitasnya termasuk mengalami kekerasan dan ditekan untuk pindah jauh dari rumahnya:

Orang-orang yang tinggal di sekitar kita.. pada ngomongin aja gitu ..... katanya, “Di situ banyak jablay. Belum nikah dah pada [tinggal] bareng”… Pas saya [dan suami] ketangkep kawin itu pada ngeludahin saya ... nyumpahin deh kaya gitu, “Udah pak [RT] usir aja dari sini.” Ada juga orang lain yang benci sama saya… Ketua RT situ benci sama saya dan bilang kalo bisa pindah dari lingkungan situ.

Sebaliknya, perempuan ini tidak menghadapi masalah di lingkungan masyarakat yang baru setelah menikah karena tetangganya tidak mengetahui keterlibatannya dalam prostitusi pada masa lalu sehingga ia bisa berintegrasi dengan mudah di sana. “Tetangga di sana baik sama saya. Mereka engga tahu latar belakang saya. Mereka hanya tahu bahwa kami baru saja menikah.” Perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan untuk prostitusi tetap disalahkan bahkan ketika sebenarnya masyarakat mengetahui bahwa mereka dipaksa untuk bekerja di prostitusi. Seorang perempuan yang diperdagangakan untuk eksploitasi seksual saat masih anak-anak menjelaskan dinamika yang terjadi di lingkungan komunitasnya: “Tantangannya itu ketika masyarakat itu tahu [tentang prostitusi yang dialami]. Kalau orang awam itu kan engga mau tahu kita dulu penyebabnya karena apa, mereka tahunya bahwa kamu nakal disitu.” Korban trafficking juga mengalami diskriminasi dan cemoohan karena kejadian yang menimpa mereka ketika diperdagangkan- misalnya pemerkosaan dan hamil di luar nikah. Seorang perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga di Timur Tengah mengalami pemerkosaan hingga menyebabkan ia hamil.. Alih-alih diperlakukan sebagai korban perkosaan, ia dituduh berzina dan dihukum penjara selama beberapa bulan. Ia pun melahirkan di dalam penjara. Ketika ia pulang dengan membawa anak, ia diterima oleh suami dan ibunya, namun dipersalahkan dan mengalami stigmatisasi dari tetangga karena pernah mengalami pemerkosaan. . Ia menjelaskan bahwa ia digunjingkan oleh banyak tetangganya dan ‘perzinahannya’ diumumkan ke seluruh desa dengan pengeras suara oleh seorang ustad, sehingga membuatnya berada dalam situasi sulit dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Perempuan ini juga menjelaskan bahwa ibunya yang merupakan penjual keliling di desa tersebut mengalami penghinaan dan serangan verbal dari tetangga dan anggota masyarakat setelah ia pulang:

“Ya ditebel-tebelin aja muka aku. Tapi masalahnya mereka ngomong sama ibu aku. Ibuku kan suka jualan keliling. Mereka ngomong sama ibuku, ‘‘Kamu tebel mukanya,

Page 159: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

155

punya anak itu gitu, tebel mukanya masih jualan.’ Bahkan ada yang ngomong gini, “kalau seandainya aku punya anak kayak aku, aku sudah gantung diri.”

Seorang perempuan, yang pada awalnya diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga, menikah ketika masih berada di luar negeri dengan pekerja migran lain dari sebuah negara tetangga. Suaminya masih berada di luar negeri untuk melanjutkan bekerja ketika ia pulang ke rumah dengan membawa dua orang anak. Namun demikian komunitas menganggap anaknya lahir di luar nikah, ia menjelaskan bagaimana orang-orang menggunjingkan dia dan anak-anaknya.: “Mereka ngomong yang engga enak, bikin sakit hati. […] Mereka ngomongnya, anak ini seperti anak [di luar nikah].” Gunjingan ini mereda ketika tetangga memahami bahwa ia menikah dengan orang asing dan suaminya bekerja di luar negeri. “Sejak itu, mereka tahu bahwa saya punya suami.” Sekarang, dua tahun setelah ia kembali, ia tidak lagi digunjingkan dan karena ia sudah bercerai dan menikah lagi dengan laki-laki di desanya yang menerima anak-anaknya seperti anak sendiri: “Alhamdulillah, sekarang terhapus semua. Engga ada lagi yang ngomong-ngomongin sekarang… Sudah dua tahun. Kalau dikatain, bapaknya marah. [Pernah suami saya] bilang ‘ini anak saya, walaupun ini bukan anak kandung saya, tapi saya nganggep anak saya sendiri’” Sumber cemoohan dan diskriminasi lainnya adalah ketika korban trafficking ditangkap dan ditahan saat mereka berada di luar negeri. Umumnya mereka dipenjara sebagai migran tanpa dokumen, namun masyarakat memahaminya karena korban telah melakukan tindakan kriminal ketika berada di luar negeri. Kesalahpahaman ini sering menimbulkan masalah serius kepada pekerja migran yang pulang dan keluarganya dari masyarakat luas: ”[Tetangga] waktu saya pertama datang, acuh… itu yang bikin saya sedih, saya tiap hari diomongin di warung, di tukang sayur, istri pulang nangis, katanya mantan napi, kok bisa tahu?” Laki-laki lain yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja dan ditahan di luar negeri menjelaskan tentang akibat tragis dari stigma komunitas terhadap keluarganya: “…di kampung pun bapak saya sendiri mendengar bahwa saya itu dipenjara [ketika di luar negeri]… bapak saya shock, kemudian bapak juga meninggal pada saat itu… Beberapa korban juga menghadapi masalah di masyarakat karena anggapan tentang apa yang dilakukannya selama diperdagangkan seperti–tidak bekerja keras, berselingkuh atau menghambur-hamburkan uang selama berada di luar negeri, seperti dijelaskan seorang laki-laki:

Mungkin ada tanggapan negatif, tapi engga langsung bilang ke saya. Mungkin bilangnya ke istri saya, “Ah suami kamu paling disana tukang mabok, tukang main perempuan, makanya pulang engga bawa uang”, seperti itu. Sehingga otomatis istri mendapat perbincangan seperti itu pun dengan jalan dia tetep berfikir, akhirnya tetep saya lagi yang kena salah. Walaupun sudah dijelasin akhirnya saya lagi yang kena disalahin.”

Korban trafficking mempunyai strategi untuk menghindari atau membatasi reaksi negatif dari masyarakat. Seorang perempuan korban eksploitasi seksual di lokasi prostitusi di Jakarta, menjelaskan bahwa ia berperilaku dan berpakaian berbeda ketika mengunjungi keluarga di tempat asalnya supaya tidak “tampak” seperti orang yang kerja di prostitusi:

Waktu saya ke Jakarta, cara pakaiannya, cara dandanannya sudah kelihatan yang gimana gitu ya. Tapi begitu saya nyampe kampung, ya saya jadi orang kampung jadi saya ga nunjukin seperti kaya di Jakarta… Sebenernya tetangga curiga kalo saya jadi cewe nakal di Jakarta. Tapi mungkin karena penampilan saya biasa aja, jadi orang itu tanda tanya gitu masa iya sih gitu orang penampilannya kaya gitu masa iya gitu jadi kaya gitu?

Page 160: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

156

Namun demikian, upaya ini tidak selalu berjalan dengan baik. Seorang perempuan, yang fotonya ketika mengalami eksploitasi seksual muncul di media sosial Facebook, menjelaskan bahwa ia kemudian menghadapi masalah dengan teman-temannya di rumah yang melihat foto itu: “Mereka lihat foto-foto aku di Facebook, yang seksi-seksi itu kan. […] waktu di sana ada bir segala macem jadi mereka tahu kalau aku kerja di kafe. […] Sekarang aja aku masih jadi cemoohan orang… kalau aku dandan cantik kemana aku mau pergi ke [kota] misalnya main. Dikiranya kita mau ngejablay.” Beberapa korban tidak selalu bisa mengurai sumber diskriminasinya. Seorang perempuan korban trafficking prostitusi menjelaskan bahwa setelah beberapa tahun ia tetap menghadapi pelecehan dan stigma dalam komunitas. Hal ini terjadi karena keterlibatan masa lalunya dalam prostitusi dan juga sebagai janda. Ia menjelaskan bahwa sebagai akibatnya, ia sering mencoba menghindari kontak dengan tetangga: "Saya engga suka keluar rumah… Kadang-kadang kalau saya keluar banyak laki laki menggoda saya. Entar lakinya ngelirikin, saya bilang, ‘Jangan ngelirikin, entar isteri kamu pada marah’. Mereka ngomong, ‘Saya kalau lihat kamu pulang kerja, mandi, kayaknya nafsu deh’. Kadang kadang laki-laki suka kayak gitu.” Kemudian ia berkata lagi: “Mereka bilang saya janda dan mereka mengucilkan saya. Katanya bekas perempuan tidak benar.” Reaksi masyarakat juga berpengaruh pada hubungan dengan keluarga dan kadang-kadang berakibat buruk pada proses reintegrasi. Seorang laki-laki korban trafficking di bidang perikanan menjelaskan bagaimana tetangganya berbicara buruk tentang dirinya setelah kepulangannya, bahwa ia pemabuk dan suka main perempuan, yang mempengaruhi istrinya dan kemudian mengganggu hubungan mereka:

Saya cerita semua, cuman ya namanya istri. Kadang dia ngerti. Tapi kalau ada omongan lagi dari tetangga yang miris-miris ini lagi, yah susah lah. Jadi buat percaya 100% itu kayaknya susah. Reaksi dari istri saya ya, yang jelas pemikirannya sangat negatif, karena saya engga ngasih kabar selama saya di penjara, dari pihak pemerintah juga engga ngasih kabar. Itu sangat negatifnya disitu.

Seorang perempuan yang menjadi korban trafficking untuk prostitusi ketika masih anak-anak menggambarkan bagaimana ia ditolak oleh keluarganya karena bermasalah dengan pandangan masyarakat terhadapnya, karena stigma ganda terkait prostitusi dan kehamilannya: “…Mama tiri aku engga nerima aku. Katanya malu soalnya kan masuk TV segala [karena terjadi penggerebekan polisi]. Pas pulang-pulang hamil. Katanya malu sama tetangga, karena keluarga kami dikenal baik dan kakek saya punya perusahaan di [kota]. Terus pagi-paginya sama bapak dioper lagi, ke rumah kakek tiri aku.” Namun demikian ia juga ditolak oleh kakek tirinya saat mengetahui kehamilannya. Dan ketika ia pulang, ibu tirinya meminta tolong pada tetangga untuk mengusirnya: “Mama tiri aku engga mau terima aku… terus ngomong sama RT disitu supaya ngusir aku. Aku diusir pas hujan-hujan gede, pas bapak engga ada. Engga ada siapa-siapa dirumah. Ada orang RT aja disitu bertiga pada datang ke rumah. Katanya, ‘Kamu pergi aja dari sini. Bikin malu.” Dalam beberapa kasus, korban dianggap ‘tidak dapat diterima’ bukan karena konsekuensi trafficking tetapi karena hal-hal yang terjadi selama reintegrasi. Salah satu sumber diskriminasi dan cemoohan yang umum adalah responden perempuan yang menjadi istri kedua, berpisah atau bercerai dengan suaminya. Perempuan yang pernah menjadi korban trafficking dan menjadi istri kedua menjadi sumber ketegangan tetangganya yang tidak setuju karena khawatir akan terjadi hal yang sama dengan perniakahan mereka sendiri. Seorang perempuan yang

Page 161: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

157

diperdagangkan untuk eksploitasi seksual menjelaskan situasinya dalam masyarakat: “Saya tidak ingin mengatakan yang sebenarnya (bahwa saya istri kedua). Sebenarnya hidup saya seperti ini, kalau saya bercerita, mereka akan berubah pandangan. Mereka yang awalnya baik akan berubah. Mereka akan takut suami mereka direbut.” Perempuan lain diceraikan suaminya ketika ia diperdagangkan, menjelaskan hubungan yang sulit dengan komunitasnya sebagai akibat dari statusnya, termasuk dilecehkan secara seksual oleh beberapa laki-laki beristri dan dicemooh oleh perempuan di komunitasnya yang takut bahwa suaminya akan “dicuri”: “…mereka takut kalau saya akan mencuri suaminya atau mereka hanya tidak suka perempuan seperti saya, saya tidak punya harapan.” 6.2.5 Dicemburui karena menerima bantuan Beberapa korban menjelaskan masalah karena anggota komunitas cemburu atau tidak suka karena mereka menerima bantuan atau dukungan selama reintegrasi. Seorang laki-laki korban trafficking di bidang perikanan menjelaskan bagaimana tetangganya cemburu karena bantuan yang diterimanya:

Tetangga tahu [bahwa saya mendapat bantuan], biasa-biasa saja sih mas, malah kadang mereka engga suka, engga sukanya itu karena kalau seumpama saya dapat beli apa, itu seperti itu, dia engga bisa. Kadang kayak gitu. [Waktu saya mendapat bantuan] mereka seperti marah, ngoceh-ngoceh yang engga jelas. Terus nyindirnya itu, kalau seandainya engga dapat bantuan kalau dananya engga cair, saya engga bakalan bisa menikah…

Dalam kasus lainnya, korban menjelaskan bahwa orang-orang di dalam komunitasnya tidak suka karena ia dapat membeli atau mampu melakukan hal-hal yang tidak dapat mereka lakukan dan kondisinya lebih baik dibandingkan mereka:

Kayaknya sih permasalahnya itu seperti itu contohnya kalau seumpama saya beli barang itu panas, pengennya saya miskin gitu, jadi engga bisa maju. (Laki-laki, diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan) Kalau tetangga kayak gitu lah, kalau tetangganya susah malah seneng, kalau tetangganya seneng malah susah.” (Laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja)

Page 162: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

158

Seorang pria dan anak laki-laki sedang mendaftarkan diri untuk mendapatkan layanan di klinik kesehatan setempat. Foto: Peter Biro.

Seorang perempuan, yang pernah diperdagangkan untuk prostitusi menjelaskan bahwa tetangganya cemburu karena saat ini hidupnya dianggap sudah sukses (ia bekerja di sebuah kantor). Ia juga disebut “angkuh” karena dianggap tidak mau bergaul di masyarakat. Ia menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun dari para tetangga yang mengetahui bahwa ia adalah korban eksploitasi seksual namun mereka hanya memperhatikan kondisi saat ini dimana ia dianggap sebagai orang “sukses” sejak keluar dari situasi eksploitasinya. Mereka juga tidak mengetahui statusnya sebagai istri kedua dan bagaimana hal tersebut telah berdampak negatif terhadap situasi ekonominya :

…kalau saya pulang kerja sudah, diem di rumah…[tetangga] kayak menilai saya itu kayak orang engga mau gaul, padahal bukan engga mau gaul, tapi capek.. Ketika saya butuh cari informasi tentang sekolah, tetangga nanya-nanya. Jadi mereka kayak ngasih infonya kayak setengah-setengah… mungkin karena lihat saya kerja… mereka engga tahu ekonomi saya…karena yang mereka lihat suami saya tiap hari ada, tiap malam ada. Mereka engga tahu kalau saya istri… Iya, karena kan mereka melihatnya lakinya enak pegawai negeri, isteri kerja masih jualan aja di rumah, takut miskin. Padahal mereka engga tahu ekonomi saya sebenarnya. Suami saya itu cuman wujudnya doank. Isinya mah ke sono (istri kedua) kan. Orang kan engga tahu tetangga, ngeliatnya enak, penghasilannya segitu, terbatas…

Hal serupa dijelaskan oleh ayah tiri dari seorang perempuan korban trafficking untuk eksploitasi seksual: “masyarakat di desa ini, biasanya di desa-desa, ketika kita punya uang dan

Page 163: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

159

hidup kita lebih baik, mereka akan dekat dengan kita, tapi tidak demikian jika kita berada dalam situasi ekonomi yang sulit” . 6.2.6 Berbagai sumber ketegangan dan isu-isu di masyarakat Dalam beberapa contoh, isu dan ketegangan antara korban dan anggota komunitas terjadi karena berbagai sebab, yang saling berkaitan dan saling memperkuat. Seorang perempuan korban trafficking eksploitasi seksual menjelaskan masalah serius yang dihadapinya dengan tetangganya termasuk kekerasan verbal dan fisik secara terus menerus terhadap dirinya dan dua anaknya yang masih kecil:

Mereka suka nimpukin anak saya…Terus kalau saya lagi kerja, saya lagi nyuci ditimpukin, pakai batu, pakai nasi entah pakai makanan. [Ditimpukinnya] sama orang dewasa, justru yang dewasa itu ngajarinnya sama anak kecil yang engga bener […] Kayak kemarin pas saya lagi kerja, pas keluar kan difitnah kayak gitu, kalau misalkan di sini ada PSK bikin sial, kan banyak mitos kayak itu, kalau misalkan ada ini pasti sial beberapa rumah, engga tau ngomong gitu. […] sering ada yang BAB di keresikin (kantung plastik) ditaruh di depan pintu. Saya engga tau masalahnya masalah apa. Saya itu bertetangga juga jarang, kalau nyapa paling suka nyapa, engga pernah saya ngomongin mereka. Saya engga tau kenapa jahat sama saya.

Para tetangga tidak mengetahui masa lalunya yang pernah terlibat dalam prostitusi. Isu ini dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu, katanya, termasuk oleh tetangga yang cemburu karena bantuan yang diterima olehnya dan keluarganya. Gunjingan bahwa dirinya terlibat prostitusi terjadi karena jam kerjanya yang panjang (padahal ia bekerja sebagai pekerja rumah tangga) sementara ia dipandang rendah karena suaminya yang sering mabuk-mabukan dan melakukan kekerasan kepadanya:

Tetangga sebelah pas kita bikin rumah tahu [bahwa saya mendapat bantuan]. Tanggapannya kan pada jelek-jelek sama [suami], “Ya iyalah kerja kayak gitu mana bisa beli rumah?... Saya kerja di rumah orang [sebagai PRT]… dari jam 5 pagi sampai jam 10, dibayar 25 ribu [2,27 USD] dikasih makan nasi sama makanan anak-anak. Saya kan suka bawa tempat nasi, dikasih sama majikan. Kata tetangga, “Mana ada sih kerja pembantu jam segini pergi, itu mah bukan pembantu, tapi PSK. Sudah gitu saya [sama majikan] dikasih barang-barang yang bisa dipakai yang masih bagus, kasih baju. Kata tetangga, “Masak kerja jadi pembantu baru berapa minggu, sudah segala barang ada?” Sebenarnya itu bekas tapi kardusnya masih bagus. [Katanya], “Itu pasti hasil dari jual diri, masak kerja pembantu jam segini? Normalnya jam 8 pergi sore baru pulang katanya.” Mereka pada ngomong kayak gitu, jadi mereka responnya pada jelek.

Sebagai tambahan, pengalaman seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja menggambarkan dinamika dalam komunitas dan reaksi negatif yang berpengaruh tidak hanya untuk kepulihannya sebagai korban namun juga pada keluarga dan komunitasnya secara luas. Ia menjelaskan saat kepulangannya, ia menghadapi tetangga yang menyalahkannya termasuk tuduhan yang tidak benar bahwa ia mempunyai istri lagi dan berfoya-foya dengan uang gajinya: …beban moral datang malah dari tetangga-tetangga […] akhirnya ketika pulang saya yang paling beban berhadapan itu dengan tetangga. Paling berat sekali semua tetangga itu menyalahkan saya.… Itu masalahnya sampai sekarang… Sebelum saya pulang, mereka pasti punya fikiran yang engga-engga, dianggap saya menikah lagi, banyak yang menganggap saya sudah meninggal… Tetangga punya banyak fikiran-fikiran liar tentang saya.”

Page 164: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

160

Ketika istrinya yang sakit selama ia pergi bermigrasi, meninggal beberapa saat setelah ia pulang, para tetangga terus menuduh dan semakin menyalahkannya: “Ketika saya pulang, semua orang senang meskipun mereka menangis tetapi ketika istri saya meninggal, mereka jadi berpikir beda. Saya tidak tahu mengapa mereka berpikir begitu, tapi mereka berpikir bahwa saya adalah penyebab dari semua ini.” Ia lalu menjelaskan:

Kalau teman-temen deket aku ya memang mereka yang fikirannya waras mengakui. Ini karena sponsornya yang jahat. Cuma kalau orang itu kan kadang-kadang dibesar-besarkan. Berat tuh, ketika saya menghadapi semua itu berat ga terbayang dalam hidupku. [Yang paling berat diterima itu], katanya ”Ya orang suaminya senang-senang sendiri”, terus, ”Kamu katanya nikah lagi disana?” Yang paling parah tetangga […]. Yang paling ga faham itu mas teman-teman perempuan mas. Tetangga-tetangga perempuan. Kalau yang laki-laki itu ada 1-2 orang yang sudah tahu keadaan di Malaysia, sebelumnya juga pernah berangkat ya faham. Faham gitu kan. Yang ga faham itu kan perempuan-perempuan itu loh.

Gunjingan dan kecaman para tetangga sangat mempengaruhi hubungannya dengan anak-anaknya yang sejak masih kecil terus-menerus mendengar cerita negatif tentang dirinya yang dihembuskan oleh para kerabatnya. Cerita negatif (dan tidak benar) tersebut datang dari masyarakat serta keluarga dan tampaknya saling menguatkan satu sama lain. Akibatnya, laki-laki ini tidak lagi tingggal di sana dan jarang berkunjung ke desa asalnya tersebut: “Yang buat-buat penyakit itu saya tinggal. Saya sengaja. Kalau saya datang ke sana [desa lama] terlalu lama, pasti lah ada goncangan-goncangan seperti itu tetap. Makanya sekarang saya tuh datang seperlunya saja, kadang-kadang cuma ketemu anak setelah itu saya pulang. Saya intinya ga mau berteman dengan orang yang punya fikiran negatif yang ga membuat kita maju.” Bahkan ketika ia mengunjungi rumahnya yang dulu, ia menghindari untuk berhubungan dengan para anggota masyarakat di sana “…. Saya kalau ke sana kan malam, habis isya, pengen ketemu dengan temen-temen lama, kalau siang engga berani. […] Saya lebaran juga hanya silahturahmi ke orang tua saya aja, engga pernah kemana mana. Dan selebihnya malam hari.” Bahkan setelah ia menikah lagi, diskriminasi terus berlangsung, dan istri keduanya menghadapi gunjingan dan cerita negatif tentang dirinya (korban) ketika ia (istrinya) berada di desa asal korban, sehingga mengakibatkan ketegangan dalam pernikahan mereka:

…ketika istri saya ini datang ke [desa saya] dan sempet di pengajian interaksi dengan masyarakat sana pulang ini membawa kabar buruk […] ada orang datang ngobrol ngobrol menceritakan tentang aib saya. Ketika dia pulang ada reaksi. Dia masih terpancing… Makanya saya khawatir kalau istri saya datang kesana sendirian itu was-was, khawatir sampai hari ini was-was, takutnya ketika datang ke sana seperti itu, karena kejadian seperti itu, kalau dia lama tiga jam disana, banyak orang ngumpul istri saya mendengar orang bercerita. Ketika pulang negatif cerita ke saya… Tapi ketika diceritakan lagi saya ini timbul apa ya, trauma lagi. Sesuatu yang sebelumnya pengen aku kubur, sudah aku lupakan semuanya, tapi itulah, timbul trauma lagi, timbul lagi, itu lah menghilangkan trauma itu sulit.

Di desa barunya, ia bisa tinggal dengan istri barunya tanpa masalah: “Mereka [tetangga di desa yang baru] engga ngerti sejarahnya. Makanya ini keberuntungan saya. Coba kalau saya menikah, kemudian saya masih tinggal di kampung saya dulu? Mungkin sampai hari ini juga diobok-obok rumah tangga saya, karena ada cerita cerita miring yang terus-terusan.”

Page 165: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

161

Warga desa sedang bekerja di sebuah sawah di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

6.3 Reaksi yang berbeda-beda–beberapa positif, beberapa negatif Dalam banyak komunitas, reaksi dan perlakuan pada korban trafficking selama reintegrasi berbeda dari satu korban ke korban lainnya. Beberapa teman dan tetangga merupakan sumber dukungan dan kenyamanan bagi korban, sementara yang lainnnya menggunjingkan, mencemooh dan mendiskriminasikan mereka. Banyak responden menghadapi reaksi yang beragam dari masyarakat–ada yang menerima dukungan dan pengertian dari teman dan tetangga, tapi tidak dari yang lain. Seorang perempuan yang diperdagangkan sebagai pekerja rumah tangga menjelaskan interaksi yang berbeda dan kontradiktif dari para tetangga di lingkungan tempat tinggalnya, selama proses reintegrasi:

Ada yang cerewet juga, ada yang engga juga. Ada yang ngertiin. Ada yang ngomong kamu nasibnya jelek, pergi ke sana engga berhasil seperti yang lain. Kata saya sudah terima saja, ada yang gitu ada yang engga juga, engga semua orang lah, ada yang ngomongin, ini sini disananya gini-gini. Ih kok nasibnya buruk ada yang ngomongin, nasib itu kan semua tergantung yang di atas (Tuhan), ada yang gitu juga, nasib buruknya kan sudah dipasang sama yang di atas (Tuhan)

Perempuan lain, yang diperdagangkan untk menjadi pekerja rumah tangga, menjelaskan bagaimana ia kembali ke rumah dan diterima dengan baik oleh tetangga-tetangganya yang

Page 166: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

162

memberinya dukungan dan nasehat. Namun demikian ada juga tetangganya yang menyalahkannya: “Tetangga di seberang rumah menganggap saya tidak mau bekerja dan saya terlalu pilih-pilih.” Seorang laki-laki, ketika ditanya bagaimana penerimaan tetangga dan teman-temannya ia menyebut: “Ada yang menerima ada yang mencemooh, ada yang memberi salam dan ada yang sinis.” Seorang laki-laki, diperdagangkan di bidang perikanan menyebutkan bahwa tetangga-tetangganya memberikan semangat dan mendukung ketika ia pulang: “Mereka baik dan memberi nasehat, sebaiknya tinggal di rumah saja, jangan pergi ke luar negeri.” Yang lain menyebarkan gunjingan dan kebohongan tentang dirinya. Namun demikian, waktu merupakan sebuah elemen penting yang mempengaruhi reaksi dari teman dan para tetangga dan dua tahun setelah kepulangannya, hubungan mereka menjadi lebih baik: “Ya mungkin lebih baik sekarang karena lebih dekat sekarang, kalau kemarin kan mungkin orang masih pada jauh-jauh mungkin jarang ngobrol, kalau sekarang ada ngobrol, sering komunikasi, nyari-nyari info juga, mungkin kan kalau banyak temen banyak rejeki.” Laki-laki ini juga mendapatkan reaksi positif dari para tetangga yang tinggal berdekatan dengan rumah ibunya, namun mendapat reaksi negatif dari mereka yang tinggal di lingkungan mertuanya: “Alhamdulillah [tetangga di lingkungan dekat rumah ibu] mereka masih welcome ya. Masih menerima saya… malah sering ibaratnya kalau ada kerjaan yang saya bisa, mereka ngajak saya… Tapi kalau di kampung mertua saya sih engga ada yang seperti itu.” Dia melanjutkan penjelasannya mengenai penerimaan negatif yang dia alami: “Kalau dengan masyarakat di lingkungan mertua saya, saya engga bisa komunikasi dengan mereka, saya juga engga bisa bergaul dengan mereka... karena pandangan mereka itu saya itu seorang penganggur dan saya itu seorang pemalas. […] Lingkungan mertua saya itu petani semua. Mereka petani dan orang yang ulet lah ibaratnya. Tapi kalau melihat saya, mereka seperti sinis.” Bahkan di tengah-tengah respon negatif dari masyarakat, sangat dimungkinkan untuk menemukan seseorang (atau beberapa orang) yang mendukung dalam masyarakat. Seorang laki-laki, diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, menjelaskan banyak tetangga yang membicarakan kegagalan migrasinya, tetangga sebelahnya memberi bantuan dan dukungan kepadanya:

Kalau [bicara] terang-terangan ya engga, tapi bisa dilihat dari pembicaraan, nyinggung, jadi bahan gunjingan “usaha kayak gini trus pulang lagi” kan gitu, padahal engga tahu asal usulnya apa, kalau tetangga, yang lain usaha pada sukses, saya yang merasakan jadi.. kalau diladenin ya. […] Ada tetangga rumah, kalau dia engga punya kalau saya punya beras ya gentian. Kalau saya kan aslinya bukan orang pribumi, saya kan orang beda desa, jadi saya engga terlalu dekat dengan tetangga.

Hal ini juga dialami oleh seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk eksploitasi tenaga kerja, yang dapat berbagi tentang penderitaan yang dialaminya dengan bekas teman sekolahnya. Ia menjelaskan bagaimana percakapan dengan teman sekolahnya itu sangat penting dan mendorongnya untuk meneruskan hidupnya. Hubungan baik dan dukungan dari teman sekolahnya ini sangat penting untuk mengimbangi celaan dan cemohan dari tetangganya:

Kalau tetangga, temen-temen bilangnya ngapain gitu maksudnya, kayak gimana kamu kabur [dari trafficking] nanti engga bisa berangkat lagi. Engga ada yang ngasih semangat gitu… Kalau temen sekolah, saya cerita sama dia. Dia kasih semangat, dia bilang sudah jangan nyerahlah, kerja lagi ini itu. Dia positif, ngasih support-lah, engga kayak tetangga-tetangga yang lainnya. Iya, paling ngolok-ngolok, kalau tetangga kayak gitu lah.

Page 167: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

163

Hal serupa dialami perempuan yang sudah disebutkan diatas. Ia menjelaskan gunjingan tentang migrasinya yang gagal dan dugaan bahwa ia tidak ingin bekerja keras. Ia juga membicarakan perempuan yang tinggal di depan rumahnya yang telah mendukung dan memberi semangat dalam mengahadapi kecaman tetangga dan pandangan negatif tentang dirinya: “Perempuan yang tinggal di depan rumah [mendukung saya]. Katanya yang penting sekarang kamu sehat dulu sama bayinya. Engga usah mikirin yang lain lain.” Ia juga menjelaskan bahwa gunjingan dan cemoohan dari komunitasnya telah berkurang setelah beberapa waktu, dan diwawancara kedua (beberapa bulan setelah kepulangannya), gunjingan sudah mereda dan tetangga lebih tertarik dengan perkembangan yang baru dan positif dalam hidupnya. Dalam banyak contoh, reaksi komunitas berubah dari waktu ke waktu. Seorang laki-laki yang diperdagangkan untuk bekerja di kapal perikanan awalnya mendapat hinaan dan disalahkan oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Namun situasi ini sudah berubah lebih baik setelah dua setengah tahun kepulangannya: “[Sekarang reaksi masyarakat] biasa-biasa lagi, sudah engga jelek-jelekin lagi … Biasa saja, kayak yang dulu-dulu lah [sebelum trafficking].” Hal serupa dialami seorang perempuan yang diperdagangkan untuk menjadi pekerja rumah tangga, awalnya ia diperlakukan seperti orang gila dalam komunitasnya tapi situasi ini sudah membaik setelah beberapa waktu: “Mereka [memperlakukan saya] baik sekarang. Saya orangnya ceria, suka bercanda sama mereka. Saya memaafkan mereka yang bilang saya gila. Saya engga marah lagi ke mereka. Saya orangnya bebas. Saya engga terlalu mikirin apa kata orang lain.” Namun waktu tidak selalu membuat hubungan korban dan komunitasnya menjadi lebih baik. Seorang laki-laki yang diperdagangkan di bidang perikanan diperlakukan secara buruk sejak kepulangannya karena di luar negeri ia ditahan sebagai imigran tanpa dokumen, maka tetangga mempergunjingkannya bahwa ia telah melakukan kejahatan selama ia berada di luar negeri dan menyebutnya mantan narapidana. Saat wawancara kedua dengannya (dan hampir dua tahun sejak ia pulang), ia menjelaskan bahwa hubungannya dengan masyarakat masih jadi masalah dalam kehidupannya sehari-hari:

Masyarakat sampai sekarang sulit ya, sudah kerja apa, memang segitu. Mereka mikirnya saya sekarang ganti jadi begal sudah. Soalnya bingung kerja 10 hari kadang 7 hari kadang 15 hari paling lama, sekarang ada dirumah, nanti 3 hari, kadang 10 hari berangkat. Kerja apa kan, [mereka] bingung, rata-rata kan orang-orang kan paling sedikit 2 bulan 1 bulan.

Begitu pula, laki-laki lain menggambarkan situasi yang semakin buruk dengan tetangganya dari waktu ke waktu:

Waktu baru datang itu baik, mulai tahun tahun yang kemarin itu…hanya satu-dua orang yang baik… Mungkin karena saya kasus [trafficking] nya seperti ini. Ada yang menyindir, “Nunggu uangnya keluar” dan “Dia bisa beli apa, beras ataupun apa?.” Tetangganya seperti itu. Kadang kan sirik-sirik, saya misalnya beli kulkas, mereka lalu beli kulkas semuanya. Saya pengen banggain orang tua, saya belum bisa bikinin rumah atau apa, saya beliin kulkas aja yang murah, hasil kerja di PT itu lagi. Terus beliin kursi. Waktu itu rumah orang tua engga ada kursinya mas, cuman di lantai, dari belum dipelur kayak gitu. […] Tetangga masih baik [pada awalnya], cuman sekarang sudah mulai rentan semua. Cuman berapa tetangga doang, kalau dihitung sama jari cuman lima rumah doank yang aktif tegur sapa.

Page 168: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

164

6.4 Ringkasan Lingkungan komunitas di mana korban hidup setelah trafficking berbeda dari individu satu ke lainnya. Banyak korban bereintegrasi ke komunitas asalnya, kembali pada kehidupan yang sama atau serupa dengan sebelum trafficking. Namun demikian, beberapa korban berintegrasi ke komunitas baru, dengan beberapa integrasi sementara (misalnya korban sedang melakukan proses hukum mewawancarai pelaku trafficking atau sementara mengambil kesempatan kerja yang ada) serta korban lain berintegrasi secara permanen di komunitas yang baru. Terlebih lagi, beberapa perubahan dalam kehidupan terjadi dari waktu ke waktu mengikuti situasi keluarga yang memburuk atau membaik. Faktor penting untuk suksesnya reintegrasi korban adalah adanya dukungan dari komunitas atau setidaknya ketiadaan kritik dan diskriminasi. Dalam beberapa situasi, situasi komunitas konstruktif dan mendukung serta menawarkan tempat untuk tumbuh dan kesempatan pemulihan serta reintegrasi. Di lain pihak, korban dapat mengalami diskriminasi, pengucilan kerentanan dan ketimpangan struktural dalam lingkungan komunitas. Pada saat yang sama, reaksi komunitas sering kali tidak seimbang dan korban menggambarkan reaksi yang berbeda-beda dari teman, tetangga dan anggota komunitas. Beberapa korban menggambarkan penerimaan yang positif dan komunitas yang mendukung ketika kembali ke rumah setelah trafficking. Korban trafficking menggambarkan reaksi yang berbeda dari tetangga termasuk menguatkan dan mendorong, kasihan dan simpati, dukungan dan kebaikan dan penerimaan keseluruhan Sementara banyak korban trafficking mendapat dukungan dari komunitas mereka, hal ini tidak berlaku bagi semua. Banyak korban merasa tidak nyaman, tertekan bahkan malu pada komunitas secara luas sebagai konsekuensi dari eksploitasi selama trafficking dan karena mereka gagal saat migrasi mereka. Dalam beberapa kasus, rasa malu dan ketidaknyamanan ini lebih merupakan perasaan korban sendiri daripada karena kritikan atau penghakiman dari teman, tetangga atau anggota komunitas. Di lain pihak, perasaan malu dan aib serta ketidaknyamanan ini muncul dari bagaimana korban diterima, dimengerti dan diperlakukan dalam komunitas ketika kembali dan selama reintegrasi. Banya korban mengalami gosip, diskriminasi, kritik dan kecaman dalam komunitas ketika mereka kembali setelah trafficking. Ada pemicu dan alasan yang berbeda yang mengakibatkan sikap dan reaksi yang berbeda dalam komunitas. Banyak korban trafficking (laki-laki dan perempuan dalam semua bentuk perdagangan orang) dikritik dan digunjingkan karena imigrasi mereka yang gagal (misalnya pulang tanpa uang atau tidak mengirimkan upah selama berada di luar negeri).

Page 169: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

165

Sebuah usaha kecil di sebuah desa di Jawa Barat. Foto: Peter Biro.

Sumber ketegangan lainnya antara korban trafficking dan anggota komunitas adalah bahwa mereka dianggap ambisius atau bermimpi terlalu tinggi, menginginkan terlalu banyak hal dan tidak puas dengan yang sudah mereka miliki dan dianggap tidak menghargai kehidupan di desa, bahkan dalam situasi korban sudah sangat menderita, kadang-kadang mereka tetap menerima kritikan.

Banyak korban kembali ke rumah dalam keadaan stres, cemas, depresi dan sering kali tidak sehat (terkadang dalam jangka waktu yang lama) yang membuat perilaku dan tindakan mereka menjadi sumber gunjingan dan kecaman diantara teman dan tetangga. Korban trafficking mengalami penderitaan mental atau tekanan emosional sebagai konsekuensi trafficking dan banyak diantaranya kembali ke rumah dalam keadaan stres, cemas, depresi dan umumnya tidak sehat. Banyak diantara mereka stres dan depresi setelah beberapa lama sejak kembali, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal ini sering kali membuat korban berperilaku atau bereaksi dalam keadaan stres, perilaku dan reaksi inilah yang menjadi sumber gosip dan kecaman diantara tetangga dan teman. Beberapa korban mengalami diskriminasi dan kecaman karena hal-hal yang mereka lakukan (atau yang dipaksakan pada mereka) selama trafficking, karena tidak sesuai dengan budaya, norma sosial dan perilaku yang layak. Hal ini berkaitan dengan prostitusi, kehamilan di luar pernikahan atau ditangkap dan ditahan selama berada di luar negeri. Korban menggambarkan masalah yang disebabkan oleh kecemburuan dan kebencian tetangga pada korban karena mereka dibantu atau menerima fasilitas tertentu selama reintegrasi. Di lain

Page 170: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

166

pihak, korban menjelaskan bagaimana orang lain membenci mereka karena mereka dapat membeli atau mampu serta dalam keadaan baik saat yang lain tidak. Pada banyak contoh, sumber masalah dan ketegangan antara korban dan orang lain di dalam sebuah komunitas muncul secara berlapis, bergesekan dan saling memperkuat satu sama lain. Di banyak komunitas, reaksi dan perlakuan terhadap korban trafficking selama reintegrasi berbeda satu sama lain. Beberapa teman dan tetangga merupakan sumber dukungan dan kenyamanan bagi korban sementara yang lain kerap bergosip dan mengkritisi atau mendiskriminasikan mereka. Beberapa responden menghadapi reaksi yang bervariasi dalam komunitasnya–menerima dukungan dan pemahaman, atau sebaliknya.

Page 171: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

167

7. Kesimpulan dan rekomendasi Korban perdagangan orang di Indonesia menanggung beban berat dan luka mendalam yang diakibatkan oleh eksploitasi yang mereka alami–fisik, psikologis, ekonomi, emosional–dan sering kali harus berjuang untuk dapat pulih dan melanjutkan hidupnya setelah mengalami perdagangan orang. Mereka juga kembali untuk menghadapi permasalahan dan kerentanan yang sudah ada dalam kehidupan mereka dan keluarganya, di mana keluarga telah berharap bahwa masalah dan kerentanan tersebut dapat diatasi atau berkurang melalui migrasi mereka. Kebijakan dan program reintegrasi harus menyasar berbagai kebutuhan dan kerentanan korban. Namun demikian, mempertimbangkan reintegrasi setelah perdagangan orang hanya dari perspektif individu korban saja tidak cukup. Reintegrasi tidak berlangsung dalam ruang isolasi. Reintegrasi terjadi dalam lingkup sosial yang lebih luas dari keluarga dan masyarakat, sehingga penting untuk memahami dan memperhitungkan perspektif dan pengalaman anggota keluarga korban dan lingkungan masyarakat di mana mereka berintegrasi. Hal ini sering kali melibatkan banyak anggota keluarga dan masyarakat, yang masing-masing memiliki potensi untuk memberi pengaruh (positif atau negatif) dan berdampak pada pemulihan dan reintegrasi korban perdagangan orang. Seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, lingkungan keluarga, adalah faktor kunci baik dalam keberhasilan atau kegagalan reintegrasi korban perdagangan orang. Selain harus mengelola tantangan individu mereka sendiri, korban juga harus menghadapi dan mengelola reaksi dan tanggapan dari anggota keluarga mereka ketika mereka kembali dari perdagangan orang dan juga reaksi dan tanggapan keluarga dari waktu ke waktu. Eksploitasi perdagangan orang telah memakan banyak korban yang merupakan anggota dari keluarga-keluarga di Indonesia–anak-anak mereka, pasangan, orang tua, saudara dan kerabat. Anggota keluarga terdampak secara mendalam dan, dalam beberapa kasus, tidak bisa diperbaiki lagi, oleh kejadian perdagangan orang yang menimpa orang yang mereka sayangi dan mereka sering harus berjuang untuk berdamai dengan kenyataan bahwa perdagangan orang yang menimpa anggota keluarganya tersebut telah mempengaruhi kehidupan mereka sendiri. Mereka juga berjuang mengatasi dampak dari perdagangan orang yang menimpa mereka sebagai individu dan keluarga mereka secara lebih luas. Anggota keluarga mungkin memainkan peran yang berbeda (dan kadang-kadang saling bertentangan) baik bersifat mendukung atau merusak reintegrasi korban dan lebih jauh lagi mereka dapat berperilaku berbeda dari waktu ke waktu dan dalam menanggapi isu-isu dan faktor-faktor yang berbeda. Ketegangan dan masalah dalam keluarga berpusat di sekitar masalah keuangan dalam keluarga (tidak ada kiriman uang dan adanya beban utang); mengalami stres dan tertekan yang menyertai perdagangan orang; merasa malu dan disalahkan; serta rusaknya atau hancurnya hubungan pribadi. Hal yang sama pentingnya adalah memperhitungkan lingkungan sosial di mana korban berintegrasi atau bereintegrasi. Apakah kembali ke komunitas asal mereka atau menetap di lingkungan masyarakat baru, reintegrasi langsung dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya yang lebih luas di mana korban tinggal dari waktu ke waktu. Dan, seperti halnya keluarga, lingkungan masyarakat adalah lingkungan yang kompleks dan kontradiktif, baik yang mendukung maupun tidak mendukung dan melibatkan berbagai reaksi (kadang-kadang bertentangan) dari teman, tetangga dan lain-lain, termasuk yang berubah dari waktu ke waktu. Ketegangan dan isu-isu di lingkungan masyarakat berpusat di sekitar migrasi yang tidak sukses (gagal) dan pulang tidak membawa uang; kritik masyarakat terhadap "ambisi" korban; persepsi

Page 172: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

168

masyarakat terhadap stres atau perilaku "bermasalah" di rumah; diskriminasi karena perilaku yang "tidak dapat diterima" (misalnya prostitusi, kehamilan diluar nikah atau saat bermigrasi); dan kecemburuan terhadapterhadap korban yang mendapat bantuan. Banyaknya tantangan dan kerentanan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat jarang berdiri sendiri. Orang yang diperdagangkan dan keluarga mereka menghadapi banyak, sebagian besar dan kadang-kadang semua masalah dan ketegangan yang telah dibahas, dengan derajat yang berbeda dan pada tahap yang berbeda. Isu-isu ini saling menguatkan dan berbatasan. Artinya, kesulitan keuangan umumnya meningkatkan konflik dan ketegangan dalam keluarga, termasuk menciptakan perasaan malu dan merasa disalahkan. Tidak sehat secara fisik atau psikologis sering berarti menyebabkan korban tidak dapat bekerja, yang kemudian memperberat masalah ekonomi. Dan reaksi dari anggota masyarakat yang berbeda sering berperan sentral dalam hal bagaimana korban dan juga anggota keluarga mereka mengalami dan menghadapi proses reintegrasi dari waktu ke waktu. Pada saat yang sama, selain ketegangan, isu-isu dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, ada juga wilayah yang signifikan dari ketahanan dan bantuan yang telah mendukung, mendorong dan menggembleng keberhasilan pemulihan dan reintegrasi korban. Ini adalah temuan yang berarti dalam lingkungan di mana begitu banyak korban yang tidak teridentifikasi dan tidak terbantu dan, menunjukkan kebutuhan yang besar untuk mengidentifikasi dan meniru bentuk-bentuk dukungan dan bantuan yang bersifat adat dan informal. Temuan-temuan ini menyoroti kebutuhan untuk lebih memahami lingkungan keluarga dan masyarakat di mana orang yang diperdagangkan kembali pada semua kompleksitasnya, komplikasinya dan kekacauannya, ketika merancang dan melaksanakan intervensi reintegrasi (dan perlindungan). Mengidentifikasi dan menguraikan poin-poin umum dari ketegangan dan ketahanan merupakan titik awal yang berharga bagi pemahaman reintegrasi yang lebih baik dalam keluarga dan masyarakat setelah pengalaman perdagangan orang, sebuah pemahaman yang harus, pada gilirannya, memberikan kontribusi untuk meningkatkan program dan kebijakan mengenai reintegrasi korban perdagangan orang. Mempertimbangkan dinamika hubungan keluarga dan masyarakat dalam rancangan respon reintegrasi dapat berkontribusi secara substansial untuk mewujudkan bantuan dan perlindungan yang lebih efisien dan tepat. Kegagalan untuk mempertimbangkan korban perdagangan orang dan keluarga dan masyarakat dalam setiap diskusi atau intervensi berarti melewatkan faktor yang penting, bahkan bisa dikatakan sangat penting, dalam proses reintegrasi dan kemungkinan keberhasilannya. Dengan pemikiran ini, rekomendasi berikut ini ditujukan untuk meningkatkan kebijakan dan program reintergrasi untuk korban perdagangan orang, termasuk bekerja dengan keluarga dan komunitas mereka. Rekomendasi-rekomendasi ini ditujukan kepada para praktisi dan pembuat kebijakan untuk mendukung pekerjaan mereka dengan para korban dan keluarga mereka agar bisa "move on" dari perdagangan orang.

Rekomendasi untuk mendukung individu korban perdagangan orang Menawarkan program bantuan yang bersifat jangka panjang dan komprehensif yang ditujukan untuk reintegrasi. Sebagian besar korban trafficking memiliki kebutuhan bantuan jangka panjang yang membutuhkan layanan dan dukungan yang komprehensif, termasuk manajemen kasus secara

Page 173: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

169

profesional. Sifat jangka panjang dari reintegrasi berarti bahwa program dan layanan harus tersedia dari waktu ke waktu–selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Ini membutuhkan proses perencanaan yang memadai, serta alokasi anggaran/sumber daya yang memadai. Menawarkan bantuan untuk memenuhi semua kebutuhan korban dan mengatasi semua kerentanan. Bantuan harus memenuhi semua kebutuhan dan kerentanan korban, baik yang disebabkan oleh perdagangan orang atau terkait dengan kerentanan-kerentanan yang sudah ada sebelum perdagangan orang. Bantuan dan pelayanan harus merespon berbagai kebutuhan korban (dan keluarga mereka) selama reintegrasi, baik untuk mengatasi dampak dari perdagangan orang dan juga untuk mengurangi kerentanan dan pengucilan sosial dan ekonomi secara umum. Menawarkan bantuan kepada semua korban perdagangan orang. Kebutuhan bantuan mungkin berbeda secara substansial di antara berbagai kategori korban (laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak), berbagai bentuk perdagangan orang serta sesuai dengan kondisi kehidupan individu masing-masing korban sebelum dan setelah trafficking. Bantuan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu masing-masing korban, termasuk ketika kebutuhan mereka berubah selama reintegrasi dan ketika merespon perkembangan individu, keluarga dan masyarakat. Meningkatkan akses para korban terhadap layanan di tingkat desa. Korban perdagangan orang harus memiliki akses ke paket layanan reintegrasi yang komprehensif yang bersifat individu dan sesuai kebutuhan untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka yang luas selama reintegrasi. Penyediaan bantuanyang akan mengembangkan dan meningkatkan layanan berbasis masyarakat di wilayah-wilayah yang menjadi tempat korban bereintegrasi yang, pada gilirannya, membutuhkan alokasi anggaran yang memadai baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Memastikan bahwa kebutuhan spesifik terkait perdagangan orang diidentifikasi dan ditangani. Dalam beberapa kasus, bantuan untuk korban perdagangan orang dapat diatasi melalui kerangka bantuan dan perlindungan sosial secara umum, termasuk akses ke perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, penempatan kerja, bantuan hukum dan sebagainya. Namun demikian, ada beberapa kebutuhan dan isu-isu yang walaupun tidak unik untuk korban perdagangan orang, namun sifatnya berbeda dengan kelompok rentan lainnya. Dalam kasus tersebut, bantuan dan dukungan yang bersifat khusus harus disediakan. Meningkatkan peran dan kompetensi pekerja sosial di tingkat lokal. Para pekerja sosial perlu mendapat pelatihan mengenai bagaimana bekerja dengan korban perdagangan orang, sejak tahap identifikasi dan selama reintegrasi mereka, termasuk dalam menanggapi krisis dan masalah yang mungkin muncul pada kehidupan mereka dan keluarganya dari waktu ke waktu. Hal ini mencakup pelatihan melakukan identifikasi korban, melakukan penilaian kebutuhan (needs assessments), merancang dan memonitor rencana reintegrasi dan manajemen kasus secara keseluruhan. Para pekerja sosial perlu dilengkapi dengan keterampilan dan perlengkapan untuk melakukan manajemen kasus yang dikhususkan untuk korban perdagangan orang. Pekerja sosial diperlukan untuk bekerja dengan para korban di lingkungan desa dan masyarakat di mana para korban bereintegrasi yang akan melibatkan jangkauan kerja sosial yang luas ke tingkat yang lebih lokal. Melindungi hak-hak korban ketika membantu para anggota keluarga. Menjamin bahwa hak-hak yang korban–misalnya privasi, kerahasiaan dan keamanan–dihormati ketika

Page 174: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

170

membantu para anggota keluarga mereka. Hal ini akan membutuhkan pertimbangan tentang bagaimana melibatkan anggota keluarga dalam program bantuan ketika mereka tidak menyadari bahwa individu korban telah diperdagangkan dan tanpa mengungkapkan eksploitasi perdagangan yang dialami individu korban. Bantuan dapat dikemas sebagai "bantuan umum" atau "perlindungan sosial.” Hal ini mungkin juga memerlukan pertimbangan dan antisipasi apakah bantuan dapat menimbulkan masalah keamanan bagi korban dalam keluarga–misalnya, kekerasan dalam rumah tangga. Penyedia layanan harus bekerja dengan para korban untuk mengantisipasi dan menangani setiap pertanyaan dari keluarga dan anggota masyarakat tentang bantuan dan bagaimana, jika diperlukan, menyampaikan alasan terbaik terkait bantuan dan dukungan yang mereka dapatkan.

Rekomendasi untuk bekerja dengan keluarga korban perdagangan orang Mengidentifikasi dampak dari perdagangan orang terhadap keluarga korban. Eksploitasi perdagangan orang memberi dampak dan implikasi bukan hanya kepada individu korban, tetapi lebih dari itu. Anggota keluarga korban juga mengalami berbagai penderitaan sebagai akibat dari terjadinya perdagangan orang–terpisah dengan orang yang disayangi, tidak mendapat kiriman uang dan rasa tidak aman ketika jauh dari korban, marah dan bahkan trauma ketika mereka mengetahui eksploitasi terhadap korban, dan menghadapi banyak tantangan selama reintegrasi. Praktisi dan pembuat kebijakan harus melakukan penelitian untuk lebih memahami dampak dan implikasi dari perdagangan orang terhadap keluarga korban dan merancang intervensi agar faktor-faktor tersebut dipertimbangkan. Memasukkan anggota keluarga korban dalam pemberian bantuan. Bagi banyak korban perdagangan orang Indonesia, kebutuhan bantuan keluarga mereka merupakan hal penting dan membantu anggota keluarga dengan berbagai cara dalam mendukung reintegrasi korban perdagangan orang. Korban mungkin mengalami perbaikan substansial dalam hal kesejahteraan fisik dan mental mereka, serta situasi ekonomi mereka, ketika anggota keluarga mereka juga terlibat dalam program bantuan. Hal ini mungkin dilakukan dalam sejumlah opsi bantuan, termasuk, namun tidak terbatas, untuk penempatan kerja, program-program bantuan usaha, bantuan medis, bantuan untuk menyekolahkan anak dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk melihat sistem keluarga secara keseluruhan dalam rancangan dan implementasi dari program dan kebijakan reintegrasi, untuk memastikan bahwa korban memiliki lingkungan keluarga yang layak dan menjadi tempat mereka untuk dapat bereintegrasi. Memahami dan mengakomodir latar (setting) keluarga di semua kerja-kerja reintegrasi. Reintegrasi berlangsung paling umum dalam latar keluarga dan anggota keluarga memiliki potensi untuk mendukung atau melemahkan keberhasilan reintegrasi. Perencanaan dan program reintegrasi harus memperhitungkan situasi keluarga masing-masing korban sebagai bagian dari penilaian kebutuhan dan perencanaan reintegrasi, termasuk bagaimana situasi keluarga dapat meningkatkan atau memburuk dari waktu ke waktu dan dalam merespon berbagai faktor dan pemicu yang berbeda. Penilaian terhadap keluarga secara terus-menerus diperlukan sebagai bagian dari upaya reintegrasi dan manajemen kasus. Menawarkan peluang untuk mediasi keluarga dan konseling. Anggota keluarga mungkin terdampak secara mendalam, bahkan mengalami trauma karena eksploitasi yang dialami oleh orang yang mereka sayangi. Mereka juga mungkin berjuang untuk pulih dari apa yang telah mereka derita (keuangan, fisik, emosi dan mental) ketika orang yang mereka sayangi

Page 175: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

171

mengalami perdagangan orang. Dan mereka mungkin sedang berjuang memperbaiki hubungan mereka dengan korban yang kembali yang mungkin memiliki perilaku dan reaksi yang sulit dipahami dan direspon. Untuk beberapa korban masalah yang paling mendesak (dan karena itu membutuhkan kebutuhan) adalah dalam hal memperbaiki atau memperkuat hubungan mereka dengan para anggota keluarga. Konseling dan mediasi keluarga dapat menjadi bentuk bantuan yang penting dalam mendukung reintegrasi korban di lingkungan keluarga mereka. Bantuan ini tidak perlu dirancang sebagai bantuan spesifik untuk perdagangan orang tetapi bisa diberikan melalui program-program yang ada seperti bantuan bagi kelompok yang rentan secara sosial, orang tua tunggal, program mediasi keluarga dan sebagainya. Namun, para konselor dan penyedia layanan tersebut mungkin akan membutuhkan pelatihan dan sensitivitas (kepekaan) mengenai isu perdagangan orang serta kompleksitas dan berbagai aspek mengenai reintegrasi setelah perdagangan orang. Menyediakan bantuan yang memperhitungkan berbagai kebutuhan dan situasi korban (dengan keluarga mereka yang berbeda, konstelasi dan kebutuhan). Korban bereintegrasi ke latar keluarga yang sangat berbeda dan situasi keluarga dan pengaturan rumah tangga yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Bantuan harus ditawarkan dengan cara yang memperhitungkan situasi keluarga tertentu pada setiap individu korban, serta disesuaikan dengan perubahan dalam keluarga dari waktu ke waktu. Misalnya, bantuan berbasis rumah perlindungan mungkin diinginkan ketika korban menderita luka yang cukup parah atau mengalami ancaman keamanan, korban lain akan mendapat manfaat dari layanan yang tidak berbasis tempat tinggal dan bantuan yang berbasis masyarakat lokal. Demikian pula, bantuan yang berbeda mungkin diperlukan ketika korban berintegrasi ke dalam komunitas baru di mana mereka mungkin tidak dapat bergantung pada keluarga dan teman-teman untuk mendukung mereka.

Rekomendasi untuk meningkatkan reintegrasi korban perdagangan orang di komunitas mereka Mempertimbangkan dan mengakomodir dinamika masyarakat dalam program dan kebijakan reintegrasi. Lingkungan sosial dan masyarakat yang lebih luas sangat penting bagi reintegrasi korban setelah mengalami perdagangan orang. Hubungan dan dinamika masyarakat dapat bersifat mendukung atau pun melemahkan keberhasilan reintegrasi korban. Perencanaan dan program reintegrasi harus memperhitungkan lingkup sosial individu korban yang lebih luas, termasuk masyarakat di mana mereka bereintegrasi atau berintegrasi. Hal ini memerlukan perhatian bagaimana lingkungan masyarakat dapat menjadi lebih baik atau memburuk dari waktu ke waktu dan dalam merespon faktor-faktor dan pemicu yang berbeda. Penilaian masyarakat secara terus-menerus perlu dilakukan sebagai bagian dari pekerjaan manajemen kasus dengan para korban ketika mereka bereintegrasi. Membangun kepekaan para tokoh masyarakat terhadap isu perdagangan orang, termasuk semua bentuk perdagangan orang dan semua kategori korban, dan hak-hak/kebutuhan korban. Kebanyakan reintegrasi berlangsung di tingkat masyarakat yang mengharuskan pemerintah daerah untuk mampu dan bersedia mendukung proses ini. Semua institusi dan pemimpin lokal (misalnya pemerintahan desa, sekolah, klinik kesehatan) perlu dilatih dan dibangun kepekaannya mengenai isu perdagangan orang, serta perlindungan sosial, kerentanan dan reintegrasi paska perdagangan orang. Hal ini diperlukan untuk mencegah kerugian (lebih lanjut) pada korban perdagangan orang, termasuk kurangnya kepekaan,

Page 176: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

172

reviktimisasi, diskriminasi dan marjinalisasi. Para tokoh masyarakat dapat memainkan peran penting dalam mendukung reintegrasi dan mengurangi stigma dan diskriminasi. Bekerja dengan para tokoh masyarakat dalam identifikasi dan rujukan korban perdagangan orang. Ada peran penting yang dapat dimainkan oleh tokoh masyarakat dalam identifikasi dan rujukan korban perdagangan orang yang tinggal di komunitas mereka. Namun, identifikasi korban perdagangan orang adalah pekerjaan yang sulit dan mensyaratkan bahwa mereka yang terlibat mempunyai pemahaman yang memadai tentang apa yang dimaksud perdagangan orang, siapa saja yang bisa menjadi korban perdagangan orang, apa saja tanda-tanda atau indikator sehingga seseorang bisa dikatakan sebagai korban perdagangan orang, bagaimana korban perdagangan orang harus didekati dan apa saja hak dan perlindungan yang tersedia bagi korban di komunitas asal mereka serta di tingkat kabupaten, provinsi dan tingkat nasional. Hal yang juga penting adalah bahwa para tokoh masyarakat menyadari bahwa korban mungkin memilih untuk tidak diidentifikasi dan mereka kemudian menghormati keputusan ini dan menjaga kerahasiaannya. Para tokoh masyarakat harus dibekali dengan informasi tentang bantuan yang tersedia bagi setiap korban perdagangan orang yang mereka identifikasi dan bagaimana dan kepada siapa mereka dapat merujuk korban untuk bantuan dan perlindungan. Mengatasi diskriminasi, marjinalisasi dan stigmatisasi sebagai bagian dari upaya reintegrasi di masyarakat. Banyak korban perdagangan orang menghadapi diskriminasi dan stigmatisasi dalam komunitas mereka, yang, dalam banyak situasi mengarah ke marjinalisasi. Adalah penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mengurangi dan mengatasi diskriminasi dan stigmatisasi di dalam masyarakat, dan bekerja untuk mengembangkan strategi-strategi yang efektif. Sebuah pendekatan sistematis untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi dapat membantu meminimalkan hasil yang merugikan selama reintegrasi. Strategi ini perlu untuk mengatasi beberapa (dan sering kali banyak) sumber diskriminasi dan stigma termasuk: "kegagalan migrasi" (kembali rumah tanpa membawa uang atau tidak pernah mengirimkan uang); "bercita-cita terlalu tinggi" dan menjadi ambisius; perilaku dan tindakan yang berkaitan dengan stres, kecemasan, depresi dan kurang sehat; hal-hal yang korban lakukan (atau dipaksa untuk melakukan) pada saat diperdagangkan (misalnya prostitusi, hamil, ditangkap) atau dianggap telah dilakukan pada saat diperdagangkan (misalnya tidak bekerja keras, menghambur-hamburkan uang gaji); dan kecemburuan atau kebencian karena menerima bantuan. Banyak korban perdagangan orang menghadapi berbagai stigma di mana masing-masing memiliki pemicu sendiri-sendiri dan juga solusinya sendiri-sendiri. Mengidentifikasi berbagai penyebab ketegangan di masyarakat, stigma dan diskriminasi terhadap para korban, dari berbagai bentuk perdagangan orang dan dalam latar (setting) yang berbeda. Korban perdagangan menghadapi kritik, diskriminasi dan kecaman di komunitas mereka untuk berbagai alasan termasuk: "kegagalan migrasi" (kembali ke rumah tanpa membawa uang atau tidak pernah mengirimkan uang); "berangan-angan terlalu tinggi" dan menjadi ambisius; perilaku dan tindakan yang berkaitan dengan stres, kecemasan, depresi dan kurang sehat; hal-hal yang korban lakukan (atau dipaksa untuk melakukan) pada saat diperdagangkan (misalnya prostitusi, hamil, ditangkap); dan kecemburuan atau kebencian karena menerima bantuan. Penting kiranya untuk menentukan berbagai sumber diskriminasi dan stigmatisasi agar dapat mengatasinya secara efektif. Hal-hal yang menyebabkan munculnya stigma dan diskriminasi harus diidentifikasi, termasuk bagaimana hal bagaimana perbedaannya dari individu ke individu, latar demi latar, serta berdasarkan bentuk perdagangan orang. Penelitian perlu dilakukan untuk isu-isu ini–baik mengenai penyebab terjadinya stigma maupun bagaimana hal itu dapat diatasi.

Page 177: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

173

Menawarkan bantuan yang tidak terlihat dalam masyarakat. Ketika para korban menerima bantuan, hal ini dapat menyebabkan kecemburuan dan kebencian dari pihak anggota masyarakat yang juga mungkin berada dalam posisi sosial atau ekonomi yang sulit dan juga memerlukan beberapa bentuk bantuan. Situasi ini bisa memunculkan ketegangan di kalangan teman-teman dan tetangga dan dapat menyebabkan masalah berikutnya yang pada akhirnya dapat merusak keberhasilan reintegrasi. Selain itu, beberapa bentuk bantuan membuat para individu dapat dikenali sebagai korban perdagangan orang di dalam masyarakat, yang dapat melanggar privasi dan kerahasiaan dan kemudian menyebabkan diskriminasi dan stigma di masyarakat. Bantuan harus dirancang dan dilakukan dengan cara-cara yang memperhitungkan dan mengurangi dinamika masyarakat yang lebih luas tersebut dan potensi terjadinya berbagai dampak negatif.

Page 178: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

174

8. Referensi

Amar, S.C.D. (2010) Gunem Catur in the Sunda Region of West Java: Indigenous Communication on the MACT Plant Knowledge and Practice within the Arisan in Lembang, Indonesia. PhD Thesis. Netherlands: Leiden University. Ananta, A., E.N. Arifin, M.S. Hasbullah, N.B. Handayani and A. Pramono (2013) ‘Changing Ethnic Composition: Indonesia 2000-2010’, International Union for the Scientific Study of Population, pp. 7-14. Aripurnami, S. (2000) ‘Whiny, Finicky, Bitchy, Stupid and “Revealing”: The Image of Women in Indonesian Film’ in Bianpoen, C. and M. Oey-Gardiner (Eds.) Indonesian Women: The Journey Continues. Canberra, Australia: Research School of Pacific and Asian Studies, ANU, pp. 50-65. Aronson, J. (1994) ‘A Pragmatic View of Thematic Analysis’, The Qualitative Report, 2(1). Azra, A. (2003) ‘The Indonesian Marriage Law of 1974’ in Salim, A. and A. Azra (Eds.) Shari’a and Politics in Modern Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Bakker, C., M. Elings-Pels and M. Reis (2009) The Impact of Migration on Children in the Caribbean. New York: United Nations Children’s Fund. Berninghausen, J. and B. Kerstan (1991) Forging New Paths: Feminist Social Methodology and Rural Women in Java. United Kingdom: Zed Books Ltd. Bianpoen, C. (2000) ‘The Family Welfare Movement: A Blessing or a Burden’ in Bianpoen, C. and M. Oey-Gardiner (Eds.) Indonesian Women: The Journey Continues. Canberra, Australia: Research School of Pacific and Asian Studies, ANU, pp. 156-171. Braun, V. and V. Clarke (2006) ‘Using thematic analysis in psychology’, Qualitative Research in Psychology, 3. Bowen, J.R. (2003) Islam, Law, and Equality in Indonesia: An Anthropology of Public Reasoning. Cambridge: Cambridge University Press. Bowen, J.R. (1986) ‘On the Political Construction of Tradition: Gotong Royong in Indonesia’, The Journal of Asian Studies, 45(3), pp. 545-561. Brennan, D. (2014) Life Interrupted: Trafficking into Forced Labor in the United States. United States: Duke University Press. Brenner, S.A. (1995) ‘Why Women Rule the Roost: Rethinking Javanese Ideologies of Gender and Self-Control’ in Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press. Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) ‘Coming home: Challenges in family reintegration for trafficked women’, Qualitative Social Work.

Page 179: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

175

Brunovskis, A. and R. Surtees (2012) No place like home? Challenges in family reintegration after trafficking. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Brunovskis, A. and R. Surtees (2007) Leaving the past behind? When victims of trafficking decline assistance. Oslo: Fafo and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Chan, C. (2014) ‘Gendered Morality and Development Narratives: The Case of Female Labor Migration from Indonesia’, Sustainability. Darroch, R.K., P.A. Meyer and M. Singarimbun (1981) ‘Two are not enough: the value of children to Javanese and Sundanese parents’, East-West Population Institute. Delaney, S. (2012) (Re)Building the Future: Supporting the recovery and reintegration of trafficked children. A handbook for project staff and frontline workers. Cologne/Geneva: Terre des Hommes. Derks, A. (1998) Reintegration of Victims of Trafficking in Cambodia. Geneva: International Organization for Migration and Phnom Penh: CAS. Djamal, C. (2000) ‘Women in the Informal Sector: A Forgotten Workforce’ in Bianpoen, C. and M. Oey-Gardiner (Eds.) Indonesian Women: The Journey Continues. Canberra, Australia: Research School of Pacific and Asian Studies, ANU, pp. 172-188. Dube, L. (1994) Kinship and Gender in South and Southeast Asia: Patterns and Contrasts. 9th J.P. Naik Memorial Lecture. Elings-Pels M. and M. Reis (2009) The Impact of Migration on Children in the Caribbean. New York: United Nations Children’s Fund. Ezeilo, J.N. (2009) Report of the Special Rapporteur on trafficking in persons, especially women and children. New York: United Nations General Assembly, A/64/290. Frederick, W.H. and R.L. Worden (1993) Indonesia: A Country Study. Washington, D.C.: GPO for the Library of Congress. Fresnoza-Flot, A. (2009) ‘Migration status and transnational mothering: the case of Filipino migrants in France’, Global Networks, 9(2). Geertz, C. (1973) ‘Ritual and social change: a Javanese example’ in The Interpretation of Cultures. New York: New York Basic Books. Geertz, C. (1960) The Religion of Java. Glencoe, Illinois: The Free Press. Geertz, H. (1961) The Javanese Family; A Study of Kinship and Socialization. Glencoe, Illinois: The Free Press. Goździak, E. and M. MacDonnell (2007) ‘Closing the Gaps: The Need to Improve Identification and Services to Child Victims of Trafficking’, Human Organization, 66(2). Graham, E., L.P. Jordan and B.S.A. Yeoh (2015) ‘Parental migration and the mental health of those who stay behind to care for children in South-East Asia’, Social Science & Medicine.

Page 180: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

176

Graham, E., L.P. Jordan, B.S.A. Yeoh, T. Lam, M. Asis and S. Kamdi (2012) ‘Transnational Families and the Family nexus: Perspectives of Indonesian and Filipino Children Left Behind by Migrant Parent(s)’, Environment and Planning, 44(4). Grijns, M. (1992) ‘Tea-pickers in West Java as mothers and workers: Female work and women’s jobs’ in Locher-Scholten E. and A. Niehof (Eds.) Indonesian Women in Focus. Netherlands: KITLV Press. Guinness, P. (2009) Kampung, Islam and State in Urban Java. Hawaii: University of Hawaii Press. Guinness, P. (1999) ‘Local Community and the State’, Canberra Anthropology, 22(1), pp. 88-110. Guinness, P. (1986) Harmony and Hierarchy in a Javanese Kampong. Singapore: Oxford UP. Haagsman, K. and V. Mazzucato (2014) ‘The quality of parent-child relationships in transnational families: Angolan and Nigerian migrant parents in The Netherlands’, Journal of Ethnic and Migration Studies, 40(11). Hartiningsih, M.M. (2000) ‘Women Workers in the Putting-Out System: An Undemanding and Unrecognised Labour Force’ in Bianpoen, C. and M. Oey-Gardiner (Eds.) Indonesian Women: The Journey Continues. Canberra, Australia: Research School of Pacific and Asian Studies, ANU, pp. 203-223. Hatley, B. (1990) ‘Theatrical imagery and gender ideology in Java’ in Atkinson, J.M. and S. Errington (Eds.) Power and Difference: Gender in Island Southeast Asia. Palo Alto: Stanford University Press. Hatley, B. (1982) ‘National Ritual. Neighborhoods Performance: Celebrating Tujuhbelasan in Indonesia’, Indonesia, 34. Hawkins, M. (1996) ‘Is Rukun Dead? Ethnographic interpretations of social change and Javanese culture’, Australian Journal of Anthropology, 7(3). Hefner, R. (1997) ‘Java’s Five Regional Cultures’ in Oey, E. (Ed.) Java. Indonesia: Periplus Editions. Hellman, J. (1995) Sundanese identity in the making. An Ethnographic Inventory of West Java. Göteborg: University of Gothenburg, Department of Social Anthropology. Hondagneu-Sotelo, P. and E. Avila (1997) ‘“I’m Here, But I’m There”, The Meanings of Latina Transnational Motherhood’, Gender & Society, 11(5), pp. 548-571. Hugo, G. (2002) ‘Effects of International Migration on the Family in Indonesia’, Asian and Pacific Migration Journal, 11(1). Hugo, G. (1995) ‘International Labor Migration and the Family: Some Observations from Indonesia’, Asian and Pacific Migration Journal, 4(2-3).

Page 181: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

177

ILO (2006) Child-friendly Standards & Guidelines for the Recovery and Integration of Trafficked Children. Geneva: International Labour Organization. IOM (2007) The IOM Handbook on Direct Assistance for Victims of Trafficking. Geneva: International Organization for Migration. Jay, R.R. (1969) Javanese Villagers: Social Relations in Rural Modjokuto. Cambridge: MIT Press. Jellinek, L. (2012) ‘Ways of Knowing Indonesia. The Personal Journey of an Academic and Activist’ in Purdey, J. (Ed.) Knowing Indonesia: Intersections of Self, Discipline and Nation. Melbourne: Monash University UP. !!Jones, G.W., Y. Asari and T. Djuartika (1994) ‘Divorce in West Java’, Journal of Comparative Family Studies, 25(3). Jordan, J., B. Patel and L. Rapp (2013) ‘Domestic Minor Sex Trafficking: A Social Work Perspective on Misidentification, Victims, Buyers, Traffickers, Treatment, and Reform of Current Practice’, Journal of Human Behavior in the Social Environment, 23(3). Keeler, W. (1990) ‘Speaking of gender in Java’ in Atkinson, J.M. and S. Errington (Eds.), Power and Difference: Gender in Island Southeast Asia. Palo Alto: Stanford University Press. Kiss, L., N.S. Pocock, V.Naisanguansri, S. Suos, B. Dickson, D. Thuy, J. Koehler, K. Sirisup, N. Pongrungsee, V.A. Nguyen, R. Borland, P. Dhavan, and C. Zimmerman (2015) ‘Health of men, women and children in post-trafficking services in Cambodia, Thailand and Vietnam: an observational cross-sectional study’, Lancet Global Health, 3. Koentjaraningrat (1985) Javanese Culture. United Kingdom: Oxford University Press. Koentjaraningrat (1967) Villages in Indonesia. United Kingdom: Equinox Publishing. Landis (2004) in Ibromi, T.O. (Ed.) Sosiologi Keluarga: Sebuah Bunga Rampai (Sociology of the Family: an Anthology). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lisborg, A. and S. Plambech (2009) Going Back - Moving On: A synthesis report of the trends and experiences of returned trafficking victims in Thailand and the Philippines. Geneva: ILO. Lu, Y. (2012) ‘Household migration, social support, and psychosocial health: the perspective from migrant-sending areas’, Social Science & Medicine, 74. Madianou, M. and D. Miller (2011) ‘Mobile phone parenting: reconfiguring relationships between Filipina migrant mothers and their left-behind children’, New Media & Society, 13(3). Magnis-Suseno, F. (1997) Javanese Ethics and World-View: The Javanese Idea of the Good Life. Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka utama. Magnis-Suseno, F. (1988) Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Indonesia: PT Gramedia.

Page 182: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

178

Mantra, I.B., T.M. Kasnawi and Sukamardi (1986) Movement of Indonesian Workers to the Middle East. Indonesia: Population Studies Center, Gadjah Mada University. Martyn, E. (2005) The Women’s Movement in Post-Colonial Indonesia. Gender and Nation in a New Democracy. New York: Routledge. Miles (2013) The Butterfly Longitudinal Research Project. Cambodia: Chab Dai. Miles (2012) The Butterfly Longitudinal Research Project. Cambodia: Chab Dai. Miles (2011) The Butterfly Longitudinal Research Project. Cambodia: Chab Dai. Miles (2010) The Butterfly Longitudinal Research Project. Cambodia: Chab Dai. Minahan, J.B. (2012) Ethnic Groups of South Asia and the Pacific. Santa Barbara: ABC-CLIO. Mulder, M. (1978) Mysticism and Everyday Life in Contemporary Java: Cultural Persistence and Change. Singapore: Singapore University Press. Mulder, N. (1996) Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. Netherlands: Pepin Press. Mulder, N. (1996) Inside Southeast Asia: Religion, Every Day Life, Cultural Change. Bangkok: Silkworn Books Nasution, K. (2008) ‘Polygamy in Indonesian Islamic Family Law’, Shariah Journal, 16(2). Newberry, J. (2006) Double Spaced: Abstract Labour in Urban Kampung. Lethbridge, Alberta: University of Lethbridge. NEXUS Institute (2016) Directory of Services for Trafficking Victims and Exploited Migrant Workers (Jakarta and West Java). Washington, D.C.: NEXUS Institute. Nurmila, N. (2009) Women, Islam and Everyday Life: Renegotiating Polygamy in Indonesia. London: Routledge. Oey-Gardiner, M. (1999) Women and men at work in Indonesia. Jakarta: PT Insan Hitawasana Sejaktera. Ong, A. and M.G. Peletz (Eds.) Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. Berkeley: University of California Press. Parrenas, R.S. (2005) ‘Long distance intimacy: class, gender and intergenerational relations between mothers and children in Filipino transnational families’, Global Networks, 5(4). Peacock, J. (1968) Rites of Modernization: Symbolic and Social Aspects of Indonesia Proletarian Drama. Chicago: University of Chicago Press. Pocock, N.S., L. Kiss, S. Oram and C. Zimmerman (2016) ‘Labour Trafficking among Men and Boys in the Greater Mekong Subregion: Exploitation, Violence, Occupational Health Risks and Injuries’, PLoS ONE, 11(12).

Page 183: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

179

Rahmi, D.H., B.H. Wibisono and B. Setiawan (2001) ‘Rukun and Gotong Royong: Managing Public Places in an Indonesian Kampung’ in Miao, P. (Ed.) Public Places in Asia Pacific Cities: Current Issues and Strategies. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Ramesh, M. (2014) ‘Social Protection in Indonesia and the Philippines: Work in Progress’, Journal of Southeast Asian Economies, 31(1). Reid, J. (2010) ‘Doors Wide Shut: Barriers to the Successful Delivery of Victim Services for Domestically Trafficked Minors in a Southern U.S. Metropolitan Area’, Women & Criminal Justice, 20(1-2). Republic of Indonesia (1974) Law on Marriage, Law of the Republic of Indonesia, Number 1, Year 1974. Robson, S.O. (1987) ‘The Terminology of Javanese Kinship’ in Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Netherlands: KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. Sairin, S. (1982) Javanese trah: kin-based social organization. Indonesia: Gadjah Mada University Press. Shigekane, R. (2007) ‘Rehabilitation and Community Integration of Trafficking Survivors in the United States’, Human Rights Quarterly, 29(1). Silvey, R. (2004) ‘Transnational domestication: state power and Indonesian migrant women in Saudi Arabia’, Political Geography, 23. Subandi, M. (2011) ‘Family Expressed Emotion in a Javanese Cultural Context’, Culture, Medicine and Psychiatry, 35(3). Surtees, R. (2017) Supporting the reintegration of trafficked persons. A guidebook for the Greater Mekong Sub-region. Bangkok: UNIAP and World Vision and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R. (2016) ‘Being home. Challenges in family reintegration for trafficked Indonesian domestic workers’ in Piotrowicz, R., C. Rijken and B.H. Uhl (Eds.) Routledge Handbook of Human Trafficking. London: Routledge. Surtees, R. (2016) Our Lives. Vulnerability and Resilience Among Indonesian Trafficking Victims. Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R. (2016) Supporting the reintegration of trafficked persons. A guidebook for the Greater Mekong Sub-region. Bangkok: UNIAP and World Vision and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R. (2016) ‘What’s home? (Re)integrating Children Born of Trafficking’, Women and Therapy, Special Issue: Human Trafficking.

Page 184: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

180

Surtees, R. (2013) After Trafficking: Experiences and Challenges in the Reintegration of Trafficked Persons in the Greater Mekong Sub-region. Bangkok: UNIAP and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R. (2013) ‘Another side of the story. Challenges in research with unidentified and unassisted trafficking victims’, in Yea, S. (Ed.) Human Trafficking in Asia: Forcing Issues and Framing Agendas. London: Routledge. Surtees, R. (2010) Monitoring anti-trafficking re/integration programmes. A manual. Brussels: KBF and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R. (2008) Re/integration of trafficked persons. How can our work be more effective? Brussels: KBF and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R. and S. Craggs (2010) Beneath the surface. Methodological issues in research and data collection with assisted trafficking victims. Geneva: International Organization for Migration and Washington, D.C.: NEXUS Institute. Surtees, R., L.S. Johnson, T. Zulbahary and S.D. Caya (2017) Assistance and protection for trafficking victims. An overview of policies and programs in Indonesia. Washington, D.C.: NEXUS Institute Surtees, R., L.S. Johnson, T. Zulbahary and S.D. Caya (2016) Going Home. Challenges in the Reintegration of Trafficking Victims in Indonesia. Washington, D.C.: NEXUS Institute. UNDP (2015) Human Development Report. New York: United Nations Development Programme. UNICEF (2016) State of the World’s Children. New York: United Nations Children’s Fund. USAID (2013) Reflections on Education in Indonesia. Washington, D.C.: United States Agency for International Development. Wahyuni, E.S. (2005) The impact of migration on family structure and functioning. Case study in Java. Paper presented at International Population conference, France, July 18-23. Wilcox-Palmer, A. (1967) ‘Situradja: A village in Highland Priangan’ in Koentjaraningrat (Ed.) Villages in Indonesia. New York: Cornell University Press. Williams, L.B. (1990) Development, Demography, and Family Decision Making: The Status of Women in Rural Java. Boulder: Westview Press. Yarrow, E., K. Apland, K. Anderson and C. Hamilton (2015) Getting the Evidence: Asia Child Marriage Initiative. United Kingdom: Coram Children’s Legal Centre. Zevalkink, J.J., M. Riksen-Walraven and R.H. Bradley (2008) ‘The Quality of Children’s Home Environment and Attachment Security in Indonesia’, The Journal of Genetic Psychology, 169(1). Zimmerman, C., L. Kiss, N. Pocock, V. Naisanguansri, S. Soksreymom, N. Pongrungsee, K. Sirisup, J. Koehler, D.T. Dung, V.A. Nguyen, B. Dickson, P. Dhavan, S. Rathod and

Page 185: Melangkah Maju. Reintegrasi Korban Perdagangan Orang … · 2017-10-04 · hak asasi manusia dan kebijakan dan hukum pidana internasional. ... penyebab terjadinya perdagangan orang

!

181

R. Borland (2014) Health and human trafficking in the Greater Mekong Subregion. Findings from a survey of men, women and children in Cambodia, Thailand and Viet Nam. Geneva: International Organization for Migration and London: London School of Hygiene and Tropical Medicine. Zimmerman, C., M. Hossain, K. Yun, B. Roche, L. Morison and C. Watts (2006) Stolen smiles: a summary report on the physical and psychological health consequences of women and adolescents trafficked in Europe. London: The London School of Hygiene & Tropical Medicine. Zuidberg, L.C.L. (Ed.) (1978) Family Planning in Rural West Java: The Serpong Project. Jakarta: Institute of Cultural and Social Studies.