Mekanisme Resistensi Insulin
-
Upload
shila-wisnasari -
Category
Documents
-
view
255 -
download
10
description
Transcript of Mekanisme Resistensi Insulin
Mekanisme Resistensi Insulin Terkait Obesitas
Resistensi insulin yang disebabkan obesitas merupakan faktor risiko mayor
terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Telah diketahui
adanya beberapa pathway yang mengalami disregulasi dalam pada seseorang yang
mengalami obesitas, antara lain endokrin, inflamasi, neural, dan cell-intrinsic
pathway. Beberapa pathway ini saling berhubungan satu sama lain dan mungkin
mendasari patologi resistensi insulin (Qatanani dan Lazar, 2007). Gambar 1
menjelaskan bagaimana beberapa mekanisme massa adiposa (adipose mass)
dapat memicu terjadinya resistensi insulin sistemik, berfokus pada disregulasi
pathway endokrin, inflamasi, dan neural.
Gambar 1. Pathway endokrin, inflamasi, dan neuronal yang menghubungkan obesitas
dan resistensi insulin (Qatanani dan Lazar, 2007)
1. Mekanisme Endokrin
a. Asam Lemak
Telah diketahui bahwa konsentrasi asam lemak dalam plasma pada
umumnya meningkat pada pasien dengan obesitas, terutama karena meningkatnya
pelepasan asam lemak yang berkaitan dengan ekspresi massa lemak (fat mass).
Randle et al. (1963) mengeluarkan hipotesis yang beranggapan bahwa reisitensi
insulin yang berkaitan dengan obesitas mungkin dappat dijelaskan dengan adanya
kompetisi antara asam leemak dalam sirkulasi yang meningkat ini dengan glukosa
untuk metabolisme oksidatif pada sel yang responsif terhadap insulin (Qatanani dan
Lazar, 2007). Menurut Shulman (2000), asam lemak dan beberapa metabolite
seperti acyl-CoA, ceramides, dan diacylglicerol bertindak sebagai molekul sinyaling
yang mengaktifkan protein kinase, seperti protein kinase C (PKC), Jun kinasi (JNK),
dan inhibitor NF-κB kinase-β (IKKβ). Kinase-kinase ini dapat mengganggu sinyal
insulin dengan meningkatkan penghambatan fosforilasi serine dari Insulin Receptor
Substrates (IRS) yang merupakan mediator utama sinyaling reseptor insulin
(Gambar 1A).
b. Adipokines
Jaringan adipose merupakan organ endokrin aktif yang meregulasi
homeostatis fat mass dan nutrisi, melepas sejumlah besar mediator bioaktif
(adipokines) yang memodulasi hemostasis, tekanan darah, metabolism lemak dan
glukosa, inflamasi, adan atherosclerosis (Rabe, et al., 2008). Peningkatan massa
adipose pada obesitas dapat menyebabkan perubahan patologis pada adipokine
yang meregulasi sensitivitas insulin. Adipokine yang berperan dalam resistensi
insulin antara lain leptin, adiponectin, resistin, TNF-α, IL-6, dan RBP-4 (Gambar 1B).
Leptin merupakan sinyal penting untuk regulasi intake makanan dan
homeostasis energy. Selain itu, leptin memperbaiki sensitivitas insulin perifer
(hepatic dan otot skeletal) dan memodulasi fungsi sel β pancreas. Pada sebagian
besar kasus obesitas, meskipun reseptor leptin yang intak dan kadar leptin dalam
sirkulasi tinggi, leptin gagal untuk menginduksi penurunan berat badan (Rabe, et al.,
2008).
Adiponectin merupakan adipokine yang diekspresikan secara melimpah
yang memberikan efek sensitisasi insulin melalui ikatan dengan reseptornya, yaitu
AdipoR1 dan AdipoR2, menyebabkan aktivasi AMP-activated protein kinase
(AMPK), PPAR-α, dan signaling pathway lain yang belum diketahui (Rabe, et al.,
2008). Dalam liver, adiponectin meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan influx
asam lemak, meningkatkan oksidasi asam lemak, dan menurunkan output glukosa
hepar. Pada otot, adiponectin menstimulasi penggunaan glukosa dan oksidasi asam
lemak melalui AMPK (Qatanani dan Lazar, 2007). Pada resistensi insulin yang
berkaitan dengan obesitas, adiponectin dan reseptornya mengalami downregulasi.
Upregulasi adiponectin/reseptor adiponectin atau peningkatan fungsi reseptor
adiponectin dapat menjadi strategi terapi terhadap resistensi insulin yang berkaitan
dengan obesitas (Rabe, et al., 2008).
Resistin merupakan adipocyte-specific secreted protein yang ekspresinya di
downregulasi oleh obat anti diabetes dengan target nuclear receptor PPARγ.
Walaupun fungsi resistin dalam metabolism glukosa pada manusia masih belum
diketahui secara jelas, resistin terbukti berperan dalam proses inflamasi. Ekspresi
resistin dalam sel mononuclear perifer di upregulasi oleh sitokin proinflamasi TNF-α
dan IL-6. Sebaliknya, resistin menginduksi ekspresi TNF-α dan IL-6 pada jaringan
lemak putih dan sel mononuclear perifer. Adanya crosstalk antara pathway inflamasi
dan kaskade sinyaling insulin,resistin mungkin merepresentasikan adanya kaitan
antara inflamasi dan sinyal metabolic (Rabe, 2008).
IL-6 adalah sitokin yang berkaitan erat dengan obesitas dan resistensi insulin
(Fernandez-Real dan Ricart, 2003). IL-6 pada jaringan adipose yaitu >30% dari
jumlah IL-6 sistemik, dan konsentrasi IL-6 dalam sirkulasi berhubungan positif
dengan obesitas, gangguan toleransi glukosa, dan resistensi insulin. IL-6
mengganggu sinyal insulin dengan cara downregulasi IRS dan upregulasi SOCS-3
(Qatanani dan Lazar, 2007).
Pada manusia, ekspresi TNF-α jaringan adiposa berhubungan dengan BMI,
presentasi lemak tubuh, dan hiperinsulinemia, dimana penurunan berat badan dapat
menurunkan kadar TNF-α. Kadar TNF-α dalam plasma (puasa) berhubungan
dengan resistensi insulin. Netralisasi TNF-α dapat memperbaiki resistensi insulin
pada tikus yang mengalami obesitas. Namun, pemberian antibodi anti TNF-α pada
pasien dengan obesitas tidak terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Rabe,
et al., 2008).
Retinol-binding protein-4 (RBP4) diidentifikasi sebagai adipokin yang
ekspresinya meningkat dalam jaringan adiposa tikus yang dibuat mengalami
resistensi insulin dengan inaktivasi adipose-specific GLUT4. RBP4 banyak
diekspresikan pada hati dan jaringan adiposa, kadarnya dalam sirkulasi berkaitan
dengan obesitas dan resistensi insulin pada hewan pengerat (rodent). Pada
manusia, kadar RBP4 ditemukan meningkat pada beberapa kelompok pasien yang
mengalami resistensi insulin. Peningkatan RBP4 dalam serum mungkin berperan
dalam resistensi insulin dengan merusak glucose uptake yang distimulasi insulin
pada otot dan peningkatan produksi glukosa hepar, meskipun mekanismenya belum
diketahu secara pasti (Qatanani dan Lazar, 2007).
2. Mekanisme Inflamasi
Inflamasi sistemik yang kronis memiliki peran penting dalam patogenesis
resistensi insulin yang berkaitan dengan obesitas. Telah terbukti bahwa konsentrasi
biomarker inflamasi, seperti TNF-α, IL-6, dan C-reactive protein (CRP), meningkat
pada individu yang mengalami resistensi insulin dan obesitas. Aktivasi pathway
inflamasi pada hepatosit sudah cukup untuk menyebabkan resistensi insulin lokal
maupun sistemik. Obesitas dikarakteristikkan dengan akumulasi makrofag pada
jaringan lemak putih. Adipose tissue macrophages (ATMs) tampaknya berkontribusi
terhadap produksi beberapa adipokine (Qatanani dan Lazar, 2007). Leptin dan
adiponektin merupakan adipokine yang diproduksi secara spesifik oleh adipocyte,
sedangkan TNF-α dan IL-6 juga diekspresikan dalam jumlah yang tinggi oleh ATMs
dan/atau sel-sel lain (Shoelson, et al., 2006).
Beberapa pathway sinyaling mengaitkan mekanisme endokrin dan
mekanisme inflamasi pada terjadinya resistensi insulin. Kinase yang penting dan
memediasi crosstalk antara inflamasi dan sinyal metabolik adalah JUN N terminal
kinase (JNK1), sebuah serine/threonin protein kinase yang diaktivasi oleh beberapa
stimulus inflamasi, termasuk TNF-α. Aktivasi JNK1 menyebabkan fosforilasi serine
dari IRS-1 yang mengganggu aksi insulin. Selain itu, IKKβ merupakan mediator
resistensi insulin yang dimediasi TNF. Aktivasi NFκB menyebabkan rendahnya
ekspresi IKKβ pada hepatosit. Penghambatan IKKβ pada pasien diabetes dengan
pemberian aspirin dosis tinggi juga dapat memperbaiki sinyaling insulin. IKKβ dapat
mempengaruhi sinyaling insulin baik dengan memfosforilasi IRS-1 secara langsung
pada penghambatan residu serine dan dengan memfosforilasi inhibitor NFκB (IκB),
dengan demikian, aktivasi NFκB menstimulasi produksi beberapa mediator inflamasi
termasuk TNF-α dan IL-6. Hal ini mungkin memicu ‘lingkaran setan’ respon
inflamasi yang menyisip dalam regulasi negatif sinyaling insulin (Gambar 1E)
(Qatanani dan Lazar, 2007).
Mediator inflamasi lain yang berperan dalam resistensi insulin yang berkaitan
dengan obesitas yaitu protein SOCS, yang merupakan pathway negatif feedback
pada sinyaling sitokin (Gambar 1F). Setidaknya terdapat tiga anggota dari keluarga
SOCS, yaitu SOCS-1, SOCS-3, dan SOCS-6, yang memiliki implikasi pada
penghambatan sinyaling insulin yang diperantarai sitokin, baik dengan mengganggu
fosforilasi tyrosine IRS-1 dan IRS-2 atau dengan menargetkan IRS-1 dan IRS-2
untuk degradasi proteosomal. Penelitian yang dilakukan oleh Shi, et al. (2006)
menunjukkan bahwa TLR4, yang berperan penting dalam innate immunity,
diaktivasi oleh asam lemak (Gambar 1G). Selain itu, Matsuzawa et al. (2005)
menunjukkan ASK1, anggota famili MAP3K, sevara spesifik memediasi sebagian
sinyaling TLR4 melalui ROS-dependent pathway. Kemampuan ASK1 untuk
mengaktivasi pathway JNK menunjukkan adanya keterkaitan antara innate
immunity, stress seluler, dan resistensi insulin (Qatanani dan Lazar, 2007).
3. Mekanisme Neural
Otak memproses informasi dari sinyal adiposit, seperti insulin dan leptin,
yang beredar seimbang dengan body fat mass, dan mengintegrasi input ini dengan
sinyal dari nutrien seperti asam lemak. Sebagai respon, otak mengirimkan sinyal
untuk mengontrol feeding behavior dan substrat metabolisme dengan jalan
meningkatkan homeostasis penyimpanan energi dan metabolisme bahan bakar
(Gambar 1H). Baik leptin dan insulin memiliki peran penting dalam kontrol utama
metabolisme glukosa perifer. Penghambatan fungsi reseptor insulin pada
hipotalamus menyebabkan resistensi insulin dan gangguan output glukosa hepar.
Reseptor insulin perifer dan otak dibutuhkan untuk aksi insulin normal, walaupun
administrasi sentral insulin mengganggu homeostasis glukosa pada mencit dengan
penurunan reseptor insulin pada hepar. Leptin dan insulin menginduksi ekspresi
SOCS-3, dan sensitivitas terhadap insulin dan leptin bertambah pada mencit
dengan ekspresi SOCS-3 neuronal yang berkurang.
Asam lemak juga memiliki efek sentral terhadap aksi insulin. Pemasukan
asam oleat dan inhibitor carnitine palmitoyltransferase-1 (CPT-1) secara poten
meningkatkan sensitivitas insulin hepatik, yang meningkatkan acyl-CoA
hipothalamus dengan menurunkan oksidasi asam lemak. Penghambatan CPT-1
akan mengaktivasi neuron pada area batang otak yang mengontrol parasympathetic
outflow dan meningkatkan sensitivitas insulin hepatik melalui mekanisme yang
melibatkan aktivasi vagal afferent fiber yang menyuplai liver (Qatanani dan Lazar,
2007).
Daftar Pustaka
1. Qatanani, M dan Lazar, MA. 2007. Mechanisms of obesity-associated insulin
resistance: many choices on the menu. Genes & Development 21:1443–55.
2. Shoelson, SE., Lee, J., Goldfine, AB. 2006. Inflammation and insulin resistance.
J. Clin. Invest 116:1793–801.
3. Rabe, K., Lehrke,M., Parhofer, KG., Broedl, UC. 2008. Adipokines and insulin
resistance. Molmed 14 (11 - 12): 741-51.
4. Shulman, GI. 2000. Cellular mechanisms of insulin resistance. J. Clin. Invest
106: 171-6.
5. Fernandez-Real, JM. dan Ricart, W. 2003. Insulin resistance and chronic
cellular inflammatory syndrome. Endocr. Rev. 24: 278-301.