Mekanisme Infeksi Helminth Dan Respon Imun Tubuh Terhadap Helminth

6
MEKANISME INFEKSI HELMINTH DAN RESPON IMUN TUBUH TERHADAP HELMINTH A. CESTODA 1. TAENIA SOLIUM Mekanisme Infeksi Infeksi dilakukan oleh larva( larva sistiserkus). Larva ini berkembang di tubuh manusia menjadi cacing dewasa. Secara umum berada otak dan otot. Ketika cacing ini mati di dalam tubuh manusia, mereka akan mengeluarkan reaksi kimiawi yang menyebabkan inflamasi,fibrosis, dan kalsifikasi. Menyebabkan Sindrom CNS seperti epilepsy. Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya tidak terjadi patologi, namun terjadi iritasi pada mukosa usus. Cacing ini mempunyai 4 suckers dan pengait.yang bias menyerang mukosa usus. 2. TAENIA SAGINATA Mekanisme Infeksi Infeksi dilakukan oleh larva( larva sistiserkus). Larva ini berkembang di tubuh manusia menjadi cacing dewasa.. Cacing ini mempunyai 4 suckers dan tidak memiliki pengait , menyerang mukosa usus bagian jejenum B. TREMATODA 1. SCHISTOSOMA Mekanisme Infeksi Diawali penetrasi serkaria ke kulit. Biasanya tidak tampak nyata. Ini mengakibatkan dermatitis serkaria(oleh S. species) dan ini menyebabkan terbentuknya papul,macula,dan sebagainya. Serkaria yang masuk, berkembang menjadi cacing yang belum matang. Adanya toksik dan gejala alergi termasuk urtikaria dengan eusinofil. Terjadi

description

Mekanisme Infeksi Helminth Dan Respon Imun Tubuh Terhadap Helminth

Transcript of Mekanisme Infeksi Helminth Dan Respon Imun Tubuh Terhadap Helminth

MEKANISME INFEKSI HELMINTH DAN RESPON IMUN TUBUH TERHADAP HELMINTH

A. CESTODA

1. TAENIA SOLIUMMekanisme InfeksiInfeksi dilakukan oleh larva( larva sistiserkus). Larva ini berkembang di tubuh manusia menjadi cacing dewasa. Secara umum berada otak dan otot. Ketika cacing ini mati di dalam tubuh manusia, mereka akan mengeluarkan reaksi kimiawi yang menyebabkan inflamasi,fibrosis, dan kalsifikasi. Menyebabkan Sindrom CNS seperti epilepsy. Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya tidak terjadi patologi, namun terjadi iritasi pada mukosa usus. Cacing ini mempunyai 4 suckers dan pengait.yang bias menyerang mukosa usus.

2. TAENIA SAGINATA

Mekanisme InfeksiInfeksi dilakukan oleh larva( larva sistiserkus). Larva ini berkembang di tubuh manusia menjadi cacing dewasa.. Cacing ini mempunyai 4 suckers dan tidak memiliki pengait , menyerang mukosa usus bagian jejenum

B. TREMATODA

1. SCHISTOSOMA Mekanisme InfeksiDiawali penetrasi serkaria ke kulit. Biasanya tidak tampak nyata. Ini mengakibatkan dermatitis serkaria(oleh S. species) dan ini menyebabkan terbentuknya papul,macula,dan sebagainya.Serkaria yang masuk, berkembang menjadi cacing yang belum matang. Adanya toksik dan gejala alergi termasuk urtikaria dengan eusinofil. Terjadi demam,sakit abdomen. Dikenal sebagai Katayama atau demam siput. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat telur cacing.Terjadi schistomiasis di sistem urinarius, telur merusak mukosa saluran kemih. Begitupula yang terjadi di usus dan hepar.

2. Clonorchis sinensis

Mekanisme InfeksiDiawali masuknya metasercaria, yang akan berkembang menjadi cacing dewasa di usus halus manusia. Lalu, cacing dewasa akan menuju hepar dan duktus biliaris dengan cara menembus jaringan usus. Cacing dewasa akan mendiami duktus biliaris di bagian distal, menyebabkan reaksi inflamasi dan cholangitis. Kadang kala, ada infeksi sekunder oleh bakteri. Infeksi akut menyebabkan pembesaran hepar( hepatomegaly). Sedang infeksi kronik menyebabkan anoreksia, sakit di bagian epigatric,dan sebagainya.

C. NEMATODA

1. Enterobius Vermicularis

Mekanisme InfeksiTelur yang ada di makanan yang terkontaminasi, akibat luka, pakaian,dll dimakan oleh manusia. Menuju esophagus, lalu di lambung akan keluar cacing dari telur. Lalu akan terjadi pembentukan gamet di sekum (bawa ileum). Lalu di anus akan terbentuk gravid dari betina(telurnya) . dan keluar bersama feses. Tubuh yang terinfeksi , akan merasa gatal di bagian anusnya. Bias menyebabkan pruritis atau vaginitis.

2. Trichuris Trichiura

Mekanisme InfeksiTelur trichuris yang memiliki dua kutub masuk ke tubuh melalui makana,tanah yang terkontaminasi. Di usus halus, telur menjadi cacing. Di sekum terjadi gametogenesis, lalu di kolon transenden cacing betina akan melepaskan telur-telur. Di rectum dan anus akan terbentuk telur yang bentuknya kutub lagi.infeksi biasa bersifat asytomatic. Dan infeksi yang berlebihan menyebabkan sindrom disentri, rectal bleeding, anemia,dll

RESPON IMUN TUBUH TERHADAP HELMINTHParasit-parasit yang menyerang manusia dapat dibagi atas dua grup, yaitu organisme pnotozoa dan organisme metazoa, seperti Cestode, Trematode dan Nematode. Kedua golongan ini, selain berbeda dalam hal morfologinya, berbeda pula dalam hal tingkat dan derajat kelainan patologiknya, serta respons imunologik yang bangkit karenanya. Infeksi dengan protozoa, biasanya bensifat intraseluler pada tahap-tahap penyenangan jaringan (" tissue-invading") daripada organisme tersebut. Mereka dengan segena, ia bermultiplikasi didalam . sel-sel dan jaringan hospes, sehingga penyakit yang timbul berkembang amat cepat. Sebaliknya, golongan metazoa terutama bersifat ekstraseluler, dan biasanya tidak bermultiplikasi didalam hospes definitif. Akibatnya maka penyakit yang timbul lebih bersifat kronis dan simtom-simtomnya lebih bersifat non-spesifik. Respons imunitas humoral lebih terbangkit apabila parasit berada dalam bentuk atau tahap ekstraseluler dan/atau berada dalam sirkulasi darah (sistemik). Sebaliknya, bila parasit berada dalam bentuk intraseluler, maka respons imun yang bangkit adalah sistem imunitas seluler. Lain hal yang perlu diperhatikan, ialah bahwa parasit-parasit golongan metazoa lebih menyebabkan timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe cepat, dan tanda-tanda eosinofilia yang jelas terlihat pada infeksi parasit jenis ini. Keadaan ini disebabkan karena peranan imunitas humoraI, yaitu mekanisme yang dibawakan oleh IgM.

Seperti telah diutarakan, maka kekebalan terhadap infeksi dengan parasit merupakan gabungan antara "innate immunity "dengan "naturally acquired immunity". Manifestasi imunitas dapat beroperasi lewat dua jalan, yaitu :

l. Sebagian mempengaruhi parasit secara langsung, misalnya :

a. Mencegah penetrasi parasit, sehingga infeksi dapat dicegah.b. Menghambat perkembangan parasit, sehingga tetap dalam suatu tahap tertentu. Imunitas semacam ini harus terus menerus berfungsi, sebab telah dibuktikan pada parasit Nippostrongylus brasiliensis, bila imunitas menurun atau parasit dipindahkan ke hospes yang non-imun, maka siklus parasit yang tadinya benhenti akan berlanjut lagi.c. Menghambat migrasi parasit pada jaringan, misalnya seperti yang terjadi pada parasit Ascaris, maka migrasi ke paru dapat ditekan secara lengkap.d. Memperlambat migrasi, sehingga parasit diperlambat mencapai "Final site"nya, sepenti halnya parasit Schistosoma yang berlama-lama di daerah sirkulasi intrahepatik.e. Mencegah panasit bermultiplikasi, sehingga penyebaran infeksi dapat ditekan.f. Menghalangi terjadinya parasitemia,sehingga dengan demikian parasit tidak diedarkan ke seluruh tubuh lewat jalan sistemik.G.Menimbulkan perubahan terhadap komponen structural maupun fisiologik, seperti timbulnya antibodi terhadap enzim-enzim lipase dan pnotease pada glandula esophagus cacing tambang.

2. Sebagian mempengaruhi parasit secara tidak langsung, yaitu dengan jalan mengubah pengaruh panasit terhadap hospesnya, sehingga benakhir dengan penurunan morbiditas dan mortalitas. Bila "acquired immunity" dapat timbul, maka ekspresinya tidaklah sampai kepada pengeluaran panasit secana total, oleh karena itu imunitas pada penyakit parasit seringkali "Sterile immunity". Yang lebih menonjol peranan imunologik pada infeksi dengan parasit ini ialah bahwa ia lebih berfungsi untuk mengontrol jumlah parasit dalam batas-batas patogenik yang rendah, serta mencegah timbulnya hiperinfeksi dan/atau reinfeksi. Adanya keseimbangan antara parasit dengan respons imun ini ternyata menupakan keadaan yang penting, dan hal inipun benlaku pada keadaan dimana kita harus memberikan terapi pada penyakit parasit. Sebab bila pengobatan dilakukan secararadikal, maka tubuh akan kehilangan rangsangan antigen asing yang dipresentasikan parasit bila masih "tertinggal " di dalam tubuh .Seperti telah diutarakan,maka parasit mengandung berbagai macam antigen, baik somatik maupun metabolik, sebagian dapat dikategorikan sebagai "stage specific" dan bersifat sementara, sedangkan lainnya bersifat lebih permanen sehingga dapat menginduksi respons imun yang agak divergen. Respons imunitas ini akan lebih kompleks lagi dengan adanya kenyataan bahwa banyak parasit mempunyai keantigenan yang mirip, tidak saja dengan parasit lain, tetapi juga dengan antigen hospes itu sendiri, Dengan keantigenan yang kompleks ini, maka tidaklah mengherankan kalau respons imunitas humoral dan Simposium Masalah Penyakit Parasit seluler dapat bangkit karenanya. Oleh karena itu pula, infeksi oleh satu macam parasit dapat merupakan efek imuno-potensiasi terhadap organisme parasit lain. Yang merupakan masalah bagi para Sarjana ialah adanya kenyataan bahwa walaupun respons imunitas hospes tersebut cukup kompeten, namun kenyataannya parasit dapat hidup, tidak saja berhari-hari tetapi juga sampai berbulan-bulan. Berdasarkan fakta-fakta ini, maka akhirnya dari berbagai penelitian yang dilakukan para ahli timbul dua kesimpulan,yaitu: (I) mekanisme imunitas tubuh mungkin telah gagal melakukan fungsinya, dan (2) parasit mempunyai sifat-sifat atau mekanisme yang sanggup bertahan terhadap penolakan reaksi imunologik, baik oleh sistem humoral maupun oleh system seluler.Bila semua kemungkinan digabung menjadi satu, maka keadaan-keadaan yang menyebabkan hal-hal tersebut di atas antara lain, ialah :(a) penyerangan jaringan hospes oleh parasit terbatas, sehingga stimulasi pada sistem imunitas dapatlah dikatakan tidak ada. Keadaan ini seringkali ditemukan pada invasi dengan parasit-parasit cacing usus.(b) tidak terjangkaunya parasit oleh sistem imunitas tubuh, oleh karena selalu berada di dalam sel-sel hospes. Misalnya hal ini ditemukan pada parasit Plasmodium pada tahapeksoeritrositik,(c) parasit-parasit seringkali mempunyai mantel luar ("our-ter") yang merupakan suatu lapisan selaput yang. Identik Dengan keantigenan jaringan hospes. Hal ini sering ditemukan pada cacing dewasa,(d) di sekitar parasit mungkin timbul pengkapsulan, misalnya seperti yang lazim ditemukan pada parasit jaringan, seperti Trichinella spiralis,(e) Infeksi hospes oleh parasit berada dalam dosis di bawah ambang rangsang. Keadaan ini terjadi pada infeksi golongan metazoa dimana proses multiplikasi tidak sehebat golongan protozoa, sehingga jumlah antigen asing yang dapat menstimulasi sistem imunitas sedikit.(f) adanya kemampuan parasit dalam mengubah-ubah komposisi antigen selama menginfeksi hospes, misalnya seperti yang diperlihatkan oleh panasit Schistosoma,(g) timbulnyapenglepasan komponen antigen baik soluble maupun partikulat dalam jumlah yang besar, sehingga justru menimbulkan respons imuno-toleransi. Hal ini dijumpai, misalnya pada panasit Plasmodium. Selain itu perlu diperhatikan apabila kita memberikan terapi, apakah obat yang dibenikan itu justru tidak akan menyebabkan parasit melepaskan banyak antigen asing sehingga justru menimbulkan reaksi yang tidak diingin kan ini,(h) timbul suatu antibodi yang justru dapat menjadi "blocking factor" terhadap serangan imunitas seluler, karena antibodi telah menyelubungi parasit. Sel limfosit-T tidak dapat mengenal parasit itu sebagai benda asing, dan keadaan ini dikenal dengan istilah :"humoral control over cellular immunity". Hal ini menyebabkan keuntungan bagi parasit tersebut, misalnya yang ditemukan pada telur parasit Schistosoma,(i) Kemampuan parasit untuk menghindar dari serangan respons imunitas yang spesifik. Parasit seperti Schistosoma itu dapat hidup bertahun-tahun di dalam hospes terinfeksi,(j) kapasitas parasit untuk bereplikasi di dalam sel-sel fagosit, seperti sel makrofag walaupun telah tersensitisasi oleh limfokin menjadi "activated macrophage Contoh parasit semacam ini ialah Toksoplasma, yang karena adanya fakta semacam itu, maka diduga parasit mempunyai cara pertahanan yang unik terhadap proses "Intracellular killing".