Medias i

11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Mediasi sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam berbagai kepercayaan dan budaya yang ada di Indonesia, penyelesaian sengketa ini mendapatkan akomodasi dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari begitu banyaknya ide mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dalam hukum adat yang hampir sama dengan mediasi saat ini, walaupun dalam bentuk yang masih sangat sederhana. Oleh karena itu, mediasi ini sesungguhnya bukan merupakan metode yang asing untuk diterapkan dalam sistem hukum Indonesia. 1 Dalam praktik, banyak dijumpai penggunaan mediasi dalam menyelesaikan sengketa sehari-hari di antara warga masyarakat. Dari media massa diketahui bersama bahwa beberapa kasus yang terjadi dalam masyarakat melibatkan mediasi sebagai sarana untuk menyelesaikannya. Sebagai contohnya adalah kasus perselisihan antara raja kembar, Paku Buwana XIII Hangabehi dengan Paku Buwana XIII Tedjowulan. Sengketa internal Keraton Kasunanan Surakarta yang berlarut-larut sejak tahun 2004 tersebut sempat berakhir pada tahun 2012 setelah Tedjowulan akhirnya mengakui Hangabehi sebagai Raja Keraton Kasunanan Surakarta karena akhirnya Tedjowulan setuju menerima 1 Otje Salman S., 2001, Kontekstualisasi Hukum Adat dalam Proses Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.

description

mediasi

Transcript of Medias i

Page 1: Medias i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Mediasi sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa sebenarnya

sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam berbagai kepercayaan dan

budaya yang ada di Indonesia, penyelesaian sengketa ini mendapatkan akomodasi

dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

begitu banyaknya ide mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dalam hukum

adat yang hampir sama dengan mediasi saat ini, walaupun dalam bentuk yang

masih sangat sederhana. Oleh karena itu, mediasi ini sesungguhnya bukan

merupakan metode yang asing untuk diterapkan dalam sistem hukum Indonesia.1

Dalam praktik, banyak dijumpai penggunaan mediasi dalam

menyelesaikan sengketa sehari-hari di antara warga masyarakat. Dari media

massa diketahui bersama bahwa beberapa kasus yang terjadi dalam masyarakat

melibatkan mediasi sebagai sarana untuk menyelesaikannya. Sebagai contohnya

adalah kasus perselisihan antara raja kembar, Paku Buwana XIII Hangabehi

dengan Paku Buwana XIII Tedjowulan. Sengketa internal Keraton Kasunanan

Surakarta yang berlarut-larut sejak tahun 2004 tersebut sempat berakhir pada

tahun 2012 setelah Tedjowulan akhirnya mengakui Hangabehi sebagai Raja

Keraton Kasunanan Surakarta karena akhirnya Tedjowulan setuju menerima

1 Otje Salman S., 2001, Kontekstualisasi Hukum Adat dalam Proses Penyelesaian Sengketa,

Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.

Page 2: Medias i

2

jabatan sebagai Patih Keraton Kasunanan Surakarta.2 Meski demikian, ada

beberapa pihak keluarga yang tidak terima sehingga sengketa kembali memuncak

pada Agustus 2013 sehingga menyebabkan Pemerintah Kota Surakarta akhirnya

turun tangan untuk membantu menyelesaikan sengketa ini melalui jalan mediasi.3

Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut turun tangan untuk

menengahinya agar tidak terlalu berkepanjangan sehingga diharapkan sengketa

tersebut dapat selesai sebelum jumenengan Sri Susuhunan Pakubuwono XIII pada

bulan Juni 2014.4

Selain konflik internal keluarga Keraton Kasunanan Surakarta, ada juga

kasus lain yang melibatkan mediasi dalam penyelesaiannya. Kasus belum

dibayarnya dua pemain sepakbola asing, Camara Abdoulaye Sekou dari Persipro

Bond-U dan Masahiro Fukasawa dari Bontang FC, oleh klub tempat mereka

bermain juga sempat melibatkan pihak ketiga, yakni Persatuan Sepakbola Seluruh

Indonesia (PSSI), untuk membantu penyelesaian kasus ini. Dalam kasus ini,

kedua orang itu meminta PSSI untuk membantu mencarikan solusi agar klub-klub

tersebut segera membayar tunggakan gaji Camara Abdoulaye Sekou (enam bulan)

dan Masahiro Fukasawa (tujuh bulan).5 Dari kedua contoh kasus ini, dapat dilihat

benang merah di antara keduanya, yakni adanya keterlibatan pihak ketiga dalam

2 Ahmad Rafiq, Kerabat Keraton Surakarta Segera Dipertemukan,

http://www.tempo.co/read/news/2013/10/01/058517996/Kerabat-Keraton-Surakarta-Segera-Dipertemukan, diakses tanggal 11 Maret 2014.

3 Ibid. 4 Randy Ferdi Firdaus, Sambangi Yogyakarta, SBY Dinginkan Konflik Keraton Solo,

http://www.merdeka.com/peristiwa/sambangi-yogyakarta-sby-dinginkan-konflik-keraton-solo.html, diakses tanggal 11 Maret 2014.

5 Ary Wibowo, Gaji Belum Dibayar, Dua Pemain Asing Datangi PSSI, http://bola.kompas.com/read/2012/12/12/19053284/Gaji.Belum.Dibayar.Dua.Pemain.Asing.Datangi.PSSI, diakses tanggal 11 Maret 2014.

Page 3: Medias i

3

penyelesaian konflik di mana pihak ketiga tersebut membantu mencarikan solusi

yang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak yang bersengketa.

Selain adanya keterlibatan pihak ketiga, mediasi sebenarnya juga bersifat

universal. Di negara manapun proses pelaksanaannya sama. Sistem hukum yang

membedakan implementasi mediasi tersebut. Mediasi merupakan upaya

penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator

yang bersifat netral dan tidak memihak untuk tercapainya suatu mufakat6.

Mediator sebagai pihak luar (pihak ketiga) dan netral bekerja sama dengan para

pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan

perdamaian yang adil dan memuaskan bagi semua pihak.

Selanjutnya, baik mediasi yang dilakukan di luar pengadilan maupun

mediasi yang dilakukan di dalam pengadilan, keduanya sering menemui hambatan

terutama yang berasal dari para pihak yang bersengketa. Hal ini karena para pihak

bersikukuh dengan tuntutan hak masing-masing. Pada umumnya, para pihak tetap

bertahan dalam ego masing-masing dan tidak mengutamakan dialog untuk

mencapai win-win solution. Hal ini menyebabkan terjadi kebuntuan dialog di

antara para pihak tersebut. Jika sudah terjadi hal yang demikian, dipastikan cepat

atau lambat mediasi akan gagal.

Untuk mengatasi kebuntuan dialog tersebut, mediator, dalam hal ini salah

satunya ialah hakim, harus berusaha keras dalam mencari cara agar situasi dialog

kembali kondusif sehingga mediasi dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini

harus dilakukan agar para pihak yang bersengketa ingin kembali duduk bersama

6 Nolan Haley dan M. Jaqueline, 1992, Alternative Dispute Resolution, West Publishing

Company, Saint Paul, hlm. 56.

Page 4: Medias i

4

dalam forum mediasi guna mencari penyelesaian sengketa yang terbaik bagi para

pihak tersebut. Adapun salah satu cara yang dapat ditempuh oleh hakim adalah

melalui kaukus, yakni suatu forum terutup di luar pertemuan mediasi antara salah

satu pihak yang bersengketa dengan mediator.

Di dalam praktik tidak jarang ditemui sengketa yang mengalami

kebuntuan dialog di tengah proses mediasi. Melalui kaukus diharapkan ada titik

temu di antara para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dikarenakan dengan

kaukus, pihak-pihak yang bersengketa lebih leluasa untuk menyatakan pendapat

masing-masing karena pada saat melakukan kaukus pihak lawan tidak hadir dan

mendengar pembicaraan. Pada saat kaukus, pihak yang mengadakan pertemuan

juga dapat secara terbuka mengungkapkan kepentingan yang tersembunyi kepada

mediator sehingga akan memudahkan mediator dalam mendorong para pihak

untuk menemukan solusi pemecahan dari sengketa yang terjadi di antara mereka.

Terkait dengan mediasi, pengadilan adalah salah satu institusi yang akrab

dengan penerapannya. Pengadilan Negeri Sleman merupakan salah satu institusi

yang menggunakan mediasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketa

perdata di antara para pihak. Pengadilan Negeri Sleman sendiri mempunyai

sebelas orang mediator hakim dan empat orang mediator swasta (daftar mediator

terbaru per 10 Januari 2013).7 Dari prapenelitian yang dilakukan oleh peneliti,

didapati fakta bahwa terdapat 111 dari 188 (59,04%) perkara perdata (dalam

bentuk gugatan) yang masuk ke Pengadilan Negeri Sleman selama tahun 2011

berakhir dengan putusan pengadilan, dan pada tahun 2012, 132 dari 226 (58,40%)

7 Indaryati Maria, 2013, Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman, Sleman,

wawancara, 6 Agustus.

Page 5: Medias i

5

perkara perdata yang masuk ke Pengadilan Negeri Sleman berakhir pula dengan

putusan pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang

mempengaruhi kelancaran mediasi, terutama dalam perkara perceraian, di mana

salah satunya adalah kebuntuan dialog yang menyebabkan mediasi terhenti dan

akhirnya proses hukum perkara berlanjut sampai ke putusan pengadilan.8

Melihat pentingnya kelancaran mediasi dalam rangka menyelesaikan

sengketa perdata, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai salah

satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kebuntuan dialog dalam mediasi,

yakni melalui kaukus. Oleh sebab itu, peneliti lalu mengambil tema penelitian

tentang kaukus dan merumuskan secara lebih rinci dalam judul tesis berikut ini :

Efektivitas Penggunaan Kaukus Oleh Mediator Hakim Dalam Meminimalkan

Kebuntuan Dialog Pada Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan dua

pokok permasalahan terkait dengannya, yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas penggunaan kaukus oleh mediator hakim dalam

meminimalkan kebuntuan dialog pada mediasi perkara perdata di

Pengadilan Negeri Sleman?

2. Apa saja hambatan penggunaan kaukus dan bagaimana cara mengatasinya

di dalam praktik mediasi perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman?

8 Ibid.

Page 6: Medias i

6

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti melalui penelitian ini ada dua hal,

yaitu :

1. untuk menganalisis efektivitas penggunaan kaukus oleh mediator hakim

dalam meminimalkan kebuntuan dialog pada mediasi perkara perdata di

Pengadilan Negeri Sleman, dan

2. untuk menganalisis hambatan penggunaan kaukus di dalam praktik

mediasi perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman, serta menemukan

solusi bagaimana cara mengatasinya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya baik itu bagi ilmu pengetahuan maupun bagi para pihak yang terkait erat

dengan mediasi perkara perdata di lingkungan pengadilan negeri. Adapun

penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut :

1. Manfaat penelitian yang bersifat teoretis

Dari hasil penelitian guna penyusunan tesis ini peneliti berharap dapat

memberikan kontribusi (sumbangsih) yang sebesar-besarnya bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, terutama

pengembangan ilmu hukum perdata, khususnya yang terkait dengan

pelaksanaan kaukus dalam praktik mediasi perkara perdata di pengadilan

negeri.

Page 7: Medias i

7

2. Manfaat penelitian yang bersifat praktis

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pihak

yang terkait erat dengan pelaksanaan mediasi perkara perdata di

lingkungan pengadilan negeri, terutama para pihak yang terlibat di dalam

pelaksanaannya. Diharapkan para pihak yang berkepentingan tersebut

dapat semakin memaksimalkan penggunaan mediasi sebagai alternatif

penyelesaian sengketa perkara perdata di lingkungan pengadilan negeri.

Dan apabila dalam pelaksanaan mediasi para pihak menemui kebuntuan

dialog, maka diharapkan para pihak dapat memaksimalkan penggunaan

kaukus sebagai salah satu cara untuk mengatasinya demi terciptanya

suasana mediasi yang kondusif sehingga pada akhirnya dapat dihasilkan

keputusan yang bersifat win-win solution bagi semua pihak.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan peneliti di lingkup Magister Hukum Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada, terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang

mediasi, terutama mediasi perkara perdata di pengadilan negeri, yang sudah

dilakukan oleh peneliti-peneliti lain sebelumnya. Beberapa penelitian tersebut

yaitu :

1. Efektivitas Mediasi Berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008 Sebagai

Sarana Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Dalam Semua Tingkat

Peradilan

Page 8: Medias i

8

Penelitian yang pertama ini dilakukan oleh I Gusti Agung Sumanatha.

(Nomor Induk Mahasiswa : 7512/PS/MH/01). Adapun rumusan masalah

yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :

a. efektifkah penggunaan mediasi sebagai sarana dalam menyelesaikan

sengketa di semua tingkat pengadilan, dan

b. apakah penggunaan sarana mediasi di semua tingkat pengadilan, baik

tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali tidak bertentangan

dengan sistem hukum yang ada di Indonesia.

Adapun kesimpulannya yaitu :

a. efektif atau tidaknya mediasi sebagai sarana alternatif penyelesaian

sengketa sangat tergantung dari sosialisasi, skilled mediator,

institusional, peran hakim, peran pengacara, dan keterbukaan, dan

b. penyelesaian sengketa dengan menggunakan mediasi sebagai sarana

untuk perdamaian tidak bertentangan dengan hukum acara perdata

(HIR) yang ada dalam sistem hukum Indonesia.

2. Kebebasan Pilihan Penyelesaian Sengketa Melalui Konsiliasi Atau

Mediasi Atau Arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota

Bandung

Penelitian yang kedua ini dilakukan oleh Dedi Hadiyat (Nomor Induk

Mahasiswa : 10/307195/PHK/06451). Adapun rumusan masalah yang

terdapat dalam penelitian ini yaitu :

Page 9: Medias i

9

a. bagaimanakah efektivitas dalam pelaksanaan kebebasan pilihan

penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung, dan

b. bagaimanakah perlindungan hak-hak konsumen ketika konsumen dan

pelaku usaha tidak sepakat dalam memilih penyelesaian sengketa

konsumen baik melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase.

Adapun kesimpulannya yaitu :

a. kebebasan pilihan penyelesian sengketa melalui konsiliasi atau

mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) Kota Bandung dapat berjalan efektif hanya dalam kondisi jika

pelaku usaha dan konsumen mempunyai semangat dan itikad baik

untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara kedua belah

pihak, dan

b. aspek perlindungan konsumen dalam penegakan ketentuan tersebut

sangat lemah bahkan sama sekali tidak melindungi konsumen.

3. Peran Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Komersial di Pengadilan

Negeri Jakarta Timur

Penelitian yang ketiga ini dilakukan oleh I Nyoman Karma (Nomor Induk

Mahasiswa : 13063/PS/MH/03). Adapun rumusan masalah yang terdapat

dalam penelitian ini yaitu :

a. bagaimanakah peran mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa

perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,

Page 10: Medias i

10

b. hambatan apa yang terjadi terhadap penerapan penyelesaian sengketa

perdata dengan mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan

c. bagaimanakah kekuatan putusan perdamaian dari hasil mediasi dalam

perspektif sistem hukum di Indonesia.

Adapun kesimpulannya yaitu :

a. mediasi yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur

dalam menyelesaikan perkara perdata gugatan adalah kurang efektif;

b. dalam penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

ditemukan beberapa faktor penghambat di dalam pelaksanaannya,

seperti tenaga mediator di luar hakim yang terdaftar di Pengadilan

Negeri Jakarta Timur tidak pernah diminta atau dipilih oleh para pihak

yang berperkara, hakim mediator yang merasa terbebani dalam

melakukan mediasi karena terdesak dengan tugas pokoknya dalam

menangani volume perkara yang banyak jumlahnya, dan sarana

prasarana (ruangan) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang kurang

memadai untuk melaksanakan mediasi; dan

c. perlu adanya perubahan payung hukum atas pengaturan mediasi dari

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia seperti yang

sekarang ini ke bentuk peraturan yang berupa undang-undang karena

tingkat kegagalan mediasi masih lebih besar dibandingkan dengan

keberhasilannya. Dari ketiga tesis tersebut, peneliti tidak menemukan

satu tesis pun yang membahas tentang mediasi sebagai sarana

Page 11: Medias i

11

penyelesaian sengketa di dalam pengadilan dengan penekanan

pembahasan pada efektivitas penggunaan kaukus di dalam

menyelesaikan kebuntuan dialog seperti halnya yang dijadikan

sebagai judul tesis oleh peneliti saat ini.