Medias i
description
Transcript of Medias i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Mediasi sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa sebenarnya
sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam berbagai kepercayaan dan
budaya yang ada di Indonesia, penyelesaian sengketa ini mendapatkan akomodasi
dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari
begitu banyaknya ide mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dalam hukum
adat yang hampir sama dengan mediasi saat ini, walaupun dalam bentuk yang
masih sangat sederhana. Oleh karena itu, mediasi ini sesungguhnya bukan
merupakan metode yang asing untuk diterapkan dalam sistem hukum Indonesia.1
Dalam praktik, banyak dijumpai penggunaan mediasi dalam
menyelesaikan sengketa sehari-hari di antara warga masyarakat. Dari media
massa diketahui bersama bahwa beberapa kasus yang terjadi dalam masyarakat
melibatkan mediasi sebagai sarana untuk menyelesaikannya. Sebagai contohnya
adalah kasus perselisihan antara raja kembar, Paku Buwana XIII Hangabehi
dengan Paku Buwana XIII Tedjowulan. Sengketa internal Keraton Kasunanan
Surakarta yang berlarut-larut sejak tahun 2004 tersebut sempat berakhir pada
tahun 2012 setelah Tedjowulan akhirnya mengakui Hangabehi sebagai Raja
Keraton Kasunanan Surakarta karena akhirnya Tedjowulan setuju menerima
1 Otje Salman S., 2001, Kontekstualisasi Hukum Adat dalam Proses Penyelesaian Sengketa,
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.
2
jabatan sebagai Patih Keraton Kasunanan Surakarta.2 Meski demikian, ada
beberapa pihak keluarga yang tidak terima sehingga sengketa kembali memuncak
pada Agustus 2013 sehingga menyebabkan Pemerintah Kota Surakarta akhirnya
turun tangan untuk membantu menyelesaikan sengketa ini melalui jalan mediasi.3
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut turun tangan untuk
menengahinya agar tidak terlalu berkepanjangan sehingga diharapkan sengketa
tersebut dapat selesai sebelum jumenengan Sri Susuhunan Pakubuwono XIII pada
bulan Juni 2014.4
Selain konflik internal keluarga Keraton Kasunanan Surakarta, ada juga
kasus lain yang melibatkan mediasi dalam penyelesaiannya. Kasus belum
dibayarnya dua pemain sepakbola asing, Camara Abdoulaye Sekou dari Persipro
Bond-U dan Masahiro Fukasawa dari Bontang FC, oleh klub tempat mereka
bermain juga sempat melibatkan pihak ketiga, yakni Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI), untuk membantu penyelesaian kasus ini. Dalam kasus ini,
kedua orang itu meminta PSSI untuk membantu mencarikan solusi agar klub-klub
tersebut segera membayar tunggakan gaji Camara Abdoulaye Sekou (enam bulan)
dan Masahiro Fukasawa (tujuh bulan).5 Dari kedua contoh kasus ini, dapat dilihat
benang merah di antara keduanya, yakni adanya keterlibatan pihak ketiga dalam
2 Ahmad Rafiq, Kerabat Keraton Surakarta Segera Dipertemukan,
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/01/058517996/Kerabat-Keraton-Surakarta-Segera-Dipertemukan, diakses tanggal 11 Maret 2014.
3 Ibid. 4 Randy Ferdi Firdaus, Sambangi Yogyakarta, SBY Dinginkan Konflik Keraton Solo,
http://www.merdeka.com/peristiwa/sambangi-yogyakarta-sby-dinginkan-konflik-keraton-solo.html, diakses tanggal 11 Maret 2014.
5 Ary Wibowo, Gaji Belum Dibayar, Dua Pemain Asing Datangi PSSI, http://bola.kompas.com/read/2012/12/12/19053284/Gaji.Belum.Dibayar.Dua.Pemain.Asing.Datangi.PSSI, diakses tanggal 11 Maret 2014.
3
penyelesaian konflik di mana pihak ketiga tersebut membantu mencarikan solusi
yang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak yang bersengketa.
Selain adanya keterlibatan pihak ketiga, mediasi sebenarnya juga bersifat
universal. Di negara manapun proses pelaksanaannya sama. Sistem hukum yang
membedakan implementasi mediasi tersebut. Mediasi merupakan upaya
penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator
yang bersifat netral dan tidak memihak untuk tercapainya suatu mufakat6.
Mediator sebagai pihak luar (pihak ketiga) dan netral bekerja sama dengan para
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perdamaian yang adil dan memuaskan bagi semua pihak.
Selanjutnya, baik mediasi yang dilakukan di luar pengadilan maupun
mediasi yang dilakukan di dalam pengadilan, keduanya sering menemui hambatan
terutama yang berasal dari para pihak yang bersengketa. Hal ini karena para pihak
bersikukuh dengan tuntutan hak masing-masing. Pada umumnya, para pihak tetap
bertahan dalam ego masing-masing dan tidak mengutamakan dialog untuk
mencapai win-win solution. Hal ini menyebabkan terjadi kebuntuan dialog di
antara para pihak tersebut. Jika sudah terjadi hal yang demikian, dipastikan cepat
atau lambat mediasi akan gagal.
Untuk mengatasi kebuntuan dialog tersebut, mediator, dalam hal ini salah
satunya ialah hakim, harus berusaha keras dalam mencari cara agar situasi dialog
kembali kondusif sehingga mediasi dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini
harus dilakukan agar para pihak yang bersengketa ingin kembali duduk bersama
6 Nolan Haley dan M. Jaqueline, 1992, Alternative Dispute Resolution, West Publishing
Company, Saint Paul, hlm. 56.
4
dalam forum mediasi guna mencari penyelesaian sengketa yang terbaik bagi para
pihak tersebut. Adapun salah satu cara yang dapat ditempuh oleh hakim adalah
melalui kaukus, yakni suatu forum terutup di luar pertemuan mediasi antara salah
satu pihak yang bersengketa dengan mediator.
Di dalam praktik tidak jarang ditemui sengketa yang mengalami
kebuntuan dialog di tengah proses mediasi. Melalui kaukus diharapkan ada titik
temu di antara para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dikarenakan dengan
kaukus, pihak-pihak yang bersengketa lebih leluasa untuk menyatakan pendapat
masing-masing karena pada saat melakukan kaukus pihak lawan tidak hadir dan
mendengar pembicaraan. Pada saat kaukus, pihak yang mengadakan pertemuan
juga dapat secara terbuka mengungkapkan kepentingan yang tersembunyi kepada
mediator sehingga akan memudahkan mediator dalam mendorong para pihak
untuk menemukan solusi pemecahan dari sengketa yang terjadi di antara mereka.
Terkait dengan mediasi, pengadilan adalah salah satu institusi yang akrab
dengan penerapannya. Pengadilan Negeri Sleman merupakan salah satu institusi
yang menggunakan mediasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketa
perdata di antara para pihak. Pengadilan Negeri Sleman sendiri mempunyai
sebelas orang mediator hakim dan empat orang mediator swasta (daftar mediator
terbaru per 10 Januari 2013).7 Dari prapenelitian yang dilakukan oleh peneliti,
didapati fakta bahwa terdapat 111 dari 188 (59,04%) perkara perdata (dalam
bentuk gugatan) yang masuk ke Pengadilan Negeri Sleman selama tahun 2011
berakhir dengan putusan pengadilan, dan pada tahun 2012, 132 dari 226 (58,40%)
7 Indaryati Maria, 2013, Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman, Sleman,
wawancara, 6 Agustus.
5
perkara perdata yang masuk ke Pengadilan Negeri Sleman berakhir pula dengan
putusan pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang
mempengaruhi kelancaran mediasi, terutama dalam perkara perceraian, di mana
salah satunya adalah kebuntuan dialog yang menyebabkan mediasi terhenti dan
akhirnya proses hukum perkara berlanjut sampai ke putusan pengadilan.8
Melihat pentingnya kelancaran mediasi dalam rangka menyelesaikan
sengketa perdata, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai salah
satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kebuntuan dialog dalam mediasi,
yakni melalui kaukus. Oleh sebab itu, peneliti lalu mengambil tema penelitian
tentang kaukus dan merumuskan secara lebih rinci dalam judul tesis berikut ini :
Efektivitas Penggunaan Kaukus Oleh Mediator Hakim Dalam Meminimalkan
Kebuntuan Dialog Pada Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan dua
pokok permasalahan terkait dengannya, yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana efektivitas penggunaan kaukus oleh mediator hakim dalam
meminimalkan kebuntuan dialog pada mediasi perkara perdata di
Pengadilan Negeri Sleman?
2. Apa saja hambatan penggunaan kaukus dan bagaimana cara mengatasinya
di dalam praktik mediasi perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman?
8 Ibid.
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti melalui penelitian ini ada dua hal,
yaitu :
1. untuk menganalisis efektivitas penggunaan kaukus oleh mediator hakim
dalam meminimalkan kebuntuan dialog pada mediasi perkara perdata di
Pengadilan Negeri Sleman, dan
2. untuk menganalisis hambatan penggunaan kaukus di dalam praktik
mediasi perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman, serta menemukan
solusi bagaimana cara mengatasinya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya baik itu bagi ilmu pengetahuan maupun bagi para pihak yang terkait erat
dengan mediasi perkara perdata di lingkungan pengadilan negeri. Adapun
penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut :
1. Manfaat penelitian yang bersifat teoretis
Dari hasil penelitian guna penyusunan tesis ini peneliti berharap dapat
memberikan kontribusi (sumbangsih) yang sebesar-besarnya bagi
pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, terutama
pengembangan ilmu hukum perdata, khususnya yang terkait dengan
pelaksanaan kaukus dalam praktik mediasi perkara perdata di pengadilan
negeri.
7
2. Manfaat penelitian yang bersifat praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pihak
yang terkait erat dengan pelaksanaan mediasi perkara perdata di
lingkungan pengadilan negeri, terutama para pihak yang terlibat di dalam
pelaksanaannya. Diharapkan para pihak yang berkepentingan tersebut
dapat semakin memaksimalkan penggunaan mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa perkara perdata di lingkungan pengadilan negeri.
Dan apabila dalam pelaksanaan mediasi para pihak menemui kebuntuan
dialog, maka diharapkan para pihak dapat memaksimalkan penggunaan
kaukus sebagai salah satu cara untuk mengatasinya demi terciptanya
suasana mediasi yang kondusif sehingga pada akhirnya dapat dihasilkan
keputusan yang bersifat win-win solution bagi semua pihak.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengamatan peneliti di lingkup Magister Hukum Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang
mediasi, terutama mediasi perkara perdata di pengadilan negeri, yang sudah
dilakukan oleh peneliti-peneliti lain sebelumnya. Beberapa penelitian tersebut
yaitu :
1. Efektivitas Mediasi Berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008 Sebagai
Sarana Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Dalam Semua Tingkat
Peradilan
8
Penelitian yang pertama ini dilakukan oleh I Gusti Agung Sumanatha.
(Nomor Induk Mahasiswa : 7512/PS/MH/01). Adapun rumusan masalah
yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :
a. efektifkah penggunaan mediasi sebagai sarana dalam menyelesaikan
sengketa di semua tingkat pengadilan, dan
b. apakah penggunaan sarana mediasi di semua tingkat pengadilan, baik
tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali tidak bertentangan
dengan sistem hukum yang ada di Indonesia.
Adapun kesimpulannya yaitu :
a. efektif atau tidaknya mediasi sebagai sarana alternatif penyelesaian
sengketa sangat tergantung dari sosialisasi, skilled mediator,
institusional, peran hakim, peran pengacara, dan keterbukaan, dan
b. penyelesaian sengketa dengan menggunakan mediasi sebagai sarana
untuk perdamaian tidak bertentangan dengan hukum acara perdata
(HIR) yang ada dalam sistem hukum Indonesia.
2. Kebebasan Pilihan Penyelesaian Sengketa Melalui Konsiliasi Atau
Mediasi Atau Arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Bandung
Penelitian yang kedua ini dilakukan oleh Dedi Hadiyat (Nomor Induk
Mahasiswa : 10/307195/PHK/06451). Adapun rumusan masalah yang
terdapat dalam penelitian ini yaitu :
9
a. bagaimanakah efektivitas dalam pelaksanaan kebebasan pilihan
penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung, dan
b. bagaimanakah perlindungan hak-hak konsumen ketika konsumen dan
pelaku usaha tidak sepakat dalam memilih penyelesaian sengketa
konsumen baik melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase.
Adapun kesimpulannya yaitu :
a. kebebasan pilihan penyelesian sengketa melalui konsiliasi atau
mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Kota Bandung dapat berjalan efektif hanya dalam kondisi jika
pelaku usaha dan konsumen mempunyai semangat dan itikad baik
untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara kedua belah
pihak, dan
b. aspek perlindungan konsumen dalam penegakan ketentuan tersebut
sangat lemah bahkan sama sekali tidak melindungi konsumen.
3. Peran Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Komersial di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur
Penelitian yang ketiga ini dilakukan oleh I Nyoman Karma (Nomor Induk
Mahasiswa : 13063/PS/MH/03). Adapun rumusan masalah yang terdapat
dalam penelitian ini yaitu :
a. bagaimanakah peran mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa
perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,
10
b. hambatan apa yang terjadi terhadap penerapan penyelesaian sengketa
perdata dengan mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan
c. bagaimanakah kekuatan putusan perdamaian dari hasil mediasi dalam
perspektif sistem hukum di Indonesia.
Adapun kesimpulannya yaitu :
a. mediasi yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur
dalam menyelesaikan perkara perdata gugatan adalah kurang efektif;
b. dalam penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
ditemukan beberapa faktor penghambat di dalam pelaksanaannya,
seperti tenaga mediator di luar hakim yang terdaftar di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur tidak pernah diminta atau dipilih oleh para pihak
yang berperkara, hakim mediator yang merasa terbebani dalam
melakukan mediasi karena terdesak dengan tugas pokoknya dalam
menangani volume perkara yang banyak jumlahnya, dan sarana
prasarana (ruangan) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang kurang
memadai untuk melaksanakan mediasi; dan
c. perlu adanya perubahan payung hukum atas pengaturan mediasi dari
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia seperti yang
sekarang ini ke bentuk peraturan yang berupa undang-undang karena
tingkat kegagalan mediasi masih lebih besar dibandingkan dengan
keberhasilannya. Dari ketiga tesis tersebut, peneliti tidak menemukan
satu tesis pun yang membahas tentang mediasi sebagai sarana
11
penyelesaian sengketa di dalam pengadilan dengan penekanan
pembahasan pada efektivitas penggunaan kaukus di dalam
menyelesaikan kebuntuan dialog seperti halnya yang dijadikan
sebagai judul tesis oleh peneliti saat ini.