KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf ·...

69
1 KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001 Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2015

Transcript of KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf ·...

Page 1: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

Dokumen 001

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 2: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

2

Liberalisasi Pasar Kerja

Globalisasi yang terjadi pada abad ini berakibat pada perubahan keseluruhan kehidupan

bermasyarakat, tidak terkecuali sektor pendidikan. Pada era ini, pendidikan harus dapat

menyikapi dan mengantisipasi perkembangan liberalisasi pasar kerja dan perkembangan

masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu inovasi berbagai metoda dan model

pendidikan harus juga dikembangkan (UNESCO: 2006). Mobilitas mahasiswa dan tenaga kerja

antar negara juga memberikan tantangan bagi dunia pendidikan untuk melakukan komparasi

mutu antar negara. Pada pertengahan tahun 1990, pengklasifikasian pekerjaan berkembang

pesat untuk menciptakan keselarasan antara permintaan dan penyediaan tenaga kerja yang

berkompetensi (competence) sebagai faktor yang sangat penting. Untuk keperluan pasar

tenaga kerja, sejumlah negara kemudian membangun sistem deskriptor keahlian dan

kompetensi. Misalnya di Austria, dibangun sistem yang dikenal dengan nama “AMS-

Qualifikation-klassifakation”, di Jerman dengan sistem “Kompetenzenkatalog”, di Perancis

dikenal dengan “ROME”, di Amerika dengan nama “O*NET”, di Swedia dinamai Taxonomy-DB,

dan di Eropa disebut “Job Mobility Portal”.

Semua sistem di atas dimaksudkan untuk membuat “ontologi kompetensi” yang bertujuan

untuk mendapatkan standar deskriptor profil kompetensi (dalam bentuk pekerjaan atau

kesempatan kerja). Kegunaan ontologi kompetensi sangat jelas, yaitu: (1) menjembatani

perbedaan "bahasa" antara dunia ketenagakerjaan dengan dunia pendidikan dan pelatihan; (2)

mendeskripsikan capaian pembelajaran suatu pendidikan atau pelatihan; (3) membandingkan

kualifikasi antarkerangka kualifikasi nasional atau internasional; (4) menganalisis bakat

(aptitude) dan minat dalam pendidikan atau bimbingan karir; dan (5) membantu perbaikan

layanan penempatan tenaga kerja pada perusahaan atau instansi pemerintah.

Dalam upaya mengantisipasi globalisasi, Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi

internasional dalam berbagai sektor, seperti perdagangan, ekonomi, lingkungan dan

pendidikan. Konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia antara lain adalah

GATS (General Agreement on Trade in Services – 5 April 1994), WTO (World Trade Organization

– 1 Januari 1995), AFTA (Asean Free Trade Area - 1992 ), Regional Convention, serta the

Recognition of Studies, Diplomas and Degrees In Higher Education in Asia and the Pacific (16

Desember 1983 yang kemudian diperbaharui pada tanggal 30 Januari 2008).

Cakupan konvensi internasional tersebut menunjukkan secara jelas perlunya kesepamahaman

masyarakat internasional dalam hal kualifikasi ketenagakerjaan. Untuk itu, setiap negara

peserta konvensi memerlukan suatu sistem kualifikasi ketenagakerjaan yang dapat dipahami

bersama, yang disebut kerangka kualifikasi. Kerangka kualifikasi merupakan suatu instrumen

yang mengklasifikasikan kualifikasi seseorang berdasarkan seperangkat kriteria yang dikaitkan

dengan jenjang capaian pembelajaran1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1 Capaian Pembelajaran (learning outcomes) merupakan internasilisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, pengetahuan,

ketrampilan, afeksi, dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang

ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman kerja

Page 3: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

3

Keberadaan kerangka kualifikasi secara nasional diharapkan akan mendorong pengembangan

keterampilan para pekerja, memfasilitasi mobilitas peserta didik dan tenaga kerja, dan akan

meningkatkan akses seseorang untuk mengikuti jenjang pendidikan serta pelatihan lebih tinggi

sepanjang hidupnya (Tuck , 2007: 2-3).

Kesetaraan sistem kualifikasi antar negara peserta konvensi akan memberikan mobilitas yang

lebih luas, menciptakan pengakuan kesetaraan internasional terhadap ijazah atau sertifikat

kompetensi yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dan pelatihan, serta akan mempermudah

pertukaran pelajar, mahasiswa atau pakar.

Tantangan Ketenagakerjaan

Pada saat ini dengan populasi penduduk lebih dari 230 juta, Indonesia telah mengelola lebih

dari 20.000 SMA dan SMK serta 4.255 perguruan tinggi dengan 22.036 program studi (data

2014). Jumlah institusi pendidikan formal ini masih ditambah lagi dengan sejumlah institusi

atau lembaga pendidikan nonformal dan informal serta lembaga-lembaga pelatihan

ketenagakerjaan yang tersebar di seluruh tanah air. Dengan jumlah institusi yang massif seperti

ini, penyetaraan kualifikasi ketenagakerjaan di Indonesia harus memperhatikan beberapa

aspek, antara lain (1) kesenjangan mutu atau capaian pembelajaran antar lulusan sekolah

menengah atas atau peguruan tinggi, (2) kompleksitas koordinasi antara pemerintah pusat dan

daerah dalam sinkronisasi capaian pembelajaran antara sekolah menengah atas dan perguruan

tinggi secara berkelanjutan, (3) ragam jalur pendidikan dan pelatihan yang ada di Indonesia

dengan karakteristik serta capaian pembelajaran yang beragam pula, (4) belum terbangunnya

saling pengakuan atau kesetaraan kualifikasi antar institusi penyelenggara pendidikan atau

pelatihan, (5) keterbatasan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga penjaminan mutu internal

maupun eksternal untuk melakukan kajian mutu (quality assessment) secara periodik, dan (6)

kesenjangan komunikasi, informasi atau umpan balik dari pihak pengguna lulusan dengan

institusi penyelengara pendidikan dan pelatihan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pengembangan sistem kesetaraan kualifikasi dari semua

luaran pendidikan dan pelatihan di Indonesia harus dapat mengantisipasi 4 (empat) hal pokok

yaitu (1) sinkronisasi kebijakan lintas kementerian serta antar lembaga atau asosiasi yang

terkait dengan ketenagakerjaan (2) penyelarasan mutu capaian pembelajaran dari institusi atau

lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan (3) koordinasi dan sinkronisasi lembaga-

lembaga penjaminan mutu yang telah ada maupun yang akan dikembangkan kemudian (4)

menjamin terbentuknya kerjasama dan komunikasi yang berkesinambungan antar stakeholders

ketenagakerjaan di Indonesia.

Di sisi lain, relevansi pendidikan juga dihadapkan pada keterbatasan informasi dan sosialisasi

tentang perencanaan kebutuhan sumberdaya manusia yang komprehensif. Akibatnya,

informasi menyangkut jumlah, mutu dan kualifikasi lulusan yang dibutuhkan oleh setiap jenis

dan jenjang pekerjaan menjadi sangat terbatas pula. Dampak lainnya, ketersediaan informasi

tentang kebutuhan sumberdaya manusia yang dikaitkan dengan proyeksi pengembangan

industri, teknologi, dan riset di Indonesia baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka

panjang sangat tidak memadai. Keterbatasan ini telah menimbulkan masalah lainnya, antara

lain seperti terjadinya penumpukan lulusan atau pengangguran pada bidang-bidang keahlian

Page 4: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

4

tertentu karena jumlah lulusan melebihi kapasitas serapan pengguna lulusan (over supply),

terjadinya kesulitan dalam pengendalian pertumbuhan sekolah atau perguruan tinggi, serta

adanya gejala pendidikan yang berorientasi pada ijasah atau gelar dibandingkan mutu.

Permasalahan-permasalahan tersebut diatas memberi sinyal bahwa upaya untuk meningkatkan

mutu ketenagakerjaan melalui program penyetaraan kualifikasi akan mencakup aspek-aspek

yang cukup luas dan memerlukan program-program lintas kementerian, kerjasama antara

pemerintah dengan asosiasi industri, asosiasi profesi dan kelompok masyarakat pengguna

luaran pendidikan.

Permasalahan lain yang dihadapi oleh para pemaengku kepentingan adalah

mengimplementasikan sistem pendidikan di Indonesia yang menganut Sistem Terbuka (UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat (1) huruf e dan f).

Berdasarkan Sistem Terbuka, pendidikan harus diselenggarakan dengan fleksibilitas dalam

pemilihan jalur pendidikan dan waktu penyelesaian program lintas satuan atau jalur pendidikan

(multi entry-multi exit system). Peserta didik dapat belajar sambil bekerja serta mengikuti

pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Pelaksanaan mandat undang-undang tersebut

menimbulkan konsekuensi untuk memberi peluang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk

memperoleh kesetaraan jenjang kualifikasi melalui setiap jalur atau berpindah jalur pendidikan

sesuai dengan pilihanya masing-masing.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)

Menanggapi berbagai permasalahan dan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh

Indonesia di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan tesebut maka pada akhir Tahun 2009

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KEMENDIKBUD, melalui kegiatan yang dikembangkan di

dalam lingkungan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (BELMAWA), mengambil

inisiatif yang sejalan dengan gagasan Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Kepelatihan,

KEMENNAKERTRANS untuk mengembangkan kerangka kualifikasi di tingkat nasional yang

kemudian diberi nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau disingkat dengan KKNI.

Selama periode pengembangan konsep-konsep dasar KKNI tersebut, pihak-pihak di dalam

lingkungan KEMENDIKBUD dan KEMENNAKERTRANS serta pihak-pihak lain yang terkait seperti

misalnya asosiasi industri, asosiasi profesi, badan atau lembaga sertifikasi profesi, institusi

pendidikan dan pelatihan tingkat menengah dan tinggi, badan atau lembaga akreditasi, telah

diikutsertakan secara intensif untuk menjamin terciptanya suatu landasan pengembangan KKNI

yang handal dan komprehensif. KKNI diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 8 tahun 2012.

KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem

pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional dan sistem penilaian kesetaraan nasional,

yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia dari capaian pembelajaran,

yang dimiliki setiap insan pekerja Indonesia dalam menciptakan hasil karya serta kontribusi

yang bermutu di bidang pekerjaannya masing-masing.

Prinsip dasar yang dikembangkan dalam KKNI adalah menilai unjuk kerja seseorang dalam

aspek-aspek keilmuan, keahlian dan keterampilan sesuai dengan capaian pembelajaran

Page 5: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

5

(learning outcomes) yang diperoleh melalui proses pendidikan, pelatihan atau pengalaman

yang telah dilampauinya, yang setara dengan deskriptor kualifikasi untuk suatu jenjang

tertentu. Terkait dengan proses pendidikan, capaian pembelajaran merupakan hasil akhir atau

akumulasi proses peningkatan keilmuan, keahlian dan keterampilan seseorang yang diperoleh

melalui pendidikan formal, informal atau nonformal. Dalam arti yang lebih luas, capaian

pembelajaran juga diartikan sebagai hasil akhir dari suatu proses peningkatan kompetensi atau

karir seseorang selama bekerja. Pinsip dasar ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh

negara-negara lain dalam mengembangkan kerangka kualifikasi masing-masing.

Pada proses penyusunan konsep-konsep KKNI, studi banding juga telah dilakukan ke berbagai

negara untuk dapat mengembangkan KKNI yang sebanding dengan kerangka kualifikasi negara-

negara lain. Kesepadanan antara KKNI dengan kerangka kualifikasi negara-negara lain sangat

diperlukan agar KKNI dapat dipahami dan diakui sebagai sebuah sistem kualifikasi yang handal

dan terpercaya. Selanjutnya, dengan adanya pengakuan dan kepercayaan terhadap KKNI maka

kerjasama atau program penyetaraan kualifikasi ketenagakerjaan antara Indonesia dengan

negara-negara lain akan lebih mudah diwujudkan.

Indonesia menganut unified system atau sistem terpadu. Capaian pembelajaran untuk jenis

pendidikan akademik, vokasi maupun profesi untuk jenjang kualifikasi yang sama atau setara,

bahkan dapat disetarakan dengan hasil pendidikan nonformal atau informal, mendapat

perhatian dalam KKNI. Oleh karena itu, KKNI di Indonesia disusun sebagai satu kesatuan

kerangka kualifikasi untuk seluruh sektor pendidikan, pelatihan, dan ketenagakerjaan.

Sebagai sebuah kebijakan yang memiliki implikasi luas di masyarakat, KKNI harus dikembangkan

dengan teliti, disertai dengan tahapan-tahapan yang jelas dan mendorong keikutsertaan semua

pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan sehingga hasil-hasil yang dicapai

merupakan kesepakatan bersama. Implementasi KKNI diharapkan dapat: (a) meningkatkan

mutu pendidikan dan pelatihan nasional; (b) meningkatkan pengakuan masyarakat

internasional terhadap hasil pendidikan dan pelatihan nasional; (c) meningkatkan pengakuan

terhadap hasil pendidikan nonformal dan informal oleh sistem pendidikan formal; serta (d)

meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap kualitas dan relevansi tenaga

kerja yang dihasilkan oleh sistem pendidikan dan pelatihan nasional.

Peran KKNI

Secara umum KKNI diharapkan dapat melahirkan suatu sistem penyetaraan kualifikasi

ketenagakerjaan di Indonesia dan memiliki peran sebagai berikut :

• KKNI harus mampu secara komprehensif dan berkeadilan menampung kebutuhan

semua pihak yang terkait dengan ketenagakerjaan serta memperoleh kepercayaan

masyarakat luas

• KKNI diharapkan memiliki jumlah jenjang dan deskripsi kualifikasi yang jelas dan terukur

serta secara transparan dapat dipahami oleh pihak penghasil dan pengguna tenaga kerja

baik di tingkat nasional, regional maupun internasional

Page 6: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

6

• KKNI yang akan dikembangkan harus bersifat lentur (flexible) sehingga dapat

mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan keilmuan,

keahian dan keterampilan di tempat kerja serta selalu dapat diperbaharui secara

berkelanjutan. Sifat lentur yang dimiliki KKNI harus dapat pula memberikan peluang

seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai jenjang kualifikasi yang sesuai melalui

berbagai jalur pendidikan, pelatihan atau pengalaman kerja termasuk perpindahan dari

satu jalur ke jalur kualifikasi yang lain.

• KKNI hendaknya menjadi salah satu pendorong program-program peningkatan mutu

baik dari pihak penghasil maupun pengguna tenaga kerja sehingga kesadaran terhadap

peningkatan mutu sumber daya manusia dapat diwujudkan secara nasional.

• KKNI harus mencakup pengembangan sistem penjaminan mutu yang memiliki fungsi

pemantauan (monitoring) dan pengkajian (assessment) terhadap badan atau lembaga

yang terkait dengan proses-proses penyetaraan capaian pembelajaran dengan jenjang

kualifikasi yang sesuai.

• KKNI harus secara akuntabel dapat memberikan peluang pergerakan tenaga kerja dari

Indonesia ke negara lain atau sebaliknya.

• KKNI harus dapat menjadi panduan bagi para pencari kerja yang baru maupun lama

dalam upaya meningkatkan taraf hidup atau karir ditempat kerja masing-masing.

• KKNI diharapkan dapat menguatkan integrasi dan koordinasi badan atau lembaga

penjaminan atau peningkatan mutu yang telah ada, seperti Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP), Badan Akreditasi Nasional (BAN), Badan Nasional Sertifikasi Pekerja

(BNSP), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan lain-lain.

• KKNI diharapkan mencakup sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) sedemikian

sehingga dapat menjamin terjadinya fleksibilitas pengembangan karir atau peningkatan

jenjang kualifikasi.

Jenjang Kualifikasi pada KKNI

KKNI menyediakan sembilan jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi jenjang 1 sebagai

kualifikasi terendah dan kualifikasi jenjang 9 sebagai kualifikasi tertinggi. Penetapan jenjang 1

sampai 9 dilakukan melalui pemetaan komprehensif kondisi ketenagakerjaan di Indonesia

ditinjau dari sisi penghasil (supply push) maupun pengguna (demand pull) tenaga kerja.

Diskripsi setiap jenjang kualifikasi juga disesuaikan dengan mempertimbangkan kondisi negara

secara menyeluruh, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,

perkembangan sektor-sektor pendukung perekonomian dan kesejahteraan rakyat seperti

perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan lain-lain, serta aspek-aspek pembangun jati

diri bangsa yang tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika, yaitu komitmen untuk tetap mengakui

keragaman agama, suku, budaya, bahasa dan seni sebagai ciri khas bangsa Indonesia.

Penjenjangan kualifikasi pada KKNI dengan jenjang sembilan sebagai jenjang tertinggi tidak

serta-merta berarti bahwa jenjang tertinggi KKNI tersebut lebih tinggi dari jenjang kualifikasi

Page 7: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

7

yang berlaku di Eropa (8 jenjang) dan Hongkong (7 jenjang) atau sebaliknya lebih rendah dari

jenjang kualifikasi yang berlaku di Selandia Baru (10 jenjang). Hal ini lebih tepat dimaknai

bahwa jenis kualifikasi pada KKNI dirancang untuk memungkinkan setiap jenjang kualifikasinya

bersesuaian dengan kebutuhan bersama antara penghasil dan pengguna lulusan, kultur

pendidikan/pelatihan/kursus di Indonesia saat ini dan gelar lulusan setiap jalur pendidikan yang

berlaku di Indonesia.

Di dalam pengembangannya, jenjang-jenjang kualifikasi pada KKNI merupakan jembatan untuk

menyetarakan capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, informal, dan

nonformal dengan kompetensi kerja yang dicapai di dunia kerja, melalui pelatihan berbasis

kompetensi (Competence Based Training = CBT) atau program peningkatan jenjang karir. Secara

skematik pencapaian setiap jenjang atau peningkatan ke jenjang yang lebih tinggi pada KKNI

dapat dilakukan melalui empat tapak jalan (pathways) atau kombinasi dari keempatnya. Tapak

jalan tersebut seperti diilustrasikan pada Gambar-1 terdiri dari tapak jalan melalui pendidikan

formal, pengembangan profesi, peningkatan karir di industri, dunia kerja atau melalui

akumulasi pengalaman individual.

Dengan pendekatan tersebut maka KKNI dapat dijadikan rujukan oleh 4 (empat) pemangku

kepentingan yang menggunakan pendekatan masing-masing dalam peningkatan jenjang

kualifikasi. Misalnya, sektor pendidikan formal dapat menggunakan KKNI sebagai rujukan

dalam merencanakan sistem pembelajaran perguruan tinggi di Indonesia sehingga dapat

dengan tepat memposisikan kemampuan lulusannya pada salah satu jenjang kualifikasi KKNI

dan memperkirakan kesetaraannya dengan jenjang karir di dunia kerja. Dari sisi lain, pengguna

lulusan, asosiasi industri atau dunia kerja secara umum juga dapat merujuk KKNI untuk

memperkirakan kualifikasi yang dimiliki oleh pencari kerja dan memposisikannya pada jenjang

karir serta memberikan remunerasi yang sesuai. Hal yang sama juga dapat dilakukan oleh

penjenjangan keprofesian di ranah asosiasi profesi. Pemangku kepentingan dari kelompok

masyarakat luas juga diakui memiliki jenjang kualifikasi tertentu dalam KKNI karena memiliki

pengalaman otodidak yang memenuhi atau sesuai dengan deskripsi kualifikasi pada jenjang

tertentu.

Konsep dasar KKNI tersebut mengandung makna kesetaraan dan pengakuan yang disepakati

bersama antar pemangku kepentingan. Oleh karena itu KKNI harus dilengkapi dengan

mekanisme dan aturan-aturan yang diperlukan untuk mewujudkan kesetaraan dan adanya

saling pengakuan. Dalam ranah pendidikan, dunia kerja dan keprofesian, mekanisme dan

aturan-aturan tersebut mungkin telah ada dan disusun dengan baik, akan tetapi untuk ranah

masyarakat luas hal ini memerlukan panataan yang komprehensif dengan memperhatikan

unsur-unsur mutu, akuntabilitas dan integritas.

Page 8: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

8

PROFESI :

SERTIFIKAT PROFESI (PII)

INDUSTRI :

FUNGSI JABATAN KERJA

PENDIDIKAN :

GELAR AKADEMIS

OTODIDAK :

PENGALAMAN

KEAHLIAN

KHUSUS

SMP SMA D1 D2 D3 S1 PRO S2 S3

9

U 8

M D 7

M 6

5

4

3

2

1

OPERATOR ANALIS AHLI

Gambar 1: Penjenjangan KKNI melalui 4 jejak jalan (pathways) serta kombinasi ke-empatnya

(Ilustrasi oleh : Rudy Handojo – PII)

Secara konseptual, setiap jenjang kualifikasi dalam KKNI disusun oleh enam parameter utama

yaitu (a) Ilmu pengetahuan (science), (b) pengetahuan (knowledge), (c) pengetahuan prakatis

(know-how), (d) keterampilan (skill), (e) afeksi (affection) dan (f) kompetensi (competency)2.

Ke-enam parameter yang terkandung dalam masing-masing jenjang disusun dalam bentuk

deskripsi yang disebut Deskriptor Kualifikasi. Dengan demikian ke-9 jenjang kualifikasi dalam

1. 2 llmu pengetahuan (science) dideskripsikan sebagai suatu sistem berbasis metodologi ilmiah untuk membangun

pengetahuan (knowledge) melalui hasil-hasil penelitian di dalam suatu bidang pengetahuan (body of knowledge).

Penelitian berkelanjutan yang digunakan untuk membangun suatu ilmu pengetahuan harus didukung oleh rekam data,

observasi dan analisa yang terukur dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman manusia terhadap gejala-gejala alam

dan sosial.

2. Pengetahuan (knowledge) dideskripsikan sebagai penguasaan teori dan keterampilan oleh seseorang pada suatu bidang

keahlian tertentu atau pemahaman tentang fakta dan informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau

pendidikan untuk keperluan tertentu.

3. Pemahaman (know-how) dideskripsikan sebagai penguasaan teori dan keterampilan oleh seseorang pada suatu bidang

keahlian tertentu atau pemahaman tentang metodologi dan keterampilan teknis yang diperoleh seseorang melalui

pengalaman atau pendidikan untuk keperluan tertentu.

4. Keterampilan (skill) dideskripsikan sebagai kemampuan psikomotorik (termasuk manual dexterity dan penggunaan

metode, bahan, alat dan instrumen) yang dicapai melalui pelatihan yang terukur dilandasi oleh pengetahuan (knowledge)

atau pemahaman (know-how) yang dimiliki seseorang mampu menghasilkan produk atau unjuk kerja yang dapat dinilai

secara kualitatif maupun kuantitatif.

5. Afeksi (Affection) dideskripsikan sebagai sikap (attitude) sensitif seseorang terhadap aspek-aspek di sekitar kehidupannya

baik ditumbuhkan oleh karena proses pembelajarannya maupun lingkungan kehidupan keluarga atau mayarakat secara

luas.

6. Kompetensi (competency) adalah akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu deskripsi kerja secara

terukur melalui asesmen yang terstruktur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya.

Page 9: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

9

KKNI memuat deskriptor-deskriptor yang menjelaskan kemampuan di bidang kerja, lingkup kerja

berdasarkan pengetahuan yang dikuasai dan kemampuan manjerial.

Uraian tentang parameter pembentuk setiap Deskriptor KKNI adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan di bidang kerja. Komponen ini menjelaskan kemampuan seseorang yang sesuai

dengan bidang kerja terkait, mampu menggunakan metode/cara yang sesuai dan mencapai

hasil dengan tingkat mutu yang sesuai dan memahami kondisi atau standar proses

pelaksanaan pekerjaan tersebut.

2. Lingkup kerja berdasarkan pengetahuan yang dikuasai, dimaksudkan bahwa deskriptor

kualifikasi harus menjelaskan cabang keilmuan yang dikuasai seseorang dan mampu

mendemonstrasikan kemampuan berdasarkan cabang ilmu yang dikuasainya tersebut.

3. Kemampuan manajerial, menunjukkan bahwa deskriptor kualifikasi harus menjelaskan

lingkup tanggung jawab seseorang dan standar sikap yang dimilikinya untuk melaksanakan

pekerjaan di bawah tanggung jawabnya tersebut.

Penjenjangan dalam KKNI memiliki karakteristik. dimana dalam sSetiap deskriptor KKNI untuk

pada jenjang kualifikasi yang sama dapat mengandung atau terdiri dari komposisi unsur-unsur

keilmuan (science), pengetahuan (knowledge), pemahaman (know-how atau understanding)

dan keterampilan (skill) yang bervariasi satu dengan yang lain. Hal ini berarti pula bahwa setiap

capaian pembelajaran suatu pendidikan dapat memiliki kandungan keterampilan (skill) yang

lebih menonjol dibandingkan dengan keilmuan-nya (science), akan tetapi diberikan pengakuan

penjenjangan kualifikasi yang setara. Karakteristik lainnya adalah jenjang kualifikasi yang

semakin tinggi akan memiliki deskriptor KKNI yang semakin berkarakter keilmuan (science),

sedangkan semakin rendah suatu kualifikasi akan semakin menekankan pada penguasaan

keterampilan (skill).

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

Page 10: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1

LANDASAN HUKUM

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

Dokumen 002

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 11: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

2

Penyusunan KKNI mempunyai landasan hukum, yang tercakup di dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun

2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun

2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Selain itu KKNI ini juga disusun untuk

memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Dalam Pasal 4 ayat (2) undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan

diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan

multimakna.

Beberapa landasan hukum lainnya yang dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan KKNI

antara lain: Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, Pasal 33 ayat (2), tentang Jasa

Konstruksi yang memberikan kewenangan kepada Masyarakat Jasa Konstruksi untuk

berperan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang jasa konstruksi;

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur tentang kategori, jenis dan kualifikasi tenaga

kesehatan; dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang

mengatur tentang kualifikasi dan kompetensi dosen dan guru. Selain peraturan-peraturan

tersebut di atas, masih terdapat beberapa peraturan yang terkait dengan aspek mutu dan

kualifikasi ketenagakerjaan, yang diterbitkan oleh kementerian atau lembaga-lembaga

pemerintah lainnya, termasuk perusahan-perusahaan swasta dan BUMN. Sebagian besar

peraturan-peraturan tersebut diberlakukan secara terbatas di lingkungan setiap lembaga

pemerintah. Misalnya BUMN atau perusahan swasta mengatur aspek-aspek yang

menyangkut penetapan jenjang kualifikasi dan kemampuan kerja yang dibutuhkan pada

setiap jenjang karir di lingkungan lembaganya, yang pada umumnya dikaitkan dengan

pangkat, golongan dan remunerasi. Dalam hal ini, perusahan sebagai sebuah lembaga juga

menetapkan pengakuan terhadap hasil pembelajaran atau pelatihan kerja, baik dilakukan di

lingkungan sendiri maupun di lembaga-lembaga pelatihan dan kursus yang terpercaya

lainnya.

Selanjutnya KKNI dipertegas dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012, yang

merupakan penjabaran dari peraturan-peraturan yang lebih tinggi. Dalam peraturan

tersebut, pada Pasal 1 ayat (1), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kerangka Kualifikasi

Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat

menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang

pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi

kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor .

Maksud dan Tujuan Kerangka Kualifikasi Nasional

Page 12: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

3

Sebagai perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia dalam sistem pendidikan dan

pelatihan serta sistem pengakuan kompetensi kerja secara nasional, KKNI dimaksudkan

menjadi pedoman untuk:

a. menetapkan kualifikasi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan

formal, non-formal, informal, pelatihan atau pengalaman kerja;

b. menetapkan skema pengakuan kualifikasi capaian pembelajaran yang diperoleh

melalui pendidikan formal, non-formal, informal, pelatihan atau pengalaman kerja;

c. menyetarakan kualifikasi antara capaian pembelajaran yang diperoleh melalui

pendidikan formal, non-formal, informal, pelatihan atau pengalaman kerja dengan

kebutuhan keilmuan, keahlian dan keterampilan di tempat kerja;

d. mengembangkan metode dan sistem pengakuan kualifikasi sumberdaya manusia dari

negara lain yang akan bekerja di Indonesia serta menjamin pengakuan yang setara

bagi sumber daya manusia Indonesia yang akan bekerja di negara lain.

Dalam fungsinya sebagai regulator dan fasilitator, Kementerian Riset, Teknologi dan

Pendidikan Tinggi (dahulu Kementerian Pendidikan Nasional) selain mempunyai tanggung

jawab dalam melaksanakan pengembangan Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, juga

mengemban tugas menghasilkan sumberdaya manusia yang bermutu bagi sektor-sektor

industri, dunia usaha atau pemerintahan. Oleh karena itu kontribusi Kementerian Riset,

Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam usaha meningkatkan daya saing bangsa menjadi

sangat penting. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, bersama-sama

perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang berjumlah 4.255 perguruan tinggi dengan 22.036

program studi (data 2014), secara berkelanjutan mendorong peningkatan kapabilitas dan

kapasitas setiap perguruan tinggi untuk mengembangkan, mengelola serta

menyelenggarakan kegiatan akademik yang bermutu tinggi. Walaupun demikian, sampai saat

ini, kesenjangan mutu penyelenggaraan maupun capaian pembelajaran perguruan tinggi di

Indonesia masih cukup besar. Evaluasi secara terukur terhadap penyelenggaraan dan

pengelolaan kegiatan akademik sampai saat ini dilakukan secara internal oleh unit-unit

Sistem Penjaminan Mutu Internal di perguruan tinggi masing-masing dan secara eksternal

dilakukan oleh BAN PT melalui skema akreditasi.

Pengguna lulusan yang terdiri dari perusahan, industri dan berbagai sektor formal maupun

informal lainnya merupakan garda terdepan yang akan berhadapan secara langsung dengan

berbagai bentuk tantangan global. Oleh karena itu sektor pengguna lulusan harus mendapat

pasokan yang berkualitas dari hasil-hasil pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan

seni, lulusan yang bermutu tinggi, berdasarkan capaian pembelajaran yang sesuai dengan

keilmuan, keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan. Hal ini merefleksikan bahwa interaksi

timbal balik antara penghasil dan pengguna lulusan perguruan tinggi sangat diperlukan guna

mewujudkan ketahanan dan daya saing bangsa secara menyeluruh. Walaupun demikian,

sampai saat ini mekanisme interaksi dan koordinasi antarinstitusi penghasil dan pengguna

lulusan perguruan tinggi di tingkat nasional maupun di daerah belum terbangun dengan

seutuhnya.

Page 13: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

4

Ratifikasi tentang pengakuan pendidikan diploma dan pendidikan tinggi (UNESCO Regional

Convention on the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees in Higher Education in Asia

and the Pasific –the “1983 Convention”) dilakukan Indonesia pada tanggal 30 Januari 2008.

Langkah strategis tersebut mempercepat proses pengembangan pedoman tentang

peningkatkan, penyetaraan mutu dan kualifikasi lulusan perguruan tinggi di tingkat nasional

yang akan memasuki dunia kerja.

Saling pengakuan dan penyetaraan kualifikasi lulusan perguruan tinggi antar negara

mendorong terjadinya interaksi yang lebih efektif antara institusi penghasil dan pengguna

lulusan pendidikan tinggi, serta menginspirasi sektor-sektor lain untuk membangun kerangka

kualifikasi SDM yang diakui di tingkat nasional maupun internasional.

Pengembangan KKNI memiliki tujuan yang bersifat umum dan khusus. Tujuan umum

mencakup hal-hal yang dapat mendorong integrasi antara sektor-sektor terkait, sedangkan

tujuan khusus mencakup aspek-aspek strategis pengembangan kerangka dan jenjang

kuaifikasi tersebut. Kedua tujuan tersebut diuraikan berikut ini:

Tujuan Umum:

1. Meningkatkan komitmen nasional untuk menghasilkan sumberdaya manusia Indonesia

yang bermutu dan berdaya saing internasional;

2. Mendorong peningkatan mutu dan aksesibilitas sumberdaya manusia Indonesia ke pasar

kerja nasional dan internasional;

3. Membangun proses pengakuan dan kesetaraan kualifikasi yang akuntabel dan transparan

terhadap capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal,

informal, pelatihan atau pengalaman kerja yang diakui oleh dunia kerja nasional dan

internasional;

4. Meningkatkan kontribusi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan

formal, nonformal, informal, pelatihan atau pengalaman kerja dalam pertumbuhan

ekonomi nasional;

5. Mendorong meningkatnya mobilitas pelajar, mahasiswa, dan tenaga kerja antara negara

berbasis kesetaraan kualifikasi.

Tujuan Khusus:

1. Memperoleh korelasi positif antara mutu luaran, capaian pembelajaran dan proses

pendidikan di semua tingkat termasuk di tingkat perguruan tinggi;

2. Mendorong penyesuaian capaian pembelajaran dan penyetaraan mutu lulusan

pendidikan terhadap tingkat kualifikasi yang sesuai dan diakui oleh pengguna lulusan;

3. Menciptakan pedoman-pedoman pokok bagi sekolah dan perguruan tinggi dalam

mengembangkan aturan dan mekanisme pengakuan terhadap hasil pembelajaran

lampau (Recognition of Prior Learning) atau kekayaan pengalaman yang dimiliki

seseorang;

Page 14: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

5

4. Menciptakan jembatan saling pengertian antara penghasil dan pengguna lulusan dari

proses pendidikan dan pelatihan sehingga secara berkelanjutan dapat membangun

kapasitas dan maningkatkan daya saing bangsa dalam sektor sumberdaya manusia;

5. Memberi panduan bagi pengguna lulusan untuk melakukan penyesuaian kualifikasi

dalam mengembangkan program-program pendidikan berkelanjutan (continuing

education programs) atau belajar sepanjang hayat (life-long learning programs);

6. Menjamin terjadinya peningkatan mobilitas dan aksesibilitas tenaga kerja Indonesia ke

pasar kerja nasional dan internasional;

7. Memperoleh pengakuan terhadap KKNI dari negara-negara lain baik secara bilateral,

regional maupun internasional tanpa meninggalkan ciri dan kepribadian bangsa

Indonesia;

8. Mendorong peningkatan mobilitas dan kerjasama akademik antara pendidikan tinggi di

Indonesia dengan pendidikan tinggi negara-negara lain untuk mencapai saling

pengertian, solidaritas dan perdamaian dunia.

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

Page 15: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1

STRATEGI IMPLEMENTASI KKNI SECARA NASIONAL

Dokumen 003

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 16: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

STRATEGI IMPLEMENTASI KKNI SECARA NASIONAL

Pengelolaan dan peningkatan mutu tenaga kerja nasional secara strategis harus

ditempatkan sebagai fokus kepedulian semua pihak yang berkepentingan seperti industri

dan dunia usaha, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, institusi pendidikan, serta

masyarakat luas. Dalam kondisi perekonomian negara dengan jumlah penganggur dari

angkatan kerja yang masih cukup signifikan, maka tidak dapat dipungkiri adanya kondisi

tenaga kerja maupun para penganggur belum memiliki kualifikasi yang memadai atau

yang sesuai dengan kualifikasi KKNI. Gambar 1 di bawah ini secara skematik memberikan

ilustrasi tentang kondisi tenaga kerja saat ini dan dapat digunakan sebagai pedoman

dasar menyusun strategi implementasi KKNI. Dari gambar tersebut dapat dilihat kondisi

tenaga kerja Indonesia dan kesesuaiannya dengan kualifikasi yang diharapkan memenuhi

KKNI sebagai berikut:

Penganggur yang

seharusnya ditingkatkan

kemampuannya oleh

masyarakat dan lembaga

pendidikan informal

Penganggur yang

seharusnya ditingkatkan

kemampuannya oleh

lembaga pendidikan

non formal

Penganggur yang

seharusnya ditingkatkan

kemampuannya oleh

dunia industri dan

pemangku kepentingan

lainnya

Penganggur yang

seharusnya ditingkatkan

kemampuannya oleh

lembaga pendidikan

formal

KKNI

Tenaga kerja yang

sudah terkualifikasi KKNI

Gambar 1. Peran para stakeholder Tenaga Kerja Indonesia dalam pengelolaan SDM nasional.9

a. Kelompok penganggur selayaknya dapat ditanggulangi secara sistematik melalui

kerja sama yang sinergis antara semua pihak yang bertanggung jawab, berwenang

dan berkepentingan.

b. Tenaga kerja yang belum memenuhi kualifikasi KKNI di mana mutu dan kinerja

yang dihasilkan tidak terukur atau belum sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh

pengguna tenaga kerja, dapat mengakibatkan hal-hal yang merugikan baik bagi

tenaga kerja itu sendiri maupun pengguna tenaga kerja, atau bagi pemerintah

dalam menyusun strategi pengelolaan tenaga kerja nasional.

Page 17: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Angkatan kerja tersebut di atas perlu dipersiapkan oleh lembaga pendidikan formal,

informal, nonformal, pelatihan kerja swasta atau pemerintah dengan tetap berorientasi

pada pencapaian jenjang kualifikasi KKNI yang sesuai. Dalam hal ini pihak-pihak yang

berwenang termasuk lembaga-lembaga penjaminan mutu harus dapat memastikan

bahwa lembaga pendidikan/pelatihan/kursus yang tersedia memiliki kualitas yang relevan

dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Secara keseluruhan strategi implementasi KKNI harus dapat mencerminkan beberapa hal

berikut:

• menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari strategi pengelolaan dan peningkatan

mutu sumberdaya manusia nasional;

• menjadi acuan pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan nasional

umumnya dan pendidikan tinggi pada khususnya;

• menjadi panduan bagi industri, dunia usaha, dan institusi pemerintah untuk

merencanakan dan mengembangkan jenjang karir;

• menjadi pedoman dan acuan pengembangan dan peningkatan mutu lembaga-

lembaga pelatihan swasta maupun pemerintah;

• menjadi pedoman bagi asosiasi profesi untuk menyusun pengembangan jenjang

profesi; dan

• menjadi pedoman para tenaga kerja atau masyarakat luas untuk mengembangkan

diri dan karir.

Pada kondisi yang ideal, KKNI merupakan acuan bagi semua pihak yang berkepentingan

termasuk pihak penghasil dan pengguna tenaga kerja serta masyarakat luas. Selain itu

dalam era mobilitas dan perpindahan tenaga kerja secara internasional, KKNI harus dapat

pula menjadi pedoman untuk melakukan penyetaraan jenjang kualifikasi tenaga kerja

negara lain yang hendak bekerja di Indonesia maupun sebaliknya.

Badan Kualifikasi Nasional Indonesia (BKNI)

Peraturan Presiden tentang KKNI memberikan landasan hukum yang dapat bersifat

memaksa pada sistem ketenagakerjaan dan mekanisme penyiapannya di wilayah hukum

Indonesia. Kelengkapan peraturan dan konstruksi KKNI memberikan peluang penataan

dan penyiapan serta peningkatan daya saing ketenagakerjaan di Indonesia, baik di dalam

maupun di luar negeri. Walaupun demikian, efektifitas KKNI sebagai acuan utama

penataan kualifikasi ketenagakerjaan tidak serta merta dapat dicapai hanya dengan

diterbitkannya Peraturan Presiden. Implementasi KKNI secara efektif harus dilakukan

secara terencana, sistematis, dan terorganisasi. Kualitas implementasi seperti ini hanya

dapat terwujud jika terdapat lembaga khusus yang mampu melaksanakan implementasi

KKNI secara lengkap dan menyeluruh. Lembaga ini dapat dinamai Badan Kualifikasi

Nasional Indonesia (BKNI).

Peran BKNI

Page 18: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Secara garis besar BKNI memiliki 2 (dua) peran utama, yaitu: 1) melakukan koordinasi

antara semua pemangku kepentingan yang terkait dengan KKNI; dan 2) melaksanakan

KKNI dalam konteks nasional maupun internasional.

Untuk memenuhi peran pelaksana koordinasi antara pemangku kepentingan, maka

keanggotaan BKNI hendaknya menyertakan unsur-unsur regulator, penghasil dan

pengguna lulusan, asosiasi profesi serta lembaga-lembaga independent yang bergerak

dalam akreditasi maupun sertifikasi. Sedangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan

KKNI, maka BKNI perlu menyusun struktur organisasi dengan deskripsi kerja mencakup

semua sasaran KKNI sehingga dapat menjamin pelaksanaan KKNI yang trasparan dan

akuntabel serta menjamin terjadinya peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Cakupan Kerja BKNI

Secara umum BKNI mempunyai cakupan kerja dan penanganan masalah yang cukup luas

seperti yang di-ilustrasikan pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Cakupan kerja BKNI serta hubungannya dengan institusi atau badan terkait

Pada tahap awal BKNI perlu melakukan berbagai pengembangan model atau sistem yang

tekait dengan aspek-aspek pengkajian (assessment) serta pengakuan (recognition) yang

disepakati oleh pihak-pihak berkepentingan sehingga dalam implementasinya sistem atau

proses pengkajian tersebut dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan serta

masyarakat luas. Pada Gambar 2 dijelaskan 5 (lima) cakupan pokok yang dianggap perlu

untuk dipersiapkan oleh BKNI sebelum KKNI dapat diimplementasikan secara penuh. Pada

gambar tersebut juga dijelaskan keterkaitan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

cakupan kerja BKNI.

Page 19: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Struktur Organisasi Pokok BKNI

Secara skematik struktur organisasi BKNI paling tidak mencakup bagian-bagian seperti

yang dicantumkan pada Gambar 3. Struktur organisasi ini merupakan bentuk awal yang

dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan untuk memperlancar

implementasi KKNI oleh BKNI.

Gambar 3. Kerangka dan struktur dasar organisasi BKNI

Sebagai suatu badan yang mempunyai tugas koordinatif dengan badan, lembaga atau

institusi yang telah ada, maka unsur Dewan Penyantun dianggap perlu untuk menampung

kepentingan para stakeholder. Keberadaan Dewan Penyatun juga diharapkan dapat

memberi dukungan kepada Direktur untuk mengembangkan KKNI secara berkelanjutan

sesuai dengan kebutuhan semua pemangku kepentingan. Direktur Eksekutif diperlukan

untuk melaksanakan implementasi KKNI yang bersifat operasional. Bidang-bidang yang

diuraikan dalam Gambar 3 dapat disesuaikan dengan cakupan pekerjaan yang dibebankan

kepada BKNI oleh undang-undang atau peraturan pemerintah yang membentuknya.

Penjaminan Mutu Berkaitan dengan BKNI

Untuk mencapai pelaksanaan KKNI yang transparan dan akuntabel maka diperlukan suatu

sistem penjaminan mutu yang bersifat independent dan memiliki kredibilitas yang diakui

oleh masyarakat luas. Sampai saat ini telah dibentuk beberapa badan akreditasi institusi

atau sertifikasi yang melakukan penjaminan mutu eksternal pada bidang-bidang tertentu

seperti misalnya:

DIREKTUR

DEWAN PENYANTUN Terdiri dari unsur regulator, aso-

siasi institusi penghasil dan peng-

guna lulusan, asosiasi profesi, aso-

siasi kemasyarakatan

DIREKTUR

EKSEKUTIF

Bidang penyetaraan

kualifikasi dan

sertifikasi nasional/

internasional; PPL,

Credit Transfer

Bidang penyetaraan

capaian pembela-

jaran pendidikan

formal/nonformal/

informal

Bidang penyetaraan

karir dan capaian pem-

belajaran pendidikan

dan pelatihan di dunia

kerja

Bidang perenca-

naan dan pengem-

bangan organisasi

dan pusat informasi

Page 20: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

• BAN (Badan Akreditasi Nasional) yang melakukan akreditasi terhadap institusi

pendidikan tinggi dan program studi. BAN telah memiliki pengalaman yang cukup

lama dan telah memperoleh pengakuan masyarakat sebagai unsur penjaminan

mutu eksternal di bidang pendidikan tinggi.

• LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yang merupakan bagian dari BNSP (Badan

Nasional Sertifikasi Profesi) telah dibentuk dan bertugas untuk menjamin mutu

sertifikat yang dihasilkan oleh suatu institusi pendidikan atau pelatihan profesi dan

tenaga kerja di Indonesia.

• BSNP (Badan Standarisasi Nasional Pendidikan), sebagai badan yang mendapat

mandat untuk melakukan standarisasi mutu penyelenggaraan pendidikan di

seluruh Indonesia.

• Badan-badan lain yang didukung oleh peraturan perundang-undangan sebagai

badan untuk mengawasi mutu program pendidikan dan pelatihan profesi di

bidang-bidang keahlian tertentu.

Dalam hal ini BKNI harus dapat menghimpun kapasitas, pengalaman serta menjalin

kerjasama dengan badan-badan akreditasi, sertifikasi maupun standarisasi tersebut untuk

menyesuaikan sistem serta instrumen pengkajian (assessment) yang telah dimiliki

menjadi berbasis KKNI. Oleh karena itu, BKNI harus mengarahkan program kerja awalnya

untuk melakukan sosialisasi kepada badan-badan yang melakukan kegiatan penjaminan

mutu di bidang ketenagakerjaan baik pada institusi pendidikan, pelatihan, sertifikasi

kompetensi maupun profesi.

Pada Gambar 4 dibawah ini dijelaskan keterkaitan antara badan atau lembaga yang

melakukan kegiatan penjaminan mutu di bidang pendidikan dan pelatihan dengan BKNI.

Diagram tersebut menunjukkan bahwa kerjasama dan saling pengakuan antar badan atau

lembaga tersebut dengan BKNi sangat penting untuk mencapai sasaran implementasi

KKNI yang efisien dan efektif.

Page 21: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Gambar 4. Keterkaitan badan atau lembaga penjaminan mutu untuk bidang-bidang pendidikan dan

pelatihan

Tugas dan Kewenangan BKNI

1. Pada tahap operasional, BKNI dapat memposisikan diri sebagai lembaga yang

memberikan masukan, konsultasi, pembimbingan/pendampingan, mendorong

dan memfasilitasi terjadinya proses penerapan KKNI pada institusi-institusi yang

akan membutuhkannya secara nasional.

2. BKNI melalui bidang-bidang dalam struktur organisasi (Gambar 3) secara berkala

akan meninjau perangkat KKNI seperti peraturan, diskriptor, panduan, mekanisme

sosialisasi, dokumen standar implementasi dan aspek pendukung lainya, dan

melakukan penyesuaian, pengubahan atau pengembangan.

3. BKNI juga bertugas untuk aktif mengkaji dan meninjau ulang deskriptor untuk ke 9

(sembilan) jenjang kualifikasi yang terdapat dalam KKNI dengan memperhatikan

dan mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada bidang ketenagakerjaan di

dalam dan di luar negeri.

4. Sebagai pusat pelayanan dan informasi, BKNI bertugas menerbitkan panduan-

panduan yang dianggap perlu bagi kebutuhan pemangku kepentingan baik berupa

informasi tentang mekanisme penerapan KKNI, pedoman PPL, trasfer kredit

maupun program-program sertifikasi yang terkait dengan KKNI.

5. BKNI bertanggung jawab untuk melakukan sosialisasi KKNI serta program

penerapannya kepada semua pemangku kepentingan sehingga sasaran utama

KKNI yaitu meningkatkan mutu dan daya saing tenaga kerja Indonesia dapat

dicapai dalam waktu yang telah direncanakan. Sosialisasi kepada badan serta

lembaga yang melakukan akreditasi institusi pendidikan/pelatihan penghasil

tenaga kerja atau kepada insitusi penyelenggara program sertifikasi

kompetensi/profesi juga menjadi cakupan wewenang dan tanggung jawab BKNI

Page 22: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

sehingga adopsi KKNI kedalam program-program pendidikan/pelatihan tersebut

dapat segera terjadi secara nasional.

6. Untuk menjamin pelaksanaan KKNI yang transparan, akuntabel dan memperoleh

pengakuan masyarakat luas di dalam maupun di luar negeri, BKNI harus dapat

membangun kemitraan dengan BAN, BSNP, BNSP/LSP, asosiasi profesi, asosiasi

industri serta badan atau lembaga lain yang terkait dengan penghasil dan

pengguna tenaga kerja Indonesia sedemikian sehingga terbangun sebuah

koordinasi yang simbiotik mutualistis dalam melakukan program penjaminan

mutu berbasis KKNI yang berkelanjutan di bidang-bidang masing-masing. Secara

keseluruhan kegiatan penjaminan mutu yang dilakukan masing-masing lembaga

atau badan tersebut diharapkan akan mendukung pelaksanaan KKNI yang

bermutu pula.

7. BKNI sebagai badan pelaksana KKNI perlu mendapat dukungan legal yang tepat

untuk menyusun perencanaan dan program-program pelaksanaan serta

mengemban wewenang yang diberikan. KKNI pada dasarnya dirancang dan

disusun sesuai dengan landasan hukum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) dan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301), sehingga struktur KKNI

sinkron dengan sistem pendidikan dan pelatihan maupun sistem ketenaga-kerjaan

di Indonesia. Sinkronisasi KKNI juga diharapkan terjadi dengan badan-badan yang

dibentuk berlandaskan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem

pendidikan, pelatihan ketenagakerjaan, sertifikasi kompetensi/profesi atau

pembentukan asosiasi profesi dan industri.

8. BKNI harus berperan aktif dalam membantu pengembangan sistim RPL (Rekognisi

Pembelajaran Lampau), transfer kredit atau pindah jenis pendidikan dalam sektor

pendidikan dan pelatihan. BKNI dapat menyiapkan tim pendamping bagi institusi

yang membutuhkan dan memberikan kebebasan penuh bagi institusi tersebut

untuk menyusun peraturan dan mekanisme yang diberlakukan secara internal di

institusi masing-masing sesuai ciri khas yang dimiliki namun tetap sinkron dengan

kaidah-kaidah mendasar yang dipersyaratkan oleh KKNI.

9. BKNI juga perlu berperan aktif untuk menyediakan tim pendampingan bagi

perusahaan, industri, institusi bisnis atau instansi pemerintah dalam

mengembangkan sistem karir atau struktur penggajian berbasis KKNI. Dalam hal

proses penyetaraan kualifikasi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia atau

sebaliknya tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri, maka BKNI

melalui bidang yang sesuai akan melakukan tindak lanjut termasuk mengeluarkan

sertifikat pengakuan kesetaraan kualifikasi yang diperlukan.

Page 23: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Walaupun demikian pada awal pembentukan BKNI, koordinasi, integrasi dan konsolidasi

berbagai pihak masih diperlukan. BKNI diharapkan menjalankan tugas-tugas pokok

sebagai berikut :

1. Mensosialisasikan KKNI kepada masyarakat dan komunitas internasional.

2. Menyusun pedoman rinci mengenai panduan, mekanisme dan tahapan penilaian

kesetaraan berbagai sektor ketenagakerjaan di tingkat nasional dan internasional.

3. Bersama-sama dengan lembaga penjaminan mutu di lingkungan KEMENRISTEK-

DIKTI, KEMNAKERTRANS dan asosiasi-asosiasi profesi untuk mengembangkan

sistem penjaminan mutu yang sesuai serta melakukan monitoring dan evaluasi

pelaksanaan KKNI di berbagai sektor.

4. Aktif mengkaji dan memberikan saran-saran pengembangan deskriptor pada

setiap jenjang kualifikasi KKNI sesuai dengan perkembangan kompetensi tenaga

kerja atau perkembangan kualifikasi kerja di dunia internasional.

5. Memberi saran-saran pengembangan jenjang kualifikasi kerja bagi pihak yang

berkepentingan baik dari dalam maupun luar negeri.

Diagram berikut merangkum wewenang, kewajiban dan peran pendampingan yang akan

dilakukan oleh BKNI.

BADAN

KUALIFIKASI

NASIONAL

INDONESIA

(BKNI)

KKNI

SEKOLAH & PT

PELATIHAN

KANTOR &

INSTANSI

INDUSTRI &

USAHA

BAN

BNSP

BSNP

Koordinasi

pengembangan

standar

Sistem Transfer

Kredit dan PPL

Model Uji

dan identifikasi

kualifikasi

BADAN

KUALIFIKASI

INTER

NASIONAL

Asesmen

kualifikasi ASOSIASI

PROFESI

Gambar 5. Wewenang, kewajiban dan peran pendampingan BKNI terkait dengan badan/lembaga lain

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

Page 24: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1

AKUNTABILITAS PENYELENGARAAN PENDIDIKAN TINGGI

Dokumen 004

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 25: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

2

Kesetaraan Jenjang Kualifikasi Untuk Ranah Pendidikan

Penilaian kesetaraan terhadap capaian pembelajaran yang dihasilkan pendidikan berbasis

keilmuan dan keahlian ditunjukkan pada Gambar 1. Penetapan kesetaraan jenjang kualifikasi

pada KKNI untuk masing-masing program pendidikan dilakukan melalui analisis terhadap

deskripsi capaian pembelajaran yang dikumpulkan dari kurang lebih 1000 program studi

berakreditasi A atau B pada 97 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Ke-97 perguruan tinggi

yang dipilih terdiri dari perguruan tinggi yang telah memiliki Sistem Penjaminan Mutu

Internasl (SPMI) berkategori baik atau memiliki rekam jejak kerjasama internasional yang

menonjol. Analisis dan penetapan jenjang kualifikasi dilakukan bersama-sama oleh program

studi sejenis sampai tercapai kesepakatan bersama baik untuk deskripsi capaian

pembelajaran maupun jenjang kualifikasi pada KKNI. Deskripsi kualifikasi untuk capaian

pembelajaran masing-masing program studi juga diperkaya dengan melakukan komparasi

dengan berbagai negara serta diskusi intensif dengan asosiasi profesi, kolegium keilmuan,

dan pengguna lulusan terkait.

Gambar 1. Kesetaraan capaian pembelajaran dan jenjang kualifikasi pada KKNI untuk masing-masing

program pendidikan dan jenis pendidikan berbasis keilmuan maupun keahlian.

Kualifikasi Jenjang 1 pada KKNI dimaksudkan untuk kualifikasi tenaga kerja Indonesia yang

sehat jasmani dan rohani, berpengetahuan faktual dasar, atau dalam ranah pendidikan

adalah luaran pendidikan wajib belajar 9-tahun atau lulusan tingkat SMP. Tujuan utama dari

Page 26: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

3

penilaian kesetaraan jenjang sebagaimana dinyatakan dalam diagram di atas adalah agar

semua program pendidikan di Indonesia, dimulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA,

SMK) sampai pada pendidikan tinggi (sarjana, diploma, spesialis, pasca sarjana) wajib

menghasilkan lulusan dengan kualifikasi minimal setara dengan kualifikasi KKNI pada jenjang

yang sesuai.

Dalam naskah yang terpisah telah disusun secara lebih rinci, deskripsi capaian pembelajaran

serta kualifikasi untuk lulusan program studi yang dianggap penting atau diprioritaskan

dalam kaitan dengan pembangunan nasional seperti misalnya hukum, politik dan

pemerintahan, administrasi negara, kesehatan, teknik dan pertanian.

Asesmen Capaian Pembelajaran

Kamus Longman Bahasa Inggris (1984) mendefinisikan kata kerja 'to assess' sebagai' ... untuk

menentukan pentingnya, ukuran, atau nilai (1984:86). Kata benda 'assessment' berasal dari

kata kerja ini, dan mengacu untuk proses menentukan pentingnya, ukuran atau nilai, atau

nilainya (ukuran, dll) itu sendiri. Penggunaan teknis dari istilah tersebut dalam bidang

pendidikan dan pelatihan ini berasal dari makna umum tersebut. Oleh sebab itu asesmen

(assessment) dalam bidang pendidikan dan pelatihan adalah tentang bagaimana kita menilai

apakah (dan apa) pembelajaran telah terjadi.

Asesmen memegang peran penting dalam kurikulum dan memiliki berbagai manfaat - untuk

siswa, guru dan lembaga secara keseluruhan.

Manfaat

Bagi siswa,

- Memungkinkan mereka untuk menunjukkan pembelajaran mereka

- Memungkinkan mereka untuk meningkatkan pembelajaran mereka dan belajar

- Bertindak sebagai faktor pendorong dengan memberikan fokus Mendukung belajar

untuk kegiatan belajar mereka dengan rentang waktu dan tenggat waktu untuk

bekerja

- Memberikan tantangan intelektual dan dapat merangsang minat mereka

- Dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja bersama-sama untuk

mencapai tujuan bersama

- Pada akhirnya memutuskan klasifikasi gelar yang mereka peroleh

Untuk staf,

- Memberikan kesempatan untuk memberikan konstruktif dan mendorong

memberikan umpan balik kepada siswa

- Memungkinkan mereka untuk memantau efektivitas pengajaran

Page 27: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

4

- Memungkinkan mereka untuk membuat keputusan tentang apakah siswa dapat

melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi

- Membantu mereka untuk memutuskan klasifikasi gelar yang dapat mereka peroleh

Untuk Institusi,

- Menjamin dan menjunjung tinggi standar lembaga

- Memungkinkan lembaga untuk memperoleh pengakuan publik

Dalam konteks perancangan kurikulum, asesmen harus dilihat sebagai bagian penting dan

tak terpisahkan dari proses pembelajaran dan bukan sesuatu yang dilakukan di akhir

perkuliahan sebagai suatu hasil pembelajaran, atau hanya untuk mengukur hasil

pembelajaran setelah menyelesaikan suatu periode belajar. Asesmen harus direncanakan ke

dalam kurikulum pada tahap awal. Seperti dikemukakan Ramsden (2003), penilaian

mendefinisikan kurikulum untuk mereka, dan menentukan bagaimana mereka akan

menggunakan waktu dan mengatur studi mereka. Sebagai tekanan meningkat pada siswa,

mereka mungkin menjadi lebih dan lebih strategis, dan penilaian kemudian dapat

menentukan apa dan bagaimana siswa belajar.

Asesmen Formatif dan sumatif

Asesmen dibedakan antara asesmen formatif dan sumatif. Asesmen formatif dilakukan untuk

membantu rencana bagaimana mengajar atau belajar harus dilakukan, atau untuk mengubah

cara mengajar atau belajar ketika sedang terjadi. Penilaian sumatif hanya memberitahu kita

apa yang telah dipelajari pada akhir belajar atau proses mengajar. Dalam prakteknya, banyak

latihan penilaian dilakukan sebagian dalam bentuk formatif, dan sebagian sumatif.

Pengukuran (measuremet)

Penilaian pembelajaran melibatkan beberapa jenis pengukuran. Ini mungkin diungkapkan

dengan cara kuantitatif (seperti ketika siswa mendapatkan 7 pertanyaan benar dari 10

pertanyaan yang diberikan, maka diberi penghargaan tanda 70 persen). Atau bisa juga

menggunakan beberapa sistem lain dengan cara kode. Yang umum digunakan adalah A, B,

dan C.

Penilaian (judgement)

Untuk mengukur sesuatu (misalnya seberapa banyak orang telah belajar). Kita harus

memutuskan bahwa esai siswa adalah B+ (bukan A, B atau C), atau bahwa kualitas

kemajuannya dalam matematika membenarkan alokasi ke Pythagoras kategori (bukan

Fibonacci atau Einstein). Dalam rangka untuk membuat penilaian ini, kita harus

membandingkan dengan beberapa cara. Beberapa literatur penilaian menjelaskan tiga hal

utama untuk membandingkan, yaitu:

• Pertama, kita dapat membandingkan kemajuan seorang pelajar dengan apa yang

diketahui sebelumnya.

Page 28: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

5

• Kedua, kita dapat membandingkan dengan orang lain. Hal ini sangat umum di

pendidikan dan pelatihan.

• Ketiga, kita dapat membandingkan dengan beberapa kriteria dipilih atau kriteria

prestasi

Prinsip-prinsip asesmen (penilaian)

Prinsip-prinsip penilaian mengharuskan penilaian bersifat sahih, dapat diandalkan, fleksibel

dan adil.

• Kesahihan/validitas mengacu pada sejauh mana interpretasi dan penggunaan hasil

penilaian dapat didukung oleh bukti. Sebuah penilaian dinyatakan sahih apabila metode

dan bahan penilaian mencerminkan elemen, kriteria kinerja dan aspek kritis dari

kompetensi.

• Keandalan mengacu pada tingkat konsistensi dan akurasi dari hasil penilaian. Artinya,

sejauh mana penilaian akan memberikan hasil yang serupa untuk calon dengan

kompetensi yang sama pada waktu atau tempat yang berbeda, terlepas dari siapa yang

melakukan penilaian.

• Fleksibilitas mengacu pada kesempatan bagi seorang kandidat untuk menegosiasikan

aspek-aspek tertentu dari penilaian (misalnya, waktu) dengan asesor. Semua calon harus

sepenuhnya diinformasikan (misalnya, melalui Rencana Penilaian) dari tujuan penilaian,

kriteria penilaian, metode dan alat yang digunakan, dan konteks dan waktu penilaian.

• Penilaian yang adil tidak merugikan kandidat atau kelompok tertentu. Ini berarti bahwa

metode penilaian harus disesuaikan untuk kandidat tertentu (seperti orang cacat atau

perbedaan budaya) untuk memastikan bahwa metode tersebut tidak merugikan mereka

karena situasi mereka. Sebuah penilaian tidak harus menempatkan tuntutan yang tidak

perlu pada calon yang dapat mencegah calon untuk mendemonstrasikan kompetensi

(misalnya, penilaian tidak harus menuntut kemampuan bahasa Inggris yang lebih tinggi

atau literasi yang lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk melakukan standar kerja

yang digariskan dalam kompetensi yang dinilai).

Penilaian Pengalaman Belajar Lampau (Assessment of Prior Experiential

Learning)

Menempatkan kompetensi atau kinerja pada konteks mengajar dan belajar memiliki

implikasi lain. Belajar tidak lagi dipikirkan dalam konteks proses dimana pengetahuan,

keterampilan atau sikap dikembangkan, tetapi sebaliknya, dlihat dalam hal apa yang dapat

dilakukan seseorang ketika proses pembelajaran selesai. Pada saat yang sama, kita

menekankan pada belajar bukan pada mengajar, yaitu menekankan pada peran siswa

bukannya pada peran guru/pengajar. Apabila kita tertarik tidak kepada apa yang seseorang

telah pelajari, tetapi kepada apa yang seseorang tahu (atau bisa lakukan), mengapa kita

harus tertarik pada bagaimana pengetahuan, keterampilan atau sikap itu dicapai? Apabila

seseorang tahu sesuatu, apakah penting mengetahui bagaimana mereka sampai ke tahu itu?

Page 29: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

6

Pandangan bahwa apa yang orang tahu atau dapat lakukan daripada bagaimana mereka

mencapai pengetahuan itu mendasari gerakan yang dikenal sebagai 'assessment of prior

experential learning '(APEL). Sangat sering terjadi diskusi yang mencampuradukkan istilah ini

dengan gerakan pengalaman belajar secara keseluruhan, dan dengan slogan-slogan seperti

'membuat pengalaman dapat dihitung'. Hal ini dapat dimengerti. Belajar dari pengalaman

adalah fakta, setiap orang belajar dari pengalaman mereka. Masalahnya adalah bagaimana

membuat belajar dari pengalaman ini 'dihitung' sejauh sistem pendidikan dan lembaga yang

bersangkutan tertarik.

Tentu saja, dalam arti mendasar penilaian pembelajaran lampau (atau pengalaman belajar

lampau) telah lama ada setidaknya selama penilaian itu sendiri. Sistem penilaian luar telah

lama menyediakan metode bagaimana pembelajaran lampau dinilai. Selama lebih dari satu

abad, misalnya, University of London telah menawarkan ujian terbuka untuk semua itu.

Biasanya para siswa mengikuti belajar secara pribadi dan menghadiri kelas-kelas yang

diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, namun biasanya jarang menjadi persyaratan

untuk melakukan hal tersebut. Atas dasar “hanya” pengalaman, seseorang dapat mengikuti

ujian dan dinilai kemampuannya.

Hanya sedikit pendukung pembelajaran lampau senang dengan hal ini, namun mereka

umumnya berpendapat bahwa silabus dikenakan untuk pemeriksaan tersebut, dan gagasan

tentang 'penilaian tak terlihat', mencerminkan jenis pengetahuan dihargai di lembaga-

lembaga pendidikan tradisional. Sementara beberapa pengetahuan ini mungkin berguna,

sebagian besar dipandang sebagai overspecialized. Yang penting adalah keterampilan yang

dapat ditunjukkan oleh siswa, daripada konten yang spesifik. Sebagai hasilnya, gerakan

pengalaman pembelajaran lampau telah mencoba untuk menentukan mekanisme di mana

individu dapat belajar tidak saja dari pengalaman mereka, tetapi mereka dapat pula

menunjukkannya.

Pendekatan yang paling umum adalah pendekatan 'portofolio'. Pengalaman memiliki arti

yang beragam, yang penting dalam hal ini adalah bukan apa pengalaman tersebut, tapi apa

yang telah dipelajari seseorang dari pengalaman. Evans (1987, 1992) menyarankan empat

tahap pendekatan:

• 'Sistematis refleksi atas pengalaman untuk belajar yang signifikan. "Evans (1987:13)

menggambarkan tahap ini sebagai 'latihan brainstorming'. Titik awal mungkin anak,

hubungan, foto, gambar, tulisan, musik, dan sebagainya.

• Identifikasi belajar yang signifikan, dinyatakan dalam pernyataan yang tepat,

merupakan pernyataan kepada kepemilikan pengetahuan dan keterampilan.

Kuncinya, di sini adalah untuk berpindah dari ciri umum pengalaman belajar kepada

suatu perincian dari rincian pembelajaran yang tepat yang telah terjadi. Biasanya,

kategori pengetahuan atau keterampilan dapat digunakan dalam proses ini, seperti,

penanganan informasi, analisis, membaca, menulis, dan sebagainya.

Page 30: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

7

• "Sintesis bukti untuk mendukung pernyataan pengetahuan dan keterampilan Yang

dimiliki". Ini melibatkan pemeriksaan rinci bukti untuk mendukung pernyataan telah

belajar, biasanya dalam bentuk portofolio. Dalam hal ini sering diperlukan bimbingan

dari tutor dan konselor.

• "Penilaian akreditasi." Ini dimulai dengan penilaian diri, karena ini dapat

mempengaruhi bagaimana seorang siswa ingin menggunakan bukti (misalnya untuk

pendidikan atau pekerjaan). Kemudian dilakukan asesmen oleh staf dari lembaga

pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai

dengan situasi, dan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon.

Pada tanggal 30 Januari 2008 Indonesia telah menandatangani UNESCO ‘Regional

Convention on the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees in Higher Education in

Asia and the Pacific’ (Konvensi) yang antara lain terdiri dari bagian kewenangan otoritas

penilaian ijazah dan kualifikasi (Section II), prinsip dasar penilaian kualifikasi (Section III),

pengakuan kualifikasi untuk memasuki perguruan tinggi (Section IV), pengakuan masa studi

(Section V), pengakuan kualifikasi pendidikan tinggi (Section VI),pengakuan kualifikasi

pengungsi (Section VII), informasi tentang asesmen, akreditasi, dan pengakuan (Section VIII),

dan implementasi (Section IX).

Konvensi ini mensyaratkan adanya suatu badan yang berwenang melakukan

pengakuan/penyetaraan ijazah di setiap negara anggota (Competent Recognition Authority)

(Konvensi Article II.2). Untuk pendidikan tinggi di Indonesia pada saat ini sudah ada suatu

unit penyetaraan ijazah luar negeri yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu juga telah ada suatu

Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) yang independen.

Sebagai negara yang telah menandatangani Konvensi tersebut di atas Indonesia harus

mempersiapkan perangkat keras maupun lunak yang diperlukan untuk melaksanakan

Konvensi itu. Peraturan-peraturan yang disusun, setelah disetujui bersama, adalah mengikat

(Konvensi Article II.3).

Konvensi juga menyatakan bahwa semua orang yang mempunyai ijazah dari salah satu

negara penandatangan Konvensi berhak mengajukan ijazahnya untuk dinilai kesetaraannya

oleh badan yang berwenang di negara penandatangan Konvensi (Konvensi Article III.1). Hal

itu mengharuskan Indonesia untuk segera menunjuk atau membentuk suatu Badan yang

berwenang melakukan penilaian ijazah dari anggota Konvensi secara transparan, koheren,

dan terpercaya (Konvensi Article III.2).

Keputusan tentang pengakuan kesetaraan ijazah dibuat berdasarkan informasi yang sahih

terhadap kualifikasi yang dimintakan pengakuannya. Keabsahan informasi merupakan

tanggungjawab pemohon penyetaraan dan perguruan tinggi yang menerbitkan ijazah

tersebut. Keputusan pengakuan kesetaraan ijazah harus dibuat oleh badan yang berwenang

dalam waktu yang tidak terlalu lama. Jika terjadi ketidaksesuaian antara pemohon dan badan

penilai kesetaran ijazah, maka alasan penolakan perlu diberikan. Pemohon juga diberi

Page 31: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

8

kesempatan untuk melakukan peninjauan kembali keputusan tersebut (Konvensi Article

III.5).

Penjaminan Mutu Kerangka Kualifikasi

Sistem penjaminan mutu kerangka kualifikasi serta proses penilaian kesetaraan kualifikasi

harus memenuhi aspek perbaikan mutu berkesinambungan yang bermuara pada

peningkatan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri. Sistem ini juga wajib memenuhi

kriteria efisiensi dan mempertimbangkan berbagai kepentingan.

Penjaminan mutu kerangka kualifikasi merupakan tugas penting dari BKNI dengan

melakukan penilaian berkala terhadap keabsahan dan keberlakuan kualifikasi yang selaras

dengan tuntutan dunia kerja serta kemajuan ilmu dan teknologi.

Dalam sistem penjaminan mutu KKNI yang berkaitan langsung dengan sistem pendidikan

nasional, maka BSNP akan mengadopsi deskripsi masing-masing jenjang kualifikasi sebagai

rujukan dalam menyusun Standar Pendidikan Nasional. Selanjutnya sistem penjaminan mutu

internal di institusi penyelenggara pendidikan melakukan proses penjaminan mutu terhadap

kualifikasi capaian pembelajaran dari lulusan yang dihasilkan. BAN sebagai badan eksternal

penjaminan mutu tidak hanya melakukan assesment pada input dan proses pendidikan,

tetapi menekankan pula pada assesment terhadap capaian pembelajaran merujuk deskriptor

KKNI (lihat Gambar 2).

Sistem penjaminan mutu internal dan eksternal

untuk mecapai kualifikasi capaian pembelajaran

Standarisasi isi dan

pelaksanaan

kurikulum

berbasiskan KKNI

BSNP

Pelaksanaan kurikulum

melalui proses

penyelenggaraan

pendidikan

•Sistem

Penjaminan Mutu

Internal

•Tracer Study

Institusi Pendidikan formal,

non formal informal

BAN

Deskriptor

Kualifikasi

KKNI

Gambar 2. Sistem penjaminan mutu internal dan eksternal untuk mecapai kualifikasi capaian pembelajaran

Page 32: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

9

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

Page 33: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

PARADIGMA CAPAIAN PEMBELAJARAN

Dokumen 005

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 34: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

PARADIGMA CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian Pembelajaran Dan Kompetensi

Capaian pembelajaran (learning outcomes) adalah suatu ungkapan tujuan pendidikan, yang

merupakan suatu pernyataan tentang apa yang diharapkan diketahui, dipahami, dan dapat

dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan suatu periode belajar. Capaian

pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap,

keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja.

Istilah capaian pembelajaran kerapkali digunakan bergantian dengan kompetensi, meskipun

memiliki pengertian yang berbeda dari segi ruang lingkup pendekatannya. Allan dalam

Butcher (2006) menjelaskan bahwa banyak terminologi digunakan untuk menjelaskan

educational intent, di antaranya adalah; learning outcomes; teaching objectives;

competencies; behavioural objectives; goals; dan aims.

Menurut Butcher (2006), “aims” merupakan ungkapan tujuan pendidikan yang bersifat luas

dan umum, yang menjelaskan informasi kepada siswa tentang tujuan suatu pelajaran,

program atau modul dan umumnya ditulis untuk pengajar bukan untuk siswa. Sebaliknya

capaian pembelajaran (learning outcomes) lebih difokuskan pada apa yang diharapkan dapat

dilakukan oleh siswa selama atau pada akhir suatu proses belajar. Sedangkan “objectives”

cakupannya meliputi belajar dan mengajar, dan kerapkali digunakan dalam proses asesmen.

Kompetensi adalah suatu bentuk capaian pembelajaran, bersifat lebih terbatas.

Ketercapaiannya biasanya dinyatakan dengan kompeten atau tidak kompeten, lulus atau

tidak lulus, dan bukan dalam bentuk peringkat (grade). Capaian pembelajaran dapat dicapai

dalam bentuk berbagai tingkatan, bahkan dengan berbagai cara, dan hasilnya dapat diukur

dengan berbagai cara pula, tidak hanya dengan observasi langsung. Bentuk lain dari capaian

pembelajaran adalah “behavioural objectives”, dimana pencapaiannya dapat diamati secara

langsung.

Capaian pembelajaran menunjukkan kemajuan belajar yang digambarkan secara vertikal dari

satu tingkat ke tingkat yang lain serta didokumentasikan dalam suatu kerangka kualifikasi.

Capaian pembelajaran harus disertai dengan kriteria penilaian yang tepat yang dapat

digunakan untuk menilai bahwa hasil pembelajaran yang diharapkan telah dicapai.

Capaian pembelajaran, bersama dengan kriteria penilaian, dapat menentukan persyaratan

untuk pemberian kredit (Butcher dan Highton, 2006). Akumulasi dan transfer kredit dapat

dilakukan apabila terdapat capaian pembelajaran yang jelas untuk menunjukkan secara tepat

atas kredit yang diberikan (Gonzale'z dan Wagenaar, 2005). Hal ini mengidentifikasi capaian

pembelajaran sebagai tujuan belajar yang terukur.

Page 35: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Kompetensi berasal dari kata bahasa Latin ‘competere’, yang memiliki arti kesesesuaian.

Kompetensi umumnya direferensikan sebagai kesesuaian dengan pekerjaan tertentu

(Nordhaug dan Gronhaug dalam Nilsson, 1994). Di bidang pendidikan vokasi dan pelatihan,

seseorang dinyatakan kompeten apabila ia dapat secara konsisten menerapkan pengetahuan

dan keahliannya ke dalam standar kinerja yang diperlukan di tempat kerja (Department of

Education and Training, Western Australia, 2008). Kompetensi yang dicapai seseorang

merupakan hasil belajar yang terstruktur dan berjenjang, yang dicapai dalam kurun waktu

tertentu.

Model kompetensi menurut Burke (2005) dapat dikelompokkan ke dalam beberapa model.

Model pertama adalah model “input” yang didasarkan pada asumsi mengenai sikap,

pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang (individual attribute). Model ini

diasumsikan sebagai konsep model yang memiliki pengertian luas (broaden), di mana kinerja

dilihat sebagai elemen yang merupakan ciri-ciri atau elemen isi (ketrampilan, tugas dll.).

Model berikutnya adalah model “outcome” yang didasarkan atas deskripsi aspek

karakteristik pekerjaan (work role), atau hasil dari kinerja (outcomes of performance) yang

memiliki ciri-ciri antara lain; didasarkan atas deskripsi hasil pekerjaan, interaksi antara

ketrampilan teknis dan lingkungan organisasi, dan dinamis terhadap perubahan organisasi

dan teknologi. Model lainnya adalah model kompetensi kerja (job competence model).

Model ini didasarkan pada standar input yang sempit yang menekankan deskripsi tugas dan

ketrampilan kepada prosedur kerja.

Gonczi dalam Velde (2009) membedakan kompetensi ke dalam tiga konsep dasar, yakni: 1)

the ‘behaviourist’ dimana kompetensi dikonsepsikan dalam terminologi perilaku diskrit atau

discrete behaviours yang diasosiasikan dengan penyelesaian berbagai tugas; 2) the ‘generic’

yang mengkonsentrasikan pada atribut seperti antara lain critical thinking capacity; dan 3)

the ‘integrated’ yang merupakan kombinasi dari pendekatan the ‘behaviourist’ dan the

‘generic’.

Kompetensi menurut Ellstrom dalam Nilsson (2007) merupakan atribut individu/modal

insani, berupa kemampuan yang dihasilkan dari semua pengetahuan yang telah diakuisisi

oleh seseorang (pengetahuan, afektif dan keterampilan sosial). Kompetensi dapat juga

dinyatakan sebagai ----------- broaden concept, can be transferred into productivity----------,

serta merupakan atribut dari suatu pekerjaan, potensi individu atau kebutuhan tugas

(kualifikasi). Kombinasi dari keduanya adalah kompetensi yang benar-benar digunakan di

tempat kerja yang merupakan interaksi antara individu dan pekerjaan.

LANDASAN HUKUM KOMPETENSI DAN CAPAIAN PEMBELAJARAN

Dalam Penjelasan UU No.: 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 35 ayat

1, disebutkan bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah

disepakati. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

Page 36: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat 4, standar kompetensi lulusan

adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pengertian kompetensi dalam pendidikan

formal nampaknya lebih tepat diungkapkan dalam bentuk capaian pembelajaran. Alasan

yang mendasarinya adalah hasil pembelajaran pendidikan formal tidak semata-mata

dimaksudkan untuk memenuhi standar kompetensi yang diperlukan di tempat kerja, akan

tetapi lebih luas lagi untuk menghasilkan insan Indonesia yang cerdas spiritual, cerdas

emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis, sebagaimana diungkapkan

dalam visi pendidikan nasional yang tertuang dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional

2010-2025.

Kompetensi memiliki ruang lingkup pengertian luas dan sempit tetapi, sedang capaian

pembelajaran (CP) adalah identik dengan kompetensi yang memiliki ruang lingkup luas.

Dengan demikian, dalam uraian selanjutnya istilah kompetensi akan digunakan secara

bergantian dengan capaian pembelajaran sesuai konteks kalimat yang akan diuraikan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi

Nasional Indonesia, pasal 1 ayat (2), menjelaskan bahwa capaian pembelajaran adalah

kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, ketrampilan,

kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja. Sedangkan pengakuan terhadap capaian

pembelajaran dijelaskan dalam pasal 4, ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5)

sebagai berikut:

1) Capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan kerja

dinyatakan dalam bentuk sertifikat.

2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk ijazah dan sertifikat

kompetensi.

3) Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bentuk pengakuan atas capaian

pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan.

4) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bentuk

pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan

kerja.

5) Capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman kerja dinyatakan dalam

bentuk keterangan yang dikeluarkan oleh tempat yang bersangkutan bekerja.

Selanjutnya dalam Undang-undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang

Pendidikan Tinggi pasal 42 ayat (1) dijelaskan bahwa, ijazah diberikan kepada lulusan

pendidikan akademik dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar

dalam penyelesaian program studi tertentu, yang terakreditasi diselenggarakan oleh

Perguruan Tinggi. Selanjutnya dalam pasal 44 ayat (1) dinyatakan bahwa sertifikat

kompetensi merupakan pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan

keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya.

Page 37: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN FORMAL

Deskripsi capaian pembelajaran untuk masing-masing jenjang kualifikasi lulusan pendidikan

tinggi dapat ditemukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan

Penilaian Hasil Belajar, pasal 3 (ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)), dan pasal 4 (ayat (2), ayat (3),

ayat (4), dan ayat (5)). Dalam Keputusan Menteri tersebut uraian hasil pembelajaran

dijelaskan sebagai berikut:

1) Program Diploma I diarahkan pada hasil lulusan yang menguasai kemampuan dalam

melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin, atau memecahkan masalah yang sudah

akrab sifat-sifat maupun kontekstualnya di bawah bimbingan, melaksanakan pekerjaan

yang kompleks, dengan dasar kemampuan profesional tertentu, termasuk keterampilan

merencanakan, melaksanakan kegiatan, memecahkan masalah dengan tanggungjawab

mandiri pada tingkat tertentu, memiliki ketrampilan manajerial, serta mampu mengikuti

perkembangan, pengetahuan, dan teknologi di dalam bidang keahliannva.

2) Program Diploma II diarahkan pada hasil lulusan yang menguasai kemampuan dalam

melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin, atau memecahkan masalah yang sudah

akrab sifat-sifat maupun kontekstualnya secara mandiri, baik dalam bentuk pelaksanaan

maupun tanggungjawab pekerjaannya.

3) Program Diploma III diarahkan pada lulusan yang menguasai kemampuan dalam bidang

kerja yang bersifat rutin maupun yang belum akrab dengan sifat-sifat maupun

kontekstualnya, secara mandiri dalam pelaksanaan maupun tanggungjawab

pekerjaannya, serta mampu melaksanakan pengawasan dan bimbingan atas dasar

keterampilan manajerial yang dimilikinya.

4) Program Diploma IV diarahkan pada hasil lulusan yang menguasai kemampuan dalam

melaksanakan pekerjaan yang kompleks, dengan dasar kemampuan professional

tertentu termasuk keterampilan merencanakan, melaksanakan kegiatan, memecahkan

masalah dengan tanggungjawab mandiri pada tingkat tertentu, memiliki keterampilan

manajerial serta mampu mengikuti perkembangan, pengetahuan, dan teknologi di

dalam bidang keahliannva.

5) Program Sarjana hasil lulusan diarahkan memiliki kualifikasi sebagai berikut:

a. menguasai dasar-dasar ilmiah dan keterampilan dalam bidang keahlian tertentu

sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara

penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya;

b. mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai

dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada

masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama;

c. mampu bersikap dan berperilaku dalam membawakan diri berkarya di bidang

keahliannya maupun dalam kehidupan bersama di masyarakat;

d. mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian

yang merupakan keahliannya.

6) Program Magister diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Page 38: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

a. mempunvai kemampuan mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan/atau kesenian dengan cara menguasai dan memahami pendekatan,

metode, kaidah ilmiah disertai keterampilan penerapannya;

b. mempunyai kemampuan memecahkan permasalahan di bidang keahliannya melalui

kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan kaidah ilmiah;

c. mempunyai kemampuan mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan

dengan ketajaman analisis permasalahan, keserbacakupan tinjauan, kepaduan

pemecahan masalah atau profesi yang serupa;

7) Program Doktor diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki kualifikasi sebagai berikut:

a. mempunyai kemampuan mengembangkan konsep ilmu, teknologi, dan/atau kesenian

baru di dalam bidang keahliannya melalui penelitian;

b. mempunyai kemampuan mengelola, memimpin, dan mengembangkan program

penelitian:

c. mempunyai kemampuan pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang

keahliannya.

CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN NON-FORMAL

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 102 ayat (2) menyatakan bahwa Pendidikan non-formal

bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan

fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang

mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

Sementara itu, capaian pembelajaran pendidikan non-formal dalam lingkup ketenagakerjaan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja

Nasional, pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja

setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang

sesuai dengan standar yang ditetapkan. Rumusannya dijelaskan dalam pasal (5), berupa

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI. Rumusan

kemampuan kerja mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian sikap

kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN INFORMAL

Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar

secara mandiri. Werquin (2010) menyebutkan bahwa belajar informal adalah belajar yang

dihasilkan dari kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga atau

kesenangan. Dalam hal ini tujuan belajar, waktu dan fasilitas belajarnya tidak terorganisasi

atau tidak terstruktur. Dalam banyak kasus, ditinjau dari perspektif pembelajar, belajar

Page 39: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

informal ini tergolong belajar yang tidak disengaja (Cedefop1, 2008). Kerapkali pembelajaran

informal disebut sebagai "pembelajaran melalui pengalaman" atau sebagai "pengalaman".

Idenya adalah bahwa manusia, berdasarkan dari keberadaannya, secara terus-menerus

berada dalam situasi belajar.

Seperti sudah diketahui bahwa kesulitan pertama dalam proses pengakuan hasil

pembelajaran informal adalah calon yang akan diberikan pengakuan belum tentu

sepenuhnya menyadari sifat dan ruang lingkup pembelajaran informal yang telah mereka

alami. Masalah kedua adalah kenyataan bahwa hasil pembelajaran informal tidak dapat

memperoleh pengakuan apapun jika hasil pembelajarannya jauh di bawah standar yang

ditetapkan oleh evaluator atau badan penilai.

McGivney mendefinisikan pembelajaran informal sebagai berikut:

• Belajar yang terjadi di luar lingkungan belajar dan timbul dari kegiatan dan

kepentingan individu dan kelompok, tetapi tidak dapat diakui sebagai proses

pembelajaran.

• Kegiatan tidak berbasis mata pelajaran (yang mungkin termasuk diskusi, pembicaraan

atau presentasi, informasi, saran dan bimbingan) yang disiapkan atau difasilitasi

dalam rangka menanggapi kebutuhan dari berbagai sektor dan organisasi (kesehatan,

perumahan, pelayanan sosial, pelayanan ketenagakerjaan, pendidikan dan jasa

pelatihan, dan pelalayanan bimbingan).

• pembelajaran yang direncanakan dan terstruktur seperti kursus singkat yang

diselenggarakan dalam menanggapi kepentingan dan kebutuhan yang teridentifikasi,

tetapi disampaikan dengan cara yang fleksibel dan informal serta dalam pengaturan

masyarakat informal.

Berbeda halnya dengan McGivney, Dale dan Bell (1999) mendefinisikan pembelajaran

informal agak lebih sempit yakni sebagai proses belajar yang berlangsung dalam konteks

kerja, berkaitan dengan kinerja seseorang pada pekerjaannya, namun tidak secara resmi

diatur dalam sebuah program atau kurikulum.

PENYETARAAN CAPAIAN PEMBELAJARAN ANTARA JALUR PENDIDIKAN

Kebijakan pendidikan pada saat ini semakin fokus pada capaian pembelajaran dan mengacu

kepada perspektif belajar sepanjang hayat. Pengakuan kompetensi yang diperoleh seseorang

dari pembelajaran non-formal atau pembelajaran informal berfokus pada capaian

pembelajaran dan penyediaan kesempatan lintas jalur untuk melanjutkan ke pendidikan

1 1 The European Centre for the Development of Vocational Training (Cedefop) is the European Union's

reference Centre for vocational education and training. It provides information on and analyses of vocational

education and training systems, policies, research and practice.Cedefop was established in 1975 by Council

Regulation (EEC) No 337/75.

Page 40: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

formal atau kualifikasi yang memiliki penghargaan di pasar tenaga kerja. Fokus utama

pengakuan adalah untuk membuat capaian pembelajaran itu terlihat, sehingga capaian

pembelajaran pendidikan non-formal dan pendidikan informal dapat dilegitimasi dan dapat

diakui pada kualifikasi yang sesuai.

Meskipun pembelajaran sering terjadi dalam kondisi formal pada lingkungan belajar yang

tertata, tetapi banyak pula pembelajaran yang berharga berlangsung dalam kehidupan

sehari-hari secara informal. Dalam banyak kasus, capaian pembelajaran pendidikan informal

ini diakui melalui pemberian upah yang lebih tinggi kepada mereka yang sudah

berpengalaman. Pengakuan tersebut telah membuat sumber daya manusia lebih terlihat dan

lebih bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya (Werquin, Patric: Recognising Non-Formal

and Informal Learning, Outcomes, Policies and practice, OECD 2010).

Pengakuan capaian pembelajaran pendidikan non-formal dan informal berperan penting di

sejumlah negara dengan cara menyediakan validasi kompetensi untuk memfasilitasi akses

menjadi mahasiswa di pendidikan tinggi. Hal ini sering kali dilakukan melalui pembebasan

mata kuliah tertentu atau bagian dari kurikulum sebuah program studi. Pendekatan ini

memungkinkan seseorang menyelesaikan pendidikan formal dengan lebih cepat, efisien dan

murah tanpa harus menempuh mata kuliah yang telah dipahami dan dikuasainya.

Kesempatan untuk pengakuan capaian pembelajaran pendidikan non-formal dan informal

juga dapat membuat seseorang tertarik untuk terlibat dalam kegiatan belajar secara mandiri.

Peyetaraan dan pengakuan capaian pembelajaran antar jalur pendidikan dapat dilakukan

dengan adanya Kerangka Kualifikasi Nasional. UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan

Tinggi, pasal 29 ayat (1) menjelaskan bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional merupakan

penjenjangan capaian pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal,

non-formal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja

sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

Pendidikan, pasal 115 ayat (1) menyatakan bahwa hasil pendidikan non-formal dapat

dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang

memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau

pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Sementara itu, pasal 117 ayat (1) menjelaskan bahwa hasil

pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan non-formal dan formal

setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga

yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing,

dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara konseptual, penyetaraan antara jalur pendidikan tersebut di atas terhadap Kerangka

Kualifikasi Nasional dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 41: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

SMP

SMA/

MA/SMK

D1

D2

D3

S1/D4

S3/Sp

Sp -U

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Gambar 1: Penyetaraan antar jalur pendidikan terhadap Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesian

(Ilustrasi oleh Rudy Handojo, PII)

Werquin (2010) menjelaskan beberapa manfaat dari pengakuan capaian pembelajaran

pendidikan non-formal dan informal seperti antara lain:

a) Pengakuan menjadikan capaian pembelajaran pendidikan non-formal dan informal

berguna untuk belajar lanjut pada jalur pendidikan formal.

b) Pengakuan menjadikan capaian pembelajaran non-formal dan informal berguna untuk

bursa ketenagakerjaan.

c) Pengakuan dapat memperbaiki kesetaraan.

REFERENSI

Burke, Travis B (2005). Defining Competency and Reviewing Factors That May Impact the

Perceived Importance, Knowledge and Use of Competencies in The 4- H Professional's

Job. Dissertation, Department of Adult and Community College Education, Caroline

State University.

Page 42: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Butcher, C., Davies, C. and Highton, M. (2006) Designing Learning. From module outline to

effective teaching. London and New York: Routledge

McGivney, Veronica (1999) Informal learning in the community: a trigger for change and

development. Published: Leicester, England: National Institute of Adult Continuing

Education (England and Wales)

Nilsson, Staffan and Kerstin Ekberg, (2013) Employability and work ability: returning to the

labour market after long-term absence, A Journal of Prevention, Assesment and

rehabilitation, (44), 4, 449-457.

Velde, Christine (1999). An Alternative Conception of Competence: implications for

vocational education, Journal of Vocational Education and Training, Vol. 51, No. 3

Werquin, Patrick (2010). Recognising Non-Formal andInformal Learning; Outcomes, Policies

And Practices. www.oecd.org/publishing/corrigenda

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

Page 43: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1

ALUR PERPINDAHAN ANTAR JENIS PENDIDIKAN

Dokumen 006

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 44: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

2

ALUR PERPINDAHAN ANTAR JENIS PENDIDIKAN

Indonesia mengenal berbagai jalur dan jenjang pendidikan. Sesuai dengan UU No. 20 Sisdiknas,

jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Sedang jenis

pendidikan mencakup pendidikan akademik, vokasi, dan profesi. Perpindahan jenis pendidikan

pada jalur pendidikan formal dapat terjadi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola umum perpindahan jalur pendidikan antara akademik, vokasi dan profesi.

Kebijakan yang diambil untuk mendukung skema perpindahan jenis pendidikan adalah bahwa

pendidikan akademik mempunyai capaian pembelajaran yang lebih generik dibandingkan

pendidikan vokasi maupun profesi. Berdasarkan klasifikasi ISCED 97 (International Standard

Classification of Education) oleh UNESCO, jalur pendidikan akademik menghasilkan lulusan

dengan “keahlian atau kompetensi” yang lebih umum, yang dapat dikembangkan lebih lanjut

menjadi keahlian khusus bergantung pada bidang pekerjaan atau lingkungan lulusan tersebut

bekerja. Sementara itu, pendidikan vokasi dan profesi merupakan pendidikan yang sejak awal

dirancang untuk membangun keahlian khusus bagi peserta pendidikan tersebut.

Dengan pertimbangan tersebut di atas, seseorang yang sudah mengakumulasikan keahlian

khusus diharapkan semakin mendalami keahliannya dan tidak menjadi generalis. Perpindahan

jenis pendidikan dari keahlian khusus (vokasi/profesi) ke jenis pendidikan akademik dapat

dilakukan oleh seseorang yang telah menjalani pendidikan D3. Yang bersangkutan dapat

berpindah jenis pendidikan setelah dinyatakan mampu oleh institusi pendidik untuk mengikuti

Page 45: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

3

pendidikan kesarjanaan. Besarnya pengakuan kredit akan menentukan bridging program yang

wajib dijalani oleh peserta didik tersebut. Seseorang yang sudah memiliki pendidikan D4

diharapkan melanjutkan ke jenis pendidikan profesi dengan jenjang profesi umum, spesialis dan

super spesialis. Lulusan pendidikan tersebut dapat masuk ke jenis pendidikan Magister

Terapan, bukan magister yang bersifat umum, dan membangun “maestro” keahlian pada

bidangnya. Misal, lulusan D4 Teknik Mesin khusus turbin melanjutkan ke Magister Terapan

untuk menjadi maestro di bidang turbin uap. Bilamana yang bersangkutan akan melanjutkan ke

program pendidikan Doktor Terapan, maestro ini wajib mengambil bridging program untuk

melengkapi dirinya dengan sains yang memadai.

Seorang lulusan sarjana dapat menempuh pendidikan profesi maupun akademik sebagaimana

dikehendaki. Namun apabila yang bersangkutan menghendaki untuk menjadi “maestro” atau

lulusan Magister Terapan, yang bersangkutan juga wajib menjalani bridging program untuk

melengkapi dirinya dengan keterampilan atau keahlian khusus di bidang yang akan

ditempuhnya.

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

Page 46: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1

REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU

Dokumen 007

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 47: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

2

KONDISI KETENAGAKERJAAN NASIONAL sebagai BASIS STRATEGI

Analisis terhadap kondisi dan perkembangan tenaga kerja di Indonesia perlu dilakukan untuk

memberikan gambaran jelas tentang beberapa aspek, seperti mutu, kemampuan menempati

posisi kerja yang sesuai dengan pendidikan dan atau pelatihan yang telah ditempuh. Secara

khusus analisisnya difokuskan pada kinerja pendidikan secara umum dalam mempersiapkan

tenaga kerja bermutu di tingkat nasional. Dalam hal ini data dan informasi yang digunakan

sering diunduh dari Badan Pusat Statistik RI dan tidak dilakukan pemeriksaan silang (cross

check) terhadap data sejenis yang tersedia di instansi lain.

Gambar 1 di bawah ini menunjukkan persentase penduduk yang bekerja relatif tinggi yaitu

berkisar 90% dari jumlah Angkatan Kerja secara keseluruhan. Nampak pula bahwa lebih dari

separuh Angkatan Kerja Indonesia berasal dari kelompok penduduk berumur di atas 15

tahun. Sebagian dari kelompok tersebut juga merupakan kelompok generasi muda yang

harus berada di bangku sekolah terutama di perguruan tinggi (19 – 24 tahun). Besar kecilnya

kontribusi kelompok generasi muda ke dalam Angkatan Kerja akan mempengaruhi angka

partisipasi kelompok generasi muda tersebut dalam angka partisipasi pendidikan generasi

muda secara keseluruhan (APK, APM atau APS).

Gambar 1. Perbandingan persentase penduduk bekerja, tahun 2004-2009.

Meskipun persentase penduduk yang bekerja relatif tinggi, sebaran tingkat pendidikan

mereka masih sangat jauh dari ideal. Sekitar 70.20% dari penduduk bekerja hanya memiliki

pendidikan setingkat SD dan SMP, 22.40% dengan sekolah menengah dan hanya sekitar

7.40% yang perpendidikan tinggi. Fenomena ini jauh berbeda dengan kondisi

ketenagakerjaaan di negara-negara yang tergabung dalam kelompok OECD. Bahkan, tingkat

pendidikan tenaga kerja di Malayisia masih lebih baik dari Indonesia. Perbandingan situasi

Page 48: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

3

ketenagakerjaan antara Indonesia, Malaysia dan negara-negara OECD dapat dilihat pada

Gambar 2.

Proporsi SDM vs Tingkat

Pendidikan

70.40%

22.40%

7.20% Tinggi

Menengah

Dasar

INDONESIA

24.30%

56.30%

20.30%Tinggi

Menengah

Dasar

MALAYSIA

20.40%

39.30%

40.30% Tinggi

Menengah

Dasar

OECD

Tin

gk

at

Pe

nd

idik

an

Indonesia

Malaysia

OECD

Jumlah Tenaga Kerja

INDUSTRI BERBASIS

RISET

INDUSTRI MENENGAH

- BERAT

INDUSTRI MENENGAH

- RINGAN

70.40%

22.40%

7.20% Tinggi

Menengah

Dasar

24.30%

56.30%

20.30%Tinggi

Menengah

Dasar

20.40%

39.30%

40.30% Tinggi

Menengah

Dasar

INDONESIA

MALAYSIA

OECD

63.00%

17.70%

10.30%

5.50%

1.60%

1.80%

55.50%

20.20%

12.70%

6.20%

2.20%

3.20%

51.50%

18.90%

14.60%

7.80%

2.70%

4.60%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%

SD atau tidak tamat SD

SMP

SMA

SMK

Diploma I,II,III

Universitas

2010

2006

2001

HIGHER

SECONDARY

PRIMARY

2010 Education Level

Dari 22,4% menjadi 44% di

tahun 2025

96%

Dari 7,2% menjadi 19% di

tahun 2025

164%Ta

rge

t

Gambar 2. Perbandingan situasi ketenaga kerjaan antara Indonesia, Malaysia dan negara-negara kelompok

OECD.

Secara ideal kelompok penduduk bekerja yang berasal dari generasi muda berumur antara

15 - 24 tahun harus memperoleh kesempatan dan akses yang mudah ke dunia pendidikan

Page 49: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

4

atau pelatihan sedemikian rupa sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dicapai dari

pendidikan atau pelatihan tersebut dapat meningkatkan karir dan kualitas kontribusinya

pada dunia kerja. Pendidikan atau pelatihan tersebut selayaknya dapat dilakukan di

lingkungan tempat kerja maupun melalui lembaga-lembaga pendidikan dan atau pelatihan

formal. Kondisi tidak ideal dapat terjadi apabila kelompok bekerja yang berumur 15 - 24

tahun tersebut tidak memperoleh akses pendidikan dan atau pelatihan dan secara

akumulatif jumlahnya bertambah setiap tahun.

Keterbatasan akses di atas dapat menyebabkan penurunan Angka Partisipasi Kasar (APK),

Angka Partisipasi Murni (APM) maupun Angka Partisipasi Sekolah (APS) di perguruan tinggi

atau bahkan mendorong peningkatan jumlah pengangguran terbuka apabila ketersediaan

kesempatan kerja tetap atau menurun. Oleh karena itu peran lembaga

pendidikan/pelatihan/kursus menjadi sangat penting baik untuk meningkatkan mutu tenaga

kerja maupun untuk menjaga keseimbangan antara generasi muda yang bekerja dengan

yang menempuh pendidikan lanjut. Meskipun demikian, data tentang kelompok penduduk

bekerja dengan usia 15 - 24 tahun saat ini tidak dapat dianalisis secara komprehensif untuk

melihat gejala inter-relasi antara generasi muda yang bekerja dan yang melanjutkan

pendidikan/pelatihan.

Gambar 3 (a), (b) dan (c) menunjukkan bahwa APK/APM/APS perguruan tinggi (jenjang

diploma dan sarjana) masih sangat rendah berkisar antara 10% - 15%1 dibandingkan APM

SMTA yang berkisar antara 40% - 55% sejak tahun 2004 sampai 2009. Hal ini dapat

memberikan indikasi bahwa jumlah generasi muda yang diharapkan memasuki untuk

pertama kali atau melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi masih sangat rendah

dan sangat dimungkinkan bahwa kelompok tersebut memasuki dunia kerja atau menganggur

sama sekali. Tanpa upaya yang lebih sistematis dan berkelanjutan maka kondisi ini dapat

menyebabkan ketidakseimbangan antara kelompok generasi muda yang memasuki

pendidikan SMTA dan perguruan tinggi di satu sisi dengan yang memasuki dunia kerja di sisi

yang lain. Hal ini juga dapat menimbulkan menurunnya persentase tenaga kerja dengan latar

belakang pendidikan atau kualifikasi pengetahuan/keterampilan yang tinggi.

1 Belum termasuk jumlah mahasiswa yang kuliah pada perguruan tinggi yang berada di bawah koordinasi kementerian

lain seperti IAIN, IAIS, STAIN, STAIS, IPDN, STIA-LAN, STAN, dll.

Page 50: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

5

Gambar 3 (a). Angka Partisipasi Kasar (APK) SMTA

dan Perguruan Tinggi (PT).

Gambar 3 (b). Angka Partisipasi Murni (APM)

SMTA da Perguruan Tinggi (PT).

Gambar 3 (c). Angka Partisipasi Sekolah (APS) usuia 16-24 tahun.

Gambar 4 (a). Perbandingan penganggur perguruan tinggi antara Diploma dan Sarjana

Page 51: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

6

Pendidikan tinggi sebagai salah satu penghasil tenaga kerja Indonesia diharapkan menempati

jenjang kualifikasi yang tinggi di tempat kerja. Walaupun demikian, selain ketersediaan

kesempatan kerja yang mungkin terbatas, relevansi dan mutu proses pendidikan menjadi

faktor penting yang harus mendapat perhatian dari penyelenggara pendidikan tinggi.

Rendahnya relevansi atau mutu proses pendidikan tersebut dapat menjadi penyebab

ketidakmampuan lulusan pendidikan tinggi untuk memenuhi kualifikasi kerja yang

dipersyaratkan pada jenjang tertentu. Akibatnya, jumlah pengangguran dari lulusan

perguruan tinggi akan meningkat dari waktu ke waktu. Perbaikan kualitas Angkatan Kerja

Indonesia yang diakibatkan oleh perbaikan kualitas pendidikan yang semakin terstandarisasi,

hal ini semakin memberi keuntungan bagi Angkatan Kerja untuk memasuki pasar kerja tidak

hanya pasar kerja nasional melainkan juga pasar kerja internasional dengan penghargaan

yang lebih baik. Gambar 4 (a) menunjukkan perbandingan antara jumlah penganggur dari

kelompok lulusan sarjana, yang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan diploma.

Fenomena ini dapat mengindikasikan rendahnya mutu atau relevansi proses pendidikan

tinggi jenis pendidikan akademik di universitas.

Selanjutnya Gambar 4 (b) dan 4 (c) memberikan ilustrasi posisi penganggur perguruan tinggi

dibandingkan jumlah penganggur keseluruhan dari tahun 2004 sampai 2009. Walaupun

jumlah penganggur secara keseluruhan mengalami penurunan sejak tahun 2005, akan tetapi

penganggur lulusan perguruan tinggi (diploma dan sarjana) mengalami peningkatan secara

konsiten.

Gambar 4 (b). Trend peningkatan penganggur

perguruan tinggi

Gambar 4 (c). Perbandingan penganggur perguruan

tinggi dengan penganggur total

Gambar 5 memberikan ilustrasi penyerapan tenaga kerja nasional ke dalam beberapa

kelompok jenis usaha. Nampak bahwa jenis usaha sendiri menyerap tenaga kerja yang paling

tinggi dibandingkan dengan perusahan, industri, kantor, atau jenis usaha keluarga. Kondisi ini

di satu sisi menunjukkan kondisi ketenagakerjaan yang positif dimana tenaga kerja akan

memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memasuki dunia kerja. Walaupun demikian,

Page 52: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

7

tanpa penetapan kualifikasi yang jelas dan terukur maka tenaga kerja yang memasuki tempat

kerja dalam kelompok “Berusaha Sendiri” dapat menimbulkan permasalahan yang serius

terutama pada bidang-bidang pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan, makanan dan

minuman, transportasi, lingkungan dan lain-lain. Oleh karena itu, kualifikasi tenaga kerja

yang mencakup pengakuan terhadap pengetahuan, keterampilan, hak serta kewajiban

seorang pekerja sangat perlu ditetapkan dan diberlakukan secara ketat tanpa membedakan

jenis usaha tempat seseorang bekerja.

Secara keseluruhan, data dan informasi tentang kondisi tenaga kerja di Indonesia

menunjukkan perlunya kerjasama yang intensif dan berkelanjutan dalam skala nasional

antara pihak providers (KEMDENRISTEK-DIKTI, KEMENAKER, badan atau lembaga pelatihan,

lembaga kursus, asosiasi profesi, dll.) serta users (industri, sektor-sektor usaha, masyarakat

luas) untuk membangun suatu pedoman yang menyangkut aspek-aspek capaian

pembelajaran serta hak dan kewajiban yang dimilki oleh setiap tenaga kerja Indonesia.

Dalam hal ini pengembangan KKNI yang mencakup aspek-aspek tersebut sangat diperlukan

dan merupakan langkah awal untuk membangun SDM Indonesia yang bermutu dan berdaya

saing di waktu yang akan datang. Dengan demikian KKNI harus dapat menjawab

permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia secara berkelanjutan dan menjadi rujukan

utama rencana pengembangan SDM di tingkat nasional, selain sebagai perwujudan mutu dan

jatidiri bangsa.

Gambar 5. Persentase penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor usaha

Gambar 6 menunjukkan manfaat dikembangkannya KKNI untuk sektor-sektor kehidupan

bermasyarakat dan berbangsa. Pada gambar ini ditunjukkan bahwa KKNI diharapkan menjadi

jembatan penyetaraan berbagai aspek. Di satu sisi menghubungkan pendidikan dan

pelatihan untuk menyetarakan capain pembelajaran yang dihasilkan oleh kedua aspek

tersebut dan selanjutnya menyetarakan capaian pembelajaran tersebut dengan kompetensi

yang dibutuhkan di tempat kerja. Pada gambar tersebut juga dijelaskan berbagai sektor yang

Page 53: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

8

membutuhkan KKNI sebagai sebuah rujukan untuk mengembangkan sistem kepegawaian,

remunerasi, karir atau peningkatan mutu sumber daya manusia secara umum.

Untuk menjaga KKNI agar selalu up to date dan adaptif terhadap perkembangan global ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni, maka diskriptor kualifikasi yang tercantum dalam KKNI

secara berkala harus ditinjau ulang dan disesuaikan bilamana perlu. Perkembangan

kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, yang mencakup setidaknya aspek ekonomi, sosial,

politik, budaya, pendidikan, ketenagakerjaan, teknologi, industrI, dan aspek-aspek lain juga

harus dijadikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam melakukan pengembangan

deskriptor kualifikasi di dalam KKNI secara berkelanjutan. Pendekatan ini sangat diperlukan

agar deskriptor kualifikasi yang ada di dalam KKNI mengalami proses perbaikan mutu secara

berkelanjutan (continuous quality improvement). Sangat diharapkan pula agar KKNI dapat

mendorong terjadinya proses peningkatan mutu yang sama pada institusi maupun lembaga-

lembaga lain yang terkait.

Gambar 6. Sektor-sektor berkehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang terkait dengan KKNI

STRATEGI IMPLEMENTASI KKNI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEK-DIKTI

PENDIDI

KAN

PELATIH

AN

• sertifikasi tenaga asing

• ijin kerja

• pengakuan ijasah & sertifikat

nasional oleh internasional

• sistem gaji

• jenjang karier

• standar kompetensi

• sistem gaji

• jenjang karir

• standar kompetensi

• uji kompetensi

• sertifikasi

• standar kompetensi

Recognition of Prior

Learning (RPL)

• capaian pembelajaran

• akreditasi

• kualifikasi ijazah

• perolehan kredit

Page 54: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

9

Strategi yang perlu segera dikembangkan terkait ranah pendidikan nasional dalam hal

implementasi KKNI adalah:

1. Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) atau Recognition of Prior Learning (RPL) adalah

proses pengakuan atas capaian pembelajaran seseorang yang dicapai sebelumnya baik

melalui pendidikan formal, non-formal, informal atau pelatihan-pelatihan terkait dengan

pekerjaannya maupun dilakukan secara otodidak melalui pengalaman hidupnya.

Pengakuan atas capaian pembelajaran ini dimaksudkan untuk menempatkan seseorang

pada jenjang kualifikasi (jenjang KKNI) yang sesuai, Gambar 7.

2. Proses RPL dapat diimplementasikan pada sektor pendidikan dan dunia kerja. Untuk itu,

implementasi RPL pada jalur pendidikan dan dunia kerja didasarkan pada penyetaraan

kualifikasi sesuai dengan KKNI. Karakteristik ketiga jenis RPL ini diuraikan secara detail

berikut ini. Walaupun demikian, semua proses dan mekanisme pelaksanaan RPL tersebut

harus didasarkan pada KKNI dan harus dilakukan oleh badan atau institusi yang

berkepentingan secara bertanggung jawab, berlandasakan aturan yang transparan,

rasional, objektif, dan akuntabel. Inti program RPL di tingkat nasional harus mencakup

aspek peningkatan mutu sumberdaya manusia nasional agar tujuan untuk menjembatani

dan membangun kesetaraan antara kepentingan penghasil dan pengguna tenaga kerja

tetap dapat tercapai. Oleh sebab itu, penyusunan kebijakan dan aturan nasional RPL ini

sangat perlu mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terkait.

RPL BERBASIS KKNI

• IJASAH

• DIPLOMA

SUPPLEMENT

• SERTIFIKAT JENJANG KARIR

• SERTIFIKAT KOMPETENSI

• SERTIFIKAT REKOMENDASI

• SERTIFIKAT PENGHARGAAN

• SERTIFKAT ASOSIASI

• SERTIFIKAT

PENGHARGAAN

• SERTIFIKAT KOMPETENSI

• SERTIFIKAT PENGHARGAAN

Gambar 7. Rekognisi Pembelajaran Lampau berbasis KKNI.

Page 55: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

10

RPL PADA JALUR PENDIDIKAN

Dalam rangka memenuhi amanat UU Sistem Pendidikan Nasional tentang pembelajaran

sepanjang hayat, RPL pada jalur pendidikan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan

yang lebih luas bagi setiap individu untuk menempuh pendidikan sampai ke pedidikan tinggi.

KEMENRISTEK-DIKTI akan menerbitkan kebijakan, peraturan, pedoman, dan standar

prosedur operasi penilaian kesetaraan terkait dengan implementasi RPL yang bertujuan

untuk memfasilitasi masyarakat menempuh pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi

(pembelajaran sepanjang hayat).

RPL juga harus mampu mengakui capaian pembelajaran lampau seseorang tanpa

mempertimbangkan proses peningkatan capaian pembelajaran seseorang, waktu, atau

tempat. Walaupun demikian, RPL wajib mempertimbangkan kebijakan-kebijakan nasional

tentang pendidikan seperti misalnya kewajiban belajar dubelas tahun, kesetaraan mutu dan

pengakuan terhadap capaian pembelajaran yang diakui secara nasional, dan lain-lain. Pada

sisi lain, RPL harus dapat diakses oleh setiap individu yang membutuhkan.

Mengingat RPL akan berbeda untuk satu bidang keilmuan dan atau keahlian dengan yang

lain, maka RPL bersifat khas. Dengan demikian RPL dapat disusun atau dikembangkan

dengan mempertimbangkan jalur pendidikan (formal, nonformal, informal) dan jenis

pendidikan (pendidikan vokasi, profesi, akademik). Oleh karena itu pula perbedaan

peraturan atau pedoman penilaian kesetaraan melalui skema RPL perlu menjadi

pertimbangan bagi institusi pendidikan penyelenggara RPL karena pengakuan pada jenis

pengalaman atau pembelajaran lampau yang tidak sesuai dengan yang dimiliki seseorang

akan menyebabkan inefficiency proses pendidikan.

Secara khusus, RPL di sektor pendidikan tinggi merupakan pengakuan atau penyetaraan

pengalaman dengan kemampuan dan atau keahlian yang dimiliki seorang peserta didik pada

jenjang pendidikan sebelumnya. Pengakuan terhadap RPL tidak sama dengan pengakuan

terhadap perolehan gelar (degree). Di berbagai negara RPL digunakan sebagai pertimbangan

memasuki sebuah program pendidikan (entry requirement) pada jenjang yang lebih tinggi

dalam bentuk pengurangan jumlah SKS, transfer kredit atau pembebasan sebagian SKS mata

kuliah tertentu (exemption).

Suatu institusi pendidikan formal, yang oleh KEMENRISTEK-DIKTI dinyatakan memiliki

kualifikasi untuk melakukan RPL, dapat melakukan proses asessment RPL terhadap calon

peserta program pendidikan. Peserta program RPL harus mengajukan permintaan tertulis

dilengkapi dengan portofolio yang disusun sesuai dengan pengalaman atau hasil-hasil

pembelajaran lampau yang dimiliki berserta bukti-bukti terkait yang valid dan diakui oleh

institusi pendidikan penyelenggara RPL tersebut.

Seseorang dapat menggunakan RPL sebagai pengakuan untuk mengikuti pendidikan formal

pada jenjang tertentu di sebuah perguruan tinggi jika yang bersangkutan telah memperoleh

pendidikan minimal SMA/paket C. Pengakuan atas capaian pembelajaran juga dilakukan

Page 56: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

11

berjenjang dengan dibatasi adanya pengakuan maksimum pada setiap jenjang atau program

pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kualitas yang dihasilkan oleh masing-

masing jenjang atau program pendidikan tersebut.

RPL PADA JALUR KARIR

Implementasi RPL pada jalur karir atau jabatan merupakan domain KEMENAKER atau

KEMENPAN, sehingga tidak dibahas secara rinci pada naskah ini. Prinsip dasar pelaksanaan

RPL untuk penilaian karir/jabatan seseorang di dunia kerja mempunyai makna bahwa

peningkatan karir atau jabatan seseorang didasarkan pada merit system atau penilaian

kelebihan kemampuan dan keahlian yang ditunjukkannya dalam bekerja. Hal ini diharapkan

dapat mengubah paradigma penilaian terhadap pekerja sesuai dengan unjuk kerja yang

dihasilkan dibandingkan ijazah atau sertifikat yang dimilikinya.

Peraturan atau mekanisme pengkajian terhadap capain pembelajaran lampau seorang

pekerja disusun dan diberlakukan secara internal oleh masing-masing perusahaan, industri

atau instansi pemerintah dengan tetap memperhatikan deskripsi kualifikasi pada KKNI untuk

jenjang yang sesuai sebagai basis penyetaraan peningkatan karir/jabatan.

RPL PADA JALUR PELATIHAN DAN OTODIDAK

Proses peningkatan jenjang kualifikasi sesuai dengan KKNI dapat dilakukan di institusi yang

memiliki wewenang untuk penerapan KKNI. Dalam proses peningkatan jenjang kualifikasi

tersebut, selain penilaian terhadap pendidikan lanjut atau pelatihan-pelatihan terstruktur

yang telah diikuti oleh seseorang, penjenjangan kualifikasi tersebut juga dapat

mempertimbangkan keahlian tambahan lainnya yang dicapai melalui pengalaman hidup

secara otodidak dan tidak terstruktur. Walaupun demikian penilaian terhadap pengalaman

hidup yang dianggap layak diperhitungkan dalam proses peningkatan jenjang kualifikasi

harus dapat dievaluasi atau dikaji dengan instrumen yang sahih dan objektif. Oleh karena itu

badan atau lembaga penilai jenjang kualifikasi harus mengembangkan isntrumen-instrumen

penilaian RPL yang diakui dan disepakati oleh para pemangku kepentingan.

Program RPL akan dikembangkan secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan sistem

pendidikan dan ketenagakerjaan di Indonesia, serta di luar negeri. Program RPL ini

memegang peranan penting dalam pengembangan sistem kesetaraan kualifikasi pendidikan

maupun ketenagakerjaan secara bilateral, regional maupun internasional dengan negara-

negara lain. Oleh karena itu sistem dan mekanisme pelaksanaan RPL harus dirancang secara

komprehensif dengan memperhatikan aspek-aspek yang dianggap perlu baik bagi pemangku

kepentingan di dalam maupun di luar negeri.

PENILAIAN PENGALAMAN BELAJAR LAMPAU

(Assessment of Prior Experiential Learning)

Page 57: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

12

Sistem penilaian hasil pembelajaran lampau (atau pengalaman belajar lampau) telah lama

ada, khususnya di luar negeri. Selama lebih dari satu abad, misalnya, University of London

telah menawarkan ujian terbuka untuk penilaian semacam ini. Meskipun para siswa belajar

secara pribadi dan menghadiri kelas-kelas yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan,

namun biasanya kegiatan para siswa ini jarang dijadikan persyaratan untuk mengikuti proses

penilaian pembelajaran lampau. Atas dasar “hanya” pengalaman, siswa atau seseorang

dapat mengikuti ujian dan dinilai kemampuannya.

Pendekatan yang paling umum digunakan untuk penilaian hasil pembelajaran lampau adalah

pendekatan 'portofolio'. Pada pendekatan ini, pengalaman memiliki arti yang beragam,

namun yang terpenting adalah apa yang telah dipelajari dari pengalaman, bukan apa

pengalaman tersebut. Evans (1987, 1992)2 menyarankan empat tahap pendekatan pada

sistem penilaian ini, yakni:

• Refleksi sistematis atas pengalaman belajar yang signifikan. "Evans (1987:13)

menggambarkan tahap ini sebagai latihan brainstorming”.

• Identifikasi belajar yang signifikan, dinyatakan dalam pernyataan yang tepat tentang

kepemilikan pengetahuan dan keterampilan. Biasanya, kategori pengetahuan atau

keterampilan yang dapat digunakan dalam proses identifikasi ini adalah penanganan

informasi, analisis, membaca, menulis, dan sebagainya.

• Sintesis bukti untuk mendukung pernyataan pengetahuan dan keterampilan Yang

dimiliki. Ini melibatkan pemeriksaan rinci bukti pendukung pernyataan telah belajar,

yang biasanya dinyatakan dalam bentuk portofolio. Pada tahapan ini, sering kali

diperlukan bimbingan dari tutor dan konselor.

• Penilaian akreditasi. Ini dimulai dengan penilaian diri, karena hal ini dapat

mempengaruhi bagaimana seseorang ingin menggunakan bukti pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya. Penilaian kemudian dilakukan oleh lembaga

pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, sesuai dengan

bukti-bukti yang diajukan.

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso

2 Referensi: Evans. 1987. A Portfolio of Brainstorming Techniques

Page 58: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

SURAT KETERANGAN PENDAMPING IJAZAH

Dokumen 008

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2015

Page 59: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

SURAT KETERANGAN PENDAMPING IJAZAH

Dalam upaya menciptakan kesetaraan serta pengakuan internasional maka Indonesia telah

meratifikasi berbagai konvensi internasional dalam berbagai sektor, misalnya perdagangan,

ekonomi, lingkungan dan pendidikan. Beberapa konvensi internasional yang telah diratifikasi

oleh Indonesia, seperti GATS (General Agreement on Trade in Services – 5 April 1994), WTO

(World Trade Organization – 1 Januari 1995), AFTA (Asean Free Trade Area - 1992 ), Regional

Convention, serta the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees In Higher Education in

Asia and the Pacific (16 Desember 1983 yang kemudian diperbaharui tanggal 30 Januari

2008) mempunyai cakupan yang jelas tentang perlunya kesepamahaman internasional dalam

sektor ketenagakerjaan yang terkait dengan sektor-sektor ekonomi, perdagangan serta

pendidikan.

Atas dasar prinsip kesetaraan internasional untuk sektor ketenagakerjaan dan pendidikan,

maka Indonesia didorong untuk mengembangkan suatu sistem kualifikasi ketenagakerjaan

yang dapat dipahami dan disepakati oleh negara-negara yang tercakup dalam konvensi-

konvensi internasional tersebut. Di satu sisi kesetaraan internasional ini akan memberikan

kesempatan mobilitas yang lebih luas bagi tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di negara-

negara lain, menciptakan pengakuan kesetaraan internasional terhadap ijazah atau sertifikat

kompetensi yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dan pelatihan di dalam negeri, serta

mempermudah pertukaran pelajar, mahasiswa atau pakar dari Indonesia ke negara lain.

Akan tetapi di sisi lain penetrasi tenaga kerja dan pakar asing ke Indonesia juga tidak dapat

dibendung lagi. Kondisi ini mendorong Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah

strategis dalam mengantisipasi implikasi merugikan dari ratifikasi konvensi-konvensi

internasional tersebut.

Salah satu langkah strategis dalam mengantisipasi pengakuan kualifikasi ketenagakerjaan

dan pendidikan, pemerintah Indonesia telah menyusun Kerangka Kualifikasi Nasional

Indonesia (KKNI) dalam bentuk Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012

dan kemudian diperkuat oleh UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendididikan Tinggi.

Dalam Nomor 8 tahun 2012 tentang KKNI Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia,

dinyatakan bahwa:

Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang

kualifikasi pada KKNI terdiri atas:

a. lulusan SMA dan SMK paling rendah setara dengan jenjang 2;

b. lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;

c. lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;

d. lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;

e. lulusan Diploma 4, Sarjana, dan Sarjana Terapan paling rendah setara dengan

jenjang 6;

Page 60: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

f. lulusan Magister dan Magister Terapan paling rendah setara dengan jenjang 8;

g. lulusan Doktor dan Doktor Terapan paling rendah setara dengan jenjang 9;

h. lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8;

i. lulusan pendidikan spesialis setara dengan jenjang 8 atau 9.

Selanjutnya Pasal 29 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan

bahwa:

(1) Kerangka Kualifikasi Nasional merupakan penjenjangan capaian pembelajaran

yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau

pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan

struktur pekerjaan di berbagai sektor.

(2) Kerangka Kualifikasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi

acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik,

pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi.

(3) Penetapan kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan

oleh Menteri.

Keberadaan regulasi yang dapat menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan sangat

penting mengingat besarnya jumlah institusi pendidikan di Indonesia. Terdapat lebih dari

18.000 SMA dan SMK serta 3.216 perguruan tinggi dengan 17.000 program studi (data tahun

2011-2012) yang beroperasi di Indonesia. Jumlah institusi pendidikan formal ini masih

ditambah lagi dengan ribuan institusi atau lembaga pendidikan informal, nonformal serta

lembaga-lembaga pelatihan ketenagakerjaan yang tersebar di seluruh tanah air.

Kedua pasal yang diutarakan di atas relevan untuk mengatur accountability dan

compatibility dari luaran beragam pendidikan yang diselenggarakan. Upaya-upaya untuk

memperbaiki akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dan penyetaraan kualifikasi lulusan

di Indonesia semakin dituntut karena masih ditengarainya hal-hal berikut:

(1) adanya kesenjangan mutu atau capaian pembelajaran antar lulusan sekolah menengah

atas atau lulusan peguruan tinggi;

(2) masalah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam sinkronisasi capaian

pembelajaran antara sekolah menengah atas dan perguruan tinggi secara berkelanjutan;

(3) ragam jalur pendidikan dan pelatihan yang ada di Indonesia dengan karakteristik serta

capaian pembelajaran yang beragam pula;

(4) belum terbangunnya saling pengakuan atau kesetaraan kualifikasi antara institusi

penyelenggara pendidikan atau pelatihan yang memiliki kebutuhan serta sasaran yang

berbeda-beda;

(5) keterbatasan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga penjaminan mutu internal maupun

eksternal untuk melakukan kajian mutu (quality assessment) secara periodik; dan

(6) kesenjangan komunikasi, informasi atau umpan balik dari pihak pengguna lulusan.

Page 61: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Permasalahan-permasalahan tersebut di atas menunjukkan bahwa pengembangan suatu

sistem kesetaraan kualifikasi dari semua luaran pendidikan dan pelatihan di Indonesia harus

dapat mengantisipasi 4 (empat) hal pokok yaitu:

(1) sinkronisasi kebijakan lintas kementerian serta antar lembaga atau asosiasi yang terkait

dengan ketenagakerjaan;

(2) penyelarasan mutu capaian pembelajaran dari institusi atau lembaga penyelenggara

pendidikan dan pelatihan;

(3) koordinasi dan sinkronisasi lembaga-lembaga penjaminan mutu yang telah ada maupun

yang akan dikembangkan kemudian; dan

(4) menjamin terbentuknya kerjasama dan komunikasi yang berkesinambungan antar

stakeholders ketenagakerjaan di Indonesia.

Dalam lingkungan KEMENRISTEK-DIKTI sendiri dibutuhkan pula adanya sinkronisasi luaran

antara jenis pendidikan formal, nonformal, informal termasuk kesetaraannya dengan kriteria

dan kebutuhan dunia kerja. Karakteristik serta proses pendidikan pada jenis-jenis pendidikan

tersebut perlu dikaji secara lebih komprehensif melalui program-program kegiatan lintas

direktorat jenderal.

Selain itu kriteria yang ditetapkan oleh pengguna lulusan untuk berbagai jenis pendidikan

yang ada juga beragam sehingga secara paralel diperlukan pula kerjasama lintas

kementerian, kerjasama antara pemerintah dengan industri, asosiasi profesi dan kelompok

masyarakat pengguna lulusan.

Berdasarkan aspek legal UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 ayat

(1) huruf e dan f dan UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 6 huruf h dimana

ditetapkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menganut Sistem Terbuka yaitu

pendidikan harus diselenggarakan dengan fleksibilitas dalam pemilihan jalur pendidikan dan

waktu penyelesaian program lintas satuan atau jalur pendidikan (multi entry-multi exit

system). Peserta didik dapat belajar sambil bekerja serta mengikuti pembelajaran tatap muka

atau jarak jauh. Pelaksanaan undang-undang ini menimbulkan konsekuensi bahwa

pengembangan kerangka kualifikasi yang mencakup bidang pendidikan hendaknya mampu

pula memberi peluang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk memperoleh kesetaraan

jenjang kualifikasi melalui setiap jalur atau berpindah jalur pendidikan sesuai dengan

pilihanya masing-masing. Oleh karena itu kerangka kualifikasi yang akan dikembangkan

hendaknya mencakup pula sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau atau RPL (Recognition of

Prior Learning) sedemikian sehingga dapat menjamin terjadinya fleksibilitas pengembangan

karir atau peningkatan jenjang kualifikasi.

Untuk mempertegas pengakuan terhadap aplikasi dari Sistem Terbuka, maka Pasal 38-40 UU

nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa:

Page 62: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Perpindahan dan Penyetaraan

Pasal 38

(1) Perpindahan Mahasiswa dapat dilakukan antar Program Studi pada program

Pendidikan yang sama; jenis Pendidikan Tinggi; dan/atau Perguruan Tinggi.

(2) Ketentuan mengenai perpindahan Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 39

(1) Lulusan pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan profesi dapat melanjutkan

pendidikannya pada pendidikan akademik melalui penyetaraan.

(2) Lulusan pendidikan akademik dapat melanjutkan pendidikannya pada pendidikan

vokasi atau pendidikan profesi melalui penyetaraan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyetaraan lulusan pendidikan vokasi atau lulusan

pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyetaraan lulusan

pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam

Peraturan Menteri.

Pasal 40

(1) Lulusan Perguruan Tinggi negara lain dapat mengikuti Pendidikan Tinggi di Indonesia

setelah melalui penyetaraan.

2) Ketentuan mengenai penyetaraan lulusan Perguruan Tinggi negara lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Sampai saat ini secara terpisah-pisah proses penyelarasan awal telah dilakukan dan

melahirkan beberapa kesepakatan antara KEMENRISTEK-DIKTI dengan kementerian lain

seperti misalnya KEMNAKER atau KEMENKES. Hal yang sama juga telah dilakukan secara

terpisah tentang penyetaraan kualifikasi capaian pembelajaran jenis pendidikan vokasi untuk

tingkat SMK atau Diploma dengan asosiasi profesi atau asosiasi industri tertentu. Proses

penyelarasan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan deskripsi KKNI dalam bentuk

persandingan capaian pembelajaran.

Mengkaji pendidikan antar Negara, maka kondisi berikut semakin menguatkan perlunya

Kerangka Kualifikasi Nasional yang levelnya dideskripsikan dalam bentuk suatu capaian

pembelajaran (learning outcomes) yang berhasil diperoleh peserta didik dari suatu program

pendidikan.

Country Bachelor Master

Cycle length Credit range Cycle length Credit range

EU 3–4 years 180–240 1.5–2 years 90–120

China 4 years 140–180 2 years 15

Page 63: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Indonesia 4 years 144–166 2 years 36–50

Japan 4 years 124 2 years 30

R. of. Korea 4 years 130–140 2 years

Malaysia 3 years 120 1 year 40

Singapore 3–4 years 1–3 years

Thailand 4 years 120–180 2 years 36

Vietnam 4 years 120–220 3 years 30–55

Sumber: First Draft Stocktaking Report of the ASEM Education Secretariat

Perbedaan durasi studi telah menyebabkan kesulitan dalam saling pengakuan dan dalam

melakukan program kerja sama bergelar. Untuk itu, deskripsi capaian pembelajaran yang

dituangkan dalam suatu Surat Keterangan Pendamping ijazah (SKPI) menjadi sangat penting

sebagai metode atau alat berkomunikasi antar kualifikasi.

Dari sisi KEMENRISTEK-DIKTI, implementasi KKNI dimulai dengan proses mendeskripsikan

kualifikasi lulusan suatu program pendidikan secara jelas dan terukur serta secara transparan

dapat dipahami oleh pihak penghasil dan pengguna tenaga kerja baik di tingkat nasional,

regional maupun internasional. Luaran dari proses ini adalah deskripsi capaian pembelajaran

dari program studi yang kemudian secara legal dituangkan dalam SKPI.

Dengan terbitnya SKPI, maka implementasi kebijakan KKNI tersebut akan secara substansial

mendorong pengembangan sistem penjaminan mutu yang mampu melakukan fungsi

pemantauan (monitoring) dan pengkajian (assessment) terhadap PT penghasil lulusan serta

badan atau lembaga yang terkait dengan proses-proses penyetaraan capaian pembelajaran

dengan jenjang kualifikasi yang sesuai. Dampak lebih lanjut dari pengembangan sistem

penjaminan mutu yang mengevaluasi outcomes dari suatu program pendidikan adalah

peningkatan integrasi dan koordinasi badan atau lembaga penjaminan atau peningkatan

mutu yang telah ada, baik SPMI maupun yang bersifat eksternal seperti misalnya BSNP, BAN,

BNSP, LSP dan lain-lain.

Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) atau Diploma Supplement adalah surat

pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi, berisi informasi tentang

pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan pendidikan tinggi bergelar. Kualifikasi

lulusan diuraikan dalam bentuk narasi deskriptif yang menyatakan capaian pembelajaran

lulusan pada jenjang KKNI yang relevan, dalam suatu format standar yang mudah dipahami

oleh masyarakat umum. SKPI bukan pengganti dari ijazah dan bukan transkrip akademik. SKPI

juga bukan media yang secara otomatis memastikan pemegangnya mendapatkan

pengakuan.

SKPI mula-mula dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 1979. Selanjutnya, pada tahun

2003, ENQA menyatakan bahwa SKPI yang dikembangkan oleh European Commission,

Council of Europe dan UNESCO mempunyai tujuan untuk meningkatkan transparansi

kualifikasi akademik dan profesi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Selanjutnya, ijazah

lulusan perguruan tinggi di Eropa yang lulus pada tahun 2005 sudah dilengkapi oleh SKPI.

Mahasiswa di Eropa yang lulus dari Sekolah Vokasi atau peserta Program Pelatihan juga

menerima sejenis SKPI yang disebut dengan Europass Certificate Supplement.

Page 64: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Para pemberi kerja atau institusi pendidikan tinggi di luar Eropa sangat terbantu dengan

adanya Europass Certificate Supplement dalam memahami kemampuan kerja dari pemegang

sertifikat tersebut atau posisi kualifikasinya dalam Eropean Qualification Framework

sehingga mudah dipersandingkan dengan kualifikasi orang lain yang berasal dari sistem

pendidikan yang berbeda.

Manfaat SKPI

Untuk lulusan

1. Merupakan dokumen tambahan yang menyatakan kemampuan kerja, penguasaan

pengetahuan, dan sikap/moral seorang lulusan yang lebih mudah dimengerti oleh

pihak pengguna di dalam maupun luar negeri dibandingkan dengan membaca

transkrip;

2. Merupakan penjelasan yang obyektif dari prestasi dan kompetensi pemegangnya;

dan

3. Meningkatkan kelayakan kerja (employability) terlepas dari kekakuan jenis dan

jenjang program studi.

Untuk institusi pendidikan tinggi

1. Menyediakan penjelasan terkait dengan kualifikasi lulusan, yang lebih mudah

dimengerti oleh masyarakat dibandingkan dengan membaca transkrip;

2. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan program dengan pernyataan capaian

pembelajaran suatu program yang transparan. Pada jangka menengah dan panjang,

hal ini akan meningkatkan “trust” dari pihak lain dan sustainability dari institusi;

3. Menyatakan bahwa institusi pendidikan berada dalam kerangka kualifikasi nasional

yang diakui secara nasional dan dapat disandingkan dengan program pada institusi

luar negeri melalui qualification framework masing-masing negara;

4. Meningkatkan pemahaman tentang kualifikasi pendidikan yang dikeluarkan pada

konteks pendidikan yang berbeda-beda.

Manfaat lainnya, SKPI juga membantu pemegangnya dalam:

1. Meningkatkan transparansi dan pengakuan (rekognisi)

2. Kemudahan dibaca dan diperbandingkan antar negara

3. Memberikan rekaman karir akademik, keterampilan, dan prestasi mahasiswa selama

masa kuliah

4. Menekankan pada kelayakan bekerja di dalam dan luar negeri

5. Menekankan pembelajaran sepanjang hayat

6. Memfasilitasi mobilitas mahasiswa

7. Meningkatkan kelayakan bekerja lulusan di pasaran kerja internasional

8. Memperlancar penerimaan mahasiswa baru

9. Meningkatkan profil institusi PT ke dunia internasional

Page 65: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

Substansi Pokok SKPI

SKPI pada intinya akan menjabarkan pemenuhan Standard Kompetensi Lulusan (SKL)

sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 52 ayat (3) dan Pasal 54 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. SKL merupakan Capaian

Pembelajaran Minimum (CPM) lulusan.

Capaian Pembelajaran menurut Peraturan Presiden no 8

tahun 2012 tentang KKNI adalah kemampuan yang

diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap,

keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman

kerja. Uraian tersebut memuat uraian outcome dari

semua proses pendidikan baik formal, nonformal,

maupun informal, yaitu suatu proses internasilisasi dan

akumulasi empat parameter utama yaitu: (a) Ilmu

pengetahuan (science), atau pengetahuan (knowledge)

dan pengetahuan prakatis (know-how), (b) keterampilan

(skill), (c) afeksi (affection) dan (c) kompetensi kerja

(competency) sebagaimana diilustrasikan pada diagram

Capaian Pembelajaran / Kompetensi Lulusan.

Untuk mempermudah pemahaman, berikut disajikan deskripsi dari parameter yang diuraikan

sebelumnya:

1. llmu pengetahuan (science) dideskripsikan sebagai suatu sistem berbasis metodologi

ilmiah untuk membangun pengetahuan (knowledge) melalui hasil-hasil penelitian di

dalam suatu bidang pengetahuan (body of knowledge). Penelitian berkelanjutan yang

digunakan untuk membangun suatu ilmu pengetahuan harus didukung oleh rekam

data, observasi dan analisis yang terukur dan bertujuan untuk meningkatkan

pemahaman manusia terhadap gejala-gejala alam dan sosial.

2. Pengetahuan (knowledge) dideskripsikan sebagai penguasaan teori dan keterampilan

oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang fakta

dan informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan untuk

keperluan tertentu.

3. Pemahaman (know-how) dideskripsikan sebagai penguasaan teori dan keterampilan

oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang

metodologi dan keterampilan teknis yang diperoleh seseorang melalui pengalaman

atau pendidikan untuk keperluan tertentu.

4. Keterampilan (skill) dideskripsikan sebagai kemampuan psikomotorik (termasuk

manual dexterity dan penggunaan metode, bahan, alat dan instrumen) yang dicapai

melalui pelatihan yang terukur dilandasi oleh pengetahuan (knowledge) atau

Page 66: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

pemahaman (know-how) yang dimiliki seseorang mampu menghasilkan produk atau

unjuk kerja yang dapat dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif.

5. Afeksi (Affection) dideskripsikan sebagai sikap (attitude) sensitif seseorang terhadap

aspek-aspek di sekitar kehidupannya baik ditumbuhkan oleh karena proses

pembelajarannya maupun lingkungan kehidupan keluarga atau mayarakat secara

luas.

6. Kompetensi (competency) adalah akumulasi kemampuan seseorang dalam

melaksanakan suatu deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang terstruktur,

mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya.

Untuk Pendidikan Tinggi, penyesuaian terhadap definisi Capaian Pembelajaran berdasarkan

Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 yang luas dan komprehensif perlu dilakukan agar

sejalan dengan karakteristik pendidikan tinggi. Penyesuaian ini menghasilkan definisi CPM

dan digunakan sebagai ukuran untuk menilai kompetensi lulusan suatu program studi.

Standar Kompetensi Lulusan merupakan Capaian Pembelajaran Minimum yang diperoleh

melalui internalisasi: a. pengetahuan; b. sikap; dan c. keterampilan. Sedangkan perumusan

standar kompetensi lulusan mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional dengan

melibatkan kelompok ahli yang relevan dan dapat melibatkan asosiasi profesi, instansi

pemerintah terkait, dan/atau pengguna lulusan. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat

dinyatakan sebagai berikut:

• Pengetahuan merupakan penguasaan teori oleh mahasiswa dalam bidang ilmu dan

keahlian tertentu, atau penguasaan konsep, fakta, informasi, dan metode dalam

bidang pekerjaan tertentu.

• Sikap merupakan penghayatan mahasiswa tentang nilai, norma, dan aspek kehidupan

yang terbentuk dari proses pendidikan, lingkungan kehidupan keluarga, masyarakat,

atau pengalaman kerja mahasiswa.

• Keterampilan merupakan kemampuan psikomotorik dan kemampuan menggunakan

metode, bahan, dan instrumen, yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, atau

pengalaman kerja mahasiswa. Pengalaman kerja mahasiswa merupakan internalisasi

kemampuan dalam melakukan pekerjaan di bidang tertentu dan jangka waktu

tertentu yang dapat diperoleh melalui pelatihan kerja, magang, simulasi pekerjaan,

kerja praktek, atau praktek kerja lapangan.

Secara konseptual, pada setiap jenjang pendidikan yang berkesesuaian dengan jenjang KKNI

tertentu, pernyataan kualifikasi lulusan (CPM atau SKL) disusun dalam bentuk deskripsi yang

disebut Deskriptor Kualifikasi. Ke tiga parameter dari CPM atau SKL diterjemahkan dalam

empat jenis uraian sikap dan tata nilai, kemampuan di bidang kerja, pengetahuan yang

dikuasai dan hak/wewenang dan tanggung jawab. Uraian tentang parameter pembentuk

setiap Deskriptor KKNI adalah sebagai berikut:

Page 67: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

1. Sikap dan tata nilai: Komponen ini menjelaskan moral, etika, dan nilai-nilai yang menjadi

jati diri setiap SDM produktif Indonesia. Komponen ini tidak berkorelasi dengan jenjang

kualifikasi namun merupakan fondasi karakter dari setiap SDM produktif Indonesia,

mengandung aspek-aspek pembangun jati diri bangsa yang tercermin dalam Pancasila,

UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

2. Kemampuan di bidang kerja: Komponen ini menjelaskan kemampuan seseorang yang

sesuai dengan bidang kerja terkait, mampu menggunakan metode/cara yang sesuai dan

mencapai hasil dengan tingkat mutu yang sesuai serta memahami kondisi atau standar

proses pelaksanaan pekerjaan tersebut.

3. Pengetahuan yang dikuasai: dimaksudkan bahwa deskriptor kualifikasi harus

menjelaskan cabang keilmuan yang dikuasai seseorang dan mampu mendemonstrasikan

kemampuan berdasarkan cabang ilmu yang dikuasainya tersebut.

4. Hak/wewenang dan tanggung jawab: menunjukkan bahwa deskriptor kualifikasi harus

menjelaskan lingkup tanggung jawab seseorang dan standar sikap yang dimilikinya untuk

melaksanakan pekerjaan dibawah tanggung jawabnya tersebut.

Data SKPI

SKPI1 minimal wajib memuat data berikut:

1. Logo dan Kop Surat Perguruan tinggi

2. Informasi tentang identitas diri pemegang SKPI

– Nama Lengkap

– Tempat dan tanggal lahir

– Nomor Induk Mahasiswa

– Tahun Masuk

– Tahun Lulus

– Nomor Ijazah

– Gelar/sebutan lulusan

3. Informasi tentang identitas Penyelenggara Program

• Nama Perguruan Tinggi

• Status Akreditasi Perguruan Tinggi saat SKPI ditandatangani

• Nomor SK Akreditasi Perguruan Tinggi saat SKPI ditandatangani

1 SKPI dikeluarkan oleh institusi pendidikan tinggi yang berwenang mengeluarkan ijazah sesuai dengan paraturan

perundang-undangan yang berlaku.

SKPI hanya diterbitkan setelah mahasiswa dinyatakan lulus dari suatu program studi secara resmi oleh Perguruan Tinggi.

SKPI diterbitkan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

SKPI yang asli diterbitkan mengunakan kertas khusus (barcode/hallogram security paper) berlogo Perguruan Tinggi, yang

diterbitkan secara khusus oleh Perguruan Tinggi

Penerima SKPI dicantumkan dalam situs resmi Perguruan Tinggi

Page 68: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

• Nama Program Studi

• Status Akreditasi Program Studi saat SKPI ditandatangani

• Nomor SK Akreditasi Program Studi saat SKPI ditandatangani

• Jenis pendidikan (akademik, vokasi, atau profesi)

• Jenjang pendidikan

� Jenjang kualifikasi sesuai KKNI

� Persyaratan penerimaan

� Bahasa pengantar kuliah

� Sistem penilaian (Uraian gradasi penilaian dan penjelasannya)

� Lama studi reguler

� Jenis dan jenjang pendidikan lanjutan

� Status profesi (bila ada)

4. Informasi tentang isi kualifikasi dan hasil yang dicapai

Bagian ini berisi Capaian Pembelajaran (CP) lulusan yang berdasarkan UU no 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU no 12 tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi dinyatakan sebagai Kompetensi Lulusan (KP), dituangkan dalam

deskripsi sikap dan tata nilai, kemampuan di bidang kerja, pengetahuan yang

dikuasai dan hak/wewenang dan tanggung jawab.

Tambahan informasi terkait dengan prestasi lulusan (selama menjadi mahasiswa)

dapat ditambahkan di SKPI ini seperti perolehan penghargaan, sertifikat, atau

keikutsertaan yang bersangkutan dalam berbagai organisasi yang kredibel.

5. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia dan Kerangka kualifikasi Nasional Indonesia

6. Pengesahan SKPI

– Tanggal

– Tandatangan

– Nama Jelas

– Jabatan (minimal Dekan)

– Nomor Identifkasi pejabat penandatangan

– Cap PT (official stamp)

7. Akuntabilitas SKPI

PT bertanggung jawab sepenuhnya atas semua informasi yang disampaikan pada SKPI

ini

8. Lampiran

Lampiran ini bersifat pilihan yang berisi tambahan informasi terkait dengan prestasi

lulusan (selama menjadi mahasiswa) seperti perolehan penghargaan, sertifikat atau

keikutsertaan yang bersangkutan dalam berbagai organisasi yang kredibel.

Page 69: KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001202.91.10.50/medias/pictures/Dokumen KKNI.pdf · dengan jenjang capaian pembelajaran 1 (learning outcomes) yang telah diperolehnya.

9. Akuntabilitas Lampiran SKPI

Lulusan bertanggung jawab sepenuhnya atas semua informasi yang disampaikan

pada Lampiran SKPI.

Bahan Bacaan

(a) http://ec.europa.eu/education/policies/rec_qual/recognition/ds_en.pdf

(b) Jo¨rg Markowitsch and Claudia Plaimauer, Descriptors for competence: towards an

international standard classification for skills and competences, Journal of European

Industrial Training Vol. 33 No. 8/9, 2009, pp. 817-837

(c) http://ec.europa.eu/education/lifelong-learning-policy/ds_en.htm

(d) http://unic.ac.cy/study-with-us/diploma-supplement/

(e) http://www.i-b-h-consulting.com/pdf/diploma-supplement.pdf

(f) http://europass.cedefop.europa.eu/en/documents/european-skills-

passport/diploma-supplement/examples

(g) http://www.nzqa.govt.nz/assets/About-us/Our-role/consdipsupp.pdf

(h) http://www.asean.org/news/item/declaration-of-asean-concord-ii-bali-concord-ii

Disusun oleh Tim KKNI

Megawati Santoso, Ardhana Putra, Junaedi Muhidong,

Illah Sailah, SP Mursid, Achmad Rifandi, Susetiawan, Endrotomo

Editor: Yusring Baso