Materi Uas Perlindungan Konsumen
description
Transcript of Materi Uas Perlindungan Konsumen
HUBUNGAN ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
Hak dan Kewajiban Konsumen
Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu :
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
3. Hak untuk memilih (the right to choose);
4. Hak untuk di dengar (the right to be heard).
Empat hak dasar ini telah diakui secara internasional, bahkan dalam perkembangannya
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of
Consumer Union (IOCU) menambahkan beberapa hak seperti hak mendapatkan pendidikan
konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Namun, tidak semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut. Menurut
YLKI, selain empat hak dasar konsumen tersebut, terdapat satu hak sebagai pelengkap yaitu hak
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (pancahak konsumen). Namun, dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen tidak tercantum hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat karena dalam UUPK secara khusus mengecualikan hak-hak atas
kekayaan intelektual dan bidang pengelolaan lingkungan.
1. Hak konsumen Pasal 4 UUPK
2. Kewajiban konsumen Pasal 5 UUPK
Perilaku Konsumen
Menurut Engel (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan tersebut.
Tahapan-tahapan perilaku konsumen sebagai berikut:
a. Pengenalan masalah yaitu desakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya.
b. Mencari informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkan.
c. Evaluasi alternatif atau tahap penyeleksian.
d. Keputusan pembelian yang berujung kepada tingkat kepuasan konsumen.
Perilaku konsumen dapat dibagi menjadi dua bagian, antara lain:
1. Perilaku yang tampak. Variabel yang masuk di dalamnya antara lain adalah jumlah pembelian,
waktu, karena siapa, dan dengan siapa konsumen melakukan pembelian
2. Perilaku yang tak tampak. Variabelnya antara lain persepsi, ingatan terhadap informasi dan
perasaan kepemilikan oleh konsumen
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:
a. Faktor sosial budaya (kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, referensi, dan keluarga)
b. Faktor psikologis (motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan, dan sikap)
Ada 2 (dua) model yang menjelaskan tentang perilaku konsumen. Pertama adalah Teori Utility,
yaitu konsumen yang rasional akan membagi-bagikan pengeluarannya atas beraneka macam barang
sehingga tambahan kepuasan yang diperoleh dari uang yang dibelanjakan didapatkan dengan
semaksimal mungkin. Kedua adalah Teori Indiferensi, yaitu konsumen akan membagi-bagikan
pengeluarannya atas beraneka macam barang sehingga konsumen akan mendapatkan taraf
pemenuhan kebutuhan yang terbaik.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
1. Hak pelaku usaha adalah (pasal 6 UUPM)
2. Kewajiban pelaku usaha adalah (pasal 7 UUPM)
Etika Bisnis
Etika bisnis menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika dalam dunia bisnis, atau secara
kongkret penerapan prinsip-prinsip etika dalam keputusan dan tindakan bisnis yang dipengaruhi
oleh sistem budaya serta kebijaksanaan ekonomi politik suatu masyarakat/Negara. Sasaran dan
ruang lingkup etika bisnis ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, konsumen dan sistem
ekonomi. Prinsip-Prinsip Umum dalam Etika Bisnis:
1. Prinsip Otonomi : sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
3. Prinsip Keadilan : menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang
adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip Saling Menguntungkan : menguntungkan semua pihak.
5. Integritas Moral : tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu
menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya.
Larangan bagi Pelaku Usaha
1. Larangan Sehubungan Dengan Berproduksi Dan Memperdagangkan Barang dan Jasa (Pasal
8 UUPK)
2. Larangan Sehubungan Dengan Memasarkan (Pasal 9 – 16 UUPK)
3. Larangan Yang Secara Khusus Ditujukan Kepada Pelaku Usaha Periklanan (Pasal 17
UUPK)
4. Larangan Sehubungan Dengan Penggunaan Klausula Baku (Pasal 18 UUPK)
ISSU-ISSU YANG TERKAIT DENGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Periklanan
Dalam Pasal 10 huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
telah menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan, menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar dan menyesatkan mengenai bahaya
penggunaan pada barang.
Keamanan Pangan
Dalam UUPK telah dinyatakan secara tegas klausul tentang tanggung jawab yang harus diberikan
oleh pelaku usaha kepada konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan, bahwa pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi kerusakan, pencemaran, dan /atau kerugian konsumen
akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Perjanjian Standar (Baku)
Perjanjian standar adalah perjanjian yang ditetapkan secara sepihak, yakni oleh
produsen/penyalur produk (penjual), dan mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal),
sehingga pihak yang lain (konsumen) hanya memiliki dua pilihan yaitu menyetujui atau
menolaknya. Dengan adanya perjanjian standar dikhawatirkan adanya klausul eksonerasi
(exemption clause) dalam perjanjian tersebut, yakni klausul yang mengandung kondisi membatasi
atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak
produsen/penyalur produk (penjual).
Menurut ketentuan pasal 18 ayat (1) UUPK, klausul baku berbeda dengan klausul eksonerasi.
Artinya, klausul baku adalah klausul yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha, tetapi isinya tidak
boleh mengarah kepada klausul eksonerasi. Namun dalam pasal 18 ayat (2) mengatakan bahwa
klausul baku harus diletakkan pada tempat yang mudah terlihat dan dapat jelas dibaca dan mudah
dimengerti. Jika hal-hal yang disebutkan dalam ayat (1) dan (2) itu tidak terpenuhi, maka klausul
baku itu menjadi batal hukum.
Layanan Purna Jual
Pasal 1 angka 12 menyebutkan pelayanan purna jual adalah pelayanan yang diberikan oleh
pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu,
daya tahan, kehandalan operasional sekurangkurangnya selama 1 (satu) tahun.
Pasal 25 ayat 1 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang yang
pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun wajib
menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.
634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang
Beredar di Pasar.
Tanggung jawab produk dalam layanan purna jual. Dalam pasal 19 UUPK secara jelas diatur,
pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian yang
diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Ganti rugi itu bersifat serta merta,
dan diberi jangka waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi.
Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual
1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang indikasi geografis
Pelayanan Kesehatan
Dua pendapat berbeda mengenai apakah pasien dapat dikategorikan sebagai konsumen atau
tidak serta kedudukan dokter sebagai pelaku usaha, yaitu:
1) Sebagian berpendapat bahwa pasien dapat digolongkan sebagai konsumen dan dokter sebagai
pelaku usaha dalam bidang usaha, sehingga seluruh aturan-aturan yang ada di dalam UUPK
berlaku bagi hubungan dokter dengan pasien. Didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan
756/2004, yang menyatakan jasa layanan kesehatan termasuk bisnis, bahkan WTO memasukkan
Rumah Sakit, dokter, bidan maupun perawat sebagai pelaku usaha.
2) Sebagian lagi berpendapat bahwa hubungan antara pelaku usaha dan konsumen khusus di bidang
ekonomi harus dibedakan dengan hubungan antara dokter dengan pasien di bidang kesehatan
(hubungan pelayanan kesehatan). Sehingga kaidah-kaidah hukum yang ada dalam UUPK tidak
dapat begitu saja diberlakukan dalam hubungan dokter dengan pasien.
Menurut pendapat Drs. M. Sofyan Lubis, SH., pasien secara yuridis tidak dapat diidentikkan
dengan konsumen, karena hubungan yang terjadi di antara mereka bukan merupakan hubungan
jual-beli yang diatur dalam KUH Perdata dan KUHD, melainkan hubungan antara dokter dengan
pasien hanya merupakan bentuk perikatan medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning verbintenis)
tepatnya perjanjian usaha kesembuhan (terapeutik), bukan perikatan medik “hasil” (resultaat
verbintenis), di samping itu profesi dokter dalam ethika kedokteran masih berpegang pada prinsip
“pengabdian dan kemanusiaan”, sehingga sulit disamaakan antara pasien dengan konsumen pada
umumnya.
Hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK. Sedangkan hak pasien diatur dalam Pasal 52
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (selanjutnya disebut UU
Praktik Kedokteran) dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(selanjutnya disebut UURS). Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, dapat
disimpulkan hak-hak pasien sebagai berikut:
a. Hak atas Informasi
b. Hak atas Persetujuan
c. Hak atas Rahasia Kedokteran
d. Hak atas Pendapat Kedua (Second Opinion)
e. Hak untuk Melihat Rekam Medik
Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK. Sedangkan kewajiban pasien adalah: (a)
Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; (b) Mematuhi nasihat
dan petunjuk dokter atau dokter gigi; (c) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan; dan (d) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Perlindungan Konsumen Dari Aspek Hukum Perdata
Yang dimaksudkan hukum perdata yakni dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang
serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan
lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum
adat)
Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha
penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat dalam:
1. KUH Perdata, terutama dalam Buku Kedua, Ketiga dan Keempat;
2. KUHD, Buku Kesatu dan Buku Kedua;
3. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat
perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia
barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.
Beberapa hal yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyedia barang dan/atau
penyelenggara jasa (pelaku usaha) antara lain sebagai berikut:
1. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Informasi
2. Beberapa Bentuk Informasi
Terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk
informasi pengusaha lainnya.
3. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Perikatan
a. Perikatan yang terjadi karena undang-undang (Pasal 1352 KUH Perdata, 1353 KUH
Perdata dan seterusnya).
b. Perikatan yang timbul karena perjanjian, dapat mengakibatkan terjadinya cedera janji
(wanprestatie).
Perikatan juga dapat terjadi tanpa adanya perjanjian. Terjadinya perbuatan atau kealpaan
yang melanggar atau melawan hukum (PMH).
Perlindungan Konsumen Dari Aspek Hukum Pidana
• Bentuk-bentuk tindak pidana tradisional dalam hubungan produsen dan konsumen yang
sering terjadi ialah perbuatan curang, diatur dalam bab XXV, pasal 378 sampai dengan pasal
395 Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
• menurut Undang-undang perlindungan konsumen bentuk tindak pidana khusus dalam
hubungan tersebut meliputi perbuatan pelanggaran antara lain pelanggaran produksi barang
dan jasa, menawaran, pengiklanan, promosi yang tidak sesuai ketentuan undang-undang
perlindunagn konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (pasal 8 sampai dengan pasal 17)
Asas Hukum Pidana dan Perlindungan Konsumen
• Asas legalitas dam reformasi hukum pidana pada aktivitas ekonomi pelaku usaha dengan
konsumen
• Asas societas delinquere non potest dan asas delinquere potest melalui asas tiada pidana
tanpa kesalahan
• Kriminalisasi tindak pidana perlindungan konsumen atas dasar asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Menegakkan sanksi pidana dalam hukum perlindungan konsumen
• Peran hukum pidana dalam hukum perlindungan konsumen terlihat pada penerapan asas-
asas hukum melalui dua pandangan tentang intervensi hukum pidana dalam bidang hukum
lainnya.
Adanya 2 pandangan : ultimum remidium dan premium remedium
• Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen diatur dalam pasal 61 dan 62.
Perlindungan Konsumen Dari Aspek Hukum Administrasi Negara
Pemerintah memegang peran penting dalam upaya mewujudkan perlindungan hukum atas hak-
hak konsumen, yaitu :
1. Regulasi
2. Kontrol penataan hukum/ peraturan
3. Social engineering
• Sanksi administratif tidak ditunjukan pada konsumen pada umumnya, tetapi justru kepada
pengusaha, baik produsen maupun para penyalur hasil-hasil produknya.
• Sanksi admninistratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan pemerintah kepada
pengusaha atau penyalur tersebut. Jika terjadi pelanggaran, izin-izin tersebut dapat dicabut
secara sepihak oleh pemerintah
Sanksi administrasi ini seringkali lebih efektif dibandingkan dengan sanksi perdata atau sanksi
pidana. Dengan alasan :
1. sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak.
2. sanksi perdata dan/atau pidana terkadang tidak membawa efek jera pada pelakunya.
LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERPERAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Pemerintah
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 29 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan
pelaku usaha”
Tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelengaraan perlindungan konsumen:
1. Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen
2. Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen
3. Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan lembaga.
4. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan
kewajiban masing-masing
5. Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampila
6. Meneliti terhadap barang dan/atau jasa yang beredar yang menyangkut perlindungan
konsumen
7. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa
8. Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam
9. memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barang/jasa
10. Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar mutu
barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Menurut UUPK dalam Bab Xl Pasal 49 sampai dengan Pasal 58 mengatur tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK), merupakan badan yang dibentuk
oleh pemerintah yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen, tetapi bukanlah bagian dari institusi kekuasaan kehakiman.
Konsep dasar pembentukan BPSK adalah untuk menangani penyelesaian sengketa antara pelaku
usaha dengan konsumen, yang pada umumnya meliputi jumlah nilai yang kecil. Pemerintah
membentuk BPSK di daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) untuk menyelesaikan sengketa konsumen
diluar pengadilan.
Murah, Cepat (21 hari) dan Sederhana, Penyelesaian sengketa di BPSK tidak dipunggut biaya.
Cara Penanganan Sengketa di BPSK :
1. Penyelesaian Sengketa dengan cara konsiliasi
Dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara konsiliasi, Majelis
berupaya untuk mendamaikan para pihak, yang bersengketa , dalam cara konsiliasi ini Majelis
hanya bertindak sebagai konsiliator (pasif), Hasil penyelesaian sengketa konsumen tetap berada
ditangan para pihak.
2. Penyelesaian Sengketa dengan cara Mediasi :
Dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara Mediasi pada
dasarnya sama dengan cara konsiliasi, hanya yang membedakan dari kedua cara dimaksud, Majelis
Aktif, dengan memberikan nasihat, petunjuk saran dan upaya lain dalam penyelesaian sengketa,
namun demikian hasil keputusan seluruhnya diserahkan kepada para pihak.
3. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase
Dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara arbitrase,
pelaksanaannya berbeda dengan cara konsiliasi atau mediasi, melalui cara ini Majelis bertindak
aktif untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa bilamana tidak tercapai kesepakatan.
Putusan BPSK :
tahapan, yaitu :
a. Didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat;
b. Maksimal jika hal itu telah diusahakan (dengan Sunguh-sunguh), ternyata tidak tercapai mufakat,
maka putusan dilakukan dengan cara Voting/suara terbanyak.
Putusan Badan Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK) terbatas pada 3 alternatif, yaitu :
a. Perdamaian;
b. Gugatan ditolak;
c. Gugatan dikabulkan.
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL (BPKN)
Syarat-syarat keanggotaannya menurut Pasal 37 UUPK
• Warga Negara Indonesia
• Berbadan sehat
• Berkelakuan baik
• Tidak pernah dihukum karena kejahatan
• Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang perlindungan konsumen
• Berusaha sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Tugas BPKN menurut (Pasal 34 UUPK)
a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan
kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
di bidang perlindungan konsumen;
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen;
d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT (LPKSM)
Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
a. Menyebarkan informasi
b. Memberikan nasihat kepada konsumen
c. Bekerja sama dengan instansi terkait
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Kewenangan BBPOM yaitu:
1. Kewenangan Preventif (Pre-market)
memeriksa setiap produk obat dan makanan sebelum beredar dan dipasarkan ke masyarakat
melalui tahap sertifikasi dan registrasi produk, sarana produksi, distribusi.
2. Kewenangan Represif (Post-market)
memeriksa produk obat dan makanan yang beredar di masyarakat, dengan proses :
a. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obatdan/atau makanan.
b. Melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produkyang dicurigai mengandung
bahan berbahaya
Perguruan Tinggi
undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal
36 poin d bahwa :
anggota badan perlindungan konsumen nasional terdiri dari pemerintah, pelaku usaha, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademis dan tenaga ahli.
perguruan tinggi juga bisa berperan di sektor lainnya yaitu dengan menyelenggarakan berbagai
kegiatan akademis yang berkaitan dengan usaha untuk melindungi konsumen. Berbagai kegiatan
tersebut bisa berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, penyelenggaraan seminar-seminar,
penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian dan dan naskah akademik rancangan undang-
undang (perlindungan konsumen).
Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi
Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan
diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Penyelesaian melalui Litigasi
diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur
penyelasaian melalui peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, peradilan tata usaha
negara, dan peradilan khusus seperti peradilan anak, peradilan niaga, peradilan pajak, peradilan
penyelesaian hubungan industrial dan lainnya.
Kebaikan dari sistem litigasi adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan
peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui
jalur ini.
2. Biaya yang relatif lebih murah (Berdasarkan salah satu asas peradilan Indonesia adalah
Sederhana, Cepat dan Murah).
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri
memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan
upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh
waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
2. Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun
jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim
tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang
akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil
sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu
perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas.
Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Non Litigasi
Undang-undang perlindungan konsumen saat ini membuka kesempatan kepada setiap konsumen
yang dirugikan untuk mengajukan gugatan kepada pelaku usaha melalui jalur di luar pengadilan.
Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan sebagaimana dikehendaki undang-
undang, merupakan pilihan yang tepat untuk mengedepankan penyelesaian secara damai yang dapat
memuaskan kedua pihak.
Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai badan penanganan sengketa
non litigasi.
Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan di luar peradilan menurut Pasal 52 UUPK adalah
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dengan cara melalui mediasi,
arbitrase,dan konsiliasi.
a. Arbitrase
Proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang diserahkan sepenuhnya
kepada BPSK. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dilakukan sepenuhnya dan
diputuskan oleh suatu majelis yang bertindak sebagai arbiter. . Para pihak memilih arbitor dari
anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis arbiter
yang dipilih oleh para pihak, kemudian memilih arbiter dari anggota BPSK yang bersal dari unsur
pemerintah.
b. Konsultasi
Konsultasi merupakan tindakan yang sifatnya personal antara pihak tertentu (disebut dengan
”klien”) dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultan” yang memberikan pendapatnya
kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Pendapat tersebut tidak
mengikat, artinya klien bebas untuk menerima pendapatnya atau tidak.
c. Negosiasi ----------antar 2 belah pihak
Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan
diantara mereka. Menurut Roger Fisher dan William Ury, pengertian dari negosiasi adalah
komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda.
d. Mediasi
Berdasarkan pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999, diketahui bahwa atas
kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang
atau lebih penasehat ahli maupun seorang mediator. Mediator hanya membantu para pihak untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.
e. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan.
Dalam konsiliasi, pihak ketiga mengupayakan pertemuan di antara pihak yang bersengketa untuk
mengusahakan perdamaian. Pihak ketiga yang disebut konsoliator, tidak harus duduk bersama
dalam perundingan dengan para pihak yang bersengketa, melainkan terlibat secara mendalam atas
substansi dari persengketaan.
Ketentuan tentang Sanksi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun
1999
Sanksi Perdata
Dalam kegiatan periklanan, tanggungjawab pelaku usaha periklanan dapat tibul sebagaipelangaran
terhadap larangan-larangan dalam UUPK Pasal 9, 10,12 dan 13 no 8 tahun 1999 yang berhubungan
dengan berbagai macam larangan dalam melakukan penawaran, promosi, maupun pengiklanan
barang dan/atau jasa.
Sanksi Administratif
Sanksi administrasi bagi produsen atau pengusaha berdasarkan pasal 60 ayat (2) UU NO.8 1999,
jika produsen sadar untuk memenuhi tanggung jawabnya, maka pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi
sanksi yang jumlahnya maksimum Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah).
Sanksi pidana
Ancaman pidana bagi pelaku usaha yang melanggar larangan tersebut berdasarkan Pasal
62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Hukum Tambahan
Selain ancaman pidana di atas, terhadap pelaku usaha dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa (Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen):
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
Pengetian E-Commerce
Electronic Commerce Transaction (E-Commers) adalah transaksi dagang antara penjual
dengan pembeli dalam rangka penyediaan barang atau jasa termasuk melelangkan
barang/jasa atau pengalihan hak dengan menggunakan media elektronik komputer maupun
internet.
Dasar Hukum
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer,jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. (Pasal 1 angka 2 UU ITE )
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian Hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi
atau netral teknologi (Pasal 2 UU ITE)
ruang lingkup Jenis jenis e commerce
1. Business to Business > Transaksi business to business itu yang sering disebut sebagai b to b
adalah transaksi antar perusahaan (baik pembeli maupun penjual adalah perusahaan)
2. Business to Customer > Business to customer atau yang dikenal dengan b to c adalah
transaksi antara perusahan dengan konsumen / individu
3. Customer to Customer > Customer to customer ini adalah transaksi dimana individu saling
menjual barang pada satu sama lain
4. Customer to Business > Customer to Business ini yaitu transaksi yang memungkinkan
individu menjual barang pada perusahaan
5. Customer to Government > Customer to government adalah transaksi dimana individu dapat
melakukan transaksi dengan pihak pemerintah
Pada e-commerce terdapat beberapa komponen yang terkait, dimana komponen-
komponen ini membentuk sebuah mekanisme pasar e-commerce, yaitu :
1. Konsumen
Konsumen disini berbicara mengenai para pengguna internet yang dijadikan sebagai target
pasar yang potensial untuk diberikan berbagai macam penawaran baik berupa produk, jasa
maupun informasi oleh penjual.
2. Penjual
Penjual merupakan pihak yang menawarkan produk, jasa atau informasi kepada para
konsumen baik secara individu maupun organisasi. Proses penjualan dapat dilakukan dengan
menggunakan media website yang dimiliki oleh penjual.
3. Produk
Pada transaksi e-commerce, sesungguhnya produk yang ditawarkan adalah produk digital.
Hal ini dikarenakan konsumen tidak melihat secara langsung produk yang ditawarkan dalam
bentuk fisik melainkan hanya merupakan gambar visualisasi dalam bentuk katalog produk
dalam halaman website.
4. Front end
Front end merupakan aplikasi web yang dapat berinteraksi dengan para pengguna secara
langsung. Beberapa proses bisnis yang terdapat pada front end ini antara lain adalah katalog,
keranjang belanja (shopping cart), mesin pencari (search engine), dll.
5. Infrastruktur
Infrastruktur pasar yang menggunakan media elektronik meliputi penggunaan perangkat
keras, perangkat lunak dan juga sistem jaringan komputer seperti penggunaan jaringan
komunikasi internet.
6. Back end
Back end merupakan bentuk aplikasi yang secara tidak langsung berperan sebagai
pendukung dari aplikasi front end. Dimana semua aktifitas yang berkaitan dengan
pemesanan barang, manajemen pengelolaan produk, proses pembayaran dan pengiriman
barang termasuk dalam proses bisnis back end.
7. Partner Bisnis
Partner bisnis merupakan pihak yang dapat melakukan kolaborasi atau kerjasama dengan
para produsen. Contoh partner bisnis adalah seperti bank yang dapat memudahkan proses
pembayaran yang dilakukan oleh para konsumen baik via transfer ataupun mobile banking
(m-banking)
8. Support services
Beberapa layanan yang masuk ke dalam support services adalah trust service, yang
menjamin keamanan dalam proses transaksi e-commerce.
Penyelesaian Sengketa dalam E-Commerce
Dalam penyelesaian sengketa untuk mempertahankan hak-hak konsumen diatur pada Pasal 45
UUPK, yang menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Menurut Edmon Makarim, salah seorang pakar Hukum Telematika, salah satu kelemahan
penggunaan UU Perlindungan Konsumen untuk melindungi pihak pembeli (konsumen) dalam
transaksi e-commerce adalah hanya dapat diberlakukan kepada pelaku usaha yang bergerak di
dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Jadi walaupun belum menjangkau e-commerce secara
keseluruhan tetapi untuk perusahaan yang jelas alamat dan kedudukannya (di Indonesia), bila si
pelaku usaha tersebut melakukan wanprestasi maka ia tetap dapat dituntut menurut hukum
Indonesia.