Resume Tentang Perlindungan Konsumen

28
Nama : Fajri Fil’ardi NPM : 110120120030 Mata Kuliah : Hukum Organisasi Perusahaan RESUME TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Pengertian konsumen Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa. 2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan

Transcript of Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Page 1: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Nama : Fajri Fil’ardi

NPM : 110120120030

Mata Kuliah : Hukum Organisasi Perusahaan

RESUME TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Pengertian konsumen

Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang

membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau

sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.

Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau

jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud

konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.

2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki

dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar

hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan

dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan

cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam

hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang /

jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah

menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan

konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun

diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal

20 april 1999.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat

mengajukan perlindungan adalah:

Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21

ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

Page 2: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan

lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif

Penyelesian Sengketa

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan

Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001

Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh

dinas Indag Prop/Kab/Kota

Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795

/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen,

dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa

mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan

penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam

soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan

Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa

dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal

21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal

21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Perlindungan Konsumen.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal

21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat.

Page 3: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal

21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta

Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota

Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar,

Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota

Yogyakarta, dan Kota Medan.

3. Definisi Perlindungan Konsumen

Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang

perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-

hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan

harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu

merugikan hak konsumen.

Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat

hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan

mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah

dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah

adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen,

yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat

pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu

meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan

konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau

Page 4: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya

apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan

berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu,

globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi

telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi

barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga

barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri

maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak

mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan

barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka

lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa

sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan

fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha

dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi

yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup

keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi,

cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan

konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat

kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama

disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-

undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum

yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan

kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha

adalah mendapat kentungan yang semaksimal mungkin dengan modal

seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan

konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Page 5: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya

pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat

melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif serta

dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk

mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan

konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong

lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui

penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini

dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku

usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan

penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan

dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan

nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan

terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia

seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia

yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar

1945.

Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada

dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur

tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-

undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-

undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang

Barang, menjadi Undang-undang;

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah;

Page 6: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan

Industri

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing

The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia);

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-

undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1987;

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup;

Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas

kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang

Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun

1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang

Page 7: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup

tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini

karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk

memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan

menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-

undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang

melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang

Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan

memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah

asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam

implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang

jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-

benar kuat.

a. Asas perlindungan konsumen .

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas

perlindungan konsumen.

Asas manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara

keseluruhan.

Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan

Page 8: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya

secara adil.

Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material

maupun spiritual.

Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan

keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan

pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

Asas kepastian hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

5. Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan

perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.

Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut

hak- haknya sebagai konsumen.

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

Page 9: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

6. Hak dan Kewajiban Konsumen

a. Hak-Hak Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak

dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting

agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.

Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap

dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian

bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan

kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-

haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak

konsumen sebagai berikut :

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang/jasa.

Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai

tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .

Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang/jasa.

Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang

digunakan.

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskrimainatif.

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika

barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

Page 10: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen

yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku

usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga

kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang

disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif

persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa

kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara

tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan

curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun

1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa

konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak

konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8

tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga

diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen,

misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana

konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).

b. Kewajiban Konsumen

Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

• Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

• Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

• Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

• Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Page 11: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

7. Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen

a. prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian

Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip

tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng

ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas muncul pada kategori

bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian

pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang

berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu

adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada

produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan

ganti kerugian berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-

bukti, yaitu :

Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai

kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya

kerugian konsumen.

Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas

produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau

digunakan.

Konsumen penderita kerugian.

Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya

kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan

kerugian konsumen).

Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga

mengalami perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda

terhadap kepentingan konsumen, yaitu:

a. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan

Kontrak

Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah

suatu tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan

dan hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen karena

gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu

Page 12: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

adanya unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara

produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan

kelalaian tidak memberikan perlindungan yang maksimal kepada

konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam

mengajukan gugatan kepada produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya

hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat dengan produsen

sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian

konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.

b. Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan

Hubungan Kontrak

Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan

kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian

namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap

persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu

hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian kepada produsen.

Prinsip ini tidak memeihak kepada kepentingan konsumen, karena pada

kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian atas pemakaian

suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan hukum

dengan produsen.

c. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak

Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan

beberapa pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua

dalam perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka

tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang

tetep berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya

hubungan kontrak.

d. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian

Terbaik

Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab

berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip

Page 13: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya

keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab

berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih

berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju

pembentukan tanggung jawab mutlak.

b. Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi

Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran

hukum juga memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas

wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi

adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak

dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau

perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis

maupun lisan. Keuntungab bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan

teori ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu

kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual

untuk memenuhi janjinya. Itu berati apabila produsen telah berupaya

memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka

produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan

tetapi, dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat

beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum

terdapat kepentingan konsumen, yaitu :

Pembatasan waktu gugatan.

Persyaratan pemberitahuan.

Kemungkinan adanya bantahan.

Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara

horizontal maupun vertikal.

c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability.

Menurut prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang

diderita konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran.

Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu

Page 14: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan

ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum

pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan

adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian

yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka

setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat

atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus

mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.

Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan

dalam hukum tentang product liability adalah :

Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak,

beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang

memproduksi.

Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran,

berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan

pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus

bertanggung jawab.

RESUME TENTANG MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1. Pengertian

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian

monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku

atau satu kelompok pelaku usaha.

Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-

perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau

bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai

kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Page 15: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan

bahwa pelaku usaha dapat dianggap secara bersama-sama melakukan

penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa jika

kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus

dibuktikan dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak

sehat dan merugikan kepentingan umum.

2. Asas dan Tujuan

Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus

berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan

antara kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:

a) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi

nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat

b) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan

usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan

berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil

c) Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

yang ditimbulkan oleh pelaku usaha

d) Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha

3. Kegiatan yang dilarang

a) Monopoli

Monopoli adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-

kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga

harganya dapat dikendalikan.

b) Monopsoni

Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang dan

dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang

pembeli.

c) Penguasaan pasar

Page 16: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan

menguasai pasar yang berupa:

1. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan

2. Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku

usaha pesaing pada pasar bersangkutan

3. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

d) Persengkongkolan

Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan

kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU

Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:

a) Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk

mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat

b) Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi

kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia

perusahaan

c) Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha

pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang

ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun

kecepatan waktu yang disyaratkan.

Pasal 1 angka 4 UU No.5 Th.1999 menyebutkan bahwa posisi

dominan merupakan keadaan pelaku usaha yang tidak adanya pesaing

yang berarti di pasar ybs dalam kaitan dengan pangsa pasar yang

dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara

pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan

keuangan , akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan pasokan

dan permintaan barang atau jasa tertentu.

Page 17: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat

dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas

adalah sbb:

1. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau

lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu

2. Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha

menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.

4. Perjanjian yang dilarang

A. Oligopoli

Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan

pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi

pasar, maka:

1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa

2. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi

dan atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku

usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa

pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

3. Penetapan harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian sbb:

1. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan

harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh

konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang

sama

2. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar

dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh

pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama

3. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan

harga di bawah harga pasar

Page 18: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

4. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan

bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau

memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya

dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan

5. Pembagian wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi

pasar terhadap barang dan atau jasa.

1. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan

usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar

negeri.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari

pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat:

1. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain

2. membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap

barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

3. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur

produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.

5. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU adalah sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan

atau persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini diatur dalam UU Nomor 5

Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU antara lain:

a) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh

pelaku usaha

Page 19: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

b) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku

usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya

c) Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi

d) Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah

terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

e) Menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan

terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

f) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan

usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktik

monopoli / persaingan usaha tidak sehat

g) Melakukan penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan

praktik monopoli/ persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan

masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai

hasil dari penelitiannya

h) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan

undang-undang

i) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,

saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi

panggilan komisi

j) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku

usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

6. Sanksi

A. Sanksi administrasi

Sanksi ini dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian,

pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk

menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas

penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan usaha,

penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-

rendahnya satu milyar rupiah atau setinggi-tingginya 25 milyar rupiah.

B. Sanksi pidana pokok dan tambahan

Page 20: Resume Tentang Perlindungan Konsumen

Sanksi ini dimungkinkan bila pelaku usaha melanggar integrasi

vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli,

monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham,

penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda

minimal 25 milyar rupiah dan setinggi-tingginya seratus milyar rupiah,

sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian

tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap

dikenakan denda minimal lima milyar rupiah dan maksimal 25 milyar

rupiah.

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran berat dikenakan

pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa:

1. Pencabutan izin usaha

2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan

pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan

direksi atau komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun

Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang

menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.