Materi seminar nasional ekonomi hijau perspektif kebijakan lingkungan tahun 1993 - suswono k

3
“Perspektif Kebijakan Lingkungan Tahun 1993-2013 – Skema REDD+ yang cocok untuk Indonesia” Oleh: Sarwono Kusumaatmadja 1. Upaya untuk mengarus-utamakan REDD+ sebagai kebijakan ekonomi berwawasan lingkungan (ekonomi hijau seperti telah menjadi semboyan yang lazim, atau ekonomi biru, “blue economy”, yang akan memasuki diskursus tentang ekonomi berwawasan lingkungan dalam waktu-waktu mendatang), menempatkan Indonesia dalam posisi yang istimewa. Dengan catatan tentunya bahwa keistimewaan itu dapat kita gunakan sebaik-baiknya. 2. Sebagai negara berkembang, Indonesia menjadi korban dari perubahan iklim yang sedang menimpa semua negara, dengan kadar pembebanan yang melebihi negara- negara maju. Namun dengan luasan daratan tropis yang demikian luas, termasuk di dalamnya bentangan hutan alam yang termasuk hutan gambut, Indonesia juga mempunyai peluang untuk menjadi pelopor dalam mitigasi perubahan iklim. 3. Beberapa tahun lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan potensi kepeloporan itu dengan menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen melakukan reduksi emisi 26% dengan kekuatan sendiri dan 46% dengan kerjasama internasional pada tahun 2020, dengan pembanding skenario “business as usual”. Sayangnya pernyataan ini menjadi menarik justru karena dasar perhitungan reduksi emisinya tersebut tidak pernah dijelaskan. 4. Selain pernyataan Presiden tersebut, Indonesia juga telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim, mendirikan Kelompok Kerja Strategi Nasional REDD+, ser- ta menetapkan 3 provinsi sebagai percontohan REDD+. Upaya-upaya rintisan di atas hadir di tengah kenyataan bahwa wawasan pem- bangunan, program, pendanaan, serta ukuran-ukuran keberhasilan masih didominasi oleh serangkaian paradigm yang lazim disebut “business as usual”. Dan hal ini bukan merupakan masalah kita semata, tapi merupakan masalah global. Upaya mitigasi

Transcript of Materi seminar nasional ekonomi hijau perspektif kebijakan lingkungan tahun 1993 - suswono k

Page 1: Materi seminar nasional ekonomi hijau  perspektif kebijakan lingkungan tahun 1993 - suswono k

“Perspektif Kebijakan Lingkungan Tahun 1993-2013 – Skema REDD+ yangcocok untuk Indonesia”

Oleh: Sarwono Kusumaatmadja

1. Upaya untuk mengarus-utamakan REDD+ sebagai kebijakan ekonomi berwawasan

lingkungan (ekonomi hijau seperti telah menjadi semboyan yang lazim, atau

ekonomi biru, “blue economy”, yang akan memasuki diskursus tentang ekonomi

berwawasan lingkungan dalam waktu-waktu mendatang), menempatkan Indonesia

dalam posisi yang istimewa. Dengan catatan tentunya bahwa keistimewaan itu dapat

kita gunakan sebaik-baiknya.

2. Sebagai negara berkembang, Indonesia menjadi korban dari perubahan iklim yang

sedang menimpa semua negara, dengan kadar pembebanan yang melebihi negara-

negara maju. Namun dengan luasan daratan tropis yang demikian luas, termasuk di

dalamnya bentangan hutan alam yang termasuk hutan gambut, Indonesia juga

mempunyai peluang untuk menjadi pelopor dalam mitigasi perubahan iklim.

3. Beberapa tahun lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan potensi

kepeloporan itu dengan menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen melakukan

reduksi emisi 26% dengan kekuatan sendiri dan 46% dengan kerjasama internasional

pada tahun 2020, dengan pembanding skenario “business as usual”.

Sayangnya pernyataan ini menjadi menarik justru karena dasar perhitungan reduksi

emisinya tersebut tidak pernah dijelaskan.

4. Selain pernyataan Presiden tersebut, Indonesia juga telah membentuk Dewan

Nasional Perubahan Iklim, mendirikan Kelompok Kerja Strategi Nasional REDD+, ser-

ta menetapkan 3 provinsi sebagai percontohan REDD+.

Upaya-upaya rintisan di atas hadir di tengah kenyataan bahwa wawasan pem-

bangunan, program, pendanaan, serta ukuran-ukuran keberhasilan masih didominasi

oleh serangkaian paradigm yang lazim disebut “business as usual”. Dan hal ini bukan

merupakan masalah kita semata, tapi merupakan masalah global. Upaya mitigasi

Page 2: Materi seminar nasional ekonomi hijau  perspektif kebijakan lingkungan tahun 1993 - suswono k

perubahan iklim telah mulai tampak di berbagai bidang, tapi masih belum menjadi

arus utama.

5. Potensi kepeloporan Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim antara lain berdasar

pada fakta bahwa Indonesia mempunyai bentangan hutan gambut tropis terluas di

dunia. Hutan gambut mempunyai daya simpan cadangan karbon yang sangat besar,

dan sebaliknya eksploitasi hutan gambut terbukti pula mampu melepas gas rumah

kaca secara massif. Terbukti dari bencana kebakaran hutan tahun 1997-1998 di ma-

na Indonesia karenanya sempat didakwa sebagai pelepas gas rumah kaca nomor

satu dunia.

6. Situasi semacam ini menyebabkan “trade off” yang tidak menguntungkan dari

kegiatan pembangunan kita. Di satu pihak mendapat pujian sebagai “new emerging

economy” dengan pertumbuhan ekonomi 6%, tetapi di pihak lain mengalami

pengurusan sumberdaya alam, bencana yang tiada henti, serta kesenjangan ekonomi

yang kian lebar.

7. Jika tidak ada inovasi yang stategik, Indonesia bisa mengalami stagnasi ekonomi ser-

ta penajaman dan perluasan konflik sosial yang sulit dicari jalan keluarnya dengan

pendekatan konvensional.

8. Inovasi yang diperlukan adalah untuk melekatkan nilai ekonomi yang tepat bagi

sumberdaya alam kita utamanya hutan tropis, serta memastikan terjadinya sebaran

manfaat serta aktivitas ekonomi secara lebih adil dan inklusif.

9. Jawaban ini tidak bisa kita dapatkan dari berbagai resolusi yang keluar dari

perundingan-perundingan multilateral, yang para pelakunya juga telah tersandera

oleh kepentingan-kepentingan yang sudah berurat-berakar dan yang sekaligus

menjadi penyebab perubahan iklim global.

10. Di tengah kegagalan diplomasi multilateral tersebut, berbagai inisiatif telah lama

digelar oleh berbagai pihak, baik “civil society”, dunia sains dan teknologi,

pemerintahan, maupun dunia bisnis, untuk merumuskan pola-pola kerjasama dalam

Page 3: Materi seminar nasional ekonomi hijau  perspektif kebijakan lingkungan tahun 1993 - suswono k

rangka REDD+. Bahkan di luar REDD+ terdapat aktivitas ekonomi hijau yang mulai

berjalan sekalipun masih dalam skala amat kecil, dan sulit berkembang menjadi arus

utama karena tidak didukung oleh instrument ekonomi yang memadai. Diperlukan

suatu entitas nasional, misalnya: negara, untuk merangkul semua pelaku ini yang

sedang mencari “Rumah” untuk bisa mulai bekerja dalam arus utama.

11. Jawabannya terletak pada kemampuan kita untuk menggalang kekuatan dari

berbagai pihak tadi untuk memperlakukan ekonomi hijau atau ekonomi biru (apapun

namanya) yang unsur-unsurnya sudah ditemu-kenali, termasuk juga solusi serta

pelakunya. Para pelaku ekonomi hijau menunggu Indonesia sebagai Tuan Rumah,

bukan saja karena upaya-upaya rintisan telah dibuat, komitmen awal sudah dibuat,

tetapi karena mereka pun tahu Indonesia bisa kalau Indonesia mau, karena sifat

sumberdaya alamnya.

12. Tidak kurang dari Al Gore, pemenang Hadiah Nobel yang mengatakan di Jakarta

dalam kunjungannya ke Indonesia yang mengatakan bahwa dunia sedang menunggu

kepemimpinan Indonesia dalam REDD+. Sayang pernyataan ini tidak dihiraukan,

mungkin karena kepemimpinan tidak sedang kita temukan.

13. Kesimpulannya: Indonesia perlu menindak-lanjuti rintisan, melakukan inovasi, serta

memperlihatkan teladan untuk melekatkan nilai-nilai ekonomi yang sepantasnya

bagi sumberdaya alam kita utamanya hutan, dan perlu memastikan terjadinya

sebaran manfaat serta kegiatan ekonomi secara lebih adil dan inklusif, sekaligus

menjadikan “ekonomi hijau” menjadi karakter ekonomi Indonesia sesuai dengan

karakter sumberdaya alamnya.