Materi Perekonomian Indonesia
-
Upload
hindun-mudawamah -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of Materi Perekonomian Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada bagian ini akan khusus dibahas perihal mode pengelolaan sumber
daya alam yang sampai ini masih menompang perekonomian Indonesia
melalui sumbangannya yang dominan dalam APBN dan APBD. Melihat
beragamnya jenis kekayaan alam yang ada di indonesia, maka bagian ini akan
memberikan gambaran mode pengelolaan minyak dan gas, yang disertai
dengan studi gagasan penulis perihal alternatif pengelolaan SDA yang
mandiri dan berkeadilan, serta studi kasus pengelolaan kekayaan alam
didaerah.
Wancana yang telah didengungkan sejak era reformasi tahun 1998 adalah
perlunya shifting paradigm untuk mengoreksi kesalahan paradigmatik
pembangunan selama ini, yakni dengan melakukan reorintasi pembangunan
yang lebih berbasis kepada sumber daya domestik dan sumbersaya pertanian
dalam arti luas dengan kandungan IPTEK yang tinggi (resource and
knowledge based industrialization and devalopment). Hal ini untuk
menciptakan proses pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan
(suistainable growth and development)
Dengan begitu, proses pertumbuhan dan pembangunan tidak akan
menciptakan kontadiksi dengan sebagai besar pelaku pembangunan yang
selama ini telah berkiprah dalam mengolah SDA pertanian dalam arti luas.
Juga, pembangunan akan menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanutan lewat pencipta kesempatan kerja seluar-luasnya sekaligus
menciptakan pemerataan (growth through quity). Tentu saja ase nasional
berupa industri manufaktur non-argo tetap dikembangkan. Hanya saja, lebih
di tekankan untuk memanfaatkan kepasitas terpasang yang kinin masih belum
pulih sepenuhnya dari kondisi krisis.
1
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Perkonomian Insonesia, juga sebagai media untuk mempraktikan ilmu yang
telah di pelajari dan dengan tujuan sebagai berikut :
a. Mengetahui masalah Sumberdaya Alam Struktur Penuasaan SDA.
b. Mengetahui kebijakan SDA Struktur Penuasaan SDA
c. Mengetahui dominasi SDA di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
yaitu :
1. Apakah Masalah SDA Struktur Penuasaan SDA?
2. Bagaimana Kebijakan SDA Struktur Penuasaan SDA ?
3. Apakah Dominasi SDA di Indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRUKTUR PENGUASAAN SUMBER DAYA ALAM
Pemahaman terhadap struktur penguasaan sumber daya alam dapat
dilakukan dengan contoh kasus pada struktur produksi minyak indonesia.
Sebagian besar kontrol migas indonesia hari ini berada di tangan segelintir
korporasi asing, yang menguasai 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan
lapangan migas di indonesia, sekaligus menduduki 10 besar produsen minyak
di indonesia. Chevron Pasific (AS), berada di urutan pertama diikuti Conoco
Philips (AS), Total Indonesie (Prancis), Chisna National Offshore Oil
Coorporation (Tiongkok), Petrochina (Tiongkok), Korea Development
Company (Korea Selatan) dan Chevron Company (Petro Energy, 2007).
Penguasaan minyak ileh korporasi asing ini telah melemahkan kontrol
negara terhadap alokasi produksi, biaya produksi, cost recovery, dan tingkay
harga minyak. Akibatnya pemenuhan kebutuhan domestik yang sekiranya
dapat menstabilkan harga domestik tidak lagi menjadi utama, Indonesia
memang mengimpor BBM sebesar 302,559 barel/hari pada tahun 2007. Tetapi
pada minyak kita pun dijual ke luar negeri sebanyak 348.314 barel/hari
(ESDM,2008).
Sementara itu, biaya produksi minyak di Indonesia membengkak hingga 9
dollar AS per barel padahal di Malaysia hanya sekitar 3.7 dollar AS per barel
dan di North Sea yang paling sulit pun juga hanya sekitar 3 dollar AS per
barel. Disamping itu, cost recovery menjadi kian meningkat dan hampir
mencapai 30% pada tahun 2007. Kontrol minyak oleh pasar (korporasi) pada
akhirnya diwujudkan melalui “Pemaksaan” penentuan harga minyak
internasional di New York Merchantile Exchange. Padahal hampir tidak ada
minyak Indonesia yang diperdagangkan disana, bahkan volume transaksi di
pasar minyak tersebut hanya meliputi 30% transaksi minyak dunia
(Kwik,2007).
Akibatnya harga BBM merupakan implikasi dilakukannya liberalisasi,
Peivatisasi, Penghapusan, Subsidi, dan Deregulasi migas yang menjadi pilar
3
agenda tersebut. Jalan ekonomi neoliberal inilah yang memaksa diperkecilnya
peranan Pemerintah dan pertamina, berubahnya BBM dari barnag publik ke
barang privat, dilepasnya harga BBM ke mekanisme pasar (penghapusan
subsidi), dan mesuknya korporasi swasta dalam bisnis migas hingga sektor
hilir. Menyusul kenaikan harga BBM, beberapa permodalan asing mulai
menancapkan kukunya dalam bisnis eceran BBM di Indonesia. Sejauh ini,
jaringan SPBU mereka masih terbatas dalam eilayah Jabodetabek. Tetapi
dalam jangka panjang, mereka jelas ingin mengepakan sayapnya ke seluruh
penjuru Indonesia.
Bagi perusahaan multinasional, harga BBM bersubsidi adalah musuh besar
yang harus secepatnya disingkirkan. Sebagai perusahaan multinasional,
mereka menjual BBM sesuai dengan standar harga Internasional. Jika
pertamina masih tetap menjual BBM dengan harga bersubsidi, bagaimana
mungkin mereka dapan memperluas jaringan SPBU-nya? (Baswir, 2008).
B. MASALAH SUMBER DAYA ALAM
Sejak awal kemerdekaan hingga masa Orde Baru yang melakukan proses
industrial secara sistematis dan besar-besaran, peran peratanian hanya menjadi
salah satu sektor pembanguna bahkan sekedar menjadi penopang/pelengkap
sktor industri non-argosemata. Padahal kekayaan potensial terbesar dari bangsa
ini adalah berasal dari sumberdaya alam (SDA) pertanian dalam arti luas.
Paradigma pembangunan sejak awal kemerdekaan hingga sekarang tercatat
lebih memproritaskan kepada strategi pembangunanpembangunan berbasis
kepada industri non-argo dan impor sekaligus kerap mengorbankan pertanian
dalam arti luas beserta para pelakunya. Hal yang disebut terakhir ini, misalnya
terbukti dengan telah terdegradasi secara drastis SDA bangsa dalam ini di satu
pihak. Tetapi di lain pihak makin terpuruknya peran pertanian dalam arti luas
sekaligus makin termarjinalisasikanya para pelaku yang bergerak di dalamnya.
Memperjelaskan analisis sebelumnya bahwa presentasi PBD pertanian
dalam arti luas (perikanan, tanaman pangan, perkebunan, perternakan,
kehutanan, dan hortikultura) terhadap PDB total tahun 2000 sekitar 15,6%,
malahan turun pada tahun 2005 menjadi tinggal 13,39%. Apalagi kalau melihat
4
perkembangan investasi di seluruh kelompok pertanian baik PMDN
(penanaman Modal Dalam Negri) maupun PMA (Penanaman Modal Asing).
Misalnya untuk PMDN, seluruh kelompok pertanian tahun 2001, Jumlah
izin usaha hanya 15 atau 9,3% dibandingkan dengan seluruh izin usaha
(industr, jasa, dan pertambangan) yang berjumlah 160 dan miningkat menjadi
20 atau 15,53% dari seluruh izin usaha yang berjumlah 128 pada tahun 2006.
Sementara dilihat dari realisasi investasinya tahun 2001 hanya sekitar
Rp1.121,7 miliar atau 11,34% dari total investasi PMDN yang berjumlah
Rp9.890,8 miliar dan menigkat menjadi Rp2.131,6 miliar atau 15,74% dari
total investasi PMDN yang berjumlah Rp13.545,9 miliar tahun 2006.
Sementara untuk PMA lebih rendah lagi, dimana kelompok pertanian
tahun 2001, jumlah izin usaha hanya 16 atau 3,5% dari seluruh izin usaha PMA
yang berjumlah 454 dan meningkat jumlahnya menjadi 20, tetapi menurun
presentasenya menjadi 2,6% dari total izin usaha PMA yang berjumlah 770
tahun 2006. Sementara dilihat dari realisasi investasinya tahun 2001 hanya
sekitar 79,4 juta US$ atau 2,3% dari total investasi PMA yang berjumlah
US$3.509,4 juta dan meningkat menjadi US$368,6 juta atau 8,2% dari total
investasi PMA yang berjumlah US$4.480,7 juta.
Namun tetap saja kesimpulan peran investasi di sektor pertanian masih
jauh tetinggal dibandingkan dengan sektor industri non-argo, jasa, dan
pertambangan. Sementara data kemiskinan diukur oleh garis kemiskinan BPS
sekarang ekitar 38 juta atau 17,3% dari total penduduk (sekitar 220 juta) yang
sebagian besar berada di sektor pertanian dan pedesaan. Begitu juga tingkat
kesejahteraan petani yang diukur oleh NTP (Nilai Tukar Patani, jasa yang
dibelinya) yang senderung menurun terus dari rata-rata angka jauh di atas 100
tahun 80-an menjadi mendekati bahkan di bawah 100 sejak tahun 90-an hingga
sekarang yang berani tingkat kesejahteraan yang semakin menurun.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah prospek kontribusi SDA pertanian
dalam arti luas dalam konteks dimana lingkungan strategis yang memayungi
perannya dalam pembangunan nasional 2008 dan tahun-tahun selanjutnya. Ada
tiga variable yang menarik untuk diperhatikan sebagai constrains.
5
Pertama menghgadapi globalisiasi Kalau strategi pembangunan
makronya tak dilakukan teriorentasi secara mendasar (yang hanya bertumpu
kepada non-argo base industrialization ). Maka gam,baran tersebut tak akan
berubah, yakni rendahnya tingkat daya saing bangsa dalam pasar global,
terutama sektor pertanian.
Kedua, menghadapi “krisis kenaikan migas blobal”. Kalau kalangan
pejuang sektor pertanian pada umumnya hanya pasif dan introvet, maka
kemiskinan di sektor pertanian dan pedesaan akan semakin parah lagi. Juga
akan terjadi “epportunity loss” yang mestinya bisa dimanfaatkan untuk
investasi baru di sektor pertanian dalam arti luas karena terjadinya financial
everliquidity baik secara global maupun nasional.
Ketiga, menghadapi konstelasi elit politik nasional. Ini lebih pesimis lagi,
meningkat lobi politik kelangan pertanian maupun posisi tawanya terhadap
kalangan regulasi maupun arah pembangunn dalam alam demokrasi, suka
maupun tidak suka, amat sangat ditentukan oleh para elite politik yang ada di
legislatif, eksekutif, judikatif, partai-partai, serta media masa yang cenderung
lebih memihak kepada orientasi pembangunan bebasis non-argo dan impor,
bahkan sekarang ini semakin kepada nonsektor riil (moneter bahkan spekulasi
dipasar uang dan pasar modal yang bekerja sama dengan para spekulan global).
C. KEBIJAKAN SUMBERDAYA ALAM
Oleh karena itu, solusinya setidaknya juga harus memperhitungkan tiga
variable tersebut. Pertama, harus ada perjuangan ekstra keras untuk merebut
wacana resource and knowledge based industrialization and devalopment
dalam menghadapi globalisasi menjadi wacana nasional, sehingga dapat
memayungi pembangunan barbasis SDA dalam arti luas dengan kandungan
ilmu pengetahuan dan IPTEK yang tinggi.
Kedua, menghadapi krisis migas global, kalangan pejuang pertanian
harus pandai menciptakan peluang serta koalisi secara luas untuk
memanfaatkan finisial everliquidity global maupun nasiolan untuk mendorong
6
investasi baru besar-besaran dalam rangka industrialisasi berbasiskan SDA
pertanian dalam arti luas dengan kandungan IPTEK yang tinggi.
Ketiga, bagaimana kalangan pejuang pertanian dan harus mampu
mempunyai lobi politik tawar terhadap para elit politik agar lebih peduli
kepada sektor ini, bahkan makin berorientasi untuk membangun kemampuan
daya saing di pasar global yang tinggi yang berbasis pertanian dalam arti luas
dengan kandungan ilmu pengetahuan yang tinggi.
D. DOMINASI SDA INDONESIA
Tanpa melakukan koreksi struktur dan jalan ekonomi tersebut, maka
kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah akan cendrung tidak pro-rakyat.
Hal inilah yang rupanya tidak diakui oleh pemerintahan yang dalam upayanya
meyakinkan tiadanya pilihan selain menaikan harga BBM menyampaikan
alasan – alasan yang tidak disertai dengan data dan fakta yang lengkap
(terbuka). Mengapa?
Pertama, alasan bahwa tanpa menaikan BBM maka APBN akan “jebol”
terkesan mengada ada Kenaikan harga minyak internasional selain menambag
pengeluaran untuk pembelian impor BBM sebenarnya juga menambah
penerimaan negara dari ekspor dan pajak dari minyak. Data APBN-P 2008
menunjukan bahwa kenaikan harga minyak selain menambah besaran
“subsidi” BBM dari Rp. 45,8 T menjadi Rp. 126,8 T (naik Rp. 81 T) juga
menambah PPH migas dari Rp. 41,6 T menjadi Rp. 53,6 T, pajak ekspor dari
Rp. 4,0 T menjadi Rp. 11,1 T, dan penerimaan Minyak Bumi dari Rp. 84,3T
menjadi sebesar Rp. 149T. Total perkiraan kenaikan penerimaan negara
adalah sebesar Rp. 84T. Ini yang tidak pernah dijelaskan pemerintah.
Kedua, alasan bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang – orang
kaya sehingga perlu dihapuskan cendrung dicari – cari. Pelaku usaha
transportasi rakyat, industri kecil, dan nelayan juga merupakan konsumen
terbesar BBM. Dalam struktur ekonomi yang timpang dan kolonialistik seperti
di atas memang hampir semua layanan publik sepertihalnya jalan tol, jasa
kepolisian, dan belanja publik lainnya akan lebih banyak dinikmati orang –
7
orang kaya, bahkan termsuk keberadaan pemerintah ini sendiri. Apakah
pemerintah dengan begitu perlu dihapuskan?
Dalam logika barang publik maka akses didapat dengan biaya sama karena
yang membedakan adalah besaran pajak (Progresif) yang harus dibayar orang
– oran kaya dalam jumlah makin besar. Lagi pula,mengapa pemerintah tidak
menghapus subsidi ke bank – bank yang jelas – jelas milik orang kaya yang
dibayr sebesar Rp. 40T/tahun melalui obligasi rekap?
Ketiga, alasan bahwa harga bensih premium di indonesia terlalu murah
dibanding negara lain pun terkesan menutup – nutupi fakta. Harga bensin di
Venezuela hanya Rp. 460/liter, di Saudi Arabia Rp. 1,104/liter, di Nigeria Rp.
920/liter, di Iran Rp. 828/liter, di Mesir Rp. 2,300/liter, dan di Malaysia Rp.
4.876/liter. Rata – rata pendapatan per kapita di negara – negara tersebut lebih
tinggi dari kita. Sebagai contok Malaysia sekitar 4 Kali lipat dari negara kita.
Sementara itu, AS dan Cina yang importer minyak terbesar dan ketiga di
dunia tetapi harga minyak di AS Cuma Ep. 8,464/liter sementara Cina Rp.
5.888/liter. Padahal penduduk kedua negara lebih besar dari Indah. (Cina
penduduknya 1,3 milyar). Indonesia meski premium cuma Rp 4.500 (yang
akan dinaikkan jadi Rp 6.000/liter) namun harga pertamax mencapai Rp
8.700/liter. Lebih tinggi dari harga di AS. Padahal UMR Indonesia cuma US$
95/bulan sementara di AS US$ 980/bulan (nizaminz,2008).
Keempat, alasan bahwa harga BBM yang terlalu murah terlalu memicu
pemborosan konsumsi BBM di Indonesia terlalu dipaksakan. Data statistik
menunjukkan untuk konsumsi minyak per kapita di Indonesia menepati urutan
116 di bawah negara Afrika seperti Namibia dan Botswana dengan 1,7 barrel
per tahun (0,7 leper per hari). Untuk jumlah keseluruhan, Indonesia yang
jumlah pendudukannya terbesar ke 4 di dunia hanya menempati peringkat 17.
(ibid).
Kelima, alasan bahwa pemerintah tidak memiliki opsi lain dalam
“Menyelamatkan APBN’’ selain menaikan harga BBM pun terlalu lemah.
Tersedia berbagai opsi untuk itu sepertihalnya pengapusan utang haram rezim
korup dan diktator (odious debt) yang telah mengapus seperempat APBN,
8
pencabutan pembayaran bunga obligasi rekap, penetapan pajak progresif,dan
penyelamatan aset-aset (SDA) Negara yang dicuri.
Keenam, alasan bahwa dampak negatif kenaikan harga BBM dapat
dieliminasi dan melalui penyaluran BLT sunggu terlalu naif. Belajar dari
tahun 2005, BLT tidak ada kaitannya dengan pengurangan kemiskinan karena
BLT sekedar diupayakan untuk meredam resistensi rakyat miskin. Selain nilai
tambah ekonominya yang tidak lagi signifikan (kalah dengan makin beratnya
ongkos hidup), nilai tambah sosial-kulturalnya sama sekali tidak berasa. Lagi
– lagi rakyat miskin dipaksa “mengemis-ngemis” sekedar mengharap belas
kasihan Pemerintah.
NASIONALISASI MIGAS
(ditulis oleh Awan Santoso, dimuat di harian Kontan, 13 Nopember 2008)
Nasionalisasi perusahaan migas asing sampai hari ini masih menjadi wacana
perdebatan nasional diilhami tindakan pemerintah Amerila Latin, khususnya
Venezuela dan Bolivia, para pakar, pengusaha migas, dan politisi kita angkat
bicara perihal kemungkinan penerapannya di indonesia. Namun nasionalisasi
sampai saat ini tetap saja tak lebih sekedar mimpi do siang bolong. Mengapa?
Tengoklah prasyarat utama nasionalisasi, baik dari kilasan sejarah maupun
yang terjadi di kedua negara contoh tersebut. Paling tidak terdapat dua
persyarat mendasar nasionalisasi, yaitu kemauan politik pimpinan nasional
(Presiden/DPR) dan kemauan politik massa-rakyat secara nasional. Adanya
dua persyarat ini akan menjadi modal utama nasionalisasi, walau tetap belum
akan menjamin tindakan itu berhasil dilakukan.
Bapak pendiri bangsa sudah mencanankan nasionalisasi sejak disahkannya
UUD 1995. Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3 yang masih berlaku sampai saat
ini menegaskan bahwa “cabang – cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan “
bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar – besar perusahaan rakyat”.
Nasionalisasi dengan begitu diposisikan pendiri bangsa sebagai bagian
dari upaya penyelenggaraan demokrasi ekonomi untuk mengoreksi struktur
ekonomi warisan kolonial. Hanya saja belum genap berumur 5tahun, ide 9
nasionalisasi telah “ditelikung” melalu kesepakatan hasil konferensi meja
Bunderan (KMB) 1949. Di situ, disebutkan indonesia boleh saja merdeka, asal
tidak “mengusik dan mengencam” keberadaan perusahaan asing.
Tak menyerah, Soekarno mengumumkan program nasionalisasi mulai
medio “50-an. Apa yang terjadi? Seperti yang (kelak) juga menimpa Allende-
Presiden Chile- (1973), justru Soekarno yang jatuh. Orde baru muncul
membawa mimpi baru de-nasionalisasi yang akhirnya menggelar karpet merah
kembalinya dominasi modal asaing di Indonesia.
Nasionalisasi di Venezuela dan Bolivia tak lepas dari peran Presiden
Chaves dan Moreles eserta kabinet ekonominya. Bagaimana dengan
kemungkinan perab pimpinan nasional (SBY-JK) dan kabinet ekonomi kita?
Alih – alih itu, kiranya mereka justru tengah bermimpi dengan keberhasilan
agenda denasionalisasi, melalu privatisasi aset strategi dan BUMN, untuk
mensejahterakan rakyat.
Alih – alih mengoreksi struktur dominasi perusahaan asing terhadap 80%
pengelolaan migas, 50% kepemilikan saham perbankan, dan 70% kepemilikan
saham di pasar modal, pimpinan nasional kita justru melegitimasi dan
melegalisasi itu semua.
Pimpinan nasional kita bahkan baru saja “ sukses besar” mengesahkan UU
penanaman Modal, yang salah satu klausulnya berisi komitmen untuk tidak
melakukan nasionalisasi. Pernyataan wapres yang buru – buru menampik
nasionalisasi dengan berbagai alasan menunjukan posisi pemimpin nasional
kita.
Lalu bagaimana halnya dengan kemauan politik massa-rakyat kita?
Perkara ini masing – masig kita yang tahu, walaupun sepertinya masih jauh
panggang daripada api,, isu nasionalisasi masih menjadi barang mewah yang
seakan tak terjangkau rakyat kecil. Kenyataan lain adalaj isu penggadaian
kedaulatan ekonomi nasional melalui privatisasi belum mendapatkan respon
yang memadai dari masyarakat luas. Rakyat kecil masih berkutat dengan
pendapatan pas pasan, sulit mencari pekerjaan, dan ongkos hidu[ yang makin
mahal. Mereka tak sempat (di) sadar (kan) bahwa hal itu bertalian erat dengan
struktur ekonomi timpang berupa dominasi kapital asing yang merupakan
10
warisan sistem ekonomi kolonial. Lebih banyak sumber daya yang dihisap
keluar (net transfer) dan alat produksi yang tidak lagi kita kuasai adalah
penyebab rill kemiskinan dan pengangguran.
Beruntung kita punya segelintir pakar dan politisi yang masih percaya
kemungkinan nasionalisasi. Secara yuridis-formal dan ekonomi-keuangan
kiranya nasionalisasi memang masuk akal. UU Penanaman modal masih patut
dipertanyakan kesesuaianya dengan isi pasal 33 UUD 1945 ayat 1-3. Ingat,
pemerintah dan DPR dinyatakan menyelenggara konstitusi oleh MK ketika
mengesahkan UU ketenagalistrikan, sebagian isi UU Migas, kenaikan harga
BBM (2005), dan terakhir aggaran pendidikan dalam APBN 2007.
Proporsi hasil migas yang dinikmati rakyat (negara) pun akan tidak
menadai karena produksi yang dibawah kendali perusahaan asing
menyebabkan kontrol biaya dan output produksi sulit dilakukan. Padahal
patokan yang dipakai dalam kontrak bagi hasil adalah laba operasi, bukannya
total penerimaan. Sehingga meski pemerintah mendapat bagian 85% namun
nilainya akan menjadi kecil karena besarnya biaya operasional yang menjadi
hak perusahaan asing.
Kontrol teknologi dan kapital financial oleh perusahaan migas membuat
negaraini tidak pernah siap (disiapkan) untuk mengambil alih penguasaannya.
Sunggu ironis negara 210 juta jiwa yang telah 62 tahun merdeka ini masih saja
“kalah bersaing” dengan segelintir orang pemilik modal domestik dan
internasional. Tiba saatnya kita menguasai teknologi dan capital pun, namun
pada saat itu kita baru sadar bahwa tambang migas kita sudah terkuras dan
hanya tinggal sisa.
Begitulah, sejarah nasionalisasi adakah sejarah pertarungan kekuasaan dan
kepentingan, ekonomi-politik. Mengubah relasi kekuasaan tidaklah semudah
memahamkan perlunya nasionalisasi. Nasionalisasi adalah prasyarat
kembalinya kedaulatan bangsa dalam menhatur perekonomian.
Negara akan leluasa mengelola produksi dan distribusi migas yang dapat
juga dikelola oleh perusahaan asing untuk kepentingan nasional (rakyat
banyak). Penerimaan negara dan partisipasi produksi (kesejateraan) rakyat
dengan begitu niscaya meningkat.
11
Mengingat dominas asing mengoyak martabat dan kedaulatan bangsa,
maka “banting stir” haluan ekonomi harus dilakukan. Dan dalam keadaan
pimpinan nasional belum berkemauan politik, maka perubahaan mestilah
dilakukan dari bawah. Massa-rakyat yang kesadaran dan kemauannya sudah
muncul itulah yang akan mendorong pemerintah dan DPR untuk berkemauan
seperti mereka. Jelas disini, bukan heroism, melainkan demokratisasi
(kedaulatan rakyat)-lah yang diperjuangkan.
Massa rakyat dapat mendesak pemerintah dan DPR untuk membuat
undan-undang nasionalisasi perusahaan migas asing. Undang-undang ini akan
menjadi alat re-negoisasi perihal kontrak-kontrakkarya dengan perusahaan
tersebut. Intinya adalah bagaimana peruntukan migas Indonesia sebesar-besar
untuk kedaulatan rakyat dan kemakmuran rakyat Indonesia, yang masih
diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Tak ada yang tahu mampu bertahankan nasionalisasi ‘ala Chavez dan
Moralez di tengah berbagai skenario yang berupaya meruntuhkan pengaruh
mereka. Pun jika nasionalisasi dirancang di Indonesia, jelas upaya
menghalanginya tidak akan kalah gencarnya. Bagaimana rakyat kian sadar
akan segala resiko dan bersiap menghadapi dan memperjuangkannya akan
menentukan nasibnya ke depan. Masih sekedar mimpi atau akan benar-benar
menjadi kenyataan? Wallahu’alam
12
BAB III
DISKUSI KELAS
1. ARI MUHAMAD RIYAD (Kelompok 6)
Menurut Pasal 33 ayat 3 bahwa Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya
kemakmuran rakyat. Kenapa isi dalam pasal tersebut tidak sesuai dengan
kenyataan? Apa yang menyebabkan hal tersebut?
2. AGUS SUSANTO (Kelompok 10)
Bagaimana meningkatkan SDA yang ada di Indonesia?
3. MILLA OKTAVIANA (Kelompok 5)
Sebutkan Jumlah SDA yang ada di Indonesia?
4. FEBRI FIANDU (Kelompok 8)
Apa manfaat SDA Saat ini?
5. SURYADI SURYA DARMA (Kelompok 11)
Apa kaitannya SDM dengan SDA?
6. ENDAH WAHYUNINGSIH (Kelompok 10)
Pengelolaan SDA seperti apa yang bisa menunjang perekonomian indonesia?
JAWABAN
1. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, maka pengelolaan sumberdaya alam harus berorientasi kepada
konservasi sumberdaya alam (natural resource oriented) untuk menjamin
kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam, dengan menggunakan
pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu.
Namun kenyataannya apa yang diidealkan dan diharapkan sebagaimana
uraian di atas adalah jauh dari harapan, telah terjadi banyak kerusakan atas
SDA kita, yang ternyata persoalan pokok dari sumber daya alam (dan
lingkungan hidup) yang terjadi selama ini justru dipicu oleh persoalan Hukum
dan Kebijakan atas sumber Daya Alam tersebut dan Di Indonesia, penyebaran 13
sumber daya alam tidak merata letaknya. Ada bagian bumi yang sangat kaya
akan mineral, ada pula yang tidak. Oleh karena itu agar pemanfaatannta dapat
berkesinambungan, maka tindakan eksploitasi harus disertai dengan tindakan
perlindungan.
2. - Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke
generasi.
- Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-
hati dan efisien, misal (air, tanah dan udara).
- Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
- Mengembangkan metoda menambang dan memproses yang efisien,
serta pendaurulangan (recycling).
- Melaksanakan etika lingkungan berdasarkan falsafah hidup secara
damai dengan alam.
- Berikut beberapan pemanfaatan sumber daya alam ; Pemanfaatan
sumber daya alam nabati dan hewani.
- Pemanfaatan sumber daya alam barang tambang antara lain :
1) Minyak bumi, digunakan untuk bahan bakar kendaraan, tenaga
penggerak mesin pabrik, penerangan tanah.
2) Gas alam, digunakan untuk bahan bakar rumah tangga dan
industri.
3) Batu bara, digunakan untuk bahan bakar pemberi tenaga dan
bahan mentah untuk cat, obat-obatan, wangi-wangian, bahan
peledak dan lain sebagainya.
3. Sumber daya alam hayati : Tumbuhan¸ Pertanian dan perkebunan, Hewan
ternak dan perikanan.
Sumber daya alam non hayati : Air, Angin, Tanah, Hasil Tambang, dll.
4. Manfaat Sumberdaya alam saat ini banyak sekali diantaranya yaitu :
- Tumbuhan
Menghasilkan oksigen bagi makhluk hidup
Mengurangi polusi karena menyerap karbondioksida
Mencegah terjadinya erosi, tanah longsor, dan banjir
14
Penghasil bahan makanan dan minuman dari tumbuhan, dll.
- Air
Sarana irigasi/ pengairan
PLTA (pembangkit listrik tenaga air)
Menjaga kelangsungan hidup manusia
Sebagai pemenuh kebutuhan manusia baik rumah tangga / industri
- Udara
Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Mengarahkan kapal layar di laut
Membersihkan ruang ventilasi dirumah
Untuk bernafas dan penyejuk tubuh
- Tanah
Tempat penyimpanan air
Sebagai lahan untuk pertanian / perumahan
sebagai bahan dasar pembuatan batu bata
- Hewan
Sebagai hewan peliharaan
Sebagai alat untuk membajak sawah
Sebagai bahan lauk pauk
Dapat diperjual belikan sehingga mendapat Uang
Menjaga kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem
- Hutan
Sebagai tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan
Tempat penyimpanan air alamiah
mengurangi erosi dan banjir
- Pertanian Dan Perkebunan
Penghasil padi, tanaman palawija dan bahan makanan pokok diantaranya
jagung, gandum,sagu, dll.
Penghasil kopi, karet, kapas, kelapa sawit, tembakau, tebu, dll.
- Hasil Tambang
15
Sebagai bahan dasar infrastruktur (batu), kendaraan bermotor (minyak
bumi), sumber energi (batu bara), maupun sebagai perhiasan (emas atau
intan).
5. Sumberdaya alam sangat berkaitan dengan Sumber daya manusia karna
peranan Sumberdaya manusia sangat penting untuk menjaga dan
melestarikan sumberdaya manusia, Manusia membutuhkan sumber daya
alam untuk diolah dan dimanfaatkan dalam mempertahankan
kehidupannya, namun terkadang kita berlebihan dalam mengeksploitasi
sumber daya alam sehingga keseimbangan lingkungan mengalami
gangguan. Sedangkan aktivitas manusia juga sangat mempengaruhi
keberadaan sumber daya dan lingkungan, karena kerusakan lingkungan
disebabkan oleh aktivitas manusia.
6. – Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke
generasi.
- Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan
hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan
penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
- Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan,
kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan
ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemahaman terhadap struktur penguasaan sumber daya alam dapat
dilakukan dengan contoh kasus pada struktur produksi minyak indonesia.
Sebagian besar kontrol migas indonesia hari ini berada di tangan segelintir
korporasi asing, yang menguasai 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan
lapangan migas di indonesia, sekaligus menduduki 10 besar produsen minyak
di indonesia. Chevron Pasific (AS), berada di urutan pertama diikuti Conoco
Philips (AS), Total Indonesie (Prancis), Chisna National Offshore Oil
Coorporation (Tiongkok), Petrochina (Tiongkok), Korea Development
Company (Korea Selatan) dan Chevron Company (Petro Energy, 2007).
kekayaan potensial terbesar dari bangsa ini adalah berasal dari sumberdaya
alam (SDA) pertanian dalam arti luas. Paradigma pembangunan sejak awal
kemerdekaan hingga sekarang tercatat lebih memproritaskan kepada strategi
pembangunanpembangunan berbasis kepada industri non-argo dan impor
sekaligus kerap mengorbankan pertanian dalam arti luas beserta para
pelakunya. Hal yang disebut terakhir ini, misalnya terbukti dengan telah
terdegradasi secara drastis SDA bangsa dalam ini di satu pihak. Tetapi di lain
pihak makin terpuruknya peran pertanian dalam arti luas sekaligus makin
termarjinalisasikanya para pelaku yang bergerak di dalamnya.
B. Saran
Sebagai penerus generasi bangsa Indonesia kita harus bersama – sama
untuk ikut serta dalam pengelolaan sumberdaya alam dengan melakukan hal –
hal kecil misalnya, dengan ikut serta menjaga dan melestarikan sumberdaya
alam agar tidak terjadinya kerusakan alam, terjadinya exploitasi besar –
besaran, dan agar alam di Indonesia tetap terjaga.
17
DAFTAR ISIAwan Santoso,2013 Perekonomian Indonesia,Masalah, Potensi, dan Alternatif Solusi. Yogyakarta, Graha ilmu.
Didin S Damanhuri, Prof. Dr dan Muhammad Findi, Dr 2014. Masalah san kebijakan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Bogor,. PT. Penerbit IPB Press.
18