Materi Hama ,Penyakit

92
HAMA, PENYAKIT DAN GULMA Penjelasan Umum Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman dianjurkan menggunakan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Hal ini sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman terkait dengan pengendalian hama, penyakit dan gulma harus berdasarkan pada hasil monitoring. PHT mengunakan komponen pengendalian yang saling kompatibel di lapangan (pemanfaatan jasa musuh alami, pengendalian manual dan aplikasi insektisida yang ramah lingkungan). Insektisida berspektrum luas yang dapat membunuh semua organisme hanya digunakan jika keadaan memaksa dan sebagai pilihan terakhir misalnya pada saat terjadi peledakan populasi hama (outbreak). Keberhasilan PHT pada tanaman kelapa sawit akan tercapai jika seluruh komponen pengendalian diberdayakan sesuai keperluannya serta dapat saling melengkapi. Strategi dan kebijakan pengendalian ke depan harus memenuhi persyaratan : Dapat melestarikan keseimbangan alami yang berdampak positif terhadap lingkungan tanpa pengaruh samping yang menjadikan masalah lebih kompleks. Dapat mempertahankan potensi produksi kelapa sawit, baik kualitas maupun kuantitas dari serangan organime pengganggu. 1.1. HAMA 1.1.1. Hama di Bibitan dan Pengendaliannya 1.1.1.1. Kumbang pemakan daun (Apogonia expeditionis & Adoretus compressus) Merupakan serangga hama dari Klas Serangga, Ordo Coleoptera. Serangga dewasa (kumbang) ini mulai aktif memakan daun bibit kelapa sawit menjelang malam hari. Cara pengendalian dengan melakukan penyemprotan insektisida piretroid sintetik seperti : Sipermetrin, Deltametrin, Lambda

Transcript of Materi Hama ,Penyakit

Page 1: Materi Hama ,Penyakit

HAMA, PENYAKIT DAN GULMA

Penjelasan Umum

■ Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman dianjurkan menggunakan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Hal ini sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman terkait dengan pengendalian hama, penyakit dan gulma harus berdasarkan pada hasil monitoring.

■ PHT mengunakan komponen pengendalian yang saling kompatibel di lapangan (pemanfaatan jasa musuh alami, pengendalian manual dan aplikasi insektisida yang ramah lingkungan).

■ Insektisida berspektrum luas yang dapat membunuh semua organisme hanya digunakan jika keadaan memaksa dan sebagai pilihan terakhir misalnya pada saat terjadi peledakan populasi hama (outbreak).

■ Keberhasilan PHT pada tanaman kelapa sawit akan tercapai jika seluruh komponen pengendalian diberdayakan sesuai keperluannya serta dapat saling melengkapi. Strategi dan kebijakan pengendalian ke depan harus memenuhi persyaratan :

Dapat melestarikan keseimbangan alami yang berdampak positif terhadap lingkungan tanpa pengaruh samping yang menjadikan masalah lebih kompleks.

Dapat mempertahankan potensi produksi kelapa sawit, baik kualitas maupun kuantitas dari serangan organime pengganggu.

1.1. HAMA

1.1.1. Hama di Bibitan dan Pengendaliannya

1.1.1.1. Kumbang pemakan daun (Apogonia expeditionis & Adoretus compressus)

Merupakan serangga hama dari Klas Serangga, Ordo Coleoptera. Serangga dewasa (kumbang) ini mulai aktif memakan daun bibit kelapa sawit menjelang malam hari.

Cara pengendalian dengan melakukan penyemprotan insektisida piretroid sintetik seperti : Sipermetrin, Deltametrin, Lambda sihalotrin dan Betasiflutrin. Penyemprotan dilaksanakan dengan menggunakan Knapsack Sprayer ke daun bibit, dengan konsentrasi 3 cc per liter air dan volume semprot sekitar 25 s/d 100 cc larutan per bibit (tergantung umur bibit). Penyemprotan dilakukan mulai jam 17.00 – 19.00.

Page 2: Materi Hama ,Penyakit

Gambar. 6.1.1.1. Apogonia expeditionis (kiri) dan Adoretus compressus (kanan) 1.1.1.2. Belalang

Belalang merupakan serangga hama dari Ordo Orthoptera. Jenis belalang yang sering dijumpai menyerang bibit adalah Valanga nigricornis dengan cara memakan daun bibit.

Cara pengendalian :

Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida piretroid sintetik seperti Sipermetrin, Deltametrin, Lambda sihalotrin dan Betasiflutrin secara merata di seluruh tanaman, dengan konsentrasi 3 cc insektisida per liter larutan.

1.1.1.3. Tungau Merah (Red Spider Mite)

Tungau Merah (Red Spider Mite) yang sering dijumpai menyerang bibit kelapa sawit adalah Tetranychus piercei, yang berwarna kuning kemerah-merahan dan berkembang dengan cepat terutama pada musim kering.

Kutu tanaman ini mengisap cairan pada bagian bawah daun yang masih muda. Apabila terjadi serangan berat, warna daun akan terlihat seperti defisiensi Mg (kuning – orange) dan daun melengkung ke bawah, pertumbuhan bibit menjadi lemah dan kerdil sehingga sangat peka terhadap infeksi berbagai jenis penyakit. Pada tahap serangan yang lanjut bibit akan mati.

Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan Dimethoate 40 % konsentrasi 1 cc per liter larutan yang dicampur dengan surfactant. Penyemprotan terutama di arahkan pada bagian bawah daun. Rotasi 2 minggu sekali.

1.1.1.4. Mealybugs (Kutu Putih)

Kutu yang badannya diselimuti oleh lapisan lilin putih. Kutu ini menjadi berbahaya jika mengganggu perakaran bibitan yang menyebabkan bibit terlihat pucat seperti defisiensi nitrogen. Biasanya serangan terjadi pada saat musim kering atau penyiraman bibitan yang kurang. Perkembangan hama ini dibantu oleh semut, karena semut sengaja mengembang biakan kutu ini untuk mendapatkan madu yang dikeluarkan oleh kutu tersebut sebagai makanannya.

Pengendalian dapat dilakukan dengan Karbofuran 3% sebanyak 10 g atau Karbosulfan 5% sebanyak 5 g per bibit ditabur di permukaan tanah bibitan.

1.1.1.5. Siput atau Keong (Snails)

Hama ini merusak jaringan lunak dari daun sehingga tinggal serat.

Pengendalian dengan menggunakan Metaldehyde 5%.

Page 3: Materi Hama ,Penyakit

1.1.1.6. Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS)

Apabila ditemukan serangan ulat, dapat dilakukan tindakan manual maupun kimia. Pengendalian ulat lihat Bab 6.1.2.7.

1.1.1.7. Tikus

Tindakan yang dilakukan terhadap serangan tikus di bibitan adalah dengan memberikan umpan racun tikus pada daerah yang diserang dan diletakkan pada jalur masuk tikus ke bibitan.

1.1.2. Hama di TBM dan TM serta Pengendaliannya

1.1.2.1. Kumbang pemakan daun (Apogonia expeditionis & Adoretus compressus)

Umumnya menyerang di bibitan, namun serangan dapat juga terjadi pada areal TBM yang baru tanam.

Penyemprotan dilakukan menjelang malam (jam 17.00 – 19.00) jika menggunakan pestisida kontak.

Beberapa pestisida kontak yang digunakan adalah Sipermetrin, Deltametrin dan Lambda sihalotrin dengan cara sebagai berikut :

a. Dengan Knapsack Sprayer : konsentrasi insektisida (formulasi) 0.3 % dengan dosis 1.050 cc insektisida dalam 350 liter larutan per ha.

b. Dengan Mistblower : konsentrasi insektisida (formulasi) 0.6 % dengan dosis 1,050 cc insektisida dalam 175 liter larutan per ha.

Pengendalian lainnya dapat dilakukan dengan Light Trap misalnya lampu petromaks (jam 18.00 – 23.00)

1.1.2.2. Kumbang penggerek pucuk (Oryctes rhinoceros)

Merupakan serangga hama dari Ordo Coleoptera dan dikenal sebagai kumbang penggerek pucuk.

Serangan O. rhinoceros sangat berbahaya pada TBM karena kumbang dapat dengan mudah menggerek pucuk tanaman sampai ke titik tumbuh, sehingga akan dapat mematikan tanaman kelapa sawit.

Gambar 6.1.2.2.a. Oryctes rhinoceros dan gejala serangannya pada TBM

Page 4: Materi Hama ,Penyakit

Sensus dan pengendalian secara manual

Sensus populasi kumbang dan atau kerusakan baru pada TBM dan TM (yang masih terjangkau tangan petugas) di areal replanting dilakukan secara menyeluruh, bersamaan dengan pelaksanaan pengendalian secara manual (winkling). Kegiatan ini dilakukan seminggu sekali. Tenaga sensus/petugas pengendalian manual dilengkapi dengan alat pengait dari jari sepeda (atau sejenisnya dengan ukuran serupa) yang dibengkokkan dan diruncingkan pada bagian ujungnya untuk mengait kumbang dari lubang gerekan, kemudian membunuhnya. Jumlah kumbang dan kerusakan baru yang dijumpai dicatat.

Tindakan Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan menghilangkan tumpukan bahan organik seperti : batang kayu, kelapa, kelapa sawit dan karet yang sudah mati, fiber serta tandan kosong kelapa sawit, agar tidak digunakan sebagai tempat berkembang biak oleh O. rhinoceros. Tumpukan bahan organik dibongkar dan disebar merata di sekitarnya, sehingga tidak ada penumpukan lagi.

Pengendalian di Lapangan

a. Jika jumlah kumbang dan atau kerusakan baru < 5 per ha, maka pengendalian manual tetap dilanjutkan untuk minggu berikutnya.

b. Pada tanaman yang terserang dan kondisi pucuk mengering, segera dilakukan pembuangan pucuk dan pelepah lain yang rusak, agar sinar matahari dapat langsung mengenai daerah serangan untuk menghambat serangan patogen sekunder.

c. Jika populasi kumbang dan atau kerusakan baru ≥ 5 per Ha, maka dilakukan pengendalian dengan insektisida dan feromon, sampai populasi kumbang dan kerusakan baru tersebut menjadi < 5 per ha.

Insektisida yang digunakan adalah : Karbosulfan dosis 5 g produk per pohon per 2 minggu ditaburkan di ketiak daun atau Sipermetrin konsentrasi 2 % sebanyak 100 cc larutan per pohon disemprotkan dengan knapsack sprayer mulai dari pucuk sampai 2 pelepah di bawahnya, pada areal yang masih terjangkau. Petugas aplikasi Karbosulfan harus menggunakan sarung tangan karet dan masker.

Aplikasi feromon dilakukan dengan menggantungkan satu sachet berisi feromon 1 ml yang akan habis dalam waktu 2 bulan (slow release) pada perangkap. Perangkap berupa ember (kapasitas minimum 12 l dan tinggi 30 cm) yang tutupnya sudah diberi lubang diameter 5 cm sebanyak 5 buah, kemudian tutup tersebut dipasang terbalik dan diikat dengan kawat. Selain itu, perangkap dapat juga berupa ember tanpa tutup dan dipasang lembar seng secara menyilang (seperti huruf X) di bagian atas ember. Untuk mencegah genangan air hujan di dalam ember, maka dibuat lubang kecil-kecil pada dasar ember. Ember yang berisi feromon tersebut (ferotrap) digantung pada tiang bambu atau kayu dengan ketinggian 2.5 m dan

Page 5: Materi Hama ,Penyakit

dipasang 1 ferotrap per 5 ha areal kelapa sawit. Setiap 2 hari dilakukan penghitungan jumlah kumbang yang terperangkap dan selanjutnya dimusnahkan.

Pengutipan larva dan pupa dilakukan pada breeding site dengan rotasi 1 bulan, sampai tidak dijumpai lagi larva dan pupa Oryctes rhinoceros.

Gambar 1.1.2.2.c. Sketsa Pemasangan Feromon di lapangan : A. Perangkap ember dengan lembar seng yang dipasang menyilang, B. Perangkap ember dengan tutup berlubang yang dipasang terbalik, C. Cara pemasangan perangkap di lapangan pada tiang dengan ketinggian 2,5 m (Sumber gambar A dan C dari leaflet Sime Darby).

1.1.2.3. Hama pemakan akar

Hama pemakan akar terdiri atas kumbang pemakan akar (Ordo Coleoptera, Famili Elateridae) serta ulat penggerek akar Sufetula sunidesalis dan S. palmivora (Ordo Lepidoptera, Famili Pyralidae), ditemukan di beberapa kebun di Riau, terutama areal gambut.

Larva dari hama ini memakan akar tanaman kelapa sawit. Belum ditemukan metode yang tepat untuk mengendalikan hama tersebut, upaya yang dilakukan masih dalam

Page 6: Materi Hama ,Penyakit

skala penelitian. Namun ternyata jika diterapkan best practices, maka serangga tersebut tidak menimbulkan masalah pada tanaman kelapa sawit.

1.1.2.4. Belalang Penjelasan lihat Bab 1.1.1.2. Tindakan yang dilakukan apabila terdapat serangan di lapangan adalah :

Penyemprotan tanaman menggunakan insektisida (lihat 6.1.2.1 poin a & b).

1.1.2.5. Rayap

Merupakan serangga hama dari Ordo Isoptera, terutama menyerang tanaman di lahan gambut. Beberapa rayap yang penting adalah :

a. Coptotermes curvignathus, merupakan hama yang utama karena kasta pekerjanya mampu merusak jaringan mati dan jaringan hidup tanaman.

b. Macrotermes gilvus, bukan merupakan hama yang utama karena kasta pekerjanya hanya memakan jaringan mati. Rayap ini akan merugikan tanaman jika koloninya membuat sarang di daerah perakaran dekat batang kelapa sawit, karena dapat mengakibatkan kelapa sawit menjadi miring dan akhirnya tumbang. Jika pembentukan sarang oleh koloni berada di gawangan maka rayap ini tidak membahayakan.

Cara pengendalian :

a. Dilakukan sensus pada areal yang terserang dan diberi tanda.

b. Pelaksanaan sensus sekaligus dengan aplikasi termisida, rotasi sensus diatur berdasarkan jumlah serangan rayap dan jenis tanahnya : Pada tanah gambut :

• Serangan > 4 pohon per ha, rotasi sensus setiap 1 bulan.• Serangan < 4 pohon per ha, rotasi sensus setiap 2 bulan.

Pada tanah mineral sensus dilakukan jika terdapat serangan.

c. Pada pohon yang terserang dilakukan pembersihan serasah di sekitar pangkal batang dan disemprot atau disiram termisida.

d. Pohon yang diaplikasi diberi tanda silang dengan cat dan dicatat pada lembar formulir sensus untuk memudahkan evaluasi dan penentuan rotasi sensus berikutnya.

e. Aplikasi menggunakan Metode Barrier yaitu dengan cara menyemprot atau menyiram secara merata pada pangkal batang dan piringan pohon terserang. Piringan disemprot pada radius 50 cm, dan pada pangkal batang sampai

ketinggian 50 cm dari tanah Termisida anjuran :

• Fipronil 50 g/l, konsentrasi 3 –5 cc per liter air.• Volume aplikasi sekitar 2 l larutan termisida per pohon.

Page 7: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.1.2.5. Gejala serangan rayap (Gambar kiri bawah) dan pengendalian dengan penyemprotan termisida dengan metode barrier.

1.1.2.6. Ulat penggerek buah (Tirathaba rufivena & Tirathaba mundella)

Hama ini umumnya menyerang pada awal TM yang tidak dilakukan kastrasi dan sanitasi sesuai standar. Ulat penggerek buah menyerang bunga dan buah muda sampai mencapai inti.

Siklus hidupnya 1 bulan, terdiri dari stadia telur 4 hari, ulat 16 hari (5 instar), dan kepompong 10 hari. Telur diletakkan pada tandan bunga jantan dan betina. Kupu-kupu berwarna coklat kehijauan.

Pada serangan berat pengendalian dapat dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Deltametrin, Lambda sihalotrin, Sipermetrin dan insektisida biologis berbahan aktif Bacillus thuringiensis dengan konsentrasi 3 cc per liter air. Volume semprot sekitar 0.50 sampai 0.75 liter larutan per tandan. Jika serangan belum terlalu berat dan belum luas, maka lebih disarankan penggunaan insektisida biologis. Penggunaan insektisida kimia sintetik hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa dan sebagai pilihan yang terakhir.

Page 8: Materi Hama ,Penyakit

1.1.2.7. Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS)

Merupakan serangga hama pemakan daun dari Ordo Lepidoptera yang terdiri atas ulat api (Limacodidae) dan ulat kantong (Psychidae).

1.1.2.7.1. Jenis UPDKS dan pola serangannya

Pengetahuan terhadap kehidupan ulat dan pola serangannya (Tabel 6.1.2.7.1. a – c) sangat membantu upaya pengendalian secara benar.

1

Setothosea asigna Thosea bisura Thosea vetusta Setora nitens

Ploneta diducta Ploneta bradleyi Darna trima

Susica pallida Mahasena corbetti Pupa Metisa plana

Gambar 1.1.2.7. Foto beberapa jenis UPDKS

Page 9: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.1.2.7.1a. Daur hidup UPDKS

Jenis UPDKSJumlah Telur

(Butir)

Daur Hidup

Telur Ulat Pupa Total Rata2

(Hari) (Hari) Instar (Hari) (Hari) (Hari)

Ulat apiSetothosea asignaSetora nitensThosea bisuraThosea vetustaPloneta diductaDarna trimaSusica pallida

300-400 300 600

*80-22590-300

*

4-85-75-95-84-63-53-5

45-5930

22-3543-5530-3726-33 40

8-98-97-87-86-76-76-7

37-4217-3114-1820-2911-1410-14 20

86-10952-6847-6260-9245-4739-52 65

965955804648

65Ulat kantong Mahasena corbettiMetisa planaCremastopsyche pendula

2000-3000

100-300

10-2515-21

*

60-12047-56

*

11-124-5*

23-4021-30

*

93-18583-107

*

12594*

Keterangan : * Data tidak tersedia

Tabel 1.1.2.7.1b. Tempat peletakan telur dan kepompong UPDKS, serta posisi daun yang diserang

Jenis UPDKS Tempat Kepompong Letak Telur/Daun yang Diserang

S. asignaS. nitens

Tanah di sekitar piringan dan gawangan

Berbaris/beraturan di bawah permukaan helai daun. Umumnya menyerang daun tengah - daun atas

D. trimaT. bisuraT. vetustaP. diductaS. pallida

Pada daun, ketiak daun, tanah dan di sela-sela akar pada pangkal batang

Tersebar/tidak beraturan di bawah permukaan helai daun, pada umumnya menyerang daun tengah - daun bawah

M. corbettiM. planaC. pendula

Di dalam kantong ulat Di dalam kantongan daun (karena imago betina tidak bersayap dan mati dengan telur masih di dalam perut), biasanya menyerang mulai dari daun bawah mengarah ke daun atas

Tabel 1.1.2.7.1c. Ukuran UPDKS dan kategori serangan

Jenis UPDKS

Ukuran Ulat (cm) Kategori Serangan (ekor/plh)

Batas Kritis (ekor/Plph)Kecil Sedang Besar Rendah Sedang Berat

Ulat apiS. asignaS. nitensT. bisuraT. vetustaP. diductaD. trimaS. pallida

< 1< 1< 1< 1< 1

< 0.5< 1

1 - 21 - 21 - 21 - 21 - 2

0.5 - 11 - 2

> 2> 2> 2> 2> 2> 1> 2

< 5< 5< 5 < 10< 10< 10< 10

6 - 106 - 106 - 10

11 - 2011 - 2011 - 2011 - 20

> 10> 10> 10> 20> 20> 20> 20

6 - 106 - 106 - 10

11 - 2011 - 2011 - 2011 – 20

U. KantongM. corbettiM. planaC. pendula

< 1< 0.5< 0.5

1 - 20.5 - 10.5 - 1

> 2> 1> 1

< 10< 10< 10

11 - 2011 - 2011 - 20

> 20> 20> 20

6 – 1011 - 2011 – 20

Page 10: Materi Hama ,Penyakit

1.1.2.7.2. Penyebab terjadinya ledakan serangan UPDKS

Ulat pemakan daun kelapa sawit secara umum dapat dijumpai pada semua umur tanaman dan hidup berdampingan dengan musuh alaminya di alam. Ledakan serangan terjadi apabila terdapat ketidak-seimbangan alam, dimana musuh alami tidak dapat mengimbangi perkembangan dari UPDKS.

1.1.2.7.3. Pengendalian UPDKS

1.1.2.7.3.1. Deteksi

Pada areal non endemik, dilakukan Deteksi.

a. Pengamatan awal untuk memantau UPDKS sejak dini

b. Setiap divisi harus mempunyai petugas monitoring dan pengendali hama secara tetap sebanyak 2 orang yang juga dapat melakukan pengambilan contoh daun. SMARTRI secara rutin melakukan pelatihan terhadap petugas lapangan tersebut.

c. Pengamatan dimulai pada baris 3 atau 10 digilir setiap periode pengamatan dan setiap 13 baris berikutnya. Pada pohon yang diamati dipilih 1 daun yang terserang paling berat berdasarkan kerusakan daunnya sebagai sampel : Umur tanaman < 7 tahun, pengamatan dilakukan setiap selang 5 pohon Umur tanaman > 7 tahun, pengamatan dilakukan setiap 15 pohon dan

sampel daun harus dipotong.

d. Deteksi dilakukan secara rutin dua bulan sekali jika keberadaan UPDKS di bawah batas kritis paling bawah.

e. Apabila rerata populasi pada selang batas kritis, maka dilakukan evaluasi untuk mengetahui kondisi musuh alami, sehingga dapat ditentukan tindak lanjutnya seperti deteksi rutin atau sensus, agar segera dikonsultasikan dengan SMARTRI.

f. Apabila rerata populasi di atas selang batas kritis, maka harus dilakukan sensus.

Page 11: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.1.2.7.3.1. Deteksi UPDKS

Nama pengamat : Blok/Luas : Tanggal : Kebun/Divisi :

No Baris

Catatan pengamatan JumlahPh Jn Ts Ph Jn Ts Ph Jn Ts 0 Rgn Sdg Brt Total

TotalPrakiraan jumlah titik sensus

Keterangan : Ph = pohon, Jn = jenis ulat, Ts = Tingkat seranganRgn = ringan, Sdg = sedang, Brt = berat

1.1.2.7.3.2. Kegiatan sensus

Pada areal endemik (areal yang telah mengalami serangan UPDKS setiap tahun), tidak dilakukan Deteksi, tetapi langsung dilakukan SENSUS.

a. Sensus populasi serangan■ Sensus dilakukan apabila :

• Hasil deteksi menunjukan rerata populasi ulat pada selang batas kritis namun aktifitas musuh alami sangat rendah.

• Hasil deteksi menunjukkan rerata populasi ulat di atas selang batas kritis.• Hasil deteksi menunjukkan adanya serangan secara sporadis di atas selang

batas kritis.■ Bila pola serangan sporadis, titik sensus difokuskan pada pusat

serangan sporadis, tetapi bila pola serangan merata (peledakan serangan) titik sensus dipilih secara sistematis setiap 13 baris tanaman mulai baris ke 3

■ Pengamatan dilakukan pada 1 pohon di sekitar titik sensus. Pada pohon sampel tersebut diambil 1 pelepah sampel dengan tingkat serangan terberat. Posisi pelepah sampel ditentukan berdasarkan jenis UPDKS (mengacu kepada hasil deteksi) sbb : • Pelepah daun atas dipilih dari pelepah 9 sampai 25 untuk jenis UPDKS : S.

asigna, S. nitens, T. bisura, T. vetusta dan S. pallida.

Page 12: Materi Hama ,Penyakit

• Pelepah daun bawah dipilih dari pelepah > 25 untuk jenis UPDKS : D. trima, P. diducta, P. bradleyi, M. corbetti, M. plana dan C. pendula.

■ Perhitungan larva dilakukan sebagai berikut :• 1 sisi daun populasi < 30 ekor, larva dihitung pada semua anak daun.• 1 sisi daun populasi > 30 ≤ 50 ekor, jumlah larva pada sisi tersebut dikali 2• 1 sisi daun populasi > 50 ekor, dihitung jumlah larva pada 1 anak daun

setiap 10 anak daun pada kedua sisi daun, kemudian dikali 10

Tabel 1.1.2.7.3.2.a. Data Sensus Serangan UPDKS

Tanggal : Kebun/Div/blok :Jenis hama : Luas :Nama Pengamat :

Titik Sensus Stadia Larva KeteranganKecil Sedang Besar Jumlah

Baris 3Sampel 1/phn....Sampel 2/phn....

Baris 16Sampel 3/phn....Sampel 4/phn..............dst nyaTotalRerata

b. Pengamatan keberadaan musuh alami Pada pelepah sampel tersebut juga dilakukan evaluasi terhadap tingkat

serangan dan mortalitas secara alami yang disebabkan oleh predator, parasit dan entomopatogen pada telur dan larva UPDKS.

Hasil sensus dan pengamatan keberadaan musuh alami digunakan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kriteria standar (Tabel 1.1.2.7.3.2.c.).

Tabel 1.1.2.7.3.2.b. Tabel Rekapitulasi Hasil Pengamatan Keberadaan Musuh Alami

Kebun/Div./Blok : Jenis hama : Nama Pengamat : Luas/Arah :

Titik Penga-matan

Total Telur/Larva

Kondisi telur/larva % telur/larva sakit atau matiSehat Sakit / Mati dan lain-lain

Virus Parasit Predator Lain2 Total1 20/100 10/40 0/30 10/15 0/10 0/5 10/60 50/602 ..../.... ..../.... ..../.... ..../.... ...../..... ..../.... ...../.... ......../.........34

dst..

Page 13: Materi Hama ,Penyakit

Rata2Catatan : Jika % parasitasi telur > 30% agar dihubungi Smartri sebelum dilakukan pengendalian.

Tabel 1.1.2.7.3.2.c. Kriteria standar untuk menentukan tindakan pengendalian

Luas Serangan (Ha) Mortalitas Alami pada larva (%)

Tindakan Pengendalian

≤60 ≥ 30 Integrasi pengendalian dengan insektisida biologis (virus atau Bacillus thuringiensis), penggunaan musuh alami, kutip larva, kutip pupa, light trap

60 – 100 ≥ 50> 100 ≥ 75

≤60 < 30 Pengendalian kimiawi (dengan tujuan menghilangkan sumber serangan sedini mungkin, sehingga dapat dihindari terjadinya serangan lebih luas dan meminimalisasi kerusakan lingkungan)

60 – 100 < 50 Pengendalian kimiawi. Namun jika terjadi trend kenaikan musuh alami pada blok yang belum dikendalikan, maka perlu dilakukan evaluasi ulang (hubungi Smartri)

350 liter air per ha 350 liter air per ha

Catatan : Pengambilan keputusan harus dikomunikasikan dengan SMARTRI.

Page 14: Materi Hama ,Penyakit

1.1.2.7.3.3. Pengendalian

a. Melindungi dan Melestarikan Musuh Alami UPDKS

Beberapa jenis musuh alami UPDKS yang banyak ditemukan antara lain :

Predator : Sycanus spp., Eocanthecona spp. (khususnya E. Furcellata), dan Callimerus arcufer.

Parasitoid : parasitoid telur seperti Trichogrammatoidea thoseae, parasitoid larva seperti Metaplectrus solitarius, Euplectromorpha bicarinata, Fornicia ceylonica, Apanteles aluella, A. metisae dan Spinaria spinator, parasitoid larva-pupa seperti Chaetexorista javana dan Chlorocryptus purpuratus.

Entomopatogen :• Bakteri : Bacillus thuringiensis.• Jamur : Cordyceps militaris dan Beauveria bassiana.• Virus : Nudaurelia, Multiple nuclear polyhedrosis virus,

Nuclear polyhedrosis virus dan Granulosis virus.

Predator dan parasitoid dapat berkembang biak apabila lingkungannya mendukung, misalnya dengan memelihara dan melestarikan tumbuhan liar yang berguna bagi musuh alami tersebut sebagai sumber makanan tambahan atau makanan alternatif (lihat Bab 6.3.4). Ulat yang terkena virus dikutip untuk dihancurkan dan cairannya disemprotkan kembali ke lapangan untuk pengendalian UPDKS. Jika tidak ada lagi serangan UPDKS, maka ulat yang mati karena virus tersebut dapat disimpan di dalam freezer suhu –18oC sampai sekitar 10 tahun. Sebelum dimasukkan ke dalam freezer, maka ulat bervirus tersebut harus ditimbang, kemudian setiap 1 atau 2 kg ulat bervirus dimasukkan ke dalam satu kantong plastik dan diikat erat dengan karet gelang. Hal ini untuk memudahkan perhitungan pada saat ulat bervirus tersebut akan digunakan untuk pengendalian UPDKS dan menghindari kerusakan virus akibat keluar masuk freezer berulang kali.o Dosis bakteri

Apabila menggunakan Bacillus thuringiensis, maka dosis yang digunakan adalah 500 ml per ha areal. Penghitungan konsentrasi dan pelaksanaan di lapangan sama seperti pada tabel 6.1.2.7.3.3. Penggunaan bakteri dapat dilakukan secara efektif pada larva yang masih kecil sampai sedang.

Page 15: Materi Hama ,Penyakit

o Dosis virusDosis virus Herbo Disease adalah 300 ml suspensi virus/ha. Suspensi virus tersebut dibuat dari 1 kg ulat bervirus diblender, diperas, disaring dan dibilas sampai menjadi 1000 ml suspensi virus. Perhitungan konsentrasi dan volume semprot sama seperti tabel 1.1.2.7.3.3.

b. Pengendalian secara Mekanis

Handpicking :• Pada saat stadia larva berukuran sedang sampai besar untuk TBM.• Pada saat stadia pupa. Untuk UPDKS yang pupanya di daun atau ketiak

daun seperti ulat api Darna trima dan ulat kantong, pengutipan pupa hanya dapat dilakukan untuk TBM. Pengutipan pupa dapat dilakukan pada semua umur tanaman untuk UPDKS yang pupanya di tanah.

• Pada saat stadia imago pengutipan dilakukan untuk imago betina ulat kantong.

Larva hasil kutipan yang terserang virus dapat digunakan lagi untuk pengendalian dengan cara dihancurkan dan disemprotkan kembali ke lapangan atau disimpan di dalam freezer sebagai stok.

Pupa ulat api yang berhasil dikumpulkan terdiri atas pupa sehat, pupa yang terparasit oleh serangga dan pupa yang sakit karena terinfeksi entomopatogen. Sehubungan dengan hal itu, pupa tersebut jangan langsung dimusnahkan tetapi dimasukkan ke dalam kurungan kassa berukuran 2 m x 3 m x 2 m yang bagian bawahnya diberi lapisan pasir setebal sekitar 20 cm (Gambar 1.1.2.7.3.3.a). Ukuran lubang kassa diupayakan sekitar 0.5 cm x 0.5 cm, sehingga kupu dari UPDKS tidak bisa keluar dan akan mati di dalam kurungan, tetapi imago parasitoid dapat lolos keluar. Selanjutnya, kepompong yang ditumbuhi jamur Cordyceps diambil dan disebarkan kembali di lapangan. Selain itu, pupa yang ada di dalam kurungan kassa tersebut juga dapat dijadikan petunjuk kapan pemerangkapan kupu harus dilaksanakan di lapangan. Kurungan kassa tersebut ditempatkan di dekat kantor Divisi atau di pinggiran blok terserang.

Light TrapPemerangkapan kupu dari hama ini dilakukan dengan perangkap cahaya lampu, menggunakan lampu petromak dan ember plastik yang diisi air deterjen. Khusus untuk Setothosea asigna lebih baik menggunakan lampu mercuri/lampu XL 100 watt. Pemasangan light trap dilakukan pada jam 18.00 – 23.00 dan dilaksanakan terus menerus pada areal serangan selama 7 malam (sesuai dengan umur kupu), setiap blok dipasang 5 lampu petromak/lampu XL.

Page 16: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.1.2.7.3.3.a. Kurungan kassa untuk pengumpulan pupa UPDKS

Sycanus leucomesus Eocanthecona furcellata Ulat S. nitens terparasit Telur S. asigna terparasit Spinaria spinator Trigrammatoidea Thoseae

Ulat D. trima terparasit Pupa S. asigna Ulat S. asigna Ulat S. asigna terinfeksi Apanteles aluella terparasit C. Millitaris terinfeksi MNPV virus . Nudaurelia

Gambar 1.1.2.7.3.3.b. Beberapa jenis musuh alami UPDKS

Handpicking Larva & Pupa Lightrap (Petromak,U.Violet & Mercury) Mist Blower & Pengendalian

Powerdrill dan Pengendalian Pulsfog K22 Bio dan Pengendalian Gambar 1.1.2.7.3.3.c. Pengendalian UPDKS

Page 17: Materi Hama ,Penyakit

c. Pengendalian secara Kimia

Beberapa pertimbangan yang digunakan di dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan pengendalian secara kimia :

Untuk menghilangkan sumber serangan awal jika dijumpai serangan berat pada areal yang sempit (< 60 ha). Penggunaan insektisida kimia diharapkan dapat menekan populasi UPDKS sedini mungkin (serangan tidak meluas), dan meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan.

Pengendalian kimiawi merupakan tindakan darurat yang dilakukan jika pengendalian mekanis dan peran musuh alami tidak dapat menurunkan populasi hama sampai di bawah batas toleransi. Penggunaan insektisida kimia bertujuan menurunkan populasi UPDKS secara cepat, serta menghindari kerusakan dan kerugian yang lebih besar.

Aplikasi insektisida sintetik dilakukan secara selektif pada areal yang perlu dikendalikan sesuai sensus pengendalian selektif.

Penyemprotan dan pengabutan menggunakan piretroid sintetik (Deltametrin, Lambda sihalotrin, Sipermetrin, Betasiflutrin) dosis 200 ml per ha tanaman di lapangan.

Pengendalian Ulat Kantong menggunakan sistim lokalisir (pengendalian dimulai dari pinggir serangan yang sudah dibatasi), diselesaikan per zona pengendalian sampai tuntas, selanjutnya diteruskan ke zona pengendalian berikutnya.

Tabel 1.1.2.7.3.3. Kebutuhan alat dan bahan untuk pengendalian UPDKS di lapangan

No Jenis Alat Cara Aplikasi Tanaman Sasaran

KonsentrasiVolume LarutanPiretroid Sintetik

1 KnapsackSprayer

Disemprotkan secara merata pada daun bibitan Bibitan 0.1 - 0.3 %

25-100 ml air/bibitDisemprotkan merata pada semua

daunUmur 3 Tahun

± 0.07 %± 300 liter air/ha

2 Mist Blower Disemprotkan merata pada seluruh lingkaran daun

Umur 6 Tahun

± 0.114 %± 175 liter air/ha

3

Pulsfog Alat

Pengabutan

1 x pengisian dikabutkan untuk 2 rintis (± 1 ha), sehingga

penempatan bahan aplikasi per blok hanya pada sepanjang salah

satu CR

Umur 7 Tahun

Tangki depan (LI = air + Insektisida ± 5 l/ha, 4 %

Insektisida)Tangki belakang (LP) ±

4 l solar/ ha

Bor mekanik /Bor Batang

Pohon dibor pada posisi ± 1 m dari tanah miring ke bawah ± 60, isi

15 - 30 cc insektisida dengan spuitUmur 7 Tahun

Insektisidamurni

15 - 30 cc/pohon

5 Infus akarKantong plastik berisi insektisida dipasang pada akar pohon sehat

(aktif). Pastikan ujung akar sampai pada dasar kantong plastik

Umur 3 Tahun

Insektisidamurni

15 - 30 cc/pohon

Keterangan: CR = Collection Road, LI = Larutan Insektisida, LP = Larutan Pembawa

Page 18: Materi Hama ,Penyakit

Insektisida kimia sistemik sulit pengadaannya karena sebagian besar dilarang beredar di Indonesia.

Penggunaan insektisida dari beberapa bahan aktif sebaiknya dilakukan secara bergantian pada periode tertentu untuk mengantisipasi kekebalan UPDKS.

Jika populasi UPDKS sudah terkendali maka pengendalian secara kimia segera dihentikan dan kembali kepada pengendalian hayati yang dilaksanakan secara terpadu dengan pengendalian mekanis.

1.1.2.7.3.4. Evaluasi

a. Merupakan kegiatan untuk mengetahui tingkat kematian larva akibat pengendalian dengan menggunakan insektisida atau musuh alami. Evaluasi dilakukan dengan sensus. Hasil evaluasi menentukan tindak lanjut pengendalian bila diperlukan.

b. Waktu evaluasi Apabila menggunakan insektisida piretroid sintetik (Sipermetrin, Deltamethrin,

Lambda sihalotrin, Betasiflutrin), evaluasi dilakukan 5 hari setelah aplikasi. Apabila pengendalian ditunda karena memanfaatkan musuh alami yang ada

di lapangan, evaluasi dilakukan setiap 7 hari untuk mengetahui tingkat penekanan populasi UPDKS oleh musuh alami.

Apabila pengendalian menggunakan virus atau bakteri, evaluasi dilakukan pada 10 hari setelah aplikasi.

1.1.2.7.3.5. Tindak lanjut pengendalian

a. Jika hasil pengendalian menunjukkan jumlah larva masih di atas batas toleransi (lihat tabel 1.1.2.7.1c dan tabel 1.1.2.7.3.2b/c) dan stadia UPDKS yang ada masih memungkinkan untuk dikendalikan secara kimia maka segera dilakukan pengendalian ulangan.

b. Jika pengendalian ulangan dengan insektisida tidak memungkinkan, untuk membantu mengurangi populasi pada siklus berikutnya hendaknya dilakukan pengutipan pupa.

c. Pengutipan pupa tetap dilakukan pada semua kondisi serangan

d. Pupa yang dikutip dimasukkan ke dalam kurungan kassa (Gambar 1.1.2.7.3.3.a) di dekat kantor divisi atau di pinggiran blok terserang untuk menyelamatkan musuh alaminya dan mengetahui waktu pembentukan imago, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam tindakan Light Trap

e. Pemerangkapan imago dilakukan untuk mengurangi potensi UPDKS yang masih tersisa.

Page 19: Materi Hama ,Penyakit

1.1.2.8. Tikus

Merupakan hama mamalia dari kelompok binatang pengerat. Tikus menyerang kelapa sawit pada semua umur tanaman :

a. Pada TBM tikus menggerek pangkal pelepah dan batang yang dapat menyebabkan tanaman mati.

b. Pada TM tikus merusak bunga jantan, bunga betina, tandan buah segar, dan brondolon yang berakibat hilangnya produksi.

1.1.2.8.1. Pengendalian tikus pada TBM

a. Pada TBM dilakukan aplikasi rodentisida dengan sistem campaign.

b. Sensus serangan tikus dimulai sejak tanaman berumur 1 bulan. Tetapi apabila terjadi serangan pada bibit yang baru ditanam, perlu perhatian khusus. Baiting langsung dilakukan dengan sistem campaign.

Kerusakan berupa penggerekan pada pangkal pelepah terbawah dan batang yang dapat mematikan tanaman, terutama di TBM1 dan awal TBM2.

Pada TBM3 setelah kastrasi selesai dan menjelang panen perdana, kerusakan tikus pada bunga jantan dan buah sawit.

c. Rotasi sensus rutin dilakukan 3 bulan sekali (Januari, April, Juli dan Oktober). Pengamatan dimulai baris ketiga dan dilanjutkan pada setiap 10 baris berikutnya dan dilakukan terhadap semua pohon dalam baris tersebut. Sejak TBM2 campain di blok dilakukan apabila ada serangan > 1%.

Apabila ada indikasi serangan tikus sebelum waktu sensus periode berikutnya tiba, maka kebun terserang tersebut segera melakukan sensus dan jika ada serangan, segera dilakukan baiting sistem campaign.

d. Sistem campaign dimulai dengan rotasi 1, 1 butir umpan setiap pohon. Umpan diletakkan di dekat pangkal batang pada satu sisi pohon supaya mudah diamati.

Interval pengulangan ganti umpan yang telah dimakan harus dilakukan setiap tiga hari sampai tidak ada lagi serangan yang baru. Umpan yang dipasang setiap ulangan diberi tanda lidi.

Pekerja yang melakukan baiting harus menggunakan sarung tangan karet atau kantong plastik.

e. Apabila serangan tikus tetap tinggi atau makin meningkat agar menghubungi SMARTRI

f. Setiap pemberian umpan harus dicatat (tabel 1.1.2.8.2).

Page 20: Materi Hama ,Penyakit

g. Tabel 1.1.2.8.1. Data Sensus Serangan Tikus pada TBM

Kebun/Divisi : Tanggal :Blok/Tahun Tanam/Luas : Pengamat:

BarisJumlah Pohon Diamati

KeteranganSehat Terserang Total

PohonPerhitungan Total Perhitungan Total %3132333435363Dst

Total Keterangan: Perhitungan menggunakan sistem Turus.

1.1.2.8.2. Pengendalian tikus pada TM

a. Pada TM muda dilakukan aplikasi rodentisida dengan sistim campaign.

b. Pada TM remaja / tua Apabila Tyto alba belum berkembang dilakukan aplikasi rodentisida dengan

sistim campaign. Apabila T. alba sudah berkembang dan masih diperlukan pembasmian tikus,

maka harus menggunakan bahan aktif Coumatetralil, yaitu rodentisida generasi pertama.

c. Sensus dilakukan setiap 3 bulan di bulan Januari, April, Juli dan Oktober untuk seluruh kebun dengan sample areal sebanyak 5 % (setiap 20 baris, 1 baris disensus). Tabel sensus serupa dengan Tabel 1.1.2.8.1 dengan menyesuaikan barisannya. Parameter pengamatan berupa serangan yang merusak bunga jantan, buah,

dan brondolan. Satuan penghitungan serangan adalah pohon, misalnya pada satu pohon terdapat serangan di 3 posisi, maka perhitungan jumlah serangannya adalah 1 pohon.

Apabila tingkat serangan > 5 %, segera dilakukan baiting pada blok tersebut dengan sistim campaign. Lokasi penempatan umpan di pinggir piringan arah rumpukan pelepah dan diberi tanda potongan helai daun dengan lidinya.

Apabila ada indikasi serangan tikus yang cukup berat sebelum waktu sensus periode berikutnya tiba, maka kebun dapat segera melakukan sensus dan jika hasilnya menunjukkan tingkat serangan > 5 % segera dilakukan baiting dengan sistim campaign.

Page 21: Materi Hama ,Penyakit

Khusus untuk kebun dengan histori serangan tikus yang selalu tinggi, dapat dilakukan sensus setiap bulan, dan dilakukan baiting jika serangan > 5 %.

d. Interval pengulangan ganti umpan harus dilakukan setiap 3 hari sampai tingkat umpan yang dimakan < 20 %. Umpan yang dipasang setiap ulangan harus diberi tanda lidi dengan warna (cat) yang berbeda setiap ulangan

e. Setiap pemberian umpan harus dicatat (Tabel 1.1.2.8.2)

f. Program pemberian umpan : Pemberian umpan di dalam suatu areal yang berdekatan dilakukan secara

serentak. Pekerja yang melakukan baiting harus menggunakan sarung tangan karet.

g. Apabila serangan tikus tetap tinggi atau makin meningkat agar menghubungi SMARTRI

Tabel 1.1.2.8.2. Data aplikasi rodentisida sistim campaign

Rodentisida: Kebun/Divisi:

Tahappasangumpan

Blok……. Blok……. Blok……

TanggalJumlah umpan

% TanggalJumlah umpan

% TanggalJumlah umpan

%

Awal 100 100 100Ganti IGanti IIGanti IIIGanti IVDst

Total

1.1.2.8.3. Penangkaran dan pelepasan Tyto alba ke lapangan

Tata cara penangkaran dan pelepasan Tyto alba :

a. Identifikasi Tyto alba jantan dan betina

Jantan ditandai dari bulu dada berwarna kuning dengan bintik-bintik hitam

Betina ditandai dengan warna bulu di dada berwarna putih dengan bintik-bintik hitam.

Ukuran panjang + 35 cm, berat 500 – 600 g, betina lebih berat.

Page 22: Materi Hama ,Penyakit

b. Bertelur dan mengeram:

Burung akan bertelur pada umur 8 bulan, dan biasanya burung bertelur setiap 2 hari, sekali periode peneluran dapat dihasilkan sebanyak 6 – 7 telur dan dua kali peneluran per tahun yakni di pertengahan dan akhir tahun

Telur akan menetas setelah 28 hari dierami.

Biasanya + 5 anak burung sekali menetas dan dapat dihasilkan + 9 anak burung per pasang per tahun. Apabila makanan kurang, maka anaknya akan dikanibal.

c. Penangkaran dan pemberian makan burung

Anak burung yang ada di lapangan, setelah berumur 35 sampai 40 hari dapat diambil dan ditangkarkan.

Anak burung tersebut diberi makan dengan tikus yang telah dipotong menjadi 4 bagian kemudian dicacah sampai tulangnya hancur. Jika burung belum mampu makan sendiri harus disuapi. Jumlah makanan minimal 1 ekor tikus per hari sesuai dengan perkembangan burung.

Pemberian makanan dilakukan sore hari sekitar jam 4 sampai jam 5.

Setelah burung dapat makan sendiri, tikus cukup dipotong menjadi 2 bagian. Sesudah burung berumur 3 sampai 4 bulan, tikus tidak perlu dipotong lagi namun harus dimatikan dulu.

Tikus yang sudah busuk tidak boleh diberikan kepada burung hantu.

Tempat minum diusahakan berukuran besar karena perilaku burung meminum dengan memasukkan badannya ke tempat minuman.

Burung diberi minuman dengan air yang bersih dan diganti setiap hari.

d. Pemindahan burung dari penangkaran ke gupon di lapangan

Burung yang berumur 3 sampai 4 bulan sudah dianggap dewasa dan dapat dipasangkan untuk dipindahkan ke dalam gupon di lapangan.

Pada awal pemindahan, pasangan burung tersebut dikurung di dalam gupon selama 15 hari. Pada periode ini, burung diberi makan minimal 2 ekor tikus setiap hari.

Setelah 15 hari pintu gupon dibuka sehingga burung dapat terbang keluar. Pemberian makanan dilanjutkan sampai 3 hari setelah pintu gupon dibuka, sebagai antisipasi jika burung hantu tersebut belum dapat menangkap tikus sendiri.

e. Gupon dan pemeliharaannya di lapangan

Gupon (Gambar 1.1.2.8.3.b.) dipasang 1 gupon per 30 ha di pertengahan blok dan diberikan tanda lokasinya di CR. Selanjutnya dapat ditingkatkan menjadi 1 gupon per 15 ha, lokasinya satu arah ke selatan atau utara dan posisi gupon berada 3 – 4 baris ke dalam dari MR.

Page 23: Materi Hama ,Penyakit

Kemampuan 1 pasang burung hantu memakan sebanyak 1.500 s/d 1.800 ekor tikus per tahun.

Setiap bulan perlu dicek tiang dan atap gupon supaya tidak bocor (masuk air hujan) serta semua pelepah yang bersandar/melintang dipotong untuk menghalang musuh burung hantu agar jangan masuk ke dalam gupon dan menyerang telur atau anak burung hantu.

Melakukan sensus setiap bulan untuk menentukan gupon aktif dan gupon yang ada telur atau anak burung

Setahun sekali sebelum musim bertelur dikeluarkan semua kotoran, tulang tikus dan lain-lain dari dalam gupon.

f. Kriteria Gupon Aktif

Ada tanda-tanda gupon dikunjungi T. alba seperti bulu, dan kotoran baru yang ditemukan di sekitar gupon.

Ada aktivitas Kehidupan burung hantu di dalam gupon (perkembang biakan, dan aktivitas memakan tikus yang dapat ditandai dari adanya sisa-sisa tulang tikus yang baru di dekat tiang gupon).

Page 24: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.1.2.8.3a. Penangkaran Tyto alba

Page 25: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.1.2.8.3b. Sketsa dan Foto Gupon Tyto alba di Lapangan Keterangan : Bahan kandang dan gupon dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

1.1.2.9. Tupai

Merupakan hama dari Klas Mamalia, Famili Diuridae. Sebagian dari spesiesnya, misalnya Sciurus notatus (tupai pohon), Sciurus prevostii (tupai terbang), dan Lariscus insignis (tupai tanah) dapat memakan daging buah dan biji kelapa sawit.

Pengendalian tupai dilakukan dengan cara pemasangan perangkap dan buru tupai menggunakan senapan angin.

1.1.2.10. Babi

Pada TBM < 2 tahun, hama ini memakan umbut tanaman dengan cara merusak dan membongkar pohon yang mengakibatkan kematian tanaman. Babi juga memakan brondolan kelapa sawit.

Species babi yang menyerang tanaman kelapa sawit antara lain : Sus scropa dan Sus barbatus

Page 26: Materi Hama ,Penyakit

Metode pengendalian Babi disesuaikan dengan kondisi serangan :

a. Pengamanan kolektif umumnya dilakukan pada areal dengan populasi babi hutan yang tinggi, dengan menggunakan pagar kawat jerat jera babi dan pintu cattle grid. Pagar Kawat Jerat Jera Babi (Gambar 1.1.2.10.1 & 6.1.2.10.3)

■ Mata jerat 33.3 cm dengan ring 2 cm pada ujung-ujungnya, dibuat dari kawat ban bekas mobil,

■ Jerat dipasang 15 mata per atang panjang 5 m dengan ring 8 cm pada ujung-ujungnya yang dibentangkan pada 2 buah tiang panjang 100 cm (tinggi 60 cm di atas tanah, 40 cm ditanam dalam tanah).

■ Rangkaian mata jerat hanya dihubungkan dengan tali rafia sehingga jika babi terjerat maka rangkaian mata jerat akan terpisah satu sama lain. Babi dengan jerat di lehernya bergerak terus di antara tiang dan akhirnya kehabisan tenaga sehingga babi lain yang melihat menjadi jera.

■ Pagar harus dikontrol setiap hari sekaligus memantau babi yang terjerat untuk segera dikumpulkan dan dibunuh. Pagar jerat perlu diolesi dengan olie bekas secara rutin tiap bulan agar peran pagar jerat jera babi berfungsi (ada bau olie dan warna mengkilap yang dapat membuat babi jera) dan kawat tidak berkarat/rusak.

Pintu Cattle Grid (Gambar 1.1.2.10.2 & 1.1.2.10.3)

■■ Bahan dan alat:Bahan dan alat: Kayu teras bantalan pipa (2.2 m x 0.20 m x 0.20 m)Kayu teras bantalan pipa (2.2 m x 0.20 m x 0.20 m) = 4 btg= 4 btg Kayu teras penyangga bantalan (2.5 m x 0.25 m x 0.25 m) Kayu teras penyangga bantalan (2.5 m x 0.25 m x 0.25 m) = 2 btg= 2 btg Kayu teras pengikat pipa (2.2 m x 0.20 m x 0.10 m)Kayu teras pengikat pipa (2.2 m x 0.20 m x 0.10 m) = 2 btg= 2 btg Pipa galvanis kisi-kisi(2.5 m diameter 7 cm tebal 10 mm) Pipa galvanis kisi-kisi(2.5 m diameter 7 cm tebal 10 mm) = 14 btg= 14 btg Besi beton pengikat pipa (Besi beton pengikat pipa ( 13 mm, panjang 2.10 m) 13 mm, panjang 2.10 m) = 2 btg= 2 btg Baut (ukuran panjang 30 cm diameter 20 mm)Baut (ukuran panjang 30 cm diameter 20 mm) = 10 btg= 10 btg

■■ Proses pembuatan dan perakitan Cattle Grid dilakukan oleh workshopProses pembuatan dan perakitan Cattle Grid dilakukan oleh workshop atau bagian pertukangan kebun.atau bagian pertukangan kebun.

■■ Pemasangan Cattle Grid di lapangan:Pemasangan Cattle Grid di lapangan: Buat lubang jebakan di areal pemasangan pagar jerat jera babi untukBuat lubang jebakan di areal pemasangan pagar jerat jera babi untuk

lokasi pemasangan Cattle Grid dengan ukuran 2 m x 1.2 m x 1.5 m. lokasi pemasangan Cattle Grid dengan ukuran 2 m x 1.2 m x 1.5 m. Pasang Cattle Grid di antara pagar jerat jera babi dan di atas lubangPasang Cattle Grid di antara pagar jerat jera babi dan di atas lubang

jebakan.jebakan.

b. Pengamanan Individu, umumnya dilakukan pada areal sisipan, dengan menggunakan kawat duri, seng berduri, pest guard dan pagar bambu untuk melindungi pangkal batang TBM.

c. Pengamanan tanaman secara kolektif maupun individu harus tetap dilakukan sampai tanaman memasuki periode TM.

d. Pengamanan individu dengan pagar bambu (Gambar 1.1.2.10.4) menggunakan bambu betung. Dibelah tanpa dibersihkan dengan ukuran panjang 1 meter lebar

Page 27: Materi Hama ,Penyakit

5 cm sebanyak 14 bilah per pokok, ditancapkan 40 cm ke dalam tanah dengan bagian licin ke arah pokok dan diikat dengan kawat beton 2 lingkar 20 cm dari tanah dan 20 cm dari ujung atas. Dilakukan kontrol setiap 2 bulan sekaligus penggantian bilah bambu yang lapuk atau kawat beton yang putus.

e. Pengamanan tanaman secara kolektif maupun individu harus tetap dilakukan sampai tanaman memasuki periode TM.

f. Kegiatan pengamanan lain yang dapat dilakukan adalah memburu babi.

Gambar 1.1.2.10.1. Pagar kawat jerat jera babi untuk melindungi tanaman kelapa sawit secara kolektif dari serangan hama babi.

Gambar 1.1.2.10.2. Pintu Cattle Grid yang sudah siap untuk dipasang di lapangan secara terpadu dengan pagar kawat jerat jera babi

Page 28: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.1.2.10.3. Pagar kawat jerat jera babi secara terpadu dengan pintu cattle

grid yang sudah terpasang di lapangan.

Gambar 1.1.2.10.4 Pagar bambu untuk melindungi tanaman kelapa sawit secara individu dari serangan babi.

1.1.2.11. Gajah

Gajah (Elephas maximus) merupakan salah satu problem utama di areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera, biasanya menyerang tanaman pada fase bibitan sampai TBM. Serangan hama ini mematikan tanaman dan menimbulkan kerusakan pada areal yang luas

Upaya untuk mengendalikan binatang ini tidak bersifat membunuh karena termasuk satwa yang dilindungi.

Pengendalian gajah dilakukan dengan pemasangan electric fencing pada perbatasan areal kebun dengan hutan yang merupakan lintasan Gajah.

Tata cara pemasangan Power Fencing Sistem :

a. Sebelum pelaksanaan pemasangan Power Fencing Sistem, areal yang akan dipagar harus dibersihkan dari Gajah. Pada jalur yang akan digunakan untuk pemasangan kawat fencing dan peralatannya harus dibebaskan dari pepohonan

Page 29: Materi Hama ,Penyakit

dengan lebar sekitar 20 m ke arah luar, biasanya dapat berupa jalan batas areal.

b. Pada jalur yang telah dibuat, ditentukan lokasi sentral dengan luasan sekitar 16 m2 untuk menempatkan box besi yang dicor permanen guna penyimpan perangkat energizer, battery, dan ampere pengontrol.

c. Solar Cell sebagai sumber energi diletakkan di atas tiang yang sudah dirancang dan kabelnya disambungkan ke energizer. Kayu/broti ukuran 4 x 4 " ditanam sepanjang batas pagar dengan jarak 1 – 2 m sebagai tiang utama perentang kawat.

d. Pada jalur yang akan dipasang kawat fencing dipasang kayu broti ukuran 3 x 3" setiap jarak 15 m sebagai tiang penyangga jarak rentangan kawat. Penyangga lain yang digunakan adalah fiberglass diameter 0.5".

e. Kawat penghantar listrik diameter 2 mm direntangkan dari tiang utama ke tiang lainnya sepanjang jalur fencing. Jumlah jalur kawat disesuaikan dengan satwa sasaran.

f. Hubungkan arus yang telah terpasang dari sumber ke kawat rentangan. Tegangan listrik yang dialirkan diukur dengan Digital Electric Fence Meter. Sistem yang baik dan normal biasanya menghasilkan tegangan antara 7 - 9 kilo volt tergantung cuaca dan kebersihan sistem dari benda-benda asing yang dapat membuang arus. Pengukuran tegangan ini dikontrol tiap hari pada beberapa tempat yang telah ditentukan. Apabila terjadi penurunan tegangan listrik di bawah kisaran tersebut maka harus dilakukan pengecekan ke alat dan jaringannya

g. Daerah jaringan power fencing harus dirawat dengan penyemprotan gulma dilakukan setiap 3 bulan sekali

h. Setelah tanaman berumur 5 tahun, alat ini dapat dibuka

1.2. PENYAKIT

1.2.1. Penyakit di Bibitan dan Pengendaliannya

1.2.1.1. Bercak daun bibitan (Curvularia sp, Cercospora sp, Helminthosporium, dll)

Sering ditemukan menyerang tanaman di bibitan yang tidak dirawat sesuai standar.

Gejala Curvularia berupa bercak-bercak coklat (atau kumpulan bercak coklat) yang dikelilingi oleh klorosis kekuningan atau orange. Pada Helminthosporium gejala tersebut biasanya berukuran lebih kecil. Gejala Cercospora berupa bercak-bercak coklat (atau kumpulan bercak coklat) yang mengering menjadi kelabu.

Pengendalian bercak daun bibitan :

a. Dilakukan pengelolaan bibitan sesuai standar, terutama aspek pengairan, media tanah, dan pemupukan.

b. Pengendalian dilakukan dengan aplikasi fungisida :

Page 30: Materi Hama ,Penyakit

Pada main nursery dilakukan secara bergantian antara fungisida sistemik dan non sistemik.

Pada pre nursery jangan digunakan fungisida Benomyl karena akan mengakibatkan pertumbuhan bibit menjadi abnormal, sebaiknya digunakan Klorotalonil, Mancozeb dan Thiram.

c. Beberapa fungisida yang direkomendasikan antara lain : Benomyl, Hexaconazole, Mancozeb, Thiram dan Klorotalonil. Fungisida diaplikasikan secara bergiliran dengan konsentrasi 0.1 s/d 0.3 % dan dilakukan setiap minggu.

d. Apabila gejala serangan sangat parah, bibit harus diisolasi dan diberikan perlakuan fungisida seperti Bab 1.2.1.1c.

e. Bibit yang mati agar dikumpulkan dan dimusnahkan.

f. Penentuan tindakan kuratif dilakukan oleh asisten bibitan setelah berkoordinasi dengan EM. Jika ada keraguan dalam pengambilan keputusan dapat menghubungi SMARTRI.

1.2.1.2. Blast

Daun bibit yang terserang penyakit ini menjadi pucat, lemah, tidak mengkilap dan warnanya berubah dari hijau menjadi coklat. Daun menjadi rapuh dan jika bibit terserang dicabut akarnya sudah lunak.

Penyakit ini jarang ditemukan apabila perawatan bibit dilakukan dengan baik dan benar. Keadaan kering dan panas yang terjadi pada kantong plastik jika tidak cukup penyiraman akan merangsang perkembangan jamur Phytium splendens Braun dan Rhizoctonia lamellifera Small. yang merupakan penyebab sekunder.

Pencegahan dan pengendalian dilakukan :

a. Jika serangan tidak berat, maka bibitan harus diisolasi dan diberikan tindakan : Penyiraman secara teratur Pemberian naungan dan mulsa untuk mengurangi panas di dalam tanah

polibag

b. Jika bibit telah mengering atau mati, maka bibit harus disingkirkan dan dimusnahkan

1.2.1.3. Antraknus (Antracnose)

Penyakit ini disebabkan oleh berbagai macam cendawan, antara lain : Botriodiplodia sp., Glomerella singulata, dan Melanconium elaedis dengan gejala serangan yang hampir serupa.

Glomerella singulata Melanconium elaedis Botriodiplodia sp.

Gambar 1.2.1.3. Gejala daun yang terserang penyakit antraknus dengan berbagai penyebab.

Page 31: Materi Hama ,Penyakit

Pada umumnya cendawan bersifat sebagai parasit luka. Penularan berasal dari spora pada daun yang terserang. Penyakit ini banyak dijumpai di pre-nursery apabila bibitan diberikan naungan yang terlalu berat sehingga kelembabannya tinggi. Serangan ditandai dengan adanya bercak daun mulai dari ujung anak daun yang berwarna hijau pucat, makin lama menjadi coklat, membusuk dan akhirnya kering berwarna kelabu dan sangat rapuh. Spora cendawan berwarna merah kecoklatan. Batas daun yang sakit diselaputi miselia yang berwarna kecoklatan, terdapat batas yang jelas antara jaringan daun yang sakit dengan yang sehat.

Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara :

a. Naungan bibitan harus dikurangi atau dibuka agar tidak terlalu lembab.

b. Aplikasi fungisida : Pada pre nursery jangan digunakan fungisida Benomyl karena akan

mengakibatkan pertumbuhan bibit menjadi abnormal, sebaiknya digunakan Klorotalonil dan Mancozeb.

Pada main nursery dilakukan secara bergantian antara fungisida sistemik dan kontak

Fungisida sistemik (Benomyl, Hexaconazole,Thiram, Mancozeb), dan fungisida kontak Klorotalonil diaplikasikan dengan konsentrasi 0.1 s/d 0.3 %.

Untuk pengendalian preventif rotasi aplikasi setiap 2 minggu, sedangkan pada tindakan pengendalian kuratif aplikasi fungisida dilakukan setiap minggu.

c. Apabila gejala serangan sangat parah, bibit harus diisolasi dan diberikan perlakuan fungisida seperti Bab 1.2.1.1b.

d. Bibit yang mati agar dikumpulkan dan dimusnahkan

1.2.1.4. Spear Rot

Gejala busuk pucuk (spear rot) ini dapat menyerang bibit kelapa sawit dan jika tidak dikendalikan dapat menular ke pelepah lain di sekitarnya, bahkan dapat menyebabkan kematian. Biasanya terjadi jika bibitan sering tergenang sehingga berkembang beberapa mikroorganisme yang berasosiasi dengan penyakit ini, seperti Fusarium sp (cendawan) dan Erwinia sp (bakteri)

Pengendalian terhadap serangan penyakit busuk pucuk :

a. Pucuk yang busuk dibuang dan disemprot fungisida. Cara aplikasi fungisida dapat dilihat pada 6.2.1.1b.

b. Apabila ada serangan, maka bibit harus diisolasi dan bibit yang mati harus dibakar.

Page 32: Materi Hama ,Penyakit

1.2.2. Penyakit di TBM dan TM serta Pengendaliannya

1.2.2.1. Busuk pangkal batang dan batang atas (Ganoderma boninense)

Merupakan penyakit utama di tanaman tua, tanaman replanting, dan tanaman kelapa sawit yang ditanam pada areal bekas palma yang lain. Penyakit ini disebabkan oleh Ganoderma boninense yang merupakan jamur kelas Basidiomycetes. Pada areal non endemik G. Boninense, yakni areal generasi pertama kelapa sawit bekas hutan atau bekas tanaman non palma, tingkat serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) ini masih sangat rendah dan biasanya serangan penyakit mulai dijumpai setelah tanaman berumur >10 tahun. Namun dengan bertambahnya generasi tanaman kelapa sawit, kejadian penyakit BPB ini akan meningkat dan dijumpai pada umur tanaman semakin muda. Pada generasi ke-3 kelapa sawit, penyakit sudah dapat dijumpai menyerang tanaman kelapa sawit yang berumur kurang dari 1 tahun di lapangan.

Gejala awal dimulai dari beberapa pelepah daun muda berwarna pucat seperti kekurangan hara. Pada tahap lanjut daun akan mengalami pengeringan mulai dari daun tua menuju daun yang lebih muda. Jumlah daun pucuk (tombak) yang tidak membuka lebih banyak dari biasanya. Pelepah daun akan patah dan menggantung. Umumnya badan buah akan muncul di bagian bawah batang, untuk di lahan gambut badan buah dapat muncul di bagian tengah batang.

Gambar 1.2.2.1. Serangan Ganoderma boninense pada kelapa sawit : A. Gejala serangan pada TBM, B dan C. Serangan pada TM remaja di areal replanting, D. Serangan Lama pada TM Tua, mengakibatkan banyak tanaman mati, E. Pohon tumbang/mati, F - H. Badan buah G. boninense yang muncul dari batang yang telah tumbang, maupun pada batang kelapa sawit yang masih hidup.

Page 33: Materi Hama ,Penyakit

Pengendalian penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma boninense)

Pengendalian pada skala lapangan sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Namun demikian perlu dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah dan mengantisipasi meluasnya serangan penyakit BPB tersebut. Hal ini berdasarkan hasil-hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di Smartri dan di lembaga penelitian lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk menentukan tindakan tersebut areal perkebunan kelapa sawit dibedakan menjadi dua golongan yakni :

a. Areal non endemik G. boninense

Areal non endemik G. boninense adalah areal kelapa sawit baru (generasi pertama) bekas hutan atau bekas tanaman lain non palma.

b. Areal endemik G. boninense

Areal endemik G. boninense adalah areal kelapa sawit generasi pertama bekas tanaman palma atau areal kelapa sawit generasi kedua dan seterusnya.

1.2.2.1.1. Tindakan pengendalian BPB pada areal non endemik

1.2.2.1.1.1. Sensus

a. Sensus terhadap tanaman yang terserang BPB dimulai pada saat tanaman berumur 3 tahun dengan cara sensus terhadap keseluruhan pohon (100%) dan menggunakan peta sensus tanaman.

b. Penentuan tingkat serangan penyakit BPB dilakukan berdasarkan kriteria pada Tabel 1.2.2.1.1.a. dan hasilnya dituliskan pada peta serta dicatat pada Tabel 1.2.2.1.1.b. Selanjutnya hasil sensus direkap dalam Tabel 1.2.2.1.1.c. untuk dianalisa tindakan yang akan dilakukan pada masing-masing blok.

c. Jika tidak ditemukan tanaman yang bergejala sakit, maka interval sensus tetap 3 tahun sekali.

d. Jika ditemukan tanaman dengan gejala sakit, maka sensus berikutnya dilakukan dengan interval 1 tahun sekali.

1.2.2.1.1.1.Tindakan pengendalian berdasarkan hasil sensus

a. Tindakan yang dilakukan berdasarkan hasil sensus disajikan pada Tabel 1.2.2.1.1.d.

Page 34: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.2.2.1.1.a. Kriteria Sensus Serangan Ganoderma sp.

Gejala Luar Pada Tanaman Skor Kategori Tanda Peta

Tanaman sehat 0 Normal

Daun muda berwarna pucat/kusam, ada atau tidak ada badan buah

1 Ringan Θ

Daun tombak/pucuk yang belum mekar 3, daun muda atau seluruh daun terlihat pucat, ada atau tidak ada badan buah

2 Sedang

Daun tombak 3, seluruh daun tampak pucat, daun bawah mengering mulai dari ujung helai daun, daun tua mulai patah, ada atau tidak ada badan buah

3 Berat

Pangkal batang atau batang atas mulai busuk atau lapuk, ada badan buah dan pohon mati, tanaman tumbang atau tidak tumbang

4 Berat sekali/ mati

Keterangan : untuk titik kosong diberi tanda K

Tabel 1.2.2.1.1.b. Catatan Tanaman Terserang Ganoderma sp.

Blok/Divisi : Nama Pengamat :Luas (Ha) : Tanggal Pengamatan :

Posisi Pohon Kondisi Tanaman

SkorNo. Brs

No. Pohon

Daun

Tombak

Badan Buah

Daun Pucat/ Kuning

Daun Tua

Coklat/ Kering

Tandan Buah

A/T

Roboh

1 10 4 A A T A T 3

18 3 A A A T T 3

34 3 A A A A T 4

2 4 3 A A T A T 2

11 1 T T T A T 0

28 5 T A T A T 2

3 15 2 T A T A T 1

dst

.

.

Keterangan: A = ada ;T = tidak ada

Page 35: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.2.2.1.1.c. Rekapitulasi Sensus Serangan Ganoderma sp.

Kebun: Tahun :Divisi :

No Blok

Hasil Sensus Tahun Ini Hasil Sensus Tahun lalu

Jml Pohon

Sakit

skor Mati Ganoderma

Mati Lainnya

Jml

Pohon

Sakit

skor Mati Ganoderma

Mati Lainnya

0 1 2 3 4 0 1 2 3 4

Tabel 1.2.2.1.1.d. Tindakan penanganan serangan Ganoderma sp. berdasarkan pertambahan jumlah dan tingkat serangan di areal non endemik

Pertambahan Serangan Baru

(Pohon/Ha/Tahun)Tindakan

< 5 Tanaman bergejala sakit dengan skor 1 dibiarkan. Tanaman sakit dengan skor 2-4 yang sudah dijumpai badan buah

Ganoderma segera dieradikasi dengan cara batang ditumbang, tunggul dibongkar dan lubang bongkaran dibuat 1.5 m x 1.5 m x 1.5 m. Selanjutnya tunggul dan batang dirajang, disebar di gawangan mati. Jika umur tanaman < 7 tahun, dilakukan penyisipan.

Keterangan :Apabila pertambahan serangan baru 5 pohon/Ha/Tahun, maka sudah diklasifikasikan sebagai areal endemik sehingga cara pengendaliannya sama dengan 1.2.2.1.2.4.

1.2.2.1.2. Tindakan pengendalian BPB pada areal endemik

1.2.2.1.2.1. Replanting dan penanaman Lihat 1.6.1 dan 1.6.2.

1.2.2.1.2.2. Bibitan untuk areal endemik Ganoderma sp.

Bibitan pada areal endemik Ganoderma sp. dan/atau akan ditanam di areal endemik Ganoderma sp. :

Media tanah bibitan harus dari areal yang tidak terserang Ganoderma boninense.

Page 36: Materi Hama ,Penyakit

1.2.2.1.2.3. Sensus

a. Sensus terhadap tanaman yang terserang BPB dimulai pada saat tanaman berumur 6 bulan dan dilanjutkan setiap sekali setahun, dengan cara sensus terhadap keseluruhan pohon (100%) dan menggunakan peta sensus tanaman.

b. Pelaksanaan sensus dan pencatatan hasil sensus sama dengan 1.2.2.1.1.1.b.

1.2.2.1.2.4. Tindakan pengendalian berdasarkan hasil sensusa. Tanaman sakit dengan skor 1-2 dibumbun.b. Tanaman sakit skore 3-4 segera dieradikasi dengan cara batang ditumbang,

tunggul dibongkar dan lubang bongkaran dibuat 1.5 m x 1.5 m x 1.5m, kemudian tunggul dan batang dirajang, disebar di gawangan mati. Jika umur tanaman < 7 tahun, dilakukan penyisipan.

1.2.2.2. Penyakit busuk arang (Charcoal Base Rot - Ustulina deusta )

Merupakan penyakit yang menyerang pada fase TM muda yaitu peralihan dari TBM ke TM. Gejala serangan berupa busuk arang di pangkal batang, pangkal batang mengeras berwarna hitam, akar menjadi rapuh dan tanaman tumbang.

Areal yang terserang memerlukan penanganan yang khusus dengan menggunakan Trichoderma sp. Untuk kebun yang telah ditemukan indikasi serangan, segera hubungi SMARTRI untuk identifikasi dan tindak lanjutnya.

Gambar 1.2.2.2. Gejala tanaman di lapang seperti defisiensi hara, tanaman pucat (Gambar kiri). Tanaman mudah roboh (Gambar tengah), karena jaringan di tengah batangnya terserang Ustulina deusta dengan penampakan hitam seperti arang (Gambar kanan).

1.2.2.3. Spear Rot

Merupakan gejala busuk pada tanaman kelapa sawit TBM dan TM yang dimulai dari pucuk, jika tidak dikendalikan dapat meluas ke pelepah lain di sekitarnya bahkan dapat menyebabkan kematian.

Page 37: Materi Hama ,Penyakit

Biasanya terjadi di areal yang mempunyai kelembaban tinggi atau sering tergenang air dan penyebaran serangan bersifat sporadis. Belum dapat dipastikan penyebab penyakit ini, namun beberapa mikroorganisme ditemukan berasosiasi dengan jaringan sakit antara lain Fusarium sp (cendawan) dan Erwinia sp (bakteri)

Pedoman pengendalian spear rot :

a. Tidak perlu sensus rutin, pengamatan dini dapat digabungkan dengan kegiatan lain, misalnya dengan memberdayakan mandor perawatan. Jika terjadi serangan di TBM sampai dengan TM yang masih bisa dijangkau harus segera dilakukan pengendalian. Serangan pada TM yang tinggi pohonnya tidak bisa dijangkau lagi harus dibongkar, dicacah dan disemprot dengan fungisida.

b. Cara pengendalian sebagai berikut : Sanitasi jaringan sakit : pucuk (daun tombak), pelepah yang mengelilingi

pucuk dan jaringan di pangkal pucuk yang busuk dibuang dan dimusnahkan, sehingga permukaan jaringan sakit terkena cahaya matahari secara langsung.

Selanjutnya pada jaringan sakit dilakukan aplikasi campuran bakterisida Streptomisin sebanyak 1 g produk dan fungisida Benomyl atau Mankozeb atau Klorotalonil sebanyak 5-10 g produk yang dilarutkan ke dalam 1 liter air per pohon. Cara aplikasi larutan tersebut dapat disemprotkan dengan sprayer atau disiramkan dengan ember ke bagian pucuk tanaman sakit tersebut.

1.2.2.5. Busuk tandan (Marasmius palmivorus)

Marasmius palmivorus merupakan penyebab busuk tandan, sehingga tandan tidak berkembang dengan baik. Penyakit ini timbul jika sanitasi di sekitar lingkungan tandan jelek. Umumnya ditemukan pada fase TM muda, tetapi dapat juga menyerang pada fase tanaman yang lebih tua jika kebersihan lingkungan di sekitar tandan tidak diperhatikan dengan baik.

Pedoman pengendalian Marasmius sp :

a. Tidak perlu disensus secara khusus. Informasi serangan dapat diperoleh dari mandor yang bertugas di areal tersebut.

b. Dilakukan perawatan tanaman sesuai standar budidaya yang ada. Buah yang busuk harus dibuang di gawangan mati dan dibakar atau disemprot dengan fungisida Benomyl atau Mankozeb atau Klorotalonil konsentrasi 0.3 %. Pada pohon bekas tandan busuk tersebut harus disemprot juga dengan fungisida tersebut pada konsentrasi yang sama dan volume semprot 1 liter larutan per pohon.

1.3. GULMA

a. Gulma merupakan vegetasi yang tumbuh secara alami dan menjadi pesaing bagi tanaman utama (kelapa sawit), sehingga keberadaannya tidak dikehendaki

Page 38: Materi Hama ,Penyakit

karena merugikan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit serta dapat mengganggu kelancaran aktivitas lainnya.

b. Terdiri dari kelompok gulma rumput-rumputan, gulma berdaun lebar , gulma berkayu, gulma pakisan, gulma teki-tekian, gulma pisang liar dan keladi-keladian, gulma bambu-bambuan dan gulma air.

Konsep Pengendalian Gulma

a. Penanganan terhadap tumbuhan pesaing tanaman utama dengan tindakan : Mengembangkan/melestarikan tumbuhan liar berguna sebagai inang

parasitoid dan atau predator secara terkendali (dalam batas tidak mengganggu tanaman pokok dan proses budidaya kelapa sawit).

Memusnahkan gulma berbahaya (Noxious Weed). Membatasi pertumbuhan gulma lunak.

b. Menerapkan konsep pengelolaan gulma tepadu (Integrated Weed Management) dengan memberdayakan seluruh komponen pengendalian, meliputi cara kultur teknis, tindakan preventif, biologis, mekanis, dan kimiawi.

1.3.1. Pengendalian Gulma di Bibitan

Pengendalian gulma di dalam polybag dilakukan secara manual.

Pengendalian gulma di luar polybag dilakukan dengan herbisida kontak antara lain Paraquat dengan rotasi 1 bulan sekali dan dapat dikurangi jika pelepah bibit telah menutupi permukaan tanah. Untuk meningkatkan efektifitas penyemprotan dapat ditambahkan bahan perekat.

Ujung pipa alat semprot dipasangi sungkup bulat terbuat dari plastik agar herbisida tidak mengenai bibit. Alat semprot tidak boleh bocor, pekerja semprot harus diawasi dengan ketat, terlatih dan menggunakan alat pelindung sesuai dengan yang dianjurkan di label kemasan produk herbisida.

1.3.2. Pengendalian Gulma di Lapangan

Standar dan tindakan pengendalian gulma dimulai dari awal penanaman di TBM adalah sebagai berikut :

a. Dilakukan pembersihan piringan sampai 30 cm di luar batas kanopi daun atau sampai maksimum 180 cm dari pangkal pohon kelapa sawit, sedangkan jalan rintis dibersihkan selebar ± 1.2 m dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan.

b. Pengendalian secara preventif dan kultur teknis :

Penanaman dan perawatan kacangan untuk menyaingi pertumbuhan gulma , lihat Bab 5.10.

c. Pengendalian secara biologis Kacangan berfungsi sebagai pengendalian biologis melalui persaingan hidup.

Page 39: Materi Hama ,Penyakit

Mengembangkan agensia pengendali hayati gulma seperti: Pareuchaetes pseudoinsulata dan Cecidochares connexa untuk mengendalikan Chromolaena odorata, serta Actinote anteas untuk mengendalikan Chromolaena odorata dan Mikania spp.

Gambar 1.3.2a. Pengendalian gulma secara biologis

d. Pelestarian tumbuhan liar berguna Beberapa jenis tumbuhan liar yang berguna sebagai inang imago parasitoid

dan atau predator hama kelapa sawit yang tumbuh di lapang perlu dilestarikan karena bermanfaat untuk mendukung perkembangan musuh alami hama kelapa sawit dan berfungsi sebagai penutup tanah alami.

Lihat Bab 1.3.4. dan Bab 1.3.5.

e. Perawatan secara mekanis Salah satu pilihan adalah dengan menggunakan Rotary Slasher untuk

perawatan jalan panen di daerah datar yang memungkinkan masuk alat tersebut pada saat tanaman TBM 2.

Dongkel anak kayu, dll

Gambar 1.3.2b. Pengendalian gulma secara mekanis.

f. Pengendalian Secara Kimia

Kiri Atas: Penanaman kacangan

Tengah Atas: Pengembangan tumbuhan berguna

Kanan Atas : Cecidochares connexa (Lalat Bisul pada gulma putihan)

Kiri Bawah : Pareuchaetes pseudoinsulata ulat pemakan gulma putihan

Kanan Bawah: Actinote anteas untuk mengendalikan gulma putihan dan Mikania.

Atas : Pembersihan jalan rintis dengan rotary slasher di areal datar.

Bawah : Pembersihan gulma di gawangan (dongkel anak kayu) dengan alat cangkul

Page 40: Materi Hama ,Penyakit

Jenis herbisida yang digunakan untuk semprot piringan :- Tanaman umur 12 bulan herbisida kontak.- Tanaman umur 12 bulan digunakan herbisida sistemik dan kontak.

Pada penyemprotan di jalan rintis dan gawangan dapat menggunakan herbisida kontak atau sistemik sesuai gulma yang menjadi sasaran (target).

Penyemprotan sampai batas 5 meter dari aliran air

g. Jadwal dan program pengendalian gulma di TBM lihat Tabel 1.3.2 a, Tabel 1.3.2.b., dan Tabel 1.3.2.c. Untuk TM lihat Tabel 1.3.2.d.

h. Langkah yang harus dilakukan sebelum penyemprotan : Identifikasi jenis gulma untuk menentukan herbisida yang digunakan. Kalibrasi penyemprotan (Lihat Bab 1.3.3.).

i. Pengendalian Gulma Berkayu Disemprot dengan campuran Triclopyr 1 l dengan Surfactan 0.15 l per ha blanked. Semprot ulang secara selektif tumbuh-tumbuhan yang masih belum terkendali dengan campuran herbisida yang sama 3-4 bulan setelah rotasi pertama.

Pengendalian gulma berkayu keras yang terpencar dapat dilakukan dengan membabat/memotong bagian atas pohon dan dilanjutkan dengan mengoleskan secara merata campuran Triclorpyr + solar (konsentrasi 5 %) pada sekeliling pangkal batang selebar ± 20 cm dan pada ketinggian 30 cm dari tanah.

j. Pengendalian Gulma Pisang Dikendalikan dengan teknik inplant, yaitu : Batang kayu seukuran batang korek api direndam 24 jam di dalam larutan

Metyl metsulfuron. Satu paket larutan (5 g Methyl metsulfuron + 10 cc air) dapat merendam 40 batang anak korek api.

Batang pisang dilubangi dengan alat besi seukuran jeruji sepeda motor. Batang kayu yang telah direndam dimasukkan ke batang pisang. Dosis 3 inplant per rumpun.

k. Pengendalian KeladiDisemprot dengan Methyl metsulfuron (konsentrasi 0.033 % dan dosis 0.075 kg per ha) ditambah Surfactan (konsentrasi 0.22 % dan dosis 0.5 Liter per ha)

l. Pengendalian Mikania micranthaDikendalikan dengan Floroksipir 0.375 l/ha blanket atau dengan 2.4-D dosis 1.5 l/ha blanket (untuk TM saja).

m. Pengendalian AsystasiaDikendalikan dengan 2,4-D dosis 0.20 l/ha blanket (untuk TM saja), Floroksipir 0.375 l/ha blanket atau 0.075 kg methylmetsulfuron per ha blanket.

n. Nama Bahan Aktif dan Nama Dagang Herbisida disajikan pada butir 6.4.

Page 41: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.3.2.a. Standar pekerjaan pemberantasan lalang di areal TBM

Kegiatan/Gulma Sasaran HerbisidaDosis /

Ha

Rotasi per Tahun

(Umur)

0 – 12Bulan

13 – 24Bulan

25 – 36Bulan

37 – 48Bulan

Wiping Glyphosate 0.05 l 6 4 4 4Spot Spraying Glyphosate 6.00 l 3 - - -

Tabel 1.3.2.b. Standar pekerjaan perawatan gawangan di areal TBM tanah mineral dan gambut

Kegiatan/Gulma Sasaran HerbisidaDosis / Ha

blanket

Rotasi per Tahun (Umur)0 – 12Bulan

13 – 24Bulan

25 – 36Bulan

37 – 48Bulan

TANAH MINERALManual

Dangir Kacangan - - 3 - - -Dongkel Anak Kayu - - 3 4 4 4

Semprot RendahanPakisan/Anak kayu (Gulma sederhana)

Parakuat diklorida 1.500 l 5 4 2 2Methyl metsulfuron 0.075 kg

Rumput-rumputan dan daun lebar

Glyphosate 1.500 l 5 4 2 2Methyl metsulfuron 0.075 kg

Rumput bambu Glyphosate 2.000 l 5 4 2 2Dominan anak kayu Triclopyr 1.000 l 2

Surfactan 0.150 lDominan putihan/senduduk Methyl metsulfuron 0.150 kg 2

Surfactan 1.000 lTANAH GAMBUTBabat Gawangan - - 1 - - -Semprot Gawangan

Pakisan/Anak kayu (Gulma sederhana)

Parakuat diklorida 1.500 l 5 4 2 2Methyl metsulfuron 0.075 kg

Rumput-rumputan dan daun lebar

Glyphosate 1.500 l 5 4 2 2Methyl metsulfuron 0.075 kg

Rumput bambu Glyphosate 2.000 l 5 4 2 2

Dominan anak kayu Triclopyr 1.000 l - 2

Surfactan 0.150 l

Dominan putihan/senduduk Methyl metsulfuron 0.150 kg - 2Surfactan 1.000 l

Page 42: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.3.2.c. Standar pekerjaan perawatan piringan dan jalan rintis TBM

Kegiatan/Gulma Sasaran HebisidaDosis /

Ha efektif

Rotasi per Tahun/Umur0 – 12 Bulan

13 – 24 Bulan

25 – 36 Bulan

PERAWATAN PIRINGANGaruk Piringan Manual - - 4 - 1Semprot Piringan :

Rumput-rumputan dan daun lebar lunak

Glyphosate 0.500 l - - 4

Pakisan Parakuat diklorida 0.375 l 1 5 4Methyl metsulfuron 0.020 kg

Rumput-rumputan dan daun lebar

Glyphosate 0.375 l - - 4Methyl metsulfuron 0.020 kg

Rumput-rumputan dan dominan Mikania

Glyphosate 0.375 l - - 4Fluroxypyr 0.095 l

JALAN PIKUL (1: 2)Volume 7.5 % dosis blanket

Rumput-rumputan dan daun lebar lunak

Glyphosate 0.15 l - - 2

Pakisan Parakuat diklorida 0.11 l 2 1 2Methyl metsulfuron 0.006 kg

Rumput-rumputan dan daun lebar

Glyphosate 0.11 l - - 2Methyl metsulfuron 0.006 kg

Rumput-rumputan dan dominan Mikania

Glyphosate 0.11 l - - 2Fluroxypyr 0.28 l

Page 43: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.3.2.d. Standar pekerjaan perawatan TM

Kegiatan/Gulma Sasaran HerbisidaDosis / Ha

blanket

Rotasi/

Tahun

Konsentrasi(%)

HK/Ha

GAWANGANManual

DAK TM Muda - - 3 - 1.5 - 2DAK TM Remaja-Tua - - 2 - 1.3 - 1.5

Semprot SemakSemak Secara Umum Parakuat diklorida 1.500 l

2 4.5-5 blanketMethyl metsulfuron 0.075 kg

Semak Dominan Putihan (Chromolaena odorata)/Melastoma

Teepol 1.000 l2 4.5-5 blanketMethyl metsulfuron 0.150 kg

Dominan anak kayu Triclopyr 1.000 l 2 4.5-5 blanketSurfactan 0.150 l

PIRINGAN & JALAN PIKUL (efektif)Manual

Garuk Piringan TM Muda-Tua - - 1 - 2 (setelah pruning)Semprot TM Muda

Pakisan Parakuat diklorida 0.375 l3

RB-15 : 0.5-0.6 CDA : 0.25 (tidak untuk campuran Paraquat)

Methyl metsulfuron 0.020 kgRumput-rumputan daun lebar lunak

Glyphosate 0.500 l3

Rumput-rumputan dominan Mikania

Glyphosate 0.250 l3

Fluroxypyr 0.063 lPada lokasi dengan kualitas air jelek

Sulfosat 0.375 l3

Methyl metsulfuron 0.020 kgSemprot TM Remaja-Tua

Pakisan Parakuat diklorida 0.250 l 3

RB-15 : 0.5-0.6 CDA : 0.25 (tidak untuk campuran Paraquat)

Methyl metsulfuron 0.013 kgRumput-rumputan daun lebar lunak

Glyphosate 0.500 l3

Rumput-rumputan dominan Mikania

Glyphosate 0.250 l3

Fluroxypyr 0.063 lPada lokasi dengan kualitas air Jelek

Sulfosat 0.375 l3

Methyl metsulfuron 0.020 kgT P H Vol. 0.25% dosis blanket

6.0Pada lokasi umum Parakuat diklorida 0.004 l

3Methyl metsulfuron 0.0002 kg

Pada lokasi dengan kualitas air Jelek (areal gambut)

Sulfosat 0.004 l 3Methyl metsulfuron 0.0002 kg

LALANGWiping TM Muda Glyphosate/

Sulfosat (pada lokasi kualitas air jelek)

0.040 l3

0.2Wiping TM Remaja – Tua 0.030 l 0.1Spot Spraying 4.000 l 2 4.0

Page 44: Materi Hama ,Penyakit

1.3.3 Alat Semprot

Sistem penyemprotan untuk mengendalikan gulma perlu pemilihan jenis alat semprot dan nozzle yang sesuai untuk setiap jenis pekerjaan, gulma sasaran, herbisida dan dosis, kebutuhan larutan (air) dan efisiensi hasil kerja yang tercapai.

1.3.3.1 Jenis Alat Semprot

Dua kategori yang diterapkan di kebun pada saat ini :a. Alat penyemprot gendong (Kap)

Untuk semua kerja penyemprotan di LC, TBM dan awal TBM muda. Kebutuhan larutan (air) dari volume sedang (± 450 l/ha), volume rendah (low volume) 200 – 450 l/ha dan apabila gulma sudah berkurang mengarah ke very low volume (VLV) 100 – 200 l/ha. Harus memilih jenis Nozzle yang sesuai untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.Jenis alat semprot yang digunakan saat ini adalah SA15/RB 15 – Kapasitas Kap 15 liter (RB Field).

b. CDA (Controlled Droplet Application) SprayerSistem ini memakai volume larutan yang sangat rendah (ultra low volume – ULV) sekitar 12 – 20 l/ha dengan butir cairan 250 mikron. Cocok untuk herbisida sistemik dan tidak boleh digunakan untuk campuran paraquat . Sesuai untuk penyemprotan piringan di TM remaja – tua dan jalan rintis di TM muda dengan tumbuhan gulma ringan sampai sedang. Prestasi kerja tinggi, efisien dan cost efektif.Jenis alat yang digunakan saat ini : Micron Herbi Attila knapsack sprayer Samurai Dibuat oleh kebun sendiri

1.3.3.2 Jenis Nozel

Agar penyemprotan dapat dilakukan tepat dengan sasaran kerja, dosis herbisida dan volume larutan, maka pancaran yang keluar dari sprayer harus mempunyai pola tertentu dan hal ini ditentukan oleh jenis nozzle yang diseleksi untuk masing-masing pekerjaan penyemprotan.

Page 45: Materi Hama ,Penyakit

Table 1.3.3.2. Jenis nozzle yang bisa digunakan

MerekJenis

nozzleReff … no

BCPC

code

Output

Larutan

@ 1 bar

l/menit

Required

Spray

Volume

l/ha

Swath

(m)

Kecepatan

Berjalan

m/menit

ST

Spray

nozzle

VLV 50

VLV 100

VLV 200

Orange DEF-01

Yellow DEF-01

Red DEF-04

D/0,23/1

D/0,46/1

D/0,92/1

0,23

0,46

0,92

44

90

180

1,8

1,8

1,8

30

30

30

Lurmark Kuning

Hijau

Biru

Merah

AN 0,6

AN 1,2

AN 1,8

AN 2,4

D/0,6/1

D/1,2/1

D/1,8/1

D/2,4/1

0,6

1,2

1,8

2,4

400

400

400

400

0,5

1,0

1,5

2,0

30

30

30

30

ST Spray

nozzle

Hollow

Cone :

Yellow

Red

Brown

Grey

HC – 02

HC – 04

HC – 05

HC – 06

HC/0,8/3

HC/1,6/3

HC/2,0/3

HC/2,4/3

0,46

0,93

1,15

1,39

128

256

320

386

1,2

1,2

1,2

1,2

30

30

30

30

a. Nozzle harus diperiksa setiap minggu dan dilakukan kalibrasi. Apabila flowrate > 10% dari spesifikasi harus diganti. Nozzle yang sumbat digoyang-goyangkan dalam air bersih. Apabila perlu hanya tangkai bunga rumput yang lunak digunakan untuk membersihkan sumbatan.

b. Kebun harus mempunyai stok nozzle yang cukup untuk pekerjaan yang diprogramkan.

c. Tekanan pompa harus selalu dikontrol :RB 15 – Calibrator – valve tekanan constant 2 bar.

d. Perhatikan kecepatan berjalan, lebar semprot di tekanan pompa untuk mencapai volume larutan per ha (blanket).

1.3.3.3 Kalibrasi Alat Semprot

Untuk memastikan agar herbisida dapat teraplikasi sesuai dosisnya, maka sebelum aplikasi harus dilakukan kalibrasi alat dan penghitungan volume semprot per ha :

L = F x 10,000V x a

L = kebutuhan larutan dalam 1 hektar (liter per ha). Dengan mengetahui kebutuhan larutan per ha maka dapat diketahui konsentrasi bahan dalam larutan tersebut.

F = Flowrate, merupakan jumlah larutan yang keluar melalui nozel setiap satu menit.

Page 46: Materi Hama ,Penyakit

Nozel yang digunakan harus standar dari pabrik. Apabila Flowrate > 10 % dari standar maka nozel harus diganti.

Pembersihan nozel yang tersumbat dengan cara menggoyang-goyangkan dalam air bersih, meniup dan mencongkel nozel tidak diperkenankan.

Kalibrasi dilakukan dengan frekuensi seminggu sekali.

V = Kecepatan berjalan (meter per menit), merupakan kecepatan rata-rata penyemprot berjalan dengan membawa alat semprot.

a = Lebar semprot (m), merupakan lebar hasil semprotan yang keluar dari nozel yang ditentukan oleh jenis nozel, tekanan alat semprot, dan ketinggian semprotan.

Contoh :

Semprot piringan menggunakan Gramoxone 1.5 liter per hektar dengan nozel Polijet biru ICI. Flowrate 1.6 liter per menit, lebar semprot 1.2 meter, dan kecepatan penyemprot berjalan 36 meter per menit.

Kebutuhan Larutan = 1.6 x 10,000 = 370.37 liter per ha 36 x 1.2

Konsentrasi Gramoxone = 1.5 liter : 370.37 liter x 100 % = 0.4 %, artinya:Apabila Knapsack sprayer yang digunakan berisi 15 liter, maka Gramoxone yang dicampurkan dalam setiap Knapsack adalah 15 liter x 0.4 % = 0.06 liter atau 60 cc.

1.3.4. Tumbuhan Liar Berguna

Merupakan tumbuhan liar yang bermanfaat sebagai inang imago parasitoid dan predator UPDKS atau sebagai inang bagi mangsa alternatif predator UPDKS.

Tanaman ini diupayakan keberadaannya di areal pertanaman karena peranannya dalam mendukung perkembangan agensia pengendali hayati UPDKS. Contoh dari beberapa tumbuhan berguna : Turnera subulata, Erechtites sp, Urena lobata, Casia tora, Euphorbia spp, Diplazium asperum, Borreria alata, Antigonon leptopus, Elephantopus tomentosus dan Ageratum spp. (Gambar 6.3.4a.)

Pedoman pengembangan tanaman berguna : Penanaman Turnera subulata dan Casia tora di pinggir blok sepanjang jalan

kebun dan daerah yang kosong dalam blok. Perbanyakan Turnera subulata dengan cara stek, sedangkan Casia tora dengan

biji. Apabila Turnera subulata telah tinggi 75 cm dilakukan pemangkasan sampai 50

cm dari permukaan tanah. Casia tora yang telah tua diremajakan kembali dengan penanaman bibit yang

baru. Tanaman berguna lainnya biasanya tumbuh secara alami di dalam blok.

Pemangkasan atau babat dilakukan apabila tanaman tersebut telah mengganggu kelapa sawit.

Page 47: Materi Hama ,Penyakit

Turnera subulata Antigonon leptopus. Casia tora

Kacangan (LCC) Borreria alata Diplazium spp. Elephantopus tomentosus

Ageratum conyzoides Urena lobata Erecthites valerianifolia Euphorbia heterophylla

Gambar 6.3.4a. Beberapa contoh jenis tumbuhan liar berguna.

Page 48: Materi Hama ,Penyakit

1.3.4 Daftar Penggolongan Tumbuhan Liar di Perkebunan Kelapa Sawit

Tabel 1.3.5.a. Tumbuhan liar yang diharapkan (A), tumbuhan liar yang merupakan Inang APH (I) dan tumbuhan liar yang merupakan gulma dibolehkan/soft weed (B)

Nama Botani Nama Umum Kategori

Rumput-rumputan Axonopus compressus Rumput karpet/paitan A Brachiaria distachya Sukat Kelanjang B Centotheca lappacea Rumput pagar B Commelina nudiflora Spiderwort biasa B Cyrtococcum accrescens Rumput Kretekan A Paspalum conjugatum Rumput paitan/kerbau B

Gulma daun lebar Ageratum conyzoides Babadotan, Wedusan B/I Borreria latifolia Kentangan B/I Cleome rutidosperma - B/I Dianella nemerosa - B Erecthites valerianifolia Sintrong A/I Elephantopus tomentosus Tutup Bumi A/I Euphorbia heterophylla Patikmas A/I Euphorbia hirta Patikan Kerbau A/I Physallis minima Bladder cherry B Turnera subulata - A/I Urena lobata - A/I Kacangan Clitoria laurifolia - B Crotalaria spp Orok – orok B Casia tora - A/I Semak Clerodendrum serratum Green Witch Tongue B

Pakis Diplazium asperum Pakis sayur A/I Diplazium esculentum Pakis sayur A/I Nephrolepis bisserata Pakis merambat A

Page 49: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.3.5.b. Tumbuhan liar yang merupakan gulma berbahaya (noxious weeds) (C)

Nama Botani Nama Umum Adiantum spp Pakis tiang Asystasia intrusa Asystasia Bracharia mutica Rumput bambu raksasa, Sukat kelanjang Chromolaena odorata Putihan, krinyuh, babanjaran Clidemia hirta Linggi, Harendong Dicranopteris linearis Pakis kawat Eleusine indica Rumput angsa/lulangan Hedyotis verticiliata Borreria berkayu Merremia umbellata Greater Malayan Bindweed Imperata cylindrica Lalang Ischaemum muticum Rumput bambu Lantana camara Lantana, Tembelekan Melastoma malabathricum Senduduk Mikania micrantha Mikania Mimosa pigra Kucingan hijau Mimosa invisa Kucingan merah Ottochloa nodosa Rumput sarang buaya Paspalum picticulatum Paspalum raksasa Passiflora foetida Gambutan Pennisetum polystachyon Rumput ekor kucing Pteridium spp - Rottboellia exaltata Rumput gatal Scleria sumatrensis Krisan Stenochlaena palustris Pakis kresek Tetracera scandens Gulma api Dan species berkayu lainnya

Page 50: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.3.5.a. Gambar beberapa jenis gulma berbahaya (noxious weeds)

Gulma Rumput-rumputan (Grasses)

Atas: Imperata clyndrica

Bawah: Paspalum conjugatum

Gulma Berdaun Lebar (Broad Leafs)

Atas: Mikania micrantha

Bawah: Asystasia intrusa

Gulma Pisang Liar dan Keladi-keladian

Atas: Musa spp

Kiri Bawah: Colacasia sp

Kanan Bawah: Caladium sp

Gulma Berkayu (Brush Weeds)

Atas: Chromolaena odorata

Kiri Bawah: Clidemia hirta

Kanan Bawah: Melastoma malabathricum

Gulma Pakisan (Ferns)

Kiri Atas: Pteridium sp

Kanan Atas: Stenochlaena palustris

Kiri Bawah: Dicranopteris linearis

Kanan Bawah: Nephrolepis biserrata

Gulma Teki-tekian (Sedges)

Kiri Atas: Scleria sumatrensis

Kanan Atas: Cyperus compressus

Kiri Bawah: Cyperus aromatikus

Kanan Bawah: Cyperus rotundus

Page 51: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.3.5.a. Gambar beberapa jenis gulma berbahaya (noxious weeds) (lanjutan)

Gulma Air (Aquatic Weeds)

Hydrilla verticilata

Eichhornia craasipes

Gulma Bambu-bambuan

Sejenis bambu liar

Page 52: Materi Hama ,Penyakit

1.4. NAMA BEBERAPA BAHAN PESTISIDA

Tabel 1.4.a. Daftar beberapa nama bahan aktif dan nama dagang insektisida

Bahan Aktif Nama Dagang Sifat Hama SasaranSipermetrin Cymbus 50 EC Kontak dan lambung UPDKS, Apogonia,

Adoretus, Oryctes, Tirathaba, Belalang

Sherpa 50 EC

Deltametrin Decis 2.5 EC Kontak dan lambung UPDKS, Tirathaba, Apogonia, Adoratus, Belalang

Lambda sihalotrin

Matador 25 EC UPDKS, Tirathaba, Apogonia, Adoretus, Belalang, Kutu daun

Betasiflutrin Buldog 25 EC Kontak UPDKS, belalangTebufenozida Midic 200 F Kontak dan lambung Ulat kantongBacillus thuringiensis

Bactospeine WP Racun Perut Setothosea asignaThuricide HP Setora nitens, Setothosea

asignaFlorbac FC Setothosea asignaDipel WP Setora nitens, Setothosea

asignaKarbosulfan Marshal 5G

Marshal 200 ECSistemik dan Kontak Oryctes, ulat kantong,

Belalang, Adoretus, Apogonia

Dimetoat Perfecthion 400 EC Sistemik dan Kontak Kutu daun, Tungau merah, Aphis spRogor 40

Kanon 400 ECDikotol Kelthane 200 EC Kontak TungauMethaldehide Metapar 99 WP Kontak Siput

Siputox 5 G

Klorpirifos Lentrek 400 EC Kontak dan lambung RayapTermiban 400 EC

Fipronil Regent 50 SC

Page 53: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.4.b. Daftar beberapa nama bahan aktif dan nama dagang herbisida

Bahan Aktif Nama Dagang Sifat Gulma SasaranParaquat dichloride Gramoxone Kontak Semua gulma

Herbatop 276 AS2,4-D dimethylamine Salt

Weedrol 720 AC Sistemik Daun lebar

Methyl metsulfuron Ally 20 WDG Sistemik Daun lebar, Pakisan, Umbi-umbian, Daun sempit (Paspalum, Leptochloa)

Metsulindo 20 WP

Glyphosate, isopropyl amine

Roundup biosorb Sistemik Daun sempit, rumput-rumputan Hatchet 480 AS

Sulfosat Touchdown Sistemik Daun sempit, rumput-rumputan Fluazifop-p-butyl Fusilade 125 EC Sistemik Rumput-rumputan Paspalum,

Eleusi ne and Digitaria sppFluroxypyr Starane 200 EC Sistemik Daun lebar

Topstar 50/300 MEAlachlor Lasso Sistemik Pre-emergentOxyfluorfen Goal 2E Sistemik Pre-emergent, daun lebarTriclopyr Garlon 480 EC Sistemik Semak belukar, tanaman

berkayu, Bambu, Daun lebarGlufosinate Basta 15 Sistemik Semua gulmaAlkilaril poliglikol eter

Agristik Bahan perata dan perekat

Tabel 1.4.c. Daftar beberapa nama bahan aktif dan nama dagang fungisida

Bahan Aktif Nama Dagang Sifat Jamur SasaranMankozeb Dithane M-45

80 WPSistemik Cercospora sp, Phytophthora

sp, Gleosporium spManzate 200

Klorotalonil Daconil 75 WP Kontak Cercospora sp, Helminthosporium sp, Phytophthora sp, Antraknosa

Benomyl 50 % Benlate Sistemik Cercospora spHexaconazole Anvil 50 SC Sistemik Cercospora sp

Page 54: Materi Hama ,Penyakit

Tabel 1.4.d. Toleransi tanaman kelapa sawit terhadap herbisida

HerbisidaTOLERANSI

TBM TM TM(Setelah Umur 1 Tahun) (3-5 tahun) (6 tahun ke atas)

Ally 20 WDG T T TGramoxone PP910 T T T2,4 - D Amine NT NT TBasta 15 T T TRoundup T* T TBasagran T T TStarane 200 T T TGarlon 250 NT NT NTGoal 2 EC T T TTouchdown T* T TFusilade T T T

Keterangan: T = Tolerant , NT= Non Tolerant, * = Harus Sangat Hati-hati

1.5. PETUNJUK UMUM TENTANG KEAMANAN DALAM BEKERJA DENGAN PESTISIDA

1.5.1 Memilih Pestisida1. Dalam memilih formulasi pestisida yang akan digunakan untuk mengendalikan suatu

jasad pengganggu tanaman, lebih dahulu harus diketahui dengan pasti jenis jasad pengganggu yang menyerang tanaman. Formulasi pestisida yang dipilih harus sesuai dengan jenis jasad pengganggu yang akan dikendalikan, karena suatu formulasi pestisida hanya efektif terhadap jenis jasad pengganggu tertentu.

2. Sebelum membeli pestisida bacalah lebih dahulu label pada wadah atau pembungkus pestisida, terutama keterangan mengenai jenis-jenis jasad pengganggu yang dapat dikendalikan, cara menggunakan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida itu. Belilah formulasi pestisida yang berdasarkan keterangan pada label efektif terhadap jasad pengganggu tanaman yang akan dikendalikan, dapat digunakan dengan alat yang tersedia, dan aman untuk keadaan di tempat pestisida itu akan digunakan.

3. Belilah hanya pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleh pemerintah (Departeman Pertanian) untuk digunakan, dikemas dalam wadah atau pembungkus asli, dan dengan label resmi yang dimuat keterangan lengkap mengenai pestisida itu. Pada label yang terdaftar senantiasa tercantum nomor pendaftaran, nama dan alamat lengkap pemegang pendaftaran/produsen pestisida yang bersangkutan. Jangan membeli pestisida yang tidak terdaftar, karena pestisida yang demikian belum diuji oleh lembaga yang berwenang, sehingga manfaatnya maupun bahayanya belum diketahui dengan pasti.

Page 55: Materi Hama ,Penyakit

Pestisida yang tidak dikemas dalam wadah asli/atau yang pada wadahnya tidak terdaftar label resmi yang asli, tidak terjamin mutunya karena mungkin sekali pestisida tersebut palsu yang sama sekali tidak efektif untuk digunakan dan bahkan mungkin dapat merusak tanaman atau menimbulkan bahaya lainnya.

1.5.1 Menyimpan Pestisida1. Simpanlah pestisida dalam wadah atau pembungkus asli yang tertutup rapat dan

tidak bocor atau rusak, jangan menyimpan pestisida dalam botol atau wadah lain dan tanpa label.

2. Simpanlah pestisida dalam lemari atau peti khusus yang dapat dikunci, atau dalam ruang khusus yang juga dapat dikunci, sehingga tidak terjangkau oleh anak-anak, hewan piaraan atau ternak serta jauh dari makanan, minuman, atau sumber api.

3. Simpanlah pestisida di tempat yang mempunyai ventilasi baik, tidak terkena langsung matahari dan tidak terkena air pada waktu hujan. Selama dalam penyimpanan, usahakan wadah pestisida senantiasa tertutup rapat, karena uap air, zat asam dalam udara, suhu yang relatif tinggi, sinar matahari dan air dapat merusak pestisida, sehingga menjadi kurang atau tidak efektif lagi.

4. Sediakanlah air dan bahan pembersih (sabun atau deterjen dan lain-lain), bahan penyerap pestisida (pasir, kapur, sebuk gergaji atau tanah), sapu, sekop dan wadah untuk tempat membuang pestisida yang tumpah. Lebih baik lagi apabila disediakan pemadam api yang sering diperiksa agar selalu dalam keadaan baik.

5. Periksalah secara teratur pestisida yang disimpan untuk mengetahui kodisi wadah pestisida mungkin terjadi kebocoran atau terjadi kerusakan pestisida.

6. Siapkanlah wadah kosong dari berbagai jenis dan ukuran untuk digunakan mewadahkan pestisida apabila terjadi kebocoran.

1.5.3 Menggunakan Pestisida1. Gunakanlah pestisida hanya apabila keadaan memang benar-benar memerlukan.2. Sebelum menggunakan pestisida, pekerja harus lebih dahulu makan dan minum

secukupnya.3. Bacalah label pestisida dengan cermat dan ikutilah semua petunjuk yang tercantum

pada label tersebut.4. Anak-anak, wanita hamil dan pekerja yang kesehatannya kurang baik, tidak

diperbolehkan bekerja atau diperkerjakan untuk menggunakan pestisida.5. Apabila ada luka di kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja

dengan pestisida. Usahakan bagian luka yang sudah ditutup tersebut tidak bersentuhan dengan pestisida karena pestisida lebih mudah terserap kedalam tubuh melaui kulit yang terbuka.

6. Pekerja yang bekerja dengan pestisida harus memakai pakaian pelindung khusus yang menutupi seluruh lengan dan kaki (baju lengan panjang dan celana panjang). Sarung tangan harus dipakai pada waktu mengencerkan atau mencampur pestisida yang masih pekat. Sedapat mungkin pakai sepatu boot, topi, dan pelindung muka (kaca mata, penutup hidung dan mulut) pada waktu menggunakan pestisida.

7. Bekerja dengan pestisida yang belum diencerkan (pekat) harus sangat hati-hati.8. Pada waktu bekerja jangan makan, minum atau merokok.

Page 56: Materi Hama ,Penyakit

9. Bukalah tutup wadah pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik atau tumpah, kemudian tutup kembali dengan benar dan rapat. Pestisida dalam wadah kantong akan lebih aman apabila membukanya dengan pisau atau gunting daripada dengan merobek.

10.Jangan mencium pestisida. Hindarkan pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut atau pakaian.

11.Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruang yang mempunyai ventilasi baik.

12.Untuk menakar, mencampur, mengencerkan, mangaduk dan menggunakan alat-alat tersebut harus selalu dalam keadaan bersih. Bersihkanlah dengan air yang banyak dan buanglah air untuk mencuci alat tersebut di tempat yang khusus dan aman. Jangan menggunakan alat-alat itu untuk keperluan lain, Lebih-lebih untuk keperluan yang berhubungan dengan bahan makanan dan minuman.

13.Apabila diperlukan air untuk mengencerkan, pakailah air yang bersih.14.Periksalah alat penyemprot dan usahakan selalu dalam keadaan baik, bersih dan

tidak bocor.15.Campurlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan

pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang dari yang dianjurkan. Aduk campuran tersebut sampai rata dengan hati-hati agar tidak tumpah atau memercik.

16.Jangan mencampur dua atau lebih pestisida sekaligus apabila hal tersebut tidak dianjurkan atau tidak tertulis pada label masing-masing pestisida itu.

17.Masukkanlah campuran tersebut ke dalam tangki atau alat penyemprotan dengan hati-hati dan jaga jangan sampai tumpah. Jangan meniup nozzle atau lubang atau selang yang tersumbat, jangan menggunakan lidi, tapi gunakanlah sikat atau alat sejenis lainnya.

18.Untuk menghindarkan bahaya keracunan pestisida pada tanaman, hendaklah alat-alat jangan digunakan untuk pestisida yang berbeda jenisnya misalnya jangan menggunakan alat yang sama untuk aplikasi herbisida dan insektisida.

19.Usahakanlah tidak bekerja sendiri, terutama dalam bekerja dengan pestisida yang relatif sangat beracun.

20.Jika penggunaan pestisida mutlak diperlukan pada malam hari, usahakanlah penerangan yang memadai.

21.Anak-anak dan hewan piaraan tidak diperbolehkan mendekati atau berada di tempat pencampuran atau penggunaan pestisida.

22.Jangan menyemprot atau menebarkan pestisida pada waktu akan turun hujan, cuaca panas, angin bertiup kencang dan arah semprotan atau sebaran berlawanan dengan arah angin.

23.Hindarkan semprotan terbawa angin ke tempat lain supaya tidak mengenai tempat tinggal penduduk, tanaman di tempat lain, sungai, kolam, danau atau makanan ternak.

24.Perhatikanlah masa kadaluarsa penggunaan suatu pestisida seperti yang tercantum dalam label dari masing-masing pestisida itu.

Page 57: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.5.3.a. Cara Membersihkan Nozel

Gambar 1.5.3.b. Cara Untuk Mengetahui Kondisi Nozel

25.Apabila pada waktu bekerja, pestisida mengenai pakaian, kulit, mata atau bagian tubuh lain, bersihkanlah segera, cucilah kulit yang terkena pestisida dengan air dan bahan pembersih (sabun, deterjen dan lain-lain). Apabila pestisida mengenai mata, cucilah mata yang terkena dengan air bersih selama 15 menit.

Page 58: Materi Hama ,Penyakit

26.Jika merasa kurang enak badan, berhentilah bekerja dengan segera dan baca petunjuk dalam label tentang pertolongan pertama dan segera hubungi dokter dengan memberitahukan pestisida apa yang digunakan.

27.Bersihkanlah selalu muka dan tangan dengan air dan bahan pembersih sebelum beristirahat untuk makan, minum atau merokok.

28.Setelah selesai bekerja dengan pestisida, mandilah segera dengan sabun.29.Usahakan air bekas mencuci alat-alat penyemprot dan alat lainnya tidak mencemari

sungai, saluran air, kolam ikan, sumur dan sumber air lainnya serta buanglah ditempat yang aman

30.Wadah bekas yang sudah kosong jangan dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman, akan tetapi musnahkanlah wadah bekas tersebut dengan merusak, membakar atau menguburkannya di tempat yang aman. Tanamlah wadah bekas tersebut sekurang-kurangnya 0.5 m dalam tanah di tempat yang jauh dari sumber air, tempat tinggal penduduk maupun tempat umum lainnya serta berikan tanda.

31.Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan pestisida agar orang tidak memasuki tempat itu dan membawa atau membiarkan ternak masuk ke tempat tersebut.

32.Apabila pestisida digunakan dengan cara pengumpanan, tempatkanlah campuran umpan dan pestisida tersebut dalam wadah yang aman, dipasang di tempat yang aman serta kumpulkanlah kembali umpan pada saat tidak diperlukan agar anak-anak atau hewan tidak memakannya.

1.5.3 Mengatasi Kontaminasi Pestisida1. Jika rumput, sungai atau saluran air tercemar pestisida, berilah tanda peringatan di

tempat itu agar orang tidak menggembalakan ternak atau tidak mengambil air dari sumber yang tercemar tersebut. Selanjutnya hubungilah petugas yang berkepentingan untuk dapat dilakukan tindakan pengamanan lebih lanjut.

2. Apabila pestisida formulasi cairan tumpah di lantai atau tanah, bersihkanlah segera, timbunlah dengan bahan penyerap (pasir, kapur, tanah atau serbuk gergaji) kemudian sapu dan tempatkan dalam wadah yang kuat untuk dibuang dengan cara yang aman. Setelah bahan penyerap disapu, lantai dibersihkan dengan air dan bahan pembersih (sabun, detergen dan sebagainya)

3. Apabila pestisida formulasi padat (debu, tepung, atau butiran) tumpah di lantai, sapulah hati-hati agar tidak berterbangan dan tempatkan dalam wadah khusus untuk dibuang dengan cara yang aman. Jika perlu ditambahkan pasir lembab untuk menghindarkan debu. Setelah disapu, bersihkanlah dengan air dan bahan pembersih.

4. Apabila wadah pestisida bocor atau rusak, wadahkan pestisida yang masih tersisa ke dalam wadah yang telah tersedia, pilihlah wadah yang terbuat dari bahan yang sama seperti wadah aslinya. Berilah label atau keterangan yang jelas seperti tercantum dalam label sebelumnya disertai tambahan keterangan saat dilakukan pewadahan ulang. Pestisida yang telah diwadahkan ulang tersebut harus segera digunakan.

5. Air dan sabun atau detergen umumnya dapat digunakan untuk membersihkan pestisida yang tumpah. Beberapa pestisida memerlukan bahan lain sebagai bahan pembersih sebelum dilakukan pembersihan dengan air dan sabun atau detergen.

Page 59: Materi Hama ,Penyakit

Pestisida tersebut adalah :a. Dari golongan organofosfat memerlukan natrium hipoklorit dan natrium

karbonat.b. Dari golongan karbamat memerlukan karbonat atau sabun keras.c. Dari golongan organoklor memerlukan amoniak dan soda pencuci atau sabun

keras.

Tabel 1.5.4.a. Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO

Kategori

Kelas bahayaLD50 untuk tikus (mg /kg berat badan)

Melalui mulut (oral) Melalui kulit (dermal)Padat Cair Padat Cair

IA Sangat berbahaya          (extremely hazardous) < 5 < 20 < 10 < 40           I B Berbahaya          (highly hazardous) 5 - 50 20 - 200 10 - 100 40 - 400           II Cukup Berbahaya          (moderately hazardous) 50 - 500 200 - 2000 100 - 1000 400 - 4000           III Agak Berbahaya          (slightly hazardous) >500 > 2000 > 1000 > 4000

Tabel 1.5.4.b. Perbandingan karakter formulasi pestisida

FormulasiRisiko waktu

mencampurFitotoks

Abrasive/ corrosive

PengadukanResidu yang

tampak

kompatibilitas dengan

formulasi lain

WP Berdebu Safe Abrasive Perlu Ada Bagus sekaliWDG Safe Safe Abrasive Perlu Ada Baik

SP BerdebuUmumnya

safeNon -

abrasive Tidakkadang

ada Cukup

EC PercikanKadang

adaMerusak

karet pompa Perlu Tidak cukup

FW PercikanKadang

adaMerusak

karet pompa Perlu Ada cukup

Solution Percikan SafeNon -

abrasive Tidak Tidak Cukup

DustSangat berdebu Safe - Perlu Ada -

Butiran (G) Safe Safe - Tidak Tidak -

             

Page 60: Materi Hama ,Penyakit

1.6. TANDA DAN GEJALA KERACUNAN PESTISIDA SERTA PETUNJUK PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN MEDIS

1.6.1 Tanda dan gejala keracunan pestisida

1. Pestisida golongan organoklor■ Pestisida organoklor bekerja mempengaruhi sistem syaraf pusat tetapi cara

kerjanya belum diketahui dengan jelas.■ Tanda dan gejala keracunan pestisida golongan organoklor antara lain dapat

berupa : sakit kepala, rasa pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang dan hilang kesadaran.

■ Pestisida termasuk golongan ini antara lain : dikofol endosulfan.

2. Pestisida golongan organofosfat■ Apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut dan saluran

pencernaan maupun saluran pernafasan, pestisida organofosfat akan berkaitan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu kolinesterase. Apabila kolinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya, sehingga syaraf dalam tubuh terus-menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian, otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tidak terkendali.

■ Di samping timbulnya gerakan-gerakan otot-otot tertentu tanpa terkendali, tanda gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata menyimpit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret, sukar bernafas, otot-otot tidak dapat digerakkan, lumpuh, pingsan dan lain-lain.

■ Pestisida yang termasuk golongan ini antara lain : diazinon, diklorvos, dimetoat, fention, klorpirifos, monokrotofos.

3. Pestisida golongan karbamat■ Cara kerja pestisida karbamat sama dengan pestisida organofosfat, yaitu

menghambat enzim kolinesterase. Namun pengaruh pestisida karbamat terhadap kolinesterase hanya berlangsung singkat karena pestisida karbamat cepat mengurai di dalam tubuh.

■ Tanda dan gejala keracunan yang ditimbulkan oleh pestisida karbamat sama dengan yang ditimbulkan oleh pestisida organofosfat.

■ Pestisida yang termasuk golongan ini antara lain : fenobukarb/BPMC, karbaril, karbufuran, metomil.

Page 61: Materi Hama ,Penyakit

4. Pestisida golongan/senyawa bipiridilium■ Senyawa bipiridilium dapat membentuk ikatan dan merusak jaringan epitel

dari kulit, kuku, saluran pernafasan dan saluran pencernakan, sedangkan larutan yang pekat dapat menyebabkan peradangan.

■ Tanda dan gejala keracunan senyawa bipiridilium selalu terlambat diketahui atau disadari karena gejala baru timbul setelah beberapa lama (24–72 jam). Setelah keracunan baru terlihat gejala yang ringan seperti sakit perut, mual, muntah dan diare karena ada iritasi pada saluran percernakan. Pada 48–72 jam baru timbul gejala-gejala kerusakan ginjal seperti albunuria, proteinuria, haematuria dan peningkatan kreatinin lever, 72 jam–24 hari kemudian baru terlihat tanda-tanda kerusakan pada paru-paru.

■ Pestisida yang termasuk golongan ini antara lain paraquat diklorida.

5. Pestisida golongan antikoagulan■ Pestisida golongan anikoagulan bekerja menjadi penghambat pembekuan

darah dan merusak jaringan-jaringan pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan terjadi pendarahan, terutama di bagian dalam tubuh.

■ Tanda dan gejala keracunan yang timbulkan oleh pestisida antikoagulan meliputi rasa nyeri pada punggung, lambung dan usus, muntah-muntah, pendarahan pada hidung dan gusi, timbul bintik-bintik merah pada kulit, terdapat darah dalam air seni dan ginjal, timbul lembam pada bagian sekitar lutut, siku, pantat dan kerusakan ginjal.

■ Pestisida yang termasuk golongan ini antara lain : brodifakum, difasinon, kumatetralil, dan kumakrol.

1.6.1 Petunjuk pertolongan pertama1. Apabila gejala keracunan mulai timbul, betapapun ringannya gejala tersebut

dirasakan, segeralah berhenti bekerja dengan pestisida dan pergilah ke dokter untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Hal tersebut harus dilakukan karena keadaan dapat cepat berkembang dan kondisi yang bersangkutan akan menjadi lebih parah. Supaya tindakan pertolongan selanjutnya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, dokter harus diberitahu nama pestisida yang menyebabkan keracunan. Untuk ini sebaiknya bawalah label pestisida yang dimaksud untuk ditunjukkan kepada dokter.

2. Dalam hal kulit atau rambut dan pakaian terkena pestisida, cucilah segera kulit dan rambut yang terkena pestisida dengan sabun dan air yang banyak, dan lepaskan pakaian untuk diganti dengan yang bersih.

3. Apabila pestisida mengenai mata, cucilah mata segera dengan air bersih yang banyak selama 15 menit atau lebih terus–menerus, kemudian ditutup dengan kapas steril yang dilengketkan dengan kain pembalut.

Page 62: Materi Hama ,Penyakit

4. Apabila debu, bubuk, uap, gas atau butir-butir semprotan pestisida terhisap melalui pernafasan, bawalah penderita ke tempat terbuka yang berudara segar, longgarkan pakaian yang ketat dan baringkan dengan dagunya yang agak terangkat keatas supaya dapat bernafas dengan bebas. Jagalah supaya penderita dalam keadaan tenang dan tidak kedinginan (apabila perlu selimutilah penderita tetapi jangan sampai menyebabkan terlalu panas). Sementara menunggu pertolongan dokter, awasi terus keadaan penderita.

5. Apabila pestisida tertelan dalam keadaan sadar, usahakan supaya penderita muntah dengan cara mencolek bagian belakang tenggorokan dengan jari tangan atau alat lainnya yang bersih dan/atau dengan memberi minum larutan garam dapur sebanyak satu sendok makan dalam segelas air hangat. Ulangi pemuntahan sampai yang dimuntahkan berupa cairan yang jernih. Pada waktu penderita mulai muntah, usahakan mukanya menghadap kebawah dan kepalanya agak direndahkan supaya muntahan tidak masuk kedalam paru-paru. Selanjutnya harus dijaga jangan sampai muntahan menghalaingi pernafasan.Usaha pemuntahan tidak boleh dilakukan apabila :a. Penderita dalam keadaan kejang-kejang atau tidak sadar.b. Penderita telah menelan bahan yang mengandung minyak bumi.c. Penderita telah menelan bahan alkalis atau asam kuat yang korosif (secara

kimiawi merusak jaringan hidup) dengan gejala rasa terbakar atau nyeri sekali pada mulut dan kerongkongan.

6. Apabila bahan korosif tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, berilah penderita minum susu atau putih telur dalam air, atau hanya air saja apabila susu atau telur tidak tersedia. Susu atau telur tidak boleh diberikan kepada penderita keracunan pestisida organoklor.

7. Apabila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernafasan tidak tersumbat. Bersihkan hidung dari lendir atau muntahan dan bersihkan mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya serta lepaskan gigi palsu. Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang tidak sadar.

8. Apabila pernafasan penderita berhenti, usahakanlah pernafasan buatan. Bersihkan lebih dahulu mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya serta lepaskan gigi palsu.

9. Apabila penderita kejang, usahakan supaya kekejangan tersebut tidak mengakibatkan cedera. Longgarkan pakaian di sekitar leher, taruh bantal di bawah kepala, lepaskan gigi palsu, dan berilah ganjal di antara gigi untuk mencegah supaya bibir atau lidah penderita tergigit sendiri.

Page 63: Materi Hama ,Penyakit

Gambar 1.6.2. Teknik Pemuntahan Jika Pestisida Tertelan.

1.6.1 Petunjuk perawatan medis1. Perawatan medis setelah dilakukan pertolongan pertama terhadap penderita

keracunan pestisida dari :a. Golongan organoklor

Mencuci lambung dengan memberikan garam isotomis atau larutan natrium bikarbonat 5%. Untuk mengurangi absorbsi dapat diberikan 30 g norit yang disuspensikan dalam air.

b. Golongan organofosfat :■ Diberikan antidote Atropin sulfat intravena (i.v.) atau intramuskuler (i.m.) bila

tidak mungkin dilakukan penyuntikan i.v. Dosis :Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 0.4 – 2.0 mg dan untuk anak-anak 0.05 mg/kg berat badan. Dosis ini diulangi tiap 15 – 30 menit sampai kelihatan gejala atropinisasi/gejala keracunan ringan dari atropin seperti muka merah, frekuensi detak jantung meningkat (140/menit) dan pupil melebar.

■ Pralidoxim diberikan setelah atropin, bila diberikan sebelum 36 jam setelah keracunan akan dapat menanggulangi efek dari pestisida organofosfat ini.Dosis :Dewasa 1 g/kg berat badan dan anak-anak 20-50 mg/kg berat badan dengan kecepatan tidak lebih dari setengah dosis total tiap menit. Ulangi lagi setelah 1 jam bila kelemahan/kelumpuhan otot belum tertanggulangi.

c. Golongan karbamat Perawatan sama dengan pada pestisida dari golongan organofosfat tetapi di sini tidak digunakan Pralidoxim.

d. Golongan/senyawa dipiridil Pemberian absorben Fuller’s Earth 30% suspensi dalam air melalui saluran pencernaan untuk mengurangi absorbsi.

Page 64: Materi Hama ,Penyakit

e. Golongan antikoagulan Pemberian antidote fitonadion. Dosis untuk dewasa dan anak-anak lebih dari 12 tahun 25 mg intra muskuler dan dosis untuk anak-anak dibawah 12 tahun 0,6 mg/kg berat badan.

2. Perawatan selanjutnya :Untuk perawatan selanjutnya terhadap korban keracunan perlu dibuat catatan sebagai berikut :a. Tempat kejadian : ……………………………………b. Tanggal : ……………………………………c. Nama korban : ……………………………………d. Umur : ……………………………………e. Jenis kelamin : ……………………………………f. Keracunan melalui : mulut, pernafasan atau kulit.g. Contoh : pestisida, muntahan atau sisa

makanan dll h. Pertolongan yang sudah dilakukan : ...............………………………