Materi Ajar Farmasi Fisika II.pdf
-
Upload
mia-audina-miyanoshita -
Category
Documents
-
view
723 -
download
107
description
Transcript of Materi Ajar Farmasi Fisika II.pdf
PENOMENA PERMUKAAN
TEGANGAN PERMUKAAN /
TEGANGAN ANTAR PERMUKAAN
Batasan antara 2 fase biasanya disebut “antar
permukaan”
Bila salah satu fasenya merupakan gas maka disebut
“Permukaan”
Dalam bidang farmasi fenomena antar permukaan
penting dalam proses pembuatan sediaan.
Antar permukaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis
tergantung pada fase yang dipisahkan :
FASE ANTAR
PERMUKAAN
CONTOH
GAS – GAS TIDAK ADA ANTAR
PERMUKAAN
GAS – CAIR PERMUKAAN CAIR UDARA DALAM
GELAS
GAS – PADAT PERMUKAAN PADAT PERMUKAAN MEJA
CAIR – CAIR ANTAR PERMUKAAN
CAIR-CAIR
EMULSI
CAIR – PADAT ANTAR PERMUKAAN
CAIR-PADAT
SUSPENSI
PADAT - PADAT ANTAR PERMUKAAN
PADAT-PADAT
PARTIKEL SERBUK
Dari sekian banyak jenis antar permukaan, maka di
bagi lagi atas 2 kategori :
1. Antar permukaan cair : antar permukaan cair-gas
dan cair-cair
2. Antar permukaan padat : antar permukaan padat-
gas, padat-cair
Sedangkan antar permukaan padat-padat sudah sering
digunakan yaitu pada pembuatan tablet, proses
granulasi.
Selain itu sangat sedikit data yang membicarakan
ikatan antar partikel padat, maka jarang
dibicarakan.
TEGANGAN PERMUKAAN Pada suatu tetesa cairan , molekul-molekul yang
berada pada permukaan memiliki sifat yang berbeda
dengan molekul pada bagian dalam tetesan.
Molekul dalam cairan dikelilingi oleh molekul lain
dari segala arah yang memiliki daya tarik menarik
yang sama.
Sedangkan molekul pada permukaan (yakni pada antar
permukaan cair-udara) hanya dapat memiliki daya
tarik menarik dengan molekul lain yang terletak di
bawah atau disampingya.
Molekul ini dapat memiliki daya tarik menarik dengan
molekul yang menyusun fase lain yang terlibat
dalam antar permukaan tersebut tapi pada antar
permukaan cair-gas, antaraksi ini kecil dan bisa
diabaikan.
Molekul pada permukaan tetesan tersebut akan
mengalami gaya tarik ke arah dalam sehingga akan
menyusutnya permukaan.
Tegangan Permukaan (TP) adalah gaya per satuan
panjang yang harus diberikan sejajar pada
permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam.
Tegangan Antar Permukaan (TAP) adalah gaya
persatuanpanjang yang terdapat pada antar
permukaan dua fase cair yang tidak bercampur.
TP/TAP = γ = dyne/cm
TAP selalu lebih kecil dari TP karena gaya adhesi
antara dua fase cair yang membentuk suatu antar
permukaan lebih besar dibandingkan antar cair-gas
Bila 2 cairan bercampur sempurna maka tidak ada
TAP yang terjadi.
ENERGI BEBAS PERMUKAAN
Merupakan kerja yang dilakukan (energi) untuk
memperbesar atau menambah luas permukaan
cairan.
Apabila ditambahkan suatu massa untuk memperbesar
permukaan dengan jarak ds, maka kerja atau energi :
dw = f x ds
= γ x 2l x ds
Dan karena 2l x ds = penambahan luas permukaan
(dA) yang disebabkam oleh pelebaran filam, maka :
dw = γ x dA atau bisa ditulis w = γ x dA
METODE MENGUKUR TP DAN
TAP
Ada 4 metode yang dapat digunakan :
1. Metode Kapiler
2. Metode cincin
3. Metode bobot tetes
4. Metode menhhitung jumlah tetes
METODE KAPILER
Apabila suatu pipa kapiler ditempatkan di dalam suatu
cairan dalam gelas piala, cairan ini biasanya naik ke
atas pipa sampai suatu jarak tertentu.
Hal ini terjadi bila gaya adhesif antar molekul cairan
dengan dinding kapiler lebih besar dari gaya kohesi
antar molekul cairan.
Cairan ini dikatakan membasahi dinding kapiler,
menyebar diatasnya dan naik dalam pipa.
METODE CINCIN
Dikenal dengan nama Dunouy Tensiometer
Prinsip :
Gaya yang diperlukan untuk melepaskan sebuah
cincin paltinum iridium yang dicelupkan pada
permukaan cairan sebanding dengan tegangan
permukaan cairan tersebut.
METODE BOBOT TETES
Alat yang digunakan adalah : STALAGNOMETER
Prinsip :
TP ditentukan oleh bobot jenis cairan
yang menetes secara perlahan
dari ujung pipa yang berdiri tegak.
METODE MENGHITUNG JUMLAH
TETES Prinsip :
Menghitung jumlah tetes yang dikandung suatu
volume tertentu yang akan diukur TP nya. Dalam
hal ini harus diadakan perbandingan dengan suatu
cairan pembanding yang TP nya kira-kira sama
dengan cairan yang akan diukur.
cairan 1 : cairan yang diukur
cairan 2 : cairan pembanding
Dimana :
N = Jumlah tetes dari suatu volume cairan
ρ = Bobot jenis cairan
SISTEM CAIR - CAIR
KOEFISIEN SEBAR
BILA SUATU ZAT SEPERTI ASAM OLEAT
DITARUH PADA PEMUKAAN AIR, MAKA
ASAM OLEAT DAPAT MENYEBAR PADA
PERMUKAAN SEBAGAI LAPISAN FILM, BILA
HARGA KOEFISIEN SEBARNYA POSITIF
S (+) WA > WC
HARGA KOEFISIEN SEBAR SANGAT
TERGANTUNG PADA GAYA ADHESI DAN
GAYA KOHESI
GAYA ADHESI
Yaitu energi yang dibutuhkan untuk memisahkan
/mematahkan gaya tarik menarik antara molekul-
molekul yang tidak sejenis atau kerja yang
dibutuhkan untuk memisahkan 2 cairan yang tidak
bercampur.
g 12
g 1
g 2
1221 ggg Wa
Adalah kerja yang dibutuhkan untuk
memisahkan molekul cairan yang menyebar
sehingga ia dapat mengalir di atas lapisan
bawah.
g 1
g 1 12gcW
SUATU CAIRAN DAPAT MENYEBAR DIATAS CAIRAN LAIN BILA GAYA ADHESI LEBIH BESAR DARI GAYA KOHESI
Tegangan permukaan air (γair) pada 20oC 72,8 dyne/cm, sedangkan permukaan CCL4 26,7 dyne/cm. Tegangan antar permukaan CCL4 – air adalah 45 dyne/cm pada suhu yang sama. Apakah CCL4 dapat menyebar diatas permukaan air?
Bila maka akan
terjadi penyebaran
Contoh : penyebaran asam oleat diatas permukaan air
Bila maka akan terbentuk tetesan-tetesan/lensa yang mengembang pada permukaan cairan/ gagal menyebar
Contoh : parafin lig diatas permukaan air.
Ada beberapa cairan yang mempunyai S tinggi diatas permukaan air, contoh : asam-asam lemak, minyak lemak
SISTEM PADAT - CAIR
zat padat yang dapat berkontak dengan cairan dan molekul-molekul antar permukaan dikatakan bahwa cairan dapat membasahi zat padat.
Contoh :
Permukaan kulit diliputi oleh campuran air dan lemak (keringat) yang bersifat polar dan non polar. Agar suatu lotio yang mengandung lemak dapat menyebar pada permukaan kulit atau dapat membasahi kulit dengan sempurna, maka polaritas lotio harus diperbesar agar koefisien sebarnya bertambah besar.
zat padat banyak disuspensikan dalam cairan
contoh : liquor faberi, lotio kunmerfeldi
2. Pembasahan tidak sempurna (S < 0)
Dalam peristiwa pembasahan ada 3 kemungkinan :
1. Pembasahan sempurna (S > 0,)
Water
Airg gow oa Oil
Water
Air wa
g ow g oa
qe
Water
Airgoa g
g
ow
oaOil
goa g
wogwo
3. Berupa tetesan : cairan hanya berbentuk
tetesan-tetesan saja
Penyebaran cairan diatas zat padat secara teoritis dapat dihubungkan dengan koefisien sebar :
CAIR – CAIR :
PADAT – CAIR :
Cairan dapat menyebar jika (+)
Tapi secara praktek penetuan TP padat dan TAP padat-cair sangat sukar dilakukan, maka penetuan dikakukan secara tidak langsung yaitu dengan mengukur sudut kontak antar cairan – zat padat
Sudut kontak : 0 – 180
Agar koefisien sebar dari zat bertambah, maka
pada pembuatan sediaan ditambahkan zat
pembasah (WETTING AGENT)
Zat pembasah bekerja mengecilkan sudut
kontak antara zat padat dengan cairan
SUDUT KONTAK
Adalah sudut yang terbentuk antara tetesan
cairan dan permukaan padatan tempat dia
menyebar.
SUDUT KONTAK (θ) ARTI
0 Sangat mudah dibasahi
< 90 Permukaan zat padat
bisa dibasahi tapi tidak
sempurna
= 90 Cairan sukar membasahi
permukaan zat padat
90 - 180 Sama sekali tidak bisa
membasahi zat padat
METODE UNTUK MENGUKUR SIFAT WETING AGENT DARI SUATU ZAT
1. DRAVES TEST
2. TEST PENETRASI
PRINSIP :
Menentukan waktu yang dibutuhkan oleh
larutan zat pembasah untuk membasahi
suatu permukaan zat padat
CARA :
waktu yang dibutuhkan oleh 5 g wol
untuk tenggelam dalam larutan yang
akan diperiksa
PRINSIP : sama seperti test penetrasi
CARA :
Masukkan zat uji, hitung berapa waktu
yang dibutuhkan zat uji untuk melewati
kapas berlemak.
Rumus ini dikembangkan oleh Thomas
Young
Rumus ini mengukur tegangan permukaan
zat padat berdasarkan sudut kontak antara
zat padat dengan suatu cairan
qggg Cos pc cp
Merupakan kombinasi antara rumus young
dengan rumus kerja adhesi
Makin besar kerja adhesi (Wa) maka
cairan makin mudah menyebar
SISTEM PADAT – GAS /
FENOMENA ADSORBSI
ADSORBSI : Peristiwa penyerapan suatu zat lain pada permukaan zat.
Zat yang diadsorbsi disebut adsorbat Zat yang mengabsorbsi disebut adsorben ADSORBSI ≠ ABSORBSI Kedua fenomena ini bisa terjadi bersama-sama sehingga sulit dalam menentukan fenomena apa yang terjadi, oleh karena itu kalau belum jelas fenomena apa yang terjadi, maka dapat dikatakan dengan sorbsi
PROSES
ADSORPSI
FISIKA
KIMIA
ADSORBSI FISIKA
1. Gaya interkasi antara adsorben dan
adsorbat lemah sehingga panas
adsorbsinya kecil ± 20-40 kj/mol
2. Gaya interkasi menyebabkan kondensasi
gas untuk membentuk cairan yang
umumnya disebut gaya van der walls dan
bersifat reversibel
3. Dinamakan juga adsorbsi van der waals
ADSORBSI KIMIA/CHEMISORPTION
1. Ditandai dengan terjadinya reaksi kimia antara
adsorben dan adsorbat dimana gaya
interaksinya sangat kuat dan bersifat
irreversibel.
2. Panas adsorbsinya cukup tinggi 40 – 400 kj/mol
sehingga sanggup mematahkan ikatan dalam
molekul adsorbat yang mengakibatkan
terjadinya reaksi kimia antara adsorben dan
adsorbat.
3. Makin naik temperatur laju adsorbsi makin
besar
PENERAPAN TENTANG PROSES ADSORBSI DALAM BIDANG FARMASI
1. Formulasi sediaan penawar racun seperti pulvis NMT (Norit, MgO, Tanin), pulvis adsorben (Mg peroksida, Norit)
2. Menghilangkan bau yang tidak enak dari ruangan
3. Penambahan adsorben ke dalam serbuk yang mengandung zat yang mudah lembab/basah
4. Penambahan adsorben pada larutan untuk mengadsorbsi kotoran larutan, contoh : gula
5. Pemakaian adsorben untuk membebaskan pyrogen dari larutan injeksi
6. Menghilangkan warna larutan yang tidak diinginkan
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADSORBSI FISIKA
1. SUHU
makin tinggi suhu, derajat adsorbsi makin kecil
2. KONSENTRASI ADSORBAT
Makin besar konsentrasi adsorbat makin besar derajat adsorbsinya
3. BM
Makin besar BM, derajat adsorbsi makin besar
4. KELARUTAN
Makin kecil kelarutan suatu zat dalam pelarut maka makin kuat diabsorsinya
5. LUAS PERMUKAAN ADSORBSI
Serbuk yang halus dan berpori mempunyai permukaan yang luas sehingga derajat adsorbsinya tinggi
CONTOH ADSORBEN YANG SERING DIPAKAI
Carbo adsorben (norit)
Kaolin
Bentonit
Silica gel
Mgo
Tanin
DERAJAT ADSORBSI GAS OLEH SUATU ZAT PERGANTUNG PADA
1. Sifat kimia adsorben
2. Sifat fisika adsorbat
3. Luas permukaan adsorben
4. Suhu
5. Tekanan paralel gas yang diadsorbsi
Hubungan antara jumlah gas yang diadsorbsi secara fisika pada suatu zat padat dengan tekanan/konsentrasi setimbang pada suhu konstan disebut adsorbsi isotherm dari FREUNDLICH
Dengan rumus :
y = massa gas yang diadsorbsi persatuan massa dari adsorben
X = jumlah gas yang diadsorbsi
M = massa adsorben
P = tekanan gas pada kesetimbangan
k dan n = konstanta yang bisa didapatkan dari hasil percobaan
Langmuir mengembangkan suatu persamaan berdasarkan teori bahwa molekul atau atom gas akan diadsorbsi pada tempat-tempat aktif dari zat padat membentuk suatu lapisan 1 molekul (monolayer)
Fraksi dari pusat zat padat yang ditempati oleh molekul-molekul gas pada pada tekanan p dilukiskan dengan θ dan fraksi yang tidak ditempati molekul gas adalah 1 – θ
Kecepatan adsorbsi atau kondensasi molekul-molekul gas pada permukaan (r1) sebanding dengan tempat yang tidak ditempati
Kecepatan penguapan = kecepatan desorbsi dari molekul gas yang terikat pada permukaan sebanding dengan fraksi permukaan yang ditempati (θ)
Pada saat kesetimbangan
BERDASARKAN BENTUK KURVA INI DAPAT DIBAGI ATAS LIMA TIPE MENURUT BET (BRUNAUER – EMMET – TELLER)
Digambarkan dengan persamaan diatas
Kurva berbentuk sigmoid
Terjadi ketika gas diadsorbsi pada zat padat tidak berpori untuk membentuk lapisan monolayer kemudian diikuti dengan pembentukan multilayer.
Tipe II digambarkan dengan persamaan dari BET
Luas permukaan adsorben dapat dihitung berdasarkan rumus BET :
Prinsip :
Serbuk adsorben ditempatkan dalam suatu wadah, di alirkan gas N2 melalui serbuk tersebut. Volume gas yang diadsorbsi pada berbagai tekanan diukur pada suhu konstan.
ADSORBSI PADA ANTAR PERMUKAAN CAIR
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEGANGAN PERMUKAAN
1. SUHU
TP akan turun dengan naiknya suhu.
Pada suhu kritis yaitu suhu dimana cairan menjadi gas, TP akan diabaikan.
Hubungan antara TP dengan suhu dirumuskan oleh COTVAS, RAMSAY & SCHIELDS
Dimana :
γ = Tegangan permukaan cair
M= BM cairan
V = Volume cairan yang bobotnya 1 g
K = Konstanta yang tidak tergantung suhu tapi pada sifat cairan
Senyawa polar K = 2,12, senyawa non polar K < 2,12
tc = Suhu kritis
t = Suhu percobaan
G = Konstanta empiris
2. ZAT TERLARUT
Jika suatu zat terlarut dilarutkan dalam cairan murni akan terjadi perubahan pada TP cairan tersebut.
dalam hal ini ada 4 kemungkinan yang terjadi :
1. TP cairan bertambah besar dengan bertambahnya konsentrasi zat terlarut
Hal ini dapat terjadi pada elektrolit kuat dan beberapa senyawa polar yang mengandung gugus OH dilarutkan dalam air
2. TP cairan turun secara berlahan-lahan dengan bertambahnya konsentrasi zat terlarut.
Contoh : senyawa asam lemak bila dilarutkan dalam air
3. TP tidak tergantung pada penambahan
konsentrasi zat terlarut
4. TP cairan secara tiba-tiba turun dengan
penambahan konsentrasi zat terlarut,
sekalipun dalam konsentrasi yang kecil
sekali.
Contoh : surfaktan yang dilarutkan dalam air
Penurunan secara tiba-tiba ini disebabkan karena
zat terlarut memekat pada permukaan cairan, jadi
kadar zat pada permukaan tidak sama dengan kadar
zat dalam larutan.
Pemekatan pada permukaan ini terjadi karena
medan gaya listrik antar molekul zat terlarut lebih
kecil dari medan gaya listrik pelarut.
zat terlarut tidak akan terus menerus memekat
pada permukaan cairan akan tetapi zat tersebut
akan berdifusi ke dalam larutan.
jika pada permukaan cairan tidak jernih,
pemekatan pada permukaan disebut peristiwa
ADSORBSI
Pada saat kesetimbangan, derajat adsorbsi =
derajat difusi
Zat-zat yang memekat pada permukaan larutan dan menurunkan TP walaupun dalam konsentrasi yang kecil sekali disebut zat aktif permukaan /SURFAKTAN/AMPHIPHIL
Amphiphil merupakan senyawa atau ion yang
memiliki afinitas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Hal ini tergantung jumlah dan sifat dari gugus polar dan non polar yang dimiliki.
amphiphil bisa bersifat hidrofob atau hidrofil
atau seimbang antara hidrofob dan hidrofil.
contoh : alkohol rantai panjang, amin dan asam, dimana
akan berubah dari hidrofil menjadi lipofil dengan
bertambahnya atom C pada rantai alkil.
etil alkohol : larut dalam air
setil alkohol : tidak larut dalam air
Sifat inilah yang kemudian menyebabkan amphiphil
diadsorbsi pada permukaan, terjadi pada sistem Cair-gas
atau cair-cair.
SISTEM CAIR-GAS
Contoh : dispersi amyl alkohol dalam air
Gugus alkohol yang polar akan bergabung dengan
mokelul air
Sedangkan gugus non polar akan ditolak.
karena daya adhesi antara molekul amyl alkohol
dengan air < daya kohesi antara mokelul pelarut,
maka amyl alkohol akan teradsorbsi pada
permukaan.
SISTEM CAIR - CAIR
Contoh : asam lemak pada capuran air dengan minyak
Rantai lipofil asam lemak akan menghadap ke fase minyak, sedangkan rantai hidrofil akan menghadap ke fase air..
Agar asam lemak bisa berkumpul pada antar permukaan air dan minyak, maka jumlah gugus hidrofil dengan lipofilnya harus seimbang.
Jika gugus hidrofil >> : maka zat akan larut/bercampur dengan fase air sehingga tidak terdapat zat pada permukaan
Dan sebaliknya jika gugus lipofil >>>
HLB (HIDROFIL LIPOFIL BALANCE)
Sitem ini dikembangkan oleh GRIFFIN
Yaitu angka yang menyatakan ukuran dan kekuatan dari
gugus hidrofil dan lipofil dari suatu senyawa aktif
permukaan.
Makin besar nilai HLB maka senyawa makin bersifat hidrofil.
KLSIFIKASI SURFAKTAN
Dari segi ionisasi, surfaktan dibagi atas 4 :
1. Surfaktan anionik
terionisasi dalam air (larutan) dimana bagian yang aktif adalah bagian anionnya, terbagi atas :
a. asam karboksilat
b. ester asam sulfat
c. alkil asam sulfat
d. senyawa aromatis, cnth : Na lauril sulfat
2. Surfaktan Kationik
terionisasi dalam larutan (air) dimana bagian yang aktif adalah bagian kationnya,contoh : benzalkonium klorida
3. Ampoterik
kedua gugus dapat berfungsi dalam larutan (air) dimana dalam larutan asam kationik sedangkan dalam larutan basa anionik
4. Surfaktan non ionik
tidak terionisasi dalam larutan, berfungsi secara keseluruhan dari molekul, dibagi atas ikatan antara gugus hidrofil dan lifofil, yaitu :
a. ester sebagai ikatan antara, conth : brij
b. ester sebagai ikatan antara, conth : span
c. eter ester sebagai ikatan antara, conth : tween
d. amida sebagai ikatan antara, conth ; lauril dietanol amin
Hubungan antara banyaknya zat yang teradsorbsi pada satuan luas permukaan dan perubahan TP dirumuskan oleh GIBBS tahun 1878 yang disebut “Hukum Adsorbsi dari GIBBS”
Γ : konsentrasi zat terlalut pada permukaan (mol/cm2)
c : konsentrasi zat dalam larutan (g/cm2
R : Konstanta gas (8,314 x 107 erg/mol)
T : Suhu absolut (273
dγ/dc : derajat perubahan TP dengan perubahan konsentrasi zat terlarut
Dari rumus GIBBS ini akan dihadapi 2 kemungkinan :
1. Jika terjadi adsorbsi, maka Γ (+) , berarti konsentrasi zat pada permukaan lebih besar dibandingkan dalam larutan, dalam hal ini dγ/dc (-) ; jadi TP turun dengan bertambahnya konsentrasi zat.
2. Jika tidak terjadi adsorbsi, Γ (-), dγ/dc (+)
FILM BALANCE
Dikembangkan oleh Langmuir, adam, harkin
Sistem ini bisa digunakan untuk menentukan Luas Penampang Molekul (LPM), tebal film dan panjang molekul
M = BM cairan yang disebarkan
S = Luas daerah yang ditutupi film
V = Volume dari cairan yang disebar
ρ = density cairan yang disebar
N = Bilangan Avogadro