Mater ips bab 4 ekpol pasca nkri

36
BAB IV PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN

Transcript of Mater ips bab 4 ekpol pasca nkri

BAB IV

PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PASCA PENGAKUAN

KEDAULATAN

TUJUAN PEMBELAJARAN INI AGAR SISWA DAPAT :

1. Mendeskripsikan proses kembalinya Republik Indonesia

2. Mendeskripsikan Pemilihan Umum 1955 3. Menjelaskan alasan dikeluarkannya Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 dan pengaruhnya4. Menjelaskan dampak hubungan pusat-

daerah terhadap kehidupan politik nasional dan daerah.

A. Proses kembali ke Negara Kesatuan RI ( NKRI )

Keputusan KMB adalah terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat. Memang hasil KMB diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia, namun hanya “ setengah hati.” Hal ini terbukti dengan munculnya perbedaan dan pertentangan antarkelompok bangsa. Dua kekuatan besar yang saling berseberangan yaitu:1. kelompok unitaris, artinya kelompok pendukung Negara

Kesatuan Republik Indonesia; dan2. kelompok pendukung Negara Federal-RIS.

Alasan kelompok Unitaris menolak negara RIS adalah :

Dalam pemerintahan RIS jabatan presiden dipegang oleh Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Perlu diingat bahwa dalam Konstitusi RIS 1949 tidak mengenal jabatan wakil presiden. Berdasarkan pandangan kaum unitaris pembentukan RIS merupakan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia sehingga Belanda akan mudah mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya di Republik Indonesia. Kelompok ini sangat menentang dan menolak ide federasi dalam bentuk negara RIS.

Pada akhirnya kelompok unitaris semakin memperoleh simpati. Berikut ini sejumlah faktor yang mempengaruhi proses kembalinya negara RIS menjadi NKRI.1. Bentuk negara RIS bertentangan dengan cita-cita

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.2. Pembentukan negara RIS tidak sesuai dengan kehendak

rakyat.3. Bentuk RIS pada dasarnya merupakan warisan dari

kolonial Belanda yang tetap ingin berkuasa di Indonesia.4. Berbagai masalah dan kendala politik, ekonomi, sosial, dan

sumber daya manusia dihadapi oleh negara-negara bagian

RIS.

Bentuk negara federal :Republik Indonesia

Serikat terdiri beberapa negara bagian, yaitu:

Negara Republik Indonesia

Negara Indonesia Timur

Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta

Negara Jawa TimurNegara MaduraNegara Sumatera Timu

rNegara Sumatera Selat

an

wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:

Jawa Tengah Kalimantan Barat

(Daerah Istimewa) Dayak Besar Daerah Banjar Kalimantan Tenggara Kalimantan Timur (tidak

temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)

Bangka Belitung Riau

B. Pemilihan Umum I Tahun 1955 Pemilihan Umum Indonesia 1955

adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.

Tahap-tahap Pemilu I tahun 1955Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi

menjadi dua tahap, yaitu: - Tahap pertama adalah Pemilu untuk

memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada

tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29

partai politik dan individu, - Tahap kedua adalah Pemilu untuk

memilih anggota Konstituante. Tahap ini

diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Hasil Pemilu I tahun 1955Lima besar dalam Pemilu ini adalah

Partai Nasional Indonesia mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen).

Partai-partai lainnya, mendapat kursi di bawah 10. Seperti PSII (8), Parkindo (8), Partai Katolik (6), Partai Sosialis Indonesia (5). Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI dan Perti). Enam partai mendapat 2 kursi (PRN, Partai Buruh, GPPS, PRI, PPPRI, dan Murba).

C. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Dampak yang Ditimbulkan

Sistem Demokrasi Liberal ternyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke permukaan. Hal ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari 1957.Berikut ini isi Konsepsi Presiden.

a. Penerapan sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak

cocok dengan kepribadian Indonesia, sehingga sistem demokrasi

parlementer harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin. b. Membentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanya

semua partai politik. c. Segera dibentuk Dewan Nasional.

pembahasan isi UUD dalam sidang sering terjadi perpecahan pendapat. Setiap wakil partai memaksakan pendapatnya. Akibatnya gagal menghasilkan UUD. Hal ini mendorong presiden menganjurkan konstituante untuk kembali menggunakan UUD 1945. Untuk mewujudkan anjuran tersebut maka, diadakan pemungutan suara sampai tiga kali. Akan tetapi hasilnya belum mencapai batas quorum, dua pertiga suara. Akibatnya Dewan Konstituante gagal mengambil keputusan. Untuk mengatasi masalah tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 presiden mengeluarkan dekrit. Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yaitu:

a. pembubaran Konstituante;b. berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi

UUDS 1950;c. akan dibentuk MPRS dan DPAS.

Pengaruh Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit Presiden ternyata memiliki beberapa pengaruh sebagai berikut.a. Terbentuknya lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan

tuntutan UUD 1945, misalnya MPRS dan DPAS.b. Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang

berkepanjangan yang sangat membahayakan persatuan dan

kesatuan.c. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting

dalam percaturan politik di Indonesia.d. Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin.e. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada presiden,

MPR, maupun lembaga tinggi negara lainnya.

ISI DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Menetapkan pembubaran Konstituante. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagfi bagi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Juli 1959 Atas nama Rakyat

Indonesia Presiden Republik

Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan

Perang

SOEKARNO

D. Dampak Persaingan Politik Nasionala. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 20 Maret 1951 ) Kabinet Natsir memerintah antara tanggal 6 September

1950 – 20 Maret 1951. Setelah bentuk negara RIS dibubarkan, kabinet pertama yang membentuk NKRI adalah kabinet Natsir yang merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi dan PNI sebagai partai kedua terbesar menjadi oposisi. PNI menolak ikut serta dalam komite karena merasa tidak diberi kedudukan yang tepat sesuai dengan kekuatannya. Tokoh-tokoh terkenal yang mendukung kabinet ini adalah Sri Sultan HB IX, Mr. Asaat, Mr. Moh Roem, Ir Djuanda dan Dr. Sumitro Djojohadikusuma. Program pokoknya adalah :

Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteramanKonsolidasi dan menyempurnakan pemerintahanMenyempurnakan organisasi angkatan perangMengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatanMemperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat

Kabinet Sukiman (26 April 1951- Februari 1952 )

Kabinet Sukiman merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada masa Kabinet Sukiman muncul berbagai gangguan keamanan, misalnya DI/TII semakin meluas dan Republik Maluku Selatan. Kabinet ini jatuh karena kebijakan politik luar negerinya diangap condong ke Serikat. Pada tanggal 15 Januari 1952 diadakan penandatanganan Mutual Security Act (MSA). Perjanjian ini berisi kerja sama keamananan dan Serikat akan memberikan bantuan ekonomi dan militer.

c. Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953)Kabinet Wilopo didukung oleh PNI, Masyumi, dan PSI. Prioritas utama program kerjanya adalah peningkatan kesejahteraan umum. Peristiwa penting yang terjadi semasa pemerintahannya adalah peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu tuntutan rakyat yang didukung oleh Angkatan Darat yang dipimpin Nasution, agar DPR Sementara dibubarkan diganti dengan parlemen baru. Sedang Peristiwa Tanjung Morawa (Sumatra Timur) mencakup persoalan perkebunan asing di Tanjung Morawa yang diperebutkan dengan rakyat yang mengakibatkan beberapa petani tewas.

d. Kabinet Ali Sastroamidjojo IKabinet Ali Sastroamidjojo I, sering

disebut Kabinet Ali-Wongso atau Kabinet Ali-Wongso-Arifin, memerintah pada periode 30 Juli 1953 - 12 Agustus 1955.

e. Kabinet Ali Sastroamidjojo II, sering pula disebut Kabinet Ali-Roem-Idham, bertugas pada periode 24 Maret 1956 - 14 Maret 1957. Kabinet Ali kembali diserahi mandat pada tanggal 20 Maret 1956 yang merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU. Program pokok kabinet ini :

Pembatalan KMB pada tanggal 3 Mei 1956 untuk memperbaiki masalah ekonomi yang mengalami kesulitan, disusul oleh munculnya gerakan separatisme yang dikenal dengan PRRI/Permesta.

Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan

ekonomi, keuangan, industri, perhubungan, pendidikan dan pertanian.

Melaksanakan keputusan Konferensi Asia Afrika

Kabinet Djuanda (Maret 1957 – April 1959)

Kabinet Djuanda sering dikatakan sebagai Zaken Kabinet, karena para menterinya merupakan ahli dan pakar di bidangnya masing-masing. Tugas Kabinet Djuanda melanjutkan perjuangan membebaskan Irian Barat dan menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan yang buruk. Prestasi yang diraih adalah berhasil menetapkan lebar wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari Pulau Indonesia. Ketetapan ini dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Kabinet ini menjadi demisioner ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

E. Pergolakan Sosial PolitikPemberontakan APRAPada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai �Tentara Pasundan� dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang.. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.

Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Kudeta 23 Januari Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia

Tanggal 22 Januari–23 Januari 1950[1] Lokasi Bandung dan Jakarta, Jawa Hasil Pendudukan sementara Bandung oleh Tentara APRA [2]

Percepatan integrasi negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat ke dalam Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950.[3] Oposisi terhadap rencana integrasi RIS dengan RI.[4] Pihak yang terlibat TNIKNIL[5] Tentara APRA Komandan Kolonel Sadikin [6]

Mayor Jenderal Engels[7] Raymond Westerling [6]

Kekuatan Divisi Siliwangi[1]

4,500 Prajurit TNI[2] 523 prajurit APRA [2] Korban Sekitar 100 jiwa[2]

Pemberonratakan Andi AzisKarena tindakan Andi Azis tersebut maka

pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

Adapun faktor yang menyebabkanpemberontakan Andi Azis adalah :Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.

Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI

Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.

Pemberontakan RMSPada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan

berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.

Pemberontakan PRRI  Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan

pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.

Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.

Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.

Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.

Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.

Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :

Pemberontakan PKI MadiunAmir Syarifuddin mengecam hasil Perjanjian Renville

dan menyusun kekuatan dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dibentuk pada tanggal 26 Februari 1948 di Surakarta, Front ini menyatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Kekuatan PKI makin bertambah besar setelah kedatangan Musso dari Uni Soviet. Muso menyusun doktrin PKI dengan nama �Jalan Baru� dengan dibentuknya Front Nasional, yaitu penggabungan segala kekuatan sosial, politik, dan perorangan yang berjiwa antiimperialistis dan untuk menjamin kelangsungan Front Nasional maka dibentuklah Kabinet Front Nasional yang terdiri dari PKI, Partai Sosialis, dan Partai Buruh Indonesia. Selain itu, didukung pula oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).

Aksi PKI pada tanggal 18 September 1948 dengan ditandai para tokoh PKI mengumumkan berdirinya Soviet Republik Indonesia. Tindakan itu bertujuan untuk meruntuhkan Republik Indonesia hasil Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan ajaran komunis. Panglima Besar Jenderal Soedirman langsung mengeluarkan perintah untuk merebut Madiun kembali. Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto dari Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono dari Jawa Timur untuk memimpin penumpasan terhadap kaum pemberontak. Musso akhirnya tertembak mati, dan Amir Syarifuddin berhasil ditangkap dihutan Ngrambe, Grobogan, Purwodadi dan kemudian dihukum mati di Yogyakarta. Pemberontakan PKI di Madiun telah berhasil ditumpas, namun bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang berusaha menegakkan kembali Pemerintahannya di Indonesia.

Contoh gambar kampanye dan Pemilu I tahun 1955

SELESAISAMPAI JUMPA DI BAB V

INI TUGAS UNTUK KALIAN KERJAKAN SEKARANG DIKERTAS SELEMBAR NANTI DIKUMPUL

1. Jelaskan secara singkat faktor yang mempengaruhi proses kembalinya negara RIS menjadi NKRI !

2. Sebutkan isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 !3. Sebutkan program pokok Kabinet Natsir !

4. Jelaskan faktor yang menyebabkan pemberontakan Andi Azis di Makassar !

5. Sebutkan upaya pemerintah RIS dalam menumpas pemberontakan Andi Azis di Makassar !

KALAU SUDAH SELESAI SILAHKAN DIKUMPUL !