Marketing politik

16
BAB I. LATAR BELAKANG MASALAH Pemilihan Umum 2014 sudah diambang pintu. Kedewasaan berpolitik rakyat Indonesia kembali diuji dalam Pemilihan Umum (Pemilu) ini khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres). Jika menengok ke belakang, keberhasilan menyelenggarakan Pemilihan Langsung Presiden dan Wakil Presiden secara aman dan tertib mengindikasikan semakin tingginya kedewasaan berpolitik rakyat Indonesia. Rasio lanjutan yang bisa diterima adalah masyarakat akan semakin kritis dalam menjalani Pemilu berikutnya termasuk Pilpres. Hal tersebut menjadikan kemenangan pertarungan di Pilpres ditentukan oleh strategi yang dibawa para kandidat. Strategi memang mutlak dibutuhkan bagi siapa saja yang ingin menang dalam persaingan (Porter, 1998) Namun seiring dengan perkembangan politik yang demikian dinamis, strategi saja tidak cukup untuk meraih kemenangan. Ada faktor lain yang tidak bisa diabaikan yaitu faktor elektabilitas dan popularitas Sang Calon. Hasil Pemilihan Kepala Daerah( Pilkada) di beberapa daerah menunjukkan bahwa elektabilitas parpol politik pendukung tidak sepenuhnya mempengaruhi kemenangan calon kepala daerah. Contohnya : Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 Perolehan Suara (Tempo, 3 Maret 2013) sbb :

Transcript of Marketing politik

Page 1: Marketing politik

BAB I. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemilihan Umum 2014 sudah diambang pintu. Kedewasaan berpolitik rakyat

Indonesia kembali diuji dalam Pemilihan Umum (Pemilu) ini khususnya Pemilihan

Presiden (Pilpres).

Jika menengok ke belakang, keberhasilan menyelenggarakan Pemilihan Langsung

Presiden dan Wakil Presiden secara aman dan tertib mengindikasikan semakin

tingginya kedewasaan berpolitik rakyat Indonesia. Rasio lanjutan yang bisa diterima

adalah masyarakat akan semakin kritis dalam menjalani Pemilu berikutnya termasuk

Pilpres.

Hal tersebut menjadikan kemenangan pertarungan di Pilpres ditentukan oleh strategi

yang dibawa para kandidat. Strategi memang mutlak dibutuhkan bagi siapa saja

yang ingin menang dalam persaingan (Porter, 1998) Namun seiring dengan

perkembangan politik yang demikian dinamis, strategi saja tidak cukup untuk meraih

kemenangan. Ada faktor lain yang tidak bisa diabaikan yaitu faktor elektabilitas dan

popularitas Sang Calon.

Hasil Pemilihan Kepala Daerah( Pilkada) di beberapa daerah menunjukkan bahwa

elektabilitas parpol politik pendukung tidak sepenuhnya mempengaruhi kemenangan

calon kepala daerah. Contohnya : Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013

Perolehan Suara (Tempo, 3 Maret 2013) sbb :

1. Achmad Heriyawan – Deddy Miswar : 6.515 jt suara (33.14 %) – partai

pendukung PKS

2. Rieke Dyah Pitaloka – Teten Masduki : 5.714 jt suara (27.92 %) – PDIP

3. Dede Yusuf – Lex Laksamana : 5.075 jt suara (25.23 %) –

Demokrat + Gerindra

4. Yance – Tatang : 2.448 jt suara (12 %) – Golkar

Page 2: Marketing politik

Perolehan Suara Parpol Di Jawa Barat (Sumber LSI dalam DetikNews, 12 February

2013) :

1. Golkar 17.7 %

2. PDIP 13.8 %

3. Demokrat 13.3 %

4. Nasdem 5.9 %

5. Gerindra 3 %

Contoh Lain : Pilkada Bupati Garut 2013

Perolehan Suara (Garut Pos, edisi Rabu 5 February 2013) sbb :

1. Aceng Fikri – Dicky Chandra : 55.9 % - Independen

2. Rudi Gunawan – Abdurochim : 44.1 % - partai pendukung Golkar + PDIP

+ Gerindra + PKS

Sedangkan dalam jejak pendapat oleh Lembaga Survey jelang Pemilihan Presiden

(Pilpres) 2014 diperoleh hasil sbb :

1. Dalam Catatan Politik 2014 : Survey Popularitas dan Elektabilitas Capres di

Jakarta oleh Survey PDB (Pusat Data Bersatu) yang didirikan oleh Didik J.

Rachbini dan dimuat di Kompas, 17 January 2014, dari bakal Capres

Demokrat diperoleh :

- Dahlan Iskan : 3.4 %

- Anis Baswedan : 3.1 %

- Gita Wiryawan : 1.1 %

- Pramono Edhi Wibowo : 0.3 %

- Marzuki Alie : 0.2 %

- Ali Maskur Musya : 0.2 %

2. Hasil Survey Balitbang Kompas yang diselenggarakan pada Desember 2013

dan dirilis pada 8 January 2014 :

- Jokowi : 43.5 % - PDIP

- Prabowo : 11.1 % - Gerindra

- Abu Rizal Bakri : 8.8 % - Golkar

Page 3: Marketing politik

- Wiranto : 6.6 % - Hanura

- Megawati : 6.1 % - PDIP

- Jusuf Kalla : 3.1 % - Golkar

Prabowo dan ARB serta Wiranto hampir setiap hari wara wiri beriklan di beberapa

stasiun TV tapi mengapa tidak bisa mengejar dan tertinggal jauh dari elektabilitas

Jokowi ?

Dari contoh tersebut diatas, muncul pertanyaan mengapa elektabilitas Parpol tidak

terlalu berpengaruh terhadap elektabilitas Calon yang diusungnya ?

Apakah rakyat hanya memilih calon yang mereka kenal atau Populer ?

Apakah ada hubungannya antara elektabilitas dan popularitas ?

Page 4: Marketing politik

BAB II. STUDI PUSTAKA

2.1. Pemasaran Politik

Pemasaran politik bisa didefinisikan sebagai proses analisa,

perencanaan, implementasi dan pemilihan umum, yang didesain untuk

menciptakan, membangun dan membina hubungan pertukaran yang

saling menguntungkan antara parpol dengan pemilih, untuk tujuan

pemasar politik (O’Cass, 1996 b)

Politik marketing sebagai disiplin ilmu telah berangsur-angsur

menemukan frame work nya sendiri. Frame work tersebut

mengandung teori inti literatur pemasaran yang dibangun berdasarkan

prediksi dan perspektif Ilmu Politik (Lock dan Haris, 1996).

Disaat yang sama para kandidat peserta Pemilu, termasuk capres,

merupakan produk yang ditawarkan kepada konsumen.

Riset-riset akademik yang menggali teori-teori political markleting dan

riset empirik untuk melakukan pengujian teori semakin banyak

dilakukan. Sehingga semakin kuat alasan untuk menganggap bahwa

political marketing kini telah mengarah menjadi disiplin keilmuwan

tersendiri (Atuahene, 1996 ; Bhuian, 1998; Caruna et al, 1999;

Houston, 1986; Kohli, 1993; Scammel 1999 dalam O’cass 2001).

Dalam perkembangannya, political marketing telah mengalami beberapa

penekanan definisi. Penekanan tersebut berubah dari waktu ke waktu antara

lain :

- O’Leary dan Iredale (1976) memberi penekanan pada penggunaan bauran

pemasaran (marketing mix) yang memasarkan parpol

- Yorke dan Meehan (1986) mengusulkan penggunaan ACORN sebagai

dasar untuk melakukan pentargetan pemilih (voter targeting)

- Lock dan Haris (1996) meyakini bahwa political marketing harus

memperhatikan proses positioning.

Page 5: Marketing politik

- Wring (1997) menyarankan untuk menggunakan riset opini dan analisa

lingkungan karena menurut Wright, kondisi suatu daerah sangat berbeda

dengan daerah lainnya.

- Smith dan Sounders (2002) menekankan pentingnya penggunaan proses

segmentasi untuk memetakan keinginan dan kebutuhan pemilih sehingga

kandidat bisa memposisikan dirinya secara pribadi

2.2 Strategi Pemasaran Politik

Perencanaan pemasaran bertujuan untuk mengidentifikasi situasi pasar

dan menciptakan daya saing (Mc Donald, 1986). Sementara perencanaan

dalam political marketing bertujuan untuk membangkitkan dan memikat

dukungan publik (Baines et al, 2002).

Meskipun masih dalam tahap perencanaan, bukan berarti mengabaikan

peran media massa. Sebaliknya, pada tahapan ini, peran saluran

komunikasi massa sudah sangat dibutuhkan (Baines et al, 2002)’

Secara garis besar, tahapan perencanaan meliputi 4 tahapan proses :

I. Riset konstituen

Meliputi data historis, sensus statistik, penyusunan peringkat

konstituen

II. Analisa persaingan

Meliputi Identifikasi kelompok pemilih yang relevan

III. Positioning konstituen

Meliputi targeting kelompok pemilih

IV. Analisa Pasca Kampanye

2.2. Manajemen Citra

Menganalisa elektabilitas dan popularitas tidak bisa tanpa membahas

masalah pencintraan.

Untuk membangun reputasi yang bagus, kandidat bisa

mengaplikasikan teori-teori Image Management. Teori ini awalnya

banyak dipakai untuk membangun, mempertahankan dan membina

citra sebuah perusahaan. Tetapi karena tipe pembentukan reputasi

Page 6: Marketing politik

antara personal dan institusi hampir sama, tidak ada salahnya

mengaplikasikan teori-teori tersebut ke ranah politik. Bahkan dalam

sebuah Literature Image Management yang berjudul Corporate

Reputations and Competitiveness, Gary Davis dan Rosa Chuns

memberikan beberapa contoh pembentukan image dan politisi.

Diantaranya adalah Bill Clinton dan Deputi Perdana Menteri Inggris,

John Presscott (Davis dan Chun, 2004 page 43).

Personal reputation merupakan intangiable asset yang melekat pada

diri seseorang. Pembentukannya membutuhkan proses waktu yang

tidak singkat sebagai hasil dari kegiatan pengembangan dan informasi.

Oleh karena itu personal reputation bukan suatu hal yang mudah untuk

ditiru (Kasali 2005). Pembentukan reputasi yang bagus tidak akan

berhasil jika seorangkandidat tidak memiliki reputasi. Untuk

membangun reputasi bisa dilakukan dengan menerapkan Star Quality

of Reputations (Fomborn dan Van Riel, 2004)

Kelima sudut bintang meliputi :

1. Visible

Dapat dilihat dan diteliti

2. Authentic

Dapat dipercaya

3. Transparant

Terbuka, tidak terbatas pada orang tertentu saja

4. Consisten

Tetap, taat, tidak berubah

5. Distinctive

Bersifat membedakan antara satuan bahasa

Page 7: Marketing politik

BAB III. PEMBAHASAN

Elektabilitas dan Popularitas

Istilah elektabilitas, popularitas, konstelasi, dan banyak lagi istilah lain

yang marak digunakan jelang Pemilu masih sulit dicerna masyarakat awam.

Kalau rakyat tidak tahu apa yang dikatakan, untuk apa ada kampanye ?

Apa tujuan dari kampanye ? Apakah sekedar untuk popularitas dengan sering

tampil atau untuk meningkatkan elektabilitas ?

Dalam masyarakat sering diartikan orang yang memiliki popularitas

dianggap mempunyai elektabilitas tinggi. Atau sebaliknya seorang yang

mempunyai elektabilitas tinggi adalah orang yang populer ?

Samakah pengertian elektabilitas dan popularitas ?

Kosakata Elektabilitas tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Dalam kamus The Advanced Learning Dictionaty , Electability

artinya : chosen, selected.

Jadi dapat diartikan elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan

dengan kriteria pilihan setelah adanya proses seleksi. Elektabilitas bisa

diterapkan pada barang, jasa maupun orang, badan atau partai.

Elektabilitas partai politik berarti tingkat keterpilihan parpol dimata publik.

Orang yang memiliki elektabilitas tinggi adalah orang yang dikenal baik

secara meluas dalam masyarakat.

Ada orang baik yang memiliki kinerja tinggi dalam bidang yang ada

hubungannya dengan jabatan publik yang ingin dicapai, tapi karena tidak ada

yang memperkenalkan menjadi tidak elektabel.

Sebaliknya orang yang berprestasi tinggi dalam bidang yang tidak ada

hubungannya dengan jabatan publik, boleh jadi mempunyai elektabilitas tinggi

karena ada yang memperkenalkannya secara tepat.

Page 8: Marketing politik

Sedangkan popularitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

berasal dari kosakata populer yang artinya dikenal dan disukai banyak orang ;

disukai dan dikagumi orang banyak.

Jadi dapat diartikan popularitas adalah tingkat keterkenalan di mata publik.

Contohnya dalam Pibgub Jabar tersebut diatas popularitas Deddy Mizwar

mendongkrak perolehan suara, padahal PKS saat itu tengah dililit kasus

“Impor Daging Sapi” dimana parpol tersebut tempat Achmad Heryawan

bernaung.

Namun populer saja tidak cukup. Ada hal lain yang tak kalah penting untuk

menentukan pilihan salah satunya adalah faktor kapabilitas atau kemampuan

dan potensi dalam menjalankan pemerintahan.

Mari kita ambil contoh produk sepeda motor. Jika ada beberapa pilihan

produk yang sama, maka apa dasar kita untuk memilih produk yang terbaik ?

Diantara beberapa produk sepeda motor, kemudian hanya ada satu-dua

produk yang memiliki tingkat keterpilihan (elektabilitas) tinggi.

Bila melihat popularitas, semua produk sepeda motor yang ada di Indonesia

populer, baik itu Yamaha, Honda, Suzuki maupun Kawasaki. Tapi tingkat

keterpilihan Honda dan Yamaha menduduki peringkat pertama dan kedua

(Kompas, 5 February 2014).

Lalu bagaimana dengan Pilpres 2014 ini ?

Selain kapabilitas dan potensi Capres tentunya, apakah penentunya,

popularitas atau elektabilitas ?

Siapa yang tidak kenal Prabawo, menantu orang nomor satu di Indonesia,

mantan Danjen Kopasus ?

Siapa yang tidak kenal Wiranto, mantan Pangab pada masa pemerintahan

Orde Baru ?

Dan tentu saja semua masyarakat tahu siapa Abu Rizal Bakri (ARB),

konglomerat yang menguasai bisnis dalam negeri, pemilik media televisi dan

komunikasi.

Semua pasti kenal dan tahu Jusuf Kalla dan Megawati Soekarno Putri.

Page 9: Marketing politik

Mereka begitu terkenal atau populer atau dengan kata lain memiliki tingkat

popularitas tinggi. Tapi mengapa tingkat elektabilitasnya rendah ?

Mari kita kesampingkan dulu Jokowi. Karena untuk menjawab pertanyaan

mengapa Jokowi pupoler sekaligus memiliki elektabilitas tinggi, membutuhkan

analisa yang lebih mendalam.

Janji-janji pemimpin pada setiap kampanye legislatif maupun Pilpres hanya

terwujud pada spanduk, baliho, dan selebaran belaka. Tentunya masyarakat

biasa tak perlu heran lagi kalau harapan itu akan muncul lagi meskipun

dibungkus dengan kemasan yang menarik oleh parpol atau capres tapi bau

busuknya masih tercium.

Untuk meningkatkan elektabilitas, maka sangat tergantung pada teknik

kampanye yang digunakan dengan mengaplikasikan beberapa teori dan

model pemasaran politik.

Mengacu pada beberapa teori dan konsep political marketing terlihat bahwa

beberapa Capres hanya mengandalkan popularitas saja dengan

memanfaatkan ruang media cetak maupun elektronik untuk mengiklankan

dirinya. Dan mengabaikan apa yang menjadi kebutuhan konstituennya.

Berkaca pada Pilgub DKI untuk mencapai popularitas dan elektabilitas yang

tinggi tidak cukup hanya beriklan dengan segala macam kemasan menarik,

tetapi juga harus disertai dengan perwujudan kerja nyata bukan hanya janji-

janji surga.

Page 10: Marketing politik

BAB IV. KESIMPULAN

Masyarakat sekarang jauh lebih cerdas dalam menyelesaikan masalah kebangsaan

dan yang terpenting jauh lebih tulus.

Sudah banyak partai yang mengusung kecerdasan kepemimpinan, popularitas

namun gerakannya tidak tulus/pamrih yang ujung-ujungnya memihak kepada

kepentingan partai sendiri dan mengalah atas nama kebutuhan finansial pergerakan

kalau tidak mau dikatakan KKN model baru.

Kandidat capres hanya mengandalkan popularitas tanpa mengindahkan strategi

pemasaran politik yang tepat sasaran.

Saatnya berfikir kembali, layak kah pesta demokrasi yang mengatas namakan

elektabilitas ini diusung ?

Elektabilitas yang mengagungkan kepentingan partai demi rakyat dan bermotivasi

menyedot anggaran negara belaka.

Page 11: Marketing politik

Daftar Pustaka :

Baires, Paul R; Haris, Phil and Lewis, Barbara 2003 ; The Political Marketing

Planning Precess : Improving Image and Massage in strategic Target Area,

page 6-14

Davies, Gary, Chun, Rosa, Silva and Rover 2003; Corporate Reputation and

Competitiveness

Dowling, Grahame, 2003; Creating Corporate Reputation, Oxford University

Egan J, 1996, Political Marketing, Lesson from The Mainstream Proceeding of

The Academy of Marketing Confence, University of Striling

Fombure, Charles J and Van Ries, 2004, Fame and Fortune : How Successful

Companies Build Winning Reputation, Prentise Hall

Kotler ,P, 2000, Marketing Management edisi ke-10 New Jersey

Lock A and Harris P, 1996, Political Marketing European Political Marketing

Journal Vol.30 page 21-31

Mc Donald, M.H.B ,1989, The Marketing of President Political Marketing of

Campaign Strategy, London

O’cass, Aaron, 2001, Political Marketing an Investigation of The Political

Marketing Concept and Political Market Orientation in Australian Politics

vol.35 page 1003-1025

Porter, Michael, 1980, Competitive Strategy, New York Free Press

Wring, D, 1997, Reconcilling Marketing with Political Science : Theories of

Politcal Marketing, Universtity Manchester

Yorke and Maehan, 1986, ACORN in The Political Marketing, European

Journal of Marketing, Vol.20 page 63-76

The Advances Learning Dictionary, Second Edition, Oxford

Page 12: Marketing politik

RENDAHANYA ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN RI DALAM PEMILU 2014

MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER