MARKETING DALAM PELAYANAN PERIZINAN MENDIRIKAN...
Transcript of MARKETING DALAM PELAYANAN PERIZINAN MENDIRIKAN...
MARKETING MIX DALAM SEKTOR PELAYANAN IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DI BADAN PELAYANAN
PERIZINAN TERPADU (BPPT) KOTA TANGERANG
Dosen: Dr. Drs. H. Heru Nurasa
Sekar Wanodya B. 170720130013
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)
Universitas Padjajaran
A. ABSTRAK
Marketing dalam sektor publik melibatkan pendekatan konsumen
(warganegara), di mana lembaga publik membantu menampung keluhan mereka
kemudian mengatasinya, yang pada akhirnya berarti meningkatkan kinerja lembaga
tersebut. Salah satu alat dalam marketing yang dapat digunakan dalam sektor publik
dikenal dengan 7Ps dari marketing mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix
(Kotler dan Lee, 2007), yaitu Product, Price, Place, Promotion, People, Physical
evidence, dan Process. Tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa pelayanan
terhadap product dari Pemerintah daerah Kota Tangerang melalui Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dianggap belum memuaskan karena masih adanya kesenjangan pola pikir karyawan
yang belum berorientasi kepada kepuasan pelanggan atau masyarakat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana marketing mix yang terjadi dalam
pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang. Penelitian menggunakan metode
kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian
membahas tentang situasi yang berhubungan dengan marketing mix dalam proses
pelaksanaan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota
Tangerang mengenai IMB (Izin Mendirikan Bangunan) belum optimal dengan
beberapa ketimpangan di poin Promotion, Place, People, dan Price. Harus ada suatu
gerakan nyata dari pemerintah daerah Kota Tangerang seperti membuat iklan
masyarakat atau menjadikan anak-anak muda sebagai duta Izin Mendirikan Bangunan
untuk membantu menyosialisasikan pentingnya melakukan suatu perizinan dengan
tujuan memajukan daerah masing-masing.
Marketing in the public sector approach involving consumers (citizens), in
which public institutions to help accommodate their complaints and then solve it,
which ultimately means improving the performance of these institutions. One of the
marketing tools that can be used in the public sector known as 7Ps of the marketing
mix with the basic concept of 4Ps of marketing mix (Kotler and Lee , 2007 ) , namely
Product, Price, Place, Promotion, People, Physical evidence, and Process. The level
of satisfaction of people who use services to the product of the area of Tangerang
City Government through the Integrated Licensing Service Agency (BPPT) the
Tangerang City Building Permit (IMB) is considered not satisfactory because of the
persistence of the gap is not an employee mindset oriented to customer satisfaction or
society. This study aims to determine how the marketing mix is occurring in the
implementation of Building Permit (IMB) at the Integrated Licensing Service Agency
(BPPT) Tangerang City. The study uses descriptive qualitative method with
interviews and observation techniques. The results of the study discusses the situation
relating to the marketing mix in the process of implementation of licensing services
to the Integrated Licensing Service Agency Tangerang city on the IMB (building
permit) is not optimal with some inequality in points Promotion, Place, People, and
Price. There must be a real movement of local governments such as the city of
Tangerang make public advertisement or make young children as an ambassador for
Building Permit to help socialize the importance of a permit with the goal of
advancing their respective areas.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Marketing perlu diterapkan dalam sektor publik dikarenakan sektor swasta
maupun publik saat ini harus mampu memuaskan keinginan stakeholders. Dalam hal
ini ‘stakeholder’ merupakan warga negara (citizen) yang berkepentingan. Marketing
melibatkan pendekatan konsumen (warga negara), di mana lembaga publik
membantu menampung keluhan mereka kemudian mengatasinya, yang pada akhirnya
berarti meningkatkan kinerja lembaga tersebut. Salah satu alat dalam marketing yang
dapat digunakan dalam sektor publik antara lain, dikenal dengan 7Ps dari marketing
mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix (Kotler dan Lee, 2007), yaitu
Product, Price, Place, Promotion, People, Physical evidence, dan Process.
Dalam penelitian ini, Peneliti akan membahas tentang produk dari pemerintah
yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang merupakan salah satu marketing mix.
Telah menjadi suatu kewajiban pemerintah untuk menyediakan jasa pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) bagi stakeholders dengan harapan kinerja pelayanan
yang diberikan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dapat meningkat. Begitu
juga yang diharapkan pemerintah daerah Kota Tangerang melalui Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang dengan mengeluarkan suatu product
yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Namun pada kenyataannya, tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa
pelayanan (IMB) secara keseluruhan belum dapat dikatakan memuaskan dikarenakan
masih adanya kesenjangan pola pikir karyawan yang belum berorientasi kepada
keputusan pelanggan atau masyarakat. Salah satu permasalahan yang terkait dalam
pelayanan perizinan (IMB) yakni ketika seorang warga Kota Tangerang yang
berkunjung ke kantor BPPT Kota Tangerang untuk mengurus IMB merasa tidak puas
atas pelayanan yang diberikan seorang staf perihal biaya pengurusan IMB yang
beragam. Sebelum ke kantor BP2T Kota Tangerang, beliau memeriksa terlebih
dahulu mengenai biaya IMB untuk kategori yang sama yaitu sekitar Rp. 15.000/m.
Tetapi pada kenyataan di lapangan, beberapa pegawai BP2T memberi informasi yang
berbeda mengenai biaya kategori tersebut, yakni sekitar Rp. 45.000/m. Sehingga
terjadi ketimpangan akan price dari product yang diberikan oleh pemerintah, yang
dianggap sebagai penjual product. Masalah yang muncul dari sikap penyelenggara
pelayanan tersebut belum dapat dikatakan berorientasi kepada kepuasan pelanggan
atau masyarakat.
Karena itulah peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana marketing mix yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang.
C. KERANGKA KONSEP
1. Marketing Mix
Marketing Mix merupakan salah satu alat marketing management yang
potensial dan dapat digunakan dalam konteks kebijakan publik, antara lain dikenal
dengan 7Ps dari marketing mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix (Kotler
dan Lee, 2007), yaitu:
Product, perlu dirancang dengan kebutuhan pelanggan. Fitur desain perlu
menyertakan, tidak hanya fitur inti dari layanan itu sendiri tetapi juga cara
penyampaiannya, termasuk aspek marketing customer care seperti ketersediaan
layanan (misalnya jam buka), kehandalan (misalnya seberapa sering layanan
rusak), tanggap terhadap kebutuhan pelanggan (misalnya apakah layanan
memperhatikan perbedaan jenis kelamin, usia, etnis, dan sebagainya), dan empati
bagaimana staf memperlakukan pengguna jasa.
Promotion, layanan harus sesuai untuk kelompok sasaran, sehingga dari waktu ke
waktu pengguna menyadari layanan, tertarik di dalamnya, ingin menggunakannya
dan kemudian mengambil tindakan untuk mencobanya. Campuran metode
promosi perlu dipikirkan hati-hati, termasuk iklan, special sales promotions,
sponsorship deals dan public relations campaigns.
Place, di mana layanan yang tersedia harus cocok untuk sasaran pengguna jasa
(sehingga nyaman untuk digunakan, dan transportasi yang tepat tersedia) atau jasa
juga dapat dibuat dengan inisiatif e-government, (misalnya melalui Internet atau
melalui panggilan pusat).
Process, yang digunakan untuk menilai kelayakan dan untuk menyediakan
layanan harus jelas dan dimengerti oleh kelompok sasaran. Selain itu, harus
dirancang agar lebih efektif dan efisien.
People, yang menyediakan pelayanan harus ramah dan simpatik ke target
kelompok dan terlatih dalam memberikan pelayanan.
Physical Evidence, perangkat-perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung
penampilan suatu produk, sehingga memperlihatkan secara langsung kualitas
produk serta pelayanan yang diberikan kepada kelompok sasaran.
Price, yang dikenakan harus sesuai dengan kelompok sasaran (yang akan
ditentukan sebagian oleh kebijakan kesejahteraan nasional secara keseluruhan
dimana organisasi harus memberikan sesuai dengan yang ditentukan dan
organisasi lah yang memberikan kontribusi), proporsional dengan manfaat yang
diberikan dan konsisten dengan rencana pendapatan organisasi.
2. Pelayanan Perizinan
Pelayanan perizinan merupakan pelayanan yang bersifat individual, namun
proses pelayanannya dilakukan secara kelompok joint consumptions hanya untuk
"elementary education" (Savas, 1987 : 9). Dengan demikian, pelayanan perizinan di
tingkat yang lebih atas merupakan barang private yang dikonsumsi secara bersama,
sehingga menjadi pelayanan yang bersifat campuran antara privat dan publik.
Dalam rangka tercapainya pelayanan perizinan secara paripurna. dalam arti
mencapai sasaran secara selektif dan efisien maka pihak manajemen melakukan
pemberdayaan pegawai (empowering the worker) dengan merekrut orang-orang
terbaik yang berkualitas dan peduli terhadap apa yang mereka kerjakan. Hal tersebut
sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81
Tahun 1995 tentang Sendi-Sendi Pelayanan Prima, yaitu:
1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat. tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan;
2. Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya penjelasan dan kepastian
seperti mengenai:
a. Prosedur/tata cara pelayanan umum;
b. Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif;
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan umum
3. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hash pelayanan umum dapat
memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan
kepastian hukum.
4. Ketertiban, dalam arti prosedur/tata cara, persayaratan, aturan kerja,
pejabat penanggung jawab pemberi pelavanan. umum.
5. Efisien, dalam arti:
a. Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapaian sarana pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan umum yang diberikan;
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan,
dalam hal proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan
persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan
secara wajar;
7. Keadilan yang merata, dalam arti cakupan/jangkauan pelayanan umum
harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan
diperlakukan secara adil;
8. Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Sendi-sendi tersebut bermakna jika mengikuti karakter pelayanan perizinan
yang terkandung dalam tuntutan masyarakat, yaitu pelayanan perizinan yang lebih
cepat (faster), lebih murah (cheaper) dan lebih baik (better) (Gaspersz, 1997: 12)
Berdasarkan ketiga karakter tersebut, terdapat kepastian dari publik sebagai
penerima jasa, dimana Waworuntu (1997: 22) mengemukakan bahwa:
”Pelayanan perizinan yang cepat dan tepat dapat mempersingkat waktu
tunggu masyarakat”.
Lebih lanjut Waworuntu (1997: 91) menegaskan bahwa:
”Ketidaktepatan waktu penyelesaian pekerjaan yang berhubungan dengan
urusan pelayanan masyarakat menyebabkan masyarakat/pelanggan merasa
dipersulit, dimana hal ini paling tidak disukai oleh masyarakat.”
Mengacu pada hal-hal tersebut di atas, maka pelayanan perizinan senantiasa
menjadi perhatian segenap aparatur pemerintah. Apalagi dalam era reformasi dan
globalisasi seperti saat ini, segenap aparatur pemerintah harus bersifat terbuka, peka
dan tanggap kepada masyarakat terhadap adanya masukan, saran dan pendapat yang
berhubungan dengan pengaduan, kritikan ataupun sorotan masyarakat.
3. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Tangerang Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi
Satuan Organisasi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. Dengan dibentuknya
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, semua bentuk pelayanan perizinan di Kota
Tangerang berada di bawah pengelolaan satu badan. Sehingga dengan demikian
diharapkan dapat memberikan pelayanan perizinan yang terbaik bagi masyarakat,
yaitu cepat, akurat dan transparan tanpa mengedepankan pendekatan birokratisasi.
Dengan demikian sebagai perangkat daerah dalam melaksanakan sebagian
tugas penyelenggaraan pemerintahan di bidang pelayanan perizinan, maka Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi, mempunyai tugas membantu Walikota Tangerang
dalam wilayah masyarakat, serta menegakkan peraturan perundang-undangan.
D. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, jenis penelitian ini berupaya menggambarkan kejadian atau
fenomena sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan, dimana data hasilkan berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Bugdon dan Taylor, dalam Moleong, 2005: 4), penelitian kualitatif berusaha melihat,
mengetahui, serta menggambarkan fenomena tertentu terhadap suatu masyarakat
berdasarkan apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Pendekatan kualitatif
nantinya diharapkan dapat mengungkapkan peristiwa riil di lapangan dan metode
kualitatif menempatkan peneliti sebagai istrumen kunci dalam penelitian ini (Lincoln
dan Guba, 1985:198). Tipe penelitian Deskriptif dipilih dalam penelitian ini karena
dimaksudkan guna menggambarkan secara deskriptif tentang hal-hal apa saja yang
berhubungan dengan pelayanan perizinan IMB di Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Tangerang.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Sumber data Primer
Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti
(Sugiyono, 2008: 157). Pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu melainkan
disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari informan. Dan pelaksanaan
tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.
Observasi (pengamatan) secara langsung dengan sumber data
b. Sumber data Sekunder
Studi Kepustakaan
Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan dengan
penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text books maupun jurnal
ilmiah.
Studi Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ini diperoleh melalui peraturan menteri, catatan
serta dokumen-dokumen yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, tahapan-tahapan analisis data meliputi antara lain:
(Milles and Huberman, 1992: 16-20):
a) Penarikan Kesimpulan
b) Penyajian Data
c) Reduksi Data
4. Teknik Keabsahan Data
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penelitian agar hasil penelitian
dapat dipercaya antara lain:
a) Perpanjangan Keikutsertaan
Dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian
memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan,
karena pertama peneliti dapat mempelajari kebudayaan, dapat menguji
ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal
dari diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subjek.
b) Triangulasi
Triangulasi berupaya untuk mengecek kebenaran data tertentu dan
membandingkanya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada
berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan dan dengan
metode yang berlainan. Adapun triangulasi akan dilakukan denngan tiga
macam teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data,
metode, dan teori.
c) Kecukupan Referensial
Kecukupan Referensial digunakan sebagai alat menampung dan meyesuaikan
dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Dalam penelitian ini, alat-alat
yang digunakan oleh peneliti adalah kamera dan MP4 sebagai alat perekam
selama kegiatan penelitian berlangsung.
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lembaga Teknis yang terdapat dalam Pemerintah Kota Tangerang berbentuk
Badan Daerah. Badan pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai tugas utama yaitu
sebagai unsur penunjang yang membantu Walikota dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah untuk bidang-bidang tertentu. Kepala Badan dan Kepala Kantor
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota melalui
Sekretaris Daerah. Tugas pokok Badan Pelayanan Perizinan Terpadu yaitu
melaksanakan urusan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
pelayanan perijinan.
Situasi dalam proses pelaksanaan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Tangerang mengenai IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
secara keseluruhan belum dapat dikatakan optimal. Masih banyak keluhan-keluhan
yang muncul dari masyarakat pengguna jasa pelayanan IMB.
Bila pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihubungkan dengan
salah satu alat marketing dalam sektor publik, yakni 7Ps dari marketing mix yang
terdiri dari product, price, promotion, place, people, physical evidence, dan process,
maka menghasilkan;
Product, perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Fitur desain perlu
menyertakan, tidak hanya fitur inti dari layanan itu sendiri tetapi juga cara
penyampaiannya. Dalam hal ini, pemerintah daerah Kota Tangerang melalui
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) mengeluarkan product berupa Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) berupa perizinan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah, khususnya Kota Tangerang kepada Pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah,memperluas, dan/atau mengurangi bangunan
gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.
Promotion, layanan harus sesuai untuk kelompok sasaran, sehingga dari waktu ke
waktu pengguna menyadari layanan, tertarik di dalamnya, ingin menggunakannya
dan kemudian mengambil tindakan untuk mencobanya. Di dalam pelaksanaan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah dilakukan berbagai promosi, baik dengan
pamflet, banner, ataupun selebaran dengan tujuan mempromosikan layanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) kepada stakeholders sehingga diharapkan mereka
sadar untuk ‘membeli’ pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun
pada kenyataannya, sosialisasi kepada masyarakat kurang dilakukan pemerintah
sehingga, masyarakat masih enggan untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan
dengan perizinan, khususnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Place, di mana layanan yang tersedia harus cocok untuk sasaran pengguna jasa,
sesuai dengan pengalaman sasaran pengguna dengan layanan tersebut. Dengan
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang belum sepenuhnya melakukan
e-government, maka dalam melaksanakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) masih terjadi keterlambatan penanganan perizinan. Seperti yang di
kemukakan oleh Tiara ( 34 tahun) pengguna jasa :
“pas ngurus-ngurus persyaratannya memang gak terlalu lama, tapi pas mau
ngambil izinnya ini nih yang ga tentu waktunya”
Process, digunakan untuk menilai kelayakan dan menyediakan layanan yang jelas
dan dimengerti oleh kelompok sasaran. Selain itu, harus dirancang agar lebih
efektif dan efisien. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tangerang
mengatakan bahwa prosedur pelayanan yang diterapkan untuk melayani
masyarakat telah dibuat sesederhana mungkin agar masyarakat yang ingin
mengurus Izin Mendirikan Bangunan tidak merasa kesulitan dalam proses
pelayanan, karena BPPT Kota Tangerang sudah mempunyai Standar pelayanan
Minimal (SPM), kemudian untuk persyaratan teknis administratif BPPT Kota
Tangerang sudah mengkategorisasikan bentuk pelayanan-pelayanan yang ada di
BPPT Kota Tangerang sesuai jenis pelayanan.
People, yang menyediakan pelayanan harus ramah dan simpatik ke target
kelompok dan terlatih dalam memberikan pelayanan. Berkaitan dengan SPM
Standar Pelayanan Minimal yang dikemukakan oleh Kepala Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Tangerang, tanggapan menurut staff BP2T Anissa 28
tahun) sebagai berikut :
“Kami sudah memberikan yang terbaik untuk memenuhi Standar Pelayanan
Minimal yang sudah menjadi pedoman untuk kami bekerja, bermula dari
pemberian informasi yang berbentuk sosialisasi kepada masyarakat,
kedisiplinan, keramahan, kesopanan, keadilan dalam melayani masyarakat,
hingga kewajaran dan kepastian biaya pelayanan”
Walaupun dalam kenyataan masih didapati beberapa pegawai yang tidak sesuai
dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dikemukan tersebut.
Physical Evidence, perangkat-perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung
penampilan suatu produk, sehingga memperlihatkan secara langsung kualitas
produk serta pelayanan yang diberikan kepada kelompok sasaran. Seperti halnya,
kenyamanan lingkungan yang merupakan suatu kondisi sarana & prasarana
pelayanan yang bersih, rapih, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa
nyaman kepada penerima pelayanan. Berikut tanggapan dari pengguna jasa
pelayanan Husaeni (24 tahun) :
“menurut saya untuk kenyamanan kantor sudah sangat baik dari fasilitas AC
yang sejuk kemudian kebersihan lantai tidak ada satupun sampah atau debu
yang ada lalu untuk posisi kantor juga sangat strategi karena berada di lantai
satu yang dapat memudahkan para pengguna jasa BP2T menemukannya”
Keamanan pelayanan juga harus terjamin dalam proses pelayanan perizinan
karena untuk menghindari dari resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan
pelayanan. Berikut tanggapan dari pengguna jasa pelayanan M. Sidqi (29 tahun) :
“keamanan pelayanan sangat terjamin terbukti dengan kejelasan yang
disampaikan oleh pegawai BP2T sehingga saya merasa tenang dalam
transaksi perizinan”
Price, yang dikenakan harus sesuai dengan kelompok sasaran, proporsional
dengan manfaat yang diberikan dan konsisten dengan rencana pendapatan
organisasi. Tapi dalam pelaksanaannya, masih ditemukan ketimpangan yang
terjadi mengenai kesesuaian harga dari product Izin Mendirikan Bangunan,
seperti ketika seorang warga Kota Tangerang yang berkunjung ke kantor BP2T
Kota Tangerang untuk mengurus IMB merasa tidak puas atas pelayanan yang
diberikan seorang staf perihal biaya pengurusan IMB yang beragam. Sebelum ke
kantor BP2T Kota Tangerang, beliau memeriksa terlebih dahulu mengenai biaya
IMB untuk kategori yang sama yaitu sekitar Rp. 15.000/m. Tetapi pada kenyataan
di lapangan, beberapa pegawai BP2T memberi informasi yang berbeda mengenai
biaya kategori tersebut, yakni sekitar Rp. 45.000/m.
Dari keseluruhan 7Ps dari marketing mix yang (product, price, promotion,
place, people, physical evidence, dan process) masih terdapat beberapa ketimpangan
yang terjadi di dalam pelaksanaan sektor pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tangerang sehingga, pelayanan terhadap
masyarakat sebagai stakeholders belum sepenuhnya dianggap optimal.
F. PENUTUP
1. Kesimpulan
Hasil penelitian membahas tentang situasi yang berhubungan dengan
marketing mix dalam proses pelaksanaan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Tangerang mengenai IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Secara keseluruha belum dapat dikatakan optimal karena masih banyak keluhan-
keluhan yang muncul dari masyarakat pengguna jasa pelayanan IMB.
Bila pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ini dihubungkan dengan
salah satu alat marketing dalam sektor publik, yakni 7Ps dari marketing mix, maka
dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan marketing mix terdapat beberapa
ketimpangan di dalam poin:
Promotion, dimana pemerintah daerah Kota Tangerang telah melakukan upaya
untuk mempromosikan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) namun pada
kenyataannya masih kurangnya sosialisasi ke masyarakat membuat masyarakat
masih enggan untuk melaksanakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Place, dimana Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang belum
sepenuhnya melakukan e-government, menyebabkan terjadinya keterlambatan
penanganan perizinan dalam pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB).
People, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang sudah
memberikan yang terbaik untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang
sudah menjadi pedoman untuk bekerja. Walaupun dalam kenyataan masih
didapati beberapa pegawai yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) yang dikemukan tersebut.
Price, masih ditemukan ketimpangan harga dimana terjadi kesimpangsiuran
informasi tentang harga. Sehingga masyarakat menjadi bingung untuk melakukan
perizinan.
2. Saran
Masalah-masalah yang muncul dari sikap penyelenggara pelayanan tersebut
belum dapat dikatakan berorientasi kepada kepuasan pelanggan atau masyarakat.
Masih terdapat beberapa ketimpangan yang terjadi di dalam pelaksanaan sektor
pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Kota Tangerang bila dilihat dari 7Ps Marketing Mix yang menyebabkan pelayanan
terhadap masyarakat sebagai stakeholders belum sepenuhnya dianggap optimal.
Dengan belum optimalnya pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), harus ada
suatu gebrakan dari pemerintah daerah Kota Tangerang yang berbeda, seperti
membuat iklan masyarakat atau menjadikan anak-anak muda sebagai duta Izin
Mendirikan Bangunan sehingga, secara tidak langsung anak-anak muda membantu
menyosialisasikan pentingnya melakukan suatu perizinan dengan tujuan memajukan
daerah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, P., dan Nancy Lee. (2007). Marketing in The Public Sector: A Roadmap for
Improved Performance. Wharton School Publishing. New Jersey: Upper Saddle
River.
Lincoln, Yvonna S. Dan Egon G. Guba, 1985. Naturalistic Inguiry, 1st edition, Sage
Publication, Beverly Hills.
Miles, B.B., dan A.M. Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif, UI Press Jakarta.
Moleong, Lexy J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya.
Savas, ES, 1987, Privatization : The Key to Better Government, New Jersey, Catham
House Publisher.
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
Alfabeta.
Dokumen:
Keputusan Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1995
tentang Sendi-Sendi Pelayanan Prima
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Tugas Pokok dan
Fungsi Satuan Organisasi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu