MARKETING DALAM PELAYANAN PERIZINAN MENDIRIKAN...

21
MARKETING MIX DALAM SEKTOR PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DI BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (BPPT) KOTA TANGERANG Dosen: Dr. Drs. H. Heru Nurasa Sekar Wanodya B. 170720130013 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Padjajaran A. ABSTRAK Marketing dalam sektor publik melibatkan pendekatan konsumen (warganegara), di mana lembaga publik membantu menampung keluhan mereka kemudian mengatasinya, yang pada akhirnya berarti meningkatkan kinerja lembaga tersebut. Salah satu alat dalam marketing yang dapat digunakan dalam sektor publik dikenal dengan 7Ps dari marketing mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix (Kotler dan Lee, 2007), yaitu Product, Price, Place, Promotion, People, Physical evidence, dan Process. Tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa pelayanan terhadap product dari Pemerintah daerah Kota Tangerang melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dianggap belum memuaskan karena masih adanya kesenjangan pola pikir karyawan

Transcript of MARKETING DALAM PELAYANAN PERIZINAN MENDIRIKAN...

MARKETING MIX DALAM SEKTOR PELAYANAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DI BADAN PELAYANAN

PERIZINAN TERPADU (BPPT) KOTA TANGERANG

Dosen: Dr. Drs. H. Heru Nurasa

Sekar Wanodya B. 170720130013

Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)

Universitas Padjajaran

A. ABSTRAK

Marketing dalam sektor publik melibatkan pendekatan konsumen

(warganegara), di mana lembaga publik membantu menampung keluhan mereka

kemudian mengatasinya, yang pada akhirnya berarti meningkatkan kinerja lembaga

tersebut. Salah satu alat dalam marketing yang dapat digunakan dalam sektor publik

dikenal dengan 7Ps dari marketing mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix

(Kotler dan Lee, 2007), yaitu Product, Price, Place, Promotion, People, Physical

evidence, dan Process. Tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa pelayanan

terhadap product dari Pemerintah daerah Kota Tangerang melalui Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

dianggap belum memuaskan karena masih adanya kesenjangan pola pikir karyawan

yang belum berorientasi kepada kepuasan pelanggan atau masyarakat. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana marketing mix yang terjadi dalam

pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang. Penelitian menggunakan metode

kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian

membahas tentang situasi yang berhubungan dengan marketing mix dalam proses

pelaksanaan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota

Tangerang mengenai IMB (Izin Mendirikan Bangunan) belum optimal dengan

beberapa ketimpangan di poin Promotion, Place, People, dan Price. Harus ada suatu

gerakan nyata dari pemerintah daerah Kota Tangerang seperti membuat iklan

masyarakat atau menjadikan anak-anak muda sebagai duta Izin Mendirikan Bangunan

untuk membantu menyosialisasikan pentingnya melakukan suatu perizinan dengan

tujuan memajukan daerah masing-masing.

Marketing in the public sector approach involving consumers (citizens), in

which public institutions to help accommodate their complaints and then solve it,

which ultimately means improving the performance of these institutions. One of the

marketing tools that can be used in the public sector known as 7Ps of the marketing

mix with the basic concept of 4Ps of marketing mix (Kotler and Lee , 2007 ) , namely

Product, Price, Place, Promotion, People, Physical evidence, and Process. The level

of satisfaction of people who use services to the product of the area of Tangerang

City Government through the Integrated Licensing Service Agency (BPPT) the

Tangerang City Building Permit (IMB) is considered not satisfactory because of the

persistence of the gap is not an employee mindset oriented to customer satisfaction or

society. This study aims to determine how the marketing mix is occurring in the

implementation of Building Permit (IMB) at the Integrated Licensing Service Agency

(BPPT) Tangerang City. The study uses descriptive qualitative method with

interviews and observation techniques. The results of the study discusses the situation

relating to the marketing mix in the process of implementation of licensing services

to the Integrated Licensing Service Agency Tangerang city on the IMB (building

permit) is not optimal with some inequality in points Promotion, Place, People, and

Price. There must be a real movement of local governments such as the city of

Tangerang make public advertisement or make young children as an ambassador for

Building Permit to help socialize the importance of a permit with the goal of

advancing their respective areas.

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Marketing perlu diterapkan dalam sektor publik dikarenakan sektor swasta

maupun publik saat ini harus mampu memuaskan keinginan stakeholders. Dalam hal

ini ‘stakeholder’ merupakan warga negara (citizen) yang berkepentingan. Marketing

melibatkan pendekatan konsumen (warga negara), di mana lembaga publik

membantu menampung keluhan mereka kemudian mengatasinya, yang pada akhirnya

berarti meningkatkan kinerja lembaga tersebut. Salah satu alat dalam marketing yang

dapat digunakan dalam sektor publik antara lain, dikenal dengan 7Ps dari marketing

mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix (Kotler dan Lee, 2007), yaitu

Product, Price, Place, Promotion, People, Physical evidence, dan Process.

Dalam penelitian ini, Peneliti akan membahas tentang produk dari pemerintah

yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang merupakan salah satu marketing mix.

Telah menjadi suatu kewajiban pemerintah untuk menyediakan jasa pelayanan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bagi stakeholders dengan harapan kinerja pelayanan

yang diberikan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dapat meningkat. Begitu

juga yang diharapkan pemerintah daerah Kota Tangerang melalui Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang dengan mengeluarkan suatu product

yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Namun pada kenyataannya, tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa

pelayanan (IMB) secara keseluruhan belum dapat dikatakan memuaskan dikarenakan

masih adanya kesenjangan pola pikir karyawan yang belum berorientasi kepada

keputusan pelanggan atau masyarakat. Salah satu permasalahan yang terkait dalam

pelayanan perizinan (IMB) yakni ketika seorang warga Kota Tangerang yang

berkunjung ke kantor BPPT Kota Tangerang untuk mengurus IMB merasa tidak puas

atas pelayanan yang diberikan seorang staf perihal biaya pengurusan IMB yang

beragam. Sebelum ke kantor BP2T Kota Tangerang, beliau memeriksa terlebih

dahulu mengenai biaya IMB untuk kategori yang sama yaitu sekitar Rp. 15.000/m.

Tetapi pada kenyataan di lapangan, beberapa pegawai BP2T memberi informasi yang

berbeda mengenai biaya kategori tersebut, yakni sekitar Rp. 45.000/m. Sehingga

terjadi ketimpangan akan price dari product yang diberikan oleh pemerintah, yang

dianggap sebagai penjual product. Masalah yang muncul dari sikap penyelenggara

pelayanan tersebut belum dapat dikatakan berorientasi kepada kepuasan pelanggan

atau masyarakat.

Karena itulah peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui

bagaimana marketing mix yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang.

C. KERANGKA KONSEP

1. Marketing Mix

Marketing Mix merupakan salah satu alat marketing management yang

potensial dan dapat digunakan dalam konteks kebijakan publik, antara lain dikenal

dengan 7Ps dari marketing mix dengan konsep dasar 4Ps dari marketing mix (Kotler

dan Lee, 2007), yaitu:

Product, perlu dirancang dengan kebutuhan pelanggan. Fitur desain perlu

menyertakan, tidak hanya fitur inti dari layanan itu sendiri tetapi juga cara

penyampaiannya, termasuk aspek marketing customer care seperti ketersediaan

layanan (misalnya jam buka), kehandalan (misalnya seberapa sering layanan

rusak), tanggap terhadap kebutuhan pelanggan (misalnya apakah layanan

memperhatikan perbedaan jenis kelamin, usia, etnis, dan sebagainya), dan empati

bagaimana staf memperlakukan pengguna jasa.

Promotion, layanan harus sesuai untuk kelompok sasaran, sehingga dari waktu ke

waktu pengguna menyadari layanan, tertarik di dalamnya, ingin menggunakannya

dan kemudian mengambil tindakan untuk mencobanya. Campuran metode

promosi perlu dipikirkan hati-hati, termasuk iklan, special sales promotions,

sponsorship deals dan public relations campaigns.

Place, di mana layanan yang tersedia harus cocok untuk sasaran pengguna jasa

(sehingga nyaman untuk digunakan, dan transportasi yang tepat tersedia) atau jasa

juga dapat dibuat dengan inisiatif e-government, (misalnya melalui Internet atau

melalui panggilan pusat).

Process, yang digunakan untuk menilai kelayakan dan untuk menyediakan

layanan harus jelas dan dimengerti oleh kelompok sasaran. Selain itu, harus

dirancang agar lebih efektif dan efisien.

People, yang menyediakan pelayanan harus ramah dan simpatik ke target

kelompok dan terlatih dalam memberikan pelayanan.

Physical Evidence, perangkat-perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung

penampilan suatu produk, sehingga memperlihatkan secara langsung kualitas

produk serta pelayanan yang diberikan kepada kelompok sasaran.

Price, yang dikenakan harus sesuai dengan kelompok sasaran (yang akan

ditentukan sebagian oleh kebijakan kesejahteraan nasional secara keseluruhan

dimana organisasi harus memberikan sesuai dengan yang ditentukan dan

organisasi lah yang memberikan kontribusi), proporsional dengan manfaat yang

diberikan dan konsisten dengan rencana pendapatan organisasi.

2. Pelayanan Perizinan

Pelayanan perizinan merupakan pelayanan yang bersifat individual, namun

proses pelayanannya dilakukan secara kelompok joint consumptions hanya untuk

"elementary education" (Savas, 1987 : 9). Dengan demikian, pelayanan perizinan di

tingkat yang lebih atas merupakan barang private yang dikonsumsi secara bersama,

sehingga menjadi pelayanan yang bersifat campuran antara privat dan publik.

Dalam rangka tercapainya pelayanan perizinan secara paripurna. dalam arti

mencapai sasaran secara selektif dan efisien maka pihak manajemen melakukan

pemberdayaan pegawai (empowering the worker) dengan merekrut orang-orang

terbaik yang berkualitas dan peduli terhadap apa yang mereka kerjakan. Hal tersebut

sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81

Tahun 1995 tentang Sendi-Sendi Pelayanan Prima, yaitu:

1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan

diselenggarakan secara mudah, cepat. tidak berbelit-belit, mudah dipahami

dan mudah dilaksanakan;

2. Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya penjelasan dan kepastian

seperti mengenai:

a. Prosedur/tata cara pelayanan umum;

b. Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif;

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan umum

3. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hash pelayanan umum dapat

memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan

kepastian hukum.

4. Ketertiban, dalam arti prosedur/tata cara, persayaratan, aturan kerja,

pejabat penanggung jawab pemberi pelavanan. umum.

5. Efisien, dalam arti:

a. Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang

berkaitan langsung dengan pencapaian sarana pelayanan dengan tetap

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk

pelayanan umum yang diberikan;

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan,

dalam hal proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan

persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

6. Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan

secara wajar;

7. Keadilan yang merata, dalam arti cakupan/jangkauan pelayanan umum

harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan

diperlakukan secara adil;

8. Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Sendi-sendi tersebut bermakna jika mengikuti karakter pelayanan perizinan

yang terkandung dalam tuntutan masyarakat, yaitu pelayanan perizinan yang lebih

cepat (faster), lebih murah (cheaper) dan lebih baik (better) (Gaspersz, 1997: 12)

Berdasarkan ketiga karakter tersebut, terdapat kepastian dari publik sebagai

penerima jasa, dimana Waworuntu (1997: 22) mengemukakan bahwa:

”Pelayanan perizinan yang cepat dan tepat dapat mempersingkat waktu

tunggu masyarakat”.

Lebih lanjut Waworuntu (1997: 91) menegaskan bahwa:

”Ketidaktepatan waktu penyelesaian pekerjaan yang berhubungan dengan

urusan pelayanan masyarakat menyebabkan masyarakat/pelanggan merasa

dipersulit, dimana hal ini paling tidak disukai oleh masyarakat.”

Mengacu pada hal-hal tersebut di atas, maka pelayanan perizinan senantiasa

menjadi perhatian segenap aparatur pemerintah. Apalagi dalam era reformasi dan

globalisasi seperti saat ini, segenap aparatur pemerintah harus bersifat terbuka, peka

dan tanggap kepada masyarakat terhadap adanya masukan, saran dan pendapat yang

berhubungan dengan pengaduan, kritikan ataupun sorotan masyarakat.

3. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dibentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kota Tangerang Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi

Satuan Organisasi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. Dengan dibentuknya

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, semua bentuk pelayanan perizinan di Kota

Tangerang berada di bawah pengelolaan satu badan. Sehingga dengan demikian

diharapkan dapat memberikan pelayanan perizinan yang terbaik bagi masyarakat,

yaitu cepat, akurat dan transparan tanpa mengedepankan pendekatan birokratisasi.

Dengan demikian sebagai perangkat daerah dalam melaksanakan sebagian

tugas penyelenggaraan pemerintahan di bidang pelayanan perizinan, maka Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi, mempunyai tugas membantu Walikota Tangerang

dalam wilayah masyarakat, serta menegakkan peraturan perundang-undangan.

D. METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, jenis penelitian ini berupaya menggambarkan kejadian atau

fenomena sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan, dimana data hasilkan berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

(Bugdon dan Taylor, dalam Moleong, 2005: 4), penelitian kualitatif berusaha melihat,

mengetahui, serta menggambarkan fenomena tertentu terhadap suatu masyarakat

berdasarkan apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Pendekatan kualitatif

nantinya diharapkan dapat mengungkapkan peristiwa riil di lapangan dan metode

kualitatif menempatkan peneliti sebagai istrumen kunci dalam penelitian ini (Lincoln

dan Guba, 1985:198). Tipe penelitian Deskriptif dipilih dalam penelitian ini karena

dimaksudkan guna menggambarkan secara deskriptif tentang hal-hal apa saja yang

berhubungan dengan pelayanan perizinan IMB di Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu Kota Tangerang.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Sumber data Primer

Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti

(Sugiyono, 2008: 157). Pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu melainkan

disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari informan. Dan pelaksanaan

tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.

Observasi (pengamatan) secara langsung dengan sumber data

b. Sumber data Sekunder

Studi Kepustakaan

Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan dengan

penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text books maupun jurnal

ilmiah.

Studi Dokumentasi

Teknik pengumpulan data ini diperoleh melalui peraturan menteri, catatan

serta dokumen-dokumen yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, tahapan-tahapan analisis data meliputi antara lain:

(Milles and Huberman, 1992: 16-20):

a) Penarikan Kesimpulan

b) Penyajian Data

c) Reduksi Data

4. Teknik Keabsahan Data

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penelitian agar hasil penelitian

dapat dipercaya antara lain:

a) Perpanjangan Keikutsertaan

Dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian

memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan,

karena pertama peneliti dapat mempelajari kebudayaan, dapat menguji

ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal

dari diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subjek.

b) Triangulasi

Triangulasi berupaya untuk mengecek kebenaran data tertentu dan

membandingkanya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada

berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan dan dengan

metode yang berlainan. Adapun triangulasi akan dilakukan denngan tiga

macam teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data,

metode, dan teori.

c) Kecukupan Referensial

Kecukupan Referensial digunakan sebagai alat menampung dan meyesuaikan

dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Dalam penelitian ini, alat-alat

yang digunakan oleh peneliti adalah kamera dan MP4 sebagai alat perekam

selama kegiatan penelitian berlangsung.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lembaga Teknis yang terdapat dalam Pemerintah Kota Tangerang berbentuk

Badan Daerah. Badan pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai tugas utama yaitu

sebagai unsur penunjang yang membantu Walikota dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah untuk bidang-bidang tertentu. Kepala Badan dan Kepala Kantor

berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota melalui

Sekretaris Daerah. Tugas pokok Badan Pelayanan Perizinan Terpadu yaitu

melaksanakan urusan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang

pelayanan perijinan.

Situasi dalam proses pelaksanaan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu Kota Tangerang mengenai IMB (Izin Mendirikan Bangunan)

secara keseluruhan belum dapat dikatakan optimal. Masih banyak keluhan-keluhan

yang muncul dari masyarakat pengguna jasa pelayanan IMB.

Bila pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihubungkan dengan

salah satu alat marketing dalam sektor publik, yakni 7Ps dari marketing mix yang

terdiri dari product, price, promotion, place, people, physical evidence, dan process,

maka menghasilkan;

Product, perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Fitur desain perlu

menyertakan, tidak hanya fitur inti dari layanan itu sendiri tetapi juga cara

penyampaiannya. Dalam hal ini, pemerintah daerah Kota Tangerang melalui

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) mengeluarkan product berupa Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) berupa perizinan yang diberikan oleh Pemerintah

Daerah, khususnya Kota Tangerang kepada Pemilik bangunan gedung untuk

membangun baru, mengubah,memperluas, dan/atau mengurangi bangunan

gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.

Promotion, layanan harus sesuai untuk kelompok sasaran, sehingga dari waktu ke

waktu pengguna menyadari layanan, tertarik di dalamnya, ingin menggunakannya

dan kemudian mengambil tindakan untuk mencobanya. Di dalam pelaksanaan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah dilakukan berbagai promosi, baik dengan

pamflet, banner, ataupun selebaran dengan tujuan mempromosikan layanan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) kepada stakeholders sehingga diharapkan mereka

sadar untuk ‘membeli’ pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun

pada kenyataannya, sosialisasi kepada masyarakat kurang dilakukan pemerintah

sehingga, masyarakat masih enggan untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan

dengan perizinan, khususnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Place, di mana layanan yang tersedia harus cocok untuk sasaran pengguna jasa,

sesuai dengan pengalaman sasaran pengguna dengan layanan tersebut. Dengan

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang belum sepenuhnya melakukan

e-government, maka dalam melaksanakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) masih terjadi keterlambatan penanganan perizinan. Seperti yang di

kemukakan oleh Tiara ( 34 tahun) pengguna jasa :

“pas ngurus-ngurus persyaratannya memang gak terlalu lama, tapi pas mau

ngambil izinnya ini nih yang ga tentu waktunya”

Process, digunakan untuk menilai kelayakan dan menyediakan layanan yang jelas

dan dimengerti oleh kelompok sasaran. Selain itu, harus dirancang agar lebih

efektif dan efisien. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tangerang

mengatakan bahwa prosedur pelayanan yang diterapkan untuk melayani

masyarakat telah dibuat sesederhana mungkin agar masyarakat yang ingin

mengurus Izin Mendirikan Bangunan tidak merasa kesulitan dalam proses

pelayanan, karena BPPT Kota Tangerang sudah mempunyai Standar pelayanan

Minimal (SPM), kemudian untuk persyaratan teknis administratif BPPT Kota

Tangerang sudah mengkategorisasikan bentuk pelayanan-pelayanan yang ada di

BPPT Kota Tangerang sesuai jenis pelayanan.

People, yang menyediakan pelayanan harus ramah dan simpatik ke target

kelompok dan terlatih dalam memberikan pelayanan. Berkaitan dengan SPM

Standar Pelayanan Minimal yang dikemukakan oleh Kepala Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu Kota Tangerang, tanggapan menurut staff BP2T Anissa 28

tahun) sebagai berikut :

“Kami sudah memberikan yang terbaik untuk memenuhi Standar Pelayanan

Minimal yang sudah menjadi pedoman untuk kami bekerja, bermula dari

pemberian informasi yang berbentuk sosialisasi kepada masyarakat,

kedisiplinan, keramahan, kesopanan, keadilan dalam melayani masyarakat,

hingga kewajaran dan kepastian biaya pelayanan”

Walaupun dalam kenyataan masih didapati beberapa pegawai yang tidak sesuai

dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dikemukan tersebut.

Physical Evidence, perangkat-perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung

penampilan suatu produk, sehingga memperlihatkan secara langsung kualitas

produk serta pelayanan yang diberikan kepada kelompok sasaran. Seperti halnya,

kenyamanan lingkungan yang merupakan suatu kondisi sarana & prasarana

pelayanan yang bersih, rapih, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa

nyaman kepada penerima pelayanan. Berikut tanggapan dari pengguna jasa

pelayanan Husaeni (24 tahun) :

“menurut saya untuk kenyamanan kantor sudah sangat baik dari fasilitas AC

yang sejuk kemudian kebersihan lantai tidak ada satupun sampah atau debu

yang ada lalu untuk posisi kantor juga sangat strategi karena berada di lantai

satu yang dapat memudahkan para pengguna jasa BP2T menemukannya”

Keamanan pelayanan juga harus terjamin dalam proses pelayanan perizinan

karena untuk menghindari dari resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan

pelayanan. Berikut tanggapan dari pengguna jasa pelayanan M. Sidqi (29 tahun) :

“keamanan pelayanan sangat terjamin terbukti dengan kejelasan yang

disampaikan oleh pegawai BP2T sehingga saya merasa tenang dalam

transaksi perizinan”

Price, yang dikenakan harus sesuai dengan kelompok sasaran, proporsional

dengan manfaat yang diberikan dan konsisten dengan rencana pendapatan

organisasi. Tapi dalam pelaksanaannya, masih ditemukan ketimpangan yang

terjadi mengenai kesesuaian harga dari product Izin Mendirikan Bangunan,

seperti ketika seorang warga Kota Tangerang yang berkunjung ke kantor BP2T

Kota Tangerang untuk mengurus IMB merasa tidak puas atas pelayanan yang

diberikan seorang staf perihal biaya pengurusan IMB yang beragam. Sebelum ke

kantor BP2T Kota Tangerang, beliau memeriksa terlebih dahulu mengenai biaya

IMB untuk kategori yang sama yaitu sekitar Rp. 15.000/m. Tetapi pada kenyataan

di lapangan, beberapa pegawai BP2T memberi informasi yang berbeda mengenai

biaya kategori tersebut, yakni sekitar Rp. 45.000/m.

Dari keseluruhan 7Ps dari marketing mix yang (product, price, promotion,

place, people, physical evidence, dan process) masih terdapat beberapa ketimpangan

yang terjadi di dalam pelaksanaan sektor pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tangerang sehingga, pelayanan terhadap

masyarakat sebagai stakeholders belum sepenuhnya dianggap optimal.

F. PENUTUP

1. Kesimpulan

Hasil penelitian membahas tentang situasi yang berhubungan dengan

marketing mix dalam proses pelaksanaan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu Kota Tangerang mengenai IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

Secara keseluruha belum dapat dikatakan optimal karena masih banyak keluhan-

keluhan yang muncul dari masyarakat pengguna jasa pelayanan IMB.

Bila pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ini dihubungkan dengan

salah satu alat marketing dalam sektor publik, yakni 7Ps dari marketing mix, maka

dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan marketing mix terdapat beberapa

ketimpangan di dalam poin:

Promotion, dimana pemerintah daerah Kota Tangerang telah melakukan upaya

untuk mempromosikan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) namun pada

kenyataannya masih kurangnya sosialisasi ke masyarakat membuat masyarakat

masih enggan untuk melaksanakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Place, dimana Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang belum

sepenuhnya melakukan e-government, menyebabkan terjadinya keterlambatan

penanganan perizinan dalam pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB).

People, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Tangerang sudah

memberikan yang terbaik untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang

sudah menjadi pedoman untuk bekerja. Walaupun dalam kenyataan masih

didapati beberapa pegawai yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal

(SPM) yang dikemukan tersebut.

Price, masih ditemukan ketimpangan harga dimana terjadi kesimpangsiuran

informasi tentang harga. Sehingga masyarakat menjadi bingung untuk melakukan

perizinan.

2. Saran

Masalah-masalah yang muncul dari sikap penyelenggara pelayanan tersebut

belum dapat dikatakan berorientasi kepada kepuasan pelanggan atau masyarakat.

Masih terdapat beberapa ketimpangan yang terjadi di dalam pelaksanaan sektor

pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

Kota Tangerang bila dilihat dari 7Ps Marketing Mix yang menyebabkan pelayanan

terhadap masyarakat sebagai stakeholders belum sepenuhnya dianggap optimal.

Dengan belum optimalnya pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), harus ada

suatu gebrakan dari pemerintah daerah Kota Tangerang yang berbeda, seperti

membuat iklan masyarakat atau menjadikan anak-anak muda sebagai duta Izin

Mendirikan Bangunan sehingga, secara tidak langsung anak-anak muda membantu

menyosialisasikan pentingnya melakukan suatu perizinan dengan tujuan memajukan

daerah masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Kotler, P., dan Nancy Lee. (2007). Marketing in The Public Sector: A Roadmap for

Improved Performance. Wharton School Publishing. New Jersey: Upper Saddle

River.

Lincoln, Yvonna S. Dan Egon G. Guba, 1985. Naturalistic Inguiry, 1st edition, Sage

Publication, Beverly Hills.

Miles, B.B., dan A.M. Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif, UI Press Jakarta.

Moleong, Lexy J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosda Karya.

Savas, ES, 1987, Privatization : The Key to Better Government, New Jersey, Catham

House Publisher.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung

Alfabeta.

Dokumen:

Keputusan Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1995

tentang Sendi-Sendi Pelayanan Prima

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Tugas Pokok dan

Fungsi Satuan Organisasi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu