Marasmus-Kwshiorkor
-
Upload
nadya-rabiulinda -
Category
Documents
-
view
1.107 -
download
0
Transcript of Marasmus-Kwshiorkor
LAPORAN PRESENTASI KASUS
“GIZI BURUK”
Oleh:
Laeli Puspita Sari
105103003419
Pembimbing:
Dr. Gunawan Sugiarto, SpA
MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M
0
BAB I
PENDAHULUAN
Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan
terhadap kesehatan dan gizi. Kurang energi protein (KEP) adalah satu masalah
gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI,
pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40%
menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang
berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP
berat/gizi buruk akan bertambah.1
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data susenas menunjukkan
bahwa jumlah kasus gizi buruk sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi
7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya
Pemerintah antara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring
Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-
pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan berhasil menurunkan
angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3%
tahun 2001. Namun pada tahun 2001 terjadi peningkatan kembali menjadi 8%.
Kenyataaan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala
klinis marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor umumnya disertai dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
Tuberkulosis serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa
54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19%
ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lain.1
Pada laporan kasus, penyaji akan menyampaikan masalah gizi buruk yang
terjadi pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun 8 bulan.
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AA
No. Rekam Medik : 988497
Umur : 13 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Cilandak, Jakarta Selatan
Agama : Islam
Pendidikan : kelas 6 SD
Masuk IGD RSF : 26 April 2010
Masuk rawat inap : 27 April2010
II. IDENTITAS ORANG TUA
AYAH IBU
Nama Tn. K Ny. L
Agama Islam Islam
AlamatCilandak, Jakarta
Selatan
Cilandak, Jakarta
Selatan
Pendidikan terakhir SMA SMP
Pekerjaan Buruh Ibu rumah tangga
Penghasilan Rp. 500.000,- -
Pernikahan ke- 1 (27 tahun) 2 (22 tahun)
Penyakit - -
2
III. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Batuk yang semakin memberat sejak 2 minggu SMRS.
Keluhan tambahan:
Demam naik turun, agak sesak, nafsu makan yang semakin menurun,
mencret
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan batuk yang semakin memberat sejak 2 minggu
SMRS. Batuk berdahak, warna putih agak kekuningan, tidak bercampur
darah dan berjumlah ± 1 sendok makan. Pertama kali batuk dirasakan sejak 9
bulan yang lalu. Semakin lama semakin memberat. Selain itu, pasien juga
mengalami demam yang naik turun dengan suhu tidak terlalu tinggi.
Keringat pada malam hari (+), sesak (±), nafsu makan yang berkurang.
Pasien sudah berobat ke puskesmas sebanyak 10 kali dan diberi obat batuk
serta antibiotik, saat itu pasien dikatakan hanya mengalami batuk pilek biasa.
Setelah minum obat-obat tersebut, pasien tidak mengalami perbaikan.
Sejak 2 minggu SMRS, pasien mulai sangat lemah, nafsu makan sangat
menurun, sesak semakin berat, tidak berubah dengan perubahan posisi dan
batuk berdahak semakin sering. Pasien hanya mau makan 2-3 sendok bubur
dan susu kental manis cair 3 gelas/hari. Demam (+) tidak terlalu tinggi
(tidak diukur dengan termometer), mual (+), muntah (-), BAK (+), BAB 3
kali/hari, warna kuning, seperti bubur, jumlah ½ gelas aqua, ampas (+). Saat
itu, pasien dibawa berobat ke puskesmas dan disarankan untuk berobat ke
dokter spesialis anak. Namun, karena keterbatasan biaya, pasien tidak
dibawa ke dokter spesialis anak.
Adapun penurunan berat badan yang dialami oleh pasien adalah sebagai
berikut (diukur setiap berobat ke puskesmas): sebelum sakit = 40 kg, 2 bulan
setelah sakit = 37 kg, 4 bulan setelah sakit = 35 kg, 6 bulan setelah sakit = 33
kg, 8 bulan setelah sakit = 30 kg, sekarang = 28 kg.
3
Riwayat Penyakit Dahulu:
TB sebelumnya (-), asma (-), alergi (-), campak (-). Pasien belum pernah
dirawat.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
Ibu pasien menikah dua kali, dengan suami pertama mendapatkan 1
anak dan dengan suami kedua ini mendapatkan 4 orang anak. Pasien
merupakan anak ke 4. Selama kehamilan ibu jarang kontrol ke bidan, tidak
mendapat imunisasi tetanus toksoid, tidak minum vitamin, ataupun obat-
obatan lainnya. Pasien lahir di bidan. Usia kehamilan 9 bulan, berat lahir
4000 gram, panjang lahir 50 cm, langsung menangis, tidak biru dan tidak
kuning.
Riwayat Nutrisi:
Pasien tidak minum ASI sejak lahir dan hanya minum susu formula,
karena ASI ibu tidak keluar. Mulai diberi bubur nestle sejak usia 4 bulan
hingga usia 12 bulan. Kemudian, pasien makan nasi dengan lauk pauk
tempe, tahu dan sayur. Sebelum sakit, pasien makan tiga kali per hari; setiap
kali makan nasi dua centong, sayur satu sendok sayur, tempe atau tahu satu
potong, telur kadang-kadang ikan. Susu formula tidak diberikan. Setelah
sakit, nafsu makan pasien makan pasien berkurang. Pasien hanya makan nasi
satu centong ditambah sayur dan ikan kembung. Dua minggu SMRS, pasien
hanya mau makan 2-3 sendok makan bubur ditambah susu 3 gelas/hari.
Minum seperti biasa.
Riwayat Imunisasi:
BCG : 1 kali
DPT : 5 kali
Hepatitis B : 3 kali
Polio : 6 kali
Campak : 1 kali
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap (campak hanya 1 kali).
4
Riwayat Tumbuh Kembang:
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berhitung : 6 tahun
Menulis dan membaca: 7 tahun
Saat ini, pasien duduk di kelas 6 dan tidak pernah tinggal kelas. Namun,
semenjak sakit 9 bulan yang lalu, pasien sudah tidak lagi pergi ke
sekolah
Kesan : perkembangan masih dalam batas normal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Kakek pasien mempunyai riwayat batuk lama dan sekrang sudah meninggal,
di rumah dan sekitarnya saat ini tidak ada yang sedang batuk lama, alergi (+)
ayah, asma (-).
Riwayat Sosioekonomi :
Pasien merupakan anak keempat, pasien tinggal satu rumah dengan orangtua
serta 2 orang kakak dan 1 orang adik. Ayah pasien sekarang hanya bekerja
sebagai buruh serabutan dengan penghasilan Rp 500.000,00/bulan sedangkan
ibu pasien tidak bekerja.
Data Perumahan dan Sanitasi:
Pasien merupakan anak keempat, pasien tinggal satu rumah dengan orangtua
serta 2 orang kakak dan 1 orang adik. Ukuran rumah pasien 6x6 meter
dengan ventilasi dan pancahayaan yang buruk serta berada di lingkungan
padat penduduk.
5
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, sianosis (-), tampak kurus
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Frekuensi nadi : 110 kali/menit, regular, isi cukup
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi napas : 32 kali/menit
Suhu : 36,3 oC (axilla)
Status gizi :
Berat badan : 28 kg
Panjang badan : 138 cm
Lingkar kepala : 53 cm
Lingkar lengan atas : 13,5 cm
Penilaian klinis :
a. Penampilan wajah dismorfik, seperti orang tua
b. Terlihat sangat kurus
c. Kulit kering
d. Lemak subkutan tipis
e. Iga gambang (+)
f. Wasting (+)
g. Oedem di kedua punggung kaki
Data antropometri : (berdasarkan kurva CDC)
a. BB/U : 28/50 x 100% = 56%
b. TB/U : 138/163 x 100% = 84,7%
c. BB/TB : 28/32 x 100% = 87,5%
d. LILA/U: 13,5/24,7x100%=54,7%
6
Status generalis :
Kepala : Normosefali, LK = 53 cm, deformitas (-), rambut tidak
jarang, berwarna hitam dan tidak tipis
Mata : Konjungtiva anemis +/+, bercak bitot -/-, sklera ikterik
-/-, air mata +/+, cekung -/-
Telinga : Serumen +/+, nyeri tekan tragus -/-
Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Tenggorokan : Mukosa mulut lembab, sianosis (-), faring hiperemis -/-,
T1-T1, oral hygiene buruk
Leher : KGB jugular chain kanan dan kiri teraba membesar,
kanan berukuran 1x1 cm dan kiri 1,5x1,5 cm, soliter, kenyal mudah
digerakan dan nyeri tekan (-).
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga IV sebelah medial linea
midklavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung : sela iga IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : sela iga V, 1 cm medial linea
midklavikula sinistra
Batas pinggang jantung : sela iga III, linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : Tampak simetris saat statis dan dinamis, retraksi
suprasternal (-), retraksi sela iga (+), iga gambang (+)
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki basah kasar di kedua
lapang paru, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : datar
7
Palpasi : Supel, lemas, nyeri tekan (+) di ulu hati, hati dan limpa
tidak teraba membesar, turgor kulit cukup
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema ringan pada punggung
kaki +/+, wasting (+), baggy pants -/-
Kulit : Crazy pavement dermatosis (-), kulit tampak kering (+)
Status Dehidrasi
KU : baik
Ks : CM
Mata : cekung (-), produksi air mata (+)
Mukosa : lembab
Turgor : cukup
Rasa haus : normal
BAK : jumlah cukup
Kesan : tanpa dehidrasi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hasil pemeriksaan laboratorium
Tanggal 26/04/10 27/02/10 29/04/10 03/05/10 Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 7.4 g/dl 6.9 g/dL 8.2 g/dL 13.2-17.3 g/dL
Hematokrit 23 % 21 % 25 % 33-45 %
Leukosit 6500/uL 5300/uL 6700/uL 6.0-17 ribu/uL
Trombosit 314.000/uL 305.000/uL 198.000/uL 150-440 ribu/uL
Eritrosit 3.06
juta/uL
2.77
juta/uL
3.09
juta/uL
4.40-5.90 juta/uL
LED 0-10 mm/jam
VER/HER/
KHER/RDW
VER 73.9 fl 75.1 fl 80.6 fl 80.0-100.0 fl
HER 24.2 pg 24.9 pg 26.5 pg 26.0-34.0 pg
8
KHER 32,7 g/dl 33.2 g/dl 32.9 g/dl 32.0-36.0 g/dl
RDW 16.2 g/dl 18.1 g/dl 14.3 g/dl 11.5-14.5 g/dl
Hitung jenis
Basofil 0 % 0-1%
Eosinofil 1 % 1-3%
Netrofil 90 % 82 % 87% 50-70 %
Limfosit 7 % 13 % 5% 20-40 %
Monosit 3 % 4 % 8% 2-8 %
Retikulosit 1.5 % 0.2-2.8%
Kimia klinik
Fungsi hati
SGOT 47 u/l 0-34 u/l
SGPT 33 u/l 0-40 u/l
Protein total 4.87 g/dl 6.00-8.00 g/dl
Albumin 1.79 g/dl 3.40-4.80 g/dl
Globulin 3.08 g/dl 2.50-3.00 g/dl
Fungsi ginjal
Ureum 12 mg/dL 20-40 mg/dL
Kreatinin 0.3 mg/dL 0.6-1.5 mg/dL
GDS 100 mg/dL 70-140 mg/dl
Kolesterol
Kolesterol total < 200 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
Elektrolit
Natrium 123
mmol/L
128
mmol/L
127
mmol/L
135-147 mmol/L
Kalium 2.51
mmol/L
3.19
mmol/L
3.29
mmol/L
3.10-5.10
mmol/L
Klorida 92 mmol/L 97 mmol/L 98 mmol/L 95-108 mmol/L
Urinalisa
Urobilinogen 0.1 u/dl <1
9
Protein urin Negatif Negatif
Berat jenis 1.005 1.003-1.030
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
pH 6,5 4,8-7,4
Leukosit Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen urin
Epitel + 1
Leukosit 1-2 0-5/LPB
Eritrosit 0-1 0-2/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Gambaran
darah tepi
Kesan :
anemia
mikrositik
hipokrom,
netrofilia,
suspek
infeksi
Mantoux test Negatif
10
Kultur Darah Negatif
BTA sputum 3+/-
B. Pemeriksaan Rontgen Thorax
Rontgen Thoraks (26-04-2010) Jantung: ukuran dan bentuk normal
Pulmo: bercak infiltrat luas di kedua
lapang paru
Sinus dan diafragma kiri baik
Sinus kanan lancip
Diafragma kanan letak tinggi
Kesan:
Jantung normal
Pulmo: TB paru
Diafragma kanan letak tinggi
Rontgen Thoraks (03-05-2010)
Foto lateral kiri
Pleural effusion kiri, diafragma kiri
letak tinggi
Corakan bronkovaskular kasar
Bercak infiltrat perihiler, retrokardial
Hilus kiri tak prominent
VI. DIAGNOSIS
- TB paru
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Anemia mikrrositik hipokrom ec infeksi kronik dd/ defisiensi besi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
- Hipokalemi
11
- Hiponatremi
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Mantoux test ulang 2 minggu atau 1 bulan kemudian
- Pemeriksaan LED
- BTA sputum
- Analisis feses
- Pemeriksaan feritin, SI, TIBC
VIII. TATALAKSANA
- Diet: Makanan lunak 1500 kalori, makanan cair 4x150 ml
- IVFD: KaEN I B + KCL (20 mEq)18 tpm makro (koreksi Kalium dalam
8 jam)
- Kombipak A 1x2 p.o
- Zinc elemental 1x20 mg p.oselama 10 hari
- Probiotik 3x1 sachet p.o
- Vitamin A 1x200.000 IU p.o
- Asam folat 1x5 mgselanjutnya 1x1 mg (selama 2 minggu)
- Timbang berat badan setiap hari
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
27/04/2010
S = batuk berdahak (+), dahak sedkit, sulit dikeluarkan, demam (-), sesak (-),
BAB cair (-), nafsu makan menurun, mual (+), muntah (-),
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 120 kali/menit
RR = 40 kali/menit
12
S = 35,8 oC
BB = 28 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Wajah= seperti orang susah
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- Susp TB paru
- Anemia tersangka defisiensi besi dd/ penyakit kronik
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD KaEN 1B + 20 mEq KCl 18 tpm makro (koreksi kalium 8 jam)
- Zink elemental 1x20 mg
- Probiotik 3x1 sachet
- Mantoux test
- Rencana RHZ
28/04/2010
S = batuk berdahak (+), dahak sedikit, lebih jarang, demam (-), sesak (-), BAB
cair (+) 2 kali, terdapat ampas berjumlah ½ gelas aqua, BAK banyak, mual (+)
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 108 kali/menit
RR = 52 kali/menit
13
S = 35,9 oC
BB = 28 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- Susp TB paru
- Anemia tersangka defisiensi besi dd/ penyakit kronik
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD KaEN 1B + 20 mEq KCl 18 tpm makro (koreksi kalium 8 jam)
- Zink elemental 1x20 mg
- Probiotik 3x1 sachet
- Rencana RHZ
29/04/2010
S = Sakit perut (+), makan lumayan, mual (+), muntah (-), demam (+) turun
setelh diberi obat penurun panas, sesak (-), BAB 1 kali, warna coklat, konsistensi
kental
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 152 kali/menit
RR = 30 kali/menit
S = 37,4 oC
14
BB = 28 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
Skor TB= 7
A =
- Susp TB paru
- Anemia tersangka defisiensi besi dd/ penyakit kronik
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD KaEN 1B + 20 mEq KCl 18 tpm makro (koreksi kalium 8 jam)
- Zink elemental 1x20 mg
- Probiotik 3x1 sachet
- Rencana RHZ
30/04/2010
S = sakit perut perbaikan, batuk (+) berkurang, BAB 2 kali, kental, kuning
kecoklatan, demam sejak tadi malam
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 120 kali/menit
RR = 24 kali/menit
S = 39 oC
BB = 28 Kg
15
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, nyeri tekan
epigastrium, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia tersangka defisiensi besi dd/ penyakit kronik
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Diet MB 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD KaEN 1B + 10 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Probiotik 3x1 sachetstop
- Rifampicin 1x450 mg (saat perut kosong)
- Isoniazid 1x300 mg
- Pirazinamid 2x500 mg
01/05/2010
S = batuk (+), demam (+), sesak (+), BAB 5 kali, kental, mual (+)
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 104 kali/menit
RR = 44 kali/menit
S = 37,3 oC
BB = 28 Kg
16
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia tersangka defisiensi besi dd/ penyakit kronik
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Oksigen 2 lt/mnt
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD KaEN 1B + 20 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Kombipak A 1x2
03/05/2010
S = batuk (+), demam (+), sesak (+), BAB 2 kali, kental, mual (+)
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 138 kali/menit
RR = 44 kali/menit
S = 37,3 oC
BB = 27 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
17
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia penyakit kronik dd/ defisiensi besi
- Diare melanjut tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Oksigen 2 lt/mnt
- Diet MB 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD NaCl 0,9% + 20 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Kombipak A 1x2
- Asam folat 1x5 mg p.o (hari I)dilanjutkan 1x1 mg (hari selanjutnya)
- Vitamin A 1x200000 IU p.o (hari I, II, IV)
- Pemeriksaan SGOT/PT, ureum, creatinin
- Rencana pemeriksaan BTA sputum dan kultur sputum
- Foto toraks lateral dan ekspertise
04/05/2010
S = batuk (+), demam (+), sesak (+), BAB 2 kali, kental, mual (+)
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
FN = 104 kali/menit
RR = 44 kali/menit
S = 37,3 oC
BB = 25 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
18
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia ec penyakit kronik dd/ defisiensi besi
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Oksigen 2 lt/mnt
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml
- IVFD NaCl 0,9% + 20 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Kombipak A 1x2
- Asam folat 1x1 mg
- Vitamin A 1x200000 IU p.o hari II
05/05/2010
S = batuk (+), demam (+), sesak (+), BAB 1 kali, kental, mual (+)
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
TD= 110/70 mmHg
FN = 114 kali/menit
RR = 28 kali/menit
S = 37,5 oC
BB = 26 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
19
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia ec penyakit kronik dd/ defisiensi besi
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Oksigen 2 lt/mnt
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml, mineral mix 1,5 cc
- IVFD NaCl 0,9% + 20 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Kombipak A 1x2
- Asam folat 1x200000 IU p.o
06/05/2010
S = batuk (+), demam (+), sesak (+), BAB 2 kali, kental, mual (+), intake habis
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
TD= 110/70 mmHg
FN = 120 kali/menit
RR = 40 kali/menit
S = 37,5 oC
BB = 26 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
20
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+,
baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia ec penyakit kronik dd/ defisiensi besi
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Oksigen 2 lt/mnt
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml, mineral mix 1,5 cc
- IVFD NaCl 0,9% + 20 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Kombipak A 1x2
- Asam folat 1x200000 IU p.o
- Kamar isolasi penuhrencana rawat jalan
07/05/2010
S = batuk (+), demam (-), sesak (-), BAB 1 kali, kental, mual (+)
O = KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM
TD= 110/70 mmHg
FN = 100 kali/menit
RR = 24 kali/menit
S = 37,3 oC
BB = 26 Kg
Kepala = deformitas (-), rambut merata
Mata = CA +/+, SI -/-, cekung -/-
21
Hidung = NCH -/-, secret -/-
Mulut = sianosis (-), mukosa lembab, oral hygiene buruk
Leher = KGB jugular chain kanan dan kiri teraba, 1,5x1,5 cm, mobile
Thoraks = iga gambang
C/ BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-)
P/ Sn vesikuler, rh basah kasar +/+, wh -/-
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal , H/L TTM, turgor cukup
Ekstremitas = akral hangat, CRT < 2”, edema pada punggung kaki +/+
minimal, baggy pants -/-, wasting (+)
A =
- TB paru
- Anemia ec penyakit kronik dd/ defisiensi besi
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
P =
- Diet ML 1500 kalori, MC 4x150 ml, mineral mix 1,5 cc
- IVFD NaCl 0,9% + 20 mEq KCl 18 tpm makro
- Zink elemental 1x20 mg
- Kombipak A 1x2
- Asam folat 1x200000 IU p.o
Pasien dipulangkan dengan diagnosis akhir sebagai berikut:
- TB paru
- Diare persisten tanpa dehidrasi
- Anemia mikrrositik hipokrom ec infeksi kronik dd/ defisiensi besi
- Gizi buruk (marasmus-kwashiorkor)
PEMBAHASAN KASUS
22
Pada pasien ini diagnosis TB ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
batuk berdahak warna putih kekuningan yang semakin berat sejak 2 minggu
SMRS. Batuk ini pertama kali dirasakan sejak 9 bulan yang lalu. Selain itu, pada
pasien juga didapatkan keluhan demam yang naik turun dan tidak terlalu tinggi,
sesak yang tidak terlalu berat, keringat malam hari dan penurunan nafsu makan
disertai penurunan berat badan. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala dari TB
paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas yang meningkat (32
x/menit), pada pemeriksaan KGB terdapat pembesaran KGB jugular chain kanan
dan kiri, pada inspeksi dada didapatkan retraksi sela iga dan pada auskultasi
didapatkan ronki basah kasar pada kedua lapang paru. Pada data antropometri
ditemukan bahwa BB/U pasien adalah 56% (gizi buruk). Hal ini menandakan
adanya dispnea yang dapat terjadi pada penyakit TB paru dan adanya infiltrat
pada kadua lapang paru. Dari pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan gambaran
infiltrat pada kedua lapang paru yang mengarah pada TB paru. Walaupun
mantoux test menunjukan hasil yang negatif (diameter indurasi tidak ada dan
tidak terdapat eritema), namun hal ini tidak menyingkirkan diagnosis TB paru
karena mantoux test hanya menandakan adanya infeksi TB dan hal tersebut dapat
bernilai negatif pada pasien yang memang tidak ada infeksi TB, masih dalam
masa inkubasi dan keadaan anergi. Keadaan anergi ini banyak dijumpai pada
pasien imunokompromais seperti gizi buruk dan pemakaian steroid dalam jangka
panjang dan HIV. Pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh keadaan
gizi buruknya. Untuk memudahkan penegakan diagnosis, IDAI
merekomendasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring.
Pada pasien ini, didapatkan skor TB 8 yaitu kontak TB dengan BTA tidak jelas
(2), keadaan gizi buruk (2), demam ≥ 2minggu tanpa sebab yang jelas (1), batuk
≥ 3 minggu (1), pembesaran KGB (1), foto dada sugestif TB (1). Pasien dengan
jumlah skor TB ≥ 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
pengobatan OAT. Pasien ini disarankan untuk melakukan tes mantoux ulang
setelah 2 minggu untuk lebih memastikan adanya infeksi TB dan pemeriksaan
BTA sputum disarankan karena diagnosis pasti TB ditegakan dengan
23
ditemukannya M. Tuberculosis pada sputum, bilasan lambung atau CSS.
Pengobatan TB paru adalah dengan menggunakan OAT rifampisin 10-20
mg/KgBB/hariBB pasien 28 kg: 280-560 mg/hari, INH 5-15
mg/KgBB/hariBB pasien 28 kg: 140-420 mg/hari, pirazinamid 15-30
mg/KgBB/hariBB pasien 28 kg: 420-840 mg/hari. Pada pasien diberikan
kombipak A, dimana pada kombipak A ini terdapat rifampisin 150 mg, INH 100
mg, pirazinamid 300 mg. Dosis kombipak A 1x2 sachet (R 300 mg/H 200 mg/Z
600 mg) sesuai dan diharapkan dapat bekerja secara maksimal untuk
menyembuhkan TB paru pasien.
Diagnosis anemia didasarkan oleh adanya konjungtiva anemis dan
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan penurunan kadar hemoglobin dan
hematokrit. Hal ini sesuai dengan kriteria WHO dimana anemia pada anak usia
lebih dari 14 tahun adalah kurang dari 12 g/dL. Pada pemeriksaan hapus darah
tepi didapatkan anemia mikrositik hipokrom. Anemia jenis tersebut dapat
ditemukan pada pasien infeksi kronis atau defisiensi Fe. Untuk memastikannya
disarankan pemeriksaan feritin, SI dan TIBC. Pada defisiensi Fe akan terjadi
penurunan kadar feritin dan peningkatan TIBC. Dari anamnesis nutrisi juga
menunjukan asupan makanan pasien kurang mengandung zat besi. Pasien jarang
memakan daging dan sayur yang berwarna hijau.
Diagnosis diare persisten ditegakan karena adanya keluhan mencret lebih
dari 3 kali/hari selama 2 minggu. Diare dengan konsistensi cair seperti bubur,
berwarna kuning, tidak bercampur darah, berbau seperti biasa dan berjumlah
lebih kurang ½ gelas aqua. Diare ini dapat disebabkan oleh keadaan gizi buruk
pada pasien yang dapat menambah faktor resiko untuk infeksinya. Dari
pemeriksaan fisik status dehidrasi sesuai dengan keadaan tanpa dehidrasi. Pada
pemeriksaan penunjang disarankan untuk dilakukan analisis feses agar dapat
diketahui penyebab dari diare tersebut. Karena dengan pemeriksaan analisis feses
mencakup pemeriksaan feses rutin dan mempunyai kelebihan dimana dapat
mendeteksi adanya defisiensi enzim yang menyebabkan adanya malabsorpsi
makanan. Pada pasien ini sudah terjadi diare lebih dari 2 minggu dan oleh karena
itu patut diperiksa apakah sudah terjadi malabsorpsi makanan. Terlebih lagi
dengan keadaan gizi buruk pasien yang dapat menyebabkan atrofi dari vili-vili
24
usus yang dapat memperparah terjadinya malabsorpsi. Pada pasien diberikan
probiotik 3x1 sachet karena diharapkan probiotik ini akan menghambat
pertumbuhan bakteri patogen dengan cara mengadakan perlekatan dengan
enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik
tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di
dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Sedangkan
zink diberikan 1x20 mg karena pasien berusia diatas 6 bulan. Zink diperlukan
untuk regenerasi mukosa epitel usus.
Diagnosis gizi buruk ditegakan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Menurut WHO, yang dimaksud gizi buruk adalah
terdapatnya edema pada kedua tungkai kaki atau adanya severe wasting (BB/TB
<70% atau <-3SD) atau ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor, marasmus atau
marasmik kwashiorkor). Sedangkan, menurut welcome trust working party,
kwashiorkor BB lebih dari 60% dari BB baku disertai oedema, marasmus-
kwashiorkor BB kurang dari 60% dari BB baku disertai oedema, marasmus
BB kurang dari 60% dari BB baku tanpa disertai oedema.
Pada pasien ini, dari anamnesis didapatkan adanya penurunan nafsu
makan yang menyebabkan penurunan berat badan dari 40 kg hingga 28 kg yang
terjadi secara bertahap selama 9 bulan. Pada pemeriksaan klinis didapatkan
penampilan wajah dismorfik, seperti orang tua, terlihat sangat kurus, kulit kering,
lemak subkutan yang tipis, iga gambang (+), wasting (+) dan sering disertai
infeksi. Gejala-gejala tersebut sesuai dengan adanya keadaan gizi buruk jenis
marasmus kwashiorkor karena terdapat oedem di kedua tungkai kaki terutama
pada punggung kaki. Antropometri BB: 28 kg, TB: 138 cm, LILA: 13,5 cm.
Usia: 13 tahun 8 bulan. BB/U : 28/50 x 100% = 56% (gizi buruk). TB/U :
138/163 x 100% = 84,7% (gizi kurang). BB/TB : 28/32 x 100% = 87,5% (gizi
kurang). LILA/U: 13,5/24,7x100%=54,7% (gizi buruk). Kesannya merupakan
suatu gizi buruk. Hal ini sesuai dengan kriteria Welcome Trust Working Party
yaitu marasmus kwashiorkor ini juga ditegakan karena BB/U pasien <60%
disertai dengan adanya oedem pada tungkai bawah terutama pada punggung kaki.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar albumin yang
rendah. Keadaan ini terjadi akibat adanya asupan protein yang berkurang
25
sehingga bahan pembentuk dari albumin tidak tercukupi secara maksimal.
Keadaan kadar albumin yang rendah dapat menurunkan tekanan onkotik plasma
sehingga menyebabkan ekstravasasi cairan intravaskular menuju ruang intersisial.
Selain itu, dari hasil pemeriksaan juga didapatkan anemia. Keadaan anemia ini
sering didapatkan pada pasien gizi buruk karena kekurangan asupan gizi.
Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan
nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan
serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti
kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi. Pada pasien ini, KEP terjadi akibat
kekurangan asupan nutrisi disertai dengan adanya infeksi kronis TB. Sejak 1
tahun belakangan ini, ayah pasien diberhentikan dari tempat kerjanya sehingga
ayah pasien hanya bekerja sebagai buruh serabutan dengan upah yang tidak
menentu dan berkisar Rp 500.000,00 dan pada saat yang bersamaan pasien juga
menderita penyakit ini. Jadi, pada pasien ini termasuk malnutrisi gabungan
primer dan sekunder.
Manajemen gizi buruk sesuai prinsip 10 penanganan :
1. Pada pasien tidak terdapat hipoglikemia (GDS= 100 mg/dl). Pada pasien
ini maka pencegahan hipoglikemia pada pasien ini diberikan infus KaEN
1B disamping sebagai cairan rehidrasinya.
2. Pada pasien tidak terdapat hipotermia (suhu diatas 35,50C36,30C)
3. Mengatasi dehidrasi, pada pasien ini status dehidrasinya adalah tanpa
dehidrasi.
4. Elektrolit : pada pasien terdapat gangguan elektrolit (natrium : 123
mmol/L, klorida : 92 mmol/L, kalium : 2,51 mmol/L). Pada pasien ini
dilakukan koreksi kalium dengan KaEN 1B ditambah KCl 20 mEq
sebanyak 18 tpm (dalam waktu 8 jam) dan kemudian dilakukan
pemeriksaan elektrolit untuk menilai kemajuan dari koreksi tersebut.
26
5. Infeksi : pada pasien terjadi diare persisten yang belum dapat ditentukan
penyebabnya dan oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan analisis feses,
selain itu tidak ditemukan fokus infeksi yang nyata pada pasien maka
penggunaan antibiotik tidak perlu digunakan untuk kondisi saat ini. Obat
antituberkulosis sangat diperlukan bagi pasien untuk mengobati TB paru
pasien.
6. Mikronutrien : berikan paling sedikit dalam 2 minggu
- Vitamin A untuk anak > 6 bulan = 1x200.000 IU (1 kapsul merah)
pada hari 1,2 dan 15.
- Rencana pemberian Ferosulfat 3mg/kgBB/hari = 84 mg/hari setelah
berat badan naik dan fase rehabilitasi.
- Asam folat 5 mg pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari selama 2
minggu.
- Seng 2mg/kgBB/hari = 56 mg/hari
- Tembaga 0,3mg/kgBB/hari = 14,4 mg/hari
- Seharusnya mikronutrien ini diberikan mulai hari pertama namun
pada pasien ini baru diberikan setelah 7 hari perawatan. Mironutrien
yang diberikan pada pasien ini hanya berupa asam folat, vitamin A
dan seng. Pada pasien baru diberikan mikronutrien setelah 7 hari
perawatan karena pasien ini baru dikonsulkan pada bagian gizi setelah
hari ketujuh perawatan.
7. Stabilisasi dan transisi makanan :
Pada pasien diberikan makanan lunak 1500 kcal dan 4x150 cc makanan
cair. Hal ini dikarenakan terdapat kekeliruan ketika menghitung BB ideal
pasien yaitu 36 kg. Sedangkan berat badan ideal yang sesuai dengan
pasien adalah 32 kg sehingga kebutuhan kalori pasien yang sesunguhnya
berdasarkan umur (HA=10 tahun) adalah 32x60 kcal= 1960 kcal.
Menurut sumber, pada pasien gizi buruk, kebutuhan kalori pada tahap
stabilisasi: 80-100 kcal/KgBB/hari = 2240-2800 kcal/hari dan kebutuhan
kalori pada tahap transisi: 100-150 kcal/KgBB/hari= 2800-4200 kcal/hari.
Jadi, sebaiknya pasien diberikan makanan 2240-2800 kcal pada tahap
stabilisasi dan 2800-4200 kcal pada tahap transisi.
27
WHO menganjurkan agar pada pasien dengan gizi buruk sebaiknya
diberikan F75 dan F100 karena pada sumber makanan tersebut telah
mencukupi kalori, protein dan mikronutrien yang diperlukan oleh pasien
gizi buruk. Namun pada pasien ini tidak diberikan F-75, apabila diberikan
dengan perhitungan sebagai berikut:
F-75 130ml/kgBB/hari = 3640 ml/hari = 2730 kcal/hari = 97,5
kalori/kgBB
- Hari 1-2 : F-75 130ml/kgBB/hari dengan pemberian setiap 2 jam.
Diberikan setiap 2 jam Pemberian 12 kali sehari303 ml = 227,5
kcal/kali
- Hari ke 3-5 : F-75 130 ml/kgBB/hari dengan pemberian setiap 3 jam.
Diberikan setiap 3 jam pemberian 8 kali sehari455 ml = 341,25
kcal/kali
- Hari ke 6-7 : F-75 130 ml/kgBB/hari dengan pemberian setiap 4 jam.
Diberikan setiap 4 jam pemberian 6 kali sehari607 ml = 455
kcal/kali
- Lakukan pengukuran berat badan setiap hari, untuk monitoring
penambahan berat badan.
8. Tumbuh kejar
Lanjutkan transisi bertahap dari F-75 ke F-100 pada fase transisi dengan
dosis yang sama dengan F-75 selama 2 hari berurutan, maka :
- Hari 8-9 : F-100 130 ml/Kg BB/hari dengan pemberian setiap 4 jam.
Diberikan setiap 4 jampemberian 6 kali sehari607 ml = 607
kcal/kali
- Naikan jumlah F100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai
anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit.
- Selanjutnya pada fase rehabilitasi, kebutuhan kalori : 150-220
kalori/kgBB/hari = 4200-6160 kcal/hari.
- F-100 150 ml/kgBB/hari = 4200 ml/hari = 4200 kcal/hari = 150
kalori/kgBB, dengan pemberian setiap 4 jam6 kali pemberian700
ml = 700 kcal/kali.
9. Stimulasi tumbuh kembang :
28
Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku karenanya harus diberikan:
Kasih sayang
Lingkungan yg ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit
Kerlibatan ibu (memberi makan,bermain,memandikan, dan
lainnya)
Aktivitas fisik segera setelah sembuh
10. Tindak lanjut
- Bila gejala klinis dan BB/TB >-2SD (setara dengan > 80%), dapat
dianggap anak sembuh. Pola pemberian makan yg baik dan stimulasi
harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita di pulangkan.
Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor
risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan
lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan tatalaksana yang dibutuhkan.
Seharusnya anak boleh dipulangkan apabila
- Telah menyelesaikan pengobatan antibiotik
- Mempunyai nafsu makan baik
- Jika ada edema, edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.
- Terdapat kenaikan berat badan >5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut –
turut atau kenaikan sekitar >50g/kgBB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut
- Sudah berada di kondisi gizi kurang(BB/TB > -3SD dan tidak ada
gejala gizi buruk
Pasien dipulangkan setelah 11 hari perawatan namun kriteria
pemualangan anak gizi buruk tidak terpenuhi yaitu pasien belum mempunyai
nafsu makan yang baik, berat badan belum naik, edema masih ada walaupun
minimal. Pasien ini dipulangkan karena setelah pemeriksaan pasien merupakan
pasien TB paru aktif (BTA sputum (+)) sehingga membutuhkan perwatan di
ruang isolasi. Namun, pada saat bersamaan ruang isolasi anak RS Fatmawati
penuh sehingga diputuskan agar pasien pulang lebih awal.
29
Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut
sampai anak sembuh :
- Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal
untuk melakukan supervise dan pendampingan
- Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada
kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut
atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke
rumah sakit.
Prognosis ad vitam pasien dipilih dubia ad bonam, dilihat dari tanda-tanda vital
pasien yang mengalami perbaikan selama perawatan. Prognosis ad fungsionam pasien
dipilih dubia ad bonam karena gizi buruk pasien ini terjadi setelah pasien berusia 13
tahun dan bukan terjadi pada saat usia 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi,
mielinisasi, dan migrasi sel otak. Serta diharapkan dengan pengobatan dan pamantauan
yang baik, gizi buruk pasien dapat teratasi dengan baik. Prognosis ad sanactionam pasien
dubia ad malam karena dilihat dari ekonomi keluarga pasien yang kurang dan higienis
pasien. Diharapkan setelah edukasi yang baik, gizi buruk dan penyakit penyerta pasien
dapat mengalami perbaikan. Namun hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kepribadian
pasien dan keluarganya itu sendiri.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
30
Gizi buruk merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada masa anak terutama pada negara-negara berkembang seperti di
Indonesia.1 Di negara berkembang, dimana terdapat banyak anak yang kurang
mendapatkan gizi yang cukup/sering lapar mengakibatkan anak-anak tersebut
cenderung untuk medapat masalah kesehatan seperti penurunan berat badan l,
sakit kepala, dan infeksi.2 Lebih dari 90% anak di dunia lahir hidup di negara
berkembang setiap tahun dan 35.000 dari mereka mati setiap hari karena problem
yang umum seperti masalah gizi.1
Gizi buruk dapat terjadi akibat masukan makanan yang tidak sesuai atau
tidak cukup, atau akibat penyerapan makanan yang tidak benar. Masukan
makanan yang kurang dapat diakibatkan oleh kurangnya penyediaan makanan,
kurangnya sumber makanan, faktor-faktor emosi, dan kebiasaan makan yang
tidak teratur. Kebutuhan nutrien pokok dapat bertambah selama stres atau sakit
serta selama pemberian antibiotik.1
Evaluasi status nutrisi yang tepat sangat sukar. Gangguan berat lebih
mudah kita tentukan, tapi gangguan ringan dapat terabaikan. Diagnosis gizi buruk
berdasar pada pemeriksaan fisik, data antropometri, dan riwayat makanan.1
Arti malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang
maupun gizi lebih. Di Indonesia, dengan masih tingginya angka kejadian gizi
kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk kejadian ini. Secara umum, gizi
kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau protein. Namun, keadaan di
lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita defisiensi
energi murni ataupun yang menderita defisiensi protein murni. Anak dengan
defisiensi protein murni biasanya disertai pula dengan defisiensi energi atau
nutrien lainnya. Karena itu istilah yang lazim dipakai adalah Kurang Energi
Protein (KEP) atau Kekurangan Kalori Protein (KKP).3
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
BATASAN
31
KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau
kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.4
PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. 4
Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan
nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan
serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti
kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi. 4
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi)
maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih
diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal
bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi
dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi
kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). 4
Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi
otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem
kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim. 4
GEJALA KLINIS
Kekurangan Energi Protein merupakan salah satu dari empat masalah gizi
utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5
32
tahun serta ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Susenas 2002, 26% balita
menderita gizi kurang dan gizi buruk.5
Pada KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis, terutama pada
berat ringannya kelainan. Berdasarkan lama dan jumlah kekurangan energi
protein , KEP diklasifikasikan menjadi KEP ringan(gizi kurang) dan KEP berat
(gizi buruk)5. KEP berat dibagi menjadi Marasmus, Kwashiorkor, Marasmus-
Kwashiorkor. System Welcome Trust Working Party membedakan berat badan
dan oedema sebagai berikut:3
1. Kwashiorkor BB lebih dari 60% dari BB baku disertai oedema
2. Marasmus-Kwashiorkor BB kurang dari 60% dari BB baku disertai
oedema
3. Marasmus BB kurang dari 60% dari BB baku tanpa disertai oedema
Undernutrition dipakai untuk keadaan defisiensi berbagai nutrisi yang
lebih khusus ditujukan kepada defisiensi energi yang sifatnya ringan.
Underweight hanya dipakai untuk keadaan dengan berat badan yang lebih rendah
dari berat badan baku.3
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,
wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti
rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis,
pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di
kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai
penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.4
2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit,
wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak
sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai
penyakit infeksi dan diare.4
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.4
FAKTOR PENYEBAB
Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.
Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan
33
angka kematian. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
timbulnya masalah tersebut antara lain:
a. Pola makan4
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang sangat diperlukan
untuk mencegah KEP karena banyak orang tua yang tidak tahu dan
mengabaikan pentingnya keseimbangan gizi.
b. Faktor Ekonomi4
Kemiskinan penduduk membuat mereka sulit untuk mendapatkan gizi
yang baik dan berkualitas.
c. Faktor Infeksi4
Telah lama diketahui adanya sinergi antara KEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun memperburuk status gizi. KEP walaupun derajat ringan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi terutama pada anak-anak
di bawah 5 tahun apalagi disertai infeksi tuberculosis.
Dari penelitian Endy P. Prawirohartono yang membahas Faktor-faktor
yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita selama masa krisis
ekonomi di Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa faktor resiko yang potensial
yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada anak dibawah 5 tahun yaitu
status asupan ASI, status higiene anak, tuberkulosis.6
KEP ringan/ sedang
Istilah lain adalah gizi kurang atau undernutrition. Keadaan ini seringkali
pada masa menyusui berkisar umur 9 bulan dan 2 tahun. Gambaran yang
mencolok adalah adanya terkena infeksi, adanya anemia, berkurangnya aktivitas
jasmani, serta hambatan perkembangan mental dan psikomotor sedangkan
perubahan rambut dan kulit jarang ditemukan.3
a. Infeksi
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadinya
infeksi, khususnya gastroenteritis, campak dan pneumonia. Penyebab lain
seringnya terjadi dan rentannya terhadap infeksi pada anak dengan gizi
kurang adalah karena berkurangnya cadangan metabolisme.3
b. Anemia
34
Jenis makanan yang mengakibatkan kurang gizi umumnya kurang
mengandung besi, asam folat dan berbagai vitamin, sehingga pada
kebanyakan anak dengan gizi kurang disertai oleh adanya anemia ringan
sampai sedang. Gambaran sumsum tulang menunjukkan adanya
hipoplasia dan pada kebanyakan kasus juga gambaran defisiensi dan
anemia megaloblastik.3
c. Aktivitas Jasmani
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus KEP. Anak
tampak lesu dan tidak bergairah dan pada anak yang lebih tua terjadi
penurunan produktivitas kerja.3
d. Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor
Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor merupakan
karakteristik KEP. Kemampuan bicara dan berjalan umumnya lebih
lambat dari anak normal. Kelainan ini umumnya segera pulih pada terapi
nutrisi yang adekuat.3
e. Perubahan warna kulit dan rambut
Umumnya terjadi pada kasus yang berat. Kadang terdapat rambat yang
kasar, disamping ukuran antropometri yang berkurang di beberapa daerah
berkembang.3
KEP Berat
a. Kwashiorkor
Agar tercapai keseimbangan nitrogen yang positif, bayi dan anak dalam
masa pertumbuhan memerlukan protein lebih banyak dibandingkan
dengan orang dewasa. Keseimbangan nitrogen yang postif pada orang
dewasa tidak diperlukan, karena kebutuhan protein sudah terpenuhi bila
keseimbangan tersebut dapat dipertahankan. Pada anak bila keseimbangan
nitrogen yang positif tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat ia akan
menderita malnutrisi protein yang mungkin berlanjut dengan
kwashiorkor. Meskipun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi
protein, tetapi karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung
nutrien lainnya ditambah dengan konsumsi setempat yang berlainan,
35
maka akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di beberapa negara.
Umumnya defisiensi protein disertai pula oleh defisiensi energi, sehingga
pada seorang kasus terdapat gejala kwashiorkor maupun marasmus.3
Etiologi
Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang
berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan
nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik,
malabsorpsi kronik, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom
nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, dan penyakit hati.3
Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan
metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan
perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi
kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung
cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan
sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang
tersebut akan disalurkan ke jariangan otot. Makin berkurangnya asam
amino dalam serum ini yang menyebabkan kurangnya produksi
albumin oleh hepar, yang kemudian berakibat timbulnya edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-
lipoprotein sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu,
dengan akibat terjadinya penimbuna lemak dalam hati.3
Gejala Klinis3
Anak nampak sembab, cengeng,mudah terangsang
Gejala yang terpenting: Pertumbuhan terhambat
Berat dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan BB baku.
Penurunan BB ini tidak mencolok atau mungkin tersamar
dengan edema anasarka
Edema anasarka (ringan atau berat)
36
Jaringan otot mengecil dengan tonus yang menurun
Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan
diare
Rambut berwarna pirang, kasar dan kaku, mudah dicabut
Anak mudah terinfeksi terjangkit infeksi akibat defisiensi
imunologik
b. Marasmus-Kwashiorkor
Menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Gejala yang umum adalah gagal tumbuh kembang. Di
samping itu terdapat satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema,
dermatosis, perubahan rambut, hepatomegali,perubahan mental, hipotrofi
otot, jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia, defisiensi
vitamin. Berat badan dengan edema kurang dari 60% nilai berat badan
terhadap umur pada standar yang baku.3
Penyakit penyerta yang sering ditemukan antara lain
ISPA ,Bronkopneumoni, Koch Pulmonum, ISK, penyakit parasit dan
diare. Tidak jarang penyakit ini menjadi faktor penyebab utama
marasmus-kwashiorkor, misal diare menahun atau Tuberkulosis. Oleh
karena itu penyakit penyerta tersebut harus diobati secara tuntas.3
Penatalaksanaan marasmus kwashiorkor dalam garis besarnya terdiri
dari terapi nutrisi, pengobatan penyakit penyerta dan penyuluhan gizi
terhadap keluarga.3
c. Marasmus
Gejala Klinis4
Penampilan wajah seperti orang tua
Rambut kering, tipis dan mudah rontok
Kurus kering,kulit kering, dingin, dan mengendor
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi hingga tulang terlihat jelas
Rewel, cengeng walaupun telah diberi minum
Sering terbangun waktu malam hari
37
Nafsu makan menghilang
Sering diare atau konstipasi
DIAGNOSIS
1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta
penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi
dan berbagai defisiensi vitamin)
2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan
menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat
badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi
badan)
4. Analisis diet
Klasifikasi :
1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
DIAGNOSIS BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-
kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
- Sindroma nefrotik
- Sirosis hepatis
- Payah jantung kongestif
PENATALAKSANAAN
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
I. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan
kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
38
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
1) Atasi hipoglikemia7,8
Jika Anak sadar
a. Makanan saring/ cair 2-3 jam sekali
b. Tidak dapat makan air gula
Penurunan kesadaran glukosa IV, rujuk RS
2) Atasi Hipotermia7,8
Penatalaksanaanya :
- Hangatkan anak dengan selimut tebal
- Pantau suhu setiap setengah jam sekali
39
3) Atasi Dehidrasi7,8
Jika masih menyusui, maka teruskan ASI setengah jam sekali tanpa
berhenti. Jika masih dapat minum, lakukan rehidrasi oral 50 ml ( 3 sendok
makan) /30 menit dengan ReSoMal. Bila ReSomal tidak ada, maka oralit
diencerkan 2 kali. Jika tidak dapat minum rehidrasi IV dengan RL atau
D5% dan NaCl dengan perbandingan 1:1.
4) Pemulihan gangguan elektrolit7,8
Ketidakseimbangan elektrolit dapat memicu edema, namun jangan atasi
edema dengan diuretik. Tatalaksana: diet rendah garam dan rehidrasi
dengan oralit 1 ltr diencerkan 2 kali + 4 gr KCl + 50 gr gula .
5) Pengobatan dan pencegahan infeksi7,8
Berikan antibiotik spektrum luas. Biasanya KEP disertai diare. Akan
berkurang dengan pemberian makanan. Tatalaksana dengan metronidazol
7,5 mg/kgBB 3x/hari. Bila diare berlanjut rujuk ke RS.
6) Pemberian makanan balita7,8
Pemberian makanan dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa. (fase stabilisasi : 1-2 hari). Pemberian Formula WHO
75/modifikasi/ Modisco ½. Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekuensi BAB dan konsistensinya
- Berat badan (harian)
7) Perhatikan masa tumbuh kejar balita7,8
Fase Transisi (minggu ke dua): formula WHO 75 menjadi Formula WHO
100 atau pengganti. Fase Rehabilitasi (minggu ke 3-7) :formula WHO 135
(atau pengganti).
40
Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makan
Zat Gizi Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Energi 80-100 kcal/KgBB/hari 100-150
kcal/KgBB/hari
150-220
kcal/KgBB/hari
Protein 1-1,5 gr/KgBB/hari 2-3 gr/KgBB/hari 4-6 gr/KgBB/hari
Cairan 130 ml/KgBB/hari atau
100 ml/KgBB/hari bila
oedem berat
150 ml/KgBB/hari 150-200
ml/KgBB/hari
8) Penanggulangan zat gizi mikro7,8
Pemberian Fe dimulai setalah nafsu makan anak membaik dan BB mulai
naik.
9) Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional7
Kasih sayang
Lingkungan yg ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit
Kerlibatan ibu (memberi makan,bermain,memandikan, dan lainnya)
Aktivitas fisik segera setelah sembuh
10) Persiapan tindak lanjut di rumah7
Kriteria pemulangan anak :
1. Selera makan sudah bagus,
41
2. Ada perbaikan kondisi mental
3. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan,
sesuai dengan umurnya
4.Suhu tubuh berkisar 36,5-37,5 c
5.Tidak ada muntah atau diare
6.Tidak ada edema
7.Terdapat kenaikan berat badan >5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut –
turut atau kenaikan sekitar >50g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
8. Sudah berada di kondisi gizi kurang(BB/TB > -3SD dan tidakada gejala
gizi buruk)
II. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14
atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis
diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari
Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering
disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(K-permanganat) 1% selama 10 menit
42
2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
3. usahakan agar daerah perineum tetap kering
4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn
peroral
3. Parasit/cacing
Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan
Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila
mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5
mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali
anergi) dan Rontgen foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB,
diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
III. Tindakan kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan
intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap
terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
43
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan)
dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian
cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan
dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10
ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75/pengganti).
Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam
hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan
transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3
jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila
pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau
antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
PROGNOSIS
Dengan pengobatan yang adekuat, umumnya penderita dapat ditolong
walaupun diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan untuk tercapainya berat badan yang
lumayan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisis
hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan anak sebayanya. Namun
perkembangan intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap,
khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan
lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika
masih terjadi proliferasi, mielinisasi, dan migrasi sel otak.3
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Barness, Lewis A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Hal
211-214. Jakarta: Penerbit EGC.2000.
45
2. Casey H. ,Patrick .Arch Pediatr Adolesc dalam Children in Food
Insufficient Low Income Families.2001.
3. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI, 1991;
163-171.
4. Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati. Kurang Energi
Protein. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Anak RSU Dr.
Soetomo. Surabay; 2006.
5. Ariani, Ani. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Hal 217-220.
Jakarta: Badan Penebit IDAI.2005.
6. Prawirohartono, Endy P. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 34 no 1 dalam
Faktor-faktor yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita
selama masa krisis ekonomi di Yogyakarta.2002.
7. Hidayat ,B dkk. Kurang Energi Protein. Pedoman Diagnosis dan
Terapi.FK Unair.2006.
8. Anonim.Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di
puskesmas dan rumah tangga-Jakarta.Depkes.1998 .
46