Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

19
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS DATANG BEROBAT DI RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2013 Famela Asditaliana, Hary Nugroho, David H. Masjhoer Korespondensi : Famela Asditaliana, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Jl. Kerayan, Kampus Gn. Kelua Samarinda, email : [email protected] Abstrak Angka kejadian fraktur ekstremitas makin meningkat tiap tahunnya. Keterlambatan pasien fraktur ekstremitas untuk datang berobat ke sarana kesehatan membuat kasus fraktur ekstremitas menjadi lebih sulit dan memerlukan penanganan yang lebih intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan pasien fraktur datang berobat di RSUD A.W. Sjahranie Samarinda. Penelitian ini bersifat analitik dengan metode cross sectional. Sampel Penelitian adalah pasien fraktur ekstremitas yang datang berobat di Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan RSUD A.W. Sjahranie Samarinda pada bulan Oktober-November 2013. Total responden berjumlah 70 orang, didapat dari perhitungan besar sampel minimal dan dipilih secara Purposive Sampling. Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden. Data penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square dan

description

Manuskrip SKRIPSI

Transcript of Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

Page 1: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN PASIEN

FRAKTUR EKSTREMITAS DATANG BEROBAT

DI RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA

TAHUN 2013

Famela Asditaliana, Hary Nugroho, David H. Masjhoer

Korespondensi : Famela Asditaliana, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman,

Jl. Kerayan, Kampus Gn. Kelua Samarinda, email : [email protected]

Abstrak

Angka kejadian fraktur ekstremitas makin meningkat tiap tahunnya. Keterlambatan pasien

fraktur ekstremitas untuk datang berobat ke sarana kesehatan membuat kasus fraktur

ekstremitas menjadi lebih sulit dan memerlukan penanganan yang lebih intensif. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan pasien

fraktur datang berobat di RSUD A.W. Sjahranie Samarinda. Penelitian ini bersifat analitik

dengan metode cross sectional. Sampel Penelitian adalah pasien fraktur ekstremitas yang

datang berobat di Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan RSUD A.W. Sjahranie

Samarinda pada bulan Oktober-November 2013. Total responden berjumlah 70 orang,

didapat dari perhitungan besar sampel minimal dan dipilih secara Purposive Sampling.

Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden. Data penelitian

ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah Chi

square dan Fisher Exact test. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 75,7% responden tidak

terlambat datang berobat (≤ 72 jam) dan 24,3% terlambat datang berobat (> 72 jam). Ada

hubungan bermakna antara sikap terhadap patah tulang (p=0,001) dan perilaku pencarian

pengobatan dalam penanganan awal patah tulang (p=0,000) dengan keterlambatan pasien

fraktur ekstremitas datang berobat. Tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan

(p=0,334), status ekonomi (p=0,262), tingkat pengetahuan terhadap patah tulang (p=0,495),

dan keterjangkauan sarana kesehatan (p=0,058) dengan keterlambatan pasien fraktur

ekstremitas datang berobat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

faktor sikap terhadap patah tulang dan perilaku pencarian pengobatan dalam penanganan

awal patah tulang memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlambatan pasien fraktur

ekstremitas datang berobat.

Kata Kunci : keterlambatan berobat, fraktur ekstremitas

Page 2: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

ABSTRACT

The incidence of extremity fractures is increasing each year. The delayed of extremity

fracture patients to health facilities for treatment made the cases for extremity fractures

become more difficult and require more intensive treatment. This study aims to determine the

factors that affect delayed extremity fracture patients coming for treatment in RSUD A.W.

Sjahranie Samarinda. The type of this research is cross sectional analytic. The sample of this

research were extremity fracture patients in the Inpatient and Outpatient Installation of RSUD

A.W Sjahranie Samarinda in October-November 2013. All respondents 70 persons, obtained

from the calculation of minimum sample size and selected by purposive sampling. Interviews

were conducted using a questionnaire to the respondents. The research data using univariate

and bivariate analysis. The statistical test used were Chi square and Fisher's Exact test. The

result showed there are 75.7% of respondents are not delayed for treatment (≤ 72 hours) and

24.3% of respondents came delayed for treatment (> 72 hours). There is a significant

relationship between attitudes toward fracture (p=0.001) and patient behaviors in searching

for initial treatment of fractures (p=0.000) with the delayed of extremity fracture patients

come for treatment. There is no significant relationship between the level of education

(p=0.334), economic status (p=0.262), the level of fracture knowledge (p=0.495), and

affordability of health facilities (p=0.058) with the delayed extremity fracture patients coming

for treatment. Based on the research result the conclusion is the patient attitudes toward

fracture and behaviors in searching for initial treatment of fractures has a significant

relationship with the delayed of extremity fracture patients come for treatment

Keywords : delayed treatment, extremity fracture

Pendahuluan

Fraktur (patah tulang) adalah

terpisahnya kontinuitas tulang normal yang

terjadi karena tekanan pada tulang yang

berlebihan.1 Sebagian besar fraktur dapat

disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba

dan berlebihan, yang dapat berupa

pemukulan, penghancuran, penekukan,

pemuntiran atau penarikan.2 Secara klinis,

fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur

tertutup (simple fracture) yaitu fraktur

yang fragmen tulangnya tidak menembus

kulit dan fraktur terbuka (open fracture)

yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar melalui luka pada kulit serta jaringan

lunak.3

Dari hasil penelitian didapatkan

jumlah kasus fraktur di RSUD A.W.

Sjahranie selama periode 2008-2010

Page 3: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

sebanyak 794 kasus, 190 kasus pada tahun

2008, 366 kasus pada tahun 2009, dan 243

kasus pada tahun 2010. Penyebab

terjadinya fraktur paling sering adalah

kecelakaan lalu lintas sebanyak (83,02%),

dengan penyebab kecelakaan lalu lintas

terbanyak adalah motor (68,18%),

penyebab kedua terbanyak adalah jatuh

dari ketinggian sebanyak (7,55%), dan

sisanya merupakan penyebab lain seperti

tertembak dan kecelakaan kerja (9,43%).4

Dari semua jenis fraktur, fraktur

ekstremitas memiliki insiden yang cukup

tinggi.5 Fraktur ekstremitas mencakup

fraktur pada tulang lengan atas, lengan

bawah, tangan, tungkai atas, tungkai

bawah, dan kaki.6 Fraktur ektremitas yang

paling sering terjadi pada orang dewasa

adalah fraktur pada lengan bawah, hal ini

kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan

lalu lintas. sedangkan pada anak-anak yang

paling sering terjadi adalah fraktur pada

kaki dikarenakan tendon dan ligamen

anak-anak lebih kuat dibanding tulang-

tulang mereka.7

Fraktur mempunyai dampak yang

mendalam pada aspek kehidupan pasien

yang mengalaminya.6 Melihat dampak

yang berpengaruh pada kehidupan pasien

dengan fraktur, penanganan yang tepat

sangatlah diperlukan. Prinsip penanganan

fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan

pengembalian fungsi dan kekuatan normal

dengan rehabilitasi.8

Neglected fracture dengan atau

tanpa dislokasi adalah suatu fraktur yang

tidak ditangani atau ditangani dengan tidak

semestinya sehingga menghasilkan

keadaan keterlambatan dalam penanganan,

atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan

kecacatan.9 Darmawan menyebutkan

bahwa neglected fracture adalah fraktur

yang penanganannya lebih dari 72 jam.10

Pada umumnya neglected fracture terjadi

pada orang yang berpendidikan dan

berstatus sosio-ekonomi rendah.11 Menurut

Subroto Sapardan (RSCM dan RS

Fatmawati Jakarta, Februari-April 1974),

Neglected Fracture adalah penanganan

fraktur yang salah oleh bone setter (dukun

ahli patah tulang) yang masih sering

dijumpai di masyarakat Indonesia.11

Penanganan fraktur bisa didapatkan

dari berbagai fasilitas pelayanan kesehatan

seperti, rumah sakit, praktik dokter,

puskesmas atau pustu.12 Selain

memanfaatkan pelayanan kesehatan

tersebut, tidak sedikit juga masyarakat

datang berobat ke dukun ahli patah tulang

atau pengobatan tradisional.6 Penggunaan

tempat tradisional masih menjadi pilihan

seseorang yang mengalami fraktur untuk

mengobati sakitnya.13 Data dari Profil

Kesehatan Indonesia pada tahun 2007

menyebutkan bahwa pengobatan

tradisional rata-rata masih 6,23% menjadi

pilihan masyarakat pada waktu mereka

sakit, yaitu 6,09% merupakan masyarakat

Page 4: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

perkotaan dan 6,37% adalah masyarakat

pedesaan. Hal ini menyebabkan banyak

kasus fraktur tidak tertangani dengan cepat

oleh tenaga medis yang berkompeten.

Kebanyakan mereka datang ke praktik

dokter apabila telah terjadi komplikasi

pada frakturnya.1 Namun, hal tersebut

menjadi sudah terlambat mengingat kasus

fraktur yang ditangani setelah 72 jam sejak

kejadian trauma, membuat kasusnya

menjadi lebih sulit serta membutuhkan

penanganan yang lebih intesif.2

Menurut Green (1980), perilaku

kesehatan dipengaruhi oleh 3 hal utama,

seperti faktor predisposisi (predisposing

factor) yang mencakup pengetahuan,

sikap, nilai, dan persepsi berkenaan

dengan motivasi seseorang atau kelompok

untuk bertindak. Faktor pemungkin

(enabling factor) menyangkut

keterjangkauan berbagai sumber daya.

Biaya, jarak, ketersediaan transpotasi, jam

buka, dan lain sebagainya merupakan

faktor pemungkinan dalam arti ini. Faktor

penguat (reinforcing factor) adalah faktor

yang menentukan apakah tindakan

kesehatan memperoleh dukungan atau

tidak. Faktor ini meliputi sikap dan

perilaku tokoh masyarakat (toma), sikap

dan perilaku para petugas termasuk para

petugas kesehatan.3

Sukardja telah menggolongkan

keterlambatan pengobatan menjadi 3 jenis

yaitu keterlambatan penderita,

keterlambatan dokter, dan keterlambatan

rumah sakit. Keterlambatan dari penderita

dapat disebabkan karena penderita merasa

tidak terganggu akan penyakitnya, kurang

menyadari bahaya dari penyakitnya,

adanya rasa takut, tidak mempunyai biaya,

keluarga tidak mengijinkan ke dokter serta

akses menuju kesehatan tidak terjangkau.4

Berdasarkan uraian diatas, maka

peneliti berkeinginan untuk melakukan

penelitian untuk mengetahui apakah

tingkat pendidikan, status ekonomi, tingkat

pengetahuan terhadap fraktur, sikap

terhadap fraktur, keterjangkauan sarana

kesehatan dan perilaku pencarian

pengobatan pada penanganan awal fraktur

berhubungan dengan keterlambatan pasien

fraktur ekstremitas datang berobat di

RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah analitik

dengan desain cross sectional. Lokasi

penelitian di Instalasi Rawat Jalan dan

Instalasi Rawat Inap RSUD A.W.

Sjahranie Samarinda. Populasi penelitian

adalah semua pasien fraktur yang datang

berobat di Instalasi Rawat Jalan dan

Instalasi Rawat Inap RSUD A.W.

Sjahranie Samarinda dan sampel penelitian

adalah pasien fraktur ekstremitas yang

datang berobat di Instalasi Rawat Jalan dan

Instalasi Rawat Inap RSUD A.W.

Page 5: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

Sjahranie Samarinda dan memenuhi

kriteria sampel yang ditetapkan oleh

peneliti dan diambil dengan teknik

Purposive Sampling dan di dapati sampel

sejumlah 70 responden. Instrumen yang

digunakan adalah kuesioner yang berisi

pertanyaan tentang tingkat pendidikan,

status ekonomi, pengetahuan terhadap

fraktur, sikap terhadap fraktur,

keterjangkauan sarana kesehatan dan

perilaku pencarian pengobatan pada

penanganan awal fraktur.

Hasil Penelitian

a. Analisis Univariat

a.1 Karakteristik Jenis Kelamin

Dari 70 pasien sebagai sampel

yang diteliti, sebanyak 48 orang (68,6%)

laki-laki dan 22 orang ( 31,4%) adalah

perempuan. Seperti yang terlihat pada

Gambar 1 jenis kelamin terbanyak adalah

laki-laki. Hal ini dikarenakan sebagian

besar responden pria memiliki mobilitas

yang lebih tinggi dibanding responden

perempuan.

Laki-laki Perempuan0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%69%

31%

a.2 Karakteristik Usia

Berdasarkan kelompok usia, didapatkan

14 orang (20%) pada rentang usia 11-20

tahun, 22 orang (31,4%) pada rentang usia

21-30 tahun, 15 orang (21,4%) pada

rentang usia 31-40 tahun, 12 orang

(17,1%) pada rentang usia 41-50 tahun, 7

orang (10 %) pada usia ≥ 51 tahun.

Gambar 2 menunjukkan responden

terbanyak berada pada rentang usia 21-30

tahun, hal ini dikarenakan rentang usia 21-

30 tahun merupakan usia produktif dengan

mobilitas yang tinggi.

11-20 thn

21-30 thn

31-40 thn

41-50 thn

≥ 51 thn0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

20.0%

31.4%

21.4%

17.1%

10.0%

a.3 Sikap terhadap fraktur

Sikap didasarkan pada sikap

responden terhadap penanganan fraktur

baik oleh tenaga medis maupun oleh

alternatif. Penilaian ditentukan

berdasarkan skor. Sikap kurang jika

skornya 0 – 2, cukup jika skor 3 – 4, dan

baik jika skor 5 – 6. Seperti yang terlihat

pada Gambar 3 terdapat 10 responden

(14,3%) mempunyai sikap yang kurang

Gambar 2 Persentase Usia Responden

Gambar 1 Persentase Jenis kelamin

Responden

Page 6: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

dan 60 responden (85,7%) memiliki sikap

yang baik terhadap penanganan fraktur dan

tidak ada responden yang memiliki sikap

yang cukup.

Kurang Cukup Baik0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

14%

0%

86%

a.4 Perilaku pencarian pengobatan pada

penanganan awal fraktur

Dari hasil penelitian seperti yang

terlihat pada Gambar 4 didapatkan 14

responden (20%) memilih mendatangi

tukang pijat tulang, 6 responden (8,57%)

mendatangi sangkal putung, 7 responden

(10%) mendatangi puskesmas terdekat,

dan 43 responden lainnya (61,4%) memilih

langsung mendatangi Rumah Sakit.

Dukun Patah Tulang

Sangkal putung

Puskesmas RS0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

20.0%

8.6% 10.0%

61.4%

Gambar 4 Persentase Tempat Pengobatan Pertama

yang didatangi

Perilaku pencarian pengobatan

pada penanganan awal fraktur dibagi

dalam kategori medis dan non medis.

Perilaku medis apabila tempat pengobatan

yang pertama kali didatangi oleh pasien

adalah Puskesmas atau Rumah Sakit.

Sedangkan apabila pasien mencari atau

mendapatkan penanganan pertama dari

pengobatan alternatif (tukang pijat tulang

dan sangkal putung), maka disebut

perilaku non medis. Berdasarkan hasil

penelitian diatas, maka persentase tempat

pengobatan pertama yang didatangi

responden dapat dikelompokkan seperti

yang terlihat pada Gambar 5 dibawah ini.

Medis Non-medis0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%71.4%

28.6%

Gambar 5 Persentase Perilaku Pencarian pengobatan dalam penanganan awal patah tulang

Gambar 3 Persentase sikap terhadap fraktur

Page 7: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

b. Analisis Bivariat

b.1 Hubungan sikap terhadap fraktur

dengan keterlambatan pasien

berobat

Nilai p hasil analisis hubungan

yang dilakukan dengan menggunakan

Fisher exact test antara sikap terhadap

fraktur dengan keterlambatan berobat pada

pasien fraktur ekstremitas adalah p =

0,001. Karena nilai p < 0,05 hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara sikap terhadap fraktur

dengan keterlambatan berobat pada pasien

fraktur ektremitas. Hasil analisis hubungan

sikap terhadap fraktur dengan

keterlambatan pasien fraktur ekstremitas

datang berobat dapat dilihat pada Tabel 1

dibawah ini.

Ter

lam

bat

Tid

ak

Tot

al

Nil

ai p

Sikap terhadap fraktur

Kurang

7

10

3

50

10

60

0,001

Cukup - Baik

Total 17 53 70

b.2 Hubungan perilaku pencarian

pengobatan pada penanganan awal

fraktur dengan keterlambatan

pasien berobat

Nilai p hasil analisis hubungan

yang dilakukan dengan menggunakan

Fisher exact test antara perilaku pencarian

pengobatan pada penanganan awal fraktur

dengan keterlambatan berobat pada pasien

fraktur ekstremitas adalah p = 0,000.

Karena nilai p < 0,05 hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan yang bermakna

antara perilaku pencarian pengobatan pada

penanganan awal fraktur dengan

keterlambatan berobat pada pasien fraktur

ektremitas. Hasil analisis hubungan

perilaku pencarian pengobatan dengan

keterlambatan pasien fraktur ekstremitas

datang berobat dapat dilihat pada Tabel 2

dibawah ini.

Ter

lam

bat

Tid

ak

Ter

lam

bat

Tot

al

Nil

ai p

Perilaku pencarian pengobatan dengan keterlambatan pasien berobat

Non medis

17 3 20 0,000

Medis

0 50 50

Total 17 53 70

Tabel 2 Hubungan perilaku pencarian

pengobatan fraktur dengan keterlambatan

Tabel 1 Hubungan sikap terhadap fraktur dengan keterlambatan

Page 8: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

Pembahasan

a. Hubungan sikap terhadap fraktur

dengan keterlambatan pasien fraktur

ekstremitas datang berobat

Sikap didasarkan pada sikap

responden terhadap penanganan fraktur

baik oleh tenaga medis maupun oleh

alternatif. Penilaian ditentukan

berdasarkan skor. Sikap kurang jika

skornya 0 – 2, cukup jika skor 3 – 4, dan

baik jika skor 5 – 6. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 10 responden

(14,3%) mempunyai sikap yang kurang

dan 60 responden (85,7%) memiliki sikap

yang baik terhadap penanganan fraktur,

dan tidak ada responden yang memiliki

sikap yang cukup.

Dari hasil analisis dengan

menggunakan Fisher exact test antara

sikap terhadap fraktur dengan

keterlambatan pasien fraktur ekstremitas

datang berobat, didapatkan hasil p = 0,001.

Karena p < 0,005 maka H1 diterima,

sehingga dapat disimpulkan terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap

terhadap fraktur dengan keterlambatan

pasien fraktur ekstremitas datang berobat.

Hasil penelitian menunjukkan 7 dari 10

responden yang sikap terhadap fraktur

termasuk kurang, datang terlambat untuk

mendapatkan penanganan awal di sarana

kesehatan baik Puskesmas atau Rumah

Sakit.

Sikap terhadap fraktur yang kurang

disebabkan responden merasa tidak setuju

jika saat mengalami fraktur harus segera

mendapatkan penanganan dari tenaga

medis. Menurut responden tersebut, lebih

baik pergi ke pengobatan alternatif dahulu.

Seperti pernyataan David dalam Muzaham

(1995), yang menyebutkan bahwa salah

satu alasan mengapa beberapa penderita

gejala penyakit yang cukup berat namun

tidak meminta pertolongan dokter ialah

karena mereka dapat pertoleransi pada rasa

sakit dan meragukan bahwa rasa sakit itu

akan membawa akibat negatif bagi

kehidupannya.5

b. Hubungan perilaku pencarian

pengobatan pada penanganan awal

fraktur dengan keterlambatan pasien

fraktur ekstremitas datang berobat

Perilaku pencarian pengobatan

pada penanganan awal fraktur dibagi

dalam kategori medis dan non medis.

Perilaku medis apabila tempat pengobatan

yang pertama kali didatangi oleh pasien

adalah Puskesmas atau Rumah Sakit.

Sedangkan apabila pasien mencari atau

mendapatkan penanganan pertama dari

pengobatan alternatif (sangkal putung),

maka disebut perilaku non medis.

Dari hasil penelitian, didapatkan 20

responden (28,6%) memilih mendatangi

Page 9: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

pengobatan alternatif lebih dahulu

sedangkan 50 responden lainnya (71,4%)

memilih langsung mendatangi tenaga

kesehatan (puskesmas atau RS).

Dari hasil analisis menggunakan

Fisher exact test antara perilaku pencarian

pengobatan pada penanganan awal fraktur

dengan keterlambatan pasien fraktur

ekstremitas datang berobat, didapatkan

hasil p = 0,000. Karena p < 0,05 maka H1

diterima, dan dapat diambil kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara perilaku pencarian pengobatan pada

penanganan awal fraktur dengan

keterlambatan pasien fraktur ekstremitas

datang berobat. Hasil penelitian

menunjukkan, 17 dari total 20 responden

yang berperilaku non medis datang

terlambat untuk mendapatkan penanganan

oleh tenaga medis. Responden tersebut

memilih mendatangi tempat pengobatan

alternatif terlebih dahulu dibandingkan ke

Rumah Sakit, membuat tenggang waktu

yang semakin panjang untuk mendapatkan

penanganan oleh tenaga medis.

Hasil peneltian diatas senada dengan

penelitian yang telah dilakukan Sunaryo

tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan

perilaku dengan penanganan patah tulang

pada kelompok pasien bekas dukun di RS

Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS

Fatmawati Jakarta (1998). Dari hasil

peneltian tersebut, didapatkan p = 0,003.

Karena p < 0,005 maka H1 diterima

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

terdapat hubungan antara perilaku dengan

penanganan patah tulang pada kelompok

pasien bekas dukun.1

Hasil penelitian diatas juga sejalan

dengan peneltian yang sebelumnya

dilakukan oleh Sari (2012) mengenai

Faktor-faktor yang berhubungan dengan

keterlambatan berobat pada pasien patah

tulang yang menggunakan sistem

pembiayaan Jamkesmas di Bangsal Bedah

RSUP dr. Kariadi Semarang 2012. Dari

hasil penelitian tersebut, sebanyak 5

responden yang berperilaku non medis,

terdapat 3 responden yang datang

terlambat untuk pengobatan frakturnya.

Dalam peneltian tersebut juga tidak

didapati pasien fraktur yang berperilaku

medis dan datang terlambat. Hasil analisis

kemudian menghasilkan p = 0,003.

Sehingga, bisa disimpulkan bahwa

terdapat hubungan bermakna antara

perilaku dengan keterlambatan pasien

fraktur yang menggunakan Jamkesmas

datang berobat.2

Hasil penelitian diatas juga senada

dengan penelitian Ismono tentang jejak

bone setter pada Neglected fraktur (2011).

Dalam penelitannya tersebut, didapati

bahwa terdapat hubungannya yang

signifikan antara perilaku pasien fraktur

dengan perilaku pencarian pengobatan ke

bone setter. Beberapa responden terlambat

berobat karena mengharapkan kesembuhan

Page 10: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

dari pengobatan tradisional dengan

menunggu berhari-hari sampai berbulan-

bulan, namun tidak ada perubahan dan

tidak kunjung membaik, sehingga pada

akhirnya pun harus menjalani penanganan

oleh dokter Orthopaedi di Rumah Sakit.6

Perilaku pencarian pengobatan pada

penanganan awal fraktur menjadi faktor

yang mempengaruhi keterlambatan pasien

fraktur datang berobat pada penelitian ini.

Hal ini bisa terjadi tentunya tidak lepas

dari faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku itu sendiri, misalnya juga dapat

dikarenakan informasi dari lingkungan

sekitar mengenai pengobatan alternatif,

kurangnya informasi mengenai

penanganan fraktur yang benar dari segi

medis, serta tradisi dan kepercayaan di

masyarakat desa yang lebih cenderung

pada pengobatan alternatif.7

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan data yang diperoleh

sebesar 23,4 % responden fraktur

ekstremitas mendatangi tempat pelayanan

kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit)

lebih dari 72 jam sejak kejadian trauma

(terlambat), dan 75,7% reponden lainnya

mendatangi tempat pelayanan kesehatan

kurang dari 72 jam sejak kejadian trauma

(tidak terlambat).

Sikap terhadap fraktur dan perilaku

pencarian pengobatan pada penanganan

awal fraktur memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian keterlambatan

pasien fraktur ekstremitas datang berobat.

Tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan, status

ekonomi, tingkat pengetahuan mengenai

fraktur, dan keterjangkauan sarana

kesehatan dengan keterlambatan pasien

fraktur ekstremitas datang berobat.

Berdasarkan kesimpulan diatas,

maka peneliti menyarankan:

1. Untuk dilakukan studi pendahuluan

sebelum dilakukan penelitian sejenis,

serta dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai hubungan jenis pembiayaan,

biaya pengobatan, dan status

kepemilikan Jamkesmas dengan

neglected fracture dari segi klinis,

dengan menggunakan desain yang

lebih tepat dan jumlah sampel yang

lebih banyak serta dengan

meminimalisir bias yang ada.

2. Bagi masyarakat agar dapat semakin

meningkatkan pengetahuan mengenai

fraktur dan penanganan yang benar

sesuai kaidah kedokteran.

3. Bagi RSUD A.W. Sjahranie

Samarinda agar dapat

mempertahankan dan meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan, baik dari

segi fasilitas. Pelayanan medis,

maupun pelayanan administrasinya.

Page 11: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

4. Hendaknya pemerintah melalui

instansi terkait bisa lebih banyak

mensosialisasikan tentang penanganan

awal pada penderita fraktur yang

sesuai dengan kaidah kedokteran,

sehingga bisa meminimalisir

keterlambatan pasien fraktur datang

berobat ke sarana kesehatan yang ada.

Ucapan Terima kasih

Terima kasih kepada Dekan FK

Unmul yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan penelitian

ini, kepada dosen-dosen pembimbing dan

penguji yang telah banyak meluangkan

waktunya dan memberikan arahan demi

penyempurnaan laporan penelitian ini.

Terimakasih kepada RSUD A.W. Sjaranie

Samarinda, seluruh staf Ruang Cempaka

dan Poliklinik Bedah Orthopaedi serta

kepada teman-teman angkatan 2009 FK

Unmul yang telah memberikan semangat

dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

Daftar Pustaka

1. Black, Joycer M and Matassarin, Esther.

Medical Surgical Nursing. A Psychophy

siologic Approach 4th Edition Book 2.

Philladelpia : WB Sounders Company,

1993.

2. Apley, A. Graham and Solomon, Louis.

Apley's System of Orthopaedics and

Fracture. Oxford : Butterworth-

Heinemann, 2001.

3. Muttaqin, A. Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : EGC, 2008.

4. Savitri, Cininta. Samarinda : FK Unmul,

Pola distibusi patah tulang panjang

terbuka.

5. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu

Bedah Ortopedi: Kelainan Neuromuskuler

Bab 12. 286-287. Makassar : Bintang

Lamumpatue, 2003.

6. Sari, Ayu Puspita. Faktor-faktor yang

berhubunngan dengan keterlambatan

berobat pada pasien patah tulang yang

menggunakan sistem pembayaran

JAMKESMAS. Universitas Diponegoro.

[Online] 2012. [Cited: February 2, 2012.]

http://eprints.undip.ac.id/7668.

7. Anggraini. Patah Tulang pada Anal.

Jakarta : Cipta Karya Press, 2012.

8. Suzanne, Smeltzer C. Brunner and

Suddarth's Textbook of Medical-Surgical

Nursing 9th ed. Philadelphia, PA :

Lippincott Williams and Wilkins, 2000.

9. Wahab, Sapardan and Kadar. Neglected

trauma of the extremities due to treatment

Page 12: Manuskrip Famela Asditaliana 0910015058

by bone setter. Majalah Orthopaedi

Indonesia. 1979, pp. 36-42.

10. Darmawan, Arif. Konsep Dasar

Fraktur. Jakarta : Karya Bintang Press,

2011.

11. Ismono, D. Jejak Bone Setter pada

Neglected Fracture. Department of

Orthopaedic Surgery and Traumatology

School of Medicine Padjajaran University.

[Online] 2011. [Cited: September 27,

2012.]

http://satpt.fk.unpad.ac.id/UserFiles/file/N

EGLECTED_FRACTURE.pdf.

12. Notoadmojo, S. Ilmu Perilaku

Kesehatan. Jakarta : Rinneka Cipta, 2010.

13. Sunaryo. Hubungan Pengetahuan,

sikap, dan perilaku penanganan patah

tulang pada kelompok pasien bekas dukun.

Jakarta : FKUI, 1998.

14. Sukardja, I Dewa Gede. Onkologi

Klinik. Surabaya : Airlangga University

Press, 2000.

15. Muzaham, Fauzi. Sosiologi Kesehatan.

Jakarta : UI Press, 1995.

16. Notoadmojo, S. Promosi Kesehatan

dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta,

2007.