Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan

6
Manusia sebagai makhluk ber-Tuhan a. Pengertian Manusia adalah makhluk ber-Tuhan, pola pemikiran ini bertolak dari pandangan manusia sebagai makhluk homo religious. Salah satu tokohnya adalah Mircea Eliade. Pandangan Eliade dapat dilihat pada tulisan Mangunhardjono dalam buku Manusia Multi Dimesional: Sebuah renungan filsafat, (1982:38). Menurut Eliade, homo religius tipe manusia yang hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati sakralitas yang ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam tumbuh- tumbuhan,dan manusia. Sebagai makhluk religius manusia sadar dan meyakini akan adanya kekuatan supranatural dalam dirinya. Sesuatu yang disebut supranatural itu dalam sejarah manusia disebut Tuhan. Sebagai mahluk Tuhan, manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan yang diwujudkan dengan berbagai cara. b. Menyadari bahwa dunia serta isinya adalah ciptaan Tuhan c. Manusia dianugerahi akal dan budi yang dapat dikembangkan secara maksimal d. Manusia memiliki keterbatasan yang kadang sukar dijelaskan

Transcript of Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan

Page 1: Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan

Manusia sebagai makhluk ber-Tuhan

a. Pengertian

Manusia adalah makhluk ber-Tuhan, pola pemikiran ini bertolak dari pandangan manusia

sebagai makhluk homo religious. Salah satu tokohnya adalah Mircea Eliade. Pandangan Eliade

dapat dilihat pada tulisan Mangunhardjono dalam buku Manusia Multi Dimesional: Sebuah

renungan filsafat, (1982:38). Menurut Eliade, homo religius tipe manusia yang hidup dalam

suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati sakralitas yang

ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam tumbuh-tumbuhan,dan manusia. Sebagai

makhluk religius manusia sadar dan meyakini akan adanya kekuatan supranatural dalam dirinya.

Sesuatu yang disebut supranatural itu dalam sejarah manusia disebut Tuhan.

Sebagai mahluk Tuhan, manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.       Mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan yang diwujudkan dengan berbagai cara.

b.      Menyadari bahwa dunia serta isinya adalah ciptaan Tuhan

c.       Manusia dianugerahi akal dan budi yang dapat dikembangkan secara maksimal

d.      Manusia memiliki keterbatasan yang kadang sukar dijelaskan

Ciri-ciri tersebut dapat kita amati dalam berbagai perilaku manusia dalam kesehariannya.

Keyakinan akan adanya Tuhan membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada

Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:

menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari

Tuhan

menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal

dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan

konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-

Page 2: Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan

ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat

dirinya kepada Tuhan. Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang

terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Sebagai orang yang beragama, manusia meyakini bahwa Tuhan telah mewahyukan kepada

manusia pilihan yang disebt dengan rasul yang dengan wahyu Tuhan tersebut, manusia

dibimbing ke arah yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih bertaqwa.

b. Hubungan kebudayaan dengan agama

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, agama sumbernya adalah

wahyu dari Tuhan. Tuhan mengutus Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat. Dengan

perantaraan malaikat, Tuhan mewahyukan firman-firman-Nya di dalam kitab suci kepada

pesuruh-Nya. Isi kitab suci itu berasal dari Tuhan, disampaikan oleh malaikat, diucapkan oleh

Rasul, sehingga dapat ditangkap, diketahui, dipahami dan selanjutnya diamalkan oleh umat.

Contoh: agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Dari pembahasan di atas jelas terlihat bahwa agama

bersumber dari Tuhan sedangkan kebudayaan sumbernya dari manusia. Jadi, agama tidak dapat

dimasukkan ke dalam lingkungan kebudayaan selama manusia berpendapat bahwa Tuhan tak

dapat dimasukkan ke dalam hasil ciptaan manusia.

Orang-orang Atheis umumnya beraggapan bahwa Tuhan adalah ciptaan manusia yang timbul

dari perasaan takutnya. Semuanya bersumber pada materi, jadi Tuhan juga hasil perkembangan-

perpautan materi-materi akal manusia. Oleh golongan ini agama dipandang sebagai cabang

kebudayaan, karena agama merupakan cara berpikir dan merasa dalam kehidupan: suatu

kesatuan sosial mengenai hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Agama ini dapat diistilahkan

dengan: “agama budaya”, seperti misalnya animisme, dinamisme, naturalisme, spritualisme,

agama Kong Hucu, agama Sinto.

Bagi orang yang ber-Tuhan adalah sebaliknya. Alam semesta ini menurut mereka adalah

ciptaan Tuhan. Dengan demikian agama dapat ikut mempengaruhi terciptanya kebudayaan,

sedang kebudayaan tak dapat mencipta agama. Sebagaimana halnya Tuhan dapat mempengaruh

manusia, tetapi manusia tidak dapat mempengaruhi Tuhan. Jadi jelas bahwa agama bukan bagian

dari kebudayaan, tetapi berasal dari Tuhan. Kebudayaan mengatur hubungan manusia dengan

Page 3: Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan

manusia dan alam nyata. Sedang agama selain mengatur hubungan manusia dengan manusia dan

alam nyata, juga mengatur hubungan dengan alam gaib, terutama dengan Yang Maha Esa.

c. Pengaruh Agama Terhadap Kebudayaan

Akulturasi dalam lapangan agama dapat mempengaruhi isi iman dan budi yang tinggi.

Akulturasi dalam lapangan agama tersebut dinamai: “syncrotisme” (perpaduan antara dua

kepercayaan) misalnya agama Jawa terdiri dari Islam bercampur dengan Budha.

Menurut Prof. Koesoemadi SH: Pengaruh kebudayaan Hindu terhadap kebudayaan Indonesia

itu bersifat “penetration pasifique e suggestive” artinya bersifat damai dan mendorong. Sebab

datangnya kebudayaan Hindu bersifat menggiatkan dan meninggikan kebudayaan Indonesia-

Kuno dengan tiada melepaskan kepribadian, dan setelah kebudayaan Hindu hilang, kebudayaan

Indonesia tetap kaya dan tetap tinggal dalam kepribadiannya.

Menurut Yosselin de Yong: Pengaruh Islam terhadap kebudayaan Indonesia bersifat

penetration pasifique dan tolerante et constructive (damai dan membangun). Jadi tidak hanya

damai dan mendorong saja, tetapi juga membangun. Seperti pengaruh-pengaruh Islam dalam

perkawinan, warisan, hak-hak wanita dan lain-lain. Pengaruh Islam tidak hanya pada

kepercayaan dan adat istiadat sehari-hari, bahkan sampai pada bidang hukum dan upacara-

upacaranya misalnya: hari besar Islam, upacara kematian, selamatan-selamatan, mengubur

mayat, doa, wakaf, warisan, letak mesjid, dan sebagainya.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat diambil beberapa pengaruh agama terhadap kebudayaan.

Contohnya ketika ibadah hari raya idul fitri, hari raya ini dalam praktiknya tidak lagi menjadi

perayaan “khas” penganut agama islam tetapi sudah lebih merupakan tradisi bagi segenap

masyarakat Indonesia. Saling maaf memaafkan yang dulu tidak pernah terjadi di negeri-negeri

timur tengah tetapi masyarakat Indonesia justru di jadikan momemtum untuk membangun

kembali tali persaudaraan seta kesetiakawanan lintas etnoreligius.

Contoh lain adalah pengaruh agama terhadap kebudayaan masyarakat Banjarmasin yang

terlihat pada tradisi Baayun Maulid. Baayun asal katanya “ayun” yang diartikan”melakukan

proses ayunan”. Asal kata maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad

SAW. Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat

masing menganut kepercayaan nenek moyang. Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan

Kaharingan. Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama,

Page 4: Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan

akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”. Dengan demikian, baayun anak adalah salah

satu tradisi simbol pertemuan antara tradisi dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan

budaya, budaya berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya.

Daftar Pustaka

http://eprints.uny.ac.id/285/1/URGENSI_MEMAHAMI_HAKEKAT_MANUSIA.pdf

file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011-SYARIF_MOEIS/

MAKALAH__9.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama

Prasetya, Joko Tri. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta